dapatkan ebook menarik lainnya di http://salga.heck.in jika sahabat ingin membantu untuk memperbanyak koleksi ebook hp kami silahkan donasikan pulsa ke nomor 085255251680 Prinsip 1 Premis-premis dasar untuk menghilangkan hijab Tentang cara kehidupan kembali tubuh-tubuh Tubuh manusia dibangkitkan di Hari Kebangkitan sebagaimana telah dinyatakan dalam Qur'an; Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata : "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh? Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluq" (QS.36; 78-79); dan ; Dan mereka berkata: "Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?" Katakanlah: "Jadilah kamu sekalian batu atau besi. Atau suatu makhluk dari makhluk lain yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu". Maka mereka akan bertanya: "Siapakah yang akan menghidupkan kami kembali?" Katakanlah: "Yang telah menciptakan kamu pada kali yang pertama". Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: "Kapan itu (akan terjadi)?" Katakanlah: "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat" (QS.17; 49–51). Terdapat tujuh premis dasar untuk menguak hijab tentang cara kebangkitan tubuh-tubuh di Hari Kiamat; • Hal hidup sesuatu adalah karena bentuknya, bukan materinya. • Identitas sesuatu tidak tergantung oleh materi khususnya. • Wujud tetap tunggal walaupun melalui tahap-tahap transformasi, dan level-level yang tinggi meliputi yang lebih rendah. • Jiwa –sebagaimana Tuhan– menjadi asal-muasal bentuk-bentuk wujud dengan niat murni, tanpa ketersiapan material. • Kekuatan imaginal jiwa adalah suatu substansi yang secara hakiki terpisah dari tubuh. • Persepsi jiwa secara hakiki ada di dunianya sendiri, dan hanya terhubung secara aksidental dengan bentuk-bentuk fisik. • Keadaan-keadaan jiwa dapat langsung mempengaruhi tubuh. Premis 1; Hal hidup sesuatu adalah karena bentuknya, bukan materinya Penyusunan dan hal hidup segala sesuatu adalah karena bentuknya, bukan materinya. Bentuk merupakan dasar konkrit quiditas, kelengkapan realitas, dan sumber pembeda terakhirnya (ultimate differentia). Maka segala sesuatu (ada/hidup) karena bentuknya, bukan karena materinya – sehingga walaupun misalnya bentuknya terpisah dari materinya, hal tersebut tetap ada walaupun terpisah dari materinya. Kebutuhan sesuatu atas materi pada dasarnya hanyalah karena ketidak mampuan suatu bentuk individual tertentu menjadi individu yang dipilah-pilahkan (secara simpel) oleh dirinya sendiri, tanpa hubungan keberadaan dengan materi. Sesungguhnya materilah yang memberikan "hal berada/terjadi bersama" dari individualitas bentuk tersebut, sehingga memungkinkan kemunculan bentuk tersebut, memudahkannya me-wujud dengan kesiapan (materi tersebut). Hubungan materi dengan bentuk adalah seperti hubungan antara kekurangan dengan kesempurnaan. Sesuatu, -di dalam keadaannya yang sempurna-, mesti muncul dalam aktualitas, namun, -dalam keadaan kekurangan-, ia akan bersifat tergantung dan potensial. Inilah kenapa beberapa orang mendukung pendapat penyatuan materi dengan bentuk (dalam seluruh wujud aktual). Dan kami membuktikan bahwa hal ini kebenarannya tidak bisa diragukan lagi. Hal ini ditunjukkan dalam buku al-Asfaar al-Arba'ah. Premis 2; Identitas sesuatu tidak tergantung oleh materi khususnya. Individuasi suatu hal merupakan pernyataan cara atau mode khusus wujud hal tersebut, apakah itu merupakan mode wujud material atau mode khusus yang terpisah dari materi. Yang disebut dengan "aksiden-aksiden yang mengindividuasi" adalah tanda-tanda dan "hal berada/ terjadi bersama" yangmesti dari wujud individual, Aksiden-aksiedn ini tidak termasuk penyusun–penyusun esensial dari hal tersebut. Aksiden–aksiden ini dapat mengubah dari satu jenis partikular ke jenis yang lain, sedangkan suatu hal individual mempertahankan identitas konkret dan kediriannya. Ini dapat dilihat dari kasud (suatu individu khusus) Zaid, sebagai contoh. Zaid berubah dalam posisi, kuantitas, kualitas dan lokasi dalam waktu dan ruang – dan tapi Zaid masih tetap Zaid seperti semula. Premis 3; Wujud tetap tunggal walaupun melalui tahap-tahap transformasi, dan level-level yang tinggi meliputi yang lebih rendah. Wujud individual adalah sedemikian hingga ia dapat berubah dalam kekuatan dan intensitas. Dan kedirian substansial (dari individual) merupakan suatu aspek (wujud) tersebut yang ditransformasikan terus-menerus dan diperkuat dalam kesubstansialan melalui gerak terus-menerus dengan sifat ketunggalan kontinyu. Dan bahwa sesuatu yang satu dalam keterus-menerusan pasti satu pula dalam hal wujud dan individuasi. Sebagaimana karena pernyataan para filsof Peripatetis bahwa setiap batas dan derajat intensitas dan kelemahan (dari suatu sifat wujud di dalam suatu kategori tertentu) adalah spesies lain (dari sifat itu); walaupun ini benar, ini hanyalah pada kondisi bahwa batas itu ada dalam aktualitas, dan bukan batas-batas (yang hanya konseptual) yang dihipotesakan selama perubahan dalam intensitas tersebut. Karena, ini (yakni batas-batas hipotetis ini) tidak ada dalam aktualitas, karena (sekiranya ia ada dalam aktualitas) ini akan mengimplikasikan kemunculan aktual jumlah spesies yang tidak terhingga (dari sifat tersebut) di antara dua batas-batas (dari suatu perubahan partikular – dan ketakhinggaan aktual seperti itu diketahui mustahil). Namun, apa yang ada dalam aktualitaws adalah hal individual antara batas-batas hipotetis dalam setiap jalan atau perubahan, apakah (perubahan) itu adalah dalam substansi, kualitas, atau (kategori) yang lain. Sekarang apa yang menunjukkan ini dan menjaganya dari keraguan adalah bahwa wujud merupakan asal, sumber awal eksistensi, dan bahwa quiditas mengikuti darinya dengan jalan sebagaimana bayangan mengikuti individual tertentu. Bahwa yang satu secara kontinyu (melalui suatu perubahan tertentu) hanya mempunyai satu wujud, sepanjang batas-batas yang dihipotetiskan (yang ia melewatinya). Dan kapan saja wujud itu satu, quiditas juga satu, tidak banyak. Namun jika wujud berakhir pada suatu batas dan berhenti di sana, maka ia dikhususkan (atau ditentukan) oleh quiditas yang mengikuti dari batas tersebut. Secara umum, bila wujud menjadi semakin kuat dan semakin intens, maka makin sempurna ia dalam hakikatnya, dan makin komprehensif secara lengkap dalam seluruh hal dan quiditas-quiditas, dan semakin (mampu) ia dalam aktifitas-aktifitas dan efek-efeknya. Apakah engkau tidak melihat bagaimana jiwa binatang, karena ia lebih kuat dalam wujud dibandingkan dengan jiwa tumbuhan atau bentuk-bentuk unsuriyah (dari senyawa-senyawa mineral), mampu untuk melaksanakan aktifitas tumbuhan-tumbuhan, mineral-mineral, dan elemen-elemen, dan juga aktifitas-aktifitas tambahan lain ? Atau bahwa jiwa manusia melakukan seluruh aktifitas jiwa binatang, dan terlebih lagi manusia mempunyai akal? Dan bahwa Intelek membuat Segala (atau "semua hal") dengan originasi (kebermulaan), ketika selanjutnya Pencipta menuangkan pada Segala apa yang Ia inginkan. Premis 4; Jiwa – sebagaimana Tuhan – menjadi asal-muasal bentuk-bentuk wujud dengan niat murni, tanpa ketersiapan material. Bentuk-bentuk, bangun-bangun dan struktur-struktur yang diperpanjang dapat muncul melalui aktivitas pembuat, karena kesiapan materi-materi khusus dan dalam hubungannya dengan kondisi-kondisi reseptif tertentu. Tapi bentuk-bentuk ini mungkin muncul dengan penciptaan sesaat secara sederhana melalui konsepsi-konsepsi dan arah-arah pembentukan dari sang pembuat.tanpa asosiasi dengan wadah (material) dan lokasi serta kesiapannya. Wujud bola-bola langit adalah seperti itu, melewati konsepsi (Tuhan secara langsung) dari prinsip-prinsip dan arah-arah pembentukan mereka dan melalui IlmuNya dari urutan yang paling sempurna, tanpa didahului oleh reseptivitas atau kesiapan (material) apa pun. Suatu contoh lain dari jenis (penciptaan) ini adalah bentuk-bentuk imaginal yang muncul melalui kehendak atau kemauan, melalui kekuatan imaginal yang terpisah dari alam material ini. Bentuk-bentuk ini tidak berada pada otak (material) , tidak juga berada pada tubuh-tubuh langit, sebagaimana anggapan beberapa orang, tidak juga di dunia bayangan-bayangan khayaliyah yang berada terpisah dari jiwa. Yang benar adalah; mereka ada melalui jiwa dan berada dalam domain jiwa. Walaupun sekarang wujud dari bentuk-bentuk ini lemah, mereka bisa menjadi partikular-partikular konkrit yang ada dengan wujud yang bahkan lebih kuat daripada wujud bentuk-bentuk material. Karena bukanlah merupakan syarat dari kemunculan sesuatu dalam sesuatu yang lain bahwa sesuatu yang pertama ada (secara material) dan menjelma kembali dalam yang kedua. Bentuk-bentuk dari seluruh hal yang ada, sebagai contoh, muncul dalam HakikatNya -Yang Maha Tinggi- dan ada di dalam–Nya tanpa terjelmakan (secara material) di dalam–Nya. Sesungguhnya, kemunculannya di dalam Pembuatnya lebih intens dibandingkan dengan kemunculannya dalam wadah (material yang sirna). Ibn Arabi mengatakan: "Tiap manusia menciptakan dengan imaginasinya hal-hal yang tidak mempunyai wujud di luar tempat niatnya tersebut….. Tapi niatnya terus melindungi keberadaan mereka tanpa perlu melakukan aksi perlindungan khusus yang membuat ia lelah; kapan saja lalai tiba-tiba menyerangnya, namun, apa yang telah ia ciptakan akan lenyap". Premis 5; Kekuatan imaginal jiwa adalah suatu substansi yang secara hakiki terpisah dari tubuh. Kekuatan imaginal manusia adalah substansi yang wujudnya terpisah dari tubuh inderawiah secara aktual maupun secara esensial. Kekuatan ini tetap ada walaupun kerangka tubuh inderawiah rusak. Tubuh tidak sehat ataupun kematian (tubuh material ini) tidak memasuki hakikat kekuatan imaginal maupun daya persepsi kekuatan imaginal ini. Tapi pada saat mati, rasa sakit dan derita kematian (tetap) bisa mencapai kekuatan imaginal ini, (sehingga bisa dirasakan). Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa kekuatan imaginal "tenggelam" di dalam tubuh material ini. Setelah mati kekuatan ini (yakni kekuatan imaginal) akan melihat hakikatnya sebagai seseorang yang mempunyai bentuk dan dimensi dari bentuk yang ia miliki di dunia ini; dan tubuh (imaginal) ini dapat dilihat sebagai mati dan dikuburkan. Premis 6; Persepsi jiwa secara hakiki ada di dunianya sendiri, dan hanya terhubung secara aksidental dengan bentuk-bentuk fisik. Dalam realitas sebenarnya, semua yang ditangkap dan dipersepsi oleh manusia -baik yang melalui inteleksi ataupun sensasi, dan baik dalam alam ini atau di alam lain– bukanlah merupakan sesuatu yang terpisah dari hakikatnya dan bukanlah merupakan sesuatu yang berbeda dari kediriannya (yakni, wujud individualnya dan substansinya). Apa yang dilihat manusia secara hakiki hanya berada dalam hakikat dirinya, bukan dalam sesuatu yang lain. Telah ditunjukkan bahwa apa yang pada hakikatnya dilihat dari langit dan bumi dan benda-benda lain bukanlah bentuk-bentuk yang ada secara eksternal dalam unsur penyusun materialnya yang ada dalam dimensi dunia ini. Karena tidak membutuhkan relasi dengan dunia material eksternal, maka dalam keadaan telah mati secara material tidak ada apapun yang menghalangi jiwa dari mempersepsi apa saja yang ia persepsi. Dan sekali lagi, persepsi jiwa ini tidak memerlukan asosiasi apapun dengan materi eksternal. Premis 7; Keadaan-keadaan jiwa dapat langsung mempengaruhi tubuh. Konsepsi, kebiasaan dan kecenderungan alami jiwa dapat menghasilkan efek eksternal secara langsung. Ini sering terjadi; seseorang yang marah wajahnya menjadi merah, detak jantung tidak teratur atau bahkan bisa mati, jika kemarahannya terlalu kuat. Dan Dia-lah Yang Lebih Tahu Prinsip 2 Tentang keadaan sebenarnya "dunia lain" jiwa Yang akan kembali pada Hari Kembali adalah manusia (individual) yang berindera dan dapat merasakan, yang tersusun dari perlawanan dan percampuran antara bagian-bagia dan organ-organ yang dibangun dari penyusun-penyusun material. Tapi pada setiap saat seluruh bagian, organ, substansi dan aksiden manusia itu –juga hati dan otaknya– tetap mengalami perubahan. Ini khususnya benar untuk ruh bukhariy manusia tersebut, yang merupakan tubuh natural yang terdekat dengan hakikat (ruhaniah)–nya dan yang merupakan derajat tertinggi jiwanya dalam dunia (material) ini, penopang dari hakikatnya, Dia bersemayam di atas 'Arsy (QS.7;54, dll) dan kemah daya dan kekuatannya. Demikianlah, bagian dari tubuh ini juga terus menerus berubah dan bertransformasi, sirna dan mengada. Titik yang menentukan dalam yang tetap tinggal dari tubuh partikular ini (padahal penyusun-penyusun materialnya berubah terus) adalah ketunggalan jiwa. Selama (individu prtikular) jiwa Zaid tetap jiwa ini, tubuhnya juga tubuh (partikular yang sama) ini, karena jiwa dari sesuatu adalah kesempurnaan realitasnya dan kesempurnaan kediriannya (atau kesempurnaan "substansi individual"- nya). Inilah kenapa dikatakan bahwa anak ini adalah seseorang yang akan tumbuh menjadi tua, atau orang tua ini dulunya adalah seorang anak, walaupun dengan usia ia telah kehilangan seluruh bagian-bagian dan organ-organ (material khusus) yang ia punyai waktu ia kecil. Seseorang dapat mengatakan bahwa jari seorang tua adalah jari (yang sama) yang ia miliki pada waktu kecil, walaupun dalam dirinya sendiri jari waktu ia kecil telah lenyap baik dalam bentuknya maupun dalam materinya, sehingga tidak ada yang tersisa darinya sebagai suatu tubuh partikular: yang tersisa adalah jari dari manusia ini karena kontinuitas/ persistensi jiwanya. Oleh karena itu (tubuh yang sekarang) ini tepat "sama" dengan (tubuh yang lebih dulu) itu dalam sudut pandang ini (yakni, dalam hubungannya dengan jiwa yang sama), sedangkan di sisi lain (yakni, sebagai materi) dua tubuh itu sama sekali tidak sama. Dan kedua aspek ini benar tanpa terjadi kontradiksi satu sama lain. Karena itu manusa individu yang kembali setelah mati adalah benar-benar manusia yang sama ini (yang hidup sekarang). Ini tidak dipengaruhi oleh fakta bahwa tubuh material ini lenyap, sirna, fana, dan tersusun atas kualitas-kualitas (empat elemen) yang berlawanan dan –sedangkan tubuh di dunia lain, untuk penghuni Surga, bercahaya, kekal, suci, hidup secara hakiki, dan tidak pernah rusak, mati, sakit; dan tubuh dari orang kafir (di dunia lain) mungkin mempunyai gigi geraham sebesar gunung, atau mungkin berbentuk anjing, babi, atau sesuatu yang lain yang meleleh dalam api (neraka) Allah yang dinyalakan, yang (naik) sampai ke hati (QS.104;6-7). Maka kulit-kulit dan organ-organ mereka akan diganti, sebagaimana Firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS.4;56). Juga telah diriwayatkan bahwa " [orang yang terkutuk] dipaksa untuk memanjat suatu jalan yang curam di Neraka untuk tujuh puluh tahun. Setiap kali ia tangannya menyentuh (gunung yang menyala) ini tangannya akan mencair, dan ketika ia mengangkatnya tangnnya akn kembali; dan kakinya juga seperti ini: ketika ia menurunkannya ia akan mencair dan ketika ia mengangkatnya ia akan muncul lagi. Maka harus diketahui bahwa tubuh (psikis) ini yang akan dihidupkan kembali dalam Kebangkitan, walaupun bukan tubuh ini sehubungan dengan materinya. Ini menurut premis dasar pertama dan kedua; yakni, bahwa sesuatu adalah disebabkan oleh bentuknya, bukan materinya; dan bahwa eksistensinya yang dilanjutkan dalam individualitas khususnya tidak menghapuskan perubahan sifat-sifat aksidentalnya dan kesangat-materiannya, sejauh materi dibedakan oleh aksiden-aksiden tersebut. Dari apapun yang disaksikan dan dilihat langsung oleh manusia di dunia lain --apakah itu merupakan karunia-karunia Surga , seperti bidadari, istana, taman, pohon, dan sungai-sungai, atau jenis-jenis yang sebaliknya (yakni) hukuman di Neraka– tidak ada satupun yang di luar hakikat jiwa dan tidak ada satupun yang terpisah dari keberadaan jiwa. Sesuai dengan premis dasar keempat, bentuk-bentuk ini di dalam jiwa lebih substansial, lebih mapan, dan lebih permanen dalam realitasnya dibandingkan dengan bentuk-bentuk material, yang senantiasa berubah dan diregenerasi. Tidak seharusnya ada yang bertanya tentang tempat dan posisi dari bentuk-bentuk ini, apakah mereka di dalam dunia ini atau di luarnya, atau apakah mereka di atas batas-batas alam semesta (material), antara lapisan-lapisan langit, ataupun di dalam batas-batas dari lapisan-lapisan langit itu sendiri. Karena Anda telah mempelajari bahwa hal-hal ini adalah modalitas wujud yang lain, yang tidak mempunyai hubungan dengan alam (fisik) ini sehubungan dengan tempat ataupun pembentangan. Sebagaimana telah diriwayatkan dalam hadits bahwa "bumi Surga adalah "Alas" dan atapnya adalah "Arsyi" Ar-Rahman (Tuhan)", ini tidak menunjukkan kepada bentangan spasial yang mempunyai arah-arah dalam dunia ini dan terletak di antara dunia ini dan lapisan terluar dari bintang-bintang tertentu. Namun, maksudnya adalah apa yang sesuai dengan level makna batin dan aspek yang tersembunyi dari hal-hal ini, karena Surga adalah dalam aspek yang tersembunyi yang tidak terlihat dari langit-langit ini. Mirip dengan itu adalah riwayat bahwa : "Surga adalah dalam langit ketujuh dan Neraka adalah dalam bumi yang terdalam". Ini juga menunjukkan kepada apa yang ada di belakang hijab-hijab dunia (material) ini. Oleh karena itu, sesuai dengan premis dasar kelima, relung dari dunia lain adalah abadi dan kekal; keberkahannya tidak lenyap, dan buah-buahnya tidak pernah selesai atau terlarang. Setiap hal yang diinginkan dan diharapkan manusia ada di sana. Sesungguhnya konsepsi sederhana atas sesuatu adalah benar-benar sama dengan kehadirannya. Dan kenikmatan-kenikmatan dan keberkahan-keberkahan (di dalam dunia itu) hanya berhubungan dengan keinginan-keinginan (dari orang yang diberkati). Ini sesuai dengan prinsip dasar keenam. Mata air dari semua yang dicapai manusia dan yang dengannya manusia dibalas di dunia lain –apakah itu baik ataupun buruk, Surga atau Neraka– adalah dalam hakikatnya sendiri, dalam hal-hal seperti niatnya, pemikirannya, kepercayaannya, dan perangai wataknya. Sebab-sebab hal-hal bukanlah sesuatu yang terpisah dari keberadaan manusia dan letaknya,sesuai dengan prinsip dasar ketujuh. Individu-individu manusia tertentu bisa sedemikian sempurna dalam hakikat sehingga mereka menjadi di antara malaikat al-muqorrobuun (QS.4:172; dll), yang tidak memperhatikan sesuatu selain Ia – bahkan tidak pula kenikmatan-kenikmatan dan berbagai jenis karunia di Surga. Ini sesuai dengan premis dasar ketiga. Dan Dia-lah Yang Lebih Tahu Prinsip 3 Tentang aspek-aspek dari perbedaan antara tubuh-tubuh di dunia ini dan tubuh di dunia lain sehubungan dengan cara (mode) wujud jasmaniah Aspek-aspek ini (perbedaan dalam cara wujud antara "tubuh-tubuh" di dunia ini dan dunia yang akan datang) adalah sebagai berikut. Di antaranya adalah kenyataan bahwa setiap tubuh di dunia lain mempunyai ruh (kehidupan), dan sesungguhnya mereka hidup dengan kesangat-hakikatannya; seseorang bahkan tidak dapat menemukan suatu tubuh yang tidak mempunyai kehidupan. Ini berbeda dengan dunia ini, di mana terdapat banyak tubuh-tubuh yang tidak mempunyai kehidupan dan kesadaran- dan walaupun di dalam tubuh-tubuh yang mempunyai kehidupan, kehidupannya adalah sesuatu yang muncul padanya secara aksidental dan ditambahkan kepadanya. Perbedaan lain adalah bahwa tubuh-tubuh dalam dunia ini bersifat menerima jiwa-jiwanya dengan kesiapan (material)-nya, sedangkan jiwa-jiwa di dunia yang akan datang membuat tubuh-tubuh mereka sendiri, dengan penegasan langsung.. Di sini, tubuh-tubuh dan materi-materi secara bertahap naik, sesuai dengan keadaan-keadan kesiapan dan transformasi-transformasi, hingga mereka mencapai derajat-derajat jiwa. Tapi di dunia yang akan datang, perintah (penciptaan dan kehidupan) turun dari jiwa-jiwa kepada tubuh-tubuh. Aspek lain adalah di sini potensialitas mendahului aktualitas dalam waktu, sedangkan aktualitas mendahului potensialitas dalam hakikatnya. Sedang di sana, potensialitas mendahului aktualitas baik dalam hakikat maupun dalam wujud. Di sini aktualitas lebih diutamakan dibandingkan potensialitas, karena aktualitas adalah akhir (atau sebab final) potensialitas. Tapi di sana potensialitas lebih diutamakan ketimbang aktualitas, karena adalah potensialitas yang secara aktual membuat aktualitas. Perbedaan lain adalah tubuh-tubuh dan obyek-obyek dari dunia yang akan datang adalah tidak terhingga, sesuai dengan jumlah konsepsi dan persepsi jiwa. Karena bukti-bukti keterbatasan dimensi-dimensi (fisik) tidak berlaku bagi dunia yang akan datang, tapi hanya dalam daerah perbatasan dan dimensi-dimensi hal-hal yang material. (Walaupun jumlah "tubuh-tubuh" di dunia lain itu tidak terbatas), tidak terdapat keadaan yang berdesak-desakan dan interferensi antara hal-hal di dunia yang akan datang tersebut. Dan tidak ada sesuatu di sana yang ada di dalam suatu arah "di dalam" atau "di luar" dari hal yang lain. Sesungguhnya setiap manusia, yang diberkahi ataupun yang terkutuk, mempunyai alamnya sendiri yang lengkap dan bebas, lebih tak terukur (karena sangat besar) dibandingkan dengan dunia ini dan diatur tanpa mempertimbangkan arena alam (psikis individual) orang lain. (Sebagai contoh), tiap orang yang diberkati dapat mempunyai seluruh tanah dan benda-benda yang ia inginkan, dari seluas apa pun yang ia inginkan. Ini adalah arti dari yang diungkapkan olah Abu Yazid al-Bastami bahwa "Walaupun Arsyi dan seluruh yang dikandungNya memasuki satu penjuru hati Abu Yazid, dia (bahkan) tak akan melihatNya." Perbedaan lain adalah bahwa tubuh-tubuh di dunia yang akan datang dan seluruh hal-hal yang mengagumkan di dunia tersebut, termasuk taman-taman, sungai-sungai, ruang-ruang, rumah-rumah, istana-istana, istri-istri yang suci (QS.2;25), bidadari-bidadari, dan seluruh pelayan, pembantu, budak dan seluruh pengiring penghuni Surga –seluruhnya ada melalui satu wujud, yakni wujud dari tiap orang yang diberkati tersebut. Ini karena setiap mereka meliputi hal-hal ini sebagai penguat dari-Nya (QS.2;87) dan sebagai hidangan bagimu dari (Tuhan) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Nuzulan min ghofuurir-rohiimi) (QS.41;32). Keadaan dari manusia yang disiksa di Neraka, sehubungan dengan nyala-nyala, rantai-rantai, belengu-belengu, ular-ular, dan lain-lain yang terjadi padanya, tidak tepat sama dengan ini. Karena mereka, sebaliknya, diliputi dan dikelilingi oleh hukuman-hukuman ini, sebagaimana Firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka (Inna a'tadnaa lizh-zhoolimiina naaron ahaatho bihim suroodiquhaa) (QS.18;29), Dan sesungguhnya Jahannam benar-benar meliputi orang² yang kafir (Wa inna jahannama saluhiithotun bil kaafiriin) (QS 18;54). Sesungguhnya dalam ini, benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Tuhan-Nya) (QS.21;106) . Dan Dia-lah yang lebih tahu Prinsip 4 Tentang "Kebangkitan" kecil dan besar (dan "Saat"nya) Sebagaimana kebangkitan pertama, (waktunya) diketahui dari riwayat: "Ketika seseorang mati, Kebangkitan-nya telah dimulai." Dan sebagaimana bagi Kebangkitan (yang lebih) besar terdapat sebuah waktu tertentu, (QS 3;9, dll) baginya bersama Tuhan: … wa maa ya'lamu ta'wiilahu illa alloohu wa ar-roosikhuuna fi al-'ilmi…"….Dan tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah dan ar-roosikhuuna fil-'ilmi…." (QS.3;7). Sekarang semua yang di dalam Kebangkitan besar mempunyai sesuatu yang berhubungan dengannya dalam Kebangkitan kecil. Dan kunci dari pengetahuan tentang Hari Kebangkitan dan Kembalinya seluruh makhluk ada di dalam pengetahuan batin tentang jiwa, kekuatan-kekuatannya, kenaikan-kenaikannya. Karena mati itu seperti sebuah kelahiran, dan Kebangkitan kecil dan besar adalah seperti dua kelahiran (manusia); yang kecil, yakni gerakannya keluar dari batasan rahim ibu ke dunia luar dari tubuh dan rahim dunia ini menuju keluasan yang terbuka dari dunia lain. Maa kholaqokum wa laa ya'tsukum illa ka nafsin waahidah.. (Tidaklah Dia menciptakan dan membangkitkan kamu itu melainkan hanyalah seperti satu jiwa saja).. (QS.31;28) Oleh karena itu, siapapun yang benar-benar ingin mengetahui realitas batin Kebangkitan besar; dari Kembalinya Segala kepada Nya –Yang Maha Tinggi- dan Ta'ruju al-malaa`ikatu wa ar-ruuhu ilaihi fii yaumin kaana miqdaaruhuu khomsiina alfa sanah …(Malaikat-malaikat dan Ruh naik kepadaNya dalam Sehari yang panjangnya kadarnya limapuluh ribu tahun. ) (QS.70;4). ; dan dari manifestasi dari Hakikat Sejati (secara simultan) dengan Ketunggalan Lengkap-Nya dan penyerapan (dalamNya) totalitas hal-hal, bahkan termasuk malaikat-malaikat dan bola-bola (alam-alam) langit –sebagaimana Ia –Yang Maha Tinggi- berfirman. … fasho'iqo man fi as-samaawaati wa man fi al-ardhi illa man syaa`allooh… (… maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki oleh Allah…) (QS.39;68), yakni siapa yang untuk mereka Kebangkitan besar telah terjadi; (siapapun, maka, akan mengetahui dengan sebenarnya realitas batin hal-hal ini) seharusnya memperhatikan dengan seksama premis-premis fundamental yang telah kami bahas secara detail dalam buku-buku dan risalah kami, khususnya dalam "Risalah Al-Mabda`". Karena siapa saja yang mampu mengetahui dengan benar bagaimana cara alam dan seluruh bagiannya bermula (secara kontinyu) di dalam waktu setelah sebelumnya ia tiada –tanpa ini dalam cara apa pun melanggar prinsip rasional apa pun atau tanpa mengotori ketaktersentuhan Tuhan dan Sifat-SifatNya yang benar dari cacat keberubahan dan kejamakan- orang itu akan mampu untuk mengetahui dengan benar kerusakan, kelenyapan dan sirnanya seluruh alam ini dan apa pun yang ada di dalamnya, dan Kembali-nya mereka semua kepadaNya, Karena untuk orang yang menolak ini, yakni itu karena ia belum mencapai maqam ini (yaitu, maqam realisasi aktual transendensi) dan belum merasakan minuman ini baik melalui pengalaman visi langsung ataupun dengan bukti-bukti; atau karena ia dibutakan oleh inteleknya yang cacat, atau karena kelemahan imannya tentang apa yang diberitakan nabi-nabi. Tapi ia yang hatinya telah dicahayai oleh Cahaya keyakinan melihat langsung tanpa perantara transformasi bagian-bagian alam dan individual-individualnya, sifat-sifatnya, bentuk-bentuknya dan jiwa-jiwanya pada setiap saat, sebagaimana bentuk-bentuk khususnya dan manifestasi individualnya larut dan sirna. Dan siapa yang telah secara langsung menyaksikan "Berkumpulnya" seluruh kekuatan manusia, kecuali ketaksamaannya di dalam wujud dan lokasi-lokasi nya yang berbeda di dalam tubuh, ke dalam sebuah hakikat spiritual sederhana yang tunggal, ke suatu titik yang mereka semua akan lenyap dan larut padanya, kembali kepadanya dan terserap di dalam hakikat (dari jiwa) tersebut- dan kemudian (telah melihatnya) bangkit dari hakikat itu di waktu yang lain dalam Kebangkitan (kecil), dalam suatu bentuk yang bisa permanen dan hidup abadi; orang itu akan mudah untuk mengafirmasi (Kebangkitan besar, yang merupakan) Kembalinya Keseluruhan kepada … al-waahidu al-qohhaaru… (Yang Satu, Yang Maha Perkasa) (QS.12;39, dll), dan kemudian kebermulaan Keseluruhan itu dan keberasalan terus menerus Keseluruhan itu dari-Nya di waktu yang lain dalam cara wujud (noetik) yang kekal. Ketahuilah, pula, bahwa walaupun "Peniupan" (yang menyimbolkan penciptaan yang baru (yang kekal) ) adalah "Satu" dengan sejenis kesatuan, sehubungan dengan Hakikat Sejati, karena Ia meliputi keseluruhan dari apa yang selainNya- akan tetapi ia bermacam-macam sehubungan dengan makhluk-makhluk, sesuai dengan kejamakannya dalam jumlah, spesies dan hal-hal lain. Demikian juga, (kejamakan) waktu-waktu dan saat-saat adalah, dalam hubungannya denganNya, sebuah "as-sa'ah" , adalah satu dalam suatu pengertian Ketunggalan yang lain. Dan (kata-kata) as-sa'ah juga telah diturunkan dari as-sa'yu (usaha atau ihtiar atau berjuang), karena seluruh hal yang tumbuh dan alami berjuang (berihtiar) untuk Nya dan mengarah kepada Nya, bermula dengan (kekuatan jiwa) kebinatangan dan kemudian (ke) (kekuatan jiwa) kemanusiaan. Tapi verifikasi dan realisasi yang benar dari tujuan ini harus dicari dari siapa-siapa yang kepada mereka hal-hal ini telah disingkapkan secara langsung, melalui konsultasi yang ekstensif dan asosiasi personal terus menerus dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Lebih Tahu Prinsip 5 Tentang "Bumi" Kebangkitan Bumi Kebangkitan adalah bumi ini yang ada di dunia ini kecuali bahwa Ia berubah menjadi sesuatu selain bumi, karena permukaannya menebar dan meluas Laa taroo fiihaa 'iwajan wa laa amta (Tidak ada sedikitpun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi) (QS.20;107). Pada Bumi itu dihadirkan seluruh makhluq, dari awal hingga akhir dari dunia ini, karena pada Hari itu Bumi akan dibukakan sedemikian luas untuk mengandung seluruh makhluk tersebut. Tapi makna dan hakikat sebenarnya dari "pembentangan" ini tidaklah diperlihatkan pada siapa pun kecuali mereka yang mempunyai penglihatan batin yang terang, yang hakikatnya telah bebas dari rantai-rantai alam fisik dan ikatan-ikatan waktu dan ruang. Karena mereka (saja-lah) yang benar-benar tahu bahwa keseluruhan waktu-waktu dan konsekuensi-konsekuensinya adalah seperti satu saat; dan bahwa segala sesuatu dalam bumi ini, seluruh ruang-ruangnya dan apa yang terjadi dengannya adalah seperti sebuah titik. Karena seluruh "bumi-bumi" (fisik maupun imaginal) adalah Bumi yang satu, karena terdapat suatu Bentuk dari Bumi yang lain yang bercahaya,dan bersih tanpa noda. Di dalam nya adalah semua makhluk dan nabi-nabi, saksi-saksi, kitab-kitab, timbangan-timbangan, pemisahan dan pengadilan oleh Kebenaran, sebagaimana (yang ditunjukkan) dalam FirmanNya, Yang Maha Tinggi, Wa asyroqoti al-ardhu bi nuuri robbihaa wa wudhi'a al-kitaabu wajii `a bi an-nabiyyiina wa asy-syuhadaa`i wa qudhiya bainahum bi al-haqqi wa hum laa yuzhlamuun (Dan terang benderanglah bumi dengan cahaya Tuhannya; dan diberikanlah buku dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan (QS.39;69). Dan Dia-lah Yang Lebih Tahu Prinsip 6 (bagian 1) Tentang bahwa "Jalan" itu nyata Diriwayatkan dari Abu 'Abdallah (Imam Ja'far al-Shadiq) ('a.s.) sebagaimana yang dirowikan Mufaddal ibn 'Amr bahwa beliau mengatakan: ""Jalan" adalah Jalan pengetahuan batin yang benar tetang Tuhan Yang Maha Tinggi. Dan terdapat dua buah jalan, satu yang ada di dunia ini dan yang satu di dunia lain. Mengenai jalan yang di dunia ini, itu adalah Imam yang harus ditaati: barangsiapa benar-benar mengetahuinya dalam dunia ini dan benar-benar mengikuti petunjuknya juga akan melewati Jalan yang merupakan jembatan melintasi Jahanam di dunia lain. Tapi orang yang gagal mengetahui dengan benar Imam di dunia ini, kakinya akan tergelincir dari Jalan di dunia lain dan ia akan masuk ke dalam Api Jahanam." Dan al-Halabi telah meriwayatkan hadits lain dari Abu 'Abdallah ('a.s.): ""Jalan Yang Lurus (QS.1;6)" adalah Amirul Mu`minin" (yaitu, 'Ali, Imam yang pertama). Seperti itu juga (Imam Ja'far) diriwayatkan telah bersabda, tentang firman Tuhan – Yang Maha Tinggi- Ihdina ash-shirootho al-mustaqiim (QS.1;6), bahwa "Itu adalah Amirul Mu`minin dan pengetahuan batin yang benar tentang beliau". Seorang Imam lain, dalam redaksi yang lain, diriwayatkan telah bersabda; "Jalan yang lurus adalah dua Jalan, satu di dunia ini dan satu di dunia lain. Tentang Jalan yang lurus di dunia ini, adalah tidak berlebihan, naik di atas kekurangan, dan mengikuti apa yang benar, tidak menyimpang ke segala sesuatu yang salah. Jalan yang lain adalah Jalan dari orang yang benar-benar beriman menuju Surga, Jalan ini lurus, karena mereka tidak berbelok dari Surga ke Neraka atau apapun selain dari Surga”. Dan (diriwayatkan) dari para Imam ('a.s.) (bahwa mereka berkata): "Kita adalah Gerbang-Gerbang menuju Tuhan, dan kita adalah Jalan Yang Lurus." Semua hadits yang meriwayatkan kepada kita dari Pemimpin-Pemimpin kita sepakat dalam makna batin hakikinya, walaupun penjelasannya secara lengkap akan memerlukan penjelasan yang lebih ekstensif. Siapa pun yang ingin belajar lebih mendalam tentang ini seharusnya merujuk pada komentar kita akan surat awal Al-Qur'an. Penjelasan sederhana atas pembahasan itu: jiwa manusia mempunyai suatu transformasi psikis tertentu dalam perjalanannya dari awal asal-muasalnya menuju akhir dari kehidupannya di dalam dunia ini; sebagai hasil ia memiliki perubahan-perubahan tertentu dalam substansinya, dalam cara wujud esensialnya. Maka dalam pandangan tertentu, setiap jiwa adalah sebuah "Jalan" menuju dunia lain; tepat sama seperti, dalam pandangan lain, ia adalah sesuatu yang melintasi Jalan: yang bergerak dan rute yang dilintasinya keduanya pada hakikatnya satu hal yang tunggal, hanya berbeda dari sudut pandangnya. Oleh karena itu jiwa-jiwa manusia adalah Jalan-Jalan menuju Hari Akhir: beberapa merupakan Jalan yang lurus dan langsung, beberapa jiwa tersesat, dan beberapa berlari di arah yang salah. Diantara yang paling lurus, terdapat beberapa yang sampai (pada Tujuan) dan yang lain yang terhenti atau menjadi non aktif; dan di antara yang sampai, terdapat beberapa yang melakukan itu dengan cepat, dan yang lain lebih lambat. "Jalan Lurus" yang paling sempurna adalah jalan Amirul Mukminin (Imam 'Ali a.s.) dan berikutnya adalah jiwa-jiwa dari keturunannya yang diberkati (Imam-Imam yang lain). (Kesempurnaan) ini adalah sehubungan dengan baik kekuatan-kekuatan kontemplatif maupun kekuatan-kekuatan praktis (jiwa), dan mereka adalah apa yang telah dijelaskan dalam riwayat (yang dikutip di atas) mengenai Jalan di dunia ini dan Jalan di dunia lain. "Jalan di dunia ini" adalah ekspresi utuk pencapaian keharmonisan pikis dan keadaan kebiasaan moderasi, antara berlebihan dan kekurangan, dalam penggunaan intelek praktis dari kekuatan-kekuatan keinginan, amarah, dan perkiraaan dari jiwa. (Ini adalah) sedemikian hingga seseorang tidak akan boros tidak juga malas ataupun acuh tak acuh, namun dapat mengendalikan diri dan bersahaja; tidak terlalu tergesa-gesa dan terburu-buru tidak pula pengecut, namun berani; dan tidak terlalu licik tidak pula polos yang bodoh, namun berhati-hati dan bijaksana. Jadi, melewati konjungsi keadaan-keadaan antara ini, seseorang dapat mencapai sebuah situasi melaksanakan dan ketaatan yang telah siap dengan kekuatan-kekuatan ini, yang di dalamnya ruh (yakni, intelek kontemplatif) mempunyai penguasaan atas mereka. Sekarang moderasi antara ekstrim-ekstrim yang membahayakan (dari kekuatan-kekuatan ini) adalah setara dengan lenyapnya mereka sama sekali dari jiwa. Dalam cara ini jiwa menjadi seolah ia tidak mempunyai jejak dari sifat-sifat psikis yang menurun dari hubungan (dengan tubuh) dan tidak mempunyai tempat di dunia ini. Yaa ahla yatsriba laa muqooma lakum (Hai penduduk Yatsrib, tidak ada tempat bagimu) (QS.33;13). Maka jiwa menjadi seperti cermin yang digosok yang disiapkan menerima manifestasi-Diri dari bentuk dari Hakikat Sebenarnya. Dan itu hanya bisa dicapai dengan mengikuti Hukum agama dan menyerah kepada Imam yang harus ditaati- karena inilah arti "Jalan di dunia ini" adalah Imam. "Jalan di dunia lain" adalah ekspresi untuk berlalunya jiwa, dengan kekuatan kontemplatifnya dan intelek praktisnya, melalui derajat-derajat hal-hal yang maujud dan terindera, psikis, dan cara-cara wujud yang intelektif, dan keberangkatannya dari tutupan hijab-hijab dan penutup-penutup gelap (eksistensi material) ke dalam keluasan terbuka dari Cahaya Ilahiah. Jalan yang Lurus, kemudian, mempunyai dua aspek: yang pertama (yang praktis) adalah lebih tajam dari sebuah pedang, sehingga siapapun yang berhenti di atasnya akan terpotong menjadi dua; dan yang kedua (yang kontemplatif) adalah lebih lembut daripada selembar rambut. Berhenti sepanjang Jalan pertama meniscayakan sebuah pemotongan dan pemisahan (jiwa dari hakikat alamiahnya), sebagaimana FirmanNya: Yaa ayyuha al-ladziina aamanuu maa lakum idzaa qiila lakumunfiruu fii sabiilillahits-tsaaqoltum ila al-ardhi, arodhiitum bi al-hayaati ad-dunya min al-aakhiroti (Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu:" Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat kepada dunia? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia daripada kehidupan di akhirat? (QS.9;38). Atau sebagaimana dinyatakan di dalam hadits: "Mukmin melewati Jalan seperti cahaya kilat sekilas." Dan berbelok dari Jalan yang kedua meniscayakan kemusnahan dan hukuman: Wa inna al-ladziina laa yu`minuuna bi al-aakhirooti 'ani ash-shiroothi lanaakibuun. Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (QS.23;74). Dan Dia-lah Yang Lebih Tahu Prinsip 6 (bagian 2) Tentang bahwa "Jalan" itu nyata Bashiroh kasyfiyah : Ketahuilah bahwa jalan yang lurus yang akan membawamu ke Surga jika kamu melaluinya adalah dalam dirinya sendiri merupakan kesangat-bentuk-an dari petunjuk yang benar dari jiwa, memanjang dari permulaan alam inderawi menuju Gerbang Ridwan.Di dalam tempat tinggal ini (dari wujud fisik), jalan ini seperti seluruh kenyataan ghaib lain yang tersembunyi dari pandangan (eksternal) dan tidak dapat diamati dalam sebuah bentuk yang khusus. Tapi ketika tabir alam fisik disingkapkan (QS 50:22) oleh kematian, akan dibukakan kepadamu pada Hari Kebangkitan sebuah jembatan, yang terindera, sepanjang permukaan jahanam, dengan permulaannya pada titik keberangkatan dan akhirnya pada Gerbang Surga. Setiap orang yang melihatnya akan mengetahui bahwa itu adalah kerjaan tanganmu dan engkau telah membangunnya. Dan mereka akan mengetahui bahwa didalam dunia ini terdapat sebuah jembatan yang terbentang diatas permukaan jahanam (dari wujud fisik) yang kepadanya dikatakan; Yauma naquulu lijahannama halimtala'ti wa taquulu hal min maziid ([Dan ingatlah akan] hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada jahannam: "Apakah kamu sudah penuh?" Dia menjawab: "Masih adakah tambahan?") (QS.50:30), sehingga ia dapat bertambah dengan panjang dan lebar dan jangkauan dari keadaan fisikmu sendiri. Karena keadaan fisikmu (dengan tiga dimensi ruangnya) adalah sebuah bayangan bercabang tiga dari realitasmu, sebuah bayangan yang tidak memberikan keteduhan dan tidak melindungi, substansi diri esensialmu melawan nyala api (QS 77:30-31) dari Jahanam (wujud jasmaniah). Intholiquu ilaa dzillin dzii tsalaatsi syu'ab. Laa dzaliilin wa laa yughnii minallahab (Pergilah kamu mendapatkan naungan yang mempunyai tiga cabang, yang tidak melindungi dan tidak pula menolak nyala api neraka) (QS.77:30-31). Namun, keadaan fisik ini adalah apa yang mengarahkan jiwamu kedalam nyala-nyala hawa nafsu yang api neraka tersembunyi (terhadap pandangan tersembunyi) di dalamnya. Walaupun pada Hari kebangkitan akan muncul dengan jelas sesuai dengan firmannya: Waburrizati al jahiimu lilghoowiin (dan diperlihatkan dengan jelas neraka Jahim kepada orang-orang yang sesat dan api neraka akan muncul dengan jelas [kepada para pendosa]) (QS.26:91) yang akan melihatnya. Ini akan benar-benar terjadi kecuali api itu akan dimatikan oleh air ampunan yang menyucikan jiwa dari keburukan-keburukannya dan dengan air pengetahuan ia menyucikan hati-hati dari keadaan pertama kebodohan (QS.33:33) dan dari yang kedua. Dan Dia-lah Yang Lebih Tahu Prinsip 7 Tentang "Kitab" dan "Shuhuf" Ia- Yang Maha Tinggi- berfirman; Wa nukhriju lahuu yauma al-qiyaamati kitaaban yalqoohu mansyuuroo. Iqra` kitaabaka kafaa bi nafsika al-yauma 'alaika hasiibaa (Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghisab terhadapmu) (QS.17;13-14). Dan Ia – Yang Maha Tinggi- berfirman: Wa idzaa ash-shuhufu nusyirot (Dan apabila catatan-catatan dibuka) (QS.81;10). Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang dilakukan manusia dengan jiwanya atau dilihat manusia dengan indera-indera meninggalkan jejak-jejak tertentu dalam hakikatnya. Pengaruh-pengaruh gerakan dan aktifitas (psikis) dikumpulkan bersama dalam "Shuhuf" jiwanya dan perbendaharaan dari persepsi-persepsinya. Dan ia adalah "Kitab" yang hari ini tertutup dan tersembunyi dari pemeriksaaan teliti penglihatan (fisik). Tapi dengan kematian, akan diturunkan padanya apa yang tersembunyi dari pandangannya dalam keadaan hidup (jasadi), terekam dalam Kitab yang tidak seorang pun yang dapat menjelesakan waktu kedatangannya selain Dia (QS.7;187). Kita telah mendekati bahwa impresi-impresi yang mendalam akarnya dari keadaan batin (jiwa) dan pendirian secara kokoh sifat-sifat psikis –apa yang disebut filosof sebagai keadaan habitual karakter (al-malakah) dan agamawan menyebutnya sebagai "malaikat" (al-malak) atau "setan"– adalah apa yang memestikan kekalnya pahala dan siksa. Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan atau kejahatan walau sebesar zarah, dia akan melihat (QS.99;7-8) jejaknya yang tertulis pada Shuhuf esensinya atau pada sebuah shuhuf yang lebih tinggi dari itu: ini secara sederhana adalah sebuah pernyataan lain bagi pembukaan Shuhuf-Shuhuf dan penyingkapan Kitab-Kitab. Jadi, kapan saja waktu itu tiba bahwa pandangan (batin) seorang manusia ditolehkan ke wajah diri esensialnya, ketika tabir disingkapkan (QS.50;22) dan kegelapan yang menutup (atas pandangan mereka) (QS.2;7) diangkat, maka ia akan mengalihkan perhatiannya kepada Shuhuf wujud batinnya dan Kitab jiwanya. Kemudian siapa yang (sebelumnya) tidak mengindahkan diri hakikinya dan Hisab dari perbuatan baik dan buruknya akan berkata: "… yaa wailatanaa maa li haadza al-kitaabi laa yughoodiru shoghiirotan wa laa kabiirotan illaa ahshoohaa, wawajaduu maa 'amiluu haadhiron, wa laa yazhlimu robbuka ahadaa ("Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya"; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun) (QS.18;49). Ini adalah karena cara wujud dunia lain adalah cara wujud yang secara hakiki dapat dipersepsi dan hidup; "ketajaman penglihatan", sesuai dengan FirmanNya: Laqod kunta fii ghoflatin min haadzaa, fakasyafnaa 'anka ghithoo`aka fa bashoruka al-yauma hadiid (Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari [hal] ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup [yang menutupi] matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam (QS.50;22). Maka siapa saja di antara manusia yang diberkahi dan golongan kanan (QS.56;27) – ia akan diberi kitabnya dari sebelah kanannya (Fa ammaa man uutiya kitaabahuu bi yamiinihi) (QS.84;7, 69;19), dari arah ('Iliyyuun), karena hal-hal yang ia ketahui tinggi, indah dan universal. (Ini adalah) seperti FirmanNya: ... inna kitaaba al-abroori la fii 'iliyyiin. Wa maa adrooka maa 'iliyyuun. Kitaabun marquum. Yasyhaduhu al-muqorrobuun …(sesungguhnya kitab orang-orang berbakti itu [tersimpan] dalam 'Iliyyiin. Tahukah kamu apakah 'Iliyyiin itu. [Yaitu] Kitab yang bertulis. Yang disaksikan oleh al-muqorrobuun (QS.83; 18-21). Tapi siapa saja diantara orang yang dikutuk adalah yang dikembalikan ke tempat yang serendah-rendahnya (QS.95;5) dan di antara golongan kiri- maka mereka akan diberikan Kitabnya dari sebelah kirinya (QS.69;25) atau dari belakang punggungnya (QS.84;10), dari arah "Penjara Besar" (Sijjin). (Ini adalah) karena persepsi-persepsinya terbatasi pada akhir-akhir yang rendah dan khusus, dan karena Kitab-nya berisi tipu, fitnah dan segala jenis racauan. Maka adalah hanya cocok dan layak bahwa ia harus dilemparkan ke dalam Api dan dibakar dalam Jahanam (wujud jasmaniah), sebagaimana FirmanNya: … inna kitaaba al-fujjaari la fii sijjiin. Wa maa adrooka maa sijjiin. Kitaabun marquum. Wailun yauma`idzin lil-mukadzdzibiin (…sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin. Tahukah kamu apakah sijjin itu? [Yaitu] Kitab yang bertulis. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang yang mendustakan (QS.83;7-10). Dan Dia-lah yang lebih tahu Prinsip 8 Tentang cara kemunculan keadaan-keadaan yang timbul pada Hari Kebangkitan (Di sini kita akan mendiskusikan keadaan-keadaan itu hanya) dalam garis besar umumnya: kekhususan-kekhususannya dapat diperoleh dari Qur'an dan Hadits dengan perincian yang lebih lengkap dan lebih jelas. Tapi Qul huwa naba`un 'azhiim (Katakanlah: "Berita itu adalah berita yang benar"), Antum 'anhu mu'ridhuun (yang kamu berpaling daripadanya) (QS.38; 67-68), sebagaimana yang difirmankan oleh Ia – Maha Suci Ia- : Wa ka`ayyin min aayatin fi as-samaawaati wa al-ardhi yamurruuna 'alaihaa wa hum 'anhaa mu'ridhuun (Dan banyak sekali tanda-tanda di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya) (QS.12;105). Ketahuilah bahwa Kebangkitan, seperti yang telah kita tunjukkan, adalah di belakang hijab-hijab langit dan bumi fisik. Hubungannya pada dunia ini adalah mirip manusia (sebagai embrio) terhadap peranakan, atau burung terhadap telur: sepanjang struktur kemunculan luar tidak pecah, keadaan hakikat batin tidak dapat diungkapkan. Karena (alam) Gaib dan alam lahir tidak dapat digabung dalam satu tempat. Maka "saat" (Kebangkitan besar) hanya muncul apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat) (QS.99;1), dan apabila langit terbelah (Idza as-samaa`unfathorot) (QS.82;1) dan dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan (Wa idza al-kawaakibuntatsarot) (QS.82;2), dan Apabila matahari digulung, dan apabila bintang-bintang berjatuhan (Idza asy-syamsu kuwwirot. Wa idza an-nujuumunkadarot) (QS.81;1-2), dan apabila bulan telah kehilangan cahayanya (Wa khosafa al-qomar) (QS.75;8), dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia (Wa suyyiroti al-jibaalu fa kaanat saroobaa) (QS.78;20), dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (Wa idza al-'isyaaru 'uththilat) (QS.81;4), dan maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apayang ada di dalam dada (Afala ya'lamu idzaa bu'tsiro maa fi al-qubuur, wa hushshila maa fi ash-shuduur) (QS.100;9-10), dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur (Wa humilati al-ardhu wa al-jibaalu fa dukkataa dakkatan waahidah) (QS.69;14). Orang yang mengetahui yang benar dapat langsung menyaksikan seluruh keadaan-keaddan dan keajaiban-keajaiban ini ketika Kekuatan dari dunia lain yang menguasai hakikatnya (atau "diri"nya) menjadi nyata. Maka ia dapat mendengar Panggilan: li manil-mulku al-yaumu, lillaahi waahidil-qohhaar (Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan) (QS.40;16), dan ia bisa melihat Wa al-ardhu jamii'an qobdhotuhu yauma al-qiyaamati wa as-samaawaatu mathwiyyaatun bi yamiinihi… (Dan bumi seluruhnya dalam genggamanNya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya) (QS.39;67). Dan ia dapat melihat bumi ini dan "goncangan"nya dan gunung-gunung "dihancurkan" (dan seluruh kondisi lain yang baru disebutkan), sebab hal-hal ini tidak mempuyai kestabilan dan kepadatan (dalam dirinya sendiri, namun hanya pada dasar mereka). Karena ketika hijab disingkapkan (QS.50;22) oleh Kebangkitan besar dan kecil , orang yang mengetahui dengan benar melihat segala sesuatu dalam Sumbernya, tanpa kesalahan dalam penginderaan atau kekacauan dalam estimasi (jiwa). (Karena umumnya, dalam dunia fisik, seseorang melihat) dalam hakikat-hakikat (benda-benda) dalam posisi-posisi khusus, tersusun atas materi-materi dan bentuk-bentuk yang terus menerus diperbaharui dan ditransformasi, dan diambil bersama dengan kualitas-kualitas aksidental yang berbeda yang melengkapi wujud partikular mereka yang terindera: ini adalah yang muncul dalam organ-organ (jasmaniah) dari penginderaan dan keadaan-keadaan afektifnya. Tapi ketika orang yang mengetahui dengan benar melihat hakikat-hakikat dalam Kebangkitan, ini adalah dengan cara pandangan yang lain, karena mereka tidak mempunyai cara wujud (fisik) ini ketika disaksika di dunia lain. Karena dalam domain Kebangkitan, orang yang mengetahui dengan benar menyaksikan benda-benda sesuai dengan Realitas-Realitas primordialnya, dengan sebuah bentuk persepsi yang bersifat ukhrawi (non-duniawi) yang diterangi dengan Cahaya Kerajaan. Maka (orang yang mengetahui dengan benar) akan menyaksikan dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan (wa takuunu al-jibalu ka al-'ihni al-manfuusy) (QS.101;5). Dan ia akan benar-benar menyadari arti Firman-Nya- Yang Maha Tinggi- Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah: "Tuhanku akan menghancurkannya sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikitpun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi (Wa yas`aluunaka 'ani al-jibaali fa qul yansifuhaa robbii fasqoo, fa yadzaruhaa qoo'an shofshofaa, laa taroo fiihaa 'iwajan wa laa amtaa) (QS.20; 105 –107). Pada Hari itu (orang yang mengetahui dengan benar) akan menyaksikan Api Jahannam benar-benar meliputi orang-orang kafir (QS.29;54). Maka dia akan melihat bagaimana Api membakar tubuh-tubuh dan memakan kulit-kulit (QS.4;56) dan melumerkan daging: (karena) waquuduha an-naasu wa al-hijaaroh (bahan bakarnya adalah manusia dan batu) (QS.2;24). Dan dia akan melihat lautan dijadikan meluap (wa idza al-bihaaru sujjirot) (QS.81;6). Sekarang Api (transubstansiasi seluruh wujud) yang membakar tubuh-tubuh dan kulit-kulit berbeda dengan naarulloohi al-muuqodah, allatii taththoli'u 'ala al-af`idah (api Allah yang dinyalakan, yang sampai ke hati) (QS.104;6-7). Karena api (kemenderitaan batin jiwa dalam "Kebangkitan kecil") bisa padam beberapa saat dalam tidur atua keadaan-keadaan yang serupa, sehingga beberapa siksaannya berhenti (untuk sesaat). Tetapi sebenarnya tidurnya tidak mempunyai istirahat di dalamnya. Ia – Yang Maha Tinggi- berfirman: Kullama khobat zidnaahum sa'iiro (Tiap kali api Jahannam itu akan padam, Kami tambah bagi mereka nyalanya) (QS.17;97). Yakni, tiap Api wujud batin mereka ini padam di dalam diri mereka, karena mereka tidak mengindahkan cemburu, dendam, kebencian, permusuhan, atau api-api tersembunyi lain yang memakan hati (manusia), (ini adalah hanya karena) mereka dialihkan (dari siksa-siksa batin itu) oleh aktifitas-aktifitas tubuh seperti memuaskan hawa nafsu jasmani dengan makanan, aktifitas seksual, dan lain-lain –tidak untuk menjamin keberadaan yang baik yang wajar, namun secara sederhana keluar dari watak kasar dan lekas naik darahnya. Dan maka terdapat penambahan bagi mereka kekuatan jasmaniah yang akan memestikan bagi mereka nyala Api yang lebih besar tersebut. Dari sini terbukti bahwa "Api" (penderitaan dalam jiwa) yang terindera ini bisa bertambah atau berkurang. Satu dari "orang yang kasyaf" memberikan penafsiran lain atas makna batin (QS.17;97) ini sebagai berikut; Kapan saja Api yang dibebankan pada tubuh-tubuh mereka padam, Kami menambah bagi mereka nyalanya dengan memindahkan siksaan dari wujud luar mereka ke wujud batin mereka. Dan (penderitaan jiwa ) ini adalah siksaan atas keberefleksian mereka atas aib dan kengerian mereka pada Hari Kebangkitan. Karena ketersiksaan hati oleh api-api alami fisik dan keterhijaban hati dari Kerajaan adalah jauh lebih intens daripada penderitaan tubuh dan kulit. Maka adalah bahwa penderitaan dari refleksi-refleksi dan imaginasi-imaginasi jiwa mereka ini jauh lebih pedih daripada penderitaan ketika tubuh mereka dikenai api yang terindera. Karena ini dikatakan dalam syair; Api adalah Dua: Yang satu berkobar sepenuhnya, dan sebuah api hakikat batin, naik sampai ke ruh-ruh (QS.104;7). Saya mengatakan bahwa kedua "Api" ini berbeda dengan api (unsuriah) di dunia ini. Inilah mengapa ia menyebutkan Api (transubstansiasi wujud material) sebagai "berkobar sepenuhnya" – karena api unsuriah di dunia ini bukan api murni, namun adalah suatu substansi senyawa yang mengandung api dan (unsur-unsur) lain, sedemikian hingga ia dapat ditransformasikan ke dalam udara atau air atau sesuatu yang lain. Tapi Api inderawiah (yakni, psikis) di dunia lain, adalah bentuk-bentuk yang berapi-api yang tidak bisa dipadamkan oleh apa pun kecuali kerahiman Tuhan. Di antara berbagai keadaan pada Hari itu adalah yauma yafirru al-mar`u min akhiih, wa ummihi wa abiih, wa shoohibatihi wa baniih, li kullimri`in min hum yauma`idzin sya`nun yughniih (pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya) (QS.80;34-37). Ini adalah karena jiwa akan dipisahkan dari tubuh ini dan akan harus meninggalkan dunia ini dan segala sesuatu di dalamnya, sebagaimana Ia berkata: Wa kullu hum aatiihi yauma al-qiyaamati fardaa (Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri) (QS.19;95). Karena di Sana manusia tidak akan bertemu dengan siapa pun dan apa pun dari dunia ini, kecuali hasil-hasil aktifitas dan perbuatannya, bentuk-bentuk niat batinnya dan hal-hal yang bersamaan dari sifat-sifat dan keadaan-keadaan watak (psikis)-nya. Di antara keadaan-keadaan itu, Al-mulku yauma`idzin lillah (Kerajaan pada Hari itu milik Allah) (QS.22;56). Ini adalah karena di Sana hubungan-hubungan material, penyebab-penyebab persiapan, dan faktor-faktor sebab yang diasosiasikan dengan suatu lokasi khusus dalam ruang tidak berlaku. Karena hubungan-hubungan ini khusus untuk dunia kejadian dan perubahan ini yang timbul dari transformasi transformasi hal-hal material dan keadaan-keadaan afektifnya melalui perantaraan arah–arah dan posisi–posisi tubuh-tubuh langit, sebagaimana telah ditunjukkan dalam tempatnya. Tapi bagi cara wujud (noetik) kedua, hanya terdapat sebab–sebab hakiki; tidak ada (sebab – sebab sekunder) dari luar hakikat benda tersebut dan yang tidak (secara aktual) menyusun wujudnya. Di dunia ini, juga, Kerajaan adalah miliki Allah (QS.22;56), karena segalanya menurut KehendakNya, Pengarahan dan PengaturanNya, KebijakanNya, dan Kemembawaan Dia atas segala ke dalam Wujud. Tapi di sini terdapat juga sebab-sebab aksidental, perantara, dan sebab–sebab persiapan, sehingga kejadian–kejadian terjadi menurut Determinasi KhususNya. Juga di antara keadaan–keadaan ini adalah bahwa Raja Hari itu adalah (al– maliku al-haqq) Raja Yang Sebenarnya (QS.23;116), dan bahwa laa zhulma al-yaum (tidak ada kezaliman pada Hari ini) (QS.40;17). Ini adalah karena apa yang telah Anda pelajari mengenai penghilangan konflik-konflik di dunia itu yang terjadi (dalam dunia spasiotemporal ini karena materi dan hal-hal yang terjadi bersama dengannya). Di antara keadaan–keadaan itu (terdapat riwayat) bahwa “mati akan digantung di antara Surga dan Neraka dalam bentuk biri-biri jantan putih-dan-hitam”. (Ini artinya) bahwa “kematian” (fisik), karena ia adalah penghancuran binatang elalui proses kelebihan atau kekurangan (dalam keseimbangan organ-organ tubuh) “akan digantung di antara Surga” (wujud noetik) “dan Neraka” (dunia material) “ dalam bentuk biri-biri jantan putih-dan-hitam.” Dan biri-biri tersebut akan disembelih dengan pisau Yahya – ‘alaihi as-salaam – yang merupakan bentuk Kehidupan, dengan perintah Jibril, yang merupakan sumber ruh-ruh yang hidup dan yang meniupkan Kehidupan ke dalam bentuk –bentuk sesuatu., dengan ijin Tuhan, sehingga realitas yang benar dari ketidakmatian dan kekekalan bisa termanifestasikan melewati matinya kematian (jasmaniah) dan hidupnya Kehidupan. Dan di antara keadaan-keadaan ini adalah (riwayat lain) bahwa “Neraka akan muncul di ruang terbuka dalam bentuk seekor unta” –karena sifat alami unta yang penuh dendam dan kedengkiannya– sehingga manusia mungkin dapat mengingat sifat-sifatnya yang tercela yang memberikan kebangkitan siksaannya, sebagaimana dalam FirmanNya: Wa jii`a yauma`idzin bi jahannam, yauma`idzin yatadzakkaru al-insaanu wa annaa lahu adz-dzikroo (Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya) (QS.89;23). Pada Hari Itu, sifat–sifat tercela seseorang akan dapat dilihat dengan jelas, tidak terhijab sebagaimana mereka sekarang, seperti dalam FirmanNya –Yang Maha Agung– Yauma yatadzakkaru al-insaanu maa sa’aa. Wa burrizati al-jahiimu li man yaroo (Pada hari [ketika] manusia teringat apa yang telah dikerjakannya, dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat) (QS.76;35-36). Kemudian, dalam ketakutan pada penglihatan langsung mereka atas (gambaran yang mengerikan dari) neraka dan siksaan mereka, manusia akan meminta ampun kepada Tuhan dari kejahatannya. Dan sesungguhnya, jika Tuhan tidak mengampuni dengan RahmatNya, neraka itu akan lepas kendali dalam suatu amukan yang akan membakar habis langit–langit dan bumi. Dan Dia-lah Yang Lebih Tahu Prinsip 9 Tentang "Pemeriksaan," "Perhitungan," "Mengambil Buku," dan "Mendirikan Timbangan" Mengenai "Pemeriksaan" (jiwa-jiwa yang disebutkan dalam QS.11;18, 18;48, dll.), ini seperti melewati angkatan bersenjata untuk pemeriksaan sedemikian hingga seseorang dapat mengetahui perbuatan-perbuatan tentara itu di medan. Anda telah mempelajari (pada Prinsip 8 di atas) bahwa seluruh makhluk yang dicipta akan disatukan di sebuah tempat. Maka (persis seperti pangkat-pangkat tentara yang berbeda dikenali dengan lencananya), Yu’rofu al-mujrimuuna bi siimaahum (Orang-orang yang berdosa dikenali dari tanda-tandanya) (QS.55;41), sebagaimana orang-orang yang baik akan dikenali dengan niat–niatnya. Diriwayatkan bahwa Nabi (SAWW) ditanya tentang Firman Tuhan – ang Maha Agung- "Fa saufa yuhaasabu hisaaban yasiiro ( maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah) (QS.84;9)". Dan Beliau menjawab, "Itu (Hisab yang mudah) adalah ‘Pemeriksaan’. Karena barangsiapa yang diperiksa dalam ‘Hisab’ juga akan dihukum ". Dan Dia-lah Yang Lebih Tahu