dapatkan ebook hp menarik lainnya di http://salga.heck.in jika sahabat ingin membantu untuk memperbanyak koleksi ebook hp kami silahkan donasikan pulsa ke nomor 085255251680 Koleksi Kang Zusi PENDEKAR RIANG Karya : Khulung Disadur : Tjan ID Jilid 01 KWIK TAY-LOK dan ONG TIONG Seperti namanya, Kwik Tay-lok adalah seorang yang berjalan lebar. Tay-lok atau jalan lebar berarti orangnya supel, berjiwa besar, acuh tak acuh bahkan sedikit rada tolol, apapun persoalan yang sedang dihadapi, ia tak pernah ambil perduli. Sebaliknya Ong Tiong (bergerak) justru seorang yang tak suka Tiong (bergerak). Orang yang berjiwa sosial biasanya miskin. Kwik Tay-lok orangnya miskin, kelewat miskin sampai miskinnya luar biasa. Sesungguhnya tak seharusnya ia begitu miskin. Sebenarnya ia boleh dibilang seorang yang kaya raya. Seorang yang kaya raya bila tiba-tiba menjadi miskin, maka hanya ada dua alasan, pertama karena dia bodoh, kedua karena dia malas. Kwik Tay-lok tidak bodoh, pekerjaan yang bisa dilakukan olehnya jauh lebih banyak daripada orang lain, lagi pula jauh lebih baik dari kebanyakan orang. Misalnya... Menunggang kuda, ia bisa menunggang kuda yang tercepat, dapat pula menunggang kuda yang terbinal. Bermain pedang, dengan sebuah tusukan ia bisa menembusi baju perang dari besi yang dikenakan seorang panglima perang, dapat pula menembusi daun liu yang sedang melambai terhembus angin. Bila kau sahabatnya dan kebetulan ia sedang gembira, mungkin dengan tangan telanjang ia akan mencebur ke sungai untuk menangkap dua ekor ikan leihi, lalu dari air melompat ke udara untuk menangkap dua ekor belibis guna membuatkan sebuah hidangan ang-sio-hi dan itik panggang bagimu. Bila kau mencicipi masakannya, tanggung selama hidup tak akan kau lupakan. Kepandaiannya memasak tidak kalah dari kepandaian koki yang paling tersohor pun di ibu kota. Iapun bisa memetik harpa sambil membawakan lagu Tay-kang-tang-kin, diapun bisa bermain Yang-kim sambil membawakan lagu "Ditepi Yangliu, di tengah malam yang sepi", membuat kau beranggapan bahwa sepanjang hidupnya ia bekerja sebagai penjual suara. Bahkan ada orang beranggapan, kecuali tak bisa melahirkan anak, pekerjaan apapun bisa ia lakukan. Koleksi Kang Zusi Diapun tidak malas. Bukan saja tidak malas, bahkan setiap saat selalu berharap bisa melakukan pekerjaan apapun, pekerjaan yang pernah dikerjakan tak sedikit jumlahnya. Lalu, kenapa manusia semacam ini bisa miskin? Ketika bekerja untuk pertama kalinya, ia menjadi seorang piausu. Waktu itu dia baru terjun ke dunia persilatan, baru selesai menjalankan masa berkabung karena kematian orang tuanya, rumah dan sawahnya ada yang dijual ada pula yang diberikan kepada orang lain, ia ingin mengandalkan kepandaian sendiri untuk berkelana dalam dunia persilatan. Tentu saja ia bukan seorang pedagang yang ulung, dia sama sekali tak berharap bisa menjadi seorang pedagang ulung, maka sawah sehektar yang seharusnya laku dijual tiga ratus tahil, hanya dijual seharga seratus tujuh tahil, ditambah pula uang yang dibagi-bagikan kepada sanak keluarganya yang miskin, sisa yang ada dalam sakunya tinggal tak seberapa. Tapi itu masih cukup untuk membeli seekor kuda jempolan, sebilah pedang mestika, membuat beberapa stel baju yang indah, tinggal di losmen kelas satu dan makan di rumah makan nomor wahid. Waktu itu musim semi telah tiba. Orang bilang musim semi musim yang terindah, saat itu merupakan saat yang paling baik buat perusahaan ekspedisi untuk mengeruk untung. Saat perusahaan ekspedisi paling baik, berarti saat panen pula bagi para pembegal dan perampok. Cong-piautau dari perusahaan Tionggoan-piaukiok, Lo Ceng-gi meski belum tua umurnya, pengalamannya cukup matang, diapun tahu akan teori tersebut. Maka sepanjang jalan ia selalu berhati-hati, apalagi barang kawalannya kali ini tak sedikit jumlahnya. Untuk mengawal barang belum cukup hanya berhati-hati saja, orang harus berilmu tinggi dan bernasib mujur. Ilmu silat Lo Ceng-gi tidak jelek, sayang nasibnya kurang mujur, apa mau dikata ia telah berjumpa dengan Ouyang heng-te, seorang manusia golongan hitam dari dua tepi sungai besar yang paling memusingkan kepala. Ouyang hengte atau Ouyang bersaudara bukan terdiri dari dua orang, bukan pula tiga atau empat orang.... Ouyang hengte cuma seorang diri. Orang ini memang bernama Ouyang Hengte! Meski cuma seorang, tapi justru lebih sulit dilayani daripada melayani empat puluh orang. Tangan kirinya memainkan golok pendek, tangan kanannya memainkan golok panjang, selain itu pada saat yang bersamaan dapat pula melancarkan tujuh-delapan macam senjata rahasia, jarang ada orang yang bisa melihat darimana senjata rahasia itu dilepaskan. Lo Ceng-gi juga tidak mampu. Baru saja ia menghindari tiga batang anak panah setabung jarum lembut, tahu-tahu Ouyang Hengte sudah memutar goloknya sambil melepaskan sepasang jarum Cu-bu-ban-ciam. Koleksi Kang Zusi Jarum yang mematikan, muncul dari tempat yang sama sekali tak terduga oleh siapapun. Bahu kanan Lo Ceng-gi termakan dua batang jarum itu, betul tak sampai mematikan, namun dia hanya bisa menunggu Ouyang hengte datang untuk merenggut jiwanya. Sekalipun Ouyang hengte tidak menghendaki nyawanya, bila barang kawalan itu sampai hilang, terpaksa dia harus menceburkan diri ke sungai atau menggantung diri untuk menghabisi nyawa sendiri. Untunglah pada waktu itu muncul seekor kuda yang meluncur datang dengan cepat, belum lagi kudanya sampai di tempat tujuan, penunggangnya sudah sampai lebih duluan. Ouyang hengte hanya sempat melihat seseorang terbang di udara, belum lagi ke tujuhdelapan macam senjata rahasianya terlepas dari tangan, urat nadi pada pergelangan tangan kanan kirinya masing-masing sudah tertusuk telak. Tentu saja sang bintang penolong yang datang dari tengah udara itu adalah Kwik Tay-lok. Lo Ceng-gi bukan cuma berterima kasih kepada penolongnya itu, diapun merasa kagum, bukan cuma kagum biasa malah kagumnya lahir batin. Setelah menghantar barang kawalannya sampai di tempat tujuan, bagaimanapun ia memaksanya untuk ikut pulang ke perusahaannya. Kwik Tay-lok pun pergi, sebab bagaimanapun ia memang tak ada urusan lain. Sekalipun ada urusan penting yang lain dia pergi juga. Inilah perdana dari pengalamannya, turun tangan untuk pertama kalinya, tiba-tiba ia merasa bukan cuma kepandaiannya hebat, ternyata keberuntungannya lumayan juga. Dengan rasa heran Lo Ceng-gi pun bertanya kepadanya: "Seorang jago lihay seperti Kwik-heng, mengapa tidak menjadi seorang piautau?" Kwik Tay-lok tidak menjawab, diapun tidak balik bertanya: "Kenapa seorang yang berilmu tinggi musti mengawal barang orang?" Ia hanya merasa menjadi seorang piautau cukup keren, cukup menarik hati. Maka diapun menjadi seorang piautau, Hu cong-piautau dari perusahaan ekspedisi Tionggoan piaukiok. Seseorang yang baru terjun ke dunia persilatan telah menjadi seorang wakil cong-piautau, kedudukan itu memang cukup keren dan menambah keangkerannya! Satu-satunya masalah yang membuat Kwik Tay-lok kecewa adalah Tionggoan-piaukiok bukan perusahaan ekspedisi terbesar di daratan Tionggoan, bahkan perusahaan kelas satupun tidak tergolongkan. Setelah menunggu beberapa hari, ia baru mendapat tugas yang pertama, lagipula tidak terhitung suatu transaksi yang besar, dia hanya akan mengawal beberapa ribu tahil perak saja kembali ke Lok-yang. Koleksi Kang Zusi Perjalanan tidak jauh, barang kawalannya tidak berat, ditambah lagi ada seorang wakil congpiautau yang begitu perkasa, tak heran kalau cong-piautaunya lantas mengendon dalam rumah sambil merawat luka yang dideritanya. Waktu itu masih musim semi, pagi sekali, rombongan mereka telah berangkat. Kwik Tay-lok mengenakan baju ungu yang perlente, menyandang pedang antik, duduk diatas kuda putih yang jempolan dan dibawah kibaran panji perusahaan serta teriakan para peneriak jalan perusahaan yang lantang, ia merasa bertambah keren dan gembira. Ia berharap sepanjang jalan bisa bertemu dengan beberapa orang begal atau perampok kenamaan, bukan lantaran ingin memamerkan kungfunya untuk gagah-gagahan, tapi hanya ingin mencari beberapa orang sahabat saja. Makin banyak teman semakin baik, ia gemar berteman, bisa bersahabat dengan pembegal dan perampok, bukan cuma suatu rangsangan saja, lagipula amat menarik hati, apalagi kalau bisa membawa mereka ke jalan kebenaran, tentu itu lebih menyenangkan. Betul juga, apa yang diharapkan akhirnya ditemukan juga. Sayang yang ia jumpai bukan begal-begal yang biasa makan daging besar, minum arak wangi dan membegal barang-barang berharga, juga bukan sahabat-sahabat liok-lim yang setia kawan. Yang ditemui cuma serombongan penodong-penodong urakan yang sudah tiga hari kelaparan, berbaju compang camping dan bergolok berkarat. Walaupun agak kecewa, apa boleh buat setelah bertemu, terpaksa Kwik Tay-lok memperlihatkan kungfunya yang hebat untuk menakut-nakuti mereka, setelah itu baru menasehati mereka agar bertobat dan menjadi seorang rakyat yang berguna bagi nusa dan bangsa. Mula-mula mereka dibuat ketakutan oleh kungfunya yang hebat, lalu menangis tersedu-sedu karena terharu, setiap orang berjanji akan hidup sebagai manusia yang berguna. "Tapi kami tak punya kepandaian apa-apa, apa yang harus kami kerjakan? Tidak menjadi penodong, sekeluarga tentu akan mati kelaparan!" "Berdaganglah kecil-kecilan, tak punya warung, jadi pedagang kaki lima, daripada menjadi penodong lebih baik menjadi penjual bak-pao!" "Tapi sepeserpun kami tak punya, mau dagang apa? Lebih baik mati saja daripada kelaparan!" Setiap orang menangis tersedu-sedu sambil menyeka ingus, rupanya liangsim mereka mulai tersentuh. Hampir saja Kwik Tay-lok melelehkan air matanya karena terharu. "Tidak punya modal? Itu mah soal gampang, aku punya!" Bukankah ia sedang mengawal uang? Bukankah dalam kereta terdapat beberapa ribu tahil perak? Tiada modal memang susah berdagang, selamanya Kwik Tay-lok memang orang yang sosial. "Setiap orang mendapat seratus tahil perak!" ia memerintahkan. Koleksi Kang Zusi Dengan penuh isak tangis karena terharu, mereka menerima bagiannya dan bubar tercerai berai, dari kejauhan masih terdengar mereka berkata: ""In-jin (tuan penolong) itu bukan cuma seorang toa-enghiong, to-houkiat, hakekatnya dia adalah Pousat hidup, seorang nabi yang berhati, mulia...." Darah panas di dalam dada Kwik Tay-lok bergelora, ia merasa terharu dan berterima kasih. "Sebetulnya watak manusia itu baik dan mulia, bila tidak terpaksa hingga menemui jalan buntu, siapa yang mau menjadi begal?" Tunggu sampai perasaannya menjadi tenang kembali, tiba-tiba ia menjumpai dua hal: Pertama uang yang berada dalam kereta sudah berkurang separuh. Kedua, uang itu bukan miliknya. Para anggota perusahaan yang mengikutinya pada berdiri melongo dengan mata terbelalak, siapapun tak bisa mengatakan manusia macam apakah dirinya itu? Seorang toa-enghiong kah? Atau seorang Nabi? Atau seorang yang goblok dan tak punya otak? Setelah uang kawalannya berkurang separuh sang piautau harus mengganti. Ketika pulang ke kantor, meski jantung Kwik Tay-lok berdebar-debar, bukan berarti hatinya amat sedih. Ia masih mampu untuk membayar kerugian itu, setiap orang yang mempunyai kepandaian selalu mempunyai keyakinan semacam itu. "Kuda ini kubeli dengan harga dua ratus delapan puluh tahil, dalam saku aku masih punya, sisa uang tujuh ratus tahil lebih, kalau di jumlahkan sudah seribu tahil lebih, Biar kuserahkan lebih dulu!" "Bagaimana, dengan sisanya?" "Sisanya biar dibayar kantor, kemudian akan kuganti dengan memotong gajiku setiap bulan!" Bila Tionggoan-piaukiok bisa mempertahankan seorang wakil congpiautau semacam ini, nama besar perusahaan pasti akan makin cemerlang di kemudian hari, transaksi yang dibuat pasti akan semakin baik, otomatis gajinya akan makin besar dan hutangnya makin cepat terbayar lunas. Lo Ceng-gi hanya mendengarkan kisah itu dengan mata terbelalak dan mulut melongo, seolaholah terpesona oleh cerita tersebut. Kwik Tay-lok masih yakin, sebab ia merasa cara yang diusulkan ini paling cengli dan tepat. Mimpipun ia tak mengira kalau secara tiba-tiba Lo Ceng-gi menjatuhkan diri berlutut. Lo Ceng-gi berlutut bukan mohon kepadanya untuk tetap tinggal disitu, bukan pula untuk menyatakan rasa terima kasih karena jiwanya ditolong, tapi mohon kepadanya agar cepat-cepat angkat kaki, makin cepat semakin baik, makin jauh semakin baik. Koleksi Kang Zusi "Kau telah menolongku, maka kubayarkan kerugian ini, anggap saja kita sudah impas. Manusia semacam Kwik toaya dulu tak pernah kujumpai, dikemudian hari akupun berharap jangan menjumpai lagi!" Maka Kwik Tay-lok pun angkat kaki. Tapi kemana? Sekarang, betul pedangnya masih tersoren dipinggang, betul bajunya masih neces dan perlente, tapi kuda jempolannya sudah kabur, sisa uang yang dipunyai cuma beberapa tahil, bukan saja tak bisa menginap di penginapan kelas satu, makan di rastoran kelas satu, sekalipun untuk makan bakpao dan tidur di ubin keras juga cuma bisa bertahan beberapa hari. Apakah Kwik Tay-lok mulai gugup? Mulai sedih dan gelisah? Tidak! Ia sama sekali tak ambil perduli. Manusia yang punya kepandaian macam dia, kenapa takut tak bisa makan? Bukankah itu suatu lelucon yang tak lucu? Maka diapun tetap mencari penginapan kelas satu dan memesan arak dan sayur yang paling lezat untuk mengisi perutnya. Buat seorang pria yang baru selesai bersantap, biasanya perasaan waktu itu paling baik, apalagi dengan membawa enam-tujuh bagian pengaruh arak, orang yang paling dibenci pun bisa dianggap sebagai seorang yang paling menyenangkan. Maka semua sisa uang yang dimilikinya diberikan kepada si pelayan yang menyenangkan itu, maka sewaktu dia melangkah keluar dari situ, sakunya menjadi bersih seperti baru dicuci, mana bersih, kering lagi. Bagaimana dengan santapan berikutnya? Jangankan membayangkan, setitik bayanganpun tak terlintas dalam benaknya. Tapi apa salahnya? Bukankah perahu yang tiba di jembatan akan lurus dengan sendirinya? Tiada jalan buntu di dunia, yang paling penting sekarang adalah mencari tempat yang bagus dan tidur sepuas-puasnya. "Besok adalah urusan besok, mau dipikir biar dipikir besok saja!" Persoalan apapun yang akan dihadapi, setelah sampai saatnya tentu akan beres dengan sendirinya, kalau malam ini musti merisaukan urusan besok, wah, bisa cepat tua akibatnya. Kwik Tay-lok menguap lebar-lebar, lalu dengan langkah lebar berjalan menuju ke losmen paling baik di kota itu. Cuma dia melupakan sesuatu. Walaupun pintu losmen selalu terbuka, meski sewaktu melangkah masuk gampang, sulitlah sewaktu akan melangkah keluar nanti. Bila dalam kocekmu tiada uang, tak nanti orang akan membiarkan kau keluar dengan langkah lebar. Tentu saja Kwik Tay-lok tak akan minggat, diapun tak akan mungkir, lantas apa daya? Setelah berada dalam keadaan demikian, ia baru agak gelisah, sambil bergendong tangan ia berjalan bolak balik dalam halaman. Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba matanya menangkap selembar kertas merah di atas dinding, diatas kertas itu tertera beberapa huruf besar: DICARI SEORANG KOKI BERPENGALAMAN Maka Kwik Tay-lok menjadi seorang koki. Selama menjadi piautau, dari awal sampai akhir dia hanya bekerja selama setengah bulan lebih. Tapi sebagai koki, ia cuma bertahan tiga hari. Selama tiga hari, ia memakai dua puluh kati minyak lebih banyak, memecahkan tiga puluh buah mangkuk dan empat puluh buah piring.... Orang lain masih bisa bersabar karena beberapa macam hidangan yang dibuat Kwik Tay-lok memang luar biasa, ada kalanya untuk mencari seorang koki yang baik bahkan jauh lebih susah daripada mencari seorang istri yang baik. Sampai Kwik Tay-lok melemparkan semangkuk ikan masak cuka yang baru keluar dari kuali ke wajah seorang tamu, orang lain baru betul-betul tak kuat menahan diri. Padahal tamu itu hanya menganggap masakan ikannya kelewat tawar dan minta ditambah sedikit garam, tapi Kwik Tay-lok naik darah, sambil menuding hidung orang, dampratnya: "Kau pernah makan ikan masak cuka tidak? Kau pernah makan ikan tidak? Yang dinamakan ikan masak cuka memang tak boleh dibuat kelewat asin, mengerti?" Kalau semua koki yang ada didunia galak macam dia, siapa yang berani berkunjung ke rumah makan lagi. Setelah berada dalam keadaan begini, sekalipun orang lain masih menahannya dia sendiri yang merasa tak betah. Setelah tiga hari bekerja sebagai koki, satu-satunya hasil yang diperoleh adalah selapis minyak yang mengotori badannya, sedang kantungnya masih tetap tongpes. Tapi, meski orang disini tak maui dirinya, orang lain toh masih membutuhkannya, apa yang musti ditakuti? Tentu saja Kwik Tay-lok masih acuh tak acuh, kalau pekerjaan apapun bisa dikerjakan, pekerjaan apapun pernah dilakukan, kenapa ia musti kuatir atau gelisah? Persoalannya sekarang, apa yang harus dilakukan? Kwik Tay-lok mulai putar otak setelah berpikir setengah harian, tiba-tiba ia merasa bahwa semua perbuatan yang pernah ia lakukan merupakan pekerjaan yang menghambur-hamburkan uang menunggang kuda, minum arak, menikmati bunga, berpesiar, pekerjaan macam begitu mana mungkin bisa menghasilkan uang? Untung masih ada satu-dua macam pekerjaan yang bisa menghasilkan uang, misalkan menjual suara. Dulu, kalau ia sedang menyanyi, orang-orang lain bertepuk tangan sambil memuji tiada hentinya, malah ada yang bertanya: Koleksi Kang Zusi "Apakah kau sudah mulai belajar menyanyi semenjak berada dalam perut ibumu?" Malah ada pula yang berkata begini: "Kalau membicarakan soal suaranya, ditambah kepandaiannya dalam membawakan lagu, tak bisa disangkal lagi penjual-penjual suara lainnya pasti akan gulung tikar!" Walaupun Kwik Tay-lok enggan merebut mangkuk nasi orang, apa daya kalau perutnya sudah mulai membawakan lagu perut kosong... Maka dia mencari sebuah rumah makan yang mentereng untuk menjual suara. Baru naik ke loteng, para pelayan telah mengerubunginya, yang menuang teh menuang teh, yang menghantar sapu tangan menghantar sapu tangan, mereka tertawa dibuat-buat, membungkuk-bungkukkan badan sambil bertanya: "Toaya, hari ini kau ingin makan apa? Minum apa? Hari ini ikan yang dimasak koki kami khusus didatangkan dari Kanglam, atau perlu membuka seguci arak Siau-seng-ciu yang telah berumur tiga puluh tahun?" Terhadap orang gagah dan keren macam Kwik Tay-lok, kalau bukan para pelayan yang menyanjungnya, siapa lagi yang akan menyanjungnya? Paras muka Kwik Tay-lok langsung berubah, menjadi merah padam, seperti orang yang baru minum tiga puluh kati arak Siau-seng-ciu. "Aku datang untuk menjual suara!" kata-kata seperti itu mana tega ia ucapkan lagi? Setelah gelagapan setengah harian, ia baru bisa mau menjawab terbata-bata: "Aku datang mencari orang...." Belum lagi ucapan itu selesai, bagaikan dihajar dengan cambuk, ia sudah kabur terbirit-birit meninggalkan loteng itu. Tentu saja ia tak bisa menyalahkan para pelayan itu, mau menyalahkan musti menyalahkan diri sendiri yang sama sekali tak bertampang seorang pengamen. "Aai...! Ternyata seseorang yang bertampang gantengpun kadangkala akan rugi, mungkin kalau tampangku rada jelekan dikit, keadaannya akan jauh lebih baik!" Walaupun Kwik Tay-tok sedang menghela napas, hampir saja ia tak tahan untuk mencari cermin guna melihat tampang sendiri. Mau menjadi pengamen gagal, lalu apa yang musti dikerjakan? "Thian telah memberi sepasang tangan yang lincah dan bagus kepadaku, pasti ada pekerjaam yang bisa kulakukan!" Kwik Tay-lok memang selamanya merasa puas dengan tangan sendiri. Memandang jari jemari sendiri yang langsing panjang dan bertenaga itu, tiba-tiba dalam hatinya terlintas suatu cerita lama yang sering tersebar dalam dunia persilatan: "Seorang pendekar yang rudin sedang menjual kepandaiannya dengan bermain akrobatik ditepi jalan, kebetulan bertemu dengan seorang lo-enghiong serta putrinya yang cantik, rupanya enghiong tua itu Koleksi Kang Zusi terpesona oleh ilmu silatnya yang tangguh.Tentu saja akhirnya sang pendekar mendapat gadis yang cantik dan hidup berbahagia." "Benar, menjual kepandaian, aku bisa menjual kepandaian dengan bermain akrobatik ditepi jalan, dengan kepandaian yang kumiliki, siapa yang enggan menonton?" Saking gembiranya Kwik Tay-lok sampai lupa dengan perutnya yang lapar, diam-diam ia hanya menggerutu kenapa idee sebagus ini tidak dipikirkan olehnya sejak dua hari berselang. Meski udara sudah gelap, suasana dijalan raya masih ramai. Kwik Tay-lok mencari sebuah sudut jalan yang teramai untuk bersiap-siap menjual kepandaian. Tapi sebelum permainan dimulai, agaknya musti dibuka dulu dengan suatu pidato. Apa yang musti dikatakan? Kepandaian berbicara Kwik Tay-lok bukan terhitung lemah, kata-kata yang tidak seharusnya diucapkan, seringkali bisa disampaikan secara diplomatis, tapi setelah sampai waktunya harus bicara, dia malah tak mampu berkata apa-apa. "Tanpa pidato juga tak mengapa, toh yang dipentingkan orang adalah kungfuku bukan pidatoku, asal kudemonstrasikan kepandaianku, masa orang tidak datang mengerumun?" Kwik Tay-lok segera menggulung baju, menyincing celana dan mainkan ilmu pukulan yang paling dibanggakan seumur hidupnya ditepi jalan. Gerak geriknya kuat dan perkasa bagaikan harimau, tendangannya lincah bagaikan naga sakti, bayangan tangan menggulung-gulung, angin pukulan menderu-deru, setiap jurus setiap gerakannya betul-betul merupakan kepandaian yang hebat. Tapi orang bukan datang mengerumun, sebaliknya malah jauh-jauh menyingkir, meski ada juga beberapa orang yang bernyali, mereka hanya berani mengintip dari balik tembok rumah. "Orang ini tiba-tiba bermain silat ditepi jalan, wah! Jangan-jangan otaknya tidak waras?" Waktu itu Kwik Tay-lok masih memainkan ilmu pukulannya dengan bangga, tapi lama kelamaan ia baru merasa kalau gelagat kurang baik. Untung saja dengan cepat ia sadar akan apa yang telah terjadi. "Yang kumainkan sekarang adalah kungfu yang sebetulnya, tanpa embel-embel kembangan, tentu saja orang-orang itu tak berhasil melihat keindahannya. Baik, akan kuperlihatkan ilmu yang lebih hebat lagi untuk mereka!" Berpikir sampai disini, tiba-tiba Kwik Tay-lok berjumpalitan dengan gaya Yau-cu-huan-sin (burung belibis membalikkan badan), "Blam!" tinjunya menghajar dinding belakang sampai berlubang, lalu "Weess!" tendangannya mampir di atas tonggak batu di tepi jalan sampai patah dan roboh tentu saja celananya robek karena tendangan itu. Jeritan kaget segera menggema dari mana-mana, para pejalan kaki yang berada disekitar tempat itu segera sipat ekor mengambil langkah seribu, malah ada beberapa toko yang segera menutup pintu sebab mereka mengira tempat itu telah kedatangan seorang gila yang sudah salah makan obat... Koleksi Kang Zusi Itulah pengalaman Kwik Tay-lok ketika menjual kepandaian, ia sudah mendemonstrasikan sejurus Kay-san-kang, sejurus sapuan Sau-tong-tui tapi hasil yang diperoleh cuma celana yang robek. Kenapa kisah pengalamannya tidak semujur pendekar rudin yang ada dalam cerita? Yaa, apa boleh buat, didunia memang sering terdapat cerita yang indah tapi tidak indah setelah dilaksanakan. Malam itu, terpaksa Kwik Tay-lok harus menahan lapar sambil tidur di kuil bobrok. Tentu saja ia masih bisa mengunjungi rumah makan terbaik untuk makan dulu urusan kemudian, mengunjungi penginapan paling baik untuk tidur dulu urusan belakangan, tapi jago kita ini meski rada tolol bukan berarti nakal. Perbuatan yang memalukan, sampai matipun tak sudi ia kerjakan. Sekalipun musti menjadi begal, aku akan menjadi begal ulung, aku tak sudi menjadi seorang maling ayam yang kerjanya cuma menggangsir rumah orang! Sampai sore hari kedua, Kwik Tay-lok baru teringat untuk menjadi seorang begal. Ingatan semacam itu bahkan dia sendiripun tak tahu darimana datangnya, mungkin dari perutnya yang sudah hampir berlubang saking laparnya. "Menjadi begalpun belum tentu jahat, dalam dunia persilatan banyak terdapat perampok budiman yang mengambil harta milik orang kaya untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin, bukankah kisah cerita mereka juga popular dalam dunia persilatan?" Maka Kwik Tay-lok bertekad menjadi seorang perampok, sudah barang tentu seorang perampok budiman, seorang perampok ulung. Kali ini ia bertekad harus berhasil, tak boleh gagal. "Sebelum melakukan suatu pekerjaan, harus disusun lebih dulu suatu rencana yang matang!" Sebelum menjadi perampok, rencana apa yang harus disusun? Pertama, harus mempunyai sasaran yang paling tepat dan cocok, orang itu harus punya banyak uang dan lagi tidak jujur, kalau bisa memperoleh sasaran seorang pembesar yang korupsi, itu lebih baik lagi. Sekalipun kau merampok harta kekayaan milik orang macam itu, orang lain bukan saja tak akan menyalahkanmu, malah bisa jadi akan berkeplok sambil tertawa kegirangan. Semangat Kwik Tay-lok segera bangkit, ia mulai mencari diempat penjuru, lama, lama sekali, akhirnya ia berhasil menemukan sasarannya. Itulah sebuah gedung megah yang berada di atas bukit, gedungnya besar, bangunannya kokoh dan mentereng lagi. Ini menandakan kalau si tuan rumah pasti banyak duit. Gedung itu letaknya agak jauh dari pusat kota, amat sepi dan terpencil, sekitarnya juga tak ada penghuni lain, sebab tetangga yang terdekat adalah sebuah kompleks tanah pekuburan. Koleksi Kang Zusi Ini menandakan pula kalau tuan rumahnya bukan seorang yang jujur dan terbuka, orang yang jujur dan terbuka tak akan tinggal di tempat semacam itu. Semua syarat yang dibutuhkan sekarang sudah terpenuhi, yang harus ditunggu kini adalah saat yang paling tepat untuk turun tangan. Tentu sa ja waktu yang paling tepat adalah malam hari. Tapi Kwik Tay-lok sudah kebelet, tak tahan untuk menunggu lebih lama, magrib belum lagi lewat ia sudah menyerbu ke dalam gedung tersebut... Benda pertama yang dilihat olehnya adalah sebuah pembaringan. Sebuah pembaringan yang besar, besar sekali, lagipula nyamannya bukan kepalang. Di atas pembaringan berbaring seorang manusia. Kecuali itu, ia tak berhasil menemukan benda lain. Gedung itu sangat besar, bangunannya amat mentereng, dari muka sampai belakang paling tidak terdiri dari tiga puluh kamar, ruangan yang paling besar sanggup memuat belasan buah meja perjamuan sekaligus. Tapi dari depan sampai belakang yang terdiri dari puluhan buah ruangan itu, kecuali pembaringan tersebut serta orang itu, apapun tak ada, bahkan meja dan kursi pun tak nampak sebuahpun. Ternyata puluhan buah kamar dari depan sampai belakang itu semuanya kosong, dapur pun kosong melompong. Kwik Tay-lok menjadi tertegun. Orang yang berbaring di atas pembaringan itu tidak tidur, sepasang matanya terbelalak lebarlebar, tapi bagaimanapun dia berlarian dari depan sampai ke belakang dari muka sampai sisi gedung, orang itu tak pernah menggubrisnya. Sampai akhirnya, Kwik Tay-lok sendiri yang tak tahan, ia lari ke depan pembaringan ingin bertanya apa gerangan yang sebetulnya telah terjadi. Belum lagi ia bertanya, orang itu sudah berbalik tanya lebih dulu: "Apakah kau berhasil menemukan sesuatu benda yang berharga?" Terpaksa Kwik Tay-lok menggelengkan kepalanya. Orang itu menghela napas panjang, kembali katanya: "Sejak tadi aku sudah tahu kalau kau tak akan berhasil apa-apa, sudah tiga hari aku mencari, tapi sebuah kuali bobrok yang paling akhir pun telah kugadaikan untuk ditukar dengan beberapa biji kueh. Jika kau dapat menemukan yang lain, kepandaianmu betul-betul luar biasa!" Tampangnya tidak terhitung jelek, cuma kulit mukanya memang rada kuning, kepucat-pucatan, badannya lemas, tenaga untuk bicarapun tak punya, tampangnya memang macam setan kelaparan, yang sudah beberapa hari tak pernah makan. Koleksi Kang Zusi Tapi pembaringan yang ditiduri tak bisa disangkal memang selembar pembaringan yang sangat baik. Dalam gedung kosong ini kenapa masih ada sebuah pembaringan sebagus ini! Mau apa orang itu berbaring terus diatas pembaringan itu? "Tempat ini sebetulnya tempat apa?" tak tahan lagi Kwik Tay-lok bertanya. "Berbicara soal tempat ini, sebetulnya boleh dibilang suatu tempat yang sangat ternama!" "Ternama? Apa namanya?" "Pernah dengar tentang perkampungan Hok-kui-san-ceng? Nah, tempat inilah yang dinamakan Hok-kui-san-ceng!" Hampir saja Kwik Tay-lok tak bisa menahan diri untuk berteriak. "Hok-kui-san-ceng?" ulangnya, "tempat macam setan ini adalah perkampungan Hok-kui-sanceng?" "Betul, si gendut saja bisa berubah menjadi kurus, kenapa Hok-kui-san-ceng (perkampungan kaya raya) tak bisa berubah menjadi miskin? Apa yang musti kau herankan?" "Lantas, siapa pula kau? Kenapa mengendon ditempat macam setan seperti ini? Apa yang lagi kau kerjakan?" Orang itu meluruskan napasnya untuk menyaring suaranya, setelah itu menjawab: "Kalau aku tidak mengendon disini lantas harus mengendon dimana? Aku ini adalah Cengcu angkatan ke tujuh dari perkampungan Hok-kui-san-ceng lho, jangan menghina!" Sekali lagi Kwik Tay-lok tertegun. Dengan sepasang matanya yang jeli, orang itu mengawasi pedang ditangannya, tiba-tiba katanya lagi: "Aku lihat pedangmu itu lumayan juga!" "Memang lumayan, kenapa?" "Agaknya masih bisa laku beberapa tahil perak!" "Beberapa tahil?" jerit Kwik Tay-lok penasaran, "kau bisa menilai mutu pedang tidak? Terus, terang kuberitahu kepadamu, pedang ini kubeli dengan harga seratus tahil perak lebih!" Sinar mata orang itu agak berkilat setelah mendengar perkataan itu, suaranya juga kedengaran lebih nyaring, katanya lagi: "Turunlah gunung dari sini lalu berbelok ke kiri, disana ada sebuah rumah pegadaian yang memakai merek Lip-gwan, betul pemiliknya adalah setan penyayat kulit, tapi ia tahu mutu barang, mumpung dia belum tutup toko, cepatlah kesitu, paling tidak, pedangmu masih bisa digadaikan dengan harga dua puluh tahil perak!" Koleksi Kang Zusi Setelah menelan air liur, katanya lebih lanjut: "Tepat diseberang pegadaian ada sebuah warung penjual makanan yang dibuka Lo-Kong, panggang itik dan panggang daging buatannya lumayan sekali, ditetangganya juga menjual arak. Setelah kau mendapat uang dari pegadaian, beli dulu dua ekor itik panggang, lima kati daging dan sepuluh kati arak, lalu cepat-cepat kembali kesini. Aku sudah kelaparan sekali, apalagi panggang itik kurang lezat kalau dimakan dingin-dingin" Kwik Tay-lok membelalakkan matanya lebar-lebar, sikapnya sewaktu mengawasi orang ini persis seperti sikap Lo Ceng-gi sewaktu mendengarkan ceritanya dulu. Lewat lama sekali, ia baru menghembuskan napas panjang. "Kau suruh aku menggadaikan pedangku untuk membeli daging dan arak bagimu?" "Yaa, untung kau bisa mengerti!" "Kau tahu, mau apa aku datang kesini?" "Tentu saja tahu, kau kan mau merampok?" "Kalau sudah tahu aku mau merampok, kenapa kau malah mengincar barangku . . .?" seru Kwik Tay-lok sambil melotot. Orang itu tertawa tergelak. "Meskipun kau perampok, sayang aku adalah si setan miskin, kalau perampok bertemu dengan setan miskin, maka dia musti mengakui nasibnya yang lagi sial!" Kwik Tay-lok mengawasinya lekat-lekat, tiba-tiba ia merasa senyuman orang ini sangat menarik, bahkan agak mempersonakan hati orang. Tak tahan ia sendiripun tertawa tergelak. "Sekalipun kau sedang mengincar barangku, paling tidak kau harus menggadaikan sendiri, lalu beli daging dan arak untukku, masa aku yang musti menggadaikan barangku sendiri?" "Kalau ingin menjadi orang baik, jadilah sampai selesai, lebih baik kau pergi sendiri!" "Dan kau? Bergerak pun rasanya malas?" Orang itu menghela napas panjang. "Aaai.... coba pikirlah!" ia berkata, "kalau aku tidak malas, mana bisa jatuh miskin seperti ini?" Untuk ketiga kalinya Kwik Tay-lok tertegun. Dulu ia tak pernah bertemu dengan manusia semacam ini, ia benar-benar tak bisa berbuat apa-apa terhadapnya. Maka diapun benar-benar pergi menggadaikan pedangnya untuk ditukar dengan daging serta arak. Setelah sebuah paha itik panggang dan setengah kati arak masuk ke dalam perut, orang itu baru bangun duduk dari pembaringannya. Koleksi Kang Zusi "Aku sudah makan makananmu, tapi belum tahu namamu, beritahu dulu siapa namamu?" katanya sambil tertawa. "Aku bernama Kwik Tay-lok, Tay-lok yang berarti jalan lebar!" "Jalan lebar . . . yaa, betul, betul, ini memang cocok dengan orangnya, kau memang seorang yang Tay-lok, berjalan lebar!" "Dan kau? Siapa namamu?" "Aku bernama Ong Tiong, Ong yang berarti raja, Tiong yang berarti bergerak!" Kwik Tay-lok menatapnya lekat-lekat, lama, lama sekali, tiba-tiba ia tertawa tergelak. "Haaahhh. . . . haaahhh. . . haaah. . . aku lihat nama itu kurang cocok bagimu, lebih baik diganti saja menjadi Ong Put-tiong (tidak bergerak)!" Cuma orang mati yang tidak bergerak. Meskipun Ong Tiong bukan orang mati, tapi ia hampir sama dengan orang mati, karena jarang bergerak. Kalau tidak dalam keadaan yang terlalu mendesak, ia tak akan bergerak. Dikala ia tak ingin bergerak, siapapun tak akan berhasil untuk memaksanya bergerak. Semisalnya ada botol minyak jatuh didepan mata, orang lain tentu akan mengulurkan tangannya, tapi Ong Tiong tak bergarak. Semisalnya dari langit jatuh sekeping uang emas, siapapun pasti akan mengambilnya, tapi Ong Tiong tak akan bergerak. Bahkan sekalipun ada perempuan tercantik di dunia yang duduk dalam pelukannya dalam keadaan telanjang bulatpun, ia masih tetap tak akan bergerak. Tapi ada saatnya juga ia bergerak, malah sekali bergerak ternyata amat mengejutkan. Suatu ketika, dalam sekejap mata ia telah berjumpalitan sebanyak tiga ratus delapan puluh dua kali, tujuannya hanya ingin mentertawakan seorang bocah yang baru kematian ibunya. Suatu ketika diapun pernah melakukan perjalanan sejauh seribu empat ratus lima puluh li dalam dua hari dua malam non-stop, tujuannya hanya ingin bertemu untuk terakhir kalinya dengan seorang teman. Temannya itu sudah lama meninggal. Suatu ketika pula, dalam tiga hari tiga malam dia telah meratakan empat sarang penyamun di empat bukit serta bertarung melawan dua ratus tujuh puluh empat orang, diantaranya ia telah membunuh seratus tiga orang, alasannya karena ada segerombol perampok telah membunuh Tio lo-sianseng sekeluarga dari desa Tio-keh-cun serta melarikan tiga orang putrinya. Padahal ia tidak kenal dengan Tio lo-sianseng maupun ketiga orang putrinya. Koleksi Kang Zusi Sebaliknya bila ada orang mempermainkan dirinya, bahkan meludah di wajahnya, dia tak akan bergerak. Kalau kau merasa heran, ia memang sedikit agak mengherankan. Kalau kau mengatakan dia malas, dia memang kelewat malas sampai malasnya bukan kepalang. Sekarang, ternyata ia telah bersahabat dengan Kwik Tay-lok. Bayangkan saja, apa yang terjadi kalau dua orang manusia macam mereka bertemu menjadi satu, kalau mereka tidak miskin, coba katakanlah siapa yang miskin? Walaupun mereka miskin, mereka miskin dengan gembira. Sebab mereka tak pernah menyalahi orang lain, tidak pula terhadap diri sendiri. Karena mereka tidak melanggar ajaran Thian, tidak pula melanggar hukum negara. Bagaimanapun besarnya kesulitan yang mereka temui, betapa pun besarnya kesusahan yang mereka jumpai, tak sebuahpun yang membuat mereka putus asa atau sedih. Mereka tak takut menentang setiap penderitaan maupun kesedihan yang sedang dihadapi, mereka mengerti bagaimana menikmati keberhasilan dan kebahagiaan setelah berhasil mengatasi semua kesulitan dan kesedihan yang dihadapinya. Sekalipun gagal, mereka tak pernah putus asa, mereka tak pernah merasa luntur semangatnya. Mereka cukup memahami betapa berharganya nyawa manusia, merekapun mengerti, bagaimana caranya untuk menikmati kebahagiaan serta kegembiraan hidup. Oleh sebab itu sepanjang sejarah kehidupan mereka penuh dihiasi dengan aneka ragam persoalan yang semarak dan penuh kegembiraan. Sepanjang hidupnya, mereka telah banyak melakukan perbuatan yang jauh diluar dugaan orang, membuat setiap orang tercengang dan tertegun, bahkan kau sendiripun mungkin beranggapan bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu tolol, menggelikan. Tapi kau tak bisa tidak harus mengakui, bahwa pekerjaan yang bisa mereka lakukan belum tentu bisa dilakukan oleh orang lain. Kau sendiripun belum tentu bisa melakukannya! Oleh sebab itu, aku percaya anda sekalian pasti amat senang untuk mengikuti kisah pengalaman mereka. -ooo000ooo- YAN JIT dan SEMUT Pekerjaan yang dilakukan Kwik Tay-lok dan Ong Tiong saja sudah cukup memusingkan kepala orang, apalagi kalau ditambah dengan Yan Jit seorang . . ? Pekerjaan yang bisa dilakukan Yan Jit, hakekatnya jauh lebih bagus dan cemerlang daripada pekerjaan yang dilakukan tigi ratus orang sekaligus. Bayangkan saja apa akibatnya kalau orang semacam itu bergabung dengan Kwik Tay-lok dan Ong Tiong? Koleksi Kang Zusi Tapi Thian justru telah mempertemukan mereka bertiga, malah membiarkan mereka bergabung menjadi satu, akibatnya tentu hebat sekali. Kwik Tay-lok dan Ong Tiong tidak saban hari miskin, setiap saat setiap detik miskin, merekapun ada saatnya tidak miskin, cuma siapapun tak tahu kapan mereka tidak miskin, dan darimana uang tersebut mereka dapatkan. Malah mereka sendiripun tidak tahu. Uang mereka selalu datang diluar dugaan, membuat mereka sendiripun kadangkala dibikin kebingungan sendiri. Mungkin ini disebabkan karena cara mereka menghamburkan uangpun membingungkan hati orang. Kini musim gugur sudah hampir tiba, beberapa batang pohon di belakang perkampungan Hokkui- san-ceng telah mulai berbuah, buah pear yang besar lagi manis bisa memenuhi beberapa puluh keranjang bila dipetik, kalau dijual bisa laku dua tiga puluh tahil perak lebih. Buah itu tumbuh sendiri dari atas pohon, setelah berbuah maka orang datang untuk menawar harganya, kemudian memetik sendiri dari pohon dan mengangkutnya pergi. Dari awal sampai akhir mereka tak perlu mengeluarkan tenaga, tak perlu membantu. Uang itu hakekatnya seperti terjatuh dari atas langit, tentu saja rejeki nomplok semacam ini pantas kalau dirayakan. Untuk merayakannya, tentu saja tak boleh kekurangan arak, setelah ada arak tentu tak bisa ketinggalan harus ada daging. "Sandang menambah kegagahan, berjudi mendatangkan kemurungan, bermain perempuan hanya meraih hasil yang kosong", hanya makan yang paling menghasilkan keberuntungan, sebab itu makan juga merupakan kenikmatan yang paling besar buat Ong Tiong. Pada mulanya ia masih makan sambil berbaring, makan sambil tiduran, tapi setelah menggelora kegembiraannya, ia mulai duduk, tapi setelah lelah kembali ia membaringkan diri, makan sambil tiduran lagi. Oleh sebab itu pembaringannya lebih berminyak daripada meja dalam dapur, kemanapun kau meraba pasti akan menemukan satu-dua potong sisa daging yang berceceran, atau tiga-empat kerat tulang yang belum habis digerogoti. Sekalipun Kwik Tay-lok sendiri juga bukan seseorang yang memperhatikan soal kebersihan, ia lebih suka tidur dilantai daripada berbaring diatas pembaringannya. Melihat orang tak berani menjamah pembaringannya, dengan gembira Ong Tiong menikmati pembaringannya seorang diri, bukan saja pembaringan itu tempat tidurnya, disitu pula ruang tamunya, kebunnya dan meja makannya. Yang lebih hebat lagi, ia bisa berbaring sambil minum arak, mula-mula mulut botol ditempelkan dulu dengan mulut, lalu "kluk, kluk, kluk!" meneguknya dengan lahap, tak setetespun yang tumpah keluar. Kwik Tay-lok sangat kagum dengan kepandaiannya itu, dia ingin belajar, tapi agak ragu, tak tahan tanyanya: Koleksi Kang Zusi "Masa tiduranpun bisa minum arak?" "Tentu bisa!" "Tidak kuatir menyembur keluar dari lubang hidung?" "Pasti tidak, sekalipun kau minum dengan kepala dibawah kaki diatas, tak nanti arak itu bisa menyembur keluar dari lubang hidungmu!" "Darimana kau bisa tahu?" "Aku pernah mencoba!" Kwik Tay-lok segera tertawa lebar. "Aaah, masa iya? Duduk saja malas, masa kau bersedia menggantung diri sendiri?" "Kalau tidak percaya, mengapa tidak kau buktikan sendiri?" Maka Kwik Tay-lok menggantung dirinya sendiri, lalu menempelkan mulut botolnya diatas bibir dan pelan-pelan meneguk isinya ke perut. Baru dua tegukan, arak telah menyembur keluar dari lubang hidungnya. Pada saat itulah, ia telah berjumpa dengan Yan Jit . . . pertama-tama ia saksikan dulu sepasang kaki Yan Jit. Kaki Yan Jit mungkin tidak jauh berbeda daripada kaki orang lain, tapi sepatunya sangat istimewa. Sepatu itu terbuat dari kulit kerbau muda, buatannya indah dan kuat, diatasnya ada sulaman yang manis dan menarik, dibandingkan dengan sepatu yang dipakai Tay-ong-ya dari luar perbatasan pun masih jauh lebih indah. Itu masih belum mengherankan. Yang lebih mencengangkan adalah demikian indah dan kuatnya sepatu itu, ternyata keduaduanya tanpa alas sepatu. Pakaian yang dikenakan sebetulnya juga indah dan amat cocok dengan potongan badannya, tapi sekarang sudah terkoyak-koyak tak karuan, hakekatnya tiada sebagianpun yang masih utuh. Hanya topi yang dikenakan, tak bisa disangkal lagi seratus persen indah dan menawan hati. Perawakannya tidak terlalu tinggi, tapi kaki dan tangannya panjang sekali. Mukanya sangat bagus, bahkan sedikit mirip wajah seorang nona, matanya besar dengan bibir yang kecil, waktu tertawa pada pipinya akan muncul sepasang lesung pipi yang dalam, tapi kalau tidak tertawa, mukanya segera akan menjadi dingin seperti es, air mukanya ikut menjadi pucat kehijau-hijauan, membuat orang hampir tak berani mendekatinya. Koleksi Kang Zusi Warna pakaian yang dikenakan sebetulnya mendekati warna hijau pupus, tapi sekarang sudah berubah menjadi tembong belang, sana merah sedikit, sini kuning, sedikit hingga warnanya campur aduk. Yang kuning jelas adalah bekas lumpur, tapi yang merah karena apa? Apakah darah? Bila ada dua orang sedang asyik minum arak, tahu-tahu muncul seorang yang menerobos masuk, siapapun pasti akan terperanjat dibuatnya. Tapi Kwik Tay-lok dan Ong Tiong, yang satu masih tiduran sedang yang lain masih menggantung diri, seakan-akan tidak melihat atas kedatangan orang itu. Bila kau masuk ke suatu rumah dan menjumpai ada seorang manusia tiduran sambil minum arak sedang yang lain minum arak sambil menggantung diri, tentu akan kau anggap tempat itu adalah rumah sakit jiwa, sekalipun tidak sampai kabur terbirit-birit, paling tidak bulu kuduk akan bangun berdiri. Tapi orang itu sedikitpun tidak merasa kaget atau tercengang, seakan-akan dia menganggap minum arak dengan tubuh tergantung adalah suatu cara minum yang normal, duduk sambil minum arak baru aneh rasanya. Orang itu adalah Yan Jit. Sepasang kaki Kwik Tay-lok digantungkan pada plafon rumah. Tiba-tiba Yan Jit menjungkir balikkan tubuhnya di udara dan menggantungkan pula kakinya pada tiang-tiang rumah, lalu dengan wajah berhadapan wajah ia memandang diri Kwik Tay-lok, seakan-akan ia merasa berbicara dengan cara ini baru asyik rasanya. Tapi ia tak mengucapkan sepatah katapun. Kwik Tay-lok mulai merasa tertarik kepada orang ini, tiba-tiba ia menarik muka sambil membuat muka setan. Yan Jit menarik muka juga sambil menirukan lagaknya membuat muka setan. "Kau baik?" tegur Kwik Tay-lok. "Baik!" "Mau minum arak?" kata Kwik Tay-lok lagi sambil memutar biji matanya. "Mau!" Kwik Tay-lok segera mengangsurkan botol araknya kepada orang itu, dia ingin menyaksikan arak menyembur keluar dari lubang hidang orang itu. Siapa tahu kepandaian yang dimiliki orang itu jauh lebih hebat darinya, "kluk, kluk, kluk!" secara beruntun ia meneguk habis separuh botol arak itu, malah setetespun tidak tumpah. Sepasang mata Kwik Tay-lok segera terbelalak lebar, serunya: "Dulu, kau sudah pernah minum arak dengan cara begini?" "Sudah beberapa kali!" Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba ia tertawa, lanjutnya: "Akupun ingin mencoba apakah minum arak dengan cara begini juga bisa dilakukan!" Bila pekerjaan semacam inipun pernah dicoba oleh seseorang, ini menandakan pekerjaan yang belum pernah dilakukan olehnya tentu sedikit sekali. Tak tahan Kwik Tay-lok tertawa terbahak-bahak. "Perbuatan apa lagi yang pernah kau coba?" katanya. "Semua perbuatan yang bisa kau sebutkan, mungkin pernah kucoba semuanya!" "Aku rasa didunia ini pasti jarang ada pekerjaan lain yang jauh lebih susah daripada minum arak sambil berjungkir balik bukan?" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Masih ada beberapa macam!" "Masih? Perbuatan apa lagi yang lebih susah daripada minum arak sambil berjungkir balik?" "Yang paling susah adalah dimasukkan ke dalam peti mati, dipaku dan dikubur hidup-hidup di dalam tanah!" Kwik Tay-lok membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, bisiknya: "Perbuatan semacam inipun pernah kau coba?" "Bukan mencoba lagi, tapi sudah kulakukan banyak kali, paling tidak lebib dari dua kali!" Tiba-tiba Kwik Tay-lok berjumpalitan di tengah udara dan melompat turun, dengan mata melotot diawasinya wajah orang itu tanpa berkedip. Paras muka Yan Jit tetap tenang, sedikitpun tanpa emosi. Lewat lama sekali, Kwik Tay-lok baru menghela napas panjang, katanya sambil menggeleng: "Aku lihat, kalau kau bukan seorang raja pengibul, sudah pasti adalah seekor makhluk aneh!" "Yaa, betul! Dia memang makluk aneh!" tiba-tiba Ong Tiong menimpali. "Aah, sama-sama, sama-sama!" Yan Jit tergelak tertawa. Kwik Tay-lok segera berkeplok sambil tertawa terbahak-bahak, serunya: "Betul, betul, kita semua memang makhluk aneh, kalau tidak, tak nanti kita bisa berkumpul disini!" Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba lanjutnya: "Ketika datang untuk pertama kalinya kemari, aku ingin menjadi seorang perampok, bagaimana dengan kau?" "Aku mah tak ingin menjadi seorang perampok lagi, sebab aku memang perampok tulen!" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok mengawasinya dari atas sampai ke bawah, lalu tak tahan lagi katanya sambil tertawa: "Kalau dilihat dari tampangmu, maka kalau kau seorang perampok, sudah pasti merupakan perampok goblok!" "Bukan goblok, cuma lagi apes!" "Lagi apes?" Yan Jit menghela napas panjang. "Aaai . . . . kalau bukan lagi apes, masa aku bisa sampai ke tempat macam ini?" "Aaah, betul! Mau apa kau datang kemari?" "Tidak mau apa-apa, aku cuma ingin mencari tempat untuk menyembunyikan diri!" "Kenapa musti menyembunyikan diri?" "Sebab ada orang hendak masukkan aku ke dalam peti mati, memantek dan menguburku lagi hidup-hidup!" "Siapa yang hendak menangkapmu kali ini?" "Semut!" Kwik Tay-lok membelalakkan matanya dengan mulut melongo, hampir saja mulutnya tak bisa merapat kembali. "Kau . . . . kau bilang apa?" "Semut!" "Semut . . . . ?" Tiba-tiba pemuda itu tertawa terpingkal-pingkal, dengan napas terengah serunya: "Waah . . . . . waah. . . kalau sama semut pun takut, nyalimu betul-betul lebih kecil dari upil!" Yan Jit menghela napas panjang, sambil menggelengkan kepala berulang kali ia berkata: "Tampaknya kau belum pernah berkelana dalam dunia persilatan, masa "Semut" pun tidak kau ketahui!" "Oh . . . . tidak mungkin, sejak berumur tiga tahun, aku sudah tahu apa yang dinamakan semut!" "Apa, coba?" "Semut adalah binatang yang kecil sekali, binatang yang kerjanya merangkak di tanah dan lari kesana kemari diatas tembok rumah atau lantai. Diatas pembaringan Ong Tiong pun terdapat banyak makhluk kecil itu, tidak percaya? Setiap saat aku bisa menangkap beberapa ekor untukmu!" Koleksi Kang Zusi "Bukan semut itu yang kumaksudkan, yang kumaksudkan adalah manusia !" "Manusia? Semut juga bisa menjadi manusia?" seru Kwik Tay-lok agak tertegun. "Yaa, empat orang. Ke empat orang ini adalah Raja semut, anak buahnya terdiri dari semutsemut kecil!" "Ke empat orang ini, yang seorang bernama Semut Emas, yang kedua bernama semut perak, yang ketiga bernama semut merah dan terakhir bernama semut putih!" Tak tahan Kwik Tay-lok tertawa geli, serunya: "Setelah ada semut merah dan semut putih, seharusnya ada semut hitam baru pantas!" "Dulu memang ada semut hitam, tapi sekarang sudah mampus!" "Kalau betul mereka itu manusia, kenapa dinamakan semut?" tanya Kwik Tay-lok kemudian sambil mengerdipkan matanya. "Setiap orang tentu punya julukan bukan? Nah, itulah julukan untuk mereka!" "Kalau pingin punya julukan, paling tidak barus mencari julukan yang rada keren atau gagah, misalnya Cha-ci-hau (harimau bersayap), Kim-mao-say (Singa bulu emas) dan lain-lainnya, masa cari julukan kok si semut kecil, huuh, apa-apaan itu?" "Kalau tidak dinamakan semut apa musti dipanggil gajah? Padahal tubuh mereka kerdil-kerdil, sebab mereka memang si cebol semua!" Ketika didengarnya perkataan orang makin lama semakin tidak genah, Kwik Tay-lok segera tertawa tergelak, serunya: "Apa yang musti ditakuti dengan seorang kerdil?" "Apa yang musti ditakuti? Ketahuilah, kerdil-kerdil itu bukan cuma menakutkan, sesungguhnya mereka kelewat menakutkan sehingga mendirikan bulu roma setiap orang, tak ada manusia kedua di dunia ini yang jauh lebih menakutkan dari mereka!" "Oooh . ?! Masa kepandaian silat yang mereka miliki sangat hebat sekali?" "Yaa, mereka memang memiliki kungfu yang hebat dan istimewa, jangankan jagoan biasa, tokoh nomor satu dari Go-bi-pay pun tewas ditangan mereka!" "Kalau sudah tahu mereka itu lihay, kenapa kau berani mengusik mereka....?" Yan Jit kembali menghela napas panjang. "Aaai.... karena belakangan ini aku jatuh pailit, lagi apes, dalam setengah bulan sudah kalah lima belas kati, sampai sol sepatuku pun digadaikan untuk membayar hutang . . . " "Apa? Kau bilang sol sepatumu kau gadaikan untuk membayar hutang?" teriak Kwik Tay-lok. "Betul!" "Kau sudah hutang berapa?" Koleksi Kang Zusi "Yaa, kira-kira tujuh-delapan ribu tahil!" "Lantas sol sepatumu laku berapa?" "Total jendral uang yang kuterima dari penjualan sol sepatu itu mencapai seribu tiga ratus tahil perak!" Makin lama bicaranya makin melantur, sambil menahan sabar Kwik Tay-lok mendengarkan terus ocehan orang, dia ingin tahu ocehan apa lagi yang hendak dipropagandakan orang. "Waaah.... kalau begitu, kau kan masih kurang enam ribu tujuh ratus tahil perak?" serunya sambit tertawa terbahak-bahak. "Justru karena itu, terpaksa aku musti mencari jalan lain!" "Katanya kau seorang begal? Kenapa tidak merampok saja?" . Dengan wajah serius Yan Jit berkata: "Kau anggap begal semacam aku merampok barang orang tanpa pilih bulu . . . . ?" "Ooh . . . . . jadi kau memilih korban?" "Bukan cuma memilih, bahkan sensorku keras sekali, kalau bukan pembesar korup aku enggan merampok, kalau bukan saudagar curang aku emoh merampok, kalau bukan perampok ulung aku tak mau merampok, kalau tempatnya kurang cocok akupun tak mau merampok!" "Wouw, kalau begitu kau juga merampok barang milik perampok lain?" "Benar, ini yang dinamakan hitam makan hitam!" "Sebab itu kau lantas mengincar kawanan semut itu?" tanya Kwik Tay-lok kemudian. "Betul, kebetulan beberapa hari berselang aku mendapat info kalau mereka telah membuat suatu transaksi besar, maka akupun mendatangi mereka sambil bertanya apakah mereka bersedia memberi pinjaman sepuluh laksa tahil perak untukku!" "Mereka setuju tidak?" "Setujunya sih sudah setuju, cuma ada syaratnya!" "Apa syaratnya?" "Aku harus tidur dalam peti mati dan dikubur selama dua hari dalam tanah, mereka pingin tahu aku bakal mampus atau tidak!" "Bukankah perbuatan semacam ini sudah pernah kau praktekkan jauh hari sebelumnya?" "Sekalipun pernah kupraktekkan, tapi rasanya betul-betul kurang sedap untuk dinikmati!" "Maka kau tidak menyanggupi?" Koleksi Kang Zusi "Aku menyanggupi, karena hutang apapun boleh ditunda, hutang dalam judi harus dibayar kontan!" "Kau telah menyanggupi permintaan mereka, tapi sekarang mengingkar janji, maka mereka datang mengejar dirimu?" "Tepat sekali perkataanmu itu" "Siapa namamu?" "Yan Jit!" "Kau masih ada enam orang kakak lelaki dan kakak perempuan?" "Tidak!" "Kalau tidak, kenapa urutanmu ke tujuh? Kenapa kau dinamakan Yan Jit . . . ?" "Sebab aku sudah pernah mati tujuh kali!" "Kalau mati sekali lagi, bukankah namamu akan berubah menjadi Yan Pat (Yan ke delapan)?", Yan Jit tertawa getir. "Nama Yan Jit terlalu baik, aku tak ingin untuk merubahnya lagi menjadi Yan Pat!" Tiba-tiba Kwik Tay-lok membungkukkan pinggangnya dan kembali tertawa terpingkal-pingkal, saking gelinya sampai air matanya ikut bercucuran, sambil menuding ke ujung hidung orang, katanya sambil tertawa: "Sekarang aku baru tahu, kau bukan makhluk aneh, kau seratus persen adalah seorang raja mengibul . . . !" "Kau tidak percaya dengan perkataanku?" "Sepatah katapun tidak percaya, jangan toh aku, anak yang berumur tiga tahun pun tak akan percaya dengan perkataanmu itu!" Yan Jit kembali menghela napas panjang. "Sebetulnya aku memang tidak bermaksud untuk bicara terus terang, karena aku sudah tahu, kata-kata yang bohong justru lebih gampang membuat orang percaya daripada berbicara terus terang!" "Haaahhh . . . haaahhh. . . haaahhh. . . kalau kau bicara terus terang, aku bersedia untuk merangkak di tanah . . . . !" "Kalau begitu, merangkaklah!" tiba-tiba seseorang menanggapi. Suara itu lengking lagi lembut, meski tidak keras tapi menusuk telinga hingga membuat kendang telinga serasa kesemutan. Ketika Kwik Tay-lok mendongakkan kepalanya, ia telah melihat seseorang berdiri di sana. Orang itu berdiri di atas daun jendela, tapi perawakan tubuhnya masih kalah tingginya daripada daun jendela tersebut. Koleksi Kang Zusi Padahal tinggi daun jendela itu paling-paling cuma tiga depa setengah. Ia mengenakan pakaian berwarna kuning emas, kalau mukanya tidak berkeriput dan diatas bibirnya tak berkumis, orang pasti akan mengira dia sebagai bocah yang baru berumur lima-enam tahun. Kwik Tay-lok agak tertegun sejenak, kemudian sambil menghembuskan napas panjang tegurnya: "Kau yang bernama Semut emas?" "Betul, aku bisa menjamin kalau semua perkataannya adalah kata-kata yang jujur, tak sepatah katapun palsu!" Sekali lagi Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang, setelah tertawa getir ia berkata lagi: "Sesudah Semut emas munculkan diri, kemana larinya Semut perak?" Baru habis ia berkata, diatas daun jendela. kembali telah muncul sesosok tubuh kerdil. Meskipun perawakan tubuh orang ini sedikit lebih tinggi daripada semut emas, tapi, itupun tak lebih cuma dua-tiga inci lebih tinggi. Ia mengenakan baju berwarna keperak-perakan, wajahnya mengenakan topeng dari perak, hingga kelihatan seperti makhluk aneh yang terbuat dari perak putih, rasa seram dan mengerikan yang terpancar keluar dari tubuhnya tak terlukiskan dengan kata-kata. Jangankan orang lain, Kwik Tay-lok sendiripun merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri, gumamnya kemudian: "Kalau dugaanku tidak meleset, si Semut merah pasti mengenakan baju berwarna merah!" "Tepat sekali dugaanmu! seseorang menanggapi sambil tertawa merdu. Suara tertawanya nyaring, genit dan merdu merayu, jarang sekali ada orang memiliki suara yang begini merdu dan lembut seperti apa yang dimiliki orang itu. Cukup mendengar dari suara tertawanya, bisa dibayangkan kalau wajahnya pasti cantik jelita bak bidadari dari kahyangan. Semut merah memang amat cantik. Biasanya perawakan orang kerdil tak akan tumbuh secara normal, tapi ia terkecuali dari teori tersebut. Perempuan kerdil itu mengenakan baju ringkas berwarna merah, bagian yang semestinya langsing ternyata memang tidak gemuk, bagian yang semestinya montok ternyata memang tidak kurus, ia memiliki potongan muka kwaci dengan alis mata bagaikan semut beriring, mata yang jeli bagaikan bintang timur, bibir yang kecil bagaikan delima merekah, apalagi dikala tertawa, kecantikannya sukar dilukiskan dengan kata-kata. Semisalnya perempuan ini dilihat dengan kaca pembesar, sudah tak bisa disangkal lagi, ia adalah seorang gadis berwajah menawan hati. Koleksi Kang Zusi Sayang tubuhnya kerdil, coba kalau badannya diperbesar beberapa kali, mungkin laki-laki macam Kwik Tay-lok pun tak berani mengusik atau membuat kesalahan dihadapannya. Sebab sekalipun badannya belum diperbesar beberapa kali, sepasang mata Kwik Tay-lok sudah melotot besar, biji matanya nyaris melompat keluar.... Jilid 02 DENGAN SEPASANG BIJI MATANYA yang jelita, gadis itu melirik sekejap ke arah Kwik Taylok, kemudian sambil tertawa genit serunya: "Waah, mata orang ini tidak jujur!" "Aaai.... aku memang bukan seorang yang jujur" kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas, "dari kepala sampai kakiku, tak sebuahpun yang jujur..." "Kalau begitu kau adalah seorang setan perempuan?" seru si semut merah sambil tertawa cekikikan. "Meskipun tidak cocok seratus persen, selisih pun tidak terlampau jauh, cuma sayang..." "Sayang kenapa?" tiba-tiba senyuman di wajah semut merah lenyap seketika. "Sayang orang yang bertubuh semacam aku tak bisa menyusut menjadi kecil, kalau tidak, ingin sekali aku merubah diriku menjadi semut kuning." Semut merah menggigit bibirnya menahan emosinya, tiba-tiba sekulum senyuman menghiasi kembali ujung bibirnya. "Besar amat nyalimu" serunya, "kau berani menggoda dan merayu aku? apa tidak kuatir kalau suamiku menjadi cemburu?" "Siapa suamimu? Si Semut putih? Oya... konon semut putih dapat terbang, apa benar?" Semut merah segera tertawa cikikikan. "Sekali lagi tebakanmu benar, rupanya kau memang bocah yang berbakat!" serunya. Di tengah suara tertawanya yang merdu merayu, sesosok bayangan hitam tiba-tiba menyambar masuk dari luar jendela. Bayangan itu walau dilihat dari sudut manapun tidak mirip seorang manusia, begitu enteng seperti awan diangkasa, lagi putih bersih seperti salju, tahu-tahu.... "Weess !" menyambar lewat dari atas kepala Kwik Tay-lok. Untung saja Kwik Tay-lok berhasil mengigos dengan kecepatan luar biasa, ketika merasa ada hawa dingin mendekati batok kepalanya, ia segera mengigos, terlambat sedikit saja bisa berakibat batok kepalanya berpindah rumah. "Weess . . . !" benda itu kembali melayang balik. Tentu saja benda itu bukan manusia, sebab tak mungkin ada manusia yang memiliki ilmu meringankan tubuh sedahsyat itu. Tapi apa mau dikata justru bayangan itu adalah manusia, seorang manusia kerdil yang kurus lagi kecil, tingginya tiga jengkal setengah dengan lebar satu jengkal, dia memakai baju berwarna Koleksi Kang Zusi putih salju yang ujung baju bagian lengannya lebar lagi besar hingga mirip sayap, andaikata ditimbang, mungkin bobot badannya cuma seberat seekor kelinci. Kalau bukan manusia kerdil macam itu, mana mungkin bisa memiliki ilmu meringankan tubuh yang begitu hebatnya ? Kwik Tay-lok kembali menghela napas, gumamnya: "Ternyata si semut putih betul-betul bisa terbang !" Yan Jit segera menyambung: "Si Semut putih paling hebat dalam ilmu meringankan tubuh, si Semut merah penuh senjata rahasia, si semut emas hebat dalam pedang dan pukulan, si semut perak kebal terhadap senjata. Aku toh sudah mengatakan sedari tadi, tiap semut itu memiliki kungfu yang luar biasa hebatnya, sekarang, kau sudah percaya bukan!" Kwik Tay-lok tertawa getir. "Kau minta aku merangkak sekarang juga atau nanti saja ?" tanyanya kemudian. "Lebih baik merangkak pada saat ini saja, merangkak keluar dari tempat ini, sebab merangkak keluar sendiri lebih enakan dari pada digotong orang nanti!" kata semut putih dengan ketus. Mendengar itu, si merah segera tertawa cekikikan. "Nah, coba lihat sendiri, aku toh sudah bilang kalau dia cemburuan, sekarang sudah percaya bukan ?" "Urusan kami tak ada hubungan atau sangkut pautnya dengan kalian, alangkah baiknya jika kalau segera merangkak keluar dari sini!" ujar si semut emas. "Tapi aku tak pandai merangkak, tolong ajarkan dulu kepadaku!" Semut merah kembali tertawa, katanya: "Waah, kalau dilihat gelagatnya, kita memang salah kalau cuma membawa sebuah peti mati saja, sepantasnya kita membawa tiga buah!" "Oooh, jadi peti matipun sudah kalian gotong kemari? Kalian benar-benar hendak memanteknya ke dalam peti mati ?" "Sedari tadi aku sudah bilang, setiap perkataannya tiada yang bohong....?" kata semut emas. Tiba-tiba Yan Jit menepuk-nepuk bahu Kwik Tay-lok, lalu katanya sambil tertawa: "Gara-gara ini akulah yang menerbitkan, tak usah kau berlagak menjadi pahlawan untuk mencampuri urusanku." "Betul" sambung semut merah sambil tertawa, "bagaimanapun toh kau pernah mati tujuh kali, apa salahnya untuk mati sekali lagi" "Tapi tempat ini adalah rumah orang, sekalipun aku harus mati, tak boleh mati sini." "Kalau begitu, kau boleh keluar dari sini," kata si semut putih. "Keluar yaa keluar..." ucap Yan Jit sambil menepuk bajunya dan tertawa, "nah saudara berdua, bila aku kali ini tidak mampus sungguhan, pasti akan kucari kalian berdua untuk minum arak." Ong Tiong masih berbaring terus di atas ranjangnya, sedikitpun tak berkutik, pada saat itulah tiba-tiba ia berseru: "Tunggu sebentar!" Koleksi Kang Zusi "Tunggu apa?" bentak Semut emas. "Kalian tahu, tempat apakah ini?" "Aku tahu, ini adalah kandang babi!" jawab semut merah sambil tertawa cekikikan. "Kalau tempat ini adalah kandang babi, berarti aku adalah Raja babi, siapa saja yang datang kemari harus mendengarkan perkataanku." "Kurang ajar, mau apa kau?" teriak Semut emas makin gusar. "Aku hendak menahan Yan Jit untuk menemani aku minum arak, kau tahu, tidak gampang untuk mencari seseorang yang bisa minum arak sambil berjungkir balik, bayangkan sendiri, masa aku rela membiarkan dia tidur dalam peti mati?" "Haaahhh... haaahhh... haaahhh.... rupanya kau sudah kepingin bergerak?" sera Kwik Tay-lok sambil tertawa tergelak. "Semut-semut ini mulai menggigit orang sekalipun tidak ingin berkutik rasanya tak mungkin lagi !" "Bagaimana bergeraknya ?" "Semut merah milikku, semut putih milik Ong Tiong jarang bergerak, tapi sekali bergerak hebatnya bukan kepalang tanggung." Baru selesai dia berkata, mendadak tubuhnya sudah melejit dari atas ranjang dan menerkam ke depan. Ia sudah mengincar tepat sasarannya, si semut merah yang cantik. Semut merah boleh dibilang tak sempat melihat musuhnya, dia cuma melihat ada segulung selimut berwarna hitam yang menerjang tiba dengan kecepatan luar biasa. Begitu badannya berputar, ada tiga empat puluh macam senjata rahasia yang beraneka ragam telah menyebar ke udara, ada yang menyambar dengan kecepatan luar biasa, ada yang saling berbenturan, ada pula yang berputar-putar di udara. Karena perawakannya kerdil, maka senjata rahasianya juga kelewat lembut. Tapi justru lantaran senjata rahasianya lembut, maka tenaga serangannya juga kelewat dahsyat, susah buat orang lain untuk menghindarinya. Tapi ia telah melupakan sesuatu hal, selimut bukan manusia. Sekalipun ada seribu batang senjata rahasia menghajar di atas selimut, tak nanti selimut itu bakal mampus. Dalam keadaan demikian, walaupun senjata rahasianya istimewa, caranya menyerang luar biasa, sedikitpun tak ada gunanya. "Bluk, blukk, blukk...." diiringi suara mendebuk yang ramai, tiga empat puluh macam senjata rahasia itu sudah menghajar telak ke atas selimut itu. Koleksi Kang Zusi Di atas selimut ada lapisan minyak babi, minyak ayam, minyak itik, ada pula minyak goreng. Hakekatnya selimut tersebut bagaikan direndam dalam minyak, mana licin, mana mengkilap, keras lagi. Anak panah saja belum tentu bisa menembusi lapisan selimut bercampur minyak itu, apalagi senjata rahasia selembut itu? Menunggu si Semut merah sadar kalau dia tertipu, belum sempat badannya mundur ke belakang, selimut tersebut seperti selapis awan hitam telah mengurung ke atas kepalanya. Ong Tiong jarang bergerak, tapi begitu bergerak siapapun tak menyangka kalau gerakan tubuhnya secepat itu. Si Semut merah baru saja mengendus bau minyak tengik dan aneh, sekujur tubuhnya telah terbungkus didalam selimut tersebut. . . Seandainya perawakannya agak tinggi besar belum tentu Ong Tiong bisa membungkus tubuhnya dengan selimut, apa mau dikata ia memang terlampau kerdil, begitu sepasang tangan Ong Tiong merangkul, sekujur badannya segera terbungkus dalam selimut bagaikan bak-cang. Gerakan tubuh Ong-Tiong belum juga berhenti, ia mendengar dari belakang muncul segulung desing angin tajam, tahu-tahu si semut putih telah menerjang tiba dengan kecepatan luar biasa. Sangat cepatnya Ong-Tiong bergerak, tak mampu menandingi kecepatan si semut putih. Dalam sekejap mata si semut putih telah menyusul tiba. Tujuan Ong-Tiong memang berharap agar si Semut putih mengejarnya, karena dia tahu tak mungkin baginya untuk menyusul si semut putih. Menunggu semut putih telah tiba, tiba-tiba ia berhenti berlari, membalikkan badan dan melemparkan bungkusan selimut itu ke depan. Bungkusan selimut itu berisikan bininya sendiri, sudah barang tentu si semut putih harus menerimanya. Bungkusan selimut itu satu kali lipat lebih besar dari badannya, bobotnya dua kali lipat, begitu ia menyambut, tubuhnya segera rontok ke tanah. Waktu itu Ong Tiong telah menyelinap ke belakang punggungnya, sekali menutul tertotoklah jalan darah orang itu. Si Semut putih menggeletak tak berkutik, otot-otot hijau pada keningnya pada menonjol keluar, dengan mata mendelik ia melotot ke arah musuhnya, sampai biji matapun hampir melompat keluar. Ong Tiong tidak bergerak lagi, katanya sambil tertawa hambar: "Kau dikalahkan secara tak memuaskan bukan? Karena kungfu yang kugunakan bukan kungfu asli? Terus terang kuberi tahu, kalau menggunakan kungfu asli berarti itu bukan suatu kepandaian, selamanya aku tak pernah berkelahi dengan menggunakan kungfu asli." Saking mendongkolnya, hampir saja semut putih muntah darah. Ong-Tiong memang seperti tak berilmu sama sekali, semua keberhasilannya seakan-akan berhasil diraih dengan mengandalkan kecerdikan otak. Koleksi Kang Zusi Tapi, seandainya ia tidak memiliki kepandaian yang luar biasa, bagaimana mungkin bisa memiliki otak yang begitu cerdas? Kenapa pula ia bisa menggunakan waktu secara tepat? Serangannya kenapa pula begitu mantap dan kuat? Ini menandakan bukan kungfunya saja yang hebat, otaknya juga sangat hebat. Yaa, Ong-Tiong memang jarang bergerak, sekali bergerak kehebatannya betul-betul luar biasa. Sementara itu, si semut emas sudah tak mampu bernapas lancar karena desakan-desakan serta kurungan angin pukulan Kwik-Tay-lok. Sebaliknya Yan-Jit sedang bermain petak. Meskipun perawakan Semut perak lebih besar, namun kungfu yang dipelajari adalah kepandaian keras, dengan kepandaian yang bersifat keras, berarti gerak geriknya sudah amat lamban. Semakin cepat Yan Jit berputar-putar, semakin lamban gerakan tubuhnya. Tiba-tiba Yan Jit melepaskan topinya dan dikenakan di atas kepalanya, dengan topi yang besar dan kepala yang kecil, serta merta seluruh kepalanya tertutup dibalik topi, apapun tidak terlihat olehnya. Menggunakan kesempatan itu Yan Jit, menggaet kakinya membuat semut perak itu jatuh tertelungkup. "Criing...!" ternyata ia menggunakan pakaian berlapis perak yang berat dan kuat, jangan harap tubuhnya bisa merangkak bangun lagi setelah tertangkap di tanah. . Dia ingin melepaskan topi di atas kepalanya, tapi suatu benda yang berat segera menindih diatasnya, Ternyata pantat Yan Jit telah duduk di atas kepalanya. "Bangku ini lumayan juga" gumamnya sambil cekikikan, "sayang terlalu kecilan sedikit!" Bagaimana dengan si Semut emas ? Sedari tadi ia memang sudah susah bernapas, makin gelisah dia, udara makin mengganjal perutnya, lama kelamaan tanpa Kwik Tay-lok mesti turun tangan sendiri, ia sudah roboh tak sadarkan diri dengan mulut berbuih. Melihat itu, Kwik Tay-lok segera menghela napas, katanya: "Waaah... rupanya orang ini mengidap penyakit ayan, kalau begitu aku telah salah mencari sasaran" "Sedari tadi aku toh sudah bilang, si Semut putih untukmu, kenapa kau tak mau menurut?" 0ng Tiong menimpali. Kwik Tay-lok segera tertawa. "Kau mengucapkan kata-katamu, aku mencari sasaranku, kalau si Semut putih tidak mengejar diriku, mana aku bisa menyusulnya? Kalau ia bersikeras mencarimu, masa aku musti ngotot melulu? Yaaa, apa boleh buat? Terpaksa aku musti mencari Semut emas. Tapi bagaimanapun juga, kepalanku memang lebih besar dari padanya, otomatis tenagaku lebih besar darinya, bicara soal tenaga, hitam di atas putih aku pasti yang bakal menang!" Koleksi Kang Zusi "Aaai.... tak kusangka kalau kau pandai juga mencari untung" gumam Ong Liong sambil menghela napas. "Aku juga tidak menyangka kalau selimut itu masih ada kegunaan yang begini besar, kalau lain kali ada orang ingin belajar ilmu menyambut senjata rahasia, pasti akan kuanjurkan untuk makan ayam goreng dulu di atas ranjang" "Jangan makan ayam goreng, suruh makan itik panggang saja, sebab minyak itik lebih tebal" Tiba-tiba Yan Jit menghela napas panjang katanya pula: "Akupun tidak menyangka bila berjumpa dengan dua orang manusia macam kalian, mungkin nasib sialku sudah makin mendekati akhir." "Mungkin itu disebabkan kau adalah betul-betul makhluk aneh, bukan si raja pengibul" kata Kwi Tay-lok sambil tertawa. "Oooh, jadi kalian bersedia membantuku, lantaran aku berbicara sejujurnya?" "Bukan, karena kau bisa minum arak sambil berjungkir balik!" Kwik Tay-lok membenarkan. Yan Jit segera tertawa. "Coba kalau tidak melihat kau minum arak sambil berjungkir balik, masa aku bakal mengucapkan kata-kata seperti itu?" Tiba-tiba ia menghela napas, terusnya: "Padahal masih ada sepatah kata ingin kuucapkan, cuma aku tak tahu sepantasnya ku utarakan atau tidak." "Apakah kau ingin berterima kasih kepadaku?" tanya Ong Tiong. Yan Jit kembali menghela napas: "Yaa, atas bantuan semacam ini, aku tak tahu bagaimana musti menyatakan rasa terima kasihku?" "Jika kau serius ingin berterima kasih kepada kami, ada satu hal bisa kau lakukan" kata Ong Tiong. "Apa yang musti kulakukan?" Gotong aku kembali ke atas ranjang, aku sudah malas untuk bergerak lagi!" * * * Di dalam pandangan siapapun perkampungan Hok-kui-san-ceng bukan suatu tempat yang menarik, hakekatnya semacam barang yang bisa meninggalkan kesanpun tak punya. Anehnya, ternyata sikap Yan Jit seperti Kwik Tay-lok, setelah tiba di sana ia enggan untuk pergi lagi. Hal ini bukan dikarenakan mereka sudah tiada tempat lain yang bisa di datangi lagi, melainkan . . . . . ." Melainkan kenapa? Bahkan mereka sendiripun tidak jelas. Koleksi Kang Zusi Ada sementara orang yang diantara mereka seakan-akan mempunyai suatu kekuatan daya tarik menarik yang aneh, bagaikan besi yang bertemu dengan besi sembrani, bila kedua belah pihak saling bertemu, maka masing-masing pihak akan segera terhisap oleh yang lain. Manusia-manusia semacam ini merasa cukup gembira asal bisa berkumpul, biar tidur di lantai, biar lapar dua malam, bahkan sekalipun dunia bakal rontokpun mereka tak ambil perduli, seakanakan berlaku prinsip dihati masing-masing bahwa makan tidak makan pokoknya kumpul. Agaknya di dunia ini tinggal beberapa macam persoalan yang membuat mereka tak tahan, salah satu diantaranya adalah air mata. Air mata perempuan, terutama air mata seorang perempuan kerdil yang tinggi badannya tak sampai empat jengkal. Betul si Semut merah kerdil, tapi air matanya tidak kepalang tanggung banyaknya. Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasa bahwa sedikit banyaknya air mata perempuan, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan tinggi besarnya badan, semakin ceking tubuh seorang perempuan, kadang kala air matanya justru semakin banyak. Di dalam banyak hal, perempuan juga memiliki ciri khas seperti itu. Seperti misalnya semakin gemuk seorang perempuan makannya justru makin sedikit, makin jelek wajahnya makin banyak tingkahnya, makin tua orangnya makin tebal rupanya dan, makin banyak baju yang dimiliki makin tipis yang dikenakan. "Aaai.... perempuan memang sejenis makhluk yang sangat aneh !" Kwik Tay-lok menghela napas panjang, tangisan si semut merah yang terus menerus membuat ia hampir tak tahan. Terpaksa dia hendak angkat kaki. Tapi Yan Jit tidak membiarkan ia pergi. Waktu itu Ong Tiong telah berbaring kembali, tidur sambil mendengkur, sekali ia sudah tertidur maka sekalipun ada orang mampus disisinya, ia juga tak ambil perduli. Yan Jit menarik tangan Kwik Tay-lok dan mencegahnya pergi, ia berkata lirih: "Kalau kau pergi, bagaimana dengan ke empat orang ini ?" "Toh kau yang mencari kesulitan sendiri, bukan aku !" jawab Kwik Tay-lok segera. "Tapi kalau kalian tidak membantuku, mana mungkin aku bisa menangkap mereka, kalau mereka tidak kutangkap, mana mungkin aku bisa menghadapi kesulitan seperti ini ?" Kwik Tay-lok menjadi tertegun. Yan Jit kuatir penjelasannya kurang dimengerti pemuda itu, ia kembali berkata: "Bila kalian tak membantuku, aku bakal ditangkap mereka, paling banter juga mati sekali lagi, tapi tiada kesulitan apapun. Tapi sekarang aku tak dapat membunuh mereka, tidak pula melepaskan mereka, coba katakan, apa yang bisa kulakukan ?" Koleksi Kang Zusi Semakin jelas ia berbicara, semakin bingung Kwik Tay-lok dibuatnya. Tiba-tiba Ong Tiong menongolkan kepalanya dari balik selimut, katanya sambil tertawa: "Aku punya akal bagus !" "Oooh, kenapa tidak kau katakan sedari tadi ?" kata Yan Jit sambil menghela napas. "Kau enggan membunuh mereka bukan, tapi enggan pula melepaskan mereka, lebih baik biarkan saja mereka tinggal di sini, kita pelihara mereka sepanjang masa." "Betul, betul, ini memang ide yang bagus", saru Kwik Tay-lok segera sambil berkeplok tangan dan tertawa terbahak-bahak, "bagaimanapun juga, mereka toh kerdil dan kecil, pasti tidak banyak yang mereka makan." Si Semut merah segera berhenti menangis, katanya: "Yaa, memang sedikit yang kumakan, setiap hari aku cuma makan dua butir mutiara yang ditumbuk menjadi bubuk, ditambah sedikit ikan laut dan beberapa tetes madu, kalau tak ada madu, Ha-an-kwa juga boleh !" Yan Jit berdiri di situ dengan wajah tanpa emosi sedikitpun juga, gumamnya seorang diri: "Bubuk mutiara sebagai nasi? Ikan segar, madu ? Itu mah tidak susah !" Tiba-tiba ia membalikkan badan dan pergi dari situ. "Hey, mau kemana kau ?" tegur Kwik Tay-lok. "Mencari peti mati yang dibawa si Semut dan berbaring didalamnya, lalu mencari orang untuk menguburnya ke dalam tanah, aku rasa tindakanku ini paling tidak jauh lebih gampang daripada harus mencari mutiara dan madu setiap hari" "Waah, kalau begitu demi menyelamatkan jiwamu, terpaksa aku musti melepaskan mereka pergi" kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas, "paling tidak cara ini jauh lebih gampang dari pada mencari seorang lain yang bisa minum arak sambil berjungkir balik." Dimulut dia berbicara, tangannya telah bekerja untuk membebaskan jalan darah dari semutsemut itu. Sewaktu datang mereka datang cepat, sewaktu pergi merekapun pergi dengan tak kalah cepatnya. Setelah bayangan tubuh mereka lenyap dari pandangan ketiga orang itu baru sama-sama berpaling dan saling berpandangan. "Bukankah sedari tadi sudah berhasrat untuk melepaskan mereka pergi?" kata Kwik Tay-lok kemudian. "O, ya ?" "Tapi, kau kurang enak untuk mengutarakannya kepada kami, sebab kami berdua juga ikut keluar tenaga, bila mereka melepaskan dengan begitu saja, kau takut kami tidak puas bukan? Padahal....." "Padahal sedari tadi kau sendiripun sudah berhasrat untuk melepaskan mereka?" sambung Yan Jit cepat. Koleksi Kang Zusi Ketiga orang itu kembali saling berpandangan, lalu bersama tertawa tergelak. "Kelihatannya melepaskan orang bukan cuma lebih gampang daripada membunuh orang, bahkan jauh lebih gampang daripada membunuh orang, bahkan jauh lebih menggembirakan" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Benar, bila kita membunuh mereka, sekarang hati kita tak akan seriang ini !" "Tapi kalau kita telah melepaskan mereka, dan mereka mencelakai orang lagi, itu baru suatu kejadian yang tidak menyenangkan!" Ong Tiong menyambung. Kwik Tay-lok menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya dengan suara lantang: "Tidak mungkin, aku lihat mereka bukan orang yang terlalu jahat. Sekalipun dimasa lalu pernah berbuat kurang baik, di kemudian hari pasti mereka dapat berubah sifat jahatnya itu!" Tiba-tiba ia mengedipkan matanya, lalu sambil merendahkan suaranya berbisik: "Sekalipun mereka betul-betul jahat, setelah mendengar perkataanku ini bagaimanapun tentu akan tak enak hati untuk berbuat jahat lagi" "Kau kira mereka bisa mendengarkan perkataanmu itu?" Yan Jit. "Tentu saja mendengar" kata Ong Tiong, "ia berteriak begitu keras, orang tuli yang berada sepuluh li dari sini pun bisa terdengar suaranya, apalagi telinganya belum tuli!" "Betul" kata Kwik Toy-lok sambil tertawa, "teriakanku memang selamanya nyaring, dulu malah ada orang yang mengatakan aku punya suara emas, nanti kalau hatiku lagi senang pasti akan kubawakan dua buah lagu yang merdu untuk kalian dengar." Ong Tiong segera menghela napas panjang, katanya: "Andaikata kau ingin menyanyi, lebih baik tunggu sampai aku tertidur lebih dulu?" Sambil masukkan kepalanya ke balik selimut, ia menambahkan: "Asal aku sudah tertidur, sekalipun kau menjerit sampai rumah ini ikut bergetar, aku juga tak akan mendusin !" Mereka memang merupakan manusia-manusia seperti itu, cara kerja mereka memang selalu istimewa. Ada kalanya cara kerja mereka betul, ada kalanya merekapun bisa salah melakukan pekerjaan. Tapi, bagaimanapun juga perbuatan mereka tak pernah membawa anyir darah, tak pernah memuakkan orang. Perbuatan yang mereka lakukan, bukan cuma membuat diri sendiri gembira, orang lain pun ikut merasa gembira. Dalam satu bulan, Yan Jit pasti akan ngeloyor pergi sampai dua tiga kali, siapapun tak tahu kemana ia pergi, lebih-lebih tak tahu apa yang telah dilakukan olehnya. Tapi, setiap pulang dari berpergian, ia selalu pulang dengan membawa satu dua macam barang yang aneh-aneh. Koleksi Kang Zusi Kadangkala dia pulang membawa sepasang sepatu baru, atau sapu tangan bersulam bunga, kadangkala juga membawa Ang-sio-bak atau arak beras ketan. Malah kadangkala ia membawa pulang seekor kucing, seekor burung gereja, atau beberapa ekor ikan hidup. Tapi, bagaimanapun juga, tak sebuahpun yang bisa menangkap keanehan dari barang yang dia bawa pulang kali ini. Ternyata kali ini dia pulang membawa seorang manusia. Orang itu bernama Lim Tay-peng, tapi semenjak kedatangannya, tak seorangpun diantara mereka bisa hidup dengan Tay-peng (aman). Ada sementara orang gemar dengan musim dingin, karena dimusim dingin mereka dapat menikmati putihnya salju, menikmati indahnya bunga bwe (sakura), bisa bersantap Hwee-lo yang panas, bersembunyi dibalik selimut yang tebal sambil membaca buku porno, atau tidur dengan nyenyak. Perbuatan-perbuatan semacam ini tak mungkin bisa dinikmati di musim panas yang gerah. Orang yang suka dengan musim dingin tentu saja bukan orang-orang miskin, musim dingin adalah musim yang paling menyiksa bagi orang miskin, setiap orang miskin selalu berharap musim salju datang lebih lambat, atau paling baik kalau tak akan datang untuk selamanya. Sayang musim dingin bagi orang miskin selalu datangnya kelewat awal... Salju yang melapisi permukaan halaman perkampungan Hok-kui-san-ceng sama putihnya dengan tempat lain, bahkan ada pula beberapa batang pohon bwe yang tumbuh dengan indahnya di sana. Tapi, jika pakaian yang dikenakan seseorang masih berisi bakmi semangkuk yang dimakan semalam, maka satu-satunya hal yang sedang menarik hatinya pada saat ini adalah makanan yang bisa mengganjal perut, bukan salju yang putih atau bunga bwe yang indah. Dengan termangu-mangu Kwik Tay-lok mengawasi bunga bwe dan salju yang putih didalam halaman, lalu bergumam: "Kalau bunga bwe ini bisa berubah menjadi lombok, tentu lebih bagus lagi!" "Apakah yang bagus?" kata Ong Tiong. "Coba kau lihat, salju yang melapisi permukaan tanah bukankah mirip tepung beras? Kalau diberi beberapa batang lombok merah, tentu bisa dibuat semangkuk bubur pedas yang hangat." Ong Tiong segera menghela napas, katanya: "Kau betul-betul seorang yang tak tahu seni, andaikata Lim Hu mendengarkan perkataanmu itu, dia tentu akan mati karena mendongkol!" . "Siapakah Lim Hu itu?" "Masa Lim Hu pun tak pernah kau dengar" Koleksi Kang Zusi "Aku cuma pernah mendengar ada Bak-Hu (daging kering) misalnya daging babi kering (Tibak- hu) daging sapi kering (Gou-bak-hu) serta daging menjangan kering (Lu-bak-hu), kalau dibuat teman arak tentu lezat sekali" "Lim Hu adalah Lim Kun-hu, atau Lim Ho cing, dia adalah seorang seniman dari ahala Song yang tinggal dibukit Hu-san di telaga See ou, konon selama dua puluh tahun tak pernah turun gunung barang selangkahpun, kecuali menanam bunga bwe dan memelihara burung bangau, pekerjaan apapun tak pernah ia lakukan sehingga ia dikenal orang beristri bunga bwe beranak bangau, syair ciptaannya tersohor sampai dimana-mana!" "Oooh, kalau begitu, Lim sianseng ini adalah seorang seniman yang luar biasa!" kata Kwik Tay-lok cepat. "Yaa, dia memang seorang seniman yang luar biasa !" "Tapi seandainya ia lagi kelaparan seperti aku sekarang, mungkinkah masih disebut luar biasa?" Ong Tiong berpikir sebentar, tiba-tiba katanya sambil tertawa: "Setelah berada dalam keadaan begini, aku pikir besar kemungkinan kau lebih berseni darinya" Kwik Tay-lok ikut tertawa tergelak. Tiba-tiba ia merasakan, dikala seorang sedang kelaparan ataupun kedinginan, bila tertawa maka tubuhnya akan terasa jauh lebih nyaman. Pada saat itulah, tiba-tiba Ong Tiong melompat bangun dari ranjangnya, kemudian berteriak: "Teringat akan Lim Ho-cing, aku menjadi teringat pula akan suatu hal !". Bila Ong Tiong yang malas bisa sampai melompat bangun, tak bisa disangsikan lagi masalahnya tentu luar biasa. Tak tahan Kwik Tay-lok lantas bertanya: "Apa yang kau ingat? Apakah ingin mempersunting bunga Bwe sebagai binimu?" "Bukan bini yang kumaksudkan, arak . . " "Arak?" bisik Kwik Tay-lok dengan mata terbelalak, "dari mana datangnya arak ?" "Dibawah pohon bunga bwe itu !" Kwik Tay-lok sagera tertawa getir. "Menganggap bunga bwe sebagai bini sudah cukup gila, tak nyana kau lebih gila lagi" Namun di bawah pohon bwe itu benar-benar tertanam seguci arak. "Arak ini kupendam pada belasan tahun berselang" tutur Ong Tiong, "waktu itu kebetulan aku sedang mendengarkan cerita tentang Lim Ho-cing, aku ikut jatuh cinta kepada bunga Bwe, maka kupendam seguci arak dibawah pohon bwe agar ikut kecipratan bau harum bunga bwe." Dimanapun kau tanam bila sudah belasan tahun lamanya, arak tentu harum baunya. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok segera menghancurkan penutup yang menyegel guci itu, lalu sambil pejamkan mata dan menarik napas panjang, katanya seraya menghela napas: "Ehmm... bukan wangi saja, baunya bahkan seperti bau dewa!" "Nah, makanya kau musti berterima kasih kepada Lim sianseng" kata Ong Tiong sambil tertawa, "coba kalau bukan lantaran dia, tak nanti ku pendam seguci arak di situ, kalau bukan lantaran dia, akupun lupa kalau ada seguci arak telah kupendam disana." Kwik Tay-lok tak ada waktu untuk berbicara lagi, dimana arak untuk diminum, mulutnya selalu repot dan tak mampu melakukan pekerjaan lainnya. Ia sudah mengangkat guci arak itu siap diminum. "Heeh.... heeh... nanti dulu!" Ong Tiong menarik tangannya. "Harus menunggu apa lagi?" "Yan Jit sudah pergi selama dua hari, kalau dihitung-hitung ia sudah hampir pulang, paling tidak kita harus menunggu sampai kedatangannya...." "Harus menunggu berapa lama? Ketika ia pulang nanti, siapa tahu kita sudah mampus kedinginan." Ternyata mereka tak usah menunggu terlalu lama. Suara Yan Jit telah kedengaran dari luar tembok rumah: "Kalau kalian mau mampus, lebih baik cepat-cepat mampus, jadi seguci arak itu bisa kunikmati seorang diri." Sambil tertawa Ong Tiong segera berkata: "Agaknya orang ini bukan telinganya saja yang panjang, hidungnyapun juga panjang, aku sedari tadi sudah tahu, asal mendengus bau harumnya arak, ia pasti bisa cepat cepat pulang." Kwik Tay-lok ikut tertawa, sambungnya: "Entah si hidung panjang ini membawa apa buat kita minum arak?" "Teman arak sih tidak kubawa, tapi teman minum arak mah ada satu!" Lim Tay-peng memang seorang yang pandai minum arak. Siapapun yang pernah bertemu dengannya, tak akan percaya kalau ia bisa minum arak sebanyak itu. Ketika untuk pertama kalinya Kwik Tay-lok melihat orang itu, ia lebih tak percaya lagi. Lim Tay-peng adalah seorang yang berwajah bagus, lemah lembut dan mempersona hati. Kalau dibilang Yan Jit mirip seorang gadis, maka dia hakekatnya seperti seorang gadis yang menyaru seperti pria. Bibirnya kecil sekali, sekalipun diibaratkan bibir yang kecil mungil juga tidak keterlaluan. Ketika Kwik Tay-lok melihat untuk pertama kalinya, bibir yang mungil itu terkatup rapat, warna bibirnya hijau pucat, dia harus menggunakan tenaga yang besar baru bisa membuka mulutnya serta meloloh secawan arak ke dalam perutnya. Ia sudah kedinginan setengah hari, iapun kelaparan hingga tinggal segulung napas yang lirih. Koleksi Kang Zusi Mimpipun Kwik Tay-lok tidak mengira kalau didunia masih terdapat orang yang lebih kedinginan, lebih kelaparan daripadanya, sambil tertawa getir ujarnya: "Darimana kau dapatkan manusia ini ?" "Di tengah jalan !" jawab Yan Jit. Kwik Tay-lok kembali menghela napas, gumamnya: "Pertama kali kau membawa pulang seekor kucing dari tengah jalan, kedua kalinya membawa pulang seekor anjing, sekarang membawa pulang seorang manusia, Waah, kalau, begini terusmenerus, bisa jadi lain kau akan membawa pulang seekor kingkong." "Yaa, lebih baik lagi kalau kingkong itu kingkong betina, jadi bisa dijodohkan dengan kau" seru Ong Tiong sambil tertawa. Kwik Tay-lok tidak marah, malah sambil tertawa terkekeh sambungnya pula: "Lebih celaka lagi kalau dia membawa monyet betina. Bukankah aku musti memanggil enso Ong kepadanya?" Perawakan tubuhnya tinggi besar, paling tidak lebih tinggi satu kepala dibandingkan Ong Tiong, selamanya hal ini merupakan kebanggaan baginya. Jika ada orang menggodanya dengan hal tersebut, bukan saja dia tidak marah, bahkan malah agak bangga. Ia selalu beranggapan, perawakan semacam ini barulah merupakan perawakan yang ideal bagi seorang lelaki sejati. Yan Jit telah mendapatkan sebuah mangkuk gumpil, dengan mangkuk itu dia penuhi separuh cawan arak, lalu melolohnya ke dalam mulut Lim Tay-peng. Setelah diloloh dua mangkuk, paras mukanya yang pucat pias pelan-pelan baru nampak berwarna merah, tapi matanya masih terpejam, ketika sisa arak dimulut telah ditelan, ia baru berkata: "Ehm... sedaap ! Inilah arak Tiok-yap-cing yang telah berusia tiga puluh tahun" Itulah kata-kata pertama dari Lim Tay peng. Ong Tiong tertawa, Kwik Tay-lok juga tertawa, dengan dasar ucapan tersebut, mereka telah menganggap Lim Tay-peng sebagai sahabatnya. "Tak kusangka sahabat inipun seorang ahli dalam minum arak" kata Kwik Tay lok sambil tertawa. Pelan-pelan Lim Tay-peng membuka matanya, ketika melihat mangkuk gumpil di tangan Yan Jit, ia segera mengerutkan dahinya, lalu berseru: "Kalian minum arak dengan menggunakan mangkuk itu?" Nada suaranya seperti ia melihat ada orang makan nasi dengan hidung, memegang sumpit dengan kaki, Kalau tidak dengan mangkuk, lantas harus diminum dengan apa?" Koleksi Kang Zusi "Kalau ingin minum Tiok-yap-cing harus minum dengan cawan kemala hijau, kalau minum dengan mangkuk semacam itu, sama halnya dengan membuang percuma seguci arak bagus" "Aku lihat kau gunakan saja apa adanya" ujar Kwik Tay-lok lagi sambil tertawa, "asal kau pejamkan mata, mau pakai mangkuk gumpil atau cawan kemala toh sama saja!" Lim Tay-peng berpikir sebentar, kemudian menjawab: "Benar juga perkataan itu, tapi aku lebih suka minum langsung dari gucinya." Guci arak itu berada dihadapannya, ia betul-betul mengambilnya dan meneguk langsung dari guci. Kwik Tay-lok mengawasinya dari samping dengan mata terbelalak, mulut melongo. Ketika separuh guci arak itu sudah masuk perut, Lim Tay-peng baru menyeka mulutnya sambil berkata: "Arak bagus, arak bagus, tapi mana sayurnya....? Masa kalian minum arak tanpa ditemani sayur atau masakan lain?" "Nah, itu menandakan kalau kau kurang mengerti soal seni minum arak" kata Kwik Tay lok tertawa, "orang yang benar-benar minum arak hanya akan minum arak, tak perlu makan sayur atau masakan yang lain." Lim Tay-peng berpikir sejenak, kemudian sahutnya: "Ehm, betul juga perkataan itu!" Kembali ia mengangkat guci arak dan meneguk habis sisa setengah guci arak yang masih ada. Bila seguci arak telah dipendam selama belasan tahun, selain araknya akan bertambah keras, biasanya isi arak itu tinggal separuh guci, tapi keras alkoholnya dua kali lipat dari keadaan biasa. Namun paras muka Lim Tay-peng tetap tenang, seolah-olah tidak terpengaruh sama sekali, malah katanya: "Masih adakah arak semacam ini?" Kwik Tay-lok segera tertawa getir, sahutnya: "Maaf, arak itu bukan cuma seluruh rangsum kami bertiga hari ini, arak itupun merupakan seluruh harta yang kami miliki." Lim Tay-peng tertegun, kemudian bertanya: "Apakah kalian hanya minum arak, tak pernah makan nasi?" "Jarang sekali!" Mendengar itu Lim Tay-peng menghela napas panjang: "Aaai... kalau begitu kalian benar-benar setan arak, ketahuilah minum arak melulu hanya merusak perut, sedikit banyak kalian musti makan nasi sedikit." Tiba-tiba ia menggeliat, lalu sambil memandang sekeliling tempat itu tanyanya: Koleksi Kang Zusi "Biasanya kalian tidur diatas ranjang itu." "Ehmm!" Ong Tiong mengiakan. "Masa ranjang itu bisa ditiduri?" "Paling tidak lebih nyaman daripada tidur ditepi jalan!" Lim Tay-peng kembali berpikir setengah harian lamanya, kemudian sambil tertawa ia berkata: "Masuk diakal juga perkataanmu itu, agaknya semua perkataan kalian sangat masuk diakal, tampaknya aku memang pantas untuk bersahabat dengan kalian!" "Terima kasih, terima kasih, tak usah sungkan-sungkan, tak usah sungkan-sungkan!" "Tapi sekarang aku ingin tidur, sewaktu tidur aku paling tak suka kalau dibangunkan orang, lebih baik kalian bermain-main dulu diluar!" Setelah menguap ia berbaring diatas ranjang, kemudian tak selang beberapa saat tertidur pulas. Kwik Tay-lok mengawasi Ong Tiong sekejap, lalu katanya sambil tertawa getir. "Tampaknya ia bukan cuma lebih baik dalam soal arak, kepandaiannya untuk tidurpun jauh lebih hebat dari padamu!" Yan Jit memandang sekejap guci yang telah kosong lalu tertegun setengah harian, setelah itu gumamnya: "Yang kubawa pulang sebetulnya manusia? Atau seekor kuda?" "Sekalipun kuda, tak mungkin akan minum arak sebanyak itu" sambung Kwik Tay-lok sambil menghela napas. "Kenapa kau tidak menyuruh ia minum rada sedikit ?" "Sebab meskipun aku miskin, paling tidak aku bukan seorang yang pelit !" "Aku merasa orang ini sangat menarik hati" tiba-tiba Ong Tiong berkata. "Benar!" "Selembar nyawa ditolong olehmu, ia menghabiskan pula ransum kita untuk hari ini, lalu mengangkangi pula satu-satunya pembaringan yang ada disini. Tapi bukan saja ia tidak berterima kasih kepada kita, malahan tanpa basa-basi menyatakan hendak bersahabat dengan kita, ia sangat memberi muka kepada kita bertiga." Setelah tertawa, terusnya: "Coba katakan, kita harus pergi kemana untuk menemukan manusia kedua macam dia?" Sebab itulah, Lim Tay-peng juga tinggal disana. Koleksi Kang Zusi Oleh sebab itu, jika kau menyinggung soal perkampungan Hok-kui-san-ceng dalam dunia persilatan, maka yang dimaksudkan bukan suatu gedung dekat tanah pekuburan, sebuah rumah tanpa asap dapur atau sebuah rumah kosong yang kadangkala cahaya lampu pun tak nampak. Bila kau singgung soal Hok-kui-sen-ceng, orang persilatan akan mengerti bahwa yang kau maksudkan adalah suatu kelompok manusia yang aneh, sebuah gedung besar dengan empat penghuni yang eksentrik. Dalam hubungan diantara teman, mereka seperti mempunyai suatu perjanjian yang tak tertulis, yaitu diantara mereka tak pernah saling menanyakan kejadian di masa lalu, merekapun tak pernah membicarakan masa lalu kepada yang lain. Tapi malam setelah Yan Jit membawa datang Lim Tay-peng, Kwik Tay-lok telah melanggar peraturan tersebut. Malam itu, salju sudah mulai mencair. Lim Tay-peng masih tertidur nyenyak, tentu saja Ong Tiong tidak mau menunjukkan kelemahannya, terpaksa Kwik Tay-lok mengajak Yan Jit untuk turun gunung "berburu" Yang dimaksudkan berburu disini adalah mencari kesempatan untuk mencari uang. Ternyata tiada kesempatan. Saat-saat dimana salju mencair ternyata jauh lebih dingin dari pada sewaktu turun salju, setelah kenyang naik tempat tidur adalah cara yang paling pintar untuk menghadapi hawa dingin, ditengah jalan hampir tiada manusia yang berlalu lalang. Keadaan Kwik Tay-lok dan Yan Jit waktu itu seperti dua ekor kelinci liar yang tersesat, dengan langkah yang gontai mereka berjalan diantara tanah berlumpur yang kotor. Sepanjang jalan, Kwik Tay-lok mengawasi terus sepatu yang dikenakan Yan Jit. . Sampai akhirnya, ia merasa tak tahan untuk menunggu lebih jauh, tiba-tiba tegurnya: "Sepatumu sudah beralas baru ?" "Ehmm !" "Aku tak pernah bertanya kepadamu kenapa sepasang sol sepatumu bisa laku ribuan tahil perak bukan ?" "Benar !" "Akupun tak pernah bertanya padamu kenapa pernah mati sebanyak tujuh kali bukan?" "Kau memangnya tak pernah bertanya." "Bila aku bertanya, bersediakah kau untuk menjelaskan?" tanya Kwik Tay-lok penuh harapan. "Mungkin bersedia.... tapi aku tahu, kau tak akan bertanya kepadaku karena akupun tak pernah bertanya apa-apa padamu." Kwik Tay-lok menarik muka sekuat tenaga ia menggigit bibir sendiri untuk menahan diri. Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba Yan Jit berkata pula: "Menurut pendapatmu, Lim Tay-peng adalah seorang manusia macam apa?" "Aku tidak tahu, akupun tak ingin tahu" jawab Kwik Tay-lok sambil menarik muka. Melihat itu, Yin Jit segera tertawa. "Tentu saja aku tak bakal bertanya kepadanya, tapi menduga-duga sendirikan tidak mengapa." "Aku malas untuk menduga." Yan Jit segera menghela napas. "Tapi aku berhasil menduga sedikit tentang dirinya, mungkin dikala seseorang sedang kelaparan, tak urung akan timbul juga berbagai macam pikiran" Kwik Tay-lok membungkam setengah harian lamanya, tapi lama kelamaan dia tak tahan juga, tanyanya: "Apa yang berhasil kau duga?" "Aku tebak dia pasti keturunan seorang yang kaya raya, oleh sebab itu lagaknya baru begitu besar." "Kalau dia memang anak orang kaya, kenapa bisa setengah mati ditengah jalan karena kelaparan?" "Mungkin disebabkan suatu masalah, terpaksa ia harus kabur dari rumah. Pakaiannya sangat tipis, ini menandakan kalau dia datang dari tempat yang hangat. Dalam sakunya, ia tidak membawa apa-apa, ini menandakan sewaktu pergi ia amat tergesa-gesa, kemungkinan besar ia keluar rumah karena harus melarikan diri." "Tak kusangka kau begitu teliti." Yan Jit tertawa, kembali ujarnya : "Bila seseorang harus menahan lapar dalam cuaca begini dingin, dia pasti tak akan tahan terlalu lama." "Yaa, paling banter juga hanya dua-tiga hari" Kwik Tay-lok mengangguk sambil menghela napas. "Kalau kau saja cuma bertahan tiga hari, dia paling banter cuma bisa bertahan sehari setengah." "Betul" Kwik Tay-lok kembali tertawa, "aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini, sedang dia adalah seorang toa-sauya yang sudah terbiasa dimanja oleh keadaan." "Dalam cuaca begini dingin, dalam sehari setengah tak mungkin orang bisa melakukan perjalanan terlalu jauh" "Maksudmu, dia datang dari sekitar wilayah ini?" "Ehmm!" "Apakah disekitar tempat ini terdapat keluarga-keluarga kaya?" Koleksi Kang Zusi "Tidak berapa banyak, keluarga persilatan lebih sedikit lagi." "Kenapa harus dari keluarga persilatan? Apakah manusia yang lemah lembut semacam dia juga pandai bersilat?" "Bukan cuma pandai bersilat, bahkan kungfunya tidak termasuk lemah!" "Dari mana kau bisa tahu?" "Aku dapat melihatnya sendiri!" Tidak menunggu Kwik Tay-lok bertanya lagi, ia menyambung lebih jauh: "Menurut apa yang kuketahui, keluarga persilatan yang tinggal disekitar tempat ini cuma ada dua." "Apakah diantara mereka ada yang she Lim ?" "Kedua keluarga itu sama-sama tidak she Lim, Lim Tay-peng belum tentu she Lim, kalau dia memang berniat melarikan diri, masa nama aslinya yang akan diberitahukan kepada orang?" "Dua keluarga yang manakah yang kau ketahui ?". "Yang satu dari keluarga Him, kepala kampungnya bernama Tho-li-boan-thian-hee (nama harum diseluruh bumi) Him Sut-jin, dia adalah seorang jagoan yang lihay, meskipun nama harumnya sampai dimana-mana sayang hidupnya sebatang kara, bukan saja tiada keluarga, anak binipun tak punya." "Sedang yang lain." "Masih ada lagi dari keluarga Bwee, meskipun ia mempunyai seorang putra dan putri, tapi putranya "Sik-jin" (manusia batu) Bwe Ji-ka sudah lama termashur dalam dunia persilatan, usianya jauh lebih tua dari Lim Tay peng." "Kenapa ia disebut orang sebagai Sik-jin (manusia batu)?" "Konon kungfu aliran keluarganya sangat istimewa, senjata tajam maupun senjata rahasianya terbuat dari batu maka ayahnya di sebut Sik-sin (dewa batu) sedang dia sendiri bernama Sik-jin (manusia batu)." Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa, sambungnya, "Kalau dia beranak besok, mau dinamakan apa? Mungkin tidak dinamakan Sik-kau (anjing batu)?" Tempat ini adalah sebuah kota kecil diatas bukit yang sepi dan terpencil, jalanan dalam kota amat sempit, lagipula agak berliku-liku. Bangunan rumah di kedua belah sisi jalan sangat bersahaja. Walaupun sekarang belum mendekati tengah malam, tapi kebanyakan lentera dalam rumah telah padam, para pedagang pun kebanyakan sudah menutup toko dan naik tempat tidur. Sekalipun ada satu dua rumah masih bersinar lentera, namun sinar tersebut redup sekali. Kwik Tay-lok menghela napas panjang, keluhnya: Koleksi Kang Zusi "Tempat ini benar-benar merupakan tempat yang miskin, bila terlalu lama orang mengendon disini, bukan saja makin lama semakin miskin, makin lama orang juga bisa semakin malas" "Kau keliru, aku justru suka dengan semacam ini" "O, ya . . . ?" "Entah kemanapun aku pergi, hatiku selalu merasa tegang, hanya disini aku merasa begini bebas, begitu merdeka tanpa dibebani oleh syak wasangka . . ." "Yaa, karena orang-orang disini sedemikian miskinnya sampai untuk mengurusi diri sendiripun tak mampu, oleh sebab itu mereka tak punya waktu untuk mencampuri urusan orang lain." "Kau lagi-lagi keliru besar, jangan kau anggap orang-orang disini miskin semua" "Kalau dibandingkan kita mah mereka tidak miskin" ujar Kwik Tay-loh sambil tertawa. "Kau melihat orang-orang disini pada miskin, karena mereka tak mau memamerkan kekayaan sendiri" tukas Yan Jit, "misalnya saja tauke pegadaian yang menjadi langganan Ong Tiong, dia bukan saja tidak miskin, jelas memiliki asal usul yang luar biasa." "Asal usul apa? Menurut pendapatku, dulunya kalau dia bukan seorang perampok kenamaan tentu seorang jago persilatan yang tersohor. Entah karena menghindari pennbalasan dendam, entah sudah jemu dengan kehidupan dunia persilatan, maka ia pindah kesini untuk hidup tenteram sebagai seorang rakyat biasa." Setelah berhenti sejenak, terusnya: "Manusia semacam ini masih banyak ditempat ini, misalnya kalau aku sudah pensiun nanti, aku pun akan pindah kemari. Jadi kalau begitu, tempat ini adalah sarang naga gua harimau?" "Tepat sekali" "Kenapa aku tidak merasakan?" "Bila seseorang pernah mati tujuh kali, otomatis pandangannya lebih tajam daripada orang lain" kata Yan Jit sambil tertawa. "Tapi kau toh tidak berhasil untuk menebak asal-usul Lim Tay-peng, kalau dia memang bukan putra keluarga Bwe, juga bukan keturunan keluarga Him, bukankah pembicaraanmu selama setengah harian cuma kata-kata yang percuma?" Yan Jit termenung sampai lama sekali, tiba-tiba ia berkata: "Kau pernah mendengar tentang Liok-sang-liong-ong (raja naga di atas daratan)?" Kwik Tay-lok segera tertawa: "Hanya orang tuli yang tak pernah mendengar nama orang itu, sekalipun pengalamanku picik, paling tidak aku bukan orang tuli "Konon Liok-sang-liong-ong mempunyai sebuah villa disekitar tempat ini." "Jadi kau menaruh curiga kalau Lim Tay-peng adalah anaknya." "Kemungkinan begitu" "Tidak mungkin, hal ini jelas tidak mungkin." Koleksi Kang Zusi "Kenapa?" "Setiap orang persilatan tahu kalau Liok-sang-liong-ong adalah seorang lelaki sejati, mana mungkin bisa mempunyai seorang putra macam nona cilik?" "Apakah dia seorang lelaki sejati atau bukan tak bisa ditentukan hanya melihat dari luarnya saja" kata Yan Jit dingin. Kwik Tay-lok memandang sekejap kearahnya kemudian sambil tertawa menyahut: "Tentu saja tak bisa, cuma....." Tiba-tiba ia membungkam, sekujur tubuhnya seakan-akan menjadi kaku secara mendadak, ia tertegun macam orang bodoh. Jalanan itu sebenarnya sudah tiada yang lewat, tapi saat itulah dengan lemah gemulai muncul sesosok manusia. Begitu bertemu dengan orang itu, sepasang mata Kwik Tay-lok langsung melotot keluar. Orang yang bisa membuat mata Kwik Tay-lok melotot keluar tentu saja seorang gadis, seorang gadis yang cantik jelita. Gadis itu bukan cuma cantik boleh dibilang cantiknya luar biasa. Betul baju yang dipakai sangat kasar dan sederhana, tapi bahan apapun yang dipakai sebagai pakaian tiba-tiba berubah menjadi menawan, belum pernah Kwik Tay-lok menjumpai gadis perawakan yang begini menawan hati. Gadis itu membawa dua buah keranjang besar, siapapun yang membawa dua buah keranjang sebesar itu sewaktu jalan langkahnya pasti akan macam kepiting yang merangkak. Tapi gayanya sewaktu jalan amat cantik dan indah, cukup membuat biji mata orang hampir melompat keluar, seandainya ia tidak membawa keranjang, mungkin sedari tadi biji mata Kwik Tay-lok sudah melompat keluar. Sesungguhnya gadis itu tidak memperhatikan mereka berdua tapi ketika matanya menangkap sikap Kwik Tay-lok macam orang yang kehilangan sukma, tak tahan lagi ia segera menutupi bibirnya dan tertawa cekikikan. Jantung Kwik Tay-lok segera merasa melompat-lompat dengan kerasnya, sampai gadis itu sudah lenyap ditikungan jalan sana, ia masih berdiri ditempat dengan termangu-mangu. Entah lewat berapa saat lagi, ia baru menghela napas panjang, segera gumamnya. "Yaaa, betul, betul, tempat ini memang betul-betul sarang naga gua harimau...." "Aaah, keliru besar" goda Yan lit sambil tertawa, "bukan sarang naga, yang betul adalah sarang burung hong." "Betul ! Betul ! Betul sekali. Orang kuno bilang, setiap sepuluh langkah tentu ada gadis cantik, perkataan ini memang tepat sekali" Koleksi Kang Zusi Kemudian sambil membusungkan dada ia berkata lagi: "Coba kau lihat, bagaimana tampangku?" Dari atas sampai ke bawah Yan Jit memperhatikannya beberapa kejap, kemudian menjawab: "Lumayan juga, perawakanmu tinggi besar, matamu besar, hidungmu mancung, senyumanmu simpatik, memang pantas untuk menjadi buaya darat....!" "Seandainya kau seorang gadis, apakah kau tertarik padaku?" "Mungkin...." jawab Yan Jit sambil tertawa geli. Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasa senyuman rekannya bukan cuma genit, lagi pula mirip seorang gadis, maka tak tahan serunya sambil tertawa: "Jika kau seorang gadis, mungkin tiada lelaki didunia ini yang bakal tahan." "Gadis yang bisa tahan menghadapi kau juga tidak seberapa." balas Yan Jit. "Kenapa? Barusan kau toh masih memuji tampangku ganteng, badanku gagah hidungku mancung, senyumanku simpatik ?" "Tapi kau jorok, malas dan tak bisa dipercaya, perempuan paling benci dengan laki-laki macam begitu." "Yaa, itulah dikarenakan kau bukan gadis, padahal setiap gadis suka dengan tampang seperti aku ini, sebab tampang macam beginilah baru bisa disebut tampang seorang lelaki." Yan Jit seperti mau tumpah setelah mendengar perkataan itu, sambil termuram kecut serunya: "Jadi kau mengira gadis tadi tertarik kepadamu ?" "Tentu, kalau tidak kenapa ia tertawa kepadaku ?" "Senyuman gadis ada banyak ragamnya" Yan Jit menerangkan sambil tertawa geli, "sewaktu mereka menjumpai seorang yang bertampang blo'on atau tolol, mereka akan tertawa, sewaktu melihat seorang yang bertampang seperti katak budukan atau bercongor seperti babi, merekapun akan tertawa." "Oooohhhh, jadi kau anggap tampangku seperti...." Saking marahnya hampir saja Kwik Tay-lok berteriak keras, tapi tiba-tiba ia membungkam, sebab gadis tadi telah muncul kembali dari balik tikungan sana. Keranjang yang sebenarnya kosong, tapi kini sudah penuh berisi barang, maka ia kelihatan seperti kepayahan, macam jalanan penuh lumpur lagi, ini membuat kakinya terpeleset dan tubuhnya terjerembab ke depan, keranjang yang berada ditangannya juga ikut terbang. Untung ia berjumpa dengan Kwik Tay-lok serta Yan Jit. Reaksi Yan Jit selamanya memang cepat, reaksi Kwik Tay-lok juga tidak terhitung lambat, baru saja kakinya terpeleset, secepat anak panah mereka sudah menyusup ke depan. Belum lagi keranjang itu terjatuh ke tanah Yan Jit telah menyambutnya, belum lagi gadis itu terjerembab memcium tanah, Kwik Tay-lok telah merangkul pinggangnya. Koleksi Kang Zusi Dengan napas terengah-engah gadis itu bersandar di tubuh Kwik Tay-lok, sampai setengah harian kemudian ia baru bisa menenangkan kembali hatinya, tapi ketika melihat ada seorang lelaki asing sedang merangkulnya, kontan merasa paras mukanya berubah menjadi merah padam lantaran jengah, jantung Kwik Tay-lok juga berdebar keras, agak tergugup ia bertanya lirih: "Nona tidak apa-apa bukan ?" Dengan wajah memerah dan kepala tertunduk, gadis itu menjawab: "Aku.... aku tidak tahu bagaimana harus berterima kasih kepada kalian?" Sementara itu Yan Jit telah menemukan bahwa isi keranjang tersebut semuanya adalah makanan, ada ayam panggang, ada daging sapi, masih ada pula pear besar yang berwarna kuning. Kalau boleh, dia ingin sekali berkata demikian: "Gampang sekali jika kau ingin berterima kasih kepada kami, cukup dengan seekor ayam panggang dan dua biji pear besar" Tapi setelah menyaksikan sikap Kwik Tay-lok yang begitu kesemsem, begitu terpesona oleh kecantikan orang ia merasa tak tega untuk membuat malu temannya. Selain itu, Kwik Tay-lok juga sudah buru-buru berseru. "Aaah, itu mah urusan kecil, tidak mengapa". Tiba-tiba gadis itu mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke arahnya, lalu sambil tertawa katanya: "Kalian betul-betul orang baik." Meskipun ia mengucapkan "kalian" namun sepasang matanya hanya menatap Kwik Tay-lok seorang. Kwik Tay-lok betul-betul terkesima, seperti orang mabuk arak, bagaikan orang yang terserang penyakit secara tiba-tiba, sahutnya dengan terbata-bata: Jilid 03 "EEEH . . . . NONA . . . EEH . . . KAU kau eeh. . . kau tak usah sungkan-sungkan . . . . eeh. . . heehhhh. . . hhehh. . . " Gadis itu telah menerima kembali keranjangnya, setelah berpaling dan tertawa lagi dengan manis, ia baru melanjutkan langkahnya dengan kepala tertunduk. Kalau dibilang sukma Kwik Tay-lok masih ada dalam raganya, maka senyuman itu benarbenar telah membetot selembar jiwanya. Sekalipun orangnya masih terpantek ditempat, tapi sukmanya seakan-akan sudah terbawa berikut keranjang itu. Sampai orang itu pergi jauh, Yan Jit baru menggerutu: "Bertemu dengan kesempatan sebaik ini, kenapa kau tidak cepat-cepat mengejarnya dari belakang ?" "Kau anggap aku benar-benar adalah seorang setan perempuan ?" kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas. Koleksi Kang Zusi "Sekalipun bukan, cuma sudah hampir." Gadis itu sesungguhnya memang belum pergi jauh, tiba-tiba ia berhenti sambil berpaling, lalu tertawa dan katanya: "Kebetulan aku membeli banyak sayur, bersediakah kalian berdua untuk memberi muka kepadaku dan ikut minum barang secawan?" Permohonan semacam ini yang diucapkan seorang gadis cantik untuk dua orang lelaki yang sedang kedinginan dan kelaparan, mungkin disambut sepuluh kali lipat lebih hangat daripada mendengar irama musik yang paling indah sekalipun di dunia ini. Jika masih ada orang menampik permohonan semacam ini, orang itu kalau bukan seorang dungu baru aneh namanya. Yan Jit bukan orang dungu, Kwik Tay-lok lebih-lebih bukan seorang dungu, meskipun begitu di bibir mereka masih berkata: "Aaaah . . . apa tidak mengganggu ketenangan nona ?" Tapi sepasang kakinya sudah maju kemuka dengan langkah lebar, malah kalau bisa cepatcepat sampai ditempat tujuan. Aaai, kenapa setiap lelaki tak dapat menghindarkan diri dari soal perempuan ? Apalagi seorang perempuan yang cantik jelita baik bidadari dari kahyangan ? Kenapa Kwik Tay-lok tidak memutar otak lebih dulu untuk memikirkan niat gadis itu ? Atau paling tidak, sepantasnya kalau ia bertanya dulu kepada gadis itu, hendak diajak kemanakah mereka berdua ? Benarkah mereka akan diajak ke rumahnya untuk dijamu? Tampaknya jangan toh baru diajak ke rumahnya untuk diajak bersantap dan minum arak, sekalipun mereka bakal dijualpun Kwik Tay-lok tak akan menampik. Yaa, lelaki siapakah di dunia ini yang bisa menampik ajakan seorang gadis ? Apalagi gadis cantik seperti itu ? - 0000000 - ADA orang bilang: "Perempuan adalah sumber dari segala bencana." Ada pula yang berkata : "Tanpa perempuan dunia serasa sepi, ada perempuan dunia menjadi kacau." Tentu saja, kata-kata semacam ini keluar dari mulut kaum lelaki, tapi apapun yang di katakan kaum lelaki, perempuan memang makhluk yang tak bisa kekurangan di dunia ini. Dari sepuluh ribu orang lelaki, paling tidak ada sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang lelaki yang rela hidup sepuluh tahun lebih pendek daripada hidup tanpa perempuan. Koleksi Kang Zusi Ada orang bilang : "Uang bisa dipakai untuk membeli dunia." Ada pula yang berkata : "Uang adalah sumber dari segala keonaran." Tapi bagaimanapun juga, setiap orang memang tak bisa kekurangan uang. Jika seseorang tak punya uang, sakunya kosong melompong seperti baru keluar dari penatu, maka selamanya dia tak akan mampu berdiri tegak. Akibat dari kedua macam hal tersebut, orang yang paling pintar pun bisa menjadi bodoh, orang yang paling akrabpun bisa menjadi musuh bebuyutan. Bila diantara empat orang pria jejaka tiba-tiba bertambah dengan seorang gadis perawan, maka keadaan tersebut ibaratnya seperti sebuah sumpit yang tiba-tiba berada dalam sebuah mangkuk berisi empat butir telur ayam, mana yang dituju lebih dulu mana yang belakangan, pasti akan merupakan suatu persoalan yang memusingkan kepala. . Ong Tiong, Yan Jit, Kwik Tay-lok dan Lim Tay-peng empat orang, sesungguhnya melewatkan kehidupan mereka dengan bebas merdeka tanpa rintangan apa-apa, sebab mereka tak punya uang, tak punya pula perempuan. Setiap pagi setelah bangun tidur, mereka selalu merasa riang dan gembira, karena "kemarin" yang sial sudah lewat, dan hari ini yang penuh harapan telah tiba. Tapi secara tiba-tiba, dua macam barang tersebut telah datang berbarengan, bayangkan saja bagaimana paniknya mereka ? Ong Tiong mungkin sudah lama bangun dari tidurnya, tapi ia masih berbaring di tanah, bergerak sedikitpun tidak. Ia membuat dulu sebuah gulungan bulat dari gulungan selimutnya yang dekil, kemudian pelanpelan menerobos masuk ke dalam, membuat seluruh tubuhnya terbungkus didalam tabung bulat itu tanpa terhembus angin barang sedikitpun. Sang tikus berlarian kesana-kemari melalui sisi tubuhnya, mula-mula masih rada takut, tak berani menaiki tubuhnya, tapi lambat laun kawanan tikus itu telah menganggapnya sebagai orang mati, hampir saja mereka menaiki kepalanya. Ong Tiong masih belum juga bergerak. Lim Tay peng sudah lama memperhatikannya, tapi lama kelamaan ia tak tahan pelan-pelan ia mendekatinya, menempelkan jari tangannya dekat lubang hidung dan ingin memeriksa apakah dia masih bernapas atau tidak. "Aku belum mampus!" tiba-tiba Ong Ting berteriak. Dengan terkejutnya Lim Tay-peng menarik kembali tangannya, kemudian berkata: "Kau toh merasa kalau ada tikus menaiki badanmu, kenapa kau tidak ambil perduli?" "Aku tak pernah bertegur sapa dengan tikus-tikus itu, aku enggan berurusan dengan mereka.... hanya kucing yang suka bertengkar dengan tikus!" Koleksi Kang Zusi Jawaban ini membuat Lim Tay-peng tertegun, katanya kemudian: "Tempat ini memang seharusnya memelihara seekor kucing !" "Sebenarnya tempat ini ada seekor kucing, Yan Jit yang membawanya kemari" "Kemana larinya kucing itu?". "Minggat ke bawah bukit bersama si kucing jantan". Lim Tay-peng membelalakkan matanya lebar-lebar, lama, lama sekali ia mengawasinya tanpa berkedip. Salju telah berhenti turun, rembulan te1ah muncul di atas awang-awang. Cahaya rembulan telah menyorot masuk lewat depan jendela dan menyoroti wajah mereka. Paras mukanya terlihat amat jelas, keningnya lebar dengan hidung yang mancung sekalipun tidak terhitung seorang lelaki yang terlalu tampan, paling tidak ia bersifat kelaki-lakian. "Orang ini tidak mirip orang sinting, tapi tidak pula seperti orang dungu, kenapa otaknya justru rada miring?" Lim Tay-peng menghela napas panjang, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu tegurnya: "Kemana perginya kedua orang temanmu itu ?" Dia ingin mencari orang yang tidak sinting otaknya untuk diajak berbicara: "Lagi turun gunung untuk berburu" "Berburu? Dalam cuaca begini mereka masih berburu ?" "Ehmm !!" Lim Tay-peng tak mampu berbicara lagi, tiba-tiba ia berhasil menarik suatu kesimpulan. Teman seorang sinting sudah pasti adalah orang sinting pula. Lewat sesaat kemudian, tiba-tiba dari balik kegelapan berkumandang suara aneh.... "Kruuuk...!" menyusul kemudian suara itu berbunyi sekali lagi, "Kruuuk....!" "Heran !" Ong Tiong segera bergumam, "kenapa jerit tikus pada hari inipun berbeda dari harihari biasa." Merah padam selembar wajah Lim Tay-peng lantaran jengah, sahutnya tergagap: "Bukan suara tikus, suara itu adalah suara.... suara......" "Suara apa ?" "Suara nyanyian dari perutku !" teriak Lim Tay-peng keras-keras, "apakah kalian tak pernah bersantap ?" Ong Tiong segera tertawa: Koleksi Kang Zusi "Kalau ada yang dimakan tentu saja makan, kalau tak ada yang dimakan ya terpaksa cuma menikmati nyanyian perut yang merdu." Sekali lagi Lim Tay-peng tertegun dibuatnya, ia benar-benar tidak habis mengerti, kalau seseorang untuk makanpun tak punya, mengapa ia masih kelihatan begitu riang gembira ? "Tapi aku lihat nasibmu hari ini masih agak mujur" tiba-tiba Ong Tiong berkata lagi. "Aku ? Nasibku lagi mujur?" bisik Lim Tay-peng sambil tertawa getir. "Hari ini aku seperti mendapat firasat bahwa hasil buruan mereka lumayan sekali, barang yang dibawa pulangpun mungkin bisa membuatmu......" sebetulnya dia ingin berkata "makan besar", tapi belum lagi ucapan tersebut dilanjutkan, ia sendiri sudah "dibuat terkejut". Kwik Tay-lok telah kembali, sewaktu masuk pintu, ia memang membawa semacam barang, semacam barang yang bisa lari bisa melompat bisa memanjat pohon, bahkan masih bisa "cit, cit" berkaok-kaok tiada hentinya. Barang itu tak lain adalah seekor monyet ! Kalau dibilang paras muka Ong Tiong ada saatnya berubah pucat, maka sekaranglah saatnya ! Menyaksikan mimik wajah Ong Tiong, hampir meledak gelak tertawa Kwik Tay-lok, sambil tertawa berderai-derai katanya: "Kau tak usah takut, monyet ini seekor monyet jantan, bukan betina !" "Temanmu takut dengan monyet betina?" serentetan suara yang merdu dan lembut segera berkumandang dari belakang. Gelak tertawa Kwik Tay-lok semakin keras: "Dia memang agak takut" sahutnya: "coba bayangkan sendiri, ada berapa orang di dunia yang tidak takut dengan bininya?" "Lucu, sungguh amat lucu !" teriak Ong Tiong sambil menarik muka, "Heran, kenapa di dunia masih ada manusia sinting semacam dia ? Betul-betul mengherankan." Lim Tay-peng tak tahu persoalan apakah yang begitu menggelikan, diapun tak ingin tahu. Dia hanya merasa pandangan matanya menjadi silau, ruangan yang gelap seolah-olah diterangi oleh beribu-ribu lentera secara tiba-tiba. Seluruh cahaya tajam itu memancar keluar dari tubuh seseorang. Orang itu mengenakan baju yang kasar dengan membawa dua buah keranjang, ia sudah masuk ke dalam ruangan mengikuti di belakang Kwik Tay-lok. Di belakangnya mengikuti tiga orang manusia, seorang dewasa dan dua orang anak-anak. Kanak-kanak itu memakai baju yang amat rapi, sedang si orang dewasa hanya mengenakan kulit harimau yang menutupi sebagian tubuhnya. Beberapa orang ini sudah cukup untuk diperhatikan semakin lama, tapi mereka masih belum komplit. Selain itu masih terdapat dua ekor anjing, sebongkot golok dan tombak yang diikat menjadi satu, tiga-empat buah gembrengan dan lima-enam batang bambu. Koleksi Kang Zusi Melihat kesemuanya itu, Ong Tiong segera bergumam: "Aku tahu kau selalu ingin beradu kepandaian dengan Yan Jit, kau ingin melihat siapa yang paling banyak membawa pulang barang, tapi paling tidak kau harus memberi sedikit muka kepadanya, mau mengalahkan dia juga tak usah mengalahkannya secara begini mengenaskan." Yan Jit yang bersandar di pintu segera menanggapi sambil tertawa: "Sekalipun kekalahanku suatu kekalahan yang tragis, tapi aku kalah dengan perasaan puas, barang yang kubawa pulang dalam dua puluh kali kepergianku masih belum bisa melebihi hasil yang di dapat sekali perjalanannya." Sambil tertawa Kwik Tay-lok cepat-cepat menukas: "Beberapa orang temanku ini meski busuk dimulut, baik hati. Mari, kuperkenalkan kalian kepadanya, nona ini adalah....." "Lebih baik aku memperkenalkan diriku sendiri" sela si nona sambil tertawa, "aku bernama Swan Bwe-tong (kuah bwe kecut), dia adalah engkoh tongku yang bernama Hui Pa-cu (macan tutul terbang), sedangkan mereka berdua adalah adik misanku, yang seorang bernama Siau Linglong (si kecil mungil), sedang yang lain bernama Siau Kim-kong ( orang kuat kecil)" Siapakah Hui Pa-cu itu, sekalipun tidak ditunjuk orangnya, setiap orang bisa mengenali dalam sekejap mata. Berbeda dengan kedua orang bocah itu, paras muka mereka berdua ibaratnya pinang di belah dua. Bukan saja wajahnya sama, potongan badannya sama, biji matanya sama besar, rambutnya di kepang dua, sewaktu tertawa kedua-duanya punya sepasang lesung pipi yang sangat dalam. Malah lesung pipi mereka bukan yang satu di kiri yang lain di kanan, lesung pipi mereka berdua sama-sama berada di pipi sebelah kanan. Tak tahan Ong Tiong bertanya: "Mana yang bernama Siau Ling-long ? Mana yang bernama Siau Kim-kong ?" "Coba kau terka !" seru dua orang bocah itu bersama. Ong Tiong mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian katanya: "Disamping Siau Kim-kong adalah Siau Ling-long, disamping Siau Ling-long adalah Siau Kimkong, betul bukan?" Dua orang bocah itu segera tertawa cekikikan. Tiba-tiba salah seorang diantaranya lari mendekat dan membisikkan sesuatu di sisi telinga Ong Tiong, setelah itu sambil tertawa katanya: "Itu rahasia kami berdua, jangan diberitahukan kepada orang lain yaa.....?" Gelak tertawa bocah itu amat merdu, rupanya dia adalah seorang bocah perempuan. Kwik Tay-lok segera menarik tangan seorang bocah yang lain, kemudian katanya: Koleksi Kang Zusi "Siau Ling-long adalah cicimu bukan?" Bocah laki-laki itu segera menggeleng. "Bukan, dia adalah adikku!" sahutnya. Baru habis dan berkata, Siau Ling-long sudah berteriak mendongkol. "Telur busuk, goblok kau! Aku memang sudah tahu, bocah laki semuanya tolol, baru ditipu orang, rahasia sendiri sudah ketahuan!" Merah padam selembar wajah Siau Kim kong karena jengah, segera bantahnya: "Kalau kau tidak goblok, kalau kau pintar, kenapa kau musti menyaru sebagai bocah pria?" Perkataan bocah itu betul-betul ibaratnya sekali tusukan darah meleleh keluar. . . "orang perempuan selalu memandang enteng kaum lelaki, mereka menganggap lelaki adalah orang goblok, tapi mereka sendiri justru berharap dirinya bisa menjadi seorang laki-laki, inilah penyakit yang terutama dari kaum perempuan. Lim Tay-peng menatap terus wajah Swan Bwe-tong lekat-lekat, tiba-tiba ia berkata: "Semua nama tersebut tentunya bukan nama mereka yang asli bukan ?" Si Kuah bwe kecut menghela napas panjang, sahutnya dengan pedih: "Bagi kami orang-orang yang bekerja sebagai pemain akrobatik, nama baik nenek moyangpun sudah kami jual, mana mungkin masih memiliki nama asli ?" Lim Tay-peng ikut menghela napas: "Apa jeleknya sebagai pemain akrobatik yang berkelana dalam dunia persilatan? Ada sementara orang yang ingin berkelana dalam dunia persilatanpun tak bisa". Swan Bwe-tong memandang sekejap lagi ke arahnya, kemudian berkata: "Aku lihat kau seperti mempunyai banyak rahasia dalam hati kecilmu. . ." "Orang ini memang mirip sekali dengan seorang gadis" tukas Kwik Tay-lok tiba-tiba. Lim Tay-peng segera melotot sekejap ke arahnya, paras mukanya ikut pula berubah. "Aaah, masa cuma kaum gadis yang boleh mempunyai rahasia dalam hati...." Kata Swan Bwetong sambil tertawa, "kalau memang begitu, bukankah semua laki-laki akan menjadi telur-telur busuk goblok yang tak punya perasaan?" Lim Tay-peng memandang sekejap ke arahnya, pancaran rasa terima kasih menyorot dari balik matanya. Melihat itu Kwik Tay-lok mengangkat bahunya seraya berkata: "Sekalipun setiap laki-laki tak punya hati dan perasaan, paling tidak mereka masih punya perut" "Oya, kalau tidak kau ingatkan, hampir saja aku lupa..." seru Swan Bwe-tong, sambil tertawa cekikikan. Cepat-cepat ia menurunkan keranjangnya, menyingkap kain penutup dan merobek dulu sebuah paha ayam, setelah itu katanya sambil tertawa: Koleksi Kang Zusi "Padahal perut kaum wanitapun tidak lebih kecil dari perut kaum laki-laki, cuma ada kalanya mereka enggan untuk makan terlalu banyak, takut kegemukan !" "Tapi, kenapa kau tak pernah merasa takut untuk makan banyak-banyak ?" sela Siau Kimlong. Swan Bwe-tong segera mengetuk kepala bocah itu dengan paha ayam tersebut, Siau Kimkong segera merebut separuh ekor ayam dan dibawa kabur. Sang monyet di tanah berlompat-lompat tiada hentinya, sedang kedua ekor anjing itu menggonggong amat ramai. Menyaksikan kesemuanya itu, Ong Tiong menggelengkan kepalanya sambil bergumam: "Tempat ini sudah ada belasan tahun lamanya tak pernah seramai ini." "Tak usah kuatir" seru Kwik Tay-lok, "tempat ini bakal ramai selama beberapa hari" "Beberapa hari ?" "Yaa, beberapa hari..." Kwik Tay-lok manggut-manggut sambil mengawasi bayangan punggung Swan Bwe-tong yang menjauh, "ketika aku mendengar kalau mereka sedang mencari tempat pemondokan, maka akupun lantas menyewakan sederet ruangan yang terdiri dari lima kamar di sebelah belakang itu kepada mereka." Hampir tumpah arak yang baru diminum Ong Tiong, serunya cepat-cepat: "Berapa uang sewanya ?" Kwik Tay-lok segera melototkan matanya bulat-bulat. "Kau anggap aku ini manusia apa?" teriaknya, "si setan pelit? Masa aku tega minta uang sewa darinya ? Coba kalau bukan lantaran aku, untuk mengundang datang tamu seperti merekapun tak mungkin bisa." Ong Tiong mengawasinya lekat-lekat, lama, lama sekali, ia baru menghela napas panjang, serunya sambil tertawa getir: "Dalam satu hal, makin lama aku merasa semakin tidak mengerti." "Dalam hal apa?" "Rumah ini sebetulnya kepunyaanmu? Atau kepunyaanku?" Kalau ditanya persoalan apakah di dunia yang bisa membuat seorang lelaki yang jorok dan malas menjadi rajin dan bersih, maka jawabnya adalah perempuan. Keesokan harinya pagi-pagi sekali, ketika Ong Tiong masih berbaring dalam "tabungnya" Kwik Tay-lok sudah pergi menimba air, sedang Lim Tay-peng sedang mencari sesuatu di dalam kamar. "Hey, apa yang sedang kau cari ?" tak tahan Ong Tiong segera menegur. "Baskom untuk mencuci muka, handuk pencuci muka dan cangkir untuk mencuci mulut" Koleksi Kang Zusi Ong Tiong segera tertawa. "Barang-barang yang kau sebutkan itu bukan saja sudah lama tak pernah kujumpai, mendengarpun belum pernah" Bagaikan tubuhnya dicambuk orang secara tiba-tiba, Lim Tay-peng membelalakkan matanya dengan mulut melongo, lalu bisiknya agak tergagap: "Kaa..... kalian tak pernah mencuci muka?" "Tentu saja mencuci, cuma tiap tiga hari mencuci kecil satu kali, tiap lima mencuci besar satu kali." "Bagaimana yang dimaksudkan mencuci kecil? Bagaimana pula mencuci besar ?" "Yan Jit, praktekkan untuknya !" seru Ong Tiong segera. Yan Jit segera menggeliat malas, lalu ujarnya: "Kemarin aku baru saja mencuci, hari ini adalah giliranmu." "Aaai. . . kalau begitu, paling tidak kau harus bawa kemari semua alat untuk mencuci muka" kata Ong Tiong sambil menghela napas. Kebetulan Kwik Tay-lok sedang memikul masuk dua gentong air, Yan Jit segera mengambil setengah mangkuk air, lalu dari atas tembok mengambil pula selembar kain yang berwarna yaa kuning yaa hitam, entah apa warna sesungguhnya. Saat itulah dengan aras-arasan Ong Tiong bangun berduduk, diteguknya sedikit air, lalu jari tangannya dibungkus dengan kain kumal itu, setelah digosok-gosokan atas giginya keras-keras, ia menyemburkan air dalam mulutnya itu ke atas kaki, disekakan seenaknya di atas wajah sendiri. Sesudah itulah sambil menghela napas ia baru berkata: "Nah, selesai !" Bagaikan melihat setan disiang hari bolong, saking kagetnya paras muka Lim Tay-peng berubah menjadi hijau membesi. "Ini..... inikah yang dinamakan mencuci kecil?" bisiknya terbata-bata lantaran gugup. "Bukan mencuci kecil, ini sudah terhitung mencuci besar,kalau mencuci kecil mah tak usah repot-repot begini". Sepasang bibir Lim Tay-peng sudah berubah agak menghijau, tampaknya dia segera akan jatuh tak sadarkan diri. Lewat lama, lama sekali, ia baru menghembuskan napas panjang, katanya pelan: "Jika masih ada orang lain yang lebih jorok daripada kalian semua, aku bersedia untuk menyembah di hadapannya". "Kalau begitu menyembahlah sekarang juga" kata Ong Tiong sambil tertawa, "sebab orang yang lebih jorok daripada kita banyaknya tak terhitung!" "Aku tidak percaya!" Lim Tay-peng sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Koleksi Kang Zusi "Walaupun kami orang jorok, hati tak jorok, bukan saja tidak jorok bahkan bersih sekali. Bila hati seseorang telah menjadi jorok, maka sekalipun setiap hari dicuci dengan sabun sebanyak sepuluh kali juga tak akan menjadi bersih." Sambil melirikkan kepalanya Lim Tay-peng termenung beberapa saat lamanya, tiba-tiba sambil berkeplok tangan serunya: "Masuk akal, masuk akal, jika seseorang bisa hidup dengan riang gembira tanpa melakukan kesalahan yang malu diketahui orang, makan tidak makan tak menjadi soal, cuci muka atau tidak juga tak menjadi soal." Ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, lalu lari ke halaman, menjatuhkan diri bergelindingan di tanah dan berseru: "Sekarang aku sudah mengerti, sekarang aku sudah mengerti.... dulu kenapa aku tak berhasil memahami teori ini ?" Ong Tiong dan Yan Jit hanya memandang tingkah lakunya sambil tersenyum, seakan-akan mereka ikut bergembira atas keberhasilannya memahami teori tersebut, karena merekapun dapat melihat bahwa dalam hati kecil orang itu sesungguhnya tersimpan suatu rahasia hati yang berat sekali. Selama ini ia selalu tak tahu apakah perbuatannya betul atau salah, sekarang baru diketahui bahwa ia sama sekali tidak salah. Seseorang kalau ingin hidup senang di dunia, maka dia harus berhati bersih tanpa melakukan sesuatu perbuatan yang bisa membuatnya malu kepada orang lain, sebab disinilah letak kunci yang paling utama. Waktu itu Kwik Tay-lok sedang mencuci muka, sementara mulutnya masih bergumam seorang diri: "Tidak cuci muka tidak mengapa, mencuci muka juga tidak mengapa, betul bukan ?" Selesai mencuci muka, dia menggosok badannya dengan kain, lalu menggosok pula sepatunya dengan kain. Dengan pandangan dingin Yan Jit menatap sekejap ke arahnya, lalu berkata: "Kenapa kau tidak melepaskan sepatumu, kemudian mencuci kaki !" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Aku memang bermaksud untuk melakukan hal itu, sayang waktu sudah tidak mengijinkan." Tiba-tiba ia menerjang keluar dari pintu sambil berseru kembali: "Mereka tentu sudah mendusin semua, biar kutengok orang-orang itu ke belakang." "Aku ikut !" sera Lim Tay-peng. Kedua orang itu bersama-sama menerjang keluar dari pintu, demikian terburu-burunya se akan-akan sedang pergi menolong kebakaran. Koleksi Kang Zusi Ong Tiong segera melirik sekejap ke arah Yan Jit, lalu katanya sambil tertawa: "Gadis cantik incaran setiap pria, kenapa kau tidak ikut ?" "Aku bukan seorang lelaki sejati" jawab Yan Jit menarik muka. "Aku lihat kau seperti rada tak suka dengan nona Swan Bwe-tong itu ?" Yan Jit termenung beberapa saat lamanya: tiba-tiba ia bertanya: "Menurut pendapatmu, apa yang hendak mereka lakukan ?" "Bukankah mereka rombongan penjual akrobatik yang mencari uang dalam dunia persilatan?" Ong Tiong balik bertanya sambil memutar biji matanya. "Kalau kaupun menganggap mereka sebagai penjual akrobatik yang mencari uang dalam dunia persilatan, itu berarti kau juga seorang manusia tolol yang tak punya otak" "Kenapa ?" "Masa tidak lihat bahwa si monyet dan kedua ekor anjing itu sedikitpun tidak menuruti perkataan mereka? Jelas binatang-binatang itu diperoleh secara mendadak sebagai pelengkap penyaruan mereka. Masih ada Hui Pa-cu itu, ia sengaja mengenakan dandanan yang aneh dan eksentrik, padahal yang betul adalah seorang lelaki yang tahu aturan serta sopan santun, bicarapun tak berani banyak bicara, ditambah pula sepasang tangannya putih lembut, mana mungkin mirip sepasang tangan yang tiap hari kerjanya menggotong peti dan menuntun anjing?" Dengan tenang Ong Tiong mendengar semua perkataan itu, akhirnya dia manggut-manggut. "Tidak kusangka kau begitu teliti. Tapi kalau mereka bukan rombongan penjual akrobatik yang berkelana dalam dunia persilatan, apa pekerjaan mereka?" "Siapa yang tahu? Siapa tahu kalau mereka adalah perampok?" "Kalau mereka sungguh-sungguh rombongan perampok, tak nanti akan mengunjungi tempat ini" kata Ong Tiong sambil tertawa "barang apa di sini yang bisa menarik perhatian mereka untuk di rampok?" Belum sempat Yan Jit berkata, mereka sudah menangkap jeritan kaget yang berkumandang datang dari belakang sana. Jelas suara jeritan dari Kwik Tay-lok. Bagi manusia macam Kwik Tay-lok, sekalipun bertemu dengan setan belum tentu dia akan menjerit kaget seperti ini. Mungkin hanya sedikit persoalan didunia yang bisa membuatnya menjerit kaget seperti itu. Yan Jit pertama-tama yang menerjang keluar lebih dulu. Ong Tiong yang malas bergerakpun kini telah bergerak. Halaman di belakang sana jauh lebih kecil daripada halaman depan, ditengah halaman penuh tumbuh pohon bambu. Dulu, setiap malam musim panas tiba, tuan rumah tentu akan pindah ke situ untuk menikmati suara mendesisnya daun-daun bambu. Koleksi Kang Zusi Oleh karena itu halaman inipun seperti pula halaman lain yang penuh ditanami pohon bambu, disebut Ting-tiok-siau-wan (halaman kecil pendengar bambu), sedang lima buah ruangan yang berderet itu dinamakan serambi Ting-tiok-sian. Tapi setelah Ong Tiong menjadi tuan rumah tempat itu, ia telah merubah namanya menjadi Yu-tiok-bo-bak-sian (serambi ada bambu tiada daging), karena ia merasa meski nama Ting-tiok (pendekar bambu) cukup berseni, tapi sekarang sudah usang rasanya. Ia merasa, meski orang pertama yang menggunakan nama "Ting-tiok" adalah seorang seniman yang pintar, tapi orang ke delapan puluh yang menggunakan pula nama "Ting-tiok" bagi halamannya tak lebih cuma seorang manusia goblok yang sudah ketinggalan jaman. Itulah sebabnya dalam halaman itu bukan saja Bo-bak (tiada daging), pohon bambunya pun hampir sudah habis ditebas. Bambu bisa digunakan sebagai tiang jemuran, bisa dipakai untuk membuat tenda, maka seringkali Ong Tiong menggunakan bambu, untuk ditukar dengan daging. Jika seseorang sudah lapar, seringkali dia akan lupa apa yang dinamakan seni. Swan Bwe-tong, Hui Pa-cu dan dua orang bocah mungil itu semalam tinggal di situ, tapi sekarang manusia berikut anjing dan monyetnya sudah angkat kaki dari situ, yang masih tertinggal di sana hanya Kwik Tay-lok serta Lim Tay-peng yang masih berdiri termangu-mangu. Disamping kaki mereka masih terdapat beberapa buah peti besar, peti-peti yang masih baru. "Tamumu sudah pergi tanpa pamit ?" tegur Ong Tiong. Kwik Tay-lok manggut-manggut. "Pergi yaa pergi, kenapa musti berteriak-teriak macam orang ketemu setan saja," seru Yan Jit ketus. Kwik Tay-lok tidak berkata apa-apa, dia hanya mengangsurkan selembar kertas kepada mereka. Di atas kertas itu tertera beberapa huruf yang ditulis dengan arang. "Lima buah peti sebagai ganti ongkos kamar, harap diterima dan sampai jumpa" Seusai membaca tulisan itu, Yan Jit segera berkata: "Menyewa kamar memang wajar kalau di bayar, tiada sesuatu yang patut diherankan." "Mengherankan mah tidak, tapi bayarannya terlampau banyak" ujar Kwik Tay-lok sambil menghela napas. "Apa isi peti itu ?" tanya Ong Tiong. "Tak ada yang lain, cuma beberapa peti barang bau !" Kalau dibilang uang adalah barang yang bau, maka isi lima peti tersebut sudah cukup untuk membuat kelengarnya tiga puluh ribu delapan ratus orang lebih. Koleksi Kang Zusi Isi empat buah peti yang pertama tak ada yang lain kecuali uang emas. Besar kecil dan beraneka ragam emas yang tak terlukiskan dengan kata-kata, setiap kepingnya paling sedikit berbobot sepuluh tahil lebih, sekalipun tak sampai mampuskan orang karena baunya, paling tidak bisa menindih orang sampai mampus. Sedang isi peti peti yang kelima ternyata intan permata serta mutu manikan yang beragam, ada mutiara, ada Ma-nau, ada berlian ada pula aneka macam batu mulia lain yang tak bisa disebutkan namanya satu-persatu. Isi peti yang manapun dari kelima buah peti tersebut, sudah cukup untuk dipakai membeli seluruh perkampungan Hok-kui-san-ceng tersebut. Ong Tiong dan Yan Jit sama-sama tertegun setelah menyaksikan semua benda itu. Lewat lama sekali, Yan Jit baru menghembuskan napas panjang, ujarnya: "Semalam, ketika mereka datang kemari rasanya tidak membawa kelima buah peti ini." "Yaa, memang tak ada," jawab Kwik Tay-lok. "Lantas dari mana datangnya peti ini?" tanya Lim Tay-peng keheranan. Yan Jit segera tertawa dingin. "Dari mana lagi, kalau bukan hasil merampok tentu hasil mencuri !" "Tapi catatan yang ada di belakang Goan-po tersebut tak ada yang sama...." "Tentu saja tidak sama, dalam rumah siapa saja tak akan tersimpan uang emas sebanyak ini, mereka tentu berhasil mendapatkannya dengan mencuri dari beberapa rumah sekaligus." "Bisa mencuri banyak rumah dalam semalaman, kepandaian mereka betul-betul luar biasa" ujar Ong Tiong sambil menghela napas. "Aaah, itu tidak mengherankan, buat seorang pencuri ulung, dalam sehari mencuri dalam seribu rumah juga bukan suatu kejadian yang mencengangkan." "Dengan susah payah mereka mencuri barang-barang itu, tapi kemudian memberikan kepada kita semua, belum pernah kujumpai ada seorang pencuri yang begini budiman." "Huuh, siapa tahu kalau tujuan mereka hanya ingin memfitnah kita." "Memfitnah?" seru Kwik Tay-lok tidak percaya: "kenapa harus memfitnah kita? Toh kita tak punya ikatan dendam atau sakit hati dengan orang-orang itu?" "Kau anggap dia benar-benar tertarik padamu? Dan sengaja menghantar lima peti tersebut sebagai mas kawinnya ?" "Soal itu mah kita tak usah menggubrisnya dulu" tukas Lim Tay-peng dengan cepat, "persoalannya sekarang, apa yang harus kita lakukan dengan kelima buah peti tersebut?" "Apa yang musti dilakukan? setelah orang lain menghadiahkan kepada kita, tentu saja harus kita terima" kata Kwik Tay-lok. Koleksi Kang Zusi "Aku lihat orang ini mempunyai suatu kepandaian yang paling besar, betapapun rumit dan kalutnya suatu persoalan, setelah diucapkan olehnya segera urusannya berubah menjadi begitu gampang dan sederhana " kata Yan Jit sambil menghela napas. "Siapa bilang kalau persoalannya tidak gampang ?" "Aku! Aku bilang urusannya tidak sesederhana itu" kata Ong Tiong. "Apanya yang tidak sederhana?" "Mereka tak mungkin menghantar harta yang begini banyak untuk kita tanpa sebab, pasti mereka mempunyai tujuan atau maksud-maksud lain." "Yaa, apalagi kalau barang-barang itu didapatkan dari jalan mencuri, jika kita menerimanya, bukankah secara otomatis kita akan menjadi tukang tadah" "Pekerjaan apapun boleh kita lakukan.. hanya menjadi pencoleng tak boleh kita pikirkan. Sekali kau menjadi pencoleng dan merasa kan enaknya hasil yang diperoleh, selanjutnya jangan harap bisa melakukan pekerjaan baik lagi, sepanjang masa kau akan menjadi pencuri terus." "Yaa, betul ! Kalau punya anak besok, anaknya juga menjadi pencuri, pencuri tua melahirkan pencuri besar, pencuri besar melahirkan pencuri kecil." Kwik Tay-lok segera tertawa, "Kau tak usah menyindir diriku...." serunya, "betul aku pernah menjadi pencuri, tapi bukan saja tak pernah merasakan hasilnya, malah pedangku yang terakhirpun ikut kugadaikan." "Untuk menjadi seorang pencuri harus mempelajari pula teori dan pelajarannya" kata Ong Tiong, "kalau bukan begitu, "setiap orang tentu bisa menjadi pencuri ulung." "Aku lihat lebih baik kita mengembalikan saja semua barang itu kepada orang lain" Lim Taypeng mengusulkan. "Kembalikan kepada siapa ?" tanya Kwik Tay-lok, "Siapa tahu barang-barang ini dicuri dari mana ?" "Sekalipun tidak tahu, kita kan bisa mencari info" ujar Yan Jit. "Mencari info dimana?" "Bawah gunung. Kalau memang benar barang-barang itu merupakan hasil curian semalam, sudah pasti mereka mendapatkannya dari bawah bukit sana." Kwik Tay-lok memandang sekejap kepingan-kepingan emas yang menggunung dalam peti, lalu sambil menghela napas katanya: "Perkataanmu memang benar, tempat ini memang bukan suatu tempat yang miskin.... setiap tempat yang kedapatan begini banyak uang emas, jelas bukan suatu tempat yang miskin." Tiba-tiba sambil tertawa dia berkata lagi: "Oleh sebab itu perkampungan Hok-kui-san-ceng paling tidak hari ini benar-benar merupakan perkampungan Hok-kui-san-ceng sungguhan." Koleksi Kang Zusi Sekalipun nama Hok-kui-san-ceng sesuai dengan kenyataan tidak berlangsung terlalu lama, tapi mereka masih bisa hidup dengan riang gembira.... Sebab mereka telah melakukan suatu pemilihan yang paling pintar. Mereka meninggalkan harta kekayaan dan menahan liangsim sendiri. Mungkin itulah saat yang paling dekat Hok-kui (kaya dan terhormat) dari mereka, tapi mereka tak akan kemaruk oleh harta kekayaan serta kehormatan, merekapun tak ingin menggunakan cara yang licik, rendah dan terhina untuk meraih kekayaan dan kehormatan, oleh sebab itu mereka selalu riang gembira, seperti rumput dan bebungahan yang mandi ditengah sinar matahari musim semi. Mereka tahu kegembiraan dan kebahagiaan jauh lebih menyenangkan daripada kekayaan serta kehormatan. * * * Moay Lo-kong. Moay Lo-kong adalah nama sebuah warung makan yang amat kecil, juga nama orang. Daging sosis bikinan "Moay Lo-kong" konon sedemikian lezat dan harumnya sehingga manusia maupun anjing yang berada sepuluh li disekitar tempat ini pada tertarik semua. Moay Lo-kung juga tauke dari warung makan itu, dia merangkap menjadi koki merangkap pula sebagai pelayan. Kecuali menjual sosis, Moay Lo-kong hanya menjual nasi putih serta bubur. Bila ingin minum arak, mereka harus pergi membeli sendiri di warung penjual arak Yan-biau-goan yang terletak beberapa rumah dari warung tersebut, atau langsung minum di warung Yan-biau-goan. Ada orang menganjurkan Moay lo-kong, kenapa tidak sekalian menjual arak, bukankah akan mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Tapi Moay Lo-kong adalah seorang yang keras kepala, "Lo-kong" kebanyakan memang orangnya kuno, keras kepala dan kaku, oleh sebab itu bila ingin minum arak, terpaksa kau harus pergi membeli sendiri, kalau kau tidak puas dengan tempat itu, maka tiada tempat yang lain lagi." Sebab Moay Lo-kong bukan cuma lezat masakannya, dia merupakan satu-satunya warung yang berada disekitar tempat itu. Penduduk kota itu membeli minyakpun harus mengirit, bagaimana mau menghamburkan uang untuk bersantap diluar? Oleh sebab itu, sekalipun ada orang ingin merampas dagangan Moay Lokong, lewat beberapa hari kemudian serta merta mereka menutup sendiri pintu besarnya. Terhadap Ong Ting dan Kwik Tay-lok sekalian, Moay Lo-kong tak pernah menaruh kesan jelek, dia tahu meskipun beberapa orang itu miskin, mereka tak pernah menunggak rekening. Setiap kali mereka berkunjung ke warungnya, beberapa tahil perak tentu siap dalam saku mereka, lagi pula setiap kali bersantap tentu makan dalam jumlah yang amat banyak. Pemilik warung makan manapun tak akan menaruh kesan jelek terhadap tamunya yang suka makan banyak. Koleksi Kang Zusi Tepat di sebrang warung Moay Lo-kong terletaklah tempat tinggal "mertua" Ong Tiong sekalian. "Mertua" adalah istilah untuk rumah pegadaian. Setiap kali sebelum berkunjung ke warung makannya Moay Lok-kong, hampir boleh dibilang mereka selalu berkunjung dulu ke rumah "mertua" sebelum dengan gaya gagah dan bersemangat melangkah masuk kewarung makan itu. Tapi hari ini mereka bertindak di luar kebiasaan. Sewaktu lewat dirumah "mertua" ternyata mereka sama sekali tidak berhenti, malah dadanya dibusungkan tinggi-tinggi. Ditinjau dari cara mereka berjalan, bisa diduga kalau saku mereka tak mungkin berada dalam keadaan kosong. Moay Lo-kong merasa lega juga keheranan, segera pikirnya: "Heran, jangan-jangan mereka sudah menjadi pembegal ? Kenapa secara tiba-tiba punya uang ?" Kali ini yang berkunjung tiba ada empat orang, belum lagi melangkah masuk ke dalam ruangan, Moay Lo-kong telah menyambut kedatangan mereka sambil menyapa dengan dialek Kwang-tongnya yang tidak hapal: "Hari ini datang pagi benar?" Beberapa orang ini tidak takut langit, tidak takut bumi, mereka hanya takut kalau ada orang mengajak berbicara dengan dialek Kwang-tong. Untung saja Kwan Tay-lok sudah terbiasa mendengar dialek semacam itu, sekalipun tidak mengerti, ia juga dapat menduganya. Maka sahutnya sambil tertawa: "Bukan orangnya datang terlalu pagi, adalah uangnya yang datang lebih awal, buatkan dulu dua ekor itik panggang, lima kati daging dan dua ekor ayam goreng." "Minum arak?" tanya Moay Lo-kung sambil mengedipkan matanya. "Tentu saja, ambilkan dulu sepuluh kati, nanti sekalian diperhitungkan !" Nada suaranya juga ikut bertambah nyaring, sebab dalam sakunya sekarang paling tidak mengantongi uang emas seberat sepuluh tahil. Bukankah tujuan mereka untuk mencari kabar rumah siapa yang kebobolan pencuri semalam? Apa salahnya untuk menghamburkan uang seberat sepuluh tahil emas? Bila perut lagi lapar, mau bicarapun malas, bagaimana mungkin bisa mencari berita ? Oleh sebab itu, dalam liangsim mereka sedikitpun tidak terasa ada beban sekalipun telah mempergunakan uang hasil curian. Koleksi Kang Zusi Tapi setelah arak dalam guci mulai mengalir lewat tenggorokan, perasaan tanggung jawabpun pelan-pelan mulai muncul pula dalam hati mereka. Setelah minum arak orang, sudah sewajarnya kalau mereka bekerja untuk orang. Mereka enggan untuk makan kepunyaan orang dengan begitu saja. Maka Kwik Tay-lok mulai buka suara: "Dalam dua hari belakangan ini, apakah kau berhasil mendengar sesuatu berita besar ?" Ternyata tak ada. Berita yang paling menggemparkan seluruh kota adalah Ong Toa-nio dari toko kelontong telah melahirkan sepasang bayi kembar. Semua orang mulai keheranan. "Mungkin mereka bukan beroperasi disini" Kwik Tay-lok mulai mengemukakan dugaannya. "Sudah pasti di sini !" Yan Jit membantah. "Kalau memang di sini, kenapa tak ada orang yang mengaku kecurian ? Dalam semalam ada beberapa ratus rumah kecurian, ini berita besar, sepantasnya kalau seluruh kota sudah menjadi gempar." "Bukannya tidak ada, cuma tidak diutarakan, mereka tak berani mengutarakannya." "Kecurian bukan suatu kejadian yang memalukan, kenapa tak berani diutarakan?" "Kalau sumber harta situ datangnya secara lurus, jujur, orang tentu berani bicara, tapi kalau datangnya tidak jujur, secara curang, korupsi atau mencuri, ibaratnya orang bisu yang makan empedu, sekalipun kepahitan, rasa pahitnya hanya bisa dipendam didalam hati." Mendengar perkataan itu, Kwik Tay-lok segera tertawa. "Kalau memang begitu, urusan tidak menyangkut diri kita lagi, toh kita sudah berusaha dengan sekuat tenaga, bukan begitu ?" Waktu itu, seguci arak sudah hampir seluruhnya berpindah ke dalam perut mereka, rasa tanggung jawabnyapun dengan cepatnya sudah hampir terlupakan. Tiba-tiba ia merasa hatinya begitu enteng, begitu santai, dengan suara keras segera serunya: "Lo-kong, ambilkan sepuluh kati arak lagi buat kami !" Belum lagi Moay Lo-kong melangkah keluar dari warungnya, tiba-tiba dari luar pintu berjalan masuk tiga orang. Orang pertama berperawakan tinggi, memakai baju berwarna emas dan kelihatan sangat perlente. Orang kedua lebih tinggi perawakannya, tapi cekingnya bukan kepalang. Koleksi Kang Zusi Tapi sayang bagaimanakah tampang mereka berdua, orang lain tak sempat melihat dengan jelas. Sebab sinar mata semua orang sudah tertarik oleh orang ketiga. Orang itu sekujur badannya berwarna hitam, bajunya hitam, celana hitam, sepatu hitam, tangannya memakai sarung tangan hitam, kepalanya memakai topi lebar warna hitam yang dikenakan rendah sekali hingga menutupi wajahnya. Padahal sekalipun topi lebarnya tidak dikenakan rendah-rendah, orang juga tak dapat melihat wajahnya, sebab kepala berikut wajahnya dibungkus pula oleh sebuah kain berwarna hitam, yang tampak hanya sepasang matanya yang lebih tajam dari sembilu. Dandanan untuk berjalan malam ini hanya cocok untuk dipakai ditengah malam buta dan melakukan pekerjaan yang takut diketahui orang, tapi secara terang-terangan ia telah mengenakannya untuk melalui jalan raya. Bagaimanakah tampang mukanya? Sebenarnya manusia macam apakah dia ? Siapapun tidak melihat, siapapun tidak tahu, dari atas sampai ke bawah pada hakekatnya tak seinci pun tubuhnya yang bisa dilihat orang. Tapi entah mengapa, ternyata dari sekujur tubuh orang itu, dari tiap inci badannya seakanakan penuh mengandung hawa pembunuhan yang mengerikan. Yang paling berbahaya sudah barang tentu pedang yang tersoren di pinggangnya. Sebilah pedang bersarung hitam yang panjangnya empat jengkal tujuh inci. Jarang ada orang yang menggunakan pedang semacam ini, karena pedang yang kelewat panjang susah untuk dicabut, kecuali orang itu memiliki kepandaian khusus dan cara mencabut yang istimewa. Orang yang bisa mempergunakan pedang semacam ini, jelas bukan seseorang yang bisa dihadapi dengan gampang. Setelah ia meloloskan pedang dengan bersusah payah, tentu saja tak akan melepaskan korbannya dengan begitu saja. Ketika pedangnya di sarungkan kembali, biasanya mata pedang sudah basah oleh darah. Tentu saja darah orang lain! Setelah masuk ke dalam ruangan, tiga orang itu lantas menempati sebuah meja yang letaknya di sudut paling belakang ruangan itu, agaknya mereka tak ingin mengganggu orang lain, lebih tak ingin diganggu orang. Pesanan mereka: "Hidangan apa saja yang ada." Ini menandakan kalau mereka datang ke situ bukan untuk "makan", dan tidak terlalu mementingkan soal "makan". Yang tidak terlalu memperhatikan soal makan biasanya kalau bukan hatinya sedang bermuram durja, tentunya disebabkan lagi memikirkan persoalan lain. Koleksi Kang Zusi Perduli apapun yang sedang mereka pikirkan, sudah jelas persoalan itu adalah suatu persoalan yang tidak menyenangkan hati. Lim Tay peng memperhatikan terus pedang orang yang berbaju hitam itu, kemudian berguman: "Pedang belum lagi diloloskan, hawa pembunuhan yang terbawa sudah begini tebal" "Bukan hawa pembunuhan dari pedangnya, melainkan hawa pembunuhan dari manusianya!" Ong Tiong membenarkan. "Tahukan kalian, siapakah orang ini?" "Tidak tahu?", Kwik Tay-lok menghela napas panjang, "aku cuma tahu, sekalipun berada dalam keadaan mabok hebat, aku tak akan mencari orang ini untuk diajak berkelahi". "Aku kenal dengan dua orang lainnya." tiba-tiba Yan Jit berbisik. "Tapi mereka tidak kenal dengan kau." Yan Jit segera tertawa, katanya dengan hambar: "Aku ini terhitung manusia apa, sudah barang tentu orang-orang kenamaan seperti mereka tak akan kenal dengan aku." "Mereka sangat ternama ?" "Yaa, orang yang duduk dibagian luar, bertubuh jangkung lagi ceking itu bernama Sia-kun (tongkat penjepit), dinamakan pula Kun-cu (si tongkat) !" "Si tongkat? Ehmm, memang mirip dengan perawakannya, tapi Sia-kun rada istimewa." "Sia-kun atau tongkat penjepit adalah semacam alat siksaan yang sangat hebat, bagaimanapun licik dan bandelnya pencoleng, bila sudah berada dalam tongkat penjepit ini, apa yang kau katakan akan dikatakan pula oleh mereka, sekalipun kau suruh dia menyebut nama nenek moyangnya, dia tak akan berani membangkang." "Demikian hebatkah kepandaiannya ?" Kwik Tay-lok tidak percaya. "Yaa, konon siapa saja yang bertemu dengannya, tak bisa tidak harus bicara terus terang, sekalipun orang mati, dia pun punya kepandaian untuk mengorek keterangan darinya." "Cara kerja orang ini pasti ganas dan kejam." kata Ong Tiong. "Dia masih mempunyai julukan lain yang disebut Kun-cu atau si tongkat, ini diartikan Kian-jinciu- to (bertemu dengan orang lantas memukul). Siapa saja yang terjatuh ke tangannya, tak ayal hidung dan matanya mesti akan bengkak-bengkak diberi bogem mentah dulu olehnya. Sobatsobat golongan hitam yang bertemu dengannya, pada hakekatnya seperti bertemu dengan setan perenggut nyawa atau Raja akhirat saja." "Apa pekerjaannya?" "Polisi dari keresidenan Cing-ho-sian." Koleksi Kang Zusi "Keresidenan Cing-ho-sian bukan suatu tempat yang terlampau besar, bukankah hal ini sama halnya dengan memendam sebuah bakat bagus untuk pengadilan?" "Oleh karena cara kerjanya ganas dan kejam, maka ia tak pernah naik pangkat. Tapi bagaimanapun besarnya persoalan yang tak terselesaikan ditempat lain, orang pasti akan datang ke keresidenan Ching-ho-sian untuk meminta bantuannya" "Siapa pula saudara yang berbaju kuning warna emas itu!" tanya Kwik Tay-lok kemudian. "Dia she Kim dan suka warna emas, maka orang sebutnya sebagai Kim-say (singa emas), tapi di belakang orang lebih suka memanggilnya sebagai Kim-mao-san-cu-kau (Anjing buldog berbulu emas)!" Mendengar nama itu Kwik Tay-lok segera tertawa. "Yaa, kalau suruh aku berbicara yang jujur, tampang orang ini memang mirip dengan anjing Buldog !" "Kau pernah melihat anjing buldog?" "Segala macam anjing pernah kulihat !" jawab Kwik Tay-lok dengan bangga. "Tentu saja, kan bangsa anjing serumpun dengannya !" sela Ong Tiong. Kontan saja Kwik Tay-lok melotot besar tapi urung marah. Yan Jit segera berkata kembali: "Coba kalian bayangkan, bagian mana dari anjing buldog yang paling besar?" "Hidungnya paling besar!" Lim Tay-peng segera menyela. "Bagian mana yang terkecil ?" "Mulut !" Setelah tertawa, Lim Tay-peng menjelaskan lebih jauh: "Bukannya aku juga seperti saudara Kwik, serumpun dengan mereka, melainkan secara kebetulan diwaktu kecil dulu, aku memelihara beberapa ekor anjing buldog." "Nah, sekarang coba kalian saksikan kembali tampang orang itu !" Kalau menengok dari sebelah sini, kebetulan tampang si "anjing buldog" itu kelihatan amat jelas. Siapa saja yang memandang wajahnya, tak seorangpun yang tidak berhasil melihat hidungnya. Kalau boleh diambil perbandingan, maka hidung orang itu sudah menduduki sepertiga dari luas permukaan wajahnya. Bibir, siapapun tentu akan lebih lebar dari hidung, tapi hidungnya justru lebih besar dari bibirnya, ini menyebabkan jika kita tengok dari atas kepalanya, sudah pasti bibirnya tak akan terlihat, karena bibir itu terhadang oleh hidungnya yang besar. Hampir meledak gelak tertawa Kwik Tay lok, sambil tertawa terbahak-bahak katanya: Koleksi Kang Zusi "Yaa, benar, dia memang mempunyai hidung ukuran king-size!" "Matanya tentu tidak-tajam!" kata Ong Tiong. "Darimana kau bisa tahu ?" tanya Kwik Tay-lok dengan keheranan. "Karena sepasang matanya terhadang oleh hidungnya yang besar, maka mata yang sebelah kiri cuma bisa melihat barang-barang di sebelah kiri, sedangkan mata yang kanan cuma bisa melihat barang-barang yang ada di sebelah kanan" Baru selesai berbicara, bahkan Yan Jit pun tak tahan untuk ikut tertawa terpingkal-pingkal. "Tapi sampai sekarang aku masih belum berhasil menemukan letak bibirnya" kata Kwik Taylok kemudian. Sambil menahan geli Yan Jit menerangkan: "Coba kau perhatikan lagi, di bawah hidungnya bukankah ada lubang kecil ? Nah, itulah bibirnya" "Ooooh.... lubang kecil itu bibirnya ? Aku masih mengira kalau lubang hidung" "Aaah, kau ini juga aneh, masa di atas lubang hidung bisa tumbuh kumisnya ?" seru Lim Taypeng. "Siapa tahu kalau bulu itu bukan kumis tapi bulu hidung ?" "Itulah sebabnya, dikala ia sedang makan, kadangkala orang lain tak tahu makanan itu hendak ditelan lewat mana" Walaupun mereka berusaha menahan rasa gelinya, tak urung meledak juga gelak tawa mereka berempat. Saking terpingkal-pingkalnya, hampir saja Kwik Tay-lok terpeleset jatuh ke kolong meja. Tiba-tiba si anjing buldok itu berpaling dan memandang sekejap ke arah mereka. Tapi hanya sekejap saja, ia segera berpaling kembali. Walaupun cuma sekejap, tapi lebih dari cukup. Setiap orang merasakan bahwa sorot matanya begitu tajam bagaikan pisau belati, kalau hendak dibandingkan maka mata itu seperti mata singa jantan, bahkan biji matanyapun berwarna kuning. Suara pembicaraan mereka sebenarnya sudah amat rendah, sekarang bertambah rendah lagi. "Apa pula pekerjaan orang ini?" tanya Kwik Tay-lok kemudian. "Dia juga seorang opas, dua tahun berselang masih menjadi opas di ibukota, tapi belakangan ini konon sudah naik pangkat menjadi komandan opas untuk sembilan propinsi di utara sungai besar." Koleksi Kang Zusi "Jika dilihat dari dandanannya macam laki-laki hidung bangor, ia tidak pantas untuk menjadi seorang opas kenamaan". "Kau sendiripun tidak mirip si rudin" Ong Tiong menimpali. "Dimanakah letak kehebatannya ?" tanya Lim Tay-peng pula. "Pada hidungnya !" "Pada hidungnya ?" "Meskipun hidungnya besar, bukan berarti besar tapi tak berguna. Konon daya penciumannya jauh lebih tajam daripada anjing, bila seseorang kena diendus bau-bau badannya, maka bagaimanapun kau menyamar, jangan harap bisa lolos dari daya penciumannya." "Waaah.... kepandaian semacam ini memang terhitung hebat sekali" "Kedua orang ini boleh dibilang merupakan jago-jago kelas satu dari pihak pengadilan, kalau bukan lantaran suatu peristiwa besar, tak mungkin mereka bisa sampai di sini, oleh sebab itu...." "Oleh sebab itu kau merasa heran, kenapa secara tiba-tiba mereka bisa sampai di sini ?" sambung Ong Tiong. "Yaa, aku memang merasa sangat keheranan, kalau dibilang mereka datang lantaran peristiwa pencurian yang terjadi semalam, kenapa mereka bisa menerima kabar dengan begitu cepat?" Pada saat itulah, tiba-tiba dari tengah jalan berkumandang suara jeritan lengking seorang perempuan, suaranya seperti ayam yang kena diinjak tengkuknya. Kemudian merekapun menyaksikan ada seorang perempuan yang rambutnya terurai tak karuan menerjang keluar dari rumah di seberang jalan sana, seorang laki-laki yang gemuk pendek sedang menariknya dengan sepenuh tenaga. Sampai pada akhirnya, perempuan itu duduk di atas tanah sambil menangis meraung-raung, sambil menangis teriaknya keras-keras: "Uangku untuk membeli peti matipun sudah dicuri orang, kenapa aku tak boleh berbicara...? Kenapa aku harus membungkam? Aku sengaja hendak berkata." Semakin berbicara ia semakin sedih, akhirnya sambil membentur-benturkan kepalanya di atas tanah serunya seraya menangis tersedu-sedu: "Oooh... Thian, kenapa kau begitu tak adil, oooh bajingan yang kejam, hatimu betul-betul hitam seperti hati serigala, kenapa kau tidak meninggalkan sedikit untukku....? Tiga ribu tahil emas murni ditambah dengan seluruh perhiasanku telah kau larikan.... Ooh, jika kau adalah seorang yang berhati baik, kembalikanlah semuanya kepadaku, aku rela membagikan separuh untukmu." Paras muka laki-laki gemuk pendek itu berubah menjadi merah sejenak, pucat sejenak, dengan mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya ia baru berhasil menyeretnya masuk ke dalam rumah, kemudian sambil tertawa paksa katanya: "Secara tiba-tiba biniku kambuh penyakit gilanya, mana mungkin kami memiliki uang emas tiga ribu tahil? Apalagi dicuri orang?" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok dan Yan Jit saling berpandangan sekejap, baru saja mereka hendak bertanya kepada Moay Lo-kong: "Siapakah orang itu ?" Rupanya si tongkat penjepit jauh lebih cepat daripada mereka. Suaranya beret tapi pelan, seakan-akan untuk mengucapkan setiap kata itu dia harus mengerahkan tenaga besar. Hal mana mendatangkan kesan bahwa lebih baik kau perhatikan secara serius setiap perkataannya. Moay La-kong segera menerangkan: "Konon sepasang suami istri ini berasal dari kota Kay-hong, sebenarnya berdagang kain di situ, setelah berhasil menabung beberapa tahil perak, mereka bermaksud untuk hidup menghemat dan sederhana sampai tua. Kalau dari rumah mereka bisa dicuri tiga ribu tahil emas, ini baru suatu berita aneh namanya." Sebenarnya ia bukan seorang yang banyak bicara, tapi mulutnya sekarang seakan-akan telah berminyak, bahkan dialek Kwang-tongnya yang tidak karuanpun sekarang kedengaran lebih tepat dan enak didengar. Si Tongkat penjepit mendengar dengan seksama. Sewaktu berbicara tadi ia bisa bicara perlahan, maka sekarang ia dapat pula mendengarkan dengan seksama, seakan-akan setiap patah kata yang didengar dikunyah lebih dulu dalam bibirnya kemudian ditelan ke dalam perut. Bahkan sekali ditelan ke dalam perut, maka selamanya tak akan ditumpahkan kembali. Menanti Moay Lo-kung telah selesai berkata, ia baru bertanya kembali dengan suara dalam: "Mereka dari marga apa?" "Yang lelaki dari marga Ko, yang perempuan agaknya berasal dari keluarga Lo." Tiba-tiba si tongkat penjepit bangkit berdiri dan berjalan keluar dengan langkah lebar. Sejak awal sampai akhir, manusia berbaju hitam itu tak mengucapkan sepatah katapun, saat itulah tiba-tiba ia bertanya: "Apakah tengah hari sudah lewat ?" "Baru saja lewat !" jawab Moay Lo-kong. "Bawa kemari!" manusia berbaju hitam itu segera berseru. Si anjing buldok seperti rada sangsi, bisiknya: "Aku pikir tempat ini kurang leluasa!" "Siapa yang bilang?" Koleksi Kang Zusi Si anjing buldok itu seperti menghela napas panjang, dari sakunya dia lantas merogoh keluar sekeping emas murni yang beratnya kira-kira dua puluh tahil, setelah diletakkan di meja lantas pelan-pelan didorong ke muka. Manusia berbaju hitam itu segera mengambil dan menyimpannya, ia tidak berbicara lagi. Si anjing buldok menghembuskan napas panjang, setelah memandang sekejap cuaca di luar jendela, ia bergumam: "Sehari sungguh cepat berlalu !" Jilid 04 TAPI BAGI SEMENTARA ORANG, sehari seakan-akan setahun, waktu seakan-akan merambat seperti siput, mau dilewatkan juga susahnya bukan kepalang. Tongkat, bukan suatu benda yang disukai setiap orang. Tapi tongkat justru besar sekali kegunaannya. Tongkat lebih menguntungkan daripada pedang, jika sebuah tongkat diayunkan ke bawah, kadangkala akan dilihat dulu apa yang dipukul. Jika pedang diloloskan dari sarung, biasanya dia akan mengincar bagian lemah yang mematikan. Terutama pedang tersebut. Sewaktu pedang itu diloloskan keluar, dia ada harganya, sewaktu di sarungkan kembali, diapun ada harganya. Harga sewaktu dicabut adalah uang, sedang harga sewaktu di sarungkan adalah darah! Satu jam sudah lewat, si anjing buldok dan manusia berbaju hitam itu, masih duduk di situ, Kwi Tay-lok sekalian juga masih duduk di tempat. Mereka enggan pergi, juga tak bisa pergi. Bila Kwik Tay-lok mengeluarkan uang mas itu untuk membayar rekening, bukankah hal ini sama artinya dengan memberitahukan kepada orang lain bahwa dirinya adalah penyamun. Akhirnya si tongkat penjepit kembali juga, sekarang Kwik Tay-lok bisa melihat wajahnya dengan jelas. Raut wajahnya ibarat tinggal kulit pembungkus tulang, tiada perasaan tiada luapan emosi, tiada pula daging. "Bagaimana ?" tanya si anjing buldok. "Orang itu bukan she Ko, dia she Song, sebetulnya adalah kasir dari perusahaan Liau-tanggou- yo-hau milik keluarga Thio, setelah berhasil menggaet sejumlah uang milik majikannya, ia melarikan diri kemari, oleh sebab itu meski uang emasnya dicuri orang, mereka tak berani berkaok-kaok." Si anjing buldok segera tertawa dingin, katanya: Koleksi Kang Zusi "Tampaknya cara ini merupakan cara yang lazim dia pergunakan, menangkap dulu titik kelemahan orang kemudian baru turun tangan" "Yaa, sewaktu beroperasi pun cara yang dipergunakan juga sama, lagi pula cara kerjanya bersih dan indah, tanpa membuka pintu atau jendela, emasnya sudah terbang." "Kapan terjadinya peristiwa itu?" "Semalam !" "Asal dia sudah turun tangan, paling tidak ada tiga belas buah peristiwa yang dilakukan secara bersamaan, biasanya ini adalah peraturannya...." "Kecuali orang she Song itu, aku telah memeriksa pula lima keluarga lagi." si tongkat penjepit menerangkan lebih jauh. "Apakah kelima keluarga itupun pernah berbuat kriminil sehingga kehilangan tersebut tak berani diluarkan kepada orang ?" "Betul, malah salah satu diantaranya dulu adalah bekas komandan regu anak buah Liok-sanliong- ong sebelum cuci tangan dulu, sekarang ia telah berbini dan punya anak." "Mereka bisa bertemu dengan orang itu, boleh dibilang itulah kesialan mereka, lepaskan saja orang-orang itu" Si tongkat penjepit tidak berbicara, dia hanya memperhatikan tangan sendiri sambil tertawa dingin. Sambil tertawa si anjing buldok berkata: "Padahal aku juga tahu kalau kau tak akan lepas tangan, setiap orang yang pernah berhubungan dengan Liok-sang-liong-ong, bila sampai bertemu dengan kau berarti dia lagi naas. Tapi kau sendiripun harus berhati-hati, jika benar-benar sampai berjumpa dengan Liok sang-liongong serta ular beracun itu, orang yang sial waktu itu kemungkinan sekali adalah kau sendiri." Si tongkat penjepit masih tertawa dingin, ia tidak berbicara apa-apa. "Bagaimanapun juga, kabar yang kita terima agaknya tidak keliru" ujar si anjing buldok lagi, "rupanya selama banyak tahun ini dia selalu bersembunyi disini." "Orang yang memberitahukan kabar ini kepadaku memang dapat dipercaya, kalau tidak kenapa aku suruh kau membayar sepuluh ribu tahil kepadanya?" "Kalau betul ia sudah bercokol selama tujuh-delapan tahun di sini, kenapa secara tiba-tiba turun tangan lagi ?" "Itulah yang dinamakan tangan gatal." Semua pembicaraan tersebut diucapkan dengan terang-terangan, sedikitpun tidak kuatir didengar orang, tentu saja Kwik Tay-lok dapat mendengar semua pembicaraan itu dengan jelas. Bagaimanapun juga, mau tak mau dia harus mengakui bahwa si tongkat penjepit memang betul-betul punya kepandaian. Tapi, siapa yang mereka maksudkan dengan "Dia" itu ? Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba si tongkat penjepit kembali tertawa dingin, katanya lagi: "Kalau betul ia masih melakukan pencurian disini semalam, berarti sampai sekarang ia masih mengendon di sini. Setiap orang yang ke luar kota pagi ini telah kuperiksa semua, kecuali serombongan penjual akrobatik yang agak mencurigakan, yang lain boleh dibilang adalah orangorang yang tahu aturan". "Mungkinkah hasil perampokan itu berada pada penjual akrobatik itu, dan diangkut keluar kota ?" "Tidak mungkin, kalau dilihat dari debu yang dibawa oleh alas kaki mereka, paling banter uang yang mereka bawa cuma tak lebih dari sepuluh tahil perak". Tiba-tiba si anjing buldok itu memperlihatkan sekulum senyuman bengis yang menyeramkan, kemudian katanya: "Jadi kalau begitu, dia pasti masih berada dalam kota !" Setelah mendengar sampai di situ. Kwik Tay-lok betul-betul tak tahan untuk bertanya kepada mereka: "Dari mana kau bisa tahu kalau ia tidak kabur melalui jalan setapak ? Darimana pula kau bisa tahu kalau ia tidak kabur pada saat ini ?" Tentu saja Kwik Tay-lok tak bisa mengajukan pertanyaan itu. Untung saja tanpa ditanya olehnya si tongkat penjepit telah mengatakannya sendiri. "Sekali turun tangan, hasilnya paling tidak diatas sepuluh laksa tahil emas, aku telah menyebarkan penjagaan di sekeliling tempat ini, bagaimanapun juga, jangan harap ia akan berhasil kabur dari sini dengan membawa uang sebesar sepuluh laksa tahil emas". "Sudah barang tentu dia juga bukan seseorang yang mau menumpahkan hasilnya setelah ditelan ke perut. Orang ini selalu memandang uang bagaikan nyawa sendiri, dia tersohor sebagai seorang yang menelan sekulit setulangnya, sekali sudah ditelan, sampai matipun tak akan ditumpahkan kembali" Si tongkat penjepit segera tertawa dingin. "Itulah penyakit lamanya" dia berkata, "aku tahu sendiri dulu, suatu ketika penyakitnya itu pasti akan merenggut selembar jiwa sendiri!" "Tapi orang ini betul-betul terlalu licik, ilmu penyamarannya juga sangat lihay, ditambah lagi pandai mengecilkan tulang, bahkan tinggi rendahnya perawakanpun dapat dirubah, belum tentu kita mampu untuk membongkar sarangnya" Tiba-tiba si tongkat penjepit menggebrak meja sambil berseru: "Kalau sampai kali ini dia bisa kabur lagi, aku akan menukar nama margaku" "Kau sudah menemukan jalannya ?" Koleksi Kang Zusi "Sekalipun harus bertanya satu per satu, sekalipun harus berkorban selama tiga bulan, aku bersumpah akan menggusurnya keluar dari sarang serigalanya". Si anjing buldok mengerling sekejap ke arah manusia baju hitam itu, kemudian dengan alis yang berkerenyit katanya: "Apakah kau akan menanyai setiap orang yang berdiam dalam kota ini ?" "Akupun tahu kalau caraku ini adalah cara seorang bodoh, tapi cara yang bodoh kadang kala malah akan mendatangkan hasil" "Kau bersiap-siap akan mulai dari mana ?" tanya si anjing buldok kemudian setelah menghela napas. "Dari sini !" Tiba-tiba matanya, melotot ke arah wajah Kwik Tay-lok. Seandainya berganti orang lain, apalagi kalau dalam hatinya memang ada yang tak beres, bila dipelototi semacam ini meski tidak ketakutan setengah mati, paling tidak paras mukanya akan berubah hebat. Si tongkat penjepit tetap adalah si tongkat penjepit, barang siapa bertemu dengannya maka jangan harap kau tak akan bicara jujur. Tetapi Kwik Tay-lok masih tertawa haha hihi tanpa berubah sedikipun wajahnya seakan-akan ia sama sekali tak ambil peduli. Sesungguhnya dia memang seseorang yang acuh tak acuh, apalagi dalam perutnya sekarang sudah dipenuhi arak Tiok-yap-cing dari warung Yan-biau-gwan yang berusia tua. Paras muka si tongkat penjepitpun amat tawar, tanpa emosi, sepasang matanya melototi mata Kwik Tay-lok tajam-tajam, pelan-pelan ia bangkit kemudian pelan-pelan berjalan menghampirinya. Dengan mukanya yang hijau menyeramkan, setiap orang yang bernyali kecil tentu tak akan berani berjumpa dengannya, jangan toh baru di suruh mengaku terus terang, mungkin celana dalampun sudah basah lantaran terkencing-kencing. "Orang ini tidak pantas disebut tongkat penjepit, ia lebih pantas kalau dinamakan si mayat hidup" Perkataan tersebut hampir saja meluncur keluar dari mulut Kwik Tay-lok, hampir saja diucapkan dengan lantang... jangan kau anggap ia tak berani berbicara, asal arak sudah masuk keperut, kata "tidak berani" mungkin sudah menjauhinya sejauh sepuluh laksa delapan ribu li. Ong Tiong sekalian juga tidak ambil perduli: "Sekali kau bersahabat dengan Kwik Tay-lok, maka setiap saat kau harus bersiap-siap untuk berkelahi baginya." Berkelahi bagi mereka tak lebih hanya suatu kejadian yang lumrah, seperti tiap manusia harus makan setiap hari. Sekalipun sepasang mata si tongkat penjepit tidak melototinya, tapi sepasang matanya justru melototi si tongkat penjepit dengan penuh rasa gusar. Koleksi Kang Zusi Agaknya, baik Kwik Tay-lok yang salah berbicara, atau si tongkat penjepit yang salah berbicara, suatu pertarungan setiap saat bakal terjadi. Siapa tahu, pada saat itulah tiba-tiba sianjing buldok berseru: "Beberapa orang itu tak usah ditanyai." "Kenapa ?" "Kalau dalam perut mereka ada suatu yang tak beres, mana mungkin ada kegembiraan untuk membicarakan soal hidungku ?" katanya sambil tertawa lebar. Ternyata orang ini bukan cuma daya penciumannya tajam, telinganya juga tajam sekali. "Oooh, jadi semua pembicaraan kami telah kau dengar?" tak tahan lagi Kwik Tay lok menegur sambil tertawa geli. "Bagi kami yang pekerjaannya begini, bukan cuma pandangan matanya harus luas, telinganya juga musti mendengarkan suara yang berada di delapan penjuru." "Kau tidak marah?" "Kenapa harus marah?" si anjing buldok tertawa, "sekalipun hidung yang kegedean tak sedap didengar, toh hal itu bukan suatu kejadian yang memalukan." Kesan Kwik Tay-lok terhadap orang ini segera membaik, ujarnya kemudian sambil tertawa: "Bukan saja tidak memalukan, juga tidak terlalu jelek. Hidung orang lelaki harus besar, semakin besar semakin baik, perempuan yang tahu urusan pasti menyukai orang lelaki yang berhidung besar" "Aku lihat hidungmu juga tidak termasuk kecil" seru si anjing buldok sambil tertawa keras. Kwik Tay-lok segera meraba hidungnya sendiri, lalu katanya sambil tertawa: "Yaa. kalau cuma dipaksakan mah memang masih rada lumayan" "Apakah kalian tinggal didalam kota ?" "Ooh tidak, tidak di dalam kota, diatas bukit sana" "Banyakkah yang tinggal diatas bukit itu?" "Kalau orang hidup mah cuma kami berempat, kalau orang mati tak terhitung banyaknya" "Orang mati ?" "Yaa, tempat tinggal kami dekat tanah pekuburan, tempat itu dinamakan Hok-kui-san-ceng, kalau ada kesempatan mampirlah kesana" "Kami pasti akan berkunjung ke situ" Tiba-tiba ia bangkit berdiri sambil berseru: Koleksi Kang Zusi "Ciangkwe, mana rekeningnya, rekening beberapa orang ini dihitungkan sekalian dalam rekeningku." "Aaaah, hal ini mana boleh jadi" seru Kwik Tay-lok sambil melompat bangun, "kami adalah tuan rumah, kau harus membiarkan kami menjadi tuan rumah yang baik" Dia bukan cuma gemar berteman, ia lebih gemar menjamu orang. Tak ada orang yang lebih cepat berteman daripadanya, tak ada pula orang yang lebih cepat membayar rekening daripadanya. Tapi setelah tangannya merogoh ke dalam saku, ia tak dapat menariknya lagi. Bagaimanapun juga ia tak bisa mengeluarkan kepingan emas itu di hadapan orang banyak. Ternyata si anjing buldok juga tidak berebut untuk membayar, malah katanya sambil tertawa: "Kalau begitu, biarlah kami menurut saja, terima kasih, terima kasih." Tiba-tiba si tongkat penjepit menepuk-nepuk bahu Kwik Tay-lok sambil berkata dengan dingin: "Selama dua hari ini situasi dalam kota pasti kacau, kalau tak ada urusan lebih baik mengendon dalam rumah saja, dari pada mencari kesulitan sendiri." Kemudian tanpa memberi kesempatan berbicara untuk Kwik Tay-lok, dia menekan bahunya keras-keras, terusnya: "Kau tak usah repot-repot menghantar kami, silahkan duduk!" Hiihhhhh.... hiihhhhh.... hiihhhh.... aku tidak lelah, masih pingin berdiri lagi", jawab Kwik Tay-lok sambil cekikikan. Padahal si tongkat penjepit telah menggunakan tenaganya sebesar delapan bagian, tapi sedikitpun tidak menghasilkan apa-apa, dengan mata melotot dia mengawasi pemuda itu dari atas sampai ke bawah, beberapa kejap kemudian tanpa berpaling lagi dia berlalu dari situ. "Kenalkah kalian dengan orang yang ada di seberang jalan itu ?" tiba-tiba si anjing buldok bertanya. Yang dimaksudkan adalah seorang kakek kurus yang rambutnya telah beruban, ia sedang membawa seember air kotor dan keluar dari pintu rumahnya, kemudian menuangkan air itu ketengah jalan. "Tentu saja kenal" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa, "dia adalah pemilik pegadaian Lip-gwan, kami semua memanggilnya sebagai Hoat-po-pi (si penyayat kulit hidup)" Mencorong sinar tajam dari balik mata si anjing buldok, diawasinya kakek itu tanpa berkedip. Menanti kakek itu sudah membalikkan badan dan berjalan masuk, ia baru berkata sambil tertawa: "Kalian tak usah repot-repot, kami hendak memohon diri lebih dulu" Ia lantas menyusul si tongkat penjepit, membisikkan sesuatu ke sisi telinganya dan kemudian bersama-sama menuju ke rumah pegadaian tersebut...." Koleksi Kang Zusi Saat itulah, si orang baju hitam baru pelan-pelan bangkit berdiri dan pelan-pelan berjalan melewati hadapan Kwik Tay-lok sekalian. Semua orang masih minum arak sambil menundukkan kepala, tak seorangpun yang memperhatikannya. Karena setiap kali berjumpa dengannya, mereka seakan-akan melihat seekor ular berbisa, suatu perasaan tak enak yang sukar dilukiskan dengan kata-kata tentu akan muncul di dasar hati setiap orang. Si orang berbaju hitam itu sama sekali tidak berhenti, hanya secara tiba-tiba ia menyapa: "Ui Giok-ji, baik-baikkah engkau ?" Semua orang tertegun, siapapun tak tahu dia sedang menegur siapa. Dalam pada itu, si orang berbaju hitam itu sudah keluar dari warung tersebut dengan langkah lebar. Kwik Tay-lok segera menggelengkan kepalanya berulang kali, gumamnya: "Heran, jangan-jangan pikiran orang ini kurang waras ?" Lim Tay-peng memperhatikan pula pedang yang tergantung di punggung orang itu lalu, gumamnya pula: "Pedang itu paling tidak panjangnya empat jengkal tujuh inci !" "Aku lihat ketajaman matamu cukup hebat" kata Yan Jit, "agaknya kau adalah seorang ahli dalam ilmu pedang?" Lim Tay-peng seakan-akan tidak rnendengar perkataan itu, kembali dia berkata: "Menurut apa yang kuketahui, hanya tiga orang dalam dunia persilatan yang bisa menggunakan pedang sepanjang itu." "Oooh, siapa saja ?" seru Kwik Tay-lok. "Orang pertama bernama Ting Gi-long, konon dia adalah anak haram dari seorang petualangan yang berasal dari negeri Hu-sang (Jepang) Mitsu Hanada dengan Hong-san-li-kiamkek (jago pedang perempuan dari bukit Hong-san) Ting Li, menurut kata orang, Mitsu Hanada adalah seorang samurai terkenal dinegeri Hu-sang yang berjulukan Samurai kilat, oleh sebab itu ilmu pedang yang dimiliki Ting Gi-long merupakan kombinasi antara ilmu pedang aliran Hong-san dengan aliran negeri Hu-sang." Yan Jit menatapnya lekat-lekat, lalu serunya: "Tak kusangka pengetahuanmu tentang dunia persilatan jauh lebih banyak daripada diriku." Lim Tay-peng agak sangsi sejenak, kemudian katanya: "Aku sendiripun mengetahuinya dari orang lain." "Lalu siapakah dua orang lainnya?" Kwik Tay-lok segera menyela. Koleksi Kang Zusi "Orang kedua adalah satu-satunya ahli waris dari Kiong Tiang-hong, ia bernama Kiong Honghun." "Kiong Hong-hun ? Seperti nama seorang perempuan!" "Dia memang seorang perempuan" Yan Jit menerangkan, "apakah kau menganggap perempuan tak dapat menggunakan pedang sepanjang itu ?" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Aku hanya merasa bahwa orang berbaju hitam itu besar kemungkinan bukan seorang perempuan." "Konon Ting Gi-long telah berangkat ke negeri Hu-sang beberapa waktu berselang, katanya hendak pergi mencari ayah kandungnya, oleh sebab itu si orang berbaju hitam ini jelas bukan dia" "Siapa orang ketiga?" "Orang itu bernama Kiam-te-yu-hun (sukma yang lolos dari ujung pedang) Lamkiong-Cho." "Sukma yang lolos dari ujung pedang ? Jelas kata-kata itu merupakan suatu kata ejekan, kenapa dia malah memakainya sebagai nama julukan kebanggaan ?" "Banyak tahun berselang, dalam dunia persilatan muncul seorang manusia aneh yang bernama Kong-bong-sip-ci-kiam (pedang sepuluh kata kalap), setiap orang yang bertemu dengannya tak seorangpun berhasil lolos dalam keadaan hidup, malah See-san-sam-yu (tiga serangkai dari see-san) serta Kanglam Tit-it-kiam (pedang nomor wahid dari Kanglam) yang termashur namanya ketika itupun terbunuh olehnya, Lamkiong Cho berhasil lolos dalam keadaan hidup. Sebab itulah Lamkiong Cho merasa bangga dengan prestasinya itu, diapun menamakan dirinya sebagai Sukma yang lolos dari ujung pedang" "Sudah kalah diujung pedang orang masih merasa bangga, orang ini betul-betul menarik" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Orang ini bukan saja tidak menarik, bahkan tidak menarik sekali" Lim Tay-peng membenarkan. "Kenapa ?" "Konon orang ini gemar sekali membunuh orang, ada kalanya ia membunuh orang cuma lantaran dirinya lagi senang, adakalanya dia pun bisa menbunuh orang lantaran uang. Sekalipun ia berhasil lolos dari ujung pedang Sip-ci-kiam, sebuah codet berbentuk huruf silang empat menghiasi wajahnya, oleh sebab itu dia tak pernah mau menjumpai orang dengan wajah aslinya". "Kalau begitu, besar kemungkinan orang berbaju hitam itu adalah dia...." "Belum tentu demikian" tiba-tiba Ong Tiong menyela. "Belum tentu?" "Darimana kalian bisa tahu kalau dia bukan seorang perempuan, bukan Kiong Hong Hun ?" "Tentu saja bukan !" Koleksi Kang Zusi "Kenapa ? Kau sudah melihat wajahnya? Sudah melihat tangannya ? Sudah melihat kakinya.? Bahkan seinci tubuhnya saja belum kau lihat, apa yang bisa kau saksikan tak lebih hanya pakaian berwarna hitam, masa pakaian yang bisa dipakai orang lelaki tak bisa dikenakan oleh perempuan?" Kwik Tay-lok tertegun, lama sekali ia baru berkata sambil tertawa: "Kalau dia seorang perempuan, ini lebih menarik lagi, aku ingin melihat bagaimanakah raut wajahnya." "Agaknya asal perempuan, kau pasti merasa tertarik sekali ?" seru Yan Jit kesal. Kwik Tay-lok tertawa terbahak-bahak.. "Bagaimanapun juga perempuan memang jauh lebih menarik daripada lelaki, tentu saja yang terlalu jelek dan terlalu tua dikecualikan." Yan Jit segera menghela napes panjang, katanya: "Aaai...! Manusia macam dia kalau tak mau mengaku sebagai setan perempuan, siapa yang mau mengaku ?" "Paling tidak aku punya sedikit kemiripan pula dengan setan perempuan...." sela Ong Tiong sambil menguap. "Kemiripan dalam hal apa ?" "Setiap waktu, setiap saat aku selalu teringat dengan ranjang." * * * Pembaringan. Ke empat buah peti yang berisi emas dan permata itu berada di kolong pembaringan. Sekalipun seseorang yang kaya raya di dunia ini, tak nanti akan menyimpan empat buah peti yang berisi emas intan dan mutu manikam yang tak terhitung jumlahnya itu di bawah kolong ranjang, apalagi tanpa mengunci pintu meninggalkan rumah. Tapi mereka telah berbuat demikian, sebab kecuali mereka sendiri, mimpipun orang lain tak akan menyangka kalau di bawah kolong ranjang yang rongsok dan dekil itu bisa terdapat harta karun sedemikian besarnya, apalagi rumah itu dasarnya memang kosong melompong, kecuali kolong ranjang, memang tak ada tempat lain yang bisa dipakai untuk menyimpan ke empat buah peti itu lagi. "Kenapa tidak ditanam saja ke dalam tanah?" Yan Jit pernah mengajukan usul tersebut, tapi Ong Tiong yang pertama-tama menampik. "Sekarang dengan susah payah kita menanam peti-peti itu ke dalam tanah, dua hari kemudian dengan susah payah menggali kembali, kalau toh akhirnya harus digali keluar, apa sebabnya kita memendamnya sekarang ?" Koleksi Kang Zusi Orang malas selalu mempunyai alasan yang cukup untuk menolak melakukan suatu pekerjaan. Alasan dari Ong Tiong tentu saja cukup kuat. Sekarang, tentu saja ia telah berbaring kembali di atas ranjangnya. Kwik Tay-long sedang berlatih tekun minum arak sambil berjungkir balik, ketika diketahui bahwa minum arak ada banyak ragamnya, ia bertekad untuk menguasai dulu cara minum sambil berjungkir balik. Seandainya di dunia terdapat orang yang bisa minum arak dengan mata, sekalipun cuma seorang, dia tak akan pantang menyerah, baik buruk dia pasti akan berlatih dari orang itu sampai berhasil. Lim Tay-peng duduk di atas undak-undakan pintu sambil bertopang dagu, entah sedang melamun? Entah sedang memikirkan persoalan yang memenuhi benaknya? Sekalipun usianya jauh lebih muda dari pada siapapun, tapi persoalan yang dihadapinya justru lebih banyak dari yang lain. Yan Jit entah sudah kemana lagi? Gerak-gerik orang ini selalu diliputi oleh kemisteriusan, sering kali dia ngeloyor pergi seorang diri, siapapun tak tahu apa yang sedang dilakukan olehnya. Malam seakan-akan sudah larut, seakan-akan pula masih pagi. Orang bilang: "Waktu adalah pokok dari semua benda di alam semesta, hanya waktu yang selamanya langgeng." Tapi ditempat ini, kata-kata tersebut boleh dibilang tidak terlalu cocok. Walaupun orang-orang disini tak pandai memanfaatkan waktu, merekapun tak mau diperbudak oleh waktu. Ketika Kwik Tay-lok menghabiskan arak cawan ketiga, tiba-tiba Lim Tay-peng bangkit berdiri dari undak-undakan. Paras mukanya begitu riang juga begitu serius, seakan-akan seorang panglima perang yang hendak mengumumkan suatu berita penting kepada anak buahnya. Cuma, bagaimanapun seriusnya wajah seseorang, bila dilihat secara terbalik maka wajah itu tentu kelihatan sangat lucu dan menggelikan. Secawan arak yang baru saja diteguk Kwik Tay-lok, hampir saja menyembur keluar dari hidungnya. "Aku hendak mengatakan sesuatu !" kata Lim Tay-peng. "Aku telah menduganya !" sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Dalam kota terdapat seseorang yang bukan saja kungfunya sangat tinggi, akhli pula dalam menyaru serta ilmu menyusutkan tulang, ia pernah melakukan banyak kasus pencurian yang membuat para pejabat pengadilan pusing kepala." Koleksi Kang Zusi "Agaknya persoalan itu bukan cuma diketahui olehmu seorang, agaknya akupun pernah mendengar persoalan itu", kata Kwik Taylok sambil mengerdipkan matanya. "Bukan cuma kau yang tahu, Swan Bwe-tong juga tahu !" Lim Tay-peng menyambung. "Oya ?" "Dia bukan saja tahu, lagi pula pasti ada dendam dengan orang ini !" "Ada dendam ?" "Cuma diapun sama seperti kami, hanya tahu kalau orang itu bersembunyi dalam kota, tapi tak tahu bersembunyi dimana? Melindungi dirinya dalam indentitas apa ? Sekali pun dia ingin membalas dendam, namun tak berhasil menemukannya, maka...." Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasa tidak segeli tadi lagi, sambil berjumpalitan turun ke bawah, dia berseru: "Maka kenapa?" "Maka dia menggunakan akal untuk meminta orang lain yang mencarikan orang itu baginya" "Tentu saja dia tahu kalau orang yang paling pandai mencari orang di dunia ini adalah si tongkat serta si anjing buldok" "Diapun tahu kalau mereka sudah berada disekitar tempat ini, maka dicarinya akal untuk mengabarkan berita ini kepada mereka, bahwa penyamun ternama itu bersembunyi di kota ini" "Yaa, kemudian ia sendiri mendahului mereka dengan melakukan pencurian berganda dalam semalam, bahkan sengaja menirukan cara kerja pencuri ulung itu, agar si tongkat dan si anjing buldok mengira peristiwa ini adalah hasil perbuatannya" "Kesemuanya itu masih bukan bagian yang paling penting" "Lantas yang terpenting apa ?" "Dengan peristiwa tersebut, si tongkat dan si anjing buldok baru percaya kalau pencuri ulung itu benar-benar berada dalam kota ini, dengan demikian mereka baru mencarinya dengan bersungguh-sungguh. Manusia semacam mereka, tentu saja tak akan menjual tenaga sedikit berita yang belum pasti kebenarannya". "Tapi dia masih ada sebuah persoalan lagi!" sambung Kwik Tay-lok. "Yaa, persoalan itu menyangkut harta curian yang tak mungkin bisa dibawa keluar kota, merekapun tak sanggup menyembunyikannya, sebab dia tahu kalau si tongkat dan si anjing buldok telah datang". "Betul, barang yang begitu menyolok dan begitu menyengat tangan memang tidak gampang untuk disembunyikan !" "Bukan tidak gampang saja, lagipula sangat makan tenaga dan pikiran, oleh sebab itu...." Kwik Tay-lok segera tertawa getir, katanya: Koleksi Kang Zusi "Oleh sebab itu diapun mencari seseorang yang bisa membantunya untuk menyembunyikan barang-barang itu, tapi kenapa ia tidak mencari orang lain sebaliknya justru mencari diriku ?" "Tentu saja dia tahu kalau kau berdiam di sini, dia juga tahu kalau setanpun enggan mendatangi tempat ini, kalau barang curian tersebut disembunyikan disini, maka ibaratnya.... ibaratnya...." "Ibaratnya arak yang disimpan dalam perut, aman dan bisa dipercaya". "Aku pikir hal itu bukan merupakan alasan yang terpenting" tiba-tiba Ong Tiong menyela. "Oya ?" "Yang paling penting, orang yang dicari untuk melakukan perbuatan semacam ini harus seorang yang acuh tak acuh dan seorang telur busuk goblok yang ketemu kucing bersahabat dengan kucing, bertemu dengan anjing bersahabat dengan anjing." Ong Tiong bukan saja jarang bergerak diapun jarang berbicara. Kadangkala apa yang dia katakan merupakan suatu kesimpulan, Tapi orang yang membuat kesimpulan kali ini bukan dia, melainkan Kwik Tay-lok sendiri: Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir: "Berjumpa dengan kucing bersahabat dengan kucing, bertemu dengan anjing bersahabat dengan anjing mah bukan menjadi soal, lebih celaka lagi kalau bertemu dengan gadis cantik lantas tak mampu berjalan, itu baru betul-betul telur busuk yang dogol" "Hey, siapa yang kau maksudkan ?" tegur Lim Tay-peng mengerutkan dahi. "Yang kumaksudkan adalah diriku sendiri!" sahut Kwik Tay-lok sambil menunjuk hidung sendiri. Padahal Kwik Tay-lok bukan sungguh-sungguh tolol, dia cuma merasa enggan untuk memikirkan banyak persoalan secara serius, andaikata dia mau saja, mungkin jauh lebih pintar dari siapapun. Tiba-tiba Lim Tay-peng berkata lagi: "Kau masih melakukan sebuah kesalahan lagi !" ""Aaaai.... Kwik sianseng salah melakukan perbuatan bukan suatu kejadian aneh, kalau berbuat betul baru berita yang aneh!" "Tadi kau tidak seharusnya membayar dengan kepingan uang emas tersebut." "Kalau tidak membayar dengan uang emas itu, apakah aku harus membayar dengan jari tanganku ? Jangan lupa, arak yang kau minum tadi tidak lebih sedikit dariku !" "Kalau si tongkat dan si anjing buldok tahu kalau kita membayar rekening dengan uang emas, dia pasti akan keheranan, dari mana si setan miskin itu peroleh uang emas sebesar itu? Nah, kalau sampai begini, kitalah yang bakal berabe." "Bolehkah aku memberitahukan pula beberapa hal kepadamu ?" seru Kwik Tay-lok kemudian. Koleksi Kang Zusi "Boleh saja !" "Pertama, si tongkat dan si anjing buldok tak akan tahu, karena Moay Lo-kong bukan seorang yang cerewet !" "Setelah ada nomor satu, tentu ada nomor dua bukan, apa nomor yang kedua?" "Nomor dua, kalau dalam saku Kwik sian seng kedapatan beberapa tahil perak, kejadian ini bukan suatu kejadian yang aneh dan tidak diherankan. Apalagi di atas kepingan uang emas itu tak ada tandanya, aku telah memeriksanya dengan teliti, siapa berani menuduh aku pencuri, akan kutampar dulu bibirnya" "Masih ada yang lain ?" "Masih, setiap orang harus makan, kita kalau ingin makan maka uang emas itulah yang akan kita pakai untuk membayar rekening" "Hal inilah yang paling penting" tiba-tiba seseorang menanggapi, "orang yang dicari Swan Bwe-tong bukan saja seorang ulat tolol yang suka perempuan, lagi pula dia juga seorang miskin yang edan, seekor ulat tolol yang menjadi sinting lantaran kelaparan!" Inipun suatu kesimpulan. Yang membuat kesimpulan kali ini bukan Ong Tiong, melainkan Yan Jit. Setiap kali munculkan diri, gerak-geriknya selalu misterius dan tidak dirasakan oleh siapa pun, seperti halnya sewaktu dia melenyapkan diri.... Kwik Tay-lok gelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil tertawa getir: "Kalau orang ini sedang berbicara dengan siapapun, suaranya tentu sedap didengar, tapi entah apa sebabnya dia justru paling suka menyindir diriku." "Andaikata kau bukan temanku, sekalipun kau suruh aku menyindirmu, belum tentu aku mau mengabulkan permintaanmu itu" jawab Yan Jit sambil tertawa. "Ong Tiong toh sahabatmu juga, kenapa itu kau tidak menyindir dirinya." "Kata-kata yang bisa dipakai untuk menyindir diriku sudah habis kau pakai, buat apa orang lain musti berbicara lagi ?" kata Ong Tiong sambil tertawa. Kwik Tay-lok ikut tertawa, ia menghampiri Yan Jit dan menepuk-nepuk bahunya. "Kali ini kau ngeloyor kemana lagi?" tegurnya. "Aku.... aku pergi bermain." Ia seperti tidak suka orang lain menyentuh tubuhnya, setiap kali Kwik Tay-lok menyentuhnya, ia menunjukkan sikap seakan-akan tidak terbiasa, mungkin hal ini dikarenakan kecuali Kwik Taylok, jarang ada orang yang menyentuh dirinya. Asal melihat pakaian yang dikenakan itu, nasi yang dimakan semalampun mungkin akan tertumpah keluar. "Kau bermain kemana ?" kembali KwikTay-lok bertanya. Koleksi Kang Zusi "Ke bawah bukit, dalam kota" "Apanya yang bagus dilihat dalam kota" "Siapa bilang tak ada?" "Jadi ada?" "Semalam bukankah kau telah menyaksikan seorang gadis cantik membawa dua buah keranjang besar ?" "Malam ini, apa yang telah kau lihat?" "Penjagalan manusia" "Penjagalan manusia? Siapa yang melakukan pembunuhan itu ?" tanya Kwik Tay-lok kuatir. "Si tongkat !" "Si tongkat membunuh orang ? siapa yang dibunuh !" "Semua orang yang dicurigai" "Siapa yang dicurigai ? apa yang perlu di curigai?" "Si tongkat sedang mencari seorang lelaki berusia lima puluh tahunan lebih yang sudah sepuluh tahun datang kemari, maka semua lelaki yang pindah kemari pada sepuluh tahun berselang adalah orang yang mencurigakan, kemungkinan sekali dialah Hong Si-hu". "Siapakah Ho Si-hu itu?" "Hong Si-hu adalah orang yang sedang dicari si tongkat" "Hong Si-hu yang kau maksudkan apakah Thi-hu-gut-siu (ayam dan anjing tak tersisa) Hong Si-hu?" tiba-tiba Lim Tay-peng menyela. "Yaa, betul orang itulah yang dimaksudkan." Sambil tertawa Kwik Tay-lok berseru: "Orang yang mempunyai nama sebagus itu, kenapa justru memilih julukan yang tak sedap didengar?" "Sebab setiap kali turun tangan, ia pasti akan menguras seluruh harta yang dimiliki korbannya, kadang kala uang setengikpun tidak disisakan, sering kali orang yang menjadi korban keganasannya harus mengakhiri nyawanya di atas tiang gantungan, oleh karena itulah walaupun dia tak pernah membunuh orang, tak sedikit orang yang dipaksa mati akibat ulahnya..." "Konon orang itu bukan saja berhati hitam dan bertangan keji, diapun memandang uang lebih berharga dari pada nyawa sendiri, uang hasil curiannya tak pernah dipakai untuk berfoya-foya" kata Lim Tay-peng. Koleksi Kang Zusi "Siapa tahu kalau semua hasil curiannya dipakai untuk menolong orang lain, atau berbuat kebajikan?" sela Kwik Tay-lok. "Orang ini, sepanjang hidupnya sering kali melakukan perbuatan jahat, perbuatan apapun pernah dilakukannya, hanya tak sekalipun ia berbuat kebaikan." "Kalau begitu dia simpan dimanakah semua harta kekayaannya itu ?" "Tak seorangpun yang tahu." Kwik Tay-lok termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ia bertanya lagi: "Dalam kota, ada berapa banyak manusia macam begini yang dicurigainya...?" "Sebetulnya tidak banyak, sekarang lebih sedikit lagi." "Berapa banyak yang telah dibunuh si tongkat?" "Lima atau enam orang, mungkin juga tujuh orang." "Dia membunuh orang, kau cuma menonton dari samping?" teriak Kwik Tay-lok dengan mata melotot. "Sekarang kalau suruh aku menonton lagi pun segan". Kwik Tay-lok kontan saja melotot besar, tiba-tiba ia melompat bangun dan menerjang keluar dari situ. Ong Tiong menghela papas panjang, gumamnya: "Heran, sejak berkenalan dengannya, kenapa setiap kali dia bergerak aku selalu merasa harus bergerak pula?" Meskipun Kwik Tay-lok bukan seorang yang dungu, tapi dia berangasan sekali. Sebenarnya dia harus bertanya dulu kepada Yan Jit: "Sesungguhnya manusia-manusia macam apa yang telah dibunuh oleh si tongkat?" Ia tidak bertanya, karena dia tahu manusia-manusia yang dibunuh si tongkat sudah pasti bukan manusia-manusia baik. Ia memahami, tapi tak tahan untuk mengendalikan emosi. Walaupun hal ini bukan merupakan suatu kebiasaan yang baik, paling tidak jauh lebih baik daripada mereka-mereka yang berperasaan sedingin es atau perasaan kaku. Si orang berbaju hitam itupun mempunyai suatu kebiasaan... selamanya dia tak mau untuk berjalan mendahului siapapun. Tentu saja hal ini bukan disebabkan ia terlalu ketat memegang adat istiadat atau tata kesopanan, sebaliknya karena ia lebih suka memandang orang dengan matanya bukan dengan punggung. Walaupun kebiasaan semacam inipun tidak terlalu baik, paling tidak telah memberi kesempatan hidup selama beberapa tahun kepadanya. Koleksi Kang Zusi Sekarang, dia masih berjalan di belakang si tongkat dan si anjing buldok. Kedua orang itu tak pernah kuatir kepadanya, sebab mereka tahu pedangnya tak pernah menusuk dari punggung orang! Walaupun wajahnya ditutup dengan selembar kain hitam, tapi dia jauh lebih menjaga muka dari pada kebanyakan orang. Jalanan dalam kota amat sepi, cuma ada dua tiga rumah yang masih memancarkan sinar lampu yang redup. Ketika tiba di rumah ke empat di sebelah kiri jalan, merekapun berhenti... Gedung rumah itu seperti juga rumah-rumah lain dalam kota itu, bangunannya sederhana dan jelek, pintu yang sempit lagi tebal dengan jendela yang kecil lagi tinggi, kertas jendela yang tebal serta sinar lentera yang redup. Pintu dan jendela semuanya berada dalam keadaan tertutup rapat. "Rumah ini ?" tegur si anjing buldok dengan suara dalam. Si tongkat mengangguk. Tiba-tiba si anjing buldok itu melejit ke udara. Meskipun perawakan tubuhnya tinggi besar, gerak-geriknya gesit sekali, ilmu meringankan tubuhnya juga tidak lemah, baru saja ujung kakinya menutul di atas wuwungan rumah, ia sudah melewati bangunan rumah tersebut dan lenyap dari pandangan mata. Si tongkat berpaling dan memandang si orang berbaju hitam itu sekejap, kemudian dengan suara lantang ia berseru: "Kami adalah petugas pengadilan yang hendak melakukan pemeriksaan, semua rakyat diminta tetap ditempat, barang siapa membangkang segera dibunuh sampai mati!" Baru selesai seruan itu, cahaya lentera dalam ruang rumah itu telah padam. Kemudian: "Blam !" agaknya ada orang sedang menjebol jendela belakang dan berusaha melarikan diri. Sayang si anjing buldok telah berjaga-jaga atas kejadian itu. Kembali terdengar jeritan kaget. "Mau lari kemana kau....!" bentak si anjing buldok dengan suara nyaring. Menyusul kemudian terlihatlah sesosok bayangan manusia melompat naik ke atas wuwungan rumah, meskipun ilmu meringankan tubuhnya tidak berada di bawah si anjing buldok, namun perawakan tubuhnya jauh lebih kecil dan ceking. Setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia lantas melarikan diri ke arah tenggara. Si tongkat tidak bergerak. Si orang baju hitam itu seperti juga tidak bergerak. Koleksi Kang Zusi Tapi secara tiba-tiba ia sudah berada di atas wuwungan rumah dan menghadang jalan pergi bayangan manusia itu. Agaknya orang itu merasa terperanjat, sepasang kepalanya, segera diayunkan bersama ke depan. Agaknya si orang berbaju hitam tidak melakukan gerakan apa-apa, tapi tahu-tahu orang yang melepaskan pukulan itu sudah terguling dari atas atap rumah dan terjatuh ke atas jalanan. Pada saat itulah pelan-pelan si tongkat baru menghampirinya, sambil bergendong tangan ia menunduk dan mengawasi wajahnya. Angin dingin berhembus kencang, suasana terasa amat menyeramkan. Dari balik kegelapan malam, sepasang matanya bagaikan sepasang gurdi, sepasang gurdi yang telah dilapisi salju. Sudah lama Kwik Tay-lok mengikuti jalannya peristiwa itu dari sudut jalanan, sebenarnya sedari tadi ia sudah bermaksud untuk menerjang keluar. Tapi setelah menerjang keluar dari sana, apa pula yang hendak dilakukan ? Ia sendiripun tak tahu apa yang dilakukan. Semisalnya orang yang ditangkap si tongkat adalah seorang penyamun berhati kejam, apakah dia harus membantu seorang penyamun untuk buron dari atas bukit sampai ke dalam kota, sepanjang jalan sudah cukup angin dingin yang menerpa wajahnya, kobaran api dalam dadanya telah jauh lebih mengecil. Oleh sebab itu dia masih menunggu dibalik tikungan jalan. Orang yang terbanting ke tengah jalan itu masih berbaring melingkar disitu, ia seperti seonggokan lumpur, bergerakpun tidak. Tiba-tiba si tongkat menariknya bangun, lalu sambil mencengkeram kerah bajunya, sepatah demi sepatah dia berseru: "Pandanglah aku !" Walaupun orang itu telah berdiri, kepalanya masih terkulai lemas. Si Tongkat segera mengendorkan tangan kanannya, kemudian dengan suatu kecepatan luar biasa menempelengnya beberapa puluh kali. Darah mulai meleleh keluar dari ujung bibirnya, tapi orang itu masih menggertak gigi menahan diri, mendenguspun tidak. "Bagus, punya semangat!" puji si tongkat sambil tertawa dingin. Lututnya segera diangkat kemudian di tumbukkan ke tubuh orang itu keras-keras. Saking sakitnya paras muka orang itu berubah hebat, dia ingin membungkukkan badannya, namun tak bisa membungkuk lagi. Hanya tubuh bagian bawahnya yang berkerut, sekujur badannya berkerut menjadi satu gumpalan dan tergantung ditangan si tongkat, sekujur badannya gemetar keras seakan-akan semua tulangnya telah terlepas. Koleksi Kang Zusi "Aku mempunyai banyak cara untuk menghadapi orang yang tidak penurut" kata si tongkat, "barusan adalah salah satu diantaranya yang paling sederhana, kau ingin mencoba cara yang kedua?" Akhirnya orang itu mendongakkan kepalanya dan menatap wajah si tongkat tajam-tajam, sorot matanya penuh memancarkan api kemarahan dan rasa dendam kesumat yang tebal. Tiba-tiba sikap si tongkat berubah kembali, ia berubah menjadi lebih ramah dan halus. ""Kau bukan Hong Si-hu ?" tegurnya. Sambil menggertak giginya keras-keras, orang itu menjerit: "Kalau sudah tahu kalau aku bukan, kenapa kau masih menghadapi diriku dengan cara ini ?" "Karena aku masih belum yakin, kecuali kau memberitahukan siapakah dirimu yang sesungguhnya, dengan begitu aku baru bisa membuktikan kalau kau bukan Hong Si-hu". "Aku bukan siapa-siapa, aku tidak lebih hanya seorang pedagang kecil yang menjual barang kelontong" Si tongkat segera menarik muka, katanya setelah tertawa dingin: "Kalau kau bukan orang lain, terpaksa aku akan menganggapmu sebagai Hong si-hu !" Orang itu menggigil semakin keras. "Kau takut salah menangkap orang, takut disalahkan atasanmu, maka walaupun kau sudah tahu kalau aku bukan Hong Si-hu, tapi kau tak mau juga melepaskan aku. Cara kerjamu itu sudah lama kuketahui". "Kau keliru" ujar si tongkat dengan wajah lembut. "yang kucari kali ini hanya Hong Si-hu seorang, urusan ini tak ada sangkut pautnya dengan orang lain, asal kau bersedia untuk mengucapkan asal usulmu yang sebenarnya, aku segera akan melepaskan dirimu". "Melepaskan aku? kau bisa melepaskan aku ?" Si tongkat kembali tertawa. "Kenapa aku tak dapat melepaskan? Sekalipun kau pernah melakukan suatu peristiwa di tempat lain, apa sangkut pautnya dengan aku ? kenapa aku musti mencari banyak urusan dengan mencampuri urusanmu ?" Orang itu berpikir sampai lama sekali, akhirnya sambil menggigit bibir katanya: "Aku she Han, orang yang menyebutku It-ceng-hong (segulung angin)" "Segulung angin? Apakah kau yang telah membunuh Ui wangwe sekeluarga pada musim semi tahun berselang?" "Kau toh sudah berjanji, asal aku bukan Hong Si-hu, urusan yang lain tak akan kau campuri" protes si gulung angin. "Tentu saja aku tak akan mencampuri, tapi dari mana aku bisa tahu kalau kau adalah si gulung angin, bukan Hong Si-hu ?" Koleksi Kang Zusi "Diatas badanku terdapat tato...." "Sreet" pakaiannya segera terobek, betul juga diatas dadanya terdapat tato yang berbentuk segulung angin puyuh. Itulah lambang khas dari si Segulung angin. "Si gulung angin tak mungkin dapat menyaru sebagai Hong Si-hu, sebaliknya Hong Si-hu dapat menyaru sebagai si segulung angin" kata si tongkat hambar. "Apa yang harus kuperbuat sehingga kau bisa mau percaya?" Si tongkat termenung dan berpikir sejenak, lalu jawabnya: "Konon, Ui wangwe mati lantaran tertusuk oleh pedang" "Tidak, aku tak pernah menggunakan pedang" "Lantas apa yang menyebabkan kematiannya?" "Kugunakan obat racun untuk meracuninya sampai mati, kemudian melemparkan tubuhnya ke dalam sumur" Si tongkat segera tertawa. "Kalau begitu, kau memang betul-betul si segulung angin" katanya. "Aku memang!" "Bagus, bagus sekali...." Tiba-tiba ia mengeluarkan tangannya, kemudian membacok tengkuk si segulung angin. Dalam waktu singkat, si segulung angin berubah menjadi segumpal tanah liat. Sinar kebencian dari bola matanya pelan-pelan menongol keluar, mukanya beringas penuh rasa benci dan dendam yang tebal, seakan-akan ia sedang bertanya: "Kau toh sudah setuju untuk melepaskan aku ? Kenapa kau bunuh diriku sekeji ini ?" Meskipun si tongkat tidak berkata apa-apa tapi sorot mukanya seolah-olah menjawab pertanyaan itu. Sorot mata tersebut penuh pancaran sinar bangga, seolah-olah sedang berkata demikian: "Inilah cara kerjaku, kalau toh aku tidak mempercayai dirimu, kenapa kau harus percaya kepadaku ?" Sinar mata, Kwik Tay-lok sudah mulai berapi-api. Tapi dia hanya menonton saja, sebab si Segulung angin memang pantas dibunuh. Petugas hukum membunuh penyamun, hal ini sudah merupakan suatu kejadian yang lumrah. Koleksi Kang Zusi Kedengaran seseorang berbisik di belakangnya: "Oooh, kiranya kaupun cuma menonton belaka disaat ia sedang membunuh orang." Tanpa berpalingpun Kwik Tay-lok sudah tahu siapa yang barusan berbicara itu. Dia cuma menghela napas panjang belaka, sebelum bisiknya: "Tapi aku masih harus menonton lebih lanjut." "Kau suka melihat dia membunuh orang?" tanya Yan Jit. "Aku hendak menunggu sampai dia salah membunuh orang." "Kenapa ?" "Saat itulah aku baru punya alasan untuk membunuhnya". "Kau ingin membunuhnya ?" "Sekalipun si Segulung angin pantas mati, dia lebih pantas lagi untuk mati." "Kau anggap dia telah melakukan kesalahan ?" "Perbuatan yang dilakukan siapapun tak dapat mengatakan salah, tapi caranya turun tangannya terlalu rendah, terlalu menggemaskan!" "Kalau selamanya ia tak pernah salah membunuh ?" Kwik Tay-lok menjadi tertegun. Yan Jit segera tertawa, ujarnya lagi: "Ada sementara persoalan memang kadang kala tak mungkin bisa dicampuri orang lain, Apalagi meski si tongkat jahat, ia sangat berguna, ada sementara orang memang harus dihadapi oleh manusia-manusia semacam dia". Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa pula: "Kau kira manusia semacam dia itu tak ada yang bisa menghadapinya ?" "Siapa yang bisa menghadapinya? Kau ?" "Mungkin aku, mungkin orang lain, siapa pun itu orangnya tak menjadi soal, aku hanya tahu kalau hukum karma itu selalu berlaku cepat atau lambat pasti ada orang yang akan menghadapinya". Itulah Kwik Tay-lok, itulah jalan pemikirannya. Ia bukan saja menaruh rasa sayang terhadap sesama manusia, lagi pula menaruh kepercayaan penuh. Ia percaya kebenaran selamanya tak akan berubah, keadilan selalu akan tetap utuh. Koleksi Kang Zusi Iapun percaya kebenaran tentu bisa menangkan kejahatan, bagaimanapun pukulan batin yang akan dihadapinya, rasa percayanya pada diri sendiri tak akan berubah. Si Anjing buldok sedang menepuk bahu si tongkat dan berkata sambil tertawa: "Kionghi, kionghi, lagi-lagi ada sebuah kasus misteri yang berhasil kau bongkar, dalam semalam tujuh kasus berhasil dibongkar, kecuali kau, siapa lagi yang bisa membuat rekor sebesar itu?" "Kau !" Si Anjing buldok segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahhhh... haaahhhhhh... hahhh... aku tak bakal mampu, hatiku kurang keji, makin lama pekerjaan seperti ini sudah semakin tak bisa dipertahankan lagi".. Paras muka si tongkat segera berubah, tapi luapan emosi tersebut berhasil juga diatasi. "Berikutnya rumah siapa?" tanya si anjing buldok kemudian. Si tongkat mendongakkan kepalanya, sorot matanya yang tajam segera tertuju ke atas sebuah papan nama di seberang sana. Sebuah papan nama yang berdasar warna hitam dengan tulisan berwarna emas. Rumah pegadaian Lip-gwan. Tauke dari rumah pegadaian Lip-gwan meski amat menyayat kulit, namun ia tidak terlalu menggerogoti tulang, bahkan seringkali masih meninggalkan sedikit daging diatas tulang untuk diberikan kepada orang lain. Selama ini Kwik Tay-lok mempunyai kesan yang cukup baik terhadap orang itu, ketika dilihatnya si tongkat dan si anjing buldok memasuki rumah pegadaian tersebut, tak tahan lagi dia siap menyusul kesana. Ong Tiong hanya berdiri membungkam terus di belakangnya, tapi saat itulah tiba-tiba ia berseru: "Jangan bergerak" "Aku toh bukan bernama Ong Tiong, kenapa tak boleh bergerak ?" sahut Kwik Taylok sambil tertawa. "Kalau kau bergerak sekarang, maka banyak kesulitan yang bakal kita hadapi " "Sedari kapan kau takut dengan kesulitan?" "Sejak sekarang, bahkan takut dengan kesulitan semacam ini" "Jangan lupa, dia adalah "mertua" kita semua setiap saat kita bakal pergi mencarinya" "Tak ada mertua mah tak menjadi soal, kalau tak punya kakek moyang itu baru berabe." Koleksi Kang Zusi "Kau punya kakek moyang ?" ulang Kwik Tay-lok dengan wajah tertegun. "Jika mertua kita itu betul-betul penyamun yang sedang bernyanyi, dan kita membantu dirinya, bukankah sama halnya dengan menjual nama baik kakek moyang kita?" "Kau tak usah pergi, biar aku pergi seorang diri!" seru Kwik Tay-lok, Ong Tiong segera menghela napas. "Kalau aku membiarkan kau pergi seorang diri, sekarang mengapa tidak mendengkur saja diatas ranjang ?" Kwik Tay-lok menatapnya lekat-lekat, memandang sinar matanya yang dingin, memandang wajahnya yang dingin, tiba-tiba dari hati kecilnya muncul segulung rasa persahabatan yang hangat. Bila dia ingin melakukan suatu pekerjaan, tak ada seorangpun yang bisa menghalanginya. Yang dapat membatalkan niatnya hanya sahabat. Sementara itu, si anjing buldok dan si tongkat telah tiba di depan pintu rumah pegadaian tersebut. Pintu itu sebenarnya tertutup rapat, tapi belum sempat mereka mengetuk pintu, tiba-tiba pintu itu membuka dengan sendirinya. Si penyayat kulit menongolkan kepalanya dari balik pintu, lalu berseru dengan lirih: "Sedari tadi aku sudah tahu kalau kalian bertiga akan datang kemari, silahkan masuk, silahkan masuk". Si tongkat dan si anjing buldok saling berpandangan sekejap, kemudian melangkah masuk ke dalam ruangan. Si orang berbaju hitam itu segera berjaga-jaga di depan pintu. Sambil menggigit bibir, Kwik Tay-lok segera bergumam: "Entah si tongkat akan menghadapinya dengan cara apa ? Agaknya lebih baik kutengok sendiri" Tapi ia tak usah melihat lagi, sebab pada saat itulah si tongkat dan si anjing buldok telah melangkah keluar. Terdengar tauke penyayat kulit berkata dari dalam pintu: "Apakah kalian bertiga akan pergi? Selamat jalan, selamat jalan......" "Tak usah sungguh-sungguh, tak perlu dihantar lagi". kata si anjing buldok sambil menjura dengan senyum dikulum. Kwik Tay-lok yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertegun, gumamnya kemudian: "Apa yang terjadi? Kenapa sikap mereka berdua berubah menjadi demikian sungkan? Koleksi Kang Zusi "Dikala tongkat hendak memukul orang, dia tak akan sembarangan saja memukul, kalau tidak sedari dulu tongkatnya sudah patah menjadi dua" kata Ong Tiong. "Lantas siapakah tauke penyayat kulit ini? Dengan mengandalkan apa ia bisa memaksa mereka bersikap begitu sungkan?" Ong Tiong termenung sebentar, kemudian sahutnya: "Mungkin dia bukan siapa saja, karena itu orang baru bersikap sungkan kepadanya" Kwik Tay-lok berpikir sebentar, tapi dia tak tahu bagaimana harus mengartikan perkataan tersebut. Ia tak sempat untuk berpikir lebih lanjut, ternyata sasaran berikutnya dari si anjing buldok serta si tongkat adalah warung makannya Moay-lo-kong. Dengan kening berkerut Kwik Tay-lok segera berkata. "Tak kusangka terhadap Moay Lo-kong pun mereka menaruh curiga, agaknya penyakit curiga mereka tidak kecil". "Kali ini kau tak usah kuatir lagi, pada Moay Lo-kong tak bakal ada penyakit apapun yang bisa mereka temukan" seru Yan Jit. "Tentu saja aku tidak kuatir, tapi bukan alasan itu yang kupikirkan." "Lantas karena apa ?" "Mereka juga manusia, perlu makan, tanpa Moay Lo-kong, besok mereka hendak makan apa?" "Makan kentut !" seru Ong Tiong. Kwik Tay-lok segera tertawa, tapi baru saja senyuman itu tersungging, dengan cepatnya lenyap kembali. Dari dalam warung makan itu tiba-tiba berkumandang jeritan kaget, suara itu berasal dari Moay Lo-kong. Menyusul kemudian terdengar suara dari si tongkat sedang bertanya: "Hayo cepat jawab, darimana kau dapatkan kepingan uang emas ini ?" Begitu mendengar soal "kepingan uang emas", bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya Kwik Tay-lok segera menerjang ke muka. Kali ini Ong Tiong tidak menghalanginya lagi. Tampaklah si tongkat sedang mencengkeram anak ayam saja.... Moay Lo-kong dengan wajahnya yang basah oleh keringat sedang gemetar tiada hentinya, saking gemetarnya sampai tak sepatah katapun yang mampu diucapkan. "Mau bicara tidak ? Darimana kau dapatkan emas ini?" bentak si tongkat dengan suara keras. Koleksi Kang Zusi Kali ini Moay Lo-kong tak usah menjawab sendiri. Kwik Tay-lok telah menerjang masuk sambil berteriak keras: "Akulah yang memberikan uang emas itu kepadanya, untuk membayar tiga puluh kati daging, empat puluh kati arak ditambah tujuh ekor itik dan delapan ekor ayam, siapa yang ingin merugi kalau berdagang. Pelan-pelan si tongkat menurunkan Moay Lo-kong, pelan-pelan membalikkan badan dan melotot ke arah Kwik Tay-lok. Dengan garangnya Kwik Tay-lok berdiri disana, berbicara dari dandanannya dia memang tidak mirip dengan seseorang yang mampu membayar rekening dengan uang emas. "Emas itu milikmu?" tegur si tongkat. "Benar!" "Kau mendapatkannya dari mana?" "Bila seseorang mempunyai uang emas, apakah dia salah? Melanggar hukum? Kalau memang begitu, tak terhitung banyaknya orang yang melanggar hukum di dunia ini, mungkin termasuk pula kalian berdua" Walaupun paras muka si tongkat tanpa emosi, namun kelopak matanya makin lama makin menyusut kecil. Tiba-tiba dia menjulurkan tangannya ke depan. Ia bukan saja lebih tinggi dari pada orang lain, tangannya juga lebih panjang, ke sepuluh buah jari tangannya yang kurus dan kering bagaikan sepasang cakar baja yang tajam dan mengerikan. Tapi Kwik Tay-lok justru hendak mencoba ketajaman dari sepasang cakar bajanya itu. Dia tidak berkelit tidak pula menangkis, "Wes!" sepasang kepalannya diayunkan bersama menyambut datangnya cengkeraman maut itu dengan keras lawan keras. (Bersambung jilid 05) Jilid 05 BEGITU sepasang kepalannya diayunkan ke muka, bukan cuma si tongkat saja yang kaget, paras muka si anjing buldok pun berubah hebat. Sepasang cakar baja dari si tongkat sudah jelas telah dilatih dengan ilmu Eng-jiau-kang atau sebangsanya, sekalipun orang buta juga dapat merasakannya, seseorang yang tidak memiliki tenaga dalam cukup sempurna, tak nanti berani menyambut datangnya serangan itu dengan keras lawan keras. Sesungguhnya tenaga dalam yang dimiliki Kwik Tay-lok tidak seseram apa yang mereka bayangkan, cuma saja wataknya memang terbuka dan lurus bukan saja "berjalan lebar" dalam menggunakan uang, "berjalan lebar" dalam melakukan pekerjaan, ilmu silat juga termasuk ilmu silat yang "berjalan lebar". Koleksi Kang Zusi Begitu tonjokan itu dilancarkan, apakah kepalannya yang akan berhasil mematahkan cakar elang lawan? Ataukah cakar elang lawan yang akan melubangi tonjokannya? Berpikir sampai ke situpun ia tidak. Pada hakekatnya ia tak ambil perduli, acuh. Pokoknya asal dia sedang gembira, maka jurus serangan seperti apapun akan dilakukannya. Tentu saja orang lain tak akan terbuka semacam dia, apalagi dalam ilmu silat yang dipentingkan adalah perubahan jurus serangan serta kelincahan, sebelum sampai pada keadaan yang terpaksa, siapa yang bersedia untuk beradu kekerasan dengan lawan? Begitu pukulan Kwik Tay-lok dilancarkan, si tongkat segera merubah jurus serangannya, sikutnya menekan ke bawah, cakar membalik ke atas dan sepuluh jari tangannya seperti kaitan mencengkeram pergelangan tangan musuh. Kwik Tay-lok sama sekali tidak menggubris datangnya ancaman itu, jurus serangannya juga sama sekali tidak berubah. "Tidak berubah adalah berubah, dengan tidak berubah menghadapi semua perubahan" Inilah teori tingkat atas dari ilmu silat. Si tongkat segera berjumpalitan ke tengah udara, hampir saja punggungnya menumbuk dinding. Pada hakekatnya satu juruspun belum selesai digunakan, Kwik Tay-lok telah berhasil memaksa jagoan dari pemerintah ini mundur dengan menderita kekalahan total. Ia merasa bangga sekali dengan hasil yang berhasil dicapai, maka pengejaranpun tidak dilanjutkan. "Mumpung menang melakukan pengejaran", kata-kata tersebut bukannya tidak diketahui olehnya, tapi setelah orang lain mengaku kalah dan lagi sudah mengundurkan diri, buat apa musti dikejar lebih jauh?" Mengejar untuk melakukan pembasmian adalah suatu perbuatan yang merupakan pantangan besar bagi Kwik Tay-lok. Setelah mendehem, si anjing buldok segera maju menyongsong kedatangannya, ia berkata sambil tertawa: "Saudara cilik, bila ada persoalan mari kita bicarakan secara baik-baik, apa sih gunanya mengobarkan hawa amarah?" "Dia sendiri yang marah-marah, dia pula yang hendak menghantamku, kenapa kau malah menyalahkan diriku?" "Salah paham, salah paham, kita semua telah salah paham" "Baik, ia sudah menanyai aku selama ini, sekarang akupun ingin bertanya kepadanya" "Silahkan bertanya !" Koleksi Kang Zusi "Benarkah seseorang yang membeli arak dan daging dengan uang emas adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum?" "Tentu saja tidak" jawab si anjing buldok sambil tertawa, "akupun sering kali menggunakan uang emas untuk membayar rekening." "Kalau memang tidak melanggar hukum, tolong lepaskan Moay Lo-kong, dan sekalian lepaskan diriku." "Tentu saja, tentu saja". Ia mengerling sekejap Ong Tiong, Yan Jit dan Lim Tay-peng yang ada diluar pintu, kemudian katanya: "Sore ini kami telah banyak mengganggu ketenangan dan kegembiraan kalian semua, malam nanti biarlah aku yang menjadi tuan rumah untuk mentraktir kalian minum beberapa cawan arak, tentunya kalian semua bersedia bukan ?". Kwik Tay-lok masih termenung sambil memutar otak, jalan pemikirannya sudah mulai berjalan kembali. Dia bukan seorang yang suka menerima undangan orang dan makan minum secara gratis, cuma diapun merasa kurang leluasa untuk mengucapkan kata-kata yang sekiranya enak untuk menampik undangan serta permintaan orang. "Sekarang aku tak ingin berpikir apa-apa lagi, aku cuma ingin cepat-cepat naik ke tempat tidur!", sela Ong Tiong dari samping dengan suara lirih: Si anjing buldok segera tertawa: "Bagus sekali, bagaimanapun juga kami toh sudah berjanji akan mengunjungi rumah kalian, cepat atau lambat kunjungan tersebut harus kami lakukan juga, mumpung ada kesempatan semacam ini, baiklah bila tidak mengganggu biarlah malam nanti kami akan berkunjung ke situ, sekalian minum arak sambil bercakap-cakap, entah bagaimanakah pendapat kalian berempat ?" Ucapannya itu bernada lembut dan penuh keramah-tamahan, tapi justru dibalik keramahtamahan itu terselip sesuatu kekuatan yang membuat orang tak bisa menampiknya. Setelah ia berkata demikian, maka Ong Tiong tak bisa menampik lagi... Jika seorang petugas hukum hendak "berkunjung" ke rumahmu, sanggupkah kau untuk menolaknya ? Apalagi, jika mereka sudah berkunjung ke perkampungan Hok-kui-san-ceng, maka mereka tak akan membunuh orang lagi disini. Oleh sebab itu, merekapun berkunjung ke Hok-kui-san-ceng. Barang siapapun yang pernah mendengar nama perkampungan Hok-kui-san-ceng, kemudian berkunjung ke situ, sedikit banyak hatinya tentu akan dibuat terperanjat. Perkampungan yang "kaya dan terhormat" semacam ini memang jarang dijumpai dalam dunia. Koleksi Kang Zusi Sambil tertawa Kwik Tay-lok berkata: "Ditempat ini bukan saja tak ada lentera, juga tak ada minyak, untung saja hari ini aku sempat membeli beberapa batang lilin dari bawah gunung, kalau tidak tentunya kita akan bersantap dalam kegelapan." "Padahal bersantap dalam kegelapan juga tak berkurang gembiranya, yang dikuatirkan adalah kalau makanan sampai dimasukan ke hidung.... " sambung Ong Tiong. Sebetulnya setiba dirumah, maka pekerjaan pertama yang dilakukan adalah melepaskan sepatu dan naik keranjang, tapi hari ini dia tidak melakukan kebiasaan itu, malah mendekatipun tidak, ia duduk ditempat kejauhan seraya berkata lagi: "Kan saudara sekalian tidak takut kotor, silahkan duduk di lantai saja" Si anjing, buldok segera tertawa. "Ini adalah cara yang paling kuno" katanya, "sejak nenek moyang kita dulu, orang memang duduknya di lantai" "Semangat kita untuk memegang teguh tradisi lama amat ketat, malah untuk tidurpun kami tidur di lantai" Kwik Tay-lok merasakan. "Lantas buat apa ranjang itu ?" Siapapun enggan memperhatikan ranjang tersebut, tapi siapa saja yang berkunjung ke situ, mau tak mau harus memperhatikan juga ranjang tersebut. "Ranjang itu tempat tidurku seorang" kata Ong Tiong. "Ini bukan disebabkan sifat tuan rumah yang bersifat sempit, adalah kita yang takut dengan dekilnya ranjang itu" Kwik Tay-lok menambahkan. Dalam ruangan itu, hanya mereka bertiga yang berbicara, Lim Tay-peng, Yan Jit dan si tongkat sama sekali tak berbicara, sedangkan si orang berbaju hitam itu melangkah masuk ke pintu gerbangpun tidak, sambil bergendong tangan dia cuma berdiri diluar halaman, seakan-akan ia sudah menyatu dengan halaman yang gelap dan kegelapan malam yang pekat. "Saudara cilik, kau memiliki kungfu yang demikian hebat, entah anak murid dari siapakah engkau ?" tanya si anjing buldok kemudian. Dari pembicaraan soal "ranjang" secara otomatis dia mengalihkan pokok persoalannya ke masalah lain, sudah barang tentu orang lain pun menanggapi dengan gembira. Sahut Kwik Tay-lok dengan cepat: "Guruku tidak sedikit jumlahnya, tapi murid didikannya hanya aku seorang.!" "Entah siapa saja gurumu itu ?" "Pertama-tama aku belajar dari Sin-kun tay-to (kepalan sakti tulang punggung jagad) Lau Pau Lau-loya-cu, kemudian dari Bu-tek to (golok tanpa tandingan) Nyo Pin, Nyo jiya lalu diteruskan dengan belajar ilmu dari It ciong-ci-kiu-liong (tombak sakti pembunuh sembilan naga) Tio Kong, Tio losu, Sin-to-thi pit (golok sakti lengan baja) Oh Tek-yang, Oh toaya." Koleksi Kang Zusi Si anjing buldok mendengarkan dengan mata mendelik besar, semakin banyak nama yang disebut semakin lebar mata anjing buldok itu terbelalak, agaknya ia dibuat tertegun. Dari deretan nama-nama tersebut, ternyata tak sebuahpun yang pernah didengar olehnya. Dalam dunia persilatan memang banyak terdapat manusia dengan julukan seram padahal kungfunya cuma cetek saja, terutama nama-nama seperti tombak sakti pembunuh sembilan naga, golok sakti lengan baja, nama-nama julukan itu sering dipakai oleh penjual akrobatik dijalan raya, sebab jika jago sungguhan sampai mempergunakan nama julukan semacam itu, bisa jadi akan ditertawakan orang. Dengan susah payah Kwik Tay-lok berhasil juga menyebut habis semua nama-nama "seram" dari gurunya, kemudian sambil tertawa dia berkata: "Kau pernah mendengar tentang nama-nama guruku itu?" Si anjing buldok mendehem beberapa kali, kemudian baru jawabnya: "Sudah lama mendengarnya, hehhhh.... heehhhh.... sudah lama mendengarnya...!" Tiba-tiba ia menjejakkan kakinya ke tanah dan melompat ke depan, secepat kilat tubuhnya menyambar ke tepi ranjang dan mengangkatnya ke atas. Menyusul diangkatnya ranjang tersebat, Kwik Tay-lok, Ong Tiong, Yan Sit serta Lim Tay-peng merasakan hatinya seakan-akan ikut terangkat pula. Apabila ke empat buah peti yang disembunyikan di bawah ranjang itu sampai ketahuan orang, betul serangan dari si anjing buldok, si tongkat dan orang berbaju hitam itu bisa diatasi sekarang, namun nama busuk mereka sebagai penyamun tak akan bisa dicuci bersih lagi untuk selamanya.... Usia mereka masih sangat muda, kalau sampai harus memikul kuali hitam sebagai penyamun, sampai kapan kepala mereka baru bisa didongakkan kembali? Siapa tahu dibawah kolong ranjang tak nampak sesuatu apapun, sebuah petipun tidak nampak, hampir saja Kwik Tay-lok menjerit keras saking kagetnya. Si anjing buldok tampak seperti agak tertegun pula, pelan-pelan ia menurunkan pembaringan itu sambil tertawa paksa, katanya: "Dengan jelas aku lihat ada seekor tikus di bawah ranjang sana, kenapa secara tiba-tiba bisa lenyap tak berbekas?" "Tikus putih atau tikus hitam?" jengek Ong Tiong ketus. "Soal itu mah.... aku kurang begitu jelas" "Tikus putih berarti ada harta, tempat yang dipakai menyimpan emas biasanya ada tikus putih yang muncul, besok akan kugali tempat itu, siapa tahu kalau di bawah tanah situ betul-betul tertanam beberapa peti emas!" Paras mukanya masih tetap dingin dan kaku, sedikitpun tiada luapan emosi. Kwik Tay-lok mengerling sekejap ke arahnya, kemudian berkata pula: Koleksi Kang Zusi "Saudara Kim, bila kau bersedia tinggal di sini, siapa tahu kalau bakal kecipratan rejeki nomplok ?" Si anjing buldok tertawa paksa. "Tidak usah", tampiknya, "aku memang sudah digariskan tak punya rejeki untuk menerima rejeki nomplok". Gedung itu meski sudah bobrok sekarang, sesungguhnya mempunyai arsitek bangunan yang sangat kokoh dan kuat, seluruh permukaan lantainya dilapisi oleh batu ubin yang berwarna hijau, diantara sela-sela ubin itu sudah penuh ditumbuhi dengan lumut. Siapa saja yang telah melihat sendiri permukaan lantai dalam gedung itu, segera akan mengetahui bahwa paling tidak sudah belasan tahun lamanya ubin di sana tak pernah dibongkar orang. Tiba-tiba si tongkat bangkit berdiri sambil bergumam: "Ooooh.... aku sudah mabuk... aku sudah mabuk !" Padahal setetes arakpun ia tak minum, padahal ia sedang bicara bohong dengan mata terbelalak, namun siapa saja tak ingin membongkar rahasianya... Semua orang hanya merasa bahwa kata-kata bohongnya itu memang diucapkan tepat pada saatnya. Setelah si tongkat dan si anjing buldok pergi lama, Kwik Tay-lok baru menghembuskan napas panjang, katanya sambil tertawa: "Untung saja Ong lotoa kita cukup pandai, kalau bukan dia telah memindahkan peti-peti tersebut, habis sudah riwayat kita semua hari ini" "Siapakah Ong lotoa itu ?" tanya Ong Tiong. "Tentu saja kau !" "Jadi kau anggap aku telah memindahkan keempat buah peti seorang diri, kemudian menyembunyikannya kembali ?" Mendengar perkataan itu, Kwik Tay-lok menjadi tertegun. Dari pada menyuruh Ong Tiong memindahkan peti-peti itu, sesungguhnya kalau lebih gampang kalau suruh peti-peti itu memindahkan Ong Tiong... Kwik Tay-lok segera mencengkeram bajunya sambil berseru: "Kalau bukan kau, lantas siapa?" Dia berpaling dan memandang ke arah Yan Jit. "Kau tak usah memandang diriku" tukas Yan Jit cepat, "belum tentu aku lebih rajin daripada Ong Lotoa." "Sepanjang hidup aku tak pernah memindah peti" Lim Tay-peng menambahkan pula. Koleksi Kang Zusi Sepasang tangannya putih dan lembut, hakekatnya jauh lebih halus daripada wajah seorang nona. Kwik Tay-lok menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal, kemudian bisiknya tergagap. "Kalau memang kalian tidak memindahkan peti-peti itu, masakah ke empat buah peti itu bisa tumbuh kaki dan lari sendiri?" "Sekalipun peti-peti itu tak punya kaki, Swan Bwe-tong mempunyai sepasang kaki, bahkan pasti sepasang kaki yang indah dan menarik". Apa yang dikatakan Ong Tiong, kadang kala merupakan suatu kesimpulan. Kecuali Swan Bwe-tong, mereka memang tak bisa membayangkan siapa lagi yang bisa mengetahui kalau dikolong ranjang terdapat empat buah peti, dan siapa yang telah mengangkut pergi peti-peti tersebut. "Sekarang tujuannya telah tercapai, sudah barang tentu dia tak akan memberikan ke empat peti emas itu kepada kita dengan begitu saja" kata Yan Jit. "Oleh sebab itu, setelah melihat kita turun gunung, dia menggunakan kesempatan itu untuk mengangkut pergi peti-peti itu" sambung Lim Tay-peng pula. Ong Tiong segera menggeliat. "Kalau sudah diangkut, ini lebih baik lagi, kalau tidak selama berbaring di atas ranjang hatiku selalu merasa kebat-kebit". "Aku cuma mengherankan satu hal, pada hal tak seorangpun diantara kita yang menengok sekejappun ke bawah kolong ranjang, kenapa si anjing buldok itu bisa menaruh curiga kalau dibawah kolong ranjang ada sesuatu yang mencurigakan?" "Mungkin oleh karena kita semua tidak menengok ke arah ranjang itu barang sekejappun, maka timbul kecurigaan di dalam hatinya. Inilah kesimpulan darinya. Semakin kau sengaja tidak menaruh perhatian terhadap satu hal, biasanya hal mana justru semakin menarik perhatianmu untuk memperhatikannya secara khusus. Terutama sekali para wanita. Bila seorang gadis menaruh sikap yang sangat baik terhadap semua orang, dan terhadap kau seorang justru tidak ambil perduli, maka besar kemungkinan kalau dalam hatinya tiada orang lain kecuali kau. Lim Tay-peng menghela napas panjang, ujarnya: "Tampaknya si anjing buldok itu betul-betul seorang manusia yang luar biasa". "Orang itu mana licik, banyak akal, di balik senyumannya tersembunyi golok lagi, sesungguhnya dia memang jauh lebih lihay dari pada si tongkat...." Yan Jit menambahkan. Kwik Tay-lok sudah lama tidak berbicara, pada saat itu tiba-tiba berkata pula: Koleksi Kang Zusi "Mungkinkah peti itu dilarikan oleh Swan Bwe tong ?" "Kalau bukan dia, siapa lagi.?" "Kalau dia hendak mengangkut kembali peti-peti tersebut, kemarin seharusnya tak perlu ditinggalkan di sini". "Kenapa ?" "Untuk mengangkut keluar ke empat peti itu dari kota, hari ini jauh lebih sulit dari pada kemarin, kenapa kemarin ia tidak mengangkutnya justru hari ini baru diangkut ? Masakah dia adalah seorang yang tolol?" "Tentu saja dia bukan orang tolol", kata Yan Jit sambil tertawa dingin, "kalau mau dicari siapa yang tolol, aku inilah orangnya, sebab aku tak bisa menduga siapa lagi yang bisa mengangkut peti-peti itu dari sini....." Tiba tiba Kwik Tay-lok tertawa katanya: "Heran kenapa setiap kali menyinggung soal Swan Bwe-tong, kau lantas marah-marah ! Apakah secara diam-diam kau juga jatuh hati kepadanya? bagaimana kalau kuberikan dia padamu ?" "Kenapa kau mesti mengalah? memangnya dia sudah kepunyaanmu?" Ong Tiong menghela napas katanya: "Aaai.... kalian ini, Swan Bwe-tong (kuah bwe kecut) belum lagi diteguk, cuka (cemburu) sudah diteguk beberapa cawan besar, apa sih gunanya?" Yan Jit ikut tertawa pula. Suara tertawanya sangat istimewa, dan kelihatan sangat menarik. Jika orang lain tertawa, ada yang matanya tertawa dulu, ada pula yang bibirnya tertawa dulu. Tapi ia mulai tertawa, hidungnya yang tertawa dulu, ujung hidungnya berkerut-kerut pelan kemudian di atas pipinya baru muncul sepasang lesung pipi yang sangat dalam. Kwik Tay-lok sedang memandang ke arahnya dengan terpesona, gumamnya: "Seandainya bocah ini bukan manusia macam begini, aku tentu masih mengira dia adalah seorang gadis" "Kalau aku seorang gadis, maka kau adalah seorang banci!" seru Yan Jit lagi dengan mata mendelik. "Tentu saja akupun tahu kalau kau bukan seorang gadis, tapi sewaktu tertawa sepasang lesung pipimu itu..." "Kenapa dengan lesung pipiku Adanya lesung pipi berarti orang yang pandai minum arak mengerti !" Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba Kwik Tay-lok menarik tangannya sambil berseru: "Hayo berangkat, kita pergi minum arak" "Mau minum arak dimana ?" "Di bawah gunung !" "Arak disinipun belum lagi habis diminum, kenapa harus turun gunung mencari arak?" Kwik Tay-lok mengedipkan matanya lalu menjawab: "Konon panggang itik dari Moay lok-kong selalu dibuat di tengah malam, aku ingin mencicipi panggang itik yang baru matang" "Aku tak akan serakus dirimu, mau pergi, pergilah seorang diri" "Kau kan tahu, aku tak pernah minum arak seorang diri" "Kalau tidak, ajak saja Ong lotoa untuk menemanimu" "Sekarang, sekalipun kau palangkan sebilah golok di atas tengkuknya, belum tentu dia mau turun dari ranjangnya" "Kalau dia enggan pergi, akupun enggan pergi" "Kau toh bukan seorang nona gede, kenapa kuatir untuk pergi berduaan denganku ?" Paras muka Yan Jit seolah-olah berubah menjadi merah padam, serunya kembali: "Sekali aku bilang tidak pergi yaa tidak pergi, mau apa kau menarik tanganku terus menerus?" Kwik Tay-lok tertawa, jawabnya: "Bagaimanapun juga aku minta kau untuk menemaniku, perduli kau ini laki-laki atau perempuan, pokoknya aku tetap memilihmu" Ong Tiong segera menghela napas panjang selanya: "Aku lihat, lebih baik kau ikut dia saja, bisa berjumpa dengan manusia semacam ini, yang bisa diperbuat hanya menyesal kenapa sampai ketemu dengan orang seperti itu, aaai ! Kalau tidak pergi, akupun tak bakal bisa tidur." Yan Jit menghela napas panjang pula. "Untung saja aku adalah seorang laki-laki, coba kalau perempuan, bisa berabe jadinya" Kwik Tay-lok tertawa pula. "Kalau kau benar-benar seorang gadis, yang tidak tahan justru adalah aku sendiri" Bila bertemu dengan manusia seperti Kwik Tay-lok, siapapun akan dibuat kehabisan daya dan gelengkan kepalanya berulang kali. Koleksi Kang Zusi Akhirnya Yan Jit kena diseret pula keluar dari rumah, tapi baru saja mereka melangkah keluar dari pintu gerbang, dengan cepat wajahnya menjadi tertegun. Waktu itu tengah malam sudah lewat, seharusnya orang di kota sudah pada tidur malah ada pula yang hampir bangun dari tidurnya. Tapi kenyataannya, suasana dibawah bukit terang benderang bermandikan cahaya, sudah tiga bulan lebih Kwik Tay-lok mengendon di situ belum pernah ia saksikan suasana yang begini terang benderang didalam kota. "Masa hari ini sudah tahun baru ?" gumam Kwik Tay-lok terheran-heran. "Agaknya belum?" "Kalau belum tahun baru, kenapa begini ramai suasana didalam kota sana...?" "Sekalipun diwaktu tahun baru, belum tentu suasana ditempat ini bisa seramai ini" Kwik Tay-lok segera menyambar tangannya dan kembali menariknya untuk pergi dari situ. "Hayo berangkat !" serunya, "kita harus cepat-cepat sampai ke kota dan ikut menghadiri keramaian disana" "Memangnya kau anggap aku tak mampu untuk berjalan sendiri? Kenapa sih kau suka amat menarik tanganku? Kau anggap aku sudah lumpuh tak mampu bergerak?" Kwik Tay-lok segera tertawa haha hihi dengan wajah konyol. "Heeehhh.... heeehhh... heehhh, kalau memang kau tak suka di gandeng olehku, baiklah kalau begitu kau, saja yang menarik-narik tanganku". Yan Jit segera menghela napas panjang. "Aaaai! Tampaknya aku harus segera berganti nama lagi, aku harus ganti nama menjadi Yan Pat!" "Kenapa?" tanya Kwik Tay-lok keheranan. "Yaaa !Setelah bertemu dengan manusia semacam kau, aku lebih suka mati sekali lagi dari pada harus hidup berdampingan denganmu setiap hari, makan hati rasanya !" Kwik Tay-lok tidak memberi komentar lagi, ia cuma meringis sambil tertawa getir. Dalam kota hanya berdiam tiga ratus jiwa penduduk, sekarang dari setiap rumah memancarkan sinar lentera, lagi pula pintu dibentangkan lebar-lebar, seolah-olah mereka sedang menyambut kedatangan dewa rejeki. Cuma yang mereka sambut kedatangannya bukan dewa rejeki, melainkan sumber penyakit yang jahat. Beberapa puluh orang bertopi merah, berjubah gemerlapan dan menyoren golok sambil mengangkat obor tinggi-tinggi sedang melakukan penggeledahan rumah demi rumah. Koleksi Kang Zusi Baru saja Yan Jit dan Kwik Tay lok turun gunung, mereka telah menyaksikan si anjing buldok berdiri ditengah jalan sambil bertolak pinggang, sikapnya yang garang dan keren persis seperti seorang panglima perang dimedan laga. Kwik Tay-lok segera menyongsong dirinya lalu menegur sambil tertawa: "Kim ciangkun, apakah kau bersiap-siap membuka medan pertarungan ditempat ini?" Paras muka si anjing buldok itu seakan-akan dilapisi oleh hawa dingin yang menyeramkan, tapi setelah menjumpai kedatangannya, sekulum senyuman segera menghiasi wajahnya. "Yaa, apa boleh buat ? Terpaksa aku harus berbuat demikian, kalau bukan keadaan yang terpaksa, akupun tidak ingin mengganggu ketenangan rakyat biasa" "Kalau sudah tahu mereka adalah rakyat biasa, kenapa kau masih mengusik ketenangan mereka ?" tegur Yan Jit. Si anjing buldok menghela napas panjang. "Aaai...... kami hanya tahu kalau barang curian itu masih ada dikota dan belum diangkut pergi, tapi disimpan dimanakah ? Oleh sebab itu terpaksa aku harus mengerahkan segenap opas yang berada pada delapan belas keresidenan di sekitar tempat ini untuk melakukan penggeledahan secara serentak". Setelah tertawa, ia melanjutkan: "Asal barang curian itu bisa ditemukan ditempat ini, jangan harap Hong Si-hu bisa melarikan diri lagi dari sini". "Kalau begitu, kita tak boleh masuk ke dalam kota?" Mencorong sinar tajam dari balik mata anjing buldok itu, serunya dengan cepat: "Malam sudah larut, mau apa kalian berdua memasuki kota?" "Minum arak" "Minum arak di warungnya Moay Lo-kong ?" "Ehhmm, arak di atas bukit sudah habis, padahal kami belum terlalu cukup". Si anjing buldok segera tertawa. "Tempat itu sudah kami geledah hampir setengah harian lamanya, yang berhasil ditemukan cuma sekeping uang emas, kalau kalian berdua hendak berkunjung ke situ, silahkan saja !" Ia lantas memberi tanda kepada para opas dijalan, kemudian ia sendiripun menyingkir ke samping. Setelah berjalan sekian lama, Yan Jit baru berkata sambil tertawa: "Tampaknya dia sangat memberi muka kepadamu" "Yaa, karena ia gagal mengetahui asal-usulku". Koleksi Kang Zusi "Benarkah nama-nama yang kau sebutkan satu-persatu tadi adalah nama-nama gurumu ?" "Tepat sekali aku tidak bohong". "Sekalipun kungfumu tidak terlalu hebat, aku pikir belum tentu mereka sanggup untuk melatih seorang murid semacam kau". Kwik Tay-lok segera tertawa. "Yang kupelajari bukan keistimewaan dari ilmu silatnya, melainkan kelemahan dari kungfu mereka" "Kelemahan-kelemahnya ?" "Apabila kusaksikan dalam ilmu silat mereka terdapat titik kelemahan, maka aku akan berusaha dengan sepenuh tenaga menghindarinya. Itulah sebabnya, diantara orang yang pernah kujumpai tentu ada seorang diantaranya adalah guruku, sebab aku telah mempelajari kelemahankelemahan tersebut dari mereka" "Ehmm... tak kusangka kalau kepandaianmu lumayan juga" kata Yan Jit sambil mengerling sekejap ke arahnya. "Berada di hadapanmu, akupun tak usah berpura-pura lagi" ujar Kwi Tay-lok dengan serius. "ilmu pengetahuanku sesungguhnya memang luas dan dalam sekali." Yan Jit tak tahan untuk tertawa geli. "Kalau begitu darimana kau pelajari semua keistimewaan mu itu ?" katanya. "Pernah aku bertanya kepadamu soal alas sepatumu ? Pernahkah aku bertanya kepadamu tentang kematianmu yang tujuh kali itu?" "Tak pernah!" "Kalau memang begitu, kenapa kau harus bertanya kepadaku ?" * * * Moay Lo-kong adalah seorang jejaka tua, dalam warungnya besar kecil seluruhnya memiliki empat buah kamar. Sebuah tempat berjualan, sebuah dipakai untuk dapur, sebuah lagi untuk tempat tidurnya. Yang paling penting adalah yang paling belakang, disitulah dia memanggang itik dan ayam. Kamar itu selalu berada dalam keadaan tertutup, karena bumbu Moay lo-kong adalah menurut "resep rahasia", bila resep itu sampai tercuri orang akibatnya mangkuk nasinya bisa pecah. Ketika Yan Jit sekalian tiba di situ, Moay Lo-kong sedang berada dalam kamar panggangnya, meski pintu ruangan tertutup rapat, namun terendus bau harum yang sedap mengepul keluar dari celah-celah pintu. Mengendus bau seharum itu, Kwik Tay-lok segera menelan air liurnya menahan lapar, dengan suara keras teriaknya: Koleksi Kang Zusi "Lo-kong, ada relasi yang datang, kenapa kau belum muncul juga?" Lewat beberapa saat kemudian, Moay lo-kong baru muncul dari balik ruangan, tubuhnya penuh berminyak, seakan-akan baru keluar dari kolam minyak babi. Setelah bartemu dengan Kwik Tay-lok, wajah yang tidak sabar itu baru menunjukkan sekulum senyuman. "Agaknya malam ini semua orang tak bisa tidur, usahaku pasti akan lebih baik, maka aku sengaja memanggang puluhan ekor itik sebagai persediaan, tak heran aku lebih repot dari keadaan biasa." Kwik Tay-lok tertawa. "Lo-kong !" katanya, "kau tak punya anak, tak punya bini, seorang diri hidup lebih irit, kenapa tidak berganti dengan satu stel baju baru ? Buat apa hasil keuntunganmu selama ini?" "Tiap hari kerjaku ada di dapur dan berteman dengan minyak, buat apa membuat baju baru ? Apalagi aku tak kuatir kebanyakan uang, semakin banyak yang kudapat toh semakin baik." Yan Jit segera menyela sambil tertawa: "Apa yang dikatakan memang kata-kata yang sejujurnya!" "Orang jujur tentu tak pernah berbohong!" "Moay Lo-kong memang seorang yang jujur" Kwik Tay-lok menambahkan. "konon sudah belasan tahun dia datang kemari, tapi tempat tinggal si janda Tio yang tinggal di gang sik-tau-keng di belakang Kiat-pay-hong pun tak pernah dikunjungi" "Dimana sih letaknya gang Sik-tau-keng tersebut ?" "Sik-tau-keng adalah suatu tempat yang indah" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa, "bukan saja penuh dengan perempuan cantik, di situpun bisa dinikmati kehangatan dan kemesraan mereka". "Kau pernah kesana?" tanya Yan Jit sambil melirik sekejap ke arahnya. "Aku bukannya tak ingin ke situ, cuma setiap kali setelah mabuk, aku selalu lupa untuk berkunjung ke situ" "Setelah sadar, kenapa kau tidak ke situ" "Dalam keadaan sadar aku tak berani kesana" "Masa kau tidak berani?" Jengek Yan-Jit dingin. "Aku takut setelah gadis-gadis cantik itu bertemu dengan lelaki tampan macam aku, mereka enggan untuk melepaskan diriku lagi" Yan Jit tak tahan untuk tertawa geli. "Tempat semacam itu kenapa harus terletak di tengah kota, apa tidak kuatir membuat istri-istri orang yang tinggal di situ mengamuk?" Koleksi Kang Zusi "Malam sudah begini larut, apakah kalian berdua masih ingin minum arak...?" tanya Moy Lokong. "Dia ingin datang kemari untuk menikmati ayam panggang yang baru dikeluarkan dari panggangan" kata Yan Jit. "Baik, akan kupilihkan seekor yang paling gemuk" Ia putar badan dan masuk ke dalam. Ternyata Kwik Tay-lok mengikuti di belakangnya sambil berkata: "Aku juga ingin masuk kedalam untuk melihat-lihat" "Belakang situ kotor dan bau, apanya yang bagus dilihat?" seru Moay Lo-kong sambil berhenti. "Aku tidak takut kotor, bagaimanapun juga aku sudah cukup kotor" "Aaai....!" Yan Jit menghela napas, "Jika dia sudah berkata hendak pergi, lebih baik biarkan saja dia pergi, kalau tidak sampai pagipun dia tetap ngotot hendak masuk juga" Moay Lo-kong segera tertawa pula. "Di belakang sana suasana gelap gulita, kalau berjalan kau musti berhati-hati" katanya. Suasana di halaman belakang memang cukup gelap gulita. Kamar panggangan berada di ujung halaman itu juga merupakan ruangan yang paling gelap. Selangkah demi selangkah Moay Lo-kong berjalan ke belakang, ia berjalan pelan sekali. Sambil tertawa Kwik Tay-lok segera berkata: "Kalau dilihat dari jalannya yang terhuyung-huyung, agaknya kau baru minum arak?" "Malam ini udara sangat dingin, aku cuma minum dua cawan, siapa tahu rasanya sudah begitu mabuk....." Tiba-tiba kakinya sempoyongan seperti mau roboh ke tanah. Baru saja Kwik Tay-lok hendak memayangnya, mendadak Moay Lo-kung membalikkan tubuhnya, seperti naga sakti yang baru keluar dari samudra, seperti juga burung manyar yang terbang di angkasa, gerakan tubuhnya gesit sekali sehingga sukar dilukiskan dengan kata-kata. Baru saja Kwik Tay-lok menjulurkan tangannya, nadi pada pergelangan tangannya sudah dicengkeram. Mimpipun Yan Jit tidak mengira kalau si kakek tua bangka yang biasanya untuk berjalanpun susah, sekarang tiba-tiba bisa berubah begini menakutkan. Dalam kagetnya ia siap menerjang ke muka. "Berhenti!" Moay Lo-kong segera membentak, "kalau tidak, akan kucabut selembar jiwanya !" Koleksi Kang Zusi Kali ini dia berbicara dengan dialek utaranya yang terang, sama sekali tidak membawa dialek Kwang-tongnya yang kaku. Yan Jit menjadi tertegun, serunya tertahan: "Kau... kau adalah...!" "Dia adalah Hong Si-hu!" ujar Kwik Tay-lok sambil tertawa, "dia juga orang yang telah mengangkut pergi peti-peti di bawah ranjang kita, masakah kau tak pernah berpikir sampai ke situ ?" Meskipun nadinya telah dicengkeram orang, nyawanya sudah berada di ujung tanduk, namun senyuman masih menghiasi bibirnya seakan-akan tak acuh terhadap semuanya itu. "Betul, akulah Hong Si-hu, dari mana kau bisa tahu?" kata Moay Lo-kong ketus. "Sebetulnya aku cuma menduga sekenanya saja, sebab kecuali si tongkat, si anjing buldok, si orang baju hitam dan kami berempat hanya kau seorang yang tahu kalau kami punya uang emas, hanya kau yang mempunyai kesempatan untuk mengangkut pergi peti-peti itu lebih dulu sementara kami pelan-pelan naik ke atas gunung". Hong Si-hu mulai tertawa dingin. "Selain itu" kata Kwik Tay-lok lebih jauh, "kau sudah pernah dituduh secara penasaran oleh si tongkat sekalian, sekarang mereka pasti tak akan mencurigakan lagi, apalagi kamar panggangan tak boleh dikunjungi siapapun, bila peti-peti itu disimpan di sana maka hal ini jauh lebih baik lagi". "Masih ada?" "Si anjing buldok tersohor karena daya penciumannya yang tajam, kalau memang ia pernah berjumpa denganmu, berarti bau badanmu tak akan bisa mengelabuhi daya penciumannya, oleh sebab itu kau sengaja berdagang ayam dan itik panggang". Sambil menghembuskan napas panjang ia berkata lebih jauh: "Sebab bau badan manusia manapun tak akan setebal bau minyak dari itik panggang, sekalipun perempuan yang berbau rase juga tidak terkecuali..." "Masih ada lagi?" "Masih, aku dengar Hong Si-hu adalah seorang setan berjiwa sempit yang kikirnya macam kacang arab, sekalipun uang yang di dapat dari hasil mencuri juga enggan dihambur-hamburkan, bahkan mencari binipun enggan. Selama hidup sampai sekarang, belum pernah kujumpai orang yang berjiwa sesempit kau, daging segar arak wangi enggan dicicipi, tapi sisa makanan orang dinikmatinya dengan lezat" Tiba-tiba ia tertawa dan melanjutkan: "Sekarang aku baru merasa bahwa namamu itu memang cocok sekali, kalau Lim Hu memperistri bunga bwe dan beranak bangau, maka istrimu adalah kau sendiri, itulah sebabnya kau bernama Si-hu (istri diri sendiri)" Tampaknya ia merasa bangga sekali dengan kesimpulan yang berhasil didapatkan itu, saking gelinya air matapun sampai jatuh bercucuran. Koleksi Kang Zusi Orang lain tak ada yang tertawa, mereka tak mampu tertawa lagi. Hong Si-hu memandangnya dengan sorot mata dingin, menanti pemuda itu selesai tertawa, dia baru berkata dengan ketus: "Masih ada yang lain ?" "Tidak ada lagi, ini sudah lebih dari cukup, tiga macam persoalan kalau digabungkan menjadi satu maka Hong Si-hu menjadi Moay lo-kong, Moay Lo-kong pun menjadi Hong Si-hu". "Tidak kusangka kau si keledai kecilpun bisa sepintar ini" jengek Hong Si-hu. "Sekalipun orang yang paling bodoh, sepanjang hidupnya paling tidak ada dua kali menjadi pintar, apalagi aku sesungguhnya adalah seorang yang berbakat bagus, cuma kadang kala suka berlagak bodoh". "Bukankah kau ingin berkunjung ke kamar panggangku ?" "Sebenarnya memang ingin!" "Baik, masuklah !" "Sebetulnya ingin, tapi sekarang aku tak ingin lagi, karena aku tak ingin dijadikan ayam panggang yang digantung di atas tiang panggangan" Hong Si-hu segera tertawa dingin. "Sayang sekali, sekarang tak mau pergipun kau harus pergi juga" "Ia kau bunuhpun tak ada gunanya" kata Yan Jit pula, "selain masih ada aku, aku toh bisa menguarkan pula rahasia ini kepada siapapun juga" "Setelah ia masuk, tentu saja kau juga harus masuk, karena kau tak akan melepaskan kesempatan yang baik untuk menolong temanmu, aku sudah hidup lima enam puluh tahun di dunia, kalau soal itu mah paling tidak bisa ku ketahui!" Yan Jit menggigit bibir menahan emosi, sepasang matanya sudah berubah menjadi merah padam, jangankan seorang jago kawakan yang sudah berusia lima-enam puluh tahun, sekalipun seorang bocah yang berusia tiga tahun juga dapat melihat betapa kuatir dan menaruh perhatiannya dia terhadap Kwik Tay-lok. Terdengar Kwik Tay-lok tertawa terbahak bahak: "jika dalam hidupnya mempunyai seorang teman akrab seperti dia, sekalipun harus mati juga tidak mengapa, cuma..." "Cuma kenapa ?" "Aku rasa, kau tak akan membunuh kami" "O, ya ?" "Sebab sekalipun kau membunuh kami berdua juga tak ada gunanya" "Oooh" Koleksi Kang Zusi "Bukan saja Ong lotoa tahu kalau kami datang kemari, si anjing buldok juga tahu, bila kami lenyap secara tiba-tiba, masa mereka tak akan curiga ?" "Itu sih urusan belakangan" kata Hong-Si-hu ketus. "Kalau kau memang acuh terhadap persoalan ini, kenapa belum juga membunuhku?" "Bagaimanapun juga tak bakal ada orang orang kemari lagi, kenapa aku musti terburu napsu ?" "Kau belum juga turun tangan karena kau belum dapat mengambil keputusan, aku tahu kau selalu berhati-hati, kalau bukan suatu hal yang sangat meyakinkan, kau tak akan melakukannya !" "Asal kau bersedia untuk melepaskan dia mungkin kamipun dapat merahasiakan indentitasmu itu", tiba-tiba Yan Jit berkata. Mencorong sinar tajam dari balik mata Hong Si-hu, ia tampak seperti seekor rase tua. Penyakit dari seekor rase tua adalah terlalu banyak curiga, bukan cuma curiga kepada orang lain, juga curiga terhadap diri-sendiri. "Kau tahu, aku tidak tertarik dalam usaha menangkap penyamun" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa, "tapi aku paling benci kalau diriku ditipu orang secara mentah-mentah". "Siapapun tak suka kalau dirinya ditipu orang", seseorang berkata pula sambil tertawa. Jelas itulah suara dari si anjing buldok. Sementara ucapan tersebut berkumandang, si anjing buldok, si tongkat dan si orang baju hitam pelan-pelan masuk ke dalam halaman. Pada saat yang bersamaan pula dari empat penjuru dinding pekarangan muncul api obor yang diangkat tinggi-tinggi, beberapa puluh orang opas yang membawa busur dan golok terhunus telah mengepung halaman kecil itu rapat-rapat. Paras muka Hong Si-hu bersinar terang, entah itu lantaran minyak? Atau keringat? Tiba-tiba tangan diayunkan ke muka. Kwik Tay-lok yang mendekati seratus kati beratnya itu tahu-tahu sudah terlempar ke udara dan menerjang ke arah anjing buldok dan orang yang berbaju hitam itu. Tubuh Hong Si-hu seperti sebatang anak panah yang terlepas dari busurnya. "Weess !" meluncur ke atas, dalam waktu singkat ia sudah diatas atap rumah dengan merampas dua bilah golok. Kemudian dengan Hong-hung-tian-ci (burung hong menentang sayap) goloknya ditebas ke kedua belah samping, cahaya golok menyambar lewat, dua orang opas sudah rontok dari atas rumah. Kemudian sekali berkelebat, Hong Si-hu sudah berada sekitar tiga kaki jauhnya dari posisi semula. Koleksi Kang Zusi Pencoleng ulung yang sudah puluhan tahun malang melintang dalam dunia persilatan dan banyak melakukan pencurian ini betul-betul memiliki ilmu silat yang luar biasa. Bukan saja gerakan tubuhnya sangat cepat, serangannya juga cepat, bahkan pandai sekali memanfaatkan kesempatan. Inilah kesempatan yang pertama baginya, tapi juga merupakan kesempatannya yang terakhir kali. Sekalipun ilmu meringankan tubuh yang dimiliki si orang berbaju hitam dan si anjing buldok lebih hebat darinya, setelah terhadang oleh tubuh Kwik Tay-lok yang dilemparkan ke arah mereka, sulit juga buat kedua orang itu untuk melakukan pengejaran. Mendadak dari balik atap rumah muncul dua sosok manusia yang menghadang jalan pergi Hong Si-hu. Salah seorang diantaranya seperti menggapekan tangannya, Hong Si-hu tahu-tahu sudah terpental dan terhuyung-huyung ke belakang, kemudian "Blamm!" tubuhnya terjatuh ke tanah, kebetulan jatuh tepat diatas badan dua orang opas. Dua orang yang baru muncul itu dengan enteng melayang turun ke dalam halaman, yang seorang berwajah dingin dan kaku, sedang yang lain berwajah halus seperti perempuan. Ternyata Ong Tiong dan Lim Tay peng yang telah datang. Waktu itu Kwik Tay-lok telah berdiri tegak sambil berkeplok dan tertawa tergelak serunya: "Ong lotoa kami betul-betul memiliki kepandaian yang luar biasa !" "Bukan aku!" kata Ong Tiong. Bukan dia, berarti adalah Lim Tay-peng. Betulkah manusia yang halus seperti nona cilik ini memiliki ilmu silat yang begini hebat? Siapapun tidak menyangka, tapi siapapun tak bisa tidak harus mempercayainya. Sementara itu tubuh Hong Si-hu telah diikat kencang-kencang bagaikan sebuah bak-cang. Si anjing buldok mendongakkan kepalanya dan menghembuskan napas panjang, katanya sambil tertawa: "Dua puluh tahun sudah aku melacaki jejaknya, hari ini akhirnya berhasil juga kutangkap si rase tua ini" "Barang curian itu pasti berada dalam kamar panggangnya, setiap saat barang itu bisa diangkut keluar", kata Kwik Tay-lok. "Ini yang dinamakan tertangkap basah!" kata si anjing buldok sambil tertawa, bukan cuma orangnya tertangkap, hasil curiannya juga tertangkap, betul-betul suatu sukses yang luar biasa". "Kau tak usah berterima kasih kepadaku, kalau ingin berterima kasih, berterima kasihlah kepadanya". Ia menuding ke arah Lim Tay-peng, dan katanya lagi sambil tertawa: Koleksi Kang Zusi "Meskipun temanku ini berwajah halus seperti perempuan, tapi kalau sudah minum arak, dia seperti sebuah gentong air". Si anjing buldok melirik sekejap ke arah si tongkat, kemudian ujarnya: "Kita memang harus baik-baik berterima kasih kepada mereka, menurut pendapatmu bagaimana kita harus berterima kasih?" "Tangkap semua, tangkap mereka semua!" sera si tongkat sambil menarik muka. Hampir melompat Kwik Tay-lok saking kagetnya. "Apa kau bilang ?" teriaknya. "Ke empat orang ini menyembunyikan hasil curian dalam sarangnya, kalau bukan sekomplotan dengan Hong Si-hu tentu merupakan sekelompok penyamun! Ringkus mereka semua dengan tali yang besar, setelah pulang siksa mereka sampai mengaku !" Hampir meledak isi perut Kwik Tay-lok saking gusarnya, ia tertawa bergelak, lalu serunya: "Ingin kulihat siapa yang berani mengusik diriku !" "Kau berani melawan hukum ?" bentak si tongkat. "Tidak berani !" tiba-tiba Ong Tiong menyahut. "Kalau memang tak berani, kenapa tidak segera menyerahkan diri !" "Walaupun kami tak berani melawan hukum sayang kau bukan seorang opas, kau adalah seorang pencoleng" "Lebih buas dari pencoleng !" Yan Jit menambahkan. "Kalian mengejar Hong Si-hu selama ini sesungguhnya bukan orangnya yang dicari melainkan uangnya" "Yaa, seorang opas berapa sih gajinya?" sambung Yan Jit, "berapa banyak uang kalian terima? Tapi kalau dilihat dari baju yang dipakai Kim toaya ini, mungkin seorang ciangkunpun belum tentu bisa mengenakannya". Apalagi mereka masih bisa menyewa saudara berbaju hitam ini sebagai pembunuh bayaran, uang yang dikeluarkan pasti besar sekali, tak mungkin seorang hamba negara bisa sekaya ini" "Tapi hasil curian banyak sekali, dimana-mana ada pencoleng maka barang curian tak pernah ada habisnya" "Kalau pencoleng kecil, memang ada baiknya dibawa pulang untuk tumbal naik pangkat, kalau pencolengnya sudah kelas kakap seperti Hoa Si-hu, lebih baik dimakan sendiri saja" Yan Jit manggut-manggut, terusnya pula: "Apalagi jika berhasil menangkap pencoleng seperti ini, paling tidak hasilnya bisa dipakai selama dua tiga tahun" Koleksi Kang Zusi "Tapi kalau kami dibiarkan hidup, suatu hari rahasia ini pasti bocor, maka lebih baik kalau kamipun dibunuh biar selamanya bungkam" "Perbuatan kalian meski lebih ganas dari pencoleng, namun tidak melanggar hukum, itu baru sip namanya!" "Aku toh sudah bilang sedari tadi, hitam makan hitam selamanya lebih menarik, takutnya kalau salah masuk ke lubang hidung!" Demikianlah, ucapan dari Yan Jit dan Ong Tiong yang saling bersahut-sahutan ini bukan saja membuat semua orang termangu, bahkan Kwik Tay-lok serta Lim Tay-Peng pun ikut tertegun. Si tongkat beberapa kali hendak mengumbar hawa amarahnya, tapi selalu dicegah oleh si anjing buldok. Menanti mereka sudah selesai berbicara, si anjing buldok baru berkata sambil tertawa: "Perkataan kalian memang benar, kuakui semuanya" Lalu sambil menuding ke arah, si tongkat katanya sambil tertawa: "Orang ini baik di kota Kay-hong, Lokyang, Ki-lam, maupun Thian-cing semuanya punya rumah gedung, dalam gedung-gedung itu pasti ada seorang bini mudanya, bicara dari soal gaji yang diterimanya tiap bulan, mana mampu dia memeliharanya ?" "Binimu tidak lebih sedikit dariku !" seru si tongkat sambil menarik muka. "Sayang sekali bini-bini kalian itu sebentar lagi bakal menjadi janda semua" kata Kwik Tay-lok dengan gusar. Si anjing buldok segera tertawa. "Kalian tahu, mengapa aku mau membicarakan persoalan ini kepada kamu sekalian?" Setelah tertawa, ia menuding ke sekeliling dinding pekarangan itu, lalu ujarnya lebih lanjut: "Di sini tersedia tiga puluh busur otomatis berpegas tinggi, empat puluh golok kilat, dan jagojago berilmu tinggi, mereka semua adalah anak buah kami, tak nanti kalian dibiarkan pergi dari sini dalam keadaan hidup" "Mati karena hujan anak panah, rasanya tentu tak sedap" sambung si tongkat dingin. "Apalagi masih ada lagi saudara hitam yang sengaja kami sewa untuk melindungi kami" Setelah tertawa, si anjing buldok itu menyambung lebih jauh. "Tentu saja kalian juga tahu kalau dia tidak she Hek, paling tidak sebilah pedangnya bisa menghadapi kalian bertiga, oleh karena itu aku lihat lebih baik kalian menurut perkataanku saja, paling tidak jauh lebih enakan dari pada mati" "Kentut busuk makmu !" bentak Kwik-Tay-lok gusar. Paras muka si anjing buldok itu segera berubah hebat, serunya dengan lantang: Koleksi Kang Zusi "Bunuh dulu orang ini, gajimu akan kutambah" Selama ini manusia berbaju hitam itu cuma berdiri sambil bergendong tangan, tiba-tiba ia bertanya: "Kau suruh siapa membunuhnya ?" "Tentu saja menyuruh kau !" "Membunuh satu orang berarti tiga ratus tahil uang emas." "Baik !" Tiba-tiba ia mencabut keluar pedangnya, pedangnya, lalu cahaya tajam berkelebat lewat, ia telah menusuk bahu si anjing buldok. Bukan tusukan pedang panjang, melainkan sebilah pedang pendek. Didalam sarung pedang yang empat jengkal panjangnya itu, ternyata masih di sisipkan pula dengan sebilah pedang pendek yang satu jengkal tujuh inci panjangnya. Sesungguhnya si anjing buldok bukan seorang jagoan yang gampang dihadapi, tapi dia tak menyangka kalau manusia berbaju hitam itu bakal melancarkan serangan kepadanya, lebih tak mengira lagi kalau pedang yang menusuk tubuhnya sebilah pedang pendek. Dalam kagetnya, si tongkat segera membentak: "Panah !" Ditengah bentakan tersebut, tubuhnya segera meluncur ke udara berusaha melarikan diri. Tapi orang lain mana mau melepaskannya dengan begitu saja? Kwik Tay-lok dan Yan Jit segera menggencet dari kedua belah sisinya mencegah si tongkat melarikan diri. Ong Tiong sebetulnya tidak bergerak. Sekarang secara tiba-tiba ia bergerak, hanya bergerak sedikit saja. Tapi gerakannya begitu tepat, begitu cepat, pada hakekatnya sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata. Si tongkat hanya merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu-tahu sepasang tangannya se akan-akan sudah bertambah dengan sebuah borgol. Jeritan kaget berkumandang datang dari atas dinding pekarangan, yang membawa busur membuang busur, yang membawa golok membuang golok, dalam waktu singkat kawanan opas itu sudah pada kabur dari situ.... kebaikan yang mereka terima masih belum cukup untuk mengorbankan nyawa dengan percuma. Kemudian, sepasang mata setiap orang pada mendelik ke arah manusia berbaju hitam itu, siapapun tak tahu sebenarnya apa yang sedang dilakukan oleh orang ini. Sepasang mata si anjing buldok berapi-api, sambil menggigit bibir menahan marah serunya: Koleksi Kang Zusi "Kau telah menerima emasku, kenapa malah menggigit aku, manusia semacam kau lebih busuk dari seekor anjing !" "Aku memang bukan seekor anjing !" kata si orang berbaju hitam itu hambar. "Sudah lama aku dengar orang berkata, si sukma yang lolos dari ujung pedang Lamkiong Cho adalah seorang lelaki sejati, selamanya bicara satu tak pernah dua, maka dengan upah tinggi kami mengundangmu untuk melindungi kami, siapa tahu orang yang setiap hari memburu burung manyar, akhirnya kena dipatuk juga oleh burung manyar". "Sepasang mata kalian memang sudah buta !" "Kau... apakah kau...." "Kau kira aku benar-benar adalah Lamkiong Cho?" ujar manusia berbaju hitam itu. "Kalau bukan Lamkiong Cho, siapa kau ?" "Akupun seorang yang khusus mencari gara-gara dengan orang lain, cuma kali ini aku sengaja mencari gara-gara dengan kalian" "Sesungguhnya siapakah kau?" "Atasan kalian Ti-tok loya sudah lama mengetahui kalau kalian kurang beres, maka sengaja mengutusku untuk menyelidiki sampai dimanakah ketidak beresan kalian" Sesudah memperdengarkan suara tertawa dingin yang pendek tapi lengking, terusnya: "Sekarang kalian sudah mengaku semua ketidak beresan yang pernah kalian lakukan, buktipun didepan mata, inilah yang dinamakan tertangkap basah berikut bukti kejahatan" Si anjing buldok melototkan matanya bulat-bulat, namun ia tak sanggup berbicara lagi. Saat itulah si manusia berbaju hitam itu baru menjura kepada Ong Tong sekalian, katanya sambil tertawa: "Dalam bidang manapun pasti terdapat oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, tidak terkecuali didalam bidang alat hukum, moga-moga saja bila kalian berempat berjumpa lagi dengan opas di kemudian hari, jangan menyamakan mereka dengan orang ini" "Terus terang saja, aku sendiripun hampir saja menjadi seorang opas...." kata Kwik Tay-lok sambil tersenyum. "Kalau dia sampai menjadi opas sungguhan, berarti saat mujur bagi kaum pencoleng telah tiba" sambung Yan Jit sambil tertawa. "Dalam peristiwa ini, beruntung kalian berempat mau membantu, sekarang aku hendak membawa mereka bertiga untuk memberi laporan" kata manusia berbaju hitam itu kemudian. "Silahkan!" Tiba-tiba Kwik Tay-lok menepuk bahu Hong Si-hu, lalu katanya sambil tertawa: Koleksi Kang Zusi "Padahal masuk penjara lebih enakan, tanggung kau tak usah keluar uang setengekpun" Hong Si-hu melototkan sepasang matanya bulat-bulat. Yaa, kecuali melototkan matanya, apa lagi yang bisa dia lakukan? "Sedangkan mengenai hasil curian itu..." kata orang berbaju hitam itu. "Tentu saja hasil curian itu wajib dibongkar ke dalam kas negara". "Berbicara sesungguhnya, kasus ini berhasil dibongkar oleh kalian berempat, jadi sepantasnya kalau kalian mendapat sepertiga bagian dari hasil rampokan itu sebagai imbalan, aku harap kalian berempat bersedia untuk ikut kami kekota dan menerima imbalan tersebut" Belum habis dia berkata, Ong Tiong menukas: "Tidak usah !" Untuk mendapat sedikit emas, mereka harus melakukan perjalanan jauh, sekalipun kepala harus dipenggal mereka juga enggan untuk melakukan.... Kwik Tay-lok, Yan Jit serta Lim Tay-peng juga enggan. Dalam pandangan mereka, di dunia masih terdapat banyak pekerjaan lain yang jauh lebih penting dari pada uang emas. Kata Kwik Tay-lok tertawa: "Barang-barang semacam itu kecuali membawa banyak kesulitan buat kami, tidak ada manfaat apa-apa lagi, aku hanya berharap agar ayam-ayam panggang dan itik-itik panggang yang ada di kamar panggang itu dihadiahkan semua kepada kami, hal mana sudah cukup menggembirakan hati kami semua." Fajar telah menyingsing. Suasana dalam kota telah pulih kembali dalam keheningan. Angin masih berhembus sepoi, salju masih turun dengan deras. Di dunia ini memang terdapat beberapa macam benda yang tak bisa dirubah oleh persoalan apapun. Demikian juga dengan manusia. Setelah itik-itik tersebut di panggang sekian waktu, inilah saatnya untuk matang. Kwik Tay-lok sedang merobek paha itik dan siap mendaharnya. Mendadak, tujuh delapan potong zamrud dan berlian sebesar jari tangan berjatuhan dari dalam perut itik panggang itu. Mata semua orang mulai terbelalak lebar. Ketika merobek perut itik panggang lainnya, ternyata isinya adalah ma-nau dan benda mulia lainnya. Koleksi Kang Zusi Dari antara tiga empat puluh ekor itik panggang itu, paling tidak ada dua puluh ekor diantaranya yang berisi benda-benda berharga itu. Yan Jit mengerdipkan matanya berulang kali, tiba tiba ia berseru: "Mengerti aku sekarang". "Apa yang kau pahami?" "Sebetulnya Hong Si-hu hendak menyembunyikan benda-benda berharga itu didalam perut itik panggang agar mudah diangkut keluar kota, bukan saja aman, lagi pula bisa mengelabuhi orang lain, siapa tahu kami sudah keburu menerobos masuk, maka baru sebagian kecil dari bendabenda itu yang disembunyikan" "Masuk akal!" Kwik Tay-lok mengangguk. "Saudara hitam itu tak tahu berapa banyak hasil rampokan yang ada di sana, sekalipun tahu juga tak dapat menghitung jumlahnya" "Masuk akal!" "Kenapa kau masih berlagak pilon? padahal teori ini sudah kau ketahui sedari tadi" kata Yan Jit sambil tertawa. "Aku sudah tahu?" Kwik Tay-lok mengerdipkan matanya berulang kali. "Kalau kau tidak tahu, kenapa menyuruh orang untuk memberikan semua itik-itik panggang itu kepadamu?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang: "Aaaai.... kalau kau bersikeras untuk berpendapat sedemikian, akupun tak bisa apa-apa" Tiba-tiba katanya sambil tertawa: "Tapi bagaimanapun juga, kita memang berhak mendapat komisi tiga persen, jadi uang ini halal atau tidak, pokoknya kita pakai kan beres!" Yan Jit menatapnya tajam-tajam, lalu menggelengkan kepalanya berulang kali. "Kadangkala aku sendiripun merasa tidak mengerti dengan dirimu" "O,ya ?" "Aku tak tahu sesungguhnya kau ini pintar ? Ataukah bodoh ?" ujar Ong Tiong pelan. Itulah kesimpulannya. Uang adalah benda yang tak boleh berpisah dari tangan lelaki, demikian juga dengan perempuan. Uang bisa menimbulkan gara-gara, perempuan lebih besar menimbulkan gara-gara. Kecuali itu, uang masih mempunyai suatu persamaan dengan perempuan. Bila didapatkan secara gampang, maka perginya juga semakin cepat. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok selalu menganggap dirinya adalah seorang yang mempunyai standard, perbuatan apapun yang dilakukan selalu mempunyai standard. Standarnya untuk makan itik panggang adalah: "Bila ada daging, dia tak akan menggerutu tulang, bila ada kulit, dia tak akan makan daging" Kini kulit itik panggang sudah dikelupas semua, itik yang kulitnya sudah mengelupas ibaratnya seorang perempuan yang lima puluh tahunan yang di telanjangi tubuhnya, tiba-tiba saja berubah menjadi begitu lucu dan menggelikan. Sebaliknya kalau jeruk seperti seorang gadis berumur dua puluh tahun, makin bersih kulitnya di kelupas, semakin menariklah kulitnya. (Bersambung jilid 06) Jilid 06 JARANG SEKALI ADA ORANG YANG bisa menghubung-kan itik panggang dengan perempuan, Kwik Tay-lok dapat. Setelah arak mengalir masuk ke dalam perutnya, uang sudah masuk ke sakunya, maka dari benda apapun ia bisa menghubungkannya dengan perempuan . . . . Kini arak sudah habis diminun, intan pertama juga sudah dibagi menjadi empat bagian. Sambil mengerdipkan matanya, tiba-tiba Kwik Tay-lok bertanya: "Apa rencana kalian sekarang?" Rencana apa? Siapapun tak punya rencana apa-apa. "Apakah kau sudah mempunyai rencana?" tanya Yan Jit sambil melototi wajahnya. Kwik Tay-lok menatap itik panggang tak berkulit itu lekat-lekat, kemudian jawabnya: "Kita sudah terlalu lama mengendon di sini, hari ini kita harus pergi melemaskan otot, kalau tidak tulang-tulang kita bisa mulai karatan dan tua." "Tulang kami tidak seperti tulangmu, baru ada sedikit uang lantas tangannya menjadi gatal." Kwik Tay-lok menghela napas panjang, kembali ia tertawa, katanya lebih jauh. "Sekalipun tulangku ini tulang kere, paling tidak harus digerakkan juga agar lebih bergairah." "Apakah kau hendak melemaskan otot seorang diri?" "Ehmm!" Yan Jit segera tertawa dingin. "Aku sudah tahu kalau ada sementara orang cuma berkawan disaat masih miskin, begitu punya uang, permainannya lantas banyak." Koleksi Kang Zusi "Apakah kau tak pernah melemaskan otot seorang diri?" seru Kwik Tay-lok dengan mata melotot. Yan Jit melengos ke arah lain. "Kalau ingin pergi, pergilah sendiri, toh tak ada orang lain yang akan menahanmu !" serunya. Kwik Tay-lok yang sudah berdiri, segera duduk kembali, katanya sambil tertawa: "Aku tak lain cuma ingin pergi satu setengah hari saja, besok malam kita bersua kembali." Tak seorangpun yang menggubrisnya. Kwik Tay-lok mengangkat bahu, katanya: "Sekarang Moay Lo-kong sudah ditangkap, disini tak ada rumah makan lain, aku tahu di kota keresidenan terdapat sebuah rumah makan Gwe-goankoan yang lumayan juga masakannya, untung saja kota Sian-sia tak jauh dari sini, bagaimana kalau kita bersua kembali di sana besok...? Aku akan mentraktir kalian!" Masih belum ada orang yang menggubrisnya. Kwik Tay-lok menjadi sangat gelisah, serunya lagi: "Apakah aku ingin berjalan-jalan seorang diri barang seharipun tak boleh ?" "Siapa bilang tak boleh?" seru Ong Tiong sambil membalikkan matanya. "Kalau begitu, besok kau akan pergi atau tidak?" "Apakah kau tak bisa membeli arak dan sayur itu dari rumah makan Gwee-goan-koan kemudian membawanya pulang dan mentraktir aku di sini?" "Aku mohon kepadamu, janganlah begini malas, mau bukan? Kau juga harus membeli beberapa stel pakaian baru, pakaian semacam itu kalau dipakai terus menerus, bahkan kau sendiripun mungkin akan ketimpa naas. . . mengerti ?" Pelan-pelan Ong Tiong bangkit berdiri, kemudian pelan-pelan berjalan keluar dari situ. "Kau hendak kemana?" Kwik Tay-lok segera menegur. "Ke ranjangnya Moay Lo-kong," "Mau apa ?" "Ong Tiong menghela napas panjang. "Kalau keatas ranjang mau apa? Tentu saja tidur, kalau kau naik keranjang, apakah hendak melakukan pekerjaan lain?" Kwik Tay-lok tertawa, dia memang ingin melakukan pekerjaan lain, lagi pula pekerjaan itu memang harus dilakukan di atas ranjang. la bangkit berdiri, lalu ujarnya sambil tertawa: "Kalau ingin tidur di sana juga boleh, bah bagaimanapun besok masih harus ke Sian-sia, daripada bolak balik, berangkat separuh jalan dulu memang tak ada salahnya." Koleksi Kang Zusi "Tepat sekali!" Kwik Tay-lok melirik Yan Jit sekejap kemudian katanya: "Besok, apa kalian juga ikut Ong lotoa?" Lim Tay-peng mengangguk, sedang Yan Jit berkata hambar: "Hari ini juga aku berangkat bersamamu!" "Tapi aku." Kwik Tay-lok agak tertegun. "Kenapa ?" seru Yan Jit sambil melotot, "apakah setelah punya uang, temanpun tak maui lagi ?" Sepanjang jalan, sambil melakukan perjalanan Kwik Tay-lok menghela napas, tiada hentinya. Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, lalu menegur: "Hey, apa yang terjadi? Adakah sesuatu yang tidak enak dengan kesehatan badanmu?" "Agaknya aku sudah salah makan, perutku mendadak mulas dan kurang enak." kata Kwik Taylok sambil meringis menahan sakit. "Hmm, aku lihat yang kurang enak bukan perutmu." ujar Yan Jit dengan nada dingin. Tiba-tiba ia tertawa, kembali ujarnya: "Padahal bagian mana dari tubuhmu yang kurang enak, telah kuketahui sedari tadi dengan amat jelas." "Kau mengetahui dengan jelas ?" Yan Jit memutar sepasang biji matanya, lalu berkata: "Setiap orang yang berpengalaman tentu mengetahui akan sepatah kata yang mengatakan: "Bermain pelacur sendirian bermain judi berduaan, mengapa aku tidak tahu dengan jelas?" Untuk sesaat lamanya Kwi Tay-lok merasa tertegun, akhirnya ia cuma bisa tertawa, tertawa getir. "Jadi kau kira aku sengaja menyingkir dari kalian, hanya dikarenakan aku ingin ngeloyor sendirian mencari perempuan ?" "Memangnya kau tidak bermaksud demikian?" Kwik Tay-lok tidak bisa berbicara lagi. "Padahal masalah semacam ini juga bukan suatu kejadian yang terlalu memalukan" kata Yan Jit lagi, "setiap lelaki yang punya uang siapa yang tak ingin pergi mencari perempuan?." "Apakah kau sendiri tidak bermaksud demikian?" Kwik Tay-lok balik bertanya sambit mengerdipkan matanya. Koleksi Kang Zusi "Terus terang kuberi-tahu kepadamu, aku berharap kau bisa membawaku, aku tahu dalam bidang ini kau pasti sangat berpengalaman bukankah demikian?" Kwik Tay-lok mendesis, tiba-tiba ia terbatuk-batuk. "Lelaki yang romantis dan sok-aksi semacam kau pasti tahu ditempat mana kita bisa mencari perempuan yang terbaik." Setelah mengerling sekejap wajah Kwik Tay-lok, katanya lebih jauh: "Kita kan sama-sama teman, bagaimanapun juga kau harus memberikan sebuah petunjuk kepadaku bukan?" Agaknya paras muka Kwik Tay-lok berubah agak merah, gumamnya kemudian: "Tentu saja, tentu saja...." "Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?" "Tentu saja... tentu saja kita harus ke kota lebih dulu. . . ." Yan Jit lagi-lagi tertawa lebar, katanya: "Padahal seharusnya kau juga mengajak serta Ong lotoa sekalian, agar merekapun bisa membuka matanya lebar-lebar serta menyaksikan pelbagai atraksi menarik, aku betul-betul tidak habis mengerti mengapa kau harus mengelabui mereka?" Kwik Tay Lok sedikitpun tidak bermaksud mengelabui orang lain, ia selalu beranggapan bahwa mencari perempuan bukan suatu perbuatan yang memalukan. Tidak berhasil menemukan perempuan, itu baru memalukan namanya. la mengelabui orang lain, karena ia sama sekali tak tahu harus pergi ke mana untuk mencari perempuan. Pada hakekatnya ia belum pernah mencari perempuan, justru karena ia tak pernah maka dia ingin mencari, maka dia baru merasa ingin sekali, suatu keinginan yang luar biasa. Dalam waktu yang cukup singkat, kota Sian-sia telah dicapai. Begitu masuk ke kota. Yan Jit lantas bertanya: "Sekarang apa yang harus kita lakukan? Kita akan menempuh jalan yang mana?" Kata orang: "Dalam setiap sepuluh langkah, pasti ada rumput yang tumbuh. Setiap jengkal tanah tentu ada perempuan yang lewat." Kwik Tay Lok mendehem beberapa kali, kemudian menjawab: "Lewat jalan yang manapun saja" "Sama saja ?" "Yaa, toh di setiap jalan pasti ada perempuan" Yan Jit segera tertawa, ujarnya: Koleksi Kang Zusi "Aku juga tahu kalau di setiap jalanan tentu ada perempuan, tapi perempuanpun terdiri dari beberapa macam, persoalannya sekarang di jalanan yang manakah perempuan yang kau cari itu baru bisa ditemukan?" Kwik Tay Lok menyeka keringat yang telah membasahi tubuhnya, tiba-tiba terlintas satu ingatan dalam benaknya, sambil menuding sebuah warung teh di tepi jalan, katanya: "Kau boleh menunggu sejenak di situ, aku akan pergi mencarikan bagimu. . ." "Kenapa aku harus menunggu di sini, apakah kita tak boleh berjalan bersama ?" kata Yan Jit sambil mengerdipkan matanya. Dengan serius Kwik Tay-lok menjawab: "Soal ini kau tak akan memahami, tempat tersebut amat rahasia sekali, semakin rahasia tempatnya semakin menyenangkan kita, tapi kalau melihat kedatangan orang asing, boleh jadi mereka lantas tidak mau." Mendengar perkataan itu, Yan Jit segera menghela napas panjang. "Baiklah !" ia berkata, "bagaimanapun kau memang lebih berpengalaman dari padaku, baiklah, aku akan menuruti semua perkataanmu" Setelah menyaksikan Yan Jit masuk ke dalam warung teh, Kwik Tay-Lok baru menghembuskan napas lega. Siapa tahu Yan Jit kembali berpaling, lalu berteriak keras: "Aku akan menunggu kedatanganmu di sini, kau jangan kabur lho !" "Tentu saja aku tak akan kabur !" jawab Kwik Tay Lok dengan suara yang tak kalah kerasnya. Dia memang tidak bermaksud kabur, cuma dia harus mencari berita lebih dulu, agar Yan Jit merasa kagum kepadanya. "Manusia romantis yang gagah dan ganteng seperti aku ini, kalau sampai tempat semacam itupun tak bisa menemukan, bukankah Yan Jit akan tertawa kegelian sampai gigipun ikut copot ? Siapa tahu dia akan kegelian lima tahun lamanya ?" Dengan mempergunakan suatu gerakan yang paling cepat dia berbelok ke dalam sebuah tikungan jalan, ternyata jalanan di depan sana seperti pula jalanan pertama, disitu ada warung teh, toko, ada laki-laki, tentu saja ada perempuan. "Tapi perempuan yang manakah baru merupakan perempuan yang sedang kucari ?" la meneliti satu per satu, namun tak seorangpun yang mirip, ia merasa semua perempuanperempuan itu seperti perempuan dari keluarga baik-baik. "Orang yang melakukan pekerjaan semacam itu, masakah memasang papan nama di atas wajahnya ?" Setengah harian lamanya Kwik Tay-lok berdiri termangu-mangu di tepi jalan, tak hentinya dia memberi semangat kepada diri sendiri diapun menghibur terus diri sendiri. Koleksi Kang Zusi "Asal ada uang, masa kau takut tak bertemu perempuan ?" Ia bermaksud untuk membeli satu stel pakaian baru lebih dulu. Orang bilang, "kalau manusia adalah pakaiannya, kalau Budha adalah jubah emasnya" Asal ia berpakaian perlente dan necis, paling tidak gengsinya akan naik tiga tingkat lebih dahulu. Yang aneh, ternyata tokoh penjual pakaianpun seakan-akan tidak terlalu gampang di temukan. Dengan susah payah akhirnya dia berhasil juga menemukan sebuah toko pakaian, tiba-tiba ia menyaksikan ada seseorang sedang memilih pakaian di situ, ketika di dekati ternyata orang itu adalah Yan Jit. "Ternyata bocah itu tidak menunggu aku di warung teh!" Terdengar Yan Jit yang berada dalam ruangan sedang berkata sambil tertawa: "Aku menginginkan pakaian yang paling baik, harganya mahalan sedikit tak menjadi soal, hari ini aku punya janji dengan seorang cewek cakep, aku musti memakai yang agak bagus" Diam-diam Kwik Tay-lok mengerutkan dahinya sambil berpikir: "Masakah bocah muda ini berhasil mendahului diriku dengan menemukan tempat tersebut?" Menyaksikan wajah Yan Jit yang berseri-seri, Kwik Tay-lok merasa yaa mendongkol, yaa jengkel. "Kalau toh kau curang lebih dulu, kenapa aku musti pegang janji ? Sekarang kau tak bisa mengatakan kalau aku berusaha kabur dari sisimu. Setelah mengambil keputusan, tanpa tukar pakaian lagi, dia bertekad untuk meninggalkan Yan Jit lebih dulu. "Para gadis menyukai yang ganteng, para germo menyukai uang, asal aku cukup ganteng dan punya uang, tukar pakaian atau tidak toh bukan persoalan ?" Di jalan raya itupun terdapat warung teh, seseorang yang membawa sebuah sangkar burung sedang berjalan keluar dari warung teh itu. Usia orang itu tidak terlalu besar, tapi sepasang matanya tak bersinar dan wajahnya hijau kepucat-pucatan, mukanya keletihan dan kuyu, lagi pula setiap orang tahu pekerjaan apa yang membuat orang itu kelihatan lemas dan pucat. Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghampirinya, setelah menjura katanya sambil tertawa: "Aku she Kwik, aku tahu kau tidak kenal aku, akupun tidak kenal kau, tapi sekarang kita telah berkenalan." Sebelum melakukan suatu pekerjaan ia suka mengemukakan cara yang berterus terang. Koleksi Kang Zusi Untung saja orang itu agaknya sudah terbiasa melakukan pergaulan di luar, setelah tertegun sejenak, katanya pula sambil tertawa: "Sobat Kwik, kau ada urusan apa?" "Kalau orang tidak romantis sia-sialah masa mudanya, kau tentu mempunyai perasaan yang sama dengan kata-kata tersebut bukan" "Oooh.... kiranya saudara Kwik ingin berpelesiran !" "Benar aku memang bermaksud demikian sayangnya aku tak tahu jalan mana yang harus kutempuh untuk mencapai tujuan" "Saudara Kwik bisa ketemu aku, boleh di bilang sudah menjumpai orang yang benar" kata orang itu sambil tertawa, "tapi untuk berpelesiran, kau harus punya uang, kalau tak punya uang bisa jadi sebelum mendapat kenikmatan, badanmu sudah digebuki orang lebih dulu" Kwik Tay-lok ternyata sudah digebuk orang. Tiba-tiba ia merasa bahwa para perempuan tidak suka dengan ketampanan. Yang disukai perempuan-perempuan itu hanya uang. Sesungguhnya Kwik Tay-lok bukan seseorang yang gampang dipermainkan orang, diapun tak akan sudi digebuk orang dengan begitu saja. Tapi bagaimanapun juga bagaimana mungkin baginya untuk berkelahi dengan perempuan-perempuan semacam itu ? Lengannya kena digigit dua gigitan, kepalanya digebuk sampai keluar benjolan, sekarang ia sedang mengelus benjolan di kepalanya dengan tangan sebelah sedang tangan yang lain merogoh sakunya. Saku itu kosong, jauh lebih kosong daripada perutnya yang lapar, Uang yang jelas berada dalam sakunya ternyata telah lenyap dengan begitu saja. Kulit itik yang dimakan pagi tadi, sudah tak berbekas, arak yang di minumpun sudah berubah menjadi keringat. Menanti malam hari tiba, keringatpun telah mengering. Terpaksa Kwik Tay-lok mencari sebuah kuil bobrok, duduk di depan altar dia menendang patung sambil termangu-mangu, patung Pousat itupun seakan-akan sedang memandang pula ke arahnya sambil termangu-mangu. Sebenarnya ia sudah menyusun rencana yang matang ia bermaksud makan dulu sekenyangkenyangnya, kemudian mandi dulu sepuas-puasnya, bahkan ia membayangkan pula bagaimana sebuah tangan yang halus sedang menggosok-gosok punggungnya. Tapi sekarang ? Sekarang yang menggosok-gosok punggungnya cuma beberapa ekor kutu busuk, mungkin bukan cuma seekor, kasur duduknya seakan-akan merupakan markas besar pasukan kutu busuk, seakan-akan kutu busuk dari seluruh dunia pada berkumpul menjadi satu di sana, satu regu menyerbu punggung, regu lain menyerbu dada, seakan-akan seluruh badannya merupakan tempat mereka untuk berpesta pora. Koleksi Kang Zusi Dengan jengkel Kwik Tay-lok menghantam punggungnya keras-keras, kalau bisa sekali gaplok mampus. "Apakah aku memang sudah ditakdirkan untuk miskin terus? Masakah aku harus kelaparan terus menerus, seharipun tak boleh kenyang?" Tiba-tiba ia teringat kembali akan kebaikan teman. "Mengapa aku harus berpergian seorang diri? Kenapa aku harus kabur dari sisi Yan Jit?" Terbayang berapa mereka sedang berpesta pora sekarang, ia merasa sedemikian kelaparan sampai-sampai kutu busukpun nyaris ditelan. "Hidup sebagai seorang manusia memang tidak sepantasnya menjauhi teman, entah apapun yang hendak dilakukan, ada baiknya kalau berada bersama-sama teman, kecuali teman, masih ada apa lagi di dunia ini yang bisa disayangkan?" Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasakan betapa pentingnya arti teman dalam hati kecilnya.... Siapa saja yang ada di dunia ini, jika ia sedang berada dalam keadaan miskin dan kelaparan, ia pasti akan berubah menjadi begini. Untung saja besok mereka akan berjumpa lagi, sekarang dia hanya berharap waktu bisa lewat dengan cepat, makin cepat semakin baik. "Sekarang, aku demikian memikirkan mereka, siapa tahu mereka telah melupakan aku, Ong Tiong pasti sudah tidur sambil mendengkur, Yan Jit mungkin sedang berpacaran dengan cewek cakep" Terbayang sampai di situ, tak tahan lagi Kwik Tay-lok menghela napas panjang, tiba-tiba ia merasa bahwa dirinya adalah seorang yang amat mementingkan arti persahabatan, ia merasa sikapnya terhadap teman, jauh melebihi sikap teman terhadap dirinya. Maka diapun merasa agak terhibur, meski dibalik rasa terhibur itu terselip juga rasa sedih. Perasaan semacam ini membuat dia melupakan segala yang lain untuk sementara waktu. Tiba-tiba ia terlelap dan tidur pulas. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali. Begitu terbangun dari tidurnya, Kwik Tay-lok lantas mengambil keputusan untuk berangkat dulu ke rumah makan Gwee- goan-lo dan menunggu teman-temannya di sana. la bertekad untuk makan dulu sekenyang-kenyangnya, kemudian menunggu teman-temannya membayarkan rekeningnya itu. Diapun mengambil keputusan untuk mencari madu yang agak baik, untuk mengganti energinya yang terbuang dengan percuma sepanjang malam. Ia merasa setiap orang harus baik-baik menjaga kondisi sendiri, karena dia hampir melupakan betapa ia sampai tersiksa semalam, kenapa harus menderita dengan sia-sia. Koleksi Kang Zusi Mungkin hal ini dikarenakan rasa lapar yang luar biasa, dalam sadar tak sadar, ia seakan-akan merasa telah mengorbankan segala sesuatunya demi teman. Ia amat menaruh simpatik terhadap diri sendiri. Sayang tauke rumah makan "Gwee-goan-koan tidak berpikir demikian. Bukan saja pintu belum terbuka, jendelapun belum terbuka. Tentu saja Kwik-Tay-lok tak akan menyalahkan dirinya yang datang terlalu awal, dia hanya menyalahkan orang-orang itu terlalu malas, kenapa sampai sekarang belum membuka pintu, apakah ia memang sengaja hendak menyusahkan dirinya. Seorang yang sudah kelaparan biasanya memang tidak terlalu memikirkan soal cengli. Baru saja dia hendak mengetuk pintu tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang sambil menyapa. "Selamat pagi !" Yan Jit dengan mengenakan pakaian baru berdiri di situ dengan wajah berseri ia menunjukkan wajah yang segar karena makan yang kenyang dan tidur yang nyenyak. Dengan penuh rasa mendongkol dan mencibir bibir Kwik Tay-lok bergumam: "Huuh, sekarang masih dianggap pagi? Lihatlah, mataharipun sudah bersinar sampai ke pantat !" "Waktu itu lebih berharga dari seribu kati emas, kalau memang merasakan kenikmatan semalaman suntuk, mengapa kau tidak berbaring dalam pelukan sang bidadari sampai tengah hari ?" kata Yan Jit sambil tertawa lebar. "Di situ banyak kutu busuknya" "Kutu busuk? Masa di ranjang sang bidadari pun banyak kutu busuknya? Lucu amat!" Kwik Tay-lok menyadari kalau ia telah salah bicara, maka setelah mendehem beberapa kali, katanya lagi sambil tertawa paksa: "Bukan kutu busuk sungguhan, cuma tangannya yang selalu bergerak-gerak di badanku itu lebih menjemukan dari pada kutu busuk." Yan Jit segera mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian sambil menggelengkan kepalanya dan menghela napas katanya: "Yang paling sukar ditahan adalah kehangatan tubuh sang bidadari, kau benar-benar tidak pandai menikmati keadaan, aku yang ingin mencari seekor kutu busuk di badanku saja tidak berhasil menemukannya. . . !" "Hahahaha... hahaha...." Kwik Tay-lok ingin tertawa seriangnya, tapi suaranya justru seperti keledai yang lagi cegukan, mana suaranya parau, tidak enak lagi didengar. Yan Jit segera memperhatikannya dari atas sampai ke bawah, kemudian katanya lagi. "Apakah perutmu sedang merasa kurang enak? Yaa, pasti semalam kekenyangan." Koleksi Kang Zusi "Ehmm . . . ." Yan Jit kembali tertawa cekikikan ujarnya: "Kalau toh nona itu bersikap begitu baik kepadamu, mungkin juga menyiapkan hidangan yang paling baik agar membantu kesehatan badanmu . . . . betul tidak ?" Kwik Tay-lok melirik sekeyap ke arahnya, kemudian sahutnya: "Sungguh tak kusangka secara tiba-tiba kaupun berubah menjadi begitu berpengalaman." "Aaai. . . mama mungkin aku bisa memiliki rejeki sebagus dirimu itu. . ." keluh Yan Jit sambil menghela napas lagi. "Semalam kau pergi kemana ?" "Hmmm . . . kau tidak rikuh untuk bertanya kepadaku ? Sampai pusing kepalaku semalam menunggu kedatanganmu di warung teh itu, tapi jangan toh kau datang menjemputku, bayangan setan pun tidak nampak, terpaksa aku bergelandangan seorang diri kesana kemari, hampir saja tempat untuk tidurpun tidak kutemukan" "Kiranya bocah ini pandai berpura-pura" pikir Kwik Tay-lok. Saking gemasnya gigi serasa bergemerutukan keras, apa mau dikata ia justru tak bisa membongkar rahasianya itu, terpaksa sambil tertawa paksa katanya: "Siapa suruh kau tidak sabar menunggu?" "Aaaai. . . akibatnya aku yang kepayahan setengah mati, habis sekaligus harus melayani beberapa orang nona cantik" Yan Jit menggelengkan kepalanya berulang kali, bahkan menghela napas panjang pendek seolah-olah merasa menyesalnya setengah mati. Kwik Tay-lok kembali merasakan hatinya agak terhibur, katanya lebih jauh: "Padahal kau juga tak usah bersedih hati, bila ada kesempatan lagi di kemudian hari aku pasti akan mengajakmu. Terutama sekali terhadap seorang nona cilik diantaranya, waaah... bukan cuma wajahnya cantik, pandai memberi kesenang buat kita, malahan apa yang kau pikirkan dihati tanpa kau katakan, ia sudah menyiapkannya bagimu." "Waaahhh...... kalau begitu dia kan seperti seorang Puosat batu yang suka menolong kaum miskin yang sedang kesusahan?" teriak Yan Jit dengan mata melotot besar. Kwik Tay-lok agak tertegun. "Pousat batu ? Dari mana datangnya Pousat batu ?" serunya. Tiba-tiba ia teringat kembali, bukankah dalam kuil yang di tempatinya semalam juga ada sebuah patung Pousat batu ? Yan Jit telah berkata lagi sambil tertawa: Koleksi Kang Zusi "Oooh . . . . . maksudku adalah seorang Li-Pousat, seorang pousat perempuan yang senang menolong kaum lelaki" Kwik Tay-lok baru merasa lega setelah mendengar perkataan itu, dasar kalau tidak jujur, apa saja yang dikatakan orang bisa membuat jantung berdebar keras. "Pagi tadi, hidangan lezat apa saja yang telah disiapkan Li-pousat itu untukmu ?" Sambil menelan air liurnya Kwik Tay-lok kembali mengibul. "Kalau dibilang amat lezat sih tidak, dia cuma membuatkan Yan-oh, kuah ayam, bak mi, bakpao, daging ham, telur. . . ." Hampir semua makanan yang dia inginkan dan sedang dipikir dalam hatinya disebutkan satu persatu, kendatipun belum sampai mencicipi, paling tidak bisa mengurangi rasa laparnya yang semakin menghebat itu .. . . Sayang sekali dia tak sanggup melanjutkan kembali kata-katanya, sebab bila ucapan tersebut dilanjutkan, bisa jadi air liurnya akan bercucuran dengan derasnya. Yan Jit segera menghela napas panjang, katanya: "Wah, tampaknya bukan saja kau sedang mujur dalam soal perempuan, mujur pula dalam soal makanan, padahal aku sudah kelaparan setengah mati, kalau bisa aku ingin mencari tampat untuk bersantap." Belum habis dia berkata, Kwik Tay-lok telah menyela dengan cepat. "Haah ! Mau makan. Hayo, kita berangkat sekarang juga, aku bersedia menemanimu!" "Bah, tidak usah, kau toh sudah kenyang, aku jadi rikuh kalau kau yang menemani." Kwik Tay-lok mana gusar, gelisahnya setengah mati, kalau bisa dia hendak bicara terus terang, untung saja pada saat itulah pintu depan rumah makan Kiu-goan-koan telah di buka orang, menyusul seseorang melongok ke luar dengan mata setengah terpejam, agaknya masih mengantuk dan sudah setahun lamanya tak pernah tidur. Sambil melirik ke arah mereka berdua, orang itu berseru: "Kalau ingin makan, rumah makan kami menyediakan aneka macam hidangan, mengapa tuan tidak memilih yang dekat sebaliknya malah mencari yang jauh . . . . ?" Melihat orang itu, Yan Jit dan Kwik Tay lok segera tertawa terbahak-bahak, ternyata orang itu adalah Ong Tiong. Sambil tertawa lebar Kwik Tay-lok berseru: "Cara kerjamu sungguh luar biasa hebatnya, sedari kapan sih kau sampai di sini ? Sedari kapan pula kau menjadi pelayannya rumah makan Kui-goan-koan?" "Hari ini Kwik toa-sauya kan mau mentraktir kami, kalau sampai tidur kesiangan sehingga kehilangan kesempatan sebaik ini kan penasaran rasa hatiku ? Maka dari itu, aku lantas mengambil keputusan untuk berangkat semalam sebelumnya dan tidur di sini, sembari tidur sembari menanti, mana nyaman tidak takut terlambat lagi, kan sip namanya?" Koleksi Kang Zusi "Betul!" sambung Yan Jit sambil tertawa, "selamanya cara kerja Ong Lo-toa memang selalu dapat dipercaya, bisa mengundang kedatangan seorang tamu yang bersungguh hati seperti kau, yang menjadi tuan rumah pasti akan merasa terharu sekali" Sesungguhnya seisi perut Kwik Tay-lok telah dipenuhi oleh sumpah serapah yang tak mampu dilampiaskan keluar, seandainya di situ ada tali gantungan, mungkin ia sudah bunuh diri sedari tadi. Dalam keadaan demikian, terpaksa dia cuma bisa tertawa serak sambil bergumam. "Yaa, aku memang sangat terharu, sampai maknya pun ikut terharu. . . .!" "Sekarang mah belum sampai waktunya kau merasa terharu" kata Ong Tiong, "bila kami sudah mulai bersantap nanti, nah waktu itulah kau baru akan terharu." "Betul!" sambung Yan Jit sambil tertawa, "Bukan cuma dia saja yang akan terharu, mak nya juga akan turut terharu sehingga air mata ikut jatuh bercucuran" Rumah makan Kui-goan-koan tidak terhitung rumah makan kecil, rumah makan itu terbagi menjadi loteng bagian atas loteng bawah, untuk bawah lotengpun paling tidak terdiri dari tujuh delapan belas buah meja. Kalau malam sudah tiba, biasanya meja-meja itu akan digabungkan menjadi satu, pelayan rumah makanpun akan menggelar tikar dan tidur di atas meja tersebut. Dalam rumah makan itu ada tujuh-delapan orang pelayan yang bekerja disitu, sekarang mereka semua sedang merangkak bangun dengan mata yang masih mengantuk, masing-masing pelayan dengan ramah dan hangat menyapa kepada Ong Tiong. "Apakah orang-orang Ong toako telah datang semua ?" "Mengapa tidak cepat bangun untuk melayani tamunya Ong toako ?" Sepasang mata Kwik Tay-lok terbelalak lebar-lebar, dia ingin bertanya kepada Ong Tiong, sedari kapan ia telah menjadi toakonya orang-orang itu ? Mendadak ia menyadari bahwa Ong Tiong bukan cuma cara kerjanya saja yang serba rahasia, diapun pandai bergaul dan menjadi teman, seperti misalnya dia selama hidup jangan harap bisa bersahabat dengan para pelayan dari rumah makan. Yan Jit sudah tidak tahan untuk bertanya: "Dulu, apa kau seringkali berkunjung ke sini ?" "Tidak, kali ini baru pertama kalinya !" jawab Ong Tiong. Sepasang mata Yan Jit pun terbelalak lebar, dalam hati kecilnya benar-benar merasa kagum, dalam semalaman saja ia sudah sanggup untuk menaklukan semua pelayan yang bekerja dalam rumah makan tersebut, sesungguhnya kejadian semacam ini amat jarang terjadi. "Kalian ingin makan apa ?" tanya Ong Tiong, "hayolah pesan, akan kusuruh mereka menyiapkan hidangan." "Aku ingin semangkuk mi ayam yang di beri tiga biji telur dan dua kerat daging baykut, tapi kedua potong bay-kut itu musti banyak dagingnya dan empuk," Koleksi Kang Zusi "Aku juga memesan semangkuk mie yang sama." kata Ong Tiong, "bagaimana dengan saudara Kwik ?" Belum lagi berbicara, air liur Kwik Tay-lok serasa sudah menetes keluar, katanya agak tergagap: "Aku. . . ." Belum sempat dia mengucapkan kata-katanya, Yan Jit telah menyerobot dari samping, teriaknya: "Dia tidak perlu dipesankan, pagi tadi ia sudah sarapan beraneka macam hidangan lezat, saking kenyangnya hampir meledak perutnya yang buncit itu." Kwik Tay-lok merasa gelisah yaa gemas, sampai giginya saling beradu, tangannya menjadi gatal, kalau bisa ia ingin menyumbat si mulut cerewet itu dengan kepalan tangannya. Yan Jit memutar biji matanya seperti sedang tertawa geli, tiba-tiba ia bertanya: "Kemana perginya Lim Tay-peng ? Apakah ia sudah datang ?" "Datangnya mah sudah datang, dia masih tidur di atas loteng." "Tampak diapun jago tidur, tidak kalah hebatnya dengan kepandaianmu !" seru Yan Jit sambil tertawa. Di atas loteng bukan cuma tak ada orang, bayangan setanpun tidak nampak. Di sudut ruangan tampak beberapa buah meja yang dijajarkan menjadi satu, selimut masih ada di atas meja itu tapi orangnya entah ke mana perginya . . .. .?" "Dimana orangnya ?" seru Yan Jit. Ong Tiong juga tampak tertegun, serunya: "Ketika aku turun dari loteng tadi, dia masih tertidur di sini, kenapa dalam waktu sekejap bayangan tubuhnya bisa lenyap tak berbekas ?" "Kau tidak melihatnya turun dari loteng?" Ong Tiong menggelengkan kepalanya, sementara matanya menatap daun jendela di seberang sana lekat-lekat. "Tampaknya cara kerja orang inipun serba rahasia dan aneh, toh ia tak usah membayar rekening ? Kenapa musti ngeloyor pergi?" omel Yan Jit sambil tertawa. Matanya juga mengikuti arah pandangan Ong Tiong mengawasi daun jendela di hadapannya sana. Di atas loteng ini semuanya terdapat delapan buah daun jendela, salah satu diantaranya berada dalam keadaan terbentang lebar kini. "Apakah jendela itu terbuka sedari tadi?" kembali Yan Jit bertanya. "Tidak, aku paling benci tidur dengan jendela terbuka, aku takut kedinginan" Koleksi Kang Zusi Pelan-pelan dia berjalan ke tepi jendela. Di bawah jendela tersebut merupakan pintu belakang rumah makan Kui-goan-lo, di seberang pintu adalah sebuah sungai kecil, di atas sungai terbentang sebuah jembatan. Walaupun air sungai itu kotor lagi bau, walaupun jembatan kecil itu bobrok dan kuno, tapi sekarang fajar baru menyingsing, sinar matahari yang lembut menyinari air sungai dan memantulkan sinar tajam yang menyilaukan mata. Kabut tipis meliputi permukaan tanah, angin berhembus lewat menggoyangkan pohon liu, sayup-sayup sampai kedengaran bunyi ayam berkokok, betul-betul merupakan suatu pemandangan yang sangat indah. Sayangnya di seberang sungai sana tampak seorang nyonya yang membopong anaknya sedang mencuci tong berisi tinja di tepi sungai. Yan Jit mengerutkan dahinya lalu mengerutkan pula hidungnya, kemudian dengan suara lantang teriaknya: "Toaso, barusan ada orang melompat turun dari jendela dan lari ke sana, apakah kau melihatnya atau tidak" Nyonya itu mendongakkan kepalanya dan melotot sekejap ke arahnya, kemudian sambil menundukkan kepalanya kembali dia bergumam: "Pagi saja baru menjelang, jangan-jangan orang ini sudah ketemu setan . . . sialan !" Ketanggor batunya, Yan Jit bisa cuma tertawa getir, gumamnya: "Entah kemana perginya bocah itu ? Jangan-jangan tenggelam di sungai itu dan mampus ?" Kwik Tay-lok yang perutnya sudah kosong lagi lapar makin mendongkol dibuatnya, kalau bisa rasanya dia ingin mencari sasaran yang tepat untuk melampiaskan rasa marahnya itu. Mumpung ada kesempatan, sambil menarik muka dia lantas mendamprat: "Cerewet amat kau ini, mana bawel lagi! Biar saja kalau ada yang tenggelam di sungai, biar mampus sekalian agar mengurangi jatah, takutnya justru dia tak akan mampus tenggelam di sungai !" "Waduh, hebat betul orang ini" gumam Ong Tiong sambil mengerling sekejap ke arahnya. "Sepagi ini hawa amarahnya sudah begitu gede, mungkin semalaman suntuk rasa mendongkolnya belum ada tempat penyaluran ?" Yan Jit segera tertawa terkekeh-kekeh serunya cepat: "Aaah, mana mungkin, semalam mana dia digigit kutu busuk, ketemu dengan li-pousat pula, sekalipun mendongkol juga semua rasa mendongkolnya sudah tersapu lenyap" "Li-pousat ?" Kutu busuk ? Jangan-jangan semalam ia tidur dalam kuil bobrok? Wah, kan lebih enakan tidur di atas meja ditempat lain ini" Koleksi Kang Zusi Kontan saja air muka Kwik Tay-lok berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus, untung saja sang pelayan telah datang menghidangkan dua mangkuk bakmi. Dua mangkuk besar bakmi kuah ditambah dengan dua piring daging bay-kut yang gemuk dan harum. Ketika mengendus bau harum semerbak yang terbawa oleh angin, Kwik Tay-lok pingin menerjang bakmi itu dan melahapnya dengan rakus. Tiba-tiba Kwik Tay-lok memusatkan semua perhatiannya ke bawah meja, seolah-olah di bawah meja sedang terdapat beberapa orang siluman kecil bermain sandiwara. Yan-Jit dan Ong Tiong meski sedang makan bakmi, tanpa terasa matanya juga turut di alihkan ke bawah meja. Kesempatan baik semacam inilah yang sesungguhnya sedang di tunggu oleh Kwik Tay-lok, secepat kilat tangannya menyambar ke atas sepotong daging bay-kut yang ada di meja. Siapa tahu baru saja tangannya hendak mencomot daging tersebut, sepasang sumpit telah melayang datang dari tengah udara dan.... "Plak !" menghantam punggung tangannya keras-keras. Sambil mengerling ke arahnya dan tertawa Yan Jit berseru: "Barusan kau toh sudah makan tujuh belas macam sayur, kenapa masih ingin mencuri daging orang? Apakah kau benar-benar kelaparan setengah mati ?" Bocah ini betul-betul memiliki sepasang mata pencoleng yang kelewat tajam. Merah padam selembar wajah Kwik Tay1ok karena jengah, dengan tersipu-sipu ia menarik tangan kembali sembari bergumam: "Kalau orang bermaksud baik, jangan di tuduh yang jelek, aku toh bermaksud untuk mengusir lalat yang hinggap di atas daging itu? Bukan berterima kasih, kau malah menggigit aku ?" "Aaah, hari ini udara dingin sekali, dari mana datangnya lalat?" "Walaupun lalat tak ada, paling tidak kutu busuk mah masih ada beberapa ekor." kata Ong Tiong. Hari ini, entah kedua orang itu sedang angot atau kambuh penyakit edannya, setiap saat setiap waktu selalu berusaha menyusahkan diri Kwik Tay-lok, agaknya kalau belum memusuhinya, hati serasa belum puas. Terpaksa Kwik Tay-lok tidak melayani olok-olokan orang, seorang diri duduk tertegun setengah harian lamanya, tiba-tiba ia berkata sambil tertawa: "Tahukah kalian apa yang sedang kupikirkan sekarang?" Tak seorangpun berbicara, sebab mulut mereka sedang tersumbat penuh oleh daging bay-kut. Terpaksa Kwik Tay-lok melanjutkan sendiri perkataannya: "Aku sedang berpikir, rasanya semangkuk mie campur daging bay-kut tentu lezaat ..!" Koleksi Kang Zusi Yan Jit menghirup setegukan kuah dan menelan daging bay-kut yang telah dikunyah itu ke dalam perut, kemudian sambil tertawa sahutnya: "Tepat sekali jawabanmu, kami memang amat jarang mencicipi bakmi seenak ini". "Tahukah kalian, apa sebabnya bakmi ini luar biasa lezatnya kalau dimakan ?" "Kenapa ?" Yan Jit balik bertanya sambil mengerdipkan matanya. "Sebab bakmi ini di masak dengan air sungai di belakang sana, air yang bekas dipakai mencuci tong berisi tinja tentu saja luar biasa lezat baunya....!" Paras muka Yan Jit sama sekali tidak berubah, malahan sambil tertawa cekakakan dia berkata: "Jangan toh baru air sungai bekas dipakai mencuci tong berisi tinja, sekalipun bakmi ini di masak dengan air bekas cuci kaki pun rasanya tentu lebih lezat daripada harus menahan lapar setengah mampus." Kwik Tay-lok tertegun beberapa saat lamanya, tiba-tiba dia melompat bangun, sambil membentangkan tangannya dia berteriak: "Aku ingin makan, harus makan. . . . siapa melarang aku makan lagi, aku bersumpah akan beradu jiwa dengannya." Lim Tay-peng sedang duduk termangu-mangu. Ia pulang sudah cukup lama, termangu-mangu juga cukup lama, seolah-olah sedang menunggu orang bertanya kepadanya: "Mengapa kau hilang secara mendadak? Kemana saja kau pergi? Apa saja yang telah kau lakukan?" Tapi sayang justru tak seorangpun yang bertanya, seolah-olah mereka menganggap ia tak pernah pergi meninggalkan tempat itu. Terpaksa Lim Tay-peng mengatakannya sendiri, mula-mula dia melirik sekejap ke arah Kwik Tay-lok, kemudian pelan-pelan baru berkata: "Tadi aku telah melihat seseorang, selama hidup jangan harap kalian bisa menduga siapakah dia." Betul juga, Kwik Tay-lok segera tak kuat menahan diri, cepat dia bertanya: "Kenalkah aku dengan orang itu?" "Sekalipun tidak kenal, paling tidak pernah bersua!" "Siapa sih orang itu" "Aku sendiri juga tak tahu siapakah dia, sebab aku sendiripun tidak kenal dengannya" Kwik Tay-lok kembali tertegun, sesudah tertawa getir katanya: Koleksi Kang Zusi "Dialek yang dipakai orang ini adalah dialek dari negeri mana sih? Apakah kalian mengerti apa yang sedang ia ngebacotkan sekarang ?" Lim Tay-peng sama sekali tidak menggubris dirinya, ia berkata lebih jauh: "Walaupun aku tidak kenal dengan orangnya, tapi kenal dengan pakaian yang dikenakannya itu" "Pakaian apa yang dia kenakan?" tak tahan kembali Kwik Tay-lok bertanya. "Baju berwarna hitam !" Mendengar itu Kwik Tay-lok segera tertawa lebar. "Tak terhitung jumlah orang berbaju hitam yang berjalan di atas jalan raya, setiap saat pun aku bisa menjumpai puluhan orang." "Kecuali bajunya, aku masih kenal juga dengan pedangnya". Sekarang Kwik Tay-lok baru merasakan sedikit keanehan, segera ia mendesak lebih jauh: "Macam apakah pedang itu?" "Pedang yang panjangnya satu jengkal tujuh inci dikombinasikan dengan sarung pedang yang empat jengkal panjangnya" Kwik Tay-lok segera menghembuskan napas: "Kapan kau bertemu dengannya" ia berseru. "Ketika kalian datang tadi !" "Apakah kau anggap kejadian ini aneh sekali?" tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa lebar. "Apakah kau tidak merasa heran?" "Dia toh memang sedang pergi ke kota Sian-sia untuk memberi laporan, bila kita tidak menemuinya di sini, itu baru aneh namanya" "Dia seharusnya membawa si anjing buldok, si tongkat dan Hong Si-hu serta barang rampokan itu menuju ke kantor pengadilan bukan?" "Benar?" "Tapi dari pihak pengadilan justru tidak mendengar tentang peristiwa itu, bahkan dalam dua hari belakangan ini sama sekali tak ada buronan yang digusur kemari." Sekarang Kwik Tay-lok baru merasa rada terkejut, serunya: "Darimana kau bisa tahu?" "Aku telah berkunjung sendiri ke pengadilan untuk mengecek kebenaran dari berita ini." Kwik Tay-lok segera berpikir sejenak, kemudian katanya: Koleksi Kang Zusi "Mungkin saja dia bermaksud untuk membawa para tawanan itu ke kota lain ?" "Tidak ada tawanan atau orang hukuman!" Kwik Tay-lok segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, kemudian setelah termenung sejenak katanya: "Hei, apa maksudmu? Apa yang kau maksudkan dengan tidak ada orang hukuman itu?" "Tidak ada orang hukuman artinya ialah si anjing buldok, si tongkat dan Hong Si-hu telah lenyap tak berbekas bagaikan air yang menguap ke udara, sedangkan barang rampokan yang dikatakan akan dipakai sebagai barang bukti pun turut lenyap tak berbekas, secara diam-diam aku menguntil terus di belakangnya sampai ia tiba di tempat pondokannya, tapi di situpun tak kujumpai orang-orang tersebut, karena dia hanya berdiam seorang diri di sana !" Kali ini Kwik Tay-lok dibikin tertegun, malah mulutnya sampai melongo dan matanya terbelalak lebar-lebar. Bukan cuma dia, Yan Jit dan Ong Tiong pun turut tertegun seperti sepasang patung arca. Lim Tay-peng berhenti sebentar untuk mengatur napasnya yang agak tersengkal, kemudian setelah meneguk habis arak yang berada di depan Kwik Tay-lok itu, katanya lagi dengan hambar: "Sekarang kau merasa kejadian ini rada aneh atau tidak?" "Yaa, aneh sekali !" teriak Kwik Tay-lok. Yan Jit dan Ong Tiong juga turut manggut-manggut. Meja sudah ditarik ke tengah ruangan, selimut juga sudah di gulung. Tamu-tamu yang akan bersantap dirumah makan kui-goan-koan sebentar lagi akan berdatangan. Tapi saat itu di atas loteng cuma ada mereka berempat. Empat orang itu duduk tak berkutik ditempat semula, bagaikan empat buah patung kayu. Patung-patung kayu yang bisa minum arak tentunya. Arak didalam teko sudah lenyap tak berbekas seperti menguap mereka meneguk secawan demi secawan tanpa hentinya, memenuhi secawan sendiri dan meneguknya sampai habis, siapapun enggan untuk mengurusi rekan-rekan lainnya. Kemudian Yan Jit, Ong Tiong dan Kwik Tay-lok seakan-akan telah berjanji sebelumnya, bersama-sama mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. Sekalipun mereka semua goblok, sekarang pun tahu kali ini mereka lagi-lagi ditipu orang. Sudah pasti manusia berbaju hitam itu bukan opas atau pegawai pengadilan, diapun bukan mata-mata yang diutus wali kota untuk menyelidiki tingkah laku si anjing buldok dan si tongkat. Rupanya diapun seseorang yang hitam makan hitam. Bila ada orang ditipu mentah-mentahan oleh orang lain bahkan rugi besar, rasa mendongkol dan rasa mangkel yang berkobar dalam dadanya tentu besar sekali. Koleksi Kang Zusi Tapi mereka tidak marah ataupun mendongkol, mereka malahan merasa kejadian ini menggelikan sekali. Yan Jit sambil menuding ke arah Kwik Tay-lok berkata seraya tertawa tergelak: "Perkataan Ong lotoa sedikitpun tak salah, sewaktu kau harus pintar sebaliknya malah berbuat goblok, bukan cuma goblok saja, bahkan gobloknya setengah mati." "Bagaimana dengan kau sendiri?", kata Kwik Tay-lok pula sambil menuding ke arahnya dan tertawa, "kau sendiripun tidak lebih cerdik daripada diriku !" Lim Tay-peng hanya duduk tenang disamping sambil mengawasi mereka, menunggu semua orang telah berhenti tertawa, dia baru bertanya: "Sudah habiskah tertawamu itu?" Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang, sahutnya: "Belum habis tertawaku, cuma aku sudah tak punya tenaga lagi untuk tertawa lebih jauh" "Apakah kalian menganggap kejadian ini sangat menggelikan?" seru Lim Tay-peng lagi. Tiba-tiba Ong Tiong membalikkan matanya, kemudian berseru: "Kalau tidak tertawa lantas bagaimana? Apakah harus menangis?" Dia memang selalu beralasan kalau sedang berbicara, inilah kesimpulan yang diambilnya. Mereka bisa tertawa, mereka berani tertawa, merekapun mengerti untuk tertawa. Tertawa bukan saja dapat membuat orang merasa girang, diapun bisa menambah rasa percaya serta keberaniannya terhadap orang lain. "Bila orang tertawa terus, dia akan punya rejeki besar, karena kehidupan akan menjadi milik kita" Lim Tay-peng tampaknya tak sanggup untuk tertawa. "Mengapa kau tidak turut kami untuk tertawa tergelak ?" Kwik Tay-lok bertanya. "Bila hanya tertawa bisa menyelesaikan persoalan, aku pasti akan tertawa lebih keras daripada kalian." "Sekalipun tertawa tak bisa menyelesaikan persoalan, paling tidak bisa menghilangkan kemurungan dalam hatimu." Setelah tertawa, dia berkata kembali: "Apalagi bila kau belajar menggunakan tertawa untuk berhadapan dengan orang asing, lambat laun kau akan merasa bahwa dalam kehidupan manusia di dunia ini sesungguhnya tidak terdapat persoalan yang tak dapat diselesaikan". "Bagaimanapun riangnya kalian tertawa, toh sama saja sudah tertipu orang . . ." kata Lim Taypeng. Koleksi Kang Zusi "Kau tidak tertawapun juga sama saja sudah tertipu orang, kalau toh sama-sama sudah tertipunya, mengapa kau tidak tertawa saja?" Lim Tay-peng tidak berbicara lagi. "Sebetulnya persoalan apakah yang sedang kau hadapi?" tanya Kwik Tay-lok kemudian. "Mengapa sih kau begitu menaruh perhatian terhadap persoalan ini?" seru Yan Jit pula. Lim Tay-peng termenung beberapa saat lamanya, kemudian menjawab: "Karena orang itu adalah Lamkiong Cho!" "Darimana kau bisa tahu ?" "Pokoknya aku tahu !" "Apa pula hubungannya Lamkiong Cho dengan dirimu ?" "Tak ada hubungan apa-apa.... justru karena tak ada hubungan apa-apa, maka aku baru..." "Kau baru apa?" "Aku baru membunuhnya!" Kwik Tay-lok memandang Yan Jit, kemudian memandang kearah Ong Tiong, sesudah itu serunya: "Dengarkan kalian apa yang barusan dia katakan ?" Ong Tiong sama sekali tidak berkutik, sebaliknya Yan Jit cuma manggut-manggut. "Bocah ini mengatakan dia hendak membunuh orang !" kata Kwik Tay-lok lagi, Ong Tiong masih belum juga berkutik sedangkan Yan Jit kembali manggut-manggut. (Bersambung jilid 07) Jilid 06 JARANG SEKALI ADA ORANG YANG bisa menghubung-kan itik panggang dengan perempuan, Kwik Tay-lok dapat. Setelah arak mengalir masuk ke dalam perutnya, uang sudah masuk ke sakunya, maka dari benda apapun ia bisa menghubungkannya dengan perempuan . . . . Kini arak sudah habis diminun, intan pertama juga sudah dibagi menjadi empat bagian. Sambil mengerdipkan matanya, tiba-tiba Kwik Tay-lok bertanya: "Apa rencana kalian sekarang?" Rencana apa? Siapapun tak punya rencana apa-apa. "Apakah kau sudah mempunyai rencana?" tanya Yan Jit sambil melototi wajahnya. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok menatap itik panggang tak berkulit itu lekat-lekat, kemudian jawabnya: "Kita sudah terlalu lama mengendon di sini, hari ini kita harus pergi melemaskan otot, kalau tidak tulang-tulang kita bisa mulai karatan dan tua." "Tulang kami tidak seperti tulangmu, baru ada sedikit uang lantas tangannya menjadi gatal." Kwik Tay-lok menghela napas panjang, kembali ia tertawa, katanya lebih jauh. "Sekalipun tulangku ini tulang kere, paling tidak harus digerakkan juga agar lebih bergairah." "Apakah kau hendak melemaskan otot seorang diri?" "Ehmm!" Yan Jit segera tertawa dingin. "Aku sudah tahu kalau ada sementara orang cuma berkawan disaat masih miskin, begitu punya uang, permainannya lantas banyak." "Apakah kau tak pernah melemaskan otot seorang diri?" seru Kwik Tay-lok dengan mata melotot. Yan Jit melengos ke arah lain. "Kalau ingin pergi, pergilah sendiri, toh tak ada orang lain yang akan menahanmu !" serunya. Kwik Tay-lok yang sudah berdiri, segera duduk kembali, katanya sambil tertawa: "Aku tak lain cuma ingin pergi satu setengah hari saja, besok malam kita bersua kembali." Tak seorangpun yang menggubrisnya. Kwik Tay-lok mengangkat bahu, katanya: "Sekarang Moay Lo-kong sudah ditangkap, disini tak ada rumah makan lain, aku tahu di kota keresidenan terdapat sebuah rumah makan Gwe-goankoan yang lumayan juga masakannya, untung saja kota Sian-sia tak jauh dari sini, bagaimana kalau kita bersua kembali di sana besok...? Aku akan mentraktir kalian!" Masih belum ada orang yang menggubrisnya. Kwik Tay-lok menjadi sangat gelisah, serunya lagi: "Apakah aku ingin berjalan-jalan seorang diri barang seharipun tak boleh ?" "Siapa bilang tak boleh?" seru Ong Tiong sambil membalikkan matanya. "Kalau begitu, besok kau akan pergi atau tidak?" "Apakah kau tak bisa membeli arak dan sayur itu dari rumah makan Gwee-goan-koan kemudian membawanya pulang dan mentraktir aku di sini?" "Aku mohon kepadamu, janganlah begini malas, mau bukan? Kau juga harus membeli beberapa stel pakaian baru, pakaian semacam itu kalau dipakai terus menerus, bahkan kau sendiripun mungkin akan ketimpa naas. . . mengerti ?" Koleksi Kang Zusi Pelan-pelan Ong Tiong bangkit berdiri, kemudian pelan-pelan berjalan keluar dari situ. "Kau hendak kemana?" Kwik Tay-lok segera menegur. "Ke ranjangnya Moay Lo-kong," "Mau apa ?" "Ong Tiong menghela napas panjang. "Kalau keatas ranjang mau apa? Tentu saja tidur, kalau kau naik keranjang, apakah hendak melakukan pekerjaan lain?" Kwik Tay-lok tertawa, dia memang ingin melakukan pekerjaan lain, lagi pula pekerjaan itu memang harus dilakukan di atas ranjang. la bangkit berdiri, lalu ujarnya sambil tertawa: "Kalau ingin tidur di sana juga boleh, bah bagaimanapun besok masih harus ke Sian-sia, daripada bolak balik, berangkat separuh jalan dulu memang tak ada salahnya." "Tepat sekali!" Kwik Tay-lok melirik Yan Jit sekejap kemudian katanya: "Besok, apa kalian juga ikut Ong lotoa?" Lim Tay-peng mengangguk, sedang Yan Jit berkata hambar: "Hari ini juga aku berangkat bersamamu!" "Tapi aku." Kwik Tay-lok agak tertegun. "Kenapa ?" seru Yan Jit sambil melotot, "apakah setelah punya uang, temanpun tak maui lagi ?" Sepanjang jalan, sambil melakukan perjalanan Kwik Tay-lok menghela napas, tiada hentinya. Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, lalu menegur: "Hey, apa yang terjadi? Adakah sesuatu yang tidak enak dengan kesehatan badanmu?" "Agaknya aku sudah salah makan, perutku mendadak mulas dan kurang enak." kata Kwik Taylok sambil meringis menahan sakit. "Hmm, aku lihat yang kurang enak bukan perutmu." ujar Yan Jit dengan nada dingin. Tiba-tiba ia tertawa, kembali ujarnya: "Padahal bagian mana dari tubuhmu yang kurang enak, telah kuketahui sedari tadi dengan amat jelas." "Kau mengetahui dengan jelas ?" Koleksi Kang Zusi Yan Jit memutar sepasang biji matanya, lalu berkata: "Setiap orang yang berpengalaman tentu mengetahui akan sepatah kata yang mengatakan: "Bermain pelacur sendirian bermain judi berduaan, mengapa aku tidak tahu dengan jelas?" Untuk sesaat lamanya Kwi Tay-lok merasa tertegun, akhirnya ia cuma bisa tertawa, tertawa getir. "Jadi kau kira aku sengaja menyingkir dari kalian, hanya dikarenakan aku ingin ngeloyor sendirian mencari perempuan ?" "Memangnya kau tidak bermaksud demikian?" Kwik Tay-lok tidak bisa berbicara lagi. "Padahal masalah semacam ini juga bukan suatu kejadian yang terlalu memalukan" kata Yan Jit lagi, "setiap lelaki yang punya uang siapa yang tak ingin pergi mencari perempuan?." "Apakah kau sendiri tidak bermaksud demikian?" Kwik Tay-lok balik bertanya sambit mengerdipkan matanya. "Terus terang kuberi-tahu kepadamu, aku berharap kau bisa membawaku, aku tahu dalam bidang ini kau pasti sangat berpengalaman bukankah demikian?" Kwik Tay-lok mendesis, tiba-tiba ia terbatuk-batuk. "Lelaki yang romantis dan sok-aksi semacam kau pasti tahu ditempat mana kita bisa mencari perempuan yang terbaik." Setelah mengerling sekejap wajah Kwik Tay-lok, katanya lebih jauh: "Kita kan sama-sama teman, bagaimanapun juga kau harus memberikan sebuah petunjuk kepadaku bukan?" Agaknya paras muka Kwik Tay-lok berubah agak merah, gumamnya kemudian: "Tentu saja, tentu saja...." "Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?" "Tentu saja... tentu saja kita harus ke kota lebih dulu. . . ." Yan Jit lagi-lagi tertawa lebar, katanya: "Padahal seharusnya kau juga mengajak serta Ong lotoa sekalian, agar merekapun bisa membuka matanya lebar-lebar serta menyaksikan pelbagai atraksi menarik, aku betul-betul tidak habis mengerti mengapa kau harus mengelabui mereka?" Kwik Tay Lok sedikitpun tidak bermaksud mengelabui orang lain, ia selalu beranggapan bahwa mencari perempuan bukan suatu perbuatan yang memalukan. Tidak berhasil menemukan perempuan, itu baru memalukan namanya. la mengelabui orang lain, karena ia sama sekali tak tahu harus pergi ke mana untuk mencari perempuan. Pada hakekatnya ia belum pernah mencari perempuan, justru karena ia tak pernah maka dia ingin mencari, maka dia baru merasa ingin sekali, suatu keinginan yang luar biasa. Koleksi Kang Zusi Dalam waktu yang cukup singkat, kota Sian-sia telah dicapai. Begitu masuk ke kota. Yan Jit lantas bertanya: "Sekarang apa yang harus kita lakukan? Kita akan menempuh jalan yang mana?" Kata orang: "Dalam setiap sepuluh langkah, pasti ada rumput yang tumbuh. Setiap jengkal tanah tentu ada perempuan yang lewat." Kwik Tay Lok mendehem beberapa kali, kemudian menjawab: "Lewat jalan yang manapun saja" "Sama saja ?" "Yaa, toh di setiap jalan pasti ada perempuan" Yan Jit segera tertawa, ujarnya: "Aku juga tahu kalau di setiap jalanan tentu ada perempuan, tapi perempuanpun terdiri dari beberapa macam, persoalannya sekarang di jalanan yang manakah perempuan yang kau cari itu baru bisa ditemukan?" Kwik Tay Lok menyeka keringat yang telah membasahi tubuhnya, tiba-tiba terlintas satu ingatan dalam benaknya, sambil menuding sebuah warung teh di tepi jalan, katanya: "Kau boleh menunggu sejenak di situ, aku akan pergi mencarikan bagimu. . ." "Kenapa aku harus menunggu di sini, apakah kita tak boleh berjalan bersama ?" kata Yan Jit sambil mengerdipkan matanya. Dengan serius Kwik Tay-lok menjawab: "Soal ini kau tak akan memahami, tempat tersebut amat rahasia sekali, semakin rahasia tempatnya semakin menyenangkan kita, tapi kalau melihat kedatangan orang asing, boleh jadi mereka lantas tidak mau." Mendengar perkataan itu, Yan Jit segera menghela napas panjang. "Baiklah !" ia berkata, "bagaimanapun kau memang lebih berpengalaman dari padaku, baiklah, aku akan menuruti semua perkataanmu" Setelah menyaksikan Yan Jit masuk ke dalam warung teh, Kwik Tay-Lok baru menghembuskan napas lega. Siapa tahu Yan Jit kembali berpaling, lalu berteriak keras: "Aku akan menunggu kedatanganmu di sini, kau jangan kabur lho !" "Tentu saja aku tak akan kabur !" jawab Kwik Tay Lok dengan suara yang tak kalah kerasnya. Dia memang tidak bermaksud kabur, cuma dia harus mencari berita lebih dulu, agar Yan Jit merasa kagum kepadanya. Koleksi Kang Zusi "Manusia romantis yang gagah dan ganteng seperti aku ini, kalau sampai tempat semacam itupun tak bisa menemukan, bukankah Yan Jit akan tertawa kegelian sampai gigipun ikut copot ? Siapa tahu dia akan kegelian lima tahun lamanya ?" Dengan mempergunakan suatu gerakan yang paling cepat dia berbelok ke dalam sebuah tikungan jalan, ternyata jalanan di depan sana seperti pula jalanan pertama, disitu ada warung teh, toko, ada laki-laki, tentu saja ada perempuan. "Tapi perempuan yang manakah baru merupakan perempuan yang sedang kucari ?" la meneliti satu per satu, namun tak seorangpun yang mirip, ia merasa semua perempuanperempuan itu seperti perempuan dari keluarga baik-baik. "Orang yang melakukan pekerjaan semacam itu, masakah memasang papan nama di atas wajahnya ?" Setengah harian lamanya Kwik Tay-lok berdiri termangu-mangu di tepi jalan, tak hentinya dia memberi semangat kepada diri sendiri diapun menghibur terus diri sendiri. "Asal ada uang, masa kau takut tak bertemu perempuan ?" Ia bermaksud untuk membeli satu stel pakaian baru lebih dulu. Orang bilang, "kalau manusia adalah pakaiannya, kalau Budha adalah jubah emasnya" Asal ia berpakaian perlente dan necis, paling tidak gengsinya akan naik tiga tingkat lebih dahulu. Yang aneh, ternyata tokoh penjual pakaianpun seakan-akan tidak terlalu gampang di temukan. Dengan susah payah akhirnya dia berhasil juga menemukan sebuah toko pakaian, tiba-tiba ia menyaksikan ada seseorang sedang memilih pakaian di situ, ketika di dekati ternyata orang itu adalah Yan Jit. "Ternyata bocah itu tidak menunggu aku di warung teh!" Terdengar Yan Jit yang berada dalam ruangan sedang berkata sambil tertawa: "Aku menginginkan pakaian yang paling baik, harganya mahalan sedikit tak menjadi soal, hari ini aku punya janji dengan seorang cewek cakep, aku musti memakai yang agak bagus" Diam-diam Kwik Tay-lok mengerutkan dahinya sambil berpikir: "Masakah bocah muda ini berhasil mendahului diriku dengan menemukan tempat tersebut?" Menyaksikan wajah Yan Jit yang berseri-seri, Kwik Tay-lok merasa yaa mendongkol, yaa jengkel. "Kalau toh kau curang lebih dulu, kenapa aku musti pegang janji ? Sekarang kau tak bisa mengatakan kalau aku berusaha kabur dari sisimu. Setelah mengambil keputusan, tanpa tukar pakaian lagi, dia bertekad untuk meninggalkan Yan Jit lebih dulu. Koleksi Kang Zusi "Para gadis menyukai yang ganteng, para germo menyukai uang, asal aku cukup ganteng dan punya uang, tukar pakaian atau tidak toh bukan persoalan ?" Di jalan raya itupun terdapat warung teh, seseorang yang membawa sebuah sangkar burung sedang berjalan keluar dari warung teh itu. Usia orang itu tidak terlalu besar, tapi sepasang matanya tak bersinar dan wajahnya hijau kepucat-pucatan, mukanya keletihan dan kuyu, lagi pula setiap orang tahu pekerjaan apa yang membuat orang itu kelihatan lemas dan pucat. Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghampirinya, setelah menjura katanya sambil tertawa: "Aku she Kwik, aku tahu kau tidak kenal aku, akupun tidak kenal kau, tapi sekarang kita telah berkenalan." Sebelum melakukan suatu pekerjaan ia suka mengemukakan cara yang berterus terang. Untung saja orang itu agaknya sudah terbiasa melakukan pergaulan di luar, setelah tertegun sejenak, katanya pula sambil tertawa: "Sobat Kwik, kau ada urusan apa?" "Kalau orang tidak romantis sia-sialah masa mudanya, kau tentu mempunyai perasaan yang sama dengan kata-kata tersebut bukan" "Oooh.... kiranya saudara Kwik ingin berpelesiran !" "Benar aku memang bermaksud demikian sayangnya aku tak tahu jalan mana yang harus kutempuh untuk mencapai tujuan" "Saudara Kwik bisa ketemu aku, boleh di bilang sudah menjumpai orang yang benar" kata orang itu sambil tertawa, "tapi untuk berpelesiran, kau harus punya uang, kalau tak punya uang bisa jadi sebelum mendapat kenikmatan, badanmu sudah digebuki orang lebih dulu" Kwik Tay-lok ternyata sudah digebuk orang. Tiba-tiba ia merasa bahwa para perempuan tidak suka dengan ketampanan. Yang disukai perempuan-perempuan itu hanya uang. Sesungguhnya Kwik Tay-lok bukan seseorang yang gampang dipermainkan orang, diapun tak akan sudi digebuk orang dengan begitu saja. Tapi bagaimanapun juga bagaimana mungkin baginya untuk berkelahi dengan perempuan-perempuan semacam itu ? Lengannya kena digigit dua gigitan, kepalanya digebuk sampai keluar benjolan, sekarang ia sedang mengelus benjolan di kepalanya dengan tangan sebelah sedang tangan yang lain merogoh sakunya. Saku itu kosong, jauh lebih kosong daripada perutnya yang lapar, Uang yang jelas berada dalam sakunya ternyata telah lenyap dengan begitu saja. Kulit itik yang dimakan pagi tadi, sudah tak berbekas, arak yang di minumpun sudah berubah menjadi keringat. Koleksi Kang Zusi Menanti malam hari tiba, keringatpun telah mengering. Terpaksa Kwik Tay-lok mencari sebuah kuil bobrok, duduk di depan altar dia menendang patung sambil termangu-mangu, patung Pousat itupun seakan-akan sedang memandang pula ke arahnya sambil termangu-mangu. Sebenarnya ia sudah menyusun rencana yang matang ia bermaksud makan dulu sekenyangkenyangnya, kemudian mandi dulu sepuas-puasnya, bahkan ia membayangkan pula bagaimana sebuah tangan yang halus sedang menggosok-gosok punggungnya. Tapi sekarang ? Sekarang yang menggosok-gosok punggungnya cuma beberapa ekor kutu busuk, mungkin bukan cuma seekor, kasur duduknya seakan-akan merupakan markas besar pasukan kutu busuk, seakan-akan kutu busuk dari seluruh dunia pada berkumpul menjadi satu di sana, satu regu menyerbu punggung, regu lain menyerbu dada, seakan-akan seluruh badannya merupakan tempat mereka untuk berpesta pora. Dengan jengkel Kwik Tay-lok menghantam punggungnya keras-keras, kalau bisa sekali gaplok mampus. "Apakah aku memang sudah ditakdirkan untuk miskin terus? Masakah aku harus kelaparan terus menerus, seharipun tak boleh kenyang?" Tiba-tiba ia teringat kembali akan kebaikan teman. "Mengapa aku harus berpergian seorang diri? Kenapa aku harus kabur dari sisi Yan Jit?" Terbayang berapa mereka sedang berpesta pora sekarang, ia merasa sedemikian kelaparan sampai-sampai kutu busukpun nyaris ditelan. "Hidup sebagai seorang manusia memang tidak sepantasnya menjauhi teman, entah apapun yang hendak dilakukan, ada baiknya kalau berada bersama-sama teman, kecuali teman, masih ada apa lagi di dunia ini yang bisa disayangkan?" Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasakan betapa pentingnya arti teman dalam hati kecilnya.... Siapa saja yang ada di dunia ini, jika ia sedang berada dalam keadaan miskin dan kelaparan, ia pasti akan berubah menjadi begini. Untung saja besok mereka akan berjumpa lagi, sekarang dia hanya berharap waktu bisa lewat dengan cepat, makin cepat semakin baik. "Sekarang, aku demikian memikirkan mereka, siapa tahu mereka telah melupakan aku, Ong Tiong pasti sudah tidur sambil mendengkur, Yan Jit mungkin sedang berpacaran dengan cewek cakep" Terbayang sampai di situ, tak tahan lagi Kwik Tay-lok menghela napas panjang, tiba-tiba ia merasa bahwa dirinya adalah seorang yang amat mementingkan arti persahabatan, ia merasa sikapnya terhadap teman, jauh melebihi sikap teman terhadap dirinya. Maka diapun merasa agak terhibur, meski dibalik rasa terhibur itu terselip juga rasa sedih. Perasaan semacam ini membuat dia melupakan segala yang lain untuk sementara waktu. Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba ia terlelap dan tidur pulas. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali. Begitu terbangun dari tidurnya, Kwik Tay-lok lantas mengambil keputusan untuk berangkat dulu ke rumah makan Gwee- goan-lo dan menunggu teman-temannya di sana. la bertekad untuk makan dulu sekenyang-kenyangnya, kemudian menunggu teman-temannya membayarkan rekeningnya itu. Diapun mengambil keputusan untuk mencari madu yang agak baik, untuk mengganti energinya yang terbuang dengan percuma sepanjang malam. Ia merasa setiap orang harus baik-baik menjaga kondisi sendiri, karena dia hampir melupakan betapa ia sampai tersiksa semalam, kenapa harus menderita dengan sia-sia. Mungkin hal ini dikarenakan rasa lapar yang luar biasa, dalam sadar tak sadar, ia seakan-akan merasa telah mengorbankan segala sesuatunya demi teman. Ia amat menaruh simpatik terhadap diri sendiri. Sayang tauke rumah makan "Gwee-goan-koan tidak berpikir demikian. Bukan saja pintu belum terbuka, jendelapun belum terbuka. Tentu saja Kwik-Tay-lok tak akan menyalahkan dirinya yang datang terlalu awal, dia hanya menyalahkan orang-orang itu terlalu malas, kenapa sampai sekarang belum membuka pintu, apakah ia memang sengaja hendak menyusahkan dirinya. Seorang yang sudah kelaparan biasanya memang tidak terlalu memikirkan soal cengli. Baru saja dia hendak mengetuk pintu tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang sambil menyapa. "Selamat pagi !" Yan Jit dengan mengenakan pakaian baru berdiri di situ dengan wajah berseri ia menunjukkan wajah yang segar karena makan yang kenyang dan tidur yang nyenyak. Dengan penuh rasa mendongkol dan mencibir bibir Kwik Tay-lok bergumam: "Huuh, sekarang masih dianggap pagi? Lihatlah, mataharipun sudah bersinar sampai ke pantat !" "Waktu itu lebih berharga dari seribu kati emas, kalau memang merasakan kenikmatan semalaman suntuk, mengapa kau tidak berbaring dalam pelukan sang bidadari sampai tengah hari ?" kata Yan Jit sambil tertawa lebar. "Di situ banyak kutu busuknya" "Kutu busuk? Masa di ranjang sang bidadari pun banyak kutu busuknya? Lucu amat!" Kwik Tay-lok menyadari kalau ia telah salah bicara, maka setelah mendehem beberapa kali, katanya lagi sambil tertawa paksa: Koleksi Kang Zusi "Bukan kutu busuk sungguhan, cuma tangannya yang selalu bergerak-gerak di badanku itu lebih menjemukan dari pada kutu busuk." Yan Jit segera mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian sambil menggelengkan kepalanya dan menghela napas katanya: "Yang paling sukar ditahan adalah kehangatan tubuh sang bidadari, kau benar-benar tidak pandai menikmati keadaan, aku yang ingin mencari seekor kutu busuk di badanku saja tidak berhasil menemukannya. . . !" "Hahahaha... hahaha...." Kwik Tay-lok ingin tertawa seriangnya, tapi suaranya justru seperti keledai yang lagi cegukan, mana suaranya parau, tidak enak lagi didengar. Yan Jit segera memperhatikannya dari atas sampai ke bawah, kemudian katanya lagi. "Apakah perutmu sedang merasa kurang enak? Yaa, pasti semalam kekenyangan." "Ehmm . . . ." Yan Jit kembali tertawa cekikikan ujarnya: "Kalau toh nona itu bersikap begitu baik kepadamu, mungkin juga menyiapkan hidangan yang paling baik agar membantu kesehatan badanmu . . . . betul tidak ?" Kwik Tay-lok melirik sekeyap ke arahnya, kemudian sahutnya: "Sungguh tak kusangka secara tiba-tiba kaupun berubah menjadi begitu berpengalaman." "Aaai. . . mama mungkin aku bisa memiliki rejeki sebagus dirimu itu. . ." keluh Yan Jit sambil menghela napas lagi. "Semalam kau pergi kemana ?" "Hmmm . . . kau tidak rikuh untuk bertanya kepadaku ? Sampai pusing kepalaku semalam menunggu kedatanganmu di warung teh itu, tapi jangan toh kau datang menjemputku, bayangan setan pun tidak nampak, terpaksa aku bergelandangan seorang diri kesana kemari, hampir saja tempat untuk tidurpun tidak kutemukan" "Kiranya bocah ini pandai berpura-pura" pikir Kwik Tay-lok. Saking gemasnya gigi serasa bergemerutukan keras, apa mau dikata ia justru tak bisa membongkar rahasianya itu, terpaksa sambil tertawa paksa katanya: "Siapa suruh kau tidak sabar menunggu?" "Aaaai. . . akibatnya aku yang kepayahan setengah mati, habis sekaligus harus melayani beberapa orang nona cantik" Yan Jit menggelengkan kepalanya berulang kali, bahkan menghela napas panjang pendek seolah-olah merasa menyesalnya setengah mati. Kwik Tay-lok kembali merasakan hatinya agak terhibur, katanya lebih jauh: Koleksi Kang Zusi "Padahal kau juga tak usah bersedih hati, bila ada kesempatan lagi di kemudian hari aku pasti akan mengajakmu. Terutama sekali terhadap seorang nona cilik diantaranya, waaah... bukan cuma wajahnya cantik, pandai memberi kesenang buat kita, malahan apa yang kau pikirkan dihati tanpa kau katakan, ia sudah menyiapkannya bagimu." "Waaahhh...... kalau begitu dia kan seperti seorang Puosat batu yang suka menolong kaum miskin yang sedang kesusahan?" teriak Yan Jit dengan mata melotot besar. Kwik Tay-lok agak tertegun. "Pousat batu ? Dari mana datangnya Pousat batu ?" serunya. Tiba-tiba ia teringat kembali, bukankah dalam kuil yang di tempatinya semalam juga ada sebuah patung Pousat batu ? Yan Jit telah berkata lagi sambil tertawa: "Oooh . . . . . maksudku adalah seorang Li-Pousat, seorang pousat perempuan yang senang menolong kaum lelaki" Kwik Tay-lok baru merasa lega setelah mendengar perkataan itu, dasar kalau tidak jujur, apa saja yang dikatakan orang bisa membuat jantung berdebar keras. "Pagi tadi, hidangan lezat apa saja yang telah disiapkan Li-pousat itu untukmu ?" Sambil menelan air liurnya Kwik Tay-lok kembali mengibul. "Kalau dibilang amat lezat sih tidak, dia cuma membuatkan Yan-oh, kuah ayam, bak mi, bakpao, daging ham, telur. . . ." Hampir semua makanan yang dia inginkan dan sedang dipikir dalam hatinya disebutkan satu persatu, kendatipun belum sampai mencicipi, paling tidak bisa mengurangi rasa laparnya yang semakin menghebat itu .. . . Sayang sekali dia tak sanggup melanjutkan kembali kata-katanya, sebab bila ucapan tersebut dilanjutkan, bisa jadi air liurnya akan bercucuran dengan derasnya. Yan Jit segera menghela napas panjang, katanya: "Wah, tampaknya bukan saja kau sedang mujur dalam soal perempuan, mujur pula dalam soal makanan, padahal aku sudah kelaparan setengah mati, kalau bisa aku ingin mencari tampat untuk bersantap." Belum habis dia berkata, Kwik Tay-lok telah menyela dengan cepat. "Haah ! Mau makan. Hayo, kita berangkat sekarang juga, aku bersedia menemanimu!" "Bah, tidak usah, kau toh sudah kenyang, aku jadi rikuh kalau kau yang menemani." Kwik Tay-lok mana gusar, gelisahnya setengah mati, kalau bisa dia hendak bicara terus terang, untung saja pada saat itulah pintu depan rumah makan Kiu-goan-koan telah di buka orang, menyusul seseorang melongok ke luar dengan mata setengah terpejam, agaknya masih mengantuk dan sudah setahun lamanya tak pernah tidur. Sambil melirik ke arah mereka berdua, orang itu berseru: Koleksi Kang Zusi "Kalau ingin makan, rumah makan kami menyediakan aneka macam hidangan, mengapa tuan tidak memilih yang dekat sebaliknya malah mencari yang jauh . . . . ?" Melihat orang itu, Yan Jit dan Kwik Tay lok segera tertawa terbahak-bahak, ternyata orang itu adalah Ong Tiong. Sambil tertawa lebar Kwik Tay-lok berseru: "Cara kerjamu sungguh luar biasa hebatnya, sedari kapan sih kau sampai di sini ? Sedari kapan pula kau menjadi pelayannya rumah makan Kui-goan-koan?" "Hari ini Kwik toa-sauya kan mau mentraktir kami, kalau sampai tidur kesiangan sehingga kehilangan kesempatan sebaik ini kan penasaran rasa hatiku ? Maka dari itu, aku lantas mengambil keputusan untuk berangkat semalam sebelumnya dan tidur di sini, sembari tidur sembari menanti, mana nyaman tidak takut terlambat lagi, kan sip namanya?" "Betul!" sambung Yan Jit sambil tertawa, "selamanya cara kerja Ong Lo-toa memang selalu dapat dipercaya, bisa mengundang kedatangan seorang tamu yang bersungguh hati seperti kau, yang menjadi tuan rumah pasti akan merasa terharu sekali" Sesungguhnya seisi perut Kwik Tay-lok telah dipenuhi oleh sumpah serapah yang tak mampu dilampiaskan keluar, seandainya di situ ada tali gantungan, mungkin ia sudah bunuh diri sedari tadi. Dalam keadaan demikian, terpaksa dia cuma bisa tertawa serak sambil bergumam. "Yaa, aku memang sangat terharu, sampai maknya pun ikut terharu. . . .!" "Sekarang mah belum sampai waktunya kau merasa terharu" kata Ong Tiong, "bila kami sudah mulai bersantap nanti, nah waktu itulah kau baru akan terharu." "Betul!" sambung Yan Jit sambil tertawa, "Bukan cuma dia saja yang akan terharu, mak nya juga akan turut terharu sehingga air mata ikut jatuh bercucuran" Rumah makan Kui-goan-koan tidak terhitung rumah makan kecil, rumah makan itu terbagi menjadi loteng bagian atas loteng bawah, untuk bawah lotengpun paling tidak terdiri dari tujuh delapan belas buah meja. Kalau malam sudah tiba, biasanya meja-meja itu akan digabungkan menjadi satu, pelayan rumah makanpun akan menggelar tikar dan tidur di atas meja tersebut. Dalam rumah makan itu ada tujuh-delapan orang pelayan yang bekerja disitu, sekarang mereka semua sedang merangkak bangun dengan mata yang masih mengantuk, masing-masing pelayan dengan ramah dan hangat menyapa kepada Ong Tiong. "Apakah orang-orang Ong toako telah datang semua ?" "Mengapa tidak cepat bangun untuk melayani tamunya Ong toako ?" Sepasang mata Kwik Tay-lok terbelalak lebar-lebar, dia ingin bertanya kepada Ong Tiong, sedari kapan ia telah menjadi toakonya orang-orang itu ? Koleksi Kang Zusi Mendadak ia menyadari bahwa Ong Tiong bukan cuma cara kerjanya saja yang serba rahasia, diapun pandai bergaul dan menjadi teman, seperti misalnya dia selama hidup jangan harap bisa bersahabat dengan para pelayan dari rumah makan. Yan Jit sudah tidak tahan untuk bertanya: "Dulu, apa kau seringkali berkunjung ke sini ?" "Tidak, kali ini baru pertama kalinya !" jawab Ong Tiong. Sepasang mata Yan Jit pun terbelalak lebar, dalam hati kecilnya benar-benar merasa kagum, dalam semalaman saja ia sudah sanggup untuk menaklukan semua pelayan yang bekerja dalam rumah makan tersebut, sesungguhnya kejadian semacam ini amat jarang terjadi. "Kalian ingin makan apa ?" tanya Ong Tiong, "hayolah pesan, akan kusuruh mereka menyiapkan hidangan." "Aku ingin semangkuk mi ayam yang di beri tiga biji telur dan dua kerat daging baykut, tapi kedua potong bay-kut itu musti banyak dagingnya dan empuk," "Aku juga memesan semangkuk mie yang sama." kata Ong Tiong, "bagaimana dengan saudara Kwik ?" Belum lagi berbicara, air liur Kwik Tay-lok serasa sudah menetes keluar, katanya agak tergagap: "Aku. . . ." Belum sempat dia mengucapkan kata-katanya, Yan Jit telah menyerobot dari samping, teriaknya: "Dia tidak perlu dipesankan, pagi tadi ia sudah sarapan beraneka macam hidangan lezat, saking kenyangnya hampir meledak perutnya yang buncit itu." Kwik Tay-lok merasa gelisah yaa gemas, sampai giginya saling beradu, tangannya menjadi gatal, kalau bisa ia ingin menyumbat si mulut cerewet itu dengan kepalan tangannya. Yan Jit memutar biji matanya seperti sedang tertawa geli, tiba-tiba ia bertanya: "Kemana perginya Lim Tay-peng ? Apakah ia sudah datang ?" "Datangnya mah sudah datang, dia masih tidur di atas loteng." "Tampak diapun jago tidur, tidak kalah hebatnya dengan kepandaianmu !" seru Yan Jit sambil tertawa. Di atas loteng bukan cuma tak ada orang, bayangan setanpun tidak nampak. Di sudut ruangan tampak beberapa buah meja yang dijajarkan menjadi satu, selimut masih ada di atas meja itu tapi orangnya entah ke mana perginya . . .. .?" "Dimana orangnya ?" seru Yan Jit. Ong Tiong juga tampak tertegun, serunya: "Ketika aku turun dari loteng tadi, dia masih tertidur di sini, kenapa dalam waktu sekejap bayangan tubuhnya bisa lenyap tak berbekas ?" Koleksi Kang Zusi "Kau tidak melihatnya turun dari loteng?" Ong Tiong menggelengkan kepalanya, sementara matanya menatap daun jendela di seberang sana lekat-lekat. "Tampaknya cara kerja orang inipun serba rahasia dan aneh, toh ia tak usah membayar rekening ? Kenapa musti ngeloyor pergi?" omel Yan Jit sambil tertawa. Matanya juga mengikuti arah pandangan Ong Tiong mengawasi daun jendela di hadapannya sana. Di atas loteng ini semuanya terdapat delapan buah daun jendela, salah satu diantaranya berada dalam keadaan terbentang lebar kini. "Apakah jendela itu terbuka sedari tadi?" kembali Yan Jit bertanya. "Tidak, aku paling benci tidur dengan jendela terbuka, aku takut kedinginan" Pelan-pelan dia berjalan ke tepi jendela. Di bawah jendela tersebut merupakan pintu belakang rumah makan Kui-goan-lo, di seberang pintu adalah sebuah sungai kecil, di atas sungai terbentang sebuah jembatan. Walaupun air sungai itu kotor lagi bau, walaupun jembatan kecil itu bobrok dan kuno, tapi sekarang fajar baru menyingsing, sinar matahari yang lembut menyinari air sungai dan memantulkan sinar tajam yang menyilaukan mata. Kabut tipis meliputi permukaan tanah, angin berhembus lewat menggoyangkan pohon liu, sayup-sayup sampai kedengaran bunyi ayam berkokok, betul-betul merupakan suatu pemandangan yang sangat indah. Sayangnya di seberang sungai sana tampak seorang nyonya yang membopong anaknya sedang mencuci tong berisi tinja di tepi sungai. Yan Jit mengerutkan dahinya lalu mengerutkan pula hidungnya, kemudian dengan suara lantang teriaknya: "Toaso, barusan ada orang melompat turun dari jendela dan lari ke sana, apakah kau melihatnya atau tidak" Nyonya itu mendongakkan kepalanya dan melotot sekejap ke arahnya, kemudian sambil menundukkan kepalanya kembali dia bergumam: "Pagi saja baru menjelang, jangan-jangan orang ini sudah ketemu setan . . . sialan !" Ketanggor batunya, Yan Jit bisa cuma tertawa getir, gumamnya: "Entah kemana perginya bocah itu ? Jangan-jangan tenggelam di sungai itu dan mampus ?" Kwik Tay-lok yang perutnya sudah kosong lagi lapar makin mendongkol dibuatnya, kalau bisa rasanya dia ingin mencari sasaran yang tepat untuk melampiaskan rasa marahnya itu. Mumpung ada kesempatan, sambil menarik muka dia lantas mendamprat: Koleksi Kang Zusi "Cerewet amat kau ini, mana bawel lagi! Biar saja kalau ada yang tenggelam di sungai, biar mampus sekalian agar mengurangi jatah, takutnya justru dia tak akan mampus tenggelam di sungai !" "Waduh, hebat betul orang ini" gumam Ong Tiong sambil mengerling sekejap ke arahnya. "Sepagi ini hawa amarahnya sudah begitu gede, mungkin semalaman suntuk rasa mendongkolnya belum ada tempat penyaluran ?" Yan Jit segera tertawa terkekeh-kekeh serunya cepat: "Aaah, mana mungkin, semalam mana dia digigit kutu busuk, ketemu dengan li-pousat pula, sekalipun mendongkol juga semua rasa mendongkolnya sudah tersapu lenyap" "Li-pousat ?" Kutu busuk ? Jangan-jangan semalam ia tidur dalam kuil bobrok? Wah, kan lebih enakan tidur di atas meja ditempat lain ini" Kontan saja air muka Kwik Tay-lok berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus, untung saja sang pelayan telah datang menghidangkan dua mangkuk bakmi. Dua mangkuk besar bakmi kuah ditambah dengan dua piring daging bay-kut yang gemuk dan harum. Ketika mengendus bau harum semerbak yang terbawa oleh angin, Kwik Tay-lok pingin menerjang bakmi itu dan melahapnya dengan rakus. Tiba-tiba Kwik Tay-lok memusatkan semua perhatiannya ke bawah meja, seolah-olah di bawah meja sedang terdapat beberapa orang siluman kecil bermain sandiwara. Yan-Jit dan Ong Tiong meski sedang makan bakmi, tanpa terasa matanya juga turut di alihkan ke bawah meja. Kesempatan baik semacam inilah yang sesungguhnya sedang di tunggu oleh Kwik Tay-lok, secepat kilat tangannya menyambar ke atas sepotong daging bay-kut yang ada di meja. Siapa tahu baru saja tangannya hendak mencomot daging tersebut, sepasang sumpit telah melayang datang dari tengah udara dan.... "Plak !" menghantam punggung tangannya keras-keras. Sambil mengerling ke arahnya dan tertawa Yan Jit berseru: "Barusan kau toh sudah makan tujuh belas macam sayur, kenapa masih ingin mencuri daging orang? Apakah kau benar-benar kelaparan setengah mati ?" Bocah ini betul-betul memiliki sepasang mata pencoleng yang kelewat tajam. Merah padam selembar wajah Kwik Tay1ok karena jengah, dengan tersipu-sipu ia menarik tangan kembali sembari bergumam: "Kalau orang bermaksud baik, jangan di tuduh yang jelek, aku toh bermaksud untuk mengusir lalat yang hinggap di atas daging itu? Bukan berterima kasih, kau malah menggigit aku ?" "Aaah, hari ini udara dingin sekali, dari mana datangnya lalat?" "Walaupun lalat tak ada, paling tidak kutu busuk mah masih ada beberapa ekor." kata Ong Tiong. Koleksi Kang Zusi Hari ini, entah kedua orang itu sedang angot atau kambuh penyakit edannya, setiap saat setiap waktu selalu berusaha menyusahkan diri Kwik Tay-lok, agaknya kalau belum memusuhinya, hati serasa belum puas. Terpaksa Kwik Tay-lok tidak melayani olok-olokan orang, seorang diri duduk tertegun setengah harian lamanya, tiba-tiba ia berkata sambil tertawa: "Tahukah kalian apa yang sedang kupikirkan sekarang?" Tak seorangpun berbicara, sebab mulut mereka sedang tersumbat penuh oleh daging bay-kut. Terpaksa Kwik Tay-lok melanjutkan sendiri perkataannya: "Aku sedang berpikir, rasanya semangkuk mie campur daging bay-kut tentu lezaat ..!" Yan Jit menghirup setegukan kuah dan menelan daging bay-kut yang telah dikunyah itu ke dalam perut, kemudian sambil tertawa sahutnya: "Tepat sekali jawabanmu, kami memang amat jarang mencicipi bakmi seenak ini". "Tahukah kalian, apa sebabnya bakmi ini luar biasa lezatnya kalau dimakan ?" "Kenapa ?" Yan Jit balik bertanya sambil mengerdipkan matanya. "Sebab bakmi ini di masak dengan air sungai di belakang sana, air yang bekas dipakai mencuci tong berisi tinja tentu saja luar biasa lezat baunya....!" Paras muka Yan Jit sama sekali tidak berubah, malahan sambil tertawa cekakakan dia berkata: "Jangan toh baru air sungai bekas dipakai mencuci tong berisi tinja, sekalipun bakmi ini di masak dengan air bekas cuci kaki pun rasanya tentu lebih lezat daripada harus menahan lapar setengah mampus." Kwik Tay-lok tertegun beberapa saat lamanya, tiba-tiba dia melompat bangun, sambil membentangkan tangannya dia berteriak: "Aku ingin makan, harus makan. . . . siapa melarang aku makan lagi, aku bersumpah akan beradu jiwa dengannya." Lim Tay-peng sedang duduk termangu-mangu. Ia pulang sudah cukup lama, termangu-mangu juga cukup lama, seolah-olah sedang menunggu orang bertanya kepadanya: "Mengapa kau hilang secara mendadak? Kemana saja kau pergi? Apa saja yang telah kau lakukan?" Tapi sayang justru tak seorangpun yang bertanya, seolah-olah mereka menganggap ia tak pernah pergi meninggalkan tempat itu. Terpaksa Lim Tay-peng mengatakannya sendiri, mula-mula dia melirik sekejap ke arah Kwik Tay-lok, kemudian pelan-pelan baru berkata: Koleksi Kang Zusi "Tadi aku telah melihat seseorang, selama hidup jangan harap kalian bisa menduga siapakah dia." Betul juga, Kwik Tay-lok segera tak kuat menahan diri, cepat dia bertanya: "Kenalkah aku dengan orang itu?" "Sekalipun tidak kenal, paling tidak pernah bersua!" "Siapa sih orang itu" "Aku sendiri juga tak tahu siapakah dia, sebab aku sendiripun tidak kenal dengannya" Kwik Tay-lok kembali tertegun, sesudah tertawa getir katanya: "Dialek yang dipakai orang ini adalah dialek dari negeri mana sih? Apakah kalian mengerti apa yang sedang ia ngebacotkan sekarang ?" Lim Tay-peng sama sekali tidak menggubris dirinya, ia berkata lebih jauh: "Walaupun aku tidak kenal dengan orangnya, tapi kenal dengan pakaian yang dikenakannya itu" "Pakaian apa yang dia kenakan?" tak tahan kembali Kwik Tay-lok bertanya. "Baju berwarna hitam !" Mendengar itu Kwik Tay-lok segera tertawa lebar. "Tak terhitung jumlah orang berbaju hitam yang berjalan di atas jalan raya, setiap saat pun aku bisa menjumpai puluhan orang." "Kecuali bajunya, aku masih kenal juga dengan pedangnya". Sekarang Kwik Tay-lok baru merasakan sedikit keanehan, segera ia mendesak lebih jauh: "Macam apakah pedang itu?" "Pedang yang panjangnya satu jengkal tujuh inci dikombinasikan dengan sarung pedang yang empat jengkal panjangnya" Kwik Tay-lok segera menghembuskan napas: "Kapan kau bertemu dengannya" ia berseru. "Ketika kalian datang tadi !" "Apakah kau anggap kejadian ini aneh sekali?" tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa lebar. "Apakah kau tidak merasa heran?" "Dia toh memang sedang pergi ke kota Sian-sia untuk memberi laporan, bila kita tidak menemuinya di sini, itu baru aneh namanya" Koleksi Kang Zusi "Dia seharusnya membawa si anjing buldok, si tongkat dan Hong Si-hu serta barang rampokan itu menuju ke kantor pengadilan bukan?" "Benar?" "Tapi dari pihak pengadilan justru tidak mendengar tentang peristiwa itu, bahkan dalam dua hari belakangan ini sama sekali tak ada buronan yang digusur kemari." Sekarang Kwik Tay-lok baru merasa rada terkejut, serunya: "Darimana kau bisa tahu?" "Aku telah berkunjung sendiri ke pengadilan untuk mengecek kebenaran dari berita ini." Kwik Tay-lok segera berpikir sejenak, kemudian katanya: "Mungkin saja dia bermaksud untuk membawa para tawanan itu ke kota lain ?" "Tidak ada tawanan atau orang hukuman!" Kwik Tay-lok segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, kemudian setelah termenung sejenak katanya: "Hei, apa maksudmu? Apa yang kau maksudkan dengan tidak ada orang hukuman itu?" "Tidak ada orang hukuman artinya ialah si anjing buldok, si tongkat dan Hong Si-hu telah lenyap tak berbekas bagaikan air yang menguap ke udara, sedangkan barang rampokan yang dikatakan akan dipakai sebagai barang bukti pun turut lenyap tak berbekas, secara diam-diam aku menguntil terus di belakangnya sampai ia tiba di tempat pondokannya, tapi di situpun tak kujumpai orang-orang tersebut, karena dia hanya berdiam seorang diri di sana !" Kali ini Kwik Tay-lok dibikin tertegun, malah mulutnya sampai melongo dan matanya terbelalak lebar-lebar. Bukan cuma dia, Yan Jit dan Ong Tiong pun turut tertegun seperti sepasang patung arca. Lim Tay-peng berhenti sebentar untuk mengatur napasnya yang agak tersengkal, kemudian setelah meneguk habis arak yang berada di depan Kwik Tay-lok itu, katanya lagi dengan hambar: "Sekarang kau merasa kejadian ini rada aneh atau tidak?" "Yaa, aneh sekali !" teriak Kwik Tay-lok. Yan Jit dan Ong Tiong juga turut manggut-manggut. Meja sudah ditarik ke tengah ruangan, selimut juga sudah di gulung. Tamu-tamu yang akan bersantap dirumah makan kui-goan-koan sebentar lagi akan berdatangan. Tapi saat itu di atas loteng cuma ada mereka berempat. Empat orang itu duduk tak berkutik ditempat semula, bagaikan empat buah patung kayu. Patung-patung kayu yang bisa minum arak tentunya. Koleksi Kang Zusi Arak didalam teko sudah lenyap tak berbekas seperti menguap mereka meneguk secawan demi secawan tanpa hentinya, memenuhi secawan sendiri dan meneguknya sampai habis, siapapun enggan untuk mengurusi rekan-rekan lainnya. Kemudian Yan Jit, Ong Tiong dan Kwik Tay-lok seakan-akan telah berjanji sebelumnya, bersama-sama mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. Sekalipun mereka semua goblok, sekarang pun tahu kali ini mereka lagi-lagi ditipu orang. Sudah pasti manusia berbaju hitam itu bukan opas atau pegawai pengadilan, diapun bukan mata-mata yang diutus wali kota untuk menyelidiki tingkah laku si anjing buldok dan si tongkat. Rupanya diapun seseorang yang hitam makan hitam. Bila ada orang ditipu mentah-mentahan oleh orang lain bahkan rugi besar, rasa mendongkol dan rasa mangkel yang berkobar dalam dadanya tentu besar sekali. Tapi mereka tidak marah ataupun mendongkol, mereka malahan merasa kejadian ini menggelikan sekali. Yan Jit sambil menuding ke arah Kwik Tay-lok berkata seraya tertawa tergelak: "Perkataan Ong lotoa sedikitpun tak salah, sewaktu kau harus pintar sebaliknya malah berbuat goblok, bukan cuma goblok saja, bahkan gobloknya setengah mati." "Bagaimana dengan kau sendiri?", kata Kwik Tay-lok pula sambil menuding ke arahnya dan tertawa, "kau sendiripun tidak lebih cerdik daripada diriku !" Lim Tay-peng hanya duduk tenang disamping sambil mengawasi mereka, menunggu semua orang telah berhenti tertawa, dia baru bertanya: "Sudah habiskah tertawamu itu?" Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang, sahutnya: "Belum habis tertawaku, cuma aku sudah tak punya tenaga lagi untuk tertawa lebih jauh" "Apakah kalian menganggap kejadian ini sangat menggelikan?" seru Lim Tay-peng lagi. Tiba-tiba Ong Tiong membalikkan matanya, kemudian berseru: "Kalau tidak tertawa lantas bagaimana? Apakah harus menangis?" Dia memang selalu beralasan kalau sedang berbicara, inilah kesimpulan yang diambilnya. Mereka bisa tertawa, mereka berani tertawa, merekapun mengerti untuk tertawa. Tertawa bukan saja dapat membuat orang merasa girang, diapun bisa menambah rasa percaya serta keberaniannya terhadap orang lain. "Bila orang tertawa terus, dia akan punya rejeki besar, karena kehidupan akan menjadi milik kita" Lim Tay-peng tampaknya tak sanggup untuk tertawa. "Mengapa kau tidak turut kami untuk tertawa tergelak ?" Kwik Tay-lok bertanya. Koleksi Kang Zusi "Bila hanya tertawa bisa menyelesaikan persoalan, aku pasti akan tertawa lebih keras daripada kalian." "Sekalipun tertawa tak bisa menyelesaikan persoalan, paling tidak bisa menghilangkan kemurungan dalam hatimu." Setelah tertawa, dia berkata kembali: "Apalagi bila kau belajar menggunakan tertawa untuk berhadapan dengan orang asing, lambat laun kau akan merasa bahwa dalam kehidupan manusia di dunia ini sesungguhnya tidak terdapat persoalan yang tak dapat diselesaikan". "Bagaimanapun riangnya kalian tertawa, toh sama saja sudah tertipu orang . . ." kata Lim Taypeng. "Kau tidak tertawapun juga sama saja sudah tertipu orang, kalau toh sama-sama sudah tertipunya, mengapa kau tidak tertawa saja?" Lim Tay-peng tidak berbicara lagi. "Sebetulnya persoalan apakah yang sedang kau hadapi?" tanya Kwik Tay-lok kemudian. "Mengapa sih kau begitu menaruh perhatian terhadap persoalan ini?" seru Yan Jit pula. Lim Tay-peng termenung beberapa saat lamanya, kemudian menjawab: "Karena orang itu adalah Lamkiong Cho!" "Darimana kau bisa tahu ?" "Pokoknya aku tahu !" "Apa pula hubungannya Lamkiong Cho dengan dirimu ?" "Tak ada hubungan apa-apa.... justru karena tak ada hubungan apa-apa, maka aku baru..." "Kau baru apa?" "Aku baru membunuhnya!" Kwik Tay-lok memandang Yan Jit, kemudian memandang kearah Ong Tiong, sesudah itu serunya: "Dengarkan kalian apa yang barusan dia katakan ?" Ong Tiong sama sekali tidak berkutik, sebaliknya Yan Jit cuma manggut-manggut. "Bocah ini mengatakan dia hendak membunuh orang !" kata Kwik Tay-lok lagi, Ong Tiong masih belum juga berkutik sedangkan Yan Jit kembali manggut-manggut. (Bersambung jilid 07) Jilid 07 PELAN-PELAN KWIK TAY-LOK berpaling dan menatap wajah Lim Tay-peng lekat- lekat. Koleksi Kang Zusi Paras muka Lim Tay-peng amat tenang, sedikitpun tanpa perubahan emosi apapun. "Tadi kau telah berjumpa dengannya?" tanya Kwik Tay-lok lagi. "Yaa !" Tiba-tiba pemuda itu tertawa, serunya lagi: "Lantas mengapa kau tidak membunuhnya tadi?" Paras muka Lim Tay-peng masih belum menunjukkan perubahan apa-apa, seakan-akan wajahnya seperti menggunakan sebuah topeng saja. Topeng berwarna hijau membesi, sehingga tampaknya agak menakutkan sekali. "Karena aku telah membunuhnya!" akhirnya sepatah demi sepatah dia menjawab. Poci arak yang kosong itu telah diisi dengan arak baru, sebab Ong Tiong telah berpesan: "Jika menjumpai poci arak kami kosong, cepat penuhi dengan segera !" Ternyata pelayan-pelayan dari rumah makan Kui-goan-koan tersebut amat menurut sekali dengan perkataan Ong Tiong. Setiap orang membelalakkan matanya lebar-lebar untuk memperhatikan poci arak itu. Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa lebar katanya: "Arak bukan diminum dengan mata, mengapa harus dilihat terus dengan mata melotot?" "Sebab mulutku sedang repot!" jawab Yan Jit. "Repot apa?" "Repot untuk menelan kembali kata-kataku yang sudah keluar lewat tenggorokan." Tamu sudah mulai berdatangan, tempat itupun sudah tidak leluasa lagi untuk digunakan sebagai tempat berbicara. Kwik Tay-lok mengangkat cawan araknya untuk meneguk setegukan, lalu sambil meletakkannya kembali ke meja, dia berkata: "Kwik toa-sauya memang jarang sekali bisa mentraktir orang...." "Yaa, anggap saja kau yang beruntung kali ini, hayo kita pergi dari sini !" Lim Tay-peng yang pertama-tama bangkit berdiri, ternyata Ong Tiong juga ikut bangkit. Kwik Tay-lok telah menyodorkan tangannya ke depan matanya. Ong Tiong memandang sekejap ke arahnya lalu bertanya: "Hey, apa yang ingin kau lakukan? Apakah hendak suruh aku untuk meramalkan nasibmu ?" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok tertawa paksa, sahutnya: "Tak usah diramalkan lagi, aku juga tahu kalau nasibku sudah ditakdirkan miskin sepanjang waktu, yang lebih payah lagi adalah aku cuma ingin mentraktir orang, tapi uang dalam saku rasanya sudah terbang semua meninggalkan tempat." "Ooooh.... rupanya kau hendak meminjam uang kepadaku untuk membayar rekening?" Kwik Tay-lok mendehem beberapa kali. lalu berkata: "Tahukah kau, semalam aku telah melakukan suatu pekerjaan yang amat menghamburkan uang ?" Sebenarnya Ong Tiong ingin tertawa, tapi setelah memandang sekejap ke arah Lim Tay-peng, dia menghela napas panjang, katanya: "Kau sudah salah mencari orang !" "Jadi uangmu juga habis ?" seru Kwik Tay-lok dengan wajah tertegun. "Ehm......!" "Uang..... uangmu habis dimana ?" "Semalam akupun telah melakukan suatu perbuatan yang sangat menghamburkan uang." "Apa yang telah kau lakukan?" "Apakah di dunia ini ada pekerjaan lain yang jauh lebih menghamburkan uang daripada berjudi ?" "Apa? Kau telah habis berjudi ? Kalah kepada siapa ?" "Dengan pelayan dari rumah makan ini." Kwik Tay-lok tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian tak tahan lagi dia tertawa tergelak. "Haaahhh....haaahhh... haaahhh... tak heran kalau mereka begitu tunduk kepadamu, sudah barang tentu pelayan-pelayan ini selalu akan melayani orang yang setor uang kepada mereka dengan munduk-munduk, apalagi jangankan orang lain, sekalipun uang itu kau kalahkan di tanganku, akupun bisa melayanimu dengan baik" "Tapi yang kalah bertarung bukan cuma aku seorang." "Lantas siapa lagi ?" Ong Tiong memandang sekejap ke arah Lim Tay-peng, kemudian memandang juga ke arah Yan Jit. Kwik Tay-lok segera melompat bangun, teriaknya: "Apakah uang kalian sudah kalah semua di meja judi ?" Tak seorangpun menjawab, membungkam berarti membenarkan. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok segera menjatuhkan diri duduk di kursi, kemudian tertawa getir, serunya: "Kalau begitu, bukankah pelayan-pelayan itu telah menjadi kaya mendadak?" "Merekapun tak bakal kaya, cepat atau lambat mereka bakal kalah ditangan orang lain." Pelan-pelan Kwik Tay-lok mengangguk, lalu gumamnya: "Benar, apa yang datangnya terlalu mudah biasanya juga akan pergi dengan gampang." "Itulah sebabnya kita harus menyumbangkan sedikit derma bakti kita bagi masyarakat." "Mendarma baktikan apa ?" "Biar uang itu mengalir lebih cepat, biar pasaran kota menjadi bertambah ramai, dengan begitu masyarakatnya baru akan maju dengan cepat." Kwik Tay-lok berpikir sebentar, kemudian tertawa getir. "Tampaknya apa yang kau katakan itu masuk diakal juga !" gumamnya. "Itulah sebabnya kau juga tak perlu bersedih hati." "Kenapa, aku musti bersedih hati? Aku toh tidak kalah...." "Maaf, kamilah yang telah membawa uangmu masuk meja judi dan akhirnya ludas pula ditangan mereka." Kwik Tay-lok tertegun. Sebelum dia sempat mengucapkan sesuatu, Ong Tiong berkata lagi: "Sekalipun pousat tanah liat dalam kuil bobrok harus menemani orang tidur, dia pun tak akan menarik ongkos." Pelan-pelan sepasang mata Kwik Tay-lok berubah menjadi bundar, serunya tertahan: "Jadi kalian sudah tahu semua....? Jadi kalian telah bersekongkol....? Kalau begitu si pencopet yang mencopet uangku adalah..." Tiba-tiba ia menuding hidung Yan Jit sambil berteriak keras: "Kau !" Kwik Tay-lok segera meraih kerah bajunya dan dicengkeram keras-keras, sambil menggigit bibir teriaknya: "Mengapa kau lakukan perbuatan semacam ini?" Yan Jit tidak menjawab, wajahnya tiba-tiba berubah menjadi agak semu merah. "Sesungguhnya ia berbuat demikian demi kebaikanmu" kata Ong Tiong hambar, "dia tak ingin temannya kejangkitan penyakit sipilis!" Koleksi Kang Zusi Pelan-pelan Kwik Tay-lok melepaskan cengkeramannya, lalu duduk di atas bangku, sambil meraba kepala sendiri gumamnya: "Ooh Thian.... ooh Thian, mengapa kau membiarkan aku bertemu dengan orang-orang semacam ini?" Tiba-tiba ia melompat bangun kemudian sambil menggigit bibir jeritnya melengking: "Kalau kalian sudah tahu bila kantong kita berempat sudah ludas semua, mengapa masih makan minum sepuasnya di sini ?" "Agar kau senang !" "Agar aku senang?" Kwik Tay-lok tidak tahan lagi untuk menjerit sekeras-kerasnya. "Tentu saja, bila seseorang sedang mengadakan pesta, dia pasti luar biasa senang, bukan begitu ?" "Yaa, yaa, yaa... aku memang sangat gembira, aku betul-betul gembira sekali maknya.... saking gembiranya aku betul-betul ingin bunuh diri?" teriak Kwik Tay-lok sambil memegang kepalanya agar tidak turut berputar lantaran pening. Tiba-tiba seorang pelayan berjalan menghampiri mereka, kemudian katanya dengan ramah: "Ong toako, kau tak usah risau karena soal rekening, rekening kalian sudah ada yang membayar." Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Aaaai... sungguh tak kusangka di sini masih ada seorang yang punya liangsim juga!" Pelayan itu merah padam pipinya, sambil tertawa ia berseru: "Sebenarnya aku ingin sekali membayarkan rekening Ong toako, sayang ada orang yang berebut untuk membayar rekening itu lebih dahulu." "Siapakah orang itu ?" tanya Ong Tiong. "Itu dia yang duduk di ujung sana !" Sambil berkata dia lantas menunjuk ke depan sana, siapa tahu dengan cepat ia menjadi tertegun. Sayur dan arak masih berada di atas meja, malah masih utuh, tapi orangnya sudah lenyap tak berbekas. Kwik Tay-lok berjalan dipaling belakang, baru berjalan beberapa langkah ia berpaling lagi, kemudian ditepuk-tepuknya bahu si pelayan yang menghantar mereka turun ke loteng. itu seraya, berkata: "Ada satu persoalan aku ingin bertanya kepadamu !" "Tanya saja !" "Kau sudah menang begitu banyak, apa yang hendak kau lakukan dengan uang tersebut?" Koleksi Kang Zusi "Aku tidak bermaksud menggunakannya!" Kwik Tay-lok mengawasinya dengan mata melotot, seolah-olah ia bertemu dengan seorang malaikat suci. Tiba-tiba pelayan itu tertawa, katanya lagi: "Aku bermaksud menggunakannya sebagai pokok, aku ingin menang lebih banyak lagi, sebab belakangan ini nasibku agak mujur" Kwik Tay-lok masih melotot ke arahnya, tiba-tiba ia tertawa tergelak, tertawa terpingkal-pingkal sampai hampir saja jatuh terguling dari atas loteng. Sambil tertawa tergelak dia menepuk bahu pelayan itu seraya serunya: "Suatu ide yang amat bagus, suatu ide yang sangat bagus, justru karena ada manusiamanusia semacam kau, umat manusia baru bisa maju, aku mewakili semua orang di dunia ini mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepadamu" "Mengapa berterima kasih kepadaku ?" pelayan itu masih bertanya. Tapi dengan langkah lebar Kwik Tay-lok sudah turun dari loteng itu. Menghela napaslah pelayan tersebut, sambil menggelengkan kepalanya ia bergumam: "Tampaknya beberapa orang ini bukan cuma penjudi, bahkan otaknya rada sinting" Dulu ada seorang yang sangat pintar pernah mengucapkan sepatah kata yang amat pintar juga: "Bila dianggap seseorang sebagai orang sinting, sesungguhnya hal ini merupakan suatu kejadian yang menggembirakan, bahkan jauh lebih menggembirakan daripada dianggap sebagai seorang enghiong atau Nabi sekalipun....!" Pelayan itu bukan seorang yang cerdik, tentu saja tak pernah mendengar perkataan semacam itu, sekalipun pernah mendengar juga tak akan mengerti. Sesungguhnya teori dari ucapan tersebut amat jarang yang dapat memahaminya. Di dunia ini terdapat dua macam manusia. Semacam adalah orang yang selamanya berbuat dengan teratur dan tahu peraturan, pekerjaan apapun yang mereka lakukan selamanya bisa ditebak orang dan bisa pula dimengerti orang. Berbeda sekali dengan manusia dari jenis yang lain, mereka paling suka melakukan segala macam perbuatan yang sok rahasia dan sok misterius, bukan saja orang lain tidak memahami apa yang mereka lakukan, bahkan mereka sendiripun mungkin juga tidak mengerti. Ong Tiong adalah manusia seperti ini. Lim Tay-peng juga. Koleksi Kang Zusi Tapi di dunia ini ternyata masih ada semacam benda yang jauh lebih rahasia dan misterius dari pada manusia macam ini. Benda tersebut tak lain adalah uang. Dikala kau tak ingin uang, kadangkala tanpa alasan dan tanpa diketahui dari mana datangnya, ia akan muncul sendiri. Tapi bila kau sedang membutuhkan sekali, kadangkala bahkan bayangannyapun tidak kelihatan. Bagaimana rasanya membunuh orang ? Mungkin jarang sekali ada yang tahu jawabannya! Dari sepuluh ribu orang, belum tentu kau bisa menentukan seorang saja diantaranya yang pernah membunuh orang. Ada orang bilang begini: "Perduli membunuh orang itu bagaimana rasanya, paling tidak pasti jauh lebih aneka daripada dibunuh orang" Orang yang mengucapkan kata-kata seperti ini, sudah pasti merupakan orang yang tak pernah membunuh orang. Ada pula yang berkata begini: "Rasanya waktu membunuh orang jauh lebih menakutkan daripada sewaktu mati" Orang yang mengucapkan kata-kata tersebut, sekalipun dia belum pernah membunuh orang, paling tidak itu sudah lebih dekat dengannya. "Pernahkah kau membunuh orang ?" "Dengan cara apa kau membunuhnya?" "Mengapa kau membunuhnya?" Lim Tay-peng selalu menantikan tiga pernyataan tersebut dari rekan-rekannya. Tapi tak seorangpun yang bertanya. Ong Tiong, Yan Jit, Kwik Tay-lok, tiga orang itu seakan-akan telah bersepakat untuk tidak mengajukan sebuah pertanyaanpun. Sepanjang jalan, tiga orang itu pada hakekatnya tak pernah membuka suara. Jarak antara kota Sian-sin dengan kota San-sin sesungguhnya tidak terlalu jauh, tapi disaat tidak berbicara, jarak yang dekatpun akan terasa amat jauh. Sepanjang perjalanan pulang, Kwik Tay lok membawakan senandung lagu yang lirih, mungkin iramanya sudah lama beredar dalam masyarakat, tapi syairnya adalah gubahan dia sendiri. Koleksi Kang Zusi Sebab kecuali manusia semacam dia, tak mungkin ada orang yang bisa menggubah syair semacam itu. "Sewaktu datang sok gaya, sewaktu pulang badan lemas. Sewaktu datang kantong padat berisi, sewaktu pulang saku kering kerontang, Sewaktu datang...." "Hey, nyanyian apa sih yang sedang kau bawakan?" tiba-tiba Yan Jit menegur. "Lagu ini bernama pergi-datang, yaa pergi yaa datang, sebentar pergi sebentar datang...." Tiba-tiba Yan Jit menirukan gayanya dan membawakan pula sebait lagu yang berirama sama. "Yang terlepas tidak tembus, yang tembus tidak dilepas, lepas tembus, satu lepas satu tembus." "Hey, apa pula yang dilepas ?" tanya Kwik Tay-lok. "Kentut anjingmu. Lagu ini dinamakan melepas kentut anjing !" Kwik Tay-lok segera menarik muka, serunya: "Kau tak usah menyindir aku, dulu ada orang yang mohon kepadaku untuk menyanyipun aku masih segan untuk menyanyi." "Yaa, aku tahu, manusia-manusia mana saja yang berbuat demikian !" kata Ong Tiong sambil manggut-manggut, gayanya seakan-akan dia betul-betul tahu. "Manusia macam apa saja sih ?" tanya Yan Jit sambil mengerdipkan matanya yang jeli. "Itu, orang-orang yang tuli!" Kwik Tay-lok ingin menarik muka, tapi ia sendiri tak tahan untuk tertawa geli. Tiba-tiba Lim Tay-peng tertawa dingin, katanya: "Orang tuli paling tidak jauh lebih baik daripada manusia-manusia yang berlagak bisu dan tuli". "Siapa yang berlagak bisu dan tuli?" "Kau !" seru Lim Tay-peng mendongkol. Setelah menuding wajah ketiga orang itu satu-persatu, dia berkata lebih jauh: "Padahal dalam hati kalian ada pertanyaan yang diajukan, mengapa tidak diutarakannya keluar ?" "Bukannya tidak ditanyakan, adalah tak perlu dinyatakan maka kami tidak bertanya" Ong Tiong menerangkan. "Kenapa tak perlu ditanyakan?" "Manusia semacam itu daripada dibiarkan hidup memang lebih baik kalau dibikin mati." Koleksi Kang Zusi "Betul, betul, makin banyak manusia semacam itu yang mampus semakin baik untuk kita" sambung Kwik Tay-lok. Setelah menepuk bahu Lim Tay-peng, katanya lagi sambil tertawa: "Kalau toh kau tidak pernah salah membunuh, mengapa kami musti menanyakannya?" Sambil menggigit bibir tiba-tiba Lim Tay peng berkata lagi: "Kalian pernah membunuh orang ?" Kwik Tay-lok memandang Ong Tiong, sedang Ong Tiong memandang ke arah Yan Jit. Yan Jit segera tertawa getir, katanya: "Aku tak pernah membunuh orang, aku hanya sering dibunuh orang" Tiba-tiba Lim Tay-peng melompat ke sisi jalan raya, baru tiba di belakang pohon sudah terdengar suara isak tangis yang amat sedih. Yan Jit segera memandang ke arah Kwik Tay-lok, sedangkan Kwik Tay-lok memandang ke arah Ong Tiong. "Dulu ia pasti belum pernah membunuh orang !" kata Ong Tiong. Kwik Tay-lok manggut-manggut tanda membenarkan. "Yaa, kali ini pasti untuk pertama kalinya dia membunuh orang." "Aaai.... ternyata rasanya membunuh orang jauh lebih tersiksa" kata Yan Jit sambil menghela napas panjang. "Yaa, ketika Lamkiong Cho tahu kalau-kalau ia sedang dikuntit, disangkanya ia sudah mengetahui rahasia hitam makan hitamnya, maka ia lantas turun tangan lebih dulu ingin membunuhnya melenyapkan saksi hidup." kata Ong Tiong. "Siapa tahu sebelum ia membunuh orang, dirinya malah kena dibunuh lebih dulu" Kwik Tay-lok menambahkan. "Tapi aku lihat ilmu silat yang dimiliki Lim Tay-peng agaknya jauh lebih hebat daripada kepandaian kita, malah lebih kuat ketimbang Lamkiong Cho." "Aaai.... itulah yang dinamakan menilai orang jangan menilai dari wajahnya, dalamnya lautan sukar diukur, ketika bertemu dengannya dulu, aku masih mengira dia adalah seorang lelaki yang untuk memegang ayampun tak mampu" Ia belum juga berhenti, "Siapa yang membunuh orang lain tak sanggup, meski ia sudah berhasil membunuh orang, namun sesungguhnya tak ingin membunuh siapapun" kata Yan Jit. "Bagaimana kalau kita hiburnya agar jangan menangis ?" "Jangan !" cegah Ong Tiong. "Mengapa ?" Koleksi Kang Zusi "Meskipun menangis tidak lebih baik dari tertawa, tapi bila seseorang bisa menangis sepuasnyapun tak menjadi soal" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya: "Kalau aku mah lebih suka tertawa dari pada musti menangis, sebab bila sedang tertawa paling tidak kita tidak usah bersembunyi di belakang pohon...." Yan Jit juga menghela napas panjang. "Ya, sewaktu kau sedang tertawa, paling tidak kaupun tak usah kuatir ditonton orang banyak." Bila kau takut ada orang yang datang menonton keramaian, maka semakin banyak orang yang datang menonton keramaian itu. Sekarang langit belum lagi gelap, banyak orang yang masih berlalu-lalang di jalan raya itu, sekarang ada diantara mereka yang menghentikan perjalanannya dan melongok kemari, malah ada diantara mereka yang sudah datang menghampiri mereka. Kwik Tay-lok segera menyeka keringatnya dan tertawa getir, bisiknya lirih: "Aku cuma berharap agar orang jangan menaruh curiga kalau dia menangis lantaran dianiaya kita bertiga!" Memang tak ada orang yang "curiga" karena mereka sudah merasa yakin pasti begitulah kejadiannya. Menyaksikan sorot mata orang-orang itu, tanpa terasa Yan Jit ikut menyeka keringat yang membasahi tubuhnya, ia berkata: "Cepatlah mencari akal untuk membujuknya agar cepat pergi meninggalkan tempat ini". Kwik Tay-lok segera tertawa getir. "Aku tidak memiliki kepandaian sebesar itu, paling banter aku cuma bisa menggalikan sebuah lubang." "Menggali lubang buat apa ?" "Untuk tempat persembunyian, agar tidak dipelototi orang sebanyak ini....!" "Kalau begitu galilah agak besar!" Dengan gemas Kwik Tay-lok berkata: "Seandainya kalian kalah sedikit saja dan uang tak sampai ludas semua, paling tidak kita masih bisa menyewa kereta, agar dia duduk di dalam kereta dan menangis sepuasnya" Baru saja ia selesai berkata, benar-benar saja ada sebuah kereta kuda yang sangat indah lewat dari samping dan berhenti tepat di hadapan mereka. Yan Jit segera mengerling sekejap ke arah Ong Tiong, kemudian bisiknya: Koleksi Kang Zusi "Permainan kita yang terakhir tadi memang tidak seharusnya dilangsungkan, kalau toh kalah melulu, janganlah kita punya pikiran untuk berusaha mencari balik kekalahan kita" "Bila orang yang berjudi tidak ingin mencari balik modal kekalahannya, mungkin orang yang menggantungkan makannya dari berjudi sudah mati kelaparan sejak dulu, tentunya kau tak ingin menyaksikan ada orang mati karena kelaparan bukan?" Sang kusir kereta kuda itu tiba-tiba melompat turun dari keretanya, tiba di hadapan mereka katanya sambil tertawa paksa: "Yang manakah yang bernama Kwik toaya?" "Siapa mencari aku? Mau apa mencari aku?" "Silahkan Kwik toaya naik kereta ?" kata kusir itu dengan hormat. "Aku tidak suka naik kereta, aku lebih suka berjalan kaki" Kusir itu segera tertawa paksa, katanya: "Kereta ini adalah teman Kwik toaya yang sengaja mencarternya, uang carter sudah dibayar lunas" "Siapa yang mencarter?" tanya Kwik Tay lok tertegun. Kusir itu segera tertawa: "Orang itu adalah teman Kwik toaya, jika Kwik toaya sendiripun tidak kenal, dari mana siaujin bisa kenal?" Kwik Tay-lok berpikir sejenak, tiba-tiba ia mengangguk. "Yaa, aku sudah teringat sekarang siapa gerangan orang itu, dia adalah anak angkatku!" Setelah naik ke dalam kereta, Lim Tay-peng berhenti menangis, cuma ia masih duduk di sudut kereta sambil termangu-mangu. Kwik Tay-lok juga tertegun. "Kau benar-benar punya anak angkat?" tidak tahan Yan Jit bertanya. Kwik Tay-lok segera tertawa getir. "Yaa, aku memang punya seorang anak angkat yang macam setan. Sialan, aku yang kepingin menjadi anak angkat orang saja, orang lain masih menganggap aku terlalu miskin, mana ada orang yang mau menjadi anak angkatku....?" "Lantas siapakah yang mencarterkan kereta untuk kita?" tanya Yan Jit dengan kening berkerut. "Delapan puluh persen pastilah orang yang telah membayarkan rekening untuk kita sewaktu ada dirumah makan Kui- goan-koan tadi" "Apakah kau telah melihat tampang orang" Koleksi Kang Zusi "Aaai... !" Kwik Tay-lok menghela napas panjang, "waktu itu orang lain tidak melihat kepadaku sudah terima kasih kepada langit terima kasih kepada bumi, mana berani aku melihat kepada orang lain?" Jika seseorang harus membayar rekening dan kebetulan sakunya lagi tongpes, dia memang tak berani mendongakkan kepalanya. "Dan kau ?" tanya Yan Jit. Ia tidak bertanya pada Lim Tay-peng, yang ditanya adalah Ong Tiong. Tentu saja pada waktu itu Lim Tay-peng tidak mempunyai perhatian untuk memperhatikan orang lain. Ong Tiong segera tertawa, katanya: "Ketika itu aku hanya memusatkan semua perhatianku untuk memperhatikan perubahan mimik wajah Kwik Toa-sau, belum pernah kujumpai wajahnya begitu menawan daripada ketika itu." Kontan saja Kwik Tay-lok melotot sekejap ke arahnya dengan gemas dan mendongkol: "Aku hanya merasa sayang mengapa tak sempat menyaksikan mimik wajahmu ketika, uangmu ludas di meja judi tadi, waktu itu mimik wajahmu tentu juga menarik se-kali" Maka Yan Jit mulai tertegun, dia sendiripun tak sempat menjumpai si pembayar rekening itu. "Kusir itu mencari Kwik Toaso, itu berarti orang tersebut sudah pasti adalah temannya" kata Ong Tiong. Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Aaai... aku tidak memiliki teman sesosial itu, diantara teman-temanku kaulah yang paling sosial" "Aku sangat sosial ?" "Paling tidak kau masih punya rumah, meskipun orang lain muak terhadap rumahmu itu, tapi rumah toh tetap adalah rumahmu." "Kalau kau senang, biarlah kuhadiahkan untukmu saja" kata Ong Tiong hambar. "Aku tidak mau" "Kenapa tidak mau?" Kwik Tay-lok tertawa lebar. "Sekarang aku tak punya apa-apa, sakupun tong-pes, tanpa beban dalam saku dan benak berarti aku bisa luntang lantung semauku, tidak seperti kalian, masih harus kuatir karena urusan lain, apalagi mereka yang berduit, mau pergi takut, takut kalau uangnya dirumah dibongkar orang." "Ong lotoa mungkin masih kuatir sebab dia masih punya rumah, sedang aku ? Apa yang musti kukuatirkan ?" sela Yan Jit. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok memperhatikannya dari atas sampai ke bawah, kemudian katanya sambil tertawa: "Paling tidak kau masih punya baju baru sewaktu bekerja sedikit banyak kau akan kuatir kalau baju barumu itu robek atau kotor, waktu hendak duduk juga tak urung memeriksa dulu apakah lantai ada lumpurnya atau tidak, sedang aku? Tak pernah urusan semacam itu memenuhi benakku, tentu saja aku lebih bebas daripada dirimu". "Benarkah di dunia ini tak ada yang kau pikirkan? Tak ada urusan yang kau murungkan?" kata Yan Jit sambil menatapnya tajam-tajam. Tiba-tiba Kwik Tay-lok tidak berbicara lagi, agaknya dari balik sorot mata itu terpancar sinar kesedihan. Tiba-tiba Yan Jit menemukan bahwa orang ini mungkin tidak seriang dan secerah wajahnya bila berada di depan mata orang, mungkin diapun mempunyai persoalan yang menyedihkan hatinya, hanya saja kesedihan tersebut berhasil dia simpan secara baik-baik, sehingga tak pernah orang lain mengetahuinya. Ia cuma memperlihatkan kegembiraannya di hadapan orang, agar orang lain ikut merasakan pula kegembiraannya. Tak pernah membagikan kesedihan dan kemurungannya kepada orang lain agar direnungkan bersama. Yan Jit menatapnya tajam-tajam, mendadak sepasang biji matanya memancarkan cahaya yang lebih jeli. Semakin lama ia bergaul dengan Kwik Tay-lok, ia semakin merasa bahwa Kwik Tay-lok sesungguhnya adalah seorang yang menyenangkan. Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba Ong Tiong menghela napas panjang, katanya: "Kita sudah hampir tiba, sudah hampir tiba di rumah" Dibalik helaan napasnya itu kedengaran nada riang gembira dan kepuasannya. Melongok lewat jendela kereta, mereka dapat melihat bukit kecil nun jauh di sana. Kwik Tay-lok juga tak tahan untuk menghela napas panjang, katanya: "Aaai... agaknya perduli sarang emas atau sarang perak, tak sebuahpun yang bisa menang nyamannya dari pada sarang anjing mu itu !" "Sarang anjingku?" seru Ong Tiong dengan mata melotot. Kwik Tay-lok segera tertawa lebar. "Maksudku, sarang anjing kita ?" Senja telah menjelang tiba, sinar matahari sore telah tenggelam dibalik bukit. Angin masih berhembus lembut, burung masih berkicau dan jangkrik masih mengorek, perpaduan suara tersebut menciptakan serangkaian irama yang amat merdu, ibaratnya bisikan sang kekasih di sisi telingamu. Koleksi Kang Zusi Bau harum semerbak dari aneka bunga yang tumbuh disekitar sana menambah pula semaraknya suasana, begitu harum semerbak bagaikan harumnya tubuh kekasih. Kwik Tay-lok menarik napas panjang-panjang, kemudian sambil tertawa katanya. "Sekarang aku baru tahu kalau miskinpun sesungguhnya merupakan suatu kejadian yang menarik" "Kejadian menarik ?" "Dari sekian banyak orang kaya, berapakah diantara mereka yang bisa menikmati keindahan alam seperti ini ? Berapa pula yang bisa menghirup bau harumnya uang ? Mereka cuma bisa menghirup bau busuknya uang yang sudah kumal" Yan Jit ikut tertawa. Tiba-tiba Kwik Tay-lok menemukan bahwa tertawa orang itu lebih cerah dari pada sinar matahari senja, tak tahan dia berseru: "Sekarang aku baru merasakan bahwa kau sama sekali tidak jelek, cuma kadangkala rada dekil !" Kali ini Yan Jit tidak membantah, malah sebaliknya menundukkan kepalanya rendah-rendah. Sebetulnya ia memang bukan seorang yang suka dipermainkan orang seenaknya, apakah ada sesuatu yang telah membuat sikapnya berubah? Sinar matahari senjakah? Apakah embusan angin lembut? Atau mungkin senyuman Kwik Taylok yang cerah? "Punya uang juga bukan suatu keadaan yang terlalu jelek," tiba-tiba Ong Tiong ikut berkata. "Bagaimana dengan miskin?" "Miskin juga tidak jelek!" "Lantas apa yang jelek?" Tak ada yang jelek, baik-buruknya tergantung pada si manusia itu sendiri, pandaikah dia menikmati keadaan yang sedang dihadapinya. Kwik Tay-lok mencoba untuk meresapi kata-katanya itu, mendadak ia merasa hatinya sangat bahagia dan puas. Dia puas karena ia masih bisa hidup sampai kini. Dia masih hidup karena itu masih bisa menikmati kehidupan, kehidupan yang sangat indah sekali. Itulah sebabnya, janganlah kau sekalikali murung karena punya uang, lebih tak boleh murung lagi bila kau sedang miskin. Asal kau pandai menikmati keadaan, maka kehidupanmu di dunia ini baru terasa tidak sia-sia. Sehingga andai kata kau mati pada suatu hari, kau bisa mati dengan hati gembira. Sebab paling tidak kehidupanmu jauh lebih menyenangkan daripada kehidupan orang lain, sekalipun orang yang kaya raya pun. Koleksi Kang Zusi Kereta itu tak dapat naik ke atas bukit maka mereka pun naik ke atas bukit dengan berjalan kaki. Mereka berjalan pelan sekali. Karena mereka tahu bagaimanapun pelannya kau berjalan, akhirnya toh akan sampai di tempat tujuan. Lambat laun udara semakin gelap, tapi mereka tak akan kuatir, sebab mereka tahu sehabis gelap akan terbit terang. Oleh karena itu hati mereka selalu diliputi oleh riang gembira, bahkan Lim Tay-peng sendiripun ikut menjadi cerah. Akhirnya mereka dapat melihat rumah tinggal milik Ong Tiong itu, meskipun hanya sebuah rumah yang kuno dan bobrok, tapi di bawah sorot matahari senja yang masih sempat mengintip dari balik bukit itu, rumah itu tampak lebih indah daripada sebuah keraton. Setiap orang tentu memiliki istana yang amat indah, istana yang indah itu ada dalam hati setiap orang. Aneh, justru ada sementara orang yang tak berhasil menemukannya. Wajah Ong Tiong yang kaku sudah mulai menjadi lembut kembali, tiba-tiba sambil tertawa ia bertanya: "Coba tebaklah, apa yang akan kulakukan setibanya di rumah nanti ?" "Naik keranjang dan tidur !" jawab Kwik Tay-lok dan Yan Jit hampir berbareng. "Tepat sekali! " Tapi dalam kehidupan manusia ini, seringkali bisa juga terjadi hal-hal di luar dugaan. Ketika mereka dalam rumah tersebut, tiba-tiba sudah menyaksikan sinar lampu yang memancar keluar dari balik jendela. Mula-mula dari balik jendela yang tepat menghadap ke arah mereka, kemudian dari setiap balik jendela lainnya. Mereka mulai tertegun, tak tahan Yan Jit berseru: "Dalam rumah ada orang!" "Mungkin temanmu yang datang menjengukmu ?" tanya Kwik Tay-lok pula. "Sebenarnya kemungkinan selalu ada, tapi semenjak aku menjual kursi yang terakhir, tiba-tiba semua temanku lenyap tak berbekas." Setelah tertawa-tawa, terusnya: "Mungkin mereka semalas aku, kuatir setelah tiba di sini lantas tak ada tempat untuk duduk !" Senyuman yang hambar itu merupakan perlambang akan bagaimana mendalamnya dia memahami perasaan orang, itulah sebabnya ia tak pernah mengajukan permohonan yang terlalu besar kepada orang lain. Ketika ia memberikan sesuatu kepada orang, tak pernah terlintas dalam benaknya untuk menantikan balas jasa..... mungkin itulah merupakan salah satu alasan mengapa ia bisa hidup jauh lebih menyenangkan daripada siapapun. "Lantas, siapa yang memasang lampu-lampu itu?" tanya Yan Jit sambil mengerutkan dahi. Koleksi Kang Zusi "Buat apa kita musti menebak secara sembarangan?" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa, "asal kita masuk ke dalam ruangan toh segala sesuatunya akan menjadi jelas ?" Sebetulnya sikap tersebut memang merupakan suatu sikap yang amat tepat, tapi kali ini ternyata keliru. Sekalipun mereka sudah masuk ke dalam, toh tetap tidak tahu. Dalam ruangan itu tak ada orangnya. Lampu lentera yang ada di sana seakan-akan menyulut sendiri. Lampu tersebut merupakan sebuah lentera tembaga yang memancarkan cahaya berwarna ke emas-emasan. Lentera tembaga yang masih baru itu berada di atas meja kecil, meja itu berada di atas permadani dari persia, dan disamping lentera ada bunga segar..... Pokoknya benda apapun dapat ditemukan di sana. Semua benda yang dapat kau lihat dalam sebuah kamar, sekarang dapat kau temukan pula di sana. Tempat itu seakan-akan baru saja mengalami suatu peristiwa yang sangat ajaib. Satu-satunya yang tidak mengalami perubahan adalah ranjang besar milik Ong Tiong. Tapi di atas ranjang itupun terdapat sebuah selimut baru, selimut dengan sulaman bunga besar. Kwik Tay-lok yang berdiri di depan pintu hampir melompat keluar sepasang biji matanya dengan wajah tercengang dia bergumam seorang diri: "Jangan-jangan kita sudah salah masuk rumah orang ?" Yan Jit segera tertawa getir. "Tidak, tak bakal salah masuk, ditempat lain tak akan kau jumpai pembaringan dengan ukuran sebesar ini." "Aaaai.... tampaknya tempat ini seperti baru dikunjungi dewa, entah dewanya itu dewa lelaki atau perempuan ?" "Waah.... tampaknya Ong lotoa kita ini adalah seorang anak berbakti, dia telah membuat haru dewa-dewi di langit sehingga melimpahkan segala sesuatunya kepada dia." "Aaaah.... mungkin yang dicari dewi itu adalah aku, sebab aku juga seorang anak yang berbakti." sambung Kwik Tay-lok cepat. "Kau bukan anak yang berbakti, kau muka seorang tolol" seru Yan Jit cepat. Walaupun dimulut mereka berkata demikian, namun dalam hati kecil masing-masing juga mengerti. Pasti ada orang yang menghantar barang-barang itu ke sana, besar kemungkinan orang Koleksi Kang Zusi itu adalah orang yang telah membayarkan rekening mereka sewaktu ada dirumah makan Kuigoan- koan tadi. Mereka berkata demikian tak lebih hanya bermaksud untuk menutupi perasaan tak tenang dan curiga yang mencekam mereka semua. Sebab semua orang tak bisa menebak siapa gerangan orang itu ? Mengapa ia berbuat demikian ? Ong Tiong berjalan menghampiri pembaringannya dengan langkah pelan, kemudian melepaskan sepatunya dan dengan cepat membaringkan diri. Dalam melakukan pekerjaan apapun, dia selalu melaksanakannya dengan lamban dan sopan, sedikitpun tidak kelihatan terburu napsu, hanya sewaktu membaringkan diri di atas ranjang, dia melakukannya dengan cepat bahkan cepat sekali. "Apakah kau akan tidur dengan begitu saja?" tanya Kwik Tay-lok sambil mengerutkan dahinya. Ong Tiong menguap lebar-lebar sebagai tanda atas jawabannya. "Tahukah kau siapa yang telah menghantar barang-barang itu kemari...?" tanya Kwik Tay-lok lagi. "Tidak tahu! Aku hanya tahu jika sudah lelah harus tidur ?" Barang-barang itu mau pemberian dari dewa juga boleh, pemberian setan juga tidak mengapa, pokoknya dia tak ambil perduli, sekalipun semua dewi dan setan berdatangan semua, mereka juga tak akan menyuruhnya tidak tidur. Asal matanya sudah dipejamkan, seakan-akan dia segera akan tertidur. Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya: "Berbicara sesungguhnya, aku benar-benar merasa amat kagum kepadanya." "Akan kuperiksa ke halaman belakang sana, mungkin orangnya masih berada di situ," kata Yan Jit pula sambil menggigit bibir. Di belakang sana memang terdapat sederetan ruang itulah tempat yang pernah ditinggali Swan-bwe-tong tempo hari. Dalam gedung bangunan ini, selain ruang utama dan ruang tengah, masih terdapat tujuh delapan buah kamar lagi, kecuali ruangan yang dipakai Ong Tiong untuk tidur sekarang, dalam tiga buah kamar yang lainpun masing-masing tersedia pula sebuah pembaringan yang empuk dan nyaman. Kembali Kwik Tay-lok bergumam: "Heran, ternyata mereka masih tahu kalau yang tinggal di sini berempat, sungguh teliti amat jalan pemikirannya" Tiba-tiba terdengar Yan Jit berteriak-teriak dari halaman belakang sana: "Kalian cepat kemari, kalian cepat kemari, di sini ada.... ada sebuah.... sebuah....." Koleksi Kang Zusi Sebuah apa? Ternyata dia tidak melanjutkan. Kwik Tay-lok yang pertama-tama menerjang ke luar, disusul kemudian oleh Lim Tay-peng. Halaman belakang amat bersih dan rajin, entah sedari kapan di sana tahu-tahu sudah tumbuh beberapa batang pohon bambu dan segerombol bunga matahari, waktu itu Yan Jit sedang berdiri diantara bunga aneka warna itu sambil memandang sesuatu benda dengan wajah termangu. Ternyata benda yang sedang dipandang itu adalah sebuah peti mati. Sebuah peti mati yang masih baru. Di ujung peti mati itu seperti tertera sebaris tulisan, ketika diamati ternyata tulisan itu berbunyi begini: "Peti jenazah dari Lamkiong Cho" Mendadak sekujur badan Lim Tay-peng menjadi dingin seperti es, mukanya pucat pasi, bibirnya juga ikut berubah menjadi kebiru-biruan. Kwik Tay-lok agak bergidik juga hatinya setelah menyaksikan kejadian itu, tak tahan dia lantas bertanya: "Dimanakah kau membunuhnya?" "Di... di luar...." "Di luar mana ?" "Di luar rumah tinggalnya". "Setelah kau membunuhnya, apakah jenazah itu kau pendam ke dalam tanah?" Sambil menggigit bibir, Lim Tay-peng menggelengkan kepalanya berulang kali. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Aaaai...! Rupanya kau cuma tahu membunuh, tak tahu cara mengubur jenazahnya" Lim Tay-peng semakin pucat, wajahnya seperti orang mau menangis, mengenaskan sekali. "Maklumlah", kata Yan Jit sambil menghela napas, "barang siapa belum pernah membunuh orang, tak urung hatinya akan gugup juga dikala ia membunuh orang untuk pertama kalinya, mungkin saja sehabis membunuh tanpa diperiksa lagi korbannya dia sudah lari sipat telinga." "Waah.... kelihatannya kau sudah berpengalaman sekali dalam soal bunuh membunuh". "Jangan lupa, meski aku belum pernah membunuh, paling tidak aku sudah pernah dibunuh." Kwik Tay-lok menghela napas, kembali tanyanya: "Sewaktu kau membunuhnya, apakah disekitar situ tak ada orang lain....?" Koleksi Kang Zusi Lim Tay-peng kembali menggelengkan kepalanya. Kwik Tay-lok lantas berkata: "Kalau tak ada orang lain, lalu siapa yang memasukkan jenazahnya ke dalam peti mati? Siapa pula yang mengirim peti mati itu kemari....?" Tiba-tiba sambil tertawa lanjutnya: "Jika tak ada orang lain yang membantu, toh tak mungkin ia melompat masuk sendiri ke dalam peti mati dan mengirim peti mati tersebut ke tempat ini bukan". Kwik Tay-lok mempunyai semacam penyakit, yakni berada dalam keadaan apapun dia selalu tak tahan untuk bergurau. Padahal ia sendiripun tahu kalau gurauan semacam itu sesungguhnya kurang tepat pada tempatnya. Paras muka Lim Tay-peng kontan saja berubah menjadi pucat kehijau-hijauan, sambil menggigit bibir sahutnya agak tergagap: "Aku.... sebenarnya aku tidak...." Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak dari dalam peti mati itu kedengaran suara benturan keras..." "Pluuuk !" kemudian berkumandang sekali lagi..... "Pluuuk !" "Tak usah takut, selagi masih hidup saja kita tidak takut, setelah mampus apa pula yang harus kita takuti ?" "Kalau memang tidak takut, hayolah kita buka peti mati ini agar dia bisa keluar". Yan Jit segera mengusulkan. Kalau dilihat dari lagaknya, dia seakan-akan sudah bersiap-siap untuk membuka peti mati itu. "Nanti dulu !" tidak tahan Kwik Tay-lok berseru. "Apakah kau juga ketakutan ?" sindir Yan Jit. Paras muka Yan Jit dan Kwik Tay-lok turut berubah hebat. "Jangan-jangan jenazah dalam peti mati ini telah bangkit kembali?" pekik mereka hampir berbareng. Tapi kemudian sambil tertawa paksa, Kwik Tay-lok menepuk-nepuk bahu Lim Tay-peng seraya berkata: "Oooh, tentu saja aku tidak takut, cuma saja.... cuma saja. . . ehm . . . . cuma. ." "Blaam.... Blaaaammm......! Blaaam..... kali ini suara benturan keras yang beruntun berkumandang kembali dari dalam peti, bahkan suaranya kali ini jauh lebih keras dari pada tadi, seakan-akan mayat hidup itu telah bersiap-siap untuk keluar dari dalam peti mati tersebut. Koleksi Kang Zusi Kalau di situ kebetulan ada orang yang bernyali kecil, mungkin nyalinya pada waktu itu sudah pecah, bahkan bisa jadi dia akan melarikan diri terbirit-birit. Mendadak Lim Tay-peng berkata: "Biar aku saja yang membuka peti mati ini, toh yang dia cari adalah aku" "Tidak, kau tak boleh pergi, biar aku saja!" seru Kwik Tay-lok cepat. Sementara mulutnya masih berbicara, tubuhnya sudah melompat ke depan.... Sesungguhnya dia merasa ketakutan setengah mati, mungkin rasa takutnya itu melebihi orang lain, andaikata persoalan itu adalah masalah pribadinya, mungkin saja sedari tadi dia sudah melarikan diri terbirit-birit. Tapi Lim Tay-peng adalah sahabatnya, asal perbuatan itu dilakukan demi teman, kendatipun nyawa bakal lenyap dia juga akan tetap melakukannya tanpa gentar. Yan Jit memandang sekejap ke arahnya, tiba-tiba sinar matanya berubah menjadi lembut dan hangat, katanya mendadak: "Kau tidak kuatir ditangkap setan?" "Siapa bilang aku tidak kuatir?" Ketika ucapan terakhir meluncur keluar dari mulutnya, penutup peti mati itu sudah disingkap olehnya. "Weess......!" semacam makhluk hidup tiba-tiba melompat keluar dari dalam peti mati itu. Bagaimanapun besarnya nyali Kwik Tay1ok, tak urung ia menjerit pula saking kagetnya. Makhluk hidup yang baru saja melompat keluar dari peti mati itupun mulai tarik suara, cuma bukan suara pembicaraan yang muncul, sebaliknya adalah serentetan suara gonggongan yang amat nyaring. Ternyata makhluk hidup itu adalah seekor anjing, seekor anjing hitam, seekor anjing hitam yang masih hidup. Kwik Tay-lok berdiri tertegun di situ, menyeka keringat dan ingin tertawa, tapi suara tertawanya tak mau juga keluar, sampai lama, lama sekali akhirnya dia baru menghembuskan napas panjang dan tertawa getir, katanya: "Gurauan semacam ini sesungguhnya sangat tidak tepat, cuma orang goblok yang akan bergurau seperti ini." "Dia pasti bukan seorang yang goblok, diapun tidak berniat untuk bergurau" "Kalau bukan bergurau lantas apa namanya" Orang ini bukan saja tahu kalau Lim Tay peng telah membunuh Lamkiong Cho, bahkan dia juga tahu kalau Lim Tay-peng tinggal disini" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok segera menghela napas. "Aaaai.... tampaknya persoalan yang dia ketahui tidak sedikit jumlahnya, tapi mengapa dia harus berbuat demikian?" Yan Jit turut menghela napas. "Mungkin dia mempunyai maksud lain, mungkin dia berbuat demikian saking menganggurnya tak ada pekerjaan lain selain makan, pokoknya entah apa tujuannya, yang pasti dia telah melakukannya dan ini berarti dia tak akan menghentikan perbuatannya ditengah jalan" "Kau menganggap dia pasti sudah akan melakukan perbuatan yang lain ?" Yan Jit mengangguk. "Itulah sebabnya kita hanya bisa menahan diri, asal kita bisa menunggu dengan sabarkan diri, dia pasti akan menunjukkan batang hidungnya" Kemudian setelah menepuk bahu Lim Tay peng, terusnya lagi sambil tertawa: "Oleh karena itu, lebih baik kita pergi tidur saja sekarang, kalau membiarkan ranjang yang nyaman itu tetap kosong, yang tak mau tidur baru goblok namanya !" "Tepat sekali !" suara dari Ong Tiong berkumandang dari dalam ruangan jauh di depan sana. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Kwik Tay-lok sudah dibangunkan dari tidurnya oleh suara keleningan yang amat ramai. Setelah ia mendusin, suara keleningan itu masih saja berbunyi tiada hentinya. Suara tersebut seakan-akan berasal dari dalam ruangan tengah di sebelah depan sana. Biasanya hawa kemarahan seseorang yang baru bangun dari tidurnya jauh lebih besar dari pada di masa lain, apalagi jika dibangunkan oleh suara yang ribut. Tak tahan lagi Kwik Tay-lok segera berteriak keras-keras: "Hei, siapa yang lagi membunyikan keleningan itu? Tangannya lagi gatal yaa ?" Ketika ia sedang berteriak tadi, dia pun seakan-akan mendengar Ong Tiong juga sedang berteriak. Keleningan itu masih berbunyi terus tiada hentinya. Kwik Tay-lok segera melompat bangun, dengan bertelanjang kaki dia menyerbu keluar, lalu gumamnya: "Sudah pasti perbuatan dari Yan Jit si bocah muda itu, agaknya setiap saat tangannya selalu akan merasa gatal saja." "Apa? tanganku merasa gatal, tapi gatal karena ingin memukul orang, bukan untuk membunyikan keleningan" seseorang menyahut sambil tertawa lebar. Yan Jit juga turut keluar, bajunya ternyata masih tetap rapi dan bersih. Orang ini seakan-akan tiap hari selalu tidur dengan berpakaian lengkap. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok mengucak matanya sambil tertawa getir, kemudian dengan kening berkerut katanya: "Sudah pasti bukan perbuatan dari Lim Tay-peng bukan? Kecuali kalau ia benar-benar sudah kerasukan roh jahat!" Keleningan itu masih berbunyi tiada hentinya. Sekarang mereka dapat mendengar dengan jelas bahwa suara keleningan tersebut benarbenar berasal dari ruang depan. Kedua orang itu saling berpandangan sekejap, kemudian bersama-sama menyerbu ke dalam. Lim Tay-peng memang berada di situ, tapi bukan dia yang menyembunyikan keleningan tersebut. Dia tak lebih hanya berdiri termangu di sana, yang sedang membunyikan keliningan adalah seekor kucing. Sudah barang tentu, kucing itupun seekor kucing hitam. Sebuah keleningan digantung pada sebuah tiang dengan seutas tali, sedangkan ujung tali yang lain diikatkan pada kaki kucing hitam tersebut. Dengan demikian, dikala kucing hitam itu melompat tiada hentinya, bunyi keliningan pun bergema tiada hentinya pula. Di atas meja ditengah ruangan tertera aneka macam hidangan, semuanya adalah hidangan yang lezat seperti ayam panggang, itik pangggang, bakpao, kueh, bahkan ada pula seguci arak. Rupanya kucing hitam itu membunyikan keleningan untuk membangunkan mereka agar sarapan pagi. Kwik Tay-lok tak tahan untuk mengucak matanya sambil berseru: "Mungkinkah mataku sudah mengidap penyakit?" "Matamu itu baru mengidap penyakit bila melihat perempuan!" Yan Jit menyambung. Kwik Tay-lok segera tertawa getir. "Mungkin saja kucing hitam ini adalah kucing hitam betina, maka mataku jadi penyakit" "Tidak, jelas kucing ini kucing jantan!" "Dari mana kau tahu?" "Sebab tampaknya dia tidak terlalu menyukai dirimu!" "Sekalipun dia itu betina, juga tak akan menyukai aku, yang disukainya pastilah Ong lotoa" "Kenapa?" kali ini giliran Yan Jit yang tidak mengerti, maka tak tahan ia bertanya. "Biasanya kucing betina cuma suka dengan kucing malas !" Koleksi Kang Zusi "Yaa, aku lihat kucing itu pasti kucing betina" tiba-tiba terdengar suara Ong Tiong berkumandang dari belakang. (Bersambung jilid 08) Jilid 08 KWIK TAY - LOK MAUPUN YAN-JIT menjadi melongo dan tidak habis mengerti, hampir pada saat yang bersamaan mereka bertanya bersama: "Kenapa ?" "Sebab dia bisa menanakkan nasi untuk kita !" Tentu saja kucing tak bisa membuat nasi, Kwik Tay-lok merobek sebuah paha ayam dan dijejalkan ke dalam mulutnya, kemudian dikeluarkan lagi, serunya: "Ayam ini masih panas !" "Bak-paunya juga masih panas" Yan Jit menambahkan. "Tampaknya hidangan ini belum lama dihampiri kemari" "Suatu jawaban yang tepat sekali !" "Tapi siapa pula yang mengirim makanan ini? Masakan orang yang membayarkan rekening buat kita sewaktu dirumah makan Kui-goan koan itu?" "Aaah, lagi-lagi jawabanmu benar!" "Mengapa ia begitu melihat pantat kita berempat, Masakah dia benar-benar adalah anak angkatku ?" "Meong. . . meong. . . . " Kwik Tay-lok membelalakkan matanya lebar-lebar, sambil mengawasi wajah Yan Jit serunya: "Hei, sedari kapan kau berubah menjadi seekor kucing? Aku mah tak akan memahami bahasa kucing!" Yan Jit tertawa lebar, sahutnya: "Aku sedang mengajak anak angkatmu ini bercakap-cakap!" Dia mengambil sedikit setiap hidangan yang berada di meja, kemudian diletakkan di baki dan disodorkan ke hadapan sang kucing. Dengan cekatan kucing hitam itu melompat ke depan dan melahap hidangan tersebut. Sambil membelai rambutnya yang halus, Yan Jit berkata: "Kaulah yang mengantar semua hidangan itu untuk kami, maka kupersilahkan kau mencicipinya lebih dulu" Kwik Tay-lok turut tertawa tergelak, katanya: Koleksi Kang Zusi "Kau benar-benar amat berbakti, seakan-akan kau sudah menjadi anak angkatnya kucing itu saja!" Padahal diapun tahu bahwa Yan Jit sengaja berbuat demikian hanya ingin mencoba apakah dalam hidangan itu ada racunnya atau tidak. Yan Jit memang selalu kelewat teliti dalam melakukan pekerjaan apapun, tapi potongannya justru tidak mirip seseorang yang teliti. Biasanya orang yang teliti tak akan jorok tapi dia pada hakekatnya seperti tak pernah dekat dengan air. Ternyata hidangan itu tak ada racunnya, paha ayam di tangan Kwik Tay-lok pun sudah berpindah ke dalam perutnya. "Tampaknya orang itu tidak menaruh maksud jahat apa-apa terhadap kita..." ujar Yan Jit, "cuma ada sedikit penyakitnya saja." "Bukan cuma sedikit penyakitnya, tapi banyak sekali, kalau penyakitnya tidak banyak, mana mungkin dia bisa melakukan perbuatan seperti ini...?" seru Kwik Tay-lok. Setelah melahap sebiji bakpao, tiba-tiba katanya lagi: "Orang ini pasti seorang gadis !" "Darimana kau bisa tahu ?" "Sebab cuma perempuan yang bisa melakukan perbuatan gila-gilaan seperti ini". Sambil menggigit bibir ternyata Yan Jit mengangguk, sahutnya: "Yaa, dia berbuat demikian mungkin saja karena tertarik kepadamu, ingin membaikimu sebab...." "Sebab apa?" tukas Kwik Tay-lok sambil tertawa tergelak, "karena aku mempunyai jiwa kesatria seorang lelaki? Atau karena tampangku terlalu ganteng ?" "Semuanya bukan !" "Lantas karena apa ?". "Karena dia adalah seorang gadis sinting, yang tidak waras otaknya, sebab hanya gadis yang sinting dan tidak waras otaknya baru akan jatuh cinta kepadamu" Kwik Tay-lok ingin menarik muka, tapi tak tahan akhirnya dia ikut tertawa juga, katanya: "Mendingan ada perempuan sinting yang menyukaiku, toh paling tidak ada juga perempuan yang mau denganku!" Sang surya memancarkan sinarnya di luar jendela, berada dalam cuaca secerah ini dia enggan untuk marah kepada siapapun, apalagi marah kepada Yan Jit. Sebab berbicara yang sebenarnya, dia amat menyukai Yan Jit. Koleksi Kang Zusi Lambat laun dia mulai merasa bahwa diantara sekian banyak teman ternyata Yan Jit lah yang paling disukai. Anehnya, Yan Jit justru selalu memusuhinya, bahkan setiap saat berusaha mencari akal antuk menyindirnya. Yang lebih aneh lagi, semakin Yan Jit mengejeknya, semakin suka pula dia kepada Yan Jit. Ong Tiong selalu menjadi pendekar yang baik dalam sindir menyindir itu, bila ia sedang memandang ke arah mereka, sinar matanya selalu mengandung senyuman yang penuh arti... Baru saja tangan Kwik Tay-lok menjejalkan sisa bakpao ke mulut, tangan yang lain telah menyambar cawan arak. Yan Jit segera mendelik ke arahnya. "Setan arak !" makinya, "apakah kau tak dapat menunggu sampai hari gelap nanti baru minum arak ?" Kwik Tay-lok tertawa, ternyata ia meletakkan kembali cawannya ke meja, gumamnya: "Siapa bilang aku hendak minum arak ? Aku tak lebih hanya ingin memakai arak untuk mencuci mulut". Pada saat itulah, tiba-tiba dari luar gedung terdengar seseorang sedang bersenandung: "Gunung berbatu karang nun jauh di sana dibalik awan ada rumah, kereta berhenti menikmati hembusan angin, bulan dua bunga berkembang. . . . sungguh pemandangan yang indah ! Sungguh sebuah rumah yang nyaman!" "Waaah. . . kedatangan seorang pelajar rudin lagi !" seru Kwik Tay-lok cepat sambil tertawa. "Bukan seorang, mereka bertiga ?" Ong Tiong membenarkan. "Dari mana kau bisa tahu ?" Belum lagi Ong Tiong menjawab, benar juga, di luar sana kedengaran seseorang yang lain sedang berbicara: "Kalau kongcu memang senang dengan tempat ini, lebih baik kita beristirahat dulu, kakiku sudah pada linu" Seorang yang lain cepat menambahkan: "Entah siapakah tuan rumah gedung ini? Bersedia tidak membiarkan kita masuk ?" Suara kedua orang yang terakhir ini jelas adalah suara kanak-kanak, tapi kanak-kanakpun manusia, jadi yang datang benar-benar adalah tiga orang. Kwik Tay-lok menghela napas panjang, pujinya kemudian: "Telingamu sungguh amat tajam, sekalipun kau tak lebih cuma seekor kucing malas, ternyata telingamu masih jauh lebih tajam dari manusia biasa." Koleksi Kang Zusi "Ngeong. . . !". tiba-tiba kucing hitam itu melompat keluar. Ketajaman pendengaran sang kucing ternyata memang tajam sampai Ong Tiong sendiripun tak tahan turut tertawa. Terdengar kongcu itu berkata: "Pintu gerbang ditutup tanpa di kunci, budak cerdas pun sudah keluar menyambut tamu kelihatannya tuan rumah di sini selain suka menerima tamu lagi pula sangat tahu akan seni. . . ." Kwik Tay-lok tak tahan untuk tertawa tergelak, serunya dengan cepat: "Seninya meski tidak, suka menerima tamu memang benar ?" Dialah yang pertama-tama munculkan diri untuk menyambut kedatangan tamunya. Sang surya bagaikan bakpao yang baru keluar dari kukusan mendatang pesanan hangat dan nyaman didalam hati setiap orang. Berada dalam udara secerah ini, siapa saja pasti akan berubah menjadi lembut dan hangat bersahabat. Kwik Tay-lok dengan wajah membawa senyum persahabatan menengok ke wajah tiga orang yang berdiri di luar pintu itu. Dua orang bocah laki-laki, seorang membopong kotak buku, yang lain membawa pikulan berdiri di belakang majikan mereka, dua lembar wajah kecil mereka merah dadu seperti buah apel yang sedang matang. Majikan mereka adalah seorang sastrawan yang lemah lembut, usianya tidak begitu besar, wajahnya sangat tampan, bahkan halus berbudi dan sangat sopan. Tiga orang manusia semacam ini, siapapun tak akan merasa muak untuk memandangnya. Kwik Tay-lok segera tertawa, sapanya: "Apakah kalian datang untuk berpesiar? Cuaca secerah ini memang merupakan saat yang tepat untuk berpesiar" Sastrawan itu segera menjura dalam-dalam, katanya: "Bila kedatangan aku yang muda telah mengganggu ketenangan tuan rumah, harap sudilah memaafkan !" "Aku bukan tuan rumah, aku juga tamu, tapi aku tahu kalau tuan rumah ditempat ini sangat gemar menerima tamu" "Entah tuan rumahnya berada dimana ?" tanya sastrawan itu sambil tertawa. "Dapatkah aku yang muda menjumpainya?" "Sekalipun tuan rumah di sini gemar menerima tamu, tapi sayang mengidap semacam penyakit." Koleksi Kang Zusi "Oooh. . . penyakit apakah yang dideritanya ? Aku yang muda sedikit tahu soal ilmu pertabiban, biar kuperiksakan keadaannya." Kwik Tay-lok tertawa. "Penyakit yang dideritanya itu mungkin tak akan bisa kau sembuhkan, sebab penyakit itu adalah penyakit malas, Bila kau ingin bertemu dengannya, terpaksa harus masuk dan menjumpainya sendiri." "Kalau begitu akan kuturuti saja perkataanmu itu !" Caranya berjalan amat halus dan sopan, malahan tampak seperci amat lembut, tapi peti buku dan pikulan yang dibawa kedua orang bocah tersebut justru tampak tidak terlalu enteng. Bocah yang memikul pikulan itu berjalan dipaling belakang, sambil berjalan pikulannya berbunyi ting-tang ting-tang tiada hentinya. Kwik Tay-lok segera meraba kepalanya, kemudian menegur: "Apa sih isi dari pikulanmu itu ? Berat tidak ?" "Tidak terlalu berat !" sahut bocah itu dengan mata berkedip, "cuma beberapa botol arak saja, arak Mao-tay tentunya. Kongcu kami gemar minum arak sambil membuat syair, aku tidak bisa membuat syair, aku hanya bisa minum arak." "Kau juga pandai minum arak ?" tanya Kwik Tay-lok sambil tertawa, "berapa sih usiamu ?" "Empat belas, tahun depan lima belas. Aku bernama Tiau-si (pemancing syair) sedang dia bernama Sau Su ( penyapu kekolotan ), sedangkan kongcu kami she Ho, kami datang dari Taymia- hu. Oleh karena majikan kami sangat gemar berpesiar maka sepanjang tahun kami jarang tinggal di rumah. . ." Setiap pertanyaan yang diajukan Kwik Tay-lok, paling tidak bocah ini menjawab tujuh delapan patah kata. Kwik Tay-lok yang semakin memperhatikan bocah itu merasa semakin tertarik, akhirnya sengaja ia menggoda bocah itu sambil bertanya lagi: "Mengapa kau bernama Tiau-Si (memancing syair) bukan bernama Tiau Hi (memancing ikan) ? Memangnya syair bukan ikan, mana mungkin bisa dipancing ?" Tiau Si segera mencibirkan bibirnya seperti tidak pandang sebelah mata terhadap pemuda itu, sahutnya: "Ini cuma satu pepatah saja, mengertikah kau? Oleh karena nama lain dari arak adalah Tiausi- kou, sedangkan aku selalu membawakan arak buat kongcu, maka akupun dinama-kan Tiau Si, oleh karena bersekolah bisa menghilangkan hawa kekolotan orang, maka dia pun dinamakan Sau Su (penyapu kekolotan)!" Diawasinya Kwik Tay-lok dari atas sampai bawah, kemudian ujarnya lebih jauh: "Aku lihat agaknya kau belum pernah bersekolah ?" Koleksi Kang Zusi Haaahhh . . . haaahhh. . . haaahh. . . bocah bagus, rupanya di bawah panglima yang kosen tiada prajurit yang lemah, bukan cuma pandai minum arak, rupanya kau juga berpengetahuan luas !" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa terbahak-bahak. Setelah tergelak kembali, katanya lebih jauh. "Sekalipun buku yang kubaca tidak banyak, arak yang kuminum justru banyak sekali, inginkah kau minum beberapa cawan arak denganku ?" "Bila takaran arakmu benar-benar baik, mengapa tidak berani menantang kongcu kami untuk minum arak ?" Sekarang Kwik Tay-lok baru menemukan bahwa Ho kongcu tersebut sudah berada dalam ruangan dan mulai bercakap-cakap dengan Ong Tiong, dilihat dari luar jendela, ia bisa merasakan bahwa Ong Tiong maupun Lim Tay-peng menaruh kesan yang baik kepadanya. Sedangkan Yan Jit tampak sedikit acuh tak acuh, bahkan seringkali melemparkan pandangannya keluar jendela. Begitu Kwik Tay-lok menengok ke arahnya, dia lantas bangkit berdiri dan diam-diam memberi kode tangan kepada pemuda tersebut setelah itu diapun berjalan menuju ke tempat luar. Ketika ia keluar dari ruangan, Kwik Tay-lok segera menyongsongnya seraya menegur: "Kau ada-urusan apa mencariku ?" Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya sambil menegur: "Mengapa kau selalu seperti tak pernah menjadi dewasa? Apalah enaknya bergurau dengan anak-anak seperti itu ?" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Kau mana tahu, mulut bocah itu justru lebih pandai berbicara daripada orang dewasa, kadangkala bila aku sedang bergurau dengan anak-anak, aku akan merasakan diriku seakan-akan menjadi lebih muda lagi." Yan Jit tidak berbicara, dia menyelusuri serambi panjang dan pelan-pelan berjalan menuju ke halaman belakang. Terpaksa Kwik Tay-lok mengikuti di belakangnya, tapi lama-kelamaan habis sudah kesabarannya, dia lantas bertanya: "Ada sesuatu yang ingin kau di bicarakan denganku ?" Yan Jit tidak langsung menjawab, kembali ia berjalan beberapa saat, setelah itu sambil tibatiba berpaling tanyanya: "Bagaimana pendapatmu tentang Ho kongcu itu ?" "Kelihatannya mah seperti orang yang tahu seni, katakanlah seorang seniman, malah konon diapun pandai minum arak!" Yan Jit termenung sebentar, kemudian katanya lagi: Koleksi Kang Zusi "Menurut pendapatmu, mungkinkah dia adalah...." "Orang yang membayarkan rekening kita sewaktu dirumah makan Kui-goan-koan?" sambung Kwik Tay-lok cepat dengan mata mencorong sinar tajam. Yan Jit mengangguk. "Menurut kau, mungkinkah hal ini bisa terjadi ?" "Ehmm, sesungguhnya aku tak berpikir sampai ke situ, tapi sekarang kalau dipikirkan lagi, makin ku pikir rasanya kemungkinan itu makin besar" "Di sekitar tempat ini toh tidak terdapat banyak pemandangan alam yang indah, mengapa seorang pelancong bisa ke sasar sampai di sini? Bahkan cepat tak mau datang, lambat tak mau datang, kebetulan pagi ini baru datang." "Yaa, sekalipun peristiwa yang kebetulan sering kali terjadi dalam dunia ini, tapi kejadian tersebut memang kelewat kebetulan." "Dulu, pernahkah kau bertemu dengannya?" "Belum pernah !" "Coba pikir sekali lagi." "Tak usah dipikir lagi, seandainya aku pernah bertemu dengan orang semacam ini, sudah pasti wajahnya akan teringat selalu dalam benakku..." "Dilihat dari sikap Ong lotoa maupun Lim Tay-peng, rupanya merekapun tidak kenal dengannya", kata Yan Jit lebih jauh sambil menggigit bibir menahan emosi. "Siapa namanya ?" "Dia mengakui dirinya bernama Ho Sia-hong, tapi kemungkinan besar nama itu palsu" "Mengapa dia harus menggunakan nama palsu ? Apakah kau beranggapan bahwa dia menaruh maksud jahat terhadap kita ?" "Hingga detik ini, aku belum menjumpai maksud jahat apa-apa pada dirinya." "Bukan saja tiada maksud jahat, hakekatnya boleh dibilang terlalu baik terhadap kita, baiknya sampai kelewat batas bukan?" terus Kwik Tay-lok. "Justru dia kelewat baik kepada kita, maka aku menjadi curiga.... bila seseorang kelewat baik kepada orang lain, kebanyakan dia pasti punya tujuan". Tiba-tiba Kwik Tay-lok mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. "Hei, apa yang kau tertawakan?" tegur Yan Jit. "Aku lagi berpikir, untuk menjadi "orang baik" rasanya sulit amat, jika kau kelewat baik kepada orang lain, orang akan curiga kalau kau punya tujuan, sebaliknya kalau kau kelewat jahat kepada orang, orangpun akan mengatakan kau bajingan tengik." Koleksi Kang Zusi Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya, lalu mengomel: "Sudah kuduga, kau pasti akan membantunya berbicara ?" "Kenapa?" "Sebab dia juga pandai minum arak, setan arak selalu akan menganggap orang yang bisa minum arak sebagai teman, masa kau anggap dia orang jahat ?" Kwik Tay-lok segera tertawa: "Ucapanmu itu ada benarnya juga, orang yang senang minum arak biasanya dia akan periang, tentunya kau tak pernah menyaksikan seorang yang sedang mabuk mengincar harta dan nyawa orang lain bukan ?" "Tapi dia belum mabuk !" "Sebentar pasti mabuk.... sekarang juga aku punya rencana untuk masuk ke dalam dan melolohnya sampai mabuk!" Setelah tertawa terusnya: "Asal sudah mabuk, masa dia tak akan berbicara terus terang ?" Tiba-tiba Yan Jit ikut tertawa: "Hei, apa yang kau tertawakan ?" Kwik Tay-lok segera menegur. "Aku sedang berpikir, kau ini paling tidak masih mempunyai kelebihan bila dibandingkan orang lain" "Oooh, kelebihanku paling tidak masih ada tiga ratus macam lebih, entah kelebihan manakah yang kau maksudkan ?" "Setiap waktu setiap saat kau dapat memanfaatkan kesempatan." "Kesempatan apa ?" "Kesempatan minum arak !" Kwik Tay-lok telah salah menduga satu hal.... dikala manusia sedang sadar dia terdiri dari beraneka ragam, maka sewaktu sedang mabukpun keadaannya tak jauh berbeda, tidak seperti apa yang dia katakan tadi, asal sudah mabuk maka semua rahasia hatinya diutarakan semua. Ada sementara orang suka mengibul setelah minum arak, suka mengucapkan beraneka macam perkataan yang ngaco belo, bahkan dia sendiripun tidak tahu apa yang sedang dikatakan, tapi begitu sudah sadar maka semua perkataan yang pernah diucapkan itupun terlupakan sama sekali. Tapi ada pula orang yang tak mampu berkata apa-apa setelah mabuk. Manusia semacam ini bila dia sudah mabuk maka kemungkinan sekali dia akan mengucurkan air mata, mungkin akan tertawa terbahak-babak, mungkin juga akan mendengkur tidur. Tapi dia tak akan mengucapkan sepatah katapun. Koleksi Kang Zusi Dikala mereka sedang menangis, maka makin menangis mereka akan semakin sedih, bahkan sampai akhirnya seakan-akan di dunia ini tinggal dia seorang manusia yang pantas dikasihani. Sekalipun kau berlutut di hadapannya sambil memohon agar jangan menangis, bahkan sekalipun kau bayar kontan dua ratus laksa tahil perak asal mereka mau berhenti menangis, jangan toh berhenti malah kemungkinan besar mereka akan menangis semakin sedih. Menanti ia sudah sadar, dan kau bertanya kepadanya mengapa menangis, ia sendiripun pasti akan keheranan. Bila mereka tertawa tergelak, maka tertawa itu seakan-akan orang yang mendapat lotre untung delapan puluh juta. Sekalipun rumahnya kebakaran, mereka tetap akan tertawa. Sekalipun kau tempeleng mukanya beratus-ratus kali, mungkin tertawanya akan semakin keras. Jika mereka sudah tertidur, ini lebih parah lagi, sekalipun segenap manusia di dunia ini menendangnya, dia akan tetap mendengkur, bahkan sekalipun kau buang badannya ke laut, mereka masih akan tetap tidur mendengkur. Kebetulan sekali Ho Sia-hong adalah manusia macam ini. Pada mulanya dia seperti masih bisa minum, bahkan minumnya cepat sekali, seteguk belum habis seteguk lain sudah menyusul, tapi secara tiba-tiba, dalam sekejap mata saja ia sudah tertidur. Begitu ia mulai tidur, Kwik Tay-lok tertawa tergelak. "Kau juga mabuk?" dengan gemas tegur Yan Jit. "Aku mabuk? Coba kau lihat, aku seperti orang yang lagi mabuk tidak . . ." "Bukan seperti lagi, delapan puluh persen sudah pasti benar !" "Kau keliru, kesadaranku sekarang pada hakekatnya sesadar Khong Hucu !" "Tapi kau tertawa macam anjing kampung" "Aku cuma lagi mentertawakannya, belum lagi dimulai, dia sudah kena diloloh sampan mabuk." "Kau masih ingat apa sebabnya kau melolohi dirinya dengan arak" "Tentu saja masih ingat, sebenarnya aku ingin suruh dia berbicara terus terang." "Sudah ia katakan?" "Sudah !" "Sudah? Apa yang dia katakan ?" "Dia bilang, bila ia menaruh maksud jahat kepada kita, maka ia tak akan mabuk, apalagi mabuk seperti seekor babi mampus !" Koleksi Kang Zusi Yan Jit mengamatinya dari atas sampai ke bawah, lalu sambil menggelengkan kepalanya dia berkata: "Ada kalanya aku benar-benar tidak habis mengerti, sesungguhnya kau ini sudah mabuk atau masih sadar" Kwik Tay-iok terkekeh-kekeh, dia lantas berpaling dan memandang ke arah Ong Tiong. "Hei, mau apa kau memandang ke arahku ?" tegur Ong Tiong. "Aku sedang menunggumu berbicara." jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa, "sekarang sudah tiba pada giliranmu untuk berbicara !" "Kau suruh aku mengatakan apa ?" "Mengatakan sewaktu aku sadar juga mabuk, sewaktu mabuk justru makin sadar." Ong Tiong tidak tahan untuk tertawa pula jawaban tersebut memang amat cocok dengan seleranya. "Benarkah jawabanku ini ?" tanya Kwik Tay-lok lagi. "Tepat sekali !" Di dalam deretan kamar yang berada di halaman belakang, berjajar-pula dua buah pembaringan. Kedua buah pembaringan itu seakan-akan memang khusus disediakan bagi orang yang sedang mabuk. Ho Sia-hong bagaikan sesosok mayat digotong masuk ke dalam kamar itu dan dibaringkan di atas ranjang. Kwik Tay-lok segera tertawa, katanya: "Kedatangannya hari ini boleh dibilang tepat sekali waktunya, coba kalau datang pada dua hari berselang, terpaksa ia akan dipersilahkan untuk tidur di lantai." "Aku hanya berharap bahwa tidurnya sekarang dapat tidur sampai besok pagi !" kata Ong Tiong. "Kenapa ?" "Dari pada kita harus pergi menggadaikan barang lagi". "Mengapa harus menggadaikan barang ?" "Untuk mentraktir tamu kita makan malam!" Kwik Tay-lok segera tertawa lebar. "Mungkin kita tak usah menggadaikan barang lain, apa salahnya kalau menunggu sampai sang kucing menyembunyikan keleningan lagi ?" "Jadi kau beranggapan makan malam kita pun masih akan dihantar orang lain ?" seru Yan Jit. Koleksi Kang Zusi "Ehmm . . . . . benar!" Tak tahan Yan Jit segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . tampaknya kau sudah amat menggantungkan antaran makanan darinya?" "Haaahnh . . . . haaahhh. . . haaahhh. . . ucapanmu benar sekali, aku memang sudah bersiapsiap untuk menggantungkan diri kepadanya sepanjang masa, aku ingin menyuruh dia mempensiun diriku sampai tua" Perkataan itu sengaja diucapkan dengan suara suara yang amat tinggi, seakan-akan sengaja akan diperdengarkan kepada orang itu. Benarkah orang itu selalu bersembunyi di balik kegelapan sambil mengawasi gerak geriknya. Mungkinkah orang itu adalah Ho Sia hong? Apakah ia benar-benar sudah mabuk? Orang yang mabuk terlalu cepat, seringkali sadar dalam waktu yang amat cepat pula. Belum sampai senja menjelang tiba, tiba-tiba kedua orang bocah itu sudah lari keluar dari halaman belakang menuju ke ruang tengah, kemudian dengan sikap yang sangat hormat mereka berdiri di hadapan Ong Tiong sekalian, kemudian dengan sikap yang sangat hormat pula menyerahkan sepucuk undangan kepada mereka. Terdengar Tiau Si berkata: "Kongcu kami bilang, pagi tadi ia telah mengganggu ketenangan kalian semua, maka malam nanti sudah sepantasnya kalau ia membalas undangan tersebut, karenanya diharapkan kalian semua bersedia untuk meluangkan waktu dan memenuhi harapannya itu. Tentunya kalian bersedia bukan ?" Kwik Tay-lok tidak menjawab, dia berpaling dan memandang sekejap ke arah Ong Tiong kemudian mengerdipkan matanya berulang kali untuk memberi tanda. Ong Tiong segera bergumam: "Waaah... tampaknya kita tak usah menunggu sampai ada kucing yang membunyikan keleningan lagi" Tiau Si tidak mendengar apa yang sedang dikatakan itu, sekalipun mendengar diapun belum tentu mengerti. Tak tahan bocah itu lantas berseru: "Ong toaya, sebenarnya apa yang sedang kau katakan? Bolehkah aku mengetahuinya?" Tidak sampai Ong Tiong membuka suara, Kwik Tay lok telah menyerobot seraya berkata: "Dia bilang, kami pasti akan memberi muka kepadanya, malam nanti pasti akan hadir kesana !" Yan Jit menghela napas dan gelengkan kepalanya berulang kali. Koleksi Kang Zusi "Aaaai.... kulit muka orang ini tampaknya betul-betul amat tebal!" gumamnya. Mendadak Tiau Si bertanya lagi: "Apa yang sedang dikatakan toaya ini ?" "Dia bilang kita segera akan ke sana ?" sahut Kwik Tay-lok lagi cepat-cepat. Tiau Si lantas tertawa, katanya : "Kalau memang begitu, kami harus segera pulang untuk membuat persiapan !" "Yaa, benar ! Lebih cepat memang lebih baik" Dengan sikap yang sangat hormat Tiau Si memberi hormat, kemudian secara tiba-tiba mengerdipkan matanya ke arah Sau Su seraya berbisik: "Bawa kemari !" Kontan saja Sau Su melototkan matanya lebar-lebar, seraya mendengus serunya: "Mengapa harus terburu napsu ! Anggap saja kau yang menang !" Kwik Tay-lok yang mendengar pembicaraan tersebut menjadi tidak tahan, ia lantas bertanya: "Hei, apa yang sedang kau bicarakan ?" "la tidak mengatakan apa-apa !" jawab Tiau Si dengan cepat. Kemudian ia menarik tangan Sau Su dan siap diajak lari, tapi Sau Su lebih jujur bahkan juga amat terburu napsu, dengan wajah memerah jawabnya: "Aku sedang bertaruh dengannya, siapa kalah dia harus membayar sekeping uang tembaga." "Taruhan apa ?" "Aku kuatir kalian tak mau memberi muka untuk menghadiri undangan tersebut, tapi dia bilang...." Dia mengerling sekejap ke arah Kwik Tay-lok, tiba-tiba sambil menggelengkan kepalanya dia berkata: "Apa yang dia ucapkan tak berani kusampaikan" "Tak usah kuatir, tak akan ada orang yang menyalahkan dirimu" "Andaikata ada orang yang menegurku ?" tanya Sau Su sambil memutar biji matanya. "Jangan kuatir, aku akan melindungi dirimu !" Sekarang Sau Su baru tertawa, katanya kemudian: "Dia bilang, sekalipun orang lain merasa rikuh untuk menghadiri undangan tersebut, toaya pasti tetap menghadirinya, sebab diantara sekian banyak orang, boleh dibilang kulit muka toaya paling tebal" Koleksi Kang Zusi Begitu selesai berkata, dia lantas menarik tangan Tiau Si dan diajak kabur dari situ. Lewat lama sekali, masih kedengaran suara tertawa mereka yang berderai-derai. Kwik Tay-lok merasa yaa mangkel yaa geli, akhirnya dia cuma bisa bergumam: "Ternyata setan cilik ini tidak jujur, rupanya dia pandai juga berputar kayun dulu sebelum memaki orang." Yan Jit tak bisa menahan rasa gelinya lagi, dia tertawa terpingkal-pingkal, serunya: "Tepat sekali perkataannya itu, mukamu memang kelewat tebal! Jadi kata-katanya itu tak bisa dianggap sebagai makian, melainkan hanya sebagai kata-kata yang sejujurnya." "Sesungguhnya dia tak bisa disebut bermuka tebal." kata Ong Tiong pula, "biasanya kalau orang lagi miskin, dia memang susah menahan godaan, apalagi hidangan yang lezat.." "Yaa, daripada mampus kelaparan lebih baik tebalkan muka tapi kenyang...." Yan Jit menambahkan pula. Kwik Tay-lok tidak menjadi marah, dia cuma ngomel: "Baik, aku memang miskin, kelaparan, bermuka tebal, sedangkan kalian semua adalah seorang Kuncu!" Tiba-tiba sambil tertawa dingin terusnya: "Coba aku tidak bermuka tebal, kalian si kuncu-kuncu gadungan juga bakal kapiran sendiri, paling tidak juga malam nanti musti berkunjung ke pegadaian" "Bagaimanapun juga, orang toh tamu kita" kata Yan Jit, "masa kau tidak rikuh untuk mendahar makanan orang?" "Bagaimanapun juga dia adalah manusia, makan kepunyaannya paling tidak jauh lebih baik dari pada makan-makanan yang dikirim kucing, kalau seorang yang sudah makan makanan kiriman kucingpun masih merasa gembira, lantas dimana kau pasang gaya ?" "Siapa sih yang akan pasang gaya?" kata Ong Tiong, "aku cuma berharap kalau bisa sayur dan arak itu dikirim saja kemari" Sayurnya tidak terlalu banyak, tapi araknya tak sedikit jumlahnya. Sekalipun sayurnya tidak banyak, tapi semuanya adalah hidangan yang paling lezat dan mewah. "Walaupun sayur ini sudah dibuat sejak semalam" kata Ho Sia-hong, "tapi siaute yang sepanjang tahun sering berada di luar, caraku menyimpan makananpun amat sempurna sekali, tanggung bau serta warnanya sama sekali tidak berubah. Cuma sayang sayur itu tak seberapa, harap kalian sudi memaafkan" Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa, katanya: Koleksi Kang Zusi "Kemarin malam kau telah menyiapkan sayur sebanyak ini, apakah sudah kau duga kalau malam ini bakal menjamu tamu ?" Tiau Si yang sedang memenuhi cawan dengan arak segera berseru: "Kongcu kami paling suka berteman, sepanjang jalan entah siapa saja yang dijumpai, selalu mengajaknya untuk minum barang dua cawan, karena itu kemanapun dia pergi, sayur dan arak selalu tersedia lengkap." Kwik Tay-lok segera mengerdipkan matanya lalu tertawa lirih, serunya cepat: "Kalau begitu, orang yang bermuka tebal bukan cuma aku seorang." "Kwik-heng, apa yang kau katakan ?" seru Ho Sia-hong keheranan. "Aku sedang berkata dia...." Mendadak Tiau Si mendehem-dehem. Kwik Tay-lok segera tertawa, sambungnya: "Aku merasa caranya menuang arak terlalu lambat, aku sudah merasa agak tak sabaran lagi". Kemudian dia mengangkat cawan araknya, diendus sebentar, kemudian sambil tertawa tergelak katanya: "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh.... arak bagus, arak bagus, aku akan menghormati dahulu tuan rumah dengan secawan arak" Baru saja dia ingin meneguk habis isi cawan itu, mendadak Ho Sia-hong menarik tangannya sambil berkata dengan senyuman dikulum: "Saudara Kwik, harap tunggu sebentar, sepantasnya kalau aku yang menghormati kalian berempat lebih dulu, menghormati kalian bersama..." Tiba-tiba muncul seekor anjing hitam dan seekor kucing hitam dari luar ruangan, sambil menerjang datang kedua binatang itu melompat naik ke atas meja, beberapa cawan arak yang baru saja dipenuhi di atas meja itu segera terbalik dan isinya berceceran di tanah. Paras muka Ho Sia-hong kontan saja berubah hebat, tiba-tiba ia turun tangan. Sepasang tangannya itu kelihatan putih lagi bersih, seakan-akan selama hidup tak pernah menyentuh barang kotor, bahkan botol arak yang robohpun enggan untuk menyentuhnya. Sedang kucing dan anjing itu sangat kotor seperti baru saja bergulingan di atas lumpur. Tapi begitu turun tangan, ia lantas cengkeram tengkuk binatang itu dengan sebuah tangan seekor, kemudian bersiap-siap untuk melemparkannya keluar. Tapi baru saja binatang itu di lempar ke luar tiba-tiba muncul kembali dua buah tangan yang segera menyambutnya. Kwik Tay-lok telah menyambut kucing hitam itu, sedang Yan Jit menyambut si anjing hitam. Sambil membelai tengkuk si kucing dengan lembut. Kwik Tay-lok berkata: Koleksi Kang Zusi "Mau apa kau datang kemari? Apakah kau hendak berebut dengan Ho-kongcu untuk menjadi tuan rumah ?" Yan Jit juga lagi membelai kepala anjing hitam itu sambil bergumam: Mau apa kau kemari ? Apakah hendak menyainginya untuk berebut minum arak ?" Ho Sia-hong yang menyaksikan kejadian itu segera mengerutkan dahinya rapat-rapat kemudian sambil tertawa paksa katanya: "Binatang tersebut mana kotor, baunya tak tahan, mengapa kalian berdua membopongnya dibadan ?" "Aku suka kucing, apalagi kucing yang gemar mentraktir orang !" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Aku suka anjing, apalagi anjing yang suka minum arak!" sambung Yan Jit pula sambil tertawa. Ketika arak itu tertumpah di atas meja tadi, anjing tersebut memang telah menjulurkan lidahnya sambil menjilat. Tibab-tiba Ong Tiong bergumam: "Cuma sayang anjing ini bukan anjing buldok." Lim Tay-peng yang sedang mengambil ayam goreng, segera meletakannya kembali ke piring sambil bergumam pula: "Sayang ayam ini bukan bebek panggang!" Paras muka Ho Sia-hong masih tetap tenang, sama sekali tidak menunjukan perubahan apaapa, malahan sambil tersenyum katanya: "Apa yang sedang kalian berempat katakan? Siaute sama sekali tidak mengerti !" "Ooh.... mungkin kami sedang mengigau!" sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa lebar. Anjing yang berada dalam bopongan Yan Jit itu mendadak menjerit kesakitan, kemudian melompat bangun dari bopongannya dan... "Blam!" terbanting ke atas meja, bagaikan tengkuknya di papah orang secara tiba-tiba, tahutahu saja anjing tersebut sudah tak mampu menjerit lagi. Seekor anjing yang sebenarnya lincah, sehat dan segar, dalam sekejap mata telah berubah menjadi seekor anjing mampus. Yan Jit mengawasi sekejap anjing mampus itu, kemudian sambil mendongakkan kepalanya memandang ke arah Kwik Tay-lok, katanya: "Coba kau lihat sekarang, inilah contoh yang paling bagus bagi orang yang ingin buru-buru minum arak" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok memandang sekejap bangkai anjing itu, kemudian mendongakkan kepalanya memandang ke arah Ho Sian-hong sambil berkata: "Kami bukan orang Kwan-tong, mengapa kau mengundang kami makan daging anjing?" Ong Tiong juga memandang sekejap wajah Ho Sian-hong, paras mukanya masih belum menampakkan perubahan apa-apa, cuma katanya dengan suara hambar: "Konon daging anjing hitam paling lezat!" Lim Tay-peng segera tertawa dingin: "Mungkin anjing itu bukan anjing hitam, melainkan anjing yang memakai baju hitam" Ternyata Ho Sian-hong masih tetap tenang tanpa menunjukkan perubahan apa-apa, pelanpelan dia bangkit berdiri, lalu sambil menerpa bajunya yang basah oleh arak, katanya: "Harap kalian duduk dulu, aku akan pergi bertukar pakaian, sebentar saja aku akan balik kembali" Kwik Tay-lok segera memandang ke arah Ong Tiong seraya bertanya: "Dia bilang akan pergi sebentar kemudian balik lagi ?" "Ya aku dengar !" "Kau percaya ?" "Percaya !" "Kenapa ?" "Sebab dia tidak bermaksud pergi ke tempat lain, melainkan cuma akan bertukar pakaian dibalik tirai sana" Dengan tenang Ho Sia-hong memandang sekejap beberapa orang itu, ia tidak banyak berbicara lagi, sampai lama kemudian pelan-pelan dia baru membalikkan badan, mengambil peti di atas meja dan berjalan lancar menuju ke belakang tirai. Tirai tersebut terbuat dari kain halus yang mahal harganya, tergantung ditengah ruangan memisahkan tempat itu menjadi dua bagian. Kalau orang lain melotot ke balik tirai, maka Kwik Tay-lok sedang memperhatikan Tiau Si. Waktu itu, paras muka Tiau Si telah merubah menjadi pucat pias seperti mayat. Mendadak Kwik Tay-lok mengerdipkan matanya, kemudian sambil tertawa katanya: "Mengapa kalian tidak tukar pakaian?" "Aku.... aku tidak membawa pakaian" jawab Tiau Si tergagap. "Kalau di sini tak ada pakaian untuk menukar, mengapa tidak tukar pakaian dirumah saja ?" Koleksi Kang Zusi Tiau Si segera menunjukkan wajah berseri, dengan cepat ia menarik tangan Sau Su dan melarikan diri meninggalkan tempat itu. Yan Jit yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa, katanya: "Meski orang ini agak tebal mukanya, ternyata tidak hitam hatinya!" Ketika memandang wajah Kwik Tay-lok, sinar matanya menunjukkan kelembutan dan kehangatan, tapi menanti ia memalingkan wajahnya, sorot mata itu sudah berubah menjadi dingin bagaikan es, sementara paras mukanya juga berubah sedingin es. Ho Sia-hong telah berjalan keluar dari balik tirai. Benar juga, ia telah tukar pakaian, satu stel pakaian berwarna hitam gelap. Pakaian berwana hitam, sepatu berwarna hitam, wajah berkerudung kain hitam, bahkan sebilah pedang yang tersoren dipunggungnya juga berwarna hitam pekat. Itulah sebilah pedang yang empat jengkal tujuh inci panjang. Paras muka Lim Tay peng segera berubah hebat, serunya: "Oooh.... rupanya kau, kau belum mati" "Yaa aku belum mati, karena kau belum mengerti bagaimana caranya membunuh, dan lagi kaupun belum pandai membunuh orang". Paras muka Lim Tay-peng segera berubah menjadi merah kehijau-hijauan, yaa jengah yaa marah yaa mendongkol. Ia memang belum pandai membunuh orang, setelah membunuh hatinya menjadi gugup dan kacau, ia tidak memeriksa lagi apakah korbannya benar-benar sudah mati atau tidak. "Jika kau pandai membunuh orang, sekalipun sudah tahu kalau aku telah mati, sepantasnya kalau kau menambahi beberapa bacokan lagi di atas tubuhku !" kata si orang berbaju hitam itu. "Sekarang aku sudah mengerti!" seru Lim Tay-peng sambil menggigit bibir menahan diri. "Mengerti saja percuma, sebab orang yang tak pandai membunuh orang, selamanya tak akan pandai. Membunuh orangpun membutuhkan orang yang berbakat". "Kalau begitu, apakah saudara mempunyai bakat untuk membunuh orang?" tiba-tiba Yan Jit bertanya. "Yaa, lumayan lah !" Yan Jit segera tertawa, katanya lagi hambar: "Seandainya kau benar-benar berbakat baik dalam soal bunuh membunuh, sekarang kami semua sudah mampus di sini" Orang berbaju hitam itu termenung beberapa saat lamanya, lalu katanya kemudian: Koleksi Kang Zusi "Kalian masih bisa hidup lantaran ditolong anjing itu, seharusnya kalian berterima kasih kepada anjing tersebut!" Yan Jit segera memandang ke arah Kwik Tay-lok, kemudian seluruhnya: "Aaaah! Aku berhasil menemukan sesuatu." "Apa yang kau temukan?" "Paling tidak dia mempunyai bakat untuk membunuh anjing, karena paling tidak ia telah membunuh seekor anjing" "Aku juga menemukan sesuatu" kata Kwik Tay-lok kemudian sambil mengerdipkan matanya. "Apa yang kau temukan ?" "Dia bukan Lamkiong Cho!" "Kenapa?" "Sebab dia tidak jelek (cho) !" "Orang yang bernama Lamkiong Cho, belum tentu orangnya musti bertampang jelek" tiba-tiba Ong Tiong berseru. "Benar !" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa, "Seperti orang yang bernama Ong Tiong, belum tentu dia suka tiong (bergerak)" "Tepat sekali jawabanmu itu !" "Tapi di atas wajahnya juga tidak ditemukan codet bekas bacokan golok." Banyak orang persilatan tahu, sekalipun Lamkiong Cho berhasil meloloskan diri dari ujung pedang Sip-ci-kiam, namun wajahnya telah terbacok pula sehingga muncul sebuah goresan golok berbentuk salib, itulah sebabnya dia enggan bertemu orang dengan wajah aslinya. "Siapa yang pernah menyaksikan bekas bacokan di wajah Lamkiong Cho ?" tanya Ong Tiong kemudian.. "Paling tidak aku belum pernah melihat !" "Kalau belum pernah ada orang yang pernah menjumpai wajah aslinya, siapa pula yang pernah melihat mukanya!" "Benar!" sera Kwik Tay-lok sambil tertawa, "siapa tahu kalau bekas bacokan itu tidak di wajah tapi di atas bokongnya!" Selamanya ini, manusia berbaju hitam itu hanya memandang mereka dengan pandangan dingin, pada saat itulah mendadak dia berkata: "Kalian hanya benar mengatakan suatu !" "Hal yang mana?" "Aku tidak membunuh orang, hanya membunuh anjing" Koleksi Kang Zusi "Haaahhhh.... haaahhh.... rupanya kau telah mengakui dengan berterus terang" seru Kwik Taylok sambil tertawa. Manusia berbaju hitam itu mendengus dingin. "Tadi aku telah membunuh seekor dan kau adalah anjing kedua yang akan kubunuh!" Malam itu sangat hening, sedemikian heningnya sehingga tak kedengaran sedikit suarapun. Kecuali mereka, memang tidak banyak yang tinggal di atas gunung itu, malam ini mungkin akan berkurang seorang lagi. Tapi mungkin juga akan berkurang empat orang. Pohon ditengah halaman bergoyang-goyang terhembus angin dan menimbulkan suara gemerisik. Manusia berbaju hitam itu masih berdiri tak berkutik di tempat semula. Dengan tenang dia berdiri di situ, seolah-olah sudah bersatu padu dengan kegelapan malam yang sunyi. Siapapun itu orangnya memang tak dapat menyangkal lagi, bahwa dia memang seorang pembunuh yang pandai "membunuh" Dari balik tubuhnya seakan-akan terpancar keluar semacam hawa pembunuhan yang sangat tebal. Belum lagi pedangnya diloloskan dari sarung, hawa membunuhnya telah terpancar dari balik sarung pedang itu. Kwik Tay-lok masih berada dalam ruangan sambil pelan-pelan melepaskan pakaian. Sedangkan manusia berbaju hitam itu menanti di luar, dia tampak tenang seperti sama sekali tidak gelisah atau terburu napsu. Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa, katanya: "Aku lihat, kau memiliki kesabaran yang luar biasa". "Kalau ingin membunuh orang, harus memiliki kesabaran" sambung Ong Tiong. "Tapi orang yang sabar justru tak akan berhasil membunuh orang" "Kau sengaja menginginkan dia gelisah, tapi ia tidak gelisah, sekarang ia tidak gelisah, kau yang malah menjadi gelisah, itu berarti dia akan mendapatkan kesempatan yang baik untuk membunuh" "Oleh karena itulah, aku juga tidak gelisah!" sahut Kwik Tay-lok kemudian sambil tertawa. Yan Jit selalu mengawasinya, tiba-tiba ia berseru: "Bukan saja kau tak usah gelisah, kau pun tak usah maju seorang diri" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil tertawa: "Sekalipun muka ku tebal, tapi aku bukan seorang setan yang bernyali kecil" "Untuk menghadapi manusia semacam ini sesungguhnya kita tak usah terlalu menggubris soal peraturan dunia persilatan" "Kau mengharapkan kita bisa berempat lawan satu ?" "Mengapa tidak ?" Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Aaaai....! Sebenarnya aku juga ingin berbuat demikian, cuma sayangnya aku adalah seorang lelaki" Yan Jit segera menundukkan kepalanya. "Tapi kau.... kau tidak mempunyai keyakinan untuk menghadapinya...?" "Yaa, aku memang tidak yakin bisa memenangkannya" "Lantas kau..." Kwik Tay-lok menukas dengan cepat: "Punya keyakinan harus pergi, tidak mempunyai keyakinan juga harus pergi, kejadian ini seperti halnya dengan punya uang juga minum arak, tak punya uang juga minum arak" Ong Tiong tertawa lebar. "Sekalipun perumpamaanmu itu bagaikan kentut busuk anjing budukan, tapi agaknya seperti menerangkan satu hal" "Hal yang bagaimana?" tanya Yan Jit. "Ada sementara persoalan yang sesungguhnya harus dilakukan walau bagaimanapun juga" Tiba-tiba Lim Tay-peng berseru: "Baik, pergilah kau, jika ia sampai membunuhmu, aku pasti akan membalaskan dendam bagimu" Kwik Tay-lok tertawa lebar, ditepuknya bahu orang itu, lalu sahutnya sambil tertawa: "Meskipun kau ini seorang telur busuk, paling tidak kau memiliki jiwa setia kawan yang mengagumkan" Tiba-tiba Yan Jit menarik tangannya seraya berbisik: "Berdirilah agak jauh, pedangnya tidak terlampau panjang". "Jangan kuatir, aku tak bakal terjebak !" Sambil tertawa tergelak pemuda itu melangkah ke tengah arena. Koleksi Kang Zusi Menyaksikan tingkah laku pemuda itu, Yan Jit segera menghela napas, gumamnya: "Aku tidak habis mengerti, mengapa ada sementara orang yang selalu berlagak menjadi seorang enghiong ?" "Mungkin saja ia sesungguhnya adalah seorang enghiong... sebab ada sementara orang yang sudah menjadi enghiong semenjak dilahirkan", kata Ong Tiong hambar. "Betul !" sambung Lim Tay-peng sambil menghela napas, "entah dia itu setan arak juga boleh, setan telur busuk juga boleh, tapi tak bisa disangkal kalau ia memang seorang enghiong asli, seorang enghiong tulen yang tidak pakai telor" Yan Jit segera menghela papas panjang, gumamnya: "Sayang kebanyakan enghiong tidak berumur panjang" Kwik Tay-lok telah berdiri ditengah halaman, benar juga, ia berdiri agak tegak jauh dari orang berbaju hitam itu. "Mana pedangmu?" orang berbaju hitam itu segera menegur. "Pedangku sudah dikirim ke rumah pegadaian" sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa tergelak. Orang berbaju hitam itu segera tertawa dingin. "Heeehhh... heeehhh.... heeehhh... jadi kau berani menghadapiku dengan tangan kosong? Apakah kau kuatir kalau mampusnya kurang menyenangkan.... haah ?" "Aaah, kalau memang bakal mampus, aku menginginkan bisa mampus lebih cepat, daripada hidup menderita akibat kemiskinan, tersiksa batinnya karena miskin". "Baik akan kusempurnakan kehendakmu itu !" Begitu ia selesai berkata, tangannya sudah berputar meloloskan senjatanya. Baru saja tangannya menyentuh gagang pedang, Kwik Tay-lok telah menyerbu ke muka bagaikan harimau terluka. Hampir melompat keluar jantung Yan Jit menyaksikan kejadian itu. Benarkah Kwik Tay-lok sudah ingin cepat cepat mati ? Sudah tahu senjata yang digunakan lawan adalah pedang pendek, mengapa ia harus menghantarkan dirinya ? Cahaya pedang berkilauan di angkasa, senjata tersebut sudah diloloskan dari sarungnya. Bukan pedang pendek yang dicabut keluar melainkan sebilah pedang panjang. Cahaya pedang memancar ke empat penjuru bagaikan bianglala, sedemikian tajamnya hingga menyilaukan mata. Sayang sekali Kwik Tay-lok telah menyerbu kehadapan mukanya, ia sudah tidak melihat pedang itu, apalagi menyaksikan cahaya pedangnya. Sepasang matanya juga tidak dibikin silau oleh gemerlapnya cahaya senjata lawan. Koleksi Kang Zusi (Bersambung jilid 09) Jilid 09 WALAUPUN ia tidak melihat pedang orang berbaju hitam itu, tapi ia telah menemukan titik kelemahan di tubuh lawannya, bahkan ia melihat dengan jelas sekali. "Blaaamm!" suatu benturan keras bergema di udara, menyusul kemudian tubuh orang berbaju hitam itu mencelat ke belakang. Kalau tubuhnya mencelat ke belakang, maka cahaya pedang itu menyambar ke muka, tubuhnya tertumbuk di atas dinding tembok sedang pedangnya menancap di atas sebatang pohon di depan sana. Begitu roboh terjungkal ke tanah, orang berbaju hitam itu tidak berkutik lagi. Kwik Tay-lok masih berdiri termangu di situ sambil memperhatikan kepalannya, dia seperti agak tercengang dan keheranan. Tampaknya dia sendiripun tidak menyangka kalau sebuah tonjokannya telah berhasil merobohkan lawan. Ia saja tidak menyangka, tentu saja orang lain lebih tidak menyangka lagi. Yan Jit sendiripun tidak menyangka, setelah termangu-mangu sekian lama, ia baru menyerbu ke depan, dengan perasaan yaa kaget, yaa girang yaa ngeri, katanya sambil tertawa: "Aku toh suruh kau berdiri agak dikejauhan, mengapa sengaja menyerbu ke muka?" "Mungkin karena aku ini tolol" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. Sewaktu tertawa, ia memang kelihatan agak ketolol-tololan. Tetapi, tentu saja ia sama sekali tidak tolol... dikala kau menganggap dia tolol, dia justru berubah menjadi pintarnya bukan kepalang, bahkan jauh lebih pintar daripada kebanyakan orang. "Siapa yang mengatakan kau bodoh?" kata Yan Jit sambil tertawa. "Aku hanya merasa tidak habis mengerti, kau dari mana bisa tahu kalau pedang yang akan digunakan bukan pedang pendek ?" Kwik Tay-lok segera tertawa lebar. "Aku sama sekali tak dapat melihatnya, aku cuma berhasil menebaknya secara jitu." "Kalau tebakanmu itu keliru ?" tanya Yan Jit setelah tertegun sejenak. "Aku tak bakal salah tebak !" "Kenapa ?" "Sebab kemujuranku didalam hal ini selamanya selalu baik!" sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa haha hihi. Kembali Yan Jit turut tertegun, tapi beberapa saat kemudian ia tertawa lebar pula, katanya: Koleksi Kang Zusi "Walaupun kau tidak bodoh, tapi kaupun tidak jujur, sedikitpun tidak jujur." Kwik Tay-lok memang tidak jujur, sebab dia pandai berlagak pilon. Tentu saja ia dapat melihat kalau senjata yang akan dipakai si orang berbaju hitam kali ini adalah pedang pendek. Sebab gagang pedang si orang berbaju hitam itu berada di bahu kiri sedang ia mencabut pedangnya dengan tangan kanan, ketika meloloskan senjata dada serta perutnya menyusut ke belakang, segenap tenaganya tidak digunakan semua. Maka antara bagian dada dengan perutnya segera muncul sebuah titik kelemahan. Kwik Tay-lok dengan jelas menyaksikan titik kelemahan tersebut, itulah sebabnya kepalan itu secara telak menghajar titik kelemahan yang ada. Asal kau bisa menyaksikan secara tepat, bisa mengambil keputusan secara jitu, satu pukulan saja sudah cukup, tak usah pukulan yang kedua. Bila ada dua jago lihay sedang bertarung, biasanya yang paling menentukan segala sesuatu adalah pukulan yang pertama. Bila dalam pukulan yang pertama ini kau gagal merobohkan, maka besar kemungkinan dirinya yang bakal dirobohkan orang. Selisih antara menang dan kala kadangkala hanya terpaut dalam sedetik... kadangkala juga terpaut dalam satu kilatan ingatan. Tiba-tiba Yan Jit berkata lagi: "Masih ada satu hal yang tidak kupahami" "Oya ?" "Tangannya jauh lebih pendek daripada pedangnya, mengapa begitu menggerakkan tangannya ia telah meloloskan pedang tersebut ?" Kwik Tay-lok berpikir sebentar, lalu jawabnya sambil tertawa: "Aku sendiri juga tidak mengerti" "Aku mengerti !" sela Ong Tiong. Ia berjalan mendekat, tangannya telah membawa sarung pedang milik si orang berbaju hitam itu. Yan Jit menyambut sarung pedang itu dan dilihat sebentar, kemudian katanya pula sambil tertawa: "Aku juga mengerti sekarang !" Barang siapa memeriksa sarung pedang itu, maka dengan cepat mereka akan menjadi mengerti. Koleksi Kang Zusi Dalam sarung pedang itu semuanya terdapat dua bilah pedang, sebilah pedang panjang dan sebilah pendek. Dalam hal ini Yan Jit sudah menduganya sampai ke situ. Tapi ia sama sekali tidak menyangka kalau sarung pedang itu bukan sarung pedang yang sesungguhnya, melainkan hanya sebuah jepitan belaka. Pedang itu bukan "dicabut" keluar dari atas, melainkan "ditarik" keluar lewat samping. "Ini mah caranya seperti sebutir telur ayam!" kata Yan Jit sambil tertawa. "Seperti telur ayam?" tanya Kwik Tay-lok dengan wajah tertegun. "Tahukah kau, dengan cara apakah telur ayam itu baru bisa diberdirikan di atas meja?" "Tidak tahu." "Goblok!" seru Yan Jit sambil tertawa: "asal kau membuat lubang di ujung telur itu, maka telur ayam itu kan bakal bisa berdiri sendiri di meja." "Kau benar-benar pintar, tak kusangka cara inipun bisa kau dapatkan..." seru Kwik Tay-lok sambil tertawa. Banyak persoalan di dunia ini memang mirip dengan telur ayam itu. Seringkali persoalan yang kau rasakan begitu pelik dan rumit, sesungguhnya bisa diselesaikan secara mudah. Ada sementara orang juga seperti telur ayam itu. Bagaimanapun tak bergunanya seseorang, asal kau menotok kepalanya sampai berlubang, maka dia akan bisa berdiri sendiri. Di tengah halaman kini telah bertambah dengan sebuah kuburan anjing. Dengan tangan sendiri Yan Jit memasukkan bangkai anjing itu ke dalam peti mati, lalu sambil menghela napas sedih gumamnya: "Kau datang dari peti mati, sekarang pergi lewat peti mati lagi, tahu begini, kenapa kau harus datang?" Kwik Tay-lok segera tertawa getir, sahutnya: "Bila ia tidak datang, kitalah yang akan pergi lewat peti mati.... pergi ke akhirat !" Lim Tay-peng menghela napas panjang: "Aaaai... ketika ia datang untuk pertama kali dulu, aku malah sempat menendangnya sekali, siapa tahu ia justru telah menyelamatkan jiwa kita semua." "Anjing tidak mirip manusia," kata Ong Tiong, "anjing juga tidak mengingat dendam, dia hanya teringat akan budi kebaikan dari orang lain." Koleksi Kang Zusi "Benar" Kwik Tay-lok manggut-manggut, "asal kau pernah memberi sekerat tulang kepada anjing, bila lain kali ia bertemu denganmu, ekornya tentu digoyang-goyangkan, tapi ada sementara manusia yang justru lupa budi orang, seberapa besarpun kebaikan yang pernah kau berikan kepadanya, kadangkala ia malah membalikkan kepala untuk menggigit dirimu, oleh karenanya...." "Oleh karenanya anjing lebih setia kawan daripada manusia, paling tidak lebih setia kawan daripada sekelompok manusia," sambung Lim Tay-peng. "Maka dari itu, kita harus membuatkan batu nisan untuknya." "Tapi, apa yang harus ditulis di atas batu nisan itu?" "Disinilah bersemayam teman kita anjing" Yan Jit segera menggelengkan kepalanya. "Teman kita anjing masih belum cukup." katanya, "jangan lupa, dia juga merupakan tuan penolong kita...." "Yaa, lebih baik ditengah batu nisan ditulis: Disinilah bersemayam teman kita anjing. kemudian disampingnya kite buatkan sebait syair untuk peringatan" usul Ong Tiong. "Kau juga bisa membuat syair peringatan?" Ong Tiong manggut-manggut, mendadak ia bangkit berdiri seraya bersenandung dengan lantang: "Anjing dalam peti, sahabat karib tuan penolong, bila kau tak datang, kami telah pergi, bulan satu tanggal lima belas, bunga berguguran arak dipersembahkan, kau pergi untuk selamanya." Kalau babi janganlah terlalu gemuk, sedang kalau manusia jangan terlalu pintar. Babi yang gemuk tentu lamban gerak geriknya dan malas sekali, bila seseorang manusia ingin hidup agak senang, kau harus membawa sifat ketolol-tololan dan melakukan beberapa pekerjaan yang ketolol-tololan. Tapi itu semua bukan menandakan kalau mereka itu bodoh. Tentu saja mereka tahu kalau kucing tak bisa menanak nasi, anjing juga tak bisa masuk sendiri ke dalam peti mati. Baik sang kucing maupun sang anjing, sudah pasti mempunyai majikannya. Tapi siapakah orang itu ? Koleksi Kang Zusi "Ketika orang itu menghantar peti mati tersebut kemari, dia pasti sudah tahu kalau Lam-kiong Cho belum mati." ujar Yan Jit. "Benar," Kwik Tay-lok menyambung, "mungkin tujuannya menghantar peti mati itu kemari adalah untuk memberi tahu kepada kita bahwa Lamkiong Cho belum mati." Yan Jit kembali manggut-manggut. "Dia pasti sudah mengetahui tipu muslihat dari Lamkiong Cho tersebut...!" serunya. "Tapi mengapa ia tidak menerangkan kepada kita ?" "Sebab dia masih belum ingin bertemu dengan kita." "Kenapa ?" tanya Lim Tay-peng, "kalau dia memang tidak berniat buruk, mengapa cara kerjanya harus bersembunyi-sembunyi macam takut bertemu dengan orang saja?" "Aku lihat orang ini sudah pasti seorang perempuan" seru Kwik Tay lok tiba-tiba. "Darimana kau bisa tahu ?" "Hanya perempuan yang suka melakukan perbuatannya secara sembunyi-sembunyi, hanya perempuan pula .yang suka melakukan perbuatan yang membingungkan hati" Yan Jit kontan menarik mukanya, lalu berseru: "Sekalipun perempuan sampai melakukan perbuatan semacam itupun dikarenakan orang lelaki lebih membingungkan hati lagi" "Jangan lupa kau juga seorang lelaki!" seru Kwik Tay lok tertawa. "Jangan lupa kau juga dilahirkan oleh seorang perempuan !" Ong Tiong menatap tajam wajah Yan Jit tiba-tiba katanya: "Orang lelaki seringkali memandang rendah kaum perempuan, sebaliknya perempuan juga seringkali memandang rendah kaum lelaki, sesungguhnya kejadian semacam ini adalah suatu keadaan yang wajar, sejak beribu-ribu tahun yang lalu sudah begini, beribu-ribu tahun kemudian juga begini...!" "Maka kenapa ?" "Maka kejadian semacam ini sebetulnya tak ada manfaatnya untuk diperdebatkan, aku tidak habis mengerti mengapa kalian selalu memiliki minat yang besar dan istimewa untuk menyinggung persoalan semacam itu ?" Setelah menghela napas panjang, lanjutnya: "Persoalan yang sedang kita hadapi sudah cukup banyak, tapi sekarang justru telah bertambah lagi dengan suatu persoalan baru" "Persoalan apa ?" Koleksi Kang Zusi Soal Lamkiong Cho !" Lamkiong Cho belum mati, karena tak seorangpun diantara mereka yang mau membunuhnya. Mereka semua tak ingin membunuh orang terutama membunuh seseorang yang telah mereka robohkan. Paling tidak Lamkiong Cho tidak salah mengucapkan sesuatu: "Ada sementara orang yang sejak dilahirkan sudah tidak berbakat membunuh orang, bahkan selama hidup tak akan mampu melakukannya" "Yaa, benar ! Dia memang merupakan suatu persoalan buat kita" kata Kwik Tay-lok. "Apakah ia sudah kita sekap ?" tanya Lim Tay peng. "Yaa benar !" "Kau tidak kuatir ia berhasil melarikan..." "Dia tak akan mampu untuk melarikan diri"Jika seseorang telah dibelenggu macam bakcang, jangan harap ia dapat meloloskan dirinya lagi. "Kalau memang tak mampu melarikan diri, persoalan apa pula yang akan kita hadapi?" tanya Lim Tay-peng lagi. "Disinilah letak persoalannya, bila ia tak sanggup melarikan diri, bukankah kita harus mengawasinya terus ?" Lim Tay-peng mengangguk. Kwik Tay-lok segera tertawa getir. "Untuk memelihara kita sendiripun sudah kepayahan, mana mungkin kita bisa memelihara orang lain?" "Kalau begitu, lebih baik dilepaskan saja" "Manusia semacam dia tak dapat dilepaskan." "Lantas apakah kita harus memeliharanya sampai tua ?" "Itulah sebabnya masalah ini baru merupakan suatu persoalan untuk kita semua" "Kita toh bisa menyuruh dia untuk memelihara dirinya sendiri ?" tiba-tiba Yan Jit mengusulkan. "Mencorong sinar tajam dari balik mata Kwik Tay-lok segera mendengar perkataan itu, serunya: "Benar, dia lebih kaya dari pada kita" "Paling tidak ia baru saja berhasil menggaet sejumlah uang dari tangan Hong Si-hu" Kwik Tay-lok segera beranjak dari tempat duduknya. "Akan kutanyai dirinya, dimana ia sembunyikan harta karun tersebut" katanya. Koleksi Kang Zusi "Masa ia mau menjawab ?" "Walaupun aku bukan si tongkat penjepit, tapi akupun mempunyai cara yang jitu" "Tampaknya kau berhasil mempelajari beberapa macam permainan dari si tongkat penjepit ?" kata Yan Jit tertawa geli. Di kebun belakang sana terdapat sebuah kamar kayu bakar. Tapi kamar kayu bakar itu agaknya bukan untuk menyimpan kayu bakar melainkan dipakai untuk menyekap orang, entah penyamun atau pencuri macam apapun, tentu akan disekap dalam kamar kayu jika berhasil ditangkap. Dalam kamar kayu itu ada laba-laba, ada tikus, ada kotoran anjing, ada kotoran kucing, ada mangkuk gumpil, ada pula sisa batu arang, hampir benda rongsokan apapun terdapat di sana, tapi justru tak ada kayu bakar, sebatangpun tak ada. Lamkiong Cho yang telah diikat seperti bakcang itu, kini sudah lenyap tak berbekas. Di atas lantai hanya tinggal setumpuk tali. Setengah harian lamanya Kwik Tay-lok berdiri tertegun di sana, kemudian setelah memeriksa bekas tali pengikat itu, katanya: "Tali-tali ini dipotong dengan pisau" "Bahkan dengan pisau yang tajam" sambung Yan Jit. Hanya pisau yang tajam baru akan meninggalkan bekas potongan yang rapi di atas tali tersebut. Lim Tay-peng segera berkerut kening, katanya kemudian: "Kalau begitu, ia pasti bukan kabur sendiri, tentu ada orang yang telah datang menolongnya." Kwik Tay-lok tertawa getir. "Aku benar-benar tidak menyangka kalau manusia semacam itupun bisa mempunyai teman" "Mungkinkah kedua orang setan cilik itu?" "Tidak mungkin, sekalipun mereka mempunyai kemampuan sebesar ini juga tak akan mempunyai keberanian sebesar itu, apalagi...." Tiba-tiba ia tertawa, terusnya: "Bocah cilik rada mirip dengan kaum perempuan !" "Bagian mana yang mirip ?" "Bocah cilik tak akan membicarakan soal setia kawan, pada hakekatnya mereka tidak mengerti." Koleksi Kang Zusi Yan Jit kontan mendelik besar, tapi sebelum ia mengucapkan sesuatu, Lim Tay-peng telah berseru lebih dulu. "Mungkinkah perbuatan dari si anjing buldok ?" "Mengapa kau bisa teringat akan dirinya?" "Hari itu aku tidak menjumpai si anjing buldok berada di sana, mungkin Lamkiong Cho telah melepaskannya, mungkin juga mereka telah bersekongkol sebelumnya." Kwik Tay-lok gelengkan kepalanya berulang kali. "Sekalipun manusia semacam Lamkiong Cho bisa melakukan perbuatan macam apapun, paling tidak ada satu hal yang tak mungkin bisa dilakukan olehnya" "Perbuatan macam apakah itu ?" "Dia tak akan membagi harta rampasannya dengan orang lain." Setelah tertawa, katanya lebih lanjut: "Seandainya di meja ada tiga mangkuk nasi, sekalipun ia tidak habis makan, sisanya juga tak akan diberikan kepada orang lain, bahkan sekalipun bakal mampus kekenyangan, dia juga akan tetap melahapnya sampai habis." "Jadi kau beranggapan bahwa si tongkat dan si anjing buldok sudah mampus di bunuhnya ?" Kwik Tay-lok manggut-manggut. "Aku lapar !" Ucapan yang terakhir ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan apa yang mereka bicarakan sekarang, bahkan sedikitpun tak ada sangkut pautnya. Siapapun tak akan menyangka kalau dia bisa mengucapkan kata-kata semacam itu dalam keadaan demikian. Lim Tay-peng menatap wajahnya lekat-lekat sepasang matanya terbelalak lebar. Ong Tiong serta Yan Jit juga sedang memperhatikan dirinya, seakan-akan mereka sedang menyelidiki apakah orang ini mempunyai susunan badan yang berbeda dengan orang lain ? Kwik Tay-lok tertawa katanya lagi: "Ketika membicarakan soal tiga mangkuk nasi, tiba-tiba aku merasa perutku sangat lapar, ketika berbicara soal makan, aku baru teringat kalau kita sudah setengah harian lamanya belum bersantap apa-apa" "Jadi setiap kali kau membicarakan sesuatu, maka kaupun akan teringat untuk melakukan sesuatu ?" tanya Ong Tiong kemudian. "Agaknya memang begitu !" "Jadi kalau kau sedang "membicarakan soal kencing anjing, apakah kaupun berpikir...." Koleksi Kang Zusi Belum habis perkataan itu, tiba-tiba Kwik Tay-lok membalikkan badan dan lari meninggalkan tempat itu. Arah yang dituju adalah kakus di ujung rumah sana. Ong Tiong yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa melototkan matanya lebar-lebar, tampaknya ia seperti dibuat tertegun. Yan Jit menghela napas panjang, tak tahan ia tertawa geli, katanya kemudian: "Orang ini benar-benar seorang yang berbakat bagus." "Orang yang berbakat demikian bagusnya mungkin tidak banyak jumlahnya di dunia ini" sambung Lim Tay-peng sambil tertawa. "Bukan cuma tidak banyak, mungkin cuma dia seorang." Akhirnya Ong Tiong menghela napas panjang juga, gumamnya: "Untung saja cuma seorang" Inilah kesimpulannya. Jika dalam dunia ini terdapat beberapa orang manusia semacam Kwik Tay-lok lagi, mungkin dunia ini akan berubah makin ramai dan gembira. Dari sekian banyak binatang peliharaan, mungkin hanya anjing dan kucing yang paling akrab hubungannya dengan manusia. Ada sementara orang yang suka memelihara kucing, ada pula sementara orang yang lebih suka memelihara anjing, tapi ada juga yang beranggapan bahwa memelihara kucing maupun memelihara anjing sesungguhnya tidak jauh berbeda. Padahal mereka berbeda sekali. Kucing tidak seperti anjing, tidak suka ngeloyor pergi dari rumah, tidak suka berkeliaran kemana-mana. Kucing suka mengendon di rumah, paling banyak membaringkan diri di dekat perapian. Kucing suka makan ikan, apalagi kepala ikan. Kucing juga suka berbaring dalam pelukan orang, apalagi kalau ada orang membelai tengkuknya dan telinganya. Bila saban hari kau memberi makan tepat pada waktunya, sering membopongnya dan membelai tengkuknya, maka diapun akan sangat menyukai dirimu, menjadi sahabat karibmu. Tapi kau jangan lantas mengira kalau dia hanya menyukai kau seorang, hanya menjadi milikmu seorang. Kucing tak akan sesetia anjing, jika di rumahmu tiada ikan lagi, sering kali dia akan menyelinap ke rumah lain, bahkan dengan cepat akan menjadi sahabat karibnya orang itu. Koleksi Kang Zusi Jika lain kali berjumpa lagi denganmu, mungkin ia sudah tidak mengenali dirimu lagi, mungkin sudah melupakan dirimu sama sekali. Kucing kelihatannya tidak segalak anjing tapi jauh lebih kejam daripada anjing, bila ia berhasil menangkap seekor tikus, sekalipun perutnya sedang lapar, dia juga tak akan sekaligus menelan tikus itu ke perut. la pasti akan mempermainkan dulu korbannya sampai pusing dan setengah mati, kemudian pelan-pelan baru menikmati. "Tangan dan kaki" kucing sangat empuk, kalau berjalan tidak menimbulkan suara apa-apa, tapi bila kau mengganggunya, "Tangan" nya yang lunak dan empuk itu tiba-tiba akan memperlihatkan cakarnya yang tajam, bahkan mungkin akan mencakarmu sampai berdarah. Lantas kalau kucing tidak mirip anjing, mirip apa dia ? Pernahkah kau bertemu dengan perempuan ? Pernahkah kau melihat perempuan makan ikan ? Pernahkah kau melihat perempuan sedang berbaring dalam pelukan suami atau kekasihnya ? Tahukah kau cakar yang tinggal di atas wajah kebanyakan lelaki adalah hasil perbuatan siapa ? Tahukah kau mengapa ada sementara lelaki sampai bunuh diri ? Menjadi sinting ? Maka kalau aku bertanya kepadamu. Kucing itu mirip siapa ? Jika kau mengatakan kucing mirip perempuan, maka pendapatmu itu keliru besar. Sesungguhnya kucing tidak mirip perempuan, hanya saja ada sementara perempuan yang justru mirip kucing. Kucing itu berwarna hitam, kulitnya berkilat dan halus, hitam yang bercahaya. Kwik Tay-lok sedang memperhatikan kucing tersebut dengan seksama. Bila seseorang sedang kelaparan hebat, biasanya dia tak akan berminat untuk memperhatikan kucing. Seseorang yang sedang kelaparan hebat, ia sama sekali tak akan berminat untuk memperhatikan benda apapun. Tentu saja Kwik Tay-lok sudah kenyang. Seperti juga kemarin pagi, ketika sayur dan nasi telah tersedia di atas meja, mereka mendengar si kucing membunyikan suara keleningan. Tiba-tiba Kwik Tay-lok berkata: "Kucing ini tentu kenyang sekali. Bahkan selalu diberi makan sampai kenyang, sebab kucing yang sering kelaparan tak akan memiliki tubuh seindah ini." Yan Jit segera tertawa, tanyanya: "Sudah setengah harian lamanya kau melakukan penyelidikan, persoalan itukah yang kau selidiki ?" Kwik Tay-lok tidak menanggapi perkataan itu, kembali ujarnya: Koleksi Kang Zusi "Kalau dibilang semua perabot, semua sayur dan arak, serta peti mati itu adalah pemberian dari Hau-hau sianseng (tuan berbaik hati) tersebut, itu berarti kucing inipun dipelihara olehnya, maka..." "Maka kenapa ?" "Maka rumah Hau-hau sianseng pasti sangat nyaman, amat sosial dan kaya, kalau tidak kucing ini tidak akan terpelihara segemuk ini dan sekuat ini." "Kalau memang demikian lantas kenapa?" kata Yan Jit sambil mengerdipkan matanya. "Bila aku ini kucing dan mempunyai majikan yang begitu baik hati, maka aku takkan mau mengikuti orang lain." "Maka..." "Maka seandainya kita lepaskan kucing ini, sudah pasti dengan cepat ia akan kembali ke rumah majikannya." Mencorong sinar tajam dari balik mata Yan Jit, serunya dengan cepat: "Kalau memang begitu, mengapa kau masih membopongnya?" Kwik Tay-lok segera menepuk-nepuk tengkuk kucing itu, lalu katanya sambil tertawa: "Saudaraku kucing... wahai saudaraku kucing, jika kau dapat membawa kami untuk menjumpai majikanmu, setiap hari aku tentu akan mengundangmu makan ikan" Ia lepaskan tangan dan menghantar kucing itu keluar dari pintu. Siapa tahu kucing itu mengeong lalu melompat balik ke dalam pelukannya lagi, bahkan menjilati tangannya... Melihat itu, Yan Jit lantas berseru sambil tertawa: "Tampaknya kucing ini adalah kucing betina, buktinya sudah jatuh cinta kepadamu" Kwik Tay-lok segera memegang tengkuk kucing itu dan menurunkannya kembali. Tapi kucing itu masih berputar-putar saja di sekelilingnya. Melihat itu dengan kening berkerut Kwik Tay-lok segera berseru: "Hei, kenapa kau belum juga pergi? Apakah kau tidak ingin bertemu dengan majikanmu? Bukankah ia selalu baik kepadamu?" Tiba-tiba Ong Tiong tertawa, kemudian berkata: "Sekalipun daya ingat kucing kurang baik, tapi otaknya cukup jelas..." "Otaknya cukup jelas ?" "Dia tahu kalau disinipun ada ikan untuk dimakan, mengapa harus bersusah payah untuk pergi ke tempat lain ?" Koleksi Kang Zusi "Tapi aku toh bukan majikannya, mengapa dia musti menyulitkan diriku...?" "Bukankah tadi kau memberi seekor ikan kepadanya ?" Kwik Tay-lok mengangguk: "Nah itulah dia !" seru Ong Tiong, "barang siapa memberi ikan kepadanya, maka dia pula majikannya." Kwik Tay-lok segera menghela napas: "Aaai... kalau begitu, kucing ini betul-betul adalah seekor kucing betina." "Seandainya di sini sudah tiada ikan yang bisa dimakan lagi?" tiba-tiba Lim Tay-peng bertanya. "Mungkin saja dia akan kembali ke tempat asalnya." "Aku hanya berharap kucing ini masih kenal jalan!" kata Lim Tay-peng kemudian sambil tertawa. Kucing memang mengenal jalan. Jika ia tidak mendapatkan makanan di luar, entah berada dimanapun dia, dengan cepat ia pasti dapat pulang kembali ke rumah. Sore pun menjelang tiba. Jika sejak pagi sampai sore tidak makan apa-apa, entah dia manusia atau kucing, tentu akan sukar menahan rasa lapar. Sekarang, sekalipun Kwik Tay-lok masih ingin membopong kucing itu, belum tentu sang kucing mau dibopong olehnya. Dengan suatu gerakan yang sangat cepat dia lari keluar dari rumah. Kwik Tay-lok segera mengikuti dari belakangnya. Yan Jit mengikuti di belakang Kwik Tay-lok, sedang Lim Tay-peng mengikuti di belakang Yan Jit. "Lebih baik kalian jangan terlalu dekat !" seru Ong Tiong memperingatkan: "Bagaimana dengan kau sendiri ?" Ong Tiong tidak menjawab, ia cuma menghela napas, seakan-akan merasa bahwa pertanyaan dari Lim Tay-peng itu terlampau bodoh. Pelan-pelan ia membaringkan dirinya kembali. Di sebelah kiri bukit adalah sebuah tanah pekuburan yang luas, sekalipun diwaktu Ceng-beng, jarang sekali ada orang yang berziarah ke sana, orang yang dikubur di sana, dikala masih hidupnya saja sudah tidak mendapat perhatian, setelah mati tentu saja dengan cepat akan dilupakan orang, Sanak keluarga jarang, miskin pun tidak terlampau banyak, apalagi orang miskin yang telah mati. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok seringkali merasa gembira hati, setiap kali berkunjung ke situ, hatinya akan terasa semakin iba. Tapi sekarang, ia tak punya waktu untuk beriba hati lagi. Kucing itu larinya cepat sekali. Dalam waktu singkat ia sudah menembusi tanah kuburan itu kemudian menyusup keluar, dipandang dari kejauhan sana, mirip segulungan asap hitam. Mengejar seekor kucing bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, entah siapapun itu orangnya kecuali kau mengejarnya secara khusus, dan tidak mencabangkan pikirannya untuk memikirkan soal yang lain. Mengejar perempuan pun tak jauh berbeda. Mungkin karena kau tak ada waktu untuk memikirkannya, maka baru pergi mengejarnya. Padahal jika kau telah memikirkannya kembali, mungkin kau segera akan balik kembali. Di tepi tanah pekuburan itu terdapat sebuah hutan. Didalam hutan terdapat sebuah rumah kayu kecil. Dulu Kwik Tay-lok sering berkunjung ke dalam hutan ini, tapi belum pernah menjumpai rumah kayu tersebut. Tampaknya rumah kayu ini baru selesai dibuat dua hari berselang. Ketika kucing itu menyusup masuk ke dalam hutan, tiba-tiba bayangan tubuhnya lenyap tak berbekas. Menyusul kemudian terendus bau harum dari dalam rumah kayu itu. Itulah bau harumnya Ang-sio-bak. Kwik Tay-lok mengendus bau itu dalam-dalam, sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibirnya. Dalam rumah ada api, di atas api terpanggang sekerat daging babi. Seorang kakek tua berjongkok di tanah sambil mengipasi api itu, sedang seorang nenek sedang menuang kecap ke dalam kuali. Selain itu masih ada seorang gadis yang berambut panjang sedang berjongkok di sana sambil tiada hentinya memerintah kepada kedua orang tersebut. Begitu masuk ke dalam rumah, kucing itu segera menyusup ke dalam pelukannya. Sekarang sudah jelas diketahui, gadis itu adalah pemilik kucing tersebut. Akhirnya Kwik Tay-lok berhasil menemukan orang yang dicarinya. ketika ia sampai di depan pintu, kebetulan gadis itupun sedang berpaling. Ketika sinar mata mereka berdua saling berjumpa, maka kedua-duanya merasa terperanjat. Akhirnya Kwik Tay-lok yang berteriak lebih dulu: Koleksi Kang Zusi "Swan Bwe-thong, kiranya kau ?" Ang-sio-bak itu empuk dan harum, setiap potong dibentuk persegi empat dan beratnya paling tidak empat tahil. Dengan mulut Kwik Tay-lok yang besar, ia dapat menelan sepotong daging setiap kali makan. Si kucing berbaring di bawah kaki Swan Bwe-thong sambil memejamkan mata, ia memang seekor kucing yang penurut, ia tidak selalu menurut, harus ada ikan, dia tak pernah menampik untuk mencicipi daging ang-sio-bak. Baik manusia maupun kucing, apabila perutnya sudah lapar, mereka tak akan menampik untuk makan ang-sio-bak. Setelah menyikat tujuh-delapan potong daging, Kwik Tay-lok baru menghela napas panjang, katanya: "Mimpipun tak pernah kusangka kalau kaulah orangnya!" Swan Bwe-thong hanya mencibirkan bibirnya sambil tertawa. "Apakah kau selalu bekerja dengan cara yang begitu rahasia dan misterius?" tanya Kwik Taylok lagi. Swan Bwe-thong menundukkan kepalanya dan menjawab sambil tertawa: "Sebenarnya aku ingin menghantar sendiri kepada kalian, tapi akupun kuatir kalian enggan untuk menerimanya." "Sesungguhnya kau tak perlu menghantar benda-benda tersebut kepada kami." kata Yan Jit ketus. "Kalian telah membantu banyak sekali kepadaku, bagaimanapun juga akupun harus menunjukkan sedikit perasaan terima kasih kepada kalian." "Tapi barang-barang tersebut kami masih tetap tak bisa menerimanya," kata Kwik Tay-lok pula. "Kenapa ?" "Karena . . . . karena kau adalah perempuan" "Tapi perempuan juga manusia !" Kwik Tay-lok mengerling sekejap ke arah Yan Jit, kemudian serunya sambil tertawa: "Caramu berbicara hampir tidak berbeda dengan ucapannya!" Yan Jit segera menarik muka, katanya: "Sekalipun orang lelaki yang memberi begitu barang kepada kami, kami juga sama saja tak dapat menerimanya." Koleksi Kang Zusi "Apalagi kami sudah makan beberapa kali hidangan yang kau hantar ke rumah, sesungguhnya kami sudah merasa terlampau rikuh" sambung Kwik Tay-lok lebih lanjut. Swan Bwe-thong segera mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian katanya: "Kalau begitu, anggap saja barang kami dititipkan di rumah kalian, begitu tentu boleh bukan ?" "Kalau begitu, kau musti bayar uang sewa!" sela Ong Tiong tiba-tiba. "Akan kubayar !" "Selain itu juga harus memberi uang tanggungan." "Akan kubayar !" "Setiap hari sepuluh tahil perak." "Baik !" "Bayar dimuka dan tak boleh menunggak" "Bagaimana kalau aku membayar sepuluh hari lebih dulu ?" tanya Swan Bwe-tong sambil tertawa. Ia benar-benar mengeluarkan seratus tahil perak. Ong Tiong tidak bergerak, dia cuma melototi uang perak itu tanpa berkedip, seakan-akan terpesona dibuatnya. Sebaliknya Kwik Tay-lok sekalian mengawasi Ong Tiong tak berkedip. Tiba-tiba saja mereka merasakan Ong Tiong adalah manusia yang aneh sekali, bahkan sedikit tak tahu aturan. Orang lain dengan maksud baik memberi arak kepadanya untuk minum, menghantar hidangan kepadanya untuk makan, menghantar kursi baginya untuk duduk, menghantar ranjang kepadanya untuk tidur, bahkan rumah yang bobrok pun sudah diperbaiki sana sini. Tapi ia masih menagih uang sewanya, bahkan harus membayar dulu di muka. "Maknya betul orang ini, ia betul-betul telur busuk hidup" Kwik Tay-lok melotot kepadanya dan hampir saja mencaci maki. Sorot mata Ong Tiong sudah mulai bergeser, dari atas uang perak itu pelan-pelan di alihkan ke wajah Swan Bwe-thong, tiba-tiba serunya dengan mata melotot: "Kau punya penyakit." "Aku punya penyakit ?" seru Swan Bwe-thong tertegun. "Bukan cuma berpenyakit, bahkan penyakitmu rada parah." Suan Bwe-thong segera tertawa. Koleksi Kang Zusi "Soal makan, aku bisa makan dengan kenyang, soal tidur akupun bisa tidur dengan nyenyak, mengapa kau mengatakan aku punya penyakit?" "Mungkin penyakitmu itu timbul karena kekenyangan" Dengan wajah tanpa emosi, katanya lagi: "Kau sudah membuang uang banyak untuk membeli barang sebanyak ini, kemudian menggunakan banyak tenaga untuk menghantarkan kemari, sekarang kau rela juga membayar uang sewa kepadaku, bila seseorang tidak lagi sakit, masakah dia akan melakukan perbuatan semacam ini ?" Kwik Tay-lok segera tertawa. Ia mulai merasakan juga bahwa Suan Bwe thong memang mengidap penyakit, bahkan penyakitnya memang agak parah. Biji mata Suan Bwe-tong yang jeli berputar-putar lalu katanya: "Jikalau kukatakan bahwa aku berbuat demikian tak lain karena merasa berhutang banyak kepada kalian, mau mempercayai kah kalian semua?" Ong Tiong segera berpaling ke arah Kwik Tay-lok, kemudian bertanya: "Percayakah kau ?" "Aku tidak percaya!" "Kalau sampai dia saja tidak percaya, mungkin di dunia ini sudah tiada orang lain yang mau percaya lagi !" Suan Bwe-thong menghela napas panjang. "Aaaai...! oleh sebab itu akupun tidak berkata demikian" "Lalu, apa yang hendak kau katakan?" Sepasang biji mata Suan Bwe-tiong berputar tiada hentinya, lalu sambil menggigit bibir dia menjawab: "Jika seorang lelaki jatuh cinta kepada seorang perempuan dan ingin mengawininya, apakah dia bisa melakukan banyak perbuatan yang membingungkan hati?" "Yaa, mungkin" sahut Ong Tiong. Bila seorang lelaki sudah jatuh cinta kepada seorang perempuan, pada hakekatnya perbuatan apapun bisa dilakukan. "Perempuan pun demikian juga" kata Suan Bwe-thong lebih jauh. "Sama saja? Bagaimana sama sajanya?" Koleksi Kang Zusi "Bila seorang perempuan sudah jatuh hati kepada seorang pria dan ingin kawin dengannya, diapun sama saja dapat melakukan banyak sekali perbuatan-perbuatan yang membingungkan hati." Tiba-tiba paras mukanya berubah menjadi merah padam karena jengah, dengan kepala tertunduk terusnya: "Tahun ini aku... aku telah berusia delapan belas !" Gadis yang telah berusia delapan belas tahun, biasanya akan teringat akan suatu hal, yakni kawin. Gadis delapan belas tahun manakah yang tidak ingin mempunyai kekasih dan suami ? Sesungguhnya kejadian ini adalah suatu peristiwa yang lumrah. Kembali Kwik Tay-lok tertawa, katanya: "Kalau begitu kau tidak berpenyakit, lelaki yang telah dewasa akan menikah, gadis yang telah dewasa akan dinilai, siapapun tak dapat mengatakan kalau kau berpenyakit." Lalu sambil membusungkan dada, ia bertanya lagi: "Entah lelaki manakah yang telah berkenan di hatimu ?" Yan Jit segera melotot besar, katanya dingin: "Tentu saja kau !?" "Aaaah, belum tentu !" Walaupun dimulut ia bilang "belum tentu" tapi mimik wajahnya telah menunjukkan keyakinan yang seratus persen. Sekalipun memukul gembrengan, belum tentu orang bisa menemukan lelaki ganteng seperti dia. Jika Suan Bwe-thong tidak jatuh cinta kepadanya, ia bisa jatuh hati kepada siapa lagi ? Suan Bwe-thong memang sedang memandang ke arahnya, tapi ia gelengkan kepalanya sambil mencibir bibir. "Mungkin orang itu adalah kau, mungkin juga bukan," katanya seraya tertawa, "sekarang aku belum bisa mengatakannya kepadamu." "Kenapa ?" "Sebab sekarang masih belum tiba pada saatnya." "Kapan saatnya baru tiba ?" Suan Bwe-thong memutar sepasang biji matanya yang jeli, kemudian dengan kepala tertunduk sahutnya: Koleksi Kang Zusi "Aku harus memperhatikan lebih dulu apakah dia benar-benar baik atau tidak, sebab hal ini menyangkut hidupku sepanjang masa, bagaimanapun juga aku harus berhati-hati !" "Apakah sekarang kau belum bisa mengetahuinya ?" tanya Kwik Tay-lok. "Aku.... aku masih ingin menanti beberapa waktu lagi dan memperhatikan beberapa saat lagi." "Aku rasa lebih baik kau cepatan sedikit kalau hendak memperhatikan, ada orang sudah ingin kebelet sangat macam monyet kena terasi" seru Yan Jit dingin. "Tidak menjadi soal" Kwik Tay-lok tertawa, "silahkan kau perhatikan pelan-pelan, orang baik selamanya tetap baik, makin dipandang makin menarik." "Bila aku sudah merasa cukup untuk memperhatikannya, aku pasti akan memberitahukan kepadamu lebih dahulu." Tiba-tiba Yan Jit bangkit berdiri, kemudian tanpa berpaling beranjak keluar dari situ. "Hei, kenapa kau pergi?" tegur Kwik Tay lok, "Bukankah enakan kita bercakap-cakap bersama ?" "Apanya yang akan dibicarakan lagi ?" "Apakah kau tak ada persoalan lagi untuk dibicarakan ?" ""Aku hanya ingin mengucapkan sepatah kata...." Tanpa berpaling lanjutnya dengan suara dingin: "Anak gadis sekarang, kulit mukanya makin lama agaknya semakin tebal..." Memandang punggung Yan Jit hingga lenyap dari pandangan, Kwik Tay-lok baru menggelengkan kepalanya berulang kali. katanya sambil tertawa: "Walaupun tabiat orang ini rada aneh, sesungguhnya dia adalah orang baik, nona Suan, harap kau jangan marah" "Aku tidak she Suan, aku she Bwe !" Suan Bwe-thong cepat menerangkan sambil tertawa. "Bwe ? Bwe dari huruf Bwe-hoa (bunga sakura) ?" Suan Bwe-thong manggut-manggut. "Aku bersama Bwe Ji-lam !" "Mana sudah bunga sakura, ditambah bunga anggrek lagi, wah rupanya kau ingin membuka toko bunga ?" "Aku bukan bernama Ji-lan, lan dari arti kata bunga anggrek, aku bernama ji-lam, dengan arti lelaki." "Bwe Ji-lam? Aneh benar namamu itu" "Ketika mendiang ayahku memberi nama tersebut kepadaku, dia ingin memberitahukan kepadaku agar aku seperti seorang lelaki, tak boleh aleman atau manja, apa yang ingin kulakukan Koleksi Kang Zusi harus kulakukan dengan terbuka, apa yang ingin kukatakan juga harus kukatakan secara terangterangan." "Jika arwah ayahmu dialam baka bisa mengetahui akan hal ini, dia pasti akan merasa gembira" tiba-tiba Ong Tiong berseru. "Kenapa ?" "Sebab kau memang tidak menyia-nyiakan harapannya" Agak memerah paras muka Bwe Ji-lam karena jengah, katanya: "Kau.... kau menganggap pekerjaan yang kulakukan lebih banyak mirip perbuatan kaum pria ?" "Kau adalah perempuan ?" Ong Tiong balik bertanya. Bwe Ji-lam tak bisa menahan gelinya lagi, ia tertawa cekikikan. Kwik Tay-lok juga tertawa, katanya pula: "Caramu bertindak memang lebih kelaki-lakian daripada kebanyakan lelaki, misalkan saja...." Ia merendahkan suaranya serendah-rendahnya, kemudian melanjutkan: "Teman kita yang bernama Yan Jit, kadangkala ia mirip seorang gadis, bukan saja gerak geriknya agak kewanita-wanitaan, bahkan seringkali bisa marah-marah tanpa sebab." "Apakah kau menganggap perempuanpun seringkali menjadi marah tanpa sebab ?" Kwik Tay-lok cuma tertawa, dan tidak berbicara apa-apa. Bwe Ji-lam berkata lagi: "Perempuan pun seperti juga lelaki, bila sedang marah, itu pasti ada alasannya, cuma saja kaum lelaki belum tentu mengetahui alasan tersebut." Setelah tertawa, lanjutnya: "Sesungguhnya lelaki belum tentu sepintar apa yang dibayangkan sendiri..." Kwik Tay-lok ingin berbicara lagi, tapi akhirnya ia berusaha menahan diri. Ia bertekad tak akan ribut dengannya, seandainya ingin mendebat, diapun baru akan mendebat setelah mengetahui siapakah orang yang dipilih olehnya nanti. Sampai waktunya dia akan memberitahukan kepadanya, paling tidak lelaki jauh lebih pintar daripada apa yang dia bayangkan. Sampai waktunya nanti, dia pasti akan percaya. Sekulum senyuman segera tersungging di ujung bibir Kwik Tay-lok, agaknya dia sedang membayangkan kejadian pada waktu itu, Bwe Ji-lam berbaring dalam rangkulannya dan memberitahukan kepadanya bahwa "orang itu" adalah dia. Koleksi Kang Zusi "Pada waktu itu, dia akan mengetahui sesungguhnya siapakah yang lebih pintar." Hampir tertawa tergelak Kwik Tay-lok setelah membayangkan sampai ke situ. Lim Tay-peng juga sedang tertawa. Apakah ia juga sedang memikirkan kejadian yang sama ? Bila seseorang tak dapat mengkhayalkan diri sendiri, mungkin ia tak bisa dikatakan sebagai seorang lelaki sejati. Mungkin dia tak bisa terhitung sebagai seorang manusia. Manusia bisa lebih hebat dari binatang, mungkin dikarenakan orang bisa berkhayal diri, sementara binatang tidak bisa. Tiba-tiba Bwe Ji-lam berkata lagi: "Padahal sekalipun orang lelaki agak kewanita-wanitaan, hal inipun tidak ada salahnya" "Paling tidak orang semacam itu tak akan kasar, tak akan liar, bahkan pasti akan lemah lembut." Tiba-tiba Kwik Tay-lok melompat bangun kemudian selangkah demi selangkah berjalan ke luar, tiba-tiba ia berpaling sambil bertanya kepada Ong Tiong: "Coba kau lihat, apakah aku juga rada keperempuanan ?" "Kau seorang lelaki ?" Kwik Tay-lok tertawa tergelak. "Sebenarnya aku mengira demikian, tapi sekarang bahkan aku sendiripun kurang jelas." Rembulan sedang bersinar purnama. Rembulan yang bundar tergantung di atas awang-awang.... Yan Jit seorang diri duduk di bawah pohon dan memandang ke tempat kejauhan dengan wajah termangu. Tiba-tiba Kwik Tay-lok juga berjalan mendekat dan duduk disampingnya. Yan Jit mengerutkan dahinya, kemudian dengan mata melotot tegurnya: "Mau apa kau datang kemari ?" "Berbincang-bincang !" "Apa enaknya berbincang-bincang dengan aku ? Mengapa kau tidak mencari nona Bwe saja ?" kata Yan Jit sambil menarik muka. Kwik Tay-lok mengelus dagunya lalu berkata: "Agaknya kau seperti tidak terlalu suka dengannya." Koleksi Kang Zusi "Orang yang menyukainya sudah terlalu banyak, aku tak usah dimasukkan ke dalam bilangan lagi." Kwik Tay-lok membungkam diri. Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, kemudian berkata lagi: "Sore tadi, kalian tampak bergembira sekali." "Ehhhmmmmm . . . . . . !" "Kalau memang kalian bisa berbincang-bincang dengan begitu gembira, buat apa lagi kau datang mencariku ?" "Rupanya kau sedang cemburu?" tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa. Paras muka Yan Jit segera berubah memerah padam seperti kepiting rebus. "Cemburu?" serunya "aku cemburu kepada siapa?" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Kau tahu orang yang dia cintai adalah aku, sedang kau juga mencintainya, maka....." Tidak menunggu sampai ia menyelesaikan kata-katanya, Yan Jit segera bangkit berdiri dan beranjak dari situ. Ketika Kwik Tay-lok menarik tangannya, ia mengipatkan dengan sekuat tenaga, Kwik Tay-lok kembali menariknya seraya berseru: "Aku datang kemari untuk mengajakmu membicarakan soal serius." Yan Jit berkerut kening. "Urusan serius?" katanya, "masakah di ujung bibir masih ada persoalan yang serius?" "Bukankah kau pernah mengatakan bahwa disekitar tempat ini terdapat suatu keluarga besar She Bwe yang mempunyai seorang toa-sauya bernama Sik-jin (manusia batu) Bwe Ji-ka?" "Yaa, aku memang pernah berkata demikian" "Coba pikirlah, mungkinkah Bwe Ji-lam adalah adik perempuannya Bwe Ji-ka ?" "Yaa atau tidak, semuanya tak ada hubungan dengan diriku" "Apakah keluarga Bwe mempunyai ikatan dendam dengan Hong Si-hu ?" "Tidak begitu jelas" "Aku rasa pasti ada, karena itu Bwe Ji-lam baru menggunakan akal untuk menyingkirkan Hong Si-hu, tapi bukankah antara dia dengan Lamkiong Cho juga ada dendam? Bukankah Lamkiong Cho juga ditolong olehnya? Dia menolong Lamkiong Cho apakah dengan maksud untuk mendapatkan harta karun itu?" Koleksi Kang Zusi "Mengapa kau tidak menanyakannya secara langsung kepada orang yang bersangkutan?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Kalau ia sendiri tak mau membicarakannya, sekalipun aku bertanya juga percuma." Yan Jit segera tertawa dingin. "Aku lihat rupanya kau tak berani bertanya" ejeknya. "Tidak berani?" cetus Kwik Tay-lok dengan mata melotot. "Kau takut berbuat salah kepadanya, takut dia menjadi marah, oleh sebab itu...." Tiba-tiba ia menutup mulutnya rapat-rapat dan menarik muka. Ketika Kwik Tay-lok berpaling, dilihatnya Bwe Ji-lam sedang berjalan mendekat. Sekulum senyuman manis masih menghiasi ujung bibirnya, dengan mata yang besar dan jeli ia berkata sambil tertawa: "Sebenarnya persoalan-persoalan tersebut harus kalian tanyakan kepadaku, mengapa aku musti marah ?" Yan Jit semakin menarik mukanya, lalu berseru: "Kalau begitu semua pembicaraan kami tadi sudah kau dengar ?" Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya rendah-rendah. "Aku bukan sengaja datang untuk menyadap pembicaraan kalian, aku hanya datang untuk memberitahukan kepada kalian bahwa hidangan malam telah siap." "Kebetulan amat kedatanganmu itu." Sesungguhnya ia sudah bangkit berdiri, maka sekarang dia melanjutkan langkahnya pergi meninggalkan tempat itu. Memandang hingga bayangan tubuhnya sudah pergi jauh, Bwe Ji-lam baru menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir. "Aku toh tidak menyalahi dia, mengapa begitu berjumpa denganku dia lantas pergi dari sini ?" "Mungkin karena dia amat mencintaimu," jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. Bwe Ji-lam mengerdipkan matanya, lalu berseru: "Menyukai aku? Kenapa dia malah menghindarkan diri dariku" "Mungkin dia merasa bahwa orang yang kau cintai bukan dirinya." Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya, lewat lama sekali tiba-tiba ia baru tertawa. "Apa yang kau tertawakan?" tanya Kwik Tay-lok. Koleksi Kang Zusi Sambil mencibir bibir Bwe Ji-lam tertawa. "Aku mentertawakan kalian orang laki-laki, persoalan yang seharusnya ditanyakan tidak ditanyakan, persoalan yang tidak seharusnya di tanyakan malah kau tanyakan." Tentang beberapa persoalan yang kutanyakan tadi, apakah kau...." Bwe Ji-lam segera menukas ucapan itu, sambil menarik tangannya, ia berseru seraya tertawa: "Hayo jalan kita bersantap dulu, selesai bersantap nanti aku baru akan memberitahukan hal ini kepadamu" "Mengapa tidak kau katakan sekarang juga ?" "Aku kuatir setelah mendengar perkataan itu kau malah tak tega untuk makan" sahut Bwe Jilam sambil tertawa. Ia menarik tangan Kwik Tay-lok dan diajak masuk ke dalam rumah, erat sekali genggamannya, bahkan setelah dudukpun masih menggenggamnya erat-erat. Ong Tiong masih menatap tajam tangannya, Lim Tay-peng juga menatap tangan itu tanpa berkedip, sedang Yan Jit seakan-akan bergerak tak mau melihat, tapi urung toh melirik juga beberapa kejap. Tak terlukiskan perasaan Kwik Tay-lok pada saat ini, maka diapun bisa bersantap luar biasa banyaknya. Ketika ia menyeka mulutnya, tiba-tiba Bwe Ji-lam berkata: "Dugaanmu memang tidak salah, aku adalah adik perempuannya Bwe Ji ka, keluarga kami memang ada dendam dengan Hong Si-hu. Cuma sayang aku tak pernah berhasil menjumpainya, maka terpaksa aku harus menggunakan akal ini." Setelah tertawa, lanjutnya: "Sejak permulaan kami sudah mengetahui kalau si tongkat dan si anjing buldok, pasti dapat menyeret keluar Hong Si hu dari sarangnya, mereka adalah petugas hukum, sudah barang tentu lebih gampang buat mereka untuk mencari orang" Berbicara sampai di sini, tiba-tiba ia menghela napas, kemudian sambungnya: "Hingga sampai di situ, dugaan kalian memang tidak salah" "Selanjutnya ?" "Kejadian selanjutnya, kalian telah salah menebak !" Persoalan yang mana saja yang telah salah ditebak ?" tanya Kwik Tay-lok dengan wajah tertegun. "Pertama orang berbaju hitam itu bukan Lamkiong Cho !" "Kalau bukan Lamkiong Cho lantas siapa?" Koleksi Kang Zusi Bwe Ji-lam menggigit bibirnya kencang-kencang, setelah lewat lama sekali, dia baru mengambil ketetapan dihatinya: "Dia adalah kakakku !" (Bersambung jilid 10) Jilid 10 KETIKA UCAPAN TERSEBUT Diutarakan keluar, semua orang menjadi terkejut, bahkan Kwik Tay-lok pun tak tahan menjerit keras. Lim Tay-peng merasa sangat kecewa, serunya tertahan: "Kakakmu? Mengapa ia lakukan perbuatan semacam ini?" Bwe Ji lam menundukkan kepalanya rendah-rendah, kemudian sahutnya: "Setiap umat persilatan menganggap keluarga Bwe kami adalah keluarga persilatan, mereka mengira keluarga kami pasti kaya raya sebab kesosialan dan keroyalan kami selalu besar, sobat yang datang mencari kami, belum pernah kami mengecewakan dirinya!" Paras mukanya tiba-tiba berubah menjadi sangat sedih, terusnya lebih jauh: "Padahal sejak mendiang ayah kami meninggalkan dunia, keluarga kami sudah jatuh bangkrut dan kehabisan uang, bukan saja tak mampu mendarma kepada orang lagi, bahkan kehidupan sendiri setiap harinya pun sudah menjadi masalah, oleh sebab itu...." "Oleh sebab itu bukan saja kalian menghendaki nyawa Hong Si-hu, juga mengharapkan uangnya ?" sambung Ong Tiong. Bwe Ji-lam manggut-manggut. "Benar rencana kami ini sebetulnya sudah disusun secara rapi, ketika aku datang melakukan pencurian disini, kakakku juga telah menemukan si tongkat dan si anjing buldok dan telah menjadi pengawal mereka" "Manusia yang begitu lihay seperti si tongkat dan si anjing buldok, mengapa secara sembarangan mereka lalu percaya kalau dia adalah Lam Kiong Cho? Mengapa pula secara sembarang mereka telah menggunakannya sebagai tukang pukul ?" "Pertama karena mereka belum pernah bertemu dengan Lamkiong Cho, kedua kakakku membawa tanda pengenal dari Lamkiong Cho, ketiga kerena mereka tak mengira kalau ada orang telah menyaru sebagai Lamkiong Cho" "Ke empat karena nasib kalian lagi mujur" sambung Kwik Tay-lok, "tapi bagaimana ceritanya sehingga kakakmu bisa membawa tanda pengenal dari Lamkiong Cho?" "Kebetulan dia adalah sahabat kakakku!" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, setelah tertawa getir katanya: "Aaaai.... tampaknya kakakmu juga seorang yang sangat berbakat, terbukti ia bisa berteman dengan manusia semacam itu" Koleksi Kang Zusi Merah padam selembar wajah Bwe Ji-lam karena jengah, katanya kemudian: "Sesungguhnya dia memang gemar berteman, bahkan suka membantu orang lain, tak sedikit jumlah orang dalam dunia persilatan yang pernah menerima kebaikan darinya. Justru karena temannya terlalu banyak, diapun terlalu sosial maka keluarga kami hari demi hari semakin jatuh miskin" "Betul, hanya budak uang yang tak akan kekurangan uang" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa, "tahu dia manusia begitu, semestinya pukulanku itu harus sedikit diperingan" Bwe Ji-lam segera menarik wajahnya, lalu pelan-pelan berkata: "Ada dua hal yang hendak kuberitahukan pula kepadamu" "Katakanlah !" "Pertama aku tak senang ada orang menghina kakakku di hadapanku, kedua kalau bukan senjatanya tidak leluasa baginya, yang termakan oleh pukulan bukan dia melainkan kau sendiri" "Sik-jin" si manusia batu Bwe Ji-ka tentu saja senjatanya juga terbuat dari batu, tentang soal ini Kwik Tay-lok juga pernah mendengar orang membicarakannya. Terpaksa Kwik Tay-lok tertawa, tanyanya kemudian: "Entah bagaimana pula dengan ilmu silat yang dimiliki Lamkiong Cho asli ?" "Bila orang yang kau jumpai adalah Lamkiong Cho asli, sekarang mungkin kau tak bisa duduk di sini lagi" "Kalau tidak duduk di sini lantas duduk dimana ?" "Berbaring, sekalipun tidak berbaring dalam peti mati, paling tidak juga berbaring di atas ranjang" Kwik Tay-lok tertawa tergelak, cuma sewaktu tertawa suaranya kedengaran kurang begitu leluasa. Untung saja Bwe Ji-lam telah melanjutkan kembali kata-katanya: "Rencana kami sejak awal sampai akhir semuanya berjalan dengan lancar, hingga...." Ia melirik sekejap ke arah Lim Tay-peng, sebelum ia sempat berbicara, Lim Tay-peng telah berkata duluan: "Hingga aku berjumpa dengannya tanpa sengaja?" Bwe Ji-lam menghela napas panjang. "Aku sebetulnya berharap agar pada hari itu kalian tidak ke kota dan tidak berjumpa dengannya." "Ia kuatir kita akan menyelidiki rahasianya, maka dia sengaja datang untuk membunuh kami dan menghilangkan saksi ?" kembali Lim Tay-peng menyindir. Bwe Ji-lam menghela napas sedih. Koleksi Kang Zusi "Dia adalah putra tunggal keluarga Bwe kami, tentu saja dia berharap agar nama baik keluarga Bwe kita yang telah berusia beberapa ratus tahun itu tidak sampai hancur di tangannya." Ong Tiong menghela napas. "Oleh karena itu dia lebih suka mengakui dirinya sebagai Lamkiong Cho, juga tak ingin mengucapkan asal usulnya sendiri, ia lebih suka mati daripada kehilangan muka, bukan begitu ?" Bwe Ji-lam manggut-manggut, sepasang matanya sudah berubah menjadi merah padam. Tiba-tiba Ong Tiong menghela napas panjang lagi, katanya: "Tampaknya untuk menjadi seorang putra tunggal dari suatu keluarga persilatanpun memiliki banyak penderitaan dan persoalan yang tak diketahui orang luar." Di dunia ini mungkin hanya ada semacam manusia yang lebih menderita dari padanya." sela Kwik Tay-lok. "Manusia macam apa ?" tanya Ong Tiong. "Adik perempuannya !" Bwe Ji-lam mengerling sekejap ke arahnya, bibirnya senyum tak senyum tapi justru kelihatan makin mempersonakan hati. Dengan termangu-mangu Lim Tay-peng memperhatikan-nya, tiba-tiba ia berkata: "Kaukah yang mengirim peti mati itu kemari ?" "Ehmm. . . . ." "Karena apa ?" Bwe Ji-lam menghela napas: "Aku tahu hatimu tentu amat sedih setelah membunuh orang, maka kukirim peti mati kosong itu dengan tujuan ingin memberitahukan kepadamu bahwa orang yang kau bunuh sebenarnya tidak mati" Mimik wajah Lim Tay-peng kelihatan makin tertegun, kemudian gumamnya lirih: "Kalau begitu, bagaimanapun juga aku harus berterima kasih kepadamu...!" Kwik Tay-lok memandang ke arahnya kemudian memandang pula ke arah Bwe Ji-lam, akhirnya dia turut menghela napas. "Aku juga harus berterima kasih kepadamu, ia memang bersikap sangat baik kepadamu" Yan Jit yang selama ini hanya membungkam terus, tiba-tiba menimbrung dengan suara dingin: "Tapi, bukankah di atas peti mati itu dengan jelas tertuliskan nama dari Lamkiong Cho?" "Yaa, bagaimanapun juga, aku tak dapat menghianati kakakku." Koleksi Kang Zusi Matanya semakin merah, lanjutnya: "Walaupun aku tahu kalau perbuatannya salah, tapi akupun hanya bisa menghalanginya secara diam-diam" "Maka selama ini kau tak berani menampakkan diri !" sambung Yan Jit. Dengan sedih Bwe Ji-lam mengangguk. "Yaa, aku tak berani menampakkan diri dan tak bisa menampakkan diri. Tapi aku masih bisa menggunakan segenap kekuatan yang kumiliki untuk membaiki kalian, aku cuma berharap agar kalian sudi memandang di atas wajahku dan mengampuni dirinya." "Sekarang dia berada di mana ?" "Pulang ke rumah." "Apakah kau yang menolongnya ?" "Tentu saja aku, dia adalah kakak kandungku, bagaimanapun juga aku toh tak bisa membiarkan dia tersiksa" Tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya, lalu berkata: "Seandainya kalian tidak bersedia mengampuninya, kalianpun tak usah pergi menjumpainya, kalian boleh mencari aku, sebab aku bersedia untuk menanggung segala sesuatunya." Mendadak LimTay-peng melompat bangun lalu serunya dengan suara lantang: "Perduli apapun yang akan dikatakan orang lain, aku tetap menganggap bahwa kau tidak bersalah." "Siapa bilang dia bersalah?" sambung Kwik Tay-lok, "siapa berkata demikian, dia pastilah seorang telur busuk." "Aku cuma bisa mengatakan bahwa pada hakekatnya dia bukan manusia" Ong Tiong menambahkan. Paras muka Lim Tay-peng segera berubah menjadi merah membara, bahkan merah sampai ke telinganya, dengan mata melotot dia berteriak: "Kau bilang dia bukan manusia?" "Dia memang bukan manusia." Ong Tiong menghela napas, "karena belum pernah kujumpai manusia yang pemberani seperti dia." Kwik Tay-lok segera bertepuk tangan, sambungnya: "Sedikitpun tak salah, kata-kata semacam ini sesungguhnya ia tak usah memberitahukannya kepada kita, tapi ia tidak berniat untuk merahasiakannya, siapa lagi yang bisa menandingi keberanian semacam ini ?" "Apakah kau juga tak mampu untuk menandinginya ?" tanya Yan Jit. Kwik Tay-lok segera menghela napas. Koleksi Kang Zusi "Aaai... coba berganti aku, belum tentu aku berani untuk mengutarakan persoalan ini secara terus terang." Tiba-tiba Yan Jit tertawa, katanya: "Sekarang kau seharusnya mengerti, perempuan belum tentu berpikiran sempit seperti apa yang kau bayangkan bukan ?" "Yaa, benar, bukan saja tidak berpikiran sempit, bahkan berjiwa mulia...!" Sepasang mata Bwe Ji-lam kembali berubah menjadi merah, agak sesenggukan dia berkata: "Kalian... kalian benar-benar tidak menyalahkan aku ?" "Menyalahkan kau? Siapa berani menyalahkan kau! Malah seharusnya kami berlutut di hadapanmu sambil berterima kasih." "Benar !" Ong Tiong menambahkan, "coba bukan karena kau, sekalipun kami tak akan mati keracunan, paling tidak juga akan mati kelaparan." Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya semakin rendah. "Padahal kakakku juga belum tentu akan...." "Kau tak usah memberi penjelasan lagi, pokoknya kami tak ada yang menyalahkan dia." tukas Kwik Tay-lok. "Sungguh!" "Seandainya aku menjadi dia, mungkin saja akupun akan berbuat demikian" "Kalau aku pasti akan berbuat lebih ganas lagi !" Ong Tiong menambahkan. "Aku hanya kuatir andaikata di kemudian hari kakakmu mengetahui kalau kaulah yang mengacau rencananya, mungkin dia akan marah, marah setengah mati." Bwe Ji-lam segera tertawa getir. "Sekarangpun dia sudah tahu !" katanya. "Bagaimana sikapnya setelah mengetahui kejadian ini...?" tanya Kwik Tay-lok. "Marahnya setengah mati !" "Lantas apa yang kau lakukan ?" "Akupun kabur!" "Tapi cepat atau lambat kau toh pasti akan pulang, sebab di sanalah rumahmu" kata Kwik Taylok dengan kening berkerut. Sekali lagi Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya dan tidak berbicara lagi. Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba Ong Tiong tertawa, katanya: "Bila dia harus pulang, sudah pasti banyak penderitaan yang akan dialaminya, tapi dia toh bisa saja tak usah pulang." "Kenapa?" "Bila seorang gadis sudah menikah, tentu saja dia tak usah pulang ke rumah asalnya" kata Ong Tiong sambil tersenyum. Seperti baru saja menyadari akan persoalan ini, Kwik Tay-lok segera berseru tertahan: "Benar, jika ia sudah menikah maka diapun sudah bukan anggota keluarga Bwe lagi, kakaknya juga tak usah mengurusi dirinya lagi" "Oleh karena itu dia tak bisa tidak harus lekas-lekas kawin" "Tapi kawin dengan siapa ?" "Tentu saja kawin dengan orang yang disukainya, mungkin aku, mungkin juga kau" Tiba-tiba saja Kwik Tay-lok menjadi tertegun. Tiba-tiba ia menemukan bahwa Bwe Ji-lam sedang mengerling ke arahnya sambil tertawa. Bwe Ji-lam, menundukkan kepalanya dengan wajah merah dan duduk tenang di sana, seakanakan merasa serba salah, merasa sedih sekali, tapi sekulum senyuman masih menghiasi terus ujung bibirnya. Senyuman itu bagaikan senyuman seekor rase kecil yang baru berhasil mencuri delapan ekor ayam. Akhirnya Kwik Tay-lok menyadari, rupanya mereka berempat lelaki tanggung telah terkecoh oleh gadis tersebut. Berada dalam keadaan demikian, siapapun yang dia sukai, rupanya terpaksa harus kawin juga dengannya. Rupanya tanpa mereka sadari si rase kecil itu telah memasang jerat yang menjerat leher mereka semua, sekarang asal tangannya membetot ke belakang maka salah seorang diantaranya akan tergantung untuk selamanya. "Tampaknya kaum perempuan memang jauh lebih pintar daripada apa yang dibayangkan kaum lelaki." Cuma.... siapakah orangnya yang bakal digantung olehnya itu? Ong Tiong masih tertawa, tertawa bagainya seekor rase pula, seekor rase tua. Dia seakan-akan sudah tahu kalau dirinya tak bakal kena digaet oleh perempuan itu. Bahkan dia masih mengetahui pula sebagian persoalan yang tidak diketahui Kwik Tay-lok. Mendadak sambil tertawa: "Walaupun kami bukan manusia sebangsa toa-enghiong atau toa-haukiat, tapi kamipun bukan setan bernyali kecil yang melupakan budi kebaikan orang lain, bukan demikian ?" Koleksi Kang Zusi "Betul!" jawab Lim Tay-peng cepat. "Maka seandainya nona Bwe mempunyai kesulitan apa-apa, kamipun pasti akan mencarikan akal baginya untuk menyelesaikan persoalan itu, betul toh ?" "Betul !" Lagi-lagi Lim Tay-peng yang berbuat menjadi lebih dulu. Kwik Tay-lok memandang ke arahnya, lalu diam-diam menghela napas. Pikirnya: "Aaai.... dasar anak muda, setiap saat setiap waktu selalu bersikap hangat yang berlebihan, baru saja orang lain menyiapkan tali gantung, kau telah berebut untuk menjiratkan di atas leher sendiri." Belum habis dia menghela napas, terasa olehnya Ong Tiong sedang melotot ke arahnya sambil menegur: "Bagaimana dengan kau? Benar tidak perkataan ini ?" Sekalipun Kwik Tay-lok ingin mengatakan tidak juga tak bisa, kalau ada sebutir telur ayam di situ, dia ingin menjejalkannya ke mulut Ong Tiong yang bawel itu. Tiba-tiba Yan Jit menyela: "Sesungguhnya kau tak usah bertanya kepadanya, soal mengasihani perempuan, menolong kaum yang lemah siapa lagi yang bisa menangkan Kwik sianseng kita ini?" Ong Tiong manggut-manggut, seakan-akan ia sudah dibikin mengerti oleh ucapan dari Yan Jit tersebut, katanya dengan serius: "Betul juga perkataanmu itu, tapi bagaimana dengan kau sendiri ?" Yan Jit tertawa, sahutnya hambar. "Asal Ong lotoa sudah berkata satu patah kata, masa aku masih ada persoalan lagi ?" Ong Tiong segera menghembuskan napas panjang, dengan wajah berseri ia lantas berkata: "Nona Bwe, semua pembicaraan kami tentunya sudah kau dengar semua bukan ?" Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya sambil mengiakan, suaranya selembut suara nyamuk: "Kalau memang begitu, bila kau mempunyai kesulitan mengapa tidak diutarakan saja?" tanya Ong Tiong. Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya semakin rendah, dengan wajah yang mengenaskan katanya lirih: "Aku merasa rikuh untuk mengucapkannya keluar !" "Katakan saja, tak usah bimbang" Koleksi Kang Zusi Dengan wajah merah jengah, rikuh dan patut dikasihani Bwe Ji-lam termenung beberapa saat lamanya, sampai setengah harian kemudian dia baru melanjutkan kembali kata-katanya: "Ketika kakakku mengetahui aku telah berbuat demikian, rasa gusarnya hampir saja membuat ia menjadi gila, dia mendesak aku terus menerus mengapa aku sampai melakukan perbuatan semacam ini, mengapa membantu orang luar untuk mencelakai kakak sendiri ?" "Lantas bagaimana kau jawab ?" Paras muka Bwe Ji-lam berubah semakin merah membara karena rasa malu yang luar biasa. "Aku tidak berhasil menemukan alasan yang tepat." sahutnya, "maka terpaksa aku bilang.... terpaksa aku bilang... terpaksa aku bilang...." Seperti otot disekitar mulutnya mendadak menjadi kejang, dia tak sanggup melanjutkan kembali kata-katanya kecuali ketiga patah kata tersebut. Kwik Tay-lok merasa tidak sabar lagi, tak tahan dia lantas bertanya: "Kau bilang apa ?" Bwe Ji-lam menggigit bibirnya menahan pergolakan emosi didalam hatinya, tampaknya ia sudah mengambil suatu keputusan dalam hatinya, dengan wajah memerah katanya: "Terpaksa aku bilang, orang yang kubantupun bukan orang luar, dia lantas bertanya lagi, kalau bukan orang luar lantas siapa? Terpaksa akupun berkata bahwa dia adalah.... dia adalah...." "Dia adalah apa ?" tanya Kwik Tay-lok lagi tidak tahan. "Terpaksa aku bilang dia adalah Moayhu (suami adik) mu sendiri, karena aku telah mengikat tali perkawinan dengannya." Ketika selesai mengucapkan perkataan itu, sekujur badannya seolah-olah menjadi amat lemas sehingga hampir saja terjatuh dari atas kursi. Kwik Tay-lok juga hampir terjatuh ke kolong meja. "Bagaimana reaksi kakakmu setelah mendengar perkataan itu?" tanya Ong Tiong kemudian sambil mengerdipkan matanya. Bwe Ji-lam menarik napas panjang, sesudah berhenti sejenak katanya: "Sesudah mendengar perkataan itu, hawa amarahnya baru menjadi agak mereda, tapi dia memperingatkan diriku, andaikata aku sedang membohonginya, maka dia akan menghajarku setengah mati, diapun memaksa aku untuk.... untuk mengajaknya pulang ke rumah." "Apanya yang diajak pulang ke rumah?" "Orangnya..." sahut Bwe Ji-lam sambil menggigit bibirnya kencang- kencang. "Orang apa ?" "Moay.... moay-hu...." "Moay-hu siapa ?" Koleksi Kang Zusi "Moay-hu kakak .....kakakku" Selesai mengucapkan perkataan itu, sekujur badannya sudah menjadi lemas hingga sama sekali tak bertenaga lagi. Kwik Tay-lok juga merasakan sekujur badannya lemas tak bertenaga. Sekali lagi Ong Tiong menghembuskan napas panjang, seolah-olah hingga kini ia baru memahami duduknya persoalan. Dalam kenyataannya, memang bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk memahami ucapan dari seorang gadis. Ong Tiong tertawa. "Agaknya persoalannya sekarang tinggal satu !" "Persoalan apa ?" tanya Lim Tay-peng. "Diantara kita berempat, siapakah yang akan menjadi Moay-hunya kakak nona Bwe ? Dan apakah ia bersedia atau tidak mengikuti nona Bwe pulang ke rumahnya ?" "Aaaah, siapa yang tidak bersedia ? Masa dia tega menyaksikan nona Bwe dihajar oleh kakaknya?" "Seandainya ada yang tidak bersedia?" "Maka dia tak bisa dianggap sebagai teman kita lagi." seru Lim Tay-peng dengan suara lantang, "terhadap sobat yang tidak bersahabat macam itu, kita pun tak usah berlaku sungkansungkan lagi." Ong Tiong segera bertepuk tangan kegirangan, sahutnya: "Betul, sekalipun ada orang yang enggan pergi, tiga orang lainnya juga harus memaksanya untuk pergi, setujukah kalian?" "Setuju !" "Dan kau ?" Ong Tiong melirik sekejap ke arah Kwik Tay-lok. Dengan suara dingin tiba-tiba Yan Jit berkata: "Tidak seharusnya pertanyaan semacam itu kau ajukan, masa kau menganggap Kwik Sianseng adalah seorang lelaki yang suka melupakan budi orang ?" "Kalau begitu bagus sekali !" seru Ong Tiong sambil tertawa tergelak-gelak. "Sekarang, semua masalahnya sudah beres, "nona Bwe, apa lagi yang masih kau nantikan ?" Tapi Bwe Ji-lam belum juga menjawab, seakan-akan dia sengaja membiarkan mereka menunggu sebentar lagi. Perempuan memang sukanya berbuat demikian, selalu membikin orang lelaki merasa gelisah. Koleksi Kang Zusi Dengan sepasang biji matanya yang jeli, gadis itu memandang wajah ke empat orang lelaki tersebut silih berganti. Dalam keadaan demikian, Kwik Tay-lok hanya berharap, sepasang biji mata yang jeli itu jangan sampai berhenti di atas wajahnya. . Sesungguhnya ia sama sekali tidak jemu terhadap "Swan Bwe-thong" itu, seandainya pagi tadi ia mengatakan bahwa orang yang di sukai adalah orang lain bukan dia, mungkin dia akan marahmarah besar. Tapi suka adalah satu masalah, mencari bini adalah masalah lain. Apalagi kalau mencari bini dalam keadaan yang dipaksakan, tentu saja keadaan ini jauh lebih berbeda lagi, seperti misalnya dia gemar minum arak, sekalipun demikian ia tak suka kalau ada orang memencet hidungnya sambil melolohkan arak ke dalam perutnya. Dia cuma berharap semoga sepasang mata Bwe Ji-lam berpenyakit, bukan dia yang dituju melainkan orang lain. Tapi sayangnya sepasang mata si "Swan Bwe-thong" ini justru sama sekali tak berpenyakit, bahkan pada waktu itu sedang menatap wajahnya lekat-lekat. Bukan cuma memandang lekat-lekat, bahkan sedang tertawa, tertawanya begitu manis, begitu mempersonakan hati. Siapapun orangnya, jika ia tahu kalau pancingnya sudah berhasil menangkap seekor ikan besar, senyuman yang menghiasi bibirnya tentu secerah ini. Kwik Tay-lok ingin juga tertawa kepadanya, apa mau dikata justru ia tak sanggup untuk tertawa. Ia menghela napas panjang dalam hatinya lalu berpikir: "Aaaai.... anggap saja aku lagi apes, siapa suruh tampangku jauh lebih ganteng dari pada orang lain ?" Tiba-tiba Bwe Ji-lam berkata: "Masih ingatkah kau, bila aku sudah mengambil keputusan maka orang pertama yang akan kuberitahu adalah kau ?" Mendengar perkataan itu, Kwik Tay-lok segera bergumam seorang diri: "Padahal kau juga tidak usah begitu memegang janjimu itu, bukankah apa yang telah dijanjikan oleh kaum gadis, biasanya suka dilupakan kembali ?" "Tapi aku tak pernah melupakan janjiku sendiri, apa yang telah kukatakan pasti akan kulaksanakan.... nah, hayolah ikut aku keluar dari sini, akan kuberitahukan kepadamu siapakah orang yang menjadi pilihanku itu." Ketika selesai mengucapkan perkataan itu, dia lantas bangkit berdiri dan beranjak dari tempat itu. Langkah tubuhnya tampak sangat enteng dan lincah, enteng bagaikan seekor burung walet. Yaa, itulah seekor burung walet yang baru saja berhasil menangkap beberapa ekor ulat bulu yang besar. Koleksi Kang Zusi Belum pernah mereka menjumpai gadis yang lincah semacam ini, begitu lincah dan riangnya sehingga mempersonakan hati orang. Dalam waktu singkat ia sudah berada di depan pintu gerbang sana, melangkah dengan lemah gemulai bak bidadari yang baru saja turun dari kahyangan. Kwik Tay-lok tertegun, sedang yang lain juga melongo besar. XXXXXXXXXX Ketika tiba di pintu depan, gadis itu kembali berpaling menggape ke arah Kwik Tay-lok. Menggape dengan tangannya yang putih dan halus. Jika tengkukmu sudah dicekik oleh sepasang tangannya itu, bagaimanapun putih dan halusnya tangan tersebut, perasaannya pada saat itu tentu kurang sedap. Terpaksa Kwik Tay-lok bangkit berdiri dan menengok ke arah Yan Jit. Tapi Yan Jit tidak memandang ke arahnya. Kwik Tay-lok memandang ke arah Ong Tiong. Ong Tiong sedang minum arak, cawan arak telah menghalangi sepasang matanya. Kwik Tay-lok pun memandang ke arah Lim Tay-peng. Tapi Lim Tay-peng sedang duduk termangu-mangu seperti orang bodoh. Akhirnya Kwik Tay-Iak menggigit bibirnya kencang-kencang, dengan gemas serunya: "Sudah pasti nenek moyangmu dulu sudah banyak hutang budi kepada orang, kalau tidak mengapa aku bisa berteman dengan manusia-manusia macam kalian?" Terdengar Bwe Ji-lam yang berada di luar berseru: "Hai, apa yang sedang kau ucapkan ? Kenapa belum juga menampakkan diri ?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Aaaai.... aku bukan sedang berbicara, berkentut!" sahutnya. "Akhirnya dia toh beranjak juga menuju ke luar ruangan. Kalau dilihat dari wajahnya yang bermuram durja dan sedih itu, tampang tersebut mirip dengan seorang terhukum yang sedang dibawa menuju ke pengadilan. Lewat setengah harian kemudian, tiba-tiba Lim Tay-peng juga menghela napas panjang, kemudian bergumam: "Tidak kusangka orang inipun pandai berlagak pilon, dihati kecilnya dia merasa gembira setengah mati, tapi wajahnya justru menunjukkan sikap bermuram durja, sungguh membuat orang yang melihat merasa mendongkol." Omelan tersebut kedengaran rada kecut tak sedap didengar, arak yang berada dalam perutnya juga seolah-olah berubah menjadi cuka semua (maksudnya cemburu). Koleksi Kang Zusi Ong Tiong segera tertawa: "Lagi-lagi kau telah salah menduga !" serunya. "Salah menduga dalam soal apa ?" "Sesungguhnya dia tidak suka dengan nona itu." "Tidak suka ? Apakah nona Bwe tidak pantas untuk mendampingi dirinya ?" "Pantas atau tidak adalah suatu urusan, suka atau tidak adalah urusan lain." "Darimana kau bisa tahu kalau dia tidak suka ?" "Karena dia belum menjadi seorang bodoh dan dia belum menjadi orang bisu." Lim Tay-peng segera mengerdipkan matanya berulang kali, rupanya ia tidak mengerti dengan apa yang dimaksudkan. Agaknya Ong Tiong juga tahu kalau ia tidak mengerti, maka jelasnya lebih lanjut: "Ada seorang yang sangat pintar pernah mengucapkan sepatah kata yang amat masuk diakal, dia bilang: "Bagaimana cerdiknya seseorang, bila ia benar-benar mencintai seorang gadis, maka selama berada dihadapannya maka dia pasti akan berubah menjadi ketolol-tololan, bahkan untuk bicarapun tak mampu." Dengan pandangan sengaja tak sengaja dia melirik sekejap ke arah Yan Jit, kemudian sambil tertawa: "Tapi selama berada di hadapan nona Bwe justru perkataan yang di ucapkannya paling banyak daripada orang lain..." "Hal ini dikarenakan dia memang sudah dilahirkan dengan mulut yang sudah cerewet" tukas Yan Ji ketus. Ong Tiang cuma tertawa dan tidak berbicara lagi. Tak ada orang ingin menjadi orang yang cerewet, biasanya orang juga tak akan menganggap dirinya sebagai orang yang cerewet, tapi hari ini agaknya ia agak berubah, ucapannya juga lebih banyak beberapa kali lipat ketimbang biasanya. Sesungguhnya Lim Tay-peng sudah merasa keheranan sendiri tadi. Hari ini, mengapa orang ini bisa sedemikian cerewet ? Kata-kata, sebanyak itu sesungguhnya sengaja dia tunjukkan kepada siapa ...." Lim Tay-peng hanya mengetahui satu hal: Bila tiada sesuatu alasan yang istimewa, Ong Tiong tak akan sedemikian cerewetnya, bahkan untuk menggerakkan mulut pun enggan. Rembulan bersinar dengan indahnya: Koleksi Kang Zusi Mungkin jarang ada orang yang memperhatikannya, tapi rembulan di musim dingin belum tentu kalah indahnya dari pada rembulan di musim semi, rembulan di musim dinginpun masih sanggup untuk menggetarkan perasaan gadis. Rembulan yang sedang bersinar purnama berada jauh di awang-awang, Bwe Ji-lam berdiri di bawah pohon yang rimbun. Cahaya rembulan menyoroti matanya yang jeli dan wajahnya yang cantik. Sepasang matanya itu jauh lebih indah daripada rembulan. Bahkan Kwik Tay-lok sendiripun tak bisa tidak untuk mengakui bahwa gadis itu benar-benar seorang gadis yang menawan hati, terutama potongan badannya yang ramping dan padat berisi itu, belum pernah Kwik Tay-lok menjumpai gadis cantik dengan potongan badan sebagus ini. Ia tampak jauh lebih cantik daripada ketika dijumpai Kwik Tay-lok untuk pertama kalinya dulu, mungkin karena pakaiannya, mungkin juga karena senyumannya. Pakaian yang dikenakannya hari ini sudah bukan pakaian dengan bahan kain yang kasar lagi, pinggangnya yang ramping ditutup oleh gaun yang panjang, membuat gadis itu tampak lebih cantik dan lebih menawan hati. Kembali ia memandang ke arah Kwik Tay-lok sambil tertawa, tertawanya itu tampak lebih baik cantik dan manis. Sesungguhnya Kwik Tay-lok paling menyukai senyuman-nya itu, tapi sekarang, hampir boleh dibilang ia tak berani memandang lagi ke arahnya barang sekejappun. Senyuman seorang anak gadis ibaratnya pakaian atau perhiasan yang mereka kenakan, semuanya bertujuan untuk memancing perhatian orang lelaki. Lelaki yang pintar biasanya enggan untuk memperhatikan perhiasan atau pakaian atau senyuman yang diperlihatkan para wanita. Seandainya dihari itu Kwik Tay-lok memahami teori tersebut, tentu tidak sebanyak ini kesulitan yang bakal dihadapinya. Diam-diam ia menghela napas panjang, pelan-pelan maju menghampirinya dan tiba-tiba berkata: "Benarkah takaran minum kakakmu sangat baik ?" "Bohong !" Bwe Ji-lam sambil tertawa, "dihari-hari biasa ia hampir tak pernah minum arak." "Waaah... kalau begitu agak repot juga!" keluh Kwik Tay-lok sambil tertawa getir. "Sebenarnya aku ada rencana untuk melolohnya sampai mabuk begitu bersua muka nanti, daripada ia menjadi teringat kembali dengan kejadian kemarin dan sengaja menjadi gara-gara denganku" "Jika kau takut ia datang mencari gara-gara denganmu, tunggu sajalah beberapa hari lagi, setelah rasa mendongkolnya agak reda, kau baru pergi menjumpainya" "Bukankah kau buru-buru hendak mengajakku untuk pulang menjumpainya?" Tiba-tiba Bwe Ji-lam membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar dan memandang ke arahnya dengan mata mendelik. Koleksi Kang Zusi "Kau kira.... kau kira...?" Mendadak ia tertawa tergelak, tertawa terpingkal-pingkal sehingga membungkukkan badannya. Menyaksikan keadaan dari gadis tersebut, Kwik Tay-lok menjadi tertegun, sepasang matanya terbelalak besar dan balas mendelik kearah gadis itu. "Bukan aku....?" gumamnya tergagap. Bwe Ji-lam masih tertawa terpingkal-pingkal dengan kerasnya sehingga untuk berbicara tak sanggup, dia cuma bisa menggelengkan kepalanya berulang kali. "Kalau bukan aku, lantas siapa ?" tanya Kwik Tay-lok kemudian tak tahan. Dengan susah payah akhirnya berhasil Bwe Ji-lam menghentikan gelak tertawanya, dengan napas masih terengah sahutnya: "Yan Jit !" "Apa? Yan Jit...?" jerit Kwik Tay-lok, "orang yang kau cintai adalah Yan Jit ?" Bwe Ji-lam manggut-manggut berulang kali. Sekarang Kwik Tay-lok baru benar-benar dibuat tertegun. Sesungguhnya dia memang tidak berhasrat untuk menikah dengan Bwe Ji-lam, bahkan dengan siapapun tidak ingin. Sekarang terbukti kalau orang yang dicintai Bwe Ji-lam bukan dia, seharusnya dia musti menghembuskan napas lega, merasa bergembira karena tidak terpilih. Tapi entah karena apa, tiba-tiba saja dia malah merasa amat sedih, amat kecewa, bahkan sedikit merasa cemburu. Lewat lama sekali dia baru menghembuskan rasa mengkalnya itu keluar, sambil menggeleng gumamnya: "Aku benar-benar tidak habis mengerti, mengapa kau bisa jatuh hati kepadanya?" Bwe Ji-lam mengerling sekejap ke arah pemuda itu dengan sinar mata yang jeli, kemudian sahutnya sambil tertawa: "Aku hanya merasa dia sangat baik, segala-galanya baik." "Bahkan tidak mandi pun terhitung baik?" "Seorang lelaki yang gagah seringkali tak pernah memikirkan soal dirinya sendiri sebelum menikah, tapi bila sudah dirawat oleh isterinya, maka seringkali diapun akan berubah....!" Mencorong sinar tajam dari balik matanya, seperti lagi mengigau, katanya lebih lanjut sambil tertawa: Koleksi Kang Zusi "Terus terang saja kukatakan, sedari kecil aku sudah menyukai lelaki yang tidak sok perlente seperti dia, sebab hanya lelaki semacam inilah baru betul-betul berjiwa seorang lelaki. Kalau memandang lelaki yang senang berdandan dan sok perlente, melihat saja aku sudah muak." Ketika Kwik Tay-lok memandang sepasang matanya itu, mendadak ia merasa bahwa sepasang matanya itu sama sekali tidak indah, bahkan pada hakekatnya seperti mata orang buta saja. "Aku juga tahu kalau selama ini dia selalu menghindariku, seakan-akan merasa muak kepadaku," terus Bwe Ji-lam, "padahal begitulah watak yang asli dari seorang lelaki sejati. Aku paling benci dengan laki-laki yang macam lalat saja begitu bertemu dengan perempuan...!" Kwik Tay-lok merasa pipinya rada panas dan merah karena jengah, ia lantas mendehem beberapa kali, kemudian katanya: "Kalau begitu, kau benar-benar mencintainya ?" "Masa kau sama sekali tidak mengetahuinya ?" Kwik Tay-lok menghela napas panjang, lalu tertawa getir. "Aku hanya merasa kau seakan-akan bersikap amat hangat dan mesra kepadaku." katanya. "Itu mah sengaja kulakukan agar dia menjadi panas hatinya dan cemburu." "Kalau toh kau memang amat menyintainya, mengapa malah kau buat sehingga dia menjadi marah ?" "Justru karena aku mencintainya maka aku harus membuatnya menjadi marah, masa teori semacam ini tidak kau pahami ?" Kembali Kwik Tay-lok tertawa getir. "Kalau begitu, menjadi seorang laki-laki lebih baik jangan sampai dicintai oleh perempuan, kalau selamanya tak dicintai oleh perempuan, bukankah hidupnya akan bertambah senang dan gembira?" "Apakah sekarang kau merasa amat gembira?" "Yaa, tentu saja gembira sekali, bahkan saking gembiranya aku ingin berteriak-teriak" Ketika Kwik Tay-lok berjalan masuk kembali, sekalipun seorang buta juga tahu kalau hatinya sama sekali tidak merasa gembira. Kalau disaat keluar dari ruangan tadi keadaannya seperti terhukum yang menuju ke lapangan penembakan. maka sekarang keadaannya tak bedanya seperti sesosok mayat. Mungkin keadaan rada mendingan sedikit daripada mayat, karena ia masih bisa bernapas. Keadaan didalam ruangan tersebut tidak jauh berbeda daripada suasana sewaktu dia ke luar tadi, Ong Tiong masih minum arak, Lim Tay-peng masih termangu-mangu dan Yan Jit seperti orang yang tidak melihat kedatangannya. Kwik Tay-lok segera merampas cawan arak ditangan Ong Tiong itu, lalu berteriak dengan suara keras: Koleksi Kang Zusi "Hei, mengapa kalian semua hari ini ? Apakah sudah menjadi guci arak semua ?" Ong Tiong tertawa, sahutnya: "Untuk memperingati hari perkawinan dari teman karib kita, tentu saja kita harus minum beberapa cawan lebih banyak, masakah si pengantin lelaki merasa keberatan ?" Sebetulnya Kwik Tay-lok juga ingin tertawa, namun ia tak mampu bersuara, dikerlingnya Yan- Jit sekejap, kemudian katanya: "Di sini memang ada seorang pengantin baru, cuma orangnya bukan aku !" Rupanya Ong Tiong sama sekali tidak menanggapi kejadian itu sebagai sesuatu yang di luar dugaan, hanya tanyanya dengan suara hambar: "Kalau bukan kau, lantas siapa ?" Kwik Tay-lok tidak menjawab. Dia telah membalikkan badannya, dengan sepasang mata yang mendelik besar ditatapnya Yan Jit tanpa berkedip. "Hei, apa yang kau perhatikan ?" Yan Jit segera menegur. "Aku sedang memperhatikan kau ?" "Apa yang baik dengan diriku ?" sahut Yan Jit sambil tertawa dingin, "apa kau tidak merasa salah melihat orang ?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya: "Aaaai... aku memang sedang memperhatikan dirimu dengan seksama, aku ingin tahu keistimewaan apakah yang kau miliki sehingga orang lain bisa tertarik kepadamu." "Tertarik kepadaku ? Siapa yang tertarik kepadaku ?" tanya Yan Jit dengan kening berkerut. "Siapa lagi ? Tentu saja si pengantin perempuan!" Yan Jit baru merasa terperanjat setelah mendengar perkataan itu, teriaknya: "Apa hubungannya antara pengantin perempuan dengan diriku ?" "Jika si pengantin perempuan tak ada hubungannya dengan si pengantin lelaki, lantas dia musti mempunyai hubungan dengan siapa?" Kontan saja Yan Jit melototkan sepasang matanya bulat-bulat. "Siapa yang menjadi pengantin ?" "Kau !" Yan Jit menjadi tertegun. Koleksi Kang Zusi Pada mulanya dia kelihatan agak terperanjat, kemudian secara tiba-tiba berubah menjadi gembira dan akhirnya tertawa terbahak-bahak, seakan-akan tiba-tiba ia tahu kalau lotre buntutnya tembus. "Oooh... rupanya kau pun menyukainya" gumam Kwik Tay-lok kemudian sambil mengedipkan matanya. Yan Jit tidak menjawab, ia cuma tertawa terus tidak hentinya. Kembali Kwik Tay-lok berkata: "Bila kau tidak mencintainya pula, mengapa tertawamu begitu riang dan gembira ?" Yan Jit tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya: "Dimanakah orangnya sekarang ?" "Sedang menunggu pengantin lelakinya di halaman depan, lebih baik janganlah kau buat ia merasa gelisah karena harus menunggu terlalu lama" Yan Jit memang tidak membiarkan ia menunggu lama, ketika ucapan Kwik Tay-lok baru selesai diucapkan, dia sudah melompat bangun dan lari ke depan. Kwik Tay-lok memandang ke arahnya kemudian pelan-pelan menggelengkan kepalanya berulang kali, gumamnya: "Tampaknya si pengantin lelaki jauh lebih terburu napsu daripada pengantin perempuannya." "Apakah kau tidak merasa puas?" tiba-tiba Ong Tiong menegur sambil tertawa. Kwik Tay-lok melotot sekejap ke arahnya, kemudian menjawab dengan dingin: "Aku tak lebih hanya merasa agak heran." "Apanya yang perlu diherankan ?" "Aku cuma heran, kenapa mata setiap perempuan tentu ada penyakitnya ?" "Jadi kau beranggapan nona Bwe tidak sepantasnya tertarik kepada Yan Jit ? Kau anggap dia amat jelek ?" Kwik Tay-lok berpikir sejenak, kemudian: "Padahal ia juga tak dibilang terlalu jelek paling tidak matanya tidak jelek." Di dalam kenyataan, sepasang mata Yan Jit bukan cuma tidak jelek, bahkan menarik sekali, terutama bila ia sedang tertawa, keadaannya ibarat air telaga di musim semi yang syahdu. "Jelekkah hidungnya ?" kembali Ong Tiong bertanya. Kwik Tay-lok berpikir sebentar, lalu menjawab: "Juga tak bisa dianggap jelek, cuma dikala tertawa maka hidungnya jadi lebih mirip dengan bak-pao" Koleksi Kang Zusi Jika Yan Jit sedang tertawa maka hidungnya selalu berkenyit lebih dahulu, bukan saja tidak mirip bak-pao bahkan malah kelihatan lebih nakal dan indah. "Jelekkah bibirnya ?" kembali Ong Tiong bertanya. Mendadak Kwik Tay-lok tertawa. "Aku jarang sekali dapat melihat bibirnya!" dia berseru. "Kenapa ?" "Bibirnya jauh lebih kecil daripada bibir anjing cho-cho, mana aku bisa melihatnya ?" "Apakah mulut yang terlampau kecil jelek dipandang ?" Terpaksa Kwik Tay-lok harus menggaruk-garuk kepalanya karena dia bukan berbicara dengan suara hatinya. "Coba katakan, bagai mana dari tubuhnya yang jelek dipandang...?" desak Ong Tiong lagi. Kwik Tay-lok sudah berpikir lama sekali, tiba-tiba ia merasa bahwa dari kepala sampai kaki Yan Jit sesungguhnya indah semua. Bahkan sepasang tangannya yang selalu dekil dan kotor itupun jauh lebih ramping, runcing dan indah daripada jari tangan orang lain. Terpaksa Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya: "Andaikata dia sering mandi, mungkin dia bukan seorang yang tak sedap dipandang!" Tiba-tiba Ong Tiong tertawa, katanya: "Seandainya dia benar-benar telah mandi, mungkin kau sendiripun akan merasa amat terperanjat." "Aku mah sangat berharap sampai kapan dia baru akan mengejutkan diriku." "Kalau toh kau sendiripun merasa dia tidak jelek, salahkah jika nona Bwe sampai jatuh hati kepadanya?" "Ya, tidak salah, dia memang tidak salah...." Mendadak dari arah ruangan depan sana mereka mendengar suara teriakan dari Bwe Ji-lam, seperti kucing yang ekornya tiba-tiba diinjak orang. Kwik Tay-lok segera melompat bangun ingin melihat ke depan, tapi dengan cepat ia duduk kembali, sambil gelengkan kepalanya dan tertawa katanya: "Aku tahu kalau pengantin lelaki biasanya sangat gelisah dan terburu napsu, tapi tidak kusangka kalau Yan Jit sedemikian lihaynya." Baru habis dia mengucapkan kata-kata itu, tampaklah Yan Jit melangkah masuk. Dia masuk seorang diri. Koleksi Kang Zusi "Dimana pengantin perempuannya?" Kwik Tay-lok segera menegur. "Tidak ada pengantin perempuan !" "Kalau ada pengantin lelaki, tentu saja ada pula pengantin perempuan...." "Juga tak ada pengantin lelaki." Kwik Tay-lok memandangnya tajam-tajam mendadak sambil tertawa katanya: "Apakah pengantin perempuannya sudah dibikin lari ketakutan oleh pengantin lelaki?" Mendadak ia menjumpai di atas wajah Yan Jit terdapat tiga jalur bekas cakaran kuku yang memanjang, seperti bekas dicakar oleh kucing. Yan Jit sama sekali tak acuh, malahan sebaliknya kelihatan amat gembira, sampai mengerdipkan matanya dan tertawa dia berkata: "Dia memang sudah pergi, tapi bukan lari karena takut kepadaku" "Bukan? Kalau tanganmu tidak jahil, kenapa ia sampai berteriak?" Yan Jit tertawa. "Seandainya tanganku benar-benar jahil, masa dia akan angkat kaki dari sini?" "Yaa, memang tidak bisa" terpaksa Kwik Tay-lok mengakui. Karena diapun tahu, bila seorang perempuan telah mencintai seorang lelaki, maka dia tak akan takut menghadapi tangan jahil dari pasangannya. "Tapi apa sebabnya dia sampai pergi?" "Karena secara tiba-tiba ia telah berubah pikiran, dia tidak jadi kawin denganku!" "Dia sudah berubah pikiran? Mana mungkin ?" "Karena.... karena aku telah mengucapkan sepatah kata kepadanya" "Aku tidak percaya" kata Kwik Tay-lok sambil menggelengkan kepalanya, "jika seorang perempuan sudah mengambil keputusan untuk kawin dengan seorang lelaki, sekalipun kau mengucapkan tiga ribu enam ratus kata, ia juga tak akan berubah pikiran." Sesudah berhenti sebentar, sambil tertawa terusnya: "Kapankah kau pernah menyaksikan ada orang yang membiarkan ikan yang berhasil dipancingnya itu kabur kembali dari tangannya?" Yan Jit tertawa. "Siapa tahu kalau secara tiba-tiba ia menemukan bahwa ikan tersebut banyak durinya, mungkin juga dia memang tidak suka makan ikan..." "Tiada kucing di dunia ini yang tidak suka makan ikan" Koleksi Kang Zusi "Tapi dia toh bukan kucing ?" Kwik Tay-lok menatapnya tajam-tajam, kemudian katanya sambil tertawa: "Kalau bukan kucing, kenapa bisa mencakar orang ?" Tentu saja Kwik Tay-lok juga tahu, bukan saja perempuan pandai mencakar orang bahkan bila sudah mulai mencakar, malahan jauh lebih ganas daripada kucing. Jika kucing yang sedang mencakar orang, paling tidak ia mencakar karena ada alasannya, berbeda dengan perempuan. Bila ia sedang gembira, maka ia bisa jadi mencakar dirimu. Hanya ada satu hal yang tidak dipahami Kwik Tay-lok. "Sesungguhnya cara apakah yang kau pergunakan sehingga membuat ia berubah pikiran ?" "Cara apapun tidak kugunakan, aku cuma mengucapkan sepatah kata saja." "Apa yang kau ucapkan ?" "Itu mah urusanku, kenapa kau musti tau?" "Karena aku ingin belajar." "Kenapa harus belajar ?" "Asal dia adalah seorang lelaki, mengapa tak ingin belajar ?" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Kalau memang begitu, aku lebih-lebih tak bisa mengajarkannya kepadamu." "Kenapa ?" Yan Jit tertawa. "Karena itu adalah rahasiaku, bila kaupun bisa, dengan apa pula aku musti mengandalkan diri ?" Mendengar perkataan itu, Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, gumamnya: "Aaai... aku masih mengira kau adalah Sahabatku, ternyata cuma soal itu saja..." "Apakah diantara sesama teman tak boleh ada rahasia ?" tiba-tiba Ong Tiong menukas. "Itu mah harus tergantung pada rahasia macam apakah itu ? Rahasia pribadi atau rahasia profesi ?" "Aaaaaah. . . ! Rahasia yaa rahasia, semua rahasia adalah sama saja artinya." "Kalau begitu, kau juga ada rahasia?" Ong Tiong manggut-manggut. Koleksi Kang Zusi "Dan kau sendiri ?" ia balik bertanya, "apakah kau tidak punya rahasia ?" Kwik Tay-lok termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, sejenak kemudian, akhirnya dengan memaksakan diri, dia manggut-manggut juga. "Seandainya orang lain ingin mengetahui rahasiamu, bersediakah kau untuk menjawabnya ?" tanya Ong Tiong lagi. Kembali Kwik Tay-lok berpikir akhirnya dengan memaksakan diri dia pun menggeleng. "Kalau memang demikian, kau tak usah bertanya pula rahasia orang" Sesuai berkata, dia lantas membaringkan diri. Biasanya bila ia sudah membaringkan diri, itu bertanda kalau pembicaraan telah berakhir. Hanya kesimpulan yang benar baru bisa menyelesaikan suatu pembicaraan. Biasanya kesimpulan dari Ong Tiong adalah suatu kesimpulan yang benar. Setiap orang memang mempunyai rahasia. Setiap orang mempunyai hak untuk menyimpan rahasia sendiri, sebab hal ini merupakan kebebasannya. Kwik Tay-lok sedang duduk di bawah emper rumah, sudah lama sekali ia duduk di sana, asal masih ada pekerjaan lain yang masih bisa dilakukan olehnya, dia tak akan duduk terpekur di situ. Ada orang lebih suka kelayapan di luar, melihat orang yang berlalu lalang, melihat anjing berkelahi dari pada mengurung diri didalam rumah. Kwik Tay-lok adalah manusia semacam ini. Tapi satu-satunya pekerjaan yang bisa dilakukan olehnya sekarang hanyalah duduk termangu di situ. Di bawah emper rumah sudah terbentuk tiang-tiang salju yang membeku, ada yang panjang ada pula yang pendek, entah berapa banyak jumlahnya. Tapi Kwik Tay-lok tahu, semuanya berjumlah enam puluh tiga batang, dua puluh enam batang agak panjang, tiga puluh tujuh batang agak pendek. Sebab sudah tujuh delapan belas kali dia menghitungnya. Udara memang terlampau dingin, dijalan raya bukan saja tidak kelihatan manusia, anjinganjing liarpun entah sudah bersembunyi di mana semua. Ia sudah hidup dua puluh tahunan, sudah melewati dua puluh kali musim dingin, tapi belum pernah menjumpai udara sedingin hari ini. Ia sering ketimpa sial, tapi belum pernah sesial hari ini. Koleksi Kang Zusi Sial adalah semacam penyakit menular, bila seseorang lagi sial, maka orang yang berjalan bersamanyapun akan turut kebagian sialnya. Oleh karena itu, bukan cuma dia seorang yang duduk di sana. Yan Jit, Ong Tiong dan Lim Tay-peng semuanya duduk di sana, duduk sambil termangumangu. Mendadak Lim Tay-peng bertanya: "Kalian coba tebak, berapa banyak tiang salju yang ada di atas emper rumah itu ?" "Enam puluh tiga batang !" jawab Yan Jit cepat. "Dua puluh enam batang panjang, tiga puluh tujuh batang pendek" sambung Ong Tiong. Kwik Tay-lok tidak tahan untuk tertawa geli, serunya pula: "Rupanya kalian juga turut menghitung." "Hampir empat puluh kali kuhitung jumlahnya." "Aku hanya menghitung sebanyak tiga kali, karena aku merasa sayang untuk menghitung terlalu banyak." sambung Ong Tiong. "Apanya yang disayangkan ?" "Karena kalau kebanyakan, entar aku tak bisa menghitungnya lagi." Kwik Tay-lok ingin tertawa, namun ia tak mampu tertawa. Sekalipun ucapan tersebut sangat menggelikan, tapi juga amat patut dikasihani. Mendadak Kwik Tay-lok bangkit berdiri, lalu membalikkan badan dan menghampiri satusatunya meja di tengah ruangan. Meja itu terbuat dari kayu jati yang bagus, di atas permukaannya berlapiskan batu granit yang keras dan berkilat. Kwik Tay-lok segera bergumam: "Entah saat ini aku masih mempunyai tenaga untuk menggotongnya ke rumah mertua kita atau tidak ?" "Kau tak akan kuat !" seru Ong Tiong. "Bagaimana kalau dicoba dulu ?" "Kau tak usah mencoba." "Kenapa ?" "Aku juga tahu kalau kau masih sanggup untuk menggotong sebuah meja kosong, tapi barang yang berada di atas meja itulah yang berbeda." Koleksi Kang Zusi "Tapi di atas meja ini tak ada apa-apanya." "Ada !" "Ada apanya ?" "Nama baik kita! Lagi pula bukan nama baikmu seorang, tapi nama baik kita semua." Sesudah berhenti sejenak, pelan-pelan terusnya dengan suara hambar: "Bukan saja kita sudah menerima uang sewa orang, juga sudah menerima uang tanggungan, bila kita gadaikan barang milik orang sekarang, dengan muka apa kita akan berjumpa dengan orang di kemudian hari?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir: "Benar, aku memang tak sanggup menggotong meja ini" "Yang terberat di dunia ini adalah nama baik, oleh karena itu hanya semacam manusia yang sanggup menggotong keluar meja tersebut dari sini" "Macam manusia apa ?" "Orang yang tak punya muka !" "Manusia semacam itu biasanya justru paling kenyang perutnya" kata Lim Tay-peng sambil menghela napas. "Babi biasanya juga selalu makan kenyang !" sambung Yan Jit. Lim Tay-peng segera tertawa. "Itulah sebabnya bila seseorang ingin memikirkan soal nama baik, ada kalanya dia harus mengorbankan jeritan perut, sebab bagaimanapun juga muka lebih penting dari pada perut." "Yaa, karena manusia bukan babi, hanya babi yang menganggap perut lebih penting daripada nama baik." "Itulah sebabnya ada orang lebih suka mati kelaparan daripada melakukan pekerjaan yang memalukan." "Tapi kita toh tidak mati kelaparan bukan?" ujar Ong Tiong. "Benar !" (Bersambung jilid 11) Jilid 11 "WALAUPUN kita sudah beberapa hari tidak makan kenyang, tapi kita toh bisa bertahan sampai sekarang." "Siapapun tak bisa mengakui kalau tulang kita jauh lebih keras daripada tulang orang lain" kata Kwik Tay Lok sambil membusungkan dada. Koleksi Kang Zusi "Yaa, makanya asal kita bisa bertahan terus suatu ketika kita pasti akan menjumpai kesempatan baik." Wajah Kwik Tay-lok berseri sahutnya: "Benar, kini musim dingin sudah datang, memangnya musim semi masih jauh?" "Asal kita dapat bertahan sampai saat itu, kita masih tetap bisa bertemu orang dengan kepala terangkat, sebab kita tak melakukan sesuatu yang memalukan kepada orang lain, juga terhadap diri sendiri." Lim Tay-peng kelihatan ragu-ragu, akhirnya tak tahan ia bertanya: "Apakah kita dapat bertahan sampai waktu itu ?" "Tentu saja bisa !" jawab Kwik Tay-lok cepat. Ia berjalan ke depan dan merangkul bahu Lim Tay-peng, lanjutnya sambil tertawa: "Sebab walaupun kita tak punya apa-apa, paling tidak kita masih punya teman." Lim Tay-peng memandang ke arahnya, mendadak dari dalam hatinya muncul setitik kehangatan. Tiba-tiba saja ia merasa memiliki suatu keberanian yang cukup besar. Bagaimanapun besarnya kesulitan, bagaimanapun dinginnya udara, dia tak ambil perduli. Tiba-tiba ia melompat bangun dan pergi meninggalkan tempat tersebut. Sampai malam dia baru pulang, ketika muncul kembali dalam ruangan itu, di tangannya telah bertambah dengan sebuah bungkusan besar. Sambil mengangkat bungkusan itu tinggi-tinggi, serunya sambil tertawa: "Coba kalian tebak, apa yang kubawa ini?" "Apa bukan bak-pao ?" tanya Kwik Tay-lok sambil mengerdipkan matanya. "Tepat sekali jawabanmu." seru Lim Tay-peng sambil tertawa. Betul juga, isi bungkusan itu adalah bak-pao. Empat biji bak-pao besar, dalam setiap bak-pao tersebut masih terselip sepotong daging besar. "Hidup Lim Tay-peng....!" sorak Kwik Tay-lok kegirangan. Diambilnya sebiji bak-pao, lalu katanya lagi sambil tertawa: "Aku sungguh merasa amat kagum, sekarang walaupun kau hendak membunuh akupun aku tak bisa mendapatkan setengah potong bak-pao." Yan Jit menatap Lim Tay-peng lekat-lekat, lalu katanya: Koleksi Kang Zusi "Tentunya bak-pao ini bukan didapat dari menyulap bukan?" "Mungkin datang dari langit." sahut Lim Tay-peng sambil tertawa, ia mengambil sebiji dan diberikan kepada Ong Tiong. Dengan cepat Ong Tiong menggeleng. "Aku tak mau!" katanya. "Kenapa ?" "Aaai... sebab aku tak tega makan pakaianmu !" jawab Ong Tiong sambil menghela napas. Kwik Tay-lok baru menggigit secuwil, ketika mendengar kata-kata tersebut ia menjadi tertegun. Sekarang ia baru menemukan bahwa pakaian yang dikenakan Lim Tay-peng telah berkurang satu stel.... pakaian yang tertebal. Pakaian yang dikenakan Lim Tay-peng dasarnya memang tidak banyak.... sekarang bibirnya telah berubah menjadi pucat pias seperti mayat. Tapi sekulum senyuman masih menghiasi bibirnya, dia berkata: "Benar, aku memang sudah menggadaikan pakaianku untuk ditukar dengan empat biji bakpao. Karena aku amat lapar, bila seseorang sedang lapar, tidak salah bukan untuk menggadaikan pakaian sendiri untuk ditukar dengan pengisi perut." "Kalau memang begitu, seharusnya kau makan dulu bakpao-bakpaomu itu sebelum pulang dari pada kami. "Aku tidak bersembunyi sambil makan sendiri karena aku ini orangnya terlalu mementingkan diri sendiri ?" "Mementingkan diri sendiri ?" "Yaa, aku selalu merasa makan berempat jauh lebih enak daripada makan sendirian" Inilah yang dinamakan teman. Bila sedang susah mereka menanggulanginya bersama, bila sedang senang merekapun mencicipinya bersama. Bila seseorang bisa mempunyai teman seperti ini, miskin sedikitpun tidak mengapa, dingin sedikitpun apa salahnya ? Pelan-pelan Kwik Tay-lok mengunyah bakpao itu, kemudian sambil tertawa katanya: "Terus terang kukatakan, selama hidup belum pernah aku makan makanan seenak ini!" "Ucapanmu itu tidak jujur." seru Lim Tay-peng sambil tertawa, "yang kau makan sekarang toh tidak lebih cuma sebiji bakpao yang sudah dingin" Koleksi Kang Zusi "Walaupun cuma sebiji bakpao dingin, tapi walaupun ada orang hendak menukar bakpao ini dengan hidangan yang lezatpun aku juga tidak mau" Sepasang mata Lim Tay-peng tampak memerah seperti mau menangis, ditangkapnya tangan Kwik Tay-lok dan digenggamnya erat-erat, serunya: "Sesudah mendengar perkataanmu itu, akupun mulai merasa bahwa bakpao ini memang enak sekali." Ada sementara perkataan memang menyerupai suatu mantera yang hebat, bukan saja dapat merubah makanan yang tak enak menjadi hidangan terlezat, bisa membuat udara yang dingin menjadi hangat, juga dapat membuat orang yang sudah layu menjadi berseri kembali. Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Sayang aku tidak mempunyai baju bagus, bajuku ini terlampau jelek." "Pakaian yang jelekpun bukan sesuatu yang memalukan." "Aaaaaai.... sayang si penyayat kulit itu ogah dengan bajuku ini, kalau tidak..." "Kalau tidak kau akan menggadaikannya untuk ditukar dengan arak bukan ?" sambung Yan Jit sambil tertawa. "Tepat sekali." sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa. Tiba-tiba Yan Jit bangkit berdiri dan berjalan keluar. "Tidak usah dicoba lagi, pakaianmu jauh lebih buruk dari pada pakaianku." Teriak Kwik Taylok. Yan Jit tidak menggubris teriakannya, ia pergi dengan cepat dan kembali lagi dengan cepat. Ketika ia kembali lagi, di tangannya membawa sepoci air. "Orang bilang kalau ada tamu ditengah malam, air teh bisa dianggap sebagai arak, kalau toh teh bisa dianggap arak, kenapa tidak dengan air ?" Kwik Tay-lok segera tertawa: "Sungguh tak kusangka kau juga tahu akan seni." Yan Jit turut tertawa. "Jika seorang jatuh miskin, ingin tidak senipun tak bisa." Bagaimanapun juga arak, dan air memang ada bedanya. Kalau arak, semakin diminum akan semakin panas, sebaliknya kalau air semakin diminum akan semakin dingin. Apalagi kalau di udara sedingin ini minum air dingin. Mendadak Kwik Tay-lok bangkit berdiri, kemudian ia mulai bersalto. Koleksi Kang Zusi "Mau apa kau ?" tegur Yan Jit sambil tertawa. "Aku sudah mempunyai pengalaman, bila badan digerakkan maka akan menimbulkan panas, mengapa kalian tidak menirukan aku?" Yan Jit segera menggeleng. "Karena akupun mempunyai pengalaman, semakin banyak bergerak, semakin cepat menjadi lapar." Kwik Tay-lok tertawa. "Terlalu banyak yang kau pikirkan" serunya, "asal sekarang tidak kedinginan, buat...." Ucapan itu tak pernah diselesaikan. Mendadak ia menyaksikan ada sebuah benda terjatuh dari sakunya. Itulah sebuah benda yang berwarna emas, sebatang emas murni yang amat berat. Emas itu bukan jatuh dari atas langit, melainkan terjatuh dari dalam saku Kwik Tay-lok. Waktu itu dia baru mulai melakukan salto yang keenam, ketika kepalanya berada di bawah kakinya ada diatas, emas itu terjatuh dari dalam sakunya. "Traanggg...!" emas itu segera menggeletak di atas tanah. Bila emas yang terjatuh di tanah bisa menimbulkan suara gemerincing, hal ini menandakan kalau emas itu berat sekali bobotnya. Sesungguhnya benda itu memang merupakan sebuah rantai emas yang amat besar, rantai dengan sebuah leontin berbentuk hati. Hati-hatian itu besarnya paling tidak dua kali hati ayam, mana besar, berat lagi. Seseorang yang sudah beberapa hari tidak makan, ternyata dari sakunya ditemukan emas seberat itu, sesungguhnya kejadian ini sama sekali tidak masuk di akal. Tapi Ong Tiong sekalian mau tak mau harus mempercayainya, sebab mereka bertiga telah menyaksikannya dengan jelas sekali. Mereka hanya berharap bahwa dirinya tidak melihat kejadian itu. Mereka benar-benar tak mau percaya bahwa apa yang dilihat adalah suatu kenyataan. Lim Tay-peng saja telah menggadaikan baju hangatnya, masa Kwik Tay-lok masih menyimpan emas sebesar ini. Seseorang yang menyimpan rantai emas seberat gajah, tapi di depan teman-temannya berlagak miskin, malah begitu mirip lagaknya, teman macam apakah itu? Mereka benar-benar tak ingin mempercayai bahwa Kwik Tay-lok adalah seorang teman semacam ini. Tiba-tiba Ong Tiong menguap, lalu gumamnya: "Bila seseorang sudah kenyang, kenapa mata selalu menjadi berat dan ingin sekali tidur?" Koleksi Kang Zusi Ia berangkat untuk tidur, ketika lewat di hadapan Kwik Tay-lok ternyata ia seperti tidak melihat ada rantai emas seberat itu tergeletak di lantai, juga tidak melihat bahwa Kwik Tay-lok berada di situ. Lim Tay-peng menguap pula, lantas bergumam: "Udara begini dingin, tempat mana lagi yang tidak lebih nyaman daripada didalam selimut." Diapun pergi tidur, seakan-akan tak pernah menyaksikan apa-apa. Cuma Yan Jit seorang masih duduk di situ, duduk sambil termangu-mangu. Lewat lama sekali, kaki Kwik Tay-lok baru diturunkan dari udara, kemudian pelan-pelan bangkit berdiri. Tubuhnya kelihatan seperti susah berdiri tegap lagi. Langit tiada berbintang, tiada rembulan, di sana cuma ada sebuah lentera. Sebuah lentera yang amat kecil, karena sisa minyak yang adapun tinggal tak banyak. Tapi rantai emas tersebut kelihatan berkilauan, meski tertimpa sinar lampu yang amat sedikit. Kwik Tay-lok menundukkan kepalanya memandang ke arah rantai emas itu, lalu gumamnya: "Heran, mengapa ditempat yang bagaimana gelappun, emas selalu memancarkan cahaya terang ?" "Mungkin disinilah kegunaan dari emas" sahut Yan Jit hambar, "kalau tidak mengapa di dunia ini begitu banyak terdapat orang yang lebih memberatkan emas daripada teman." Sekali lagi Kwik Tay-lok tertegun untuk beberapa saat lamanya, mendadak ia mendongakkan kepalanya sambil bertanya: "Mengapa kau tidak pergi tidur ?" "Aku masih menunggu." "Menunggu apa ?" "Menunggu penjelasanmu !" "Aku tidak mempunyai penjelasan apa-apa, bila kalian menganggap aku sebagai manusia macam begitu, akupun manusia macam itu!" teriak Kwik Tay-lok dengan suara keras. Yan Jit menatapnya tajam-tajam, lewat lama, lama sekali, pelan-pelan ia baru bangkit berdiri, kemudian pelan-pelan berlalu dari dalam ruangan tersebut. Kwik Tay-lok tidak memperhatikan dirinya lagi. Angin yang berhembus di luar ruangan sangat kencang, udara terasa dingin sekali. Minyak lampu sudah hampir kering, ketika segulung angin berhembus lewat dan memadamkan cahaya lentera tersebut. Koleksi Kang Zusi Meskipun suasana dalam ruangan itu berubah menjadi gelap gulita, ternyata emas itu masih memancarkan cahaya berkilauan. Kwik Tay-lok menundukkan kepalanya memperhatikan rantai emas tersebut, entah berapa lama kembali lewat, akhirnya ia baru membungkukkan badan dan memungut kembali rantai emas tersebut. Ketika memegang rantai emas tersebut di tangannya, tiba-tiba titik air mata jatuh berlinang membasahi telapak tangannya itu. Rantai emas itu dingin, tapi air mata itu panas.... Tiba-tiba ia menjatuhkan diri berlutut dan akhirnya menangis, dia berusaha keras untuk menahan isak tangisnya agar tidak sampai terdengar orang lain. Sebab dia tak ingin orang lain mendengar isak tangisnya itu. Inilah rahasianya, juga merupakan penderitaannya yang terbesar dalam sejarah hidupnya, dia tak ingin orang lain mengetahui rahasia ini, juga tak ingin menyaksikan orang lain ikut memikul penderitaannya itu. Oleh sebab itulah tak pernah ada yang tahu berapa dalamkah penderitaannya itu, dan berapa dalam membekas dalam hatinya. Sekalipun peristiwa itu sudah usang, sudah terjadi lama sekali, tapi tiap kali teringatnya, ia akan merasakan hatinya hancur lebur. Ia tahu sepanjang hidupnya penderitaan tersebut akan selalu menempel di tubuhnya, sampai matipun tak akan terselesaikan. Kejadian yang barusan dialamipun cukup menyiksa perasaannya. Sesungguhnya ia lebih suka mati daripada kehilangan sahabat-sahabatnya itu. Tapi ia tidak memberi penjelasan apa-apa, sebab dia tahu mereka tak akan memaafkan dirinya, karena dia sendiripun tak dapat memaafkan dirinya sendiri. Mungkin di dunia ini terdapat semacam penderitaan yang benar-benar menyiksa, yaitu penderitaan yang tak bisa disampaikan kepada orang lain. "Aku tak bisa berbicara..... aku tak bisa mengatakannya...." "Mengapa aku masih punya muka untuk tetap tinggal di sini?" Angin yang berhembus di luar ruangan semakin kencang, udara semakin dingin, sambil menggigit bibir dia menyeka air matanya lalu bangkit berdiri, bagaimanapun keji dan tidak berperasaannya dunia luar, ia telah bersiap sedia untuk menerima dan merasakannya sendiri. Ia telah melakukan kesalahan, tentu saja dia harus menanggungnya, tapi dia enggan memberi penjelasan, apalagi minta maaf. Sekalipun di depan temannya, dia juga enggan. Koleksi Kang Zusi Tapi Thian tahu, sesungguhnya dia menganggap sahabat lebih berharga daripada nyawa sendiri. "Selamat tinggal teman-temanku, suatu hari kalian pasti akan memahami diriku. Sampai waktu itu kami masih tetap sebagai teman, tapi sekarang...." Air matanya tak terbendung lagi dan jatuh bercucuran bagaikan sebuah anak sungai. Ketika dia mengangkat tangannya hendak menyeka air mata di wajahnya, tiba-tiba ia melihat Yan Jit. Bukan cuma Yan Jit saja, diapun melihat Ong Tiong serta Lim Tay-peng. Entah sedari kapan mereka telah masuk kembali ke dalam ruangan itu dan berdiri di sana dengan tenang dan memandang ke arahnya dengan tenang. Ia tidak melihat mimik wajah mereka bertiga, tapi dia dapat menangkap tiga pasang sinar mata yang jeli. Diapun berharap agar mereka jangan melihat wajahnya, bekas air mata di atas wajahnya. Dia mendehem pelan, kemudian tegurnya: "Bukankah kalian hendak pergi tidur ?" "Kami tak bisa tidur !" jawab Lim Tay-peng. Kwik Tay-lok tertawa paksa, katanya lagi: "Sekalipun tak bisa tidur, seharusnya berbaring dibalik selimut, dalam udara sedingin ini tempat mana lagi yang lebih enak daripada dibalik selimut ?" "Ada !" kata Ong Tiong. "Tempat ini jauh lebih nyaman daripada dibalik selimut." sambung Yan Jit lebih jauh. "Apanya yang enak dengan tempat ini ?" "Hanya satu hal !" kata Ong Tiong lagi. "Di sini ada teman, dibalik selimut tidak ada." sambung Yan Jit. Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasakan munculnya segulung hawa panas dari hati kecilnya yang mana seakan-akan membuat tenggorokannya menjadi tersumbat. Lewat lama, lama sekali, dia baru bisa berbicara lagi, dengan kepala tertunduk katanya: "Disinipun tak ada teman, aku sudah tak pantas menjadi teman kalian lagi!" "Siapa yang bilang" tanya Ong Tiong. "Aku tidak bilang!" seru Yan Jit. Koleksi Kang Zusi "Aku juga tidak!" sambung Lim Tay-peng. "Kami semua datang kemari hanya ingin mengucapkan sepatah kata: "Kaa.... katakanlah" sahut Kwi Tay-lok sambil mengepal tangannya kencang-kencang. "Kami semua dapat memahami dirimu dan percaya kepadamu, apapun yang telah terjadi, kau tetap adalah teman kami!" Inilah yang dinamakan teman. Mereka dapat membagikan kebahagiaannya kepadamu, merekapun bersedia memikulkan sebagian dari penderitaan-mu. Bila kau ada kesulitan, mereka bersedia membantu. Bila kau ada bahaya, mereka bersedia menolong. Sekalipun kau benar-benar melakukan kesalahan, mereka juga dapat mengerti. Berada di depan teman semacam ini rahasia apa lagi yang tak dapat kau utarakan. Angin masih berhembus kencang di luar ruangan, udara masih dingin sekali. . . . . Suasana dalam ruangan itupun masih gelap gulita. Tapi waktu itu yang mereka rasakan hanya kehangatan dan ketenangan. Sebab mereka tahu dirinya telah mempunyai teman, seorang teman yang sejati. Dimana ada teman sejati, di situ ada kehangatan, di sana suasana terasa terang benderang. "Apapun yang bakal terjadi, kau adalah teman kami !" Darah panas dalam tubuh Kwik Tay-lok terasa bagaikan sedang mendidih. Sebenarnya, ia lebih suka mati dari pada mengucurkan airmata di depan mata orang lain, tapi sekarang air matanya sedang bercucuran dengan amat derasnya. Sebenarnya dia lebih suka mati daripada mengungkapkan rahasia serta penderitaan yang terpendam dalam hatinya, tapi sekarang ia telah mengungkapkannya. Tiada orang lain bisa membuatnya berbuat demikian selain sahabat sejati. Akhirnya dia menceritakan rahasianya... Di desa kelahiran Kwik Tay-lok terdapat seorang gadis yang amat cantik jelita, dia bernama Cu Cu. Ia jatuh cinta kepada Cu cu dan Cu Cu juga jatuh cinta kepadanya. Dengan tulus hati dan segala perasaannya dia mencintai Cu Cu, ia pernah berkata kepada gadis itu, ia bersedia mengorbankan segala-galanya, termasuk jiwa raganya demi cintanya kepada gadis itu. Ia tidak seperti lelaki lain, hanya janji palsu atau ucapan di depan bibir saja. Koleksi Kang Zusi Ia benar-benar sanggup melakukan seperti apa yang telah dia ucapkan itu. Cu Cu amat miskin, tapi menanti sepasang orang tua Kwik Tay-lok sudah meninggal, ia tidak miskin lagi. Karena dia tahu bahwa gadis itu miliknya, gadis itupun berkata bahwa seluruh badannya adalah miliknya juga. Untuk membuat gadis itu percaya kepadanya, untuk menggembirakan hatinya, ia bersedia untuk melakukan perbuatan apapun. Kemudian diapun menemukan suatu peristiwa yang memedihkan hatinya. Ternyata Cu Cu tidak mencintainya dengan setulus hati. Seperti juga kebanyakan perempuan lain, apa yang dikatakannya hanya di bibir saja. Gadis itu pernah berjanji, kecuali kawin dengannya, dia tak akan kawin dengan siapapun. Bahkan mereka sudah menetapkan hari perkawinan mereka. Tapi sehari sebelum pesta perkawinan mereka, gadis itu telah kawin lebih dulu, kawin dengan orang lain. Ia telah menghianati semua cinta kasih yang diberikan Kwik Tay-lok kepadanya, gadis itu telah minggat bersama orang lain. Rantai emas itu adalah tanda mengikat tali perkawinan yang di hadiahkan gadis itu kepadanya. Benda itu merupakan pula satu-satunya benda yang pernah diberikan gadis itu kepadanya. Tak seorangpun yang bersuara, semua orang tak tahu bagaimana harus berkata. Akhirnya Kwik Tay-lok sendiri yang memecahkan kesunyian tersebut, tiba-tiba katanya sambil tertawa. "Selama hidup jangan harap kalian bisa menduga dengan siapakah ia minggat dari rumahku !" "Siapa ?" tanya Lim Tay-peng. "Kacungku !" Sesudah tertawa bergelak, terusnya: "Selama ini aku memandangnya sebagai orang yang paling agung di dunia ini, bahkan kupandang dirinya bagaikan bidadari dari kahyangan, tapi akhirnya dia telah minggat dengan kacungku, haaahhh... haaahhh... haaahhh... coba bayangkan, lucu tidak kejadian ini ?" Tentu saja tidak lucu, tak seorangpun yang merasa kejadian ini lucu dan menggelikan. Hanya Kwik Tay-lok seorang yang masih saja tertawa terus, sebab dia kuatir bila tertawanya terhenti, bisa jadi dia akan menangis. Koleksi Kang Zusi Lama sekali dia tertawa tergelak-gelak, mendadak katanya lagi: "Kejadian ini benar-benar telah memberi suatu pelajaran yang sangat baik bagiku !" "Pelajaran apa ?" tanya Lim Tay-peng. Sesungguhnya dia bukan benar-benar ingin bertanya, dia hanya merasa tidak seharusnya membiarkan Kwik Tay-lok berbicara seorang diri. Dia merasa sudah sepantasnya kalau menunjukkan perasaan yang amat simpatik kepadanya. "Pelajaran ini adalah seorang lelaki janganlah terlalu mengagung-agungkan perempuan, bila kau terlalu mengagungkan dirinya, dia akan menganggap dirimu sebagai orang bodoh, menganggap kau sama sekali tak ada harganya...." kata Kwik Tay-lok.. "Kau keliru !" tiba-tiba Yan Jit menukas. "Siapa bilang aku salah ?" "Gadis itu berbuat demikian, bukan lantaran kau terlalu mengagumkan dirinya.... bila seorang gadis sampai berbuat demikian, biasanya hanya satu alasannya." "Apa alasannya." "Pada dasarnya dia memang seorang gadis yang jelek perangainya." Kwik Tay-lok termenung sampai lama sekali, akhirnya pelan-pelan dia mengangguk, sahutnya sambil tertawa getir. "Itulah sebabnya aku sama sekali tidak menyalahkan dirinya, aku hanya menyalahkan diriku sendiri, menyalahkan aku telah salah melihat orang..." "Pandangan inipun tidak benar!" tiba-tiba Ong Tiong menyela. "Tidak benar ?" "Selama ini kau menderita karena persoalan ini, hal mana dikarenakan kau selalu menganggap dia telah membohongi dirimu, kau selalu merasa kau telah dicampakkan orang dengan begitu saja." "Sesungguhnya memang demikian, memangnya aku salah ?" "Paling tidak kau harus membawa pandanganmu itu ke sudut yang lain." "Ke sudut yang bagaimana ?" "Kau harus mengalihkan pandanganmu ke sudut yang baik." Kwik Tay-lok termenung, lalu sambil tertawa getir gelengkan kepalanya berulang-ulang kali. "Sayang aku tak dapat berpikir sampai ke situ." "Pernahkah kau menyaksikan dengan mata kepalamu sendiri, ia sedang berpacaran atau melakukan sesuatu perbuatan yang tidak senonoh dengan kacungmu itu ?" Koleksi Kang Zusi "Tidak pernah !" "Lantas atas dasar apakah kau menuduhnya kabur bersama kacungmu ?" Kwik Tay-lok menjadi tertegun. "Aku..... aku bukan cuma aku seorang yang berpendapat demikian, hampir setiap orang yang berada di desaku berpendapat demikian," katanya kemudian. "Kalau orang lain berpendapat demikian, lantas kau berpendapat demikian ? kalau orang lain beranggapan kau harus makan tahi, kaupun akan turuti anggapan mereka dan makan tahi?" Kwik Tay-lok terbungkam dan tak mampu berbicara lagi. "Setiap orang tentu mempunyai pandangan yang sempit," kata Ong Tiong lebih jauh, "orangorang itu pada hakekatnya tidak dapat memahami perasaan gadis itu, tanpa dasar yang kuat, bisakah dikatakan pandangan mereka pasti benar? Apalagi sesama sahabat karibpun, kadangkala juga akan terjadi kesalahan paham" Setelah tertawa, pelan-pelan lanjutnya: "Misalnya saja peristiwa yang barusan terjadi, besar kemungkinan kami akan salah paham kepadamu, bisa jadi kami akan menganggapmu si pelit, menganggapmu tidak bersetia kawan." "Tapi kenyataannya dia dan kacungku telah lenyap secara tiba-tiba pada hari yang sama." seru Kwik Tay-lok. "Mungkin saja hal ini merupakan suatu kebetulan." "Aaah.... mana mungkin ada suatu kejadian yang begini kebetulannya....?" "Ada. Bukan saja ada, bahkan seringkali ada !" "Lantas mengapa mereka bisa kabur pada saat yang bersamaan ?" "Siapa tahu kacungmu itu merasa pekerjaannya selama ini tidak cukup berpenghasilan, maka dia ingin pindah ke tempat lain untuk mengembangkan bakatnya." "Bagaimana dengan Cu Cu? Alasan apa yang dia miliki untuk minggat dari sana ? Bahkan tandu pengantin pun sudah kupersiapkan." "Siapa bilang tiada alasannya untuk pergi? Siapa tahu pada malam itu secara tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang sama sekali di luar dugaanmu, siapa tahu karena persoalan tersebut dia dipaksa untuk segera angkat kaki dari sana ? Mungkin juga ia sudah tidak bebas lagi, atau diikat orang dan dibawa lari." "Yaa, mungkin juga selama itu dia ingin menjelaskan sesuatu hal kepadamu, tapi ia tak mempunyai kesempatan tersebut," sambung Lim Tay-peng pula. Yan Jit menghela napas panjang, katanya pula. Koleksi Kang Zusi "Seringkali di dunia ini memang bisa terjadi peristiwa memedihkan hati, mungkin sekali dengan jelas mengetahui kalau orang lain sudah menaruh kesalahan padamu terhadap dirinya, sekalipun dirinya jelas sudah terfitnah, namun sulit untuk memberi penjelasan." "Yang lebih memedihkan lagi jika orang lain sama sekali tidak memberi kesempatan kepadanya untuk memberi penjelasan," terus Lim Tay-peng. "Dan yang paling memedihkan lagi adalah ada sementara persoalan yang hakekatnya tak bisa dijelaskan kepada orang lain misalkan saja...." "Misalkan saja kejadian tadi," sambung Kwik Tay-lok sambil menghela napas, "Sebenarnya aku tak ingin memberi penjelasan, bila kalian datang aku sudah pergi, mungkin saja kalian akan menaruh kesalahan-paham terus kepalaku." "Benar, sekarang tentunya kau sudah mengerti bukan?" kata Ong Tiong. Kwik Tay-lok manggut-manggut. "Makanya dalam mengungkap satu kejadian, seringkali harus dikupas dari pelbagai pandangan." kata Ong Tiong lebih lanjut. "Bila kau mau mengupas masalahnya dari sudut yang baik, hidupmu di dunia ini baru akan terasa senang dan gembira." Sayang ada orang justru tak mau berbuat demikian." seru Yan Jit, "justru orang lebih suka berpikir ke sudut yang jeleknya saja, justru suka mencari kemurungan buat diri sendiri." "Orang semacam ini bukan saja gobloknya setengah mati, bahkan boleh dibilang sedang mencari kesulitan buat diri sendiri, mencari siksaan buat diri sendiri. Aku rasa tentunya kau bukan manusia semacam ini bukan." Kwik Tay-lok segera tertawa sahutnya lantang: "Siapa mengatakan aku adalah manusia semacam ini, kuhajar hidungnya sampai ringsek" Ong Tiong masih berbaring di atas pembaringan, ketika secara tiba-tiba mendengar Kwik Taylok sedang berteriak dari luar sana: "Mertua datang !" Kwik Tay-lok tak punya mertua. Yang dimaksudkan "mertua" adalah penyayat kulit hidup, si pemilik rumah pegadaian. Biasanya pemilik rumah pegadaian tentu bertampang saudagar, berbadan gemuk dan tersenyum berwajah kemerah-merahan. Tapi si penyayat kulit hidup ini kering kerontang seperti kelinci kelaparan, mana matanya sipit, punggungnya bongkok kecil lagi orangnya, mengingatkan orang pada seekor tikus yang sedang mencuri ikan asin. Walaupun selama ini Ong Tiong sering berkunjung ke rumahnya, baru kali ini dia berkunjung kemari. Koleksi Kang Zusi Maka mau tak mau terpaksa Ong Tiong harus bangun dari tidurnya. Bila seorang penyayat kulit bersedia naik gunung untuk berkunjung kepada seseorang, biasanya hanya ada satu alasan baginya. Alasan tersebut tak jauh berbeda daripada seekor musang yang berkunjung ke rumah sang ayam. Ketika Ong Tiong masuk ke ruang tamu, kebetulan Kwik Tay-lok sedang bertanya sambil tersenyum: "Angin apa yang membawamu sampai ke mari?" Dia tahu paling tidak Ong Tiong sudah menggunakan dua puluhan macam cara untuk menjual rumah ini, sayangnya sekalipun rumah itu hendak diberikan kepada orang lain, belum tentu orang bersedia menerimanya. Si penyayat kulit hidup gelengkan kepalanya berulang kali, lalu sahutnya sambil tertawa kering: "Mana aku mampu untuk membeli rumah sebesar ini? Sejak bertemu kalian, hampir saja modalku ludas!, tidak menjual rumah sudah termasuk mujur." "Kalau ia bersedia menjual murah, apakah kau bersedia membelinya....?" desak Kwik Tay-lok. "Buat apa kubeli rumah ini ?" "Kau toh bisa memberikan lagi kepada orang lain, atau digunakan saja untuk diri sendiri." Si Hoat-liok-pi (penyayat kulit hidup) segera tertawa menyeringai. "Orang yang tak punya penyakit sinting, tak nanti bersedia tinggal di rumah ini." Baru saja Kwik Tay-lok ingin mendesak lebih jauh, mendadak Hoat-liok-pi bertanya: "Apakah saat ini kalian sangat membutuhkan uang?" Ong Tiong segera tertawa. "Kapan sih kami pernah tidak butuh uang?" sahutnya. "Nah, kalau memang begitu, bersediakah kalian mendapat untung sebesar lima ratus tahil perak?" Tentu saja semua orang ingin. Tapi siapapun tahu, tidak gampang untuk mencari untung sebesar itu dari tangan Hoat liok pi, bahkan akan jauh lebih susah dari mencabut rumput harimau. Walau begitu, lima ratus tahil perak merupakan suatu daya tarik yang besar sekali. Maka sambil mengerdipkan matanya Kwik Tay-lok bertanya: "Kau maksudkan lima ratus tahil perak" Koleksi Kang Zusi "Yaa, lima ratus tahil perak?" Kwik Tay-lok memperhatikannya sekejap dari atas sampai ke bawah, kemudian tegurnya: "Mungkin kau sedang mabuk?" "Tidak, aku sadar sekali, asal kalian setuju, sekarang juga aku boleh membayar persekot dua ratus lima puluh tahil perak!" Ia selalu percaya dengan beberapa orang ini, sebab dia tahu walaupun orang-orang itu miskin, tapi setiap patah katanya lebih bernilai daripada emas. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya kemudian: "Bagaimana caranya untuk bisa mendapat untung sebesar itu?" "Gampang sekali asal kalian bersedia turut aku pergi ke kota sian-sia sebentar saja, uang itu bisa kalian dapatkan" "Sebentar saja? Bagaimana caranya ke sana?" Hoat-liok pi segera tertawa. "Tentu saja berjalan dengan sepasang kaki" katanya. Kwik Tay-lok coba maju dua langkah, kemudian tanyanya lagi: "Apakah jalan dengan cara begini?" "Ehmm . . !" "Kemudian ?" "Kemudian kalian boleh membawa lima ratus tahil perak ini dan pulang kerumah!" "Tak ada pekerjaan lain?" "Tidak ada!" Kwik Tay-lok segera memandang ke arah Ong Tiong, kemudian ujarnya sambil tertawa: "Hanya berjalan sebentar saja bisa mendapat untung lima ratus tahil perak, pernahkah kau dengar kejadian semacam ini" "Belum pernah!" "Masih ada banyak persoalan yang belum pernah kalian dengar, tapi semuanya juga tidak bohong" sambung Hoat-liok-pi segera. "Kau juga bukan bohong-bohong memberi uang kepada kami?" Hoat-liok-pi kembali menghela napas panjang. Koleksi Kang Zusi "Aaai... belakangan ini usahaku memang makin lama semakin sulit untuk dikerjakannya, yang menggadaikan lebih banyak dari pada yang menebus, barang yang telah digadaikan pun susah dijual lagi, modal yang kubutuhkan tidak sedikit jumlahnya" Ong Tiong manggut-manggut, sikapnya seperti menunjukkan rasa simpatik yang besar. Kwik Tay-lok tak bisa menahan diri lagi, kembali dia bertanya: "Kalau memang dagangmu dagang yang melulu merugi, kenapa kau masih mengerjakannya." Hoat-liok-pi kembali menghela napas. "Haaai.... apa boleh buat" katanya, "siapa suruh aku memilih pekerjaan semacam ini sedari dulu?" "Oleh karena itu, uang yang lima ratus tahil perak itu lebih baik kau gunakan sendiri secara pelan-pelan." "Itu mah berbeda" seru Hoat-liok-pi lagi, "kalau soal itu, aku sendiri yang bersedia memberi untung buat kalian" "Uangmu tidak diperoleh secara gampang, sedang kami hanya pergi sebentar saja sudah mendapat lima ratus tahil, pekerjaan semacam ini mana dapat kulakukan?" Di atas paras muka Hoat-liok-pi yang pucat kelihatan agak merah, sesudah mendehem beberapa kali, katanya lagi: "Kenapa musti tidak enak? Apalagi aku suruh kalian menemani aku, tentu saja aku pun mempunyai tujuan tertentu" "Apa tujuanmu?" Sekali lagi Hoat-liok-pi mendehem beberapa kali, kemudian tertawa paksa, katanya: "Jangan kuatir, pokoknya aku tak akan menyuruh kalian menjadi perampok, juga tak akan menyuruh kalian membunuh orang" "Kau juga tak usah kuatir, pokoknya aku tak akan pergi" kata Ong Tiong. Mendengar jawaban tersebut, Hoat-liok-pi menjadi tertegun. "Lima ratus tahil perak bukan jumlah yang kecil, apakah kau tidak menginginkannya ?" dia berseru. "Tidak!" "Kenapa?" "Tiada alasan" Setelah termangu-mangu sekian lama, tiba-tiba Hoat liok-pi berkata lagi sambil tertawa: "Kalau kau seorang diri tak mau pergi juga tidak mengapa, aku masih ada...." Koleksi Kang Zusi "Dia bukan seorang diri" tiba-tiba Yan Ji menyela. "Jadi kau juga tidak pergi?" "Aku juga tidak pergi, lagi pula tiada alasan, pokoknya kalau tidak pergi yaa tidak pergi !." Sambil tertawa Lim Tay-peng berkata pula: "Sebenarnya aku masih mengira hanya aku seorang yang tak ingin pergi, siapa tahu semua orang juga sama saja" Hoat-liok pi menjadi amat gelisah, teriaknya keras-keras: "Apakah uangku tidak baik? Apakah kalian belum pernah menerimanya dari tanganku?" "Bila kami menginginkan uang kami pasti akan membawa barang untuk digadaikan" kata Ong Tiong hambar. "Aku tidak mau dengan barang kalian, asal kamu sekalian mau ikut aku pergi sebentar, uang lima ratus tahil perak segera akan menjadi milik kalian tapi kalian justru tidak mau? "Benar!" Hoat liok pi, seakan-akan hendak melompat ke udara, teriaknya keras-keras: "Sebenarnya kalian mengidap penyakit atau tidak...? Aku lihat cepat atau lambat suatu hari kalian bakal mati kelaparan.. manusia macam kalian bila dikatakan tidak miskin, itu aneh namanya." Ong Tiong sekalian memang mengidap sedikit penyakit. Mereka lebih suka mati karena kemiskinan atau mati karena kelaparan daripada menerima yang tidak jelas asal usulnya. Mengambil barang untuk digadaikan bukan sesuatu yang memalukan, bahkan hampir berbagai macam barang sudah pernah mereka gadaikan. Tapi mereka cuma menggadaikan barang, tidak menggadaikan orang. Mereka lebih suka menggadaikan celana sendiri sekalipun, tapi mereka akan mempertahankan nama baik serta naluri mereka yang suci bersih. Mereka hanya mau melakukan pekerjaan yang mereka bersedia lakukan, takkan merasa bahwa pekerjaan itu seharusnya dilakukan. . Setiap orang tentu akan berkunjung ke kakus, bahkan setiap hari paling tidak juga tujuh delapan kali. Perbuatan semacam ini tidak kotor, tidak pula lucu, tapi suatu kejadian yang umum dan lumrah, bahkan pasti dilakukan dan sesungguhnya tidak perlu disinggung lagi. Jika ada orang hendak menulis hal tersebut, maka ceritanya akan berkepanjangan dan tak ada habisnya. Tapi ada kalanya kejadian seperti inipun perlu disinggung, misalnya sekarang ini. Koleksi Kang Zusi Ong Tiong memang baru saja keluar dari kakus, setiap pagi setelah bangun tidur pekerjaan pertama yang dilakukannya adalah berkunjung ke kakus. Ketika ia kembali ke ruang tamu, dilihatnya paras muka Yan Jit dan Lim Tay-peng agak istimewa, seakan-akan dalam hati kecilnya ada persoalan yang hendak dikatakan, tapi tidak ingin pula diucapkan. Maka Ong Tiong juga tidak bertanya, ia selalu pandai membawa diri, lagi pula dia juga tahu didalam keadaan seperti ini, bila mau ingin bertanya maka lebih baik menanti sampai mereka yang membicarakannya sendiri. Benar juga, Yan Jit tak bisa menahan rasa hatinya, tiba-tiba ia berkata: "Mengapa kau tidak bertanya ?" "Bertanya apa ?" "Tidakkah kau melihat di sini telah kekurangan seseorang ?" Ong Tiong manggut-manggut. "Agaknya memang kurang seorang!" sahutnya. Yang tidak nampak adalah Kwik Tay-lok. "Mengapa tidak kau tanyakan kemana dan telah pergi?" tanya Yan Jit lagi. Ong Tiong segera tertawa. "Kemanapun dia juga tak menjadi soal, tapi bila kau memaksa juga untuk bertanya kepadaku, tak ada halangannya pula bagiku untuk bertanya." Pelan-pelan dia duduk, kemudian setelah berlagak mencari kian kemari, tanyanya seperti orang keheranan. "Heeh... kemana perginya Siau Kwik?" "Jangan harap kau bisa menebak untuk selamanya," tiba-tiba Yan Jit tertawa dingin. "Justeru karena aku tak bisa menebaknya, maka aku baru bertanya." Yan Jit menggigit bibirnya kencang-kencang, lalu berkata: "Sudah pasti ia menyusul Hoat liok-pi, begitu Hoat liok pi angkat kaki, dia segera mengejarnya dari belakang." Sekarang Ong Tiong baru merasa agak keheranan, dengan kening berkerut ujarnya: "Mau apa dia mengejar Hoat liok pi.?" Yan Jit membungkam, paras mukanya agak hijau membesi, Ong Tiong menatapnya sekejap, lalu bergumam: Koleksi Kang Zusi "Masa dia bersedia berkomplot dengan Hoat liok pi gara-gara uang yang lima ratus tahil perak itu?" Sesudah menggelengkan kepalanya berulang kali dia melanjutkan: "Aku tak akan percaya dengan kejadian semacam ini, sebab Siau Kwik bukan manusia macam begitu?" "Sesungguhnya akupun tak ingin mempercayainya, tapi mau tak mau aku harus mempercayainya juga." "Kenapa?" "Sebab aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri!" "Menyaksikan apa?" "Menyaksikan dia berbicara hampir setengah harian lamanya dengan Hoat liok pi, kemudian Hoat liok pi mengeluarkan sekeping uang yang diserahkan kepadanya dan diapun pergi bersama Hoat Iiok pi." Ong Tiong agak tertegun sesudah mendengar ucapan tersebut. "Mengapa kau tidak menyusul dan bertanya kepadanya? Ia bertanya kemudian. Yan Jit tertawa dingin: "Buat apa aku harus menyusulnya? Aku toh tidak berniat untuk menjadi komplotannya Hoatliok- pi." Tiba-tiba Lim Tay-peng menghela napas, katanya: "Seandainya dia cuma menemaninya dia pergi sebentar ke kota, itu mah tak menjadi soal, tapi aku lihat persoalan ini tak akan sedemikian sederhananya" Tentu saja tak akan sedemikian sederhananya... Andaikata Hoat-liok-pi benar-benar hanya bermaksud mencari teman, tidak sedikit orang di tepi jalan yang bersedia menemaninya meski hanya di bayar lima tahil perak, mengapa pula dia musti datang kemari mencari mereka, bahkan bersedia membayar lima ratus tahil perak? Sesudah berhenti sebentar, Lim Tay-peng berkata lebih jauh. "Hoat-liok-pi sendiri juga telah berkata, dia berbuat sedemikian karena ada maksud tertentu, aku lihat perbuatan yang di lakukannya sudah pasti bukan perbuatan baik" "Hanya ada semacam persoalan yang bisa membuat manusia macam Hoat-liok-pi bersedia mengeluarkan uang sebesar lima ratus tahil perak untuk diberikan kepada orang lain" "Persoalan macam apakah itu?" "Persoalan yang bisa memberi keuntungan lima ribu tahil perak kepadanya!" "Betul!" seru Lim Tay-peng. "andaikata persoalan itu tidak menguntungkan, tak nanti ia bersedia merogoh kocek sendiri untuk mengeluarkan lima ratus tahil perak untuk orang lain" Koleksi Kang Zusi "Persoalan yang bisa memberi untung besarpun biasanya hanya semacam persoalan" "Persoalan apakah itu?" "Perbuatan yang malu diketahui orang" "Benar, aku lihat kalau dia bukan pergi mencuri, tentu sedang pergi menipu, tapi kuatir orang lain tidak sungkan kepadanya setelah konangan, maka diapun datang mencari kita untuk menjadi tukang pukulnya..!" (Bersambung ke jilid 12) Jilid 12 Setelah menghela napas panjang, terusnya: "Masa teori semacam ini tak dapat diduga oleh Kwik Tay lok?" Yan Jit kembali tertawa dingin: "Bahkan kau sendiripun dapat memikirkannya, masa dia tak bisa berpikir sampai ke situ? Dia toh tidak lebih goblok dari siapapun." Selama ini Ong Tiong memperhatikan terus perubahan mimik wajahnya, pada saat itu tiba-tiba ia berseru: "Bila kau beranggapan bahwa ia tak pantas untuk pergi, mengapa kau tidak bermaksud untuk menghalanginya ?" "Hmm! " Yan Jit mendengus dingin, "jika seseorang sudah ingin menceburkan diri ke dalam kubangan, sekalipun orang lain berniat untuk menahannya juga belum tentu bisa melakukannya." -oo0000000oo- "MAKA kaupun membiarkan dia terjun ke dalam kubangan tersebut?" tanya Ong Tiong lagi. Sambil menggigit bibir Yan Jit berbisik: "Aku..... aku....." Mendadak ia membalikkan badan dan menerjang keluar dari situ, orang yang bermata tajam pasti dapat melihat matanya berkaca-kaca ketika menerjang keluar dari sini, agaknya air mata itu melompat keluar karena.... Kebetulan Ong Tiong juga bermata tajam. Seorang diri ia duduk termangu sampai setengah harian lamanya, kemudian setelah menghela napas gumamnya: "Cinta yang mendalam mendatangkan tanggung jawab yang berat, tampaknya ucapan ini sedikitpun tak salah." "Hei, apa yang sedang kau katakan?" tiba-tiba Lim Tay-peng menegur. Ong Tiong tertawa lebar. Koleksi Kang Zusi "Aku sedang berkata, sampai detik ini aku masih belum percaya kalau siau Kwik bisa melakukan perbuatan semacam ini, bagaimana dengan kau ?" Lim Tay-peng agak sangsi sejenak, kemudian sahutnya: "Aku... aku sendiri juga kurang percaya." "Tapi paling tidak kau menaruh sedikit rasa curiga kepadanya bukan?" "Benar !" "Tapi Yan Jit sama sekali tidak curiga, ia sudah yakin kalau siau Kwik pasti melakukan perbuatan itu, tahukah kau mengapa ia sampai bersikap demikian?" Lim Tay-peng berpikir sebentar, lalu menjawab: "Aku sendiripun merasa agak keheranan, padahal hubungannya dengan siau Kwik kelihatan luar biasa baiknya." Kembali Ong Tiong menghela napas. "Aaai.... justru karena hubungannya kelewat akrab, maka dia baru bersikap demikian." Lim Tay-peng mencoba untuk berpikir sejenak, kemudian tanyanya lagi: "Kenapa demikian? Aku tidak mengerti." "Lenyapnya Cu Cu secara tiba-tiba kita semua bisa berpikir pada kemungkinan lain yang mungkin terjadi, tapi siau Kwik tak dapat menduganya, maka dia selalu berpikir ke sudut pandangan yang paling buruk, tahukah kau apa sebabnya demikian?" "Karena dia sangat mencintai Cu Cu bahkan dalam sekali cintanya, karena itu..." "Karena itu otaknya menjadi kurang jelas, betul bukan?" seru Ong Tiong kembali. "Benar!" Cinta dapat membutakan orang, teori ini tidak sedikit yang memahaminya. "Bila kau menaruh cinta yang amat mendalam terhadap seseorang, maka kesimpulan yang kau ambil atas dirinya belum tentu selalu benar, karena biasanya kau hanya melihat kebaikankebaikannya, tapi asal ada sedikit perobahan atau pukulan saja yang kau terima, maka kau segera akan merasa kesal dan murung, maka tak tahan lagi kau akan membawa jalan pikiranmu ke sudut pandangan yang terjelek" Tiba-tiba Lim Tay-peng tertawa, katanya, "Aku dapat memahami maksudmu, cuma aku perumpamaan ini kurang begitu cocok" "Oya ?" "Kenapa kau membawa hubungan Cucu dan Siau-Kwik sebagai perumpamaan?" kata Lim Tay-peng sambil tertawa, "hubungan cinta Siau-Kwik dengan Cucu mana bisa disamakan hubungan batin antara Yan Jit dengan siau-Kwik ...? Kan lucu?" Ong Tiong ikut tertawa. Koleksi Kang Zusi Ia seperti merasa sudah salah berbicara, diapun seperti merasa ucapannya terlampau banyak, maka dia tidak berbicara apa-apa lagi. Cuma dia masih saja tertawa, bahkan istimewa sekali tertawanya itu. Menanti ia saksikan Yan Jit sedang berjalan lewat halaman hendak keluar rumah, ia baru berkata lagi: "Kau ingin pergi ?" Sepasang mata Yan Jit masih merah membengkak, tapi dia paksakan dari untuk tertawa juga, sahutnya: "Hari ini udara amat cerah, aku ingin ke luar rumah untuk berburu" "Aku juga akan ikut berburu" kata Lim Tay-peng sambil berdiri, "jika hari ini kita tidak berburu lagi, mungkin kita benar-benar akan mati kelaparan!" Ong Tiong segera tertawa. katanya: "Kalau toh di saku siau-Kwik ada uang, dia pasti tak akan membiarkan kita mati kelaparan, mengapa kau tidak menunggu sampai dia pulang lebih dahulu?" Yan Jit segera menarik mukanya seraya berseru: "Kenapa aku harus menunggu sampai dia pulang?" "Anggap saja karena aku, mau bukan?" Yan Jit segera menundukkan kepalanya dan berdiri kaku di tengah halaman rumah. Walaupun udara amat cerah, angin berhembus kencang dan menimbulkan hawa dingin yang menusuk tulang. Tapi Yan Jit seakan-akan sama sekali tidak merasa dingin, dia berdiri termangu sampai lama sekali di sana, kemudian dengan suara dingin baru katanya: "Andaikata ia tidak kembali?" "Kalau dia tidak kembali, aku akan mengundang kalian makan daging anjing..." kata Ong Tiong sambil tertawa lagi. "Dalam udara sedingin ini, kemana kau hendak mencari anjing?" tak tahan Lim Tay-peng berseru. "Tak usah dicari lagi, disinipun masih ada seekor!" "Mana anjingnya ?" Sambil menuding hidung sendiri sahut Ong Tiong: "Ini dia, disini !" Koleksi Kang Zusi Lim Tay-peng mengerdipkan matanya berulang kali, sambil menahan rasa geli serunya: "Kau juga seekor anjing?" "Bukan cuma seekor anjing, bahkan seekor anjing kampungan." Akhirnya Lim Tay-peng tak kuasa menahan gelinya lagi dan tertawa terpingkal-pingkal. Ong Tiong sama sekali tidak tertawa, dengan hambar katanya lebih lanjut. "Bila seorang sama sekali tak bisa membedakan manusia macam apakah sahabatnya itu, kalau bukan anjing kampungan lantas apa namanya?" Ong Tiong bukan anjing kampungan. Dengan cepat Kwik Tay lok telah pulang kembali, bahkan masih membawa bungkusan besar, bungkusan kecil dan setumpuk bahan makanan lainnya. Dalam bungkusan kecil terdapat daging dalam bungkusan besar terdapat bakpao, dalam bungkusan paling kecil terdapat kacang. Kalau toh ada kacang, tentu saja tak akan lupa ada arak. Sambil tertawa Kwik Tay lok segera berkata: "Sekarang aku mulai agak rindu dengan Moay Lo-khong, semenjak ia pergi dari sini, agaknya ditempat ini sudah tak ditemukan lagi seorang tukang masak yang jempolan" "Paling tidak masih ada seorang!" sela Ong Tiong. "Siapa?" "Kau, bila kau membuka restoran, sudah pasti dagangmu akan laris" "Waah, ini memang suatu ide yang bagus" kata Kwik Tay-lok sambiI tertawa, cuma sayang masih ada satu hal yang tidak bagus.. ." "Hal yang mana?" "Bagaimanapun baiknya daganganku dan larisnya masakanku tidak sampai tiga hari pasti akan tutup pintu." "Mengapa?" Kwik Tay-lok tertawa, sahutnya: "Sekalipun aku tidak menghabiskan daganganku sendiri kalian juga pasti akan melahapnya sampai ludas." Tiba-tiba Yan Jit tertawa dingin, jengeknya: "Tak usah kuatir aku tak akan makan milikmu." Sebenarnya Kwik Tay-lok masih tertawa akan tetapi setelah menyaksikan paras mukanya yang dingin dan kaku itu, dia menjadi tertegun. Koleksi Kang Zusi "Kau sedang marah?" serunya. "dalam hal apa aku telah melakukan kesalahan kepadamu?.." "Kau pasti memahami sendiri!" Kwik Tay-lok segera tertawa getir. "Apa yang kupahami ....? serunya, "sedikit pun aku tidak mengerti!" Kwik Tay-lok tidak memperdulikan dia lagi, tiba-tiba ia berjalan ke depan Ong Tiong kemudian katanya: "Walaupun kau bukan seekor anjing kampungan, tapi di sini ada seekor anjing pesuruh, kalau anjing kampungan sih mendingan anjing pesuruh itulah yang paling tidak kutahan" "Siapa yang menjadi anjing pesuruh?" teriak Kwik Tay-lok dengan mata melotot. Yan Jit masih tidak memperdulikan dirinya, sambil tertawa dingin ia lantas berlalu dari sana. Sepasang biji mata Kwik Tay-lok segera berputar-putar seolah-olah mendadak menyadari akan sesuatu, ia lantas maju menghalangi jalan perginya, kemudian berseru: "Kau anggap aku telah menjadi anjing pesuruhnya Hoat liok pi? Kau mengira semua makanan ini kubeli dengan uang yang dia berikan kepadaku sebagai imbalannya!" "Memangnya barang-barang itu bisa terjatuh dari langit, atau tumbuh sendiri dari tanah?" dengus Yan Jit dingin. Kwik Tay-lok memperhatikannya lekat-lekat, lewat lama sekali, ia baru menghela napas panjang, gumamnya tiba-tiba: "Baik, baik.. kau mengatakan aku adalah anjing pesuruh, biarlah aku menjadi anjing pesuruh, bila kau sudah tak tahan, biar aku yang pergi!" Pelan-pelan dia berjalan keluar dari sana, berjalan melewati depan mata Ong Tiong. Pelan-pelan Ong Tiong bangkit berdiri, seperti hendak menghalanginya, tapi kemudian ia duduk kembali. Ketika Kwik Tay lok berjalan sampai di luar halaman, ia menengadah memandang angkasa, tumpukan salju di atas pohon segera berhamburan ke bawah ketika terhembus angin dan menodai seluruh tubuh dan seluruh wajahnya. Ia tetap berdiri tak berkutik di sana. Bunga salju mulai meleleh di atas wajahnya dan menetes ke bawah melewati pipinya. Ia berdiri tak berkutik. Sebenarnya dia ingin pergi agak jauh, tapi secara tiba-tiba dia tak berjalan lagi. Yan Jit tidak menengok lagi ke arah halaman, mungkin apapun tak terlihat lagi olehnya. Koleksi Kang Zusi Sepasang matanya sudah merah membengkak, mendadak sambil mendepak-depakkan kakinya dia menerjang ke arah pintu lain. Ong Tiong merentangkan tangannya menghadang jalan perginya, lalu berkata: "Coba kau lihat dulu, apakah ini?" Di tangannya terdapat semacam benda, selembar kertas yang berwana-warni. Tentu saja Yan Jit cukup mengenali kertas apakah itu, dalam sakunya juga masih tersimpan beberapa lembar kertas seperti itu. "Itu adalah kertas gadai!" "Coba kau perhatikan lebih jelas lagi, benda apakah yang telah digadaikan?" kata Ong Tiong. . Tulisan yang tertera di atas surat gadai itu lebih hebat dari tulisan resep seorang dokter, kalau seseorang tidak berpengalaman, jangan harap bisa mengenali satu hurufpun. Yan Jit sangat berpengalaman, sudah terlalu banyak surat gadai dari Hoat liok-pi yang pernah dibaca olehnya. "Rantai emas rongsok seuntai, hati ayam emas rongsok seuntai, total berat tujuh tahil sembilan rence. Digadaikan lima tahil perak" Padahal semua benda itu masih baru tapi begitu masuk pegadaian lantas dianggap kuno, rongsok. Peraturan pegadaian dimanapun sama saja, hal ini memang tak perlu diherankan, tapi rantai emaspun ada yang dianggap rongsok, sesungguhnya perkataan itu boleh dibilang sangat keterlaluan. Hampir tertawa Yan Jit karena geli, sayangnya dia benar-benar tak dapat tertawa. Seperti kena ditempeleng orang keras-keras, ia hampir tertegun. Dengan suara hambar Ong Tiong berkata: "Surat gadai ini baru saja kucomot dari saku siau Kwik, dari tadi toh aku sudah bilang, jika aku ingin menjadi pencopet, maka sekarang aku sudah kaya raya." Setelah menghela napas, gumamnya: "Cuma sayangnya, aku benar-benar enggan bergerak." Yan Jit juga tidak bergerak, tapi air matanya pelan-pelan meleleh keluar membasahi pipinya. Sekalipun terhadap seorang sobat yang paling karibpun, kadangkala salah paham bisa saja terjadi. Oleh karena itu, seandainya terjadi kesalah pahaman dengan kawanmu, kau harus memberi kesempatan kepadanya untuk memberi penjelasan. "Dalam menilai satu masalah, seringkali bisa terdapat banyak sudut pandangan, jika kau selalu membawa jalan pemikirannya ke sudut pandangan yang jelek, maka hal ini sama artinya dengan menyiksa diri sendiri." Koleksi Kang Zusi Oleh karena itu, seandainya kau menerima pukulan batin yang berat, pandangan harus sedikit terbuka, usahakanlah untuk menemukan sudut pandangan yang cemerlang. Siapapun tidak berhak untuk menyiksa orang lain, tidak pula terhadap diri sendiri. . Inilah kesimpulan dari Ong Tiong. Kesimpulan dari Ong Tiong seringkali sangat tepat. Kesimpulan yang tepat pasti akan selalu teringat dalam benak setiap orang. ooo000ooo Di dunia ini tiada suatu perbuatan yang sangat baik, tidak pula sesuatu yang amat jelek. Kegagalan meski tidak baik, tapi kegagalan adalah soko guru dari kesuksesan. Meski sukses itu baik, tapi seringkali akan membuat orang menjadi sombong, tekebur dan angkuh, maka kalau sampai begini, kegagalan tak lama kemudian pasti akan datang. Bila berkawan dengan seseorang, tentu saja kau berharap agar dia bisa menjadi sahabat yang paling akrab denganmu. Teman bisa akrab tentu saja hal ini sangat baik, tapi terlampau akrab gampang menimbulkan sikap saling memandang enteng, tentu saja akan gampang pula terjadi kesalah pahaman. Salah paham meski tidak baik, tapi bisa kau dapat memberi penjelasan yang amat jelas, maka hubungan masing-masing pihak akan mendalam, perasaan batin merekapun akan mengikat lebih lama. Bagaimana juga, perasaan orang yang terfitnah itu tak enak. Seandainya di dunia ini masih ada peristiwa lain yang lebih tersiksa daripada terfitnah, maka hal mana pastilah peristiwa fitnahan yang secara beruntun, menimpa orang itu sebanyak dua kali. Yan Jit pernah difitnah orang, itu berarti ia dapat memahami perasaan Kwik Tay lok pada saat itu. Padahal dia sendiri jauh lebih tersiksa dan menderita daripada Kwik Tay lok sendiri. Selain tersiksa, masih ada perasaan lain lagi yang selain ia sendiri, siapapun tak akan dapat mencicipi perasaan tersebut, dia hanya ingin menyembunyikan diri dan menangis sepuaspuasnya. Sudah cukup lama tak pernah menangis sepuas-puasnya, karena seorang lelaki sejati tidak pantas untuk menangis macam gadis. Untuk menjadi seorang lelaki sejati, memang bukan suatu pekerjaan yang gampang. Tentu saja dia juga tahu, sekarang ia harus pergi mencari Kwik Tay-lok, tapi apa yang harus dia ucapkan setelah berjumpa dengannya ? Ada sementara perkataan ia tak ingin mengucapkannya keluar, ada sementara perkataan dia bahkan tak berani untuk mengeluarkannya. Koleksi Kang Zusi Perasaannya sedang kalut dan tak tahu apa yang musti dilakukan, ketika tiba-tiba ada sebuah tangan disodorkan ke hadapannya, tangan itu memegang sebuah cawan arak. Kemudian ia terdengar seseorang sedang berkata kepadanya: "Minumlah dulu arak ini, kemudian kita damai, mau bukan?" Jantungnya berdebar keras, ketika ia mendongakkan kepalanya maka tampak Kwik Tay-lok telah berdiri di hadapannya. Paras muka Kwik Tay-lok sangat tenang, sama sekali tidak terlintas perasaan gusar atau tak senang, juga tiada perasaan menderita seperti juga dimasa-masa lampau, memandangnya sambil tertawa haha hihi. Wajah senyum tak senyum macam tukang jamu ini sebenarnya paling dibenci oleh Yan Jit. Dihari-hari biasa dia selalu merasa jemu untuk memandangnya. Dia selalu beranggapan, kadangkala seorang juga perlu serius, perlu mengikuti peraturan. Tapi sekarang, entah apa sebabnya tiba-tiba ia merasa bukan saja tampang itu sedikitpun tidak menjemukan, malahan terasa amat menarik hati. Bahkan dia berharap tampang Kwik Tay-lok selalu dapat demikian, selamanya tak pernah berkerut kening. Karena secara tiba-tiba dia menyadari bahwa tampang inilah tampang Kwik Tay-lok yang sesungguhnya paling dia sukai. "Mau damai tidak?" kembali Kwik Tay-lok bertanya sambil tertawa. Yan Jit menundukkan kepalanya rendah-rendah. "Kau... kau tidak marah lagi?" "Sebenarnya marah sekali, tapi setelah kupikir kembali, bukan saja tidak marah, malahan aku merasa amat gembira" "Amat gembira?" "Ya, coba kalau kau tidak memperhatikan diriku, sekalipun aku menjadi tuyul busuk atau telur busuk anak kura-kura, hal ini sama sekali tak ada hubungannya denganmu, kaupun tak usah marah kepadaku. Justru karena kau adalah sahabat yang paling akrab denganku, maka kau baru merasa amat marah kepadaku" "Tapi... tidak seharusnya aku memfitnahmu, seharusnya aku mempercayai dirimu" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Mau memfitnah aku juga boleh, menonjok aku juga tak mengapa, asal kau adalah sahabat karibku, mau apa saja terhadap diriku juga tak menjadi soal" Yan Jit segera tertawa lebar. Koleksi Kang Zusi Bila ia sedang tertawa, hidungnya mengernyit lebih dulu, lalu matanya yang tersenyum.... Noda air mata masih membasahi wajahnya, pipi yang sebenarnya hitam dan kotor tiba-tiba muncul beberapa jalur putih setelah tertetes air, bagaikan sinar matahari yang muncul dari balik awan gelap. Kwik Tay-lok menatapnya, dia seakan-akan dibuat terpesona olehnya. Yan Jit menundukkan kepalanya lagi, kemudian berbisik: "Mengapa kau melotot terus kepadaku?" Kwik Tay-lok tertawa, kemudian menghela napas panjang, sahutnya: "Aku sedang berpikir, Swan Bwe-tong sungguh tajam, bila kau benar-benar mau mencuci muka, sudah pasti kau seorang bocah lelaki yang tampan, mungkin jauh lebih tampan dari diriku...!" Yan jit ingin menarik muka, tapi akhirnya tak tahan tertawa juga, dia sambut cawan arak tersebut. Ong Tiong memandang Lim Tay-peng, Lim Tay-peng memandang ke arah Ong Tiong, kemudian kedua-duanya sama-sama tertawa. Sambil tertawa kata Lim Tay peng: "Sebenarnya aku tak suka minum arak di pagi hari, tapi hari ini rasanya aku benar-benar ingin minum sampai mabuk." Yaa, sepanjang hidup berapa kali manusia bisa mabuk? Bila berjumpa dengan peristiwa semacam ini dan teman seperti ini, bila tak minum sampai mabuk, mau tunggu sampai kapan lagi? Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang, kemudian katanya: "Sayang sekali, hari ini aku tak dapat menemanimu untuk minum sampai mabuk." "Kenapa ?" tanya Lim Tay-peng. "Sebab hari ini aku masih ada urusan, aku harus turun gunung lagi." Bocah muda ini, begitu saku punya uang, dia paling tak betah untuk berdiam di rumah." Sambil menggigit bibir Yan Jit lantas bertanya: "Ada urusan apa kau turun gunung?" "Untuk memenuhi janji seseorang," Paras muka Yan Jit seperti agak berubah, dia melengos ke arah lain sambil bertanya lagi: "Kau ada janji dengan siapa?" "Hoat-liok-pi!" Koleksi Kang Zusi Sepasang mata Yan Jit segera mencorong sinar tajam, tapi sengaja serunya sambil menarik muka: "Kau punya janji dengannya?" "Dia mah tidak berjanji denganku, tapi aku justru hendak pergi mencarinya" "Ada urusan apa kau pergi mencari nya?" "Ia bersedia membayar lima ratus tahil perak kepada kita, itu berarti ia pasti mempunyai maksud tertentu, maka aku ingin tahu sesungguhnya kulit siapa yang hendak disayatnya?" Salju sudah mulai meleleh, jalan gunung penuh dengan lumpur dan becek sekali. Tapi Yan Jit sama sekali tak ambil perduli, kakinya yang menginjak lumpur seakan-akan sedang menginjak di atas awan saja. Sebab Kwik Tay-lok berjalan di sampingnya, bahkan ia dapat merasakan dengusan napas dari pemuda itu. Tiba-tiba Kwik Tay lok tertawa, katanya: "Hari ini, aku kembali telah menemukan satu hal" "Oya ?" "Aku menemukan bahwa Ong lotoa benar-benar sangat memahami hatiku, mungkin di dunia ini sulit untuk menemukan orang kedua yang bisa demikian memahami diriku seperti dia" Yan Jit manggut-manggut, sahutnya dengan sedih: "Dia memang paling memahami orang lain, bukan cuma kau, setiap orang pun bisa dia pahami" "Tapi orang yang paling ia kasihani adalah Lim Tay-peng, aku dapat merasakannya" Yan Jit ragu-ragu sejenak, akhirnya tak tahan diapun bertanya: "Bagaimana dengan aku ?" "Kau bukan cuma tidak memahami diriku, juga tidak kasihan kepadaku, bukan saja kau paling galak kepadaku, bahkan setiap saat selalu mengajak cekcok diriku, mengajak bertengkar diriku..." Yan Jit menundukkan kepalanya rendah-rendah. Tiba-tiba Kwik Tay lok tertawa, kemudian melanjutkannya: "Tapi entah mengapa, aku masih dapat merasakan bahwa kaulah orang yang paling baik kepadaku" Yan Jit tertawa, mukanya seperti agak memerah, lewat lama sekali dia baru bertanya lirih.. "Bagaimana dengan kau ?" Koleksi Kang Zusi Ada kalanya aku merasa kekinya setengah mati terhadapmu seperti misalnya hari ini jika Ong lotoa bersikap begitu kepadaku, aku malah mungkin tak akan semarah itu, mungkin segera akan memahami perasaannya tapi kau...." "Kau hanya marah kepadaku?" tanya Yan Jit. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. . "Aaai... mungkin hal ini dikarenakan aku sangat baik terhadap dirimu!" Yan Jit segera mengedipkan matanya, tiba-tiba ia tertawa: "Seberapa baiknya sih?" Kwik Tay-lok termenung sebentar, lalu menjawab: "Sesungguhnya seberapa besarkah kebaikan itu, bahkan aku sendiripun tak bisa melukiskannya!" "Kalau tak bisa melukiskannya itu berarti bohong" "Tapi aku bisa memberikan suatu perumpamaan kepadamu" "Perumpamaan apa?" "Demi Ong lotoa, aku bersedia menggadaikan semua pakaianku dan pulang dengan memakai cawat." Setelah tertawa, lanjut: "Tapi demi kau, sekalipun cawat itu harus digadaikan juga, akupun rela." Yan Jit segera tertawa lebar. "Huuuh, siapa yang kesudian dengan celana robekmu itu." Ketika selesai mengucapkan kata-kata tersebut, mendadak wajahnya berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus, cawat yang dikenakan Kwik Tay lok mau berlubang atau tidak, darimana ia bisa mengetahuinya...? Untung saja dasar mukanya itu memang hitam dan dekil, sehingga meskipun muka berubah menjadi merah padam seperti babi panggang, orang juga tak akan mengetahuinya. Tapi penampilan perasaan yang dipancarkan lewat sepasang matanya, senyuman hangat mesra dan lembut yang tersungging di ujung bibirnya, ditambah senyuman lirih yang diikuti sikap tersipu-sipu dan kemalu-maluan itu, jika ada orang tak dapat melihatnya, maka bukan saja orang itu adalah seorang manusia yang tolol, pada hakekatnya dia adalah seorang manusia tolol yang buta matanya. Kwik Tay lok memperhatikan sepasang matanya itu, mendadak ia tertawa dan berkata: "Aku masih mempunyai satu perumpamaan lagi." "Katakanlah!" Koleksi Kang Zusi "Sekalipun aku sudah bersumpah tak akan kawin tapi seandainya kau ini seorang gadis aku pasti akan mengambilmu menjadi biniku." "Huh siapa yang mau jadi binimu? Bisa jatuh miskin delapan keturunanku!" Suaranya seperti agak kurang beres, mendadak ia mempercepat langkahnya dan berjalan ke depan sana. Kwik Tay-lok tidak berusaha untuk mengejarnya, dia cuma memandang bayangan punggungnya dengan termangu-mangu. Dia seakan-akan dibuat terpesona, dibuat terkesima dan hampir saja kehilangan sukmanya. Sementara itu cuaca tiba-tiba menjadi cerah, serentetan cahaya sang surya yang berwarna keemas-emasan menembusi awan dan menyinari seluruh jagad, menyinari atas badan Yan Jit, menyinari pula atas badan Kwik Tay-lok. Seakan-akan cahaya matahari itu khusus menyorot bagi mereka berdua. ooooo0()Oooooo K U L I T siapa yang disayat ? Rumah pegadaian milik Hoat-liok-pi disebut rumah pegadaian Lip gwan. Rumah pegadaian itu terletak persis di depan warung Moay Lo-khong. Sekarang, papan nama warung Moay Lo-khong sudah diturunkan, ada beberapa orang sedang mengapur dinding rumah. Teringat akan Moay Lo-khong, baik Kwik Tay-lok maupun Yan Jit merasakan hatinya sangat kesal. Bagaimanapun juga mereka sudah banyak memperoleh kesenangan ditempat itu. Di depan rumah pegadaian Lip-gwan, parkir sebuah kereta kuda. Pintu gerbang rumah pegadaian itu belum dibuka, tampaknya hari ini dia seperti tak bermaksud untuk membuka usahanya. Kwik Tay-lok dan Yan Jit saling bertukar pandangan sekejap, baru lewat disamping sebuah lorong, tampaklah Hoat liok pi muncul dari balik pintu samping, mata setannya berkeliaran memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, dalam bopongannya memeluk erat-erat sebuah bungkusan besar. Setelah yakin kalau disekitar sana tak ada orang lain ia segera melompat masuk ke dalam kereta. Pintu kereta tertutup rapat-rapat bahkan tirai di depan jendela keretapun diturunkan. Dari dalam rumah pegadaian pelan-pelan berjalan seorang nenek-nenek, di tangannya membawa sebuah tong sampah. Tentu saja Kwik Tay-lok kenal dengan nenek itu, dia bukan bininya Hoat liok pi, dia tak lebih cuma seorang pekerja serabutan. Koleksi Kang Zusi Oleh karena usianya sudah lanjut, maka selain bersantap, sepeserpun Hoat liok pi tak pernah memberi gaji kepadanya, tapi dikala ia sedang menyuruhnya untuk bekerja, maka dia akan dianggapnya sebagai seorang babu saja. Seringkali Kwik Tay-lok merasa heran, kenapa nenek itu mau bekerja lebih jauh dengan Hoat liok pi. Orang yang bekerja untuk seorang kikir macam Hoat liok pi, maka seandainya pada suatu hari mengalami sesuatu, mungkin peti mati untuk tempat jenazahnya tak punya. Terdengar Hoat liok pi sedang berteriak dari dalam kereta. "Tutup pintu rapat-rapat, jangan biarkan siapapun memasukinya, besok pagi aku baru pulang." Maka kusir keretapun mengayunkan cambuknya dan melarikan kereta itu menelusuri jalan raya. Tiba-tiba Kwik Tay-lok dan Yan Jit melompat keluar dari gang disamping jalan kemudian seorang sebelah membonceng di bawah as kereta. Jendela segera dibuka orang, menyusul Hoat liok pi menongolkan kepalanya dengan wajah terperanjat, dia lebih terperanjat lagi setelah mengetahui siapa yang turut membonceng, serunya: "Mau apa kalian?" "Tidak apa-apa!" jawab Kwik Tay lok sambil tertawa, "aku cuma ingin menumpang keretamu sampai di kota." Hoat liok pi segera menggelengkan kepalanya berulang kali. 000000 0 00000 "T I D A K bisa, aku sudah bilang, keretaku ini tidak menumpang orang lain," "Tidak bisa juga harus bisa !" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa terkekeh-kekeh, "Kami toh sudah naik ke atas kereta, masakah kau bisa mendorong kami turun?" "Yaa, betul!" sambung Yan Jit pula sambil tertawa, "bagaimana juga, kau toh sebenarnya memang berniat mengajak kami pergi menemanimu?" "Yang kucari bukan kalian." Mendadak ia seperti merasa telah salah berkata, dengan cepat mulutnya di tutup kembali. "Bukan kami? Apakah kau sudah berubah pikiran?", desak Yan Jit. Paras muka Hoat-liok-pi agak berubah memucat, mendadak ia tertawa lebar. "Kalau kalian bersikeras ingin numpang tentu saja boleh, cuma harus membayar uang sewa. Uang sewa kereta seluruhnya tiga tahil perak, jadi kebetulan sekali seorang membayar setahil" Dengan tangan kiri ia menerima uang, tangan kanannya segera membuka pintu kereta. Hoat-liok-pi memang mempunyai kebaikan, asal kau ada uang yang bisa diberikan kepadanya, maka dia tak akan membuat kecewanya dirimu. Koleksi Kang Zusi Bahkan dia malah memberikan dua tempat yang paling baik untuk kedua orang itu. Kini, setelah berada di atas kereta, maka Kwik Tay-lok pun mulai putar otak untuk mencari akal lain. Hoat-liok pi masih saja memeluk buntalannya itu kencang-kencang. Mendadak Kwik Tay lok berkata: "Yan jit, bagaimana kalau kita bertaruh?" "Baik, bertaruh apa?" "Aku berani bertaruh isi buntalan ini pastilah seekor tikus, percayakah kau?" "Tidak percaya" "Baik, aku akan mempertaruhkan sepuluh tahil perak" Tiba-tiba Hoat liok pi tertawa, tukasnya: "Kalian tak perlu bertaruh, aku tahu kalian hanya ingin mengetahui isi buntalanku saja, bukan begitu?" "Agaknya aku memang mempunyai maksud begitu" sahut Kwik Tay lok sambil tertawa "Mau lihat juga boleh, tapi sekali melihat harus membayar sepuluh tahil perak." Kwik Tay lok tidak menyangka kalau begitu cepat dia menyanggupi permintaannya. Padahal menurut anggapannya dalam buntalan itu pasti terdapat sesuatu rahasia yang takut di ketahui orang. Begitu tangan kirinya menerima uang, tangan kanan Hoat liok pi segera membuka bungkusan itu. Ternyata isi buntalan itu cuma beberapa stel pakaian lama. Kwik Tay lok segera memandang Yan Jit, Yan Jit pun memandang Kwik Tay-lok ke dua orang itu cuma bisa tertawa getir. Sambil tertawa Hoat Hok pi segera berkata: "Sekarang kalian baru merasa kalau sepuluh tahil perak itu hilang dengan percuma bukan ? Sayang sekarang sudah terlambat." Sambil tertawa bangga dia bersiap-siap untuk membungkus kembali buntalan itu. Tiba-tiba Yan Jit berseru. "Hei agaknya diantara beberapa stel pakaian itu ada yang kepunyaan Lim Tay-peng?" "Agaknya memang begitulah!" sahut Hoat liok pi sambil mendehem, "tapi bagaimana pun juga toh sudah ia gadaikan kepadaku" Koleksi Kang Zusi "Tapi masa untuk digadaikan toh belum lewat, setiap saat dia bisa saja untuk menebusnya kembali, mengapa kau membawa pergi?" Lambat laun Hoat liok poi tak bisa tertawa lagi, dia berkata: "Bila dia hendak menebusnya kembali nanti, aku pasti ada baju yang akan diberikan kepadanya, apa yang musti dikuatirkan?" "Berapa perak pakaian itu ia gadaikan kepadamu?" "Satu tahil lima uang!" "Baik, sekarang juga akan kutebus pakaian itu baginya!" "Tidak bisa!" "Ada uangpun tidak bisa?" "Sekalipun ada uang juga musti ada surat gadainya, ini adalah peraturan rumah pegadaian, apakah kau membawa surat gadainya?" Kwik Tay lok kembali memandang ke arah Yan Jit, kedua orang itu tidak berbicara lagi, tapi hati mereka merasa amat keheranan. Mau apa Liok-hoat-pi membawa pakaian milik Lim Tay-peng menuju ke kota? Walaupun bahan pakaian itu cukup baik, tapi sudah kuno, mengapa ia memeluknya erat-erat bahkan menganggapnya seakan-akan benda mustika? Rahasia apa lagi dibalik ke semuanya itu? 000000( 0 )000000 Begitu kereta masuk kota, Hoat liok pi segera berkata: "Tempat tujuan telah tiba, silahkan kalian turun dari kereta" "Bukankah kau meminta kepada kami untuk menemanimu jalan-jalan?" seru Yan Jit. "Sekarang tidak perlu lagi, daripada anak kandung lebih baik uang dalam saku, bisa menghemat setahil ada baiknya untuk menghemat setahil" "Seandainya kami bersedia untuk menemanimu tanpa memungut bayaran. .?" "Gratispun juga tak bisa," sahut Hoat liok pi sambil tertawa, "hanya transaksi dengan uang kontan baru merupakan suatu transaksi yang paling bisa dipercaya, biasanya hal-hal yang gratis justru merupakan sumber dari segala kerepotan" Mendengar perkataan itu, Yan Jit segera menghela napas panjang. "Aaaai..! Kalau begitu kami akan turun kereta" "Tidak menghantar, tidak menghantar, silahkan!" Baru saja mereka turun dari kereta, "Blaam" pintu kereta segera ditutup rapat-rapat. Koleksi Kang Zusi Memandang bayangan karena yang melaju ke muka, Kwik Tay-lok juga menghela napas panjang. "Aaaai...! Orang ini sungguh amat licik, aku betul-betul tak bisa menebak permainan busuk apakah yang sedang dia persiapkan" Yan Jit termenung sebentar, lalu berkata: "Barusan dia telah terlanjur salah bicara, dia bilang bukan kita yang dicari, apa kau tidak mendengar?" Kwik Tay-lok segera manggut-manggut. "Jangan-jangan orang yang hendak dicarinya hanya Lim Tay-peng seorang, sedang kita tak lebih cuma tedeng aling-alingnya?" seru Yan Jit kembali. "Tapi ada keperluan apa dia mencari Lim Tay-peng?" "Aku selalu merasa bahwa Lim Tay-peng adalah seseorang yang mempunyai rahasia besar" Kwik Tay-lok termenung beberapa saat lamanya, mendadak ia berkata: "Eeeh.... menurut pendapatmu, mungkinkah dia adalah seorang gadis yang menyaru sebagai pria?" Yan Jit kontan saja melotot sekejap ke arahnya, lalu mengomel: "Aku lihat kau ini terlalu banyak membaca buku, mana mungkin ada perempuan yang menyaru sebagai pria didunia ini ?" Kwik Tay-lok tidak berbicara lagi. Hingga kereta itu sudah membelok di ujung jalan sana, tiba-tiba kedua orang itu mempercepat langkahnya dan menyusul ke depan sana. Bagaimanapun juga, mereka masih tak mau menyerah dengan begitu saja. Dengan cepat kereta itu berhenti di depan sebuah rumah penginapan yang amat besar. Manusia macam Hoat liok pi ternyata bersedia mengeluarkan uang untuk menginap di rumah penginapan besar ini, bukankah kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang sangat aneh ? Untung saja ketika itu cuaca sudah mulai menggelap. Malam hari di musim salju memang selalu datangnya kelewat awal. Mereka segera berputar ke belakang rumah penginapan itu dan melompat masuk melewati pagar halaman. Siapa saja tak akan apes sepanjang masa, kali ini nasib mereka ternyata sangat mujur, baru saja bersembunyi di belakang pohon, mereka telah menjumpai Hoat liok pi masuk ke deretan kamar di halaman belakang. Udara masih amat dingin, dalam halaman tak nampak sesosok bayangan manusiapun. Koleksi Kang Zusi Dengan sangat berhati-hati mereka melompat ke depan, lalu dalam tiga lima lompatan sudah berada di atas atap rumah. Mendadak kedua orang itu sama-sama menemukan bahwa ilmu meringankan tubuh yang mereka miliki hebat sekali, seakan-akan sejak dilahirkan sudah ahli di bidang itu. Dalam hati kecil mereka diam-diam mengambil keputusan, kemudian hari harus mencari akal untuk bertanya kepada lawannya, bagaimana caranya melatih ilmu meringankan tubuh tersebut. Mereka seolah-olah secara mendadak ingin sekali mengetahui rahasia lawannya. 0000000000000 Di bawah wuwungan rumah itupun terdapat bongkahan salju, tentu saja daun jendelanya tertutup rapat. Untung saja dalam kamar itu memasang api penghangat, maka di atas jendela itu di buka sebuah lubang hawa. Melongok lewat jendela kecil lubang hawa tersebut, semua pemandangan didalam kamar itu dapat melihat amat jelas. Selain Hoat-liok-pi, didalam kamar itu masih ada dua orang manusia berbaju perlente yang bermuka dingin menyeramkan, seakan-akan semua orang di dunia ini telah berhutang kepadanya. Sekilas pandangan saja Yan-Jit sudah tahu, selain ilmu silat yang dimiliki kedua orang itu sangat tangguh, merekapun pastilah seorang jago kawakan. Salah seorang diantaranya mempunyai sebuah codet yang memanjang di atas wajahnya sehingga ia kelihatan menakutkan sekali. Orang kedua meski tiada codet di wajahnya, tapi lengannya hilang, setelah ujung bajunya yang kosong itu terikat di pinggang, sementara sebilah golok lengkung tersoren di pinggang. Golok lengkung semacam itu sudah merupakan senjata yang jarang ditemui dalam dunia persilatan, apa lagi orang yang berlengan tunggal masih mempergunakan golok lengkung seperti itu, sudah jelas kepandaian silat yang dimilikinya pasti tidak rendah. Selain daripada itu, andaikata ia bukan seseorang yang sering kali masuk keluar diantara pertarungan yang menyangkut soal mati hidup, tak mungkin tubuhnya akan menderita luka separah itu. Jika seseorang yang seringkali masuk keluar dalam pertarungan mati dan hidup ternyata masih bisa hidup sampai sekarang, sudah dapat dipastikan pamornya pasti besar dan dia tentu bukan seorang manusia yang gampang dihadapi. Kenapa Hoat-liok-pi bisa mengadakan transaksi dagang dengan manusia semacam ini. Hoat liok-pi telah membuka bungkusannya dan mengeluarkan pakaian milik Lim Tay-peng, ketika menyodorkan ke tangan ke dua orang itu, wajahnya kelihatan amat bangga, seakan-akan seperti lagi mempersembahkan benda mustika saja. Sesungguhnya sampai dimanakah berharganya pakaian kumel milik Lim Tay peng tersebut? Koleksi Kang Zusi Si lelaki bercodet itu menerima pakaian tersebut dan diamatinya sebentar dengan seksama, kemudian diserahkan kepada lelaki berlengan tunggal itu. Ketika ia sedang membolak balikkan pakaian itu, lamat-lamat Kwik Tay-lok juga dapat melihat di ujung baju itu seperti ada sebuah sulaman, cuma tidak jelas sulaman apakah itu? Lelaki berlengan tunggal itu telah membalik ujung baju itu dan menelitinya sekejap, pelanpelan ia mengangguk. "Benar, memang pakaian miliknya" dia berkata. "Tentu saja tak bakal salah," kata Hoat liok-pi sambil tertawa, "selamanya aku adalah seorang pedagang yang bisa dipercaya" "Sekarang, dimana orangnya?" Hoat-liok-pi tidak menjawab, melainkan mengulurkan tangannya. "Sekarang juga kau akan mengambilnya?" tegur orang berlengan tunggal itu. Kembali Hoat-liok-pi tertawa. "Orang yang membuka rumah pegadaian selalu membayar kontan, aku rasa kamu berdua tentu mengerti bukan" "Baik, berikan kepadanya!" Lelaki bercodet itu segera mengambil sebuah bungkusan dari bawah meja dan . . . "Blaaam" diletakkan ke atas meja. Sungguh berat bungkusan itu. "Pekerjaan yang bisa membuat Hoat liok pi bersedia mengeluarkan lima ratus tahil perak lebih dulu hanya ada satu, yaitu pekerjaan yang bisa mendatangkan keuntungan lima ribu tahi perak baginya ". Ucapan dari Yan Jit itu memang tepat sekali, paling tidak isi bungkusan itu juga ada lima ribu tahil perak. Kwik Tay lok memandang sekejap ke arah Yan Jit, sekarang mereka mengerti sudah apa gerangan yang telah terjadi. Kedua orang itu sudah pasti sedang mencari Lim Tay-peng, bahkan amat terburu-buru maka mereka tak sayangnya mengeluarkan lima ribu tahil perak sebagai hadiah. Sudah lama Hoat liok pi mengetahui akan soal ini, tapi sampai Lim Tay-peng menggadaikan pakaiannya, dia baru menyadari bahwa Lim Tay-peng sesungguhnya adalah orang yang sedang mereka cari. Oleh sebab itu dia berharap Lim Tay-peng bisa menemaninya datang sebentar saja ke kota, kemudian menyerahkan Lim Tay-peng kepada kedua orang ini. Apabila bisa menghantar orangnya secara langsung, tentu saja hadiahnya lebih banyak. Koleksi Kang Zusi Tapi, apa yang sebenarnya telah dilakukan Lim Tay peng, mengapa dia begitu tinggi nilainya sehingga orang lain tak segan-segan mengeluarkan uang sebesar itu sebagai hadiah? Begitu melihat uang perak, tiba-tiba Hoat liok pi berubah menjadi menyenangkan sekali, bahkan sewaktu tertawapun sepasang matanya menjadi hilang seperti tidak kelihatan. "Sekarang, tentunya kau sudah dapat menerangkan bukan, dia berada dimana ?" kata-kata lelaki bercodet itu. Entah apapun yang telah dilakukan Lim Tay-peng, kalau toh dia sedang menghindari pengejaran dari kedua orang ini, maka dia tak boleh sampai ditemukan kembali oleh mereka berdua. Kwik Tay-lok sudah bersiap-siap menerjang masuk lewat jendela. Siapa tahu pada saat itulah mendadak senyuman di atas wajah Hoat liok pi berubah menjadi kaku. Sepasang matanya melotot ke depan pintu dengan mata terbelalak, mulutnya melongo dan tak sanggup mengucapkan sepatah katapun, keadaan waktu itu seakan-akan seorang yang mendadak menyumbat mulutnya dengan lumpur. Mengikuti arah pandangan matanya, Kwik Tay-lok turut menengok ke depan, tapi dengan cepat diapun merasa terkejut. Entah sedari kapan, di depan pintu berjalan masuk seseorang. Orang itu cuma seorang nenek biasa yang sangat sederhana dan tiada sesuatu yang mengejutkan, tapi mimpipun Kwik Tay lok tak menyangka bakal bertemu dengannya disaat dan tempat seperti ini. Dengan jelas ia masih melihat orang itu berdiri di depan rumah pegadaian Lip gwan sambil membawa tong sampah. Kemudian mereka menunggang kereta datang kesana, sepanjang jalan tidak pernah berhenti, pun tidak berjalan pelan, mengapa si nenek inipun bisa sampai juga di sana? Apakah dia bisa terbang? Keadaan Hoat liok pi bagaikan bertemu dengan setan saja, dengan tergagap dia berseru: "Mau... mau apa kau datang kemari?" Di tangan si nenek membawa sebuah mangkuk, sambil berjalan masuk dengan langkah yang sangat lamban, dia gelengkan kepala dan menghela napas, sahutnya: "Waktu minum obatmu sudah sampai, mengapa kau selalu kelupaan? Aku sengaja datang mengantarnya untukmu, hayo cepat diminum dulu." Hoat liok pi menyambut mangkuk itu, kedengaran tutup mangkuk yang berada di tangannya berbunyi gemerutukan dengan amat nyaringnya. Bukan saja tangannya sedang gemetar, peluh dinginpun telah bercucuran membasahi tubuhnya. Koleksi Kang Zusi Paras muka si laki berlengan tunggal dan si lelaki bercodet itu masih tetap kaku tanpa emosi, mereka menatap sekejap ke arah nenek itu dengan pandangan dingin, tiba-tiba mereka turun tangan bersama, dua titik cahaya tajam segera meluncur ke arah depan. Serangan kilat itu tak bisa dibilang amat lamban. . Siapa tahu baru saja titik cahaya hitam itu sampai di depan si nenek, tahu-tahu sudah lenyap tak berbekas. Padahal nenek itu sama sekali tak berkutik dari tempatnya semula. Paras muka si lelaki bercodet itu agak berubah. Sebaliknya si lelaki berlengan tunggal itu tertawa dingin, serunya tanpa emosi. "Tidak kusangka kaupun seorang jago lihay, bagus, bagus sekali" Tiba-tiba nenek itu tertawa, lalu menjawab: "Tidak baik, sedikitpun tidak baik!" "Kenapa tidak baik?," tanya lelaki berlengan tunggal itu. "Apa pula baiknya? Bila kalian telah bertemu denganku, maka kalian bakal sial, apanya yang baik?" Lelaki berlengan tunggal itu segera melompat bangun, kemudian bentaknya keras-keras. "Siapakah kau? Mengapa mencampuri urusan kami ?" "Siapa yang akan mencampuri urusan kalian! Urusan kalian masih belum pantas kucampuri, mengundang aku untuk mencampuri pun belum tentu aku mau bahkan berlutut sambil memohonpun aku juga tak akan kesudian untuk mengurusinya." "Lalu ada urusan apa kau datang kemari?" "Aku datang untuk menyuruhnya minum obat, Cepat minum ? Habis minum obat kau harus segera tidur" Dengan wajah murung Hoat liok pi segera memencet hidungnya dan minum obat itu sampai habis. "Bagus!" kata si nenek, "Sekarang kau harus pulang untuk tidur" Bagaikan sedang menarik anaknya saja, sambil menyeret tangan Hoat liok pi dia lantas beranjak dari situ. Tiba-tiba cahaya golok berkelebat lewat, sambil melompat ke tengah udara si lelaki berlengan tunggal itu sudah mengayunkan sebilah golok lengkungnya untuk membacok kepala orang. Bisa menyerang sambil melambung ke udara tentu saja ilmu golok yang dimilikinya tak terhitung lemah. Tapi cahaya golok itu hanya berkelebat lewat, kemudian lenyap tak berbekas. Koleksi Kang Zusi (Bersambung Jilid 13) Jilid 13 SEBILAH golok lengkung yang bersinar tajam, tahu-tahu sudah kutung menjadi dua bagian dan... "Trang!" jatuh ke tanah. Terjatuhnya persis di sisi badan si lelaki berlengan tunggal itu entah apa sebabnya tahu-tahu sudah berlutut di atas tanah, berlutut di hadapan si nenek sambil bermandi keringat, tampaknya ia sedang berusaha keras untuk bangkit berdiri, tapi sayang sekalipun segenap tenaganya sudah dikerahkan, ia tetap belum berhasil untuk berdiri. Nenek itu menghela napas panjang, lalu gumamnya: "Sedari tadi aku toh sudah bilang, terhadap urusan kalian, sekalipun kamu berlutut sambil memohon kepadaku, akupun tak akan mengambil perduli, rupanya kau benar-benar tidak menurut, jangan-jangan telingamu lebih tuli daripada telingaku" Sambil mengomel dia lantas berjalan ke luar dari situ. Dengan menurut sekali Hoat liok pi mengikuti di belakangnya, jangankan membangkang, untuk bernapas keras-keraspun tidak berani. Sekujur badan si lelaki bercodet pun sudah bermandikan keringat, tiba-tiba serunya: "Cianpwe, harap tunggu sebentar!" "Apa lagi yang harus di tunggu? Apakah kau juga ingin berlutut di hadapanku?" "Tatkala cianpwe sudah mencampuri urusan ini, akupun tak bisa berbuat apa-apa lagi, harap cianpwe suka meninggalkan namamu, agar aku bisa memberi pertanggungan jawab kepada majikan kami nanti" "Kau ingin mengetahui namaku ?" "Betul!" "Kau masih belum pantas untuk mengetahui namaku, sekalipun kukatakan juga belum tentu kau akan mengerti" Setelah berhenti sebentar, nenek itu melanjutkan kembali kata-katanya: "Tapi kau boleh pulang menyampaikan kepada majikanmu, katakanlah ada seorang sobat lamanya menasehati dirinya, bocah cilik itu patut dikasihani, lebih baik jangan dipaksa terus menerus, kalau tidak orang lainpun akan merasa tidak leluasa untuk melihatnya" Selesai berkata pelan-pelan dia berjalan keluar dari ruangan. Lelaki bercodet itu segera memburu ke depan, agaknya dia seperti ingin menanyakan sesuatu lagi kepadanya. Tapi di luar pintu sudah tiada seorang manusiapun, baik si nenek maupun Hoat-liok pi, keduaduanya sudah lenyap tak berbekas. 000000000000000 Koleksi Kang Zusi Ternyata si nenek tukang menanak nasi ini adalah seorang jago persilatan yang berilmu tinggi, sedemikian tingginya kepandaian silat yang dimilikinya itu sehingga orang lain mimpipun tak pernah menduga. Tak heran ketika si anjing buldok dan si tongkat hendak melakukan penggeledahan ke rumah pegadaiannya dulu, sewaktu muncul kembali sikapnya begitu menghormat, kalau mereka bukannya sudah dibikin keok oleh si nenek tersebut, sudah pasti mereka telah mengetahui siapa gerangan dirinya itu. Sekarang Kwik Tay lok dan Yan Jit baru dibikin mengerti. Tapi mereka masih ada satu hal yang merasa tidak habis mengerti, setelah saling berpandangan sekejap serentak mereka meluncur ke arah belakang sana. Di belakang situ terdapat sebatang pohon, sebatang pohon yang besar sekali. Di atas pohon tiada duanya, yang ada cuma timbunan salju. Terpaksa Yan Jit harus berjongkok di atas dahan pohon, sedangkan Kwik Tay-lok duduk dengan begitu saja, tapi kemudian ia melompat bangun dengan kaget, sebab pantatnya seperti digores dengan golok. Salju di atas dahan pohon itu sungguh dingin dan tajam bagaikan sebilah golok. Yan Jit menghela napas dan menggelengkan kepala berulang kali, katanya: "Setiap kali hendak duduk, apakah tak pernah kau periksa dulu ada apanya di bawah pantatmu itu?" Kwik Tay-lok tertawa getir. "Aku tidak memperhatikannya, aku sedang memikirkan satu urusan" sahutnya. Dahan pohon itu sangat besar dan kuat, dia pun berjongkok disamping Yan Jit seraya berkata lagi: "Aku sedang memikirkan Si nenek tadi, padahal dia adalah seorang jago persilatan yang sangat luar biasa, mengapa ia bersedia menjadi seorang tukang masaknya Hoat liok pi dari rumah pegadaian...?" Yan Jit termenung sejenak, lalu sahutnya: "Mungkin saja ia seperti juga Hong Si-hu, sedang menghindarkan diri dari pencarian orang lain" "Sepintas lalu alasan ini seakan-akan sangat kuat sekali, akan tetapi sesudah direnungkan kembali, ternyata terdapat banyak hal yang tak bisa diterima dengan akal" "Dunia bukan sedaun kelor masih terdapat banyak tempat lain yang bisa dia gunakan untuk menghindari kejaran orang, apalagi buat seorang jago silat yang begitu lihay seperti dia, anehnya, kenapa ia bersedia menjadi babunya orang lain, bersedia mendapat perintah orang dan menerima makian orang" Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, dia melanjutkan: Koleksi Kang Zusi "Sekalipun dia ingin menjadi seorang babu, sepantasnya kalau dia menjadi seseorang yang agak terhormat atau suatu tempat yang lebih baikan, kenapa justru Hoat-liok-pi si pelit yang dicari? Apakah hal ini tidak mengherankan?." "Jadi kau tidak habis mengerti?" "Yaa, aku benar-benar merasa tidak habis mengerti" "Persoalan yang bisa membuat kau tak habis mengerti, pasti tak akan dimengerti pula oleh orang lain" Kwik Tay-lok tertawa: "Kalau aku pun tidak mengerti, biasanya memang tak banyak orang yang bisa memahaminya" "Mungkin saja dia memang menginginkan agar orang tidak habis mengerti?" "Tapi persoalan yang bikin orang tidak habis mengerti masih banyak sekali." "Coba katakan!" "Kalau dilihat ilmu silatnya, mungkin tidak banyak manusia di dunia ini yang sanggup untuk menandinginya." Mendengar perkataan itu, Yan Jit manggut-manggut, sahutnya sambil menghela napas pula: "Ilmu silat yang dimilikinya memang sangat tinggi, bukan saja belum pernah kujumpai ada orang yang memiliki kepandaian silat selihai itu, bahkan pada hakekatnya mendengar pun belum pernah. ." "Oleh karena itu, aku beranggapan bahwa sesungguhnya ia tak perlu takut kepada orang lain, diapun tak perlu menyembunyikan diri." "Jangan lupa, diantara manusia yang lihay masih ada yang lebih lihay lagi, diantara bukit yang tinggi masih ada yang lebih tinggi lagi." "Itu mah pepatah kuno yang sudah usang" "Sekalipun sudah usang, kadangkala teori yang makin usang semakin masuk diakal" ooooo(O)oooooo RAHASIA LIM TAY-PENG "SEANDAINYA ia benar-benar lagi menghindarkan diri dari kejaran orang" kata Kwik Tay-lok, paling tidak gerak geriknya pasti akan jauh lebih rahasia, tapi setiap kali kita berkunjung ke rumah pegadaian, kita selalu masuk keluar dengan leluasa, sedikit pun tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia kuatir dikenali orang lain" "Pada waktu itu, apakah kau bisa menduga manusia macam apakah dirinya itu ?" "Tidak !" Koleksi Kang Zusi "Kalau toh orang lain tak menduga siapakah dia, kenapa pula dia musti takut bertemu orang lain?" "Jadi menurut pendapatmu, seperti juga Hong si-hu, diapun sudah merubah wajahnya menjadi wajah yang lain ?" "Dalam dunia persilatan, toh bukan hanya Hong si hu seorang yang pandai menyaru ?" "Lantas, kenapa si anjing buldok dan si tongkat bisa mengenalinya hanya dalam sekilas pandangan saja ?" "Dari mana kau bisa tahu kalau mereka dapat mengenalinya hanya didalam sekilas pandangan saja?" "Kalau mereka tak dapat mengenalinya, mengapa pula sikap mereka terhadap Hoat-liok pi begitu menghormat dan munduk-munduk ?" Yan Jit segera mengerdipkan matanya, lalu berkata: "Lantas menurut pendapatmu, apa pula yang sebenarnya telah terjadi" "Menurut pendapatku, dia dengan Hoat liok pi pasti mempunyai suatu hubungan yang agak luar biasa, mungkin saja dia adalah sobat lamanya Hoat liok pi atau mungkin familinya Hoat liok pi, apakah hal ini bukan suatu alasan?" "Ya, memang suatu alasan" "Tak kusangka kaupun mengakui kalau aku beralasan." Kwik Tay lok tertawa. "Tentu saja karena pendapatku sendiripun juga demikian," sahut Yan Jit sambil tertawa pula. Kwik Tay-lok menjadi tertegun. "Kalau toh pendapatmu sama dengan pendapatku, mengapa kau musti mengumpak aku?" seru sang pemuda tertegun. "Sebab sejak dilahirkan aku memang sudah suka mengumpak orang" Kwik Tay-lok segera melototinya sampai lama, kemudian baru berkata: "Seandainya aku bilang salju ini putih?" "Maka aku akan mengatakan kalau salju itu hitam" 00000000 Bagaimanapun cerdiknya kau, betapa rajinnya kau bekerja, ada kalanya akan ketanggor juga pada tandingannya, maka bila hal ini sampai terjadi, bagaimanapun hebatnya kau, semua kepandaianmu seolah-olah menjadi mati kutu. Agaknya Yan Jit adalah tandingan dari Kwik Tay-lok, apapun juga yang dilakukannya seakanakan terbentur semua pada batunya. Lewat beberapa saat kemudian, sambil tertawa dia baru berkata lagi: Koleksi Kang Zusi "Paling tidak, ada satu hal yang mau tak mau harus kau akui akan kebenarannya." "Soal apa?" Kali ini Hoat-liok-pi tidak berhasil membeseti kulit seorang manusiapun," kata Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Lagi-lagi kau keliru." "Lagi-lagi aku keliru?" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa getir. "Yaa, paling tidak kali ini Hoat liok pi, telah membeseti kulit seseorang." "Kulit siapa yang dibeseti?" "Kulitnya sendiri!" Sebenarnya siapakah manusia yang dinamakan Lim Tay-peng itu? Apa sebabnya ada seorang yang bersedia menghamburkan uang sebesar beberapa ribu tahi perak hanya bermaksud untuk mencari jejaknya ? Ada persoalan apa mereka mencarinya? "Menurut pendapatmu, apa sebabnya orang-orang itu pergi mencari Lim Tay peng?" tanya Kwik Tay-lok. Tampaknya ia sudah lebih pandai menguasahi diri, sebab kali ini ia tidak mengemukakan pendapatnya sendiri. Yan Jit termenung sebentar, kemudian katanya: "Seandainya kau bersedia menghamburkan uang sebesar lima-enam ribu tahil perak untuk mencari seseorang, mungkin tujuannya karena apa ?" "Aku tak bakal melakukan perbuatan semacam ini" sahut Kwik Tay lok sambil tertawa. Yan Jit melirik sekejap ke arahnya lalu, berkata: "Seandainya aku lenyap secara tiba-tiba dan kau harus menghamburkan uang sebesar lima ribu tahil perak untuk menemukan diriku, bersediakah kau untuk melakukannya?" Tanpa berpikir panjang lagi Kwik-Tay-lok segera menjawab: "Tentu saja bersedia, demi kau sekalipun aku musti menggadaikan batok kepalaku juga aku bersedia." Mencorong sinar tajam dari balik mata Yan Jit. Sorot mata seseorang baru akan memancarkan sinar tajam bila ia sedang merasa sangat gembira atau merasa sangat bangga. Koleksi Kang Zusi "Karena kita adalah sahabat karib maka aku bersedia untuk melakukannya" kata Kwik Tay-lok lagi, "tapi, Lim Tay-peng sudah pasti bukan sahabat karibnya kedua orang itu, dia tak nanti akan bersahabat dengan manusia-manusia macam begitu" Yan Jit manggut-manggut, sahutnya: "Seandainya ada orang telah membunuhku, bersediakah kau menghamburkan yang sebesar lima ribu tahil perak untuk menemukan jejak pembunuhnya?" "Tentu saja mau, sekalipun harus beradu jiwa, aku juga pasti akan mencari orang itu sampai ketemu dan membalaskan dendam bagimu" Tapi kemudian dia lantas menggeleng, katanya lagi: "Tapi Lim Tay-peng belum pernah membunuh manusia, aku rasa sikap menderita dan tersiksa yang diperlihatkannya sehabis membunuh Lamkiong Cho itu sudah pasti bukan dilakukannya dengan berpura-pura." "Bila ada orang telah merampas lima puluh laksa tahil perak milikmu, kemudian kau menghamburkan lima ribu tahil perak untuk mencarinya, tentu saja kau bersedia untuk melakukannya bukan" "Tapi ketika Lim Tay-peng datang, sepeser uangpun tidak dimilikinya, apalagi dia toh bukan manusia semacam itu" Yan Jit segera tertawa. "Sekarang bukan aku yang mendebat ucapanmu, adalah kau yang terus menerus mendebat perkataanku" serunya. Kwik Tay-lok turut pula tertawa. "Yaa, soalnya aku juga tahu kalau hati kecilmu yang sesungguhnya juga tidak berpendapat demikian" Yan Jit menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir: "Terus terang saja, pada hakekatnya akupun tidak berhasil menemukan jawaban yang tepat, apa sebabnya mereka mencari Lim Tay-peng." "Walaupun tak bisa ditemukan, apakah kau lupa aku sudah banyak belajar cara menanyai orang dari diri si tongkat?" Sinar lentera didalam kamar masih terang benderang, tidak kelihatan ada orang berjalan keluar, juga tidak kelihatan ada orang berjalan masuk. Baru saja mereka bersiap-siap akan menanyai kedua orang itu, tiba-tiba daun jendela dibuka orang. Seseorang sedang menggape ke arah mereka dari depan jendela. Sementara kedua orang itu masih belum mengerti jelas siapa gerangan yang sedang di gape, sambil tertawa orang itu sudah berkata lebih dulu: Koleksi Kang Zusi "Di atas pohon udara tentu sangat dingin, mengapa kalian berdua tidak masuk saja, ke dalam untuk menghangatkan badan?" Api pemanas dalam ruangan itu amat besar. Duduk di tepi perapian sudah barang tentu jauh lebih nyaman ketimbang berjongkok di dahan pohon. Orang yang menggape mereka dari jendela tadi, kini sudah duduk kembali. Orang itu bukan si lelaki bercodet di wajahnya, juga bukan si manusia berlengan tunggal yang berwajah bengis. Sesungguhnya orang itu sama sekali tidak terlihat ada didalam ruangan tadi. Sebaliknya orang-orang yang tadi berada dalam ruangan, kini sudah pergi entah ke mana. Kwik Tay-lok tidak melihat mereka keluar dari situ, juga tidak melihat orang ini masuk ke dalam. Hanya ada satu hal yang membuat Kwik Tay-lok merasa agak terhibur dan lega. Dari ujung kepala sampai ke ujung kakinya, orang ini jauh lebih sedap dipandang daripada kedua orang tadi. Yang lebih penting lagi, orang ini adalah seorang perempuan. Sesungguhnya dia sudah tidak termasuk muda lagi, tapi wajahnya masih cantik dan agak menawan hati. Di dunia ini memang terdapat semacam perempuan yang bisa membuat kau tidak akan memperhatikan usianya. Dan kebetulan sekali dia adalah perempuan semacam itu. Perempuan yang cantik kebanyakan angkuh, tak tahu aturan, hanya sedikit sekali yang terkecuali. Kebetulan dia termasuk didalam pengecualian tersebut. Anehnya, perempuan semacam ini mengapa secara tiba-tiba bisa muncul didalam ruangan tersebut? Setelah tertawa, katanya lebih lanjut: "Apa pula hubungannya dengan kedua orang itu? Apa pula hubungannya dengan persoalan ini ?" Tentu saja Kwik Tay lok ingin bertanya, tapi hingga detik itu belum juga ada kesempatan. Setiap kali bila dia ingin bertanya, ternyata ia telah didahului terus oleh orang lain, bila ada seorang perempuan semacam itu mengajukan pertanyaan kepadamu, tentu saja kau harus menjawab lebih dulu. Koleksi Kang Zusi "Aku she Wi" kata perempuan itu sambil tersenyum, "dan kalian berdua?" "Aku she Kwik, dan dia she Yan, Yan dari huruf Yan-cu si burung walet" Yan Jit segera mendelik ke arahnya, tapi sebelum dia mengucapkan sesuatu, Wi hujin telah berkata lagi sambil tertawa: "Semua teman Lim Tay-peng tak ada seorangpun yang tidak kukenal, mengapa belum pernah kujumpai kalian berdua?" Kembali Kwik Tay lok ingin berebut menjawab, mendadak ia menjumpai Yan Jit sedang mendelik ke arahnya. Terpaksa dia harus menundukkan kepalanya dan mendehem pelan. Pelan-pelan Yan Jit baru mengalihkan sinar matanya ke wajah Wi-hujin, sahutnya hambar: "Darimana kau bisa tahu kalau kami ini adalah temannya Lim Tay-peng ?" "Kalian berdua datang dari tempat kejauhan dengan menempuh hujan salju serta angin kencang, kemudian menunggu di luar dalam udara sedingin ini, sudah barang tentu bukan dikarenakan tauke rumah pegadaian itu bukan?" "Mengapa tidak mungkin?" Wi-hujin tersenyum. "Naga akan berteman dengan naga, burung hong akan berteman dengan burung hong, masih cukup jelas bagiku untuk mengetahui, siapa tepatnya berteman dengan siapa?" Yan Jit segera mengerdipkan matanya. "Kalau begitu, ternyata kau juga kenal dengan Lim-Tay-Peng bukan ....?" Wi hujin manggut-manggut: Sambil tertawa kembali Yan Jit berkata: "Padahal tidak seharusnya kuajukan pertanyaan seperti ini, bahkan temannya saja kau kenal semua, tentu saja kenal dengan dirinya" "Yaa, memang boleh dibilang kenal sekali" Wi-hujin tersenyum. "Lain kali, bila kau bertemu lagi dengannya, tolong sampaikan salam dari kami, katakan kalau kami merasa rindu sekali dengannya" seru Yan Jit lagi. "Aku pun ingin sekali berjumpa muka dengannya, maka sengaja aku datang untuk minta petunjuk dari kalian berdua" "Minta petunjuk apa?" "Aku minta kalian berdua suka memberitahu kepadaku, selama dua hari belakangan ini dia berada dimana?" Yan Jit merasa seperti amat terkejut bercampur keheranan lalu serunya dengan cepat: Koleksi Kang Zusi "Hubunganmu dengannya jauh lebih akrab dari pada kami, dari mana aku bisa tahu dia berada dimana sekarang ?" Wi-hujin segera tertawa. "Bagaimana akrabnya seorang teman kadangkala diapun bisa lama sekali tak pernah bersua muka" Yan Jit menghela napas panjang. "Aaaaaiii... aku malah punya rencana untuk meminta bantuanmu agar mengajak kami untuk pergi menjumpainya" "Apakah kalian juga tidak tahu dimanakah ia berada sekarang?" "Kalau kau sendiripun tidak tahu, darimana kami bisa tahu ? Seorangpun diantara temannya ini tak ada yang kami kenal" Mendadak ia bangkit berdiri sesudah menjura katanya: "Waktu sudah tidak pagi lagi kami harus segera mohon diri" Wi-hujin tertawa ewa. "Ooooohhh. . . kalian berdua akan pergi? Maaf aku tidak menghantar, tidak menghantar" Ternyata ia sama sekali tidak berniat untuk menghalangi kepergian mereka dengan begitu saja dia membiarkan Yan Jit berdua pergi meninggalkan ruangan. Baru keluar dari rumah penginapan, Kwik Tay-lok sudah tidak tahan berseru: "Aku benar-benar merasa kagum kepadamu kau memang hebat sekali" "Hebat kenapa ?" "Kalau kau sudah mulai berbohong, pada hakekatnya tidak jauh berbeda dengan orang yang sedang berbicara sungguhan" Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya kemudian berkata pula: "Akupun sangat mengagumi dirimu..." "Kagum apa kepadaku?" "Manusia macam kau memang jarang terdapat di dunia ini, asal melihat ada perempuan yang menarik, tanggal lahir sendiripun sudah terlupakan sama sekali kalau bisa seakan-akan semua rahasianya akan diungkapkan keluar" "Itu mah disebabkan aku lihat dia tidak mirip orang jahat"sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Hmm, memangnya orang jahat akan pasang papan nama di atas wajahnya ?" seru Yan Jit sambil tertawa dingin. "Seandainya dia bermaksud jahat, masakah kita dibiarkan pergi dengan begitu saja?" Koleksi Kang Zusi "Kalau tidak membiarkan kita pergi lantas bagaimana? Apakah dia mempunyai kemampuan untuk menahan kita?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Aaaai... andaikata kau menganggap dia hanyalah seorang perempuan biasa saja, maka pandanganmu itu keliru besar" "Oya..." "Semua gerak gerik kita agaknya diketahui olehnya dengan jelas, cukup mengandalkan persoalan ini aku berani memastikan kalau dia bukan manusia sembarangan" "Apa saja yang dia ketahui ?" "Ia tahu kita datang dari luar kota, dia tahu kita sembunyi di atas pohon..." Mendadak dia menghentikan ucapannya lalu berbisik: "Coba kau lihat di depan pintu toko obat dibelakang sana" "Tak usah dilihat lagi" "Jadi kau sudah tahu kalau ada orang sedang menguntil di belakang kita?" Sambil tertawa dingin Yan Jit manggut-manggut. Sementara itu mereka sudah berbelok ke sebuah jalanan yang lenggang dan sepi toko-toko di situ menutup pintu agak awal, saat itu hampir tiada orang yang perlu lalang lagi di sana. Toko obat itupun sudah menutup pintu, tapi seorang manusia berbaju hitam yang pendek kecil sedang berdiri di belakang pintu sambil kadang kala melongokkan kepalanya memperhatikan mereka. "Apakah orang ini mengikuti kita terus menerus?" "Baru keluar dari rumah penginapan, aku telah mengetahui jejaknya. Maka aku baru sengaja membelok ke jalanan ini" Sesudah tertawa dingin, lanjutnya: "Sekarang, tentunya kau sudah mengerti bukan, apa sebabnya Wi-hujin membiarkan kita berlalu dengan begitu saja?" "Masakah dia sudah tahu kalau kita sebenarnya tinggal bersama Lim Tay-peng, maka sengaja membiarkan kita pergi dengan begitu saja sementara dia suruh orang mengikuti kepergian kita secara diam-diam?" "Ehmm" Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Perhitungan si-poanya hebat juga cuma sayang ia terlalu menilai rendah diri kita" "Memangnya kau anggap dia memandang sebelah mata kepadamu?" jengek Yan Jit dingin. Koleksi Kang Zusi "Walaupun aku tiada sesuatu yang luar biasa, tapi bukan sesuatu yang gampang buat orang lain bila ingin menguntit diriku" "Oya !" Kwik Tay lok mengerdipkan matanya, lalu tertawa. "Siapa ingin menguntil diriku, maka dia harus mencicipi dulu hembusan angin barat laut" Di jalanan tersebut, hanya rumah makan yang belum menutup pintu. Tak tahan Yan Jit segera tertawa, katanya: "Aku lihat mungkin kau bukan berniat untuk menyuruh orang lain minum angin barat laut, adalah kau sendiri yang ingin minum arak bukan?" "Aku minum arak dan dia minum angin barat-laut, pokoknya kan semua orang minum meski berbeda apa yang diminum" Kwik Tay-lok mempunyai suatu penyakit didalam minum arak. Sebelum minum sampai mabuk, dia takkan pergi. Bila di kolong langit masih ada yang bisa menyembuhkan penyakitnya itu, maka dia pastilah Yan Jit. Rantai emas itu sudah digadaikan sebesar lima puluh tahil perak, separuh diantaranya sudah diberikan kepada Ong Tiong, sedang Kwik Tay-lok ternyata tidak menghabiskan isi sakunya dengan minuman tersebut. Bahkan ketika keluar dari warung itu, dia masih tetap sadar, tetap bisa mengenali orang. Betul juga, manusia berbaju hitam itu masih menunggu di depan pintu sambil minum angin barat laut. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya: "Seharusnya aku musti membiarkan dia lebih banyak minum sebab kelihatannya dia belum puas" "Tapi kau sudah minum terlalu cukup. Kalau minum terlalu banyak lagi, maka seorang bocah yang berusia tiga tahun dia pasti dapat menguntil dirimu" "Kwik Tay-lok segera melototkan sepasang matanya bulat-bulat, serunya: "Siapa bilang begitu? sekalipun aku lari dengan kaki sebelah belum tentu dia bisa menyusulku, kau tidak percaya?" "Aku cuma percaya satu hal" "Hal apa?" "Sekalipun dia dapat menyusulmu, kaupun dapat meniupnya sampai pergi" "Meniupnya sampai pergi? Bagaimana cara meniupnya?" Koleksi Kang Zusi "Meniup seperti kau sedang meniup kertas (membual)!" Apapun tidak diucapkan oleh Kwik Tay lok tiba-tiba dia melompat ke muka dan mengayunkan kakinya. Ternyata lompat tersebut mencapai dua kaki lebih. Yan Jit segera menghela napas panjang, sambil menggeleng gumamnya: "Heran, kenapa orang ini selamanya tak pernah dewasa?" 0000000 0000000 Langit sudah menggelap, sedang jalan berwarna putih cemerlang. Sesungguhnya jalanan itu tidak berwarna putih, yang putih adalah timbunan salju, Kwik Taylok, menyaksikan pepohonan di balik timbunan salju itu seakan-akan sedang lari ke belakang. Sesungguhnya pohon itu tidak lari, yang sedang berlarian adalah sepasang kakinya. Ia bukannya sedang takut tak bisa melepaskan diri dari penguntilan manusia berbaju hitam di belakangnya itu, melainkan dia kuatir tak bisa menyusul Yan Jit. Bila Yan Jit sedang mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, maka dia akan berubah bagaikan seekor burung walet. Kwik Tay-lok sudah mulai terengah-engah napasnya. Saat itulah Yan Jit baru pelan-pelan menghentikan gerakan tubuhnya, lalu sambil mengerling sekejap ke arahnya, dia menegur sambil tertawa: "Apakah kau sudah kepayahan?" Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang dan tertawa getir. "Makanku lebih banyak daripada darimu, kepalaku juga lebih gedean daripada dirimu, tentu saja lariku tak bakalan bisa menangkan kau" "Makan si kuda lebih banyak darimu, kepalanya juga lebih gedean dari pada dirimu mengapa larinya justru lebih cepat dari pada kau?" "Aku bukan kuda dan kakiku cuma dua" Yan Jit segera tertawa. "Bukankah kau pernah bilang sekalipun sedang lari dengan satu kaki, orang lain jangan harap bisa menyusul dirimu !" "Bukan kau yang kumaksudkan" "Memangnya kau anggap orang lain tidak becus !" "Tentu saja" Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba Yan Jit menghela napas panjang lalu katanya: "Mengapa, kau tidak berpaling untuk melihat sendiri ?" Begitu Kwik Tay lok berpaling dia lantas dibikin tertegun. Tiba-tiba dia menjumpai ada seseorang berdiri ditengah jalan sana. Jalanan itu putih, sedangkan orang itu hitam. Manusia berbaju hitam yang bersembunyi di belakang pintu warung obat tadi, ternyata saat itu sudah menyusul sampai di sana. Kwik Tay lok tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian berkata: "Sungguh tak kusangka bocah keparat ini bisa berlari dengan begini cepatnya" "Jangankan kau cuma memakai sebuah kaki saja, tampaknya sekalipun kau lari dengan memakai tiga buah kakipun, dia tetap akan mampu mengikuti dirimu, percaya tidak?" "Aku percaya!" Yan Jit memandang ke arahnya, sinar mata itu penuh dengan makna senyuman. Dia memang seorang yang menyenangkan, yang paling menyenangkan adalah keberaniannya untuk mengakui kesalahan yang telah dilakukannya. Oleh karena itu, kendatipun tak sedikit kesalahan yang pernah dilakukannya, dia masih tetap merupakan lelaki yang menyenangkan. "Ketika tak mampu meninggalkan kejarannya, itu berarti kita tak boleh pulang ke rumah!" "Benar!" "Tapi kalau tidak pulang, kita harus ke mana?" "Tiada tempat yang bisa kita kunjungi." Tapi kemudian sambil mengerdipkan matanya mendadak ia tertawa, katanya lebih jauh: "Kau masih ingat dengan apa yang kau ucapkan tadi?" "Apa yang pernah kukatakan?". "Kau bilang, sekalipun dia benar-benar mampu menyusulku, akupun masih bisa meniupnya pergi." "Aaah, masakah kau memiliki kemampuan sebesar itu? seru Yan Jit sambil tertawa. "Tentu saja." "Dengan cara apa kau hendak meniupnya pergi." "Dengan kepalanku." Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba ia membalikkan badannya dan berjalan mendekati orang berbaju hitam itu. Orang berbaju hitam itu berdiri ditengah jalan sambil mengawasi dengan tenang. "Hebat benar orang ini, sungguh pandai ia mengendalikan diri." Habis kesabaran Kwik Tay lok, pelan-pelan dia berjalan ke depan sementara hatinya sedang berputar, dia sedang mempertimbangkan untuk membuka mulut lebih dulukah atau menggerakkan kepalannya? Siapa tahu, orang berbaju hitam itupun tak sanggup mengendalikan diri, sambil putar badan ia lantas kabur meninggalkan tempat itu. Kwik Tay lok juga tak sanggup mengendalikan diri, dia mengerahkan tenaga dan mengejar dari belakang. Mendadak ia menemukan bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki berbaju hitam itu tidak berada di bawah Yan Jit, sekalipun ia mempunyai tiga buah kaki juga, belum tentu dapat menyusulnya, terpaksa dengan suara lantang teriaknya: "Sobat, tunggu sebentar, aku hendak berbicara denganmu!" Tapi orang berbaju hitam itu justru tidak menunggu, dia malahan lari semakin cepat. Kwik Tay lok menjadi naik darah, segera teriaknya keras-keras: "Hei, apakah kau tuli?" Tiba-tiba orang berbaju hitam itu berpaling dan tertawa, sahutnya: "Benar, aku memang tuli sekali, apa yang kau ucapkan tak sepatah katapun yang kudengar" Agaknya untuk membuat berkobarnya amarah Kwik Tay lok. Siapa saja yang berhasrat untuk membuat Kwik Tay lok marah hal ini bisa dilakukannya secara gampang, sebab dia memang seseorang yang gampang menjadi marah. Begitu amarahnya berkobar, ia lantas mengejar dengan kencang. Tadi, sebenarnya orang berbaju hitam itu yang menguntil mereka, tapi sekarang justru dia menguntil orang berbaju hitam itu. Terpaksa Yan Jit harus mengiringinya untuk turut mengejar ke depan.... Di tepi jalan situ terdapat sebuah hutan yang tertimbun salju, dibalik hutan ternyata ada cahaya lampu. Orang berbaju hitam itu segera berkelebat lewat didalam hutan tadi, kemudian tubuhnya lenyap tak berbekas. Cahaya lampu masih bersinar terang di situ. Koleksi Kang Zusi Cahaya lampu itu memancar keluar dari balik sebuah rumah, ternyata orang berbaju hitam itu menerjang masuk ke dalam rumah itu. Sambil menggigit bibir, Kwik Tay lok berseru dengan gemas: "Tunggulah aku di luar, akan kuperiksa rumah itu." Yan Jit tidak berbicara, diapun tidak menahan pemuda itu. Apabila Kwik Tay lok sudah berniat untuk melakukan sesuatu, pada hakekatnya tak seorangpun yang sanggup untuk menghalanginya. Sekalipun dia ingin terjun ke sungai, Yan Jit terpaksa harus menemaninya juga. Pintu rumah dimana cahaya lentera itu berasal berada dalam keadaan terbuka lebar. Ketika Kwik Tay-lok menyerbu masuk ke dalam pintu rumah, kembali ia bikin tertegun. Didalam ruangan itu tampak sebuah perapian, disamping perapian duduk seorang perempuan yang berwajah cantik. Ternyata perempuan itu adalah Wi hujin. Ketika menjumpai Kwik Tay-lok, sedikitpun ia tidak merasa heran atau kaget, malah ujarnya sambil tersenyum: "Udara di luar sana tentu sangat dingin, mengapa kalian berdua tidak masuk untuk menghangatkan badan" Tampaknya kehadirannya di sana adalah khusus untuk menantikan kedatangan kedua orang itu. 00000000 Selain dia, dalam ruangan itu masih ada seseorang, itulah si orang berbaju hitam. Begitu melihat kehadiran orang itu di sana, api kemarahan dalam hati Kwik Tay-lok kontan saja berkobar, tak tahan dia menyerbu masuk seraya berteriak keras: "Mengapa kau selalu menguntil di belakangku?" Orang berbaju hitam itu mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian menjawab: "Aku yang sedang menguntilmu? Atau kau yang sedang menguntil diriku ?" Mencorong sinar bening dari balik matanya, "Tentu saja kau yang sedang menguntil diriku!" sahut Kwik Tay-lok. Kembali orang berbaju hitam itu tertawa. "Tahukah kau tempat manakah ini?" "Tidak!" "Kalau begitu kuberitahukan kepadamu, tempat ini adalah rumahku" "Rumahmu?" Koleksi Kang Zusi "Yaa, betul!" jawab orang berbaju hitam itu sambil tertawa, "andaikata kau tidak menguntilku, mengapa kalian bisa sampai didalam rumahku ?" Kwik Tay-lok jadi tertegun. Tiba-tiba ia merasakan bahwa sinar mata orang berbaju hitam itu bukan saja amat jeli, senyumannyapun sangat manis. Ternyata orang berbaju hitam itu adalah seorang gadis yang memakai baju hitam, lagi pula usianya paling banter sekitar enam tujuh belas tahunan. Dalam keadaan begini sekalipun Kwik Tay-lok memiliki banyak alasan juga percuma saja sebab dia tak mampu untuk mengucapkan sepatah katapun. Sambil tertawa Wi hujin lantas berkata: "Toh kalian berdua sudah sampai di sini mengapa tidak duduk lebih dulu? Silahkan masuk, silahkan masuk!" Disamping perapian terdapat dua buah bangku. Yan Jit segera duduk lalu katanya tiba-tiba sambil tertawa: "Agaknya kau sudah menduga kalau kami bakal datang kemari, maka kau sengaja menunggu kami di sini?" Wi hujin tersenyum. "Kalian ingin pergi, aku tak bisa menahannya, kalian mau datang, akupun tak bisa menolaknya" "Bila kami akan pergi juga sekarang?" tanya Yan Jit. "Akupun masih tetap dengan perkataan yang lalu" "Perkataan apa" "Tidak menghantar, tidak menghantar!" "Tapi kau masih akan menyuruh adik kecil itu untuk menguntil di belakang kami?" Nona berbaju hitam itu segera melotot: "Siapa yang sedang menguntil kalian?" protesnya, "toh jalanan itu bukan milik kalian, kalau kalian boleh melewati jalan itu, mengapa aku tak boleh? kalian saja boleh seenaknya saja menyerbu ke rumahku, memangnya aku tak boleh mengambil jalan yang sama dengan kalian?" "Oooh rupanya kau hanya secara kebetulan saja mengambil jalan yang sama dengan kami" jengek Yan Jit tertawa dingin. "Tepat sekali!" "Wah, kalau begitu sungguh amat kebetulan" Wi hujin tertawa ewa, katanya: Koleksi Kang Zusi "Bila usiamu sudah agak meningkat nanti, kau akan segera mengetahui kalau kejadian yang kebetulan memang tak sedikit jumlahnya.." "Kalau begitu kau sudah bertekad untuk menemukan kembali Lim Tay peng dari tangan kami?" "Soal itu mah harus dilihat dulu apakah kalian tahu kemana perginya atau tidak" sahut Wi hujin sambil tertawa. "Seandainya kami tahu?" "Asal kalian tahu, maka cepat atau lambat akupun bakal tahu juga" Tiba-tiba Yan Jit mengedipkan matanya kepada Kwik Tay-lok, kemudian ujarnya: "Andaikata kaki seseorang sudah dibelenggu dengan tali, dapatkah ia menguntil orang lagi?" "Agaknya tak bisa" jawab Kwik Tay-lok. "Tepat sekali jawabanmu itu!" Mendadak dari sakunya meluncur keluar seutas tali dan secepat kilat menyambar kaki si nona berbaju hitam itu. Ibaratnya seekor ular, tali tersebut dengan cepat dan tepat bahkan seakan-akan mempunyai mata meluncur ke muka. Asal dia sudah melancarkan serangan dengan talinya, jarang sekali ada orang yang mampu menghindarkan diri. Sesungguhnya nona berbaju hitam itu sama sekali tidak berkelit, sebab tali itu sudah berada ditangan Wi hujin. Tangannya pelan-pelan di ulurkan ke depan, tapi kenyataannya meski gerak tali itu cepatnya luar biasa, tapi entah mengapa tahu-tahu sudah berada dalam genggamannya. Yan Jit segera menarik dengan sepenuh tenaga, dia bermaksud untuk menarik kembali talinya. Wi hujin sama sekali tidak menggunakan tenaga, tapi entah mengapa, tahu-tahu tali itu sudah berada di tangannya. Paras muka Yan Jit berubah hebat, hanya seorang yang tahu apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi, dia hanya merasakan dari balik tali itu muncul segulung tenaga yang aneh sekali, sedemikian dahsyatnya tenaga serangan tersebut, membuat separuh badannya sampai kini masih terasa kesemutan. Selama hidup, ia belum percaya kalau di dunia ini terdapat tenaga dalam yang begitu dahsyatnya, tapi sekarang, mau tak mau ia harus mempercayainya. Sambil tersenyum Wi-hujin lantas berkata: "Padahal, sekalipun kau benar-benar hendak membelenggu sepasang kakinya juga percuma" Yan Jit termenung beberapa saat lamanya, kemudian dia menghela napas panjang. Koleksi Kang Zusi "Yaa, memang percuma" "Paling tidak, kau harus membelenggu sepasang kakiku lebih dulu" "Benar!" "Tapi aku berani menjamin, mungkin di dunia ini tak ada seorang manusiapun yang sanggup membelenggu kakiku" kata Wi hujin sambil tertawa lebar. "Aku mempercayainya" Tiba-tiba ia tertawa, lalu katanya pula: "Tapi akupun dapat membuktikan sesuatu kepadamu" "Membuktikan apa?" "Walaupun aku tak sanggup untuk membelenggu kaki kalian, tapi masih sanggup untuk membelenggu kaki orang lain, asal kaki orang ini sudah dibelenggu maka sekalipun, kalian mempunyai kemampuan yang bagaimana hebatpun, jangan harap bisa mendapat tahu tentang jejak Lim Tay peng...." "Kau berencana untuk membelenggu kaki siapa?" tanya Wi hujin sambil tertawa. "Kakiku sendiri!" Bagaimanapun tak becusnya seseorang, paling tidak ia dapat membelenggu kaki sendiri dan hal tersebut merupakan suatu hal yang tak dapat diragukan lagi. Yan Jit telah membelenggu kakinya sendiri. Dalam sakunya masih terdapat banyak sekali tali. Dia seakan-akan gemar menggunakan tali sebagai senjatanya. Wi hujin juga kelihatan agak tertegun, tapi sesudah tertegun beberapa saat lamanya dia baru tertawa lebar, sahutnya: "Benar, cara ini memang merupakan sebuah cara yang sangat baik, bahkan akupun mau tak mau harus mengakui bahwa cara ini memang merupakan sebuah cara yang sangat baik." "Terlalu memuji!" "Seandainya kau membelenggu dirimu sendiri ditempat ini, aku memang tak akan mampu untuk menemukan kembali jejak Lim Tay-peng?" "Aku tak perlu membelenggu kakiku sendiri" kata Kwik Tay lok, "kakiku seperti juga dengan kakinya" "Jadi kalau begitu, kau sudah bertekad untuk tidak pergi dari sini?" "Agaknya memang begitu" "Sebenarnya aku telah bersiap-siap untuk membelenggu kalian dengan tali kemudian memaksa kalian untuk mengatakan jejak Lim Tay-peng, sebelum kalian berbicara, aku tak akan melepaskan kalian pergi" Koleksi Kang Zusi Setelah berhenti sebentar, dia menghela napas panjang, lalu terusnya sambil tertawa getir: "Siapa tahu kalian telah membelenggu diri sendiri" "Inilah yang dinamakan siapa turun tangan lebih dulu, dialah yang lebih tangguh" kata Kwik Tay lok tertawa. "Sayang sekali yang bakal mendapat musibah juga bukan aku, melainkan diri kalian" "Oya?" "Tentu saja kalian tak akan mengendon sepanjang hidup ditempat ini bukan?" "Siapa tahu begitu?" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. Setelah memperhatikan sakejap sekeliling tempat itu, katanya lagi seraya tersenyum: "Tempat ini mana hangat, sedap, nyaman lagi, paling tidak jauh lebih nyaman dari pada tempat bobrok kami itu?" Mencorong sinar tajam dari balik mata Wi hujin setelah mendengar perkataan itu, serunya: "Jadi kalian tinggal di sebuah rumah bobrok?" "Kau tak usah mencoba untuk memancing rahasia apa-apa dari mulutku, tidak sedikit rumah bobrok yang ada di dunia ini, jika kau ingin mencarinya satu demi satu, maka sampai masuk liang kuburpun belum tentu pekerjaanmu itu sudah selesai." Wi hujin segera menghela napas panjang: "Aaai ....aku hanya merasa sedikit keheranan" "Apa yang kau herankan?" "Sejak kecil Lim Tay-peng sudah terbiasa dimanja, kenapa ia bisa tahan untuk hidup di dalam sebuah rumah bobrok?" "Karena didalam rumah bobrok kami itu, terdapat semacam benda yang tak akan didapatkan di tempat lain" "Ditempat kalian sana ada apanya?" "Teman!" Asal ada teman, sekalipun tinggal dirumah yang lebih miskin dan lebih bobrokpun juga tak mengapa. Sebab asal di sana ada teman, di situ pula ada kehangatan dan kegembiraan. Tempat yang tak ada temannya, meski di seantero lantai penuh dengan emas permata, dalam pandangan mereka tidak lebih hanya sebuah penjara yang terbuat dari emas. Koleksi Kang Zusi Wi hujin kembali termenung sampai lama sekali, akhirnya dia menghela napas panjang, katanya: "Tampaknya, walaupun kalian agak mengherankan, sesungguhnya cukup bersetia kawan." "Yaa, paling tidak kami tak akan menghianati kawan!" kata Kwik Tay-lok. "Apakah sampai kapanpun kalian tak akan menghianati teman?" tanya Wi hujin lagi. Kwik Tay-lok mengangguk. Wi hujin kembali tertawa, katanya riang: "Baik, akan kulihat, kalian bisa menunggu sampai kapan?" Fajar telah menyingsing, langitpun menjadi terang. Di atas meja dihidangkan pelbagai aneka kueh dan santapan yang lezat, semuanya membangkitkan selera makan orang saja. Bersantap, bukan saja merupakan kenikmatan, juga merupakan suatu seni. Wi hujin pandai sekali mencari kenikmatan hidup, juga mengerti tentang seni memasak. Waktu makan, dia makan amat lamban, makan dengan indahnya. Entah apapun yang sedang dia makan, selalu bisa menimbulkan kesan bahwa makanan yang sedang dimakannya itu lezat sekali. Apa lagi semua hidangan tersebut pada hakekatnya memang merupakan hidangan yang paling lezat. Kalau baunya saja sudah sedap, apalagi kalau dimakan tentu enaknya bukan kepalang. Kwik Tay-lok sudah tidak tahan dan diam-diam menelan air liur. Bila pengaruh arak sudah hilang, biasanya perut akan terasa lebih cepat laparnya. Sambil menahan lapar, harus menyaksikan orang lain berpesta pora, siksaan semacam ini pada hakekatnya jauh lebih menderita daripada siksaan apapun jua. Tiba-tiba Kwik Tay lok berteriak keras: "Aaai.... masa tuan rumah makan sendiri, membiarkan tamunya menahan lapar sambil menonton orang makan, macam beginikah perlakuan dari seorang tuan rumah?" Wi hujin manggut-manggut. "Yaa, ini memang bukan cara melayani tamu yang baik, tapi benarkah kalian adalah tamutamuku?" Kwik Tay-lok berpikir sebentar, kemudian sambil menghela napas dia tertawa getir. "Bukan!" "Inginkah kalian menjadi tamuku?" Koleksi Kang Zusi "Tidak!" "Kenapa? Demi Lim Tay-peng" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, sahutnya: "Aaai.... siapa suruh dia adalah sahabat kami!" "Walaupun kalian cukup setia kawan, tapi kalianpun cukup goblok!" kata Wi hujin sambil tertawa. "Oya?" "Hingga kini, kalian masih belum bertanya kepadaku, mengapa aku hendak mencari Lim Taypeng.." "Kami merasa tak perlu bertanya!" "Kenapa tidak perlu? Darimana kalian bisa tahu aku bermaksud baik atau bermaksud jahat kepadanya? Siapa tahu aku hendak mencarinya karena ingin memberi sedikit barang kepadanya?" "Aku hanya tahu akan satu hal, bila dia tak ingin berjumpa denganmu, kamipun tak akan membiarkan kau menemukan dirinya, entah maksud baik atau jahat, kedua- duanya adalah sama saja!" "Darimana kau bisa tahu dia tidak bersedia menjumpai diriku?" tanya Wi hujin lagi. "Sebab kau mencarinya dengan terlampau tergesa-gesa, seperti mengandung satu maksud yang tidak baik, kalau tidak, seharusnya kau biarkan aku pulang dan memberitahukan hal ini kepadanya, kemudian suruh dia yang datang mencarimu" Wi hujin segera tertawa, katanya: "Tampaknya kalian tidak bodoh, cuma ada sedikit bodoh" "Oya ?" "Andaikata kalian takut dikuntil secara diam-diam olehku sehingga tak berani pulang, janganlah pulang, kalian toh masih bisa pergi ke tempat lain? Buat apa musti mengikat diri ditempat ini?" Kwik Tay-lok berpikir sebentar, lalu serunya kepada Yan Jit: "Agaknya apa yang dia ucapkan memang masuk diakal juga, mengapa kita belum juga pergi dari sini?" "Sebab saat ini, aku sudah tak akan membiarkan kalian pergi lagi!" kata Wi hujin dengan cepat. "Kau sendiri kan pernah bilang, setiap saat aku boleh pergi meninggalkan tempat ini ?" "Tapi sekarang aku telah berubah pikiran" Koleksi Kang Zusi Sesudah tertawa, lanjutnya: "Kau toh juga tahu, perempuan itu suka berubah-ubah pikiran setiap waktu!" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Aaaai, andaikata kau bukan seorang perempuan, hal ini lebih baik lagi" "Apanya yang baik?" Sambil memandang Sio-may dan kueh-kueh kecil lainnya di meja sahut Kwik Tay-lok: "Jika kau ini seorang lelaki, paling tidak aku bisa tebalkan muka untuk merampas makanan milikmu itu" "Kenapa kau tidak menganggap saja diriku sebagai seorang lelaki?" tantang Wi hujin sambil tersenyum. Kwik Tay-lok segera berpaling ke arah Yan Jit, sedang Yan Jit mengerdipkan matanya. Terdengar Wi hujin berkata lagi: "Tak ada salahnya kalau kalian berdua ingin maju bersama" Yan Jit segera tertawa. "Kulit mukaku masih belum setebal mukanya, lebih baik biar dia saja yang turun tangan seorang diri". Kwik Tay lok segera menghela napas panjang, katanya: "Bila seseorang sudah kelaparan setengah mati, sekalipun tak ingin menebalkan mukanya juga tak bisa?" Mendadak tubuhnya meluncur ke depan dan menubruk ke atas meja yang penuh dengan hidangan itu. Ke sepuluh jari tangannya di pentangkan bagaikan kuku garuda, ternyata yang dipergunakan pemuda itu adalah jurus Hui-eng-poh-toh (elang terbang menyambar kelinci) dari ilmu Eng-jiaukang yang sangat lihay itu. Menggunakan jurus elang terbang menerkam kelinci untuk merebut siomay dari atas meja, sebenarnya kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang menggelikan sekali. Tapi, bila seseorang sudah kelaparan sekalipun perbuatan yang lebih menggelikan juga bisa dilakukannya. Wi hujin segera tertawa, katanya: "Aku lihat ilmu Eng-jiau-kang yang kau miliki termasuk lumayan juga....". Sekalipun mulutnya bercakap-cakap dengan santai, namun sepasang supit di tangannya mendadak menotok ke muka dengan cepatnya. Koleksi Kang Zusi Supit yang digunakan adalah supit perak yang halus, supit semacam ini biasanya akan patah jika terbentur. Dengan cepat supit itu menotok pelan di atas jari tengah tangan kanan Kwik Tay-lok. Supit itu ternyata tidak putus. Sebaliknya tubuh Kwik Tay-lok bagaikan layang-layang putus benang, mendadak ia terjatuh dari tengah udara dan sebentar lagi agaknya akan segera menjatuhi hidangan di meja. Mendadak sumpit ditangan Wi hujin itu secepat kilat menjepit ke arah pinggangnya, dengan begitu seluruh bobot badannya terjatuh di atas sumpit yang terbentur sedikit saja akan patah itu. Ternyata sumpit itu belum juga patah. Tangan Wi hujin masih berhenti ditengah udara dan menjepit tubuhnya dengan sepasang sumpit itu, persis seperti lagi menyumpit seekor udang bago. Yan Jit menjadi tertegun setelah menyaksikan kejadian itu. Sambil tersenyum Wi hujin segera berkata: "0h. . . . begini besarnya sio-may cukup kenyang untuk isi perutmu seharian penuh" Begitu selesai berkata, tubuh Kwik Tay lok sudah melayang ke atas tubuh Yan Jit. Yan Jit ingin menerima tubuhnya, tapi tak sanggup, kedua orang itu segera saling bertubrukan dan sama-sama terguling ke arah tanah. Lewat lama sekali Kwik Tay lok belum juga merangkak bangun, ia hanya bisa memandang ke wajah Wi hujin dengan sepasang mata terbelalak lebar-lebar. Dia seakan-akan dibuat tertegun oleh kejadian tersebut. Mendadak Yan Jit bertanya: "Tahukah kau jurus apa yang barusan dia pergunakan itu?" Kwik Tay-lok segera menggeleng. "Kau toh mengerti ilmu Eng-jiau-kang?" seru Yan Jit, "seharusnya kau juga tahu bukan kalau dalam ilmu tersebut terdapat satu jurus serangan yang dinamakan Lo eng cua ki (elang tua menyambar ayam)?" Kwik Tay lok manggut-manggut. Yan Jit segera tertawa, serunya: "Jurus serangan yang barusan ia pergunakan itu adalah perubahan dari jurus elang tua menyambar ayam yang diberi nama Kuay-cu sia-ki dengan sumpit ayam!" "Sebetulnya aku ini ayam atau siomay?" "Sudah pasti siomay isi daging ayam!" Koleksi Kang Zusi "Sungguh tak kusangka persoalan yang kau ketahui tak sedikit jumlahnya" seru Kwik Tay-lok pula sambil tertawa. Mendadak tubuhnya meluncur ke depan dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya. Kali ini dia tidak mencomot ke atas meja, melainkan menerobos ke kolong meja. Wi-hujin sedang mendengarkan pembicaraan mereka sambil tersenyum, seakan-akan merasa tertarik sekali. Agaknya dia tidak menyangka kalau Kwik Tay-lok akan menyusup maju lagi ke depan, sementara masih bercakap-cakap, lebih tidak menyangka lagi kalau orang itu bakal menerobos ke kolong meja. Dikolong meja tak akan dijumpai hidangan lezat, tapi mau apa dia menerobos ke bawah. Ingin mencari tulang? Tanpa terasa Wi hujin menjadi agak keheranan, tapi saat itulah mendadak hidangan yang berada di meja itu berlompatan ke tengah udara. (Bersambung ke jilid 14) Jilid 14 YAN JIT segera mengayunkan tangannya ke depan, tali yang sebetulnya digunakan untuk membelenggu kakinya itu mendadak meluncur ke depan bagaikan seekor ular berbisa, kemudian sekali menggulung, ke tujuh delapan macam hidangan yang terlempar ke udara itu sudah digulungnya... Sementara itu Kwik Tay lok juga sudah menyusup keluar dari dasar kolong meja. Yan Jit segera lepaskan tangannya, ada tiga empat macam hidangan segera meluncur ke bawah, dengan cepat Kwik Tay-lok menyambut dua tiga buah diantaranya, sementara mulut pun dibuka lebar-lebar untuk menyambut jatuhnya, sebiji siomay. Walaupun beberapa macam gerakan ini tidak dilakukan dengan suatu kepandaian silat yang luar biasa, namun kerja sama mereka benar-benar dilakukan amat jitu dan bagus, pada hakekatnya membuat orang merasa kagum saja. Wi hujin ternyata juga turut menghela napas, katanya: "Setelah menyaksikan kepandaian kalian berdua, sekalipun harus kuberi sedikit makanan kepada kalian, itupun tidak rugi." Dalam dua tiga kali gigitan saja ia sudah menghabiskan sebiji siomay, lalu katanya sambil tertawa: "Aku lihat agaknya kau masih punya sedikit liang sim....." Ketika ia mulai makan siomay yang ke dua, Yan Jit juga telah menghabiskan sebiji bakpao. Bisa makan sebiji bakpao dalam keadaan seperti ini sesungguhnya bukan terhitung suatu pekerjaan yang gampang, maka rasanya tentu saja luar biasa sedapnya. Sambil tertawa Yan Jit lantas berkata: Koleksi Kang Zusi "Bakpao ini benar-benar sedap sekali, entah isinya terbuat dari apa ?" Wi hujin segera tersenyum, sahutnya: "Biasanya ada dua macam isi yang dipakai untuk isi bakpao dan siomay ....!" "Macam apa saja itu?" "Yang semacam adalah terbuat dari daging babi yang diberi udang!" "Sedang yang lain memakai daging apa?!" "Daging tikus, bangkai tikus!" Daging tikus memang bisa dimakan, tapi daging bangkai tikus tak bisa dimakan, siapa memakannya, tentu akan mampus. Bakpao yang dimakan Kwik Tay-lok seakan-akan terhenti di tenggorokan dan tak mampu ditelan lagi.. Sebetulnya dia ingin bertanya, bakpao yang dimakannya itu terbuat dari daging apa, tapi sekarang ia tak perlu bertanya lagi. Mendadak ia merasakan ke empat anggota badannya menjadi lemas dan kepalanya mulai terasa pusing. Ketika berpaling ke arah Yan Jit, dilihatnya paras muka rekannya juga telah berubah menjadi kelabu, bahkan makin lama semakin menghitam pekat. Wi hujin masih saja tersenyum. Baru saja Kwik Tay-lok ingin menerjang ke depan, mendadak ia merasa perempuan itu seakan-akan berada ditempat yang jauh sekali, selembar wajahnya itu makin lama semakin bertambah buram, makin lama semakin tak kelihatan. Dia hanya merasakan Yan Jit menerjang ke hadapannya dan memeluknya erat-erat, lalu terdengar ia berbisik: "Sebelum mati, aku mempunyai sebuah rahasia yang ingin kuberi tahukan kepadamu" "Raaa ....rahasia apa?" Belum sempat dia mengutarakan rahasianya, tahu-tahu iapun turut roboh ke tanah. Dalam keadaan begini, sekalipun dia telah mengucapkan rahasianya, Kwik Tay-lok juga tak akan bisa mendengar lagi. Manusia mati karena harta, burung mati karena makanan. Ucapan ini ternyata kurang tepat. Ada sementara orang yang sama sekali acuh terhadap harta kekayaan, mereka enggan bekerja keras demi uang, tapi seringkali mati demi makanan.... Apakah kau merasa bahwa cara kematian semacam ini penasaran sekali? Koleksi Kang Zusi Bila kau sudah kelaparan setengah mati, mungkin kaupun akan merasa bahwa lebih, baik mati daripada menahan lapar. Tapi mengapa mereka bisa kelaparan? Tentu saja karena teman. "Orang yang mati karena teman, dia tak akan dijebloskan ke dalam neraka" Tapi bila teman-teman mereka berada di dalam neraka, mungkin mereka lebih suka hidup di neraka dari pada masuk ke sorga. Tiada manusia yang bisa terlepas dari kematian. Mati, sesungguhnya boleh dianggap sebagai suatu kejadian yang amat menakutkan. Maksudnya kau sudah habis, sudah lenyap, tak akan memiliki perasaan lagi, tak akan memiliki harapan, badan kasarmu dengan cepat akan membusuk, namamu dengan cepat akan terlupakan orang. . Di dunia ini masih ada kejadian apa lagi yang lebih menakutkan daripada kematian? Bila sudah mati harus masuk neraka, tentu saja kejadian ini lebih menakutkan lagi. Tapi macam apakah neraka itu ? Tak seorangpun yang tahu. Tempat itu tentu sangat gelap, sangat gelap sekali... Gelap yang luar biasa menyelimuti seluruh tempat. Demikian gelapnya membuat kau bukan saja tak dapat melihat orang lain, juga tak bisa melihat diri sendiri. . Kwik Tay-lok yang ingin melihat diri sendiripun tak mampu melihatnya. Dia hanya merasakan sepasang matanya, terpentang lebar-lebar. Tapi berada dimanakah dia sekarang?, masihkah hidup? Ataukah sudah mati? Ternyata dia tidak tahu. . "Tidak tahu" itu sendiri sebenarnya adalah suatu kengerian... mungkin suatu kengerian buat umat manusia. Umat manusia takut dengan kematian bukankah dikarenakan mereka tidak tahu macam apakah kematian itu? Kwik Tay-lok mau tak mau merasa amat seram, hampir saja merasa ketakutan sehingga tak mampu bergerak lagi. Takut sebenarnya merupakan suatu perasaan yang selamanya tak akan mampu dikendalikan oleh manusia. Lewat lama sekali, Kwik Tay-lok baru mendengar dari sisi tubuhnya seakan-akan ada orang sedang bernapas. Koleksi Kang Zusi Tapi benarkah manusia yang sedang bernapas? Ia sama sekali tidak tahu....! Dalam kegelapan malam semacam ini, siapapun tak akan mempercayai diri sendiri. Untung saja dia masih percaya akan satu hal. Dikala masih hidupnya Yan Jit berada bersamanya, setelah matipun dia tetap akan berada bersamanya. Ada sementara teman yang seakan-akan tak bisa berpisah lagi untuk selamanya, entah masih hidup ataupun setelah mati. Maka sambil memberanikan diri, Kwik Tay-lok lantas menegur dengan suara lirih: "Yan Jit... kaukah di situ?" Lewat beberapa saat kemudian, dari balik kegelapan baru terdengar seseorang menjawab dengan lirih: "Siau-Kwik kah di situ?" Akhirnya Kwik Tay-lok dapat menghembuskan napas lega. Asal ada teman yang bersamanya, entah mati atau hidup tidak menjadi soal baginya. Tubuhnya mulai bergeser ke arah sana, akhirnya dia berhasil meraba sebuah tangan, sebuah tangan yang dingin bagaikan es: "Tanganmukah itu?" Kwik Tay lok segera bertanya. Tangan itu bergerak dan segera menggenggam tangan Kwik Tay-lok kencang-kencang. Menyusul kemudian terdengar suara Yan Jit bertanya lagi dengan lemah dan lirih: "Dimanakah kita berada sekarang?" "Entah!" "Apakah kita masih hidup?" "Entah!" sahut Kwik Tay lok sambil menghela napas. Yan Jit juga menghela napas. "Kelihatannya sewaktu masih hidup kau menjadi orang tolol, setelah matipun menjadi setan tolol" keluhnya. Kwih Tay-lok segera tertawa, sahutnya: "Tampaknya semasa masih hidup kau suka menyindir aku, sudah matipun masih suka menyindirku" Yan Jit tidak berbicara lagi, dia hanya memegang tangan Kwik Tay lok semakin kencang.. Di hari-hari biasa dia adalah seseorang yang keras kepala dan pemberani, tapi sekarang tampaknya dia ingin menggantungkan diri pada Kwik Tay-lok. Mungkin saja sebenarnya dia ingin menggantungkan diri pada Kwik Tay-lok, cuma dihari biasa selalu berusaha mengendalikan dirinya.... bila seseorang sudah mencapai pada keadaan yang benar-benar ketakutan, perasaan tersebut baru benar-benar akan terpancar keluar. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok termenung beberapa saat lamanya, mendadak ia bertanya lagi. "Coba tebak apa yang paling ingin kuketahui sekarang?" "Ingin tahu kita berada dimana sekarang?" seru Yan Jit. "Bukan !" "Ingin tahu sebenarnya kita masih hidup atau sudah mati?" "Juga bukan!" Yan Jit segera menghela napas panjang: "Sekarang aku belum punya kegembiraan untuk bermain tebak-tebakan denganmu, lebih baik katakan saja sendiri" "Aku sangat ingin mengetahui rahasiamu" "Aku...? Aku punya rahasia apa?" "Sebelum mati tadi, bukankah kau hendak memberitahukan rahasiamu kepadaku?" Mendadak Yan Jit menarik tangannya dan termenung, sampai lama sekali dia baru berkata sambil tertawa. "Sampai sekarang kau masih belum melupakannya?" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Entah masih hidup atau sudah mati, aku tak akan melupakannya" Kembali Yan Jit termenung lama sekali, kemudian baru berkata: "Tapi sekarang aku tak ingin memberitahukan soal itu kepadamu" oooo(O)oooo KEMATIAN TAK AKAN TERHINDAR "KENAPA?" seru Kwik Tay lok penasaran.. "Tidak karena apa-apa, cuma...cuma..." Belum lagi dia menyelesaikan kata-katanya, dari kegelapan yang mencekam sekeliling mereka itu mendadak terbentik setitik cahaya api berwarna hijau yang sangat mengerikan. Itulah api setan! Di bawah cahaya api setan yang berwarna hijau, seakan-akan berdiri sesosok bayangan manusia. Koleksi Kang Zusi Mungkin saja bukan bayangan manusia, melainkan bayangan setan. Ia berada di situ seakan-akan tidak menginjak tanah. Ia seperti sedang melayang-layang di udara. Tak tahan lagi Kwik Tay-lok segera membentak: "Kau ini manusia atau setan ?" Tiada Jawaban, entah manusia atau bayangan setan, tiba-tiba dia melayang kembali ke depan. Entah dia orang baik atau setan, pokoknya itulah satu-satunya titik cahaya di tengah kegelapan yang mencekam. Asal ada setitik cahaya, kan lebih baik dari pada ditengah kegelapan.... "Kau masih bisa berjalan?" tanya Kwik Tay lok dengan suara dalam. "Bisa!" "Bagaimana kalau kita kejar bayangan tadi?" Yan Jit segera menghela napas panjang: "Aaai.. bagaimanapun juga aku rasa suasana di sana tak akan sejelek keadaan di sini" Api setan masih melayang-layang di depan sana, seakan-akan sengaja sedang menantikan mereka. Kwik Tay lok telah menemukan tangan Yan Jit, sambil menggenggamnya erat-erat katanya: "Peganglah tanganku kencang-kencang, jangan terlepas, entah baik atau buruk, kita harus berada bersama sama..." Tenaga yang mereka miliki masih merasa agak kaku. Tapi bagaimanapun juga mereka sudah dapat berdiri, berjalan mengikuti di belakang api setan itu. Di depan sana terdapat apa? Sorga lokakah ? Atau neraka? Mereka tidak tahu, merekapun tak ambil perduli, sebab mereka bisa berjalan ke depan sambil bergandengan tangan. Menanti mereka merasa langkah kakinya makin lama semakin cepat, api setan di depan itupun sudah mempercepat pula langkahnya. Mendadak bagaikan kilatan cahaya bintang tahu-tahu api setan itu lenyap tak berbekas. Suasana di sekeliling tempat itu segera berubah menjadi gelap gulita. Di sana tiada sinar, tiada pula suara. Koleksi Kang Zusi Yang bisa mereka dengar ketika itu hanya debaran jantung sendiri, debaran jantung yang kian lama kian bertambah cepat. Dua orang itu sama-sama merasakan telapak tangannya basah oleh peluh dingin. "Kau tak usah takut" kata Kwik Tay-lok, "seandainya kita benar-benar sudah mati, mengapa pula yang musti ditakuti?" "Apabila bukan mati, kita lebih-lebih tak usah takut lagi" Bila seseorang menyuruh orang lain tak usah takut, biasanya dia sendiripun pasti merasa takut sekali. "Kita lanjutkan perjalanan ke depan? Ataukah mundur saja?" bisik Yan Jit kemudian. "Apakah kita adalah orang yang suka mundur?" "Baik, entah baik atau jelek, kita harus maju ke depan lebih dulu...!" Mereka berdua makin kencang bergandengan tangan, dengan langkah lebar maju ke depan. Mendadak terdengar suara bentakan keras menggelegar dari depan sana. "Berhenti!" Begitu suara bentakan itu menggelegar, tiba-tiba dari kegelapan muncul tujuh delapan titik api setan yang berkedip kedip. Api hijau yang menyeramkan melayang-layang ditengah udara. Sekarang, mereka sudah melihat adanya sebuah meja pengadilan yang besar... besar sekali. Di atas meja itu tampak tempat pit serta tumpukan buku yang besar dan tebal. entah buku atau bon? Seseorang duduk di belakang meja pengadilan sedang membalik-balik sebuah kitab besar. Mereka belum sempat melihat jelas wajah orang itu, hanya lamat-lamat seperti mempunyai jenggot yang panjang sekali dengan kepalanya mengenakan kopiah jaman kuno. "Bayangan setan tadipun berada di sisi meja pengadilan, masih saja tubuhnya bergelantungan tidak di udara juga tidak menginjak tanah, di tangannya seakan-akan membawa sebuah tanda lencana yang amat besar sekali. Apakah itu yang dinamakan Lencana pencabut nyawa? Apakah tempat ini adalah pengadilan di akherat? Dan orang yang duduk di situ apakah Raja akherat? Mereka tidak tahu, siapapun belum pernah berkunjung ke akherat, dan siapapun belum pernah melihat raja akherat. Tapi mereka hanya merasakan semacam hawa setan yang menyeramkan seakan-akan menyelimuti sekeliling tempat itu, membuat bulu kuduk mereka pada bangun berdiri. . Koleksi Kang Zusi Raja akherat yang duduk di atas kursi kebesaran itu tiba-tiba berkata, suaranya dingin menyeramkan seperti membawa hawa setan yang menyeramkan: "Umur kedua orang ini belum habis, mengapa mereka datang kemari?" "Sebab mereka melakukan pelanggaran!" jawab bayangan setan itu. "Pelanggaran apakah yang mereka lakukan?" "Rakus!" "Dosanya termasuk tingkat ke berapa?" "Lelaki rakus tentu pencoleng, perempuan rakus tentu pelacur, dosa ini tertera di tingkat ke tujuh, hukumannya dijatuhkan ke neraka tingkat ke tujuh, sepanjang masa tak akan makan kenyang" Mendadak Kwik Tay-lok berteriak keras: "Bicara bohong dosanya lebih besar lagi, dia harus dijebloskan ke dalam neraka pencabut lidah...." Raja akherat itu segera menggebrak meja sambil membentak: "Besar betul nyalimu, berani berbuat kurang ajar di sini?" "Perduli kau manusia juga boleh, setan juga boleh, asal memfitnah diriku, aku tak akan berlaku sungkan-sungkan" "Siapa yang memfitnahmu?" "Kalau kau adalah raja akherat sungguhan tentunya kau lebih tahu" teriak Kwik Tay-lok. "Paling tidak kau harus tahu akan satu hal" teriak Yan Jit pula dengan suara keras. "Soal apa?" "Perduli kau raja akherat sungguhan juga boleh, raja akherat gadungan juga boleh, jangan harap kau bisa menyelidiki jejak Lim Tay-peng dari mulut kami" Agaknya perkataan tersebut sebaliknya malah agak mengejutkan si raja akhirat itu, lewat lama sekali dia baru berkata dengan suara menyeramkan: "Sekalipun aku adalah raja akhirat gadungan, tapi kalian akan betul-betul mampus." "Oya?." "Setelah berada di sini, apakah kalian masih berharap akan pulang dengan selamat?" ejek Raja akhirat itu sambil tertawa dingin. "Ingin hidup atau tidak adalah satu masalah, berbicara atau tidak adalah masalah lain." "Apakah kalian lebih suka mampus dari pada berbicara" Koleksi Kang Zusi "Kalau tidak bicara yaa tidak bicara!" "Baik!" kata raja akhirat itu sambil tertawa dingin. Begitu ucapan tersebut diutarakan, tiba-tiba semua cahaya api di situ lenyap tak berbekas, suasanapun berubah menjadi gelap gulita. Kwik Tay-lok segera menarik tangan Yan Jit dan menerjang maju ke depan. Baru saja mereka menerjang ke muka, ke dua orang itu segera roboh terjungkal. Meja pengadilan di depan sana lenyap tak berbekas, Raja akhirat ikut lenyap, setan-setan cilikpun punah sama sekali. Kecuali kegelapan, apapun tidak dijumpai di situ. Yang ada tinggal mereka berdua. Dua orang itu kalau bukan terlalu pintar, tentu saja terlalu bodoh. Di sebelah kiri adalah dinding batu, di sebelah kanan juga dinding batu, di depan dinding batu, di belakangpun dinding batu. Dinding-dinding batu itu semuanya lebih keras daripada baja. Akhirnya mereka menyadari bahwa tempat itu telah berubah menjadi sebuah ruang penjara batu yang kuat sekali. Maka sambil menahan sabar merekapun duduk di sana. Lewat lama sekali, Kwik Tay-lok baru berkata sambil tertawa: "Apakah kau sudah mengetahui kalau raja akhirat itu adalah raja akhirat gadungan?" "Tentu saja, raja akhirat itu sudah pasti adalah Wi-hujin!" "Tapi Wi-hujin tidak berjenggot!" "Jenggotnya juga palsu, segala sesuatunya palsu" Mendadak Kwik Tay-lok mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. "Haaahh...haaahhh... haaahhh... lucu benar orang itu, tak kusangka dia bisa menemukan cara bodoh semacam itu untuk menjebak kita berdua" "Yaa, pada hakekatnya lucu sekali!" sambung Yan Jit sambil tertawa tergelak pula. Sekalipun mereka sedang tertawa, tapi suara tertawanya tak sedap didengar, bahkan jauh lebih tak sedap dari pada mendengar orang menangis tersedu. Sebab kejadian itu sesungguhnya tidak lucu, sedikitpun tidak lucu... Cara yang dipergunakanpun tidak bodoh. Koleksi Kang Zusi Bila kau makan sebiji bakpao yang beracun, tiba-tiba sekujur badannya terasa lemas tak bertenaga, kemudian kaupun menyaksikan wajah temanmu berubah menjadi hitam dan roboh terkapar di tanah, lalu jikalau kau sadar menemukan suatu tempat yang tidak diketahui, dan menyaksikan bayangan setan yang tidak menginjak tanah, melihat raja akhirat berkopiah kebesaran yang berjenggot besar di belakang meja pengadilan yang besar, apakah kau bisa menganggap kejadian ini sebagai sesuatu kejadian yang lucu atau menggelikan ? Kwik Tay-lok tidak tertawa lagi, mendadak katanya setelah menghela napas panjang: "Sekalipun apa yang dilakukan menggelikan, tapi ucapannya tidak menggelikan" "Perkataan apa?" "Meskipun raja akhiratnya gadungan, tapi kita berarti sedang benar-benar menunggu kematian" "Kau takut mati?" "Yaa, rada takut?" sahut Kwik Tay-lok sambil menghela napas panjang. Mendadak tampak cahaya api berkilat, setumpuk benda bersinar keemas-emasan yang menyilaukan mata kelihatan muncul di depan mata. Itulah tumpukan emas murni. Di dunia ini jarang sekali ada orang yang pernah melihat tumpukan emas sebanyak ini. Dari balik kegelapan, kembali terdengar suara menyeramkan tadi berkumandang lagi. "Asal kalian bersedia mengaku terus terang, bukan saja segera kulepaskan kalian pergi semua, tumpukan emas itupun menjadi milik kalian semua!" Mendadak Kwik Tay-lok melompat bangun sambil berteriak keras-keras. "Tidak bicara, tidak bicara, tidak bicara!" Dari kegelapan terdengar kembali suara helaan napas panjang, kemudian apapun tidak kelihatan dan apapun tidak terdengar. Kembali berapa saat telah lewat, tiba-tiba Yan Jit berkata. "Rupanya kau juga tidak takut!" Kwik Tay-lok menghela napas panjang. Aaaai.... takutnya sih memang takut, cuma saja.... walaupun kita mati demi Lim Tay-peng, dia sendiri sama sekali tidak tahu, mungkin selamanya tidak tahu" "Bila kau sudah bersedia melakukan perbuatan untuk teman, itu adalah urusanmu sendiri, pada hakekatnya temanmu tahu atau tidak, bukanlah suatu masalah yang penting" "Sebenarnya aku masih khawatir tentang kau merasa kematianmu agak penasaran" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa, "tidak kusangka ternyata kau lebih setia kawan daripada diriku" Yan Jit termenung beberapa saat lamanya, kemudian diapun menghela napas pula. Koleksi Kang Zusi "Aaaai.... mungkin aku masih belum cukup dikatakan setia kawan, cuma aku cukup memahami" "Memahami apa?" "Demi menemukan Lim Tay-peng, agaknya dia tidak sayang-sayangnya untuk mengorbankan segala sesuatu yang dimilikinya" "Yaa, agaknya memang begitu" "Seandainya dia tidak memiliki dendam kesumat yang dalam sekali dengan Lim Tay-peng, mengapa bersedia untuk mengorbankan segala sesuatunya?" "Aku cuma heran, Lim Tay-peng tidak lebih hanya seorang anak kecil, kenapa dia bisa mengikat tali permusuhan yang begitu mendalam dengan dirinya?" "Sudah pasti generasi yang lalu membuat permusuhan itu, demi membasmi rumput seakarakarnya maka diapun harus membunuh Lim Tay-peng pula...!" "Aaai, teori ini memang masuk diakal!" "Kalau toh dia tahu bahwa kita adalah teman Lim Tay-peng, tentu saja kita tak akan dilepaskan dengan begitu saja, maka sekali pun kita mengungkapkan jejak Lim Tay-peng, kita toh sama saja akan mampus, malah mungkin mampusnya lebih cepat" Kwik Tay-lok menghela napas panjang, sambil tertawa getir katanya: "Setelah mendengar uraianmu itu, aku jadi merasa bahwa diriku sesungguhnya tidak cukup setia kawan seperti yang semula kuduga." "Apakah kau juga sudah teringat sampai ke situ?" "Yaaa, tapi kalau bukan kau ingatkan, mungkin aku sendiripun sudah melupakannya.." "Kenapa bisa melupakannya?" "Bila kau sengaja melupakan sesuatu hal dan tidak memikirkannya lagi, bukankah hal itu sama halnya dengan melupakannya?" "Kenapa kau sengaja tidak memikirkannya?" "Sebab dengan begitu aku baru akan merasa bahwa diriku sesungguhnya cukup setia kawan, menanti aku sudah mati nanti, maka akupun akan merasa bahwa kematianku ini cukup terhormat" Yan Jit tertawa, tapi suara tertawanya penuh dengan perasaan pahit dan getir yang tak sedap didengar. Lewat lama sekali, dia baru berkata: "Padahal sebetulnya kau lebih agung daripada siapapun juga" "Sangat agung? kau juga merasa aku sangat agung?" seakan-akan kaget sekali Kwik Tay lok melompat bangun. Koleksi Kang Zusi "Tiada orang di dunia yang menjadi enghiong semenjak dilahirkan, menjadi enghiongpun kadangkala dipaksakan. Walaupun semua orang memahami teori tersebut, toh semuanya masih suka untuk menipu diri sendiri. Hanya kau...." Dia menghela napas panjang, pelan-pelan terusnya: "Bukan saja kau berani mengakuinya, bahkan berani juga untuk mengutarakannya ke luar!" "Mungkin.... mungkin hal ini dikarenakan kulit mukaku jauh lebih tebal dari pada orang lain" "Soal ini bukan soal kulit muka yang tebal, melainkan...." "Melainkan karena apa?" "Keberanian! Itulah yang dinamakan keberanian, jarang sekali ada orang yang memiliki keberanian seperti ini" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Tak kusangka kaupun ada waktu untuk memuji-muji diriku" serunya, "apakah sengaja hendak menghibur hatiku, agar aku merasa nyaman?" Yan Jit tidak menjawab, dia hanya menggenggam tangannya erat-erat. Tangannya yang dingin itu seakan-akan muncul hawa hangat yang menyegarkan badan. Kembali beberapa waktu sudah lewat, pelan-pelan Kwik Tay-lok baru berkata: "Padahal perkenalan kita belum berlangsung lama, tapi aku selalu merasa bahwa kau adalah sahabatku yang paling akrab semenjak dilahirkan dulu, padahal Ong Tiong juga temanku yang paling baik, tapi sikapku terhadap dirimu dengan dirinya toh ada juga perbedaannya." "Apa bedanya?" tanya Yan Jit pelan. "Aku sendiripun tak dapat menerangkan dimanakah letak perbedaan tersebut, cuma... cuma... seandainya Ong Tiong berbuat salah kepadaku, aku pasti dapat memaafkan dirinya, tapi seandainya kau yang berbuat suatu kesalahan kepadaku, aku malah merasa sangat gusar, gusarnya setengah mati" Perasaan semacam ini memang aneh sekali, tak heran kalau ia tak dapat menerangkannya. Jari tangan Yan Jit seperti sedang gemetar, hatinya seperti merasa sangat terharu, cuma sayang Kwik Tay-lok tak dapat melihat mimik wajahnya, kalau tidak mungkin dia akan memahami lebih banyak lagi. Tapi, tidak memahamipun jauh lebih baik lagi. Suasana remang-remang dan kabur tak menentu justru kadangkala mendatangkan suasana yang jauh lebih indah dan juga lebih menawan hati. Sayang saja waktu untuk mereka guna menikmati suasana semacam ini tidak terlalu banyak. Tiba-tiba Yan Jit berkata: Koleksi Kang Zusi "Aku masih ingin mengetahui satu hal lagi, cuma tak tahu bolehkah kuajukan?" "Katakan, entah apapun yang kau ucapkan, kau boleh mengatakannya kepadaku" "Andaikata Wi hujin benar-benar bersedia melepaskan kami dan benar-benar menghadiahkan emas yang begitu banyaknya itu kepada kita, apakah kau akan memberitahukan jejak dari Lim Tay-peng itu kepadanya?" "Kwik Tay-lok tidak langsung menjawab pertanyaan itu, hanya pelan-pelan katanya: "Aku tahu emas pasti akan habis dipakai, orang juga pasti akan mati, tapi persahabatan dan setia kawan pasti akan selalu ada di dunia ini..." Setelah tertawa, terusnya: "Justru di dunia ini masih ada keadaan seperti itu, maka kehidupan manusia baru berbeda dengan kehidupan binatang" Yan Jit menghela napas panjang: "Agaknya aku jarang sekali mendengarkan ucapan semacam ini keluar dari mulutnya, sepanjang hari kau seperti cengar-cengir melulu, tidak kusangka kau masih bisa menerangkan semacam ini" "Ada sementara teori yang sebetulnya tidak perlu diucapkan dengan bibir..." "Jika tidak kau katakan, darimana orang lain bisa tahu manusia apakah sebenarnya dirimu itu?" "Aku tidak perlu orang lain mengetahui akan hal ini, asal temanku tahu, asal kau tahu, hal ini sudah lebih dari cukup" Tiba-tiba ia tertawa lagi, terusnya: "Tapi sekarang akupun ingin mengetahui akan satu hal ?" "Apakah kau ingin tahu rahasia yang belum kukatakan kepadamu itu" "Tepat sekali" "Kau.... kau belum melupakannya ?" "Aku sudah pernah berkata kepadamu! entah mati atau hidup aku tak akan melupakannya." Yan Jit termenung sampai lama sekali, ia baru berkata dengan sedih: "Padahal aku sudah berulang kali ingin memberitahukan rahasia ini kepadamu, tapi aku takut setelah ku utarakan bisa menyesal nanti" "Menyesal? Siapa yang menyesal?" "Aku..!" "Kenapa kau musti menyesal ?" Koleksi Kang Zusi "Karena, karena aku takut bila kau sudah mengetahui soal ini, maka kau tak akan bersedia berteman lagi denganku" Kwik Tay-lok segera menggenggam tangannya kencang-kencang, serunya lirih: "Jangan kuatir, entah manusia macam apakah dirimu itu, entah perbuatan apapun yang pernah kau lakukan dulu, sepanjang masa kau tetap adalah sahabatku" "Sungguh ?" Dengan suara keras Kwi Tay-lok segera berteriak: "Belum lagi kata "mati dengan selamat" diucapkan, Yan Jit telah mendekap mulutnya sambil berkata dengan lembut: "Baiklah, akan kuberitahukan kepadamu, sebetulnya aku adalah...." Mendadak dari kegelapan kembali muncul setitik cahaya api yang menyinari di atas sebuah benda yang aneh sekali. Kelihatannya benda itu seperti tabung besi yang amat besar dan panjang, warna hitam pekat dan diletakkan pada kayu pengganjal yang besar dan tebal. Menyusul kemudian terdengar suara dari Wi hujin berkumandang kembali dengan nyaring. "Kalian kenal dengan benda ini?" "Tidak kenal!" "Tampaknya bukan saja kalian miskin uang, juga miskin pengetahuan!" kata Wi hujin sambil tertawa. Baru selesai berkata, mendadak dari balik tabung besi itu memancarkan sesuatu ledakan yang menggelegar di seluruh angkasa. Hampir pecah gendang telinga Kwik Tay-lok ketika mendengar suara ledakan yang memekikkan telinga itu. Lewat lama sekali dia baru bisa membuka matanya kembali, tampak empat penjuru dengan asap belerang yang amat menusuk hidung, sedangkan dinding batu yang berada tepat di depan moncong benda tadi sudah muncul sebuah lubang yang besar sekali. "Sekarang tentunya kau sudah tahu bukan benda apakah itu?" Kwik Tay-lok segera menghembuskan napas panjang, tanyanya kemudian dengan lirih: "Apakah benda inilah yang dinamakan meriam?" "Aaaah.... rupanya kau memang cerdik!" uji Wi hujin sambil tertawa tergelak. Moncong meriam pelan-pelan bergeser dan sekarang moncong tersebut sudah diarahkan ke depan tubuh Yan Jit dan Kwik Tay-lok. Koleksi Kang Zusi "Apakah kau ingin merasakan bagaimana jika di tembak dengan meriam?" tanya Wi hujin. "Tidak ingin!" "Kalau begitu, cepatlah mengakui dimana dia berada!" "Tidak!" "Mungkin kau masih belum tahu sampai dimanakah kelihaian dari meriam ini?" kata Wi hujin lagi. "Aku tahu!" "Tahu apa?" "Konon jika menggunakan meriam semacam ini untuk menyerang benteng, bagaimanapun kuatnya dinding benteng, tak akan tahan jika dihantam dengan tembakan meriam tersebut!" Wi hujin segera tertawa. "Bayangkan sendiri, kalau dinding tembok kota pun bisa hancur, apakah kau mampu untuk menahannya." Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa tergelak, serunya: "Kau tidak akan mengerti, kulit mukaku ini sebenarnya memang jauh lebih tebal daripada dinding benteng" "Jadi kau benar-benar tak akan berbicara?" teriak Wi hujin marah. Agaknya untuk menjawabpun Kwik Tay-lok sudah enggan, dia hanya memalingkan kepalanya memandang ke wajah Yan Jit. Sinar mata Yan Jit lebih lembut daripada air, suaranya lebih keras daripada baja. Dengan tegas dia berkata: "Berpikir semalam aku sudah mati delapan kali, apa salahnya untuk mati sekali lagi." Mati sebenarnya merupakan suatu hal yang sukar, juga paling menakutkan tapi ketika diucapkan dari mulut mereka, hal mana seakan-akan ringan dan tiada sesuatu yang bisa dianggap serius. Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang, sambil menarik tangan Yan Jit katanya: "Hanya ada satu hal yang kusesalkan" "Aku mengerti" bisik Yan Jit dengan lembut. "tapi kau tak usah kuatir, mati atau hidup aku pasti akan memberitahukan kepadamu" Tiba-tiba wajah Kwik Tay-lok berseri kembali, katanya: "Kalau memang begitu, apa pula yang musti ku risaukan lagi?" "Baik!" seru Wi hujin dingin, "matilah bersama !" Koleksi Kang Zusi Moncong meriam telah diarahkan ke tubuh Yan Jit dan Kwik Tay-lok. "Blaaam!" suatu ledakan yang memekikkan telinga segera berkumandang memecahkan keheningan. Di tengah bau asap belerang yang tajam, kelihatan tubuh mereka berdua roboh bersama... Ada orang bilang mati itu sulit, ada pula yang mengatakan mati gampang. Bagaimana dengan kau? (0oooo0)(0oooo0) HABIS GELAP TERBITLAH TERANG BAGI Yan Jit, kematian adalah yang mudah, ia sudah mati sembilan kali. Tapi sekarang, ia hidup kembali. Ia merasa tubuhnya berbaring di atas sebuah pembaringan yang empuk.. nyaman dan enak, setiap benda yang terlihat olehnya rata-rata mewah, indah dan mahal harganya, seakan-akan bukan berada di alam dunia. Ketika untuk pertama kalinya sadar tadi, ia menebak tempat itu kalau bukan sorga tentu neraka. Tapi bila tidak berada bersama Kwik Tay-lok, apalah artinya sorga? Dimana Kwik Tay-lok? Apakah dia dimasukkan neraka ? Yan Jit meronta dan merangkak bangun, dengan cepat ia melihat Kwik Tay-lok. Hampir saja dia tak percaya dengan apa dilihatnya di depan mata... Dalam ruangan itu ada meja, di atas meja penuh dihidangkan makanan yang lezat, Kwik Taylok sedang makan minum dengan lahapnya di sana. Ketika melihat Yan jit sadar, dia segera meletakkan sumpitnya dan berkata sambil tertawa. "Karena kulihat tidurmu sangat nyenyak, maka tidak kubangunkan dirimu, untung saja makanan di sini amat banyak, sepuluh orangpun tak bisa habis dimakan" "Kau yang membawa aku ke sini?" "Bukan!" "Tempat manakah ini?" "Aku juga tak tahu!" Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya, serunya dengan gemas: "Lantas kau tahu apa?" Koleksi Kang Zusi "Aku hanya tahu makanan koki di sini sangat lezat, arakpun amat wangi, apalagi yang kau nantikan?" Setelah berhenti sebentar dia menambah: "Daripada tidak makan lebih baik makan, apakah kau belum memahami perkataan itu?" "Dari dulu aku sudah memahami!" sahut Yan Jit sambil tak tahan untuk tertawa cekikikan. 0000000 Dalam ruangan itu bukan saja ada pintu, juga ada jendela. Dari luar jendela masih terendus bau harumnya bunga bwee yang semerbak. "Apakah kau sudah menengok keluar?" tanya Yan Jit. "Belum!" Kenapa tidak keluar untuk melihat keadaan?" seru Yan Jit sambil berkerut kening. "Kalau mengurusi mulut maka tak bisa mengurusi mata, bagaimanapun juga mulut toh lebih penting dari pada mata!" "Tapi paling tidak, kau harus mencari dulu tuan rumah tempat ini!" "Aaaah...? Akhirnya dia toh akan datang sendiri mencari kita, kenapa kita musti buru-buru mencarinya?." Baru selesai dia berkata, dari luar sudah kedengaran seseorang mengetuk pintu. Seorang nona cilik berbaju putih muda dengan senyum di kulum dan membawa dua buah poci arak masuk ke dalam, ia kelihatan seperti bidadari yang baru turun dari kahyangan. Sepasang mata Kwik Tay-lok agak terbelalak, ketika Yan Jit melotot ke arahnya, dia baru mendehem beberapa kali, kemudian sambil membetulkan duduknya, tak tahan dia tertawa geli, katanya: "Aku memang sedang murung takut kekurangan arak, tak nyana arak dihidangkan" "Setelah kau berada di sini, apapun yang kau minta, dengan cepat permintaanmu itu akan terwujud" kata si nona baju putih itu sambil mencibirkan bibir. "Bagai mana ceritanya kami bisa sampai di sini" tanya Yan Jit. Kembali nona berbaju putih itu tertawa. "Tentu saja tuan rumah tempat ini yang telah menyelamatkan kalian" sahutnya. "Kau kah tuan rumah di sini?" "Menurut pandanganmu aku mirip tidak?" kata si nona baju putih itu sambil mengerdipkan matanya. Koleksi Kang Zusi "Tidak mirip!" "Aku sendiripun merasa tidak mirip!" "Lantas siapakah tuan rumahnya? Kami kenal tidak dengannya?" "Aku hanya tahu dia pasti kenal dengan dirimu" "Kenapa?" Nona berbaju putih itu tertawa, sahutnya: "Sebab dia bilang kau seorang mampu menghabiskan hidangan untuk lima orang, sengaja dia suruh aku menyiapkan hidangan yang lebih banyak. Seandainya dia tidak kenal dengan dirimu, mana mungkin ia bisa memahami tentang dirimu dengan sejelas itu?" Kwik Tay-lok segera tertawa terbahak-bahak: "Haaahhh... haaahhh... haaahhh kalau begitu, bukan saja dia kenal aku, mungkin dia pun seorang sahabat karibku" Nona berbaju putih itu mengerdipkan matanya berulang kali, lalu katanya lagi sambil tertawa: "Apakah semua orang yang mengundang mu minum arak adalah sahabat karibmu " "Sedikitpun tak salah!" Jawab Yan Jit dingin. Bukan saja wajahnya berubah menjadi tak sedap dilihat, bahkan sumpitpun sudah diturunkan. Kwik Tay-lok melirik sekejap ke arahnya, lalu tak berani banyak berbicara lagi. Kembali nona berbaju putih itu berkata. "Bila kalian sudah kenyang nanti, aku akan mengajak kalian berdua untuk menjumpai tuan rumah di sini. Dia selalu menantikan kedatangan kalian berdua" Mendadak Yan Jit melompat bangun sambil berseru: "Sekarang aku sudah kenyang!" "Hei, mengapa kau menjadi kenyang begitu melihat kedatanganku!" seru nona berbaju putih itu sambil mengerling sekejap ke arahnya." "Sebab tampangmu persis seperti pantat!" Bunga bwe yang indah tumbuh di sepanjang kebun, salju nan putih menyelimuti permukaan tanah. Dengan wajah cemberut nona berbaju putih itu berjalan di muka, dia tidak berbicara apalagi tertawa. Sesungguhnya nona itu memang manis, cantik tapi sayang agak kegemukan sedikit. "Tak kusangka Yan Jit bisa membandingkan dirinya dengan pantat.... tak tahu bagaimana jalan pemikirannya, sehingga bisa nyeleweng sampai ke situ?" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok memandang ke arah Yan Jit dan ingin tertawa, namun ia tak berani. Sebab paras muka Yan Jit ketika itu lebih tak sedap dilihat lagi. Entah mengapa, dia seperti amat membenci kaum wanita terutama sekali gadis yang suka bergurau dengan Kwik Tay-lok. "Dulu ia pasti pernah menderita kerugian ditangan perempuan, atau tertipu oleh perempuan maka dia menjadi sengit kalau melihat perempuan" Kwik Tay-lok berjanji dalam hati kecilnya, dilain saat dia tentu berusaha untuk memberi pengertian kepadanya, memberitahu kepadanya bahwa perempuan bukan semuanya memuakkan, diantaranya juga ada beberapa orang yang jauh lebih menyenangkan dari pada lelaki yang ada di dunia ini. 000000 Serambi itu panjang sekali. Di ujung sana terdapat tirai yang terurai ke bawah. Baru saja mereka menuju ke situ, dari balik tirai sudah ada yang menyapa sambil tertawa: "Oooh... rupanya kalian datang lagi? Silahkan masuk, silahkan masuk." Wi hujin ! Ternyata suaranya itu adalah suaranya Wi hujin. Ternyata tuan rumah tempat ini adalah dia. Selain meracuni mereka diapun menyaru menjadi setan, bahkan menggunakan meriam penggempur kota untuk menghadapi mereka, tapi sekarang dia juga yang telah menolong mereka, bahkan melayani mereka dengan hidangan yang begitu lezat. Kwik Tay lok dan Yan Jit segera saling berpandangan sekejap, mereka benar-benar tak bisa menduga, permainan busuk apa lagi yang sedang direncanakan perempuan itu? Senyuman Wi hujin masih kelihatan begitu anggun, begitu mempesonakan hati. Ia sedang mengawasi wajah Kwik Tay-lok, kemudian Yan Jit, setelah itu baru ujarnya sambil tersenyum: "Kalian tak usah berpikir-pikir lagi permainan busuk apa yang sedang kupersiapkan sekarang, sebab rencanaku tak akan pernah bisa ditebak oleh siapapun" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya: "Aku percaya dengan perkataanmu itu" "Ada satu hal lagi, kau pun harus percaya" "Soal apa?" "Sekarang kalian boleh pergi dari sini, setiap saat setiap waktu boleh pergi dari sini. Dimanapun kalian akan pergi, aku tak akan mengutus orang untuk menguntil kepergian kalian" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay lok agak tertegun, serunya: "Kau tidak menginginkan nyawa kami? Tidak menginginkan...." "Juga tidak ingin mengetahui jejak Lim Tay-peng?" "Paling tidak sampai sekarang tidak ingin" "Kau sudah menggunakan banyak tenaga dan pikiran untuk menghadapi kami, apakah sekarang membiarkan kami pergi dengan begitu saja?" "Benar!" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, serunya... "Aku tidak begitu percaya dengan ucapanmu itu" "Bahkan ucapanku pun tidak kau percaya?" "Kenapa aku harus percaya denganmu?" "Kau tahu, siapakah aku?" "Aku tahu kau adalah seorang yang kaya raya, punya kedudukan, punya kepandaian, tapi perkataan dari manusia semacam ini justru biasanya paling tak boleh percaya" Wi hujin menatapnya tajam-tajam, mendadak katanya lagi sambil tertawa lebar. "Kalian tentu merasa semua perbuatanku itu sangat mengherankan bukan? Akan tetapi bila kalian sudah tahu siapa aku yang sebenarnya, maka kalian tak akan merasa heran" "Sebenarnya siapakah kau?" tak tahan Yan Jit segera berseru. Sepatah demi sepatah Wi hujin menjawab: "Akulah ibu kandung Lim Tay-peng!" Begitu ucapan tersebut diutarakan, Kwik Tay-lok serta Yan Jit menjadi amat terkejut. Mereka benar-benar tak berani mempercayainya, tapi mau tak mau harus mempercayainya juga. Sekalipun dalam sejarah hidupnya Wi hujin pernah berbohong, tapi sekarang dia sama sekali tidak mirip seseorang yang sedang berbohong. "Sekalipun aku percaya bahwa kau adalah ibu kandungnya Lim Tay-peng, tapi seorang ibu masa tidak tahu kabar berita tentang anaknya?" kata Kwik Tay-lok kemudian. Pelan-pelan Wi hujin menghela napas panjang, katanya dengan sedih: "Inilah kesusahan yang dialami seorang ibu, dikala anaknya sudah menginjak dewasa, apa yang dilakukannya seringkali tidak bisa dipahami oleh ibunya sendiri" "Dia telah berubah menjadi seorang lelaki dewasa" "Sebenarnya apa yang telah dia lakukan?" tak tahan Kwik Tay-lok kembali bertanya. Koleksi Kang Zusi Wi hujin segera menghela napas panjang. "Dia tidak melakukan apa-apa, dia cuma melarikan diri dari rumah" "Melarikan diri dari rumah?" kembali Kwik Tay lok tertegun. "kenapa ia melarikan diri?" "Dia kabur karena menghindari perkawinan" "Lari karena takut kawin?" Wi hujin tertawa getir, katanya: "Ketika kulihat usianya lambat laun bertambah dewasa, maka aku toh mencarikan jodoh untuknya, siapa tahu semalam sebelum upacara perkawinan itu diselenggarakan, diam-diam dia sudah minggat dari rumah" Kwik Tay-lok menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian tak tahan lagi dia tertawa. "Ah, mengerti aku sekarang" serunya, "sudah pasti dia tidak menyukai gadis itu...!" "Jangan toh kenal, berjumpa dengan gadis itupun belum pernah...!" Kwik Tay-lok semakin keheranan lagi. "Kalau memang berjumpa saja belum pernah, darimana dia bisa tahu gadis itu baik atau tidak?" serunya. "Ya, dia sama sekali tidak tahu" "Kalau memang tidak tahu baik atau jelek, kenapa pula dia minggat dari rumah?" "Aaaai... justru karena jodohnya itu aku yang pilihkan, maka ia menjadi tak suka" "Bini adalah miliknya sendiri, tentu saja lebih cocok kalau dia memilih untuk dirinya sendiri. Bila kau perlihatkan dulu gadis itu kepadanya, mungkin saja dia tak akan kabur" Mendadak wajahnya berubah menjadi amat serius, katanya lebih jauh: "Perbuatannya itu bukan berarti dia tidak berbakti kepadamu, sebaliknya setiap pria yang telah dewasa sedikit banyak dia pasti mempunyai idenya sendiri, kalau tidak, apakah dia masih bisa dianggap sebagai seorang lelaki" Pelan-pelan Wi hujin mengangguk. "Sebenarnya aku merasa gusar sekali" katanya. " tapi kemudian, setelah kupikir kembali dengan otak dingin, aku malahan justru merasa agak gembira" "Kau memang sepantasnya merasa gembira" tiba-tiba Yan Jit menyela, "Sebab lelaki yang tegas dan gagah seperti dia tidak terlalu banyak di dunia ini" "Yaa, meski sekarang tidak banyak, tapi di kemudian hari lambat laun pasti akan bertambah banyak" sambung Kwik Tay-lok. Koleksi Kang Zusi "Itulah sebabnya sekarang aku sudah berubah pikiran" Wi hujin dengan wajah berseri. "Aku bertekad tak akan memaksanya pulang untuk kawin lagi" Pelan-pelan sinar matanya dialihkan ke tempat kejauhan sana, kemudian lanjutnya: "Aku pikir, bila seorang lelaki yang sudah menginjak dewasa bila dia bisa melakukan perjalanan diluaran untuk melatih diri, baginya sifat tersebut merupakan suatu keberuntungan" Kwik Tay-lok menghela napas lalu tertawa getir, katanya: "Bila perkataan semacam ini kau utarakan sejak tadi, kan urusan akan beres dengan cepat" "Dulu aku tidak mengutarakannya karena aku masih merasa agak kuatir..." kata Wi Hujin sambil tertawa. "Kuatir apa?" "Kuatir dengan teman-temannya" "Kalau begitu, apa yang kau lakukan selama ini tidak lebih hanya bermaksud untuk mencoba kami?" Wi hujin tertawa. "Kalian kalau memang sahabat karibnya, tentu saja tak akan menyalahkan diriku bukan?" "Sekarang, apakah kau sudah merasa lega?" Dengan suara lembut Wi hujin berkata: "Sekarang aku sudah tahu, teman-temannya bukan saja rela menanggung lapar baginya, rela mati baginya, bahkan menolak sebuah pancingan kemewahan karena deminya, dalam pandanganku keadaan semacam ini justru lebih sulit dilakukan daripada mati" 00000)0(00000 SETELAH menghela napas, terusnya: "Ia bisa berkawan dengan teman semacam kalian, berarti hal itu adalah rejekinya, apa lagi yang musti ku kuatirkan" Kota kecil itu masih begitu sederhana dan tenang. Ada sesuatu tempat yang selamanya seperti tak bisa berubah, hanya hati manusia yang dapat berubah. Tapi, ada pula sementara orang yang hatinya tak pernah berubah. Ketika menyaksikan Kwik Tay lok dan Yan Jit pulang, Ong Tiong masih berbaring di atas pembaringan, bergerakpun tidak. "Hei, enam hari tak bersua, apakah sepatah katapun tidak kau tanyakan kepada kami?" tak tahan Kwik Tay-lok berseru. "Apa yang musti ditanyakan?" kata Ong Tiong sambil menguap dengan kemalas-malasan. "Paling tidak kau harus bertanya kepada kami, selama beberapa hari ini penghidupan kami baik atau tidak" Koleksi Kang Zusi "Aku tak perlu bertanya" "Kenapa tak perlu bertanya?" "Asal kalian bisa pulang dengan selamat, itu sudah lebih dari cukup..." "Tapi, paling tidak kau harus bertanya, sebenarnya kulit siapa yang telah disayati oleh Hoatliok- pi?" "Akupun tak perlu bertanya" "Kenapa?" Ong Tiong segera tertawa, sahutnya hambar. "Manusia macam dia, selain menguliti kulitnya sendiri kulit siapa pula yang hendak dikuliti olehnya..." Kecuali sewaktu turun tangan menghadapi Hong Si-hu tempo hari, entah sedang melakukan apa saja gerakan Lim Tay-peng selalu lebih lambat setengah langkah ketimbang orang lain. Entah itu sedang bersantap, sedang berbicara sedang berjalan, dia selalu pelan-pelan, tidak gugup, seakan-akan sekalipun alis matanya terbakarpun dia tak akan merasa gugup. Kadangkala Kwik Tay-lok merasa dia seakan-akan seorang kakek yang sudah tua bangkotan. Dia tidak seperti Ong Tiong, dia tidak malas. Tapi lamban itulah yang memusingkan. Ketika Kwik Tay-lok dan Yan Jit sudah pulang setengah harian lamanya, pelan-pelan dia baru berjalan keluar, bajunya sangat rapi, rambutnya juga disisir sangat rapi. Entah dimana saja, kapan saja, pokoknya dia selalu nampak necis, segar dan bersih. "Tampang orang ini seakan-akan setiap saat ada kemungkinan dia akan diundang untuk menghadap kaisar!" Kwik Tay-lok dan Yan Jit saling berpandangan sekejap, kemudian tertawa. Sebab mereka teringat kembali akan Wi hujin. Hanya ibu Wi hujin saja yang bisa melahirkan seorang anak yang seperti Lim Tay-peng. "Dari bibit yang baik, pohon yang segar, tak akan membuahkan buah tho yang jelek kwalitetnya" Lim Tay-peng memandang ke arah mereka, agaknya diapun tak tahu apa yang sedang mereka tertawakan, gumamnya: "Aku lihat selama beberapa hari ini kalian tentu senang sekali..." "Yaa, senang sekali!" sahut Kwik Tay lok sambil tertawa. "Tahukah kalian Hoat liok pi sudah lenyap sedang rumah pegadaian Lip gwan sudah berganti tauke?" seru Lim Tay peng lagi. Koleksi Kang Zusi "Tidak tahu!" "Kejadian besar ini saja tidak kalian ketahui, lantas selama beberapa hari ini apa kerja kalian dan pergi kemana saja?" Kwik Tay-lok dan Yan Jit saling bertukar pandangan sekejap, lalu tertawa, mereka sudah bertekad tak akan menceritakan semua pengalaman yang dialaminya selama ini kepada siapapun. Sebab mereka merasa lebih baik Lim Tay-peng tidak mengetahui kejadian ini daripada mengetahuinya, mereka tak ingin mempengaruhi keputusan Lim Tay peng, juga tak ingin mendapat perasaan baru atau terima kasih Lim Tay-peng kepada mereka. ( Bersambung Jilid 15) Jilid 15 MEREKA cuma berharap Lim Tay peng bisa hidup dengan bebas merdeka persis seperti ketika berada di rumah dulu, maka dalam keadaan demikian dia pasti akan berubah menjadi lebih teguh, lebih matang dam lebih pintar... Sebab kesemuanya itulah merupakan apa yang diharapkan Wi hujin selama ini. Sambil tertawa kembali Kwik Tay Lok berkata: "Selama beberapa hari ini kami juga tidak melakukan apa-apa, cuma kami pernah diracuni sampai mati satu kali, bertemu dengan raja akhirat satu kali, ditembak dengan meriam satu kali dan akhirnya orang itu mengundang kami makan minum sepuas-puasnya sebelum kami pulang kemari..." Lim Tay-peng melompat kearahnya, sampai lama, lama sekali, tiba-tiba ia tertawa terbahakbahak. "Haaahhh... haaahhhh..... haaahhh.... aku tahu kau pandai sekali mengibul, tapi kali ini bualanmu terlalu besar, mungkin bocah cilik yang berumur tiga tahunpun tak akan mempercayai." Dengan tangannya Kwik Tay-lok membaringkan diri, memejamkan mata dan menghembuskan napas panjang, lalu ujarnya sambil tersenyum manis: "Aku juga tahu, tak akan ada seorang manusiapun yang mau percaya dengan ceritaku ini." Setiap orang tentu punya rahasia. Ong Tiong adalah orang. Maka Ong Tiong juga punya rahasia. Manusia seperti Ong Tiongpun ternyata punya rahasia, sesungguhnya hal ini merupakan suatu yang tak bisa dipercaya. Dia tak pernah pergi sendirian, bahkan waktu untuk turun dari pembaringan amat jarang. Sebenarnya mimpipun Yan Jit tidak menyangka kalau diapun memiliki rahasia. Tapi orang pertama yang menemukan bahwa Ong Tiong juga ada rahasia adalah Yan Jit. Koleksi Kang Zusi Bagaimana ceritanya ? Ternyata suatu ketika dia menemukan suatu benda yang aneh sekali. Yang ditemukan olehnya adalah sebuah layang-layang. Layang-layang sesungguhnya bukan sesuatu yang aneh, tapi dari atas layang-layang itulah justru akan muncul banyak sekali kejadian aneh dengan manusia-manusia yang menakutkan sekali. Menurut perhitungan almanak, semestinya saat itu sudah tiba saatnya musim semi, tapi kemanapun kau lihat sama sekali tidak menjumpai bayangan musim semi. Udara masih hangat dingin, angin masih amat kencang, timbunan salju di tanah sudah mencapai tujuh delapan inci tebalnya. Hari ini ternyata matahari sudah terbit. Ong Tiong, Yan Jit, Kwik Tay-lok dan Lim Tay-peng sedang berjemur badan dalam halaman. Sekalipun mereka miskin dan tak beruang tak pernah disia-siakan kesempatan untuk berjemur badan. Di musim dingin yang menggigilkan seperti ini, berjemur badan dibawah sinar matahari boleh dibilang merupakan salah satu kenikmatan yang bisa dirasakan oleh kaum miskin secara gratis. Ong Tiong telah mencari sebuah kursi yang paling nyaman sedang berbaring dibawah atap rumah sambil menjemur diri. Lim Tay-peng duduk diatas undak-undakan batu sambil bertopang dagu dan sinar mata mendelong, entah apa yang sedang dipikirkannya ketika itu. Sebenarnya Kwik Tay-lok selalu merasa heran, dengan usia semuda itu, kenapa dia seperti banyak urusan dan dalam hatinya seperti tersimpan banyak sekali rahasia yang tak boleh diketahui orang. Sekarang dia sudah tidak merasa heran lagi, dia sudah tahu apa yang sedang dipikirkan Lim Tay-peng. Tapi bagaimana dengan rahasia Yan Jit ? Tak tahan lagi Kwik Tay-lok segera menarik Yan Jit sambil bisiknya merintih: "Sekarang, tentunya kau sudah boleh memberitahukan rahasia itu kepadaku bukan ?" Sejak kembali kesana, kali ini adalah untuk ketujuh puluh delapan kalinya dia mengajukan pertanyaan yang sama kepada Yan Jit. Tapi jawaban Yan jit selalu sama seperti dulu. "Tunggu !" "Kau suruh aku menunggu sampai kapan?" "Menunggu sampai aku ingin mengatakannya !" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok menjadi sangat gelisah, serunya lagi: "Apakah kau harus menunggu sampai aku hampir mati baru bersedia untuk mengatakannya?." Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, sinar mata itu kelihatan aneh sekali, lewat lama, kemudian baru ujarnya dengan sedih: "Kau benar-benar tak tahu rahasia apakah yang hendak kuberitahukan kepadamu itu?" "Kalau aku tahu, buat apa aku mesti bertanya kepadamu ?" Yan Jit memandangnya lagi beberapa saat, kemudian tertawa cekikikan, katanya sambil menggelengkan kepala: "Ucapan Ong lotoa memang betul, bila kau harus bodoh ternyata menjadi pintar, dikala harus pintar ternyata bodohnya bukan main..." "Aku toh bukan cacing pita dalam perutmu, mana aku tahu rahasiamu itu ?" Tiba-tiba Yan Jit menghela napas panjang! "Mungkin lebih baik buatmu jika tidak tahu !" "Baik dalam hal apa ?" "Ada satu hal yang tidak baik, bukankah hidup kita sekarang jauh lebih menyenangkan?" "Apakah aku bisa menjadi tak senang bila mengetahui rahasia tersebut....?" Kembali Yan Jit menghela napas. "Mungkin..... mungkin waktu itu setiap hari kita akan cekcok, setiap hari akan bertengkar." Kwik Tay-lok segera melotot ke arahnya, kemudian mendepakkan kakinya keras-keras ke tanah, serunya dengan gemas: "Aku benar-benar tidak mengerti, sesungguhnya kau adalah seorang yang suka berterus terang, kenapa kadang kala lebih sempit pikirannya daripada seorang perempuan?" "Yang sempit pikirannya bukan aku, tapi kau ?" "Kenapa pikiranku sempit ?" "Perbuatan yang tak ingin orang lain lakukan, kenapa kau justru memaksa orang lain untuk melakukannya ?" "Siapakah orang lain itu ?" "Orang lain itu adalah aku !" Kwik Tay-lok menghela napas panjang, dipegangnya kepala dengan kedua belah tangannya sendiri, kemudian bergumam: Koleksi Kang Zusi "Sudah jelas adalah dia, tapi dia justru mengatakan orang lain. Cara berbicara orang ini makin lama semakin mirip perempuan, coba bagaimana jadinya ?" Tiba-tiba Yan Jit tertawa, sengaja dia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, ujarnya: "Menurut pendapatmu apa sebabnya secara tiba-tiba Hoat-liok-pi angkat kaki dari sini?" Sebenarnya Kwik Tay-lok tak ingin menjawab pertanyaannya itu, tapi setelah termenung sebentar, tak tahan katanya juga: "Bukan dia sendiri yang ingin pergi, si nenek itulah yang memaksanya untuk pergi ?" "Kenapa ?" "Sebab nenek itu kuatir kita akan menyelidiki rahasia asal usulnya" "Kalau begitu, asal usulnya tentu amat rahasia, dengan Hoat-liok-pi juga pasti mempunyai hubungan yang sangat luar biasa." "Ehmm !" "Kenapa kau tidak pergi mencari kabar, sebenarnya mereka telah menyembunyikan diri dimana ?" "Kenapa musti di selidiki ?" "Tentu saja untuk mengorek rahasia mereka !" "Kenapa aku harus mengorek rahasia orang ? Ada sementara rahasia yang tak akan berhasil kau gali sekalipun sudah diusahakan dengan cara apapun, tapi bisa saatnya sudah tiba tanpa digalipun rahasia itu akan tersingkap dengan sendirinya.." Yan Jit segera tertawa: "Kalau kau sudah memahami akan teori tersebut, kenapa pula kau selalu memaksaku untuk mengatakannya?" Kwik Tay-lok melotot besar ke arahnya, kemudian menghela napas panjang, "Aaaai.... sebab aku tidak memperhatikan si nenek itu, yang kuperhatikan hanya kau !" Pelan-pelan Yan Jit berpaling ke arah lain, rupanya sengaja hendak menghindarkan diri dari sinar mata Kwik Tay-lok. Baru saja berpaling, dia telah menjumpai sebuah layang-layang... Sebuah layang-layang berbentuk kelabang buatannya sangat indah dan manis, ketika bergerak di udara, pada hakekatnya seperti hidup. Yan Jit segera bertepuk tangan sambil bersorak: "Cepat kau lihat, apakah itu ?" Kwik Tay-lok juga sudah melihat, meski merasa amat tertarik, tapi sengaja katanya sambil menarik muka: Koleksi Kang Zusi "Itu kan tak lebih cuma layang-layang, apanya yang lucu ? Apakah kau belum pernah melihat layang-layang ?" "Tapi dalam suasana seperti ini, mana mungkin ada orang yang bermain layang-layang?" "Hmm. asal lagi senang, setiap saat toh boleh saja menaikkan layang-layang ?" Padahal dia juga tahu, sekarang belum tiba saatnya untuk bermain layang-layang, sekalipun ada orang ingin menaikkan juga tak akan menaikkan setinggi itu, sebab tak mungkin layanglayang itu bisa dinaikkan setinggi itu. Tapi layang-layang itu dinaikkan sangat tinggi, amat lurus dan tenang, jelas orang itu adalah seseorang yang ahli. "Kau bisa membuat layang-layang ?" tanya Yan Jit. "Tidak, aku hanya bisa makan !" Yan Jit melotot sekejap kearahnya, kemudian berkata sambil tertawa: "Ong lotoa tentu bisa.... Ong lotoa, bagaimana kalau kitapun membuat sebuah layang-layang?" Tapi ketika tiba di depan Ong Tiong, dengan cepat wajahnya berubah menjadi tertegun. Ong Tiong sama sekali tidak mendengarkan apa yang sedang diucapkan olehnya, dia cuma membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar sambil mengawasi layang-layang tersebut, sinar matanya aneh sekali, seakan-akan dia belum pernah menyaksikan layang-layang. Akan tetapi kalau dilihat dari mimik wajahnya, dia seakan-akan telah menganggap layanglayang tersebut sebagai kelabang sungguhan. Seekor kelabang raksasa yang bisa makan manusia. Yan Jit turut menjadi tertegun, sebab dia tahu Ong Tiong bukankah seorang manusia yang gampang dibikin ketakutan. Sekalipun dia benar-benar menyaksikan ada tujuh delapan puluh ekor kelabang sedang berjalan dihadapannya-pun, paras muka Ong Tiong tak akan berubah menjadi begini rupa. Apa lagi selembar wajahnya, sekarang telah berubah menjadi pucat melebihi mayat. Mendadak saja kelopak matanya seperti berdenyut keras, seakan-akan tertusuk oleh beriburibu batang jarum. Yan Jit segera mendongakkan kepalanya, sekarang dia menyaksikan diatas langit telah bertambah menjadi empat buah layang-layang. Sekarang telah bertambah dengan sebuah layang-layang berbentuk ular, sebuah berbentuk kala dan sebuah lagi berbentuk burung elang.... Yang paling besar berbentuk segi empat, diatas kertas yang berwarna kuning itu tampak sebuah lukisan Hu yang berliuk entah apa artinya, seperti "hu" untuk pengusir setan. Koleksi Kang Zusi Mendadak Ong Tiong bangkit berdiri lalu masuk ke dalam rumah dengan sempoyongan, dia seperti tak tahan dan setiap saat bakal jatuh tak sadarkan diri. Kwik Tay-lok segera memburu datang, dengan wajah keheranan segera tegurnya: "Ong lotoa, apa yang telah terjadi ?" Yan Jit menghela napas panjang, sahutnya: "Siapa tahu apa yang terjadi dengannya, ketika menyaksikan layang-layang tersebut mendadak seluruh tubuhnya seakan-akan telah mengalami perubahan". Kwik Tay-lok merasa semakin keheranan lagi. "Hanya melihat layang-layang, tampangnya lantas berubah menjadi begitu rupa ?" serunya. "Ehmm !" "Apakah layang-layang itu mempunyai suatu keistimewaan ?" seru Kwik Tay-lok dengan kening berkerut. Dia lantas mendongakkan kepalanya dan mencoba untuk mengamati layang-layang tersebut dengan seksama, akan tetapi tiada sesuatu hasilpun yang berhasil diperoleh. Siapapun tak akan menemukan apa-apa dari layang-layang tersebut.... Layang-layang adalah layang-layang, tiada bedanya dengan layang-layang lainnya. "Lebih baik kita masuk dan tanyakan kepada Ong lotoa saja, tanya kepadanya apa yang sebenarnya telah terjadi !" usul Kwik Tay-lok kemudian dengan lirih. Yan Jit menggelengkan kepalanya berulang kali, setelah menghela napas katanya: "Ditanyapun percuma, kemungkinan besar dia tak akan mengatakannya" "Tapi layang-layang itu...." "Apakah kau tak pernah berpikir, persoalannya bukan terletak pada layang-layang itu?" tukas Yan Jit. "Lantas dimanakah letak persoalannya ?" "Pada orang yang melepaskan layang-layang tersebut !" "Betul !" seru Kwik Tay-lok sambil bertepuk tangan, "Mungkin Ong lotoa tahu siapakah yang melepaskan layang-layang tersebut." "Kemungkinan besar orang itu adalah musuh besar dari Ong lotoa di masa lalu." Selama ini Lim Tay-peng hanya mendengarkan pembicaraan itu dari samping mendadak dia berseru: "Aku akan ke sana untuk melihat-lihat, kalian tunggu saja di sini, menantikan kabat beritaku." Belum habis perkataan itu diucapkan, tubuhnya sudah meluncur keluar dari tempat itu. Koleksi Kang Zusi Biasanya dia selalu kemalas-malasan dan lamban sekali cara kerjanya, tapi begitu terjadi peristiwa, maka gerak geriknya selalu jauh cepat dari pada siapapun. Kwik Tay-lok memandang kearah Yan Jit, kemudian katanya: "Kenapa kita harus menunggu kabar beritanya disini ?" Tidak mungkin menunggu ucapan tersebut selesai diucapkan, Yan Jit sudah mengejar ke depan. Demi persoalan temannya, siapa saja tak ingin tertinggal dari rekan-rekannya lainnya. Layang-layang, itu dilepaskan sangat tinggi dan lurus. Yan Jit memperhatikan sekejap arahnya, kemudian berkata: "Tampaknya Iayang-layang itu berasal dari tanah pekuburan sana!" Kwik Tay-lok mengangguk, "Betul, sewaktu masih kecil dulu aku sering melepaskan layanglayang dari kuburan." Jarak dari perkampungan kaya dan anggun mereka dengan tanah pekuburan itu tidak terlalu jauh, dengan cepatnya mereka sudah sampai di tempat tujuan. Dalam tanah pekuburan itu cuma ada satu orang, dia adalah Lim Tay-peng yang berangkat duluan. "Kau menjumpai sesuatu ?" tegur Kwik Tay-lok. "Tidak, bayangan setanpun tidak nampak!" Lantas siapa yang menaikkan layang-layang itu? Lima buah orang-orangan. Kelima buah orang-orangan itu semuanya memakai pakaian berkabung, ditangan sebelahnya membawa tongkat kesedihan. Sedangkan benang layang-layang tersebut terikat ditangan yang lain dari orang-orangan, didepan rumah kayu kecil dibawah tebing sana. Dalam rumah kayu itulah mereka menemukan Swan Bwe- thong tempo hari.... Tentu saja orang-orangan tak akan bisa menaikan layang-layang. Orang-orangan juga, tak akan memakai pakaian berkabung. Lantas siapa yang melakukan kesemuanya itu. Kwik Tay-lok berkata saling berpandangan tanpa berbicara, mereka merasa persoalan itu makin lama semakin tidak sederhana. Kata Yan Jit kemudian: Koleksi Kang Zusi "Layang-layang ini belum lama dinaikkan, mungkin orangnya juga belum pergi jauh." "Betul, mari kita lakukan pencarian keempat penjuru." "Aku rasa mereka pasti berlima, lebih baik, kita jangan sampai terpisah satu lama lainnya." Mereka mengitari tanah berkuburan itu satu kali, dan kemudian sampailah. "Mungkinkah orang yang melepaskan layang-layang itu bersembunyi di dalam rumah kayu tersebut ?" Tanpa terasa ketiga orang itu berpikir demikian. Kwik Tay-lok yang pertama-tama menyerbu ke dalam bangunan rumah tersebut. "Hati-hati !" teriak Yan Jit. Baru selesai dia berteriak, Kwik Tay-lok sudah menendang pintu dan menerjang masuk ke dalam. Rumah kayu itu masih tetap berupa rumah kayu cuma bentuknya sama sekali telah berubah. Wajan dan tungku yang pernah dipakai Swan Bwe-tong untuk menanak nasi tempo hari, kini sudah lenyap tak berbekas, rumah kecil yang sebetulnya kotor dan acak-acakan sekarang telah dibersihkan dari debu, mana rajin nyaman lagi. Di tengah ruangan terdapat meja, di atas meja siap lima pasang sumpit, lima buah cawan arak dan lima bilah pisau kecil yang memancarkan sinar tajam. Pisau itu tipis tapi tajam, tubuhnya berliuk-liuk dengan bentuk yang aneh sekali. Kecuali itu, dalam ruangan tersebut sudah tidak ada benda yang lainya lagi. Baru saja Kwik Tay-lok memegang gagang pisau itu, Yan Jit telah memburu masuk, serunya sambil mendepak-depakan kakinya berulang kali. "Mengapa sih aku selalu gegabah didalam melakukan perbuatan apapun? Bagaimana coba seandainya dalam ruangan ada orangnya? Apakah, kau tidak kuatir dicelakai orang?" "Aku tidak takut !" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Kau tidak takut, aku takut !" Baru saja mengucapkan kata itu, mendadak paras mukanya berubah menjadi merah padam, merah sekali. Untung saja orang lain tidak memperhatikannya. Lim Tay-peng sebetulnya sedang menyelidiki pisau diatas meja, mendadak katanya: "Pisau ini dipakai untuk memotong daging !" "Darimana kau bisa tahu !" tanya Kwik Tay-lok. Koleksi Kang Zusi "Aku pernah melihat suku Oh diluar perbatasan seringkali memakai pisau semacam ini untuk memotong daging." "Masa mereka adalah suku Oh yang datang dari luar perbatasan?" Lim Tay- peng termenung sebentar, kemudian sahutnya: "Mungkin saja demikian, cuma orang suku Oh hanya memakai pisau, tidak memakai sumpit. Mendadak mencorong sinar kaget dan ngeri dari balik mata Yan Jit, serunya tiba-tiba: "Disini cuma ada pisau, tiada daging, mereka bermaksud hendak memotong daging siapa?" "Tak mungkin dipakai untuk memocong daging Ong Tiong bukan?" sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa. Sekalipun dia sedang tertawa, tapi suara tertawanya kelihatan tidak leluasa. Yan Jit bersin beberapa kali, sekujur badannya menggigil keras, katanya kemudian: "Lebih baik kita cepat-cepat pulang, kalau membiarkan Ong lotoa berada dirumah seorang diri, aku.... sesungguhnya aku merasa agak kurang lega." Paras muka Kwik Tay-lok segera berubah. "Betul !" serunya, "lebih baik kita jangan sampai terkena siasat memancing harimau turun gunung." Teringat sampai kesitu, mereka bertiga menerjang keluar dari ruangan itu. Kemudian dengan mempergunakan gerakan yang paling cepat menyeberangi tanah pekuburan itu. Mendadak Yan Jit berhenti, kemudian serunya tertahan: "Aaaah! Ada yang tidak benar." "Apanya yang tidak benar ?" Dengan wajah memucat sahut Yan Jit. "Barusan kelima buah orang-orangan, itu masih berada di sini, tapi sekarang...." mendadak Kwik Tay-lok merasakan pula hatinya bergidik, bulu kuduknya pada bangun berdiri. Orang-orangan yang semula berada disitu kini sudah lenyap tak berbekas. Awan putih melayang di udara dan biru, hari ini cuaca sangat cerah dan baik. Tapi layang-layang di angkasa itu kini sudah lenyap tak berbekas. Menggunakan gerakan tubuh ysng paling cepat mereka balik kembali ke rumah, tapi baru sampai di depan pintu, lagi-lagi mereka tertegun. Koleksi Kang Zusi Kelima buah orang-orangan itu sekarang telah berdiri di depan pintu, mereka masih memakai baju berkabung, membawa tongkat dan segala sesuatunya masih tetap seperti sedia kala, satusatunya yang berbeda adalah diatas dada mereka telah menempel secarik kertas, di atas kertas itu seperti bertulisan beberapa huruf. Tulisan itu sangat kecil dan sukar dilihat jelas. Ketika angin behembus lewat, kertas itu segera berkibar kencang, agaknya dijahit dengan tubuh orang-orangan itu. Lim Tay-peng yang sampai ditempat tujuan paling dulu, dengan cepat dia menyambar kertas tadi. Ternyata kertas itu dijahit kuat sekali, dia harus menariknya keras-keras sebelum berhasil membetotnya. Tapi pada saat itulah, mendadak tongkat ditangan orang-orangan itu melejit keudara kemudian menghantam keatas perut Lim Tay-peng keras keras! Untung saja meski pengalaman Lim Tay-peng amat cetek, reaksinya tidak lambat, dia melompat keudara dan menghindarkan diri dari bacokan benda itu. Siapa tahu bersamaan dengan melejitnya tongkat tersebut, setitik cahaya hitam ikut meluncur pula ke depan. Lim Tay-peng hanya menghindari ayunan toyanya saja tapi lupa untuk berkelit dari sambitan senjata rahasia tersebut. Tahu-tahu dia merasakan lutut kanannya menjadi sakit bagaikan digigit nyamuk, kemudian menjadi kaku dan kesemutan. Menanti tubuhnya melayang balik ke tanah, dia sudah tak mampu berdiri tegak lagi. Dalam waktu singkat, kaki kanannya telah menjadi kaku dan mati rasa, tubuhnya segera roboh terkapar ke atas tanah. "Jarum beracun !" pekik Kwik Tay-lok dengan paras muka berubah sangat hebat. Baru dua patah kata dia berbicara, Yan Jit sudah turun tangan secepat sambaran kilat, secara beruntun dia menotok empat buah jalan darah penting disekitar lutut kanan Lim Tay-peng, sementara tangan yang lain mencabut keluar pisau belati dibalik sepatunya. Cahaya pisau berkelebat lawat, pakaian Lim Tay-peng sudah robek, kemudian ketika disambar lagi, kulit badan Lim Tay-peng yang terluka itu sudah terpapas, darah segera muncrat keluar dengan derasnya. Darah yang bercucuran keluar ternyata darah hitam. Terbelalak lebar sepasang mata Kwik Tay-lok menyaksikan ke semuanya itu. Mimpipun dia tidak menyangka kalau gerakan tangan Yan Jit begitu cepatnya sehingga sukar diikuti dengan pandangan mata. "Aku sudah pernah mati tujuh kali !" Koleksi Kang Zusi Hingga sekarang, Kwik Tay-lok baru percaya bahwa ucapan dari Yan Jit itu tidak bohong. Hanya orang yang pernah mati sebanyak tujuh kali akan memiliki kecepatan reaksi sehebat itu dan pengalaman seluas itu. Lim Tay-peng sudah merasa kesakitan setengah mati, peluh dinginpun telah jatuh bercucuran, tapi dia belum lupa unluk memeriksa kertas di tangannya itu. Sambil menggigit bibir dan napas terengah-engah, katanya: "Coba kau lihat tulisan apakah diatas kertas itu ?" Diatas kertas itu tertera beberapa huruf yang kecil dan lembut : "Seandainya kau bukan Ong Tiong, maka kaulah setan sial yang akan menggantikannya untuk mampus!" Angin masih berhembus lewat. Orang-orangan itu bergoyang-goyang terhembus angin, seakan-akan merupakan suatu tantangan bagi mereka. Mendadak Kwik Tay-lok naik pitam, tiba-tiba dia mengayunkan tinjunya menghantam orangorangan itu. Tentu saja orang-orangan tak bisa membalas, juga tak bisa menghindarkan diri. Baru saja Kwik Tay lok mengayunkan tinjunya, Yan Jit segera merangkul pinggangnya, tinjunya tak sampai telak bersarang ditubuh orang-orangan itu, tapi toh kena juga. Dikala bogem mentahnya mampir didada orang-orangan itu, tangannya segera merasa bagaikan digigit nyamuk pula. Seketika itu juga kepalanya terasa gatal sekali, bahkan rada kaku rasanya, setitik warna hitam muncul pada ruas jari tengahnya.... Ketika Yan Jit mencukil dengan ujung pisaunya, darah berwarna hitam segera jatuh bercucuran. Darah yang mengandung racun, bahkan terendus bau amis yang sangat memuakkan. Tapi Yan Jit tidak takut bau, tidak takut kotor, dengan mulutnya dia hisap keluar semua darah beracun itu. Air mata Kwik Tay-lok hampir saja jatuh bercucuran membasahi pipinya.... Mendadak dia merasakan bahwa Yan Jit terhadapnya bukan sikap seorang sahabat saja, bahkan semacam hubungan yang lebih dalam dari pada persahabatan, lebih akrab dan hangat dari pada sahabat biasa. Tapi dia sendiripun tak dapat menerangkan perasaan yang bagaimanakah itu. Hingga Yan Jit berdiri, dia masih tidak berbicara apa-apa, sepotong kata terima kasihpun tidak. Bukan berarti dia tidak merasa berterima kasih, rasa terima kasihnya waktu itu pada hakekatnya tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Koleksi Kang Zusi Yan Jit menghembuskan napas panjang, kemudian pelan-pelan berkata: "Sekarang, bagaimana rasamu?" Kwik Tay-lok tertawa getir. "Aku merasa diriku adalah seorang tolol, seratus persen seorang manusia tolol!" Lim Tay-peng menatap mereka terus menerus, mendadak dia menghela napas dan bergumam: "Yaa, kau memang tolol sekali !" Air mukanya jauh lebih menarik dari pada tadi, cuma kakinya sama sekali tak mampu berkutik. Yan Jit sama sekali tidak menghisapkan darah beracun dari mulut lukanya, tapi dia sama sekali tidak bermaksud untuk menggerutu, apa lagi tak senang hati, seakan-akan hal tersebut sudah merupakan sesuatu yang wajar. Apakah dia telah melihat sesuatu ? Menemukan sesuatu rahasia yang tak dapat dilihat oleh Kwik Tay-lok ? Paras muka Yan Jit tampak agak memerah, tapi dengan cepat dia melengos ke samping, kemudian menggunakan pisaunya mencongkel baju dari orang orangan itu... Sekarang Kwik Tay lok baru melihat bahwa seluruh badan orang-orangan itu penuh berisikan jarum-jarum tajam, dibawah teriknya matahari, ujung-ujung jarum itu kelihatan bersinar gelap dan berkilap, sekalipun orang dungu juga tahu kalau setiap batang jarum itu sangat beracun dan mematikan. Tadi, seandainya Yan Jit tidak menariknya, dan bila kepalan tersebut menghajar telak badan orang-orangan itu sekalipun jiwanya masih bisa diselamatkan, paling tidak tangannya juga bakal musnah.... Sekarang, tentu saja Lim Tay-peng juga mengerti bahwa kertas surat itu merupakan kunci tombol untuk menggerakkan semua alat rahasia dari orang-orangan tersebut, bila kertasnya ditarik maka alat rahasia itupun ber jalan. Dari atas sampai kebawah dari orang-orangan itu ternyata tersembunyi siasat busuk seperti itu, sesungguhnya kejadian ini sama sekali diluar dugaan siapapun. Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang, katanya sambil tertawa geli: "Sebuah orang-orangan ternyata mampu merobohkan dua orang manusia hidup, andaikata kejadian ini tidak kualami sendiri, siapapun yang bercerita aku juga tak akan percaya." "Aaaai..... kalau orang-orangnya saja sudah sedemikian lihaynya, bukankah itu berarti orang yang membuat orang-orangan itu jauh lebih menakutkan lagi ?" "Kalau tidak amat menakutkan, masa Ong lotoa bisa begitu terperanjatnya ?" Paras muka Yan Jit berubah memucat, serunya kemudian: "Sekarang, orang-orangannya sudah muncul, entah mereka sendiri sudah datang belum?" Koleksi Kang Zusi "Aaaah ! Mari kita masuk menengok Ong lotoa" teriak Lim Tay-peng, "jangan pedulikan aku, tanganku masih dapat bergerak." Kwik Tay-lok tidak berkata apa-apa, dia hanya memayang tubuhnya dan menyeretnya masuk. Yan Jit telah menyerbu ke dalam sambil berteriak keras: "Ong lotoa... Ong Tiong !" Tiada jawaban, tiada suara barang sedikitpun jua. Ong Tiong telah lenyap tak berbekas! Selimut diatas ranjangnya Ong Tiong tidak berada diatas ranjangnya, juga tak ada dalam rumah. Kwik Tay-lok sekalian sudah mencarinya dari depan sampai belakang, namun tak berhasil menemukan orangnya. Mereka semua cukup memahami watak Ong Tiong. Persoalan yang bisa membuat Ong Tiong bangun dari ranjangnya sudah tidak banyak, apalagi menyuruhnya pergi sendirian. "Jangan-jangan disini telah terjadi suatu peristiwa ? Dan Ong Tiong sudah...." Untuk berpikir lebih jauhpun Kwik Tay-lok tidak berani. Lima Tay-peng berbaring diatas ranjangnya Ong Tiong, muka yang pucat sudah berubah menjadi merah karena gelisah, teriaknya keras-keras: "Aku toh sudah bilang kepada kalian, tak usah urusi aku, cepat mencari Ong lotoa..." Kwik Tay lok juga amat gelisah, teriaknya segera keras keras: "Tentu saja harus dicari, tapi kau suruh kami pergi mencarinya ke mana...." Lim Tay-peng tertegun. Dia mencoba untuk menengok ke arah Yan Jit, tapi Yan Jit juga tertegun. Sekarang, dua diantara mereka sudah terluka, tapi siapakah musuhnya hingga kini masih belum diketahui. Malahan setitik cahaya terangpun tidak di temukan. Sekarang, mereka hanya mengetahui akan satu hal. Orang-orang itu sudah pasti punya dendam dengan Ong Tiong, bahkan dendam itu lebih dalam dari lautan. Tapi, sekalipun sudah tahu apalah gunanya ? Pada hahekatnya sama halnya dengan tidak tahu. Pada saat itulah mendadak mereka mendengar suara langkah kaki diatas beranda. Langkah kaki itu pelan dan sangat lambat. Koleksi Kang Zusi Hampir saja tersirat darah panas dalam tubuh Kwik Tay-lok, jantung mereka serasa berhenti berdetak. Yang datang bukan orang-orangan. Orang orangan tak mungkin bisa berjalan. Yan Jit memberi tanda kepada Kwik Tay-lok dengan kerlingan mata, kedua orang itu segera menyelinap ke samping dan bersembunyi dibelakang pintu. Suara langkah kaki itu kian lama kian mendekat, akhirnya berhenti didepan pintu. Yan Jit sudah menyiapkan pisau belatinya yang siap diayunkan setiap saat. Pintu pelan-pelan dibuka orang tangan seseorang pun mendorong pintu. Yan Jit membalikkan badannya, secepat kilat pisau belatinya diayunkan ke depan siap membabat urat nadi orang itu. "Tahan!" tiba-tiba Lim Tay-peng membentak. 00000000000 Bentakan begitu menggelegar, Yan Jit segera menghentikan gerakan tangannya ditengah jalan, mata pisau tinggal setengah inci saja dari urat nadi dipergelangan tangan orang itu. Tapi tangan itu masih tetap tenang, masih melanjutkan gerakannya pelan-pelan membuka pintu. Tangan itu seolah-olah berurat kawat yang terbuat dari baja murni..... Pintu sudah dibuka, Ong Tiong pelan-pelan berjalan masuk ke dalam, tangannya yang lain membawa sebuah guci arak. Mata pisau ditangan Yan Jit masih berkilauan tajam. Lim Tay-peng masih berbaring diatas ranjang, siapapun tahu kalau dia sedang menderita luka. Tapi Ong Tiong seolah-olah tidak melihat apa-apa, wajahnya masih tanpa emosi. Seolah-olah seluruh badan orang ini terbuat dari baja murni. Pelan-pelan dia berjalan masuk, pelan-pelan meletakkan araknya diatas meja. Orang pertama yang tak mampu mengendalikan diri adalah Kwik Tay-lok, dengan suara keras dia bertanya: "Kau pergi kemana ?" "Pergi membeli arak !" jawab Ong Tiong hambar. Jawabannya amat santai dan biasa, seakan-akan apa yang dilakukan adalah sesuatu yang wajar. "Pergi membeli arak ?" ternyata dalam keadaan beginipun dia masih sempat meluangkan waktu untuk membeli arak ? Koleksi Kang Zusi Kwik Tay lok memandangnya dengan terbelalak, hampir boleh dibilang ia dibikin tertawa tak bisa, menangispun tak dapat. Sekali tepuk Ong Tiong membuka penutup guci arak tersebut, diendusnya sebentar, kemudian tampaknya ia merasa puas sekali, sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibirnya. "Lumayan juga arak ini, mari kita masing-masing meneguk dua cawan arak....!" "Sekarang aku tak ingin minum!" kata Kwik Tay-fok tak tahan. "Tidak inginpun harus minum, pokoknya kalian harus minum arak ini barang dua cawan." "Mengapa?" "Sebab inilah arak perpisahan untuk kalian dengan diriku." "Perpisahan! Kenapa harus memberi salam perpisahan kepada kami?" jerit Kwik Tay-lok. "Karena sebentar lagi kalian akan berangkat meninggalkan tempat ini....." Kwik Tay-lok segera melompat bangun, teriaknya keras-keras: "Siapa yang bilang kalau kami akan pergi ?" "Aku yang bilang." "Tapi kami toh tak ingin pergi !" teriak Yan Jit. Sambil menarik muka Ong Tiong berkata dengan dingin: "Tidak ingin pergi juga harus pergi, apakah kalian ingin tinggal disini sepanjang hidup?" Yan Jit memandang ke arah Kwik Tay-lok, Kwik Tay-lok segera mengerdipkan matanya, lalu sahutnya sambil tertawa: "Tepat sekali jawabanmu, kami memang ingin berdiam terus disini sepanjang jaman!" "Selama tinggal disini, pernahkah kalian membayar uang sewa?" seru Ong Tiong dengan wajah hijau membesi. "Belum pernah." "Akukah yang suruh kalian pindah kemari ?" "Bukan, kami yang datang sendiri." Ong Tiong segera tertawa dingin. "Heeehhh.... heeehhhh...... heeehhh...... kalau memang begitu, atas dasar apa kalian tak mau pergi dari sini?" "Baik, pergi yaa pergi !" tiba-tiba Yan Jit berseru. Begitu bilang akan pergi dia lantas pergi, cuma sewaktu lewat dihadapan Kwik Tay-dok, dia segera mengerdipkan matanya. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok memutar biji matanya, lalu berseru pula: "Betul, pergi yaa pergi, apanya yang luar biasa." Ternyata dia bilang pergi lantas pergi, seakan-akan sedetikpun sudah tidak tahan lagi. Lim Tay-peng yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertegun, serunya kemudian: "Hei, apakah minum arakpun tidak kalian tunggu?" "Kalau memang sudah diusir, masa punya muka untuk minum arak lagi.....?" jawab Kwik Taylok. Lim Tay-peng segera berpaling dan memandang ke arah Ong Tiong. Paras muka Ong Tiong masih sama sekali tidak berperasaan, katanya dengan dingin: "Tidak minum yaa tidak minum, memangnya kalau arak ini disimpan lantas bakal busuk?" "Bagaimana kalau aku tinggal disini saja?" Aku tak mampu berjalan lagi....!" "Tak mampu berjalan memangnya tak bisa merangkak ?" tukas Ong Tiong sambil menarik muka. Lim Tay-peng tertegun beberapa saat lamanya, akhirnya dia menghela napas panjang kemudian dengan terpincang-pincang turut mereka keluar dari situ. Ong Tiong masih berdiri disitu, memandang mereka dengan pandangan dingin, tubuhnya sama sekali tak berkutik. Lewat beberapa saat kemudian terdengar.... "Blaam!" entah siapa yang melakukannya, tahutahu pintu gerbang dibanting keras-keras hingga tertutup. Mendadak Ong Tiong menyambar guci arak dimeja lalu meneguknya tujuh delapan tegukan baru berhenti, kemudian sambil menyeka mulut gumamnya lirih: "Arak bagus, arak wangi, ternyata ada juga manusia yang enggan minum arak wangi seperti ini, kalau bukan orang tolol, apa pula namanya.." Memandang guci arak yang berada di tangannya, sepasang mata yang dingin itu mendadak berubah menjadi merah, seolah-olah sstiap saat kemungkinan besar air matanya akan jatuh bercucuran. Tanpa berpaling Yan Jit berjalan keluar dari pintu gerbang, tiba-tiba ia berhenti. Kwik Tay-lok yang berjalan ke sisinya juga tiba-tiba berhenti. Lim Tay-peng turun ke luar, "Blaaam !" ia membanting pintu itu keras-keras, lalu sambil mendelik ke arah mereka, teriaknya: "Sungguh tak kusangka kalian mengatakan pergi lantas pergi !" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok memandang ke arah Yan Jit, Yan Jit tidak mengucapkan sepatah katapun, melainkan duduk di undak-undakan di luar pintu persis saling berhadapan dengan orang-orangan itu. Kwik Tay-lok segera duduk pula sambil mengawasi orang-orangan itu, kemudian gumamnya: "Setiap tahun tentu ada kejadian aneh, tapi tahun ini paling banyak, bukan saja orang-orangan bisa main layang-layang juga pandai membunuh orang, coba katakan aneh tidak ?" "Aneh !" jawab Lim Tay-peng. Dia pun telah duduk, tangannya yang sebelah masih memegangi mulut lukanya kencangkencang. Sekarang ia sudah memahami maksud Yan Jit dan Kwik Tay-lok, maka diapun tidak berkata apa apa lagi. Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya terdengar suara langkah kaki Ong Tiong pelan-pelan berjalan keluar, menyeberangi halaman dan menuju kepintu gerbang, kemudian memalang pintu itu dari dalam. Mendadak palang pintu itu dicabut kembali, kemudian pintu gerbangpun dibuka lebar-lebar. Ong Tiong berdiri didepan pintu, memandang kearah mereka dengan sepasang mata terbelalak lebar-lebar. Yan Jit, Kwik Tay-lok, Lim Tay-peng tiga orang rekannya itu duduk diluar pintu seorangpun tak ada yang berpaling. Ong Tiong tak kuasa menahan diri, segera teriaknya keras-keras: "Kenapa kalian belum pergi ? Mau apa kalian duduk disini ?" Tak seorangpun diantara mereka bertiga yang memperdulikan dirinya. Yan Jit hanya melirik sekejap kearah Kwik Tay-lok, lalu bertanya: "Melanggar hukumkah jika kita duduk disini ?" "Tidak !" "Yaa, orang-orangan saja boleh duduk di sini, kenapa kita tak boleh....?" sambung Lim Taypeng. Dengan suara keras Ong Tiong segera berteriak kembali: "Tempat ini adalah pintu gerbang rumahku, kalau kalian duduk disitu, berarti telah menghalangi jalan pergiku!" Kembali Yan Jit melirik sekejap kearah Kwik Tay-lok, lalu katanya: "Orang bilang kita menghalangi jalan lewatnya !" "Kalau begitu mari kita duduk bergeser kesamping, sedikit !" kata Kwik Tay-lok. Koleksi Kang Zusi Tiga orang itu segera bangkit berdiri lalu pindah ke seberang sana, dengan duduk berjajar, kali ini mereka duduk menghadap ke pintu gerbang rumah. "Boleh tidak kita duduk di sini ?" tanya Yan Jit kemudian. "Kenapa tidak" sahut Kwik Tay-lok, "tempat ini toh bukan tempat orang, juga tidak menghalangi jalan lewat orang." "Betul" sambung Lim Tay-peng.. "Siapa yang suka duduk di sini, dia boleh duduk seenaknya di sini." "Lagi pula suka duduk berapa lama, dia boleh duduk berapa lama pula." Yan Jit menambahkan. Ong Tiong semakin mendelik ke arah mereka. Tapi ketiga orang itu menengok ke sana ke mari, tak seorangpun yang memandang ke arah Ong Tiong. Dengan suara keras kembali Ong Tiong berteriak: "Kalian mau apa duduk disitu ?" "Mau apa? Apapun tidak kami lakukan, kami cuma ingin duduk-duduk saja...." kata Kwik Taylok. "Yaa, kami senang duduk disini, kamipun duduk disini, tak ada orang yang biasa mengurusi kami." "Tempat ini nyaman sekali." Lim Tay-peng berkata. "Mana nyaman, segar lagi !" Yan Jit menimbrung. "Lagi pula tak bakal ada orang yang akan memungut uang sewa kepada kita" Mendadak Ong Tiong membalikkan badan dan masuk ke dalam, "Blaaam!" ia membanting pintu gerbang dan menutupnya rapat-rapat. Yan Jit segera memandang ke arah Kwik Tay-lok, Kwik Tay-lok memandang kearah Lim Taypeng, lalu ketiga-tiganya tertawa tergelak. Walaupun tertawa, namun dibalik tertawa tampak wajah yang murung dan kesal. Matahari telah tenggelam dibalik bukit. Bagaimanapun juga musim semi memang belum waktunya tiba, terang hari masih terlalu pendek. Begitu sang surya sudah tenggelam, cuaca pun berubah menjadi gelap gulita. Bila cuaca mulai gelap, berarti segala sesuatu kemungkinan bakal terjadi, siapa pun tak tahu, siapa pun tak bisa menebak, peristiwa apakah yang bakal terjadi? Koleksi Kang Zusi Diam-diam Yan Jit menarik tangan Kwik Tay-lok, kemudian tanyanya: "Bagaimana dengan lukamu ?" "Tidak menjadi soal, seperti sediakala, mampu untuk menghajar orang..." "Dan kau ?" Yan Jit baru berpaling ke arah Lim Tay-peng. "Mulut lukaku secara lamat-lamat sudah mulai terasa sakit." Yan Jit segera menghembuskan napas panjang. "Kalau begitu sudah tidak berbahaya lagi." katanya. Jika mulut luka yang terkena sambitan senjata rahasia beracun sudah mulai terasa sakit itu menandakan kalau sari racun sudah mulai bersih dari tubuh. Kwik Tay-lok masih kurang lega, maka kembali dia bertanya: "Hebatkah sakitnya ?" Lim Tay-peng tertawa: "Masih mendingan, meskipun belum tentu bisa dipakai untuk melompati pagar, tapi masih bisa menghantam orang." "Laparkah kalian ?" tanya Yan Jit lagi. "Saking laparnya sampai ingin menelanmu hidup-hidup" "Tapi dikala sedang lapar, kau pun masih mampu untuk menonjok hidung orang, betul bukan ?" "Tepat sekali !" Dengan cepat cuaca telah menjadi gelap. Sikap dan perasaan ketiga orang itupun makin lama semakin menjadi tegang. Tapi sekarang mereka sudah mempunyai persiapan, siap untuk menghajar orang. Kwik Tay-lok mengepal sepasang tinjunya kencang-kencang, dengan mata melotot besar serunya: "Sekarang kita boleh dibilang siap sedia secara komplit dan menunggu datangnya angin timur !" "Apakah yang dimaksud angin timur itu?" tak tahan Lim Tay-peng bertanya. "Angin timur adalah orang yang hendak kita tonjok hidungnya !" Pada saat itulah, dia telah menyaksikan seseorang. Seorang yang membopong seguci arak. Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba pintu gerbang terbuka lagi, sambil membopong guci arak Ong Tiong berjalan keluar. Kali ini diapun memperdulikan mereka, sebaliknya duduk diatas undak-undakan pintu gerbangnya. Empat orang duduk saling berhadapan, siapapun tak ada yang mulai berbicara. Orang pertama yang tak kuasa menahan diri tentu saja masih tetap Kwik Tay-lok adanya. Dia menghela napas panjang, kemudian bergumam: "Aku masih ingat, agaknya tadi ada orang yang hendak mengundang kami minum arak." Ong Tiong tidak menjawab, juga tidak memandang kearahnya, tiba-tiba guci arak itu digelindingkan ke hadapannya. Bila kau melemparkan sesuatu benda ke arah Kwik Tay-lok, mungkin saja ia tak mampu untuk menerimanya, tapi kalau guci arak... Bila guci arak yang dilemparkan kepadanya, sekalipun selagi tidur, ia juga sanggup untuk menerimanya. Dalam waktu singkat ia sudah meneguk beberapa tegukan diberikan kepada Yan Jit, Yan Jit meneguk kemudian diserahkan kepada Lim Tay-peng. Mendadak Ong Tiong berkata: "Orang yang sudah terluka masih ingin minum arak, itu berarti dia sudah bosan hidup." "Siapa bilang aku terluka? Aku tidak lebih cuma terpagut oleh binatang kecil." "Binatang apa?" tak tahan Ong Tiong kembali bertanya. "Seekor kelabang kecil !" Mendadak Ong Tiong merebut ke depan dan merampas guci arak itu kemudian dengan wajah hijau membesi serunya: "Sebenarnya kalian hendak duduk sampai kapan disini ?" Kwik Tay-lok tidak sabar, teriaknya: "Duduk sampai ada orang yang datang mencarimu." "Siapa bilang ada orang hendak mencariku ?" "Aku!" "Dari mana kau bisa tahu ?" "Orang-orangan itu yang memberitahukan kepadaku." Diliriknya Ong Tiong sekejap dengan ekor matanya, kemudian melanjutkan sambil tertawa: Koleksi Kang Zusi "Orang-orangan ini selain bisa main layang-layang, juga pandai berbicara, coba kau katakan lucu tidak?" Mendadak paras muka Ong Tiong berubah hebat, pelan-pelan ia mundur kembali ke undakundakan batu didepan pintu gerbangnya. Suasana disekeliling tempat itu amat sunyi, hanya arak dalam guci yang masih kedengaran berbunyi. Tiba-tiba Yan Jit berkata: "Hei, coba dengar ! Arak didalam guci pun pandai berbicara, sudah kalian dengar belum?" "Apa yang dia katakan!" tanya kwik Tay- lok. "Dia bilang ada tangan seseorang sedang gemetar, bahkan gemetar sampai kepalanya ikut pusing." Mendadak Ong Tiong melompat bangun lalu mendelik ke arahnya. Tapi ia tidak ambil perduli, menengok ke arah Ong Tiong pun tidak. Mereka bertiga masih celingukan kesana kemari, memandang ke semua tempat kecuali ke arah Ong Tiong. Mendadak meluncur datang setitik cahaya api dan tepat menghajar telak di atas tubuh orangorangan yang pertama. "Bluuuummm....!" orang-orangan itu segera terbakar hebat. Dibalik cahaya api yang menjilat-jilat tampak warna hijau yang membawa bau aneh tersiar ke mana-mana. Paras muka Ong Tiong segera berubah hebat, teriaknya tiba-tiba: "Cepat mundur, mundur ke dalam rumah" Dia melemparkan guci arak itu ke arah Kwik Tay-lok, kemudian membalikkan badan membopong Lim Tay-peng dan menyerbu masuk ke dalam pintu gerbang. Ong Tiong akhirnya bergerak juga. Bila sedang tidak bergerak ia tampak malas, tapi begitu bergerak ternyata jauh lebih cepat dari siapapun. Kwik Tay-lok juga bergerak, dia letakkan dulu guci arak itu kemudian baru bergerak. Karena dia tidak mundur ke arah rumah, sebaliknya menerjang ke arah mana berasalnya cahaya api itu. Begitu dia menubruk ke sana, tentu saja Yan Jit juga mengikuti dibelakangnya. 0ng Tiong segera berteriak keras: "Cepat mundur kembali, tempat itu tak boleh didatangi ?" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok tidak menggubris, seakan-akan secara tiba-tiba berubah menjadi orang tuli. Ia tidak mendengar, tentu saja Yan Jit juga tidak mendengar. Lim Tay-peng segera menghela napas panjang, katanya: "Orang ini tampaknya paling suka pergi ketempat yang tak boleh dikunjungi, sekarang apakah kau masih belum paham dengan penyakitnya itu...." Jika sebuah gedung, rumah bisa disebut orang sebagai ""perkampungan," paling tidak dia harus mempunyai beberapa syarat yang harus terpenuhi dulu. Rumah itu pasti tidak terlampau kecil. Sekalipun rumah itu tidak didirikan di atas bukit, paling tidak harus berada di kaki gunung. Di luar gedung tersebut, besar atau kecil harus terdapat sebidang hutan yang rimbun. Meskipun Hok-kui-san-ceng sedikitpun tidak kaya raya, paling tidak masih termasuk juga sebuah "san-ceng" (perkampungan). Oleh karena itu, diluar gedung juga terdapat sebuah hutan, dari hutan itulah cahaya api tadi dibidikan. Dengan suara dalam Kwik Tay-lok, berseru: "Apakah titik api itu dibidikan dari belakang pohon tersebut?" "Aku tidak melihat jelas" jawab Yan Jit "dan kau ?" "Aku juga tidak terlalu jelas." Cuaca memang sudah gelap, hutan itu tampak lebih gelap lagi, tidak nampak bayangan manusia, juga tidak kedengaran sedikit suarapun. Kembali Yan Jit berkata: "Aku rasa lebih baik kita kembali dulu untuk merundingkan persoalan ini dengan Ong lotoa." "Orang lain enggan berunding dengan kita, mau apa kita berunding dengannya ? Berunding soal kentut ?" Jika ia sudah mulai mengeluarkan kata-kata kotor, itu menandakan kalau hawa amarahnya sudah mulai berkobar. "Bila bertemu hutan jangan masuk. Apakah peraturan dunia persilatan inipun tidak kau pahami ?" "Aku tidak paham. Aku memangnya bukan jago kawakan, segala macam peraturan dunia persilan tak sebuahpun yang kupahami." Mendadak tubuhnya menerjang kedepan, langsung menerjang masuk kedalam hutan. . Dari dalam hutan itu seakan-akan ada cahaya tajam yang berkilauan. Koleksi Kang Zusi Sebelum mata Kwik Tay lok melihat jelas, tubuhnya sudah menerjang ke dalam. Kemudian diapun menyaksikan sebilah pisau. Sebilah pisau untuk memotong daging. Pisau itu menancap di atas pohon, memantek secarik kertas. Di atas kertas itu tentu saja ada tulisannya, tapi tulisan itu lembut sekali, sekalipun berada ditengah hari yang terang benderang juga belum tentu bisa melihatnya dengan jelas. Baru saja Kwik Tay-lok hendak mencabut pisau itu, Yan Jit telah menariknya. Dengan wajah pucat pias Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, kemudian menegur: "Kau toh sudah tertipu satu kali, apakah sekarang ingin tertipu untuk kedua kalinya ?" Dia gelisah dan jengkel, sebaliknya Kwik Tay-lok malah tertawa tergelak: "Hei, apa yang kau tertawakan ?" Yan Jit segera menegur. "Aku sedang mentertawakan kau !" "Tertawa kentutmu!" Jika dia sudah turut sertakan kata kotor dalam makiannya, itu menandakan kalau ia sudah jengkelnya setengah mati. Kwik Tay-lok tidak tertawa lagi, katanya dengan bersungguh-sungguh: "Sekalipun mereka masih menginginkan aku tertipu, pasti cara lain yang lebih segar yang akan dipakai, kenapa musti mengulangi lagi dengan cara itu, memangnya mereka anggap aku ini seorang bego yang tololnya bukan kepalang ?" "Kau anggap kamu ini bukan bego ?" teriak Yan Jit sambil menarik mukanya. Kwik Tay-lok menghela napas panjang lalu tertawa getir. "Baik!" katanya, "kau suruh aku tidak turun tangan, akupun tak akan turun tangan, tapi maju mendekat toh tidak menjadi soal bukan ?" Ternyata ia benar-benar menggendong tangan sambil maju kedepan. Tangan tidak bergerak, kalau cuma memandang dengan mata tentunya tak menjadi soal. Tapi huruf diatas kertas itu benar-benar terlalu kecil, mau tak mau terpaksa dia harus maju lagi lebih mendekat. (Bersambung jilid 16) Jilid 16 AKHIRNYA SECARA lamat-lamat dia dapat membaca juga tulisan yang tercantum di atas kertas itu. Koleksi Kang Zusi "Hati-hati kakimu..." Ketika membaca tulisan itu, kakinya menjadi kehilangan keseimbangan dan segera terjerumus ke bawah. Ternyata di bawah sana terpasang sebuah perangkap. "Hati-hati . . . ." teriak Yan Jit. Ditengah bentakan, dia sudah menerjang, ke muka dan menarik tangan Kwik Tay-lok. Mendapat tarikan, Kwik Tay-lok segera mementalkan tubuhnya ke udara dan melompat ke atas. Ilmu dalam meringankan tubuh yang dimilikinya tidak terhitung lemah, lompatannya itu sangat tinggi. Sayangnya sekali, semakin tinggi dia melompat, semakin ruyamlah keadaannya. "Kraaakkk....!" tiba-tiba dari balik daun berkumandang suara keras, tiba-tiba sebuah jaring besar terjatuh dari atas. Sungguh sebuah jaring yang besar sekali. Sekalipun Kwik Tay-lok punya sayap dan bisa terbang seperti burung, juga jangan harap bisa menghindarkan diri dari sergapan tersebut. Apalagi tubuhnya sedang melompat ke tengah udara, seakan-akan tubuhnya sedang menyongsong datangnya jaring tersebut, mau menghindar ke arah manapun tak sempat lagi. Bukan dia saja yang tak bisa menghindar, Yan Jit sendiripun tak dapat menghindarkan diri. Tampaknya kedua orang itu segera akan terkurung oleh jaring besar itu.... Mendadak sesosok bayangan hitam meluncur lewat seperti peluru yang ditembakkan oleh meriam, kecepatannya hampir sukar dilukiskan dengan kata-kata. Bayangan hitam itu menyambar lewat dari atas kepala mereka, tangannya dengan cekatan menyambar jaring tadi. Bayangan hitam itu bukan peluru kanon, melainkan manusia. Dia adalah Lim Tay-peng ! Setelah menyambar jaring itu, tubuh Lim Tay-peng masih meluncur ke depan sejauh dua tiga kaki lebih ke depan sebelum akhirnya gerakan itu melamban. Sementara itu Kwik Tay-lok dan Yan Jit sudah mengundurkan diri keluar dari hutan itu, tampak Lim Tay-peng masih bergelantung di atas pohon dengan tangan yang satu memegang dahan, tangan lain memegang jala, tubuhnya berayunan kesana kemari. Jantung Kwik Tay-lok masih berdebar keras, tak tahan lagi dia menghela napas panjang, lalu katanya sambil tertawa getir: "Kali ini, seandainya bukan kau, aku benar-benar sudah menghantarkan diri ke dalam jaring." Koleksi Kang Zusi "Kau tak usah berterima kasih kepadaku!" kata Lim Tay-peng sambil tertawa. "Kalau tidak berterima kasih kepadamu, lantas harus berterima kasih kepada siapa?" "Berterima kasih saja kepada orang yang berada di belakangmu." Ketika Kwik Tay-lok membalikkan badannya, dia baru melihat Ong Tiong dengan wajah hijau membesi sedang berdiri di belakang. Sambil tertawa kembali Lim Tay-peng berkata: "Sedari tadi toh sudah kukatakan, aku sudah tak mampu untuk melompati tembok lagi" "Lantas tadi..." "Tadi, Ong lotoalah yang melemparkan tubuhku dengan kekuatan yang hebat, kalau tidak masa bisa secepat itu gerakan tubuhku?" Di dunia ini memang tak akan ada orang yang memiliki gerakan tubuh sedemikian cepatnya, andaikata tidak meminjam daya lemparan dari Ong Tiong, siapapun mustahil bisa memiliki gerakan tubuh sedemikian cepatnya. Kwik Tay-lok melirik sekejap ke arah Ong Tiong, lalu katanya sambil tertawa paksa: "Tampaknya tenaga lemparan yang dimiliki Ong lotoa memang hebat juga...!" "Tapi Ong lotoa justru mengagumimu." ucap Lim Tay-peng. "Mengagumi aku ?" "Meski tenaga lemparannya besar, nyalimu jauh lebih besar." kontan Kwik Tay-lok melotot sekejap ke arahnya sambil mengomel: "Apakah kau harus menirukan seekor monyet, berbicara sambil bergelantungan di atas pohon ?" "Sebetulnya sedari tadi aku sudah pingin turun," jawab Lim Tay-peng sambil tertawa: "sayang kakiku memang tidak penurut." Ong Tiong tidak berbicara apa-apa selama ini, demikian pula Yan Jit.... Kedua orang itu sedang mengawasi Kwik Tay-lok dengan mata mendelik. Kwik Tay-lok cuma bisa tertawa getir sambil berkata: "Tampaknya, bukan cuma tiada perbuatan yang berhasil kulakukan hari ini, bahkan berbicarapun tak ada yang benar." Saat itulah Yan Jit baru menghela napas. "Aaaai.....! Baru kali ini perkataanmu itu benar," katanya. Cahaya lampu menyinari dalam ruangan. Koleksi Kang Zusi Di atas meja, selain terdapat lampu, masih ada lagi secarik kertas, sebilah pisau dan seguci arak. Karena pada akhirnya Kwik Tay-lok tak tahan juga untuk mencabut keluar pisau itu dari atas pohon, tentu saja dia tak lupa untuk membawa pulang seguci arak itu. Meski potongan badan orang ini tidak mirip kerbau, wataknya justru watak kerbau. Dia malah kelihatan berbangga hati, ujarnya sambil tertawa: "Aku toh sudah bilang, mencabut pisau itu tidak ada pengaruhnya, aku sudah tahu bahwa permainan yang mereka persiapkan kali ini sudah pasti adalah suatu permainan baru, coba lihatlah, bukankah permainan ini termasuk suatu permainan baru?" "Barunya sih memang baru, tapi ikan yang masuk jaringpun lebih baru dan segar." sambung Yan Jit dingin. Dia mengambil pisau di meja itu dan melanjutkan: "Sekarang aku baru tahu, pisau ini sebetulnya dipersiapkan untuk memotong daging apa." "Apakah untuk memotong daging ikan ?" tanya Kwik Tay-lok kemudian dengan cepat. "Akhirnya betul juga jawabanmu itu." "Kalau begitu, lebih baik aku menjadi seekor ikan yang mabuk saja, biar kalau di potong tidak terasa sakit." Dia lantas mengangkat guci arak itu siap untuk diminum, gumamnya kembali: "Udang mabuk konon merupakan hidangan yang terlezat dari wilayah Kanglam, aku rasa ikan mabuk pasti sedap pula rasanya." Tapi arak itu belum sempat diteguk olehnya, sebab secara tiba-tiba Ong Tiong merampas guci araknya itu. Kwik Tay-lok menjadi tertegun, lalu serunya: "Eeeh.... sejak kapan kau berubah menjadi seorang setan arak seperti aku ?" "Arak ini tak boleh diminum !" ucap Ong Tiong. "Tadi saja masih bisa diminum, mengapa sekarang tak boleh diminum ?" "Sebab tadi adalah tadi dan sekarang adalah sekarang" Yan Jit memutar sepasang biji matanya, lalu berkata: "Tadi guci arak ini kau letakkan dimana?" "Di depan pintu!" jawab Kwik Tay-lok. "Tadi kita semua berada didalam hutan, apakah di depan pintu tiada orang lain?" Koleksi Kang Zusi "Yaaa tak ada !" "Itulah sebabnya arak itu tak boleh diminum sekarang" "Masa baru pergi sejenak, sudah ada orang yang meracuni arak kita itu ?" "Jangan kau bilang kepergian kita tadi cuma sebentar, saat seperti itu sudah cukup buat orang lain untuk meracuni delapan puluh guci arak!" "Aaah. Kalian jangan menakut-nakuti aku, jangan kau lukiskan mereka itu menakutkan sekali, memangnya mereka benar-benar bisa menerobos masuk tanpa lubang dan tak pernah melewatkan setiap kesempatan yang bisa dipakai untuk mencelakai orang." Ong Tiong tidak berbicara, tiba-tiba dia melangkah keluar pintu dan membanting guci itu keraskeras. Guci itu seketika hancur berantakan, arakpun mengalir membasahi seluruh tanah. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, gumamnya: "Sayang, benar-benar amat...." Tiba-tiba suaranya terhenti sampai separuh jalan, orangnya juga mendadak ikut tertegun. Seekor ular yang kecil, kecil sekali sedang merambat keluar dengan pelan sekali dari balik hancuran guci arak tersebut. Ular itu bukan cuma kecilnya bukan kepalang, tapi semakin kecil tubuhnya, konon semakin berbisa pula. Paras muka Kwik Tay-lok berubah hebat tak tahan lagi dia menghela napas panjang, gumamnya: "Tampaknya orang-orang itu betul-betul sudah menerobos masuk melalui setiap lubang yang ada !" "Yaa, itulah ular bergaris merah yang bisa masuk melalui setiap lubang yang ada!" seru Yan Jit secara tiba-tiba. Dengan terkejut dia memandang ke arah Ong Tiong, kemudian ujarnya kembali: "Betulkah ular itu adalah ular bergaris merah yang disebut Bu-khong-put-ji ?" Dengan wajah hijau membesi pelan-pelan Ong Tiong membalikkan tubuhnya lalu berjalan, kembali ke ruangan dan duduk di bawah sinar lentera. Kali ini, ternyata ia tidak membaringkan diri. Kembali Yan Jit menghampirinya sambil bertanya: "Apakah dia. .? Sebenarnya benarkah dia?" Kembali Ong Tiong termenung sampai lama sekali, tapi akhirnya dia mengangguk juga. Koleksi Kang Zusi Yan Jit segera menghembuskan napas panjang, selangkah demi selangkah ia mundur ke belakang, tiba-tiba diapun membaringkan diri. Kali ini dia membaringkan diri di atas ranjang. Kwik Tay-lok segera menghampirinya sambil bertanya: "Apa sih yang dimaksudkan dengan Bu-khong-put-ji tersebut ?" "Dia adalah seorang manusia !" Bukan saja keadaan Yan Jit saat ini sudah lemas sekali, bahkan tenaga untuk berbicarapun sudah tidak dimiliki. "Manusia macam apakah dia ? Kau kenal dengan orang itu ?" tanya Kwik Tay-lok lagi. Yan Jit tertawa getir. "Seandainya aku kenal dia, aneh namanya kalau aku masih bisa hidup sampai sekarang." Tiba-tiba dia melompat bangun dan menerjang kehadapan Ong Tiong, setelah itu serunya: "Tapi kau, sudah pasti kau mengenalnya!" Ong Tiong termenung lagi beberapa saat lamanya, kemudian ia berkata sambil tertawa: "Sekarang, aku toh masih hidup !" "Aaaai.... orang yang mengenali dirinya, ternyata masih bisa hidup dengan segar bugar, memang kejadian ini merupakan suatu kenyataan yang tidak mudah." Pelan-pelan senyuman di wajah Ong Tiong lenyap tak berbekas, kemudian iapun menghela napas panjang. "Yaa, memang tidak mudah !" sahutnya. Hampir berteriak keras Kwik Tay-lok karena tak sabar, serunya dengan lantang: "Sebenarnya kalian sedang membicarakan soal manusia ? Atau soal ular ?" "Manusia !" jawab Yan Jit. "Apakah orang itu bernama ular bergaris merah ?" "Yaa, lagi pula Bu-khong-put-ji, artinya: kau mempunyai setitik keteledoran saja maka dia akan segera meracunimu sampai mampus." "Setitik keteledoran ? Setiap orang tak akan terhindar untuk membuat sedikit keteledoran." "Aaai... itulah sebabnya andaikata dia hendak meracunimu, maka hanya ada satu jalan saja bagimu." "Jalan yang mana ?" Koleksi Kang Zusi "Mati diracuni olehnya !" Tanpa terasa Kwik Tay lok menghembuskan napas dingin, serunya: "Kalau begitu permainan busuk yang dipakai untuk mencelakai orang tadipun merupakan bagian dari permainan busuknya?" "Meskipun kepandaian meracuni orang yang dimiliki orang itu sudah mencapai tingkatan yang tak terhingga di dunia ini, tapi kepandaian yang lain masih belum seberapa hebat." "Kalau begitu, akupun bisa berlega hati" kata Kwik Tay-lok sambil menghembuskam napas lega. "Sayang, kecuali dia masih ada orang lain lagi." "Siapa ?" "Jian jiu-jian-hu-kong-sin (Dewa kelabang bertangan seribu bermata seribu) !" "Bertangan seribu bermata seribu ?" "Maksudnya orang ini mampu melepaskan sambitan senjata rahasia yang bagaimana gencarpun sehingga seakan-akan dia mempunyai seribu buah tangan dan seribu buah mata, konon seluruh bagian tubuhnya penuh berisikan senjata rahasia, bahkan dari hidungnyapun dapat mengeluarkan senjata rahasia" Kwik Tay-lok, mengerling sekejap ke arah Ong Tiong, tiba-tiba katanya sambil tertawa: "Bagus sekali, asal aku bisa berjumpa dengan orang ini, maka hidungnya pasti akan kuhajar dulu sampai pesek" "Tapi bila kau berjumpa dengan Ciu-ku-ciu-lam-ang-nio-cu (perempuan berbaju merah yang menolong kesulitan dan menolong penderitaan orang), sudah pasti pukulanmu itu tak akan tega kau lepaskan." "Perempuan baju merah yang menolong kesulitan dan penderitaan orang? Kalau didengar dari namanya sih tampaknya seorang manusia baik-baik....." "Dia memang orang baik, tahu kalau kebanyakan orang di dunia ini hidup dalam kesulitan dan penderitaan, oleh sebab itu dia selalu berpikir bagaimana caranya untuk membantu mereka cepatcepat memperoleh pelepasan." "Aaaai.... kalau kudengar dari perkataanmu itu, tampaknya dia seperti orang jahat." "Sekalipun kau memilih di dalam delapan ratus laksa orang, belum tentu dapat kau jumpai seorang manusia baik seperti dia." "Apakah dia memiliki kepandaian khusus?" Sambil menarik muka dan bernada dingin, sahut Yan Jit: "Soal kepandaiannya, lebih baik kau tak usah tahu." "Apakah dia adalah seorang perempuan yang cantik jelita?" Koleksi Kang Zusi "Sekalipun benar, sekarang juga telah menjadi seorang nenek tua, seorang nenek yang cantik." "Ia sudah berusia enam-tujuh puluh tahunan?" "Belum." "Lima-enam puluh tahunan?" "Agaknya belum sampai !" "Kurang lima empat puluh tahunan ?" "Mungkin sudah mencapai!" Kwik Tay-lok segera tertawa, "Saat itu merupakan saat orang menjadi muda untuk kedua kalinya, mana bisa dianggap sebagai seorang nenek ?" Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, lalu berseru: "Usianya sudah tidak muda, apa pula hubungannya dengan dirimu ? Apa yang kau girangkan ?" "Kapan sih aku merasa gembira ?" "Kalau tidak gembira, kenapa tertawamu macam anjing mendapat tulang ?" "Karena aku memang seekor anjing" Sekali lagi Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, kemudian tak tahan dia tertawa gelak sendiri. Menggunakan kesempatan itu Kwik Tay-lok segera bertanya lagi: "Kalau kudengar dari perkataanmu tadi, kepandaian yang dia miliki itu sudah pasti khusus dipakai untuk menghadapi kaum lelaki, bukan begitu ?" Sekali lagi Yan Jit menarik mukanya. "Aku sendiripun tak tahu kepandaian apakah yang dia miliki, aku cuma tahu tidak sedikit orang lelaki yang mampus di tangannya." Selama ini Lim Tay-peng hanya bersandar di kursi sambil beristirahat, tiba-tiba selanya: "Mungkinkah orang-orangan itu hasil bikinannya?" "Bukan !" jawab Yan Jit. "Kalau bukan dia, lantas siapa ?" "Sudah pasti It-kian-son-tiong-cui-mia-hu (Lencana pembetot sukma yang bertemu orang lantas mengantar jenasah) !" Koleksi Kang Zusi "Cui-mia-hu ?" ulang Lim Tay-peng dengan kening berkerut. "Bukan saja orang ini mempunyai akal busuk yang tak terhitung jumlahnya, lagi pula dia memiliki sepasang tangan yang pandai sekali membuat kerajinan tangan, pandai menyaru, pandai membuat alat perangkap, alat jebakan dan lihay sekali dalam melepaskan senjata rahasia serta membuat senjata aneh, pokoknya orang ini hebat sekali. Berkilauan sepasang mata Kwik Tay-lok setelah mendengar perkataan itu tiba-tiba gumamnya: "Aku mengerti sekarang.... Aku mengerti...." "Apa yang kau pahami ?" "Seekor ular, seekor kelabang, seekor kalajengking dan sebuah lencana pembetot sukma, sekarang yang masih kurang adalah seekor burung elang...." Tiba-tiba Lim Tay-peng menimbrung: "Sewaktu aku masuk ke hutan bersama Ong lotoa tadi, aku seperti menyaksikan ada sesosok bayangan manusia sedang melayang turun dari atas jaring tersebut ke atas dahan pohon yang lain." "Jaring itu sudah barang tentu tak mungkin bisa melayang sendiri dari atas pohon, tentu saja di atas pohon ada orangnya." Seru Yan Jit. "Kemana perginya orang itu ?" tanya Kwik Tay-lok. Lim Tay-peng segera-tertawa getir. "Waktu itu aku sedang dilemparkan Ong Lo-toa ke atas pohon, dalam keadaan begitu, aku mana sempat untuk menggubris orang lain lagi? Apalagi ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu lihay sekali, pada hakekatnya seperti seekor burung elang saja !" "It-hui-ciong-thian-pah-ong-heng (Raja elang sakti yang terbang menembusi angkasa)!" "Yaa betul, lima buah layang-layang dengan lima orang manusia, akhirnya komplit juga sekarang !" seru Kwik Tay-lok sambil bertepuk tangan. "Diantara kelima orang ini, bukan saja ilmu meringankan tubuh dari Pah-ong-heng yang terhitung tinggi, konon ilmu silat yang dimilikinya pun termasuk paling lihay." "Menurut penglihatanku, diantara kelima orang itu, yang paling sukar dihadapi adalah si perempuan baju merah yang suka menolong kesulitan dan penderitaan orang itu." "Kenapa ?" "Karena kita semua adalah orang lelaki." "Jika seorang lelaki tidak suka bermain perempuan, sekalipun dia memiliki kepandaian sejagadpun tak akan mampu digunakan." dengus Yan Jit dingin. "Aaai.... tapi lelaki manakah di dunia ini yang tidak suka akan kecantikan wajah seorang perempuan ?" Koleksi Kang Zusi Selama ini Ong Tiong cuma duduk di situ dengan wajah serius, dia tidak berbicara, tidak pula bergerak. Bila dapat tidak bergerak, dia tak akan sembarangan bergerak. Yan Jit mengambil sebuah bangku dan duduk tepat di hadapannya, lalu berkata: "Kau telah melihat layang-layang itu, kau tentu tahu bukan siapa-siapa saja yang telah datang mencari gara-gara denganmu?" Kwik Tay-lok memindahkan pula sebuah bangku di hadapannya, lalu berkata pula: "Oleh sebab itu kau mengusir kami pergi, karena kau tahu bilamana kelima orang itu sudah muncul di sesuatu tempat, maka mereka akan mengobrak-abrik tempat tersebut." "Kau tak ingin menarik kami tercebur di dalam air keruh ini, maka kau baru berusaha untuk mengusir kami pergi dari sini." "Tapi, tahukah kau bahwa kami telah bersiap-siap untuk terjun pula ke dalam air keruh itu ?" "Yaa, sejak kami kenal denganmu, kami telah bertekad untuk selalu berada bersamamu." "Karena kami adalah temanmu" "Maka entah kemanapun kau pergi, kami pasti ada di situ!" "Maka dari itu, bila kau ingin mengusir kami sekarang, keadaan sudah terlambat!" Ong Tiong memandang kedua orang itu secara bergantian, dia belum juga berkata apa-apa. Dia tahu, sekarang ia sudah tak perlu berkata apa-apa lagi. Dia kuatir bila sampai buka mulut maka air matanya akan jatuh bercucuran. Teman ! Kata-kata itu memang amat sederhana, tapi tahukah kalian bahwa dibalik kesederhanaan itu justru tersimpan sesuatu yang agung? Ong Tiong telah mengepal sepasang tangannya kencang-kencang, lalu sepatah demi sepatah katanya: "Kalian memang benar-benar merupakan sahabat karibku !" Walau cuma satu kalimat, namun itu sudah lebih dari cukup. Asal kau benar-benar dapat memahami makna yang sebenarnya dari ucapan tersebut, maka kau tak usah berkata apa-apa lagi. Yan Jit tertawa, Lim Tay-peng juga tertawa. Kwik Tay-lok menggenggam tangan Ong Tiong erat-erat. Asal mereka dapat mendengar, ucapan tersebut, hati mereka sudah merasa amat puas. Koleksi Kang Zusi Mereka tidak bertanya apa sebabnya Ong Tiong bisa bermusuhan dengan kelima orang itu, juga tidak menanyakan darimana datangnya kesulitan tersebut. Selama Ong Tiong tidak mengatakannya, merekapun tak akan bertanya... Sekarang, satu-satunya persoalan didalam hati mereka adalah: "Bagaimana caranya untuk menghilangkan kesulitan tersebut ?" "Begitu melihat munculnya kelima buah layang-layang tersebut, aku sudah tahu kalau kesulitan telah datang" ujar Yan Jit. "Layang-layang itu sesungguhnya memang merupakan suatu peringatan." Ong Tiong menerangkan. "Kalau toh mereka bermaksud untuk mencari gara-gara denganmu, apa sebabnya mereka memberi peringatan lebih dulu agar kau membuat persiapan-persiapan ?" "Sebab, mereka tidak menghendaki kematianku yang terlampau cepat !" Dengan wajah membesi, pelan-pelan terusnya: "Karena mereka tahu betapa hebatnya penderitaan seorang dalam menantikan saat tibanya kematian, sebab penderitaan dan siksaan semacam itu beratus-ratus kali lipat lebih hebat daripada siksaan serta penderitaan macam apapun" Yan Jit segera menghela napas panjang. "Aaai.... tampaknya kesulitan yang kau hadapi sekarang benar-benar bukan suatu kesulitan yang kecil." "Yaa, memang tidak kecil." Mendadak Kwik Tay-lok tertawa, katanya: "Cuma sayang mereka toh masih salah menghitung sesuatu." "Oooooh....." "Meskipun mereka terdiri dari lima orang kamipun berempat, kenapa kita musti takut? Kenapa kita musti menderita ?" "Tapi paling tidak mereka lebih untung dalam posisi dari pada kita....." "Maksudmu ?" "Serangan yang terang-terangan mudah dihindari, serangan yang bersembunyi susah dihadapi, tentunya kau mengerti bukan apa maksudnya." "Aku mengerti, tapi aku tidak takut." "Apa yang kau takuti ?" seru Yan Jit dengan mata melotot. Koleksi Kang Zusi "Takut padamu !" Tak tahan Yan Jit tertawa geli, tapi dengan cepat dia menarik muka kembali sambil melengos. Padahal diapun memahami perkataan dari Kwik Tay-lok, sebab dia sendiripun demikian. Manusia macam mereka hanya takut kalau orang lain baik kepada mereka, takut kalau di bikin terharu oleh orang lain. Andaikata membuat mereka terharu, sekalipun mereka disuruh memenggal batok kepalanya untuk diberikan kepadamu pun, mereka tak akan mengerutkan dahi. Kembali Kwik Tay-lok berkata: "Tentara datang kita tahan, air datang kita bendung, manusia-manusia semacam itupun bukan manusia yang luar biasa, selain mencelakai orang dengan akal busuk dan cara tersembunyi, aku lihat kepandaian sesungguhnya yang mereka miliki terbatas sekali." Setelah berhenti sebentar, terusnya: "Persoalannya sekarang hanyalah, kapan mereka baru akan benar-benar datang kemari?" "Entahlah !" ucap Ong Tiong. "Masa kau sendiripun tidak tahu ?" "Aku hanya tahu sebelum mereka menghantar keberangkatanku ke alam baka, sudah pasti orang-orang itu tak pergi dari sini!" Kwik Tay-lok segera tertawa, katanya: "Sekarang, siapa yang akan menghantar keberangkatan siapa masih sukar ditentukan, rasanya kitapun tak perlu cepat berputus asa!" Disitulah terletak daya tarik Kwi Tay-lok.. Dia selalu percaya pada diri sendiri, dia selalu periang, manusia macam ini, sekalipun menghadapi langit ambrukpun tak akan bermuram durja, sebab dia beranggapan asal seseorang memiliki keyakinan serta rasa percaya pada diri sendiri, maka kesulitan macam apapun dapat diselesaikan. Bukan saja dia memiliki rasa percaya pada diri sendiri, selain itu dia pun berusaha menanamkan rasa percaya pada diri sendiri itu di dalam hati orang lain. Pelan-pelan paras muka Ong Tiong berubah menjadi cerah kembali, tiba-tiba ujarnya: "Walaupun mereka agak menang posisi, tapi akupun mempunyai suatu cara yang baik untuk menghadapi mereka." "Apa caramu itu ?" cepat-cepat Kwik Tay lok bertanya. "Tidur !" Kwik Tay-lok agak tertegun, kemudian tertawa geli. Koleksi Kang Zusi "Cara semacam ini mungkin hanya kau seorang yang dapat memikirkannya..." dia berseru. "Tidak baikkah cara ini ? Itulah yang dinamakan dengan ketenangan kita menantikan perubahan." Kwik Tay-lok segera bersorak sambil bertepuk tangan tiada hentinya. "Betul, betul sekali !" serunya, "kalau ingin tidur mari sekarang juga kita pergi tidur, dengan semangat yang segar serta kondisi badan yang lebih baik, kita hadapi cecunguk-cecunguk itu." "Kalau ingin tidurpun kita harus membagi waktu meronda!" usul Yan Jit dengan cepat. "Betul, aku dan kau menjaga setengah malam pertama, kentongan ketiga nanti Ong lotoa dan Lim Tay-peng baru menggantikan kita." "Cara ini kurang baik," tiba-tiba Lim Tay-peng berseru, "lebih baik aku dan kau menjadi satu regu." "Kenapa?" Lim Tay-peng melirik sekejap ke arah Yan Jit, lalu berkata: "Sebab perkataan kamu berdua terlalu banyak, apalagi jika sudah berbincang dengan asyik, ada orang masuk ke rumah pun kalian tak akan tahu." Tiba-tiba Yan Jit berjalan keluar, sebab paras mukanya seperti agak memerah secara tiba-tiba. "Lebih baik aku satu regu dengan Yan Jit saja." kata Kwik Tay-lok dengan cepat, "justru karena ada teman berbicara, rasa mengantuk baru bisa dihilangkan." Di mulut dia berkata demikian, dia sudah melompat keluar dari ruangan itu. Perduli apapun yang diucapkan orang lain pokoknya dia tetap bersikeras menjadi satu dengan Yan Jit. Ia merasa seakan-akan antara dia dengan Yan Jit sudah terikat oleh seutas tali yang tidak nampak. Memandang kedua orang itu sudah keluar dari ruangan, tiba-tiba Lim Tai-peng tertawa, lalu gumamnya: "Kadangkala aku betul-betul merasa heran, mengapa Siau-kwik bisa begitu tololnya." Ong Tiong juga tertawa, sahutnya sambil tersenyum: "Jangan kuatir, dia tak akan terlalu lama berada dalam keadaan bodoh seperti itu." "Padahal aku sangat berharap agar dia bisa lebih lama lagi berada dalam keadaan begini baru terhitung menarik sekali." Suasana di ruang tamu sangat gelap. Setelah masuk ke ruang tamu, Yan Jit segera duduk. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok juga masuk ke ruang tamu serta ikut duduk pula. Cahaya bintang memancar masuk lewat jendela dan menyinari wajah Yan Jit, menyoroti sepasang mata Yan Jit. Sepasang matanya itu tampak jeli dan bercahaya berkilauan. Kwik Tay-lok duduk disampingnya sambil menatap wajahnya lekat-lekat, tiba-tiba katanya sambil tertawa: "Tahukah kau, kadangkala matamu itu persis seperti mata perempuan !" "Bagian mana lagi dari tubuhku yang mirip perempuan?" tegur Yan Jit sambil menarik muka. "Sewaktu tertawa pun kau juga sangat mirip !" "Kalau toh aku mirip perempuan, mengapa kau masih mengintil terus di belakangku ?" "Sebab bila kau ini perempuan, aku akan lebih getol lagi mengikutimu...." jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. Tiba-tiba Yan Jit melengos ke arah lain kemudian bangkit berdiri, mencari batu api dan memasang lentera. Tampaknya dia kurang berani untuk duduk berduaan dengan Kwik Tay-lok ditempat kegelapan. Setelah cahaya lentera bersinar, bayangan tubuh merekapun terbias di atas jendela. Mendadak Kwik Tay-lok menarik tubuhnya, seperti hendak memeluknya. Dengan kaget Yan Jit berseru: "Kau, mau apa kau ?" "Bila kau berdiri di situ, bukankah persis akan menjadi sasaran hidupnya Jian-jiu- jian-gan toahu- kong ?" Biji matanya berputar, mendadak sinar tajam dari balik matanya, dia lantas bergumam: "Yaaa, inilah suatu ide yang bagus sekali." "Huuuh, masa manusia macam kau juga mempunyai ide yang bagus ?" Yan Jit melotot sekejap ke arahnya. "Kalau memang si kelabang besar itu suka melukai orang dengan senjata rahasianya, apa salahnya kalau kita mencarikan beberapa buah sasaran hidup baginya?" "Siapa yang hendak kau jadikan sebagai sasaran hidup ?" "Orang-orangan dari rumput jerami itu!" Kemudian lanjutnya lagi: Koleksi Kang Zusi "Mari kita pindahkan orang-orang itu kemari dan dudukkan di sini, bila dilihat dari luar jendela, siapa yang akan tahu kalau mereka itu bukan orang sungguhan?" Kening Yan Jit yang semula berkerut dengan cepat mengendor kembali. "Si kelabang besar itu pasti cuma melihat bayangan manusia dari luar jendela," kata Kwik Taylok, "dia pasti akan merasa gatal tangannya setelah melihat bayangan manusia." "Kemudian ?" "Kitapun menunggu di luar, asal tangannya mulai gatal, maka kitapun gunakan akal untuk menghadapinya." Yan Jit termenung sebentar, lalu sahutnya hambar: "Kau anggap caramu itu sangat bagus ?" "Sekalipun tidak bagus juga tak ada salahnya untuk dicoba, kita toh tak bisa menunggu saat kematian di sini, bagaimanapun juga tak ada salahnya bila kita gunakan akal untuk menggoda mereka." "Jangan lupa, orang-orangan jerami itu tak bisa melukainya." "Bagaimanapun juga, orang-orangan dari jerami itu toh benda mati, bagaimanapun juga rasanya jauh lebih muda dihadapi dari pada orang hidup" Yan Jit segera menghela napas panjang. "Baiklah !" katanya kemudian, "untuk kali ini aku akan menuruti perkataanmu, coba lihat saja nanti apakah akalmu itu akan berhasil atau tidak." Kwik Tay-lok tertawa. "Akal yang bodoh paling tidak toh jauh lebih baik dari sama sekali tak punya akal" Bayangan dari orang-orangan dari jerami masih terhias di atas jendela, dilihat dari luar memang mirip sekali dengan orang sungguhan. Sebab, bukan saja orang-orangan itu memakai baju, juga memakai topi. Malam sudah semakin kelam, angin yang berhembus lewat membawa udara yang dingin yang menyayat badan. Walaupun Kwik Tay-lok dan Yan Jit telah menyembunyikan diri dibalik wuwungan rumah yang terhindar dari hembusan angin, namun masih terasa kedinginan sampai menggigil badannya. Mendadak Yan Jit berkata: "Sekarang kalau ada sedikit arak untuk diminum, sudah barang tentu kita tak akan kedinginan seperti ini." "Oooh.... tidak kusangka suatu ketika kaupun ingin minum arak...." kata Kwik Tay-lok sambil tertawa. Koleksi Kang Zusi "Aaai.... inilah yang dinamakan dekat tinta jadi hitam, dekat gincu jadi merah, bila seseorang bergaul dengan setan arak tiap harinya, cepat atau lambat diapun akan berubah menjadi seorang setan arak." "Itulah sebabnya cepat atau lambat kaupun tak akan membenci orang perempuan." sambung Kwik Tay-lok sambil tertawa. Mendadak Yan Jit menarik muka dan tidak berbicara lagi. Lewat beberapa saat kemudian, Kwik Tay lok baru berkata kembali: "Aku selalu tidak habis mengerti, manusia macam Ong lotoa mengapa bisa mengikat tali permusuhan dengan si kelabang besar, si ular bergaris merah dan lain-lainnya ? Lagi pula permusuhan mereka itu tampaknya mendalam sekali." "Kalau tidak habis mengerti, lebih baik jangan dipikirkan !" jawab Yan Jit dingin. "Apakah kau tidak merasa keheranan ?" "Tidak!" "Kenapa ?" "Sebab aku tak pernah bermaksud untuk menyelidiki rahasia orang lain, terutama rahasia teman." Terpaksa Kwik Tay-lok membungkam dan tidak berbicara lagi. Lewat lama kemudian, mendadak terdengar bunyi.... "Krooooookkk!" Dengan wajah berubah Yan Jit segera berbisik: "Bunyi apakah itu ?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, sahutnya sambil tertawa getir: "Perutku yang berbunyi karena lapar !" Dia memang merasa kelaparan setengah mati. Lewat lama kemudian, tiba-tiba terdengar, lagi bunyi aneh... "Kroook .. . . krooookkk!" "Bunyi apa lagi kali ini ?" bisik Kwik Tay-lok. "Gigiku lagi saling beradu !" jawab Yan Jit sambil menggigit bibirnya kencang-kencang. Rupanya saking kedinginan sampai giginya saling bergemerutukan dengan kerasnya. "Kalau memang kedinginan, mengapa tidak bersandar saja di tubuhku ?" usul Kwik Tay-lok. "Ehmmm....!" "Ehmm itu apa maksudnya ?" Koleksi Kang Zusi "Ehmm artinya kau jangan berisik, bila mulutnya, nyerocos terus, mana mungkin kelabang besar itu berani muncul ?" Kwik Tay-lok tak berani bersuara lagi. Terhadap persoalan apa saja dia tak takut, diapun tidak takut kepada mereka, yang ditakuti adalah mereka tak berani datang. Bila mereka berdua harus menanti terus dalam keadaan begini, lama kelamaan mereka pun tak akan tahan. Yang paling tidak tahan adalah siapapun tak tahu sampai kapan orang-orang itu baru munculkan diri, mungkin harus menunggu beberapa hari lagi, mungkin juga sedetik kemudian.... Kwik Tay-lok sedang bersiap-siap menyelimuti tubuh Yan Jit dengan jala ikan yang berada di tangannya. Jala itu enteng dan lembut, tapi kuatnya bukan kepalang, entah terbuat dari bahan apa ? Lim Tay-peng sengaja membawanya pulang dan Kwik Tay-lok bersiap-slap mempergunakannya untuk menghadapi si kelabang besar. Dia telah bersiap-siap untuk menggunakan gigi membalas gigi, dengan mata membalas mata. Meski jaring itu enteng, tapi dalam hati Yan Jit merasa amat hangat dan mesra. Mendadak tampak sesosok bayangan manusia meluncur masuk lewat dinding pekarangan sebelah depan, sesudah berjumpalitan ditengah udara, cahaya tajam segera berkilauan memenuhi seluruh angkasa, ada tiga empat puluh macam senjata rahasia yang disambitkan ke dalam jendela bagaikan hujan deras. Sungguh cepat gerakan tubuh orang itu, tapi sambitan senjata rahasianya jauh lebih cepat. Baik Kwik Tay-lok maupun Yan Jit ternyata tak sempat menyaksikan bagaimana caranya senjata rahasia itu dipancarkan ke depan. Begitu senjata rahasia itu disambit ke depan, orang itu pun menutulkan ujung kakinya ke tanah dan segera meluncur ke atas siap-siap kabur ke atas wuwungan rumah. Baru saja orang itu melayang ke atas, mendadak ia menemukan ada sebuah jala yang amat besar menyongsong kedatangannya, pada hal dia sedang meluncur ke atas, keadaan ini ibaratnya dia sedang menyongsong datangnya jala itu. Dalam kejutnya dia ingin meronta, tapi jaring itu bagaikan sarang laba-laba segera membelenggu tubuhnya. Dengan kegirangan Kwik Tay-lok segera berteriak: "Lihat kau, akan kabur kemana lagi ?" Yan Jit juga telah menerjang ke muka, kakinya langsung menendang jalan darah Hiat hay di pinggang orang itu. Siapa tahu, pada saat itulah dari balik jaring tersebut kembali memancar keluar berpuluh puluh titik cahaya tajam yang meluncur ke depan bagaikan hujan deras. Kali ini giliran Kwik Tay-lok dan Yan Jit yang merasa terkejut. Koleksi Kang Zusi Pada saat itu pula dari luar dinding mendadak melayang datang sebuah kaitan yang segera menggaet jaring tersebut. Tentu saja di ujung kaitan itu terdapat seutas tali. Tentu pula tali itu sedang ditarik seseorang. Dengan demikian, jaring itupun segera tertarik ke atas. Sewaktu jaring itu ditarik kembali, Kwik Tay-lok dan Yan Jit telah menubruk datang. Walaupun dia dan Yan Jit sama-sama merasa terkejut, tapi senjata rahasia tersebut sama sekali tidak disambitkan ke arah mereka berdua secara bersamaan waktu. Semua senjata rahasia tersebut ditujukan hanya pada tubuh Yan Jit seorang. Maka Kwik Tay-lok lebih kaget dan lebih gelisah dari pada Yan Jit. Meskipun dia tak tahu bagaimana caranya untuk menghadapi keadaan tersebut, namun tubuhnya telah menubruk ke arah Yan Jit, menubruk tubuh Yan Jit. Dengan cepat kedua orang itu bergulingan di atas tanah. Kwik Tay-lok hanya merasakan badannya menjadi sakit, tiba-tiba sekujur badannya menjadi kaku. Sedemikian kakunya sampai perasaan dan kesadarannya pun ikut menjadi kaku. Ia tak sempat menyaksikan jaring itu ditarik orang, pun tidak menyaksikan orang dalam jaring itu melompat ke atas. Dalam keadaan sadar tak sadar, dia hanya mendengar dua kali jeritan, sebuah jeritan kaget, sedang yang lain jeritan kesakitan. Tapi dia sudah tak dapat membedakan lagi siapa yang menjerit kaget dan siapa pula yang menjerit kesakitan. Dia hanya tahu dirinya tak sempat menjerit apa-apa, sebab giginya sedang saling menggertak. Ada sementara orang mungkin akan menjerit keras dihari biasa, tapi dikala sedang menderita, dia tak akan mendengus atau merintih. Tak disangkal lagi Kwik Tay-lok adalah manusia seperti itu. Ada sementara orang menjadi lupa akan keselamatan jiwa sendiri sewaktu menyaksikan temannya sedang terancam oleh bahaya. Tak disangkal, Kwik Tay-lok juga manusia seperti ini. Asal dia sudah menerjang ke depan, pada hakekatnya dia tak akan memperdulikan mati hidupnya lagi. Jeritan kaget itu seakan-akan makin jauh, makin tak terdengar lagi.... Koleksi Kang Zusi Tapi, suara apakah ini ? Betulkah ada orang sedang menangis ? Pelan-pelan Kwi Tay-lok membuka matanya, dia lantas menyaksikan butiran air mata di atas wajah Yan Jit. Ketika Yan Jit melihat matanya terbuka lebar, tak tahan diapun berteriak keras dengan penuh kegirangan: "Dia telah sadar kembali !" Dari sisinya segera terdengar seseorang menyambung: "Kalau orang baik tidak berumur panjang bencana akan berlangsung seribu tahun, aku sudah tahu kalau dia pasti tak akan mati." Itulah suara dari Ong Tiong. Suara itu sebenarnya hambar, tapi sekarang kedengarannya agak gemetar. Kemudian, Kwik Tay-lok baru menyaksikan raut wajahnya. Selembar wajah yang dingin dan hambar itu sekarang diliputi rasa girang, berseri dan agak emosi. Sambil tertawa Kwik Tay-lok lalu berkata: "Apakah kalian mengira aku sudah mampus." Ia memang lagi tertawa, tapi tampangnya sewaktu tertawa jauh lebih mirip menangis. Sebab begitu tertawa, sekujur badannya segera terasa sakit. Diam-diam Yan Jit menyeka air matanya, lalu berbisik: "Baik-baiklah berbaring, jangan pergi-pergi dan jangan berbicara apa-apa !" "Baik !" "Sepatah katapun tak boleh bicara" kata Yan Jit lagi. Kwik Tay-lok mengangguk. "Juga tak boleh mengangguk, pokoknya bergerak sedikitpun tidak boleh....!" Kwik Tay-lok benar-benar tidak berkutik lagi, hanya sepasang matanya saja yang terbelalak lebar sambil mengawasi Yan Jit. Yan Jit menghela napas panjang, katanya dengan lembut: "Tubuhmu sudah terkena sebatang paku Siang-bun-teng, sebatang panah pendek, ditambah lagi dengan dua batang jarum beracun, hakekatnya selembar nyawamu itu berhasil di pungut kembali, maka kau harus baik-baik menyayangi dirimu." Sewaktu berbicara, sepasang matanya kembali menjadi merah. Koleksi Kang Zusi Ong Tiong juga menghela napas, katanya: "Bila kau melarang dia berbicara, mungkin dia akan lebih menderita lagi." "Betul!" seru Kwik Tay-lok cepat-cepat. Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya, serunya: "Tampaknya aku benar-benar menjadi bibir orang ini !" "Kalau aku sedang berbicara, badanku tidak terasa sakit." "Masa benar ?" "Benar !" Dia ingin tertawa tapi ditahan, pelan-pelan terusnya: "Sebab kalau aku sedang berbicara, maka semua rasa sakit itu baru akan kulupakan!" Yan Jit memandangnya, sinar mata itu entah memancarkan rasa sayang ? Atau mengomel ? Atau perasaan cinta yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Paras mukanya pucat pias seperti mayat, lebih pucat dari pada kertas jendela di depan sana. Fajar telah menyingsing, sinar sang surya telah memancar masuk lewat balik jendela. Walaupun malam ini mereka lewatkan dengan penuh penderitaan, toh akhirnya dilewatkan juga. Tak tahan lagi Kwik Tay-lok lantas bertanya: "Bagaimana dengan si kelabang besar itu?" "Sekarang telah berubah menjadi seekor kelabang mampus !" jawab Yan Jit cepat. Rupanya jeritan ngeri yang terdengar oleh Kwik Tay-lok adalah jeritan dari mulutnya. Tapi kata orang, ulat yang berkaki seratus matipun tidak kaku, maka Kwik Tay-lok bertanya lebih jauh: "Benar-benar mampus ? sudah mampus seutuhnya ?" Yan Jit tidak menjawab, yang menjawab adalah Lim Tay-peng: "Kujamin dia sudah mampus, mampus sampai keakar-akarnya !" "Kau kah yang membunuhnya ?" Lim Tay-peng menggeleng. "Yan Jit yang melakukan !" sahutnya. Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba ia tertawa dan lanjutnya: "Apakah, kau tak pernah menyangka kalau dalam keadaan seperti itu, dia masih sempat membalaskan dendam bagimu ?" Kwik Tay-lok memang tak pernah menyangka, sebab pada waktu itu sudah jelas dia sedang menindihi tubuh Yan Jit. Dia ingin bertanya kepada Yan Jit, tapi Yan Jit sudah melengos ke arah lain. Lim Tay-peng pun berkata lagi: "Akupun tidak menyangka sampai di situ, tapi aku dapat menyaksikan ketika si kelabang besar itu baru melompat bangun, ada sebilah pisau telah menembusi tenggorokannya, akupun dapat melihat darah yang bercucuran di tanah." "Di tanah cuma ada darahnya ? Kemana orangnya ?" "Sudah pergi, kabur sambil membawa pisau tersebut." "Masa orang mati juga masih bisa berjalan?" "Karena orang mati ini masih memiliki sisa tenaganya yang sedikit, paling banter juga sekali hembusan napas saja !" Kwik Tay-lok segera menghembuskan pula napasnya yang mengganjal didalam dada, dengan wajah berseri katanya: "Tampaknya kita masih belum terlalu rugi!" "Betul, sekarang kita akan menghadapi mereka berempat dengan empat orang pula," kata Kwik Tay-lok sambil tertawa getir. Tiba-tiba Ong Tiong berkata: "Mereka tak lebih hanya tinggal tiga orang saja." "Mana mungkin tinggal tiga ?" "Ang-nio-cu, ular bergaris merah dan Cui- mia-hu !" "Apakah kau lupa dengan It-hui-ciong thian Eng Tiong-ong ?" "Aku tak akan melupakannya !" Mendadak mimik wajahnya berubah menjadi aneh sekali, sorot matanya seakan-akan sedang memandang suatu tempat yang jauh sekali. "Hong-nio-cu, Ci-lion-cua, Cui mia hu di tambah pula dengan Eng tiong ong, bukankah jumlah mereka menjadi empat orang ?" "Tiga tambah satukan menjadi empat kenapa masih tiga?" Pandangan Ong Tiong terasa kosong, entah apa yang sedang dilihat, dan entah apa pula yang sedang dipikirkan, wajahnya hanya kosong dan hambar... Koleksi Kang Zusi Sampai lama sekali, sepatah demi sepatah dia baru berkata: "Karena akulah It-hui-ciong-thian eng- tiong ong !" Tak seorangpun yang menanyakan masa lalu Ong Tiong, sebab mereka dapat menghormati hak setiap orang untuk menyimpan rahasia pribadinya. Kalau Ong Tiong tidak berkata, merekapun tak akan bertanya. Rahasia dari Ong Tiong hanya Ong Tiong sendiri yang berhak untuk membicarakannya. Ong Tiong bukanlah seseorang yang tidak suka bergerak semenjak dilahirkan. Sewaktu masih kecil dulu, bukan saja gemar bergerak, bahkan sukanya setengah mati dan bergeraknya luar biasa. Sejak berusia enam tahun, dia sudah pandai memanjat pohon. Ia pernah memanjat pelbagai macam pohon, maka diapun pernah terjatuh dari pelbagai macam pohon. Jatuh dengan posisi serta gaya yang beraneka macam. Yang paling parah adalah sewaktu batok kepalanya mencium tanah lebih dulu, hampir saja batok kepalanya putus jadi dua. Menanti ia sudah mulai dapat bergelantungan di atas pohon macam monyet, dia baru tidak memanjat pohon lagi. Karena memanjat pohon baginya sudah seaman tidur didalam balik selimut saja, sama sekali tidak mendatangkan rangsangan. Sejak itu pula, setiap hari ayah ibunya harus mengirim segenap pembantunya untuk mencari dia kemana-mana. Waktu itu meski keluarganya sudah jatuh pailit, tapi pembantunya, masih ada beberapa orang. Setiap kali mereka berhasil menemukannya kembali, keadaannya pasti kecapaian setengah mati, seakan-akan didorong dengan ujung jaripun besar kemungkinan akan roboh. Tapi dia masih tetap melompat-lompat dengan segarnya, bagaikan udang yang baru keluar dari air. Sampai pada akhirnya siapapun enggan untuk pergi mencarinya. Lebih baik memotong kayu bakar delapan ratus kati dari pada disuruh menemukan dirinya. Lebih baik membersihkan jalan raya dari pada disuruh mencari jejaknya.... Oleh karena itu orang tuanyapun terpaksa harus menyingkirkan ingatan tersebut, terpaksa mereka membiarkan dia bermain sekehendak hatinya dan selama dia suka. Untung saja setiap dua-tiga hari dia masih mau pulang satu kali. Pulang untuk mandi, makan, ganti pakaian, Pulang untuk meminta uang jajan. Sebab pada waktu itu dia masih berusia tiga empat belas tahunan, dia masih merasa minta uang kepada orang tuanya masih merupakan suatu kewajiban yang lumrah. Koleksi Kang Zusi Menanti dia sudah menginjak dewasa, dan merasa sudah saatnya untuk berdiri sendiri, sulitlah bagi orang tuanya untuk bersua muka lagi dengannya. Lo-sianseng dan Lo-tay-tay ini entah sudah berapa kali bersumpah didalam hatinya: "Bila ia pulang nanti, akan kurantai kaki dan tangannya dengan rantai yang besar, akan kuhajar kakinya sampai putus, coba lihat apakah dia masih bisa kelayapan lagi atau tidak." Tapi menanti dia pulang ke rumah, menyaksikan tubuhnya yang kurus dan kelaparan, mukanya kuning dan mengenaskan, hati Lo-sianseng pun menjadi lemah dan paling banter dia hanya dipanggil masuk ke kamar baca untuk dia beri pelajaran dan nasehat. Sementara Lo-tay-tay pun sudah turun ke dapur dan buatkan kuah ayam, belum habis nasehat dari Lo-sianseng, paha ayam sudah di jejalkan ke mulut anaknya. Mungkin di dunia ini hanya orang tua berputera tunggal yang dapat memahami perasaan mereka waktu itu. Mereka yang menjadi anaknya, tak pernah akan mengerti perasaan dari orang tuanya. Ong Tiong pun tidak terkecuali. Dia hanya mengerti, bila seorang lelaki sudah menginjak dewasa, dia harus berkelana untuk membangun dunianya sendiri. Maka diapun mulai berpetualangan untuk berusaha membangun dunianya sendiri. Ketika itu dia baru berusia tujuh belas tahun. Seperti pula pemuda-pemuda berusia tujuh delapan tahun lainnya di dunia ini, sewaktu Ong Tiong pertama kali meninggalkan rumahnya, dia hanya merasakan semangat yang menyala-nyala serta ambisi dan cita-cita yang setinggi langit. Tapi bila dua hari kemudian, dikala perut sudah mulai lapar, lambat laun diapun mulai teringat akan rumah. Kemudian diapun akan merasakan hatinya menjadi kosong, merasa amat kesepian. Dalam keadaan begini, diapun akan berusaha keras untuk berkenalan dengan teman baru, tentu saja seorang teman perempuan yang paling baik. Pemuda berusia tujuh delapan belas tahunan manakah yang tidak mengharapkan cinta? Tidak mengkhayalkah dia ? Menanti dia sudah merasa kesepian setengah mati itulah, si Ang-nio-cu yang suka menolong kesulitan dan penderitaan orangpun muncul di depan mata. Perempuan itu dapat memahami ambisinya, memahami pula penderitaan serta kemurungan yang mencekam perasaannya. Dia menghibur hatinya, menganjurkan kepadanya untuk melakukan pelbagai urusan. Koleksi Kang Zusi "Bila seorang lelaki sejati mau hidup di dunia ini, maka pekerjaan macam apapun harus dicoba, perbuatan apapun harus dilakukan." Dalam pandangan Ong Tiong waktu itu, setiap patah katanya seakan-akan merupakan suatu firman. "Bila seseorang ingin hidup maka dia harus punya uang, punya nama, sebab kehidupan seseorang di dunia ini sesungguhnya adalah demi kenikmatan, serta kebahagiaan." Waktu itu dia masih belum tahu, kalau dalam kehidupan seseorang selain kenikmatan masih terdapat pula lebih banyak perbuatan yang lebih bermakna. Oleh karena itu untuk berhasil mendapat nama, dia tak segan-segannya untuk melakukan perbuatan apapun. Akhirnya diapun menjadi tenar. Waktu itu umurnya belum mencapai dua puluh tahun, tapi dia telah menjadi Raja elang yang sekali terbang menembusi langit! Ternama memang merupakan suatu peristiwa yang menggembirakan. Dengan sebisanya dia melakukan banyak pekerjaan, dengan begitu saja menjadi tenar. Pakaian yang dikenakan adalah pakaian yang termahal, arak yang diminumpun merupakan arak wangi yang harganya tiga tahil perak sekatinya. Dia sudah mengerti untuk memilih tukang jahit yang paling baik. Hidangan Hi-sit yang masak kurang matang sedikit saja, dia segera akan menumpahkannya di atas wajah koki. Bukan saja dia mengerti untuk mencari kenikmatan, lagi pula kenikmatan yang dirasakan pun luar biasa sekali. Sebenarnya dia merasa puas sekali. Tapi entah apa sebabnya, mendadak ia merasa agak menderita, agak murung, lagi pula jauh lebih murung daripada dahulu. Sebenarnya setiap kali kepalanya menempel bantal, dia lantas tertidur nyenyak, tapi sekarang dia seringkali tak bisa tidur. Bila sudah tak bisa tidur, diapun seringkali bertanya kepada diri sendiri: "Semua perbuatan yang kulakukan, sebenarnya pantaskah ku lakukan ?" "Teman-teman yang kujalin selama ini, sebenarnya betulkah merupakan teman sejati.?" "Seseorang selain mencari kenikmatan buat diri sendiri, apakah harus memikirkan pula urusan yang lain ?" Tiba-tiba ia mulai teringat rumah, teringat orang tuanya. Koleksi Kang Zusi Di dunia ini memang terdapat banyak sekali koki-koki kenamaan, tapi tak akan mampu membuat kuah ayam seperti yang dibuat oleh ibunya. Kata-kata sanjungan dan muluk-muluk diterimanya selama ini, lambat laun terasa kurang menarik bila dibandingkan dengan kata-kata nasehat dari ayahnya. Bahkan cumbu rayu dari Ang Nio-cu yang manis dan mesra pun kedengarannya tidak lebih menarik daripada kata-kata yang pernah didengarnya dulu. Kesemuanya itu masih belum terhitung penting. Yang paling penting lagi adalah secara tiba-tiba dia ingin menjadi seorang manusia yang normal. Seseorang yang tiap malam bisa tidur dengan hati yang aman tenteram.... Maka diapun mulai menyusun rencana untuk meninggalkan penghidupan semacam itu, meninggalkan teman-teman seperti itu. Tentu saja diapun tahu bahwa mereka tak akan melepaskannya pergi dengan begitu saja. Pertama. Karena mereka masih membutuhkan dirinya. Kedua. Karena banyak rahasia yang dia ketahui. Satu-satunya yang masih mujur adalah selama berada di hadapan mereka, ia tak pernah menyinggung soal rumahnya dan orang tuanya. Hal ini entah dikarenakan dia takut orang tuanya kehilangan dia, atau dia takut kehilangan orang tuanya. (Bersambung jilid 17) Jilid 17 ORANG TUANYA bukanlah seseorang yang luar biasa. Teman-temannya juga tak pernah menanyakan soal keluarganya dan soal orang tuanya, mereka hanya berkata: "Darimana kau latih ilmu silatmu itu?" Ilmu silatnya ia latih sewaktu masih kecil dulu.... seorang kakek yang amat misterius tiap hari menunggu kedatangannya dalam hutan dan memaksanya untuk berlatih tekun. Sampai sekarang dia tak tahu siapakah kakek itu, juga tidak tahu seberapa tinggi ilmu silat yang dia wariskan kepadanya. Sampai dia berkelahi untuk pertama kalinya, dia baru tahu dengan pasti. Itulah pengalaman aneh baginya. Yaa aneh, yaa misterius Maka dia tak pernah membicarakan persoalan ini di depan orang lain, sebab walaupun dia katakan orang lain belum tentu akan mempercayainya.... Bahkan kadangkala dia sendiripun tidak terlalu percaya. Koleksi Kang Zusi Setiap orang tentu mempunyai masa lalu. Setiap orang tak bisa dihindari pasti pernah membicarakan masa lalunya di depan teman akrabnya. Ada kalanya keadaan tersebut bagaikan sedang mengisahkan suatu cerita saja. Kisah cerita semacam ini sering kali tidak menarik perhatian orang lain.... dari pada mendengarkan orang lain mengibul, lebih baik dirinya sendiri yang mengibul. Tapi entah persoalan apa, saja tentu ada pengecualiannya. Ketika Ong Tiong sedang berbicara, setiap orang mendengarkan dengan mata terbelalak, bahkan menukaspun tidak. Orang pertama yang menimbrung cerita itu tentu saja Kwik Tay-lok. Dalam kenyataan sudah lama dia menahan diri, setelah mendengarkan sampai di situ dia baru tak tahan untuk menimbrung. Dia menghembuskan napas panjang lebih dulu, kemudian baru bertanya: "Apakah tiap hari orang tua itu pasti menunggumu ?" "Yaa, setiap hari pasti menungguku dalam hutan belakang dekat tanah pekuburan itu" sahut Ong Tiong. "Dan setiap hari kau pasti pergi !" "Baik hujan deras, atau hujan badai, tak seharipun aku absen...." "Jadi seluruhnya kau telah pergi berapa lama ?" "Jumlah seluruhnya tiga tahun empat bulan...." Kwik Tay-lok segera menghembuskan napas panjang, gumamnya: "Waaah.... bukankah jumlahnya menjadi seribu kali lebih ?" Ong Tiong manggut-manggut. "Aku dengar, bila belajarmu agak lamban maka kau akan menerima gebukan, bahkan tidak enteng gebuknya?" kata Kwik Tay-Iok. "Sejak tahun itu, aku hampir jarang sekali tidak kena digebuk !" "Kalau toh setiap hari kena digebuk, kenapa kau masih tetap pergi....?" "Sebab waktu itu aku merasa perbuatan bukan cuma misterius saja, lagi pula segar dan merangsang." Kwik Tay-lok berpikir sebentar, kemudian katanya sambil tertawa: "Seandainya berganti aku, akupun tetap akan datang !" Koleksi Kang Zusi Lim Tay-peng juga tak kuasa menahan diri, dia lantas bertanya: "Apakah kau belum pernah menanyakan nama dari orang tua itu ?" "Aku sudah bertanya berapa ratus kali !" "Tahukah kau dia berasal dari mana ?" Ong Tiong menggeleng. "Setiap kali aku datang kesana, dia selalu sampai duluan." "Kenapa kau tidak mendahuluinya ?" "Bagaimanapun awalnya aku datang, dia selalu sampai duluan ditempat itu." "Kenapa tidak kau kuntil dirinya, coba lihat dia pulang ke mana?" tanya Kwik Tay-lok dengan kening berkerut. Ong Tiong tertawa getir. "Tentu saja sudah kucoba !" sahutnya. "Bagaimana hasilnya ?" "Hasilnya tiap kali pasti kena digebuk setengah mati, kemudian pulang seorang diri tanpa banyak membantah!" Kening Kwik Tay-lok berkerut makin kencang, lalu gumamnya: "Setiap kali dia menunggu kedatanganmu di sana, setiap kali memaksa kau untuk berlatih silat, tapi ia enggan membiarkan kau tahu siapakah dia yang sebenarnya, betul-betul mengherankan !" "Masih ada yang lebih mengherankan lagi yakni diapun tak pernah bertanya siapakah aku ?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Kejadian aneh semacam ini memang jarang terjadi di dunia ini, tampaknya hanya manusia aneh semacam kau saja yang bisa bertemu dengan kejadian aneh seperti itu." Tiba-tiba Yan Jit turut bertanya: "Ketika kau bersiap-siap hendak meninggalkan rekan-rekanmu, apakah Ang Nio-cu pun tidak tahu ?" "Aku tak pernah membicarakan hal ini di hadapan siapa saja." "Tapi Ang Nio-cu.... bukankah ia sangat baik kepadamu ?" Paras muka Ong Tiong berubah semakin tak sedap dipandang, lewat lama sekali dia baru berkata dengan dingin: "Kepada banyak orang pun dia selalu baik!" Koleksi Kang Zusi Agaknya Yan Jit baru merasa kalau dia telah salah berbicara, segera dia mengalihkan pokok pembicaraannya ke soal lain, ujarnya kemudian: "Selanjutnya dengan cara apakah kau melarikan diri ?" "Suatu ketika mereka sedang bersiap-siap untuk mencuri kitab didalam kuil Siau-lim-si, mereka suruh aku mencari info terlebih dahulu maka aku pun manfaatkan kesempatan ini untuk melarikan diri." Yan Jit segera menghembuskan napas panjang katanya: "Beberapa orang itu berani juga membuat keonaran didalam kuil Siau-lim-si, nyatanya nyali mereka tidak kecil !" "Setelah kau melarikan diri, apakah mereka tak pernah menemukan dirimu?" "Tak pernah !" Mendadak dia bangkit berdiri dan menghampiri jendela. Malam itu sangat gelap, lagi pula dingin sekali. Dia berdiri kaku di depan jendela, berdiri termangu-mangu sampai lama sekali, kemudian baru pelan-pelan melanjutkan: "Sekembalinya ke rumah, aku jarang keluar." "Apakah secara tiba-tiba kau telah berubah menjadi tak ingin bergerak lagi?" "Aku memang telah berubah, berubah sangat cepat, berubah sangat banyak...." Suaranya menjadi parau dan sedih sekali, lanjutnya: "Karena sekembalinya kemari, aku baru tahu bahwa tahun kedua setelah kepergianku, ibuku telah...." Dia tidak melanjutkan kata-katanya. Sepasang kepalannya telah di genggam kencang-kencang, sekujur badannya gemetar dan ia tak mampu untuk melanjutkan kembali kata-katanya. Kali ini, bahkan Kwik Tay-lok pun tidak bertanya lagi, ia tak tega untuk bertanya, juga tak perlu bertanya. Semua orang sudah mengetahui musibah yang menimpa Ong Tiong, juga memahami perasaannya. Menanti dia pulang untuk membalas budi kebaikan ayah ibunya, keadaan sudah terlambat. Kenapa setiap orang baru memahami perasaan orang tuanya dikala keadaan sudah terlambat? Lim Tay-peng menundukkan kepalanya, sepasang matanya seperti basah oleh air mata. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok merasakan pula hatinya menjadi kecut, sepasang matanya berubah menjadi merah membara. Sekarang dia baru tahu, mengapa Ong Tiong bisa berubah menjadi begini miskin, begitu malas dan begitu aneh. Sebab dia merasa amat sedih dan menyesal. Dia sedang menghukum dirinya sendiri. Seandainya kau hendak mengatakan bahwa dia sedang berusaha menghindarkan diri, maka yang dihindari bukanlah Ang Nio-cu, juga bukan ular bergaris merah, lebih-lebih bukan yang lainnya. Yang dihindari sesungguhnya adalah diri sendiri. Membayangkan kembali ketika untuk pertama kalinya dia menyaksikan orang itu berbaring seorang diri dalam kegelapan, membiarkan tubuhnya dibuat bermainnya tikus, tanpa terasa Kwik Tay-lok menghela napas panjang... Seandainya seseorang tidak kehilangan semangatnya, sekalipun bisa menahan lapar, dia tak akan tahan membiarkan tikus bermain di atas badannya. Malam itu, seandainya Kwik Tay-lok tidak menyerbu ke sana dan tanpa sengaja bersahabat dengannya, entah dia masih bisa hidup sampai hari ini atau tidak ? Pertanyaan semacam ini bahkan dipikirkan pun Kwik Tay lok tidak berani. Akhirnya Ong Tiong berpaling, kemudian katanya: "Aku sudah pulang tiga tahun, selama tiga tahun ini mereka pasti tiada hentinya mencari aku." Kwik Tay lok tertawa paksa, katanya: "Tentu saja mereka agak susah menemukan dirimu, siapakah yang akan menyangka kalau si raja elang It hui ciong thian Eng-tiong-ong bisa berdiam ditempat semacam ini dan melewati penghidupan seperti ini ?" "Tapi aku sudah tahu, cepat atau lambat suatu hari mereka pasti akan berhasil menemukan diriku." Yan Jit segera mengerdipkan matanya berulang kali, lalu katanya: "Sudah lewat sekian lama, kenapa mereka masih belum mau juga lepas tangan ?" "Karena perhitungan hutang piutang antara mereka denganku masih belum diselesaikan." "Sudahkah kau perhitungkan sendiri? Adalah kau yang berhutang kepada mereka ataukah mereka yang berhutang kepadamu?" Ong Tiong termenung agak lama, kemudian baru sahutnya: "Ada sementara hutang piutang yang siapapun tak dapat memperhitungkannya sampai beres." Koleksi Kang Zusi "Kenapa ?". "Sebab setiap orang tentu mempunyai cara perhitungan setiap orang selalu tidak sama." Paras mukanya segera berubah makin serius dan berat, pelan-pelan sambungnya: "Didalam pandangan mereka, hutang piutang ini hanya bisa diselesaikan dengan suatu cara." "Cara yang mana ?" "Kau harus mengerti cara yang manakah itu" Yan Jit berbicara lagi, tapi dia mengetahui dengan jelas. Ada sementara hutang yang cuma bisa di perhitungkan dengan darah, sebab hanya darahlah yang bisa menyelesaikannya. Setetes darah masih tidak cukup, yang diperlukan adalah sejumlah darah yang cukup banyak. Kalau darah satu orang saja tidak cukup yang dibutuhkan adalah darah banyak. Yan Jit memandang sekejap mulut luka di tubuh Kwik Tay-lok, lewat lama dia baru berkata sambil menghela napas: "Tampaknya hutang piutang ini makin lama semakin sukar untuk diperhitungkan, entah sampai kapankah perhitungan ini baru bisa diselesaikan ?" "Jangan kuatir," sahut Ong Tiong sambil menghela napas, "sudah pasti kita tak usah menunggu terlalu lama lagi sebab...." Mendadak ia menutup mulutnya rapat- rapat. Setiap orang menutup mulut, bahkan napaspun seakan-akan ikut berhenti. Sebab setiap orang seperti mendengar suara langkah kaki. Suara langkah kaki itu sangat enteng, sedang berjalan menembusi halaman yang bersalju dengan langkah yang sangat lamban. "Siapa yang telah datang ?" "Apakah saat ini sudah tiba pada saatnya untuk membuat perhitungan...?" Lim Tay-peng ingin meronta sambil menerjang keluar dari pintu, namun niat itu kembali diurungkan. Kwik Tay-lok menunjuk keluar jendela, sedang Yan Jit menggelengkan kepalanya berulang kali. Hanya sebuah langkah kaki.... Orang itu sedang menaiki anak tangga dan berjalan menuju ke pintu sebelah luar. Mendadak terdengar orang itu mengetuk pintu. Ternyata orang tersebut datang sambil mengetuk, datang secara terang-terangan, kejadian ini benar-benar sama sekali di luar dugaan mereka. Koleksi Kang Zusi Akhirnya Ong Tiong menegur: "Siapa ?" "Aku !" jawab orang diluar itu pelan. "Siapakah kau ?" Tiba-tiba orang di luar itu tertawa, suara tertawanya merdu seperti keliningan, malah jauh lebih merdu dan menarik hati. "Masa suaraku saja tidak kau kenali, kau benar-benar seorang bocah yang tak punya liang sim !" Ternyata orang yang munculkan diri itu adalah seorang perempuan. Seorang perempuan yang merdu suaranya dan tampaknya masih sangat muda lagi. Menyaksikan mimik muka Ong Tiong, setiap orang sudah dapat menduga siapa gerangan perempuan itu.. Paras muka Ong Tiong lebih pucat dari pada mayat. Yan Jit segera menepuk bahunya, kemudian setelah menuding pintu depan, dia menuding pula pintu belakang. "Maksudnya... Bila kau tak ingin berjumpa dengannya, lebih baik menghindarlah lewat pintu belakang, aku akan menghadapinya untuk merintangi kedatangannya." Tentu saja Ong Tiong memahami pula ucapannya itu, hanya dia menggelengkan kepalanya berulang kali. Dia jauh lebih memahami keadaan diri sendiri daripada orang lain. Dia telah mundur sampai langkah yang terakhir. Artinya dia sudah tak dapat mundur lagi, lagi pula diapun tak ingin mundur kembali. "Mengapa kau belum keluar untuk membuka pintu ?" Siapapun belum pernah bertemu dengan perempuan yang bernama Ang Nio cu itu, tapi kalau di dengar dari suaranya, entah siapa saja pasti akan membayangkan bahwa dia adalah seorang perempuan yang sedemikian cantik serta mempesonakan hati. "Apakah didalam rumahmu masih ada perempuan lain, maka kau takut bertemu denganku? Kau harus tahu, aku tidak seperti kau yang begitu pencemburu" Mendadak Ong Tiong maju ke muka dengan langkah lebar, tapi kemudian berhenti lagi, serunya dengan suara dalam: "Pintu itu tidak terkunci !" Hanya didorong pelan saja, pintu itu segera terbuka. Koleksi Kang Zusi Seseorang berdiri di depan pintu, lagi pula menyongsong sorotan cahaya lampu yang memancar keluar dari dalam ruangan. Segenap sinar lentera seakan telah terpusatkan di atas tubuhnya seorang, sinar mata setiap orang tentu terpusatkan pula di atas tubuhnya. Dari atas badannya seakan-akan memancarkan pula serentetan cahaya. Semacam cahaya merah yang menyilaukan mata dan membuat jantung orang serasa berdebar. "Pakaian yang dikenakan Ang-Nio-cu sudah barang tentu berwarna merah, tapi sinar tersebut bukan memancar keluar dari bajunya itu. Dalam kenyataan, selain pakaiannya, dari setiap bagian tubuhnya itu seakan-akan terpancar keluar cahaya yang menyilaukan mata. Terutama sekali sepasang matanya dan senyumannya. Setiap orang merasa bahwa sorot matanya itu seakan-akan sedang memandang ke arahnya merasa seakan-akan dia sedang tertawa kepadanya. Andaikata orang bilang dibalik senyuman terdapat daya tarik yang membetot sukma, maka sudah pasti senyuman yang dimaksudkan semacam inilah. Yan Jit menggeserkan sedikit tubuhnya, seperti sengaja tak sengaja dia menghalangi pandangan Kwik Tay-lok. Entah bagiamanapun juga, dia tak akan membiarkan temannya itu menyaksikan senyuman maut dari perempuan semacam itu, maka daripada membiarkan dia melihatnya, lebih baik tidak membiarkan dia menyaksikannya. Bukankah setiap orang selalu berusaha untuk membawa temannya menjauhi segala dosa? Ang Nio-cu memutar sepasang biji matanya yang jeli, tiba-tiba dia berkata: "Kalian orang lelaki, mengapa selalu bersikap macam maknya...." Itulah kata-katanya yang pertama. Ketika berbicara sampai di situ, mendadak dia berhenti sebentar, seakan-akan sengaja hendak membuat kata "Maknya" nya itu berkesan sekali didalam benak lelaki-lelaki itu.... Seakan-akan dia tahu kalau setiap lelaki yang berada dalam ruangan itu senang sekali mendengarkan kata-katanya itu, juga senang mendengarkan kata-kata semacam itu muncul dari balik bibirnya. Sebab kata semacam itu memang mendatangkan suatu perasaan yang lain dari pada yang lain bila muncul dari mulutnya. Pada saat dia sedang berhenti sejenak inilah, terdengar seorang tak tahan sedang bertanya. "Kau bilang, kami lelaki adalah manusia maknya macam apa?" Suara itu muncul dari belakang tubuh Yan Jit. Koleksi Kang Zusi Dia bisa saja menghalangi pandangan mata Kwik Tay-lok, namun tak akan dapat menghalangi telinganya, juga tak dapat menghalangi mulutnya untuk berbicara. Ang Nio-cu segera berkata: "Kenapa sikap kalian macam bertemu dengan setan saja bila bertemu dengan perempuan yang menarik hati? Bahkan sampai berkentut pun tidak dapat ?" Dia mengerutkan hidungnya, lalu memperlihatkan kembali sekulum senyuman yang Yan Jit tak ingin membiarkan Kwik Tay-lok sampai melihatnya itu, kemudian baru sahutnya dengan pelan: "Diantara kalian semua, paling tidak harus ada satu orang yang mempersilahkan aku untuk masuk ke dalam lebih dahulu" Dalam kenyataannya, sebelum dia menyelesaikan kata-katanya, dia sudah melangkah ke dalam ruangan. Setelah orang di dalam ruangan itu mengetahui siapakah dia, juga tahu mau apa dia datang ke situ, ketika menyaksikan perempuan itu benar-benar masuk ke dalam, semua orang seharusnya merasa sangat gusar dan merasa sangat tegang. Tapi, secara tiba-tiba Yan Jit menemukan bahwa dibalik sorot mata Kwik Tay-lok serta Lim Tay-peng bukan saja sama sekali tiada rasa dendam atau tegang, malahan sebaliknya tampak sekulum senyuman. Bahkan Yan Jit sendiripun sudah mulai tergoda pikirannya dan mulai curiga. Didalam anggapannya semula, Ang Nio-cu tidak seharusnya adalah manusia semacam itu. Sejak dia mengucapkan kata "Mak-nya" tadi, suasana didalam ruangan itu seakan-akan sama sekali telah berubah, kesan orang lain terhadapnya pun sama sekali berubah juga. Seorang perempuan siluman yang berhati keji seperti ular, tidak seharusnya mengucapkan kata-katanya dengan perkataan semacam itu.... Sampai detik itulah, Yan Jit baru menemukan bahwa di tangannya masih membawa sebuah keranjang sayur yang besar sekali. Dia meletakkan keranjang sayur itu ke atas meja, kemudian meluruskan tangannya dan menghela napas panjang, katanya: "Seorang perempuan, hanya demi membawakan sedikit makanan buat kalian, bukan saja harus membawa keranjang yang berat, lagi pula harus menempuh perjalanan selama setengah jam lebih, sampai lengan seperti hampir putus rasanya, apakah kalian sama sekali tidak merasa berterima kasih barang sedikit pun jua kepadaku". Mendadak Ong Tiong berkata dengan suara dingin: "Tak ada orang yang menyuruh kau mengirim makanan kemari, pada hakekatnya tak seorang manusiapun yang menyuruh kau datang kemari !" Hingga kini, Ang Nio-cu baru mengerling sekejap ke arahnya dengan ujung matanya, lalu dengan marah tak marah, tertawa tak tertawa sambil menggigit bibirnya dia berkata: "Aku ingin bertanya kepadamu, apakah orang-orang ini semua adalah sahabatmu?" Koleksi Kang Zusi "Benar !" Ang Nio-cu segera menghela napas panjang, katanya lagi: "Dapatkah kau menyaksikan teman-temanmu kelaparan ? Kau bisa tapi aku tak dapat." "Apakah mereka sedang kelaparan atau tidak, denganmu sama sekali tak ada sangkut pautnya." "Mengapa tak ada sangkut pautnya ? Temanmu adalah temanku juga, seperti seorang enso, mana tega menyaksikan saudara-saudaranya menderita kelaparan ?" kata Ang Nio-cu. "Siapa sih enso itu ?" tanya Yan Jit tak tahan. Ang Nio-cu segera tertawa. "Kalian adalah teman baiknya Ong lotoa, mengapa dengan enso Ong pun tidak kenal ?" Dia lantas menyingkap kain yang menutupi keranjang besarnya itu, kemudian berkata lagi sambil tertawa: "Hari ini ensomu akan menjamu kalian, dan aku minta kalianpun tak usah sungkan-sungkan, tidak di makanpun sia-sia saja tak dimakan....." "Setelah dimakan ?" "Setelah di makanpun kalian akan makan dengan gratis !" Yan Jit segera tertawa dingin, serunya: "Orang yang makan gratis, biasanya tak akan berumur panjang !" Ang Nio-cu melotot ke arahnya, kalau dilihat tampangnya itu seakan-akan baru saja dia kena ditempeleng orang. Lewat lama kemudian, dia baru berpaling ke arah Ong Tiong sembari katanya lagi: "Apakah kalian beranggapan bahwa makanan yang ku bawa itu semuanya beracun?" "Benar !" "Kau mengira kedatangan kami ini adalah bertujuan untuk meracuni kalian semua ?" "Benar !" "Bukan saja meracuni orang lain, juga meracuni pula dirimu ?" "Benar !" Sepasang Ang Nio-cu seakan-akan berubah menjadi merah, mendadak dia berpaling ke arah lain dan mengeluarkan sepotong paha ayam dari dalam keranjangnya, lalu serunya lagi: "Kalau begitu kau mengatakan dalam paha ayam inipun tentunya ada racunnya juga bukan?" Koleksi Kang Zusi "Kemungkinan besar !" "Baik, baik....." Dia menggigit paha ayam itu dan ditelannya, kemudian mengambil sebotol arak dan berkata lagi: "Apa didalam arakpun ada racunnya juga?" "Besar kemungkinannya.!" "Baik !" Kembali perempuan itu meneguk arak tersebut dari dalam botol araknya.... Pokoknya perempuan itu telah makan setiap hidangan yang berada di keranjangnya itu satu demi satu, kemudian baru mendongakkan kepalanya dan melotot ke arah Ong Tiong, tanyanya: "Sekarang, bagaimana pendapatmu ?" Tanpa berpikir lagi, Ong Tiong segera menjawab: "Seperti dengan jawabanku tadi." "Kau masih menganggapnya beracun ?" "Benar !" Air mata telah jatuh bercucuran membasahi wajah Ang Nio-cu, tapi dia berusaha menahan diri, lewat lama kemudian dia baru pelan-pelan mengangguk, katanya dengan sedih: "Aku sudah memahami sekarang dengan jalan pemikiranmu itu." "Seharusnya kau dapat memahaminya semenjak dulu!" "Kau menganggap sebelumnya aku telah makan obat penawarnya dulu baru datang kemari ?" "Hmmm !" Dengan sedih kembali Ang Nio-cu berkata: "Kau selalu menganggap aku sebagai seorang perempuan yang berhati keji bagaikan racun kala, selalu menganggap aku hanya berbaik kepadamu karena ingin memperalat dirimu ?" Ketika berbicara sampai di situ, tidak tahan lagi air matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya. Ketika mendengar sampai di situ, baik Kwik Tay-lok maupun Lim Tay-peng sudah merasakan hatinya bertambah lunak, meski dimulut dia tidak berkata apa-apa, namun dalam hati kecilnya mulai berpikir kenapa sikap Ong Tiong kepadanya bisa begitu keras ? Tidakkah tindakan tersebut kelewat batas ? Bagaimanapun juga, dahulu mereka toh pernah terikat dalam suatu hubungan percintaan yang cukup mesra. Koleksi Kang Zusi Andaikata berganti dengan Kwik Tay-lok mungkin sekali dia sudah memeluk perempuan itu ke dalam pelukannya. Tapi wajah Ong Tiong masih belum menunjukkan perubahan apa-apa. Perasaan orang ini seakan-akan terbuat dari baja asli. Tampak Ang Nio-cu memasukkan kembali hidangan yang telah dikeluarkannya itu ke dalam keranjang, kemudian sambil menggigit bibir dia berkata: "Baik, kalau toh kau beranggapan bahwa makanan itu beracun semua, aku akan membawanya pergi." "Memang paling baik kalau kau cepat-cepat kau bawa pergi." Sekujur badan Ang Nio-cu telah gemetar keras, sambil menggigil serunya lagi. "Bila kau menganggap aku tak pernah berpikiran baik kepadamu, selanjutnya akupun dapat menghindari dirimu sedapatnya." "Kau sudah seharusnya tidak datang kemari dan berjumpa dengan diriku...." "Aku.... aku hanya ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu...." Mendadak ia menerjang kehadapan Ong Tiong, lalu teriaknya keras-keras: "Aku ingin bertanya kepadamu, sejak kau berkenalan denganku, pernahkah aku melakukan suatu perbuatan yang menyalahi dirimu atau merugikan dirimu ?" Tiba-tiba Ong Tiong tak dapat berbicara. Ang Nio-cu mengepal sepasang tinjunya kencang-kencang, masih dengan sekujur badan yang gemetar keras, teriaknya lagi. "Betul aku memang bukan seorang perempuan baik-baik, aku memang sudah pernah mencelakai banyak sekali lelaki yang lain, tapi sikapku kepadamu.... kapan aku pernah mencelakai ? Katakan! Hayo cepat katakan !" "Sekarang, diantara kita sudah tiada perkataan lain yang bisa dibicarakan Lagi !" ujar Ong Tiong dingin. Ang Nio-cu menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian pelan-pelan mengangguk, katanya dengan sedih: "Baik, aku akan pergi, aku akan pergi.... tak usah kuatir, kali ini aku akan pergi, selama hidup aku tak akan datang mencari dirimu lagi...." Pelan-pelan dia membalikkan badannya, mengambil keranjang dan pelan-pelan berjalan keluar dari situ. Memandang bayangan punggungnya yang kesepian, kurus dan mengenaskan itu menuju ke halaman yang dingin dan gelap, Kwik Tay-lok merasakan hatinya turut menjadi duka..... Koleksi Kang Zusi Angin di halaman luar berhembus kencang, bunga salju berterbangan dan menyebar kemanamana, suasana terasa amat mengenaskan sekali. Bukankah perasaan manusia pun seperti keadaan tersebut? Cinta kasih yang telah terjalin selama banyak tahun, kadangkala seperti juga tumpukan salju di atas pohon, bila angin berhembus lewat, maka salju itu akan berguguran dan tersebar entah kemana. Kwik Tay-lok merasakan hatinya menjadi pilu dan kecut, dia cuma berharap perasaan Ong Tiong bisa turut menjadi lembek dan bisa menahan perempuan yang mengenaskan itu agar jangan pergi. Tapi hati Ong Tiong tampak lebih keras daripada baja, dia hanya menyaksikan kepergian perempuan tersebut dengan begitu saja, matanya melotot besar dan sama sekali tidak menunjukkan perubahan sikap apapun juga... Menyaksikan Ang Nio-cu sudah melangkah keluar dari pintu, hampir saja Kwik Tay-lok tidak tahan untuk mewakili Ong Tiong menahannya di situ.... Mendadak, sekujur badan Ang Nio-cu mengejang keras, seakan-akan seseorang yang kena di cambuk secara tiba-tiba. Kemudian tubuhnya roboh terjengkang ke atas tanah. Begitu mencium tanah, ke empat anggota badannya segera mengejang lagi dengan kerasnya, paras mukanya yang putih bersihpun berubah menjadi hitam pekat, sepasang matanya melotot ke atas, buih putih tiada hentinya keluar dari ujung bibirnya. Dibalik buih putih itu masih terlihat noda darah. Dengan paras muka berubah Yan Jit segera berseru: "Aaaah.... rupanya makanan yang dia bawa itu benar-benar ada racunnya...!" "Tapi dia sendiri pasti tidak tahu" sambung Kwik Tay-lok dengan cepat, "kalau tidak, mengapa dia sendiri bisa keracunan?" Ong Tiong masih berdiri di situ bagaikan sebuah patung arca, bergerak sedikitpun tidak, seakan-akan dia sama sekali tidak menyaksikan peristiwa itu. Bahkan Yan Jit sendiripun merasa agak gelisah, tak tahan dia lantas berseru: "Ong lotoa, bagaimanapun juga seharusnya pergi menengok keadaannya..." "Melihat apa ?" "Periksalah dulu apakah dia keracunan atau tidak ? Apakah masih bisa tertolong atau tidak ?" "Tiada sesuatu yang perlu dilihat lagi." jawab Ong Tiong dengan suara dingin. Kwik Tay-lok yang mendengar jawaban tersebut, tak tahan lagi segera berteriak: "Bagaimana sih kamu ini? Mengapa kau sama sekali tidak berperikemanusiaan ?" Koleksi Kang Zusi Seandainya Yan Jit tidak menekan tubuhnya, mungkin dia sudah meronta dan merangkak bangun. Tampak Ang Nio-cu tiada hentinya mengejang keras, terengah-engah dan berseru tiada hentinya: "Ong Tiong.... Ong Tiong...." Akhirnya Ong Tiong tak tahan juga untuk menghela napas panjang, katanya lirih: "Aku berada di sini" Ang Nio-cu segera meronta dan mengulurkan tangannya seraya berseru kembali: "Kau... kau kemarilah.... aku mohon kepadamu datanglah menjumpai aku...." Ong Tiong menggigit bibirnya kencang-kencang, lalu berkata: "Jika kau ingin mengucapkan sesuatu, sekarang katakan saja, aku dapat mendengarnya dari sini." "Aku tidak tahu.... benar-benar tidak tahu kalau makanan tersebut ada racunnya, aku benarbenar bukan datang kemari untuk mencelakai dirimu, kau.... kau seharusnya percaya kepadaku." Ong Tiong belum juga menjawab. Tapi Kwik Tay-lok sudah tak kuasa menahan diri lagi, dia segera berteriak-keras: "Aku percaya kepadamu, kami semua percaya kepadamu." Ang Nio-cu tertawa sedih, katanya lagi: "Walaupun ular bergaris merah sekalian beranggapan bahwa kau telah berbuat sesuatu yang menyalahi mereka, meski mereka ingin membinasakan dirimu, tapi aku... aku sama sekali tidak bermaksud demikian." Kembali dia mengejang keras, peluh dingin telah membasahi sekujur badannya sambil meronta, kembali katanya: "Walaupun aku bukan seorang perempuan baik-baik, tapi sikapku kepadamu selalu bersungguh hati. Asal kau dapat memahami perasaanku, aku.... sekalipun aku harus mati juga rela, aku rela berkorban demi dirimu...." Ketika habis mengucapkan perkataan itu, tampaknya dia telah mempergunakan segenap tenaga yang dimilikinya, sehingga tenaga untuk merontapun sudah tidak dimilikinya lagi. Kwik Tay-lok yang menyaksikan keadaan tersebut, tanpa terasa matanya ikut menjadi basah, sambil menggigit bibir katanya: "Ong lotoa, sudah kau dengarkah perkataannya?" Ong Tiong manggut-manggut. Koleksi Kang Zusi Kembali Kwik Tay-lak berseru sambil menggigit bibir: "Kalau sudah kau dengar, mengapa masih berdiri tak berkutik ditempat itu ?" "Gerakan apa yang harus kulakukan?" "Demi kau, dia telah berubah menjadi begitu, apakah kau tak bisa mencarikan akal untuk menyelamatkan jiwanya ?" "Kau suruh aku menolongnya dengan cara apa ?" Tiba-tiba Lim Tay-peng berkata: "Kalau toh kau bisa memunahkan racun senjata rahasia yang bersarang di tubuh Siau Kwik, seharusnya kaupun bisa memunahkan racun yang mengeram didalam tubuhnya sekarang." Ong Tiong segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Itu mah berbeda, sama sekali berbeda !" katanya. "Apa perbedaannya?" seru Kwik Tay-lok. Tiba-tiba Ong Tiong tidak berbicara lagi. Walaupun dia masih berusaha keras untuk mengendalikan diri, tapi dibalik sorot matanya itu seakan terpancar sinar air mata, bukan air mata kesedihan, melainkan rasa gusar yang tampaknya sudah mulai meluap... Jari tangannyapun turut gemetar keras. Yan Jit termenung sebentar, lalu ujarnya. "Andaikata Ong lotoa tak dapat memunahkan racun didalam tubuhnya, maka di dunia ini hanya ada satu orang yang bisa memunahkan racunnya itu..." "Siapa ?" "Si ular bergaris merah !" "Betul !" teriak Kwik Tay-lok, "kita harus minta si ular bergaris merah itu menyerahkan obat pemunahnya." "Aku kuatir inipun sulit" kata Yan Jit sambil menghela napas panjang. "Ingin meminta obat penawar dari ular bergaris merah, hakekatnya keadaan tersebut sama sulitnya dengan meminta harimau untuk menguliti kulitnya sendiri." Tentu saja Kwik Tay-lok juga menyadari akan teori tersebut. Sementara itu dengusan napas Ang Niocu makin lama semakin lemah, tapi dia masih tiada hentinya memanggil nama Ong Tiong. "Ong Tiong.... Ong Tiong..." Suara panggilannya makin lama semakin lemah, Kwik Tay-lok yang mendengarkan suara tersebut merasakan hatinya seperti hancur lebur tak tahan dia berteriak keras: Koleksi Kang Zusi "Kalau memang kalian tak bisa menolongnya dan tak mau memintanya obat penawar dari si ular bergaris merah, apakah kalian akan menyaksikan orang itu mati di hadapan kalian ? Sebetulnya kalian ini manusia atau bukan ?" Yan Jit menghela napas pula, sahutnya: "Menurut pendapatmu, apa yang harus kita lakukan ?" "Sekalipun si ular bergaris merah sendiri, diapun tidak akan membiarkan ia mati karena keracunan, kalian...." Selama ini Lim Tay-peng hanya duduk di situ sambil termangu-mangu, pada saat itulah mendadak ia menukas perkataannya sambil berteriak keras: "Benar, ular bergaris merah juga tak akan membiarkan dia mati dengan begitu saja, oleh sebab itu kita harus menghantarnya pulang." Walaupun cara ini kurang baik, tapi tak bisa dianggap sebagai suatu cara yang jelek. Dengan kening berkerut Yan Jit lantas berkata. "Persoalannya sekarang, siapa yang menghantarnya pulang kesana ?" "Hmm . . . . . !" Kwik Tay-lok mendengus. Walaupun dia tidak mengatakan apa-apa, namun ujung matanya sedang melihat Ong Tiong. Tentu saja dia merasa Ong Tiong yang berkewajiban untuk menghantarnya pulang. Asal orang ini masih memiliki sedikit liang-sim, dia tak akan membiarkan perempuan itu mati di sana... Siapa tahu Ong Tiong tidak menunjukkan reaksi apa-apa, bahkan sepasang matanyapun tidak berkedip, seakan-akan ia tidak mendengar apa-apa, atau sekalipun mendengar seolah-olah tidak memahami apa artinya, dia mirip sekali dengan seseorang yang lemah ingatan.. Tentu saja Ong Tiong bukan seseorang yang lemah ingatan. Dia tak lebih cuma berlagak seolah-olah bodoh. Tak tahan Kwik Tay-lok segera berteriak keras: "Baik, kalian tak mau menghantarnya pulang, biar aku saja yang menghantarnya !" Dengan mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya, dia melompat bangun. Dengan cepat Yan Jit memeluknya kencang-kencang. Ong Tiong berpaling memandang sekejap ke arah mereka, sorot matanya memancarkan rasa sedih dan kasihan. Siapapun tak ada yang tahu, sebenarnya apa yang sedang dia pikirkan... Koleksi Kang Zusi Lewat lama kemudian, akhirnya dia mendepak-depakkan kakinya ke atas tanah seraya berseru: "Baik, aku akan menghantarkanmu pulang!" Dia membalikkan badan dan maju ke depan baru saja akan membopong tubuh Ang Nio cu.... Mendadak Lim Tay-peng melompat maju ke depan, sekuat tenaga dia menumbuknya sehingga orang itu mundur tujuh-delapan depa dan jatuh di sudut dinding sana. Pada saat itulah Lim Tay-peng telah membopong tubuh Ang Nio-cu dari atas tanah. Mendadak paras muka Ong Tiong berubah hebat, teriaknya keras-keras: "Hei, apa yang hendak kau lakukan ?" Lim Tay-peng segera menukas perkataannya itu. "Hanya aku seorang yang dapat mengantarnya pulang, Yan Jit harus merawat siau Kwik, kau adalah duri dalam mata baginya, bila kau yang pergi maka mereka tak akan melepaskan dirimu." Sambil berkata dia sudah melayang keluar dari situ. Ong Tiong segera melompat bangun dan menerjang ke depan kecepatan luar biasa, bentaknya keras-keras: "Cepat lepaskan dia, cepat...." Di tengah bentakan keras, mendadak terdengar Lim Tay-peng menjerit kaget. Ang Nio-cu yang sudah kempas-kempis napasnya itu mendadak melompat bangun dari bopongannya seperti seekor ular berbisa, kemudian melambung tiga kaki ke tengah udara, berjumpalitan beberapa kali dan sekejap mata kemudian lenyap dibalik kegelapan sana. Terdengar suara tertawa merdu seperti keleningan bergema dari kejauhan sana: "Telur busuk she Ong, kau melihat orang yang mau mati tak sudi menolong, kau betul-betul seorang manusia yang tak punya liangsim, kau betul-betul seorang makhluk yang tak punya perasaan." Ketika mengucapkan kata-kata yang terakhir, orangnya sudah pergi jauh sekali. Yang tersisa hanyalah suara tertawanya yang merdu dan lengking seperti suara kehilangan itu menggema dari kejauhan sana. Itulah suara tertawa yang merdu seperti keleningan perenggut nyawa. Lim Tay-peng sudah tergeletak di atas permukaan salju di atas dadanya telah bertambah dengan setitik bekas merah yang berwarna ke hitam-hitaman.... Tak ada orang yang bergerak. Tak ada orang yang berbicara. Bahkan sekulum senyuman manisnya yang terakhirpun akhirnya terbuyar oleh hembusan angin dingin. Koleksi Kang Zusi Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya Ong Tiong berjalan keluar dengan langkah pelan. kemudian membopong tubuh Lim Tay-peng dan dibawa kembali. Wajahnya jauh lebih dingin daripada hembusan angin, lebih gelap dari cahaya malam. Air mata Kwik Tay-lok telah jatuh bercucuran membasahi seluruh wajahnya. Yan Jit sedang memandang ke arahnya, air mata pun telah membasahi seluruh wajahnya dengan lembut dia berkata: "Kau tak usah berkecil hati, soal inipun tak dapat menyalahkan dirimu!" Seandainya dia tidak mengucapkan perkataan itu, keadaannya masih mendingan, begitu ucapan tersebut diutarakan, Kwik Tay-lok tak dapat menahan rasa sedihnya lagi. Mendadak seperti seorang anak kecil saja, dia menangis tersedu-sedu.... Entah berapa lama sudah lewat, pelan-pelan Ong Tiong baru mendongakkan kepalanya seraya berkata: "Dia belum mati !" Kejut dan girang Yan Jit setelah mendengar perkataan itu, serunya tertahan: "Apakah dia masih bisa tertolong ?" Ong Tiong manggut-manggut. "Apa yang harus dilakukan sehingga dia baru bisa tertolong ?" tanya Yan Jit lagi. Begitu ucapan itu diutarakan, sekali paras mukanya berubah hebat. Karena dia telah menduga apa yang bakal terjadi, sebab di dunia ini hanya ada satu cara yang bisa menolong jiwa Lim Tay-peng. Itulah suatu cara yang benar-benar menakutkan sekali. Dia memandang ke arah Ong Tiong, sorot matanya pun tanpa terasa memancarkan rasa takut yang luar biasa, sebab dia sudah tahu apa yang sedang dipikirkan Ong Tiong. Tentu saja Ong Tiong juga tahu apa yang sedang dia pikirkan, paras mukanya justru kelihatan sangat tenang sekali, katanya dengan suara hambar: "Kau harus tahu apa yang harus kulakukan untuk menyelamatkan jiwanya..." Cepat-cepat Yan Jit menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya: "Cara ini tak bisa kau lakukan." "Tidak bisa !" teriak Yan Jit dengan suara lantang. "Tidak bisa juga harus bisa, sebab kita sudah tidak memiliki pilihan yang lain." Koleksi Kang Zusi Mendadak Yan Jit roboh ke bawah, roboh di atas kursi dan duduk lemas, seolah-olah dia sudah tak sanggup lagi untuk mempertahankan diri. Kwik Tay-lok sedang mengawasi mereka dengan mata melotot besar, noda air mata masih membasahi wajahnya, tak tahan diapun bertanya: "Sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan ?" Tiada orang yang menjawab, tiada orang yang buka suara. Dengan gelisah Kwik Tay-lok berseru kembali: "Mengapa kalian tak mau memberitahukan kepadaku ?" Yan Jit menghela napas pelan, sahutnya: "Sekalipun kau tahu juga sama sekali tak ada gunanya!" "Kenapa tak ada gunanya? Kalau bukan aku yang mengajukan usul tersebut, Lim Tay-peng tak akan berubah menjadi begitu rupa, aku lebih sedih dari pada siapapun, lebih gelisah dan ingin menolong dirinya daripada siapa pun." "Sekarang kau hanya bisa menolong seseorang." kata Ong Tiong dengan suara dingin. "Siapa ?" "Kau sendiri !" "Luka yang kau derita tidak ringan, bila pikiran sampai melayang kemana-mana, mungkin nyawamu sendiripun tak bisa dipertahankan." bujuk Yan Jit dengan lembut. Kwik Tay-lok melototi sekejap ke arah arang-orang itu, mendadak katanya: "Senjata rahasia yang terkena di tubuhku apakah juga beracun?" "Benar !" "Siapa yang telah menolongku ?" "Ong lotoa !" "Kalau toh Ong lotoa bisa memunahkan racun yang bersarang di tubuhku, mengapa dia tak dapat memunahkan racun di tubuh Lim Tay peng ?" Yan Jit tidak menjawab. Kembali Kwik Tay-lok berkata: "Racun yang mereka poleskan di ujung senjata rahasia mereka seharusnya berasal dari satu aliran, bukankah begitu ?" Yan Jit termenung lagi sampai lama sekali, kemudian baru menghela napas panjang. "Kenapa kau harus menanyakan kesemuanya itu sampai sedemikian jelasnya?" Koleksi Kang Zusi "Kenapa aku tak boleh bertanya sejelas-jelasnya ?" seru Kwik Tay-lok dengan suara keras, "bila kalian tidak memberitahukan lagi kepadaku, aku akan.... aku akan..." Sekuat tenaga dia memukul-mukul pinggiran pembaringan, saking mendongkolnya dia sampai tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun. Sambil menggigit bibir, Yan Jit segera berseru: "Baik aku akan memberitahukan kepadamu, racun yang bersarang di tubuhmu serta racun yang bersarang di tubuh Lim Tay-peng, kedua-duanya adalah racun khusus dari si ular garis merah, oleh sebab itu hanya obat penawar khusus darinya yang bisa menolong jiwamu." "Tapi Ong lotoa...." "Ketika Ong lotoa bersiap-siap hendak meninggalkan mereka, secara diam-diam dia telah mencuri sedikit obat pemunah khusus dari ular garis merah dan menyembunyikannya, maksudnya adalah sebagai persediaan untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan". "Lantas dimana obat penawarnya ?" "Telah dipakai sampai habis sewaktu menolongmu!" jawab Yan Jit sepatah demi sepatah. "Sudah dipakai sampai habis ?" Kwik Tay lok berseru tertahan. "Yaa, sedikitpun sudah tak ada sisanya lagi." Sambil menggigit bibir, pelan-pelan katanya lagi. "Sebetulnya obat penawar itu dipersiapkan untuk menolong dirinya sendiri, tapi sekarang telah digunakan semua untuk menolongmu. Sebetulnya aku mengira dia masih meninggalkannya sedikit, siapa tahu karena dia takut kau keracunan hebat dan takut kadar obat pemunahnya kurang, maka...." Berbicara sampai di situ, sepasang matanya menjadi merah dan ia tak sanggup melanjutkan kembali, sebetulnya persoalan ini hanya dia seorang yang tahu, sebab waktu itu Lim Tay-peng sedang berjaga ditempat luaran.. Kwik Tay-lok mengepal sepasang tinjunya kencang-kencang, peluh dingin membasahi sekujur badannya, lewat lama sekali dia baru bergumam: "Akulah yang telah mencelakai Lim Tay-peng, obat pemunah yang bisa menyelamatkan diapun telah kupergunakan sampai habis, aku betul-betul hebat, betul-betul luar biasa...." "Kejadian ini sesungguhnya merupakan suatu kejadian yang sama sekali tak terduga oleh siapapun, kau sama sekali tidak...." "Betul, aku sama sekali tidak meminta kepada kalian untuk menolongku." seru Kwik Tay-lok "kalian sendiri yang harus berbuat demikian untuk menolongku, tapi mengapa kalian tidak pikirkan, dalam keadaan seperti ini, bagaimana mungkin bisa membuat aku hidup dengan hati yang lega dan tenteram....?" "Kau harus hidup terus," ujar Ong Tiong dengan wajah membesi, "setelah aku menolongmu, sekalipun kau ingin mati juga tak bisa." Koleksi Kang Zusi "Tapi Lim Tay-peng...." "Kau tak perlu menguatirkan dirinya,"" ujar Ong Tiong dengan suara dalam, "kalau toh aku bisa menolongmu, tentu saja akupun mempunyai akal untuk menolong dirinya." "Sekarang aku telah mengerti cara apakah yang hendak kau pergunakan itu." ujar Kwik Taylok sambil menggigit bibirnya. "Kau hendak meminta obat penawar kepada ular garis merah, bukankah begitu?" Setelah menggertak bibir, kembali serunya: "Tadi kau tak mau pergi, lantaran kau terlalu memahami watak Ang Nio-cu, tapi sekarang, demi Lim Tay-peng, sekalipun harus mengorbankan jiwa untuk memperoleh obat penawar itu, mau tak mau kau harus pergi juga." Ong Tiong tertawa hambar. "Kau anggap It-hui-ciong-thian eng-tiong ong adalah seorang manusia baik-baik ?" "Aku tidak kenal siapa itu eng-tiong-ong, aku hanya kenal dengan Ong Tiong, akupun memahami manusia macam apakah Ong Tiong itu." "Ooooohhh....?" Sepasang mata Kwik Tay-lok kembali berkaca-kaca, katanya: "Manusia yang bernama Ong Tiong itu meski dingin dan kaku mukanya, padahal dia berhati lebih lunak daripada tahu, lebih panas daripada kobaran api." Ong Tiong termenung beberapa saat lamanya, kemudian diapun berkata: "Kalau toh kau sangat memahami diriku, tentunya kau juga harus tahu, apabila aku sudah ingin melakukan sesuatu, maka siapa saja tak akan sanggup untuk menghalangi niatku itu." "Kau juga harus memahami diriku" kata Kwik Tay-lok pula, "bila aku ingin melakukan suatu pekerjaan, tak seorangpun yang dapat menghalangi diriku !" "Kau ingin melakukan apa ?" "Pergi mencari si ular garis merah untuk meminta obat penawar darinya...." "Kau mana boleh pergi ?" seru Yan Jit berubah. "Kenapa aku tak boleh pergi? Pokoknya aku akan pergi, lagi pula hanya aku seorang yang dapat pergi." "Tapi lukamu...." "Justru karena aku terluka, maka kalian lebih-lebih harus membiarkan aku pergi." Tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk berbicara, dia melanjutkan kembali: Koleksi Kang Zusi "Sekarang kita sudah tinggal dua orang, bila dua orang harus menghadapi tiga orang, maka jelas hal ini parah keadaannya, oleh sebab itu kalian tak boleh terluka lagi, kalau tidak kita semua hanya akan menemukan jalan kematian belaka." "Walaupun perkataanmu ada benarnya juga. tapi....." Kwik Tay-lok segera menukas kata-katanya itu: "Tapi kami pun tak dapat membiarkan Lim Tay-peng mati keracunan, oleh sebab itu hanya aku seorang yang boleh pergi, bagaimanapun juga aku toh sudah terluka, dan tak mampu menyumbang tenaga lagi, apa lagi..." Setelah tertawa: "Paling tidak si ular garis merah sekalian juga masih terhitung manusia, bagaimanapun juga mereka tak akan turun tangan keji terhadap seseorang yang sudah tidak memiliki kemampuan untuk melawan bukan?" Ong Tiong segera tertawa dingin. "Kau anggap mereka tak dapat membunuhmu?" jengeknya. "Aku rasa tidak" "Kau yang lebih memahami mereka? Atau aku ?" "Kalau begitu aku dapat memberitahukan kepadamu, mereka hanya tidak membunuh semacam manusia" "Manusia macam apa ?" "Orang yang sudah mati!" Mendadak serentetan suara tertawa yang merdu bagaikan keleningan berkumandang datang terbawa angin. Yan Jit menerjang ke muka, diapun menyaksikan sebuah layang-layang berwarna kuning sedang melayang turun dengan amat pelannya ditengah kegelapan malam. Layang-layang itu berbentuk segi empat diatasnya tertera pula lukisan yang me-liuk-liuk seperti cacing. Sekarang Yan Jit sudah tahu, layang-layang tersebut bukan suatu layang-layang biasa, melainkan sebuah tanda pembetot nyawa yang mematikan bagi siapapun yang melihatnya. Tulisan apakah yang tertera di atas tanda pembetot nyawa itu? Siapapun tidak memahaminya. Hanya manusia yang pernah mendatangi neraka saja yang dapat memahami tulisan tersebut. Ong Tiong juga memahaminya. Di atas layang-layang berwarna kuning itu penuh berisikan gambaran Hu yang berwarna merah, merahnya seperti darah, seperti pula kobaran api dari neraka. Ong Tiong mengawasinya lekat-lekat, dari balik sorot matanya yang dingin terpancar keluar cahaya ngeri dan ketakutan yang luar biasa. Koleksi Kang Zusi Yan Jit tidak memperhatikan layang-layang tersebut, dia hanya memperhatikan sepasang mata Ong Tiong.... walaupun ia tidak mengerti makna dari gambaran Hu di atas layang-layang tersebut, namun dia memahami apa arti dari sorot mata Ong Tiong tersebut. Tak tahan lagi dia bertanya: "Tulisan apakah yang tertera di atas layang-layang tersebut?" Ong Tiong termenung sampai lama sekali tanpa menjawab, dia malah membuka jendela dan memandang kegelapan malam yang mencekam. Bintang makin redup, malampun sudah mendekati akhir. Ditengah kegelapan malam, kembali tampak sebuah layang-layang dinaikkan ke tengah udara. Ong Tiong menghela napas panjang, gumamnya: "Fajar kembali sudah menyingsing!" "Langit tentu akan menjadi, terang !" sambung Yan Jit. "Akupun tentu akan pergi !" Ong Tiong menambahkan. (BERSAMBUNG JILID 18) Jilid 18 KENAPA ? Tanya Yan Jit dengan paras muka berubah menjadi pucat pias seperti mayat. "Sebab sebelum fajar menyingsing nanti, bila aku masih belum sampai di bawah Layanglayang tersebut, maka Lim Tay-peng akan mati!" Sewaktu mengucapkan perkataan itu, wajahnya tampak murung dan sedih sekali. Yan Jit juga tidak berkata apa-apa lagi, dia hanya membungkam seribu bahasa. Dia tahu, apabila Ong Tiong telah berkata demikian, maka yang diucapkan itu sudah pasti tak bakal salah lagi. Sebab bagaimanapun juga Ong Tiong jauh lebih memahami keadaan dari pada dirinya. Langit sudah hampir terang tanah. Datangnya fajar selalu membawa kecemerlangan, kegembiraan serta harapan bagi siapapun juga. Tapi sekarang, yang diberikan untuk Ong Tiong sekalian hanyalah kematian. Sebelum fajar menyingsing, bila Ong Tiong tidak berdiri di bawah layang-layang tersebut, Lim Tay-peng akan mati ! Itulah arti dari pada tulisan yang tertera diatas, layang-layang tersebut.... Artinya, bagaimanapun juga Ong Tiong harus ke situ, dia harus mengorbankan jiwanya. Koleksi Kang Zusi Dengan suara lantang Kwik Tay-lok berseru: "Aku toh sedari dulu sudah bilang, hanya aku seorang yang dapat ke situ, siapa saja jangan harap bisa menghalangi diriku !" "Baik, kau boleh pergi" kata Ong Tiong dengan hambar, "tapi perduli kau akan pergi atau tidak, aku tetap akan pergi juga." "Kalau aku toh sudah pergi, kenapa kau musti pergi juga ?" "Sebab yang mereka cari bukan kau, melainkan aku !" "Sekalipun kau pergi kesana, belum tentu mereka akan berikan obat penawar itu kepadamu, tentunya dalam hal ini kau lebih jelas daripada diriku bukan ?" seru Yan Jit. "Yaa aku mengerti." "Apa yang mereka lakukan tidak lebih hanya merupakan siasat untuk memancing kedatanganmu, cuma satu perangkap yang menanti kau masuk jebakan, sudah pasti mereka telah mempersiapkan diri di sana dan menunggu kau masuk perangkap." "Soal ini aku jauh lebih mengerti daripada dirimu." "Tapi kau masih bersikeras hendak pergi juga kesana ?" "Apakah kau harus membiarkan aku menyaksikan kematian Lim Tay-peng...?" Napas Lim Tay-peng sudah makin lemah, sepasang giginya saling menggertak keras, wajahnya juga menunjukkan warna abu-abu, itulah suatu warna kematian. Entah siapapun juga, setiap orang dapat melihat bahwa jaraknya dengan kematian sudah tidak jauh lagi. Dengan sedih Yan Jit berkata: "Kami tak dapat menyaksikan dia mati, tapi juga tak dapat membiarkan kau pergi mati !" Ong Tiong segera tertawa-tawa ujarnya: "Dari mana kau bisa tahu kalau kepergianku kali ini adalah menghantar kematian ?" "Siapa tahu kalau dengan cepat aku telah kembali lagi sambil membawa obat penawar!" Yan Jit, segera melompat sekejap ke arahnya, kemudian berkata: "Sebetulnya kau lagi menipu kami? ataukah sedang membohongi dirimu sendiri ?" Akhirnya Ong Tiong menghela napas panjang. "Aku sendiripun tahu kalau harapanku untuk kembali dengan selamat tidak besar, tapi asal masih ada setitik harapan, aku tetap akan mencobanya...." "Seandainya setitik harapanpun tak ada?" "Aku masih tetap akan mendatanginya juga." Koleksi Kang Zusi Perkataan itu diucapkan dengan kata-kata yang tegas dan bersungguh-sungguh. Tiba-tiba Yan-Jit bangkit berdiri, kemudian berseru dengan suara lantang: "Baik, kalau kau ingin pergi, akupun akan menemani dirimu." Pelan-pelan Ong Tiong mengangguk. "Ai, kau boleh pergi, siapa saja yang bisa pergi boleh pergi ! Biarkan mereka yang tak bisa pergi tetap tinggal di sini, menunggu orang lain datang untuk menjaganya." Yan Jit tak mampu berbicara lagi. "Hei, sebenarnya apa yang hendak kalian lakukan ?" tiba-tiba Kwik Tay-lok berseru tak tahan, "kenapa tidak diucapkan saja secara berterus terang ?" "Aku akan pergi seorang diri," kata Ong Tiong, "sedang kalian dengan membawa Lim Taypeng menunggu aku di bawah bukit sana." "Kemudian ?" "Kemudian kalian usahakan sebuah kereta untuk menunggu di situ, entah mencuri atau merampas, aku pasti akan berusaha untuk mendapatkan obat pemunah itu." "Kemudian ?" "Kemudian kalian duduk dalam kereta dan menunggu kedatanganku, sebelum matahari terbenam nanti, bila aku belum datang juga mencari kalian, maka tinggalkanlah tempat ini." "Setelah meninggalkan tempat ini, kami harus pergi kemana?" tanya Kwik Tay-lok pula. Ong Tiong segera tertawa, meski suara tertawanya agak menyedihkan. "Dunia ini sangat luas, masa kalian tak tahu kemana harus pergi ?" Kwik Tay lok juga pelan-pelan mengangguk, katanya: "Bagus, suatu ide yang sangat bagus, ide semacam ini tak nyana bisa juga kau dapatkan." "Walaupun ide ini tidak terhitung suatu ide yang bagus, tapi inilah merupakan satu-satunya ide yang baik." "Bagus sekali, kau demi Lim Tay-peng pergi beradu jiwa, sedang kami harus sembunyikan ekor macam anjing untuk melarikan diri, kau adalah seorang teman baik, tapi kami harus menjadi binatang." "Apakah kau masih mempunyai cara lain yang lebih baik lagi ?" serunya dengan lantang. "Aku hanya punya satu akal." "Katakan !" Koleksi Kang Zusi "Jika ingin hidup, kita harus hidup bersama dengan riang gembira, kalau ingin mati maka kita pun harus mati bersama dengan riang gembira...." Kwik Tay-lok tetap adalah Kwik Tay-lok, dia bukan Ong Tiong, juga bukan Yan Jit. Mungkin dia tidak memiliki ketenangan Ong Tiong, mungkin tidak memiliki kecerdasan Yan Jit. Tapi orang ini justru selalu berpikir menurut perasaan, apa yang diucapkanpun selalu berbobot. Ketika angin berhembus lewat, kabut yang kelabu baru saja muncul dari tanah pekuburan. Api setan juga lenyap dibalik kabut. Siapa bilang di dunia ini tiada setan, Siapa yang bilang ? Yang sedang melayang dibalik kabut sekarang, bukankah merupakan sukma gentayangan yang tak diterima dalam neraka ? Siapapun tak dapat melihat jelas paras mukanya. Karena paras mukanya berwarna kelabu, seakan-akan telah melebur menjadi satu dengan kabut dingin yang tebal, hidungnya sudah melebur dengan kabut, mulutnya juga telah melebur dengan kabut. Yang tersisa tinggal sepasang mata setannya yang berwarna merah seperti api. Dibalik mata tiada sinar, juga tak bisa mana yang hitam mana yang putih, tapi penuh berisikan sinar kebengisan seakan-akan sedang menyumpahi seluruh orang dan seluruh kejadian yang berada di dunia ini.... Entah tempat manapun yang dipandang oleh sorot mata tersebut, di tempat itu segera akan muncul suatu alamat yang tidak menguntungkan. Ang Nio-cu segera mengerlingkan matanya yang jeli, kemudian berkata lagi: "Menurut pendapatmu, mungkinkah dia akan datang?" "Menurut kau ?" sukma gentayangan itu balik bertanya. "Kenapa harus aku yang menjawab ?" "Sebab kau toh lebih memahami tentang dirinya daripada kami !" Dengan lemah gemulai Ang Nio-cu maju menghampirinya, kemudian mengerling sekejap ke arahnya sembari berkata: "Sekarang kau masih cemburu ?" "Hmmm!" sukma gentayangan itu mendengus: "Kau anggap aku benar-benar menaruh perhatian kepadanya." Sorot mata dari sukma gentayangan itu memancarkan rasa benci yang jauh lebih dalam, katanya: Koleksi Kang Zusi "Selama ada dia, belum pernah kau menemani aku barang seharipun juga...." Sekarang, sorot mata itu sedang mengawasi daerah di sebelah barat, setiap kuburan setiap tumpukan salju, tak ada yang tertinggal olehnya. Kemudian sorot mata itu baru memperlihatkan sinar yang penuh dengan senyuman. Siapa saja tak dapat menduga betapa keji dan menakutkannya senyuman semacam itu. Pada saat itulah, dari balik kabut yang tebal kembali berkumandang suara tertawa yang merdu seperti keleningan. Bukan keliningan yang merdu, melainkan suara keleningan yang mengandung hawa pembetot sukma. Bagaikan bayangan sukma saja Ang Niocu muncul dari balik kabut tebal, sambil tertawa katanya: "Segala sesuatunya telah dipersiapkan?" Sukma gentayangan itu pelan-pelan mengangguk. "Kecuali orang itu tidak datang, kalau tidak jangan harap dia bisa pulang dalam keadaan hidup !" "Apakah kau sudah lupa siapa yang suruh aku berbuat demikian?" Sukma gentayangan itu tidak berbicara lagi. Ang Nio-cu tertawa dingin, kembali katanya: "Untuk berhasil merangkulnya agar berpihak kepada kita, kau suruh aku pergi menemaninya tidur, sekarang kau malahan menyalahkan aku, sebenarnya kau punya liangsim tidak?" "Tidak !" Kembali Ang Nio-cu tertawa, katanya: "Sungguh tak kusangka kaupun bisa mengucapkan sepatah kata yang jujur...." "Dan kau ?" "Selama berada di hadapanmu, aku selalu berbicara dengan sejujurnya...." sahut perempuan itu. "Bila aku tidak menyuruhmu menemaninya tidur, apakah kau tak akan pergi?" "Aku tetap akan pergi." "Kenapa ?" Ang Nio-cu tersenyum. "Karena aku suka menemani orang lelaki tidur." Koleksi Kang Zusi Sukma gentayangan itu segera menggertak giginya kencang-kencang, serunya lagi: "Menemani tidur lelaki macam apa ?" "Kecuali kau, lelaki macam apapun aku suka !" Sorot mata sukma gentayangan yang penuh rasa benci itu telah berubah menjadi surut penderitaan, tapi sinar matanya justru berubah menjadi terang. Ang Nio-cu mengawasi matanya itu, lalu katanya: "Sudah habiskah pertanyaanmu itu ?" Mendadak sukma gentayangan itu menjambak rambutnya kemudian menempeleng wajahnya keras-keras, teriaknya: "Kau perempuan rendah !" Ang Nio-cu tidak merasa terkejut atau takut, juga tidak merasa gusar, malah senyumannya bertambah manis. "Sebenarnya aku memang seorang perempuan rendah, tapi kau lebih rendah daripadaku." Kembali sukma gentayangan itu menempeleng wajahnya keras-keras. Ang Nio-cu masih saja tertawa, katanya: "Bukan saja kau suka kalau melihat aku pergi menemani lelaki lain tidur, suka pula bertanya kepadaku, tiap hari bertanya kepadaku, pertanyaan seperti ini entah sudah betapa kali kau tanyakan kepadaku !" Tidak membiarkan si sukma gentayangan itu membuka suara, kembali dia berkata lagi: "Karena kau suka mendengarkan perkataan semacam ini, suka menyiksa aku, hanya dikala aku sedang tersiksa, kau baru menjadi orang, kau baru merasa bahagia." Sukma gentayangan itu mendesis lirih, sekuat tenaga menariknya keras-keras. Ang Nio-cu segera tertawa cekikikan. "Apakah kau ingin..." Mendadak terdengar seseorang berkata dengan suara dingin: "Sekarang bukan saatnya buat kalian untuk berpacaran !" Suara itu lebih dingin daripada es. Karena suara tersebut memang datangnya dari bawah lapisan salju yang amat tebal. Ang Nio-cu segera tertawa, serunya: "Rupanya kau telah menyusup ke dalam lapisan salju !" Koleksi Kang Zusi Selembar wajah tiba-tiba muncul dari balik tumpukan salju yang tebal di atas permukaan tanah. Itulah selembar wajah yang lebih menakutkan daripada wajah orang mati... "Bagaimana keadaan di bawah ?" Ang Nio-cu bertanya. "Nyaman sekali" sahut ular garis merah. Kembali Ang Nio-cu tertawa. "Di dunia ini memang sulit untuk mencari tempat kedua yang jauh lebih segar dari pada tempat kau berada sekarang." "Apakah kaupun ingin menerobos masuk kemari untuk menemani aku tidur....?" "Asal kau punya kesabaran untuk menungguku di bawah, cepat atau lambat aku pasti akan menembus ke bawah." "Cuma sayang dia tak punya napsu terhadap dirimu" dengus si sukma gentayangan sambil tertawa dingin. Si ular garis merah memandang sekejap keadaan cuaca, tiba-tiba dia berkata: "Waktu sudah tidak pagi, lebih baik kau pergi mampus saja." "Menurut pendapatmu, mungkinkah dia akan datang ?" "Pasti akan datang" sahut Ang Nio cu dengan cepat. "Kenapa ?" "Sebab kecuali terhadap kita, terhadap sahabatnya selalu baik dan bersedia berkorban" Sukma gentayangan itu mendongakkan kepalanya dan memandang pula keadaan cuaca. Fajar sudah mulai menyingsing. Sukma gentayangan atau setan penasaran kebanyakan akan pulang ke rumahnya jika fajar telah menyingsing. "Aku akan pergi mati !" kata sukma gentayangan itu kemudian. "Kalau begitu cepatlah pergi mati !" kata Ang Nio-cu. Pelan-pelan sukma gentayangan itu berjalan ke samping sebuah kuburan, mengeluarkan sebuah botol porselen dan meletakkannya ke atas kuburan tersebut. Kemudian diapun secara tiba-tiba lenyap didalam kuburan tadi. Ang Nio cu menghembuskan napas panjang, lalu bergumam: "Seandainya dia tak akan muncul untuk selamanya, betapa indahnya waktu itu." "Bagaimana indahnya ?" tanya si ular garis merah. Koleksi Kang Zusi Sambil menundukkan kepala, Ang Nio-cu memandang sekejap ke arahnya, sepasang matanya yang jeli dan bening itu menatapnya lekat-lekat, kemudian berkata dengan lembut. "Kalau tinggal kita berdua, bukankah keadaan tersebut lebih baik lagi...?" "Kalau ingin begitu, paling tidak kita harus menunggu sampai semua perempuan yang ada di dunia ini sudah pada mampus semua." kata si ular garis merah dingin. Ang Nio-cu segera menerjang ke muka dan meludah di atas wajahnya, dengan gemas dia berteriak: "Sebetulnya kau ini manusia atau bukan?" "Bukan !" jawab si ular bergaris merah sambil tertawa seram. Belum habis dia berkata, wajahnya itu sudah lenyap kembali dibalik lapisan salju. Ang Nio-cu menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya, mendadak saja dia seperti mempunyai banyak pikiran. Lewat lama kemudian, tubuhnya baru berkelebat ke depan.. Dengan cepat bayangan tubuhnya lenyap pula dibalik kabut yang teramat tebal itu. Layang-layang itu sudah diturunkan. Langit hanya berwarna putih kelabu, kecuali itu tiada sesuatu yang tampak. Ong Tiong sedang berjalan dengan sangat lamban, wajahnya masih tetap dingin tanpa emosi. Sekalipun dalam hatinya merasa takut, perasaan tersebut tak akan dia perlihatkan di atas wajahnya. Entah siapa saja yang pernah merasakan penderitaan dan siksaan, dia seharusnya dapat menyembunyikan perasaan tersebut didalam hatinya. Pelbagai perasaan harus disembunyikan didalam hati. Tapi perasaan ibaratnya arak. Semakin dalam kau simpan, semakin lama kau simpan, justru akan semakin tebal dan keras. Sekarang dia cuma seorang diri. Teman-temannya tiada seorangpun yang datang. Apakah mereka telah menghianatinya, ataukah dia telah berhasil menundukkan perasaan mereka ? Siapa saja tidak tahu. Siapapun tak dapat membaca kesemuanya itu dari perubahan mimik wajahnya. Koleksi Kang Zusi Tapi semua orang tahu, di dunia ini tiada perjamuan yang tak bubar, bagaimanapun akrabnya suatu persahabatan, cepat atau lambat akhirnya pasti akan berpisah juga. Kehidupan manusia memang serba tak menentu, kadangkala berkumpul kadang kala berpisah, tapi berkumpul juga baik, mengapa harus terlampau serius. Langit masih remang-remang, tapi untung saja masih ada setitik cahaya terang. Walaupun langkahnya sangat lamban, tapi akhirnya sampai juga ditempat tujuan. Manusia hidup memang demikian, banyak urusan memang selalu begitu, kenapa pula harus terlampau tergesa-gesa ? Angin masih terasa sangat dingin, dingin bagaikan sebilah pisau, pisau yang menyayat wajahnya. Pelan-pelan dia berjalan menembusi tanah pekuburan, diam-diam menghitung jumlah batu nisan yang berserakan di situ. Batu nisan itu ada yang tumbang ada yang sudah lapuk dimakan cuaca, bahkan tulisannya pun sukar dibaca. Siapakah yang beristirahat didalam kuburan itu? Tiada orang yang memperhatikan lagi. Dikala mereka masih hidup, bukankah merekapun mempunyai kebanggaan, kenis-taan, gembira dan sedih ? Tapi sekarang, mereka tidak memiliki apa-apa. Kalau toh sudah tahu begini, mengapa pula kau selalu memikirkan kebanggaan maupun kenistaan dirimu didalam hati ? Ong Tiong menghela napas panjang, mendadak ia berhenti berjalan. Sebab dia telah mendengar suara tertawa dari Ang Nio-cu. Ang Nio-cu sedang tertawa cekikikan dengan suaranya yang merdu bagaikan keleningan. "Aku sudah tahu bahwa kau pasti datang, ternyata kau benar-benar telah datang." "Yaa, aku telah datang." Dia telah melihatnya, perempuan itu telah berdiri di bawah sebatang pohon yang gundul di atas permukaan salju, pakaiannya masih berwarna merah darah, seakan-akan masih tetap seperti ketika mereka bersua untuk pertama kalinya dulu. Tapi waktu yang sudah lewat tak pernah akan kembali lagi, kegembiraan dan kesedihan yang sudah lewat pun akan segera terlupakan. Sekalipun sekarang belum terlupakan, cepat atau lambat akhirnya pasti akan terlupakan juga. Ang Nio-cu sedang berdiri di sana sambil mengawasi dirinya, dibalik sinar matanya itu entah terpancar rasa-marah atau murung? Cinta atau benci? Dia mau cinta juga boleh, benci juga boleh, sebab kesemuanya itu tak menjadi soal. Koleksi Kang Zusi Akhirnya Ang Nio-cu tertawa. "Betulkah kau datang untuk mengambil obat penawar bagi Lim Tay-peng ?" tanyanya. "Benar !" "Kalau demi aku, kau tak akan sudi kemari?" kata Ang Nio-cu sambil menggigit bibir. "Yaa, tak sudi." Ang-Nio-cu tertawa amat sedih. "Mengapa sikapmu terhadap teman selalu lebih baik daripada sikap kepadaku ?" "Sebab kau bukan temanku." "Aku bukan temanmu? Apakah kau sudah lupa ketika kami sedang berkumpul dulu, betapa besarnya perhatianku kepadamu?" "Aku sudah melupakannya." Ang Nio-cu menggelengkan kepalanya berulang kali. "Bagaimanapun kerasnya ucapanmu itu, aku tahu dalam hati kecilmu, kau tak pernah akan melupakannya." Sinar matanya bagaikan kabut, dengan sedih lanjutnya: "Masih ingatkah kau, suatu ketika sewaktu kita sedang berbaring di puncak bukit Hoa-san, menggunakan awan putih sebagai selimut, menggunakan bumi sebagai ranjang, di dunia ini, seolah-olah tinggal kita berdua saja." Suaranya makin lama makin rendah, semakin lembut, kemudian lanjutnya lebih jauh: "Suatu ketika, kita berbaring ditengah gurun pasir yang tiada tepian, waktu itu kita menghitung jumlah bintang yang ada diangkasa sampai sekujur tubuh kita berdua terbenam di tengah pasir.... semua kejadian itu masih ingatkah kau ?" Ong Tiong tidak berbicara. Kejadian semacam itu memang tak akan dilupakan oleh siapapun juga. Benarkah dia dapat melupakannya ? Berhadapan muka dengan orang pertama yang dicintainya, benarkah perasaan hatinya bisa dingin dan tenang ? Ang Nio-cu menatapnya lekat-lekat, dari balik matanya nampak air mata berkaca kaca, lanjutnya: "Semua kejadian seperti itu tak akan kulupakan untuk selamanya, oleh karena itu aku baru membencimu, membenci diriku karena kau pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun kepadaku, membenci dirimu sehingga menginginkan kematianmu, tapi.." Koleksi Kang Zusi Dia menundukkan kepalanya rendah-rendah. "Asal kau bersedia untuk balik kembali seperti sedia kala, asal kau bersedia mengucapkan sepatah kata saja, sekarang juga aku bersedia pergi mengikuti dirimu, entah ke ujung langit sekalipun, aku akan selalu mengikuti dirimu." "Ke manapun aku tak akan pergi !" tiba-tiba Ong Tiong berteriak sekeras-kerasnya. Suaranya sangat keras, seakan-akan hendak menyadarkan kembali dirinya dari impian. Sambil menggigit bibir Ang Nio cu berkata: "Kalau tempat manapun tak akan kau datangi, mengapa pula kau datang kemari ?" "Aku datang untuk mengambil obat penawar !" sahut Ong Tiong dingin dan ketus. "Selain itu, tiada alasan lainnya ?" "Tidak ada !" "Kau tak ingin datang untuk menengokku." "Tidak !" Mendadak paras muka Ang Nio-cu berubah menjadi hijau membesi, hijau seperti kalajengking. Sorot matanya yang lemah lembut dan penuh kemesraan seketika lenyap tak berbekas, dia mendepak-depakkan kakinya berulang kali seraya berseru keras: "Baik, obat penawar itu berada di belakang sana, pergilah untuk mengambilnya sendiri." Ong Tiong berpaling, dia menyaksikan botol porselen di atas tanah kuburan itu. "Kali ini kami bersedia memberikan obat penawar itu kepadamu karena kami masih menganggap dirimu sebagai teman. Setelah mendapatkannya, lebih baik cepat-cepat kau tinggalkan tempat ini." Paras muka Ong Tiong masih kaku tanpa emosi. Apapun yang dikatakan perempuan itu, tak sepatah katapun yang dipercayai olehnya. Dia tahu, tak mungkin obat penawar tersebut akan diserahkan kepadanya dengan begitu gampang. Tapi dia toh maju pula ke depan. Bagaimanapun juga, apapun yang bakal terjadi, dia harus mendapatkan obat penawar tersebut. Seandainya obat penawar itu berada didalam air keras, dia akan terjun ke dalam air keras, seandainya obat penawar itu berada di tengah kobaran api, dia akan terjun ke dalam kobaran api. Lapisan salju terasa dingin tapi lembut. Koleksi Kang Zusi Ong Tiong hanya cukup maju enam-tujuh langkah saja dengan cepat akan berhasil meraih obat penawar itu. Dia sudah mengulurkan tangannya. Botol itu sangat dingin, dingin seperti tangannya mayat. Dia telah mengambil botol tersebut, tangannya jauh lebih dingin daripada botol porselen tersebut. Sebab pada saat itulah dia sudah merasakan hawa kematian yang sangat tebal menyelimuti sekeliling tempat itu. Mendadak dari dalam kuburan itu muncul sepasang tangan yang segera menotok jalan darah Huan-tiam-hiat di atas lututnya. Sementara itu sepasang tangan yang lainpun pada saat yang bersamaan muncul dari bawah lapisan salju dan secepat kilat melepaskan dua titik bintang yang langsung menyerang kakinya. Dia segera terjatuh dan berlutut di atas tanah, berlutut di depan kuburan itu.. Kemudian dia baru menyaksikan, di bawah kuburan itu muncul sebuah liang gua. Ternyata kuburan itu hanya sebuah kuburan palsu, didalamnya kosong melompong. Suara tertawa Ang Nio-cu yang merdu merayu kembali berkumandang datang, katanya sambil tersenyum manis. "Sekarang, kau benar-benar tak usah pergi ke mana-mana lagi...." Ong Tiong berlutut di depan kuburan, wajahnya masih tanpa emosi, tapi muka itu pucat pasi dan nampak menakutkan sekali. Dia sangat memahami orang-orang itu, sangat memahami cara kerja dan kekejian orang ini. Dia sedang menunggu, menunggu mereka lakukan tindakan yang lebih keji lagi. Akhirnya dari dalam kuburan itu berkumandang suara keras: "Kau kalah !" Dia tahu, itulah suara Cui-mia-hu. Dimana pun juga, suara pembicaraan dari Cui-mia-hu selalu dingin seakan-akan ucapan yang keluar dari dalam kuburan. "Yaa aku kalah !" Terpaksa dia harus mengakui kenyataan. "Kali ini kau tidak mempunyai kesempatan lagi untuk meraih kembali modalmu !" kembali Cuimia- hu berkata. "Yaa memang aku tak punya." "Tahukah kau, apa yang telah kau kalahkan dalam pertaruhkan?" Koleksi Kang Zusi "Aku hanya mempunyai selembar nyawa yang kalah dipertaruhkan." "Kau masih memiliki yang lain." "Apa pula yang kau inginkan ?" "Kau seharusnya tahu, apa yang bakal di minta sebuah tangan yang dijulurkan dari peti mati ?" "Minta uang ?" "Betul, minta uang !" "Bila kau minta uang, maka kau telah salah sasaran." "Aku tak pernah salah mencari orang." "Yang membutuhkan uang seharusnya aku, dalam harta kekayaan yang kita miliki aku berhak satu bagian, tapi tidak seharusnya kalau kau telan empat bagian yang lainnya sekaligus" Ong Tiong tidak berbicara, tiba-tiba saja mimik wajahnya berubah menjadi aneh sekali. "Penghasilan yang kita peroleh beberapa tahun itu lumayan sekali" kata Cui-mia-hu. "Yaa, memang lumayan." "Apakah cuma kita berlima yang tahu, berapa besar penghasilan kita semua...?" "Benar !" "Apakah hanya kita berlima juga yang tahu sebenarnya berapa banyak penghasilan yang kita simpan dan disembunyikan dimana?" "Benar !" "Adakah orang ke enam yang mengetahuinya." "Tidak ada !" "Entah siapapun orangnya, bila uang tersebut berhasil diambilnya, sudah cukup baginya untuk menikmati penghidupan yang cukup dan berlebihan ?" "Sekalipun seorang yang pemborospun masih lebih dari cukup." "Tapi ketika kau telah pergi kami baru tahu, rupanya hanya kau seorang yang dapat menikmati uang tersebut!" "Kau mengira aku telah melarikan uang tersebut ?" seru Ong Tiong. "Harta tersebut sudah ludas hingga sepeser uangpun tak ada yang tersisa, kau mengira siapa yang telah membawanya lari?" Ong Tiong menghembuskan napas panjang, katanya: Koleksi Kang Zusi "Sekarang aku baru tahu, karena apakah kalian datang kemari." Cui-mia-hu juga tertawa dingin. "Semenjak dulu aku sudah tahu karena apakah kau pergi, harta kekayaan itu sudah cukup membuat siapa saja mengkhianati temannya." Tiba-tiba Ong Tiong tertawa. Kembali Cui-mia-hu, berkata: "Kau menganggap kami menggelikan. Mengira kami adalah telur busuk yang bodoh?" "Aku baru seorang telur busuk yang bodoh, seandainya aku memiliki sejumlah uang seperti yang kalian maksudkan, tak akan kulewati penghidupan semacam ini, kecuali kalau dia itu seorang tolol." "Penghidupan macam apakah yang kau maksudkan?" "Penghidupan yang miskin !" Tiba-tiba Ang Nio-cu melayang ke depan dan tertawa merdu seperti bunyi keliningan: "Berapa besar kemiskinanmu itu ?" "Miskin sekali !" Ang Nio-cu segera mengedipkan matanya berulang kali, katanya: "Konon ada seseorang yang dalam semalaman saja telah kalah beberapa puluh laksa tahil perak dalam rumah makan Gui-goan-koan di kata Sian-sia, siapakah orang itu ?" "Aku !" "Konon, ada seseorang membeli arak sebanyak beberapa ratus tahil perak selama satu bulan di toko Yan-biau-gwan di bawah gunung sana. Siapa pula orang itu ?" "Aku !" "Ada pula satu keluarga yang belakangan ini baru saja mengganti semua perabot rumahnya, bukankah kursi yang ada di ruang kecil di halaman belakangpun, terbuat dari kayu jati, yang harganya paling tidak tujuh tahil perak sebuahnya. Siapa pula orang itu ?" "Aku !" Ang Nio-cu segera tertawa, katanya sambil tersenyum: "Bila seseorang dapat melakukan penghidupan semacam ini, dapatkah orang itu dianggap miskin ?" "Tidak dapat !" "Kami sudah mencari kabar, meski tempat ini bernama Hok-kui-san-ceng, namun sejak generasi yang pertama kecuali namanya saja, tidak dijumpai segala sesuatu yang berbau kaya atau mewah." Koleksi Kang Zusi "Betul !" "Selama beberapa tahun ini, kau juga tak pernah keluar rumah untuk berdagang ?" "Bila seseorang bisa hidup bahagia di dalam rumah, mengapa harus keluar rumah untuk bersusah payah ?" "Memangnya uang bisa terbang datang dari atas langit?" "Tapi bisa digali dari dalam tanah !" Sekali lagi Ang-Nio-cu tertawa. "Tak kusangka begitu cepat kau telah mengakuinya !" "Tidak mengaku pun tak bisa !" "Yaa, memang tak bisa !" "Kalau toh tidak bisa, mengapa aku tidak mengakuinya saja ?" Setelah tertawa, tertawa yang sangat dipaksakan, dia berkata lebih lanjut: "Bila kalian hendak menyelidiki asal-usul seseorang sejelasnya, tulang belakang dari kakek moyang tiga generasi pun akan digali keluar. Bila kau menginginkan seseorang berbicara sejujurnya, bahkan si bisu pun mau tak mau harus buka suara, hal ini aku mengetahui jauh lebih jelas lagi daripada orang lain." "Oleh sebab itu kau tidak seharusnya pergi." sambung Cui-mia-hu dengan dingin. "Aaai.... sayang, ada banyak orang yang seringkali dapat melakukan perbuatan yang tidak seharusnya dia lakukan", gumam Ong Tiong sambil menghela napas. "Baik, sekarang kita berangkat." "Berangkat ? Ke mana?" "Pergi mengambil kembali tiga bagian yang menjadi hak kami". "Baik, kalian boleh pergi mengambilnya!" "Mengambilnya di mana?" "Kalau kau tidak berbicara, dari mana kami bisa tahu uang tersebut disembunyikan di mana ?" "Kenapa aku harus berbicara ? Aku tidak berbicara apa-apa." "Kau masih belum mau mengaku?" bentak Cui-mia-hu dengan suara keras bagaikan geledek. "Sekalipun uang itu aku yang mengambil, tapi mengaku mengambil uang adalah satu urusan, menyanggupi untuk mengambil uang adalah urusan lain." Koleksi Kang Zusi "Kau menginginkan uang? Atau menginginkan nyawa?" ancam Cui-mia-hu sambil tertawa dingin... "Bila masih hidup, tentu saja menginginkan nyawa, bila sudah tak bisa hidup terus terpaksa minta uang." "Kau menginginkan yang bagaimana baru bersedia meluluskan permintaan kami ?" "Jikalau kalian bersedia mengembalikan nyawaku, akupun bersedia pula mengembalikan uang kalian." Cui-mia-hu termenung beberapa saat lamanya, tiba-tiba dia berkata keras: "Baik, kembalikan nyawamu." "Selembar nyawa dengan sebagian uang." "Kau mempunyai beberapa lembar nyawa?" "Aku mempunyai selembar, Kwik Tay-lok selembar, Lim Tay-peng selembar, Yan Jit selembar, total jendral empat lembar nyawa dengan empat bagian harta." "Selembar nyawa dengan empat bagian harta !" "Tidak bisa." "Tidak bisa juga harus bisa, kau ini hidup sedang uang itu mati, kalau toh kami bisa menemukan dirimu, memang tak bisa menemukan uang itu...?" Ong Tiong juga termenung sampai lama sekali pelan-pelan dia baru menjawab: "Baiklah, kembali dulu nyawanya" "Nyawa siapa ?" "Kau mengharapkan siapa yang akan mengembalikan uang kepadamu ?" Ang Nio-cu kembali tertawa, sambil cekikikan katanya: "Sudah sejak lama aku tahu kalau dia masih terhitung seseorang yang pintar, akhirnya dia tahu juga nyawa siapa pun masih berharga nyawa sendiri." "Bebaskan dulu racun yang mengeram dalam tubuhku, kemudian bebaskan jalan darah di tubuhku kemudian aku akan mengajak kalian pergi mengambil uang." "Racun boleh kupunahkan, tapi jalan darah tak bisa kubebaskan" ucap Cui-mia-hu. "Bila jalan darahku tidak dibebaskan, setiap saat kalian masih bisa merenggut nyawaku." "Aku toh sudah bersedia untuk mengampuni selembar nyawamu." "Kecuali nyawa?" "Asal masih punya nyawa, seharusnya kau sudah merasa puas sekali." Koleksi Kang Zusi Ang Nio-cu tertawa dan menambahkan pula: "Betul daripada mati kan lebih baik hidup kau masih bisa memikirkan nyawa bukan ?" Ong Tiong kembali termenung beberapa saat lamanya kemudian dia pun menghela napas panjang. "Aaaai... tampaknya aku sudah tiada jalan lain lagi." "Semenjak kau membawa kabur harta kekayaan tersebut, sesungguhnya kau telah melangkah ke sebuah jalan buntu" sambung Cui-mia-hu dengan nada menyeramkan. "Bila jalan darah Huan tiau hiat di tubuh seseorang tertotok, mau ke manapun dia pasti tak bisa berjalan sendiri," ucap Ong Tiong. Ang Nio-cu segera tertawa genit. "Kau tak bisa jalan, biar aku saja yang menggendongmu. Jangan lupa dulu kau sering kali menunggangi tubuhku." "Kau mengikuti aku saja!" tukas Cui mia hu dengan dingin. "Lantas siapa yang akan membopongnya?" "Aku!" tiba-tiba dari atas lapisan salju muncul seseorang bagaikan seekor alas... Ong Tiong pun berada di atas punggung si ular bergaris merah. Tubuh si ular bergaris merah lembut, empuk, basah dan dingin. Kabut telah buyar. Tapi udara masih mendung dan berawan tebal, tiada sinar cahaya matahari, tiada sinar keemas-emasan. Tiba-tiba si ular bergaris merah berkata: "Jalan ini menuju ke rumahmu" "Aku hanya berharap jalan ini bukan menuju ke rumah nenek moyangku!" sambung Ong Tiong. "Kau sembunyikan uang itu di dalam rumahmu ?" "Seandainya berganti kau, uang itu akan kau sembunyikan dimana ?" "Tentu saja di suatu tempat yang setiap saat bisa kucomot. Uang itu bagaikan perempuan, lebih baik disimpan pada tempat yang setiap saat bisa diraba." "Tak kusangka kau pun mengerti soal perempuan." ujar Ong Tiong sambil tertawa. "Justru karena aku mengerti, maka aku baru menghendaki." "Kau hanya menginginkan uang ?" Koleksi Kang Zusi "Uang lebih baik daripada perempuan, uang tak dapat menipu dirimu, di dunia ini tiada benda lain yang lebih jujur daripada uang" "Oleh karena itu, uang bisa disimpan dalam ruang tamu, tapi perempuan tak dapat." "Uang itu berada di ruang tamu ?" seru si ular bergaris merah. "Dalam sebuah rumah, masih ada tempat mana lagi yang jauh lebih luas dan menyolok daripada ruang tamu ?" Si ular bergaris merah segera manggut- manggut. "Benar, semakin menyolok tempat itu, semakin tak akan diperhatikan oleh orang lain." Cui-mia-hu selamanya enggan berjalan di depan siapa saja.. Di dunia ini ternyata terdapat juga manusia seperti itu, sebab sudah tak terhitung jumlahnya ketika dia menyergap dan membunuh orang dari arah belakang pula. Oleh karena itu, selamanya dia enggan berjalan di belakang orang lain.... Dengan ketat dia mengikuti di belakang Ang Nio-cu, seakan-akan selembar bayangan tubuh si perempuan itu. Bahkan Ang Nio-cu masih sempat merasakan pula dengusan napasnya yang dingin, dengusan napas yang membawa hawa mayat. Paras mukanya waktu itu sudah berubah menjadi amat tak sedap dipandang..... Cui-mia-hu tak dapat menyaksikan paras mukanya, dia hanya dapat melihat tengkuknya. Dia sedang memperhatikan tengkuknva dengan wajah penuh kenikmatan, sebab di atas kulit tengkuknya yang putih halus itu, bulu kuduknya pada berdiri semua karena terkena dengusan napasnya. Ang Nio-cu sebaliknya sedang memperhatikan Ong Tiong yang berada di hadapannya tiba-tiba ia berkata: "Kau mengira dia benar-benar akan membawa kita untuk pergi mengambil uang tersebut?" "Dia sudah tiada pilihan lain" jawab Cui-mia-hu. "Aku selalu merasakan gelagat kurang benar !" "Bagian mana yang tidak benar ?" "Dia bukan seorang manusia yang gampang dihadapi, diapun tidak semestinya begini takut mati." Cui-mia-hu segera tertawa dingin, katanya: "Perduli dia itu manusia macam apa, sekarang sudah tidak menjadi soal lagi." Koleksi Kang Zusi "Kenapa ?" "Sebab sekarang dia sudah merupakan seseorang yang telah mati." "Orang mati ?" "Kau mengira aku sungguh-sungguh akan mengampuni selembar jiwanya....." Ang Nio-cu tersenyum. "Tentu saja aku tahu kalau kau tak akan berbuat demikian, tapi sekarang dia toh belum mati!" "Walaupun belum mati seluruhnya, tapi sudah mati separuh bagian." "Dia masih mempunyai teman." "Seorang adalah teman yang sudah hampir mati, sedang dua orang lainnya tak ubahnya seperti menanti saat kematiannya saja. Kami bertiga, entah siapa saja sudah cukup untuk menghadapi mereka, apa pula yang kau kuatirkan?" Tiba-tiba Ang Nio cu tertawa, katanya: "Aku bukan merasa kuatir, tapi cuma merasa agak sayang." "Apanya yang sayang!" Ang Nio-cu tertawa cekikikan. "Sayang aku belum sempat tidur bersama ketiga orang bocah itu." Mendadak Cui-mia-hu menggigit tengkuknya. Seakan-akan seekor anjing gila yang tiba-tiba berhasil menggigit seekor anjing betina. Langit masih gelap, oleh sebab itu suasana di ruang tamu pun masih amat gelap. Daun jendela terbuka lebar, dari luar lamat-lamat masih kelihatan ada dua sosok bayangan manusia. "Siapa yang berada di dalam?" si ular bergaris merah segera menegur. "Sungguh tak kusangka matamu makin lama semakin melamur" kata Ong Tiong hambar. Sesungguhnya mata si ular bergaris merah memang tidak begitu bagus. Andaikata seseorang hidupnya sepanjang tahun hanya bergelimpangan diantara obat-obatan beracun, ketajaman matanya pasti akan berkurang. Tapi sekalipun seseorang yang ketajaman matanya lebih cetekpun, asal memandang beberapa kejap saja sudah pasti dapat melihat bahwa kedua sosok bayangan itu tak lebih cuma dua buah orang-orangan dari rumput kering. Dua buah orang-orangan yang baju belaco. Tiba-tiba Ong Tiong tertawa, katanya: Koleksi Kang Zusi "Bila kau masih belum melihat jelas, tak ada halangannya kuberitahukan kepadamu, bila aku sudah mati, mereka adalah orang yang akan menjadi anak baktiku, jika kau mati, mungkin kaupun terpaksa harus mempergunakan mereka menjadi anak baktimu." "Anak bakti semacam ini paling tidak jauh lebih baik daripada sama sekali tak ada." "Oleh karena itu kau lebih suka tak punya anak tak punya cucu ?" "Lebih baik lagi kalau temanpun tak punya." Mendadak Ang Nio-cu memburu ke depan, lalu serunya: "Kemana perginya teman-temanmu ?" Yang ditanyanya adalah Ong Thong, sebab diantara beberapa orang itu hanya Ong Tiong yang mempunyai teman. "Mereka menunggu aku di bawah bukit" jawab Ong Tiong. "Mengapa harus menunggu di bawah bukit?" "Seandainya kau menjadi mereka, dalam keadaan seperti ini kalian akan menantiku dimana ?" "Dia tak nanti akan menunggumu !" sela si ular garis merah. Ang Nio-cu segera mengerdipkan matanya berulang kali, katanya: "Selama ini aku selalu merasa kaulah orang yang paling kupahami, tahukah kau apa sebabnya ?" "Hmm!" "Karena cuma perempuan yang bisa memahami perempuan, teori ini diketahui oleh siapapun." "Dia adalah perempuan?" tanya Ong Tiong. "Memangnya kau mengira dia itu lelaki?" "Tampaknya sih seperti lelaki." "Sekalipun dia memang berwujud lelaki, tapi setelah merendam diri selama puluhan tahun di dalam obat beracun, sudah sedari dulu ia telah berubah menjadi perempuan" Paras muka si ular bergaris merah berubah menjadi kaku, seakan-akan seekor ular yang kena dicekal bagian mematikannya. Ang Nio-cu tertawa cekikikan kembali ujarnya: "Kesemuanya ini sebenarnya adalah rahasianya yang terbesar, sebenarnya tidak seharusnya kuucapkan, untung saja kaupun bukan orang luar, oleh karena itu...." Sengaja dia merendahkan suaranya, kemudian berbisik: Koleksi Kang Zusi "Aku dapat memberitahukan lagi suatu rahasia besar kepadamu." "Rahasia apa?" "Coba tebak, setelah si kelabang besar mati, siapakah yang merasa paling sedih?" "Aku tahu dia adalah sahabat yang paling akrab dengan si kelabang besar itu." "Kau keliru besar" seru Ang Nio-cu sambil tertawa, "mereka bukan cuma berteman saja, mereka sudah...." Si ular bergaris merah melototkan matanya bulat-bulat sambil mengawasi perempuan itu tak berkedip, sepasang matanya yang dingin telah berubah menjadi kehijau-hijauan, tiba-tiba saja ia mengarah wajahnya dan meniup satu kali. Dia tak lebih cuma meniup pelan, tapi Ang Nio-cu harus berkelit dengan tergopoh-gopoh bagaikan sedang menghindari senjata rahasia paling beracun di dunia ini, belum sempat ucapannya di selesaikan, tubuhnya sudah melompat dan berjumpalitan di udara lalu menyusup ke balik rumah. Cui-mia-hu yang berada di belakangnya sudah turut lenyap tak berbekas. Tiba-tiba Ong Tiong berseru. "Apa yang dia katakan, tak sepatah katapun yang kupercayai." "Kau memang sesungguhnya tidak bodoh" jawab si ular bergaris merah cepat. "Tapi kali ini aku telah mempercayainya". "Kenapa ?" "Sebab bila apa yang dia katakan bukan ucapan yang sesungguhnya, mengapa pula kau hendak merenggut nyawanya?" kata Ong Tiong sambil tertawa lebar. "Apakah kau juga menghendaki agar kurenggut pula jiwamu ?" kata si ular bergaris merah dingin. "Selembar nyawaku ini sudah tidak she Ong lagi, siapa yang menghendaki toh tiada bedanya, tapi kau ?" "Kenapa dengan aku ?" "Bila kau mati, siapa yang akan paling sedih ?" "Tiada orang yang akan sedih." "Adakah orang yang merasa gembira?" "Ada." "Kau juga tahu kalau dia ( perempuan ) membencimu ?" "Hmmm !" si ular mendengus. Koleksi Kang Zusi "Mengapa, dia selalu tidak merenggut nyawamu" "Sebab dia tahu, aku lebih berguna selagi masih hidup daripada setelah mati." "Selanjutnya ?" "Yaa, selanjutnya dikala hendak membagi uang tersebut ?" Mendadak paras muka si ular bergaris merah itu berubah menjadi kaku seperti mayat. Ong Tiong segera berkata lebih lanjut: "Si kelabang besar telah mati, apakah mereka pun merasa amat sedih sekali ?" "Hmm !" kembali si ular bergaris merah mendengus. "Mengapa, mereka tidak merasa sedih ?" "Karena lebih enak uang itu dibagi tiga orang dari pada dibagi untuk empat orang." "Seandainya uang itu hanya dibagi untuk dua orang ?" Si ular bergaris merah segera berpaling dan menatapnya lekat-lekat, kemudian sepatah demi sepatah katanya: "Sebenarnya kau ingin berbicara apa ?" "Apa yang ingin kukatakan, tentunya kau sudah memahaminya sedari tadi...." Sepasang mata si ular bergaris merah yang hijau menyeramkan itu mendadak berubah menjadi keabu-abuan, wajahnya dingin kaku tanpa emosi. Ong Tiong berkata lebih jauh: "Jika sebiji bakpao dimakan dua orang, tentu lebih enak daripada dimakan bertiga, teori semacam ini dipahami oleh siapapun. Persoalannya sekarang adalah kedua orang itu dapatkah merasakan bakpao tersebut?" "Menurut pendapatmu?" "Aku cukup mengetahui sampai dimanakah kehebatan ilmu silatmu, tentu saja kau tak akan takut terhadap Ang Nio-cu?" "Hmmm ....." "Tapi apakah hubungannya dengan Cui lotoa? Dan apa pula hubunganmu dengan Cui lotoa? Dapatkah kau menandingi dirinya?" Si ular bergaris merah tertawa dingin. Bila seseorang hanya tertawa dingin belaka dalam suatu keadaan, itu berarti dia sudah tak mampu berbicara lagi, ini menandakan kalau perasaan hatinya sudah mulai tidak tenang. Bagi seseorang yang sama sekali yakin terhadap setiap persoalan yang sedang dihadapinya, dia akan jarang sekali memperdengarkan suara tertawa dingin semacam itu. Koleksi Kang Zusi Maka Ong Tiong segera berkata lebih lanjut: "Oleh karena itu, jika kaupun ingin merasakan bakpao itu, lebih baik cepatlah mencari akal lain." Si ular bergaris merah memikir sejenak, akhirnya tak tahan diapun bertanya: "Apa caranya ?" "Mencari orang yang lain untuk membantu kau merampas kembali bakpao tersebut." "Siapa yang harus kucari ?" sekali lagi si ular bergaris merah itu tertawa dingin. "Pertama orang itu jangan terlalu serakah" "Adakah manusia semacam itu dalam dunia?" "Aku adalah seseorang yang tidak terlalu serakah" "Dulu mungkin aku manusia macam begitu, tapi sekarang aku sudah mengerti, lebih baik bakpao itu dimakan berdua daripada sama sekali tidak merasakannya" "Kedua ?" si ular bergaris merah itu kembali menatap tajam-tajam. "Kedua, Orang itu harus tidak melebihi dirimu." "Kenapa, harus tidak melebihi diriku ?" "Sebab bila dia tidak melebihi dirimu, dia tak akan berani bermain gila di hadapanmu." "Kau tidak melebihi diriku ?" Ong Tiong tertawa. "Seandainya aku lebih tangguh daripada dirimu, mengapa aku harus minta kau gendong sekarang ?" Dari balik mata si ular bergaris merah yang berwarna kelabu, mendadak terpancar setitik sinar terang. "Kau benar-benar akan berdiri dipihakku?" dia bertanya. "Mau tak mau aku harus berdiri dipihakmu." "Kenapa !" "Sebab dipihak mereka sana sudah terlampau sesak." Sorot mata si ular bergaris merah kembali memancarkan sinar tajam, katanya kemudian: "Apa saja yang bisa kau lakukan buatku?" "Aku masih punya tangan." Koleksi Kang Zusi "Tanganmu itu bisa melakukan apa?" "Paling tidak masih bisa menahan seseorang yang lain." Si ular bergaris merah tidak tertawa dingin lagi. Sebab lambat laun dia mulai merasa mantap dan rencana itupun semakin diyakininya. "Sekarang tinggal satu persoalan saja yang harus diselesaikan," kata Ong Tiong lagi. "Katakanlah !" "Sanggupkah kau menghadapi Cui lotoa?" "Menurut pandanganmu?" "Bila sungguh sampai bertarung, aku tak tahu. Tapi jika dilakukan secara mendadak di luar dugaan, maka..." Mendadak dia menutup mulutnya rapat-rapat. Si ular bergaris merah juga menutup mulutnya rapat-rapat, setelah itu pelan-pelan dia baru masuk ke dalam rumah. Cui-mia-hu serta Ang Nio cu sudah menunggu didalam ruangan. Suasana didalam ruangan itu terang benderang. Di bawah sorotan cahaya lampu, paras muka Cui-mia-hu kelihatan pucat seperti selembar kertas putih. Selembar kertas putih yang kering dan berkeriput. Ada sementara orang yang tampaknya sepanjang masa tak dapat terkena sinar, jelas dia adalah manusia semacam itu. Si ular bergaris merah telah meletakkan Ong Tiong di atas bangku, kemudian ujarnya: "Sudah kalian periksa ?" "Setiap bagian dan setiap sudut tempat ini sudah kami periksa." sahut Cui-mia-hu. "Bahkan kakus pun sudah kami periksa," sambung Ang Nio-cu sambil tersenyum, "heran, ternyata tempat itu tidak berbau busuk." Dia mengerling sekejap ke arah Ong Tiong kemudian katanya lagi. "Oleh sebab itu aku tahu teman-temanmu itu sudah pasti adalah orang yang suka dengan kebersihan." "Apa pula yang kau ketahui ?" dengus Ong Tiong ketus. Ang Nio-cu tertawa. "Aku masih tau kalau orang itu sudah pasti bukan kau." Koleksi Kang Zusi "Ke mana perginya teman-temannya itu?" tanya si ular bergaris merah tiba-tiba. "Sudah pergi semua !" sahut Cui-mia-hu. Sekali lagi Ang Nio-cu mengerling sekejap ke arah Ong Tiong, kemudian sambil tertawa genit katanya: "Tampaknya teman-teman yang kau dapatkan belakangan ini bukanlah teman-teman yang baik." "Di dunia ini memang tiada teman yang benar-benar bersedia menemani sampai mati" kata Ong Tiong hambar. Ang Nio-cu tersenyum. "Suami istri macam begini saja sudah tak ada, apalagi cuma sahabat...." Kali ini biji matanya mengerling ke arah si ular bergaris merah. Tapi si ular bergaris merah seakan-akan tidak mendengar perkataan itu, diapun tidak memandang ke arahnya, cuma ujarnya: "Apakah didalam rumah ini sudah tiada orang lain?" "Cuma ada dua buah orang-orangan !" sahut Cui-mia-hu. "Orang-orangan bukan termasuk orang !" kata Ong Tiong. Mendadak Cui-mia-hu tertawa seram. "Heeehhh... heeehhh... heeehhh.... jangan lupa, ada kalanya orang-oranganpun dapat membunuh orang." Paras muka Ong Tiong yang baru saja membaik tiba-tiba sedikit agak berubah. Cui-mia-hu mengawasi terus raut wajahnya pada saat paras mukanya agak berubah itulah, Cui-mia-hu telah turun tangan. Jarang sekali ada yang tahu benda apakah yang dipergunakan Cui-mia-hu untuk membunuh orang. Karena sewaktu membunuh orang dia selalu membunuh sungguhan, sekali turun tangan, pihak lawan tak pernah diberi kesempatan untuk hidup lebih jauh. Kalau tidak ada keyakinan tersebut, dia tak akan turun tangan. Hanya orang yang tak pernah menyaksikan dia membunuh orang saja yang tahu senjata apakah yang digunakan untuk membunuh orang. Hanya empat orang yang pernah menyaksikan dia membunuh orang. Ong Tiong juga pernah menyaksikan. Senjata yang dipergunakan olehnya untuk membunuh orang adalah dua batang duri. Koleksi Kang Zusi Dua batang duri yang bertali serat baja, selain dapat merenggut nyawamu, dapat pula membelenggu senjatamu dan mencekik tengkukmu kemudian sekaligus menusuk ke dalam jantungmu. Itulah sepasang duri pembetot sukmanya yang tiada taranya di kolong langit. Dalam dunia persilatan terdapat banyak orang yang menjadi tenar karena mengandalkan senjata tunggalnya. (Bersambung ke Jilid 19) Jilid 19 KARENA bila kau mempergunakan senjata khusus yang aneh, seringkali kali akan berhasil meraih banyak keuntungan dari musuhmu. Suatu keberuntungan yang seringkali di luar dugaan. Oleh sebab itu, bila kau dapat menciptakan semacam senjata khusus yang bisa membuat orang lain di luar dugaan, kau pasti dapat mencari nama yang tenar dalam dunia persilatan.... menggunakan darah orang lain untuk mencetak namamu. Walaupun di kemudian hari kaupun bisa jadi mati pula di ujung senjata khusus lain yang sama sekali di luar dugaanmu. Tubuh orang-orangan itu kelihatan terlalu gemuk. Jauh lebih gemuk daripada sewaktu dipakai untuk menaikkan layang-layang. Dalam, soal ini mungkin orang lain tak dapat melihatnya, tapi Cui-mia-hu sudah pasti dapat melihatnya, sebab orang- orangan itu adalah hasil karyanya. Walaupun dia memiliki selembar wajah yang bodoh, namun memiliki sepasang tangan yang cekatan... orang yang benar-benar pintar, tak akan selalu menunjukkan kepintaran-nya di atas wajah. Orang-orangan itu tidak makan daging, juga tidak minum arak, mengapa dalam semalaman saja bisa berubah menjadi begitu gemuk? Mungkinkah ada orang yang bersembunyi dibalik orang-orangan itu serta bersiap sedia melancarkan sergapan?.... Mungkinkah hal ini merupakan pukulan terakhir yang telah dipersiapkan oleh Ong Tiong dan Yan Jit sekalian ? Paras muka Ong Tiong berubah hebat. Karena pada saat itulah sepasang duri pencabut nyawa dari Cui-mia-hu telah menusuk ulu hati orang-orangan itu dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat. Senjata itu menusuk sangat dalam, dalam sekali. Di dunia ini memang jarang terdapat seorang teman yang benar-benar mau sehidup semati denganmu. Bahkan suami isteri saja amat jarang, apa lagi cuma teman. Tapi teman semacam ini, bukannya sama sekali tak ada. Paling tidak Kwik Tay-lok sekalian adalah teman-teman semacam itu. Koleksi Kang Zusi Mereka tahu nyawa Ong Tiong sudah berada di ujung tanduk, siapakah yang merasa tega untuk membiarkan dia pergi menempuh mara bahaya seorang diri ? Mana mungkin mereka akan pergi ? Orang-orangan itu memang gemuk, biasanya orang yang gemuk tentu mempunyai darah yang banyak. Sepasang duri pencabut nyawa dari Cui-mia-hu telah menembusi ulu hatinya. Tapi tak ada darah yang keluar, setetespun tak ada. Kali ini paras muka yang berubah bukan muka Ong Tiong, melainkan Cui-mia-hu. Pada saat paras muka Cui-mia-hu berubah itulah, mencorong sinar tajam dari mata si ular bergaris merah. Dan pada saat yang bersamaan pula, Ong Tiong menarik tangan Ang Nio-cu. Sengatan lebah beracun. Sengatan dari Cui-mia-hu lebih beracun. Jika lebah sudah menyengat orang, maka dia akan mati dan tak beracun lagi. Tapi sekarang sengatan dari Cui-mia-hu telah menancap di atas jantung orang-orangan itu. Kesempatan sebaik ini tentu saja tak akan disia-siakan oleh si ular bergaris merah. Tiba-tiba dia mengarah wajah Cui-mia-hu, kemudian meniupnya dengan sekuat tenaga. Cahaya yang menyorot masuk lewat jendela dapat menerangi hawa hijau yang terhembus keluar dari tiupannya itu. Cui-mia-hu seakan akan sedang tertegun, tapi pada saat hembusan itu menyambar datang inilah, ujung baju Cui-mia-hu mendadak berubah menjadi tali penyeret yang segera menyeret tengkuk Si ular bergaris merah kencang-kencang. Diapun menahan napasnya dengan sepenuh tenaga. Si Ular bergaris merah segera menjerit ngeri dengan suaranya yang memilukan hati. Dengusan napasnya makin tajam, dan makin pendek. Cui-mia-hu telah melompat naik ke atas rumah, tangannya memegang wuwungan rumah dan bergelantungan sambil mengawasi lawannya. Sepasang mata si ular bergaris marah seakan-akan sudah menjadi buta, apapun tidak terlihat olehnya, bagaikan seekor anjing buta yang menerkam ke depan dengan sempoyongan. Dia menerjang maju selangkah, dua langkah, tiga langkah..... Wajahnya segera berubah menjadi hijau kebiru-biruan. Dia baru maju dua langkah, tubuhnya sudah roboh terjengkang ke atas tanah. Koleksi Kang Zusi Barang siapa terkena racun dari Si ular bergaris merah, tak akan bisa maju sampai tujuh langkah. Bahkan si ular bergaris merah sendiripun tidak terkecuali. Ong Tiong telah melepaskan tangan Ang Nio-cu. Wajah masih sama sekali tidak menunjukkan perubahan, tapi kelopak matanya sudah mulai bergerak. Lambat laun dia sudah memahami apa gerangan yang telah terjadi, peristiwa semacam ini sedikitpun tidak menarik. Tapi Ang Nio-cu seakan-akan merasa kejadian ini menarik sekali, dia sudah tertawa terpingkalpingkal tiada hentinya. Suara tertawanya masih kedengaran merdu seperti bunyi keleningan. Sejak pertama kali berjumpa dengannya dulu, Ong Tiong sudah terpikat oleh suara tertawanya itu. Hingga dia sudah bertemu beberapa ratus kali dengannya, ia masih menganggap suara tertawanya begitu menarik. begitu merdu, seakan-akan di dunia ini tiada keduanya lagi. Tapi sekarang, dia mulai merasa muak, mulai merasa seakan-akan hendak tumpah. Bagaimanapun juga si ular bergaris merah adalah temannya yang sudah hidup bersama selama banyak tahun. Barang siapa dapat tertawa terpingkal-pingkal disamping jenasah rekannya, maka kejadian tersebut pasti akan memuakkan orang lain. Ang Nio-cu memutar sepasang matanya yang jeli, kemudian ujarnya dengan lembut: "Apakah kau sedang keheranan, mengapa aku harus tertawa terpingkal-pingkal ?" "Sedikitpun tidak heran !" "Kenapa ?" "Sebab kau sama sekali bukan manusia." Itulah kesimpulan dari Ong Tiong. Cui mia-hu masih mengawasi mayat si ular bergaris merah dengan terpesona, seakan-akan dia takut kalau itu belum mati secara sungguhan.... Padahal si ular bergaris merah benar-benar sudah mati secara seratus persen. Padahal selama dia masih hidup, apa yang tak lebih hanyalah mempersembahkan kehidupannya untuk obat-obatan racun. Dia tidak mempunyai teman lain, bahkan boleh dibilang dia tidak mempunyai apa-apa. Koleksi Kang Zusi Obat beracun adalah seluruh hidupnya. Lewat lama kemudian, Cui-mia-hu baru pelan-pelan membalikkan badannya seraya berkata: "Inilah seorang yang jujur dan setia!" "Kau maksudkan dia jujur dan setia ?" tanya Ang Nio-cu. Cui-mia-hu mengangguk. "Paling tidak terhadap perbuatan yang hendak dilakukannya dia amat setia, obat beracunnya memang tak pernah meleset walau hanya satu kali saja." Sekali lagi Ang Nio-cu tertawa terkekeh-kekeh. "Oleh sebab itu kau harus lebih-lebih berterima kasih kepadaku, seandainya tiada aku, yang mati sekarang adalah kau." "Aku memang sama sekali tidak menyangka kalau diapun bakal menghianati diriku." Ang Nio-cu tertawa. "Seandainya kau tak pernah menyangka, mengapa bisa mempersiapkan cara yang begitu baik untuk menghadapinya?" "Karena akupun seseorang yang jujur." "Kau jujur terhadap siapa?" "Terhadap diriku sendiri." Ang Nio-cu segera menghela napas panjang: "Mengapa kau tak pernah mengatakan kalau akupun sangat jujur ?" keluhnya. "Karena kau terhadap dirimu sendiri saja tidak jujur, apalagi terhadap orang lain" kata Cui-miahu dengan ketus, "kau sering kali menghianati diri sendiri, kau sendiri menjual dirimu sendiri." "Tapi aku belum pernah menghianati dirimu, akupun tak pernah membohongi kau." "Karena kau tahu tiada orang yang bisa membohongi diriku" suara Cui-mia-hu masih tetap sedingin es. Tiba-tiba dia berpaling ke arah Ong Tiong, kemudian melanjutkan: "Oleh karena itu aku selama berada di hadapanku pun seseorang yang amat jujur." Ong Tiong tidak menunjukkan reaksi apa-apa.. "Kau bilang teman-temanmu sudah pergi semua, ternyata mereka memang tidak berada di sini" ujar Cui-mia-hu. Ong Tiong masih belum menunjukkan reaksi apa-apa. Koleksi Kang Zusi "Sekarang aku hanya ingin tahu, kau lebih setia kepada uang ataukah terhadap diriku?" kata Cui-mia-hu lebih jauh. "Itu mah tergantung keadaan." "Tergantung bagaimana ?" "Biasa aku selalu setia kepada uang, tapi sekarang terhadap dirimu...." kata Ong Tiong hambar. "Bagus sekali, bawa kemari." "Apanya yang bawa kemari ?" "Apa yang kau miliki ?" Ong Tiong ragu-ragu sejenak, akhirnya dia bulatkan tekad, katanya: "Di bawah meja sana terdapat beberapa lembar ubin batu yang bisa di geser, di bawah lapisan batu itu terdapat sebuah gudang di bawah tanah... "Kau mengira aku tak dapat melihatnya?" seru Cui-mia-hu sambil tertawa dingin. "Kalau kau sudah melihatnya, mengapa tidak pergi mengambilnya ? Barang itu berada di situ." "Biar aku yang mengambilnya." seru Ang Nio-cu cepat. "Tidak, biar aku saja!" seru Cui-mia-hu. Badannya berkelebat lewat dan mendahului Ang Nio-cu. Inilah untuk pertama kalinya dia berjalan di depan orang lain... merupakan terakhir kalinya. Serentetan cahaya perak pelan-pelan meluncur keluar dari balik ujung baju Ang Niocu dan tepat menghajar jalan darah Giok-seng hiat di atas benaknya. Serangan mematikan ini bukan saja tidak cepat, bahkan sangat lamban, tapi dia justru tak sanggup menghindarkan diri. Dia segera roboh terkapar ke atas tanah. Tidak melawan, juga tidak merasakan penderitaan apa-apa. Bahkan tiada suara apapun yang terpancar keluar, seorang yang hidup tiba-tiba saja berubah menjadi sesosok mayat. Siapapun tak akan menyangka kalau dia akan mati dengan begitu gampangnya. Tentu saja dia sendiripun lebih-lebih tak menyangka, orang yang membunuh dirinya ternyata tak lain adalah Ang Nio cu. Suara tertawa merdu bagaikan suara keleningan kembali berkumandang memecahkan keheningan. Koleksi Kang Zusi Ang Nio cu tertawa, ujarnya: "Kali ini tentunya kau mengerti bukan, mengapa aku tertawa tergelak-gelak ?" "Tidak mengerti." "Tahukah kau apa yang kugunakan untuk membinasakan dirimu ?" Ong Tiong tidak menjawab. Ang Nio-cu segera tertawa, kembali ujarnya: "Tentunya kau tahu, darimanakah kupelajari ilmu melepaskan duri pencabut nyawa itu?" Sesudah tertawa cekikikan, kembali sambungnya: "Barusan, dia telah mempergunakan racunnya si ular bergaris merah untuk membunuh si ular bergaris merah, maka sekarang akupun menggunakan duri pencabut nyawa untuk menusuk dia sampai mati, menghadapi kejadian yang begini menariknya ini, masa aku tak boleh tertawa senang?" "Aku hanya merasa heran, mengapa dia mengajarkan kepandaiannya itu kepadamu?" "Karena dia sama sekali tidak mewariskannya semua rahasia kepandaiannya kepadaku, dia tahu selamanya aku tak akan bisa mempergunakannya secara baik." "Kau memang tak bisa melebihi kecepatannya." "Yaa, selisihnya memang jauh sekali, oleh sebab itu walaupun aku mempelajarinya tapi tetap tak ada gunanya, hakekatnya tak mungkin bisa dipergunakan untuk menghadapi orang lain. Duri pengejar nyawa masih tetap merupakan senjata khasnya." "Kalau toh tak berguna, mengapa kau mempelajarinya ?" "Bukannya sama sekali tak ada gunanya, cuma ada semacam kegunaan yang sebenarnya amat fatal, yakni apabila kugunakan untuk menghadapi seseorang." "Siapa ?" "Dia sendiri !" "Kau tak bisa menggunakannya untuk menghadapi orang lain, tapi bisa dipakai untuk menghadapi dirinya?" tanya Ong Tiong dengan wajah keheranan. Ang Nio cu tertawa. "Di dunia ini memang banyak terdapat kejadian yang begitu anehnya...." "Aku tidak mengerti !" Ang Nio-cu segera tertawa terkekeh-kekeh. "Hal-hal yang tidak kau pahami masih banyak sekali !" "O, ya ?" Koleksi Kang Zusi "Aku sengaja membiarkan kau berada bersama si ular bergaris merah, tujuannya tak lain adalah untuk kesempatan kepada kalian untuk berbincang-bincang." "Mula-mula kuucapkan dulu kata-kata yang dia paling tak senang diketahui orang lain kemudian baru menyingkir pergi, dalam keadaan yang gusarnya setengah mati itu, sudah pasti kau tak akan melepaskan kesempatan tersebut dengan begitu saja." "Kau telah menduga kalau aku bakal menggunakan akal untuk menggerakkan hatinya dan menyuruh dia menghianati diri kalian ?" "Bukan berarti kau yang menggerakkan hatinya, adalah dia sendiri yang mempunyai maksud begitu, Cuma saja selama ini belum ada kesempatan baik untuk melakukannya." "Ooooh.... jadi kau sengaja memberi kesempatan kepadanya, kemudian baru memberi tahukan kepada Cui lotoa untuk bersiap-siap?" "Aku juga tahu kalau Cui lotoa telah menemukan cara yang baik untuk menghadapi dirinya, asal dia berani turun tangan, maka sudah pasti dia akan mampus!" "Tepat sekali perhitunganmu itu." "Dalam hal ini, aku rasanya tak usah terlampau membanggakan diri" kata Ang Nio cu sambil tersenyum. Ong Tiong menghela napas panjang. "Aaai, akhirnya aku memahami juga persoalan ini, masih ada yang lain ?" Ang Nio-cu mengerdipkan matanya berulang kali, lalu katanya: "Tahukah kau rahasia paling besar apakah yang dimiliki Cui lotoa....?" "Telinganya tidak begitu tajam, hakekatnya tak jauh berbeda dengan orang tuli." "Tapi nada ucapanku sewaktu bercakap-cakap dengan tidak terlalu besar, dia toh bisa mendengarnya dengan jelas ?" "Itulah dikarenakan dia memperhatikan gerakan bibirmu, dengan melihat gerakan bibir tersebut, dia dapat mengetahui apa yang sedang kau ucapkan." "Aaaai... hal ini benar-benar merupakan suatu rahasia yang sangat besar," kata Ong Tiong sambil menghela napas. "Kecuali aku seorang, tiada orang lain yang mengetahui rahasianya tersebut. Oleh karena telinganya tidak tajam, maka dia selamanya enggan berjalan di depan orang lain, dia kuatir orang lain akan menyergapnya dari belakang." Setelah tertawa, kembali ujarnya: "Hal ini bukan disebabkan karena dia lebih berhati-hati daripada orang lain, tapi disebabkan lantaran ia tak bisa mendengar suara desingan senjata rahasia, seandainya ada orang yang menyergapnya dari belakang, maka ia sama sekali tak mampu untuk menghindarkan diri." Koleksi Kang Zusi "Andaikata desingan angin serangan itu sangat tajam, tentu saja dia masih dapat mendengarnya, tapi bila ada orang yang menyerangnya secara pelan-pelan, maka dia sudah pasti akan mampus." Ang Nio-cu segera tertawa. "Yaa, sedikitpun tak salah," katanya, "itulah sebabnya serangan yang kugunakan adalah dari pengejar nyawa ajarannya yang tak pernah bisa kupelajari secara sempurna itu, dan kepandaian itu justru merupakan suatu kepandaian yang tiada keduanya di dunia ini." "Apakah kaupun sudah memperhitungkan, begitu ia mendengar benda itu berada dimana, maka dia tak akan tahan untuk memburu ke sana dan menengoknya lebih dulu ?" "Yaa, seandainya berada di depan orang lain, mungkin dia masih dapat menahan diri atau mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, tapi bila sedang berada bersamaku, dia selalu akan lebih teledor daripada biasanya..." "Kenapa ?" "Sebab dia selalu mengira bahwa aku sedang menggantungkan diri kepadanya, dia selalu menganggap bila dia sampai mati, maka akupun tak bisa hidup lagi." Ong Tiong menghela napas. "Diapun menganggap tak ada orang yang bisa membohongi dirinya....." "Yaa, memang tiada orang yang bisa membohonginya, yang ada hanya dirinya membohongi diri sendiri." "Kau bilang dia pernah membohongi diri sendiri ?" Ang Nio cu tertawa genit: "Berapa orang lelakikah di dunia ini yang tidak gampang membanggakan diri sendiri ? Seandainya lelaki tidak terlalu gampang menjadi mabuk diri, perempuan manakah yang bisa menyusupkan diri dalam lingkungannya ?" Ong Tiong termenung, sampai beberapa saat lamanya, kemudian ujarnya dengan hambar: "Kau selalu memperhitungkan dengan tepat, juga melihatnya secara tepat." "Tapi aku telah salah menilai dirimu." "O ya ?" "Aku mengira kau tak akan pernah bicara bohong" kata Ang Nio cu sambil tertawa, "tak disangka kau telah berbohong, bahkan pada hakekatnya bisa membohongi orang sampai mati tanpa mengganti nyawa !" "Kapan aku pernah berbohong ?" "Kau bilang barang itu berada di bawah kolong meja, bukankah kau sedang berbohong?" Koleksi Kang Zusi "Yaa, benar !" Ang Nio cu tertawa, kembali ujarnya: "Tapi cuma aku seorang yang tahu kalau kau sedang berbohong, sebab di dunia ini hanya aku seorang yang tahu dengan persis sesungguhnya benda tersebut disimpan dimana." "Yaa, kau memang seharusnya tahu !" Ang Nio cu mengerling sekejap ke arahnya dengan genit, lalu katanya lagi: "Berbicara terus terang saja, tadi sebetulnya sudah kau duga atau tidak kalau barang itu sesungguhnya akulah yang mengambil pergi ?" "Aku tidak menyangka !" Setelah termenung beberapa saat lamanya, kembali dia berkata: "Aku sama sekali tidak menyangka, akupun tidak tahu apa-apa, aku hanya mengetahui satu hal." "Soal apa ?" "Menjadi orang tidak seharusnya terlampau gegabah, barang siapa menganggap tiada orang yang bisa membohongi dirinya, maka hal itu sama artinya dengan dirinya membohongi diri sendiri." Senyuman manis dari Ang Nio-cu seperti agak berubah, tak tahan dia lantas berseru: "Apa maksudmu ?" "Maksudnya, jika kau dapat mempersiapkan sebuah jerat untuk menjerat orang lain, maka orang lainpun dapat mempersiapkan sebuah jerat untuk menjerat dirimu sendiri." Inipun merupakan suatu kesimpulan. Biasanya kesimpulan jarang sekali keliru. Yang keliru biasanya bukan suatu kesimpulan. Hari sudah terang benderang. Perempuan tampak selalu lebih tua, lebih berkisut di tengah hari yang terang benderang. Dalam keadaan begini, Ang Nio-cu tak dapat tertawa lagi. Jika seorang perempuan yang biasa tertawa mendadak tidak tertawa, seringkali diapun tampak lebih tua dan berkeriput. Oleh sebab itu, paras muka Ang Nio-cu pada saat itu hampir boleh dibilang sudah mendekati taraf "si nenek berbaju merah". Di bawah kolong meja tiada harta karun, satu peser uangpun tidak ada. Tapi di situ ada orangnya, dua orang manusia. Sekalipun Ong Tiong tak dapat bergerak, namun kedua orang itu dapat bergerak. Koleksi Kang Zusi Yang seorang bisa bergerak cepat, yang seorang lagi agak lamban. Yang cepat adalah Yan Jit, yang lamban adalah Kwik Tay-lok. Manusia semacam Kwik Tay-lok tak nanti akan pergi jika temannya sedang menghadapi mara bahaya, sekalipun kau mengusirnya dengan cambukan, atau memalangkan golok di atas tengkuknya, dia juga tak akan angkat kaki.. Hingga sekarang, Ang Nio-cu baru menyadari bahwa dirinya benar-benar sudah masuk perangkap. Tapi bagaimana mungkin ia bisa terjatuh dalam perangkap. ? Dia sama sekali tidak tahu, bahkan perangkap macam apakah itu, dia sendiripun tidak sempat melihatnya. Di dalam ruangan rumah, selalu ada salah satu sudut yang remang-remang, di sudut semacam ini biasanya selalu tersedia kursi. Pelan-pelan Ang Nio cu berjalan ke sana dan pelan-pelan duduk di atas kursi. Tiada orang yang menghalangi kepergiannya, sebab hal ini tak ada perlunya. Lewat beberapa saat kemudian, tiba-tiba Ang Nio-cu berkata: "Ong Tiong, aku tahu kau selalu merupakan seseorang yang amat adil dan bijaksana." "Dia memang selalu begitu !" sela Kwik-Tay-lok. Bila Kwik Tay-lok hadir dalam suatu pertemuan, maka kesempatan berbicara bagi Ong Tiong tak pernah banyak. "Oleh karena itu, terhadap diriku pun dia harus bertindak amat bijaksana." "Bagaimana baru dianggap bijaksana ?" "Barusan, aku telah membeberkan semua perangkap yang kupersiapkan, sekarang kau harus membeberkannya pula !" Sasaran pembicaraannya masih tetap Ong Tiong, kecuali Ong Tiong, dia tak pernah memandang ke arah orang lain. Sepasang mata Yan Jit sedang melotot, Kwik Tay-lok pun terpaksa harus membungkam dalam seribu bahasa. Lewat lama sekali, Ong Tiong baru berkata: "Tadi, kau berbicara mulai dari mana ?" "Dari aku memberi kesempatan kepadamu untuk berbincang-bincang dengan si ular bergaris merah." "Tahukah kau mengapa aku mengajaknya memperbin-cangkan persoalan semacam itu?" "Aku tidak tahu !" Koleksi Kang Zusi "Tapi paling tidak seharusnya kau tahu akan satu hal, barang itu toh bukan aku yang mengambil." "Aku tahu !" "Oleh karena itu aku harus mencari tahu, siapakah diantara kalian bertiga yang telah mengambil barang-barang tersebut ?" kata Ong Tiong. "Oooh.... jadi kau mengucapkan beberapa patah kata itu kepada si ular bergaris merah tujuannya tak lain adalah untuk menyelidiki dirinya...?" "Benar, andaikata dia yang mengambil barang-barang itu, maka dia tak akan berbuat demikian" "Dari mana kau bisa tahu kalau orang itu bukan si kelabang besar ?" "Seandainya dia yang mengambil, tak nanti si kelabang besar itu akan menyerempet bahaya... orang yang memiliki harta sebesar beberapa ribu laksa tahil perak, biasanya takut mati sekali, bahkan atap rumah yang terjatuhpun kuatir kalau bakal menimpa atas kepala sendiri" Ang Nio-cu tertawa paksa, lalu berkata: "Kenapa tidak kau katakan saja dengan kata yang lebih sederhana? Harta lebih berharga dari emas ? Aku pasti mengerti jika kau bilang begitu." "Orang yang mengetahui tempat penyimpanan harta karun itu hanya lima orang, bila tiga orang lainnya tak tahu, itu berarti tinggal kau dan Cui lotoa." "Tapi, kau toh belum bisa memastikan di antara aku dan Cui lotoa, sebenarnya siapakah yang sebenarnya telah melarikan harta kekayaan tersebut ?" "Waktu itu aku masih belum berani memastikan, tapi aku sudah mempunyai pegangan, cepat atau lambat orang itu sudah pasti akan dapat kutemukan." "Kau benar-benar memiliki keyakinan tersebut ?" "Yaa, pertama, aku tahu si ular bergaris merah bukan tandingan dari Cui lotoa, andaikata dia berani melakukan suatu tindakan, maka orang itu akan mampus." "Ternyata penglihatanmu memang tepat sekali !" "Kedua, aku tahu diantara kau dan Cui-lotoa, sudah pasti ada satu orang diantaranya yang bakal mati." "Kenapa ?" "Sebab entah siapa pun yang telah mengambil barang-barang tersebut, sudah pasti dia tak akan membiarkan orang yang lain tetap hidup segar bugar." "Kenapa ?" "Karena seandainya diantara kami berlima masih ada seorang saja yang masih hidup, maka pasti dia tak akan bisa menikmati harta kekayaan yang besar jumlahnya itu dengan tenang, sekarang dari lima orang berarti tinggal satu orang, inilah suatu kesempatan yang sangat baik sekali baginya." Koleksi Kang Zusi Ang Nio-cu menghela papas panjang, gumamnya: "Yaa, kesempatan semacam itu memang terlampau baik." "Dia sudah menunggu sangat lama, dengan susah payah baru dijumpainya kesempatan seperti ini, tentu saja dia tak akan melepaskannya begitu saja." "Seandainya berganti dengan kau, sama juga kesempatan baik itupun tak akan kau lepaskan." "Yaa, apalagi dulu dia telah melimpahkan semua tanggung jawab tersebut di atas tubuhku, sekarang setelah menemukan diriku kembali, cepat atau lambat rahasianya itu tentu akan terbongkar juga, sekalipun dia tak ingin membunuh orang lain, orang lain juga pasti akan membunuhnya." "Sebenarnya aku memang tak ingin menyaksikan mereka berhasil menemukan dirimu, tapi...." Dia tertawa, suara tertawanya kedengaran amat memedihkan hati, kemudian melanjutkan: "Tapi dalam hati kecilku, akupun berharap sekali bahwa mereka bisa menemukan kau, agar akupun bisa melihat selama beberapa tahun ini, kau telah berubah menjadi seperti apa? Baikkah penghidupanmu selama ini?" Akhirnya Kwik Tay-lok tidak tahan juga, mendadak ia menimbrung: "Penghidupannya selama ini sangat bagus, sekalipun agak miskin, namun penghidupannya masih tetap riang gembira." Pelan-pelan Ang Nio-cu mengangguk, gumamnya: "Kalian semua memang sahabat karibnya, kalian memang sahabat-sahabat yang lebih sejati kalau dibandingkan dengan sahabat-sahabatnya dulu." Setelah termenung sampai lama sekali, dia baru melanjutkan: "Kalau hitung pulang pergi, tampaknya sejak tadi kau sudah menghitung bahwa pada akhirnya pasti tinggal satu orang saja, juga telah menghitung dengan tepat kalau dia sudah pasti orang yang telah mengambil harta kekayaan tersebut." "Tentu saja, sebab perhitungan semacam ini pada hakekatnya sama sederhananya dengan hitungan satu tambah satu sama dengan dua." "Apakah kau sudah memperhitungkan sampai di situ ketika akan datang memenuhi janji?" "Kalau tidak begitu, mana mungkin kami melepaskannya pergi dengan perasaan lega?" sela Kwik Tay-lok. Ang Nio-cu menghela napas panjang. "Aaaai.... seharusnya akupun bisa berpikir sampai ke situ! Seharusnya aku bisa melihat kalau kalian bukanlah semacam teman yang diam-diam ngeloyor pergi ketika melihat sahabatnya terancam bahaya." "Mereka memang bukan!" Ong Tiong mengangguk. Koleksi Kang Zusi "Tapi ada beberapa hal yang tidak kupahami." "Kau boleh bertanya!" "Kau masuk perangkap dan tertawan, apakah tindakan inipun merupakan suatu kesengajaan?" "Aku cuma tahu kalau di tempat itu tak mungkin akan muncul sebuah kuburan secara tibatiba." "Jadi kau sengaja membiarkan dirimu tertawan? Apakah kau tidak kuatir bila kami bunuh dirimu pada saat itu juga?" "Takutnya sih tetap rada takut." "Tapi, mengapa kau tetap melakukannya?" "Sebab telah kuduga, kalian tak nanti akan membunuhku dengan begitu saja, kalian sudah pasti mempunyai tujuan lain." "Sudah dapat kau tebak apakah tujuannya?" "Sekalipun belum begitu pasti, tapi aku tahu asal kalian punya tujuan maka aku tak akan dibunuh pada detik itu juga." "Karena itu pula kau menyuruh mereka menantimu di sini ?" "Benar !" "Kau mempunyai keyakinan untuk memancing kami datang kemari ?" "Hanya ada sedikit, tidak terlampau banyak." "Tapi kau tetap melakukannya juga ?" "Bila seseorang hanya mau melakukan pekerjaan yang meyakinkan saja, maka tak sepotong pekerjaanpun yang berhasil dia lakukan." "Sebab di dunia ini memang tiada pekerjaan yang meyakinkan." "Kau menyuruh mereka menyembunyikan diri di sini, apakah tidak kuatir kalau belum apa-apa jejak mereka sudah kami ketahui?" "Kesempatan semacam itu tipis sekali." "Kenapa ?" "Hal ini harus dibagikan dalam beberapa macam keadaan." "Katakan!" "Keadaan yang pertama adalah tiga orang berada bersama ditempat ini...." "Ehmm . . . . . . !" Koleksi Kang Zusi "Waktu itu dari tiga orang tersebut, paling tidak ada dua orang diantaranya yang mengira harta karun itu kusembunyikan dikolong meja, tentu saja mereka tak akan membiarkan orang lain turun tangan mendahuluinya. Sekalipun ada orang hendak menengoknya, sudah pasti ada orang yang lainnya mencegah perbuatannya itu. Maka dalam keadaan seperti ini, mereka sudah pasti akan sangat aman." "Bagaimana pula keadaan ke dua ?" "Waktu itu sudah tinggal dua orang, misalnya saja kau dan Cui lotoa." "Tak usah dimisalkan lagi, kenyataan memang tinggal kami berdua." "Waktu itu, sudah pasti kau tak akan membiarkan Cui lotoa hidup terus. Sekalipun dia ingin pergi memeriksanya, kau pasti akan turun tangan lebih dahulu, maka dalam keadaan beginipun mereka juga aman dan tidak terancam." "Kemungkinan ketiga sudah tentu ketika tinggal aku seorang bukan ?" "Benar !" "Jalan darahmu yang tertotok itu masih tertotok bukan?" "Betul !" "Seandainya kutemukan kalau mereka bersembunyi di situ, bukankah akupun masih sanggup untuk menyumbat mati mereka didalam sana ?" "Tapi kau toh sudah tahu kalau harta karun itu tidak disembunyikan di situ, mana mungkin tempat tersebut akan kau periksa ? Pada hakekatnya kau menaruh perhatian saja tidak, maka dalam keadaan begini, merekapun sangat aman." "Benarkah segala sesuatunya telah kau perhitungkan dengan begitu cermat dan tepat?" "Tidak !" Setelah tertawa, lanjutnya: "Manusia punya kemauan Thian punya kuasa, siapa pun tak akan dapat memperhitungkan segala sesuatunya tanpa meleset barang sedikitpun jua...." "Tapi kau toh tetap menyerempet bahaya itu ?" "Ya, sebab itulah satu-satunya jalan yang kumiliki, satu-satunya serangan terakhir yang bisa kulakukan." Ang Nio-cu menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir: "Nyali kalian benar-benar terlampau besar" "Nyali kami tidak terlalu besar, rencana kami juga tidak seteliti dan secermat kalian, bahkan tenaga yang kami milikipun sangat lemah." Koleksi Kang Zusi "Kalau dibandingkan dengan kalian, dalam pertarungan ini seharusnya kami berada dipihak yang kalah." "Tapi dalam kenyataannya kalian menang". "Hal ini disebabkan karena kami memiliki semacam benda yang tidak kalian miliki." "Kalian punya apa ?" "Hubungan persahabatan yang sejati !" "Walaupun wujudnya tak bisa dilihat, tak bisa diraba, tapi kekuatan besar yang dimilikinya tak akan pernah kalian bayangkan selamanya...." Ang Nio-cu sedang mendengarkan. Dia tak bisa tidak harus mendengarkan, sebab ucapan semacam itu belum pernah dia dengar sebelumnya. "Kami beradu jiwa, berani menyerempet bahaya, karena kami tahu bahwa diri sendiri bukanlah berdiri seorang diri." Sorot matanya dialihkan ke wajah Yan Jit dan Kwik Tay-lok, kemudian melanjutkan: "Bila seseorang walau berada dalam keadaan seperti apapun, bila dia tahu kalau disampingnya berdiri sahabat yang sejati, yang bersedia hidup bersama, mati bersama dengan dirinya, maka dengan segera dia akan berubah menjadi lebih berani dan lebih percaya pada diri sendiri." Ang Nio-cu menundukkan kepalanya, dia seakan-akan berubah menjadi jauh lebih tua. "Sebenarnya akupun menginginkan kepergian mereka" kata Ong Tiong kembali, "tapi mereka cuma mengucapkan sepatah kata, maka akupun mengurungkan niatku itu !" "Apa yang mereka katakan?" tak tahan Ang Nio-cu segera bertanya. "Mereka hanya memberitahukan kepadaku: bila kami ingin hidup, kami harus hidup bersama dengan riang gembira, bila ingin mati, maka kami harus mati bersama dengan riang gembira, entah mati entah hidup, sesungguhnya bukan sesuatu yang luar biasa !" Ucapan semacam itupun belum pernah di dengar oleh Ang Nio-cu. Hampir saja dia tak mau mempercayainya. Tapi sekarang mau tak mau dia harus mempercayainya juga. Dia telah menjumpai tiga orang yang berada di hadapannya.... Seorang manusia yang penuh luka di tubuhnya, sampai untuk berdiripun sudah payah. Seorang manusia yang kurus kecil dan lemah yang kelaparan juga keletihan. Sekalipun Ong Tiong sendiripun sama saja. Koleksi Kang Zusi Kalau dibilang cuma mengandalkan ketiga orang itu saja, maka si ular bergaris merah, Cuimia- hu dan Ang Nio-cu bisa dibikin mati, peristiwa tersebut pada hakekatnya tak bisa di terima dengan akal sehat. Tapi kejadian yang tak bisa diterima dengan akal sehat itu justru telah berubah menjadi suatu kenyataan sekarang. Apa yang sebenarnya mereka andalkan ? Ang Nio-cu mendadak dia merasakan darah di dalam dadanya mendidih, hampir saja air matanya jatuh bercucuran. Entah sudah berapa lama dia tak pernah melelehkan air mata, hampir saja lupa bagaimanakah rasanya melelehkan air mata. Yan Jit mengawasi terus wajahnya tanpa berkedip, lambat laun sorot matanya menunjukkan perasaan simpatik, tiba-tiba dia bertanya: "Apakah kau belum pernah punya teman?" Ang Nio-cu menggeleng. "Sudah pasti bukan karena sahabat tidak menghendaki dirimu, adalah kau sendiri yang tidak menghendaki teman." Yan Jit menambahkan. "Tapi aku...." "Jika kau menginginkan orang lain bersungguh hati kepadamu, hanya ada satu hal yang bisa kau gantikan kepadanya." "Meng.... menggantikannya dengan apa?" "Dengan ketulusan hati serta kesungguhan hatimu sendiri." Kwik Tay lok tidak tahan segera menimbrung pula: "Diantara kalian bertiga, asal ada sedikit saja ketulusan serta kesungguhan hati, maka hari ini kalian masih bisa hidup senang dengan riang gembira." Sesat tak akan menangkan kelurusan. Keadilan pasti dapat merontokkan kekerasan. Kekuatan yang terjalin karena persahabatan dan kesetiaan, sudah pasti dapat menangkan pula kekuatan buas yang terhimpun karena persekongkolan dan kedengkian. Keadilan dan persahabatan sudah pasti akan selalu tertanam didalam hati manusia, tinggal manusia itu sendiri, dapatkah dia menggali serta memanfaatkannya. Kesemuanya itu bukan suatu perlambang atau suatu ibarat, semuanya bukan. Jika kalian sudah mendengarkan kisah dari Kwik Tay-lok dan Ong Tiong, segera akan kalian ketahui bahwa kata-kata bukan suatu ibarat atau perlambang saja. Sekalipun kalian tidak mendengarkan juga tak menjadi soal. Koleksi Kang Zusi Sebab di dunia yang luas ini setiap saat di setiap tempat akan dijumpai manusia-manusia seperti Kwik Tay-lok dan Ong Tiong. Asal kau bersedia untuk mencarinya dengan hati yang tulus serta kemauan yang jujur, maka sudah pasti kau akan temukan juga teman semacam mereka itu. Musim semi telah tiba, fajarpun belum lama menyingsing. Lim Tay-peng berbaring di bawah jendela, jendela itu terbuka lebar, ketika ada angin berhembus lewat maka lama-lama terendus bau harum semerbak yang dibawa datang dari kejauhan sana. Di tengah memegang sejilid buku, tapi matanya sedang mengamati daun-daun hijau yang mulai bersemi kembali di atas dahan pohon. Sudah cukup lama dia berbaring di situ. Luka yang dia derita tidak separah Kwik Tay-lok, racun yang mengeram di tubuhnya juga tidak sedalam Kwik Tay-lok. Tapi Kwik Tay-lok sudah dapat membeli arak di kota, sedang dia masih harus berbaring di atas ranjang. Karena obat penawar datangnya terlalu lambat... Racun sudah menyerang sampai di dalam isi perutnya, merusak kondisi badannya. "Yaa, memang begitulah penghidupan manusia, adakalanya beruntung ada kalanya pula tidak beruntung. Tapi dia tidak menggerutu. Dia telah memahami apa arti dari keberuntungan serta ketidak beruntungan tersebut. Walaupun dia sedang sakit namun justru karena itu dia dapat merasakan pula suasana yang santai dan sepi dari sakitnya itu. Apalagi masih ada perawatan dan perhatian dari teman-temannya..... Ia menghela napas dan memejamkan mata. Pintu pelan-pelan dibuka orang, seseorang muncul dengan langkah yang amat pelan. Dia adalah seorang perempuan yang berpakaian sederhana, tidak berbedak atau bergincu dan kelihatan bersih sekali. Di tangannya ia membawa sebuah baki, di atas baki tampak semangkuk bubur serta dua macam sayur. Tampaknya Lim Tay-peng sudah tertidur, la pelan-pelan masuk ke dalam, meletakkan baki itu dengan berhati-hati di meja, seperti kuatir kalau membangunkan Lim Tay-peng, kemudian pelanpelan pula mengundurkan diri dari situ. Koleksi Kang Zusi Tapi setelah berpikir sebentar, dia masuk kembali dan mengangkat baki itu kembali, karena dia takut bubur yang dingin tak baik untuk orang yang sedang sakit. Siapakah perempuan itu? Cara kerjanya sungguh amat teliti dan sangat berhati-hati. Lapisan salju mencair, sinar matahari yang menyoroti seantero jagad terasa makin hangat dan kering... Di tengah halaman depan tampak tiga lembar kursi rotan dan seperangkat alat bermain catur. Ong Tiong dan Yan Jit sedang bermain. Kwik Tay-lok duduk disampingnya sambil menonton, sebentar-sebentar ia nampak beranjak sambil berjalan bolak-balik tanpa tujuan, sebentar pula melongok keluar dinding pagar dan mengawasi pegunungan nun jauh di depan sana. Pokoknya dia tak pernah bisa duduk tenang. Bila menginginkan dia duduk tenang di situ, sambil bermain catur, kecuali kalau kakinya dipenggal sampai kutung, bila suruh dia duduk dengan tenang menyaksikan orang lain bermain catur, maka hakekatnya seperti menggorok lehernya. Sekarang biji catur Ong Tiong yang berwarna putih itu menyumbat mati jalan keluar biji catur hitam, Yan Jit sambil menimang-nimang biji caturnya sedang merasa pusing kepala, dia tak tahu bagaimana harus bertindak untuk menolong permainannya. Ketika dilihatnya Kwik Tay-lok hanya berjalan hilir mudik tiada hentinya, dengan mata melotot Yan Jit segera menegur: "Hei, dapatkah kau duduk sebentar dengan tenang ?" "Tidak dapat !" "Kau ribut melulu di tempat ini, bikin pikiran orang merasa kacau saja, bagaimana mungkin aku bisa bermain catur dengan tenang ?" keluh Yan Jit dengan gemas. "Sepotong katapun tidak kuucapkan, kapan sih aku bikin ribut ?" "Memangnya caramu sekarang bukan lagi bikin ribut ?" "Sekalipun cara ini bikin ribut, mengapa Ong lotoa tidak menegur diriku ?" "Karena aku yang hampir menangkan permainan catur ini." ucap Ong Tiong hambar. "Sekarang permainan belum selesai, siapa menang siapa kalah masih belum pasti." seru Yan Jit. "Sudah pasti!" Kwik Tay-lok menimbrung. Kontan saja Yan Jit melotot. "Aaaah, kau ini tahu apa ?" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok tertawa. "Sekalipun aku tidak mengerti soal bermain catur, tapi aku cukup mengerti orang yang kalah bermain selalu mempunyai penyakit yang kelewat banyak." "Penyakit siapa yang banyak ?" "Kau ! Maka orang yang bakal kalah bermain catur nanti juga kau...." "Tepat sekali !" sahut Ong Tong sambil tertawa. Senyuman yang baru saja menghiasi ujung bibirnya itu mendadak berubah menjadi kaku. Seorang perempuan sedang berjalan menelusuri sebuah jalan kecil yang berlapiskan batu, di tangannya membawa sebuah baki yang berisikan tiga mangkuk teh panas. Ong Tiong segera melengos ke arah lain dan tak sudi memperhatikan dirinya. Mangkuk teh pertama disodorkan perempuan berbaju hijau itu kepadanya, dengan lembut dia berkata: "Inilah air teh Hiang-pian yang paling kau sukai baru saja dibikin...." Ong Tiong berlagak tidak mendengar. "Bila kau ingin minum air teh Liong-cing akan kugantikan sepoci untukmu" ucap perempuan berbaju hijau itu lagi. Ong Tiong masih juga tidak menggubris. Maka perempuan berbaju hijau itupun meletakkan cawan teh tadi di hadapannya kemudian bertanya lagi: "Tengah hari nanti kau ingin makan apa ?" Tiba-tiba Ong Tong bangkit berdiri lalu berjalan menjauhi dirinya.... Memperhatikan bayangan punggungnya yang menjauh, perempuan berbaju hijau itu termangu-mangu, dia seperti merasa amat murung dan sedih sekali. Kwik Tay-lok tidak tega, dia lantas berseru: "Bikin pangsit paling enak, cuma terlalu repot !" Saat itulah si perempuan berbaju hijau itu baru berpaling dan ketawa paksa. "Aaah..... tidak repot, tidak repot, sedikitpun tidak repot." Setelah meletakkan mangkuk air teh, pelan-pelan dia membalikkan badan dan pelan-pelan beranjak pergi, baru dua langkah dia sudah tak tahan untuk berpaling dan memperhatikan lagi diri Ong Tiong. Koleksi Kang Zusi Ong Tiong tetap berdiri di tempat kejauhan, seakan-akan dia tidak merasakan kehadiran perempuan itu. Perempuan berbaju hijau itu menundukkan kepalanya dan pergi, meski dia merasa amat sedih, namun sama sekali tidak menunjukkan wajah menggerutu. Bagaimanapun sikap Ong Tiong terhadap dirinya, dia tetap halus, lembut dan pasrah. Apa pula yang sebenarnya sedang dia rencanakan. Kwik Tay-lok memperhatikan bayangan punggungnya sampai lenyap dibalik rumah, kemudian ia baru menghela napas panjang seraya bergumam: "Cepat benar perubahan dari orang ini!" "Ehmm !" Yan Jit mendesis. "Orang lain bilang, alam dunia bisa dirubah, watak manusia sukar dirubah, aku lihat ucapan tersebut kurang begitu cocok. Bukankah orang itu sama sekali telah terjadi perubahan besar ?" "Karena dia adalah seorang perempuan!" "Perempuan juga orang, bukankah perkataan tersebut seringkali kau katakan ?" Yan Jit menghela napas panjang. "Bagaimana juga, perempuan selamanya berbeda dengan kaum lelaki...." katanya. "Oooooh.....?" "Demi seorang lelaki yang disukainya, seorang perempuan bisa merubah sama sekali dirinya. Sedangkan lelaki bila mencintai seorang perempuan, sekalipun bisa terjadi perubahan, perubahan tersebut paling-paling hanya terjadi diluarannya saja." Kwik Tay-lok berpikir sebenar, lalu ujarnya: "Ucapan itu kedengarannya sedikit masuk diakal." "Tentu saja masuk akal.... apa yang kukatakan memang selalu masuk di akal." Kwik Tay-lok segera tertawa. Yan Jit segera melotot besar, serunya: "Apakah yang kau tertawakan ? Kau tidak mengaku ?" "Aku mengaku, apapun yang kau katakan, aku tak pernah mengatakan tidak setuju." Inilah yang dinamakan benda yang satu lebih tinggi daripada benda yang lain, tahu hanya pantas mendampingi sayur. Kwik Tay-lok, lelaki yang tidak takut langit tidak takut bumi, tapi begitu melihat Yan Jit, dia benar-benar kehabisan akal. Saat itulah Ong Tiong telah berjalan balik dan duduk. Mukanya masih hijau membesi. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok segera berseru: "Orang lain toh bermaksud baik untuk memberi air teh untukmu, dapatkah kau bersikap lebih baik sedikit kepadanya ?" "Tidak dapat !" "Apakah kau benar-benar marah setiap kali bertemu dengannya ?" "Hmm!" "Kenapa ?" "Hmm !" "Sekalipun dulu Ang Nio-cu tidak baik, tapi sekarang dia sudah bukan merupakan Ang Nio-cu lagi, apakah tidak kau lihat bahwa dia sama sekali telah berubah ?" "Benar!" sambung Yan Jit, "sekarang orang yang bertemu dengannya, siapa pula yang bisa menduga dia adalah Ang Nio-cu yang suka menolong orang dalam kesusahan ?" Yaa, memang tak akan ada yang menyangka. Dia begitu berhati-hati, begitu cermat, lembut dan penuh kasih sayang, siapa yang akan menyangka kalau perempuan baju hijau yang begitu sederhana tersebut tak lain adalah Ang Niocu ? "Bila ada yang bisa menduganya, aku rela merangkak satu lingkaran di atas tanah." seru Kwik Tay-lok. "Aku juga bersedia merangkak !" Yan Jit menambahkan. Ong Tiong masih menarik muka dan berwajah kecut, ujarnya dingin: "Bila kalian ingin merangkak di tanah, urusan tersebut adalah urusan pribadimu sendiri, aku tak mau tahu." "Tapi kau..." seru Yan Jit. "Hai, kau sudah mengaku kalah belum dalam permainan catur ini ?" tukas Ong Tiong. "Tentu saja tidak mengaku !" "Baik, kalau begitu tak usah banyak berbicara lagi, hayo cepat lanjutkan." Kwik Tay-lok menghela napas panjang, gumamnya: "Kulihat orang ini berpenyakit lebih besar daripada Yan Jit, kalau dia tidak kalah dalam permainan catur itu, urusan baru dibilang aneh sekali." Ternyata dalam permainan tersebut memang Ong Tiong yang menderita kekalahan. Sebenarnya dia sudah menutup buntu semua jalan lewat biji catur Yan Jit, tapi entah mengapa, ternyata dia telah dikalahkan secara tragis. Koleksi Kang Zusi Menyaksikan catur di hadapannya, Ong Tiong tertegun untuk beberapa saat lamanya, tiba-tiba dia berseru: "Mari kita bermain satu babak lagi !" "Aaah..... tidak !" "Kau harus main, aku tidak puas kenapa aku kalah dalam permainan babak ini ?" "Sekalian bermain sepuluh kali lagi, kau tetap yang kalah." "Siapa yang bilang ?" "Aku yang bilang." sahut Kwik Tay-lok cepat, "karena bukan saja kau punya penyakit, bahkan penyakit itu tidak kecil." Ong Tiong segera beranjak dan siap pergi. Kwik Tay-lok segera menarik tangannya sambil berteriak: "Setiap kali kami menyinggung soal ini, mengapa kau selalu berusaha untuk melarikan diri ?" "Kenapa aku harus kabur ?" "Itu harap ditanyakan kepadamu sendiri" "Benar!" sambung Yan Jit, "bila seseorang tak pernah melakukan kesalahan, entah apapun yang diucapkan orang lain, dia tak perlu untuk melarikan diri !" Ong Tiong melotot sekejap ke arahnya, tiba-tiba ia menjatuhkan diri keras-keras, serunya: "Baik, kalian kalau ingin berbicara, mari kita bicarakan sejelas-jelasnya, lihat saja nanti perbuatan salah apakah yang telah kulakukan..." "Aku ingin bertanya lebih dulu kepadamu, siapa yang menahan dia di sini...?" "Aku tidak perduli siapakah orang itu, pokoknya bukan aku." "Tentu saja bukan kau, juga bukan aku, bukan juga Yan Jit." Tiada orang yang menahan Ang Nio-cu, adalah dia sendiri yang rela untuk tinggal di situ. Sebenarnya dia bisa saja pergi meninggalkan tempat itu. Seandainya berganti dengan orang lain, berada dalam keadaan seperti ini mungkin dia akan memaksanya untuk mengatakan dimana harta karun itu disimpan, kemudian besar kemungkinannya dia akan dibunuh. Tapi Kwik Tay-lok sekalian bukan manusia semacam itu. Mereka tak sudi membunuh seseorang yang sudah tidak memiliki kemampuan untuk memberikan perlawanan, mereka lebih-lebih tak ingin membunuh seorang perempuan. Koleksi Kang Zusi Terutama sekali membunuh seorang perempuan yang bukan saja tidak memiliki kemampuan untuk melawan, diapun sudah menyesali perbuatan-perbuatannya dimasa lalu. Setiap orang dapat melihat bahwa Ang Nio cu sudah tersentuh hatinya, tersentuh oleh perasaan persahabatan mereka yang tulus dan bersungguh-sungguh. Diapun mengerti peristiwa paling tragis dan paling menyiksa yang ada di dunia ini bukan tak punya uang, melainkan tak punya teman. Mendadak dia merasakan bahwa apa yang telah dilakukannya selama ini tak lebih hanya mendatangkan kesepian dan kesendirian yang tiada taranya.... Karena sekarang, dia sudah merupakan seorang perempuan yang telah berusia tiga puluh tahunan. Ia sudah dapat meresapi betapa tersiksa dan menakutkannya hidup seorang diri dan hidup kesepian. Diapun mengerti segenap harta kekayaan yang ada di dunia ini, tak nanti bisa memenuhi kekosongan pikiran dan perasaan dari seseorang. Teori semacam itu mungkin tak bisa dipahami oleh seorang gadis yang baru berusia delapansembilan belas tahunan, tapi cukup jelas bagi seorang perempuan macam dia. Itulah sebabnya Ang Nio-cu tidak pergi. "Kau pernah bilang, penghasilan yang berhasil kalian peroleh selama banyak tahun itu tak sedikit jumlahnya." demikian Kwik Tay-lok berkata. "Ehmmm!" Ong Tiong mendehem. "Kalian juga pernah bilang, barang siapa memiliki kekayaan sebanyak itu, maka dia dapat merasakan suatu kehidupan yang mewah dan menyenangkan bagaikan penghidupan dalam istana kaisar." "Hmmm....." "Tapi dia lebih suka meninggalkan penghidupan yang serba mewah bagaikan kehidupan seorang kaisar, untuk tetap tinggal di sini melayani dirimu. Gilakah dia?" "Tentu saja dia belum gila, apalagi sekalipun gila, juga tak bisa melakukan perbuatan semacam ini." sambung Yan Jit. "Oleh sebab itu sekalipun seorang yang bodoh juga seharusnya memahami maksud hatinya, seharusnya bersikap lebih baik kepadanya." Ang Nio-cu bukannya tak pernah pergi dari rumah itu. Dia pernah pergi selama lima-enam hari lamanya. Ketika balik kembali ke sana, dia hanya membawa sebuah bungkusan kecil. Didalam bungkusan tersebut hanya ada beberapa stel pakaian berwarna hijau dan beberapa macam benda lainnya. Itulah satu-satunya harta kekayaan yang masih tersisa. Koleksi Kang Zusi Bagaimana dengan lainnya? Ternyata harta karun yang berhasil diperolehnya dengan pertaruhan nyawa itu telah didermakan untuk menolong para rakyat di sepanjang tepi sungai Huang-ho yang sedang tertimpa bencana alam. Tindakan yang diambilnya itu benar-benar di luar dugaan dan sukar dipercaya oleh siapapun... Paras muka Ong Tiong masih berwarna membesi. Kembali Kwik Tay-lok berkata: "Apakah sekarang kau masih belum mau mempercayai dirinya?" "Bahkan secara khusus kami telah pergi menceritakan kabar tentang dirinya, apakah kau mengira kami sedang membantunya untuk, membohongi dirimu !" seru Yan Jit pula. "Apakah sekarang kau belum melihat apa sebabnya dia sampai berbuat kesemuanya itu?" "Yaa, tentu saja dia sedang menebus dosa, Tapi yang paling penting lagi adalah karena dia ingin membuatmu terharu, agar kau mau berpaling kembali kepadanya" "Seandainya ada orang bersikap demikian kepadaku, bagaimanapun besarnya kesalahan yang pernah dia lakukan di masa lalu, aku pasti akan memaafkan dirinya." Ong Tiong hanya membungkam, selama ini dia tidak mengucapkan sepatah katapun. Lewat lama kemudian, dia baru mendongakkan kepalanya seraya mendesis: "Sudah selesaikah pembicaraan kalian ?" "Semua yang harus diucapkan telah selesai kami katakan !" Kwik Tay-lok mengangguk. "Bahkan perkataan yang tidak seharusnya kami katakanpun sudah kami katakan, sekarang tergantung pada dirimu sendiri, apa yang hendak kau lakukan." "Kalian menyuruh aku berbuat apa? Berlutut dan memohon kepadanya agar mau kawin dengan diriku.?" "Itu mah tak perlu, cuma saja.... cuma saja...." "Cuma saja sikapmu kepadanya tolong sedikitlah lebih baikan." lanjut Yan Jit. Ong Tiong memandang sekejap ke arah Kwik Tay-lok, kemudian memandang pula kearah Yan Jit, tiba-tiba dia menghela napas panjang sembari bergumam: "Kalian sangat baik, sangat baik..." Belum selesai ucapan tersebut diutarakan, dia sudah bangkit berdiri dan berjalan pergi. Kali ini dia pergi dengan sangat lambat, tapi Kwik Tay-lok malahan tidak mencegahnya, sebab Ong Tiong jarang sekali menghela napas panjang.... (Bersambung Jilid 20) Koleksi Kang Zusi Jilid 20 SANG SURYA lambat laun makin meninggi dan meninggalkan bayangan tubuh yang memanjang di atas tanah. Punggungnya tampak sedikit membungkuk, seolah-olah di atas pundaknya telah diberi beban yang berat sekali. Kwik Tay-lok serta Yan Jit belum pernah menyaksikan keadaannya semacam itu, mendadak merekapun merasakan hati sendiri turut menjadi berat dan gundah. Entah berapa lama sudah lewat, mendadak mereka mendengar suara langkah kaki yang sangat ringan berkumandang datang ketika mendongakkan kepala, tampak Ang Nio-cu sudah berdiri tepat di hadapan mereka. Sambil tertawa paksa Kwik Tay-lok segera berkata: "Duduk, duduk, silahkan duduk!" Ang Nio-cu segera duduk, diangkatnya cawan teh yang diberikan kepada Ong Tiong tadi dan meneguknya setegukan, kemudian pelan-pelan meletakkannya kembali ke meja, setelah itu, ujarnya: "Apa yang barusan kalian bicarakan, telah kudengar semua dengan sejelas-jelasnya." "Oooh......" Kecuali berkata "Oooh" Kwik Tay-lok tak tahu apa yang harus dibicarakan lagi.... Dengan suara pelan kembali Ang Nio cu. "Aku merasa berterima kasih sekali atas kebaikan kalian terhadap diriku, akan tetapi...." Kwik Tay lok dan Yan Jit sedang menunggu dia berkata lebih lanjut: Lewat lama sekali, Ang Nio-cu baru melanjutkan: "Tapi hubunganku dengannya, tak nanti akan kalian pahami." Baik Kwik Tay-lok maupun Yan Jit, kedua-duanya tidak menunjukkan pendapat apa-apa. Tentu saja mereka tak bisa mengatakan kalau dirinya mengetahui jelas urusan orang lain, siapapun tak akan berkata demikian. Ang Nio-cu menundukkan kepalanya, kemudian meneruskan: "Dulu, sebenarnya.... sebenarnya kami sangat baik sekali, yaa sangat baik sekali..." Suaranya kedengaran agak sesenggukan, setelah menghembuskan napas panjang, lanjutnya: "Kali ini aku tetap tinggal di sini, seperti juga apa yang kalian katakan, aku berharap dia bisa berubah pikiran dan melangsungkan penghidupan seperti dulu lagi." "Benarkah kau sangat merindukan kembalinya penghidupan seperti sedia kala?" tak tahan Kwik Tay lok bertanya. Koleksi Kang Zusi Ang Nio cu mengangguk, jawabnya dengan sedih: "Tapi sekarang aku baru tahu, kejadian yang sudah lewat telah lewat, seperti masa remaja seseorang, setelah pergi dia tak akan kembali lagi untuk selamanya." Berbicara sampai di situ, tak tahan air matanya seperti hendak meleleh keluar. Tiba-tiba Kwik Tay-lokpun merasakan hatinya menjadi kecut bercampur sedih, dia seperti hendak berbicara tak tahu apa yang musti diucapkan. Ditatapnya wajah Yan Jit, ia saksikan mata Yan Jit pun sudah berubah menjadi merah. Dulu, walaupun Ang Nio-cu pernah mencelakai mereka, menyergap mereka, tapi sekarang mereka telah melupakannya, mereka hanya tahu bahwa Ang Nio-cu adalah seorang perempuan bernasib malang yang selalu ingin berjalan kembali ke jalan yang benar. Dalam hati mereka hanya ada perasaan simpatik, tiada perasaan dendam ataupun sakit hati. Tiada orang lain yang begitu gampang melupakan dendam sakit hati orang lain seperti Kwik Tay-lok sekalian. Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya Ang Nio-cu berhasil juga menahan lelehan air matanya, dengan suara pelan dia berkata: "Tapi seandainya kalian menganggap dia berhati keras seperti baja, maka anggapan kalian itu keliru besar. Semakin kasar dia bersikap begitu kepadaku, hal ini berarti pula dia tak bisa melupakan perasaan kita dimasa lalu." Tiba-tiba Yan Jit mengangguk. "Aku mengerti !" katanya. Dia benar-benar mengerti. Hubungan antara manusia dengan manusia kadangkala memang begitu sensitip. Semakin mendalam umat manusia saling mencelakai, kadang kala cinta kasih yang tertanam dihati mereka justru makin mendalam. Dengan suara lembut Ang Nio-cu berkata lebih lanjut: "Bila dia bersikap baik, bersikap sungkan kepadaku justru hatiku malah merasa sedih sekali." "Aku mengerti !" kata Yan Jit dengan lembut. "Justru karena dahulu ia terlalu baik kepadaku, terlalu bersungguh hati, maka dia baru merasa amat sakit hati karena menganggap aku sudah membuatnya sangat menderita, itulah sebabnya dia merasa begitu mendendamnya kepadaku." "Mana mungkin dia bisa membencimu ?" Ang Nio-cu tertawa sedih, ujarnya: "Semakin besar bencinya kepadaku, aku malahan semakin gembira, sebab andaikata dulu ia tidak sungguh-sungguh baik kepadaku ?" Akhirnya Kwik Tay-lok manggut-manggut. Koleksi Kang Zusi "Aku mengerti" katanya. "Seperti misalnya kau mengorek muka seseorang dengan pisau, semakin dalam kau menggoresnya muka codet yang membekas di atas wajah pasti semakin dalam pula bahkan mungkin tak akan pulih kembali seperti sedia kala." Setelah berhenti sebentar dengan sedih dia melanjutkan: "Bekas pisau yang berada dihati seseorang pun sama saja, oleh karena itu aku tahu bahwa hubungan kami selamanya tak bisa pulih kembali seperti sedia kala, semakin secara dipaksakan kami dapat berkumpul kembali, dalam hati masing-masing pasti terdapat selapis penyekat yang memisahkan kami berdua." "Tapi.... paling tidak kalian toh masih bisa menjadi teman." "Teman...?" Suara tertawanya makin mengenaskan, lanjutnya: "Siapapun itu orangnya, asal terdiri dari dua orang maka mereka kemungkinan besar dapat berteman, tapi bila dulunya mereka pernah saling mencinta, maka jangan harap mereka dapat menjadi teman lagi. Bukankah begitu?" Terpaksa Kwik Tay-lok hanya mengakuinya. Mendadak Ang Nio-cu bangkit berdiri, lalu katanya lagi: "Tapi bagaimanapun juga, kalian adalah teman-temanku, selama hidup aku tak akan melupakan kalian." Sekarang Kwik Tay-lok baru melihat kalau di tangannya menenteng sebuah bungkusan kecil, dengan wajah berubah serunya: "Kau hendak pergi ?" "Bila kupaksakan diri untuk tinggal di sini, bukan saja dia akan merasa sedih sekali, akupun akan sangat menderita, maka setelah kupikirkan kembali, maka kuputuskan lebih baik pergi saja." "Tapi, apakah kau.... kau sudah mempunyai rencana pergi ke mana ?" "Aku belum mempunyai rencana." Tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk berbicara, dengan cepatnya dia menyambung lebih lanjut: "Tapi kau tak usah kuatir, bagi orang semacam diriku ini masih banyak tempat yang bisa kukunjungi, oleh sebab itu demi aku, juga demi dia, lebih baik jangan menghalangi kepergianku." Kwik Tay-lok memandang ke arah Yan Jit. Sedang Yan Jit sedang berdiri termangu-mangu... Ang Nio-cu memandang sekejap ke arah mereka, sinar matanya penuh memancarkan rasa kagum, ujarnya dengan lembut: Koleksi Kang Zusi "Seandainya kalian benar-benar menganggap diriku sebagai teman, kuharap kalian bersedia untuk mengingat-ingat perkataan ini." "Katakanlah !" Ang Nio-cu memandang ke tempat kejauhan, kemudian pelan-pelan berkata: "Yang paling sulit di dunia ini bukan soal nama juga bukan soal harta kekayaan, tapi hubungan perasaan antara manusia dengan manusia. Bila kau berhasil mendapatkannya, maka harus kau sayangi hubungan tersebut dengan sebaik-baiknya, jangan sampai merugikan orang lain, jangan pula merugikan diri sendiri..." Suaranya makin lama semakin rendah, semakin lirih lanjutnya: "Sebab hanya seseorang yang pernah merasakan kehilangan rasa cinta yang akan memahami betapa berharganya rasa cinta tersebut, dia baru bisa memahami kesepian serta penderitaan seseorang yang kehilangan rasa cinta.... Sepasang mata Yan Jit berubah menjadi merah, tiba-tiba dia berkata: "Bagaimana dengan kau? Dulu, apakah kaupun melayaninya dengan cinta kasih yang setia ?" Ang Nio-cu termenung sampai lama sekali, kemudian baru ujarnya: "Aku sendiripun tak bisa mengatakannya secara jelas." "Dan sekarang ?" "Aku hanya tahu, sejak dia meninggalkan aku, setiap saat aku selalu teringat akan dirinya, aku.... sudah mencari banyak orang, tapi tak seorangpun yang bisa menggantikan kedudukannya dalam hatiku." Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak ia menutupi wajahnya dengan tangan sendiri lalu lari meninggalkan tempat itu. Kwik Tay-lok ingin maju ke depan untuk menghalanginya. Tapi Yan Jit segera mencegahnya, dia berkata dengan sedih: "Biarkan saja dia pergi !" "Biarkan dia pergi dengan begitu saja ?" "Yaa, kalau dibiarkan pergi mungkin keadaan lebih baik, jika tidak pergi mungkin kedua belah pihak malah akan merasa lebih menderita dan tersiksa." "Aku kuatir dia bisa.... bisa..." "Jangan kuatir, dia tak akan melakukan sesuatu perbuatan yang mengambil keputusan pendek." "Darimana kau bisa tahu ?" "Sebab dia sudah tahu sekarang bahwa Ong lotoa menaruh perasaan serius kepadanya, hal ini sudah lebih dari cukup...." Koleksi Kang Zusi "Sudah lebih dari cukup?" "Paling tidak sudah cukup buat seorang perempuan untuk melanjutkan hidupnya." Sepasang matanya telah berkaca-kaca, dengan pelan katanya lebih lanjut: "Dalam kehidupan seorang perempuan, asal ada seorang lelaki yang benar-benar mencintainya, maka penghidupannya di dunia ini boleh dianggap sebagai suatu penghidupan yang tidak sia-sia." Kwik Tay-lok menatapnya lekat-lekat, lama, lama kemudian dia baru berkata: "Tampaknya kau cukup banyak memahami perasaan perempuan !" Yan Jit segera melengos ke arah lain dan mengalihkan sorot matanya memandang jauh ke depan sana. Langit biru, sang surya memancarkan cahaya keemas-emasannya ke seluruh permukaan tanah. Di bawah cahaya sang surya yang indah, mendadak tampak serentetan cahaya api berwarna merah tua meluncur ke tengah udara dan memancar ke empat penjuru... Dengan kening berkerut Yan Jit segera bergumam: "Heran, dalam keadaan seperti ini, mengapa ada yang bermain kembang api?" Ketika Yan Jit berpaling, maka terlihatlah Ong Tiong sedang berdiri di bawah wuwungan rumah sambil memperhatikan kembang api itu. Ketika angin berhembus lewat, kembang api yang berwarna merah darah itupun segera menyebar ke empat penjuru. "Pokoknya kalau orang lagi gembira, setiap saat dia bisa melepaskan kembang api, sedikitpun tak ada yang perlu diherankan." ucap Kwik Tay-lok cepat. Yan Jit seperti lagi termenung, kemudian gumamnya pula: "Apakah seperti juga seseorang yang setiap saat setiap waktu dapat menaikkan layang-layang ?" Kwik Tay-lok tidak mendengar dengan jelas, baru saja dia bermaksud hendak bertanya apa yang dia katakan.... Mendadak Ong Tiong telah menyerbu ke hadapan mereka sambil berseru: "Dimana dia ?" Yang dimaksudkan "dia" sudah barang tentu Ang Nio cu. "Dia sudah pergi." jawab Kwik Tay-lok. "Karena dia merasa bahwa kau..." Koleksi Kang Zusi "Kapan perginya ?" tukas Ong Tiong. "Barusan...." Baru mendengar kata itu, Ong Tiong sudah melompat ke udara dan sekali berkelebat melewati dinding pekarangan. Melihat itu, Kwik Tay-lok segera tertawa. "Ternyata dia masih begitu baik kepadanya, sesungguh-nya ia tak perlu pergi dari sini." Sambil menggelengkan kepalanya dan tertawa, lanjutnya: "Heran, mengapa perempuan selalu suka banyak curiga?" Paras muka Yan Jit sedikitpun tidak dihiasi senyuman, malah ujarnya dengan suara dalam: "Kau mengira kembang api itu cuma dipasang sebagai mainan ?" "Memangnya bukan ?" Yan Jit menghela napas panjang, sahutnya: "Tampaknya kau benar-benar tidak mengerti urusan tentang segala permainan busuk yang ada didalam dunia persilatan." "Aku memang bukan seorang jago kawakan." "Seandainya kita hendak menghadapi seseorang, kau berada di sini menunggu dia, sedang aku berada di bawah bukit, jika kau sudah memperoleh berita, dengan cara apakah kau memberi kabar kepadaku ?" "Tidak mungkin !" "Tidak mungkin? Apa maksudmu?" "Maksudnya, keadaan semacam ini, tak mungkin bisa terjadi." "Kenapa ?" "Sebab bila kau berjaga-jaga di bawah bukit, maka aku pasti berada di bawah bukit juga" Dari balik mata Yan Jit segera terpancar keluar sinar mata yang amat lembut, tapi mukanya dengan membesi berseru: "Sekarang kita sedang berbicara serius, dapatkah kau berbicara agak serius sedikit?" "Dapat !" Setelah berpikir sebentar, dia baru melanjutkan: "Jarak dari atas gunung dengan bawah gunung tidak dekat, sekalipun aku berteriak-teriak, belum tentu kau akan mendengarnya." "Pintar, pintar, kau memang benar-benar sangat pintar" kata Yan Jit dingin. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok tertawa lebar, setelah berpikir sebentar, dia baru berkata: "Aku toh bisa menyuruh orang untuk memberi kabar kepadamu." "Andaikata tiada orang lain ?" "Aku sendiri yang akan turun gunung." Yan Jit mendelik besar, sambil cemberut serunya: "Aku heran, sebetulnya isi benakmu itu apa? Rumput atau kayu ?" "Kecuali rumput dan kayu, aku masih memiliki akal muslihat yang bisa membangkitkan kemarahanmu" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa, "sebab aku selalu merasa, bila kau lagi marah maka tampangmu persis seperti seorang nona cilik yang berusia tujuh-delapan belas tahunan." Ia tidak membiarkan Yan Jit buka suara, kembali ucapnya: "Padahal aku sudah memahami maksudmu, kau menganggap kembang api itupun persis seperti layang-layang, yakni tanda rahasia yang dipakai orang persilatan untuk menyampaikan kabar." Yan Jit masih melotot besar, lewat lama kemudian dia baru menghembuskan napas panjang. "Aaaai suatu ketika, aku benar-benar bakal mati karena mendongkol." Pada saat itulah tiba-tiba meluncur kembali kembang api dari bawah bukit sana. Dengan wajah berubah menjadi amat serius, Kwik Tay-lok berkata: "Menurut pendapatmu, ada jago persilatan yang telah berkunjung kemari?" "Bahkan bukan cuma satu orang" Yan Jit menambahkan. "Kau menganggap mereka datang untuk menghadapi Ang Nio cu ?" "Aku tidak tahu, tapi Ong lotoa sudah pasti berpendapat demikian, sebab itu dia memburu ke sana." Paras muka Kwik Tay-lok agak berubah, katanya kemudian: "Kalau memang begitu, apa pula yang sedang kita tunggu di sini ?" "Aku masih harus merundingkan satu hal denganmu." "Soal apa ?" "Kali ini, dapatkah kau berdiam di sini saja, tak usah turut aku, biarkan aku pergi seorang diri...." Belum habis dia berkata, Kwik Tay-lok. sudah menggelengkan kepalanya berulang tali. "Tidak bisa !" Koleksi Kang Zusi "Bila kita pergi semua, siapa yang akan berada di sini menemani siau-Lim ?" seru Yan Jit dengan kening berkerut. Tentu saja mereka tak dapat meninggalkan Lim Tay-peng seorang diri. Setelah memperoleh pelajaran yang cukup lumayan dimasa lalu, sekarang mereka selalu bertindak sangat berhati-hati, entah dalam menghadapi persoalan apapun. Kwik Tay-lok termenung sejenak, kemudian berkata: "Kali ini, dapatkah kau tinggal di sini, biar aku saja yang pergi ?" "Tidak bisa !" Yan Jit segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Kenapa ?" Tiba-tiba suara Yan Jit berubah menjadi lembut sekali, sahutnya: "Lukamu belum sembuh betul, apalagi kaupun orangnya nekad setengah mati, belum sampai lukanya sembuh, diam-diam sudah ngeloyor turun gunung minum arak..." "Siapa yang bilang aku ngeloyor pergi secara diam-diam. Memangnya sewaktu pulang aku tidak membawa arak....." "Perduli bagaimanapun juga, pokoknya sekarang kau masih belum boleh bertarung dengan orang lain." kata Yan Jit sambil menarik muka. "Siapa yang bilang?" "Aku yang bilang tidak puas!." seru Yan Jit. "Aku.... aku...." "Kalau kau tidak puas, bagaimana kalau berkelahi dulu denganku?" Kwik Tay-lok segera merentangkan tangannya sambil tertawa getir. "Siapa bilang aku tidak puas ? Aku puasnya setengah mati." Sambil merentangkan kembali papan catur gumamnya: "Cepatlah pergi, aku akan mencari siau-Lim untuk diajak bermain catur, kebetulan sekali permainan catur kencing anjingnya masih agak seimbang dengan kepandaianku." Yan Jit memperhatikan dia berjalan lewat, sorot matanya kembali berubah menjadi lembut sekali, selembut angin musim semi yang mencairkan lapisan salju. Sekarang adalah musim semi. Musim semi adalah musim yang paling indah untuk muda mudi. Musim semi bukan musimnya orang membunuh orang. Musim semi lebih cocok untuk mendengarkan kicauan burung dan bisikan syahdu, bukan mendengar cerita jeritan ngeri yang memilukan hati. Koleksi Kang Zusi Tapi pada saat itulah mendengar suara jeritan ngeri. Suara jeritan seseorang yang hampir mendekati ajalnya. Di ujung golok selamanya tak pernah ada musim semi. Di tengah genangan darah juga tidak ada. Seseorang tergeletak di tengah genangan darah, napasnya telah berhenti, jeritan ngeri menjelang saat kematiannya juga telah putus. Golok masih digenggamnya erat-erat. Sebilah golok kepala setan yang amat tajam, buas dan berat. Sembilan orang dengan sembilan bilah golok. Sembilan orang manusia, sambil menggenggam goloknya sedang mengerubuti Ang Nio-cu. Sembilan orang manusia baju hitam yang kekar, gesit dan bersinar mata buas... seseorang diantaranya terkapar di atas genangan darah. Ang Nio-cu sedang memperhatikan mereka, wajahnya kembali menunjukkan senyuman genitnya yang khas, jari tangannya yang lentik sedang menuding ke tengah genangan darah, lalu tegurnya sambil tertawa: "Dia adalah saudara ke berapa?" Tujuh orang itu menggertak giginya kencang, hanya seorang lelaki baju hitam yang paling kurus yang menjawab: "Lo-pat!" "Bagus sekali, orang pertama yang mampus duluan adalah lo-liok, kemudian loji, lo-kiu, lo sip, ditambah lo-pat.... aaaai, tiga belas jago golok besar, kini tinggal delapan orang" "Betul, tiga belas saudara kami sudah ada lima orang yang tewas di tangan kalian." Dari tenggorokannya segera berkumandang suara raungan seperti suara binatang, kemudian bentaknya: "Tapi delapan orangpun masih lebih dari cukup untuk mencincang tubuhmu sehingga hancur berkeping keping!" Ang Nio-cu segera tertawa, suara tertawanya merdu bagaikan suara keleningan. Dari antara delapan orang itu, ada tiga orang diantaranya yang tanpa sadar mundur setengah langkah ke belakang. Kembali Ang Nio-cu tertawa merdu, katanya: "Perempuan cantik baru kelihatan keindahannya bila masih segar bugar, apakah tidak terlampau sayang bila perempuan secantik dan sesegar aku ini dicincang sehingga hancur berkeping-keping ?" Koleksi Kang Zusi Dengan biji matanya yang jeli dia mengerling sekejap ketiga orang yang mundur ketakutan itu, kemudian dengan genit katanya. "Tentunya kalian juga tahu apakah kegunaanku, kenapa tidak diberitahukan kepada saudara saudaramu? Kalian benar-benar egois... kalau orang mati tak dapat berbicara, memangnya kalian juga tak bisa?" Paras muka ke tiga orang itu berubah hebat, mendadak mereka ayunkan goloknya sambil menubruk ke depan. "Tahan!" tiba-tiba lelaki kurus itu menghardik. Jelas dia adalah pemimpin atau lotoa dari ketiga belas jago tersebut, begitu bentakan berkumandang, serentak ketiga orang itu menghentikan serangannya di tengah jalan. "Coba kalian lihat" kata Ang Nio-cu lagi sambil tertawa, "aku sudah tahu kalau Tio lotoa kalian itu tak lega untuk membunuh diriku, walaupun dia bukan seorang lelaki yang menyayangi perempuan, tapi baik buruknya perempuan paling tidak masih dipahami olehnya" Tio lotoa menarik mukanya sambil mendengus dingin. "Kau memang betul sekali, aku pun tak lega membunuhmu, sebab aku tak ingin membiarkan kau mampus terlampau cepat!" Ang Nio-cu memutar biji matanya dan tertawa makin genit, katanya dengan lembut: "Kau menginginkan aku mati kapan, aku pun akan mati kapan, kau menginginkan aku mati dengan cara apa, akupun akan mati dengan cara apa, tahukah kau, persoalan apapun aku bersedia melakukannya bagimu." "Bagus, bagus sekali !" Sebagaimana seorang lotoa, memang tidak seharusnya terlalu banyak berbicara. Karena semakin sedikit seseorang berbicara, kata-kata yang diucapkan baru semakin berharga. Tio lotoa juga bukan seseorang yang suka banyak berbicara, apa yang diucapkan selalu berharga. "Kau telah membunuh lima orang saudara kami, kamipun akan membacok lima kali di atas tubuhmu, dengan begitu hutang piutang diantara kitapun dianggap impas." "Hanya lima bacokan ?" Ang Nio cu mengerdipkan matanya. "Ehmmm...." "Kalian tak akan mengambil sekalian bunganya?" "Ehmmm..." Ang Nio cu segera menghela napas panjang. Koleksi Kang Zusi "Aaaai.... kalau dibilang sesungguhnya tak bisa dibilang kurang adil, aku pun amat ingin meluluskannya, apalagi sekarang kalian sembilan orang menghadapi aku seorang, sekalipun aku tak ingin meluluskan pun juga tak bisa." "Jika kau sudah mengerti, itu lebih baik." "Walaupun aku telah memahaminya, sayang masih ada satu hal." "Soal apa ?" "Aku takut sakit !" Setelah memperhatikan golok ditangan mereka wajahnya segera menunjukkan perasaan patut dikasihani, katanya lebih lanjut: "Golok itu begitu besar, jika kena dibacok, sudah pasti sakit sekali rasanya !" "Tidak sakit !" "Betul tidak sakit ?" "Paling tidak pada bacokan yang kedua tak akan terasa sakit lagi" Ang Nio-cu seperti tidak memahami ucapan tersebut, kembali dia berseru menegaskan: "Kau jamin?" "Yaaa, aku jamin !" "Asal kau bersedia menjamin, tentu saja akupun merasa lega, tapi akupun ada syarat" "Katakan !" "Bacokan yang pertama ini harus kau sendiri yang melakukannya" Dengan sepasang matanya yang jeli dia awasi Tio lotoa, kemudian melanjutkan: "Sebab aku tidak percaya kepada orang lain, aku hanya percaya kepada dirimu saja!" "Baik !" Pelan-pelan ia berjalan ke depan, langkahnya amat berat, hampir terdengar suara langkah kakinya yang menginjak di atas permukaan tanah. Golok itu masih dihadapkan ke bawah. Tangannya lebar tapi kurus, otot-otot hijau pada punggung telapak tangannya pada menongol keluar semua. Tampaknya dia mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya.... "Bacokan yang kedua pasti tak akan sakit!" Bila bacokan tersebut terayun ke bawah, siapapun tak akan merasakan kesakitan lagi... tak mungkin akan merasakan suatu siksaan atau penderitaan apapun. Koleksi Kang Zusi Ternyata Ang Nio-cu memejamkan matanya, malah sekulum senyuman menghiasi ujung bibirnya. "Marilah, hayo cepat !" demikian dia berseru. Cahaya golok berkelebat lewat, angin bacokan yang tajam serasa memekakkan telinga. Mendadak Ang Nio cu menerobos dari bawah cahaya golok itu, diantara kilatan sinar terang, rambut yang hitam berterbangan kemana-mana. Sebagian besar rambutnya telah terpapas putus dan tersebar di seluruh tempat. Tapi tangannya justru menyungging sikut Tio lotoa, sedangkan tangannya yang lain menekan di atas jalan darah di bawah iganya. Tak ada yang tahu jalan darah apakah itu tapi setiap orang tahu, jalan darah tersebut sudah pasti adalah jalan darah kematian. Paras muka setiap orang berubah hebat, keadaan mereka bagaikan seseorang yang perutnya kena ditendang keras-keras. Ang Nio-cu masih saja tertawa, semacam tertawa yang merenggut sukma... Sambil tertawa merdu katanya: "Sekarang tentunya kau mengerti bukan, mengapa aku menginginkan kau yang turun tangan, sebab sedari tadi aku sudah tahu kalau kau tak akan tega, aku tahu kalau kau sudah tertarik kepadaku." Tio lotoa tentu saja bukan merasa tak tega, tangannya juga tidak lemas tak bertenaga, bahkan bacokan itu dilakukan dengan kecepatan luar biasa dan kebuasan yang mengerikan. Cuma saja, ketika golok itu dibacokkan ke bawah, dia telah melupakan titik kelemahan di bawah goloknya berada di hadapan seorang perempuan yang memejamkan mata sambil menanti saat kematiannya, siapapun pasti akan berubah menjadi teledor dan gegabah. Kembali dia memperoleh suatu pelajaran. "Bila kau ingin membunuh orang, maka setiap detik setiap saat kau harus berjaga pula orang lain datang membunuhmu." Tentu saja keadaan semacam ini bukanlah suatu keadaan yang terlampau menggembirakan. "Bila kau hendak membunuh orang, maka persiapkan dulu suatu penghidupan sepanjang masa yang penuh ketegangan." Tio lotoa menghela napas panjang, katanya kemudian: "Kau ingin apa ?" Ang Nio-cu tertawa. "Aku tak ingin apa-apa, aku hanya ingin mengajak kau untuk membicarakan suatu transaksi." Koleksi Kang Zusi "Transaksi apa ?" "Mempergunakan selembar nyawamu ditukar dengan selembar nyawaku...." "Bagaimana cara menukarnya ?" "Sederhana sekali." jawab Ang Nio-cu sambil tertawa, "bila aku mati, kaupun jangan harap bisa hidup." "Bila aku telah mati ?" Ang Nio-cu segera tertawa manis. "Bila kau telah mati, tentu saja akupun tak bisa hidup lebih lanjut, tapi bagaimana mungkin aku akan membiarkan kau mati ?" Tio lotoa berpikir sebentar, lalu katanya: "Baik !" Siapapun tak dapat memahami apa artinya dari kata "baik" itu, mereka hanya menyaksikan golok di tangannya mendadak dibacokkan ke bawah. Bacokan golok itu mengarah batok kepala sendiri. Ang Nio cu adalah seorang jago kawakan. Bila seorang jago kawakan memegangi tangan seseorang, tentu saja dia telah memperhitungkan kalau golok yang berada di tangannya itu tak mungkin bisa melukai orang. Perhitungan dari Ang Nio-cu itu memang sangat tepat, cuma saja dia melupakan satu hal. Walaupun golok yang berada ditangan Tio Lo-toa tak bisa membacok ke arahnya, tapi masih bisa dibengkokkan untuk membacok diri sendiri. Dia hanya memikirkan untuk melindungi diri sendiri, tapi lupa untuk melindungi nyawa orang lain. Dia mengira orang lain pun sama seperti dia, lebih mementingkan keselamatan diri sendiri dari pada keselamatan orang lain. Tapi dia lupa, kadangkala ada sementara orang yang demi cinta atau dendam kesumat, seringkali melupakan keselamatan diri sendiri. Kekuatan yang timbul karena cinta atau dendam kesumat, seringkali jauh lebih besar dari pada segalanya. Sedemikian besarnya sehingga tak akan bisa dibayangkan perkataan apapun. Darah segar berhamburan kemana-mana. Cairan darah yang berwarna merah gelap diantara titik cahaya putih susu memancar ke luar ke empat penjuru, dan seperti hujan gerimis menodai wajah Ang Nio cu. Koleksi Kang Zusi Sepasang mata Ang Nio cu tertutup oleh cahaya darah.... Dia hanya menyaksikan sepasang mata Tio lotoa yang memancarkan rasa dendam, benci dan marah itu tiba-tiba melotot keluar seperti mata ikan, kemudian iapun tertutup sama sekali oleh cahaya darah. Seketika itu juga ia mendengar suara auman kaget, marah dan benci seakan-akan ada sekelompok binatang buas terjerumus ke dalam perangkap. Angin sambaran golok yang tajam berhamburan tiba dari empat arah delapan penjuru, bersama-sama membacok ke arah tubuhnya. Apa yang terpikirkan oleh seseorang saat kematiannya. Pertanyaan ini mungkin tak akan terjawab oleh siapa saja. Karena dalam keadaan demikian, apa yang terbayang oleh setiap orang selalu berbeda. Yang dia pikirkan sekarang adalah Ong Tiong, teringat akan paras muka Ong Tiong yang dingin seperti es, juga teringat akan perasaan Ong Tiong yang membara seperti api. Pada saat itulah, mendadak ia mendengar suara pekikan panjang yang sangat nyaring. Tiba-tiba sekulum senyuman tersungging di ujung bibirnya, dia seperti merasa, asal bisa mendengar pekikan tersebut, soal mati atau hidup sudah tidak menjadi persoalan lagi. Pekikan itu sangat nyaring, seperti seekor burung elang yang berpekik di angkasa dan menyambar ke bawah. Seluruh tubuh Ang Nio-cu telah tenggelam ke bawah. Dia melompat bangun, berusaha menghindar dan memaksakan diri untuk membuka sepasang matanya. Tapi, jangankan manusia, bahkan cahaya golokpun tidak nampak, dia hanya bisa melihat selapis cahaya darah yang berwarna merah. Dia melompat bangun lagi terasa kakinya menjadi dingin, sepertinya tidak terlalu sakit, akan tetapi kekuatan di atas paha itu tiba-tiba saja lenyap tak berbekas. Seketika itu juga badannya terjerumus ke bawah. Dia tahu, bila badannya terjerumus ke bawah, maka dia akan segera tenggelam ke kegelapan yang tiada taranya. Anehnya, dia sama sekali tidak merasa takut atau ngeri, hanya merasakan semacam kepedihan yang aneh dan sukar dilukiskan dengan kata-kata. Mendadak ia teringat kembali akan diri Ong Tiong. Mendadak ia merasa suatu perasaan yang sangat lega, ia merasa dirinya sudah terlepas dari segala-galanya, karena segala persoalan sudah tidak menjadi masalah baginya sekarang. Diapun tenggelam dengan begitu saja, roboh terkapar di atas tanah, bahkan sepasang matanya pun enggan dipentangkan. Koleksi Kang Zusi Andaikata ia menyaksikan keadaan yang dihadapinya sekarang, bukan cuma hatinya akan hancur lebur, mungkin ususnya akan putus dan nyalinya akan pecah. Cahaya golok yang berkilauan berkumpul menjadi satu titik dan membacok ke atas badan Ang Nio-cu. Mendadak, seseorang membawa pekikan yang nyaring menerjang datang dari balik hutan, langsung menyerbu ke dalam lingkaran cahaya golok. Agaknya dia sudah lupa kalau dirinya adalah seorang manusia yang terdiri dari darah dan daging, juga lupa kalau golok itu bisa dipakai untuk membunuh orang. Dia menerjang masuk ke balik lingkaran cahaya golok dengan begitu saja.... Diantara kelihatan cahaya golok, kembali tampak percikan darah berhamburan ke empat penjuru, kemudian, terdengar ada orang menjerit kaget: "Eng-tiong-ong....!" "Eng-tiong-ong belum mampus !" "Sekarang juga kita akan membuatnya mampus !" ada orang memaki dengan gusar. Tentu saja Ong Tiong tak akan mati, soal ini dia cukup mengerti. Tapi dia tahu, asal dia hidup tak akan ada orang bisa membunuh Ang Nio cu lagi di hadapannya. Dengan badannya sendiri ia telah menahan golok pembunuh lawan yang sedang diayunkan ke bawah, menahan di hadapan Ang Nio-cu. Sekalipun golok itu tajam dan berat, namun dia tak mundur barang selangkahpun. Keberanian semacam ini bukan saja patut dihormati, lagi pula menakutkan, sangat menakutkan sekali. Ketika Yan Jit tiba di sana, tubuhnya telah bertambah dengan tujuh-delapan buah bacokan golok, dari setiap mulut lukanya itu darah sedang mengucur keluar dengan derasnya. Keberanian, siapapun kadangkala turut meluntur bersama mengalirnya darah dari badan. Tapi ia tidak ! Ketika Yan Jit menyaksikan keadaannya, itu, meski hati tidak hancur, usus tidak putus, namun darah segar telah menerjang sampai di atas batok kepala, menerjang tenggorokan. Dalam detik itu, mendadak dia seperti melupakan pula akan mati hidup dirinya. Darimana datangnya keberanian. Ada kalanya lantaran kebanggaan, ada kalanya lantaran dendam kesumat, ada kalanya lantaran cinta, adakalanya lantaran teman. Koleksi Kang Zusi Entah dari manapun datangnya keberanian tersebut, semuanya pantas untuk dihormati, pantas untuk dihargai ! Kwik Tay-lok juga telah datang. Entah karena apapun, entah betapa dalam keadaan apapun, dia tidak akan membiarkan temannya pergi beradu jiwa, sedang dia sendiri bermain catur didalam rumah. Cuma sayang, ketika ia sampai ditempat tujuan, pertarungan berdarah telah berakhir. Di atas tanah cuma menggeletak sembilan bilah golok. Ada yang menancap ditengah genangan darah, ada yang menancap di atas pohon, ada yang mata goloknya sudah melengkung, ada pula goloknya yang sudah patah. Ong Tiong sedang memeriksa mulut luka di atas paha Ang Nio-cu, dia seolah-olah sudah melupakan luka yang berada di atas tubuh sendiri. Yan Jit hanya memperhatikan mereka dengan tenang, sinar matanya entah memancarkan cahaya gembira, ataukah kesedihan. Pelan-pelan Kwik Tay-lok menghampirinya, kemudian berbisik: "Mana orangnya ?" "Orangnya?" Yan Jit turut bergumam. "Siapa yang kau tanyakan ?" "Siau-lim !" "Tentu saja aku tak akan membiarkan Siau-lim berada didalam rumah seorang diri." "Kau telah membawanya datang kemari?" Kwik Tay-lok mengangguk, sahutnya: "Itu dia, dia sedang duduk di atas pohon besar itu." Dari atas pohon besar itu, orang dapat menyaksikan semua gerak gerik ditempat ini dengan jelas, sebaliknya orang yang berada di sini tak dapat melihat ke sana. Bersembunyi bukan saja harus mempunyai tehnik yang jitu, juga harus pandai memanfaatkan keadaan yang berada disekitar sana. "Pada saat yang tepat, mencari tempat yang tepat!" itulah merupakan teori penting bagi ilmu "menyembunyikan diri". "Yang kutanyakan adalah orang-orang yang membawa golok itu" kata Kwik Tay-lok. "Mereka telah pergi semua." Kwik Tay-lok membungkukkan badannya dan memungut sebilah golok, menimangnya sebentar, lalu katanya sambil tertawa: Koleksi Kang Zusi "Tak heran kalau mereka tinggalkan semua golok tersebut di sini, dengan membawa golok seberat ini, memang larinya tak akan bisa terlampau cepat...." "Betul, karena mereka sebetulnya memang tidak sering melarikan diri." "Kau kenal dengan mereka !" "Tidak kenal, tapi aku tahu tiga belas bilah golok sakti merupakan orang-orang yang termasyhur namanya baik di luar perbatasan maupun didalam garis perbatasan." "Perampok-perampok kenamaan ?" "Juga merupakan lelaki-lelaki keras yang tersohor." "Tapi laki-laki keras yang kabur kali ini..." "Kau anggap mereka takut mampus ?" "Kalau tidak takut mampus, kenapa harus melarikan diri ?" Yan Jit memandang sekejap ke arah Ong Tiong, kemudian sahutnya: "Yang mereka takuti bukanlah kematian, melainkan semacam keberanian yang dimiliki sementara orang sehingga mau tak mau menimbulkan perasaan ngeri didalam hatinya." Pelan-pelan dia melanjutkan: "Mungkin mereka sama sekali tidak takut melainkan terharu..... mereka juga orang, setiap orang kemungkinan besar akan dibikin terharu oleh orang lain." Kwik Tay-lok termenung beberapa saat lamanya, mendadak dia bertanya lagi: "Dari mana mereka bisa tahu kalau Ang Nio-cu berada di sini ?" "Berita tentang matinya Cui-mia-hu sekalian ditempat ini sudah diketahui banyak jago persilatan." Mendengar itu Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Aaai... kabar berita yang tersiar dalam dunia persilatan betul-betul cepat sekali" "Ketajaman pendengaran dari orang persilatan memang selalu mengagumkan, apalagi bagi orang yang mempunyai dendam, seringkali ketajaman pendengaran mereka jauh melebihi siapapun." "Begitu dalamkah rasa dendam mereka terhadapnya ?" "Tiga belas bilah golok sakti dengan Cui-mia-hu sebetulnya boleh dibilang termasuk dalam satu kelompok, tapi Ang Nio-cu telah menghianati mereka. Suatu ketika, sewaktu mereka sedang dikepung orang, ternyata Ang Nio-cu...." Maka Kwik Tay-lok menukas pembicaraannya yang belum selesai itu: Koleksi Kang Zusi "Soal anjing menggigit anjing semacam itu, segan aku untuk mendengarkannya." "Lantas kau ingin mendengarkan soal apa?" Kwik Tay-lok memandang sekejap ke arah Ong Tiong dan Ang Nio-cu, sorot matanya lambat laun berubah lembut kembali, katanya: "Sekarang, aku hanya ingin mendengarkan sedikit kejadian yang dapat menimbulkan kegembiraan dihati orang, seperti misalnya...." Yan Jit turut memandang ke arahnya, sorot mata yang terpancar keluar lambat laun menjadi lembut, katanya: "Misalnya apa ?" "Misalnya, berita tentang datangnya musim semi." "Kau tak usah menanyakan tentang berita datangnya musim semi lagi." kata Yan Jit. "Kenapa ?" "Sebab musim semi telah tiba." "Sudah tiba ? Dimana ? Kenapa aku tidak melihatnya ?" Yan Jit mengalihkan pandangan matanya ke arah Ong Tiong dan Ang Nio-cu, lalu sahutnya lembut: "Kau seharusnya sudah melihatnya, karena dia berada di sini." "Yaa, benar, mereka memang berada di sini." bisik Kwik Tay-lok makin lembut. Dia memandang ke arah Yan Jit. Tiba-tiba ia menemukan mata Yan Jit seakan-akan berubah bagaikan di musim semi. Manusia macam apakah yang dinamakan orang berpenyakit ? Pertanyaan ini mungkin seperti juga pertanyaan lainnya, mempunyai penjelasan yang beraneka ragam. Ada yang menjelaskan: Orang sakit adalah seseorang menderita suatu penyakit. Tentu saja penjelasan seperti ini bisa diterima dengan akal sehat, akan tetapi belum bisa dianggap sangat tepat. Ada kalanya, orang yang menderita suatu penyakit pun disebut orang sakit. Misalnya, orang yang terluka, atau orang yang keracunan, dapatkah kau anggap mereka sebagai orang yang menderita suatu penyakit ? Tentu saja tidak. * * * Bulan ketiga, musim semi, rumput tumbuh amat subur, burung beterbangan dengan riang gembira. Koleksi Kang Zusi Salju telah mencair, seluruh permukaan bumi berubah menjadi hijau, di atas bukitpun semuanya nampak hijau. Kwik Tay-lok sedang duduk di bawah rimbunnya pohon sambil termangu-mangu... Ia betul-betul lagi termangu, karena kedatangan Yan Jit pun tidak diperhatikan olehnya. Sebenarnya Yan Jit dapat mengejutkannya, sebetulnya ingin membuat pemuda itu terkejut. Tapi setelah menyaksikan keadaannya, Yan Jit menjadi tak tega untuk mengejutkan dirinya. Bagaimanakah tampangnya itu ? Wajahnya kurus seperti kurang makan, letih seperti kurang tidur, lagi pula badannya lebih bertambah ceking. Yan Jit menghela napas panjang, pelan-pelan menghampirinya, berjalan ke hadapannya dan sekulum senyum segera menghiasi ujung bibirnya, ia bertanya: "Hei, kenapa kau duduk termangu ?" Kwik Tay-lok mendongakkan kepalanya, memandang wajahnya sampai lama, tiba-tiba ia berkata: "Tahukah kau, manusia macam apakah yang dinamakan orang sakit itu ?" "Tentu saja orang yang berpenyakit." Kwik Tay-lok menggelengkan kepalanya. "Tidak betul ?" tanya Yan Jit. "Paling tidak belum seluruhnya betul." "Apa yang harus kukatakan baru bisa di katakan benar keseluruhannya....?" Kwik Tay-lok berpikir sebentar, lalu sahutnya: "Dalam pandangan seorang bocah, asal seseorang yang berbaring di atas pembaringan dan tak bisa berkutik, orang itu disebut sakit, padahal manusia macam begini belum tentu mengidap suatu penyakit." "Lagi pula kau bukan seorang bocah" sela Yan Jit. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Didalam pandanganku, orang sakit tak lebih hanyalah sejenis manusia yang luar biasa pandainya menghambur-hamburkan uang." "Apa maksudmu ?" "Itulah kata-kataku yang sesungguhnya." Ia memang berbicara sesungguhnya. Koleksi Kang Zusi Walaupun orang sakit tak bisa minum arak, tapi dia harus minum obat. Bukan cuma harus minum obat saja, lagi pula harus makan segala macam obat penambah tenaga, "biasanya barang-barang semacam itu harganya lebih tinggi dari pada arak. Tentu saja Yan Jit juga tahu kalau ucapan semacam itu adalah kata-kata yang sejujurnya, sebab di sana sekarang ada tiga orang sedang menderita sakit. Luka yang diderita Lim Tay-peng belum lagi sembuh, sekarang bertambah lagi dengan Ang Nio-cu serta Ong Tiong. Sambil menarik muka, Yan Jit berseru: "Sekalipun perkataanmu adalah perkataan yang sejujurnya, tidak seharusnya kau berkata demikian." "Yaa, aku memang tidak seharusnya berkata demikian, tapi mau tak mau aku harus mengutarakannya juga!" kata Kwik Tay-lok. "Kenapa ?" "Sebab sekarang, aku sudah hampir berubah menjadi orang mati." "Orang mati ?" Kwik Tay-lok memperhatikan sekejap setumpuk barang di hadapannya, lalu berkata sambil tertawa getir: "Kalau keadaan begini dibiarkan berlangsung terus, tak sampai dua hari lagi, sekalipun aku tidak melompat ke dalam sungai juga tak dapat..." Yang tertumpuk di hadapannya tak lain adalah tumpukan bon berhutang. Bon hutang artinya secarik kertas yang biasanya dipakai orang untuk menagih hutang. Kwik Tay lok mencabut selembar diantara bon-bon tersebut, kemudian membacakannya. "Yan-oh paling baik lima tahil, harga dua belas tahil perak." Dengan gemas dia membanting bon tersebut ke atas tanah, kemudian gumamnya sambil menghela napas panjang. "Tahu kalau sarang burungpun bisa dijual dengan harga semahal ini, lebih enakan kita jadi burung saja, dari pada didesak-desak orang terus untuk membayar hutang." Yan Jit segera tertawa. "Siapa bilang kalau kau bukan seekor burung, kau memang seekor burung tolol." Helaan napas Kwik Tay-lok semakin memanjang. "Aaaai.... aku percaya, sekalipun aku benar-benar adalah seekor burung tolol, juga tak akan mengurusi hutang-hutang ini." Koleksi Kang Zusi "Siapa yang suruh kau mengurusi hutang?" Kwik Tay-lok segera menuding ke hidung sendiri sambil menjawab: "Aku.... aku si burung tolol." Memang kenyataannya dia sendiri yang berebut untuk mengurusi hutang-hutang tersebut. Lim Tay-peng, Ang Nio-cu serta Ong Tiong sudah tak dapat berkutik tanpa dia dan Yan Jit berdua, pekerjaan yang harus mereka lakukan otomatis juga bertambah banyak. Yan Jit kembali bertanya kepadanya: "Sebetulnya kau hendak mengurusi rumah atau mengurusi hutang ?" Tanpa berpikir panjang, Kwik Tay-lok segera menjawab: "Mengurusi hutang." Dalam anggapannya, mengurusi hutang jauh lebih gampang dan gembira dari pada mengurusi orang sakit, seperti memasak bubur, memasak obat dan lain sebagainya. Sekarang dia baru tahu kalau dirinya keliru, malah merupakan suatu kekeliruan yang amat besar. Sambil tertawa getir Kwik Tay-lok lantas berkata: "Sebenarnya aku mengira di dunia ini sudah tiada persoalan lain yang jauh lebih gampang dari pada mengurusi hutang-hutang." "Ooooohhh....." "Karena dulu selama beberapa bulan, kita sama sekali tak pernah mengurusi soal hutang." "Sekalipun ada hutang, juga hutang yang tak jelas asal-usulnya." sambung Yan Jit sambit tertawa. "Yaa, betul, tepat sekali." Sesudah menghela napas panjang, sambungnya lebih jauh: "Waktu itu kita punya uang, makan agak baikan, minum agak baikan, kalau tak punya uang, seharian tidak makan tidak minum juga tidak menjadi soal." "Paling tidak, waktu itu kita bisa keluar bersama untuk mencari uang, atau mencari akal bersama untuk memperoleh uang." "Yaa, tapi sekarang keadaan berbeda." Pelan-pelan Yan Jit turut mengangguk, tanpa terasa dia turut menghela napas. "Yaa, sekarang keadaannya memang jauh berbeda." Orang sakit selain tak boleh kelaparan, lebih-lebih tak boleh tak minum obat. Koleksi Kang Zusi Oleh sebab itu, entah mereka mempunyai uang atau tak punya uang, setiap hari sudah ada target pengeluaran tetap yang tak bisa dihindari lagi. Pengeluaran tersebut memang tidak kecil jumlahnya. Sebaliknya orang yang mengeluarkan ide untuk mencari uang, justru seorangpun tak ada. Yan Jit repot untuk mengurusi orang-orang yang sakit, sedangkan Kwik Tay-lok harus memeras otak untuk mengurusi hutang-hutangnya. "Aku hanya mengherankan sesuatu." kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas panjang. "Soal apa ?" "Sekalipun aku belum bergerak dalam dunia persilatan, tapi seringkali mendengar cerita tentang orang-orang gagah di dalam dunia persilatan, tapi herannya belum pernah kudengar kalau orang-orang itu pernah menjumpai kesulitan uang ?" Sesudah tertawa getir lanjutnya: "Orang-orang itu sepertinya setiap saat bisa memperoleh uang yang banyak dan menghambur-hamburkan seenak hatinya sendiri, padahal mereka tidak bekerja apa-apa, memangnya uang itu bisa jatuh dari atas langit ?" Yan Jit berpikir sebentar, lalu sahutnya: "Di kemudian hari, bila ada orang yang menceritakan kisah kita, sudah barang tentu merekapun tak akan menceritakan kalau kita tak pernah murung karena kesulitan uang." "Kenapa ?" "Sebab si pengarang cerita biasanya mengira orang lain tak suka mendengarkan cerita semacam ini." "Tapi ini toh suatu kenyataan." "Sekalipun kejadian ini merupakan suatu kenyataan, tapi orang yang berani berbicara jujur di dunia ini tidak banyak jumlahnya." "Kenapa tak berani mengatakannya ? Apa yang mesti ditakuti?" "Takut kalau orang lain tidak mendengarnya." "Memangnya orang-orang yang mengarang cerita semuanya goblok? Apakah mereka tidak tahu kalau ada sementara orang lebih suka mendengarkan cerita yang menyinggung suatu kenyataan?" Sesudah berpikir sebentar, dia melanjutkan: "Mungkin cerita yang berbau dongeng jauh lebih mantap kedengarannya daripada suatu kenyataan, tapi kenyataan sudah pasti akan lebih mengharukan hati orang, hanya cerita yang dapat mengharukan hati orang saja yang akan selalu berada dihati orang." Yan Jit segera tertawa, serunya: Koleksi Kang Zusi "Kata-katamu itu lebih baik disampaikan kepada si empunya cerita saja...." "Kaupun enggan untuk mendengarkannya" "Betul." "Lantas apa yang ingin kau dengar: "Aku hanya ingin mendengar, sebetulnya sekarang kita sudah berhutang berapa ?" "Tidak banyak...." sahut Kwik Tay-lok sambil menghela napas, panjang, "belum sampai selaksa tahil." Dalam pandangan sementara orang, selaksa tahil perak memang tak bisa dianggap amat banyak, tapi buat pandangan Kwik Tay-lok yang sepeser uangpun tak punya, hutang tersebut sudah mencapai setinggi langit. Persoalannya sekarang sudah bukan berapa yang kau hutang, melainkan berapa yang kau miliki. "Apakah nota hutang sebesar selaksa tahil perak ini harus dibayar semua secepatnya?" tanya Yan Jit. "Para penagih hutang sudah mendesakku sampai menceburkan diri ke sungai, bayangkan sendiri hutang itu musti dibayar secepatnya atau tidak ?" "Lantas, beberapa yang masih kita punyai sekarang ?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Tidak banyak, kalau ditambah tiga mata uang lagi, maka sudah cukup menjadi satu tahil perak" Yan Jit mulai tertegun. Satu tahil perak bila dibandingkan dengan selaksa tahil perak, maka terasa besar sekali selisihnya, sebab kekurangannya berarti mencapai sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan tahil perak. Nota hutang semacam ini sudah pasti tak akan dilepaskan oleh para penagihnya. Maka Yan Jit hanya bisa berdiri tertegun. Setelah tertegun beberapa saat lamanya, dia baru menghela napas panjang, katanya: "Sekarang aku.... aku baru dapat memahami apa artinya kemiskinan." "Sampai sekarangkah kau baru mengerti?" Yan Jit mengangguk. "Karena dulu, meski kita tak punya uang, kitapun tak pernah berhutang kepada orang lain, maka saat itu kita masih belum bisa dianggap benar-benar miskin." Koleksi Kang Zusi "Aaaai..... sekarang aku hanya berharap jangan berhutang kepada orang lain, aku lebih suka merangkak selama tiga hari tiga malam daripada harus berhutang kepada orang." "Sayang, sekalipun kau merangkak selama tiga tahunpun, tak akan muncul selaksa tahil perak di hadapanmu." "Tak perlu selaksa tahil perak, asal ada sembilan ribu sembilan ratus tahil perakpun sudah cukup." "Persoalannya sekarang, dari mana kau bisa dapatkan ke sembilan ribu sembilan ratus tahil perak tersebut ?" "Aku tak punya akal." Kwik Tay-lok tertawa getir. "Aku juga tak punya." "Kenapa kita tak bisa menjadi perampok?" "Karena kita bukan perampok." "Manusia macam apakah baru bisa menjadi perampok ?" "Manusia yang bukan termasuk seorang manusia." "Dapatkah kita mencuri yang kaya untuk menolong fakir miskin ?" "Tidak dapat !" "Mengapa tidak dapat? Mencuri yang kaya untuk menolong fakir miskin toh bukan perbuatan seorang perampok, kalau akan dianggap sebagai perampok maka perampok macam itu disebut perampok budiman, seorang enghiong." "Kau hendak mencuri barang milik siapa?" "Tentu saja para saudagar yang berhati licik, pembesar korup yang memeras rakyat." "Setelah mendapat hasil curian, harta itu akan kau bagikan kepada siapa saja?" "Tentu saja untuk menolong kebutuhan kita yang mendesak, menolong kita sebagai fakir miskin." "Itu bukan enghiong namanya, tapi anjing beruang !" Sesudah berhenti sebentar, dia melanjutkan: "Justru karena di dunia ini banyak terdapat manusia yang mempunyai cara berpikir macam anjing beruang, maka jadinya banyak sekali perampok dan pencoleng yang meraja lela di dalam dunia ini." Mungkin kebanyakan orang yang menjadi perampok atau pencoleng, mulai berkarir dengan cara menipu diri sendiri, lagaknya saja untuk menolong orang, padahal di dalam kenyataannya kantung sendiri yang ditolong paling dulu. Kwik Tay-lok berpikir sejenak, lalu tertawa getir. "Lantas kalau menurut pembicaraanmu itu tampaknya kita hanya bisa menempuh dengan sebuah jalan saja." Koleksi Kang Zusi "Jalan yang bagaimana ?" "Tidak membayar hutang !" "Tahukah kau manusia macam apakah baru tak mau membayar hutangnya...." Tentu saja Kwik Tay-lok tahu dengan pasti, maka dia menghela napas panjang. "Tentu saja manusia yang tak tahu malu!" sahutnya lirih. "Dapatkah kau menunggak hutang dan tidak membayarnya ?" "Tidak dapat !" Apalagi sekalipun dia tak ingin membayar hutang juga tak mungkin dilaksanakan. Luka yang diderita Ong Tiong, Ang Nio-cu serta Lim Tay-peng belum sembuh seratus persen, mereka masih membutuhkan obat untuk diminum, masih membutuhkan obat penambah darah, obat kuat penambah tenaga serta bahan makanan untuk melanjutkan hidupnya. Betul kali ini kau bisa menunggak hutang itu dan tak mau membayarnya, tapi bagaimana selanjutnya ? Siapa lagi yang bersedia memberi hutang kepadamu kemudian hari ? Kalau sampai demikian, lantas bagaimana dengan Ong Tiong, Ang Nio-cu serta Lim Tay-peng yang belum sembuh dari lukanya? Betul- betul suatu masalah yang pelik. (Bersambung Jilid 21) Jilid 21 KEMBALI Kwik Tay-lok menghela napas panjang katanya: "Kalau begitu, bukankah kita betul-betul sudah menemui jalan buntu ?" "Siapa bilang kalau kita sudah menemui jalan buntu ? Jalan itu kegunaannya untuk membawa orang keluar dari kesulitan, asal kau punya tekad yang besar, asal kau bersedia melakukannya sudah pasti akan kau jumpai jalanan tersebut." "Aku mengerti akan teori tersebut, lagi pula pernah pula kukatakan kepada orang lain, tapi sekarang..." "Sekarang, apakah kepada dirimu sendiripun kau tidak percaya?" "Sekarang aku hanya mempercayai satu hal." "Soal apa ?" "Seandainya kita tidak membayar hutang tersebut pada hari ini, maka mulai hari ini juga kita tak bisa makan." Memang banyak terdapat teori bagus di dunia ini. . Koleksi Kang Zusi Cuma sayangnya, bagaimanapun baiknya teori tersebut, tak akan bisa memperoleh uang sebesar sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan tahil perak. Bahkan setahil perakpun tidak laku. Kalau tadi cuma seorang yang tertegun, maka sekarang berubah menjadi dua orang. Kalau sampai ada dua orang yang tertegun, maka keadaannya pasti jauh lebih menderita dari pada hanya seorang saja. Pada hakekatnya Kwik Tay-lok sudah tak kuasa menahan diri, dia bangkit berdiri dan berputarputar sampai tujuh-delapan belas kali, mendadak teriaknya: "Aku jadi teringat akan sepatah kata !" "Sepatah kata yang mana?" tanya Yan Jit sambil mengerling sekejap ke arahnya. "Sepatah kata yang amat berguna." "Apa gunanya ?" "Paling tidak bisa dipakai untuk menolong keadaan yang amat mendesak ini." "Kalau memang begitu, aku bersedia untuk mendengarnya." "Sahabat mempunyai kegunaan sebagai pelancar harta, tentunya kau pernah mendengar tentang perkataan ini bukan ?" "Maksudmu, kau hendak mencari orang lain untuk meminjam uang?" "Bukan mencari orang lain, tapi mencari teman." "Di dunia ini hanya ada semacam manusia yang paling sedikit berteman, tahukah kau manusia semacam apakah itu ?" "Manusia macam apa ?" "Yakni orang yang ingin mencari teman untuk meminjam uang." "Akupun tak akan pergi mencari teman yang terlalu banyak, aku hanya akan pergi mencari seorang saja." "Menanti kau berhasil menemukan temanmu itu dan mengemukakan maksudmu untuk meminjam uang, mungkin kau akan segera menemukan bahwa seorang temanpun sesungguhnya tidak kau miliki." "Tapi seperti teman macam kita...." "Kalau teman semacam kita ini, pada hakekatnya tak usah kau buka suara, ia sudah tahu sendiri." "Maka kau lantas beranggapan bahwa di dunia ini tiada seorang temanpun yang ada, jika kau sudah membuka mulut untuk meminjam uang ?" "Yaa, seorangpun tak ada." Koleksi Kang Zusi "Tapi aku justru kenal seseorang." "Siapa ?" "Swan Bwe-thong !" Yan Jit segera menarik muka, sepatah katapun tak diucapkan. "Aku toh bukan menyuruh kau yang buka suara, aku boleh pergi sendiri, toh bagaimana pun juga aku pernah membantunya." kata Kwik Tay-lok lebih lanjut. Tiba-tiba Yan Jit tertawa dingin. "Di dunia inipun hanya ada sejenis manusia yang bisa mencari orang perempuan untuk meminjam uang." "Kau maksudkan manusia macam apa ?" "Orang bodoh !" sahut Yan Jit dingin, "hanya seorang bodoh yang akan percaya bila ada seorang perempuan bersedia meminjamkan selaksa tahil perak kepadanya." "Akupun tahu kalau jalan pikiran seorang perempuan jauh lebih sempit ketimbang seorang lelaki, tapi dalam pandangannya, selaksa tahil perak seharusnya bukan suatu jumlah yang sangat besar." "Yaa, memang bukan termasuk jumlah yang luar biasa, cuma paling banter selaksa tahil perak belaka" "Tapi dia toh bukan seorang yang sempit jalan pikirannya." "Sesupel-supelnya seorang perempuan, tak nanti dia akan meminjamkan uangnya kepada orang lelaki." "Kenapa ?" "Sebab jalan pemikiran orang perempuan berbeda." "Bagaimana bedanya ?" "Mereka selalu beranggapan hanya lelaki tak becus saja yang bersedia membuka mulut untuk meminjam uang kepada orang perempuan! Sedangkan perempuan yang bersedia meminjamkan uang kepada lelaki juga sama-sama tak becusnya" Kwik Tay-lok tertegun beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia tertawa dan berkata: "Padahal bagaimanakah jalan pemikiran seorang perempuan, hanya kaum wanita saja yang tahu, kau toh bukan seorang wanita." "Tentu saja aku bukan" sahut Yan Jit sambil menarik muka. Kwik Tay-lok segera tertawa. "Oleh karena itu kaupun tidak tahu, maka akupun masih tetap akan mencobanya." Koleksi Kang Zusi "Seandainya kau sampai kebentur pada batunya ?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Sekalipun bakal terbentur batunya, yang terbentur paling-paling cuma batu, daripada terbentur besi atau paku, kan mendingan cuma batu." Tiba-tiba dia tertawa, lalu gumamnya: "Seandainya di dunia ini terdapat paku emas atau paku perak, aku mah bersedia untuk membenturnya beberapa kali." Mendadak mencorong sinar tajam dari balik mata Yan Jit, sambil melompat bangun teriak keras-keras: "Aaaah.... akhirnya dia mengucapkan juga sepatah kata yang ada gunanya...!" Sikap rekannya ini malah membuat Kwik Tay-lok tertegun, serunya kemudian agak tergagap: "Apa yang telah kukatakan. Apa gunanya?" "Bukan saja ucapanmu sangat berguna, lagi pula benar-benar ada nilainya." Kwik Tay-lok semakin dibuat tak habis mengerti. Tiba-tiba Yan Jit mengambil tujuh delapan biji batu dari atas tanah, lalu katanya lagi: "Tahukah kau bagaimana dengan ilmu menyambit senjata rahasia yang kumiliki ?" Kwik Tay-lok menggeleng. "Tidak tahu, kau toh belum pernah menggunakan senjata rahasia untuk menghadapi aku." "Bila kuhadapi kau dengan senjata rahasia, sanggupkah kau untuk menerimanya?" "Belum tentu." "Kau ingin mencobanya ?" "Tidak ingin." "Tidak inginpun harus ingin, pokoknya kau harus mencobanya." Tiba-tiba, batu yang berada di tangannya itu disambit ke arah Kwik Tay-lok dengan gerakan Boan-thian-hoa-yu (bunga hujan memenuhi langit). Dari sekian banyak ilmu melepaskan senjata rahasia, terdapat semacam cara yang dinamakan Boan-thian-hoa yu, hampir setiap orang dalam dunia persilatan tahu akan hal ini dan pernah mendengar tentang persoalan ini... Tapi orang yang benar-benar pernah menyaksikan kepandaian semacam itu, tidak banyak jumlahnya, tentu saja orang yang bisa mempergunakan kepandaian semacam itu, jauh lebih sedikit lagi. Sekarang, Kwik Tay-lok telah dapat melihatnya. Koleksi Kang Zusi Bukan saja Yan Jit bisa menggunakan kepandaian tersebut, lagi pula penggunaannya sangat indah. Tujuh delapan biji batu bagaikan hujan badai bersama-sama dilontarkan ke tubuh Kwik Taylok. Dengan cepat Kwik Tay-lok membalikkan badan, menggeser langkah dan menghindari tiga biji batu yang menyambar datang, lalu menggeliatkan tangannya menangkap tiga empat biji lainnya, tapi masih ada satu dua biji yang menghajar di atas tubuhnya, membuat pemuda itu menjerit kesakitan. Sambil mendelik ke arah Yan Jit, segera teriaknya keras-keras: "Hei, apa maksudmu yang sesungguhnya?" "Sebetulnya tiada maksud lain." Jawab Yan Jit sambil tertawa, "aku tak lebih hanya berharap agar kau bisa mencari untung berapa ribu tahil perak dan membawanya pulang." "Mendapatkannya dengan cara apa ?" sekali lagi Kwik Tay-lok bertanya dengan wajah tertegun. "Menggunakan tanganmu !" Setelah tertawa, lanjutnya: "Tanganmu sudah cukup cekatan, tidak banyak orang yang sanggup menerima empat batang senjata rahasiaku, asal berlatih beberapa kali lagi, untuk mencari untung berapa ribu tahil perak sudah lebih gampang daripada membalikkan telapak tangan sendiri." Kwik Tay-lok memperhatikan tangan sendiri, makin dilihat dia merasa semakin tercengang. Ia tak bisa melihat dengan mengandalkan apakah sepasang tangannya itu bisa mendapat untung berapa ribu tahil perak.... seandainya tangan ini hendak dipakai untuk mengalahkan berapa ribu tahil perak, maka hal ini bisa dilakukannya dengan gampang, sekali bagaikan membalikkan telapak tangan sendiri saja. Hanya di dalam sekali lemparan gundu saja dia bisa mengalahkan berapa ribu tahil perak. Sementara itu, Yan Jit telah mengambil batu lagi dari atas tanah. Tak tahan Kwik Tay-lok segera bertanya: "Sebenarnya kau menyuruh aku melakukan apa? Melempar dadu untuk membohongi uang orang ?" "Kalau hanya melempar dadu, memangnya kau bisa membohongi uang siapa ? Kau sudah pasti akan menjadi raja diraja dari kekalahan." "Kecuali melempar dadu, masih ada cara apa lagi yang lebih cepat ?" "Cara untuk kalah lebih cepat memang tidak ada, kali ini aku minta kau pergi untuk menang !" "Aaaah.... seorang raja diraja dari kekalahan mana mungkin bisa merajai kemenangan?" Koleksi Kang Zusi "Asal kau sanggup untuk menyambut senjata rahasiaku sekaligus, maka aku tanggung kau pasti akan memperoleh kemenangan" "Seandainya aku kalah? Apa yang harus kupakai untuk menebus kekalahan itu ?" Yan Jit segera menghela napas panjang. "Aaai... jika kali ini kau masih kalah, mungkin selembar jiwamu pun akan turut di gadaikan" "Tampaknya aku cuma mempunyai selembar nyawa saja yang bisa digadaikan..." kata Kwik Tay-lok sambil tertawa getir. "Itulah sebabnya, kau harus mencari akal untuk menyambut semua senjata rahasia ini, bila tanganmu tak sanggup untuk menerimanya semua, gunakan mulutmu untuk menggigit...." Untuk menyambut senjata rahasia yang dipancarkan menggunakan ilmu Boan thian-hoa yu, memang bukan merupakan suatu pekerjaan yang sangat gampang. Kwik Tay-lok sudah tiga kali menyambutnya, alhasil tujuh tempat di atas tubuhnya kena terhajar, betul tidak terlalu berat, namun cukup membuat tulang belulangnya lamat-lamat terasa sakit. Kali ini Yan Jit tidak menaruh belas kasihan barang sedikitpun jua, kembali dia mengambil batu untuk melancarkan serangan. Kwik Tay-lok hanya bisa memandang kesemuanya itu dengan wajah tertegun.... Sampai sekarang, dia masih belum mengerti dengan pasti, obat koyo apakah yang sebenarnya sedang dijual Yan Jit, seandainya berganti orang lain, mungkin sedari tadi dia sudah tak mau melakukannya. Tapi dia percaya kepada Yan Jit. Dia percaya sekalipun semua orang yang berada di dunia ini berniat untuk mempermainkan dirinya, sudah pasti Yan Jit tak akan membantu orang lain. Batu yang berada dalam halaman itu tidak banyak, walaupun Yan Jit membawa setumpuk juga masih belum cukup, maka dia lari ke sudut tembok pekarangan sana untuk mengumpulkan kembali. Sedang Kwik Tay-lok meraba bahunya yang linu dan sakit itu sambil tak tahan menghela napas panjang. Seandainya dia harus menyambut begitu banyak senjata rahasia, ia benar-benar merasa tak yakin lagi. Angin berhembus lewat membawa harumnya bunga, bunga Tho di depan sana telah mulai mekar. Kwik Tay-lok mendongakkan kepalanya, mendadak ia melihat Ong Tiong duduk di depan jendela sambil menggapai ke arahnya. Koleksi Kang Zusi Menanti Yan Jit telah mengumpulkan batu dan berjalan kembali, dia telah menghampiri Ong Tiong, dua orang itu seorang di dalam jendela, seorang lagi di luar jendela, mereka berdua menuding kesana kemari sambil berbicara tiada hentinya entah ada saja yang sedang di bicarakan. Terpaksa Yan Jit harus menunggu. Sudah setengah harian lamanya ia menunggu, ketika Kwik Tay-lok muncul kembali sambil bergendong tangan, wajahnya kelihatan seperti merasa bangga sekali. Ong Tiong masih duduk di depan jendela sambil mengawasi ke arah mereka, wajahnya juga dihiasi senyuman, sekulum yang amat misterius sekali. Tak tahan lagi Yan Jit segera bertanya: "Sebetulnya permainan setan apakah yang kalian berdua lakukan...?" "Siapa yang kau maksudkan sebagai berdua?" tanya Kwik Tay-lok sambil mengerdipkan matanya. "Kau dan Ong Tiong" "Ooooh.... kau maksudkan Ong Tiong? Dia hanya memberitahukan kepadaku agar disampaikan kepadamu bahwa malam ini dia ingin makan tulang bay-kut masak lobak" Setiap orang dapat melihat kalau ia sedang berbohong. Bila Kwik Tay-lok sedang berbohong, maka di atas wajahnya seakan-akan memasang merek. Yan Jit segera mendelik sekejap ke arahnya, lalu berkata dengan dingin: "Orang yang berbohong hati-hati dengan giginya, takut kalau sampai kena disambit rontok orang lain." "Silahkan dicoba," kata Kwik Tay-lok sambil tertawa cekikikan. "Baik !" Kali ini, bukan saja batu yang dipergunakan jauh lebih banyak, lagi pula tenaga yang dipergunakan juga jauh lebih besar. Dengan tenaga yang lebih besar, otomatis batu yang meluncur datangpun jauh lebih cepat dan tajam. Kwik Tay-lok segera memutar badannya, tahu-tahu dalam genggamannya telah bertambah dengan dua macam benda yang memancarkan sinar keperak-perakan, bentuknya persis seperti jala kecil yang dipakai anak kecil untuk menangkap kecubong. Belasan biji batu yang meluncur datang dengan cepatnya itu, bagaikan kecubong saja, hampir semuanya kena disambar masuk ke dalam jala tersebut. Yang terlepas dari sambaran jaring itu paling banter cuma dua tiga biji, itupun bisa dihindari Kwik Tay-lok dengan gampang. Kali ini Yan Jit membelalakkan matanya lebar-lebar, dengan setengah melotot serunya: Koleksi Kang Zusi "Permainan apakah itu?" Kwik Tay-lok tertawa cekikikan. "Coba kau lihat permainan macam apakah ini? Kagum tidak?" "Apakah Ong lotoa yang barusan mengajarkan kepadamu?" "Sekalipun dia yang mengajarkan kepadaku, hanya orang pintar seperti aku pula yang dapat menguasainya dengan cepat," sahut Kwik Tay-lok dengan bangga. Yan Jit segera mencibirkan bibirnya. "Sedari kapan sih kau menjadi pintar?" "Sebetulnya aku memang tak boleh, asal ada permainan bagus, sebentar saja aku telah bisa menguasainya." "Bawa kemari !" seru Yan Jit sambil mengulurkan tangannya ke muka. "Tidak boleh!" cepat-cepat menyembunyikan tangannya ke belakang. "Kenapa tidak boleh?" "Sebab Ong lotoa bilang, rahasia langit tak boleh bocor." "Baik, kalau begitu cobalah sekali lagi" Kali ini senjata rahasia itu dilepaskan dengan kecepatan yang lebih hebat dan ancaman yang lebih mengerikan. Belasan buah batu kecil seakan-akan berubah menjadi hidup semua, seperti tumbuh sayapnya dan punya mata, justru ancamannya mengarah bagian yang paling lemah di tubuh Kwik Tay-lok. Siapa tahu dua lembar jaring yang berada ditangan Kwik Tay-lok seakan-akan sudah menunggu di situ. Belasan buah batu itu sudah termakan semua ke dalam jaring, malah yang terlepas hanya ada sebiji saja. Sambil tertawa terbahak-bahak Kwik Tay-lok segera berseru: "Sekarang, tentunya kau sudah mengagumi diriku bukan ?" Yan Jit melotot besar, tapi akhirnya dia tersenyum juga. "Kelihatannya kau memang tidak bodoh!" Kwik Tay lok semakin bangga lagi, katanya: "Terus terang saja, ilmu menyambut senjata rahasia memang tak pernah kupelajari secara baik dulunya, hal ini dikarenakan.... dikarenakan apa? Coba kau terka ?" Koleksi Kang Zusi "Aku tak bisa menerkanya." "Karena tanganku sesungguhnya jauh lebih cepat, mataku juga jauh lebih tajam daripada orang lain, maka hakekatnya tak perlu di latih lagi....!" "Maka kaupun baru terkena pagutan kelabang besar itu," sambut Yan Jit dengan hambar. Ternyata paras muka Kwik Tay-lok sedikitpun tidak menjadi merah, malahan ujarnya sambil tertawa: "Kalau kejadian itu sih tidak masuk hitungan, sekarang cobalah sekali lagi !" Seraya memutar biji matanya dia berkata lagi sambil tertawa: "Konon setiap jagoan yang berada didalam dunia persilatan selalu mempunyai julukan yang mentereng, maka sekarang akupun ingin mencari sebuah julukan yang cocok untuk kugunakan." "Apakah julukanmu itu ?" "Jian pit-ji-lay, Kui-im cu-mo put-cok, Kuay-jiu-tay-ciu-hiap (Ji-lay bertangan seribu, bayangan setan yang tak teraba, pendekar pemabuk bertangan kilat)!" Yan Jit tak dapat menahan diri dan segera tertawa tergelak, katanya kemudian: "Aku juga mempunyai suatu julukan yang rasanya jauh lebih tepat untuk kau gunakan." "Coba katakan." "Pun-jiu-pun-ciok, Cin-liau-boan-tee-pa, Sut-ong-ci-ong-toa-po-nio (Otak bebal tangan lamban, merangkak setelah mabuk, burung dogol si raja di raja kekalahan), coba kau katakan, cocok tidak julukan ini untuk kau gunakan ?" * * * Pintu gerbang bangunan rumah itu menghadap ke selatan, sepasang gelang pintunya memancarkan cahaya keemas-emasan di bawah sorot cahaya matahari. Baru saja masuk ke dalam lorong tersebut, Kwik Tay-lok sudah menyaksikan sepasang gelang pintu itu. Lewat lama kemudian, sepasang matanya masih menatap pintu itu tak berkedip, seakan-akan selama hidup belum pernah menyaksikan gelang pintu. Dalam kenyataannya, sepanjang hidupnya dia memang jarang sekali mendapat kesempatan untuk menyaksikan kejadian aneh semacam itu. Setiap bangunan rumah pasti ada pintu gerbangnya, di atas pintu gerbang pasti ada gelang pintunya. Hal itu sedikitpun tidak aneh atau mengherankan. Yang mengherankan adalah gelang pintu rumah ini ternyata ini terbuat dari emas murni. Ketika Kwik Tay-lok sedang memperhatikan gelang pintu itu, Yan Jit sedang memandang ke arahnya. Koleksi Kang Zusi Belakangan ini, di atas tubuh mereka berdua seakan-akan terdapat seutas tali yang telah membelenggu mereka menjadi satu, dimana Kwik Tay-lok berada, di situ Yan Jit turut hadir. Lewat lama kemudian, Kwik Tay-lok baru menghela napas sambil bergumam: "Orang ini, pasti orang kaya mendadak" "Orang kaya mendadak ?" "Yaa, hanya orang kaya mendadak baru akan melakukan perbuatan semacam ini" "Perbuatan macam apa?" "Perbuatan yang hakekatnya bisa membikin gigi orang pada copot saking gelinya" "Kau keliru" "Bagian mana yang keliru?" "Keluarga ini bukan saja tidak kaya mendadak, bahkan dia masih termasuk salah satu dari beberapa keluarga persilatan kenamaan yang berada dalam dunia persilatan" Meskipun membuat gelang pintu dari emas merupakan suatu perbuatan yang tak biasa dan menggelikan, tapi perbuatannya ini tak pernah menimbulkan perasaan geli dihati orang" "Tapi aku merasa geli sekali." "Hal ini dikarenakan kau belum tahu siapakah dia." "Aku tahu." "Kau benar-benar tahu ?" "Dia adalah seorang manusia, seorang manusia yang penuh dengan perak bau, kekayaan yang melimpah dan kuatir orang lain tak tahu kalau dia adalah seorang kaya." "Manusia macam ini bukan saja aku tak ingin kenal dengannya akupun tak ingin berteman dengannya. Apapun yang dilakukan orang ini, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan diriku." Yan Jit segera tertawa. "Cuma sayang orang semacam itu justru sekarang ada sedikit hubungannya dengan dirimu." "Tentunya kau bukan menyuruh aku untuk datang merampas gelang pintunya bukan?" kata Kwik Tay-lok sambil memandang ke arahnya. Yan Jit tertawa. "Itu sih tidak, kita masih belum sampai semiskin itu." Kwik Tay-lok segera menghembuskan napas lega. "Kalau begitu, setelah kau suruh aku menempuh perjalanan setengah harian lebih dan sampai kemari, apa tujuannya hanya untuk melihat gelang pintu ini?" Koleksi Kang Zusi "Juga bukan !" Kwik Tay-lok kelihatan merasa agak kuatir, ditatapnya Yan Jit sekejap kemudian: "Aku tahu kau pasti tidak mempunyai suatu ide bagus, maka selama ini tak pernah mau berbicara terus terang kepadaku." "Jangan kuatir." sahut Yan Jit sambil tertawa, "paling tidak, aku tak akan menjual kau kepada orang lain, aku masih merasa berat hati untuk melakukannya." Setelah menjawab perkataan tersebut, wajahnya kelihatan berubah agak memerah. Kwik Tay-lok kelihatan makin bertambah kuatir, kembali katanya: "Jika seseorang tidak melakukan sesuatu perbuatan yang melanggar suara hati sendiri, kenapa mukanya berubah menjadi merah?" "Muka siapa yang menjadi merah ?" "Kau" Yan Jit segera berpaling ke arah lain, kemudian katanya: "Aku lihat matamu betul-betul sudah melamur!" Tiba-tiba Kwik Tay-lok memutar biji matanya, lalu berkata: "Aku mengerti sekarang" "Kau mengerti soal apa?" "Sudah pasti ada seorang perawan tua yang tidak laku kawin ingin mencari jodoh, maka kau menggunakan siasat lelaki tampan untuk makankan aku kepadanya" Mendengar perkataan itu, tak tahan lagi Yan Jit tertawa cekikikan. "Apakah kau merasa dirimu sangat tampan?" "Sekalipun tidak terlalu tampan, paling tidak aku adalah type lelaki yang disukai setiap orang perempuan"" Yan Jit menghela napas panjang, katanya: "Kau betul-betul tak tahu diri, tampang macam begitupun dikatakan sebagai tampang yang menarik." Kwik Tay-lok juga menghela napas panjang. "Sayang kau bukan perempuan, kalau tidak, sudah pasti kau akan tertarik kepadaku!" Paras muka Yan Jit kelihatan agak memerah lagi tapi sengaja dia menarik muka sambil berseru: Koleksi Kang Zusi "Andaikata aku adalah seorang perempuan, sekarang juga aku sudah menendangmu hingga tercebur ke dalam pecomberan !" "Perduli apapun yang kau katakan, pokoknya kali ini aku tak mau termakan oleh perangkapmu." "Siapa yang menipumu ?" "Nona perawan tua itu pasti jelek dan kukoay, siapa tahu mukanya penuh dengan burik, maka dia baru tak laku kawin, sekalipun ada mas kawin delapan ratus laksa tahil perak juga jangan harap menyuruhku kawin dengannya." Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, kemudian berkata dengan suara dingin: "Seandainya dia masih muda dan cakap?" "Itu mah bisa dirundingkan lagi," sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa, "siapa suruh kalian adalah sobat-sobatku ? Demi sahabat, perbuatan apapun bersedia kulakukan." "Sekarang aku hanya ingin kau melakukan sesuatu, entah bersediakah kau untuk melakukannya?" "Coba katakan." "Aku hanya berharap kau suka menuju ke depan pecomberan sana dan bercermin, kemudian belilah tahu yang sudah membusuk dan hantamkan ke atas kepalamu biar mampus." Lorong itu sangat lebar, mendadak muncul sebuah kereta kuda besar yang ditarik empat ekor kuda, dengan cepatnya kereta itu menyerbu masuk ke dalam lorong tersebut. Walaupun lorong itu sangat lebar, tapi seandainya Kwik Tay-lok dan Yan Jit tidak menghindar dengan cepat, tak urung mereka akan tertumbuk juga. Sambil melotot ke arah kereta yang sudah menyambar lewat itu, Kwik Tay-lok berseru dengan gemas: "Jalanan ini toh bukan miliknya seorang, atas dasar apa dia berani mengambil tindakan yang semena-mena ?" "Hanya mengandalkan satu hal." "Hal yang mana ?" "Cukup mengandalkan kalau lorong ini adalah miliknya seorang". Kwik Tay-lok menjadi tertegun, sekarang dia baru menemukan kalau lorong tersebut memang cuma ada dia sekeluarga. Kereta itu sudah berhenti di depan pintu gerbang, pintu yang semula sunyi senyap kini sudah bermunculan belasan orang dengan langkah cepat, malah ada berapa orang diantaranya dengan menggunakan kecepatan yang luar biasa menahan larinya kuda sementara beberapa orang lainnya mendorong kereta itu naik ke atas tangga, dan mendorongnya masuk ke dalam gedung. Dari balik jendela seperti kelihatan ada orang melongok ke luar jendela kereta dan memandang Kwik Tay-lok sekejap. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok tidak melihat jelas paras muka orang itu, dia hanya merasa bahwa matanya jauh lebih tajam daripada mata orang biasa. "Tampaknya Kim Toa-say telah kembali." "Siapa Kim Toay-say tersebut ?" "Dialah orang yang kau katakan sebagai orang kaya mendadak itu." "Nah, itulah dia, coba kau lihat, tidak salah bukan perkataanku tadi ?" Setelah tertawa dingin kembali katanya: "Kim Toa-say, hemmm. Cukup didengar dari namanya saja semestinya sudah dapat diketahui manusia macam apakah dirinya itu." "Orang yang punya uang belum tentu semuanya orang jahat." "Tapi atas datar apa dia menyebut dirinya sebagai Toa-say (jendral)....?" "Pertama karena dia memang mempunyai kewibawaan sebagai seorang jendral, kedua karena orang lain suka memanggilnya sebagai Toa-say" "Tampaknya kau seperti merasa kagum sekali kepadanya?" "Dapatkah aku mengaguminya?" "Dapat, tentu saja dapat.... tapi bolehkah aku tidak mengaguminya....?" "Tidak dapat." "Mengapa tidak dapat ?" "Bukankah kau selalu mengagumi dirimu sendiri ?" "Hehhmm.... heehhmm...." "Maka kaupun seharusnya mengagumi dia, sebab dia persis seperti dirimu, juga gagah, sosial dan sangat Tay-lok ( lapang dada maksudnya )...." "Ehmm... ehmm..." "Apa artinya ehmm... ehmm....?" "Ehmm ehmm artinya aku tidak percaya." "Bila kau telah bertemu dengannya, kau pasti akan percaya dengan sendirinya." "Aku tak akan menjumpai dirinya." "Tapi kau harus pergi menjumpainya.". Koleksi Kang Zusi "Kenapa ?" "Sebab bila kita kau tidak pergi menjumpainya, maka kau terpaksa harus berhadapan dengan tampang-tampang si penagih hutang itu." Ya, di dunia ini ada tampang manusia macam apa lagi yang tak lebih sedap dilihat daripada tampang seorang penagih hutang? Begitu teringat orang-orang itu, sepasang alis mata Kwik Tay-lok segera berkenyit, katanya tergagap: "Apakah kau..... kau suruh meminjam uang kepada seseorang yang sama sekali tidak kukenal ?" "Aku tahu kulit mukamu masih belum setebal kulit badak" "Lantas kau suruh aku pergi ke sana untuk berbuat apa ?" Yan Jit termenung sebentar, lalu bertanya: "Didalam dunia persilatan terdapat banyak sekali orang aneh, misalkan saja ayah dari Swan Bwe-thong tersebut." "Kau maksudkan locianpwe yang bernama Sik-sin (dewa batu) itu ?" Yan Jit mengangguk. "Tahukah kau, dari mana datangnya nama Sik-sin tersebut ?" "Karena dia hanya menggunakan senjata tajam terbuat dari batu, lagi pula bisa mempergunakannya secara sangat baik-baik." "Tepat sekali jawabanmu itu !" Setelah berhenti sebentar, kembalikan dia melanjutkan: "Tapi senjata batu sebetulnya merupakan senjata yang paling kuno, sebab pada waktu itu orang masih belum mengerti cara menggunakan besi, sekarang saja senjata tajam apapun ada, tapi dia justru lebih suka menggunakan senjata batu yang berat dan tak leluasa digunakan, coba katakanlah dia adalah seorang manusia aneh ?" "Benar. Cuma.... apa pula bedanya dengan Kim Toa-say ?" "Kim Toa-say pun sama seperti dia, ia juga seorang manusia aneh, senjata yang dipergunakan juga sangat aneh." "Senjata apa yang dia pergunakan?" "Dia hanya menggunakan senjata yang terbuat dari emas, lagi pula semuanya terbuat dari emas murni." Kwik Tay-lok mengerdipkan matanya berulang kali, agaknya sudah mulai memahami maksudnya. Terdengar Yan Jit berkata lebih jauh: Koleksi Kang Zusi "Senjata tajam yang paling diandalkan olehnya adalah Kim-kiong-sin-tan (gendewa emas peluru sakti), secara beruntun dia bisa melepaskan dua puluh satu biji peluru, jarang sekali ada orang dalam dunia persilatan yang sanggup menghindari serangannya itu." "Apakah pelurunya tersebut dari emas?" "Yaa, emas murni." "Oooh, jadi kau suruh aku bertarung melawannya, menyambut serangan peluru emasnya dan kemudian membawanya pulang untuk membayar hutang?" Yan Jit tertawa. "Konon peluru emas yang dipergunakan olehnya, setiap butirnya paling tidak mencapai beberapa tahil beratnya, lagi pula sekaligus dua puluh satu biji, asal kau dapat menerima tiga empat biji saja, kau tak usah kuatir bertemu dengan tampang-tampang si penagih hutang lagi." "Aku tak mau melakukannya, perbuatan semacam ini aku tak mau melakukannya !" "Kenapa ?" "Tidak kenapa-napa, pokoknya tidak mau yaa tidak mau." Yan Jit memutar biji matanya berulang kali, kemudian sambil tertawa hambar katanya: "Oooohh.... aku mengerti sekarang, rupanya kau takut...." "Aku takut apa ?" Kwik Tay-lok segera berteriak keras. "Tentu saja kau tidak takut kepadanya, kau tak-lebih hanya takut menjadi gemuk." "Takut menjadi gemuk ?" seru Kwik Tay-lok tertegun. "Sekalipun emas lebih lunak daripada besi, tapi jika sebutir peluru emas yang lima-enam tahil beratnya sampai bersarang dibadan, toh akan menimbulkan sakit juga." "Hmm !" "Setelah sakit badan pasti akan menjadi bengkak, kalau sudah membengkak, kau sudah pasti jelek sekali tampangnya." Kembali dia tertawa hambar, kemudian melanjutkan: "Oleh sebab itu, kendatipun kau tak mau pergi, aku juga-tak akan menyalahkan dirimu, seandainya kau gemuk secara mendadak, siapa kalau orang lain mengira kau telah makan obat penggemuk babi ?" Kwik Tay-lok melotot sekejap ke arahnya, lalu sambil menarik muka, dia berseru: "Lucu, lucu, betul-betul lucunya setengah mati." "Bila seseorang mendadak menjadi gemuk itu baru lucu namanya." Sekali lagi Kwik Tay-lok melotot sekejap ke arahnya, lalu tanpa banyak berbicara lagi dia membalikkan badan dan berlalu. Koleksi Kang Zusi "Hei, mau kemana kau ?" tegur Yan Jit. "Belakangan ini aku sangat kelaparan sampai badanku terlampau kurus, aku memang sedang mencari akal bagaimana caranya untuk menggemukkan sedikit badanku." Yan Jit tersenyum. "Apakah kau akan menyerbu ke dalam dengan begitu saja, lantas mencari orang dan menantangnya untuk berkelahi ?" "Cara apa pula yang bisa kugunakan untuk berkelahi dengan orang ? Apakah kau menyuruh aku berlutut dan memohon kepadanya?" Kembali Yan Jit tertawa. "Sekalipun kau sungguh-sungguh berlutut dan memohon kepadanya, belum tentu dia mau turun tangan." Katanya. "Oooh....?" "Dua puluh satu biji peluru emas mempunyai suatu nilai yang cukup besar, dia toh belum edan, kenapa harus menggunakan peluru-peluru emasnya untuk sembarangan memukul orang? Lagi pula, seandainya sampai memukul mati orang, toh bukan suatu kejadian yang bagus" Hampir berteriak Kwik Tay lok saking penasarannya, segera serunya keras-keras: "Barusan, kau yang memaksaku untuk pergi, sekarang kau pula yang menghalangi aku pergi, sebetulnya permainan setan apakah yang sedang kau rencanakan?" "Aku bukannya menyuruh kau jangan pergi, cuma untuk mencari Kim Toa-say serta menantangnya bertarung, kau musti menggunakan akal." "Akal apa ?" "Coba bayangkan sendiri, manusia macam apa saja yang bisa memaksa Kim Toa say untuk turun tangan ?" "Aku tak bisa melihatnya, juga ogah untuk memikirkannya." "Hanya ada dua macam manusia !" Yan Jit menerangkan. "Dua macam yang mana ?" "Macam yang pertama tentu saja musuh besarnya, andai kata musuh besarnya datang mencari gara-gara, tentu saja dia akan segera turun tangan, cuma sayang... kau sama sekali tiada ikatan dendam atau sakit hati dengannya" Dia menghela napas panjang, seakan-akan menganggap kejadian itu sebagai suatu kejadian yang amat menyesalkan. "Apakah hendak kau menyuruh aku untuk merampas bininya lebih dulu, agar mengikat tali permusuhan dengannya" seru Kwik Taylok sambil menarik muka. Koleksi Kang Zusi Yan Jit segera tertawa cikikikan. "Konon bininya mana gembrot seperti babi, jelek lagi tampangnya malah kata orang galaknya bagaikan harimau betina, seandainya kau benar-benar melarikannya, siapa tahu Kim Toa-say malahan akan sangat berterima kasih kepadamu" "Hmm, hmm, lucu. . . benar-benar sangat lucu." "Untung saja selain cara itu, masih ada sebuah cara lagi." "Hmmmm !" "Setiap orang persilatan paling enggan untuk takluk ataupun menunjukkan kelemahannya kepada orang lain, maka dari itu, seandainya ada orang yang datang ke rumahnya secara terangterangan dan menantangnya untuk beradu kepandaian, maka ia tak akan mampu untuk menampik lagi." Tiba-tiba ia merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sebuah kartu nama berwarna merah, kemudian katanya lagi sambil tertawa: "Tapi orang itu tentu saja harus punya nama yang besar dan mentereng juga, misalnya seperti julukanmu Pun-jiu-pun-ciok Cui-liau-hoan-tee-pa Sut-ong-ciong Toa-po- nio (Otak bebal tangan lamban, merangkak setelah mabuk, burung dogol si raja di raja kekalahan ) betul bukan ?" Kartu nama yang berwarna merah jambu itu sungguh indah dan anggun bentuknya. Di atas kartu nama itu tercantumkan beberapa huruf yang mentereng berbunyi: "Jian-pit-ji-lay, Kui-im-cu-mo-put-cok, Kuoy-jiu-tay-cui-hiap (Jilay bertangan seribu, bayangan setan tak teraba, pendekar pemabuk bertangan kilat) Kwik Tay-lok." Pengurus gedung keluarga Kim sudah berusia lanjut, mukanya licik sekali, setelah menerima kartu nama itu, dibacanya sekejap lebih dulu, wajahnya sedikitpun tidak nampak terkejut, dengan hambar dia bertanya ?". "Dimanakah Kwik Tayhiap itu sekarang?" "Disini !" jawab Kwik Tay-lok cepat. Pengurus gedung keluarga Kim itu baru mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke arahnya, kemudian sambil tertawa kering berseru: "Oaah. rupanya kau adalah Kwik Tayhiap, maaf, maaf !" "Hmm !" Dengan senyum tak senyum, pengurus itu memandang lagi ke arahnya, kemudian berkata lebih jauh: "Kwik tayhiap, apakah kau datang kemari untuk mengajak loya kami beradu senjata rahasia ?" "Dari mana kau bisa tahu ?" Suara tertawa pengurus itu persis seperti seekor rase tua, katanya lagi sambil tersenyum: Koleksi Kang Zusi "Tiap bulan pasti ada beberapa orang tayhiap yang datang kemari, bila aku tak dapat menebak maksud kedatanganmu, baru aneh namanya." "Kalau memang sudah tahu akan maksud tujuanku, kenapa tidak lekas-lekas masuk untuk memberi laporan ?" seru Kwik Tay-lok lagi sambil menarik muka. Pengurus itu memperhatikan tamunya dari atas sampai ke bawah beberapa kali, kemudian baru katanya: "Tampaknya hari ini Kwik tayhiap belum mabuk ?" "Sekalipun namanya pendekar pemabuk, toh bukan berarti setiap hari harus mabuk," seru Kwik Tay-lok dingin. "Kalau begitu, kuanjurkan kepada Kwik tayhiap lebih baik cepat-cepat pulang saja." "Kenapa....?" Suara tertawa pengurus gedung keluarga Kim itu semakin menggemaskan hati, sahutnya hambar: "Sebab tayhiap yang datang kemari sungguh sudah terlampau banyak, loya kami bilang, asal bertemu dengan tayhiap kepalanya lantas pusing, maka ia telah berpesan kepadaku, manusia macam apapun tak akan dijumpai, bahkan cucu kura-kura atau pencolengpun boleh masuk ke dalam, tapi asal tayhiap... heeehhh.... heeehhh.... heeehhh.... dia sih tak sudi untuk menjumpai lagi." Kartu nama itu telah terjatuh kembali ke tangan Yan Jit. Dengan wajah membesi karena gemas, Kwik Tay-lok mengomel: "Semuanya ini adalah gara-gara ide bagusmu itu, selama hidup belum pernah aku mendapat malu seperti hari ini, terutama sekali menghadapi rase tua tersebut, lagaknya saja seakan-akan menganggap aku ini pencoleng atau pembohong besar, terutama senyum tak senyum yang menggemaskan itu, sungguh bikin hati mendongkolnya setengah mati." "Mengapa kau tidak memberi dua tamparan yang keras kepadanya ?" tanya Yan Jit sambil mengerdipkan matanya. "Sebab aku memang sebenarnya seorang pencoleng, aku mempunyai tujuan yang tak benar, orang tidak menggaplok aku saja sudah terhitung sungkan, mana aku bisa menggaplok orang ?" Yan Jit segera tertawa. Tentu saja senyumannya jauh lebih manis dan sedap dipandang daripada senyum tak senyum dari pengurus keluarga Kim itu. Menyaksikan senyumannya, kobaran api amarah Kwik Tay-lok segera menjadi mereda. Kata Yan Jit sambil tertawa: "Rupanya kulit mukamu tidak terlampau tebal, kalau dibandingkan dengan dinding tembok yaa lebih tipis sedikit" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok menghela napas panjang katanya sambil tertawa getir. "Oleh sebab itu sekarang, aku hanya pergi dari sini, makin cepat semakin baik." Tapi Yan Jit segera menarik tangannya sembari berseru: "Kenapa kau mesti terburu napsu ? Aku masih mempunyai sebuah jalan lain." Kwik Tay-lok seperti terperanjat mendengar perkataan itu, dengan wajah meringis dia berseru: "Dapatkah kau tak usah mencari akal lain?" "Tidak dapat !" Kwik Tay-lok segera menutup telinganya dengan kedua belah tangannya. "Dapatkah aku tidak mendengarkan?" kembali serunya. "Tidak dapat !" Dia menarik tangan Kwik Tay-lok dan melepaskannya dari atas telinga, kemudian sambil tertawa cekikikan katanya lagi: "Idemu yang tidak terlalu baik saja sudah hampir menjual segenap harga diriku, apa lagi ide bagusmu, aku bisa habis." "Betulkah kau menganggap perbuatan semacam ini adalah suatu perbuatan yang memalukan ?" Kwik Tay-lok cuma menghela napas. Kembali Yan Jit berkata: "Aku ingin bertanya kepadamu, ketika si kelabang besar menyambitmu dengan senjata rahasia, andaikata kau sanggup untuk menerimanya, mungkinkah kau akan mengembalikannya lagi kepadanya ?" "Aku belum gila, mengapa harus kukembalikan kepadanya? Apakah ingin menyuruh dia menghajar tubuhku lagi ?" "Nah, kalau begitu benar sudah." "Benar bagaimana ?" "Bila seseorang suka menggunakan emas sebagai senjata rahasianya, asal dia senang, siapa yang akan mengurusnya, betul bukan?" "Betul !" "Bila dia menggunakan senjata rahasia untuk menghajar kita, asal kita mampu untuk menyambut senjata rahasia, hal ini merupakan kepandaian kita sendiri, betul bukan?" "Betul !" Koleksi Kang Zusi "Bila seseorang mencari uang dengan mengandalkan kepandaiannya sendiri, maka hal ini bukan merupakan suatu perbuatan yang memalukan, betul bukan ?" "Betul !" "Sampai sekarang, sudah ada berapa hal yang kau katakan sebagai sesuatu yang benar?" "Tiga !" "Lantas, apa pula yang hendak kau katakan lagi kepadaku tentang soal ini?" "Tidak ada lagi !" "Masih inginkah kau untuk mendengarkan pendapatku yang lain ?" Sekali lagi Kwik Tay-lok menghela napas panjang, sahutnya sambil tertawa getir: "Bukan cuma ingin saja, pada hakekatnya inginku setengah mati... kau tahu apa artinya setengah mati ?" Padahal dia juga tahu, menunggak hutang padahal tak punya uang untuk membayarnya adalah suatu perbuatan yang sangat memalukan sekali. Tapi Kwik Tay-lok mau tak mau harus pergi berhutang dan berhutang terus, meski tunggakan hutangnya makin menumpuk. Sebenarnya dia adalah seorang yang amat menjaga gengsi, tapi mengapa ia sampai melakukan perbuatan semacam ini ? Tentu saja demi sahabat. Siapa saja, bila dalam hidupnya bisa berteman dengan seorang sahabat yang bersedia berkorban baginya, maka sekalipun sampai mati, diapun tak merasa penasaran. Kwik Tay-lok bukan seorang yang suka memaki orang, juga tidak terlalu pandai memaki orang, tapi begitu ia mulai mencaci maki, suaranya menjadi keras sekali seperti geledek. Dia berdiri di depan pintu gerbang keluarga Kim sambil mencaci maki orang, bahkan Yan Jit yang berada di luar lorongpun dapat mendengarkan suara makiannya dengan jelas. Dimulut gang ada sebuah pohon pek-yang besar, di bawah pohon terdapat sebuah gundukan tanah yang tinggi. Yan Jit duduk di atas gundukan tanah itu sambil mendengarkan Kwik Tay-lok memaki orang, mukanya menunjukkan suatu mimik wajah yang puas, seakan-akan sedang menikmati seorang penyanyi sedang mengalunkan lagu yang merdu. Sebab yang menjadi sasaran makian Kwik Tay-lok bukan dia. Yang dicaci maki Kwik Tay-lok adalah Kim Toa-say. Koleksi Kang Zusi "Orang she Kim, sudah terang kau seorang manusia, mengapa selalu menyembunyikan diri dalam rumah macam cucu kura-kura? Apa yang kau takuti, apakah hidupmu sudah hancur karena dijotos orang makanya kamu tidak berani keluar untuk bertemu orang ?" Makin didengar Yan Jit semakin bangga, sebab semua kata-kata makian itu adalah ajarannya dia kepada Kwik Tay-lok. "Kalau toh Kim Toa-say enggan bertemu denganmu, berdiri saja di depan pintu rumahnya dan memaki dia sampai keluar rumah." Cara semacam ini dinamakan taktik memaki, sebenarnya suatu taktik bertempur yang kuno sekali, lagi pula biasanya manjur sekali. Bila ada dua pasukan sedang berhadapan asal salah satu pihak bertahan dan tidak keluar maka pihak yang lain pasti akan mengirim orang untuk mencaci maki, memaki sampai lawannya tidak tahan dan keluar dari benteng untuk menerima tantangan mereka. Konon Cu-kat Liang atau Khong Beng pernah menggunakan taktik seperti ini untuk mencaci maki Cho Cho. Sebenarnya Kwik Tay-lok enggan berbuat demikian, tapi sepatah kata dari Yan Jit telah menggerakkan hatinya. "Bahkan Cu-kat Liang yang begitu tersohor namanya pun menggunakan siasat tersebut, mengapa kau tak mau menggunakannya?" Kalau toh sebagai sebuah taktik untuk bertarung, itu berarti cara itu halal dan bukan sesuatu yang tak boleh dicoba, maka Kwik Tay lok pun pergi mencaci maki, lagi pula makian-makiannya mantap dan tepat. Asal Kim Toa-say dapat mendengar makian itu, kalau dia tak sampai keluar dari rumahnya, itu baru aneh namanya. Kejadian aneh tiap tahun selalu ada. Suara makian Kwik Tay-lok begitu kerasnya, sampai semua orang yang berada di sekeliling tempat itu dapat mendengarnya semua. Tapi dari balik pintu terbang keluarga Kim justru sama sekali tak ada sesuatu gerakan apapun, bahkan reaksimu tak ada. Jangan-jangan Kim Toa-say adalah seorang yang tuli ? Belum lagi orang yang dimaki menampakkan diri, Kwik Tay-lok sendiri malah dibikin habis kesabarannya lebih dahulu. Semua kata makian yang diajarkan Yan Jit kepadanya telah diulangi sampai beberapa kali, orang lain belum jemu mendengarnya, dia sudah jemu memakinya lebih dulu, dia ingin mencari beberapa patah kata lain yang lebih sedap untuk melanjutkan makiannya, apa mau dikata justru tiada kata-kata yang tepat yang teringat olehnya. Pada saat itulah, si pengurus rumah gedung Kim telah menampakkan diri dari balik pintu, di tangannya masih menggotong sebuah kursi. Sebuah kursi yang nyaman sekali tampaknya. Koleksi Kang Zusi Rase tua itu membawa kursi tadi ke hadapan Kwik Tay-lok, meletakkannya ke lantai dan wajahnya tetap menunjukkan sikap senyum tak senyumnya yang khas, sedikitpun tidak nampak menjadi marah atau mendongkol. Kwik Tay-lok agak tertegun sejenak, kemudian tak tahan tegurnya dengan nada tercengang: "Hei, mau apa kau ?" Sambil tertawa terkekeh-kekeh sahut pengurus tua itu: "Kursi ini adalah suruhan khusus dari loya kami untukmu !" "Sebetulnya ia sudah mendengar caci makiku atau tidak ?" "Sekalipun loya kami sudah banyak umur namun sepasang telinganya belum tuli." "Dia suruh kau menghantar kursi ini untuk apa ?" "Dia kuatir Kwik Tayhiap kecapaian kalau memaki sambil berdiri, maka dipersilahkan kepada Kwik tayhiap untuk memaki sambil duduk, malah pesannya, jika Kwik Tayhiap merasa haus nanti, mau minta air teh atau arak silahkan di utarakan, aku akan segera menghantarnya buat Kwik tayhiap." Sesudah tertawa, dia melanjutkan: "Walaupun tayhiap yang datang kemari sangat banyak, tapi belum ada seorang manusia pun yang bisa memaki lebih bagus dan lebih seru dari pada makian-makian Kwik tayhiap, oleh sebab itu loya kami berharap agar Kwik-tayhiap bisa memaki lebih lama lagi, kalau kau bisa memaki lebih keras pula, hal ini alangkah baiknya." Kwik Tay-lok memperhatikan kursi itu sambil termangu-mangu, setengah harian kemudian, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia membalikkan badan dan berlalu dari situ. Suara si pengurus tua itu masih kedengaran bersama dari belakang diiringi gelak tertawa yang keras: "Apakah Kwik tayhiap hendak pergi? Tidak dihantar, tidak dihantar, bila lain kali ada waktu, silahkan Kwik tayhiap datang setiap waktu, di sini selalu ada air teh juga ada arak, khusus sebagai obat penyembuh sakit tenggorokan." Hampir meledak dada Kwik Tay-lok saking mendongkolnya. Sambil memandang ke arahnya, Yan Jit menggelengkan kepalanya berulang kali katanya: "Aku menyuruh kau pergi membuat orang gemas, kau sendiri malah menjadi gemas setengah mati, apakah gunanya?" "Bila kau menyaksikan tampang dari rase tua itu, aneh bila kau tak sampai mampus karena kegusaran," seru Kwik Tay-lok dengan gemas. "Apapun yang dia katakan, kau harus menganggapnya sebagai kentut, dengan begitu bukankah kau tak akan menjadi kheki ?" "Kau keliru, dia yang telah menganggap setiap perkataanku sebagai kentut bau !" Koleksi Kang Zusi "Ia benar-benar memakimu sedang berkentut?" seru Yan Jit sambil mengerdipkan matanya. "Walaupun tidak ia katakan, tapi tampangnya lebih jauh menggemaskan dari pada mengatakannya keluar !" "Dan kau ternyata tidak tahu, tak tahupun harus ditahan." "Kenapa ?" "Karena akupun memangnya lagi berkentut." Yan Jit segera tertawa. Tentu saja tertawanya jauh lebih sedap di pandang daripada senyuman pengurus tua itu, cuma saja sudah tidak sebagus dahulu lagi. "Kwik Tay-lok menatap wajahnya, lalu sambi menarik muka berkata: "Sebetulnya kau masih mempunyai berapa banyak idea lagi ? Lebih baik sekaligus kau katakan semuanya." "Kau masih ingin mendengarkan ?" "Dengarkan sampai mampus lebih bagus lagi, mati satu berkurang satu...." Tiba-tiba Yan Jit terus menghela napas, katanya sambil tertawa getir: "Cuma sayang aku sudah tak punya idea lagi." "Aaah, masa manusia yang mempunyai bakat bagus semacam kaupun berubah menjadi tak punya ide lagi ?" kata Kwik Tay-lok dengan suara dingin. Yan Jit menghela napas panjang. "Aaai.... kau bilang pengurus tua itu seorang rase tua, menurut pendapatku, justru Kim Toa say lah baru benar-benar seorang rase tua." "Bukankah kau selalu bilang dia seorang yang supel, mana terbuka lagi orangnya?" ejek Kwik Tay-lok dingin. "Seandainya dia sampai benar-benar bertarung melawanmu, bila tak berhasil mengenai badanmu, berarti dia bakal rugi beberapa ratus tahil emas, seandainya kalau sampai melukai dirimu, diapun harus memberi beberapa ratus tahil perak sebagai ongkos pengobatanmu." Setelah menghela napas panjang, katanya lebih jauh: "Aku lihat, belakangan ini Kim Toa-say tentu sudah tertipu berulang kali, maka lama-kelamaan ia menjadi semakin berpengalaman, oleh sebab itu sudah barang tentu dia tak akan sudi tertipu lagi." "Yaa, dia memang tidak tertipu, tapi aku yang tertipu." Yan Jit segera tersenyum. Koleksi Kang Zusi "Padahal kau pun tak bisa dikatakan tertipu, bagaimanapun juga kau toh sudah berhasil memaki seseorang habis-habisan." "Dapatkah aku memaki orang sekali lagi?" "Siapa yang hendak kau maki kali ini ?" "Kau !?" Tiba-tiba dari kejauhan sana muncul seekor kuda yang dilarikan kencang-kencang. Waktu itu, Kwik Tay-lok sudah sedemikian khekinya sampai persoalan apapun segan diurusi, diapun enggan untuk berpaling walau pun memandang sekejappun. Yan Jit yang berada di hadapannya menunduk rendah-rendah, seakan-akan segan diketahui penunggang kuda itu. Siapa tahu justru penunggang kuda itu bermata tajam. Baru saja kuda itu menerjang masuk ke dalam lorong, tiba-tiba binatang itu meringkik panjang sambil mengangkat kaki depannya ke atas. Hebat sekali kepandaian menunggang kuda yang dimiliki orang itu, sambil menarik tali les kuda, ia berjumpalitan dan melayang turun tepat di hadapan Kwik Tay-lok, bajunya lebih merah dari bunga bwe, merahnya amat menyolok mata. Swan Bwe-thong. Bwe Ji-lam. Kwik Tay lok segera merasakan matanya mencorong sinar terang, serunya tertahan: "Hei kau, kenapa kau sampai di sini?" "Aku lagi ingin bertanya kepada kalian, kenapa kamu berdua datang ke sini?" sahut Bwe Ji-lam sambil tertawa. "Kau bisa datang, mengapa kami tak bisa datang?" sela Yan Jit. "Mau apa kalian datang ke sini ? Kenapa kamu berdiri tertegun saja di sini ?" "Kami sedang menunggu kau." "Darimana kau bisa tahu kalau aku akan kemari ?" "Aku bisa meramal" Bwe Ji-lam tertawa cekikikan, sambil memukulnya pelan, katanya sambil tertawa cekikikan: "Aaah kau ini, tak sepotong katapun yang akan kupercayai, karena kau adalah....." Mendadak Yan Jit mendekap mulutnya, agak memerah paras mukanya itu, lalu berseru dengan gelisah: "Bila kau berani bicara sembarangan, lihatlah, akan kurobek mulutmu itu !" Kwik Tay-lok yang menyaksikan dengan tersebut menjadi tertegun. Koleksi Kang Zusi Sudah terang Yan Jit telah menolak pinangan dari Swan Bwe-thong, sepantasnya kalau Swan Bwe-thong membencinya setengah mati. Tapi..... kenapa dia orang tampak begitu mesrah setelah saling jumpa muka ? Bwe Ji-lam tampak-sedang memutar biji matanya, sebentar memandang ke arahnya, sebentar memandang pula ke arah Yan Jit, lalu sambil menutup bibirnya dan tertawa dia berkata: "Baik, aku tidak akan bicara, tapi akupun tak akan mendengarkan perkataanmu, ucapan siau- Kwik, pasti akan lebih jauh lebih dipercaya daripada perkataanmu." Dengan cepat dia bertanya lagi: "Siau-kwik, aku ingin bertanya kepadamu ada urusan apa kalian datang kemari ?" Kwik Tay lok mendehem berulang kali, kemudian sambil tertawa paksa sahutnya: "Kami tidak berbuat apa-apa, cuma saja..... cuma datang bermain saja, bermain ke tempat ini kan tidak melanggar hukum bukan?" Bwee Ji-lam memandang sekejap ke arah Yan Jit, kemudian sambil tertawa katanya: "Dengarlah, walaupun Siau Kwik juga lagi mengibul, tapi cara membawakan kata-katanya tidak sewajar dan seleluasa dirimu!" Ia menjotos lagi badan Yan Jit pelan, kemudian melanjutkan: "Padahal, sekalipun tidak kalian katakan aku juga tahu ada urusan apa kalian datang kemari." "Oooh...." Bwe Ji-lam kembali memutar biji matanya ke sana ke mari, lalu katanya sambil tertawa: "Belakangan ini, sudah pasti kalian menderita kekalahan lagi, maka kamu berdua berniat datang ke rumah Kim toa-siok untuk mendapatkan beberapa puluh biji peluru emas untuk membayar hutang, bukankah begitu?" Kwik Tay lok memandang ke arahnya, lalu berdiri tertegun.. Kalau dilihat kemampuan budak tersebut, agaknya kecuali mencari suami, pekerjaan apa pun yang lain sangat dikuasai olehnya. Senyuman Bwe Ji-lam masih menghiasi di ujung bibirnya, tapi dia menghela napas panjang, katanya: "Cuma sayang kedatangan kalian kali ini mungkin cuma sia-sia belaka...." "Kenapa?" tak tahan Kwik Tay- lok segera bertanya. (Bersambung ke Jilid 22) Jilid 22 "BILA USIA seseorang semakin menanjak tua, seringkali jalan pikirannya menjadi bertambah sempit, tahun ini Kim toa-siok telah berusia lima puluh tahunan lebih, maka dari itu . . . ." Koleksi Kang Zusi "Maka dari itu kenapa?" "Sekarang dia sudah menemukan bahwa mempermainkan berkantung-kantung peluru emasnya didalam rumah, ternyata jauh lebih menyenangkan daripada mempergunakannya untuk menimpuk orang" "Tadi kau menyebutnya sebagai paman Kim ?" tiba-tiba Yan Jit menyela dari samping. Bwe Ji-lam mengangguk. "Kalau begitu Kim toa-say adalah pamanmu?" seru Yan Jit lebih jauh. "Bukan paman sungguhan, cuma sedari kecil kami memang sudah terbiasa memanggilnya, sebagai toa-siok." "Kalau begitu sejak kecil kau telah mengenali dirinya ?" Bwe Ji-lam segera tertawa. "Selagi masih berada dalam perut ibuku pun, aku sudah seringkali bermain kemari." Yan Jit memandang ke arah Kwik Tay-lok, seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi kemudian diurungkan. "Hei, sebetulnya apa tujuan kalian? Betul tidak dugaanku tadi?" kembali Bwe Ji-lam menegur. "Tidak betul !" "Aaai.... kalau begitu, usul baikku pun tak perlu kukatakan lagi !" Kwik Tay-lok berusaha untuk menahan diri, tapi akhirnya toh tidak tahan juga, tanpa terasa dia berseru: "Usul apa ?" "Kalau toh kedatangan kalian bukan lantaran soal itu, sekalipun telah kukatakan juga percuma saja." "Seandainya kedatangan kami memang lantaran soal itu ?" "Kalau memang begitu, mungkin saja aku bisa mencarikan akal bagus untuk kalian, atau paling tidak memberi bantuan kepada kalian." "Kalau memang begitu, akupun dapat memberitahukan kepadamu, dugaanmu memang tepat sekali, pada hakekatnya kau memang tak lebih adalah seorang Cu-kat Liang hidup." Bwe Ji-lam segera tertawa cekikikan. "Aku tahu, memang kau lebih jujur dari pada dirinya." "Tapi mana akal bagusmu ? Bagaimanapun juga harus kau katakan kepada kami." Sambil bergendong tangan, pelan-pelan Bwe Ji-lam berjalan hilir mudik di tempat itu, lagaknya saja seakan-akan menganggap dirinya memang benar-benar seorang Cu-kat Liang. Koleksi Kang Zusi "Aku memang sudah tahu kalau kau tak pernah jujur selamanya." tegur Yan Jit pula dingin. Bwe Ji-lam tertawa. "Terserah apapun yang hendak kau katakan, semuanya tak berguna, kalau aku tak mau berbicara, tetap tak akan berbicara." "Lantas apa yang kau inginkan sebelum berbicara ?" "Harus ada syaratnya." "Apa syaratnya ?" Bwe Ji-lam mengerdipkan matanya, lalu menjawab: "Bila barangnya sudah didapatkan, maka kau musti membagi separuh bagian untukku, paling tidak ucapan semacam ini sepantasnya kalau kalian katakan." "Aaah.... rupanya kau ingin hitam makan hitam" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa tergelak. "Padahal hatiku tidak terlalu hitam, aku pun tidak ingin kebagian setengahnya, asal ada tiga banding tujuh pun aku sudah merasa cukup" "Bila akalmu tidak manjur ?" "Manjur atau tidak, bisa kita buktikan dengan segera !" "Waaah.... tampaknya kau harus berganti pekerjaan saja, aku lebih cocok sebagai seorang penjual jamu" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa. Yang penting jamu yang kujual sekarang mau kalian beli atau tidak ?" "Tidak ingin membelipun terpaksa harus membeli" "Aku tidak ingin menjualpun terpaksa harus menjual kepada kalian" sambung Bwe Ji-lam sambil tertawa. Dinding pekarangan sangat tinggi. Bwe Ji-lam membawa Yan Jit dan Kwik Tay-lok masuk ke dalam lorong gelap di belakang gedung. Tentu saja lorong ini jauh lebih sempit, di ujung sana pun terdapat sebuah pintu gerbang hitam yang sempit. "Di sinikah letaknya pintu belakang keluarga Kim ?" tanya Yan Jit kemudian. Bwe Ji-lam mengangguk. "Yaa, di balik dinding pekarangan sana merupakan kebun belakang keluarga Kim, bila musim semi telah tiba seringkali Kim-toa-siok akan pindah dari ruang depan menuju ke kebun belakang." Kwik Tay lok hanya mendengarkannya dengan seksama. Koleksi Kang Zusi "Sekarang aku akan melompat masuk lewat dinding pekarangan itu, tapi kau harus mengejar diriku dengan kencang." kata Bwe Ji-lam kemudian. "Kemudian ?" "Kemudian aku akan mencari Kim toa-siok dan memberitahukan kepadanya kau menggoda dan mempermain-kan aku, suruh dia untuk membalaskan sakit hatiku ?" "Kemudian ?" "Kim toa-siok selalu menyayangi aku, bila ia melihat kau datang mengejar, sudah pasti peluru emasnya akan dibidikkan kepadamu." "Kemudian ?" "Tak ada kemudian lagi, asal kau mampu menerima berondongan peluru emasnya, maka dengan cepat kau akan menjadi seorang kaya baru". "Kalau tak mampu untuk menerimanya?" Bwe Ji-lam segera tertawa. "Kemungkinan besar kau akan berubah menjadi seorang mati !" "Orang mati ?" Bwe Ji-lam manggut-manggut. "Bila dia tahu kalau kau mau sedang menganiaya aku, sudah barang tentu serangannya terhadap dirimu pun tidak akan sungkan-sungkan." "Bagaimana dengan kau ?" "Aku ? Tentu saja aku hanya bisa menyaksikan dari samping." "Bila aku kaya, kau datang minta bagian, bila aku mati, tentunya kau juga akan membelikan sebuah peti mati untukku bukan ?" "Itu mah tak perlu aku yang mesti membelikan, baik buruk Kim toa-siok pasti akan membelikan sebuah peti mati berkayu tipis untuk temanmu beristirahat." "Oleh sebab itu, entah bagaimanapun juga kau tak akan merasakan ruginya sama sekali." "Tentu saja tidak ada." Jawab Bwe Ji-lam sambil tertawa, "kalau tidak, kenapa aku harus mencarikan akal bagimu ?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, gumamnya: "Memang suatu akal yang sangat bagus, tak kusangka kau bisa mendapatkan akal sebagus ini." "Pada dasarnya orang perempuan memang enggan melakukan suatu transaksi yang merugikan." "Perempuan, aaai.... perempuan." Koleksi Kang Zusi "Sebetulnya kau bersedia untuk melakukannya atau tidak ?" "Tidak mau melakukan pun terpaksa dilakukan." "Tapi ingat, kalau kau mati, jangan salah kan diriku." "Bila aku bisa mati benar-benar, untuk berterima kasih kepadamu saja tak sempat, masa akan marah kepadamu ?" "Berterima kasih kepadaku ?" "Orang mati tak usah menyaksikan tampang-tampang tengik dari para penagih hutang juga tak usah mendengarkan celoteh kaum perempuan, bukankah hal ini, jauh lebih enakan daripada hidup terus ?" "Sungguh?" "Tidak, cuma bohong-bohongan ?" Belum Kwik Tay-lok merasakan hidupnya tersiksa. Dia selalu hidup dengan riang gembira. Entah berada dalam keadaan seperti apapun, dia dapat menemukan arti atau makna dari perbuatan yang dilakukannya, entah apapun yang sedang dilakukan, ia selalu melakukannya dengan bersungguh-sungguh, oleh sebab itu dia selalu merasa amat gembira. Seandainya dia benar-benar sampai teringat untuk mati, maka kendatipun orang yang ada di dunia ini belum mati semua, sisanya sudah pasti tinggal beberapa orang saja. Bila dinding pekarangan rumah orang biasa, satu kaki empat depa pun sudah dianggap terlalu tinggi, maka tembok pekarangan rumah ini paling tidak mencapai dua kaki delapan depa. Bwe Ji-lam mendongakkan kepalanya memperhatikan sebentar keadaan di sekeliling tempat itu, lalu katanya: "Sanggupkah kau untuk merangkak naik ke atas dinding pekarangan itu?" "Yaa mungkin saja" "Mungkin bagaimana ?" "Mungkin saja aku sampai di atas, mungkin juga tidak, karena walaupun aku punya keberanian namun tidak memiliki keyakinan" "Didalam ilmu meringankan tubuh, tak pernah tercantum kata berani dan yakin" "Tapi kata-kata itu ada di dalam kamusku!" Ucapnya memang bukan mengibul. Walau apapun yang sedang dilakukan Kwik Tay-lok, maka modalnya yang terutama adalah "keberanian". Bwe Ji-lam memperhatikannya, kemudian menghela napas panjang. Koleksi Kang Zusi "Aku hanya berharap, kepalamu jangan sampai tertumbuk bocor" Sekalipun kepalaku sampai bocor, aku tetap akan naik ke atas" "Baik", kata Bwe Ji-lam kemudian sambil tertawa, "aku akan naik duluan, setelah memberi tanda nanti, kau harus menyusul dari belakang, mengerti?" "Kau yakin bisa naik ke atas ?" "Tidak !" Tapi setelah tertawa, sambungnya: "Sekalipun aku tidak yakin, juga tidak memiliki keberanian, tapi aku punya akal." "Apa akalmu ?" Tiba-tiba ia melompat naik ke atas bahu Kwik Tay-lok, kemudian dari atas bahu pemuda itu, dia melompat naik lagi ke atas dinding pekarangan rumah. Sekali lagi Kwik Tay-lok menghela napas gumamnya: "Cara yang dipergunakan kaum perempuan, mengapa selalu merugikan kaum lelaki? Heran, sungguh amat mengherankan." "Itulah dikarenakan kebanyakan orang lelaki terlalu bodoh" kata Yan Jit hambar. "Memangnya kau sendiri bukan lelaki?" Yan Jit tertawa. "Aku adalah seorang lelaki, tapi aku tidak bodoh." Sementara itu, Bwe Ji-lam sudah menggape ke arahnya dari atas dinding pekarangan. Kwik Tay-lok siap melompat ke atas, tiba-tiba ia berhenti dan berpaling ke arah Yan Jit. "Apa lagi yang kau nantikan ?" Yan Jit segera menegur. "Kepergianku kali ini, mungkin juga bisa berakibat kematian bagiku, maka...." "Maka kenapa ?" "Maka, sekarang kau harus memberitahukan rahasia tersebut kepadaku....!" "Tidak bisa." "Kenapa tidak bisa ?" "Sebab kau dasarnya memang bodoh" "Dalam hal mana aku bodoh ?" Koleksi Kang Zusi "Karena kali ini kau tidak bakal mati" "Kau yakin ?" "Aaai.... kalau dibilang kau bodoh, ternyata kau memang benar-benar bodoh" kata Yan Jit sambil menghela napas panjang. Setelah menatap wajah Kwik Tay-lok, tiba-tiba sorot matanya berubah menjadi sangat lembut katanya pelan. "Seandainya aku tidak miskin, masa aku tega membiarkan kau pergi seorang diri ?" "Kau sungguh amat bodoh !" Bwe Ji-lam memandang wajah Kwik Tay lok dan menggelengkan kepalanya berulang kali: "Kau betul-betul bodohnya setengah mati!" ia melanjutkan. "Atas dasar apakah kau menuduhku bodoh?" seru Kwik Tay-lok dengan mata melotot. "Semua hal bodoh, kenapa kau tak bisa berubah menjadi sedikit lebih pandai ?" "Bolehkah aku tidak pintar ? Bolehkah aku bodoh sedikit ?" "Tentu saja boleh !" Ditepuknya bahu Kwik Tay-lok pelan, kemudian katanya lebih lanjut sambil tersenyum: "Sebab ada banyak orang perempuan yang suka lelaki yang agak bodoh, maka teruskan saja kebodohanmu itu." "Apakah kau adalah salah satu diantara sekian banyak gadis-gadis itu....?" "Aku tidak dan lagi aku tak berani." jawab Bwe Ji-lam sambil tertawa mengikik. Seraya berkata dia melirik sekejap Yan Jit yang berada di bawah dinding situ, lalu sambil tertawa cekikikan berkelebat ke muka seperti se ekor burung walet. Tentu saja dia tak bisa terbang, tapi gerakan tubuhnya memang lebih indah dan menawan daripada seekor burung walet. Kwik Tay-Iok berdiri di ujung tembok sambil termangu, agaknya ia sudah dibikin terpesona oleh keindahan orang. Sambil menggigit bibirnya dan mendepakkan kaki ke tanah, Yan Jit kembali berseru: "Telur busuk, kenapa kau tidak segera melakukan pengejaran ?" Kwik Tay-lok memperhatikannya, seakan-akan telah menemukan sesuatu, tapi seakan-akan pula tidak berhasil menyaksikan sesuatu, dia seperti mau berbicara tapi seperti juga tidak akan berbicara apa. "Kau tak usah kuatir, aku pasti dapat menyusulnya, aku tak bakal salah mengejar orang." Yan Jit berdiri di dinding pekarangan, agaknya diapun dibikin agak terperana. Koleksi Kang Zusi Mungkin bukan terperana, melainkan dibikin mabuk kepayang. Sepasang matanya yang jeli tampak bertambah sipit dan mengecil, mukanya berubah menjadi merah membara karena jengah, bukankah ini semua pertanda dari seseorang yang lagi dibuat mabuk kepayang... Tapi mengapa dia mabuk kepayang ? Sampai akhirnya, dia baru bertanya: "Kau akan menunggu aku atau tidak ?" "Telur busuk, tentu saja aku akan menunggumu." katanya. "Berapa lama ?" "Berapa lama pun akan kutunggu." Waktu itulah Kwik Tay-lok baru tertawa, apa yang membuatnya menjadi mabuk kepayang. Tiada orang yang bisa menjawab, mungkin selain orang yang bersangkutan tak nanti orang lain bisa memberikan jawaban yang tepat. * * * Kim Toa-say. Bila seseorang menamakan dirinya sebagai Toa-say, maka entah dia benar-benar seorang jendral atau bukan, paling tidak tampang maupun dandanannya pasti mirip Toa-say. Kim Toa-say memang memiliki gaya dan dandanan yang luar biasa sekali.... Dia sangat tinggi, jauh lebih tinggi dari pada kebanyakan orang yang ada di dunia ini. Bukan cuma tinggi, badannya pun besar, kekar dan sangat berotot. Orang yang berperawakan tinggi besar, selalu mendatangkan suatu kewibawaan yang besar dan menggetarkan perasaan orang. Kendatipun usianya telah mencapai lima puluh tahunan, namun berdiri di sana, tampak punggungnya tegak lurus seperti pena, sinar matanya tajam bagaikan sembilu, walaupun jenggotnya tidak terlampau panjang, namun amat lebat dan hitam. Pakaian yang dikenakan sudah barang tentu sebuah pakaian yang amat serasi dengan potongan badannya, bahan dari bahan yang mahal, sekalipun kau tidak tahu Kim Toa-say paling tidak juga tahu kalau dia bukan seorang prajurit tanpa nama. Dalam sekilas pandangan saja, Kwik Tay-lok sudah tahu kalau dia adalah Kim Toa-say. Sewaktu Bwe Ji-lam kabur ke situ, ia sedang berdiri di bawah pohon Tho di depan rumah serta menikmati bunga-bunga tho yang baru mekar, sementara mulutnya membawakan sebait syair. Tampaknya sang Jendral ini adalah seorang yang cukup tahu akan arti seni. Koleksi Kang Zusi Begitu bertemu dengannya, dalam kelopak mata Bwe Ji-lam seakan akan sudah mengembeng air mata, hampir saja ia menubruk ke dalam rangkulannya sambil entah apa saja yang dikatakan. Kwik Tay lok tidak mendengar apa yang dikatakan, tapi menyaksikan hawa amarah yang menghiasi wajah Kim Toa-say, lalu terdengar orang itu membentak keras: "Diakah orangnya ?" Bwe Ji-lam mengangguk tiada hentinya, sementara air matanya jatuh bercucuran membasahi wajahnya. Kwik Tay-lok yang menyaksikan semua kejadian tersebut menjadi geli bercampur kagum, pikirnya: "Aaai.... tidak kusangka semua perempuan yang ada di dunia ini berbakat semua untuk bermain sandiwara." Sementara itu wajah Kim Toa-say telah diliputi hawa amarah yang makin meluap, sambil melotot ke arah Kwik Tay-lok, bentaknya: "Kau ingin kabur ?" "Aku sama sekali tidak kabur, bukankah aku masih berdiri di sini dengan baik-baik ?" "Bagus, bagus.... kau amat bagus !" Agaknya ia tak mampu berkata-kata lagi saking gusarnya. "Kali ini ucapanmu sangat tepat, sebetulnya aku memang baik-baik sekali," jawab Kwik Taylok. Kim Toa-say meraung keras. "Betul-betul menggemaskan hati lohu!" "Kalau gemas, lebih baik mampus saja !" Sepasang mata Kim Toa-say berubah menjadi merah mengerikan, seakan-akan tiap saat ia bisa jatuh pingsan karena mendongkolnya. Untung saja Bwe Ji-lam telah datang tepat pada waktunya untuk memayang dirinya. Entah sedari kapan, dia sudah mengeluarkan sebuah gendewa raksasa berwarna kuning emas serta kantung kulit menjangan yang kelihatannya berat sekali. Begitu menerima busur raksasa itu, seluruh tubuh Kim Toa-say seakan-akan segera berubah, berubah menjadi segar bersemangat, berubah menjadi keren dan seperti lebih muda kembali. Sebenarnya Kwik Tay-lok ingin membuatnya menjadi kheki, tapi sekarang ia tak berani gegabah lagi. Bila seorang jago kenamaan telah membawa senjata andalannya, maka andaikata kau berani gegabah, sudah pasti jiwanya akan melayangnya.... Tiba-tiba terdengar Kim Toa-say membentak keras: "Kena !" Koleksi Kang Zusi Bersamaan dengan menggemanya suara bentakan itu seluruh angkasa penuh dengan cahaya keemas-emasan yang tinggi di angkasa, bagaikan hujan badai saja berbareng ke tubuh Kwik Taylok. Ternyata bidikan sakti dari Kim Toa-say memang bukan suatu ancaman yang bisa di anggap sebagai barang mainan. Untung saja Kwik Tay-lok telah mempunyai persiapan yang cukup matang.... Sekalipun bidikan dari peluru-peluru sakti Kim Toa say dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, namun diapun sanggup untuk menyambutnya dengan tak kalah cepatnya. Seandainya dari langit ada emas yang jatuh, maka setiap orang pasti akan menyambutnya dengan cepat, apalagi dia pada dasarnya memang mempunyai kepandaian sesungguhnya. Bwe Ji-lam yang menonton dari samping tiba-tiba berteriak keras: "Babi yang tamak dan rakus itu perlu di jagal lebih dahulu !" Entah Kwik Tay-lok tidak mendengar, atau tidak mengerti teriakan tersebut, ia tidak menggubris. Kedua belah sakunya sudah penuh dengan peluru, begitu peluru tadi disambut dengan jaring kemudian dimasukkan ke dalam saku. Secara beruntun Kim Toa say telah membidikkan dua puluh satu biji peluru, setiap kali sudah melepaskan bidikan, ia selalu berhenti untuk menghembuskan napas, inilah kesempatan yang baik bagi anak muda itu untuk masukkan peluru emas tersebut dari jaring ke dalam saku. Bagaimanapun besarnya kantung, tak akan seperti napsu serakah orang yang tak pernah habis, akhirnya toh kantung itu penuh juga. Ketika Kwik Tay-lok pergi dari sana, sakunya sudah penuh dengan peluru emas. Menanti kantung itu sudah penuh, ia baru manfaatkan kesempatan dikala Kim Toa-say sedang mengatur napas untuk kabur. Tentu saja dia ingin meninggalkan tempat itu dengan kecepatan paling tinggi, tapi entah mengapa ternyata gerakan tubuhnya tidak bisa secepat tadi lagi. Untung saja perawakan tubuh Kim Toa-say terlampau besar, usianya juga sudah lanjut, sekalipun melakukan pengejaran, belum tentu bisa menyusulnya. Sewaktu melompat turun tadi, Kwik Tay-lok masih ingat di sudut dinding pekarangan itu terdengar sebuah sumur. Ternyata daya ingatannya cukup baik, dan rupanya belum dibikin silau oleh gemerlapnya cahaya emas, maka dengan cepat ia berhasil menemukan sumur tersebut. Tentu saja Yan Jit masih menunggu kedatangannya di luar sana. "Tak ada selanjutnya, asal kau dapat menyambut serangan peluru beruntunnya, maka dengan cepat kau akan berubah menjadi seorang kaya baru." Koleksi Kang Zusi Setelah menjadi orang kaya, berarti tak usah melihat tampang dari para penagih hutang lagi. Kwik Tay-lok meraba isi kantungnya yang penuh berisi peluru emas, tak tahan lagi dia tersenyum sendiri, diawasinya ujung dinding pekarangan, kemudian setelah mundur dua langkah untuk mengambil ancang-ancang, dia lantas merentangkan lengannya dan melompat sekuat tenaga ke atas dengan jurus Yancu-cuan ini (burung walet menembusi awan). Tadi, dia melompat naik ke atas dinding pekarangan tersebut dengan gerakan tersebut, sekarang tentu saja dia mempunyai keyakinan. Siapa tahu, keadaan yang dihadapinya sekarang jauh berbeda. Tenaga lompatan yang dipergunakannya sekali ini jauh lebih besar dari pada tadi, namun sewaktu hampir mencapai puncak dinding, ketika berada enam tujuh depa dari tempat semula, mendadak kepalanya hampir saja menumbuk di atas dinding tersebut, hampir saja kepalanya berlubang. Walaupun tak sampai berlubang, namun akibatnya ia jatuh terlentang ke atas tanah. "Apa yang telah terjadi ?" Masa ilmu meringankan tubuhnya secara tiba-tiba menjadi mundur sejauh ini ? Sambil memegangi kepalanya Kwik Tay-lok merasa kejadian ini sedikit agak aneh, ia benarbenar tidak habis mengerti. Kalau tidak habis mengerti, berarti dia harus mencoba lagi. Tapi hasil tetap sama saja, bukan cuma kepalanya saja yang hampir berlubang, badannya turut jatuh terlentang ke atas tanah. Mendadak ia merasa bahwa sewaktu melompat naik tadi, pada pinggangnya seakan-akan terdapat sepasang tangan yang menariknya ke bawah. Tentu saja di atas pinggangnya itu tiada tangan, yang ada hanyalah peluru emas. Akhirnya Kwik Tay-lok menjadi paham sendiri, apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi. Seandainya tiap butir peluru emas, itu ibaratnya mencapai empat tahil, itu berarti empat puluh biji peluru emas mempunyai berat mencapai sepuluh kati lebih. Siapa saja itu orangnya, bila didalam sakunya tahu-tahu diberi beban seberat dua tiga puluh kati, sudah barang tentu ilmu meringankan tubuhnya akan jauh mengalami kemunduran. Tadi, andaikata ia menerima dua kati lebih kurang dari jumlah yang diterimanya sekarang, mungkin sekarang ia sudah melompati dinding pekarangan itu dan bertemu dengan Yan Jit. Tapi itu pun tidak menjadi soal, toh pasti ada akal untuk mengatasinya.... Di sudut dinding sana, rerumputan tumbuh amat lebat dan tinggi. "Seandainya kusembunyikan peluru emas itu ke balik semak, sudah pasti tak akan ada orang yang menduganya" Siapa yang akan mengira kalau ada orang bakal membuang emas ke balik semak ? Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok kembali tertawa, dia segera melepaskan kedua buah kantung itu dan menyembunyikannya ke balik semak belukar. Setelah itu dia baru melompat naik ke atas dinding. Ia sangat mengagumi kemampuan sendiri. Ia merasa semua perbuatannya amat bagus, amat berakal dan amat berkekuatan. Andaikata berganti dengan orang lain, sudah pasti dia akan putar otak di bawah dinding situ, malah siapa tahu sudah kena dikejar oleh Kim Toa-say. Kalau orang yang begitu berotak dan berpikiran semacam dia tak bisa kaya di kemudian hari, kejadian seperti ini baru aneh namanya. Betul juga, Yan Jit mash menunggunya di luar. Dalam waktu singkat Kwik Tay-lok telah mengisahkan semua pengalamannya itu kepada nya, kemudian tak tahan lagi dia berkata sambil tertawa: "Bukankah, kaupun amat mengagumiku?" "Sekarang masih terlampau awal untuk mengagumi dirimu." "Masih terlampau awal ?" "Sekarang, peluru emas itukan masih berada dirumah orang lain." "Aaah, soal itu mah gampang sekali..." seru Kwik Tay-lok sambil tertawa, "bukankah di atas pelana Swan Bwe thong juga terdapat segulung tali panjang. Yan Jit mengangguk, tadi iapun sempat melihatnya. "Sekarang, aku akan masuk lagi dan mengikat kedua kantung itu dengan tali, kemudian kau, menariknya dari luar dinding.... coba bayangkan gampang bukan" "Yaa, memang gampang !" Kwik Tay-lok segera tertawa, lanjutnya: "Asal kita punya otak, maka bagaimanapun sulitnya suatu pekerjaan, niscaya akan berubah menjadi gampang dengan sendirinya." Tak tahan Yan Jit tertawa, katanya pula: "Karena itu, kau selalu mengagumi dirimu sendiri ?" "Yaa, apa boleh buat, kalau aku tidak mengagumi diriku sendiri, siapa pula yang akan mengagumi diriku ?" Kuda Bwe Ji-lam di parkir di bawah pohon sana di atas pelananya memang tergantung sesuatu tali. Koleksi Kang Zusi Agak lama Kwik Tay-lok menunggu di luar dinding, setelah merasa bahwa dibalik dalam sudah tiada bersuara lagi, ia baru melompat masuk ke dalam. Ternyata kedua buah kantong itu masih berada ditempat semula. Kwik Tay-lok merasa puas terhadap ketepatan dugaannya. Ia menyaksikan Yan Jit menarik kedua buah kantung itu dari luar dinding pekarangan, kemudian menariknya keluar. Kemudian iapun mendengar suara Yan Jit berbisik dari luar. "Aku telah menerimanya, hayo keluarlah dari sana" "Sekarang Kwik Tay-lok baru bisa menghembuskan napas lega, akhirnya sukses juga usahanya ter sayang kembali bagaimana sikap para penagih hutang yang gelagapan sewaktu melihat tumpukan emas sebanyak itu, hampir saja ia tertawa tergelak-gelak. Maka dia lantas melompat ke atas dan dengan enteng dia telah berada di luar pekarangan. Waktu itu, Yan Jit telah berada di bawah pohon di luar lorong sana, berdiri disamping kuda sambil menantikan kedatangannya. Sewaktu ia sampai di situ, Swan Bwe-tong juga sedang munculkan diri lewat pintu depan. "Bagaimana dengan Kim Toa-say ?" tak tahan Kwik Tay-lok segera bertanya cepat. Sambil menutupi bibirnya menahan rasa geli, sahut Bwe Ji-lam: "Hampir saja dia mati karena mendongkol, sekarang telah kembali ke kamarnya untuk berbaring". "Sekarang kau sudah ngeloyor keluar, tidak kuatir jika ia sampai menaruh curiga?" "Tidak menjadi soal, selesai membagi harta, untuk kembali lagi ke sanapun masih sempat." Setelah tersenyum, lanjutnya: "Untung saja uangnya tak pernah dihamburkan sampai habis, sekalipun kita mendapat sedikit bagiannya, aku rasa juga tak menjadi soal." Tiba-tiba saja Yan Jit berkata: "Bukankah kita telah berjanji, bagian yang kita peroleh akan dibagi menjadi tiga dan tujuh ?" "Benar !" Bwe Ji-lam mengangguk. "Baik, kau boleh mendapat tujuh bagian, kami hanya akan mengambil tiga bagian saja." Bwe Ji-lam tertegun. Kwik Tay-lok juga hampir saja melompat bangun, teriaknya tertahan: "Apa? Kau akan membagikan tujuh bagian kepadanya ?" Koleksi Kang Zusi "Seandainya dia menginginkan semuanyapun akan kuberikan !" "Kau..... apakah kau sudah kena ditenung ? Atau kepalamu mungkin rada pusing?" "Yang lagi pusing adalah kau, bukan aku" Tiba-tiba ia melemparkan kedua buah kantung itu ke arah Kwik Tay-lok.... Karena tidak menaruh perhatian, Kwik Tay-lok tidak berhasil untuk menerimanya, kantung berisi peluru itu segera terjatuh ke tanah. Yang berserakan bukan peluru dari emas, melainkan peluru dari besi semua.... Memandang peluru-peluru besi yang berwarna hitam dan bergelindingan di atas tanah itu, Kwik Tay-lok berdiri tertegun, hampir saja biji matanya melompat keluar. "Coba katakan sekarang, siapa yang sebetulnya lagi pusing, kau atau aku ?" seru Yan Jit lagi sambil tertawa hambar. "Tapi aku..... jelas melihat kalau yang dibidikkan ke arahku adalah peluru emas" Yan Jit menghela napas panjang. "Aai.... tampaknya orang ini selain pusing, matanya juga sudah kabur...." Kwik Tay-lok tertegun beberapa saat lamanya, mendadak ia menuang isi kantung itu keluar, mendadak dijumpainyai ada sebutir peluru berwarna emas yang menggelinding keluar. Hanya ada sebutir yang benar-benar merupakan peluru emas. Bwe Ji-lam memungutnya dan diperhatikan sekejap, tiba-tiba ia berkata: "Coba kalian lihat, di atas peluru ini berukirkan beberapa huruf." "Apa yang tertulis di situ ?" Ketika Bwe Ji-lam membaca tulisan di atas peluru tersebut, mimik wajahnya kelihatan agak aneh, sampai lama kemudian ia baru menghela napas seraya tertawa getir, katanya: "Lebih baik kau melihat sendiri saja." Di atas peluru emas itu tertera sebaris tulisan yang berbunyi . "Jika seseorang terlalu tamak, emas yang sudah ditanganpun akan berubah menjadi besi rongsok!" "Babi yang tamak dan rakus harus dijual lebih dahulu" Teringat akan ucapan dari Bwe Ji-lam tersebut, kemudian membaca pula serangkaian tulisan di atas peluru emas tersebut, mimik wajah Kwik Tay-lok ibaratnya orang yang baru saja makan empedu yang pahit. Yan Jit memperhatikan wajahnya, kemudian memperhatikan pula Bwe Ji-lam, setelah itu katanya sambil tertawa getir. Koleksi Kang Zusi "Sudah pasti Kim Toa-say telah mengetahui maksud kedatangan kita" "Ehmm !" "Dan lagi diapun tahu kalau kau sedang membantu untuk membohonginya!" "Ehmm!" "Tapi dia masih sengaja berlagak pilon, karena..." "Karena pada dasarnya dia memang seorang yang supel dan berjiwa besar...." sambung Bwe Ji-lam, "sekalipun dia tahu kalau kami menipunya, ia tak ambil perduli, cuma sayang...." Ia memandang sekejap ke arah Kwik Tay-lok dan tidak berbicara lagi. Kwik Tay-lok justru yang menyambung ucapannya itu: "Cuma sayang aku terlampau tamak, seakan-akan kalau kita hendak membawa kabur segenap peluru emas yang dimilikinya saja." "Tapi hal inipun tak bisa menyalahkan dirimu." "Kalau tidak menyalahkan aku harus menyalahkan siapa?" "Setiap orang tentu mempunyai titik kelemahan, entah siapapun itu orangnya, suatu ketika toh akan menjadi tamak juga." "Apalagi kau tamak bukan demi kepentingan dirimu sendiri." lanjut Yan Jit, "kau berbuat demikian demi teman, mana mungkin kau seorang bisa mempunyai hutang sebesar itu" Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa, lalu berkata: "Padahal kalian tak perlu menghibur hatiku, sesungguhnya aku sama sekali tidak merasa sedih." "Oooooh . . ." "Walaupun emas-emas itu berubah menjadi besi rongsokan, tapi kedatanganku kali ini bukannya sama sekali tak ada hasilnya." "Betul, paling tidak kau masih memperoleh sebutir peluru emas." sahut Bwe Ji-lam sambil tertawa paksa. "Yang kumaksudkan sebagai hasil bukanlah peluru emas tersebut." "Lantas apa ?" "Sebuah pelajaran yang sangat baik." Ditatapnya tulisan di atas emas itu, kemudian pelan-pelan melanjutkan: "Bagiku, pelajaran yang berhasil kuraih ini paling tidak jauh lebih berharga daripada seluruh emas yang berada di dunia ini." Bwe Ji lam memandang ke arahnya, sampai lama kemudian ia baru tersenyum, katanya. Koleksi Kang Zusi "Sekarang aku baru mengerti, kenapa ada orang yang begitu menyukai dirimu, ternyata kau memang seorang yang benar-benar menarik hati." "Sekarang kau baru tahu ?" "Ehmm. . . ." "Aku sudah tahu lama sekali." kata Kwik Tay-lok tertawa. Tiba-tiba Yan Jit menimbrung... "Cuma sayang ada satu hal lain tidak kau ketahui." "Soal apa ?" "Didalam pandangan penagih-penagih hutang tersebut, yang paling menarik atas dirimu adalah dikala kau punya uang, bila kau tak punya uang untuk membayar hutang, tahukah kau apa yang hendak mereka lakukan terhadap dirimu ?" Senyuman Kwik Tay-lok segera lenyap tak membekas, sambil bermasam muka dia menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak tahu !" katanya. Ia tahu, bagaimanapun baiknya suatu pelajaran, tak mungkin bisa dipakai untuk membayar hutang. Bwe Ji-lam mengerdipkan matanya, kemudian bertanya: "Banyakkah hutang kalian kepada orang lain ?" "Ehmmm . . ." "Hutang berapa ?" "Aaai sebetulnya tidak terlalu banyak." ujar Yan Jit sambil menghela napas. "cuma selaksa tahil perak." Bwe Ji-lam seperti menarik napas dingin, untuk beberapa saat lamanya ia berdiri tertegun di situ, tiba-tiba katanya: "Aaah, Kim tao-siok pasti sedang menunggu aku, maaf, aku tak bisa berdiam terlalu lama lagi di sini, selamat tinggal." Belum selesai dia berkata, tubuhnya sudah melompat naik ke atas kudanya.... Memperhatikan gadis itu melarikan kudanya meninggalkan tempat itu, tak tahan Kwik Tay-lok menghela napas panjang, gumamnya: "Mengapa orang lain pada melarikan diri terbirit-birit setelah mendengar kita punya hutang yang banyak ?" Yan Jit termenung dan berpikir sejenak, kemudian sahutnya: "Karena diapun ingin memberi suatu pelajaran yang sangat baik kepadamu...!" Koleksi Kang Zusi "Pelajaran apa ?" "Jika seseorang ingin hidup dengan bebas merdeka dan riang gembira, lebih baik kalau jangan sampai berhutang kepada orang lain." Pelan-pelan Kwik Tay-lok mengangguk. "Yaa, bila seseorang menginginkan dirinya disukai teman, lebih baik memang jangan berhutang". Hal mana memang merupakan sebuah pelajaran yang sangat baik, yang berharga untuk diingat oleh setiap orang. Tapi bagaimana kalau kau berhutang demi teman ? Tiba-tiba Yan Jit berkata: "Aku lihat, lebih baik kau menyingkir dulu dan bermainlah selama beberapa hari di tempat lain !" "Kau suruh aku kabur?" seru Kwik Tay-lok dengan mata melotot. "Kau toh sudah berjanji kepada orang lain untuk membayar semua hutangmu dalam dua hari ini? Mana boleh kau pulang dengan tangan hampa ?" "Kau kira aku bisa melakukan perbuatan yang begitu memalukan ?" "Tapi kau telah menunggak hutang." "Menunggak hutang adalah satu persoalan, kabur adalah persoalan lain, jika hanya menunggak hutang, suatu ketika masih bisa dibayar, tapi kabur setelah menunggak hutang, maka dia tidak terhitung seseorang manusia lagi." Yan Jit memandang ke arahnya, kemudian tersenyum, katanya: "Kau memang seorang manusia !" "Lagi pula seorang yang menarik, cuma sayang rada miskin." sambung Kwik Tay-lok sambil tertawa pula. Keadaan dari perkampungan Hok-kui-san-ceng masih seperti sedia kala, walau bagaimana pun kau memandang, sedikitpun tidak mirip sebagai suatu perkampungan yang kaya dan terhormat. Tapi pagi ini, keadaannya rada sedikit berbeda. Di luar pintu gerbang perkampungan Hok-kui-san-ceng yang selamanya sepi dan lenggang tiba-tiba muncul beberapa ekor kuda. Selain itu tampak pula beberapa orang berbaju keren dan necis berdiri di bawah pohon yang rindang di luar perkampungan itu. Koleksi Kang Zusi Ketika Yan Jit menyaksikan kehadiran mereka dari kejauhan, tanpa terasa ia menghela napas panjang, katanya sambil tertawa: "Tampaknya para penagih hutangmu telah pada menanti di luar sana !" "Ehmmm !" "Kau bermaksud hendak menghadapi mereka dengan cara apa ?" "Aku hanya mempunyai satu cara !" "Apa caramu itu?" "Berbicara dengan sejujurnya !" Sinar matahari yang baru terbit menyinari raut wajahnya, muka itu tampak cerah dan jujur, seakan-akan sedang berkilat. Menyusul kemudian, ia berkata lebih lanjut: "Aku bersiap sedia untuk memberitahukan kepada mereka dengan sejujurnya, walaupun sekarang aku tak punya uang untuk membayar namun di kemudian hari pasti akan berusaha untuk mengembalikan kepada mereka.... mungkin cara ini kurang baik, tapi aku sudah tidak berhasil menemukan cara yang lain lagi." Yan Jit memandang ke arahnya lalu tersenyum. "Tentu saja kau tak akan menemukan cara yang lain, sebab sesungguhnya cara tersebut merupakan cara yang terbaik, di dunia ini tiada cara lain yang lebih baik daripada cara itu." Penagih hutangnya berjumlah enam orang. Ke enam orang penagih hutang itu berdiri semua di luar halaman, menanti dengan tenang. Begitu melangkah keluar, Kwik Tay-lok segera berseru dengan lantang, "Saudara sekalian, maaf seribu kali maaf, sekarang meski aku belum punya uang untuk mengembalikan kepada kalian, tapi..." Perkataan itu belum sempat diselesaikan, tatkala seseorang menukas pembicaraannya itu. Seorang tauke she Chee segera berebut berkata: "Apakah Kwik toaya mengira kami untuk menagih hutang ?" "Memangnya bukan ?" seru Kwik Tay-lok tertegun. Cho tauke segera tertawa lebar. "Kami kuatir kalau barang kebutuhan kalian masih belum cukup, maka sengaja menghantarnya kemari untuk toaya pakai." "Tapi.... tapi.... aku sudah banyak berhutang kepada kalian" seru Kwik Tay-lok tergagap. Seorang tauke she thio cepat-cepat menimbrung: "Hutang-hutang tersebut sudah dilunasi orang." Koleksi Kang Zusi "Yaa, hutang Toaya toh hanya suatu jumlah yang kecil saja" sambung Tauke Chee sambil tertawa paksa, "sekalipun Kwik toaya seorang kekurangan uang, masa kami akan mendesakmu terus menerus ?" Kwik Tay-lok menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian tak tahan ia lantas bertanya: "Sebetulnya siapa yang telah melunasi hutang-hutangku itu ?" "Terus terang saja, kami sendiripun tak tahu siapa yang telah melunasi hutang hutang tersebut" sahut Thio tauke sambil tertawa. Kwik Tay-lok makin tercengang. "Masa kalian sendiripun tidak tahu ?" dia berseru: "Sewaktu aku bangun tidur pagi tadi, di atas meja di luar kamarku telah kebayar beberapa tumpuk uang perak..." "Beberapa tumpuk ? Masa uang perak juga dihitung dengan tumpukan?" tak tahan Kwik Taylok kembali berseru. "Sebab segel di atas uang perak itu berbeda, ada yang berasal dari kota Ki-lam, ada pula yang berasal dari ibu kota, setumpuk demi setumpuk dipisahkan satu sama lainnya, tapi di bawah tumpukan uang perak itu kedapatan secarik kertas yang menerangkan kalau uang tersebut dipakai untuk membayar hutang-hutang Kwik toaya." kata Chee tauke menerangkan. "Sudah tentu teman Kwik toaya mengetahui kalau belakangan ini Kwik toaya sedang kesulitan, maka sengaja mengirim uang kemari tapi kuatir Kwik toaya enggan menerimanya, oleh sebab itu sengaja dikirim ke toko kami..." Thio tauke menambahkan. Sambil tertawa paksa Chee tauke kembali berkata: "Teman-teman Kwik toaya pasti adalah sahabat-sahabat persilatan yang setia kawan, walaupun kami berdagang kecil-kecilan, juga bukan orang yang terlalu kemaruk dengan harta." Sambil tertawa paksa pula Thio tauke meneruskan: "Oleh sebab itu, pagi-pagi sekali kami datang kemari." Tentu saja mereka datang pagi sekali. Setelah bertemu dengan jago-jago persilatan yang di tengah malam buta bisa masuk ke rumah mereka dengan leluasa, mana mereka berani bertindak seenaknya sendiri Apalagi masih ada uang dalam jumlah besar yang bisa didapatkan, Kwik Tay-lok tertegun beberapa saat lamanya, pada hakekatnya ia sudah dibikin pusing tujuh keliling dan tak tahu apa gerangan yang telah terjadi. "Berapa tumpuk uang yang telah kalian terima ?" tiba-tiba Yan Jit bertanya. "Semuanya tiga tumpuk, bukan saja cukup untuk melunasi hutang, malahan masih ada sisanya." jawab Chee tauke. Koleksi Kang Zusi "Oleh sebab itu semua keperluan Kwik toaya selama dua bulan mendatang, entah apa pun yang dilakukan. silahkan memesannya kepada toko kami...." Thio tauke menambahkan. "Dan sekarang, kami tak berani mengganggu terlalu lama lagi, maaf kami ingin mohon diri lebih dahulu" Maka seorang demi seorang mereka menjura, kemudian mengundurkan diri dari situ. Setibanya di pintu luar, masih kedengaran suara helaan napas mereka diiringi suara bisikbisik: "Sungguh tak kusangka, Kwik toaya ternyata mempunyai teman baik sebanyak itu." "Yaa, tentu saja hal ini, disebabkan Kwik toaya selalu berjiwa gagah dan cukup bijaksana dalam menghadapi orang lain" "Yang penting didalam berteman adalah bersetia kawan kalau bisa mempunyai teman seperti Kwik toaya, aku pasti akan merasa puas sekali." Menunggu semua orang telah pergi, Kwik Tay-lok baru menghembuskan napas panjang sambil bergumam: "Benarkah aku sangat bersetia kawan?" "Agaknya memang begitu," sahut Yan Jit sambil tersenyum, "kalau tidak, masa ada orang yang bersedia membayar semua hutangmu?" "Ternyata tidak semua orang kabur terbirit-birit setelah mengetahui kalau kita punya hutang banyak." "Ya, rupanya memang tidak begitu." "Aaai.... tapi, sebetulnya darimanakah munculnya sahabat-sahabat yang amat setia kawan itu ?" kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas panjang.. "Kau tak berhasil untuk menemukannya?" "Sampai pecah kepalaku juga tak akan kutemukan." "Kalau begitu, tak usah kau pikirkan lagi." "Kenapa ?" "Sebab perkataan orang-orang itu sangat cengli dan masuk diakal, untuk mencari teman maka hakekatnya sama dengan suatu kesetiaan kawan dibayar dengan kesetiaan kawan, hari ini dia telah datang melunasi hutangmu, tentu saja dibandingkan dahulu kaupun pernah melakukan suatu perbuatan yang setia kawan kepada dirinya." Kwik Tay-lok segera tertawa getir. "Tapi aku masih saja tak berhasil menemukan siapa orangnya ?" "Banyak orang mempunyai kemungkinan tersebut, misalkan saja si semut merah, Lim hujin, Bwe Ji ka, masih ada lagi pencoleng-pencoleng yang pernah menipumu, andaikata mereka tahu Koleksi Kang Zusi kalau kau sedang didesak oleh hutang sehingga siap sedia terjun ke sungai, besar kemungkinan secara diam-diam mereka akan melunasi hutang-hutangmu itu." Setelah terhenti sebentar, tiba-tiba sambungnya lebih jauh: "Bahkan Kim Toa-say maupun Swan Bwee thong juga ada kemungkinannya...." "Kenapa ?" Yan Jit tersenyum. "Sebab bukan saja kau adalah seorang sahabat yang sangat baik, dan lagi kau memang benar-benar seorang yang sangat menarik hati." Kwik Tay-lok segera tertawa. "Yaaa... mungkin saja memang benar-benar mereka" gumamnya seorang diri, "sungguh tidak kusangka kalau mereka masih bisa teringat akan diriku..." Dibalik senyuman tersebut, terselip luapan perasaan gembira dan terharunya yang amat sangat... Yang membuatnya berterima kasih dan terharu bukannya mereka telah melunasi hutanghutangnya yang menumpuk setinggi bukit.... ia terharu dan berterima kasih atas persahabatan mereka yang begitu hangat dan meluap. Di dalam dunia ini hanya ada persahabatan yang selalu utuh dan langgeng sepanjang masa, selama persahabatan tetap ada, maka berarti pula selamanya ada cahaya yang menyinari seluruh jagad. Coba lihatlah, saat itu sinar sang surya memancar ke empat penjuru dan menyinari seluruh permukaan tanah, dimana-mana tampak cahaya keemasan yang bergemerlapan, seakan-akan Thian secara khusus menyebarkan emas-emas murninya dari langit untuk orang-orang, di dunia ini yang mengerti soal arti dari suatu persahabatan. Sesungguhnya dunia ini memang merupakan suatu dunia yang gemerlapan dengan emas, hanya persoalannya sekarang adalah mengertikah kau untuk membedakan mana yang emas asli dan mana yang bukan serta benda apakah yang sesungguhnya merupakan suatu benda yang seharusnya dihargai dan disayangi. Yaa, bila tak mampu melakukan hal tersebut, maka apa pula arti dari kehidupan tersebut? Hidup tanpa suatu persahabatan, ibaratnya hidup di tengah kuburan ! Ada semacam orang yang tampaknya memang sudah ditakdirkan untuk hidup lebih riang, lebih gembira dari pada orang lain, sekalipun sedang menghadapi masalah yang bagaimanapun besarnya, diapun bisa setiap saat mengesampingkan masalah itu ke samping. Kwik Tay-lok adalah manusia semacam itu. Siapa yang telah melunasi hutan-hutangnya ? Di dalam pandangannya, persoalan-persoalan semacam itu pada hakekatnya sudah bukan merupakan suatu persoalan lagi. Koleksi Kang Zusi Maka begitu berbaring di atas ranjang, ia lantas tertidur nyenyak, tertidur sampai sore, sampai Ong Tiong masuk ke dalam kamarnya, ia baru mendusin. Gerak gerik Ong Tiong masih tidak begitu leluasa, maka setibanya di dalam kamar, dia lantas mencari tempat yang paling enak untuk duduk. Sekalipun dulu sewaktu gerak-geriknya masih leluasa, entah ke manapun dia pergi, ia pun selalu mencari tempat yang paling enak dan nyaman untuk duduk. Entah dalam kamar siapapun, rasanya jarang ada tempat yang lebih nyaman daripada diatas ranjang. Maka Ong Tiong segera menitahkan Kwik Tay-lok untuk menarik kakinya, kemudian ia naik keranjang dan bersandar pada tepiannya. Kwik Tay-lok segera melemparkan sebuah bantal untuk mengganjal punggung rekannya, setelah itu sambil mengucak matanya ia baru bertanya: "Sekarang sudah jam berapa?" "Aaah, masih pagi, jaraknya dengan saat untuk bersantap malam masih ada setengah jam lebih." Kwik Tay-lok kembali menghela napas, gumamnya: "Seharusnya kau mesti membiarkan aku untuk tidur barang setengah jam lagi." Ong Tiong pun menghela napas panjang. "Aku hanya merasa heran, kenapa kau bisa tidur senyenyak itu ?" "Kenapa aku tak dapat tidur ?" sahut Kwik Tay-lok seperti keheranan, sepasang matanya terbelalak lebar. "Andaikata kau bersedia menggunakan otakmu untuk berpikir, mungkin kau tak akan dapat tertidur lagi." "Apa yang perlu dipikirkan ?" "Tidak ada ?" "Agaknya tidak ada" sahut Kwik Tay-lok sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. "Sudah tahukah kau, siapa yang telah melunasi hutang-hutangmu itu....?" "Perduli siapa yang telah melunasi hutangku, yang penting hutang itu telah beres, kalau toh mereka enggan memperlihatkan asal usulnya, kenapa pula aku harus memikirkannya terus menerus ?" "Dapatkah kau sedikit mempergunakan otakmu untuk berpikir ?" "Dapat, tentu saja dapat !" Kwik Tay-lok tertawa. Benar juga dia lantas berpikir sejenak. Koleksi Kang Zusi "Kemungkinan terbesar bagiku adalah Lim hujin !" Pengalaman mereka ketika berjumpa dengan Lim hujin tempo hari, pada akhirnya telah diceritakan pula kepada Ong Tiong. Maka Ong Tiongpun bertanya: "Yang kau maksudkan sebagai Lim hujin apakah Lim hujin yang pernah kau bicarakan tempo hari itu ?" Kwik Tay-Iok mengangguk. "Setelah diketahui olehnya bahwa Lim Tay-peng berada di sini, tentu saja dia akan mengutus orangnya untuk setiap saat mencari berita tentang kita, setelah mengetahui kalau kita punya hutang yang menumpuk, tentu saja dia akan mengirim orang untuk melunasinya. Setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh: "Akan tetapi ia enggan membiarkan Lim Tay-peng mengetahui kalau dia berhasil menemuinya sampai ke situ, oleh sebab itu diapun berusaha untuk mengelabui kita." "Ehmm, suatu uraian yang masuk diakal." Kwik Tay-lok tertawa. "Tentu saja uraianku sangat masuk di akal!" "Sekalipun aku terhitung malas untuk mempergunakan otakku, bukan berarti otakku jauh lebih bodoh dari pada orang lain." "Kecuali Lim hujin, siapakah orang kedua yang kemungkinan besar telah melunasi hutanghutangmu itu ?" "Delapan puluh persen adalah Swan Bwe- thong !" "Mengapa bisa dia?" "Ketika kusaksikan ia segera minta diri dan berlalu dengan tergesa-gesa setelah mendengar kalau kami punya hutang yang menumpuk, timbul perasaan heran di dalam hatiku, sebab dia bukanlah seorang manusia macam begitu" "Oleh sebab itu, kau menganggap dia pasti telah kembali ke gedung keluarga Kim dan meminjam uang kepada Kim Toa-say, kemudian menyusul pula kemari serta melunasi hutanghutangmu ?" "Benar, karena dia sebenarnya suka dengan Yan Jit, tapi kuatir kalau Yan Jit menampik pemberiannya itu oleh sebab itulah sengaja dia membuat demikian." "Tapi, darimana dia bisa tahu kau telah berhutang kepada toko yang mana ?" "Itu mah gampang sekali untuk diketahui, tentunya kau sendiri juga tahu bukan, Swan Bwethong adalah seorang anak gadis yang amat cerdik sekali." Pelan-pelan Ong Tiong mengangguk lagi. Koleksi Kang Zusi "Emm..... inipun masuk diakal." "Coba kau lihat" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa," persoalan tersebut bukankah amat sederhana sekali ? Dengan mudah dan tanpa bersusah payah, setiap saat aku berhasil menemukan dua orang diantaranya." "Tapi, jangan kau lupa masih ada orang yang ketiga." "Orang itu sudah pasti adalah...." Berbicara sampai di sini, tiba-tiba dia berhenti dan tak sanggup untuk melanjutkan kembali kata-katanya. Sebetulnya banyak orang-orang sudah yang dipikirkan dan terasa ada kemungkinannya, akan tetapi setelah dipikirkan lebih seksama, terasa olehnya bahwa orang-orang itu kecil sekali kemungkinannya. Terdengar Ong Tiong berkata: "Para pencoleng yang pernah menipumu itu meski tidak menganggap kau sebagai telur busuk yang bodoh, sekalipun dalam hati mereka merasa amat berterima kasih kepadamu, mustahil mereka memiliki begitu banyak uang untuk melunasi hutang-hutangmu itu." "Orang-orang itu sedemikian miskinnya sampai celanapun tak punya, kalau bukan begitu, masa aku akan berbelas kasihan kepada mereka ?" (Bersambung jilid 23) Jilid 23 "ORANG itupun mustahil adalah Bwe Ji-ka, perutnya telah kau tonjok keras-keras, tidak balas menjotos perutmu sudah terhitung amat sungkan sekali." Kwik Tay-lok tertawa getir. "Itulah sebabnya, meskipun aku kena didesak sampai mampus oleh para penagih hutang tersebut, tak nanti dia akan melelehkan setitik air matapun untuk diriku." "Melelehkan air mata selain lebih leluasa juga lebih gampang untuk dilakukan daripada melunasi hutang orang." "Itulah sebabnya, orang ketiga sudah pasti bukan dirinya." kata Kwik Tay-lok kemudian. "Bukan saja tak mungkin adalah dirinya juga tak mungkin orang lain." "Kenapa ?" "Sebab orang lain meski tahu kalau kau berada disini, belum tentu mereka tahu kalau kau sedang didesak hutang yang menumpuk." "Andaikata ada orang, mendengar kalau kita telah melangsungkan pertarungan melawan Cuimia- hu dan Cap-sah-toa-to di tempat ini, tahu kalau orang kita ada yang terluka, mungkin tidak mereka akan memburu ke sini ?" "Mau apa datang kemari ?" Koleksi Kang Zusi "Mungkin datang kemari untuk menonton keramaian, mungkin datang untuk membantu kita, membalas budi kepada kita." "Membalas budi ?" "Misalnya saja si semut merah, si semut putih, mungkin saja mereka akan datang kemari untuk membalas budi kepada kita karena tidak membinasakan diri mereka." Akhirnya Ong Tiong mengangguk juga. "Ehmm, memang masuk diakal !" katanya. "Kalau toh memang masuk diakal, bukankah sekarang menjadi tiada persoalan lagi?" "Persoalan yang sesungguhnya justru berada di sini." Wajahnya keren, serius dan kelihatan berat sekali. Tak tahan Kwik Tay-lok segera bertanya: "Persoalan yang sesungguhnya? Persoalan apakah itu?" "Kalau toh ada kemungkinan orang datang kemari untuk melihat keramaian, membalas budi itu berarti ada kemungkinan juga orang datang kemari untuk membuat kesulitan atau mencari balas kepada kita." "Mencari balas ?" "Kau menganggap kita telah melepaskan budi kepada kawanan semut tersebut karena kita tidak membunuhnya, siapa tahu kalau mereka justru telah menganggap kita sebagai musuh besar? Kau hanya membayangkan ketika kita melepaskan dirinya pergi, kenapa tidak kau bayangkan waktu kita menghajar mereka sampai kocar-kacir tak karuan ?" Kwik Tay-lok menjadi tertegun. "Apalagi Cui-mia-hu dan tiga belas golok besar bukannya tidak mempunyai teman-teman yang cukup setia kawan" ujar Ong Tiong lebih jauh, "bila mereka tahu kalau rekan-rekannya telah dipecundangi di sini, kemungkinan besar dia akan menyusul kemari dan membalas dendam terhadap diri kita" Kwik Tay lok segera menghela napas panjang. "Ucapan itu memang masuk diakal" katanya. "Walaupun kau belum pernah berkecimpungan di dalam dunia persilatan, namun berbeda dengan kita, entah siapa saja orangnya yang sedang berkecimpungan dalam dunia persilatan, maka sengaja atau tidak sudah pasti kita pernah membuat salah, terhadap orang-orang itu mengetahui jejak kita, besar kemungkinannya merekapun akan berbondong-bondong datang kemari untuk membuat perhitungan dengan kita." Sekali lagi Kwik Tay-lok menghela napas, katanya sambil tertawa getir: "Aaaai.... tampaknya, otakku belum bisa dianggap sebagai otak yang terlalu cerdik." Koleksi Kang Zusi "Tapi orang-orang semacam itu masih belum bisa dianggap sebagai suatu masalah yang besar." "Masih belum bisa dianggap?" Kwik Tay-lok menjadi amat terperanjat. "Masalah yang paling besar adalah dengan banyaknya orang yang mengetahui akan gerak gerik kita, berarti pula tanpa disadari kita sudah menjadi ternama." Setelah menghela napas panjang, lanjutnya: "Bila seseorang telah menjadi termasyhur, besar atau kecil sudah pasti ada kesulitan yang berbondong-bondong berdatangan kemari." "Kesulitan apa ?" "Pelbagai kesulitan, kesulitan yang mungkin tak pernah kau sangka sama sekali." "Coba katakanlah beberapa macam di antaranya ?" "Misalnya saja ada orang mendengar kalau ilmu silatmu sangat tinggi, maka dia datang untuk mengajakmu beradu kepandaian, sekalipun kau enggan turun tangan, mereka pasti akan mempergunakan pelbagai macam daya untuk memaksamu sampai kau bersedia untuk turun tangan." "Soal itu mah aku cukup mengerti." kata Kwik Tay-lok. "Kau mengerti !" Kwik Tay-lok menghela napas. "Keadaan tersebut persis seperti keadaanku sewaktu memaksa Kim Toa-say untuk turun tangan, cuma aku tidak menyangka kalau pembalasannya bisa datang dengan sedemikian cepatnya." "Kecuali orang-orang yang datang mencarimu untuk menantang kau beradu kepandaian, pasti pula ada yang datang mencarimu untuk meminta bantuan, mencarimu untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan, atau bahkan ada pula yang datang untuk meminta ongkos jalan, orangorang semacam itu akan berdatangan kemari setiap saat dan pada hakekatnya kau tak akan tahu kapan mereka mau datang." Setelah menghela napas panjang, lanjutnya: "Bila seseorang telah ternama didalam dunia persilatan, jangan harap ia bisa melewati kehidupan sehari-harinya dengan tenang." Kwik Tay-lok turut menghela napas panjang, gumamnya: "Ternyata menjadi orang ternama pun bukan suatu peristiwa yang menggembirakan." "Mungkin.... hanya semacam manusia yang merasa ternama itu merupakan suatu keadaan yang menggembirakan" "Manusia macam apa ?" Koleksi Kang Zusi "Orang yang belum menjadi tenar !" Tiba-tiba dia menghela napas lagi, kemudian menyambung lebih jauh: "Padahal orang yang benar-benar akan menjumpai kesulitan mungkin bukan kau dan aku." "Kau maksudkan Yan Jit dan Lim Tay-peng ?" "Benar." "Kenapa kesulitan mereka jauh lebih banyak dari pada kita ?" "Sebab mereka mempunyai rahasia yang tidak bisa diketahui orang lain." Tiba-tiba Kwik Tay-lok melompat bangun dari atas ranjang dan berseru dengan lantang. "Benar, Yan Jit memang mempunyai rahasia yang sangat besar, dia selalu tidak bersedia untuk memberitahukan kepadaku" "Apakah sampai sekarangpun kau belum dapat menebaknya?" "Apakah kau telah berhasil menebaknya?" Tiba-tiba Ong Tiong tertawa, katanya: "Tampak bukan cuma otakmu saja kurang cerdas matapun juga...." Mendadak ia membungkam, rupanya ada orang datang. Kwik Tay-lok segera mendengar ada suara orang berjalan masuk ke dalam halaman luar, tampaknya bukan hanya seorang saja. Pelan-pelan dia merosot turun dari atas ranjang, kemudian pelan-pelan berkata: "Apa yang kau katakan memang benar, ternyata ada orang yang telah datang berkunjung." Ong Tiong cuma tertawa getir. Karena dia sendiripun sama sekali tidak mengira kalau ada orang yang begitu cepat telah datang ke situ. Siapakah yang telah datang ? Mungkinkah mereka akan datang sambil membawa kesulitan. Yang datang semuanya berjumlah lima orang. Empat orang yang berada di belakang, semuanya berperawakan tinggi kekar dengan pakaian yang amat perlente, tampaknya sangat keren dan gagah sekali. Tapi bila dibandingkan dengan orang yang berada di depannya, maka ke empat orang itu pada hakekatnya telah berubah seperti empat ekor anak ayam. Koleksi Kang Zusi Padahal orang yang berjalan di depan itu tidak jauh lebih tinggi dari pada mereka, tapi ia justru memiliki suatu kewibawaan yang sangat besar, kendatipun ia sedang berdiri diantara selaksa orang, dalam sekilas pandangan kau masih tetap akan mengenalinya. Orang itu berperawakan tinggi besar dan berwajah gagah, begitu sampai di situ, pintupun tidak diketuk langsung masuk ke dalam halaman dengan langkah lebar, seakan-akan seorang panglima perang yang baru menang dalam medan laga dan kembali ke rumahnya sendiri. Sudah barang tentu Ong Tiong tahu kalau tempat itu bukan rumahnya, Kwik Tay-lok juga tahu. Sebenarnya ia sudah bersiap-siap untuk menerjang keluar... andaikata, ada kesulitan muncul diambang pintu, dia selalu menerjang keluar paling duluan. Tapi kali ini, begitu melihat kemunculan orang tersebut, cepat-cepat ia menarik dirinya kembali dan mundur ke belakang. "Kau kenal dengan orang itu?" Ong Tiong segera menegur dengan sepasang alis dan berkernyit. Kwik Tay-lok mengangguk. "Orang inikah yang bernama Kim Toa-say?" kembali Ong Tiong bertanya dengan lirih. "Kau juga kenal dengannya ?" "Tidak, aku tidak kenal." "Kau tidak kenal, dari mana kau bisa tahu kalau dia adalah Kim Toa-say....?" "Kalau orang ini bukan Kim Toa-say, lantas siapa pula yang bernama Kim Toa-say?" Kwik Tay-lok tertawa getir. "Benar, dia memang mempunyai tampang dan gaya sebagai seorang jendral besar." Kim Toa-say berdiri di tengah halaman, sambil bergendong tangan ia memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, tiba-tiba katanya. "Halaman ini perlu disapu sampai bersih!" "Baik!" orang-orang yang mengikuti di belakangnya segera membungkukkan badan sambil mengiakan. "Bunga Gwat-ci dan Bo-tan yang tumbuh di situ perlu disirami air, rumput liar perlu di babat sampai bersih." "Beberapa buah kursi di bawah pohon sana harus diganti dengan tempat duduk baru, sekalian akar pepohonan di sekitarnya" "Baik !" Ong Tiong yang menyaksikan kejadian itu dari dalam jendela, tiba-tiba bertanya: Koleksi Kang Zusi "Aku menjadi bingung sendiri, sebetulnya rumah ini rumah siapa sih.....?" "Rumahmu !" Ong Tiong menghela napas panjang. "Aaaai...! Sebenarnya aku juga aku tahu kalau rumah ini rumahku, tapi sekarang aku sendiripun dibikin kebingungan sendiri" Kwik Tay-lok menjadi tak tahan dan tertawa geli, tapi sesaat kemudian dengan kening berkerut katanya: "Heran, kenapa Yan Jit belum juga menampakkan diri ?" "Mungkin dia seperti juga dirimu, begitu melihat Kim Toa-say, perasaannya menjadi keder" "Kim Toa-say toh tidak kenal dengannya, mengapa dia mesti merasa keder...?" Mencorong sinar tajam dari balik mata Ong Tiong, tiba-tiba ia bertanya pelan: "Pernahkah kau memikirkan tentang satu persoalan ?" "Persoalan apa ?" "Cara Yan Jit melepaskan senjata rahasia boleh dibilang nomor wahid dan tentunya kepandaiannya untuk menerima senjata rahasia pun lumayan juga" "Yaa, sudah pasti lumayan sekali." "Lantas, kenapa ia tidak pergi mencari Kim Toa-say dan turun tangan sendiri? Kenapa kau yang diminta untuk pergi menghadapinya ?" Kwik Tay-lok menjadi tertegun. "Soal ini.... soal ini belum pernah kupikirkan." "Kenapa tidak kau pikirkan !" Kwik Tay-Iok tertawa getir. "Karena.... karena.... asal dia suruh aku melakukan suatu perbuatan, maka aku merasa bahwa hal itu amat cengli dan semestinya kulakukan untuknya." Ong Tiong memandang wajahnya dan menggeleng, seakan-akan seorang kakak sedang memperhatikan adiknya. Seorang adik yang kena dibohongi orang setelah diberi gula-gula. Kwik Tay-lok berpikir sebentar, kemudian berkata lagi: "Jadi maksudmu, ia tak berani mencari Kim Toa-say sendiri karena ia takut Kim Toa say berhasil mengenali dirinya ?" "Menurut pendapatmu ?" Koleksi Kang Zusi Belum sempat Kwik Tay-lok mengucapkan sesuatu, tiba-tiba terdengar Kim Toa-say membentak dengan suara dalam: "Siapa yang sedang kasak-kusuk di dalam rumah ? Hayo cepat keluar !" Sekali lagi Ong Tiong memandang sekejap ke arah Kwik Tay-lok, akhirnya pelan-pelan dia mendorong pintu dan keluar dari ruangan. Kalau toh Kwik Tay-lok enggan bergerak, terpaksa dia yang harus bergerak. Kim Toa-say mendelik ke arahnya bulat-bulat, kemudian menegur: "Apa yang sedang kau kasak-kusukkan dibalik ruangan ?" "Aku tak perlu bersembunyi, kaupun tak usah mencampuri urusanku, mau berkasak-kusuk atau tidak, itu urusanku pribadi !" "Siapakah kau ?" bentak Kim Toa-say. "Aku adalah tuan rumah tempat ini, aku senang duduk dimana, aku bisa duduk dimana, suka membicarakan soal apa, akupun akan membicarakan soal apa." Setelah tertawa, lanjutnya dengan hambar: "Bila seseorang sedang berada dirumah sendiri, sekalipun dia senang melepaskan celana untuk berkentutpun, orang lain tak akan mencampurinya...." Sebenarnya ia tidak terbiasa mengucapkan kata-kata kasar seperti itu, sekarang dia seakanakan sengaja hendak merobohkan kewibawaan dari Kim Toa-say. Siapa tahu Kim Toa say malahan tertawa, diawasinya pemuda itu dari atas sampai ke bawah beberapa, lalu katanya sambil tertawa: "Orang ini memang mirip orang she Ong!" "Aku bukan mirip orang she Ong, aku memang sesungguhnya she Ong !" "Tampaknya kaulah putera dari Ong-lotoa?" "Ong lotoa ?" "Ong lotoa adalah Ong Cian-sik, yaitu bapakmu !" Ong Tiong malah menjadi tertegun dibuatnya sehabis mendengar perkataan itu. Ong Cian-siak memang ayahnya, tentu saja dia mengetahui akan nama ayahnya. Tapi orang lain yang mengetahui nama Ong Cian-sik tersebut justru amat jarang. Sebagian besar orang hanya tahu kalau nama dari Ong lo-sianseng adalah Ong Ik-cay. Orang yang mengetahui nama Ong Cian-sik tersebut, sudah barang tentu adalah sahabatsahabat karib Ong Cian-sik di masa lalu. Sikap Ong Tiong pun segera berubah, berubah menjadi lebih sungkan, dengan nada menyelidik ia lantas bertanya: Koleksi Kang Zusi "Kau kenal dengan ayahku ?" Kim Toa-say tidak segera menjawab pertanyaan itu, dengan langkah lebar ia masuk ke dalam ruangan. Pintu kamar Kwik Tay-lok berada dalam keadaan terbuka lebar. Dengan langkah tegap Kim Toa-say maju ke depan dan masuk ke dalam kamar, kemudian langsung duduk di hadapan Kwik Tay-lok. Terpaksa Kwik Tay-lok tertawa getir dan menyapa: "Baik-baikkah kau ?" "Ehmm, masih agak baikan, untung saja belum sampai dibikin mampus karena mendongkol." Kwik Tay-lok mendehem berulang kali, kemudian tanyanya: "Kau sedang mencariku ?" "Mengapa aku harus datang mencarimu?" Kwik Tay-lok menjadi tertegun. "Kalau begitu, ada urusan apa Toa-say datang kemari ?" "Apakah aku tak boleh datang ?" "Boleh, tentu saja boleh," sahut Kwik Tay-lok cepat-cepat sambil tertawa. "Terus terang kuberitahukan kepadamu, sewaktu aku datang kemari, mungkin kau masih belum dilahirkan." seru Kim Toa-say ketus. Dalam perut orang ini, seakan-akan penuh berisi mesiu yang setiap saat bisa meledak, Kwik Tay-lok tidak jeri kepadanya, cuma dia merasa agak rikuh dan keder saja. Bagaimanapun juga, tindakan yang dilakukan oleh orang itu cukup mengagumkan, pelajaran yang diberikan pun tidak keliru. Setelah tidak memiliki cara lain yang lebih baik untuk menghadapinya, terpaksa Kwik Tay-lok harus angkat kaki. Siapa tahu sepasang mata Kim Toa-say justru setajam sembilu, baru saja kakinya bergerak, Kim Toa-say telah membentak keras: "Berhenti !" Terpaksa Kwik Tay-lok mush tertawa paksa, katanya: "Kalau toh kedatangan bukan untuk mencariku, buat apa aku mesti tetap berada di sini?" "Aku hendak menanyai dirimu" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Aaai.... baiklah kau boleh bertanya!" "Malam ini kalian makan apa?" Ternyata pertanyaan semacam itulah yang diajukan olehnya. Tak tahan Kwik Tay-lok tertawa geli, sahutnya. "Barusan aku mengendus bau Ang-sio-bak, mungkin kita akan makan daging babi masak rebung !" "Baik hidangkan segera, aku sudah lapar!" Sekali lagi Kwik Tay-lok merasa tertegun. Sekarang dia sendiripun turut menjadi bingung dan tidak habis mengerti sesungguhnya siapakah tuan rumah tempat itu. Terdengar Kim Toa-say membentak lagi: "Hei, aku suruh kau menghidangkan nasi, mengapa masih berdiri termangu-mangu disitu?" Kwik Tay-lok segera berpaling ke arah Ong Tiong. Ong Tiong berlagak tidak melihat apa-apa, seakan-akan apapun tidak terdengar olehnya. Terpaksa Kwik Tay-lok harus menghela napas panjang seraya bergumam: "Ya, memang waktunya untuk bersantap aku sendiri pun merasa laparnya setengah mati". Hidangan telah dikeluarkan, memang tak salah, sayur utamanya hari itu adalah daging babi masak bung. Kim Toa-say juga tidak sungkan-sungkan begitu hidangan disajikan, ia lantas menempati kursi utama. Ong Tiong dan Kwik Tay-lok terpaksa harus mendampinginya di kedua belah samping. Baru saja Kim Toa-say mengangkat sumpitnya, tiba-tiba ia bertanya lagi: "Mana lagi orang-orang lainnya ? Kenapa tidak turut datang untuk bersantap ?" "Ada dua orang lagi sakit, mereka hanya bisa minum bubur." "Bukankah masih ada yang tidak sakit ?" Tampaknya dia mengetahui semua persoalan di situ dengan teramat jelasnya. Kwik Tay-lok menjadi sangsi sejenak, kemudian katanya sambil tertawa getir: "Agaknya berada di dapur." Yan Jit memang berada di dalam dapur. Ia tak mau keluar, karena terlalu dekil, maka enggan bertemu orang. Koleksi Kang Zusi Sekalipun ia berkata demikian, terpaksa Kwik Tay-lok hanya bisa mendengarkan saja, sebab bila ia bertanya lebih lanjut, Yan Jit segera akan mendelik. Bila Yan Jit sudah mendelik, Kwik Tay-lok segera merasakan badannya menjadi lemas tak bertenaga. Terdengar Kim Toa-say berseru kembali: "Dia kan bukan seorang koki, kenapa harus bersembunyi didalam dapur....?" Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Baik, aku akan pergi memanggilnya" Siapa tahu, baru saja ia bangkit berdiri, Yan Jit dengan kepala tertunduk telah menghampirinya, rupanya ia sudah menyadap pembicaraan tersebut dari belakang pintu. Kim Toa say memperhatikannya dari atas sampai ke bawah lalu serunya dengan lantang: "Duduk !" Ternyata Yan Jit benar-benar duduk dengan kepala tertunduk.... hari ini telah berubah menjadi alim sekali. "Baik, hayo makan !" seru Kim Toa-say lagi. Dengan lahapnya dia bersantap lebih dahulu, dalam waktu singkat semua hidangan di meja telah disapu sampai habis. Kwik Tay-lok sekalian hampir tiada kesempatan sama sekali untuk menggerakkan sumpitnya... Setelah semua hidangannya ludas, Kim Toa-say baru meletakkan sumpit dan mengawasi orang-orang yang berada di sana dengan sorot mata tajam. Mula-mula dia mengawasi Ong Tiong, kemudian memandang Kwik Tay-lok, setelah itu dari wajah Kwik Tay-lok dialihkan ke wajah Yan Jit. Tiba-tiba ia berseru: "Ketika kalian mencari gara-gara kepadaku, ide ini timbul dari benak siapa?" "Aku !" jawab Yan Jit dengan kepala tertunduk. . "Hmm, aku sudah tahu kalau kau." Yan Jit menundukkan kepalanya semakin rendah. Kim Toa-say segera mengalihkan sorot matanya ke wajah Kwik Tay-lok, kemudian ujarnya: "Kau mampu menyambut lima bidikan peluru saktiku sekaligus, kepandaian macam begitu amat jarang bisa dijumpai dalam dunia persilatan." "Yaa, masih lumayan." tak tahan Kwik Tay-lok tertawa terbahak-bahak. "Siapa yang mengajarkan kepandaian tersebut kepadamu ?" Koleksi Kang Zusi "Aku !" "Hmm, aku sudah tahu kalau kau !" "Darimana kau bisa tahu?" tak tahan Ong Tiong bertanya. "Bukan saja aku tahu kalau kau yang mengajarkan kepadanya, juga tahu siapa yang telah mengajarkan kepadamu." "Oooh...?" Tiba-tiba Kim Toa-say menarik wajahnya, kemudian berseru: "Ketika ayahmu mewariskan kepandaian tersebut kepadamu, apa yang dia katakan kepadamu ?" "Apapun tidak ia katakan." "Apapun tidak ia katakan ?" "Yaa, karena kepandaian tersebut bukan dia orang tua yang mewariskan kepadaku." "Kau bohong !" hardik Kim Toa-say. Ong Tiong turut menarik muka, sahutnya dengan dingin: "Kau boleh mendengarkan aku membicarakan berbagai persoalan, tapi tak akan pernah mendengar aku berbohong." Kim Toa-say menatapnya lekat-lekat, lewat lama kemudian ia baru bertanya: "Kalau bukan ayahmu yang mengajarkan kepadamu ? Lantas siapa ?" "Aku sendiripun tidak tahu siapa." "Masa kau tidak tahu ?" "Tidak tahu yaa tidak tahu !" Kim Toa-say mulai menatapnya lekat-lekat lewat lama kemudian ia baru bangkit berdiri sembari berkata: "Ikuti aku keluar dari sini !" Dengan langkah lebar dia berjalan menuju keluar halaman, pelan-pelan Ong Tiong mengikuti di belakangnya hari ini, dia kelihatan seperti berubah rada aneh. Kwik Tay-lok menghela napas panjang, diam-diam bisiknya: "Sekarang aku baru tahu, karena soal apakah Toa-say tersebut datang kemari" "Oooh ?" Koleksi Kang Zusi "Aku telah mematahkan serangan peluru berantainya, dia pasti merasa sangat tidak puas, maka dia ingin mencari orang yang mengajarkan ilmu itu kepadaku untuk mengajaknya beradu kepandaian !" Sementara di bibirnya ia berkata demikian orang juga turut bangkit berdiri. "Mau apa kau ?" Yan Jit segera menegur. "Paha Ong lotoa masih belum sembuh, aku tak dapat menyaksikan dirinya....." "Lebih baik kau duduk saja dengan tenang" tukas Yan Jit dengan suara dingin. "Kenapa ?" "Apakah kau tak bisa melihat bahwa Ong Tiong yang sedang dicari, bukan kau ?" "Tapi kaki Ong Tiong....." "Yang digunakan untuk menyambut serangan peluru itu toh bukan kakinya....!" Cahaya dimalam hari itu cukup terang. Ketika Kim Toa-say menyaksikan Ong Tiong berjalan dekat, tiba-tiba dengan kening berkerut tegurnya: "Kakimu....?" "Aku jarang menggunakan kakiku untuk menerima senjata rahasia, aku masih mempunyai tangan," ujar Ong Tiong dingin. "Bagus !" Tiba-tiba dia menggerakkan tangannya, dengan cepat sebuah busur emas telah siap di atas tangan. Dengan suatu gerakan cepat Kim Toa-say menarik busurnya dan menyerang. Dalam waktu singkat, seluruh angkasa telah dipenuhi oleh cahaya emas yang berkilauan. Siapapun tidak melihat jelas bagaimana caranya melancarkan serangan tersebut. Kwik Tay-lok diam-diam menarik napas dingin, katanya: "Serangannya kali ini mengapa jauh lebih cepat daripada serangannya tempo hari ?". "Mungkin dia tak ingin membelikan peti mati untukmu." sahut Yan Jit dengan hambar. "Kalau toh ia enggan menggunakan serangan mematikan untuk menghadapi diriku, kenapa menggunakan serangan yang mematikan untuk menghadapi Ong Tiong? Apakah dia mempunyai dendam dengan Ong Tiong?" Pertanyaan ini tak mampu dijawab, meski oleh Yan Jit pun. Koleksi Kang Zusi Walaupun ia telah melihat kalau kedatangan Kim Toa-say kali ini pasti mempunyai suatu tujuan, namun ia tak bisa menebak tujuan apakah itu....? Sementara Kwik Tay-lok sedang merasa kuatir buat keselamatan Ong Tiong, mendadak cahaya emas yang memenuhi seluruh angkasa itu lenyap tak berbekas. Ong Tiong masih tetap berdiri tenang di tempat semula, tapi di tangannya memegang dua buah jaring yang sudah penuh berisikan peluru emas. Siapapun tidak melihat jelas cara apa yang dipergunakan olehnya, bahkan pada hakekatnya tidak terlihat jelas bagaimana caranya dia turun tangan. Sekali lagi Kwik Tay lok menghela napas panjang, gumamnya: "Ternyata caranya melancarkan serangan tersebut jauh lebih hebat daripada diriku." "Kepandaian semacam itu tak mungkin bisa dilatih hanya di dalam satu hari saja, apa yang kau andalkan sehingga ingin mempelajari seluruh kepandaian tersebut di dalam satu hari saja? Memangnya kau anggap bakatmu benar-benar hebat ?" "Bagaimanapun juga, teori serta rahasia dari kepandaian tersebut telah berhasil kupahami." "Itulah dikarenakan suhu yang memberi pelajaran tersebut cukup hebat...!" "Tentu saja suhunya hebat." kata Kwik Tay-lok sambil tertawa, "tapi muridnya pun terhitung cukup hebat, kalau tidak, bukan sedari dulu-dulu sudah masuk liang kubur ?" Yan Jit menatapnya lekat-lekat, mendadak diapun turut menghela napas panjang. "Aai.... bila suatu ketika kau dapat merubah penyakit membualmu itu, maka aku...." "Kau mau apa...? Apakah hendak memberitahukan rahasiamu itu kepadaku ?" Tiba-tiba Yan Jit tidak berbicara lagi. Mereka sudah bercakap-cakap belasan patah kata banyaknya, namun Kim Toa-say masih berdiri tegak di tengah halaman. Ong Tiong juga berdiri tidak berkutik. Kedua orang itu saling berhadapan mata, aku memandang dirimu dan kaupun memandang aku. Kembali beberapa waktu sudah lewat, tiba-tiba Kim Toa-say membanting busur emas itu ke atas tanah, kemudian berlalu dari situ dengan langkah lebar dan duduk kembali ke atas kursi. Yan Jit dan Kwik Tay-lok juga duduk di situ, duduk sambil memandang ke wajahnya. Lewat lama kemudian, tiba-tiba Kim Toa-say baru berteriak keras: "Mana araknya? Apakah kalian tak pernah minum arak ?" Kwik Tay-lok segera tertawa. Koleksi Kang Zusi "Kadangkala minum, cuma jarang sekali, setiap hari paling banter hanya minum empat lima kali. Yang diminumpun tidak terlalu banyak, setiap kali paling banter hanya minum tujuh delapan kati saja." Guci arak sudah tersedia di atas meja. Pagi ini, tentu saja ada orang yang datang mengirim arak, mereka tidak minum karena mereka masih belum terhitung benar-benar seorang setan arak. Sebelum mengetahui jelas maksud kedatangan Kim Toa-say, siapapun enggan minum sampai mabuk. Tapi Kim Toa-say minum lebih dulu. Caranya minum arak juga bergaya seorang jendral, sekali teguk semangkuk penuh arak sudah diteguk sampai habis. Setelah dia mulai minum, Kwik Tay-lok tentu saja tak mau ketinggalan.... Kalau dilihat dari gayanya sewaktu minum arak, tampaknya cepat atau lambat suatu ketika diapun akan dipanggil orang sebagai seorang jendral...." Kim Toa-say mengawasinya sampai pemuda itu menghabiskan tujuh delapan mangkuk arak. Tiba-tiba katanya sambil tertawa. "Kelihatannya sekaligus kau dapat meneguk habis arak sebanyak tujuh delapan kati." "Memangnya kau anggap aku sedang membual?" seru Kwik Tay-lok sambil mengerling ke arahnya. "Kau memang tidak mirip seseorang yang jujur." "Aku mungkin tak mirip orang jujur, tapi sesungguhnya aku adalah seseorang yang jujur." "Bagaimana dengan teman-temanmu?" "Mereka jauh lebih jujur ketimbang aku." "Kau tak pernah mendengar mereka berbohong ?" "Selamanya tak pernah" Kim Toa-say mendelik sekejap ke arahnya, tiba-tiba berpaling ke arah Ong Tiong sambil menegur: "Benarkah kepandaian tersebut bukan ajaran bapakmu ?" "Bukan !" "Siapa yang mengajarkan?" "Sudah kukatakan aku sendiripun tidak tahu." "Masa tidak tahu ?" Koleksi Kang Zusi "Dia belum memberitahukan soal ini kepadaku." "Tapi paling tidak kau toh pernah berjumpa muka dengan dirinya ?" "Juga tidak, karena sewaktu memberi pelajaran kepadaku, dia selalu memilih waktu malam dan lagi wajahnya selalu mengenakan kain cadar hitam...." Berkilat sepasang mata Kin Toa-say, katanya: "Maksudmu, ada seorang manusia berkerudung yang misterius mencarimu setiap malam." "Bukan datang mencariku, tapi setiap malam dia selalu menantikan kedatanganku di dalam hutan di pinggir kuburan sana." "Sekalipun selagi hujan deras angin badai ia juga menunggu ?" "Kecuali beberapa hari menjelang tahun baru, sekalipun malam itu dinginnya membekukan badan, dia tetap menantikan kedatanganku di situ." "Dia tidak kenal dirimu, kaupun tidak tahu siapakah dia, tapi setiap hari dia selalu menantikan dirimu, tujuannya tak lebih hanya ingin mewariskan kepandaian silatnya kepadamu, bahkan dia sama sekali tidak mengharapkan balas jasa, bukan begitu ?" "Benar !" Kim Toa say segera tertawa dingin. "Percayakah kau bahwa di kolong langit terdapat kejadian yang begini menguntungkannya ?" "Seandainya orang lain menceritakannya kepadaku, mungkin aku tak akan percaya, tapi di dunia ini justru terdapat kejadian semacam itu, sekalipun aku tak mau percayapun tak bisa." Sekali lagi Kim Toa-say mendelik ke wajahnya lekat-lekat, lama kemudian ia baru berkata: "Pernahkah kau menguntil di belakangnya? Untuk melihat ia berdiam di mana ?" "Aku pernah mencobanya, namun tidak berhasil." "Kalau toh setiap hari dia pasti datang, sudah pasti tempat tinggalnya tak akan terlalu jauh dari sana." "Apakah di sekitar tempat itu tiada rumah penduduk yang lain ?" "Tidak ada, di atas bukit hanya ada kami sekeluarga." "Kenapa, kalian bisa tinggal ditempat itu?" "Karena ayahku suka akan ketenangan." "Kalau toh di sekitar tempat itu tiada rumah penduduk lain, apakah orang berkerudung itu merangkak keluar dari dalam peti mati?" "Mungkin saja dia berdiam di bawah bukit!" Koleksi Kang Zusi "Pernahkah kau pergi mencarinya ?" "Tentu saja pernah." "Tapi kau tidak berhasil menemukan seseorang yang memiliki kepandaian silat selihai itu ?" "Jago lihay yang sesungguhnya memang tak pernah memamerkan kepandaian silatnya di atas wajah!" "Orang yang berdiam di bawah bukitpun tidak banyak jumlahnya, seandainya benar-benar terdapat seorang jago lihay seperti dia, paling tidak kau pasti akan mengetahui jejaknya, bukan begitu?" "Ehmm!" "Kau bilang setiap malam dia pasti datang untuk memberi pelajaran ilmu silat kepadamu, berarti kalau siang hari tentu tidur, bila ada seseorang yang selalu tidur siang hari, apakah orang dalam kota kecil itu tak akan menaruh perhatian? Bukankah begitu?" "Ehmm !" "Kalau memang demikian, mengapa kau tidak berhasil menemukannya ?" "Mungkin saja ia memang tidak berdiam didalam kota itu" "Kalau memang tidak berdiam di atas bukit, juga di dalam kota, dia masih bisa berdiam dimana ?" "Seorang jago lihay yang sesungguhnya berada ditempat manapun ia dapat tidur" "Sekalipun dia dapat tidur di dalam gua, tapi bagaimana dengan makannya? Bagaimana pun lihaynya seorang jago, toh dia butuh untuk makan ?" "Dia toh bisa saja masuk ke kota untuk bersantap ?" "Bila seseorang yang tiap hari selalu makan di luar, tapi tak ada orang yang tahu dimanakah dia berdiam, apakah hal ini tidak menarik perhatian orang ?" Ong Tiong segera melotot besar ke arahnya, setengah harian kemudian dia baru berkata dengan dingin: "Tahukah kau sejak masuk ke dalam pintu gerbang sampai sekarang, seluruhnya kau sudah mengajukan berapa banyak pertanyaan ?" "Apakah kau menganggap pertanyaan yang kuajukan terlampau banyak ?" "Aku cuma merasa heran, mengapa kau harus menanyakan persoalan-persoalan yang sesungguhnya sama sekali tiada hubungannya dengan dirimu !" Tiba-tiba Kim Toa-say tertawa, ia berubah menjadi lebih misterius, setelah sekaligus meneguk tiga mangkuk arak, pelan-pelan dia baru berkata: "Ingin tahukah kau siapa gerangan manusia berkerudung itu ?" "Tentu saja ingin sekali." Koleksi Kang Zusi "Kalau memang ingin, kenapa kau tidak menanyakannya?" "Karena sekalipun aku menanyakannya, belum tentu bisa menjawab pertanyaanku ini." Pelan-pelan Kim Toa-say mengangguk, katanya: "Benar, di dunia ini memang jarang ada orang yang mengetahui siapa gerangan dirinya itu." "Kecuali dia sendiri, tak mungkin orang lain bisa mengetahuinya, bahkan seorangpun tak ada." "Masih ada seorang." "Siapa ?" "Aku !" Ketika mendengar jawaban tersebut, termasuk Yan Jit pun turut menjadi tertegun. Setelah tertegun beberapa saat lamanya, Ong Tiong bertanya: "Tahukah kau kalau kejadian ini telah berlangsung lama sekali ?" "Aku tahu !" "Tapi kau tetap mengetahui siapakah orang itu ?" "Benar." "Kalau toh kau tak pernah bertemu dengannya, bahkan tidak mengetahui dengan pasti kapankah peristiwa itu terjadinya, darimana kau bisa tahu siapakah orang itu?" "Yaa, aku memang tahu dengan jelas." Ong Tiong segera tertawa dingin. "Percayakah kau kalau di dunia ini bisa terjadi kejadian semacam itu....?" "Aku tak ingin percayapun tak bisa." "Atas dasar apa kau berani mengucapkannya dengan begitu saja ?" Kim Toa-say tidak menjawab pertanyaan itu, dia meneguk dulu tiga mangkuk arak, kemudian pelan-pelan baru bertanya: "Tahukah kau sekaligus aku bisa membidikkan berapa banyak peluru emas...?" "Dua puluh satu biji !" "Tahukah kau, diantara kedua puluh satu biji peluru yang kulepaskan itu, peluru nomor berapa yang cepat dan peluru nomor berapa yang lambat, peluru nomor berapa merupakan gerak perputaran dan peluru nomor berapa saling berbenturan ?" Koleksi Kang Zusi "Aku tidak tahu." "Kalau hanya soal ini saja tidak kau ketahui, darimana kau bisa menahan serangan peluru berantaiku?" Sekali lagi Ong Tiong menjadi tertegun. "Aku menjadi tenar dengan peluru emas, hingga kini sudah hampir tiga puluh tahun lamanya" kata Kim Toa-say lebih jauh, "tidak banyak jago persilatan di dunia ini yang sanggup menghindarkan diri atau menangkis seranganku tersebut, tapi secara mudah kau berhasil mengatasinya" Setelah menghela napas, katanya lebih jauh: "Bukan saja kau mampu untuk menerimanya, bahkan orang yang kau ajarkan pun mampu untuk menyambut serangan tersebut, pada hakekatnya kalian telah menganggap serangan peluruku itu bagaikan permainan anak kecil saja, andaikata kau yang menghadapi keadaan seperti ini, tidakkah kau merasa keheranan?" Kembali Ong Tiong tertegun beberapa saat lamanya, sesudah termenung sejenak, ia menyahut: "Mungkin cara yang dipergunakan kurang betul, maka ancamanmu menjadi punah tak berguna" Tiba-tiba Kim Toa-say menggebrak meja sambil berseru: "Tepat sekali, bukan saja caramu itu merupakan semacam cara yang paling tepat, juga terhitung sebuah cara yang paling jitu, cara semacam ini bukan hanya bisa mengatasi serangan peluru berantaiku saja, bahkan boleh dibilang merupakan tandingan dari semua serangan senjata rahasia yang ada dalam kolong langit dewasa ini." Ong Tiong hanya mendengarkan saja, karena dia sendiripun tidak tahu sampai dimanakah kelihaian dari ilmu kepandaiannya itu. Kim Toa-say menatapnya lekat-lekat, kemudian ia bertanya lagi: "Tahukah kau, berapa orang yang mampu menggunakan kepandaian semacam itu dalam dunia persilatan selama ini ?" Ong Tiong segera menggeleng. "Hanya ada seorang !" seru Kim Toa-say lebih jauh. Setelah menghela napas panjang, pelan-pelan lanjutnya: "Sudah belasan tahun lamanya aku mencari orang ini." "Mengapa kau . . . . kau mencari dirinya?" "Karena selama hidup bertarung dengan orang, baru kali itu saja aku dikalahkan secara mengenaskan di tangannya !" "Kau ingin membalas dendam ?" Koleksi Kang Zusi "Soal ini bukan terhitung suatu pembalasan dendam." "Lantas karena apa ?" "Ilmu sambitan peluru biasa dipatahkan orang, itu berarti terdapat kekurangan dalam permainanku itu, tapi aku sudah memikirkannya selama belasan tahun, akan tetapi tak pernah berhasil untuk menemukan titik kelemahanku itu." "Kalau dilihat dari kemampuannya untuk mematahkan serangan peluru emas berantaimu, aku rasa dia pasti mengetahui dimanakah terletak titik kelemahanmu itu." "Benar." "Kau menganggap orang berkerudung itu sudah pasti dia ?" "Seratus persen sudah pasti dia, tak mungkin ada orang yang kedua lagi, sedang kepandaianmu dalam menyambut serangan peluru berantaiku tadi, hampir boleh dibilang persis sama sekali dengan kepandaian itu." Sinar berharap dan perasaan gelisah segera memancar keluar dari balik mata Ong Tiong. Tapi Kwik Tay-lok jauh lebih gelisah lagi, dengan cepat dia berseru: "Kau telah berbicara pulang pergi, sesungguhnya siapakah orang itu...?" Kim Toa-say menatap wajah Ong Tiong lekat-lekat, kemudian sepatah demi sepatah dia berkata: "Orang itu adalah Ong Cian-sik, yaitu ayahmu sendiri !" Sekalipun sewaktu Cui-mia-hu mengulurkan tangannya dari dalam kuburan untuk menangkap dirinya, paras muka Ong Tiong tak sampai menunjukkan perasaan kaget dan tercengangnya seperti itu. Tapi Kwik Tay-lok justru jauh lebih tercengang daripada dirinya, kembali dia berseru: "Kau maksudkan orang berkerudung itu adalah ayahnya ?" "Tak bakal salah lagi." "Kau bilang ayahnya bukan mengajar ilmu silat kepadanya di rumah, sebaliknya dengan mengerudungkan wajahnya menunggu kedatangannya didalam hutan dekat kuburan ?" "Benar." Kwik Tay-lok ingin tertawa, namun tak ada suara yang keluar, akhirnya sambil menghela napas dia berkata: "Percayakah kau kalau di dunia ini terdapat kejadian aneh seperti itu....?" "Peristiwa semacam ini tak bisa terhitung sebagai sesuatu kejadian yang aneh, belum bisa dianggap aneh ?" Koleksi Kang Zusi "Semua persoalan yang masih bisa dijelaskan dengan kata-kata tak bisa dianggap sebagai suatu kejadian yang aneh." "Bagaimana alasannya ?" "Sebenarnya akupun tidak habis mengerti." kata Kim Toa-say hambar, "tapi setelah kusaksikan tempat tinggalnya ini, aku menjadi teringat akan hal ini, apalagi menyaksikan teman-temanmu itu, membuat aku makin terpikirkan lebih jauh" "Kalau begitu, coba kau terangkan alasanmu yang pertama." "Ketika Ong Cian-sik masih muda dulu, ia masih mempunyai sebuah nama lain yaitu Ong Huilui, artinya sekalipun sambaran petir yang datang dari langitpun ia masih sanggup untuk menaklukkannya." Setelah meneguk habis secawan arak, dia berkata lebih jauh: "Sekalipun nama tersebut agak terlalu sesumbar, tapi pada usia dua puluh tiga tahun dia telah dianggap sebagai jago lihay nomor wahid dari dunia persilatan yang sanggup menghadapi ancaman senjata rahasia macam apa pun juga, kendatipun julukan itu terlampau takabur, akan tetapi orang lain tak berani berkata apa-apa." Semua orang mendengarkan cerita itu dengan seksama, bahkan Kwik Tay-lok sendiripun tidak turut menimbrung. Kembali Kim Toa-say melanjutkan: "Menanti usianya sudah agak menanjak, tenaganya makin matang, diapun merubah namanya menjadi Ong Cian-sik, pada waktu itu dia sudah jarang sekali melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan, lewat dua tahun kemudian, tiba-tiba ia lenyap dari keramaian dunia persilatan." Sampai di situ, Kwik Tay lok baru tak tahan untuk menimbrung: "Mungkin hal ini disebabkan karena ia sudah jemu dengan kehidupan dunia persilatan yang penuh dengan bunuh membunuh itu, maka ia mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari keramaian dunia. Kejadian semacam ini banyak terjadi di dunia sedari dulu, rasanya hal mana bukan suatu kejadian yang aneh." Kim Toa-say menggelengkan kepalanya berulang kali. "Hal mana bukan merupakan alasannya yang terutama" katanya. "Ooooh....." "Yang terutama adalah dia telah mengikat tali permusuhan dengan seorang musuh besar yang lihay sekali, dia tahu kalau kepandaiannya masih bukan tandingan orang, maka dia ambil keputusan untuk mengundurkan diri dari keramaian dunia dan hidup terpencil." "Siapakah musuh besarnya itu ?" tiba-tiba Ong Tiong bertanya. "Justru karena dia enggan untuk memberitahukan siapa nama musuh besarnya itu kepadamu, maka dia baru tidak bersedia untuk mengajarkan ilmu silat kepadamu secara terang-terangan." "Kenapa ?" Koleksi Kang Zusi "Sebab bila kau tahu akan masa lalunya, cepat atau lambat pasti akan mengetahui soal permusuhannya itu, jika kau tahu siapakah musuh besarnya itu, sebagai pemuda yang berdarah panas, tak bisa disangkal lagi kau pasti akan pergi mencarinya untuk membuat perhitungan." Setelah menghela napas panjang, lanjutnya. "Tapi berbicara sesungguhnya, musuh besarnya memang menakutkan sekali, bukan saja kau tak akan sanggup untuk menghadapinya, mungkin tiada seorang manusiapun dalam dunia persilatan dewasa ini yang sanggup menyambut lima puluh jurus serangannya." Paras muka Ong Tiong sama sekali tidak berperasaan, katanya: "Aku hanya ingin tahu siapakah sebenarnya orang itu ?" "Tahu pada saat inipun percuma." "Kenapa ?" "Karena kendatipun dia sudah tiada tandingannya di dunia ini, akan tetapi masih belum mampu untuk menghadapi beberapa hal." "Soal apa saja ?" "Tua, sakit dan mati !" "Ia sudah mati ?" paras muka Ong Tiong agak berubah. Kim Toa-say segera menghela napas panjang. "Aaai.... dari dulu sampai sekarang, ada jago gagah darimanakah di dunia ini yang bisa menghindarkan diri dari hal tersebut." "Tapi ia sebelumnya..." "Setelah orangnya mati, namanya juga turut terkubur sepanjang masa di dalam tanah" tukas Kim Toa-say dengan cepat, "buat apa kau mesti menanyakan lagi akan persoalan ini!" ia tidak membiarkan Ong Tiong buka suara dengan cepatnya menyambung lebih jauh, "Semenjak sampai di tempat ini, orang yang bernama Ong Hui-liu pun praktis seperti orang mati, maka sekalipun berada di depan putranya sendiri, dia tak akan membicarakan soal ilmu silat" "Ini merupakan alasan yang pertama" kata Kwik Tay-lok. "Kalau dilihat dari sahabatmu dari jenis yang begini, bisa diduga kalau dikala masih kecilnya dulu Ong Tiong sudah pasti adalah seorang anak yang sangat nakal" Walaupun Kwik Tay-lok tidak berbicara apa-apa, namun mimik wajahnya telah mewakili Ong Tiong untuk mengakui akan kebenaran dari ucapan tersebut. "Bocah yang nakal biasanya selalu menimbulkan bencana atau kesulitan buat orang tuanya," kata Kim Toa-say lebih lanjut, "Ong Cian-sik kuatir putranya bakal menderita kerugian, diapun tak tega untuk tidak mengajarkan kepandaian silat pelindung badan kepadanya." Koleksi Kang Zusi Ia tertawa sejenak, kemudian melanjutkan: "Tapi bila menginginkan seorang anak yang nakal untuk baik-baik berlatih ilmu silat di rumah, hakekatnya perbuatan ini jauh lebih sulit daripada menjinakkan seekor kuda liar, maka dari itu Ong Cian-sik lantas memperagakan cara seperti itu, selain dapat merahasiakan indentitasnya di hadapan orang, diapun dapat merangsang gairah Ong Tiong untuk belajar silat.... biasanya anakanak semakin terangsang gairahnya apabila menghadap hal-hal yang di anggapnya aneh dan misterius." "Jangankan anak-anak, sekalipun orang dewasa juga sama saja," sambung Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Di tengah kegelapan malam yang buta, dalam hutan di tepi kuburan, berhadapan dengan seorang jago lihay dunia persilatan yang berkerudung...." Peristiwa yang begini rahasia dan misteriusnya ini, mungkin seorang kakekpun akan turut terangsang gairah belajar silat serta rasa ingin tahunya. "Sekarang, tentunya kau sudah mengerti bukan akan persoalan ini?" kata Kim Toa-say kemudian. "Masih ada satu hal yang tidak kupahami," kata Kwik Tay-lok. "Oooh...?" "Darimana kau bisa tahu akan maksud hati dari empek Ong ?" "Sebab akupun seorang manusia yang pernah menjadi ayah." Setelah menghela napas panjang, lanjutnya: "Kasih sayang dan penderitaan seorang ayah terhadap putranya, hanya orang yang menjadi ayah saja yang dapat merasakannya." Tiba-tiba Ong Tiong bangkit berdiri, kemudian menerjang keluar dari tempat itu. Apakah dia ingin mencari suatu tempat yang tak ada orangnya dan menangis tersedu-sedu ? Yan Jit memang sudah menundukkan kepalanya sedari tadi, sekarang Kwik Tay-lok ikut menundukkan pula kepalanya. "Orang yang menjadi anak, kenapa tak dapat memahami perasaan kasih sayang serta pengharapan dari ayahnya setelah keadaan terlambat dan dikala menyesalpun percuma ?" Kim Toa-say memperhatikan mereka lekat-lekat, mendadak sambil mengangkat cawan arak dia berseru: "Apakah kalian tak pernah minum arak?" Di dunia ini memang terdapat banyak sekali kejadian aneh dan misterius yang tampaknya sukar untuk dijelaskan selamanya. Padahal bagaimanapun misterius dan peliknya suatu persoalan, sudah pasti ada jawabannya, seperti pula di bawah tanah pasti ada sumber air dan emas, di duniapun pasti ada keadilan dan kebenaran, diantara hubungan manusiapun pasti terdapat persahabatan dan kehangatan. Koleksi Kang Zusi Sekalipun kau tak bisa melihatnya, tak bisa mendengarnya dan tak bisa menemukannya, tak akan kau sangkal kehadiran mereka di dunia ini ! Asal kau mau untuk mempercayainya, suatu ketika kau pasti akan berhasil untuk menjumpainya. "Adakah manusia di dunia ini yang tak pernah mabuk?" Jawab yang paling tepat dari pertanyaan ini adalah: "Ada!" Orang yang tak pernah minum arak adalah orang yang tak pernah mabuk. . Asal kau minum, kau akan mabuk, bila kau minum terus tiada hentinya, tak bisa disangkal lagi kau pasti akan mabuk, itulah sebabnya Kwik Tay-lok juga menjadi mabuk. Kepala Kim Toa-say kelihatan seperti bergoyang-goyang terus tiada hentinya. Mendadak ia merasakan kalau Kim Toa-say sedikitpun tidak mirip seorang Toa-say, mendadak ia merasa dirinya barulah seorang jendral yang sesungguhnya, lagi pula jendral besar diantara jendral-jendral lainnya.... Kim Toa-say juga lagi memandang ke arahnya, tiba-tiba ia menegur sambil tertawa: "Kenapa sih kepalamu bergoyang terus tiada hentinya ?" Kwik Tay-lok segera tertawa terbahak-bahak. "Haahhh... haahh... heran amat kau ini, sudah jelas kepalamu sendiri yang sedang bergoyang tiada hentinya, masih menuduh kepala orang yang sedang bergoyang" "Siapakah orang yang kau maksudkan ?" "Yang dimaksudkan orang adalah aku." "Kalau sudah jelas dirimu, mengapa pula kau katakan orang ?" Kwik Tay-lok berpikir sebentar, kemudian menghela napas panjang, katanya: "Tahukah kau apakah yang menjadi penyakitmu terbesar ?" Kim Toa-say turut berpikir sebentar, kemudian balik bertanya: "Apakah aku minum arak terlalu banyak?" "Bukan minum arak terlalu banyak, adalah pertanyaanmu yang terlalu banyak, sehingga membuat orang hampir saja tak tahan." Mendengar itu, Kim Toa-say segera tertawa terbahak-bahak. (Bersambung Jilid : 24) Jilid 24 "HAAAHHH.... haaahhh.... haaahhh.... bagus, aku tak akan bertanya, aku bilang tak akan bertanya tak akan bertanya... tapi, bolehkah kuajukan pertanyaan yang paling akhir ?" Koleksi Kang Zusi "Tanyalah !" "Tahukah kau, apa sebabnya aku sampai datang kemari sekarang?" Kwik Tay-lok berpikir sebentar kemudian tertawa tergelak: "Aku lihat kau ini benar-benar sangat aneh, masa mau apa dirinya datang kemaripun tidak diketahui oleh dirinya sendiri dan sebaliknya malah di tanyakan kepadaku, aku toh bukan ular dalam perutmu, mana aku bisa tahu ?" Kim Toa-say seakan-akan tidak mendengar sama sekali terhadap apa yang dikatakannya itu, sinar matanya tertuju pada mangkok kosong yang berada di tangannya, sedang mukanya menunjukkan mimik wajah seperti setiap saat sudah siap akan menangis saja. Lewat lama kemudian, pelan-pelan dia baru berkata: "Selama berada di rumah aku telah melatih ilmu peluru berantaiku selama belasan tahun, dalam anggapanku kepandaian tersebut pasti bisa kugunakan untuk menghadapi Ong Hu-lui, siapa tahu jangankan orangnya, hanya anaknya saja tak mampu kuhadapi, aku..... aku...." Mendadak dia melompat bangun, seolah-olah juga ingin turut menerjang keluar, mencari tempat yang tak ada orangnya dan menangis tersedu-sedu.... "Tunggu sebentar !" tiba-tiba Kwik Tay-lok berpekik keras. "Apa lagi yang harus kutunggu ?" seru Kim Toa-say dengan mata melotot besar. "Apakah harus menunggu sampai kehilangan, muka untuk kesekian kalinya?" Sambil menuding ke arah peluru emas yang berada di dalam mangkuk di atas meja, Kwik Taylok berseru: "Kalau kau ingin pergi, maka lebih baik bawa serta barang-barangmu itu..." Isi mangkuk tersebut sebenarnya adalah Ang-sio-bak, tapi sekarang dia telah mempergunakannya sebagai tempat peluru emasnya. "Mengapa aku harus membawanya pergi?" seru Kim Toa say. "Bukankah barang-barang tersebut milikmu ?" "Siapa bilang milikku ? Kenapa tidak kau tanyakan kepada benda-benda tersebut, apakah dia she Kim ?" Kwik Tay-lok menjadi tertegun. Tiba-tiba Kim Toa-say tertawa tergelak lagi, katanya lebih jauh: "Benda-benda itu bukan Ang-sio-bak, juga bukan bakso, mau dimakan tak bisa, mau di gigit tak kuat, siapa yang menyukai benda semacam ini, dialah si cucu kura-kura ?" "Apakah selanjutnya kau tak akan menggunakan peluru berantai lagi untuk menghadapi orang ?" "Siapa yang memakai peluru berantai di kemudian hari, siapa pula cucu kura-kura !" Koleksi Kang Zusi Setelah tertawa tergelak, dengan sempoyongan dia menerjang keluar dari situ, ketika tiba di depan pintu, mendadak dia berpaling sambil berseru lagi: "Tahukah kau, apa sebabnya dahulu aku suka menggunakan peluru emas untuk menghajar orang ?" "Tidak tahu." "Karena emas adalah benda yang paling disukai setiap orang, bila menggunakan emas untuk memukul orang, orang lain pasti ingin menyambutnya untuk dilihat, dengan demikian mereka akan lupa untuk menghindarkan diri, untuk menyambut benda itu sudah barang tentu akan jauh lebih sulit daripada untuk menghindarinya, apalagi emas dapat membuat pandangan mata orang menjadi silau, oleh sebab itu barang siapa menggunakan emas sebagai senjata rahasianya, dia akan memperoleh keuntungan yang cukup besar didalam hal ini." "Sekarang, mengapa kau tak akan mempergunakannya lagi ?" Kim Toay-say berpikir sebentar, kemudian sahutnya: "Sebab siapa ingin mencari keuntungan, dia akan rugi, sedang rugilah baru merupakan suatu keberuntungan." "Tampaknya kau belum lagi mabuk, ucapanmu masih terdengar jelas sekali." kata Kwik Taylok sambil tertawa. Kontan saja Kim Toa-say melotot besar. "Tentu saja aku belum mabuk, siapa bilang aku sudah mabuk, siapa pula si cucu kura-kura." Akhirnya Kim Toa-say telah pergi. Dia memang tampak sedikitpun tidak mabuk, cuma mabuknya sudah mencapai delapan sembilan bagian saja. Bagaimana dengan Kwik Tay-lok ! Dia sedang mengawasi peluru emas di mangkuk dengan tertegun, lama kemudian dia baru menghela napas sambil bergumam: "Benda-benda yang berada di dunia ini memang aneh sekali, dikala kau sedang membutuhkannya, dia tak mau datang, namun dikala kau sudah tidak membutuhkannya, ia justru datang setumpuk, bayangkan saja tobat tidak ?" Seandainya kau berdiam di suatu tempat yang terpencil. Seandainya ditengah malam buta ada orang datang mengetuk pintumu dan berkata dengan sungkan: "Aku lelah haus, dan lagi sudah jauh dari tempat penginapan, aku ingin menginap semalam saja di sini dan minta air minum." Maka asal kau masih terhitung manusia, tentu kau akan berkata: Koleksi Kang Zusi "Silahkan masuk !" Kwik Tay-lok juga terhitung seorang manusia. Biasanya dia memang periang, suka menerima tamu, apalagi bila sedang minum arak, maka keriangannya sepuluh kali lipat lebih besar dari pada dihari-hari biasa. Sekarang dia sedang minum arak, tidak sedikit arak yang sedang diteguknya. Tak lama setelah Kim Toa-say pergi, dia mendengar ada orang mengetuk pintu, maka diapun berebut keluar untuk membukakan pintu. Orang yang mengetuk pintu itu sedang berkata kepadanya dengan amat sopan: "Aku lelah lagi haus dan lagi jauh dari rumah penginapan, bolehkah aku menginap semalam di sini dan minta air seteguk ?" Semestinya Kwik Tay-lok akan mengucapkan: "Silahkan masuk". Tapi justru kedua patah kata tersebut tak sanggup diutarakan keluar. Setelah berjumpa dengan orang itu, tenggorokannya seakan-akan tersumbat secara tiba-tiba, pada hakekatnya tak sepatah katapun yang sanggup diucapkan. Orang yang datang mengetuk pintu adalah seorang manusia berbaju hitam.... Orang itu memakai baju serba hitam, celana hitam sepatu hitam, wajahnya juga ditutup dengan secarik kain berwarna hitam, hanya sepasang matanya yang kelihatan bersinar terang, di belakang tubuhnya juga tersoren sebilah pedang panjang. Sebilah pedang panjang yang mencapai lima depa lebih. Di depan pintu tiada cahaya lentera. Dengan tenangnya orang itu berdiri di sana seakan-akan ciptaan dari kegelapan saja. Begitu berjumpa dengan orang itu, pengaruh arak di tubuh Kwik Tay-lok segera menjadi terang tiga bagian. Apalagi setelah menyaksikan pedang yang tersoren di punggung orang itu, pengaruh arak nya semakin hilang. Hampir saja dia tak tahan untuk menjerit tertahan. "Lamkiong Cho!" Sesungguhnya macam apakah manusia yang bernama Lamkiong Cho tersebut, ia sama sekali belum pernah melihatnya. Tapi orang ini sudah pasti bukan penyaruan dari Bwee Ji-ka. Koleksi Kang Zusi Walaupun dandanannya bahkan sampai pedang yang digembolnya persis seperti dandanan Bwee Ji-ka ketika sedang munculkan diri bersama si tongkat di depan warung makannya Moay Lokong tempo hari. Akan tetapi Kwik Tay-lok tahu dengan pasti bahwa orang ini bukan Bwee Ji-ka. Hal ini bukannya dikarenakan dia lebih tinggi sedikit atau lebih kurus sedikit daripada Bwee Jika.... sebetulnya karena apa, Kwik Tay-lok sendiripun merasa tidak begitu jelas. Ketika Bwee Ji-ka mengenakan baju berwarna hitam tersebut, seakan-akan membawa semacam hawa pembunuhan yang mengerikan dan mendirikan bulu roma orang. Sebaliknya orang ini tidak memilikinya. Dia tidak memiliki hawa pembunuhan, juga tidak memiliki hawa kehidupan, bahkan hawa apapun tidak dimilikinya, sepertinya kendatipun kau tendang tubuhnya, dia tak akan memperlihatkan reaksi apa-apa. Tapi Kwik Tay-lok berani menjamin, entah siapa saja itu orangnya tak akan berani menyentuh seujung jari tangannyapun. Biji matanya hitam dan jeli, tiada perbedaan khusus bila dibandingkan dengan orang-orang yang belajar ilmu silat pada umumnya. Tapi entah apa sebabnya asal dia memandangmu sekejap maka kau akan segera merasakan sekujur badannya menjadi tak sedap. Waktu itu dia sedang memperhatikan Kwik Tay-lok. Kwik Tay-lokpun segera merasakan sekujur badannya menjadi tak sedap, seperti orang yang baru mendusin dari pengaruh araknya setelah mabuk kepayang sehari semalam lamanya, peluh dingin membasahi telapak tangannya kepala seperti pusing tujuh keliling sehingga kalau bisa dia ingin memenggalnya dengan pisau. Orang berbaju hitam itu sedang memandang ke arahnya, jelas masih menantikan jawabannya, jelas masih menantikan jawabannya. Kwik Tay-lok sendiri seakan-akan sudah menjawab pertanyaan itu. Orang berbaju hitam itu tidak berkata apa-apa lagi, mendadak dia membalikan badan dan pelan-pelan berjalan. Langkah kakinya persis seperti pula orang yang lain, hanya saja dia berjalan dengan luar biasa lambannya, setiap maju melangkah, dia selalu memperhatikan ujung kakinya lebih dahulu, seakan-akan kuatir kalau langkah kakinya menginjak di tempat yang kosong dan terjungkal ke dalam percobaan, tapi lagaknya mirip pula seseorang yang takut menginjak mati seekor semut. Kalau dilihat dari caranya berjalan, mungkin sampai besok sorepun tak nanti bisa menuruni bukit tersebut. Tiba-tiba Kwik Tay-lok tak kuat menahan diri lagi, dia lantas berseru lantang: "Tunggu sebentar !" Koleksi Kang Zusi "Tak usah di tunggu lagi" jawab orang berbaju hitam itu tanpa berpaling lagi. "Kenapa ?" "Kalau toh tempat ini kurang leluasa, aku pun tak berani memaksanya lebih lanjut." Selesai mengucapkan perkataan itu, dia tak lebih baru berjalan dua langkah saja. Sambil tertawa Kwik Tay-lok lantas berkata. "Siapa bilang kalau tempat ini kurang leluasa ? Delapan ratus li disekitar tempat ini tak akan ada tempat yang suka menerima tamu seperti tempat ini, silahkan masuk, silahkan masuk !" Orang berbaju hitam itu masih ragu-ragu, lewat lama kemudian pelan-pelan dia baru berpaling. Kwik Tay-lok kembali menunggu cukup lama, setelah itu dia baru balik kembali ke depan pintu gerbang, katanya: "Kau menyuruh aku masuk ke dalam?" Diapun berbicara dengan suara yang sangat lamban, penggunaan kata-katapun amat sedikit, kalau orang lain harus membutuhkan sepuluh patah kata untuk menyelesaikan serangkai perkataan, maka dia paling banter hanya menggunakan enam tujuh patah kata saja. "Betul, silahkan masuk " kata Kwik Tay lok. "Tidak menyesal ?" Kwik Tay-lok segera tertawa: "Mengapa aku harus menyesal? jangankan kau hanya menginap semalam saja di sini, sekalipun ingin berdiam selama tiga atau lima bulanpun, kami tetap akan menyambutmu dengan segala senang hati." Kembali keriangan dan kehangatannya muncul kembali di wajah pemuda ini. "Terima kasih." Akhirnya dia masuk ke dalam halaman dengan langkah pelan, sorot matanya hanya memperhatikan jalanan yang terbentang di hadapannya, tempat yang lain hampir tidak diperhatikannya sama sekali. Yan Jit dan Ong Tiong sedang mengawasi orang itu dari balik jendela, mimik wajah kedua orang inipun sama-sama memperlihatkan rasa kaget bercampur tercengang. Orang berbaju hitam itu berjalan menelusuri serambi panjang dan berhenti. "Silahkan masuk untuk minum arak barang dua cawan!" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Tidak !" "Kau tak pernah minum arak?" "Kadangkala minum." Koleksi Kang Zusi "Kapan baru minum?" "Sehabis membunuh orang." Kwik Tay-lok menjadi tertegun, segera gumamnya: "Kalau begitu, lebih baik kau tak usah minum arak saja." Kemudian dia sendiripun merasa geli sekali setelah membayangkan kembali perkataannya itu. Kwik sianseng ternyata menganjurkan orang jangan minum arak, baru pertama kali ini dia berbuat demikian. Orang berbaju hitam itu berdiri didalam serambi dan tidak bergerak lagi. "Dibagian belakang sana terdapat kamar tamu, kalau memang tak ingin minum arak, silahkan masuk ke dalam." kata Kwik Tay-lok. "Tidak usah." "Tidak usah ?" seru Kwik Tay-lok lagi agak tertegun, "tak usah apa maksudmu ?" "Tak usah menuju ke kamar tamu." "Masa kau ingin tidur di sini ?" "Benar !" Agaknya dia merasa segan untuk mengajak Kwik Tay-lok berbicara lagi, pelan-pelan dia memejamkan matanya dan bersandar di atas sebuah tiang di depan ruang serambi. Tak tahan Kwik Tay-bok berseru lagi: "Kalau memang kau ingin tidur di sini, kenapa tidak berbaring di lantai....?" "Tidak usah." "Tidak usah berbaring ?" "Benar." "Apakah kau..... kau hendak tidur sambil berdiri?" "Benar." Kwik Tay-lok tak bisa berbicara lagi, kalau dilihat dari perubahan mimik wajahnya itu maka seakan-akan dia sedang menyaksikan seekor kuda yang pandai berbicara.... "Kuda tak bisa berbicara !" "Tapi hanya kuda yang tidur berdiri." "Apakah dia seekor kuda ?" Koleksi Kang Zusi "Bukan." "Menurut pendapatmu siapakah orang itu." "Lamkiong Cho !" Yan Jit manggut-manggut, baru pertama kali ini dia menyetujui dengan pendapat dari Kwik Tay-lok. Orang berbaju hitam itu bersandar di atas tiang penyanggah ditengah serambi, dia seakanakan betul-betul sudah tertidur, tubuhnya seakan-akan pula tonggak kayu penyanggah tersebut, mana lurus, tegak, dingin, kaku, tanpa reaksi dan tanpa perasaan. Kwik Tay-Iok menghela napas, katanya: "Andaikata orang ini bukan Lamkiong Cho, di dunia ini mungkin tiada orang lain lagi yang dinamakan Lamkiong Cho." Tiba-tiba Ong Tiong berkata: "Entah dia itu kuda juga boleh, Lamkiong Cho juga boleh, kedua-duanya tiada sangkut paut apapun dengan kita." "Ada !" kata Kwik Tay-lok. "Hubungan apa?" "Manusia seperti Lamkiong Cho, tak mungkin dia akan kemari, jika tanpa suatu tujuan." "Kenapa dia tak boleh kemari?" "Kenapa pula dia harus kemari ?" "Setiap macam manusia, bila malam sudah tiba, ia pasti akan mencari tempat untuk tidur." "Jadi kau menganggap dia datang untuk tidur ?" "Sekarangpun dia sedang tidur." "Tidur macam begini bisa dilakukannya di tempat manapun juga, mengapa ia justru datang kemari dan tidur di sini ?" "Terlepas apakah tujuan kedatangannya, tapi yang jelas pada saat ini ia sedang tidur, maka dari itu...." "Maka dari itu kenapa ?" "Maka dari itu kitapun harus pergi tidur." Inilah keputusan yang diambilnya. Maka dari itu diapun pergi tidur. Koleksi Kang Zusi Bila Ong Tiong sudah mengatakan akan pergi tidur, maka apapun yang kau suruh dia lakukan, tak mungkin akan dia lakukan dengan begitu saja.... Namun Kwik Tay-lok masih berdiri di depan jendela dan mengawasi orang baju hitam. "Mengapa kau tidak pergi tidur ?" Yan Jit segera menegur. "Aku ingin tahu, apakah dia benar-benar bisa tidur, bisa tidur berapa lama ?" Sambil menggigit bibir Yan Jit berseru: "Tapi kamar ini toh kamarku, aku hendak tidur." "Tidur saja di situ, aku toh tak akan membangunkan dirimu." "Tidak bisa." "Kenapa tidak bisa ?" "Bila ada orang lain didalam kamarku, aku tidak bisa tidur." Kwik Tay-lok segera tertawa. "Bila kau mempunyai bini di kemudian hari, apakah kau juga akan mempersilahkan dirinya untuk tidur didalam kamar lain ?" Paras muka Yan Jit kelihatan agak memerah, dengan mata mendelik dia membentak: "Dari mana kau bisa tahu kalau aku pasti akan mempunyai bini ?" "Sebab di dunia ini hanya terdapat dua macam manusia yang tak akan mempunyai bini." "Dua macam manusia apa saja ?" "Pertama adalah hwesio dan kedua adalah seorang banci yang laki tidak laki, perempuan tidak perempuan, tentunya kau tidak termasuk kedua macam jenis manusia itu bukan?" Yan Jit kelihatan agak merah, lalu serunya: "Sekalipun aku akan mencari bini, juga tak akan mencari seorang lelaki busuk macam kau." Sebenarnya dia merasa agak marah, tapi entah mengapa, sebelum ucapan itu selesai di ucapkan, paras mukanya malah sudah berubah menjadi memerah lebih dulu. Mendadak Kwik Tay-lok menarik tangannya sambil berbisik: "Coba kau lihat, apakah yang berada di atas dinding itu ?" Baru saja Yan Jit akan melepaskan diri dari cekalannya, ia telah menyaksikan ada sebuah batok kepala yang menongol keluar dari balik dinding di seberang sana. Malam sudah semakin kelam. Iapun tidak sempat melihat jelas bagaimanakah tampang wajah orang itu, hanya terasa olehnya ada sepasang mata yang tajam dan bersinar terang sedang celingukan kesana kemari. Koleksi Kang Zusi Untung saja di dalam ruangan tak ada lampunya, maka orang itupun tidak sempat melihat mereka. Sesudah celingukan sekejap di sekeliling tempat itu, mendadak dia menarik kembali kepalanya. Kwik Tay-lok segera tertawa dingin bisiknya: "Coba kau lihat, dugaanku tak salah bukan, selain orang ini tidak mengandung maksud baik, lagi pula bukan hanya dia seorang yang datang kemari." "Kau anggap dia datang lebih dulu ke tempat ini sebagai seorang mata-mata ?" "Sudah pasti begitu." Meskipun orang berbaju hitam itu masih berdiri di sana, namun tubuhnya sama sekali tak berkutik, namun Yan Jit pun tanpa terasa di bikin terpesona untuk mengawasinya. Belum juga ada suatu gerakan apapun. Semakin tiada suatu pergerakan, kadangkala hal mana justru merupakan suatu ancaman yang mengerikan. Sekalipun Yan Jit benar-benar ingin tidur mungkin dia akan melupakan keinginannya itu sekarang. Entah berapa saat kemudian, mendadak terdengar Kwik Tay-lok bergumam seorang diri: "Heran, heran, sungguh mengherankan." "Apanya yang mengherankan ?" "Kenapa badanmu sama sekali tidak bau busuk ?" Sekarang Yan Jit baru merasa kalau dia berdiri begitu dekatnya dengan Kwik Tay-lok sehingga hampir saja bersandar di dalam rangkulan Kwik Tay-lok. Untung saja didalam kamar tiada cahaya lampu, sehingga tak terlihat bagaimanakah mimik wajahnya ketika itu. Dengan cepat dia mundur dua langkah, kemudian katanya sambil menggigit bibir: "Dapatkah aku tidak bau busuk ?" "Tidak dapat" "Kenapa ?" "Sebab aku tidak pernah melihat kau mandi, juga tak pernah menyaksikan kau berganti pakaian, semestinya badanmu baunya busuk setengah mati" "Takut?" Koleksi Kang Zusi "Kentut lebih busuk lagi baunya" serta Kwik Tay-lok sambil tertawa. Dengan gemas Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, dia seperti ingin sekali menampar wajahnya, untung saja pada saat itu terlihat ada sesosok bayangan manusia yang berke-lebat lewat di luar dinding pekarangan de-ngan suatu gerakan yang enteng dan cepat. Tentu saja orang itu tidak bisa melayang sedemikian cepatnya, tapi kenyataannya dia sangat enteng, sekali melompat tiga kaki bisa dilampaui, sewaktu mencapai di atas tanah, juga tidak menimbulkan suara barang sedikitpun juga. Bukan saja badannya sangat enteng, diapun luar biasa kurus kecilnya, sehingga pada hakekatnya tidak jauh berbeda dengan perawakan tubuh seorang bocah. Namun di atas wajahnya telah tumbuh jenggot yang cukup panjang, bahkan hampir bersatu dengan rambutnya yang awut-awutan tak karuan, sebagian besar wajahnya tertutup semua sehingga hanya kelihatan sepasang matanya yang jauh lebih licik dari pada sepasang mata rase tua. Dia celingukan kembali di sekeliling tempat itu, akhirnya sorot mata tersebut terhenti di atas wajah manusia berbaju hitam itu. Si orang berbaju hitam itu masih juga belum bergerak, sepasang matanya juga sama sekali tidak dipentangkan. Mendadak kakek ceking tadi menggerakkan tangannya memberi tanda, dari luar dinding pekarangan segera melayang masuk kembali tiga sosok bayangan manusia. Ketiga orang ini mempunyai perawakan badan yang tinggi besar, namun ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya tidak lemah, ketiga orang itu semuanya mengenakan pakaian ringkas berwarna hitam gelap, ditangan masing-masingpun menggembol senjata tajam. Orang pertama menggunakan senjata Poan-koan-pit, orang kedua menggunakan pedang berbentuk busur, sedang orang ketiga menggunakan tombak berantai panjang, sebaliknya si kakek ceking itu menggunakan sepasang senjata gelang.. Ke empat macam senjata itu merupakan senjata-senjata luar biasa yang tajam dan sukar untuk digunakan. Biasanya orang yang bisa menggunakan senjata rahasia aneh semacam itu pasti memiliki ilmu silat yang luar biasa.. Namun orang berbaju hitam itu masih berdiri tak berkutik di situ, bahkan sedikit reaksi pun tak ada. Sikap ke empat orang itu menjadi tegang sekali, sepasang matanya mengawasi tubuh orang berbaju hitam itu tanpa berkedip, kemudian selangkah demi selangkah dia maju mendekatinya, jelas setiap saat mereka mungkin akan melancarkan serangan mematikan yang akan merenggut selembar jiwanya. Kwik Tay-lok memandang sekejap ke arah Yan Jit, katanya: "Ternyata mereka tidak berasal dari satu aliran yang sama" Yan Jit segera manggut-manggut. Koleksi Kang Zusi Kedua orang itu sama-sama tak berkutik ditempat persembunyiannya, sementara dalam hatinya mempunyai tekad yang sama, mereka ingin tahu bagaimana caranya ke empat orang pencoleng tersebut menghadapi si orang berbaju hitam yang misterius tersebut. Siapa tahu pada saat itulah pintu gerbang dibuka orang. Sebetulnya Kwik Tay-lok masih ingat dengan jelas kalau pintu gerbang itu sudah dikunci dari dalam, sekarang entah apa sebabnya ternyata bisa membuka sendiri tanpa menimbulkan sedikit suarapun. Seseorang yang menggunakan jubah panjang berwarna hijau, sambil menggoyangkan kipasnya sambil berjalan masuk ke dalam. Ia mengenakan baju yang amat mewah dan perlente, sikapnya amat santai, sikapnya persis seperti seorang kongcu yang gemar pelesiran. Akan tetapi, ketika Kwik Tay-lok memperhatikan raut wajahnya itu, dia menjadi terperanjat sekali. Pada hakekatnya raut wajah kongcu tersebut bukan raut wajah seorang manusia, bahkan topeng setan yang berada dalam kuil kaum Lhama di wilayah Tibet pun tak akan menakutkan seperti wajah orang ini. Sebab raut wajah tersebut benar-benar merupakan selembar wajah yang hidup, lagi pula muka itu sama sekali tidak berperasaan. Semacam raut wajah yang membikin orang menjadi terkesiap dan ngeri setelah melihatnya apalagi berada di tengah kegelapan malam seperti sekarang ini. Andaikata Kwik Tay-lok tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, ia tak akan percaya kalau di dunia ini terdapat seorang manusia yang memiliki raut wajah sedemikian buruk dan menakutkannya. Sampai detik itu, ternyata ke empat orang manusia bersenjata aneh itu masih belum merasakan kehadiran seorang manusia lagi ditempat itu. Langkah kaki dari orang berbaju hijau itu enteng sekali sehingga seakan-akan tidak menempel di atas permukaan tanah, dengan enteng sekali dia melayang ke belakang punggung orang yang bersenjata poan-koan-pit itu, lalu menjawil bahu orang itu dengan kipasnya. Seperti seekor kelinci yang kena di panah, dengan terperanjat orang itu melejit ke udara karena kaget, kemudian berjumpalitan beberapa kali dan melayang turun disamping kakek ceking tersebut. Sekarang mereka baru tahu kalau ada seorang manusia berbaju hijau telah muncul di tempat itu, rasa kaget bercampur ngeri dengan cepat menghiasi raut wajah mereka. Kwik Tay-lok dan Yan Jit kembali saling berpandangan mata. "Ternyata orang-orang itu bukan berasal dari satu aliran yang sama" Koleksi Kang Zusi Orang-orang itu seperti lagi memerankan suatu sandiwara bisu saja, tiada seorang manusiapun yang bersuara, tapi segala sesuatunya berlangsung amat misterius dan merangsang perasaan. Orang berbaju hijau itu masih menggoyangkan kipasnya, sedang sikap yang amat santai. Sedang ke empat orang manusia bersenjata aneh itu kelihatan semakin menegang, senjata tajam yang mereka pegangpun digenggam semakin kencang. Tiba-tiba orang berbaju hijau itu menggunakan kipasnya kemudian ke arah mereka lalu, menuding pula keluar pintu. Artinya mereka dipersilahkan untuk meninggalkan tempat itu. Ke empat orang manusia yang bersenjata aneh itu saling berpandangan sekejap, kakek itu menggertak bibirnya lalu menggelengkan kepalanya, sedangkan gelangnya dipakai untuk menuding ke arah gedung tersebut, lalu menuding pula ke arah diri sendiri. Artinya: "Tempat ini merupakan wilayah operasi kami, kami tak akan keluar dari sini." Tiba-tiba manusia berbaju hijau itu tertawa. Siapa saja tak mungkin akan bisa menyaksikan senyuman semacam ini. . Siapa saja yang menyaksikan senyuman semacam itu, maka bulu kuduknya pasti berdiri semua. Ke empat orang bersenjata aneh itu mulai menggerakkan langkah kakinya dan berdiri menjadi satu, peluh dingin membasahi seluruh tubuh mereka.... Sekali lagi orang berbaju hijau itu menuding ke arah senjata mereka seakan-akan sedang berkata: "Lebih baik kalian maju bersama saja !" Ke empat orang itu saling berpandangan sekali lagi seperti telah bersiap sedia untuk turun tangan, tapi pada saat itulah si orang berbaju hijau itu tahu-tahu sudah berada di hadapan mereka. Dengan mempergunakan kipasnya dia mengetuk kepala orang yang bersenjata tombak berantai itu dengan pelan. Ketukan tersebut kelihatannya tidak terlalu keras. Akan tetapi orang itu segera roboh terkapar di atas tanah dengan tubuh yang lemas sekali, sebuah batok kepalanya yang besar dan keras kini sudah hancur berantakan, darah dan isi benak berhamburan kemana-mana tampak mengerikan sekali dalam kegelapan malam yang mencekam. Ketika orang itu roboh terkapar, si orang yang bersenjata pedang berbentuk busur telah melepaskan sebuah tusukan kilat ke arah dada orang berbaju hijau itu. Serangan pedangnya itu enteng, gesit, licin, buas dan cepat. Tapi sayang orang berbaju hijau itu bergerak jauh lebih cepat lagi. Koleksi Kang Zusi Tahu-tahu tangannya digerakkan ke depan, kemudian terdengar "Kreek !" dan selanjutnya terdengar suara "Kreek !" sekali lagi. "Triiing...!" Pedang berbentuk busur itu sudah patah dan terjatuh ke tanah, sedangkan tulang pergelangan tangannya juga kena diremuk sehingga tinggal selapis kulit saja. Sebenarnya dia masih berdiri tegak ditempat itu, akan tetapi setelah menyaksikan keadaan dari tangannya itu, mendadak ia jatuh tak sadarkan diri. Semua kejadian itu berlangsung dalam sekejap mata. Dalam pada itu kedua orang itu lainnya sudah dibikin ketakutan setengah mati sehingga paras mukanya berubah menjadi pucat pias seperti mayat, sepasang kaki menggigil keras tiada hentinya. Untung saja kakek itu masih sanggup untuk menahan diri, mendadak dia membungkukkan badannya di hadapan orang berbaju hijau itu, kemudian menuding ke luar pintu dengan senjata gelangnya. Siapapun dapat melihat kalau dia sudah menyerah kalah dan bersiap-siap untuk meninggalkan tempat itu. Orang berbaju hijau itu segera tertawa, kemudian manggut-manggut berulang kali. Kedua orang itu segera menggotong mayat kedua orang rekannya dan buru-buru keluar dari situ dengan langkah lebar. Siapa tahu, baru saja mereka tiba di luar pintu, orang berbaju hijau itu sudah berkelebat ke depan dan tahu-tahu telah tiba di luar pintu. Apa yang kemudian terjadi di luar pintu tidak sempat dilihat oleh Kwik Tay-lok, dia hanya mendengar dua kali jeritan ngeri yang menyayat hati bergema memecahkan keheningan. Menyusul kemudian ada dua macam benda yang di lempar masuk dari luar pintu, itulah sepasang senjata poan-koan-pit serta sepasang senjata gelang baja. Tapi senjata poan-koan-pit tersebut telah patah menjadi empat bagian, sedangkan gelang baja itupun sudah melengkung tak karuan bentuknya, sehingga sama sekali tidak berbentuk gelang lagi. Kwik Tay-Iok segera menghembuskan napas dingin, ia lantas berpaling memandang Yan Jit. Yan Jit sendiripun menunjukkan perasaan kaget bercampur ngeri yang amat tebal. Bukan saja orang berbaju hijau itu memiliki ilmu silat yang luar biasa lihaynya, diapun seorang gembong iblis berhati sesat yang buas keji dan tidak berperi-kemanusiaan. Yang paling menakutkan adalah caranya membunuh orang, pada hakekatnya seperti orang lagi memotong sayur saja. Setiap orang yang sempat menyaksikan caranya membunuh orang, tak ingin mengucurkan keringat dinginpun tak bisa. Koleksi Kang Zusi Tapi orang berbaju hitam itu masih tetap berdiri tak berkutik ditempat semula, sekalipun pembunuhan kejam sedang berlangsung di depan matanya, namun sama sekali tiada reaksi apapun darinya. Seakan-akan kendatipun semua orang yang ada di dunia ini mati semua pun, dia tak akan memperlihatkan reaksi apapun. Sementara itu, si orang berbaju hijau itu sudah berjalan masuk kembali ke dalam halaman dalam dengan langkah yang santai, kipasnya digoyangkan pelan-pelan, sikapnya yang begitu tenang seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu apapun di sana. Bila orang yang bisa melihat kalau barusan saja dia habis membunuh empat orang sekaligus maka hal ini merupakan suatu kejadian yang aneh sekali. Dengan sengaja tak sengaja dia melirik sekejap ke arah daun jendela dimana Kwik Tay-lok sekalian berada, namun langkahnya masih dilanjutkan langsung menuju ke hadapan orang berbaju hitam itu. Di depan beranda terdapat beberapa sap undak-undakan batu. Ia naik sampai undak-undakan tingkat ke dua, lalu berhenti dan mengawasi orang berbaju hitam itu tanpa berkedip. Mendadak Kwik Tay-lok menyaksikan orang berbaju hitam itu entah sedari kapan telah membuka sepasang matanya, waktu itu diapun sedang mengawasi wajahnya: Kedua orang itupun saling berpandangan tanpa berkedip, tampaknya memang agak aneh dan menggelikan. Akan tetapi Kwik Tay-lok sama sekali tidak merasa geli, malahan telapak tangannya sudah basah oleh keringat. Bukan telapak tangan saja, bahkan sekujur badannya telah bermandikan keringat dingin. Kembali lewat beberapa saat lamanya mendadak orang berbaju hijau itu berkata: "Barusan si burung jahat Khong Tong telah membawa saudara-saudaranya berkunjung kemari" Inilah untuk pertama kalinya dia berbicara, ternyata bukan saja sikapnya amat santai dan romantis, nada suaranya juga kedengaran enak didengar.... Asal tidak memperhatikan raut wajahnya, tapi hanya mendengar suaranya dan melihat gayanya, dia benar-benar seorang kongcu yang amat menarik hati. "Hm !" orang berbaju hitam itu mendengus. "Aku kuatir mereka telah mengganggu impianmu yang indah, maka dari itu telah ku usir orangorang itu." "Hmm !" "Apakah kau sudah tahu kalau mereka akan datang kemari, maka sengaja mendahuluinya untuk menunggu kedatangan mereka di sini?" Koleksi Kang Zusi "Mereka masih belum pantas !" "Benar, orang-orang itu memang belum pantas untuk menyuruhmu turun tangan sendiri, tapi siapa yang sedang kau nantikan ?" "Kui kongcu !" Orang berbaju hijau itu segera tertawa. "Aaah.... tak kusangka kau begitu memandang tinggi diriku, hal ini benar-benar merupakan suatu kebanggaan bagi kami." Ternyata orang ini bernama Kongcu setan. Kwik Tay-lok merasa nama tersebut memang cocok sekali dengan kenyataannya. Tapi siapa pula orang berbaju hitam ini? Apakah dia adalah Lamkiong Cho ? Kenapa dia harus menantikan kedatangan Kui-kongcu tersebut di tempat ini ? Terdengar si Kongcu setan berkata lagi: "Kalau toh kau bisa menantikan kedatanganku di sini, apakah kau sudah mengetahui pula maksud kedatanganku ?" "Hm !" "Dulu kita pernah saling bersua, kedua belah pihak selalu teramat sungkan." "Kau memang sungkan." "Benar, aku tentu saja bersikap sungkan kepadamu." kata kongcu setan sambil tertawa. "Tapi kau justru pernah memberi kesulitan bagiku." "Hmm !" "Kali ini aku berharap kita bisa berjumpa dengan sungkan dan berpisah lagi dengan sungkan." "Hmm !" "Aku hanya ingin mengajukan beberapa buah pertanyaan saja kepada tuan rumah di sini, kemudian segera pergi." "Tidak boleh !" "Hanya menanyakan dua patah kata ?" "Tidak boleh ?" Koleksi Kang Zusi Ternyata sikap Kui kongcu masih juga amat sungkan, katanya kemudian sambil tersenyum: "Kenapa tidak boleh, apakah kau adalah sahabatnya tuan rumah gedung ini ?" "Bukan." ""Tentu saja bukan." seru Kui-kongcu sambil tertawa, "kau seperti juga aku, selamanya tak pernah mempunyai teman." "Hmm !" "Kalau toh mereka bukan temanmu, kenapa kau harus mencampuri urusan ini ?" "Sebab aku telah mengurusinya !" Mencorong sinar tajam dari balik mata Kui kongcu, serunya kembali: "Apakah kaupun mempunyai tujuan yang sama dengan diriku." "Hmm !" "Uang milik Cui-mia-hu apakah berada di sini atau tidak masih merupakan suatu tanda tanya besar, mengapa belum apa-apa kita harus ribut lebih dahulu ?" "Enyah kau dari sini !" "Aku tak akan enyah dari sini." Kui kongcu masih juga tertawa. "Kalau tidak enyah berarti mampus !" "Siapa hidup siapa mati masih suatu tanda tanya besar, kenapa pula kau mesti turun tangan ?" Tampaknya dia sama sekali tidak mempunyai kobaran api amarah dalam hatinya, selalu bersikap acuh tak acuh dan seenaknya sendiri. Entah siapa pun yang memandang sikapnya itu, tak akan dijumpai sikap seorang yang siap melancarkan serangan. Tapi Kwik Tay-lok serta Yan Jit yang berada di balik jendela sebelah sana mendadak berseru hampir bersama: "Coba lihat, orang itu hendak turun tangan." Betul juga, belum habis perkataan itu diucapkan, Kui-kongcu benar-benar telah melancarkan serangan. Tapi pada saat yang bersamaan pula, orang berbaju hitam itu sudah mengangkat tangannya dan menggenggam gagang pedang di atas bahunya. Kedua belah tangannya yang terangkat ke atas menyebabkan pertahanan tubuh bagian depannya menjadi sama sekali terbuka lebar, seperti sebuah kota benteng tanpa penjagaan yang siap menantikan serbuan pasukan musuh. Senjata kipas milik Kui kongcu itu sebenarnya menggunakan jurus Poan-koan-pit untuk menotok jalan darah Hian-ki-hiat di atas dada lawan, tapi pada saat itulah mendadak kipas Koleksi Kang Zusi tersebut direntangkan, kemudian dengan menggeser ke samping, langsung menusuk tenggorokan dari arah bawah perut. Perubahan semacam itu tampaknya saja seperti tiada sesuatu keistimewaan apapun, padahal diantara gerakan tersebut justru terjadi perubahan yang drastis sekali, selain arah sasaran, jurus serangan mengalami perubahan besar, malah senjata kipas yang digunakanpun seakan-akan telah berubah menjadi sejenis senjata yang lain. Tindakan tersebut membuat serangan yang semula berupa totokan menjadi suatu sapuan kilat, serangan yang mengarah suatu tempatpun berubah menjadi suatu sapuan. Sedemikian sempurna dan luar biasanya perubahan itu membuat pihak lawan sama sekali tidak menduganya. Waktu itu si orang berbaju hitam itu masih bersandar di atas tonggak penyanggah, tempat itu pada dasarnya merupakan suatu sudut mati yang tak mungkin bisa dipakai untuk berkelit. Apalagi sepasang tangannya terangkat ke atas semua sehingga pertahanan bagian depannya sama sekali terbuka, asal orang yang mengerti akan ilmu silat, sudah pasti tak akan memilih posisi seperti itu, apalagi memilih gaya pertahanan semacam itu. Pedangnya enam depa panjangnya, dalam keadaan demikian mustahil ia sanggup untuk mencabut keseluruhannya. Bagi orang lain, mungkin hal mana sulit untuk dilakukan sebagaimana mestinya. Namun orang berbaju hitam itu benar-benar memiliki kelebihan yang luar biasa. Bila seseorang sampai memilih suatu posisi yang begitu jelek serta suatu gaya serangan yang begitu jelek untuk bertarung melawan orang, bila ia bukan seorang manusia tolol, itu berarti dia mempunyai suatu cara istimewa untuk menghadapinya. Sewaktu kipas Kui kongcu menyambar ke depan, tiba-tiba orang berbaju hitam itu memutar badannya dengan merubah posisinya berhadapan dengan tonggak penyanggah, seakan-akan dia hendak berpelukan dengan tonggak tersebut. Walaupun serangan pertama yang amat dahsyat tersebut berhasil dihindari, tapi sekarang justru punggungnya malah sama sekali terbuka. Cara semacam ini boleh dibilang luar biasa bodohnya. Jangankan orang lain, bahkan Kui kongcu sendiripun dibikin tertegun oleh sikap musuhnya itu. Sejak terjun ke arena dunia persilatan sampai sekarang, paling tidak sudah dua tiga ratus kali dia bertarung melawan orang, tentu saja diantara kawanan jago yang pernah dihadapinya terdiri dari beraneka ragam manusia, ada yang lihay, ada pula yang tidak lihay. Tapi manusia bodoh semacam itu, boleh dibilang baru dijumpai untuk pertama kalinya. Siapa tahu, pada saat itulah mendadak orang berbaju hitam itu mendorong tonggak kayu itu sekuat tenaga, sepasang kakinya pun bersamaan waktunya di jejakkan ke atas tonggak kayu, bagian perutnya ditarik ke belakang sementara pinggulnya menonjol ke belakang. Secepat sambaran kilat orang itu menyusup ke belakang, seluruh badannya tiba-tiba terpatah menjadi dua bagian sehingga bagian kaki dan tangannya menjadi menempel satu sama lainnya. Koleksi Kang Zusi Pada saat itulah cahaya pedang berkelebat lewat. Sebilah pedang yang enam depa panjangnya itu tahu-tahu sudah diloloskan dari dalam sarungnya. Cara meloloskan pedang semacam itu bukan cuma aneh saja, bahkan terasa luar biasa sekali. Ketika Kui kongcu berputar badan siap melancarkan sergapan, mendadak ia menemukan ujung pedang lawan telah tertujukan di atas dadanya. Sekujur badan orang berbaju hitam itu hampir semuanya berada di belakang pedang itu, bahkan setitik tempat kosongpun tidak ditemukan.. Suatu cara yang terbodoh secara tiba-tiba saja berubah menjadi suatu cara yang jitu dan mematikan. Secara tiba-tiba pula Kui Kongcu menemukan bahwa ia sama sekali tidak memiliki kesempatan lagi untuk melancarkan serangan balasan. Terpaksa dia harus mundur, badannya berkelebat dan mundur ke belakang tonggak kayu itu. Tonggak kayu itu berbentuk bulat, sedang pedang si orang berbaju hitam itu amat panjang, tak mungkin ia akan mengitari tonggak kayu tersebut untuk mengejar dirinya. Asal dia menempelkan badannya di belakang tonggak kayu itu, maka tak mungkin pedang si orang berbaju hitam itu dapat menusuk tubuhnya. Dengan demikian diapun bisa menunggu kesempatan kedua untuk melancarkan serangan yang mematikan. Itulah taktik mencari kemenangan ditengah kekalahan, suatu taktik mencari hidup di tengah kematian, biasanya taktik semacam itu luar biasa sekali hasilnya. Kui Kongcu menempelkan badannya di atas tonggak kayu sambil menunggu orang berbaju hitam itu memutar ke hadapannya. Akan tetapi orang berbaju hitam yang berada di ujung tonggak lain sama sekali tidak memberikan reaksi apapun juga. Apakah dia pun sedang menunggu kesempatan ? Diam-diam Kui kongcu menghembuskan napas lega, ia tidak takut menunggu, tidak takut mengulur waktu, pokoknya sekarang dia sudah berada pada posisi yang tak terkalahkan. Bila orang berbaju hitam itu ingin melancarkan serangan, maka dia harus memutar satu lingkaran besar, sedangkan ia sendiri asal menempel di atas tonggak kayu dengan membuat suatu geseran kecil saja maka serangan akan bisa dihindari. Lagi pula dalam penggunaan tenaga, selisih diantara mereka hampir mencapai tiga empat kali lipat. Maka tak akan menunggu terlampau lama lagi, kekuatan tubuh orang berbaju hitam itu pasti akan bertambah lemah, itu berarti kesempatan baginya telah tiba. Koleksi Kang Zusi Perhitungan tersebut sudah dia susun dengan rapi dan sangat jelas, maka dari itu dia pun merasa lega sekali. Mendadak ia mendengar suara ketukan pelan di belakang tonggak kayu itu, seperti ada burung sedang mematuk dahan kayu. Ia sama sekali tidak memperhatikannya dengan serius... Tapi, pada saat itulah mendadak dia merasakan punggungnya menjadi dingin sekali. Menanti dia merasakan keadaan yang tidak menguntungkan, tahu-tahu sebuah benda yang keras, dingin, dan kaku telah menembusi punggungnya. Menyusul kemudian dia menyaksikan ada semacam benda yang menembusi ke luar dari depan dadanya. Itulah ujung pedang yang bersinar hitam. Darah segar meleleh keluar dari ujung pedang tersebut dan membasahi seluruh permukaan tanah. Bila secara tiba-tiba kau menyaksikan ada sebuah ujung pedang menembus keluar dari dadamu, bagaimanakah perasaanmu ketika itu? Perasaan tersebut jarang sekali ada yang bisa ikut merasakannya. Ketika menyaksikan ujung pedang tersebut, mimik wajah Kui kongcu seakan-akan menjadi kaget bercampur tercengang, tapi seperti pula sedang menyaksikan suatu kejadian yang sangat aneh dan menarik hati. Dengan termangu-mangu ditatapnya benda itu tak berkedip, kemudian secara tiba-tiba wajahnya berubah menjadi kaku, mengejang keras dan diliputi perasaan ngeri, mulutnya terbuka lebar seperti hendak berteriak dengan sepenuh tenaga. Namun tiada suara yang bisa keluar lagi, secara tiba-tiba sekujur badannya menjadi dingin dan kaku. Hampir seluruhnya menjadi beku. Dilihat dari kejauhan sana, seperti lagi termenung sambil mengawasi ujung pedang yang menembusi dadanya. Darah kental masih meleleh keluar tiada hentinya dari ujung pedang tersebut. Menetesnya makin lambat, makin lama semakin lambat. Orangnya masih tetap mempertahankan posisi semula semacam posisi yang tak dapat dilukiskan keseraman serta kengeriannya. Yan Jit melengos ke arah lain, ia tak tega untuk memandangnya lebih jauh. Kwik Tay-lok sendiri, walaupun sepasang matanya terbelalak lebar-lebar, padahal dia sendiripun tidak menyaksikan apa-apa. Koleksi Kang Zusi Adegan seram yang terjadi barusan telah membuatnya menjadi tertegun dan seperti kehilangan sukma. Dengan jelas sekali dia menyaksikan orang berbaju hitam itu menghimpun tenaganya lalu menusuk tonggak kayu itu dengan pedangnya. Diapun menyaksikan dengan amat jelas, ujung pedang itu menembusi tonggak kayu dan tibatiba tembus sampai di depan dada Kui kongcu. Ia benar-benar tidak percaya kalau apa yang disaksikannya itu merupakan suatu kenyataan. Kedengarannya mungkin susah untuk dipercaya, tapi bila kau menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, maka hal mana justru sukar untuk dipercayai. Pedang apakah itu? Dan ilmu pedang apa pula yang dipergunakannya ? Kwik Tay-lok menghela napas panjang. Menanti matanya dapat melihat benda lagi, ia saksikan entah sedari kapan orang berbaju hitam itu telah mencabut keluar pedangnya. Tapi tubuh Kui kongcu masih berada di ujung pedangnya. Waktu itu orang berbaju hitam tersebut sedang menggunakan ujung pedangnya untuk menahan mayat Kui kongcu dan pelan-pelan berjalan keluar dari sana. Seorang manusia berbaju hitam yang tidak terlihat raut wajahnya menggembol sebilah pedang yang panjangnya enam depa. Mata pedang tersebut bersinar hitam dan membawa sesosok mayat manusia berbaju hijau yang telah menjadi kaku. Udara malam amat bersih, suasana dalam ruangan amat hening. Seandainya apa yang tertera di depan mata hanya suatu lukisan belaka, maka siapa saja yang menyaksikan lukisan tersebut sudah pasti akan merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri. Apalagi semua peristiwa tersebut bukan hanya suatu lukisan belaka. Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasa kedinginan, ia ingin mencari sebuah mantel untuk menutupi badannya. Dia hanya berharap apa yang terjadi pada malam ini tak lebih hanya suatu impian buruk belaka. Sekarang, ia telah mendusin dari impian tersebut. Orang berbaju hitam itu telah pergi, di dalam halaman tiada seorang manusiapun. Masih tetap di dalam halaman yang sama dan malam yang sama pula. Kwik Tay-lok menghela napas panjang, gumamnya: "Bila orang-orang yang datang berkunjung sekarang bisa mengetahui apa yang baru terjadi ditempat ini, aku akan memujinya setinggi langit...." Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba Ong Tiong bertanya: "Apa sih yang telah terjadi di sini ?" "Masa kau tidak tahu ?" "Tidak tahu." "Apakah tadi tak pernah terjadi sesuatu peristiwa ditempat ini....?" "Tidak ada." Kwik Tay-lok segera tertawa, serunya: "Benar, apa yang sudah lewat biarkan lewat, memang tak ada bedanya antara apa yang telah terjadi dan apa yang belum terjadi" "Tepat sekali jawabanmu itu." "Oleh karena itu, lebih baik kau tak usah banyak memikirkannya, banyak memikirkannya malah justru akan mendatangkan banyak kesulitan buat diri sendiri" "Lagi-lagi jawabanmu tepat sekali" "Kali ini tidak benar!" tiba-tiba Yan Jit menyela. "Karena bagaimanapun kau berusaha untuk tidak memikirkan persoalan itu, dalam hatimu pasti akan terjadi rasa masgul" "Kemasgulan apa?" Yan Jit menghela napas panjang. "Aaaai.... sekarang aku belum dapat melihatnya, juga belum bisa menemukan, oleh karena itu baru tahu kalau hal ini sudah pasti merupakan suatu kemasgulan yang teramat besar. Tiba-tiba mereka serentak menutup mulutnya rapat-rapat. Karena pada waktu itu, si orang berbaju hitam itu sudah masuk kembali ke dalam halaman, menaiki undak-undakan batu dan berdiri kembali di depan tonggak kayu. Pedang yang berada dipunggungnya telah di sorenkan kembali. Tak tahan Kwik Tay-lok segera berseru: "Aku akan pergi bertanya kepadanya !" Tidak menanti orang lain buka suara, dia telah melompat keluar dari jendela dan menerjang ke muka... Orang berbaju hitam itu sudah bersandar kembali di atas tonggak kayu, memejamkan matanya seperti telah tertidur kembali. Sengaja Kwik Tay-Iok mendehem keras, mendehem sedemikian kerasnya sehingga tenggorokan tersebut benar-benar terasa agak gatal. Koleksi Kang Zusi Saat itulah si orang berbaju hitam itu baru membuka matanya dan memandang ke arahnya dengan pandangan dingin. "Tampaknya kau harus cepat-cepat pergi mencari seorang tabib untuk menyembuhkan batukmu itu" katanya dingin. Kwik Tay-lok tertawa paksa, katanya: "Aku tak usah mencari tabib, sebab aku sendiripun mempunyai obat yang paling mujarab untuk menyembuhkan penyakit batuk." "Oooh....." (Bersambung Jilid : 25) Jilid 25 "BESAR kecil dan penyakit apapun yang ku idap biasanya akan sembuh kembali bila sudah minum arak." "Ooooh....." "Sekarang, apakah kau juga minum arak barang dua cawan?" "Tidak!" "Kenapa? Bukankah barusan kau tela... telah membunuh orang ?" "Siapa bilang aku telah membunuh orang?" Kwik Tay-lok menjadi tertegun. "Kau tidak membunuh ?" "Tidak!" "Tapi barusan kau telah membunuh." "Dia bukan orang !" "Dia bukan orang? Lantas manusia macam apakah baru bisa dianggap sebagai orang?" Kwik Tay-lok semakin tercengang. "Orang yang ada di dunia ini jarang sekali." Kembali Kwik Tay-lok tertawa. "Bagaimana dengan aku ? Apakah akupun bisa dianggap sebagai orang ?" "Kau menyuruh aku membunuhmu ?" Berkilat sepasang mata Kwik Tay-lok. "Bila kau tidak membunuhku, bagaimana mungkin bisa mendapatkan harta kekayaan dari Cuimia- hu ?" "Di tempat ini tiada harta karunnya, di sini tak ada apa-apanya !" Koleksi Kang Zusi "Kau tahu ?" "Lantas mengapa kau datang kemari ?" "Aku hanya ingin menumpang semalam saja?" "Apakah kau bertujuan untuk membunuh manusia yang kau anggap bukan manusia itu?" "Bukan karena soal ini!" "Kalau begitu kau membunuhnya demi kami?" "Juga bukan!" "Lantas karena apa?" Tiba-tiba ini orang berbaju hitam itu menukas dengan ketus: "Aku ingin tidur, bila aku sedang tidur, aku paling tak suka diganggu orang." Betul juga, pelan-pelan dia memejamkan matanya dan tidak berbicara lagi. Kwik Tay-lok memandang wajahnya, lalu memandang pedang di atas bahunya, tiba-tiba saja ia merasa bahwa dirinya amat beruntung. Keesokan harinya, orang berbaju hitam itu benar-benar sudah lenyap tak berbekas. Dia tidak meninggalkan apa-apa, juga tidak membawa apa-apa, yang tertinggal hanya sebuah lubang di atas tonggak kayu. Kwik Tay-lok memperhatikan lubang di atas tonggak kayu tersebut, kemudian katanya sambil tertawa: "Tahukah kau apa yang sedang kupikirkan?" Yan Jit menggeleng. "Aku merasa diriku benar-benar mujur" seru pemuda itu. "Mujur? Kenapa?" "Sebab orang berbaju hitam yang kujumpai tempo hari bukan orang ini." Yan Jit termenung sebentar, kemudian katanya: "Tapi kali ini kau toh telah berjumpa dengannya." "Kali ini akupun tidak lagi sial, dia bukan tidak menaruh niat jahat kepada kita, malah kedatangannya seperti sengaja hendak membantu kita" "Apakah dia adalah temanmu ?" "Bukan !" Koleksi Kang Zusi "Anakmu ?" Kwik Tay-lok segera tertawa lebar. "Bila aku mempunyai seorang anak semacam ini, sekalipun belum edan, paling tidak juga sudah hampir." "Kau anggap dia benar-benar datang kemari karena tanpa sengaja, kemudian setelah membantu kita maka tanpa menimbulkan suara atau mengucapkan sepatah katapun lantas pergi meninggalkan tempat ini, bukan saja tidak menghendaki ucapan rasa terima kasih kita, bahkan arak yang kita suguhkanpun tidak di minumnya barang setegukanpun." Sambil menggeleng dan tertawa dingin tiada hentinya, ia melanjutkan lebih jauh: "Kau anggap di dalam dunia ini benar-benar terdapat orang yang begitu baiknya sehingga bersedia membantu kita tanpa mengharapkan balas jasa apa pun dari kita ?" "Maksudmu, dia datang kemari dan berbuat segala sesuatunya itu karena ia masih mempunyai tujuan lain?" "Benar !" "Tapi apakah tujuannya itu ? Apakah kau bisa menerangkannya kepada diriku ?" "Aku juga tak tahu" "Oleh karena kau tidak tahu, maka kau baru beranggapan bahwa dia pasti akan membawa banyak kesulitan untuk kita ?" "Benar !" "Menurut pendapatmu, kapankah kesulitan-kesulitan tersebut baru akan berdatangan ?" Yan Jit segera mengalihkan sinar matanya, memandang ke tempat kejauhan sana, lalu sahutnya: "Justru karena kau tidak tahu kesulitan tersebut akan datang dalam bentuk apa dan kapan baru akan terjadi, maka hal itu justru merupakan kesulitan dan kerepotan yang sesungguhnya, kalau tidak, bukankah kita tak perlu berkuatir secemas ini ?" Tiada sesuatu persoalan yang "pasti" dalam dunia ini. Pada suatu persoalan yang sama, bila kau memandang dari sudut pandangan yang berbeda, kadangkala akan timbul kesimpulan yang berbeda pula. Bila anda seorang pesiar yang tersesat di tengah gunung suatu malam, kemudian ia datang mengetuk pintu dan memohon untuk menumpang semalam saja, asal kau mempunyai rasa belas kasihan, "sudah pasti" kau akan menerimanya. Tapi seandainya yang datang adalah seorang manusia baju hitam yang berkerudung, apakah kau akan menerimanya, hal ini masih merupakan tanda tanya besar. Koleksi Kang Zusi Sekalipun kau akan menerimanya, sudah "pasti" kau akan menaruh perasaan was-was kepadanya, sedikit banyak juga akan berjaga terhadap segala kemungkinan yang tak diinginkan. Tapi, bila orang berbaju hitam itu baru saja menyumbangkan tenaganya bagi kepentinganmu semalam, maka akan berbedalah keadaannya pada waktu itu? Dengan berbedanya keadaan, otomatis cara kerjanyapun akan mengalami banyak perubahan. Hanya tujuannya saja yang tak berbeda. Ada sementara orang, walaupun apa saja dia lakukan, bagaimana cara melakukannya, dia pasti mempunyai suatu tujuan tertentu. Bagaimana pula dengan Kwik Tay-lok sekalian? Mereka adalah orang yang dengan mudah melupakan dendam sakit hati orang lain, tapi sukar untuk melupakan budi kebaikan yang diterimanya dari orang lain. Asal kau telah melakukan kebaikan bagi mereka, maka walau berbeda dalam keadaan bagaimanapun juga, mereka pasti akan berusaha keras untuk membalas jasa baikmu itu. Asal persoalan telah mereka janjikan, maka walau berada dalam keadaan bagaimanapun juga, mereka pasti akan berusaha untuk melaksanakan secara baik. Sekalipun kepala pecah, badan bakal hancur, mereka tetap akan melakukannya. Mereka pasti tak akan mencari alasan lain untuk mengesampingkan kewajiban tersebut, apalagi menebalkan muka untuk mengingkarinya. Walaupun persoalan macam apapun yang dihadapinya, mereka sudah pasti tak akan menghindarkan diri. Tengah malam telah tiba, kembali ada yang datang mengetuk pintu. Suara ketukan itu amat cepat dan gencar. Orang pertama yang mendengar suara ketukan pintu itu mungkin Yan Jit, mungkin Ong Tiong, tapi orang yang pertama-tama menyahut sambil membukakan pintu sudah pasti Kwik Tay-lok. Ternyata yang datang masih saja si manusia baju hitam yang misterius itu. Dia masih berdiri juga di situ bagaikan sesosok sukma gentayangan, pelan-pelan katanya: "Aku tersesat di jalanan dan tak ada tempat berdiam, apakah aku boleh menumpang semalam saja ?" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Boleh, tentu saja boleh, jangankan baru semalam, sekalipun ingin berdiam selama setahun juga tak menjadi soal" "Benar-benar tak menjadi soal?" "Sama sekali tak menjadi soal, entah kau benar-benar tersesat atau tidak, setiap kali kau ingin datang, setiap saat pula kami akan menyambut kedatangan dengan hati gembira" Koleksi Kang Zusi "Walaupun kau bersikap demikian, tapi yang lain...." "Yang lain pun begitu juga" tukas Kwik Tay-lok cepat, "setelah kau datang kemari, berarti kau adalah tamu kami semua" "Tamu macam apa?" "Bagi kami, hanya ada semacam tamu." "Tapi tuan rumah beraneka ragam banyaknya." "Oya ?" "Ada semacam tuan rumah yang suka mengusir tamunya setiap saat." Kwik Tay-lok segera tertawa. "Jangan kuatir, ditempat ini pasti tak akan kau jumpai tuan rumah semacam itu, asal kau sudah memasuki pintu gerbang bangunan rumah ini, kecuali kau bersedia untuk keluar sendiri, kalau tidak jangan harap ada orang lain yang akan menyuruhmu pergi dari sini." Tiba-tiba orang berbaju hitam itu menghela napas panjang. "Aaai.... tampaknya aku benar-benar tidak salah mengetuk pintu," gumamnya. Pelan-pelan dia berjalan masuk ke dalam melewati halaman dan naik ke atas serambi. Gayanya sewaktu berjalan sama sekali tidak berubah, wajahnya juga tidak berubah, tapi paling tidak ada satu hal yang telah berubah.... lebih banyak perkataan yang ia utarakan. Dalam waktu singkat, ia sudah dua tiga kali lipat berbicara lebih banyak daripada tuan rumah sendiri. Walaupun malam sudah semakin kelam, namun masih ada cahaya lampu memancar keluar dari balik dua, tiga buah ruangan kamar. Agaknya Lim Tay-peng sedang membaca buku. Bagaimana dengan Yan Jit ? Apa yang sedang ia lakukan dalam kamarnya, tak pernah diketahui orang lain, sebab dia selalu suka menutup pintu dan jendelanya rapat-rapat. Orang berbaju hitam itu memandang sekejap cahaya lampu yang memancar keluar dari balik jendela, tiba-tiba dia berkata: "Apakah sahabatmu tinggal di depan sana?" Kwik Tay-lok manggut-manggut, sahutnya sambil tertawa: "Aku tinggal di kamar yang paling belakang, letaknya paling dekat dengan tempat untuk bersantap." Koleksi Kang Zusi Kamar yang paling belakang itu bukan cuma lampunya belum dipadamkan, pintu kamarpun berada dalam keadaan terbuka lebar. Orang berbaju hitam itu berjalan masuk ke dalam, lalu berdiri di depan pintu, sampai lama sekali ia baru berkata: "Ada semacam persoalan, walaupun tidak diucapkan kepadamu, tentunya kau sudah tahu bukan." "Persoalan yang mana ?" "Tiada orang yang benar-benar dapat tidur dalam posisi berdiri." Kwik Tay-lok segera tertawa. "Jangankan berdiri, untuk tidur sambil dudukpun sukarnya bukan kepalang." Sahutnya. Menengok dari celah-celah pintu, dapat diketahui dalam ruangan itu terdapat sebuah pembaringan yang amat besar. Memandang pembaringan tersebut, tiba-tiba orang berbaju hitam itu menghela napas panjang lagi, gumamnya: "Tapi ada sementara persoalan yang mungkin belum kau ketahui." "Oya ?" "Sudah pasti kau tak akan tahu, sudah lama sekali aku belum pernah tidur pembaringan sebesar ini, dan belum pernah aku tidur nyenyak barang satu malam saja." Kwik Tay-lok segera tertawa. "Tentang soal ini aku memang benar-benar tidak tahu, tapi aku tahu akan suatu persoalan yang lain," katanya. "Oya ?" "Aku tahu, malam ini kau pasti dapat tidur di atas pembaringan tersebut, lagi pula bisa tidur dengan aman tenteram semalam suntuk." "Sungguh ?" mendadak orang berbaju hitam itu berpaling. "Tentu saja sungguh." "Kau memperbolehkan aku untuk tidur terus sampai fajar menyingsing besok pagi ?" Kwik Tay-lok tersenyum. "Sekalipun hendak tidur sampai tengah hari juga tak menjadi soal, kujamin pasti tak akan ada orang yang akan datang mengganggu tidurmu itu...." Orang berbaju hitam itu memandang ke arahnya, mencorong sinar tajam dari balik matanya, mendadak ia menjura dalam-dalam, lalu tanpa banyak berbicara lagi dia berjalan maju dengan langkah lebar, bahkan segera menutup pintu kamar. Koleksi Kang Zusi Kemudian lampu lentera yang menerangi dalam ruangan itu pun dipadamkan pula. Lama sekali setelah cahaya lentera itu dipadamkan, pelan-pelan Kwik Tay-lok baru membalikkan badannya dan duduk di atas undak-undakan batu di luar pintu ruangan sana. Dalam perkampungan Hok-kui-san-ceng ini bukannya sudah tak ada kamar kosong yang lain atau pembaringan kosong lainnya lagi. Tapi ia justru akan duduk di sana, seakan-akan telah bersiap sedia untuk menjagakan ketenangan orang berbaju hitam itu semalaman suntuk. Malam sudah kelam, udara terasa dingin, undak-undakan batu itu turut menjadi dingin. Tapi dia tak ambil perduli, sebab hatinya penuh dengan kehangatan. Suara langkah kaki manusia yang lembut berkumandang dari balik serambi sana, seseorang pelan-pelan berjalan mendekat. Ia tidak berpaling, sebab dia sudah tahu siapakah orang itu. Yang datang sudah pasti adalah Yan Jit. Ia mengenakan sebuah jubah panjang yang mencapai tanah, diapun turut duduk di atas undak-undakan batu itu. Bintang bertaburan di angkasa cahaya yang redup seakan-akan bersinar terang, seakan-akan juga membawa dua titik mutiara yang mempertemukan Gou-long dan Ci-li. Di angkasa terdapat bintang yang lebih terang daripada mereka, namun tiada yang lebih indah daripada mereka. Sebab mereka tiada yang tanpa perasaan seperti bintang yang lain. Sebab mereka dewa, bukan malaikat, mereka seperti manusia, pernah merasakan dan cinta kasih. Walaupun kesusahan yang mereka alami amat banyak, walaupun jaraknya amat jauh namun cinta kasih mereka tetap terjalin sepanjang masa. Tiba-tiba Yan Jit menghela panjang, lalu berkata: "Sekarang, tentunya kau sudah tahu bukan?" "Tahu apa?" "Kesulitan.... kemarin malam kau masih tak habis mengerti, sekarang kesulitan itu telah datang kembali." Kwik Tay-lok segera tertawa lebar. "Memberikan pembaringan sendiri untuk ditiduri tamu semalaman suntuk bukanlah suatu hal yang termasuk kesulitan." "Apakah persoalan ini termasuk suatu kesulitan atau tidak, tergantung pula pada macam apakah tamumu itu." Koleksi Kang Zusi "Dia adalah seorang manusia macam apa?" "Seorang yang mempunyai kesulitan, lagi pula tak sedikit kesulitan yang dimilikinya." "Oya ?" "Justru karena dia sudah tahu kalau dirinya mempunyai banyak kesulitan, maka ia baru menyembunyikan diri di tempat ini." "Oya ?" "Justru karena pada malam ini dia hendak menyembunyikan diri di sini, maka kemarin malam ia baru membantu kita untuk melakukan semua perbuatan tersebut, seakan-akan orang yang hendak menyewa kamar, kemarin ia datang untuk memberi uang mukanya lebih dulu. Kau tak usah berlagak bodoh, padahal teori semacam ini sudah kau ketahui pula." "Apa yang kuketahui ?" "Kau tahu malam ini pasti ada orang yang hendak datang mencarinya, maka kau baru berjagajaga di sini, kau bersiap sedia untuk membantunya menahan serangan tersebut." Kwik Tay-lok termenung beberapa saat lamanya, setelah itu dia baru berkata pelan: "Semalam, ketika ada orang datang kemari untuk mencari kesulitan buat kita, siapa yang telah menghadapinya ?" "Dia !" "Maka seandainya pada malam ini benar-benar ada orang yang akan datang mencari garagara dengannya, kenapa bukan kita juga yang mewakilinya untuk menahan kesulitan tersebut ?" "Itu mah tergantung pada kesulitan macam apakah yang bakal kita hadapi..." "Perduli kesulitan macam apapun toh semuanya sama saja, setelah kita menerima uang muka, sudah sewajarnya bila rumah itu kita sewakan kepadanya." Yan Jit termenung lagi beberapa saat lamanya, kemudian dia baru berkata: "Menurut pendapatmu, bagaimanakah ilmu silatnya, apabila dibandingkan dengan kepandaian silatmu ?" "Agaknya seperti jauh lebih hebat dari pada diriku." "Sekarang, diantara sekian banyak orang yang berada di sini, hanya kita berdua saja yang bisa turun tangan, kesulitan yang tak sanggup dia hadapi mana mungkin bisa kita hadapi ?!" "Paling tidak kita toh dapat mencobanya." Arti daripada "mencoba" baginya berarti ia sudah bersiap-siap untuk beradu jiwa. "Seandainya dia adalah seorang penyamun, atau seorang pembunuh kejam yang berhati buas, apakah kau juga, akan membantunya untuk menghadapi kesulitan tersebut" Koleksi Kang Zusi "Soal itu, mah merupakan dua persoalan yang berbeda." "Dua persoalan yang berbeda bagaimana maksudmu ?" "Mengapa orang lain datang mencarinya adalah satu persoalan, sedangkan apa sebabnya aku membantunya, untuk menghadapi kesulitan tersebut adalah persoalan yang lain pula." "Apa sih tujuanmu yang sebenarnya ?" "Oleh karena pada malam ini dia adalah tamuku, karena aku telah meluluskan permintaannya, maka aku akan membiarkan ia tidur dengan nyenyak semalam suntuk." "Urusan lain kau tak akan mengurusinya?" "Bagai manapun juga, pokoknya urusan ini saja yang akan ku urusi pada malam ini." Yan Jit segera mendelik ke arahnya, kemudian sambil menggigit bibirnya kencang-kencang dia berseru: "Kau.... kau sebenarnya kau ini manusia macam apa?" "Aku adalah manusia macam begini, seharusnya sudah kau ketahui hal ini semenjak dulu" Sekali lagi Yan Jin melotot besar ke arahnya, mendadak sambil mendepak-depakkan kakinya ke tanah dia beranjak dan pergi meninggalkan tempat tersebut. Tapi baru dua langkah ia telah berhenti melepaskan jubah panjang yang dikenakan itu dan menyelimutkan ke atas tubuhnya. Sambil tertawa Kwik Tay-lok segera berkata: "Bila kau takut aku kedinginan, lebih baik lagi jika kau carikan sebotol arak untukku" Yan Jit menggigit bibirnya menahan diri kemudian berseru dengan gemas: "Aku takut kau kedinginan? Aku hanya kuatir jika kau tidak mampus karena kedinginan." Jubah itu mana lebar juga besar, entah milik siapa. Dalam kamar Yan Jit yang selalu tertutup rapat itu, seakan-akan selalu dapat bermunculan barang-barang yang beraneka ragam. Dulu, setiap beberapa waktu dia pasti akan melenyapkan dirinya selama beberapa hari tapi penyakit tersebut belakangan ini tampaknya sudah banyak berubah, namun Kwik Tay-lok selalu merasakan adanya kemisteriusan di jarak dari Yan Jit, dia merasa orang itu selalu menjaga suatu jarak tertentu dengan setiap orang. Padahal untuk sahabat karib seperti mereka ini, jarak semacam itu seharusnya tak boleh dibiarkan ada. Jubah itu sudah kuno, lagi pula sangat kotor, dimana-mana penuh dengan tambalan cuma anehnya sedikitpun tidak bau. Hal inipun merupakan salah satu hal yang selalu diherankan oleh Kwik Tay-lok. Koleksi Kang Zusi Yan Jit seperti tak pernah mandi, walau hanya sekalipun, tapi anehnya, ia sama sekali tidak bau. Dan lagi walaupun badannya kotor lagi dekil, namun kamarnya selalu diatur dengan rapi dan bersih. Kwik Tay-lok segera mengambil keputusan, besok dia pasti akan mengajukan pertanyaan kepadanya: "Sebenarnya kau ini adalah manusia seperti apa ?" Sekarang, cahaya lentera didalam kamar Yan Jit telah padam, tapi Kwik Tay-lok tahu, sudah pasti dia tak akan benar-benar pergi tidur. Kwik Tay-lok merapatkan jubahnya dengan tubuhnya, dalam hatinya segera timbul suatu perasaan yang amat hangat, sebab diapun tahu, bagaimanapun ketusnya setiap perkataan dari Yan Jit, tapi asal urusan itu menyangkut dirinya, Yan Jit pasti menaruh perhatian khusus kepadanya, dia pasti merasa amat menguatirkan keselamatannya. Malam semakin hening, angin berhembus lewat menggoyangkan bubungan di sisi halaman sana. Kwik Tay-lok ingin sekali pergi mencari sedikit arak untuk diminum, tapi pada saat itulah mendadak ia mendengar serentetan suara irama musik yang sangat aneh berkumandang datang. Suara irama musik itu mengalun tiba seperti mengambang, pada mulanya suara itu seakanakan berasal dari sebelah timur, mendadak beralih pula ke sebelah barat. Menyusul kemudian dari empat arah delapan penjuru seakan-akan bermunculan suara irama musik yang sangat aneh itu. "Aaaah, sudah datang, orang yang hendak mencari gara-gara telah datang....." Kwik Tay-lok merasa seluruh badannya menjadi panas, bahkan denyutan jantung turut berubah menjadi dua tiga kali lipat lebih cepat daripada keadaan biasa. Manusia macam apakah yang bakal datang? Tentu saja ia tak dapat menduganya. Tapi ia tahu dengan pasti bahwa orang itu pasti seorang yang lihay sekali, kalau tidak mengapa orang berbaju hitam itu bisa demikian ketakutannya sehingga menyembunyikan diri. Semakin lihay orang yang akan menampakkan diri itu, semakin merangsang pula masalahnya. Kwik Tay-lok membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, jubah yang dikenakanpun tanpa terasa turut terlepas. Tiba-tiba.... "Blaaammm....." Pintu gerbang diterjang orang sampai ambrol. Dua orang suku asing bercambang lebar, berambut keriting, bermata hijau dan berhidung betet tiba-tiba menampakkan diri di depan pintu, badannya yang setengah telanjang penuh bertato, kakinya telanjang dan di atas telinga sebelah kirinya tergantung sebuah anting-anting emas yang amat besar. Koleksi Kang Zusi Ditangan mereka membawa sebuah permadani berwarna merah yang segera disusun dari arah pintu depan sampai ke dalam halaman, kemudian sambil berjumpalitan di udara mereka mengundurkan diri dari situ. Selama ini mereka tidak memandang ke arah Kwik Tay-lok, mengerlingpun tidak, seakan-akan dalam halaman tersebut sama sekali tiada orang lain. Walaupun Kwik Tay-lok sudah dibikin amat gembira sehingga keringatpun turut bercucuran, namun ia tetap berusaha untuk menahan diri. Sebab dia tahu, pertunjukan menarik pasti masih berada di belakang. Walaupun kemunculan dari dua orang suku asing itu amat tiba-tiba dan serba misterius, namun kedua orang itu tak lebih cuma budak-budak belian belaka, sang pemegang peranan sudah pasti belum lagi menampilkan diri. Betul juga, dari luar pintu segera muncul dua orang manusia lain yang berjalan masuk. Dua orang itupun merupakan perempuan asing yang berdandan aneh sekali, rambutnya yang berwarna hitam dibuat tujuh delapan puluh buah kuncir kecil, timur segumpal, barat segumpal, mengikuti bergemanya irama musik, bergoyang kesana kemari tiada hentinya. Kedua orang gadis itu membawa keranjang besar yang penuh dengan bunga, waktu itu mereka sedang menggerakkan lengannya dan menebarkan berkuntum-kuntum bunga aneka warna itu di atas permadani berwarna merah itu. Kedua orang gadis asing itu berwajah amat cantik, di bawah gaunnya yang pendek kelihatan sepasang kakinya yang putih bersih. Di atas kakinya itu mengenakan sesusun gelang emas, mengikuti gerak tarian yang mereka bawakan, berbunyi "ting tang ting tang" tiada hentinya.... Sepasang mata Kwik Tay-lok terbelalak semakin besar lagi. Sayang mereka tak pernah mengerling barang sekejappun ke arah pemuda itu, selesai menaburkan bunga, merekapun melejit ke udara, berjumpalitan beberapa kali dan mengundurkan diri. "Tampak peristiwa ini selain makin lama merangsang, lagi pula makin lama makin menarik hati." Persoalan apapun juga, bila diantaranya hadir gadis cantik yang turut ambil bagian, selamanya memang merangsang dan menawan hati. Apalagi kalau gadis cantik yang turut mengambil bagian makin lama semakin banyak saja jumlahnya. Empat orang gadis bergaun panjang, bersanggul tinggi dan berdandan seperti gadis keraton, muncul di situ membawa empat buah lentera yang antik dan indah. Ke empat orang gadis itu rata-rata berwajah cantik jelita bagaikan bidadari dari kahyangan, baru saja mereka menghentikan langkahnya, dua orang lelaki suku asing yang berkaki panjang dan bertato di tubuhnya telah melangkah masuk ke dalam halaman dengan menggotong sebuah tandu beralas tidur. Di atas tandu beralas tidur itu berbaring seorang perempuan anggun berbaju merah, di tangannya membawa sebuah pipa tembakau yang terbuat dari perak, waktu itu ia sedang Koleksi Kang Zusi menyedot asap tembakau dalam-dalam, kemudian menyemburkan asapnya yang tebal ke udara, wajahnya segera tertutup dibalik asap yang tebal itu. Di tangannya mengempit sebuah toya berkepala naga yang panjang sekali, disamping tandu tampak seorang gadis cebol yang sedang memijit-kakinya. Diam-diam Kwik Tay-lok menghela napas panjang. Walaupun ia tak sempat melihat jelas muka perempuan anggun berbaju merah itu, namun kalau dilihat dari toya berkepala naga serta si gadis cebol yang sedang memijit kakinya, siapapun akan menduga kalau usianya pasti telah lanjut. Inilah satunya hal yang amat tidak berkenan di hatinya. Kini persoalan telah berkembang menjadi begini, semuanya terjadi dalam keadaan yang menarik hati, seandainya si pemegang peranan utama juga seorang gadis yang cantik jelita, bukankah hal ini akan menjadi sempurna....? Untung saja Kwik Tay-lok selalu pandai menghibur diri, pikirnya: "Bagaimanapun juga, nenek tua ini pastilah seorang pemegang peranan utama yang luar biasa, cukup dilihat dari gayanya, mungkin tidak banyak orang yang dapat memandanginya" Oleh karena itu, masalah tersebut masih tetap menarik hatinya. . Sedangkan mengenai siapakah nenek tua ini? Kenapa dapat mengikat tali permusuhan dengan orang berbaju hitam itu? Sesungguhnya berapa dalamkah dendam kesumat itu ? Apakah Kwik Tay-lok dapat menahannya ? Agaknya beberapa hal itu tak pernah ia memikirkan. Setelah semua persoalan merupakan tanggung jawabnya, sekalipun tak sanggup ditahan juga harus ditahan, lantas apa gunanya mesti dipikirkan lagi ? Oleh sebab itu ia tetap menahan sabar, menunggu terus, bila orang lain tidak membuka suara, diapun tidak akan membuka suara. Lewat lama kemudian, mendadak perempuan anggun berbaju merah itu menyemburkan segulung asap tebal dari mulutnya, gulungan asap itu persis menyembur di atas wajah Kwik Taylok. Benar-benar asap yang amat tebal. Walaupun Kwik Tay-lok minum arak, ia tidak menghisap tembakau, kontan saja ia dibuat sesak napas sampai hampir saja air matanya jatuh bercucuran, hampir saja dia hendak mencaci maki. Tapi, bila seseorang dapat menyemburkan asap tembakaunya selurus ini dan sejauh ini, lebih baik jika kau bersikap lebih sungkan lagi kepadanya. Belum lagi asap tebal itu membuyar, terdengar seseorang telah berkata. Koleksi Kang Zusi "Siapakah kau? Kenapa ditengah malam buta begini duduk seorang diri di sini?" Suara itu nyaring lagi lembut, kedengarannya bukan suara seorang nenek, tapi juga tidak terhitung merdu, nadanya buas, galak seperti seorang opas yang sedang memeriksa seorang pencuri. Kwik Tay-lok menghela napas panjang, lalu tertawa getir. "Agaknya rumah ini adalah rumahku, bukan rumahmu, kalau aku suka duduk dirumah sendiri, apa salahnya dengan dirimu ?" Belum habis ia berkata, kembali ada semburan asap tebal yang menyambar wajahnya. Semburan kali ini lebih tebal, membuat Kwik Tay-lok menjadi terbatuk-batuk, lagi pula wajahnya terasa bagaikan ditusuk-tusuk dengan jarum tajam.... Kedengaran orang itu berkata lagi: "Aku bertanya sepatah kata kepadamu, kau harus menjawab dengan sepatah kata juga, lebih baik jangan mencoba untuk bermain setan, mengerti ?" Kwik Tay-lok meraba wajahnya dan tertawa getir. "Tampaknya, sekalipun aku tidak mengerti juga tak bisa." "Lamkiong Cho ada dimana ? Cepat suruh dia menggelinding keluar !" bentak nyonya anggun berbaju merah itu lagi dengan suara keras. Ternyata orang berbaju hitam itu betul-betul adalah Lamkiong Cho. Sekali lagi Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Maaf seribu kali maaf, aku tak dapat menyuruh dia menggelinding keluar." "Kenapa ?" "Pertama, sebab dia bukan bola, tak mungkin bisa menggelinding, kedua karena ia sudah tertidur, siapapun tak akan bisa membangunkan dirinya, sebab bila ingin berbuat demikian maka terlebih dahulu dia harus melakukan suatu hal." "Melakukan apa!" "Robohkan aku lebih dahulu." "Huuuh, itu mah gampang!" seru nyonya anggun berbaju merah itu sambil tertawa dingin. Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak sesosok bayangan manusia telah melayang keluar dari balik kabut tebal, cahaya tajam berkilauan dan tahu-tahu sudah mengancam tenggorokan Kwi Tay lok. Gerakan yang dilakukan orang itu cepat sekali, untung saja reaksi yang dilakukan Kwik Tay-lok juga tidak terhitung lambat. Koleksi Kang Zusi Tapi, baru saja dia menghindarkan diri dari serangan yang pertama, serangan kedua telah meluncur datang kemari, bahkan serangan yang satu jauh lebih cepat dan lebih ganas daripada serangan selanjutnya. Menanti Kwik Tay-lok sudah menghindarkan diri dari serangan yang ke empat, dia baru melihat jelas kalau orang yang melancarkan serangan itu ternyata si gadis cebol yang memijit kaki nyonya itu tadi. Jangan dilihat badannya cuma tiga depa dan pedang yang dipakai cuma satu depa enam tujuh inci, namun ilmu pedang yang dipergunakannya sangat ganas dan lihaynya bukan kepalang, kepandaian silatnya boleh dibilang merupakan jago kelas satu dalam dunia persilatan. Sayang sekali badannya benar-benar terlampau kecil dan pedangnya juga terlampau pendek. Mendadak Kwik Tay-lok menyambar jubah panjangnya itu kemudian melemparkannya ke depan. Jubah itu mana panjang juga besar, seperti selapis awan hitam yang menyambar tiba-tiba saja, bila orang sekecil itu dapat meloloskan diri dari ancaman semacam ini, sesungguhnya hal mana bukan terhitung sesuatu yang gampang. Gadis itu menjerit keras, lalu serunya dengan gemas: "Orang dewasa menganiaya anak kecil, tak tahu malu, tak tahu malu !" Selesai berkata, dia telah mengundurkan diri kembali ke tempat semula.... Kwik Tay-lok segera tertawa getir, ujarnya: "Lebih baik tak punya malu daripada tak punya nyawa." "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... kau berani mencampuri urusanku, tampaknya sudah bosan hidup?" seru nyonya anggun berbaju merah itu sambil tertawa dingin. . Di tengah suara tertawa dinginnya yang tak sedap didengar, dua orang lelaki suku asing bercambang dan berambut keriting itu sudah munculkan diri di depan mata, mereka berdua kelihatan bagaikan dua buah pagoda besi yang tampaknya mengerikan sekali. Kembali Kwik Tay-lok menghela napas panjang, gumamnya: "Yang kecil betul-betul terlampau kecil, yang besar benar-benar kelewat besar, bagai mana baiknya kini ?" Tidak menunggu kedua orang itu turun tangan, tiba-tiba tubuhnya menerjang maju ke depan, lalu seperti seekor ikan leihi, tahu-tahu melejit ke samping dan menyusup ke depan tandu tersebut. "Lebih baik kau saja yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil." katanya sambil tertawa, "coba kalau kau tidak kelewat tua, persis sekali bila dijodohkan kepadaku." "Apakah kau bilang aku terlampau tua?" ucap nyonya anggun berbaju merah itu sambil tertawa dingin. Koleksi Kang Zusi Waktu itu, asap tebal yang menyelimuti depan wajahnya telah semakin membuyar, akhirnya Kwik Tay-lok dapat melihat paras mukanya. Tak tahan ia lantas menjerit kaget, bagaikan bertemu dengan setan saja, selangkah demi selangkah dia mundur ke belakang. Mimpipun ia tak menyangka akan berjumpa dengan raut wajah seperti ini. Selembar wajah yang cantik, mana muda lagi, meski ditutupi oleh selapis bedak yang tebal dan berusaha untuk berdandan sebagai orang dewasa, namun tak dapat menutupi sifat kekanakkanakan yang terpancar di atas wajahnya, seperti seorang nenek yang tak akan dapat menutupi keriput di atas wajahnya walaupun sudah menggunakan bedak yang bagaimana tebalnya. Ternyata "si nenek" yang lagaknya sok, mana menghisap tembakau, suruh orang memijit kakinya lagi itu tak lain adalah seorang nona cilik yang baru berusia enam-tujuh belas tahunan. Kwik Tay-lok betul-betul merasa terkejut sekali. Sementara itu, nona berbaju merah itu sudah melompat bangun dari atas tandunya, lalu dengan sepasang matanya yang melotot besar mendelik ke arahnya. Selangkah demi selangkah anak muda itu turut mundur ke belakang. Nona berbaju merah itupun selangkah demi selangkah mendesak maju ke depan, di tangannya masih memegang tongkat berkepala naga itu. Nona cilik itu sebenarnya masih muda, cantik lagi, mengapa ia justru suka berdandan sebagai seorang nenek ? Sepintas lalu dapat dilihat kalau usianya paling banter baru enam-tujuh belas tahunan. Mengapa ia bisa memiliki tenaga dalam sedemikian sempurna, bahkan seorang dayang ciliknya pun memiliki ilmu pedang yang begitu tingginya ? Tentu saja dua orang lelaki suku asing itupun tak mungkin adalah seorang manusia yang gampang dihadapi. Apa yang diandalkan nona cilik ini untuk mengendalikan orang-orang tersebut ? Mengapa ia dapat mengikat tali permusuhan dengan Lamkiong Cho yang sudah termasyhur namanya sejak dua puluh tahun berselang? Dengan nama besar, serta ilmu pedang yang dimiliki Lamkiong Cho, mengapa ia bisa begitu ketakutan menghadapi si nona cilik itu? Kwik Tay-lok benar-benar tidak habis mengerti, tapi sekarang diapun tak punya waktu untuk memikirkan persoalan itu. Meskipun sepasang mata nona berbaju merah itu indah, ketika mendelik ternyata jauh lebih mirip daripada seekor harimau yang siap menerkam mangsanya. "Aku tahu tidak?" tegurnya dingin. "Tidak tahu, sama sekali tidak tahu." "Apakah kau ingin mengawini aku?" Koleksi Kang Zusi "Tii..... tidak ingin" Jawaban tersebut memang jujur, siapa yang tahan untuk mengawini seorang gadis semacam ini walaupun dia bagaimana cantiknya. "Kau masih menginginkan selembar nyawamu tidak?" kembali gadis berbaju merah itu mendesak. "Masih menginginkan." "Kalau masih menginginkan nyawamu, cepat suruhlah Lamkiong Cho menggelinding ke luar." "Ada urusan apa kau menyuruhnya menggelinding keluar?" "Aku menginginkan selembar jiwanya!" "Apakah kau bertekad akan membunuhnya pada malam ini juga?" "Benar" "Kenapa?" "Sebab sudah kukatakan kepadanya, bila sebelum fajar menyingsing nanti aku tak dapat membunuhnya, maka akan kuampuni selembar jiwanya." "Jika ucapanmu harus dipegang teguh, apakah perkataan orang lain tak bisa dimasukkan hitungan pula?" "Apa yang telah kau diucapkan?" "Aku telah berjanji kepadanya, malam ini dia dapat tidur dengan nyenyak sampai besok pagi oleh sebab itu....." "Oleh sebab itu kenapa?" "Oleh sebab itu bila ingin membunuhnya maka kau harus membunuh diriku lebih dahulu!" "Kau adalah temannya?" "Bukan" "Tahukah kau berapa perbuatan jahat yang dia lakukan?" "Aku tidak tahu" "Tapi kau bersikeras hendak beradu jiwa deminya?" "Benar." Nona berbaju merah itu segera tertawa dingin. "Hmmm.... kau anggap aku tak berani membunuh orang?" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok ikut tertawa paksa, sahutnya: "Kau memang tampaknya belum pernah membunuh orang." "Hmm, sejak berusia sembilan tahun aku telah mulai membunuh orang." kata nona berbaju merah itu dingin, "setiap bulan paling tidak membunuh seorang, coba hitunglah sendiri sudah berapa banyak orang yang telah ku bunuh?" "Agaknya seperti sudah ada tujuh delapan puluh orang lebih." ucap Kwik Tay-lok sambil menghembuskan napas dingin. "Oleh sebab itu, sekalipun bertambah dengan kau seorangpun, bagiku tak menjadi soal." Kwik Tay-lok menghela napas panjang, sebelum ia sempat menjawab, mendadak terdengar seseorang telah menimbrung dengan suara yang dingin: "Bila kau hendak membunuhnya, lebih baik bunuhlah aku terlebih dahulu...." Suara itu bukan suaranya Yan Jit, melainkan Lim Tay-peng. Malam amat hening, entah sedari kapan Lim Tay-peng telah munculkan diri dari kamarnya, paras pemuda itu kelihatan masih pucat pias seperti mayat. "Siapa kau ?" bentak nona berbaju merah itu dengan sepasang mata melotot besar. "Kau tak usah mengurusi siapakah aku, kalau toh sudah tujuh delapan puluh orang yang telah kau bunuh, bertambah aku seorang toh tak menjadi soal....." Gadis berbaju merah itu segera tertawa dingin. "Tidak kusangka kalau di sini terdapat banyak sekali orang yang tidak takut mati." serunya. "Yaa, memang tidak sedikit" "Kalau memang begitu, baiklah kupenuhi keinginanmu itu!" Sambil membalikkan badannya, tongkat berkepala naga yang berada di tangannya itu menusuk ke dalam Lim Tay-peng dengan jurus Hu-hoa-hud-liu (memisah bunga menyambar pohon liu). Yang dipergunakan untuk menyerang ternyata adalah gerakan jurus ilmu pedang. Bukan saja merupakan ilmu pedang, lagi pula merupakan semacam ilmu pedang yang paling enteng. Tongkat yang begitu panjang dan begitu berat, dalam permainan sepasang tangannya yang kecil dan putih itu ternyata berubah seakan-akan sedikitpun tidak berat. Kwik Tay-lok segera membentak keras: "Penyakitmu belum sembuh, biar aku saja yang menghadapinya!" Tapi sayang sekalipun dia ingin turun tangan menggantikan Lim Tay-peng, namun keadaan sudah terlambat. Koleksi Kang Zusi Gadis berbaju merah sudah melancarkan tujuh buah serangan berantai ke arah Lim Tay-peng, semua serangan dilancarkan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, mana gerakannya enteng, arahnya juga tak menentu. Seluruh tubuh Lim Tay-peng segera terkurung dibalik ilmu lapisan pedang lawan yang amat dahsyat itu. Tampaknya kondisi badannya belum pulih kembali seperti sedia kala, maka ia tak punya kekuatan untuk melancarkan serangan balasan. Namun, ilmu pedang si nona berbaju merah yang demikian ketat dan dahsyatnya itu justru tak sanggup untuk menempel di tubuhnya, bahkan menjawil ujung bajunya pun tak dapat. Mendadak terdengar suara pekikan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, tongkat panjang sembilan depa sudah menancap di atas tanah, sementara gadis berbaju merah itu bagaikan baling-baling cepatnya berputar di ujung tongkat itu dan menggulung ke tubuh Lim Taypeng dengan hebatnya. Dengan tindakannya ini, ternyata ia telah mempergunakan tongkat tersebut sebagai pangkal dari kekuatannya, sedangkan tubuhnya di gunakan sebagai senjata, jurus-jurus serangannya dilancarkan dengan penuh perubahan yang aneh dan sakti, semuanya jauh di luar dugaan. Lim Tay-peng bergerak ke sana ke mari dengan lincahnya, secara beruntun ia sudah mundur sejauh sembilan langkah lebih. Mendadak gadis berbaju merah itu berpekik nyaring, tubuhnya melejit ke tengah udara tongkatnya masih menancap di tanah, tapi di tangannya telah bertambah dengan sebilah pedang pendek yang memancarkan sinar tajam. Pedang itu sebenarnya memang disembunyikan di dalam tongkat tersebut, begitu berada di tangan, tubuh dan pedangnya segera melebur menjadi satu, kemudian orang berikut pedangnya secepat kilat menyambar ke tubuh Lim Tay-peng. Serangannya kali ini dilakukan amat ganas, lihay dan berbahaya sekali... Keringat dingin telah jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuh Kwik Tay lok, bila dia yang menghadapi ancaman semacam itu, maka harapannya itu untuk meloloskan diri tidaklah besar. Tapi Lim Tay-peng seakan-akan sudah hapal sekali macam perubahan dari jurus serangannya itu. Walaupun pedang nona itu menyambar-nyambar dengan lihaynya, namun setiap kali tiba di hadapan Lim Tay-peng, tiba-tiba tubuh anak muda itu sudah berputar ke samping untuk menghindar. Suatu ketika, mendadak Lim Tay-peng melejit ke depan lalu mencabut tongkat yang menancap di atas tanah itu. Si nona berbaju merah itu segera berpekik nyaring, badannya melejit ke udara, kemudian setelah berjumpalitan di udara, dia membalikkan pedangnya sambil melepaskan tusukan. Lim Tay-peng sama sekali tidak berpaling, toyanya diputar sedemikian rupa menyongsong datangnya ancaman itu. Koleksi Kang Zusi "Cringgg....!" letupan bunga api berhamburan, ternyata pedang pendek itu sudah terbenam sama sekali didalam tongkat tersebut. Nona berbaju merah segera melejit kembali ke udara, badannya berjumpalitan berulang kali, kemudian baru melayang turun ke atas tanah dan tepat di depan tandunya itu. Dengan pandangan tertegun dan melongo dia awasi wajah Lim Tay-peng tanpa berkedip. Kwik Tay-lok juga memandang kesemuanya itu dengan pandangan tertegun. ********************************* Halaman 53 hilang ********************************* Dia seakan-akan berubah menjadi amat emosi, bahkan kaki dan tangannya turut gemetar keras. Lim Tay-peng ragu-ragu sebentar, akhirnya pelan-pelan dia membalikkan badannya sambil bertanya: "Kau ingin bagaimana?" "Aku.... aku.... aku hanya ingin mengajukan satu pertanyaan saja." "Kalau begitu, tanya saja !" Nona berbaju merah itu mengepal sepasang tangannya kencang-kencang, lalu berkata: "Kau adalah....!" "Benar!" tukas Lim Tay-peng tiba-tiba. Nona berbaju merah itu segera mendepak-depakkan kakinya ke atas tanah, kemudian serunya: "Baik, kalau begitu aku ingin bertanya lagi, kenapa kau kabur pada waktu itu?" "Aku senang." Nona berbaju merah itu mengepal tinjunya semakin kencang, bibirnya turut memucat saking emosinya, dengan gemetar dia berseru: "Bagian mana dari tubuhku yang tidak mencocoki hatimu ? Kenapa kau harus membuatku malu ?" "Aku yang tak pantas mendapatkan kau, yang mendapat malu juga aku, bukan kau." tukas Lim Tay-peng ketus. "Kini, kau telah kutemukan kembali, apa yang hendak kau lakukan sekarang ?" "Aku tak akan berbuat apa-apa." "Kau tidak bersedia untuk pulang ke rumah ?" Koleksi Kang Zusi "Kecuali kau membunuhku, dan menggotong mayatku pulang, kalau tidak, jangan harap" Sepasang mata nona berbaju merah itu menjadi merah padam, bibirnya berdarah karena digigit terlalu keras, serunya dengan gemas: "Baik, kau tak usah kuatir, aku tak akan menyuruh orang untuk memaksamu pulang, tapi suatu hari, aku akan menyuruhmu berlutut di depanku sambil memohon kepadaku, ingat saja pokoknya ada suatu hari seperti itu...." Ucapannya terakhir menjadi sesenggukan, ia seperti sudah lupa kalau kedatangan untuk mencari Lamkiong Cho, mendadak setelah mendepak-depakkan kakinya di tanah, ia melejit ke udara dan melayang keluar dari halaman tersebut. Semua pengikutnya juga turut pergi dari sana, sekejap mata kemudian bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan mata. Yang tertinggal hanya permadani berwarna merah penuh bertaburkan bunga indah. Malam semakin kelam, cahaya lentera semakin redup, dalam kegelapan sulit untuk menyaksikan bagaimanakah perubahan mimik wajah Lim Tay-peng. Ada sementara persoalan memang tak leluasa untuk ditanyakan, lebih-lebih tak perlu untuk ditanyakan. Lewat lama kemudian, Lim Tay-peng baru berpaling dan tertawa paksa kepada Kwik Tay lok, kemudian bisiknya: "Terima kasih." "Seharusnya akulah yang berterima kasih kepadamu, mengapa malah kau yang berterima kasih kepadaku?" "Sebab kau tidak bertanya kepadaku siapakah dia, juga tidak bertanya kepadaku mengapa bisa kenal dengannya." Kwik Tay-lok segera tertawa. "Bila kau bersedia untuk mengatakannya, sekalipun tidak kutanyakan kau juga akan berkata sendiri, sebaliknya bila kau tak bersedia untuk mengatakannya, mengapa pula aku mesti banyak bertanya?" Lim Tay-peng menghela napas panjang. "Ada sementara persoalan memang paling baik kalau tidak dibicarakan lagi....." bisiknya. Pelan-pelan dia membalikkan badannya dan berjalan kembali ke dalam kamarnya. Memandang bayangan punggungnya yang kurus kering itu, timbul perasaan menyesal dalam hati kecil Kwik Tay-lok. Ia tidak bertanya, karena ia telah menduga siapakah gadis berbaju merah itu, apa yang dia ketahui, sesungguhnya jauh lebih banyak daripada apa yang diduga Lim Tay-peng. Koleksi Kang Zusi Ada sementara persoalan, sesungguhnya dialah yang mengelabuhi Lim Tay-peng, bukan Lim Tay-peng yang mengelabuhinya. Misalnya saja dengan peristiwa yang dialaminya bersama Yan Jit tempo hari, dimana mereka telah berjumpa dengan ibunya Lim Tay-peng, sampai sekarang Lim Tay-peng masih belum tahu apa-apa. Walaupun mereka berbuat demikian dengan maksud baik, namun dalam hati kecil Kwik Taylok selalu merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal dan amat tak enak rasanya. Selama ini, belum pernah dia merahasiakan sesuatu apapun di hadapan temannya, walau disebabkan oleh alasan apapun juga. Angin berhembus lewat, menghamburkan hancuran bunga yang berserakan di atas tanah. Kemudian dia mendengar suara dari Yan Jit: "Sekarang, tentu kau sudah tahu bukan, siapa gerangan gadis berbaju merah itu?" tanyanya. Kwik Tay-lok mengangguk. Tentu saja ia dapat menduga kalau nona itu adalah calon istrinya Lim Tay-peng. Justru karena Lim Tay-peng enggan mendapatkan seorang istri macam begini, maka ia baru kabur dari rumahnya. Yan Jit menghela napas panjang, ujarnya: "Sampai sekarang, aku baru mengerti jelas, apa sebabnya dia kabur dari rumahnya" Kwik Tay-lok tertawa getir. "Aku saja tak tahan menghadapi gadis semacam itu, apalagi Siau-lim....?" katanya. "Ooooh.... rupanya kaupun tak tahan juga menghadapi gadis macam begitu..?" "Tentu saja !" "Cantikkah wajahnya ?" "Sekalipun cantik, apa gunanya ? Syarat utama bagi seorang lelaki untuk mencintai seorang gadis bukan atas dasar selembar wajahnya belaka." "Lalu syarat-syarat apa pula yang menjadi dasar bagi seorang lelaki untuk memilih perempuan ?" tanya Yan Jit sambil mengerdipkan matanya berulang kali. "Harus dinilai dulu apakah dia halus berbudi, lemah lembut dan pintar, lalu dinilai juga apakah dia pandai melayani suaminya. Kalau tidak, sekalipun wajahnya cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, apa pula gunanya ?" Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, lalu berkata: "Bagaimana dengan kau ? Kalau kau menyukai seorang gadis macam apa ?" Kwik Tay-lok segera tertawa. Koleksi Kang Zusi "Gadis yang kucintai sama sekali berbeda dengan pilihan lelaki lain " katanya. "Oya ?" "Bila ada seorang gadis benar-benar bisa memahami diriku, menaruh perhatian kepadaku, sekalipun tampangnya sedikit rada jelek, atau sedikit rada galak, aku masih tetap akan mencintainya dengan sepenuh hati" Yan Jit tertawa manis, dengan kepala tertunduk dia berjalan lewat sisinya dan menuju ke depan pot bunga di sudut pekarangan sana. Udara yang dingin, seakan-akan berubah menjadi lebih hangat. Bunga mawar di ujung dinding sana sedang mekar dengan indahnya, dengan lembut ia membelai bunga tersebut, sampai lama kemudian ia baru berpaling kembali. Tiba-tiba dia menyaksikan Kwik Tay-lok masih mengawasinya dengan sorot mata tak berkedip. Keningnya segera berkerut, lalu serunya: "Aku toh bukan perempuan, apanya yang bagus dilihat ? Kenapa kau menatapku terus menerus ?" "Aku.... aku merasa caramu berjalan pada hari ini sedikit agak berbeda dengan keadaan dihari-hari biasa" "Bagaimana bedanya ?" "Caramu melangkah hari ini seperti istimewa bagusnya, bahkan jauh lebih indah dari pada lenggangnya seorang anak gadis" Paras muka Yan Jit seperti berubah agak memerah, tapi sengaja dia menarik muka, lalu berkata dengan dingin: "Belakangan ini aku lihat kau seperti banyak mengalami perubahan." "Oya ?" "Aku lihat kau seperti mengidap suatu penyakit yang sangat aneh sekali, sebab kau selalu melakukan tingkah laku yang membingungkan pikiran orang saja, ucapan juga selalu membingungkan pikiran orang, agaknya aku harus mencarikan seorang tabib untuk memeriksakan keadaanmu itu." Kwik Tay-lok menjadi tertegun, sorot matanya segera memancarkan kemurungan dan perasaan takut, seperti ia merasa dirinya telah kejangkitan suatu penyakit menular. Sambil tertawa, kembali Yan Jit berkata: "Tapi kau tak usah kuatir, sebab sedikit atau banyak, setiap manusia pasti pernah kejangkitan penyakit semacam itu." "Oya ?" "Tahukah kau, penyakit siapa yang paling besar?" Koleksi Kang Zusi "Tidak." "Nona Giok itulah orang yang paling besar kejangkitan penyakit aneh." "Nona Giok yang mana?" "Nona Giok adalah gadis yang barusan datang kemari itu, dia she Giok bernama Giok Linglong" "Giok Ling long?" "Dulu, apakah kau belum pernah mendengar namanya?" "Belum." Yan Jit menghela napas panjang dan segera menggelengkan kepalanya berulang kali. (Bersambung ke jilid 26) Jilid 26 TAMPAKNYA pengetahuanmu benar-benar amat cetek, sedikit keterangan tentang soal ini tidak dimiliki" "Aku juga tahu kalau penyakitnya tidak kecil, tapi mengapa aku harus pernah mendengar tentang dirinya?" "Sebab sejak berumur sembilan tahun, dia sudah merupakan orang yang ternama di dalam dunia persilatan" "Umur sembilan kau maksudkan berumur sembilan?" Yan Jit mengangguk. "Dia berasal dari suatu keluarga persilatan kenamaan, lagi pula semenjak kecil sudah termasyhur sebagai seorang bocah perempuan ajaib. Konon ketika umurnya belum mencapai dua tahun, dia sudah mulai belajar ilmu pedang, umur lima tahun telah berhasil mempelajari ilmu pedang Hui-hong-hu-liu-kiam (ilmu pedang angin puyuh menggoyangkan pohon Liu) yang terdiri dari empat puluh sembilan jurus dan merupakan ilmu pedang yang paling sulit untuk dipelajari itu." "Dia bilang sejak berumur sembilan tahun telah membunuh orang, kedengarannya apa yang dia ucapkan itu bukan cuma bualan belaka ?" "Yaa, memang bukan hanya bualan belaka, bukan saja ia benar-benar telah membunuh orang sejak berumur sembilan tahun, bahkan orang yang dibunuhpun merupakan seorang jago pedang yang amat ternama dalam dunia persilatan pada waktu itu." "Sejak saat itu, apakah setiap bulan dia tentu membunuh orang ?" "Yaa, benar, diapun tidak membual." Kwik Tay-lok tak tahan untuk tertawa tergelak. "Aaah, masa di dunia ini terdapat begitu banyak orang yang menghantarkan diri untuk menerima kematian di tangannya?" Koleksi Kang Zusi "Bukan orang lain yang datang menghantarkan diri, adalah dia sendiri yang pergi mencari mereka." "Pergi kemana untuk mencarinya ?" "Kemanapun dia pergi, asal dia dengar di suatu tempat terdapat seorang yang telah melakukan perbuatan yang pantas dibunuh, maka dia segera berangkat kesana untuk membuat perhitungan dengan orang tersebut." "Apakah setiap kali turun tangan, dia selalu berhasil merobohkan musuhnya....?" tanya Kwik Tay-lok lagi. "Sampai dimanakah kelihaian ilmu silat yang dimilikinya, aku rasa kau telah membuktikannya sendiri barusan, apalagi dia dibantu oleh dua orang lelaki suku asing dan dua orang perempuan suku asing yang semuanya merupakan jago-jago kelas satu dalam dunia persilatan, malah ke empat orang dayang pembawa lenterapun konon berilmu silat amat tinggi, bayangkan saja andaikata dia telah mendatangi rumah seseorang, apakah masih ada orang yang dapat meloloskan diri dari cengkeraman mautnya ?" "Apakah tak ada orang yang mengurusinya...." "Ayahnya telah meninggal dunia cukup lama, sedangkan ibunya merupakan seorang harimau betina yang paling sukar dilayani dalam dunia persilatan dewasa ini, rasa sayangnya terhadap putri tunggalnya ini boleh dibilang melebihi apapun jua, apa saja yang dia inginkan segera dipenuhi dengan segera, sekalipun orang lain berani mengusiknya, belum tentu berani mengusik ibunya." Setelah menghela napas panjang, kembali dia melanjutkan: "Apalagi orang yang dibunuhnya memang merupakan orang-orang yang pantas di bunuh, maka orang-orang dunia persilatan dari angkatan tua bukan saja tak seorangpun yang menegurnya malahan mereka memuji dirinya setinggi langit" "Maka dari itu, penyakit yang diidapnya juga makin lama semakin besar?" sambung Kwik Taylok. "Itulah sebabnya pada usia yang ke tiga empat belas tahunan, ia sudah merupakan manusia yang paling besar lagaknya dalam dunia persilatan, juga merupakan gadis yang berilmu paling tinggi.... orang yang dibunuhnya makin lama semakin banyak, ilmu silat yang dimilikinya juga secara otomatis makin lama semakin tinggi" "Justru karena begitu, maka sampai-sampai manusia macam Lamkiong Cho pun tahu, bila ia sudah mulai datang mencari gara-gara maka jalan terbaik adalah menyembunyikan diri dan jangan sampai menjumpai dirinya...?" "Tepat sekali jawabanmu itu." "Tentunya Lamkiong Cho juga tahu kalau dia mempunyai hubungan yang akrab dengan siau- Lim, maka dia baru kabur ke tempat kita ini untuk menyembunyikan diri?" "Kembali jawabanmu tepat sekali." "Tapi jika Lamkiong Cho bukan seseorang yang seharusnya pantas dibunuh, diapun tak akan datang untuk mencarinya ?" Koleksi Kang Zusi "Benar, dahulu ia tak pernah salah mencari orang." Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir: "Oleh sebab itu yang salah, bukanlah dia melainkan aku." "Kau juga tidak salah," jawab Yan Jit. Dengan lembut dia melanjutkan: "Ada budi harus dibalas, ucapan seorang lelaki harus dipegang teguh, itulah prinsip dari seorang pria sejati, oleh sebab itu apa yang kau lakukan itu tepat sekali, tak seorangpun yang akan menyalahkan dirimu." "Tapi ada seorang yang akan menyalahkan diriku." "Siapa ?" "Aku sendiri." Fajar sudah hampir menyingsing. Sambil mengenakan jubah panjang itu, Kwik Tay-lok masih duduk seorang diri di sana, memandang fajar di ufuk timur pelan-pelan terbit, mendengarkan kokokan ayam di kejauhan sana. Kemudian diapun mendengar suara pintu kamar yang dibuka orang. Ia tidak berpaling, wajahnya pun tidak menunjukkan perubahan apa-apa. Suara langkah kaki manusia yang enteng, pelan berkumandang datang, ketika tiba di belakang tubuhnya, ia berhenti. Ia masih belum juga berpaling, hanya tanyanya dengan hambar: "Nyenyakkah tidurmu...." Orang berbaju hitam itu berdiri tepat di belakang tubuhnya, mengawasi tengkuknya dan menyahut: "Selama sepuluh tahun belakangan ini, belum pernah aku tidur senyenyak dan setenang malam ini." "Kenapa ?" "Sebab belum pernah kujumpai seorang manusia seperti kau, menjagakan pintu kamarku semalam suntuk." Kwik Tay-lok segera tertawa. "Apakah kau tak dapat tidur bila tiada orang yang menjagakan pintu kamarmu ?" "Sekalipun ada orang yang menjaga pintu kamarku, juga belum tentu aku bisa tidur." Koleksi Kang Zusi "Mengapa ?" "Sebab aku tak pernah mempercayai siapapun." "Tapi kau tampaknya seperti amat mempercayai diriku." Tiba-tiba orang berbaju hitam tertawa. "Agaknya kaupun seperti amat mempercayai diriku ?" katanya. "Dari mana kau bisa berpendapat demikian?" "Sebab kecuali kau, belum pernah ada orang yang membiarkan aku berdiri di belakang tubuhnya." ujar orang berbaju hitam itu pelan. "Oya ?" "Aku bukanlah seorang Kuncu, aku seringkali membunuh orang dari belakang punggungnya." Pelan-pelan Kwik Tay-lok mengangguk. "Yaa, membunuh orang dari belakang memang merupakan sebuah cara yang paling sederhana dan gampang" "Apalagi jika orang itu sedang mengangguk" "Kenapa harus sewaktu mengangguk ?" "Di belakang tengkuk setiap orang pasti terdapat suatu bagian yang paling ideal untuk umpan golok, asal kau berhasil menemukan tempat itu dan membacoknya, niscaya batok kepala korbanmu akan terkena, teori ini pasti akan dipahami oleh para algojo yang berpengalaman" Sekali lagi Kwik Tay-lok manggut-manggut. "Ehmm, teori ini memang bagus, teori ini memang sangat bagus" Kembali orang berbaju hitam itu termenung beberapa saat lamanya, kemudian pelan-pelan ia baru bertanya lagi: "Apakah selama ini tidak tidur ?" "Bila aku sudah tertidur, apakah kau dapat tidur?" Kembali orang berbaju hitam itu tertawa. Suara tertawanya tajam, lengking lagi pula pendek, seakan-akan mata pisau yang sedang diasah. Mendadak ia berjalan ke hadapan Kwik Tay-lok. "Mengapa kau membiarkan aku berdiri di belakangmu ?" anak muda itu segera menegur. "Sebab aku tak ingin menerima pancinganmu." "Pancingan ?" Koleksi Kang Zusi "Bila aku berdiri di belakangmu dan menyaksikan kau menganggukkan kepalamu, tanganku akan terasa menjadi gatal sekali." "Apakah kau akan membunuh orang setiap kali tanganmu terasa menjadi gatal ?" "Hanya satu kali tidak." "Kapan ?" "Barusan." Selesai mengucapkan perkataan itu, mendadak tanpa berpaling lagi ia pergi meninggalkan tempat itu dengan langkah lebar. Kwik Tay-lok memandang bayangan tubuhnya, hingga dia berjalan ke luar dari pintu gerbang, kemudian secara tiba-tiba berseru: "Tunggu sebentar !" "Perkataan apa lagi yang hendak kau bicarakan ? Apa yang seharusnya diucapkan toh telah habis kau utarakan semua." "Aku hanya ingin mengajukan satu pertanyaan lagi kepadamu." "Tanyalah !" Pelan-pelan Kwik Tay-lok bangkit berdiri lalu sepatah demi sepatah dia menegur: "Benarkah kau adanya Lamkiong Cho?" Orang berbaju hitam itu tidak menjawab juga tidak berpaling, tapi Kwik Tay-lok dapat melihat kulit di atas bahunya seakan-akan menjadi kaku secara tiba-tiba. Anginpun serasa ikut berhenti secara tiba-tiba, mendadak suasana dalam halaman itu berubah menjadi hening, sepi, tak kedengaran sedikit suarapun. Lewat lama sekali, Kwik Tay-Iok baru berkata: "Bila kau tidak bersedia untuk berbicara manggutkan saja kepalamu, tapi kau tak usah kuatir, aku tidak mempunyai pengalaman untuk memenggal batok kepala orang, juga tak akan membunuh orang dari belakang tubuh orang lain." Belum juga ada suara, tak kedengaran ada jawaban. Kembali lewat lama sekali, orang berbaju hitam itu, baru berkata : "Sepuluh tahun belakangan ini, kau adalah orang ke tujuh yang mengajukan pertanyaan semacam itu kepadaku." "Apakah enam orang sebelumnya telah tewas semua ?" "Benar." "Apakah mereka mati karena mengajukan pertanyaan itu ?" Koleksi Kang Zusi "Setiap orang, yang berani mengajukan pertanyaan seperti ini, dia harus membayar pertanyaan itu dengan suatu pengorbanan yang amat besar, oleh karena itu, pertimbangkanlah baik-baik sebelum kau ajukan pertanyaan tersebut....!" Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Aai.... sebenarnya aku memang ingin mempertimbang-kannya lebih dahulu, sayang sekali, aku telah mengajukan pertanyaan itu sekarang." Mendadak orang berbaju hitam itu membalikkan tubuhnya, lalu dengan sorot mata setajam sembilu mengawasinya tak berkedip, bentaknya dengan suara keras: "Andaikata aku adalah Lamkiong Cho mau apa kau ?" "Semalam aku telah mengabulkan permintaanmu, asal kau telah melangkah masuk ke dalam pintu gerbang rumah ini, maka kau adalah tamuku, aku tak akan mencelakaimu, aku pun tak akan mengusirmu." kata Kwik Tay lok. "Dan sekarang ?" "Sekarang, perkataanku itupun masih tetap berlaku, aku hanya ingin menahanmu beberapa saat lagi." "Menunggu sampai kapan ?" "Tinggal di sini sampai kau menyadari bahwa apa yang telah kau lakukan dimasa lalu adalah perbuatan yang tidak benar, tinggal di sini sampai kau merasa malu, menyesal dan bertobat, nah saat itulah kau baru boleh pergi meninggalkan tempat ini." Kelopak mata orang berbaju hitam itu seakan-akan sedang berkerut kencang, tiba-tiba dia membentak lagi: "Bila aku tak bersedia untuk mengabulkan permintaanmu itu, pula akibatnya ?" "Ooooh..... itu mah sederhana sekali" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa lebar. Pelan-pelan dia berjalan mendekatinya, kemudian sambil tersenyum dia berkata: "Bukan di belakang tengkukku terdapat suatu bagian yang paling gampang untuk di penggal ?" "Setiap orang tentu memilikinya.." "Bila kau dapat menemukan bagian tersebut di atas tengkukku, silahkan kau penggal dahulu batok kepalaku sebelum pergi meninggalkan tempat ini.." Orang yang berbaju hitam itu segera tertawa dingin, jengeknya: "Bagiku mah tak usah dicari lagi" "Oooh, jadi sendiri kau telah berhasil menemukannya?" "Tapi aku tidak turun tangan karena aku hendak membalas budi kebaikanmu semalam, tapi sekarang . ." Koleksi Kang Zusi Mendadak tubuhnya melesat mundur ke belakang dan meluncur keluar dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya. Kwik Tay-lok ikut melesat pula ke depan. Berada ditengah udara, orang berbaju hitam itu telah meloloskan pedangnya, sebilah pedang panjang tujuh depa yang memancarkan cahaya gemerlapan. Mendadak.... "Criiiing !" di atas pedang yang gemerlapan itu telah bertambah dengan sebuah sarung pedang. Sarung pedang itu diambil keluar dari bawah jubah panjang dari Kwik Tay-lok. Orang berbaju hitam itu segera melompat mundur ke belakang, tapi dia turut mengejar ke depan, begitu orang berbaju hitam itu meloloskan pedangnya maka diapun mengeluarkan sarung pedang dari bawah jubahnya, kemudian ditusukkan ke depan persis menyongsong datangnya tusukan dari musuhnya. Panjang pedang tujuh depa, sarung pedang itu hanya tiga depa tujuh inci persis. Tapi, begitu pedang si orang berbaju hitam itu kena disarungkan kembali, kontan saja ia tak sanggup mengembangkan permainan pedangnya lebih jauh.... Tubuhnya masih mundur terus ke belakang, sebab ia sudah tiada cara lain untuk menghadapi situasi semacam itu selain mundur.... Sepasang tangan Kwik Tay-lok mencekal sarung itu erat-erat dan mendorongnya ke muka kuat-kuat, bila ia tidak melepaskan pedangnya, maka hanya mundur terus mengikuti gerakan dorongan tersebut. Sebaliknya jika dia melepaskan pedangnya, berarti gagang pedang sendiri akan menghajar di atas dadanya. Tubuhnya mundur terus ke belakang, dia berusaha untuk berganti arah sedikit ke samping kemudian mendorong ke depan, sayang hal itu tak mungkin lagi, maka pada saat ini ia telah terjepit, gerak-geriknya sudah tidak bebas lagi. Bila Kwik Tay-lok mendesaknya maju se depa, terpaksa dia harus mundur sedepa pula. "Blaaaamm....!" tubuhnya telah terdorong sehingga menumbuk di atas dinding pekarangan. Kwik Tay-lok masih menggenggam sarung pedang itu dengan sepasang tangannya, kemudian menekan tubuh musuhnya itu keras-keras di atas dinding. Dalam keadaan begini, ia sudah tak mungkin mundur lagi, pedangnya juga tak mungkin dilepaskan lagi, asal dia lepas tangan, gagang pedang itu akan segera menghantam dadanya keras-keras. Situasi ketika itu begitu luar biasanya sehingga bila tidak disaksikan dengan mata kepala sendiri, belum tentu orang akan mempercayainya.... Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok segera tertawa, tegurnya: "Keadaan seperti ini tentunya tak pernah kau sangka bukan ?" "Kepandaian silat macam apaan ini ?" seru orang berbaju hitam itu sambil menggigit bibirnya menahan diri. "Tindakan semacam ini sama sekali tak bisa dianggap sebagai suatu kepandaian" jawab Kwik Tay-lok tertawa, "sebab kecuali dipakai untuk menghadapi dirimu, cara semacam ini sama sekali tak ada manfaatnya apa-apa." Dia seperti kuatir kau orang berbaju hitam itu tidak mengerti, maka sambungnya lebih jauh. "Sebab di dunia ini, kecuali kau seorang, tiada orang lain yang akan mencabut pedangnya dengan cara seperti ini." "Jadi kau secara khusus menciptakan cara tersebut untuk digunakan menghadapi diriku?" seru orang berbaju hitam itu dengan suara yang dingin seperti es. "Benar sekali." "Padahal kau memang berniat untuk menahan diriku di tempat ini ?" "Sesungguhnya tinggal di sinipun tak ada yang jelek, paling tidak setiap hari kau dapat tidur dengan hati yang tenteram" sambung Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Hmmm.....!" "Asal kau bersedia untuk tinggal di sini, aku segera akan lepas tangan dan memberikan kebebasan untukmu." "Hmmm...!" "Hmmm itu apa artinya ?" Orang berbaju hitam itu tertawa dingin. "Sekarang, sekalipun aku tak dapat membunuhmu, tapi kaupun tak bisa berbuat apa-apa terhadap diriku, asal kau mengendorkan tanganmu, aku masih mampu untuk menggerakkan pedangku guna membunuh kau." "Ehmmm.... memang keadaan semacam itu bisa saja terjadi setiap saat.." Kwik Tay-lok manggut-manggut. "Oleh sebab itu jangan harap kau bisa mengancamku dengan cara seperti ini, sekalipun aku bersedia mengabulkan permintaanmu itu, hal mana juga akan kulakukan setelah kau lepas tangan nanti." Kwik Tay-lok memandangnya beberapa saat, mendadak ia berkata sambil tertawa: "Baik, boleh saja aku mempercayai dirimu untuk kali ini saja, asalkan saja kau...." Belum habis perkataan itu diucapkan, dan belum lagi dia lepas tangan, mendadak ia saksikan ada semacam benda yang menerobos keluar dari dada orang berbaju hitam itu. Koleksi Kang Zusi Itulah sebilah ujung pedang yang tajam. Di ujung pedang itu masih ada darah yang menetes keluar. Ketika orang berbaju hitam itu memandang ujung pedang yang menembusi dadanya, sorot mata yang terpancar keluar persis seperti sorot mata yang diperlihatkan Kui kongcu menjelang kematiannya. Kwik Tay-lok menjadi tertegun menyaksikan kejadian itu. Terdengar orang berbaju hitam itu memperdengarkan suara "Grook" yang aneh sekali dari tenggorokannya, dia seakan-akan hendak mengucapkan sesuatu, namun sudah tak sanggup diutarakan lagi. Tiba-tiba Kwik Tay-lok membentak keras, dia melejit ke tengah udara dan melompat keluar dari dinding pekarangan tersebut. Betul juga, pedang itu ditusuk masuk dari balik dinding pekarangan sebelah luar, pedang tersebut menembusi dinding dan menembusi dada orang berbaju hitam itu, hingga kini gagang pedang itu masih berada di luar dinding. Tapi hanya ada gagang pedangnya belaka, tak nampak sesosok bayangan manusiapun. Angin berhembus lewat, rumput di atas tanah perbukitan itu bergoyang kesana kemari, namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun. Di atas gagang pedang itu terdapat secarik kain putih, kain itu sedang berkibar pula terhembus angin. Kwik Tay-lok ingin mencabut keluar pedang tersebut, tapi segera menemukan tulisan yang tertera di atas kain putih itu. Ketika diambil kain tadi, maka terbacalah tulisan itu berbunyi demikian: "Mati untuk yang mencatut nama ! tertanda : Lamkiong Cho." Noda darah di ujung pedang itu telah mengering, orang berbaju hitam itu seakan-akan sedang menundukkan kepalanya memperhatikan ujung pedang yang menembusi dadanya, seperti juga sedang termenung. Keadaannya itu seperti keadaan Kui kongcu setelah menemui ajalnya tertembus pedang. Yan Jit, Ong Tiong, Lim Tay-peng masih berdiri di serambi jauh di belakang sana, berdiri sambil mengawasi jenasahnya. Ia datang secara tiba-tiba, kini mati secara tiba-tiba pula. Tapi yang lebih aneh lagi adalah ternyata ia bukan Lamkiong Cho. Kwik Tay-lok berdiri disampingnya, memperhatikan ujung pedang yang menembusi dadanya, seakan-akan sedang termenung pula. Koleksi Kang Zusi Pelan-pelan Yan Jit menghampirinya, lalu menegur: "Hei, apa yang sedang kau pikirkan ?" Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya: "Aku sedang berpikir, kalau toh dia bukan Lamkiong Cho, mengapa harus menerima semua hangus dari Lamkiong Cho ?" "Hangus apa maksudmu ?" "Bila ia bukan Lamkiong Cho yang sebenarnya, Giok Ling-long tak akan membunuh dan ia tak usah menyembunyikan diri ditempat ini, sekarang, tentu saja diapun tak usah mati di sini ?" "Apakah kau sedang merasa sedih atas kematiannya ?" "Ya, sedikit." "Tapi aku justru merasa sedih untuk Lamkiong Cho." "Mengapa ?" "Dengan mencatut nama Lamkiong Cho, entah berapa banyak orang yang telah dibunuhnya dalam dunia persilatan, entah berapa banyak kejahatan pula yang telah dia kerjakan?, mungkin Lamkiong Cho sendiri sama sekali tidak tahu menahu akan hal ini, kau seharusnya berkata bahwa Lamkiong Cho lah yang telah menerima akibatnya dari ulah orang ini, bukan dia yang mendapat hangus dari Lamkiong Cho." Kwik Tay-lok termenung dan berpikir sebentar, akhirnya dia manggut-manggut, sahutnya setelah menghela napas panjang: "Tapi, bagaimanapun juga dia toh masih terhitung juga tamu kita, aku tak ingin melihat tamuku mati di dalam halaman rumah kita." "Oleh sebab itu kau masih bersedih hati bagi kematiannya ?" "Yaa, sedikit." "Bila kau lepas tangan tadi, entah pada saat ini masih akan bersedih hati untuknya atau tidak ?" "Bila aku lepas tangan tadi, apakah dia berkesempatan itu untuk membunuhku ?" "Kau anggap dia tak dapat berbuat demikian" Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya: "Bagaimanapun kau berbicara, aku tetap merasa bahwa manusia tetap manusia, sedikit banyak manusia itu masih mempunyai rasa perikemanusiaan, walaupun kau tak melihatnya, atau dapat merabanya, tapi mau tak mau harus kau akui akan kehadirannya, kalau tidak, apalah artinya hidup sebagai manusia ?" Yan Jit menatapnya lekat-lekat, mendadak diapun turut menghela napas panjang, katanya dengan lembut: Koleksi Kang Zusi "Padahal akupun berharap sekali agar pandanganmu itu jauh lebih tepat daripada pandanganku..." Kwik Tay-lok mendongakkan kepalanya memandang awan yang melayang jauh diangkasa sana, lama sekali dia termenung, lalu berkata lagi secara tiba-tiba: "Sekarang, akupun berharap bisa mengetahui akan satu hal." "Kau berharap apa ?" "Aku hanya berharap, suatu ketika aku dapat bertemu dengan Lamkiong Cho yang sesungguhnya, melihat bagaimanakah bentuk wajah orang itu..." Dengan mata mencorongkan sinar tajam, pelan-pelan dia melanjutkan: "Aku rasa, ia pasti jauh lebih misterius, jauh lebih menakutkan daripada orang-orang yang pernah kujumpai sebelumnya." Tapi apakah di dunia ini benar-benar terdapat seorang manusia yang bernama Lamkiong Cho ? Siapapun tidak tahu, siapapun tak pernah melihatnya. Sampai sekarang ada atau tidaknya Lamkiong Cho si manusia misterius itu dalam dunia masih tetap merupakan suatu tanda tanya besar, suatu teka-teki besar yang hingga kini belum terpecahkan.... Yaa, siapa yang tahu dia itu ada atau tidak? Tiada seorang manusiapun yang tahu akan kabar berita Lamkiong Cho, seperti juga tak ada orang yang tahu ke mana perginya musim semi. Tapi, musim semi akan datang kembali, sebaliknya Lamkiong Cho sama sekali tiada beritanya. Sekarang, musim sudah hampir berlalu. Walaupun aneka bunga dalam halaman telah mekar dengan indahnya, namun bagaimanapun indahnya bunga, tak akan bisa menahan musim semi itu untuk berlangsung lebih lama. Lambat laun udara mulai menjadi panas. Sekalipun luka yang diderita Ong Tiong telah sembuh, namun orangnya berubah makin malas, sepanjang hari dia hanya berbaring saja, hampir sama sekali tak bergerak. Kecuali ketika mereka mengubur jenasah orang berbaju hitam tempo hari.... Waktu itu, walaupun sudah mendekati Ceng-beng, namun tiada hujan yang turun sepanjang hari. Udara cerah dan sangat baik, pulang dari kuburan, seperti biasanya Ong Tiong berjalan dipaling belakang.. Ang Nio-cu tidak datang. Koleksi Kang Zusi Walaupun luka yang dideritanya telah hampir sembuh, namun sepanjang hari dia mengurung diri dalam kamarnya.... sekarang bukan Ong Tiong yang menghindarinya, justru agaknya dialah yang berusaha menghindari Ong Tiong. Hati perempuan memang selamanya sukar diraba ke arah mana tujuannya.... Ini masih tak aneh, yang aneh adalah belakangan ini Kwik Tay-lok juga seakan-akan selalu menghindari Yan Jit. Yan Jit dan Lim Tay-peng berjalan di muka, sedang dia dan Ong Tiong mengikuti di belakang dengan kemalas-malasan. Di tengah jalan, Ong Tiong mencari sebuah tempat yang rindang dan duduk, kemudian menggeliat dan menguap berulang kali. Maka diapun turut duduk, menggeliat dan menguap berulang kali. Ong Tiong segera tertawa, sambil memandang wajahnya, ia berkata sambil tersenyum: "Belakangan ini tampaknya kaupun berubah menjadi lebih malas daripada diriku?" "Siapa yang membuat peraturan kalau hanya kau seorang yang boleh menjadi malas ? Dapatkah aku lebih malas sedikit dari pada dirimu ?" "Tidak dapat." "Kenapa tidak dapat?" "Sebab belakangan ini kau seharusnya lebih bersemangat daripada siapapun juga." "Mengapa?" "Masih ingatkah kau dengan ucapan Yan Jit yang disampaikan kepadamu tempo hari?" "Tidak ingat, tidak ingat lagi, mengapa aku harus mengingat selalu perkataannya ?" Seakan-akan baru saja menelan tiga butir obat peledak, kata-katanya membara seperti bahan peledak yang setiap saat bakal meledak. Ong Tiong sama sekali tidak menggubris akan hal itu, sambil tersenyum kembali dia berkata: "Dia bilang, diantara kita berempat, sebenarnya ia mengira kepandaian silatmu paling rendah." "Kalian semua mempunyai guru yang baik sedang aku tidak, tentu saja kepandaianku lebih rendah." "Tapi, semenjak kau bertarung melawan orang berbaju hitam itu, dia baru menemukan kalaupun ilmu silat yang kami miliki jauh lebih hebat daripada kepandaianmu, namun bila sungguhsungguh sampai terjadi pertarungan, mungkin semuanya bukan tandinganmu." "Apa yang dia katakan, mungkin dia sendiripun tak akan mempercayainya....." ucap Kwik Tay lok dingin. "Tapi aku percaya seratus persen, sebab pandanganku pun sama persis seperti pandangannya itu." Koleksi Kang Zusi "Oya. . ." "Sekalipun ilmu silatmu tak bisa menandingi kami, namun bila sedang bertarung melawan orang, kau bisa menghadapinya menurut situasi yang ada di depan, menaklukkan musuh terlebih dahulu dan menguasahi posisi strategis, jika di umpamakan dengan kata-kata kuno, maka kau adalah seorang manusia yang pintar dan berbakat bagus untuk melatih ilmu silat, oleh sebab itu...." "Oleh sebab itu kita harus bertarung untuk mencobanya bukan ?" Katanya semakin meledak-ledak, seperti ada tiga ton bahan peledak yang tertanam dalam perutnya. Namun Ong Tiong masih juga tidak ambil perduli, katanya lebih jauh sambil tersenyum: "Oleh sebab itu kau harus menggantikan semangatmu dan melatih kepandaian silat yang kau miliki semakin giat, bila dapat menemukan guru yang baik, mungkin saja di kemudian hari akan menjadi seorang tokoh silat disegani dalam dunia persilatan" Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang katanya: "Sekarang aku tak ingin mencari guru yang paling baik, aku hanya ingin mencari seorang lebih yang baik" "Mengapa?" Kwik Tay-lok menggigit kuku jari tangannya keras-keras, lalu jawabnya lirih: "Sebab... sebab aku punya penyakit" "Kau punya penyakit? Penyakit apa?" Tanya Ong Tiong dengan wajah agak berubah: "Semacam penyakit yang aneh sekali" "Tampaknya kau tak pernah membicarakan soal-soal ini denganku?" "Sebab.... sebab aku.... aku tak dapat mengatakannya" Wajah pemuda ini memang tampak sangat menderita sekali, sama sekali tidak mirip orang yang sedang bergurau. Ternyata Ong Tiong juga tidak bertanya lebih lanjut. Sebab dia tahu, semakin cepat dia mengajukan pertanyaan, semakin enggan Kwik Tay-lok membicarakannya. Begitu ia tidak bertanya, ternyata Kwik Tay-lok malah mendesak terus, kembali dia bertanya: "Apakah kau tidak merasakan bahwa belakangan ini aku telah berubah sama sekali?" Ong Tiong berkerut kening lalu termenung beberapa saat lamanya, setelah itu dia baru mengangguk. "Ehmm, agaknya memang sedikit berubah." Koleksi Kang Zusi "Aaai.... hal itu disebabkan aku berpenyakit" kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas panjang. Dengan nada menyelidik Ong Tiong bertanya lagi: "Tahukah kau dimana terletak penyakit yang kau derita itu" "Disini !" kata Kwik Tay-lok sambil menuding ke hati sendiri. "Oooh.... kalau begitu kau terkena penyakit hati ?" seru Ong Tiong sambil berkerut kening. Mimik wajah Kwik Tay lok semakin menunjukkan penderitaan yang lebih menghebat. "Penyakit hatipun terdiri dari beraneka macam, menurut apa yang kuketahui, yang paling hebat adalah penyakit rindu.... apakah kau terkena penyakit rindu ?" Kwik Tay-lok tidak menjawab, dia hanya menghela napas berulang kali. Sambil tertawa kembali Ong Tiong berkata: "Penyakit rindu bukan suatu penyakit yang memalukan, mengapa kau enggan untuk mengutarakannya ? Siapa tahu aku masih bisa membantumu untuk menjadi mak comblang?" Sekuat tenaga Kwik Tay-lok menggigit bibirnya kencang-kencang, lewat sekian lama kemudian tiba-tiba ia cengkeram bahu Ong Tiong dan berseru keras: "Benarkah kau adalah teman baikku?" "Tentu saja benar" "Sebagai sahabat karib, apakah harus saling menutup rahasia...?" "Aku mempunyai suatu rahasia, sudah lama rahasia ini ku simpan didalam hati, tapi bila tidak ku utarakan lagi, bisa jadi aku akan menjadi gila, tapi.... tapi bila ku utarakan keluar, aku pun takut kau mentertawakan diriku" "Kau.... kau... jangan-jangan kau kena penyakit sypilis?" bisik Ong Tiang ragu-ragu. "Tidak !" Ong Tiong segera menghembuskan napas lega, ujarnya: "Asal tidak kena penyakit Sypilis saja, tak menjadi soal, katakan saja berterus terang, aku tak akan mentertawakan dirimu" Kembali Kwik Tay-lok ragu-ragu setengah harian lamanya, setelah itu dengan wajah yang murung dia berkata: "Penyakit rindu pun tidak terdiri dari semacam saja, justru yang ku alami adalah suatu macam penyakit yang paling memalukan" "Kenapa memalukan sekali ? Perempuan suka lelaki, lelaki suka perempuan, hal ini sudah lumrah dan semua orang juga mengalaminya, sekalipun gagal didalam bercinta juga bukan suatu kejadian yang terlalu memalukan...." Koleksi Kang Zusi "Tapi.... tapi penyakit rindu yang ku alami ini bukan terhadap kaum perempuan" Ong Tiong tertegun, sampai lama kemudian dia baru bertanya lagi dengan nada menyelidik: "Apakah kau jatuh hati kepada seorang lelaki ?" Kwik Tay-lok manggut-manggut, wajahnya meringis seperti setiap saat akan menangis: Agaknya Ong Tiong juga merasa takut sekali, sengaja dia merendahkan suaranya sambil berbisik: "Bukan aku bukan ?" Kwik Tay-lok memandang wajahnya lekat-lekat, dia tak tahu ingin menangis ataukah ingin tertawa, terpaksa sambil menarik wajahnya ia menjawab cepat: "Penyakitku belum sampai separah ini." Agaknya Ong Tiong segera menghembuskan napas lega, katanya kemudian sambil tertawa: "Asal bukan aku, itu mah tak menjadi soal." Mendadak dia merendahkan lagi suaranya sambil bertanya: "Apakah Siau-lim ?" "Sudah bertemu setan tampaknya kau ini" Ong Tiong kembali berkerut kening dan berpikir beberapa saat lamanya, tapi tak lama kemudian katanya sambil tertawa: "Aaaah... mengerti aku sekarang, bukankah kau mencintai Yan Jit....?" Kali ini Kwik Tay-lok tidak berbicara lagi, ia membungkam dalam seribu bahasa. Dengan senyuman dikulum kembali Ong Tiong berkata: "Padahal sudah lama aku mengetahui akan hal ini, kau selalu suka berkumpul dengannya." Sambil bermuram durja Kwik Tay-lok berkata lagi: "Dulu aku masih belum merasakan sesuatu yang tak beres, aku masih mengira hal mana mungkin disebabkan kami adalah sahabat karib tapi kemudian.... kemudian...." "Kemudian bagaimana?" tanya Ong Tiong sambil mengerdipkan matanya berulang kali. "Kemudian.... kemudian aku merasakan sesuatu yang tak beres." "Dimana ketidak beresannya ?" "Aku tak dapat menerangkan dimanakah letak ketidak beresan tersebut, pokoknya asal aku berada bersamanya, perasaanku akan menjadi lain daripada yang lain." "Bagaimana lain daripada yang lain itu?" Koleksi Kang Zusi Tampaknya ia betul-betul hendak mengorek semua persoalan sampai sejelas-jelasnya sama sekali, tak mau mengendor dengan begitu saja. "Lain daripada yang lain, yaa lain dari pada yang lain, pokoknya.... pokoknya tidak sama seperti keadaan biasa." Sekalipun sudah dikatakan namun kenyataannya sama juga seperti tidak berkata apa-apa. Tampaknya Ong Tiong seperti mau meledak rasa gelinya, tapi untung saja ia masih dapat menahan diri, ujarnya kemudian dengan wajah serius: "Padahal kejadian seperti inipun bukan termasuk suatu kejadian yang memalukan." "Tidak memalukan ?" teriak Kwik Tay-lok, "kalau lelaki semacam aku ternyata menyukai lelaki juga, apa namanya ? itu namanya Homoseks, mengerti ? Apakah Homoseks tidak memalukan....." "Toh di dunia ini bukan kau seorang yang mengidap penyakit seperti ini? Bahkan sang Kaisar pun, ada kalanya merasakan juga tubuh lelaki, apa salahnya kalau rakyatpun mengikuti jejaknya? Aku lihat, lebih baik lanjutkan saja hubunganmu dengannya...." Kwik Tay-lok segera mencak-mencak seperti orang yang kebakaran jenggot, dengan mata melotot teriaknya amat gusar: "Ternyata kau bukan sahabatku, aku telah salah menilai dirimu." Sambil membalikkan badannya ia siap berlalu dari situ. Tapi Ong Tiong segera menariknya kembali seraya berkata: "Eeeh.... jangan marah dulu, jangan marah dulu, aku tak lebih hanya ingin mencoba dirimu saja, sesungguhnya akupun sudah melihatnya bahwa Yan Jit manusia tersebut sedikit kurang beres" "Bagaimana kurang beresnya?" tanya Kwik Tay-lok tertegun. Ong Tiong harus bersusah payah menahan diri agar jangan sampai meledak rasa gelinya, sambil menarik muka dia berkata: "Apakah kau tidak melihat orang ini rada sedikit berhawa sesat." "Hawa sesat ? Hawa sesat apa?" "Walaupun kita sudah sekian lama menjadi sahabat karib, namun dia selalu waspada seperti terhadap maling saja, bila mendadak tidur, ia selalu menutup semua pintu, semua jendela yang ada rapat-rapat, bukan begitu?" "Betul !" "Setiap kali dia keluar rumah, kepergiannya selalu dilakukan secara diam-diam, seakan-akan kuatir bila kita akan menguntilnya, begitu....?" "Betul." Koleksi Kang Zusi "Dia selalu tak pernah mandi, tapi tubuhnya tak pernah berbau busuk, walaupun pakaian yang dikenakan dekil dan penuh berlubang, namun kamarnya jauh lebih bersih daripada kamar siapapun.... coba kau bilang, berdasarkan beberapa masalah ini bukankah dia tampak amat sesat rasanya...?" Paras muka Kwik Tay-Iok segera berubah menjadi pucat pias, dengan agak ragu-ragu katanya: "Maksudmu, apakah dia...." "Aku tidak berkata apa-apa, juga tidak mengatakan kalau dia adalah anggota Mo-kau" Mendadak dia berbatuk-batuk keras, sebab kalau tidak dibatukkan lagi, bisa jadi suara tertawanya akan meledak-ledak. Paras muka Kwik Tay-lok berubah semakin pucat pias lagi, bibirnya menjadi gemetar keras, terdengar ia bergumam tiada hentinya: "Orang Mo-kau.... orang Mo-kau ?" Ong Tiong harus berbatuk sekian lama sebelum akhirnya berhasil meredakan rasa geli dalam hatinya, kembali dia berkata. "Aku hanya pernah mendengar orang bercerita, katanya dalam Mo-kau terdapat beberapa pasang suami istri yang sangat aneh." "Bagaimana anehnya ?" "Beberapa pasang suami istri itu, sang suami adalah laki-laki, sang istripun laki-laki." Bagaikan terkena bidikan panah yang telak mengenai ulu hatinya, Kwik Tay-Iok segera melompat bangun dari atas tanahnya, kemudian sambil memegang bahu Ong Tiong kencangkencang, pintanya dengan wajah hampir menangis: "Kau.... kau harus... membantuku.... kau.... kau harus membantuku." "Bagaimana membantunya ?" "Kau harus membantuku untuk bercekcok hebat dengan diriku." "Bercekcok ? Bagaimana cekcoknya" "Terserah bagaimanapun cekcoknya, pokoknya aku minta kita bercekcok hebat, semakin hebat semakin baik." "Kenapa harus bercekcok ?" "Sebab setelah bercekcok aku bisa kabur lari sini untuk mengambil langkah seribu !" Paras muka Ong Tiang agak berubah, tampaknya dia merasa gurauannya sudah terlampau berlebihan, maka setelah lewat sesaat lamanya dia baru berkata sambil tertawa paksa: "Sesungguhnya kau tak perlu pergi, sebab sebenarnya dia...." Dia seperti hendak mengungkapkan rahasia tersebut, tapi Kwik Tay-lok segera menukas katakatanya: Koleksi Kang Zusi "Padahal akupun bukan benar-benar akan minggat, aku hanya akan meninggalkan tempat ini untuk sementara waktu saja" "Kemudian?" "Kemudian akan menunggunya di bawah bukit sana, asal dia sudah pergi maka secara diamdiam aku akan menguntilnya, akan kulihat dia pergi kemana dan berjumpa dengan siapa saja" Setelah menghela napas panjang, ia melanjutkan: "Bagaimanapun juga, aku harus menyelidiki dirinya sampai jelas, aku ingin tahu sebenarnya ia mempunyai rahasia apa?" Ong Tiong termenung sebentar, kemudian katanya: "Mengapa kau tidak menunggu saja di rumah?" "Sebab bila aku akan menguntilnya dengan begitu saja, niscaya jejakku akan diketahui olehnya" "Apakah kau hendak merubah wajahmu setibanya di bawah bukit sana ?" "Kau mengerti ilmu menyaru muka ?" "Tidak, tapi aku mempunyai cara sendiri." Sambil miringkan kepalanya Ong Tiong mempertimbang-kan hal tersebut beberapa saat lamanya, kemudian pelan-pelan ia berkata: "Kalau toh kau telah bertekad untuk berbuat demikian, baiklah kau lakukan saja, cuma...." "Cuma bagaimana ?" "Bila kita hendak bercekcok, maka cekcok itu harus dilangsungkan seperti yang sesungguhnya, kalau tidak, tentu dia tak akan percaya." "Betul." "Oleh karena itu kita harus menunggu kesempatan, kita tak boleh bercekcok tanpa sebab musabab yang kuat." "Tapi, kita harus menunggu sampai kapan?" Ong Tiong segera tertawa, katanya: "Walaupun aku tidak terlalu suka bercekcok dengan orang, namun bukan suatu pekerjaan yang sulit untuk mencari kesempatan guna bercekcok." "Kenapa ?" "Sebab kau memang seringkali mengucapkan kata-kata yang tak bisa diterima oleh manusia biasa." Kwik Tay-lok turut tertawa, katanya: Koleksi Kang Zusi "Bila Yan Jit berada di sini, sekarang juga aku dapat bercekcok dengan dirimu." "Kini, aku hanya menguatirkan satu persoalan." "Apa yang kau kuatirkan ?" "Aku hanya kuatir bila ia membantumu untuk bercekcok denganku, kemudian sehabis bercekcok pergi bersamamu." Kwik Tay-lok mengerdipkan matanya berulang kali, katanya kemudian: "Kau tak usah menguatirkan tentang persoalan ini." "Oya ?" "Kalau toh aku dapat bercekcok dengan dirimu, apakah tidak bisa bercekcok pula dengan dirinya?" "Tentu saja dapat" jawab Ong Tiong sambil tertawa, "ada kalanya, perkataanmu bisa menggemaskan orang sekota, siapapun yang bercekcok denganmu, aku pasti tak akan merasa keheranan" Belum habis berkata dari Kwik Tay-lok itu, mendadak terdengar jeritan kaget berkumandang dari balik hutan di sebelah depan sana. Seorang gadis sedang berteriak-teriak dengan suara yang lantang: "Tolong.... tolong...." Bila seorang lelaki mendengar seorang gadis meneriakkan kata "tolong", kebanyakan mereka segera akan memburu ke tempat kejadian dan memberikan pertolongannya. Sekalipun ia tidak berniat sungguh-sungguh untuk memberi pertolongan, paling tidak juga akan mendekatinya mengetahui apa gerangan yang telah terjadi. Dalam kehidupan seorang pria, sedikit banyak ia tentu akan mengkhayalkan untuk menjadi seorang pahlawan yang menolong gadis cantik, hanya sayangnya kesempatan itu jarang terjadi. Kini, kesempatan itu sudah tiba, sudah barang tentu Kwik Tay-lok takkan melepaskannya dengan begitu saja. Tidak menanti Ong Tiong melakukan suatu gerakan, Kwik Tay-lok telah melompat bangun dan menyerbu ke arah mana berasalnya suara teriakan tersebut.... Sayang dia seakan-akan datang terlambat selangkah. Baru saja dia melompat bangun, tampaklah sesosok bayangan manusia telah menerjang masuk ke dalam hutan. Gadis yang meneriakkan minta tolong, kebanyakan tak akan berparas jelek, tapi gadis secantik orang yang berteriak minta tolong sekarang, tidak banyak jumlahnya. Gadis itu tidak begitu tua, paling banter usianya baru tujuh delapan belas tahunan, rambutnya dikepang dua dan kelihatan lincah serta polos.... Di tangannya membawa sebuah keranjang bunga, wajah yang berbentuk kwaci telah berubah menjadi pucat pias seperti mayat, ia sedang berlarian mengitari sebuah pohon. Koleksi Kang Zusi Seorang lelaki berkumis yang bertubuh kekar, dengan membawa senyuman menyeringai mengejarnya dari belakang. Ia tidak mengejar terlalu cepat, sebab ia tahu gadis itu sudah merupakan hidangan lezat di depan mata, jangan harap dara tersebut dapat meloloskan diri lagi dari cengkeramannya. Tentu saja mimpipun ia tak menyangka kalau dari tengah jalan bisa muncul seorang Thia Kaukim. Untung saja Thia Kau-kim yang munculkan diri tak lebih hanya seorang pemuda yang masih ingusan paling banter umurnya sebaya dengan nona tersebut. Maka sebelum Lim Tay-peng buka suara, ia telah membentak lebih dahulu dengan suara menggelegar: "Kau si anakan kelinci, siapa yang suruh kau datang kemari? Bila sampai menggagalkan urusan baik locu, hati-hati kupenggal batok kepala anjingmu itu." "Urusan baik apa ?" tegur Lim Tay-peng dengan wajah dingin. "Apa yang hendak locu lakukan, memangnya kau si bangsat cilik tak dapat melihatnya sendiri ?" Sementara itu si nona telah menyembunyikan diri di belakang Lim Tay-peng, dengan napas tersengkal-sengkal dan suara gemetar katanya: "Dia bukan orang baik, dia.... dia hendak menganiaya aku." "Tak usah kuatir," ucap Lim Tay-peng hambar, "sekarang, tak ada orang yang berani menganiaya dirimu lagi." "Hmmm.... anak monyet, tampaknya kau hendak mencampuri urusanku?" bentak lelaki itu dengan gusar. "Agaknya memang begitu !" Dengan gusar lelaki itu membentak keras, bagaikan harimau lapar yang siap menerkam domba, dengan garangnya ia terjang diri Lim Tay-peng. Sayang sekali musuh yang dihadapinya Lim Tay-peng telah berhasil menghajarnya sampai menggelinding ke tanah, kemudian ditendangnya tubuh lelaki itu seperti lagi menyepak anjing saja. Kejut dan gusar lelaki itu dibuatnya, kontan saja dia mencaci maki kalang kabut, tampaknya ia sedang bersiap-siap untuk merangkak bangun dan menerkam lagi dengan garang. Siapa tahu seseorang telah mencengkeram bajunya dari belakang, kemudian mengangkat tubuhnya ke udara. Bukan saja orang itu mempunyai tenaga yang besar, perawakan tubuhnya juga tidak lebih pendek daripada dirinya sekalipun hanya dicengkeram dengan tangan sebelah, ternyata ia tak sanggup untuk memberikan perlawanan lagi... Koleksi Kang Zusi Kedatangan Kwik Tay-lok tepat pada waktunya, sambil mencengkeram orang itu menuju ke depan Lim Tay-peng, katanya sambil tersenyum: "Menurut pendapatmu, bagaimana kita harus memberi pelajaran kepada bangsat ini?" ia membentak. "Lebih baik kita menanyakan pendapat dari nona ini saja," kata Lim Tay-peng cepat-cepat. Waktu itu, belum hilang rasa kaget si nona, tubuhnya malah masih gemetar keras. Kwik Tay-lok segera menghampiri nona itu, kemudian setelah mengerdipkan matanya ia berkata: "Orang ini berani menganiaya dirimu, bagaimana kalau kita jagal dia, kemudian diberikan kepada anjing ?" Nona cilik itu menjerit kaget, hampir saja ia jatuh pingsan, tubuhnya segera roboh ke dalam pelukan Lim Tay-peng. Kwik Tay lok tertawa terbahak-bahak: "Haaahh.... haaahhh.... haaahhh jangan takut nona manis, aku hanya bergurau saja, manusia busuk macam dia jangan toh manusia, anjing liarpun enggan mengendus badannya yang busuk itu." Kemudian sambil mengulapkan tangannya: "Enyah kau dari sini, lebih cepat lebih baik, lebih jauh lebih baik, jangan sampai kena kami bekuk lagi !" Sekalipun tak usah diperingatkan, lelaki itu sudah melarikan diri terbirit-birit, diam-diam ia menyumpahi orang tua sendiri, kenapa dilahirkan dengan dua kaki saja. Sepeninggal lelaki tadi, si nona kecil itu baru menghembuskan napas lega, dengan wajah merah karena jengah ia bangkit berdiri, lalu sambil menjura katanya: "Terima kasih atas bantuan siangkong, kalau tidak.... kalau tidak....." Matanya kembali menjadi merah, kata-kata selanjutnya tak sanggup dilanjutkan lagi, seakanakan kalau bisa dia ingin memeluk sepasang kaki Lim Tay-peng dan menyatakan betapa meluapnya rasa terima kasih yang berkobar didalam dadanya. Paras muka Lim Tay peng juga berubah menjadi merah padam. Melihat itu, Kwik Tay lok segera berseru sambil tertawa: "Yang menolong kau toh bukan cuma kongcu ini seorang, aku juga turut ambil bagian, mengapa kau tidak berterima kasih kepadaku?" Paras muka nona cilik itu berubah semakin merah padam ia semakin tak tahu apa yang harus dilakukan. Untung saja Yan Jit datang tepat pada waktunya, sambil melotot ke arah Kwik Tay-lok tegurnya: Koleksi Kang Zusi "Orang sudah menderita, kau hendak menganiaya dirinya lagi...." Ia segera menarik bangun nona cilik itu, kemudian katanya lagi: "Orang inipun tadi punya penyakit, kau tak usah menggubris dirinya...." "Te... terima kasih." nona cilik itu menundukkan kepalanya semakin rendah. "Kau seorang anak dara, mengapa mendatangi tempat yang tak ada orangnya seperti tempat ini ?" Nona cilik itu menundukkan kepalanya semakin rendah, sahutnya agak tergagap: "Aku adalah seorang penjual bunga, ia bilang di suatu tempat ada orang yang hendak memborong semua bunga yang kumiliki, maka.... maka akupun mengikutinya datang ke mari." "Yan Jit menghela napas panjang, katanya kemudian: "Lelaki di dunia ini lebih banyak yang jahat daripada yang baik, lain kali kau mesti bersikap lebih berhati-hati lagi." Mendadak Lim Tay-peng bertanya: "Berapa sih harganya sekeranjang bunga?" "Tiga.... tiga....." "Baik, kuberi kau tiga tahil perak, kuborong semua sekeranjang bungamu itu." Nona menjual bunga itu mendongakkan kepalanya menatap wajahnya, dibalik sinar matanya yang lembut terpencar rasa terima kasih yang meluap. Dengan wajah merah padam karena jengah, buru-buru Lim Tay-peng melengos ke arah lain, seakan-akan ia tak berani bertatapan mata dengan dara tersebut. Kwik Tay-lok memandang sekejap ke arah Lim Tay-peng, lalu memandang pula ke arah si dara penjual bunga itu, tiba-tiba ia bertanya: "Nona cilik, siapa namamu ?" Dara penjual bunga itu seperti merasa takut sekali, begitu ia membuka suara, nona itu mundur dua langkah dengan ketakutan. "Apakah kau tinggal di bawah bukit sana? Apakah barusan pindah ke mari? Dulu mengapa aku tak pernah melihat dirimu ?" tanya Kwik Tay-lok lebih lanjut. Dengan wajah merah padam jengah, dara penjual bunga itu menundukkan kepalanya rendahrendah, sambil menggigit bibir, ia membungkam diri dalam seribu bahasa. "Hei, kenapa hanya membungkam saja ? Apakah kau mendadak menjadi bisu ?" Kwik Tay-lok tertawa terkekeh. Dara penjual bunga itu seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi niat itu kemudian diurungkan, tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya dan berlalu dari sana. Koleksi Kang Zusi Tampak sepasang kepangnya bergoyang-goyang di belakang punggungnya, setelah berlari agak jauh, tiba-tiba ia berpaling dan mengerling sekejap ke arah Lim Tay-peng, kemudian mengambil keluar semua bunga dari keranjangnya dan diletakkan di atas tanah. "Bunga ini semuanya untukmu" dia berkata. (Bersambung ke Jilid 27) Jilid 27 BELUM lagi ucapannya selesai diucapkan, wajahnya semakin memerah, larinya semakin cepat, seakan-akan takut kalau sampai dikejar orang. "Kecil amat nyali nona cilik ini," kata Kwik Tay-lok kemudian sambil tertawa. "Melihat tampangmu yang buas dan seram, gadis yang bernyali besarpun akan ketakutan juga dibuatnya," sela Yan Jit dingin. "Aku toh tak lebih hanya bertanya beberapa patah kata kepadanya, apa salahnya kalau bertanya melulu?" "Apa pula urusannya nama orang, tinggal dimana dengan urusanmu? Kenapa kau mesti banyak bertanya?" "Aku toh bukan bertanya untuk diriku sendiri," jawab Kwik Tay-lok tertawa. "Lantas kau bertanya untuk siapa?" Kwik Tay-lok menunjuk ke arah Lim Tay-peng dengan ujung bibirnya, lalu berkata sambil tertawa: "Apakah kau belum melihat bagaimanakah tampang dari kongcu kita yang romantis itu?" Lim Tay-peng seakan-akan tidak mendengar apa yang dia katakan, sepasang matanya masih menatap ke arah mana bayangan tubuh nona cilik itu melenyapkan diri, ia tampak seperti agak terpesona dibuatnya. Musim semi belum pergi jauh, angin yang berhembus di pagi hari itu masih membawa udara yang segar. Kwik Tay-lok membuka pintu dan menarik napas panjang-panjang, angin sejukpun segera berhembus lewat menerpa tubuhnya. Setiap hari pasti dialah yang bangun paling awal, sebab dia merasa bertiduran di atas ranjang dalam udara segar seperti itu hanyalah suatu pekerjaan yang menghambur-hamburkan waktu. Tapi hari ini, ketika ia membuka pintu dan melangkah keluar halaman, tiba-tiba dijumpainya Lim Tay-peng sudah berdiri di tengah halaman. Ia sedang berdiri termangu-mangu di tengah halaman. Kwik Tay-lok segera mendehem pelan, tapi ia tidak mendengar, Kwik Tay-lok mengetuk tiang pagar, diapun tidak mendengar. Koleksi Kang Zusi Sepasang matanya hanya menatap bunga mawar di sudut halaman saja, entah apa yang sedang dipikirkan ? Pelan-pelan Kwik Tay-lok berjalan menghampirinya, kemudian secara tiba-tiba berseru keras: "Selamat pagi !" Akhirnya Lim Tay-peng mendengar juga, tapi iapun tampak seperti amat terperanjat, ketika berpaling dan melihat orang itu adalah Kwik Tay-lok, ia baru tertawa paksa. "Selamat pagi !" sahutnya. Kwik Tay-lok menatap wajahnya lekat-lekat, kemudian berkata: "Kalau kulihat matamu yang merah, tampaknya semalam tidak nyenyak tidurmu?" "Ehhmmm....." "Tampaknya kau seperti mempunyai rahasia hati, sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan ?" "Aku sedang berpikir.... agaknya musim semi telah berlalu." "Yaa betul, musim semi telah berlalu, agaknya baru kemarin berlalunya" sahut Kwik Tay-lok sambil manggut-manggut. "Baru kemarin berlalunya ?" Kwik Tay-lok segera tersenyum. "Masa kau tidak tahu ?" serunya, "ketika si nona cilik lari pergi kemarin, musim semi telah lari pula mengikutinya" Kontan saja paras muka Lim Tay-peng berubah menjadi merah padam. Sengaja Kwik Tay-lok menghela napas panjang, gumamnya: "Heran, kemana perginya musim semi ? Siapa yang tahu....? Bila ada orang yang tahu ke mana perginya musim semi, apa salahnya kalau dicari kembali ?" "Dapatkah kau kurangi beberapa patah katamu yang tak beraturan itu?" pinta Lim Tay-peng dengan paras muka merah padam. Kembali Kwik Tay-lok tertawa. "Masa aku telah salah berbicara? Apakah kau tak ingin menahan musim semi itu beberapa waktu lamanya?" "Aku...." Mendadak ia membungkam, sebab pada saat itulah tiba-tiba berkumandang suara nyanyian dari kejauhan sana: "Nona cilik bangun di pagi hari. Membawa keranjang bunga, menuju ke pekan. Melewati jalan besar, menelusuri lorong kecil. Bunga, bunga, teriaknya. Meski bunga indah, meski bunga harum. Koleksi Kang Zusi Bagaimana bila tak ada yang beli, Menenteng keranjang, berkantung kosong. Pulang bertemu ayah dan bunda." Nyanyian itu manis, indah dan agak bernada pedih, bukan cuma Lim Tay-peng yang dibikin terperana, Kwik Tay-lok pun ikut terpesona dibuatnya. Lewat lama kemudian ia baru menghela napas panjang, gumamnya: "Tampaknya musim semi belum pergi jauh, buktinya sekarang ia telah balik kembali." Tiba-tiba di dorongnya Lim Tay-peng ke teras, kemudian ujarnya sambil tertawa: "Kenapa belum beranjak keluar? Buat apa berdiri termangu-mangu saja di situ?" "Keluar mau apa?" tanya Lim Tay-peng dengan wajah memerah karena amat jengah. Kwik Tay-lok segera mengerdipkan matanya berulang kali: "Kemarin, orang toh sudah menghadiahkan begitu banyak bunga untukmu, paling tidak hari ini kau harus merasakan terima kasih itu." Lim Tay-peng masih ragu-ragu, tapi akhirnya di bawah dorongan Kwik Tay-lok, ia keluar juga dari pintu. Kabut telah buyar, sang surya memancarkan cahayanya menerangi seluruh jagad. Seorang nona cilik yang membawa keranjang bunga sedang pelan-pelan berjalan mendekat, cahaya matahari telah memancarkan sinarnya menerangi seluruh angkasa. Ketika ia mendongakkan kepalanya dan tiba-tiba melihat wajah Lim Tay-peng, sinar matahari seakan-akan memancar semua di atas wajahnya. Mungkin juga masih ada separuhnya menyinari wajah Lim Tay-peng. Kwik Tay lok memandang sekejap ke arahnya lalu memandang pula ke arah nona cilik itu, diam-diam ia mengundurkan diri dari situ, menutup pintu dan membiarkan mereka tetap berada di luar pintu. Hembusan angin musim semi yang lembut, seakan-akan kerlingan mata sang kekasih. Kwik Tay-lok tersenyum, ia merasa girang sekali, sambil bergendong tangan pelan-pelan ia berjalan mundar mandir ditengah halaman. Sebenarnya ia tidak bermaksud mencari Yan Jit, tapi mendongakkan kepalanya, tiba-tiba dijumpainya ia telah berada di depan kamarnya Yan Jit. Cahaya musim semi begitu indah, mengapa tidak membiarkan teman yang lainpun ikut merasakannya? Akhirnya Kwik Tay-lok mengulurkan tangan dan pelan-pelan mengetuk pintu. Tiada jawaban dari dalam ruangan. Ia mengetuk lebih keras lagi, namun belum juga ada suara sahutnya. Masa tidur Yan Jit bagaikan mayat saja? Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok segera berteriak keras-keras: "Hei, matahari sudah berada ditengah kepala kita, masa kau belum juga bangun?" Suasana dibalik pintu masih tetap hening, tak ada suara barang sedikitpun juga. Tiba-tiba dari belakang tubuhnya kedengaran suara orang berbicara, itulah suara Ong Tiong. "Dia tidak ada di halaman belakang, juga tidak berada di dapur" demikian ucapnya. Paras muka Kwik Tay-lok agak berubah, tak tahan lagi ia segera mendorong pintu keras-keras. Pintu itu memang tidak dikunci, begitu didorong pintupun terbuka lebar.... Tapi bersama dengan terbukanya pintu, cahaya musim semi di halaman tadipun seakan-akan turut terdorong keluar. Dalam kamar itu tak ada orang. Pembaringan masih teratur rapi, seperti bersih dan licin, jelas semalam tidak diguna-kan, kecuali itu di sana nampak barang apapun jua. Bukan saja Yan Jit tak ada dalam kamar segala sesuatu benda miliknya juga ikut lenyap tak berbekas. Kwik Tay-lok berdiri tertegun di sana, kaki dan tangannya segera berubah menjadi dingin seperti es. Ong Tiong mengerutkan pula dahinya, lalu bergumam: "Tampaknya dia sudah pergi sejak kemarin malam!" "Ehem...." "Kali ini, mengapa dia pergi dengan membawa serta segenap benda miliknya? Kenapa ia pergi tanpa pamit atau meninggalkan pesan barang sepatah katapun juga ?" Tiba-tiba Kwik Tay-lok membalikkan badannya dan mencengkeram bahu Ong Tiong kencangkencang, serunya: "Semalam, kau tidak mengatakan apa-apa kepadanya bukan ?" "Menurut pendapatmu apa yang kuberitahukan kepadanya ?" "Maksudku semua perkataan yang kuucapkan kepadamu itu!" "Kau anggap aku adalah manusia macam apa ?" "Kau benar-benar tidak mengucapkan apa-apa" Ong Tiong menghela napas panjang, lanjutnya: "Sekarang, kitapun tak usah cekcok lagi, kalau tidak, cukup dengan perkataan itupun aku bisa mengajakmu cekcok hebat." Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok tertegun beberapa saat lamanya, kemudian dia menghela napas panjang dan pelan-pelan melepaskan cengkeramannya. Sambil tertawa paksa Ong Tiong berkata lagi: "Padahal kau tak usah cemas, dulu ia pernah kabur selama banyak waktu, tapi kemudian bukankah dia telah balik kembali?" Kwik Tay-lok segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil tertawa getir: "Bukankah barusan kau juga berkata, kali ini berbeda?" "Tapi dia sama sekali tak punya alasan untuk pergi tanpa pamit." Kwik Tay-lok menundukkan kepalanya rendah-rendah, katanya kemudian: "Mungkin.... mungkin dia seperti aku juga merasa gelagat semakin tidak beres maka.... maka dia merasa lebih baik angkat kaki dari sini..." "Padahal kalian seharusnya tidak melakukan suatu kesalahan apa-apa," ucap Ong Tiong agak sangsi. "Masih belum?" kata Kwik Tay- Iok sambil tertawa getir. "Padahal dia.... dia...." "Dia kenapa ?" Ong Tiong memandangnya dengan ragu, lewat beberapa saat kemudian tiba-tiba ia menggelengkan kepalanya berulang kali.. "Aahhh, tidak apa-apa...." Tidak menanti ucapan tersebut diselesaikan, ia telah membalikkan badan dan berlalu dari sana. "Kau hendak ke mana?" tegur Kwik Tay-lok. "Mencari barang secawan arak." Sesungguhnya Ong Tiong juga merupakan seseorang yang tak dapat menyimpan rahasia dalam hatinya, dia hanya merasa, ada sementara persoalan yang lebih baik jangan dibicarakan saja. Karena ia merasa, ada sementara persoalan lebih baik tidak diketahui oleh Kwik Tay-lok, sebab bila ia mengetahui terlalu banyak, hal mana justru akan mendatangkan kemurungan baginya. Sayang dia tak tahu kalau hal itu sama saja mendatangkan kemurungan baginya. Sekarang musim semi baru benar-benar telah pergi jauh. Ke mana perginya musim semi? Tak pernah ada orang yang tahu. Koleksi Kang Zusi Nona cilik bangun di pagi hari. . . Membawa keranjang bunga, menuju ke pekan. Melewati jalan besar, menelurusi lorong kecil... Nyanyian yang merdu itu hampir dapat di dengar setiap hari bila fajar baru menyingsing. Asal mendengar suara nyanyian tersebut, Lim Tay-peng segera merasa musim seminya telah tiba. Tapi, musim semi bagi Kwik Tay-lok tak pernah kembali lagi. Yan Jit seakan-akan pergi bersama berlalunya angin sepoi, pergi untuk tak kembali lagi, tiada kabar beritanya, tidak nampak pula bayangan tubuhnya. "Dia telah kemana? Mengapa sepatah katapun tidak ditinggalkan ?" Kwik Tay-lok bertekat hendak menemukan alasannya. Maka diapun berangkat meninggalkan tempat itu. Sebelum pergi, dia hanya meninggalkan sepatah kata: "Sebelum menemukan dirinya, aku tak akan pulang kembali !" Gelak tertawa dalam perkampungan Hok-kui-san-ceng semakin berkurang, walaupun udara makin hari semakin panas, namun dalam perasaan Ong Tiong, tempat itu hari bertambah hari semakin dingin. Tiada kabar berita dari Kwik Tay-lok, tiada kabar berita dari Yan Jit, juga tiada kabar berita dari musim semi. Yang ada hanya suara nyanyian merdu yang tiap fajar dapat terdengar dengan indahnya. Selain itu, satu-satunya yang membuat hati orang menjadi girang dan lega adalah makin sembuhnya luka yang diderita Ang Nio cu. Suatu hari, dia dan Lim Tay-peng menemani Ong Tiong berdiri di bawah wuwungan rumah. Langit sebenarnya bersih dan cerah, tapi secara tiba-tiba awan hitam menyelimuti seluruh angkasa. Menyusul kemudian, petir menyambar-nyambar dan geledek menggelegar membelah angkasa, hujan turun dengan derasnya. Air hujan turun membasahi seluruh jagad, bunga di sudut halaman sana berguguran tertimpa air, entah mengalir sampai ke sana. Memandang air hujan yang membasahi atap rumah, tiba-tiba Ong Tiong menghela napas panjang, gumamnya: "Musim semi benar-benar telah pergi.... aaaai, entah sampai kapan ia akan kembali lagi ?" Ang Nio-cu segera menghibur dengan suara lembut: Koleksi Kang Zusi "Walaupun sekarang ia telah pergi, tapi dengan cepatnya dia pasti akan kembali lagi." "Benar," sambung Lim Tay-peng, "bagaimanapun jauhnya musim semi itu berlalu, suatu ketika dia pasti akan kembali lagi." "Pasti ?" "Ya, pasti." Lim Tay-peng mengangguk. Ong Tiong menatap wajahnya pelan-pelan memandang-nya lama sekali, kemudian ia menggelengkan kepalanya dam menghela napas panjang, untuk beberapa saat lamanya menjadi hening. Tiada orang yang berbicara lagi, tiada orang yang memecahkan keheningan di sana. Yang terdengar hanya suara hujan yang membasahi jagad. Petir menyambar-nyambar, geledek membelah bumi, hujan turun dengan amat derasnya. Seluruh tubuh Kwik Tay-lok telah basah kuyup tertimpa air hujan, akhirnya ia mendusin. Ketika ia mendusin, baru diketahui kalau tubuhnya sedang berbaring di sudut dinding rumah di atas tanah berlumpur, sedang mengenai apa sebabnya ia bisa tertidur di sini, berapa lama ia telah berada di situ, pemuda itu sama sekali tidak tahu. Dia masih ingat, semalam dia mengikuti saudara-saudara dari kota timur bermain judi di rumah perjudian milik lotoa di kota barat, berjudi sampai ludes seluruh uang milik bandar. Kemudian lotoa dari kota timur pun menyelenggarakan pesta kemenangan dirumah pelacuran milik Siau Tang-kwe, dua tiga puluh orang saudara secara bergilir menghormatinya dengan secawan arak. Bahkan di hadapan orang banyak, lotoa dari kota timur telah menepuk dada sambil menyatakan asal dia dapat menghajar remuk perkumpulan di kota barat itu, untuk selanjutnya daerah sebelah barat kota itu akan menjadi miliknya, kemudian kedua orang itupun agaknya menyembah di depan meja sembahyang dan mengangkat saudara. Kejadian selanjutnya sudah tidak diingat lagi olehnya dengan jelas, agaknya Siau mi-tho adik perempuan Siau tang-kwe membimbingnya pulang, baru saja akan melepaskan sepatunya dan melepaskan pakaiannya, tiba-tiba ia menolak, kemudian dia hendak pergi, pergi mencari Yan Jit. Siau mi-tho ingin menariknya, malahan perempuan itu kena ditampar olehnya. Kemudian diapun menemukan dirinya berbaring di sana, diantara kejadian terakhir sampai apa yang dialaminya sekarang, sama sekali sudah tidak teringat lagi. Atau tegasnya saja, selama setengah bulan lebih ini, dia sendiripun tidak jelas penghidupan macam apakah yang dialaminya. Sebenarnya dia keluar rumah hendak mencari Yan Jit, tapi dunia begini luas, dia harus pergi kemana untuk menemukannya ? Maka diapun tinggal di situ setibanya di kota ini, setiap hari kerjanya hanya mabuk-mabukan, berjudi, main perempuan.... Suatu hari setelah mabuk hebat, ia telah bentrok dengan lotoa dari kota timur, tapi akibat dari pertarungan itu, ternyata mereka malah menjadi bersahabat. Koleksi Kang Zusi Waktu itu lotoa dari kota timur sedang ditekan terus oleh perkumpulan di kota barat sehingga tak dapat bernapas, Kwik Tay-lok segera menepuk dada sambil memberi jaminan bahwa ia sanggup membalaskan dendam. Maka diapun bergaul dengan saudara dari kota timur, setiap hari kerjanya hanya minum arak, berjudi, berkelahi, mencari perempuan, tiap hari berteriak sambil tertawa tergelak, kehidupannya tiap hari dilewatkan dengan riang gembira. Tapi mengapa setiap kali setelah mabuk, ia selalu pergi seorang diri, bila sadar kembali keesokan harinya, kalau bukan terkapar di tengah jalan, tentu berbaring dalam pecomberan. Bila seseorang ingin menyiksa orang lain, mungkin hal ini agak susah, tapi bila ingin menyiksa diri, hal mana gampangnya bukan kepalang. Apakah ia memang sengaja sedang menyiksa diri ? Hujan yang turun hari ini deras sekali, ketika air hujan menimpa di atas tubuhnya, terasa bagaikan ditimpuk oleh batu. Kwik Tay-lok meronta dan berusaha keras untuk bangun berdiri, kepalanya terasa sakit sekali bagaikan mau merekah, lidahnya kaku bagaikan sudah tumbuh cendawannya. Penghidupan semacam ini benarkah suatu penghidupan yang berarti....? Ia enggan untuk memikirkannya. Persoalan apapun enggan dia pikirkan, paling baik lagi bila segera ada arak dan minum lagi, paling baik lagi bila setiap hari tak pernah ada saat yang sadar. Sambil menengadah dia membuka mulutnya menghirup air hujan, walaupun air hujan banyak dan rapat, berapa banyakkah yang dapat masuk ke dalam mulutnya ? Bukankah banyak kejadian di dunia inipun sama halnya dengan kejadian tersebut ? Sesuatu yang dengan jelas dapat diperoleh, justru kenyataannya tak bisa didapat. Kau ingin marah, menderita, menumbukkan kepala sendiri ke atas dinding, tapi apalah artinya penyiksaan terhadap diri sendiri ? Kwik Tay-lok berusaha membusungkan dadanya, dalam dadanya, ulu hatinya seakan-akan terdapat jarum yang sedang menembusinya. Persoalan yang jelas tak ingin dipikirkan mengapa justru selalu muncul didalam benaknya? Petir menyambar membelah angkasa, kemudian terdengarlah suara gemuruh yang menggelegar. Sambil menggigit bibir dia berjalan dengan langkah lebar, belum lagi dua langkah, tiba-tiba ia menyaksikan sebuah pintu kecil di hadapannya sana dibuka orang. Seorang dayang cilik berbaju hijau berdiri di depan pintu sambil membawa sebuah payung, ia sedang memandang ke arahnya sambil tertawa, ketika tertawa, tampak sepasang lesung pipinya yang dalam. Bila ada seorang nona cilik yang begitu manis tertawa kepadamu, bagaimana pun juga, setiap lelaki pasti akan manfaatkan kesempatan ini untuk mendekatinya. Koleksi Kang Zusi Tapi sekarang Kwik Tay-lok sudah tidak mempunyai gairah untuk berbuat demikian, gairahnya sekarang boleh dibilang sudah hancur musnah tak karuan tujuannya lagi. Siapa tahu nona cilik itu segera maju menyongsong kedatangannya, kemudian sambil tertawa manis katanya: "Aku bernama Sim-Sim!" Belum lagi orang lain berbicara, kata pertama yang diucapkan ternyata adalah memperkenalkan nama sendiri, kejadian seperti ini jarang sekali dijumpai. Kwik Tay-lok memandangnya beberapa kejap, kemudian pelan-pelan mengangguk. "Sim-sim, bagus.... bagus sekali namamu," katanya. Tidak sampai habis ucapan tersebut diutarakan, dia hendak melanjutkan kembali perjalanannya. Siapa tahu Sim-sim lama sekali tidak bermaksud untuk melepaskan dirinya dengan begitu saja, kembali ujarnya sambil tertawa: "Aku kenal dengan dirimu!" Sekarang Kwik Tay-lok baru merasa agak keheranan, sambil membalikkan badannya dia menegur: "Kau kenal dengan aku?" "Bukankah kau adalah toa-sauya dari keluarga Kwik?" ucap Sim-sim sambil mengedipkan matanya. Kwik Tay-lok bertambah heran lagi, tak tahan dia lantas bertanya: "Dulu kau pernah berjumpa denganku di mana?" "Belum pernah" "Lantas darimana kau bisa kenal diriku?" Sim-sim segera tertawa. "Asal kau tanyakan persoalan ini kepada siocia kami, maka segala sesuatunya akan menjadi terang" "Siapa pula nona kalian?" "Setelah bertemu dengannya nanti, kau akan segera tahu" "Sekarang dia berada dimana?" Sim-sim segera tertawa. "Ikuti saja aku, segala persoalan kau akan mengetahui dengan sendirinya...." Koleksi Kang Zusi Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan berjalan masuk lewat pintu kecil itu, kemudian sambil berpaling kembali dan menggape ke arah Kwik Tay-lok, katanya: "Marilah !" Kwik Tay-lok tidak berkata apa-apa lagi, dengan langkah lebar dia segera berjalan masuk ke dalam, kini rasa ingin tahunya telah terpancing keluar, sekalipun kau suruh dia tidak masukpun, belum tentu permintaanmu itu akan dikabulkan. Dibalik pintu terdapat sebuah halaman kecil, bunga aneka warna yang ditimpa air hujan tampak amat mengenaskan sekali. Di bawah atap rumah tergantung tiga buah sangkar burung, si burung nuri sedang berkicau dengan merdunya, seakan-akan sedang menegur majikannya yang tidak terlalu memperhatikan dirinya, sebaliknya membawa orang lain masuk ke dalam rumah. Sim-sim berjalan melewati serambi rumah, kemudian dengan jari tangannya yang kecil dia menyentil sangkar itu pelan, serunya dengan mata mendelik: "Setan cilik, ribut amat kau, hari ini siocia ada tamu, bila kalian ribut lagi, jangan salahkan kalau dia tak akan menggubris kalian lagi." Kemudian sambil berpaling ke arah Kwik Tay-lok, ujarnya lebih lanjut sambil tertawa: "Coba kau lihat, belum lagi kau masuk, mereka telah cemburu lebih dulu....." Terpaksa Kwik Tay-lok ikut tertawa. Sekarang, selain rasa ingin tahunya yang berkobar, ia mempunyai pula suatu perasaan aneh yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, seakan-akan suatu perasaan manis yang mempesonakan hati. Tapi apa gerangan yang telah terjadi? Ia masih berada dalam keadaan tanda tanya besar, sedikit bayanganpun tak dapat meraba: "Jangan-jangan aku ketimpa rejeki ?" Cuma, walaupun dayangnya cakep, bukan berarti nonanya pasti cantik jelita. Bila nonanya jelek bagai kuntilanak, lantas bagaimana ? Di atas pintu terdapat sebuah tirai bambu yang tipis, tentu saja tirai tersebut baru diganti setelah musim panas tiba. Tak seorang manusiapun yang berada dibalik pintu, Sim-sim menyingkap tirai itu dan berkata sambil tersenyum: "Silahkan duduk didalam, aku akan segera mengundang kedatangan siocia kami." Dibalik tirai bambu sana adalah sebuah ruang tamu yang mungil tapi indah, di atas lantai tampak permadani indah dari Persia. Melihat keindahan permadani tersebut, tanpa terasa Kwik Tay-lok membersihkan lumpur pada alas sepatunya lebih dulu sebelum melangkah masuk ke dalam. Koleksi Kang Zusi "Tuan rumah semacam ini, mengapa mengundang kedatangan seorang tamu macam diriku ?" Tentu saja hal ini disebabkan ada maksud-maksud tertentu. Tapi apakah maksud-maksud tertentunya itu? Kwik Tay-lok memperhatikan diri sendiri dari atas sampai ke bawah, lima tahil perakpun tak laku rasanya.... Sambil tertawa getir akhirnya dia mencari sebuah kursi yang paling nyaman dan paling bersih untuk duduk. Di atas meja terdapat poci teh, air tehnya baru saja dibuat. Di atas beberapa buah piring kecil terdapat makanan kecil teman milik teh. Kwik Tay-lok memenuhi secawan air teh dan sambil minum sambil makan hidangan kecil yang tersedia, seakan-akan dia adalah tamu lama dari tempat itu, sama sekali tak perlu sungkansungkan. Kemudian, iapun mendengar suara "Ting tang, ting tang" yang nyaring, Sim-sim telah muncul kembali sambil membimbing nonanya. Kwik Tay-lok hanya mendongakkan kepalanya memandang sekejap, sepasang matanya segera terbelalak lebar. Kwik sianseng bukan seorang bocah muda yang belum pernah bertemu perempuan, tapi gadis secantik itu betul-betul amat jarang di jumpai dalam dunia saat ini. Yaa, kalau bukan perempuan secantik itu, mana pantas berdiam ditempat semegah ini? Dalam mulut Kwik Tay-lok masih menggigit sepotong kueh, ia lupa menelannya dan lupa menariknya keluar, sehingga tampang wajahnya itu kelihatan lucu sekali. Entah sedari kapan, nona itupun telah duduk, tepat duduk di hadapan mukanya, selembar wajahnya yang cantik kelihatan bersemu merah, entah bedak entah malu, sepasang biji matanya yang jeli sedang memandang ke arahnya dengan sorot mata yang lembut. Kwik Tay-lok mulai merasa duduknya menjadi tak tenang, dia ingin buka suara untuk berbicara, siapa tahu karena kurang berhati-hati, makanan yang ada di mulutnya menyumbat tenggorokan.... Sim-sim segera tertawa cekikikan karena geli, begitu tertawanya dimulai, ia tertawa terpingkalpingkal tiada hentinya sampai harus memegangi perutnya yang sakit. Si nona itu segera melotot ke arahnya, seolah-olah menegurnya mengapa harus tertawa, namun dia sendiripun tak tahan turut tertawa terpingkal-pingkal. Kwik Tay-lok memandang mereka berdua dengan termangu, tapi secara tiba-tiba dia ikut tertawa pula. Suara tertawanya jauh lebih keras daripada siapapun juga, asal kau mendengar suara tertawa itu, maka akan kau rasakan sesungguhnya kalau dialah Kwik Tay-lok yang sebetulnya. Koleksi Kang Zusi Bagaimana seriusnya suasana, bagaimanapun rikuhnya keadaan, asal Kwik Tay-lok sudah tertawa, maka suasananya segera akan mengendor kembali... Si nona yang tersipu kemalumaluan itu akhirnya buka suara juga, suaranya amat lembut dan halus, selembut wajahnya: "Walaupun tempat ini tak bagus, tapi setelah Kwik toaya sampai di sini, rasanya kau pun tak perlu sungkan-sungkan lagi....." katanya. "Menurut pendapatmu, apakah aku mirip orang yang sungkan-sungkan?" tukas Kwik Tay lok sambil tertawa. "Tidak mirip!" nona itu tersenyum. Sim-sim juga tertawa, tambahnya: "Air teh itu baru saja nona pesan dari bukit Bu-oh-san di propinsi Im-lam, silahkan Kwik toaya meneguk beberapa cawan, agar pengaruh arak tubuhnya toaya pun bisa berkurang" "Air tehnya sih lumayan, tapi kaulah yang keliru" "Dimana letak kesalahanku ?" tanya Sim-sim tertegun. "Bagaimanapun baiknya mutu air teh, tak ada yang bisa dipakai untuk menghilangkan pengaruh arak." "Lantas apa yang bisa dipakai untuk menghilangkan pengaruh arak?" "Arak !" "Kalau minum arak lagi, bukankah kau akan bertambah mabuk ?" seru Sim-sim sambil tertawa. "Lagi-lagi kau keliru, hanya arak yang dapat dipakai untuk menghilangkan pengaruh arak, itulah yang dinamakan Huan-bun-ciu (arak pengembali pengaruh sukma)." "Sungguh ?" seru Sim-sim sambil mengerdipkan matanya berulang kali. "Cara ini telah kupelajari selama puluhan tahun lamanya, aku rasa tak bakal salah lagi." Si nona turut tertawa katanya: "Kalau memang begitu, mengapa tidak kau siapkan arak untuk Kwik Toaya..?" Arak telah dihidangkan, araknya arak wangi. Tentu saja sayur yang dihidangkanpun merupakan sayur yang lezat dan mewah. Kwik Tay-lok mulai minum dengan lahapnya, ia benar-benar menganggap nona itu seperti teman lamanya saja. Ternyata si nona pun bisa meneguk dua cawan arak, sepasang pipinya telah memerah karena pengaruh arak, tapi hal mana justru menambah kecantikan wajahnya. Kwik Tay-lok memperhatikannya, dengan sorot mata yang tajam, bahkan sampai arakpun lupa untuk diteguk. Si nona cepat-cepat menundukkan kepalanya kemudian berbisik dengan lirih: Koleksi Kang Zusi "Kwik toaya, silahkan meneguk tiga cawan lagi, aku akan menemanimu meneguk secawan lagi." Tiga cawan arak dalam waktu singkat telah masuk ke perut, tiba-tiba Kwik Tay-lok berkata: "Ada beberapa persoalan ingin kuberitahukan kepadamu." "Katakan." "Pertama, aku tidak bernama Kwik Toaya, teman-temanku menyebut diriku sebagai Siau-Kwik tapi lambat laun aku makin menua, maka sekarang aku telah menjadi lo-kwik (kwik tua)!" "Ada sementara orang yang selamanya seperti tak pernah menjadi tua," ucap si nona sambil tersenyum. "Ada pula sementara orang yang selamanya tak bisa menjadi toaya." Setelah meneguk dua cawan arak, ia baru melanjutkan: "Aku tak lebih hanya seorang yang miskin, tak punya apa-apa, lagi pula dekil dan bau, sebaliknya kau adalah nona yang anggun, lagi pula tidak kenal dengan diriku, mengapa kau mengundang diriku untuk minum arak bersama?" Si nona mengerlingkan matanya yang jeli, lalu menjawab: "Kita sama-sama orang perantauan, bila berjodoh, mengapa harus berkenalan lebih dulu?" "Nona kami she Sui bernama Loan-kim, sekarang kalian telah saling mengenal bukan," timbrung Sim-sim dari samping. "Sui Loan-kim, suatu nama yang amat bagus, pantas untuk menghabiskan tiga cawan arak" Kwik Tay-lok bertepuk tangan sambil tertawa terbahak-bahak. "Terima kasih" sahut Sui Loan-kim sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah. Kwik Tay-lok meneguk habis isi cawannya, lalu menatapnya lekat-lekat, lewat lama kemudian ia baru berkata lagi: "Ususku berbentuk lurus, apa yang hendak kuucapkan tak pernah kusimpan didalam hati, aku harap kau suka memakluminya." "Aku telah melihatnya, kau memang seorang lelaki sejati yang polos, dan jujur." "Kalau begitu aku ingin bertanya kepadamu, apakah ada orang yang telah menganiaya dirimu, sehingga kau berharap aku bisa melampiaskan rasa mangkelmu ?" "Nona kami tak pernah keluar rumah, mana mungkin ada orang yang menganiaya dirinya ?" Sela Sim-sim. "Apakah kau telah menjumpai suatu masalah yang pelik sehingga meminta bantuanku untuk pergi menyelesaikannya ?" "Juga tidak." Koleksi Kang Zusi "Kini aku telah datang, akupun telah minum arak kalian, persoalan apapun asal kalian mengutarakannya, aku pasti akan berusaha keras untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya" "Asal kau mempunyai maksud sebaik itu, akupun sudah merasa puas sekali...." kata Sui Loankim lembut. "Kau benar-benar tiada persoalan hendak memohon bantuanku?" seru Kwik Tay-lok kemudian dengan mata melotot. "Benar-benar tak ada!" "Lantas apa sebabnya kau bersikap begitu baik terhadap seorang telur busuk rudin yang kotor mana bau lagi ini?" Sui Loan-kim mendongakkan kepalanya memandang pemuda itu, sorot matanya amat lembut dan halus. . Berapa orangkah yang tak akan terkesima oleh tatapan matanya yang begitu lembut dan mempesona hati ? Sim-sim memandang ke arah Kwik Tay-lok, lalu memandang nonanya, tiba-tiba ujarnya sambil tertawa: "Ada sepatah kata entah Kwik toaya pernah mendengarnya atau tidak...?" "Katakanlah!" "Kaisar orang gagah, gadis cantikpun menyukai lelaki sejati!" Paras muka Sui Loan-kim semakin merah, karena jengah, serunya dengan merdu: "Setan cilik, berani mengaco belo lagi, jangan salahkan kalau kurobek bibirmu itu," "Akupun seorang manusia yang berusus lurus, apa yang berada dalam hatiku tak pernah kurahasiakan terus." ucap Sim-sim tertawa. Dengan wajah memerah Sui Loan-kim bangkit berdiri, seakan-akan siap mencubitnya. Sambil tertawa cekikikan Sim-sim lari ke luar dari ruangan, ketika sampai di luar sana, ia tak lupa untuk menutupkan pintu untuk mereka. Sui Loan-kim berdiri di situ dengan kepala tertunduk, tak tahan lagi ia melirik beberapa kejap ke arah Kwik Tay-lok. Kwik Tay-lok masih menatapnya lekat-lekat. Paras muka gadis itu semakin memerah, merah seperti matahari senja yang hampir tenggelam dibalik bukit. Mabuk, dalam keadaan seperti ini dan suasana seperti ini, orang yang tidak mabukpun akan menjadi mabuk. Tiba-tiba Kwik Tay-lok menggenggam tangan Sui Loan kim erat-erat. Tangannya dingin seperti es, tapi wajahnya panas menyengat bagaikan bara api. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok baru akan menariknya, belum lagi ditarik ia sudah menjatuhkan diri ke dalam pelukannya. Musim panas ada di luar jendela, tapi suasana hangat menyelimuti dalam ruangan. Suasana nyaman begitu tebal menyelimuti ruangan, sehingga sukar rasanya untuk dicairkan. Walaupun ada sementara orang tidak saling mengenal, tapi asal berjumpa ibaratnya besi sembrani yang bertemu besi, dengan cepat mereka akan menempel satu sama lainnya. Sui Loan-kim menempel lekat-lekat di atas tubuh Kwik Tay-lok, kulit tubuhnya halus, lembut, putih dan hangat. Pinggangnya begitu ramping sehingga sekali rangkul dapat mencapai seluruhnya. Sambil merangkul pinggangnya Kwik Tay-lok menghela napas panjang, tiba-tiba gumamnya: "Aku tidak mengerti, aku benar-benar tidak mengerti" "Ada sementara persoalan memang sukar dijelaskan, sukar dipahami orang lain" sahut Sui Loan-kim lembut. "Dahulu kau tak pernah bersua denganku, juga tak tahu manusia macam apakah diriku ini, mengapa kau bersikap demikian kepadaku" "Walaupun aku belum pernah bersua denganmu, tapi sudah lama kuketahui manusia macam apakah dirimu itu." "Oooh....?" Sui Loan-kim menempelkan tubuhnya makin rapat di atas badannya, kemudian melanjutkan: "Beberapa hari terakhir ini, setiap orang dalam kota ini telah tahu kalau dari tempat jauh sana telah datang seorang hohan yang tidak takut langit tidak takut bumi." "Hohan ?" Kwik Tay-lok tertawa getir, "kau tahu, apa artinya sebenarnya dari Hohan?" "Aku siap mendengarkan penjelasanmu." "Kadangkala Hohan artinya seorang gelandangan yang tak punya pekerjaan dan tiap hari kerjanya hanya berkelahi dan bersenang-senang." Sui Loan-kim segera tersenyum. "Aku tak ambil perduli" serunya, "bagiku, pokoknya hohan tetap Hohan. ." Kwik Tay-lok segera tertawa lebar, dibelainya pinggang yang ramping itu dengan lemah lembut, kemudian bisiknya sambil tertawa: "Kau benar-benar seorang perempuan yang aneh" "Itulah sebabnya aku menyukai lelaki aneh semacam kau !" Belum habis perkataan itu diutarakan, pipinya sudah menjadi merah padam lebih dulu. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok menatapnya lekat-lekat, kemudian berkata: "Dulu, aku tak pernah menyangka bakal bertemu dengan seorang perempuan seperti kau, lebih-lebih tak kusangka kalau bisa berada bersama samamu !" Paras muka Sui Loan-kim berubah semakin merah, bisiknya lembut: "Asal kau bersedia, akupun bersedia menemanimu sepanjang masa...." Kembali Kwik Tay-lok menatapnya lama sekali, mendadak ia menghela napas panjang, sambil membalikkan tubuhnya ia membelalakkan matanya lebar-lebar dan menatap atap rumah dengan termangu. "Kau sedang menghela napas ?" tegur Sui Loan-kim. "Tidak." "Kau sedang memikirkan rahasia hatimu?" "Juga tidak." Sui Loan-kim turut membalikkan tubuhnya dan menindih di atas dadanya, kemudian sambil membelai wajahnya dengan lembut, ia berkata halus: "Aku hanya ingin bertanya kepadamu, bersediakah kau berada bersamaku sepanjang masa ?" Kwik Tay-lok termenung, termenung sampai lama sekali, lalu sepatah demi sepatah sahutnya: "Tidak bersedia !" Tangan Sui Loan-kim yang lembut tiba-tiba menjadi kaku, serunya perlahan: "Kau tidak bersedia ?" "Bukannya tidak bersedia, tapi tak dapat." "Tak dapat ? Mengapa tak dapat ?" Pelan-pelan Kwik Tay-lok menggelengkan kepalanya. "Apa maksudmu menggelengkan kepala ? Tidak suka kepadaku?" seru Sui Loan kim lagi. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya: "Bila ada lelaki yang tidak menyukai perempuan cantik semacam kau, sudah pasti orang itu berpenyakit, tapi..." "Tapi apa?" Kwik Tay-lok tertawa getir. "Tapi sayang aku memang berpenyakit !" sahutnya. Sui Loan-kim menatapnya, dibalik sorot matanya yang jeli penuh pancaran sinar kaget dan tercengang. Koleksi Kang Zusi "Aku adalah seorang lelaki, sudah lama tak pernah mendekati perempuan, sedang kau adalah seorang perempuan yang sangat cantik, lagi pula sangat baik kepadaku, tempat ini hangat dan syahdu, mana ada arak, ada hidangan lezat, ada perempuan cantik yang menemani, dalam keadaan seperti ini siapa bilang hatiku tidak tertarik ? Oleh sebab itu...." "Oleh sebab itu kau menghendaki aku ?" kata Sui Loan-kim sambil menggigit bibir. Kwik Tay-lok menghela napas panjang: "Tapi diantara kita tak pernah terlintas perasaan cinta yang sesungguhnya." ia berkata aku.... aku...." "Kenapa kau ? Apakah dalam hatimu hanya memikirkan orang lain?" tanya Sui Loan-kim. Kwik Tay-lok manggut-manggut. "Kau benar-benar mempunyai perasaan cinta kepadanya ?" gadis itu kembali bertanya. Kwik Tay-lok manggut-manggut, mendadak ia menggelengkan kepalanya pula. "Hei, sebenarnya kau sungguh-sungguh mempunyai perasaan kepadanya atau tidak?" seru sang nona. Kembali Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Aku sendiripun tak tahu perasaan macam apakah itu, aku benar-benar tidak tahu." katanya. "Setiap kali aku tak berjumpa dengannya, tiap saat tiap detik aku selalu membayangkan dirinya. Meski kau cantik, lemah lembut dan penuh gairah hidup, walaupun aku juga sangat menyukaimu, tapi hatiku, rasanya tak mungkin bisa diisi oleh siapapun selain dia seorang...." "Oleh sebab itu kau masih akan pergi mencarinya ?" sambung Sui Loan-kim cepat. "Ya, harus mencari sampai ketemu." "Oleh karena itu kau hendak pergi ?" Kwik Tay-lok memejamkan matanya dan manggut-manggut. Sui Loan-kim menatapnya lekat-lekat, tiada perasaan menggerutu, tiada perasaan benci atau penasaran, malah sebaliknya ia seperti merasa terharu oleh ketulusan cinta pemuda itu. Lewat lama kemudian ia baru menghela napas panjang, katanya dengan sedih. "Bila di dunia ini terdapat seorang pria yang dapat bersikap baik kepadaku macam kau, aku.... sekalipun aku harus mati juga rela rasanya..." "Cepat lambat kau pasti akan menemukan orang semacam itu" hibur Kwik Tay-lok dengan lembut. Tapi Sui Loan-kim segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aaai... tak akan kutemukan selamanya!" "Mengapa?" Koleksi Kang Zusi Sui Loam-kim termenung pula beberapa saat lamanya, mendadak ia berkata lagi: "Kau seorang yang amat baik, belum pernah kujumpai orang sebaik kau, oleh sebab itu akupun bersedia untuk berbicara terus terang dengan dirimu." Kwik Tay-lok tidak memberi komentar apa-apa, dia hanya mendengarkan saja. "Tahukah kau perempuan macam apakah diriku?" ujur Sui Loan-kim lagi. "Kau she Sui bernama Sui Loan-kim, seorang nona yang anggun dan kaya raya, lagi pula cantik jelita bak bidadari dari kahyangan dan lemah lembut amat mempesona hati." "Kau keliru besar, aku bukan seorang nona anggun yang kaya raya, aku tak lebih hanya seorang.... hanya seorang...." Ia menggigit bibirnya kencang-kencang, lalu menghela napas panjang, lanjutnya: "Aku tak lebih hanya seorang pelacur." "Seorang pelacur?" hampir saja Kwik Tay-lok melompat bangun dari atas pembaringan, teriaknya keras-keras, "tidak mungkin, kau tidak mungkin seorang pelacur!" Sui Loan-kim tertawa pedih, katanya: "Aku memang seorang perempuan penghibur. Bukan saja begitu, lagi pula aku adalah seorang pelacur kenamaan yang paling mahal harganya di kota ini, kalau bukan pangeran muda atau anak hartawan, jangan harap bisa menjadi tamuku." Kwik Tay-lok menjadi tertegun, tertegun sampai lama sekali, kemudian gumamnya: "Tapi aku bukan seorang pangeran, bukan pula anak hartawan yang kaya raya, lagi pula sepeser uangpun tidak punya." Tiba-tiba Sui Loan-kim melompat bangun, membuka rak dari toaletnya dan mengambil ke luar sebutir mutiara kemudian ia berkata: "Walaupun kau tidak memiliki uang sepeserpun namun sudah ada orang yang membayarkan ongkos tersebut bagimu." "Siapa ?" Kwik Tay-lok terkejut. "Mungkin dia adalah seorang temanmu." "Apakah dia adalah lotoa dari kota timur?" "Ia masih belum pantas untuk berkunjung ke rumahku." kata Sui Loan kim hambar. "Lantas siapa orang itu ?" "Seorang yang belum pernah kujumpai sebelumnya." "Macam apakah orang itu ?" Koleksi Kang Zusi "Seorang yang berwajah bopeng !" "Berwajah bopeng ?" seru Kwik Tay-lok dengan wajah tertegun, "diantara teman-temanku tak seorangpun yang berwajah bopeng." "Tapi mutiara ini benar-benar diberikan kepadaku untuk membayar ongkos-ongkosmu." Saking terkejutnya Kwik Tay-lok sampai tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. "Ia suruh aku baik-baik melayani dirimu, apa saja yang kau minta harus kuberikan kepadamu." kata Sui Loan-kim lagi. "Oleh sebab itu, kau....." Tidak membiarkan dia berkata lebih jauh kembali Sui Loan kim menukas: "Tapi diapun telah menduga, kemungkinan besar kau enggan untuk tinggal di sini." "Oooohh...." "Menanti kau enggan untuk tinggal di sini dia baru menyuruh aku memberitahukan satu hal kepadamu !" "Soal apa ?" "Suatu persoalan yang aneh sekali." Setelah berhenti sebentar, pelan-pelan dia melanjutkan: "Beberapa bulan berselang, mendadak di tempat ini kedatangan seorang tamu yang aneh sekali, seperti kau, ia memakai baju yang kotor dan penuh berlubang, sebenarnya aku ingin mengusirnya pergi?" "Kemudian ?" "Tapi begitu masuk kemari, dia lantas meletakkan seratus tahil emas di atas meja." "Maka kaupun mengijinkan dia untuk tinggal di sini ?" Pancaran sinar mata murung dan sedih memancar keluar dari balik sorot mata Sui Loan-kim, katanya hambar: "Aku memang seorang perempuan yang melakukan pekerjaan seperti ini, bagiku hanya emas yang kukenal, orangnya tidak." "Aku mengerti," kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas, "tapi.... tapi kau tidak mirip perempuan semacam itu." Mendadak Sui Loan-kim mengalihkan sorot matanya ke arah lain, seakan-akan tak ingin menyaksikan mimik wajah dari Kwik Tay-lok lagi. Lewat lama kemudian pelan-pelan dia baru melanjutkan: "Sebenarnya di dunia ini memang banyak terdapat anak orang kaya yang gemar menyaru seperti tampang tersebut, tujuannya hanya ingin mencari kesenangan belaka, kejadian semacam itu bukan suatu yang aneh lagi..." Koleksi Kang Zusi "Lantas bagaimana anehnya ?" "Anehnya walaupun sudah mengeluarkan uang sebesar seratus tahil emas, ternyata ia sama sekali tidak menyentuhku, ia tak lebih hanya mandi di sini kemudian mengganti dengan sebuah pakaianku dan pergi." "Mengganti bajunya dengan bajumu...." Sui Loan-kim manggut-manggut. "Sebenarnya dia itu laki atau perempuan?" seru Kwik Tay-lok lebih lanjut. "Ketika datang, sebenarnya dia adalah seorang laki-laki, tapi setelah mengenakan bajuku, pada hakekatnya dia jauh lebih cantik daripada diriku sendiri" Setelah tertawa getir, dia melanjutkan: "Terus terang saja, walaupun aku pernah menyaksikan bermacam-macam manusia aneh, bahkan ada diantaranya yang suka menyuruh aku mencambuknya dengan pecut, atau menginjak tubuhnya dengan kaki, namun manusia semacam itu benar-benar belum pernah kujumpai, malah sampai akhirnya aku tak dapat membedakan sebenarnya dia itu seorang laki-laki ataukah seorang perempuan." Sekali lagi Kwik Tay-lok tertegun, namun sinar matanya tiba-tiba menjadi terang. Agaknya secara lamat-lamat dia telah menduga siapa gerangan orang yang dimaksudkan. "Semua persoalan itu baru kubicarakan sampai sekarang, sebab si bopeng itu berulang kali memberi pesan kepadaku agar tidak menceritakan kejadian ini bila kau bersedia menetap di sini...." "Tahukah kau siapakah nama dari manusia aneh tersebut?" tanya Kwik Tay-lok kemudian. Agaknya dia merasa tegang sekali sehingga tangannya sampai turut gemetar keras. "Dia sama sekali tidak menyebutkan namanya, dia hanya memberitahu kepadaku bahwa dia she Yan, Yan dari tulisan Yan cu (burung walet)" Mendadak Kwik Tay-lok melompat bangun kemudian mencengkeram bahunya kencangkencang, serunya keras-keras. "Tahukan kau sekarang dia berada dimana?" "Tidak!" Kwik Tay-lok mundur dua langkah ke belakang, agaknya untuk berdiripun sudah tak mampu, akhirnya dia jatuh terduduk ke atas pembaringan. "Tapi belakangan ini, dia telah datang kemari sekali lagi." kata Sui Loan-kim. Bagaikan terkena anak panah, sekali lagi Kwik Tay-lok bangkit berdiri, teriaknya keras-keras: "Belakangan ini ? Kapan maksudmu ?" Koleksi Kang Zusi "Belasan hari berselang." Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan lebih jauh: "Ketika datang kemari kali ini, tampangnya kelihatan seperti diliputi banyak persoalan, dia minum arak banyak sekali ditempat ini tapi keesokan harinya dia telah pergi lagi setelah mengenakan sebuah pakaian milikku." Sikap Kwik Tay-lok semakin tegang, serunya lagi: "Tahukah kau dia telah pergi ke mana ?" "Tidak !" Tampaknya Kwik Tay-lok segera akan roboh kembali ke atas lantai... untung saja Sui Loan-kim menyambung kembali kata-katanya dengan cepat. "Tapi ketika sedang mabuk, dia telah mengucapkan banyak sekali persoalan, katanya setelah kembali ke rumah kali ini, dia tak bisa keluar rumah lagi untuk selamanya, akupun selamanya tak akan bertemu lagi dengannya." "Apakah kau... kau tidak bertanya kepadanya, dia tinggal dimana?" Sui Loan-kim tertawa, sahutnya: "Sebenarnya akupun hanya bertanya sekenanya saja, sama sekali tak kusangka ternyata dia telah memberitahukannya kepadaku." Dari balik sorot mata Kwik Tay-lok segera terpancar keluar pengharapan yang amat tebal, cepat-cepat serunya: "Tapi dia telah memberitahukan kepadamu bukan ?" Sui Loan-kim manggut-manggut. "Dia bilang dia berdiam di kota Ki-lam-hu, malah katanya pemandangan alam dari telaga Taybeng- ou amat indah, bahkan telaga See-ou pun kalah indahnya, dia suruh aku berpesiar kesana bila ada kesempatan." Tiba-tiba Kwik Tay-lok roboh kembali, seakan-akan orang yang telah beberapa hari beberapa malam melakukan perjalanan jauh dengan susah payah tapi akhirnya tujuan tersebut dapat dicapai. Sekalipun dia roboh kembali, namun hatinya merasa girang dan amat berbahagia. Sui Loan-kim memandang ke arahnya, dengan sorot mata kasihan dan sayang, katanya pelan: "Diakah yang kau cari ?" Kwik Tay-lok segera manggut. "Tahukah dia kalau kau sangat mencintai dirinya ?" kembali perempuan itu bertanya. Kwik Tay-lok manggut-manggut, tapi kemudian kembali menggelengkan kepalanya berulang kali, hati perempuan siapa yang tahu ? Koleksi Kang Zusi Sekali lagi Sui Loan-kim menghela napas panjang, katanya dengan sedih: "Kenapa dia pergi meninggalkan dirimu? Coba kalau aku, sekalipun diusir dengan menggunakan cambukpun belum tentu aku akan pergi." "Dia bukan kau..... diapun seorang yang sangat aneh," gumam Kwik Tay-lok, "selama ini, aku sendiripun belum dapat memahami perasaannya....." "Dia bukan aku, maka dia baru pergi.", ucap Sui Loan-kim dengan nada yang sedih, "hanya perempuan semacam aku inilah baru akan mengerti bahwa di dunia ini tidak terdapat benda lain yang jauh lebih berharga dari pada cinta yang tulus dan murni." Setelah menghela napas, kembali dia melanjutkan: "Bila seorang perempuan tidak mengerti bagaimana caranya menyayangi cinta yang murni, maka dia pasti akan menyesal sepanjang masa." Sekali lagi Kwik Tay-lok termenung beberapa saat lamanya, mendadak dia bertanya: "Menurut penglihatanmu sebenarnya dia itu seorang perempuan atau bukan ?" "Masa sampai saat inipun kau masih belum tahu." Sambil membaringkan diri di atas pembaringan, Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang gumamnya: "Untung saja sekarang aku baru tahu akan suatu hal." "Soal apa ?" Sambil tersenyum pelan-pelan Kwik Tay-lok menjawab: "Aku ternyata tidak berpenyakit, aku sama sekali tidak berpenyakit, aku tidak lebih hanya seorang buta belaka." *** Senja telah menjelang tiba. Sang surya di sore hari itu masih memancarkan sinarnya menembusi jendela, menyoroti pakaian yang baru saja dikenakan Kwik Tay-lok, dia seakan-akan seperti berubah menjadi seorang yang lain, berubah menjadi lebih keren, lebih gagah dan lebih sadar. Memandang wajahnya yang tampan, sambil menggigit bibir Sui Loan kim berkata: "Sekarang juga kau akan berangkatnya?" Kwik Tay lok segera tertawa. "Terus terang saja, pada hakekatnya aku ingin punya sayap dan segera terbang kesana" Sui Loan kim menundukkan kepalanya, kembali sorot matanya memancarkan rasa sedih dan murung. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok menatap wajahnya, lambat laun senyumnya menjadi makin hambar, sorot matanya pun memancarkan perasaan kasihan, iba, tak tahan dia menepuk bahunya sambil berkata dengan lembut: "Kau seorang anak perempuan yang sangat baik, suatu hari kelak...." "Suatu hari kelak akupun pasti akan menemukan seorang lelaki macam dirimu bukan?" tukas Sui Loan-kim sambil tertawa pedih. "Tepat sekali jawabanmu." jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa paksa. Sui Loan-kim juga tertawa paksa, katanya: "Bila telah bersua dengan nona Yan nanti, jangan lupa sampaikan salamku kepadanya" "Aku pasti akan mengingatnya selalu." "Beritahu kepadanya, bila kemudian hari ada kesempatan, aku pasti akan pergi ke telaga Taybeng- ou untuk menengok kalian." "Siapa tahu kami akan datang menengok dirimu lebih dulu." seru Kwik Tay-lok sambil tertawa. Sekalipun dia sedang tertawa, tapi entah mengapa hatinya terasa amat pedih. Ia benar-benar merasa tak tega untuk tinggal di sana lebih jauh, dia tak tega menyaksikan sepasang matanya itu, mendadak dia berpaling dan memandang sorot mata-hari sore di luar jendela, gumamnya: "Sekarang langit belum menjadi gelap, aku masih sempat untuk melanjutkan perjalanan." (Bersambung ke jilid 28) Jilid 28 "BETUL," sahut Sui Loan-kim sambil menundukkan kepala. "lebih baik kau cepat-cepat berangkat, siapa tahu diapun sedang menantikan kedatanganmu...?" Kwik Tay-lok menatapnya lekat-lekat, seakan-akan hendak mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya niat tersebut diurungkan. Diapun berlalu dari sana dengan begitu saja. Kalau tidak pergi, dia bisa apa ? Jauh lebih baik kalau cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Mendadak Sui Loan-kim berseru: "Tunggu sebentar !" Pelan-pelan Kwik Tay-lok membalikan badannya. "Kau....." Sui Loan-kim tidak membiarkan dia menyelesaikan perkataannya itu, dari dalam sakunya dia mengeluarkan sebuah kocek yang terbuat dari kain merah dan dia diangsurkan kepadanya. Koleksi Kang Zusi "Kuberikan benda ini untukmu" katanya lembut, "harap kau sampaikan kepada nona Yan, katakan.... katakan kalau benda ini merupakan hadiahku untuk perkawinan kalian." "Benda apakah ini ?" Dia menerimanya dan dilihat dan pertanyaan tersebutpun tidak dilanjutkan lebih jauh. la dapat merasakan mutiara dalam kocek yang bulat dan bersinar terang itu. Sui Loan-kim telah membalikkan badannya memandang matahari keluar jendela, katanya kemudian dengan hambar: "Sekarang, kau sudah boleh pergi dari sini." Kwik Tay-lok memegang kocek itu kencang, apakah hatinya seperti juga mutiara dalam kocek itu, telah berada didalam genggamannya.... Ia tidak berpaling lagi. Pemuda itupun tidak berkata sepatah katapun. Ada sementara perkataan memang tidak seharusnya diutarakan secara terus terang. Sama-sama orang perantauan, sekalipun bersua mengapa harus saling berkenalan ? Atau mungkin hanya orang yang sama-sama perantauan saja yang dapat memahami perasaan tersebut dan suasana seperti itu ? Walaupun suasana seperti itu terasa mengenaskan dan memedihkan hati, namun berapa banyak keindahan yang sebenarnya tercakup didalamnya ? Menelusuri tepi telaga, pelan-pelan Kwik Tay-lok berjalan ke depan, bagaikan gelandangan saja, dia berjalan kesana-kemari tanpa suatu tujuan tertentu. Setelah mendengar kabar tentang Yan Jit, dia ingin bisa cepat-cepat terbang ke kota Kilam, seakan-akan asal tiba di kota tersebut, Yan Jit akan segera ditemukan. Setelah tiba di kota Ki-lam, ia baru tahu kalau jalan pikirannya terlalu kekanak-kanakan. Kota Ki-lam-hu tak kecil seperti dalam bayangannya, paling tidak ada beribu-ribu buah keluarga yang tinggal di sana dengan jumlah penduduk mencapai beberapa ribu laksa jiwa. Untuk mencari Yan Jit ditempat sebesar ini dan orang sebanyak itu, hakekatnya keadaan tersebut ibaratnya mencari jarum di dasar samudra. Terpaksa tiap hari dia hanya luntang-lantung kesana-kemari tanpa tujuan, dia hanya berharap suatu ketika nasibnya bisa mujur dan berjumpa dengan Yan Jit. Tapi, dia sendiripun tahu, harapan tersebut meski terlalu tipis, tapi dari sekian harapan yang tipis, harapan inilah yang rasanya paling bisa diandalkan. Sekarang, sampai beberapa banyak jumlah pepohonan di tepi telagapun hampir bisa disebutkan olehnya di luar kepala. Koleksi Kang Zusi Di bawah pohon liu di depan sana, bersandar sebuah perahu kecil, nona cilik pendayung perahu itu sudah ia kenal cukup lama, dari kejauhan sana ia telah memberikan sekulum senyuman kepadanya, senyuman yang cerah bagaikan sinar sang surya. Demi memperoleh sekulum senyuman yang manis ini, mau tak mau Kwik Tay-lok harus membeli beberapa buah biji teratainya. Biji teratai rasanya getir, persis seperti perasaan Kwik Tay-lok saat itu. Kalau orang lain dengan uang dua rence hanya bisa mendapat enam biji, maka Kwik Tay lok bisa memperoleh tujuh delapan biji. Si nona cilik yang menggunakan topi lebar dan bertelanjang kaki itu seakan-akan menaruh maksud tertentu terhadap Kwik Tay-lok, asal pemuda itu datang ia pasti memberi dua biji lebih banyak, bahkan kadang kala memberikan pula sebatang ubi manis untuknya. Bila kejadian ini berlangsung di masa lalu besar kemungkinan Kwik Tay-lok sudah naik ke atas perahunya, mendayung perahu itu ke tengah telaga dan menciumi pipinya yang mungil serta meraba kakinya yang putih dan halus itu.... Tapi sekarang, Kwik Tay-lok betul-betul tidak mempunyai gairah untuk berbuat demikian. Sudah cukup banyak kemurungan dan persoalan yang membebani benaknya. Karena itu, setelah menerima biji teratai ia telah bersiap-siap untuk pergi, siapa tahu nona cilik kembali menggape ke arahnya sambil berbisik lirih: "Kemarilah, aku hendak berbicara sesuatu denganmu." Kwik Tay-lok benar-benar tak ingin mencari kesulitan lagi bagi diri sendiri, tapi dia pun tak tega untuk menampik maksud baik si nona cilik tersebut. Diam-diam ia menghela napas panjang dan siap sedia menunjukkan tampang seorang engkoh besar, bila nona cilik itu bermaksud untuk mengajaknya mengadakan pertemuan, dia pasti akan baik-baik memberi pelajaran kepadanya dan memberitahukan kepadanya kalau lelaki yang ada di dunia ini tak ada yang baik. Untung saja bertemu dengannya, kalau tidak niscaya dia akan tertipu. Berpikir sampai di situ, merasa dirinya bagaikan seorang Nabi yang suci. Sayang Thian justru tidak memberi kesempatan semacam itu kepadanya, tidak membiarkan dia menjadi seorang Nabi yang suci. Sambil menginjak perahu si nona, dia sengaja menarik wajahnya sambil menegur: "Ada perkataan apakah yang hendak kau sampaikan padaku?" Mencorong sinar tajam dari balik mata si nona kecil itu, bisiknya dengan suara lirih: "Apakah kau adalah seorang pembesar besar yang sedang menyamar untuk menyaksikan kehidupan anak kecil?" Kwik Tay lok tertegun, beberapa saat kemudian ia tertawa geli karena tak tahan, sahutnya: Koleksi Kang Zusi "Dari kepala sampai ke kaki, bagian manakah dari tubuhku yang mirip tampang seorang pembesar?" "Jadi bukan?" "Bukan saja tidak, bahkan bila bertemu dengan pembesar badanku lantas menjadi gemetar" ucap Kwik Tay-lok sambil tertawa. Nona itu tampak lebih gembira dan bersemangat, sambil merendahkan suaranya kembali ia berkata: "Kalau begitu, kau pastilah seorang perampok ulung." "Juga bukan," sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa getir. "untuk modal menjadi seorang perampok saja aku tak punya." "Kau benar-benar bukan?" nona itu melotot semakin besar. "Mengapa aku mesti membohongimu?" Nona cilik itu menghela napas panjang, jelas merasa kecewa sekali, sehingga untuk mengucapkan sepatah katapun menjadi enggan. Ternyata ia tertarik kepada Kwik Tay-lok tak lain karena mengira Kwik Tay-lok adalah seorang perampok. Dalam pandangan kaum dara, perampok adakalanya mendatangkan suatu daya tarik yang sangat besar. Sekarang Kwik Tay-lok baru tahu, rupanya nona cilik ini bukan sungguh-sungguh ada minat dengannya. Dengan demikian maka diapun tak usah kuatir menemui banyak kesulitan lagi, malah seharusnya mereka bergembira. Tapi entah mengapa, dia malahan justru merasa agak kecewa, juga tidak terima, tidak tahan segera tanyanya: "Dari hal manakah kau mengatakan aku mirip seorang perampok ?" Sikap nona cilik itu menjadi dingin dan sangat hambar, sahutnya ogah-ogahan: "Sebab selama dua hari belakangan ini, aku selalu menyaksikan ada seseorang menguntil di belakangmu" "Oooh.... macam apakah orang itu ?" "Adakalanya orang itu menyaru sebagai penjual makanan, ada kalanya menyaru sebagai pengemis, tapi dia mau menyaru menjadi apapun jangan harap bisa mengelabui diriku." "Mengapa ?" Nona cilik itu segera menunjukkan sikapnya yang amat bangga sekali, sahutnya sambil tertawa: Koleksi Kang Zusi "Sebab dalam sekilas pandangan saja aku dapat mengenali tampang wajahnya itu." "Apakah wajahnya mempunyai suatu ciri atau keistimewaan yang berbeda dengan orang lain ?" Nona cilik itu manggut-manggut. "Ya, dia adalah seorang lelaki bermuka bopeng." Hampir saja Kwik Tay-lok hendak melompat ke udara saking kagetnya, bahkan darah yang mengalir didalam tubuhnyapun turut mengalir dengan lebih cepat. Nona cilik itu memandang ke arahnya, kemudian dengan sinar mata penuh pengharapan katanya: "Apakah dia memang lagi menguntilmu? Apakah kau kenal dengan dirinya....?" Kwik Tay-lok segera mengedipkan matanya beberapa kali, kemudian sambil sengaja merendahkan suaranya ia berbisik: "Aku boleh saja berkata jujur kepadamu, tapi kau tak boleh memberitahukannya kepada orang lain." "Aku bersumpah tak akan berkata kepada orang lain." ucap nona cilik itu dengan cepat, "Kalau tidak, biar di kemudian hari akupun menjadi seorang perempuan berwajah bopeng." "Baik, aku akan memberitahukan kepadamu," bisik Kwik Tay-lok. "lelaki bopeng itu adalah seorang opas kenamaan, dia memang benar-benar sedang menguntil diriku." Nona cilik itu kembali bergairah, serunya dengan wajah berseri: "Mengapa dia... dia menguntilmu ?" "Sebab aku memang seorang perampok ulung." bisik Kwik Tay-lok lirih. "orang lain menyebutku sebagai perampok yang terbang di angkasa, baru saja kulakukan tujuh puluh delapan macam kasus perampokan di ibukota, itulah sebabnya aku kabur kemari untuk menghindarkan diri." Saking gembiranya sekujur badan nona itu gemetar keras, sambil menggigit bibir serunya: "Apakah kau..... kau juga seorang Jay-hoa-cat (Penjahat pemetik bunga ?" Tak tahan Kwik Tay-lok segera tertawa geli, sambil mengedipkan matanya berulang kali, ia balik bertanya: "Menurut dugaanmu, aku mirip tidak ?" Paras muka nona cilik itu segera berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus, sambil menggigit bibir katanya: "Sekalipun kau seorang Jay-hoa-cat, aku juga tidak takut, aku tidak takut diperkosa." Koleksi Kang Zusi Sepasang kakinya seperti menjadi lemas sehingga untuk berdiripun tak sanggup, hampir saja dia akan tercebur ke dalam air telaga bila Kwik Tay-lok tidak cepat-cepat menyambar tubuhnya. Kwik Tay-lok segera tertawa terbahak-bahak, sambil meraba pipinya yang putih dan halus itu katanya: "Kau tak usah kuatir, sekalipun aku hendak mencarimu, hal inipun baru akan kulakukan dua tiga tahun lagi, bila kau sudah lebih menanjak dewasa, sekarang kau tak lebih hanya.... aku... aku seorang bocah cilik belaka, haaahh... haaah..... haaaahh....." Diiringi gelak tertawa yang amat keras, ia lantas melangkah pergi meninggalkan tempat itu dengan langkah lebar. Nona cilik itu memandang ke arahnya dengan wajah tertegun, sampai lama sekali ia ber diri termangu-mangu.... Entah disengaja atau tidak, tangannya pelan-pelan meraba dada sendiri yang masih datar bagaikan lapangan itu, tanpa terasa wajahnya berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus. Dia hanya bisa berdiri melongo saja menyaksikan pemuda itu berlalu dari sana, makin lama semakin menjauh dan akhirnya lenyap di ujung tikungan jalan sana. Diam-diam Kwik Tay-lok tertawa geli di dalam hati, ia tahu malam nanti nona cilik itu pasti tak dapat tidur nyenyak. Ia sama sekali tidak bermaksud untuk mencelakainya, Ia tak lebih hanya ingin menambah bumbu atau kejadian aneka warna lainnya dalam kehidupan si nona cilik itu, agar setelah menikah dan mempunyai anak besok, dalam hatinya masih mempunyai kesan lama yang setiap kali bila teringat maka jantungnya kembali akan terasa berdebar. Berapa banyaknya gadis di dunia ini yang dapat bertemu dengan mata kepala sendiri dengan seorang Jay-hoa-cat. Angin berhembus lewat menggoyangkan pohon liu, mengakibatkan buih dan gelombang kecil di batas permukaan telaga. Kwik Tay-lok masih berjalan ke depan dengan langkah yang amat lamban, sambil mengunyah biji teratai, ia membawakan sebuah lagu bersenandung. Setelah melalui suatu jarak perjalanan yang cukup jauh, secara tiba-tiba ia baru berpaling. Dengan cepat ia menemukan seorang pengemis yang membawa sebuah mangkuk gumpil, lagi pula wajahnya betul-betul bopeng. Begitu ia berpaling, si bopeng itu segera menyembunyikan diri di belakang pohon. Taktik penguntilan yang dimiliki orang bermuka bopeng itu tidak terhitung sangat lihay, andaikata sikap Kwik Tay-lok dalam dua hari belakangan ini acuh tak acuh dan pikirannya memikirkan yang bukan-bukan, seharusnya hal mana sudah dirasakan olehnya. Benarkah manusia bermuka bopeng ini adalah orang bopeng yang dimaksudkan oleh Sui Loan-kim itu ? Koleksi Kang Zusi Seperti tidak disengaja saja Kwik Tay-lok membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju ke arah manusia berwajah bopeng itu, pelan sekali langkahnya.... Ia berniat melompat ke depan dan menangkapnya jika sudah berada dekat dengan orang itu. Siapa tahu manusia bopeng itu cukup waspada, dengan cepat dia membalikkan badan dan melarikan diri. Tatkala Kwik Tay-lok mempercepat langkahnya, ternyata dia kabur semakin cepat lagi. Di tengah hari bolong seperti ini, apalagi begitu banyak orang kurang leluasa baginya untuk mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya guna melakukan pengejaran tersebut. Terpaksa Kwik Tay-lok harus memperbesar langkahnya mengejar dari belakang. Sebenarnya dia yang menguntil Kwik Tay-lok, tapi sekarang justru sebaliknya Kwik Tay-lok yang menguntil di belakangnya. Ketika si nona cilik di atas perahu melihat mereka saling kejar-mengejar dengan langkah cepat, dengan wajah terkejut dan keheranan ia memandangi mereka berdua tanpa berkedip. Ia benar-benar tidak habis mengerti, kenapa bukan si opas yang menangkap penyamun sebaliknya penyamun yang mengejar sang opas? Baginya, persoalan yang ada di dunia ini masih banyak persoalan yang tak dipahami olehnya, maka dia selalu merasa amat kesal. Menanti usianya sudah meningkat dan lebih banyak persoalan yang dipahami olehnya, ia baru mengerti ternyata lebih enak dulu sewaktu belum tahu urusan daripada sekarang. Permulaan musim panas merupakan saat yang paling ideal untuk berpesiar di tepi telaga. Tempat yang banyak pelancongnya biasanya pasti banyak pula pengemis.... sebab biasanya orang yang sedang berpesiar lebih bermurah hati, terutama bila disampingnya didampingi seorang gadis yang cantik jelita. Oleh sebab itu di sekeliling tempat itu banyak terdapat pengemis, di timur ada pengemis, di barat ada pengemis, bahkan di sela-sela manusia yang berpesiarpun banyak pengemis. Orang bermuka bopeng itu menerobos ke sana-kemari diantara kerumunan orang banyak, beberapa kali hampir saja Kwik Tay-lok ketinggalan sampai jauh sekali. Untung saja Kwik Tay-lok mempunyai nasib yang cukup mujur, setiap kali bila keadaan sudah mencapai pada saat yang kritis, dia selalu secara kebetulan dapat menemukan wajah yang bopeng itu. Orang dengan wajah yang istimewa biasanya memang lebih gampang dikuntil daripada tidak. Sampai akhirnya, orang bermuka bopeng itu merasa ia makin terdesak hebat sehingga akhirnya mengambil keputusan untuk meninggalkan wilayah telaga sana menuju ke tempat yang makin sedikit orangnya. Koleksi Kang Zusi Agaknya dia ingin memancing Kwik Tay lok menuju ke tempat sepi, kemudian baik-baik memberi pelajaran kepadanya. Kwik Tay-lok sama sekali tidak gentar, bukan saja tak ambil perduli, malahan dia mengejar semakin getol lagi. Dia memang berniat untuk mencari suatu tempat yang tiada orangnya untuk menangkap orang itu dan ditanyai sampai jelas apakah dia kenal dengan Yan Jit, serta apakah dia tahu tentang jejak Yan Jit. Dari si tongkat, Kwik Tay-lok memang telah mempelajari beberapa kepandaian yang memaksa orang untuk berbicara jujur. Sebenarnya dia mengira dengan cepat orang bermuka bopeng itu akan berhasil disusulnya. Siapa tahu bukan saja orang berwajah bopeng itu dapat berlari cepat, kekuatan tubuhnya juga bagus sekali, seakan-akan dia tidak pernah merasa lelah, malah semakin lama larinya semakin cepat. Kwik Tay-lok merasa mulai tak tahan lagi, apalagi kehidupannya selama beberapa hari belakangan ini amat memeras kekuatannya dia merasa bagaikan orang yang telah lanjut usianya. Tak tahan dia lantas berteriak keras: "Hei, jangan lari, aku sama sekali tidak bermaksud untuk mencari kesulitanmu, aku hanya ingin menanyakan beberapa persoalan saja" Sebenarnya si bopeng itu tidak lari secara sungguhan, namun setelah mendengar perkataan itu, dia malahan lari semakin cepat lagi. Pengemis memang biasa lari di jalan karena dikejar orang atau dikejar anjing, sehingga peristiwa semacam itu sesungguhnya bukan suatu kejadian yang aneh. Tapi seorang yang memakai pakaian yang perlente ternyata berlarian di jalanan gara-gara mengejar seorang pengemis, adegan semacam ini terasa aneh sekali. Dia tahu sudah ada orang yang mulai memperhatikan dirinya, malah diantaranya seperti terdapat dua orang opas. Mereka memang sesungguhnya bertugas untuk memeriksa dan menjaga keamanan di situ, diantaranya tampak sedang melangkah maju siap menghalangi Kwik Tay-lok untuk ditanya. Asal jalan pergi Kwik Tay-lok terhadang maka si bopeng itu pasti akan melenyapkan diri. Padahal orang itu adalah satu-satunya titik terang yang dijumpainya, ia tak dapat melepaskannya dengan begitu saja. Sepasang biji matanya segera diputar, tiba-tiba terlintas satu ingatan dalam benaknya, sambil menuding ke arah si bopeng yang berlarian di depan, teriaknya keras-keras: "Pengemis itu adalah seorang pencuri, siapa yang dapat membantuku untuk membekuknya, kuberi hadiah dua puluh tahil perak." Teriakannya yang terakhir itu sungguh manjur sekali, tidak menunggu ucapan selesai diutarakan, dua orang opas itu telah membalikkan badan dan mengejar si bopeng tersebut. Koleksi Kang Zusi Malah banyak pula diantara para pelancong yang turut berteriak-teriak sambil melakukan pengejaran. Tampak si bopeng itu amat gelisah, mendadak ia melompat ke udara melewati atas kepala lima enam orang dan melompat naik ke atas wuwungan rumah di depan sana. Ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sempurna sekali, boleh dibilang merupakan jago kelas satu di dunia persilatan. Peristiwa ini semakin menggemparkan suasana, teriakan-teriakan berkumandang dari sana sini. "Tampaknya orang ini selain seorang pencuri, diapun seorang perampok ulung, jangan biarkan ia kabur.... tangkap sampai dapat tangkap sampai dapat !" Walaupun yang berteriak banyak, namun yang bisa menyusul ke atas atap rumah tak seorangpun. Dua orang opas itupun hanya bisa berdiri di bawah rumah sambil mengawasi dengan gelisah. Bagaimanapun ilmu meringankan tubuh memang tak dapat dipelajari oleh setiap orang, apalagi ilmu meringankan tubuh seperti apa yang dimiliki si bopeng, diantara sepuluh laksa orang paling banter hanya ada satu dua orang saja yang memilikinya. Untung saja Kwik Tay-lok adalah satu diantara dua orang yang menguasahi kepandaian itu. Dia telah melompat naik ke atas atap rumah, sambil melanjutkan pengejarannya dengan suara lantang dia berseru: "Aku adalah seorang petugas keamanan dari ibu kota yang khusus datang kemari untuk membekuk penjahat ini, harap enghiong hohan yang ada di tempat ini sudi membantu usahaku ini." Diapun tahu bagaimanapun gagah seorang enghiong hohan yang berada di sana, mustahil sudi mencampuri urusan yang tidak diketahui ujung pangkalnya ini. la berteriak demikian tak lebih hanya ingin membuat pikiran dan perasaan orang bermuka bopeng ini semakin kalut. Sebab dia benar-benar tidak memiliki keyakinan untuk bisa menyusul si bopeng itu, betul ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya luar biasa, namun kesempatan untuk melatihnya tidak banyak, baik soal taktik maupun soal pengalaman, dia masih kalah setingkat dibandingkan dengan manusia bermuka bopeng itu. Betul juga, oleh teriakan-teriakan yang lantang itu, manusia bermuka bopeng tersebut makin bingung dan cemas. Bagaimanapun juga, berlarian di atas atap rumah orang di bawah sinar matahari yang cerah merupakan suatu kejadian yang amat menyolok, maka akhirnya kembali ia dipaksa melompat turun ke bawah. Dibawah sana terbentang sebuah lorong yang tidak terhitung luas, dalam lorong itu paling banter hanya terdapat enam tujuh keluarga. Koleksi Kang Zusi Ketika Kwik Tay-lok mengejar sampai di situ, kebetulan sekali ia menyaksikan ada sesosok bayangan manusia yang menyelinap masuk ke dalam pintu gerbang sebuah gedung rumah. Pintu gerbang gedung itu dibuka lebar-lebar. Tidak banyak rumah rakyat pada jaman itu dalam keadaan terbuka lebar sepanjang hari. Tampaknya gedung itu memang mempunyai hubungan yang erat dengan manusia berwajah bopeng itu, atau si bopeng itu mungkin memang berdiam.... Kwik Tay-lok sama sekali tidak ambil perduli akan hal tersebut, dengan cepat dia turut menyerbu masuk ke dalam. Di halaman rumah tiada orang, tapi ruang tamu di depan sana terdengar ada orang sedang berkata sambil tertawa: "Tak heran kalau orang lain selalu berkata, diantara sepuluh orang manusia bopeng sembilan diantaranya berwatak aneh kau betul-betul seorang siluman yang aneh" Kwik Tay-lok merasa girang sekali setelah mendengar perkataan itu, dengan cepat dia memburu ke depan sambil berpikir: "Kali ini kau tak bakal bisa kabur lagi..." Siapa tahu dalam ruang tamu itu tidak terdapat seorang manusia bopengpun, yang ada hanya seorang lelaki dan seorang perempuan yang tampaknya merupakan seorang suami-isteri, yang perempuan putih dan gemuk, wajahnya cantik, sebaliknya yang lelaki bermuka kuning, pinggangnyapun tidak lurus. Bila seorang lelaki jelek bisa mendapatkan seorang isteri yang cantik, ada kalanya hal itu bukan terhitung suatu kemujuran. Ketika secara tiba-tiba menyaksikan ada seorang lelaki asing menyerbu masuk ke dalam ruangan mereka, suami isteri berdua itu kelihatannya amat terperanjat. Tampaknya sang suami bernyali jauh lebih kecil daripada nyali istrinya, karena ketakutan hampir saja dia terjatuh ke atas tubuh istrinya, dengan tergagap dia berseru: "Si......siapa kau? Mau.... mau apa kau datang kemari ?" "Aku datang untuk mencari orang" jawab Kwik Tay-lok. "Sii.... siapa yang kau cari?" "Aku mencari si bopeng, dimanakah si bopeng yang barusan kau sebutkan itu?" Sepasang biji mata si istri yang jeli, semenjak tadi memang sudah mengerling terus ke arahnya, mendadak ia bangkit berdiri, kemudian sahutnya dengan cepat: "Akulah si bopeng yang ia maksudkan tadi, apakah kau datang untuk mencari diriku?" Betul juga, di ujung hidungnya memang terdapat beberapa titik burik yang berwarna putih. Kwik Tay-lok menjadi tertegun. Koleksi Kang Zusi Sang istri masih mengerling ke arahnya dengan ekor matanya yang jeli, kemudian dengan senyum tak senyum dia berkata lagi: "Apakah kau datang mencari diriku karena mengagumi namaku? Sayang kau sudah datang terlambat, kini aku telah menikah dengan orang dan tidak menerima tamu lagi." Bukan saja Kwik Tay-lok dibuat tertegun, bahkan sedikit dibuat menangis tak bisa tertawapun sungkan. Padahal seharusnya hal ini sudah dapat diketahuinya sedari tadi, mana ada perempuan dari keluarga baik-baik yang memperhatikan lelaki lain dengan cara semacam ini? Yang menjadi suami segera unjuk gigi, sambil melompat ke depan teriaknya keras-keras. "Sudah kau dengar belum? Sekarang ia sudah menjadi biniku, siapapun jangan harap bisa mengusiknya lagi. Hmm, kenapa kau tidak segera enyah dari sini ?" Ternyata Kwik Tay-lok harus tertawa getir, tapi tak tahan kembali dia bertanya: "Apakah tiada orang lain yang masuk ke mari tadi ?" Sekali lagi sang isteri mengerling sekejap ke arahnya dan berkata sambil tertawa: "Sekalipun di kota ini masih terdapat setan segagah seperti kau, juga tak ada yang bernyali besar seperti kau. Siapa yang berani mendatangi rumah orang lain untuk mencari bini orang ?" Ternyata ia telah menuduh Kwik Tay-lok sebagai manusia yang berusaha untuk merampas isteri orang. Yang menjadi suaminya bertambah naik darah, sambil menuding hidung Kwik Tay-lok teriaknya keras-keras: "Kenapa belum juga keluar dari sini?" "Apalagi yang sedang kau rencanakan ditempat ini? Hati-hati kalau kepalanku menghancurkan batok kepalamu." Mendengar perkataan tersebut, Kwik Tay lok segera tertawa geli. Tangannya kelihatan seperti cakar ayam, untuk membunuh lalatpun belum tentu bisa, ternyata dia ingin memukul orang. Kwik Tay-lok segera menepuk bahunya dan berkata sambil tertawa. "Jangan kuatir, tiada orang yang bakal merampas dirimu, tapi tubuhmu sendiri juga bukan didapat dari mencuri, lebih baik jagalah diri baik-baik, dalam melakukan pekerjaan apapun lebih baik jangan terlalu memeras tenaga." Ia tidak membiarkan orang itu buka suara lagi, sambil membalikkan badan pemuda itu segera beranjak pergi. Padahal dia sendiripun tahu kelak pekerjaan ini sedikit agak kurang cocok untuk di utarakan sebab dihari biasa dia tak mengutarakan perkataan semacam itu. Koleksi Kang Zusi Tapi, bila dalam hati sendiripun sedang mangkel, kadangkala timbul pula ingatan untuk membuat orang lainpun turut menjadi sengsara. Dengan jelas ia menyaksikan si bopeng itu masuk kesana, mengapa secara tiba-tiba bisa lenyap tak berbekas? Apakah begitu masuk ke rumah dia lantas menerobos masuk ke dalam tanah? Tentu saja sepasang suami istri ini telah bersekongkol dengan si bopeng, mereka sengaja bermain sandiwara untuk mengoceh dirinya. Sayang walaupun ia mengetahui hal itu dengan jelas, namun tak dapat membongkarnya dengan begitu saja, apalagi berada di rumah orang lain disiang hari bolong seperti ini, bagaimana juga dia yang rugi sendiri. Bila mengharuskan memaksa orang lain untuk mengajaknya melakukan penggeledahan dalam rumah, rasanya ini tak mungkin bisa dia lakukan. Apakah si bopeng itu pasti telah menggunakan kesempatan tersebut untuk melarikan diri, sekalipun dicari belum tentu bisa menemukannya. Pikir punya pikir Kwik Tay-lok merasa makin lama hatinya makin risau dan pusing. "Coba kalau berganti Ong Tiong, tak nanti si bopeng itu bisa kabur dari cengkeramannya pada hari ini" Ia bertekad akan mencari tempat dulu untuk bersantap sampai kenyang guna menghibur hati sendiri, kemudian setelah malam menjelang tiba nanti baru akan melakukan penyelidikan disekitar tempat itu hingga persoalan menjadi tuntas. Matahari sudah hampir tenggelam dibalik gunung, sekalipun minum arak mulai sekarang rasanya juga tak bisa dianggap terlampau awal. Rumah makan terbesar di kota itu di sebut Hwee-peng-lo, bebek panggang dan ikan leihi masak saos buatan mereka merupakan hidangan yang paling termasyhur, apalagi untuk teman minum arak. Kwik Tay-lok mencari sebuah meja dekat jendela dan memesan semeja sayur... Sebelum berangkat tempo hari, lotoa dari kota timur telah memberi sejumlah ongkos jalan yang terhitung cukup besar jumlahnya. Memang orang gagah dari dunia persilatan selamanya setia kawan, royal terhadap teman. Biasanya bila ada beberapa cawan arak sudah masuk ke perut, perasaan Kwik Tay-lok akan mulai cerah kembali. Tapi dua hari belakangan ini, arak yang masuk ke dalam perutnya merasa getir, lagi pula gampang memabukkan. Apalagi bila malam masih ada urusan, ia tak berani minum banyak, sebaliknya memperbanyak makan sayur. Makin jelek perasaannya makin banyak yang dimakan, mungkin bila Yan Jit belum juga ditemukan, bisa jadi dia akan menjadi gemuk seperti seekor babi. Koleksi Kang Zusi Setelah matahari turun gunung, tamu dalam rumah makan makin banyak. Pelbagai ragam manusia berduyun-duyun mendatangi rumah makan itu, diantaranya terdapat pula para perantara rumah pelacuran yang menjajakan dagangannya kepada para tamu. Maka dari balik penyekat di samping ruangan utama rumah makan itupun berkumandang suara tetabuhan, suara nyanyian merdu, suara gurauan, suara cawan saling beradu diiringi teriakan girang, gelak tertawa nyaring, ramai sekali suasananya. Namun bagi Kwik Tay-lok, dia seolah-olah duduk dalam dunia yang lain, walaupun perbuatan semacam itu sesungguhnya merupakan perbuatan yang paling menarik perhatiannya, tapi sekarang, kesemuanya itu terasa sama sekali tak ada artinya lagi. Tanpa Yan Jit di sini, ibarat sayur tanpa garam, sama sekali hambar rasanya. Ia menghela napas dan pelan-pelan memenuhi cawan arak sendiri, mendadak ia saksikan ada lima-enam orang nona cilik yang cantik-cantik sedang mengerumuni seorang lelaki berbaju perlente yang naik ke atas loteng sambil tertawa terbahak-bahak. Jangankan pelayan rumah makan itu, bahkan Kwik Tay-lok sendiripun dapat menduga kalau lelaki perlente yang besar lagaknya ini pastilah seorang yang royal dan kaya raya. Tak tahan ia memandangnya beberapa kejap lebih lama, tapi begitu memandang orang itu, hampir saja teko arak yang berada di tangannya terjatuh ke tanah. Ternyata tamu perlente yang kaya raya itu adalah seorang berwajah bopeng, malahan dia tak lain adalah yang dijumpainya sebagai peminta-minta di tepi telaga tadi. Sore tadi masih seorang peminta-minta, malamnya telah menjadi seorang cukong, perubahan ini benar-benar sangat menyolok sekali. Tapi, bagaimanapun ia berubah sendiri, sekalipun ia berubah menjadi abu, dalam sekilas pandangan saja Kwik Tay-lok dapat mengenalinya kembali.... Ya, siapa yang suruh mukanya terdapat begitu banyak bopeng yang menyolok. Kwik Tay lok hanya memandang dua kejap lalu segera melengos untuk memandang papan nama di luar jendela sana. Kali ini dia bertekad untuk menahan diri dan tidak melakukan segala sesuatu tindakan secara gegabah. Sekarang, bila dia menghampirinya, mencengkeram si bopeng itu dan bertanya apa sebabnya dia menghadiahkan mutiara kepada Sui Loan-kim, kemudian bertanya apakah ia tahu akan jejak Yan Jit, orang lain pasti akan menyangka dia adalah seorang yang sinting. Tentu saja si bopeng itu dapat menjawab tidak tahu, bahkan bisa jadi akan mencuci tangannya bersih-bersih. Kini si bopeng sudah masuk ke ruang utama. Nona-nona kecil yang datang bersamanyapun jelas bukan gadis dari keluarga baik, belum lama mereka duduk, dari balik ruang sana sudah bergema panggilan-panggilan yang mesrah dan mendirikan bulu roma. Anehnya, justru di dunia ini seolah-olah terdapat banyak sekali lelaki yang suka akan panggilan-panggilan seperti itu. Koleksi Kang Zusi Berbicara terus terang, sesungguhnya Kwik Tay-lok juga senang sekali dengan gaya kehidupan seperti itu, tapi entah mengapa, bulu kuduknya pada bangun berdiri setelah mendengar perkataan itu kini. Seseorang apakah akan terjadi perubahan lantaran cinta, kunci salahnya bukan terletak pada dia itu laki-laki, atau perempuan, sebaliknya lantaran tulus atau tidakkah cinta mereka, dalam atau tidak cinta mereka berdua. Suasana di atas loteng rumah makan itu ramai sekali. Kembali Kwik Tay-lok memesan sepoci arak, menambah beberapa macam sayur dan menyiapkan diri untuk melangsungkan pertarungan jarak panjang, sekalipun si bopeng akan berada di situ sampai pagi, diapun akan menunggu sampai pagi pula. Siapa tahu, dengan cepat si bopeng telah berjalan keluar dalam keadaan mabuk hebat, dibimbing oleh seorang gadis berusia tujuh delapan belas tahunan, ia bertanya kepada, sang pelayan dimana tempat untuk cuci tangan.... Ternyata ia terlalu banyak minum arak, sekarang lagi mencari sebuah jalan keluar. Kwik Tay-lok masih tetap bersabar untuk menyaksikan dia turun lagi dari loteng, namun setelah di tunggu-tunggu setengah harian lamanya belum nampak juga ia naik lagi ke atas loteng. "Jangan-jangan dia telah mengetahui kalau aku berada di sini, maka menggunakan alasan hendak membuang air kecil, ia telah meloloskan diri dari sini?" Akhirnya Kwik Tay-lok tak kuasa menahan diri lagi, ia bersiap untuk melakukan pengejaran. Tapi pada saat itulah, mendadak ekor matanya menangkap seseorang sedang berjalan di seberang jalan sana dengan kepala tertunduk, ternyata dia adalah si bopeng. Betul juga, rupanya dia hendak memanfaatkan kesempatan baik itu untuk melarikan diri. Kwik Tay-lok menjadi sangat gelisah, tanpa berpikir panjang lagi, ia melompat keluar lewat daun jendela. Para tamu yang berada dalam ruangan rumah makan itu menjadi gempar, mereka mengira ada orang hendak bunuh diri dengan menceburkan diri dari atas loteng. Si bopeng itu berpaling dan mengerling sekejap ke arahnya, kemudian tubuhnya menyelinap ke depan dan tiba-tiba menerobos masuk ke dalam sebuah warung penjual bahan makanan yang berada di depan sana. Di depan pintu warung tadi tertumpuk berkarung-karung gandum, berkeranjang-keranjang beras serta bahan makanan lainnya, selain itu tampak juga seorang bocah nakal yang masih ingusan bermain "Cian-cu" di depan pintu warung. Menanti Kwik Tay-lok menyusul kesana, bayangan tubuh dari si bopeng itu sudah lenyap tak berbekas. Waktu itu para pelayan warung dan sang kasir sedang bermain catur dengan asyiknya. Koleksi Kang Zusi Kalau dilihat dari sikap mereka yang begitu santai, mustahil orang-orang itu menyaksikan ada orang yang baru saja memasuki warung mereka. Jangan kedua orang inipun telah bersekongkol dengan si bopeng dan sengaja bermain sandiwara untuk diperlihatkan kepada Kwik Tay-lok ? Tapi kali ini Kwik Tay-lok lebih waspada lagi, ia sama sekali tidak masuk untuk bertanya kepada orang itu, sebaliknya bersembunyi di samping warung dan menggape ke arah bocah yang masih ingusan itu. Sambil mengeluarkan beberapa biji mata uang, katanya sambil tertawa: "Aku ingin bertanya kepadamu, asal kau bersedia menjawab dengan jujur, uang ini kuberikan semua kepadamu untuk membeli gula-gula." Bocah cilik itu dengan tangan sebelah memegang mainan, tangan lain menyeka ingus, sepasang matanya memperhatikan uang ditangan pemuda itu tanpa berkedip. Baik itu orang dewasa maupun anak kecil tidak ada berapa orang yang tidak menyukai uang. "Sudah kau dengar dengan jelas ?" ucap Kwik Tay-lok, "asal kau bersedia untuk bicara dengan jujur, maka uang ini menjadi milikmu semua." Dengan cepat bocah itu menganggukkan kepalanya berulang kali. "Aku selalu berbicara dengan jujur" katanya, "Ayah memberitahukan kepadaku, bila anak kecil suka berbohong, nanti lidahnya akan menjadi busuk dan bau." Kwik Tay-lok segera menepuk-nepuk kepalanya sambil tertawa, sahutnya dengan cepat: "Betul, anak yang berterus terang barulah anak baik. Apakah warung penjual bahan makanan ini adalah milikmu ?" Bocah itu segera mengangguk: "Betul, kami menyimpan beras yang sangat banyak, sekalipun dimakan selama seratus tahun pun tak akan habis." "Bukankah di rumahmu juga terdapat seorang bopeng ?" Bocah itu mengerdipkan matanya berulang kali seperti merasa amat keheranan, lalu serunya. "Dari mana kau bisa tahu ?" Kwik Tay-lok segera tertawa, untuk membohongi seorang bocah yang jujur tampaknya memang bukan suatu pekerjaan yang sulit. Tapi menyuruh seorang dewasa membohongi seorang anak, bagaimanapun juga merupakan suatu perbuatan yang memalukan. Oleh karena itu dia merasa amat rikuh sendiri, maka setelah menyerahkan uang tadi ke tangan si bocah, dia baru berkata sambil tertawa: "Aku belum pernah menyaksikan seorang yang berwajah bopeng, bersediakah kau untuk mengajakku pergi untuk menjumpainya ?" Koleksi Kang Zusi Bocah itupun tertawa, katanya: "Tentu saja dapat, belum lama berselang dia masuk ke mari, tak lama kemudian dia pasti akan keluar." "Ia pasti akan keluar ?" Bocah itu manggut-manggut, sambil memutar biji matanya tiba-tiba ia tertawa, katanya: "Sekarang dia sudah keluar." Tangannya memegang uang itu kencang-kencang, sebaliknya melemparkan mainannya ke tanah, setelah itu ia maju ke depan dan menarik tangan seorang bopeng yang baru ke luar dari ruangan. Dia tak lebih hanya seorang bocah berusia tujuh delapan tahun yang bermuka bopeng. Sekali lagi Kwik Tay-lok tertegun, tampaknya ia dibuat menangis tak bisa tertawapun tak dapat. Bocah itu tertawa amat girang, katanya: "Dia bernama Siau-sam-cu, yang masih terhitung adikku, sejak kecil mukanya sudah bopeng, dalam keluarga kami hanya terdapat seorang manusia bermuka bopeng saja." Kwik Tay-lok menjadi tertegun, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun dia membalikkan badan dan berlalu dari sana. Terdengar bocah itu sedang berbisik sambil tertawa: "Siau-sam-cu, bila setiap orang yang ingin menyaksikan wajahmu pada memberi uang kepadaku, dengan segera kita akan menjadi kaya, lain kali kaupun tak usah kuatir tidak memperoleh istri yang cantik lagi, asal kita sudah mempunyai banyak uang, sekalipun mukamu bopeng juga sama saja ada orang yang akan mengawini dirimu ?" Kwik Tay-lok merasa yaa mendongkol yaa geli, sekalipun ingin tertawa namun tiada suara yang bisa keluar dari dalam mulutnya. Dia tahu, bocah-bocah itu pasti telah menganggap sebagai telur busuk yang paling tolol. Sebab jalan pikirannya tidak selisih jauh bila dibandingkan dengan jalan pikiran bocah itu. Ketika dia berpaling, tampaknya si pelayan dari rumah makan Hwee-peng-koan tersebut dengan senyum tak senyum sedang memperhatikan dirinya. "Rekening Kek-koan tadi adalah tiga tahil enam hun, bisa itik panggang yang belum habis dimakan boleh dibungkus dan dibawa pulang," katanya cepat. Sudah barang tentu, sikap seorang pelayan rumah makan terhadap tamu yang kabur lewat jendela tak mungkin akan baik. Waktu itu, Kwik Tay-lok sama sekali sudah tak punya kemarahan lagi, sambil menyerahkan uang tersebut kepadanya, tiba-tiba ia bertanya lagi: Koleksi Kang Zusi "Kenalkah kau dengan si manusia bermuka bopeng yang besar lagaknya itu....?" Setelah pelayan itu menerima uangnya dan menimang-nimang sebentar, sambil tertawa segera sahutnya: "Walaupun hamba tidak kenal dengan si bopeng itu, tapi beberapa orang nona yang menemaninya hamba kenal, sekarang juga hamba bisa pesankan orang-orang itu untuk menghibur toaya" "Aku hendak mencari si bopeng itu, apakah sebelum ini kau belum pernah melihatnya!" Pelayan itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali, jelas dia merasa sangat keheranan. "Jangan-jangan orang ini mengidap penyakit aneh." demikian pikirnya. "Nona cakep dia tidak mau, sebaliknya si bopeng yang dicari." Waktu itu, Kwik Tay-lok sama sekali sudah tak bersemangat lagi untuk banyak berbicara dengannya, dia tahu sekalipun mencari keterangan dari nona-nona penghibur itupun belum tentu ia dapat memperoleh keterangan yang diinginkan. Tampaknya si manusia bopeng itu benar-benar adalah seorang manusia aneh. Sudah jelas dia sedang berusaha untuk menghindarkan diri dari Kwik Tay-lok, tapi justru dia selalu munculkan diri pula di hadapan Kwik Tay-lok, kalau dibilang ia bukan sengaja berbuat demikian, mungkinkah di dunia ini benar-benar terdapat kejadian yang begini kebetulan? Bukti menunjukkan bahwa pemilik toko penjual bahan makan dengan suami isteri berdua tadi mempunyai hubungan yang erat dengan dirinya, dari sini dapat diketahui bahwa ia sudah cukup lama tinggal dalam kota ini. Tapi herannya, mengapa orang lain tak pernah berjumpa dengan dirinya ? Tanpa sebab tanpa musabab dia telah membayar sebutir mutiara kepada Sui Loan-kim demi Kwik Tay-lok, sudah barang tentu mustahil kalau dia sama sekali tidak mempunyai tujuan tertentu. Tapi apakah tujuannya yang sesungguhnya? Kenapa dia harus melakukan perbuatanperbuatan yang mencengang-kan? Sekalipun kau menghancurkan kepala Kwik Tay-lok, belum tentu ia bisa menemukan sebab musababnya. . Hampir saja ia putus asa dan bermaksud untuk melepaskan perhatiannya terhadap orang ini. Siapa tahu, pada saat itulah si nona cilik yang memayang si bopeng turun dari loteng tadi telah membalikkan badannya dan berjalan menghampiri Kwik Tay-lok, lalu dengan genit melemparkan beberapa kerlingan mata ke arahnya. Pelayan rumah makan memandang sekejap ke arahnya, kemudian memandang pula ke arah Kwik Tay-lok, setelah itu dia membuat muka setan dan segera kabur dari sana. Orang yang melakukan pekerjaan semacam ini memang jarang yang tak tahu diri, mereka selalu pandai melihat gelagat serta menyesuaikan diri. Dalam pada itu, si nona cilik itu telah berjalan ke hadapan Kwik Tay lok, kemudian setelah tertawa manis katanya: Koleksi Kang Zusi "Aku pikir, kau pastilah toa sauya dari keluarga Kwik bukan ?" Kwik Tay-lok manggut-manggut, sambil memandang ke arahnya dengan mata melotot, dia berseru: "Apakah si bopeng itu yang memberitahukan namaku kepadamu ?" Nona cilik itupun segera manggut-manggut, sahutnya sambil tersenyum: "Aku bernama Bwe Lan, tinggal dalam rumah pelacuran Liu-cun-wan, di kemudian hari masih berharap Kwik sauya suka memperhatikan diriku." "Asal kau bisa membantuku untuk menemukan si bopeng tersebut, setiap hari aku akan berkunjung ke kamarku." "Sungguh?" seru Bwe Lan sambil mengerdipkan matanya. "Hanya telur busuk anak kura-kura saja yang tidak memegang teguh perkataannya." Kembali Bwe Lan tertawa, tertawanya semakin manis. "Aku datang mencari Kwik sauya, karena si toaya bopeng memang ada pesan yang menyuruhku untuk menyampaikan kepada sauya" "Apa yang dia katakan?" "Ia bilang kentongan ketiga malam nanti dia akan menantikan kedatanganmu di kui Liong-ongbio di sebelah timur telaga Tay-beng ou, dia bilang pula..." "Dia masih bilang apa lagi ?" tanya Kwik Tay-lok dengan cemas. Setelah ragu-ragu sejenak, akhirnya Bwe Lan berkata: "Ia masih bilang, bila kau tak-punya keberanian untuk pergi kesanapun tak jadi soal" Tiba-tiba ia tersenyum, sahutnya: "Sekarang Kwik sauya sudah dapat menemukan dirinya, tapi ingat apa yang Kwik sauya katakan harus dipegang teguh.... kalau seorang lelaki menjadi telur busuk, oh, pasti tak sedap rasanya." Akhirnya perempuan yang berdandan sebagai siluman cilik itu telah pergi meninggalkan tempat itu. Sebelum pergi dia tak lupa meninggalkan alamat rumah pelacuran Liu-cun-kwan kepada Kwik Tay-lok. Sekarang Kwik Tay-lok baru sadar, lagi-lagi dia telah salah berbicara.... kenapa ia tak dapat menahan diri beberapa waktu lagi, menunggu siluman itu menyampaikan pesan dulu dari si bopeng ? Kenapa dia selalu mendatangkan pelbagai kesulitan bagi diri sendiri tanpa disadari sama sekali ? Tapi si orang bermuka bopeng itu jauh lebih membingungkan lagi.. Koleksi Kang Zusi Sudah jelas dia sedang berusaha untuk menghindari Kwik Tay-lok, tapi sekarang ia justru mengajak Kwik Tay-lok untuk bertemu. Apakah hal inipun merupakan suatu rencana busuk untuk menjebaknya? Apakah dia telah mempersiapkan jebakan disekitar kuil Liong-ong-bio dan menunggu Kwik Tay-lok masuk jebakan? Walaupun dia seperti banyak mengetahui persoalan tentang Kwik Tay-lok, namun sebelum itu Kwik Tay-lok hampir tak pernah bertemu dengan orang ini, sudah barang tentu diantara merekapun tak bisa dibilang ada dendam atau budi. Ia telah membuang banyak pikiran, banyak tenaga dan menghamburkan begitu banyak uang sebenarnya apakah maksud serta tujuannya? Sambil menghela napas panjang, Kwik Tay-lok bergumam: "Diantara sepuluh orang manusia bermuka bopeng, sembilan diantaranya berwatak aneh, tampaknya ucapan ini sedikitpun tak salah" Kuil raja naga. Tampaknya, di setiap tempat yang ada airnya pasti terdapat sebuah kuil raja naga. Liong ong bio memang seperti kuil dewa tanah, ibaratnya telinga bagi orang tuli, hanya suatu tempat tujuan belaka, di sana tiada tempat untuk pasang hio, juga tiada tosu atau hwesio. Demikian pula dengan Liong-ong bio. Kwik Tay-lok datang dengan menunggang kereta keledai, sebab dia tidak kenal jalan, lagi pula ingin mengirit tenaga sehingga bisa memiliki kekuatan yang tangguh untuk menghadapi si orang bermuka bopeng itu. Si kakek kusir kereta adalah seorang kakek yang rambutnya telah beruban semua. Sebenarnya Kwik Tay lok tidak ingin naik kereta, apa mau dikata setelah malam tiba kereta yang lain enggan mendatangi kuil Liong ong bio yang letaknya terpencil. Jalannya menuju ke tempat itu memang bukan suatu jalanan yang baik untuk dilewati apalagi bila malam tiba, tiada lampu yang menerangi tempat itu, keadaan gelap gulita dan sangat mengerikan. Kakek si kusir kereta itu mengantuk sepanjang jalan, tiba di sana mendadak ia menarik tali les keledainya dan berkata seraya berpaling. "Bila berjalan lebih ke depan, kau akan tiba di kuil Liong-ong-bio, lebih baik berjalanlah sendiri kesana." Tak tahan Kwik Tay-lok segera bertanya: "Kenapa kau tidak mengantar aku sampai ke depan pintu ?" Tiba-tiba kakek bungkuk itu tertawa: "Sebab aku masih ingin hidup barang dua tahun lagi." Koleksi Kang Zusi Malam amat hening, senyumannya itu kelihatan agak menyeramkan bagi orang yang memandangnya. Dengan kening berkerut Kwik Tay-lok segera menegur: "Memangnya setelah kau mengantar aku sampai di sini, maka kau tak bisa hidup lebih lanjut?" Kakek bungkuk itu tertawa semakin misterius, katanya hambar: "Setiap orang yang tiba di sini malam ini mungkin akan sulit untuk pulang dalam keadaan hidup, kuanjurkan kepadamu lebih baik jangan kesana..." "Setiap orang boleh berkunjung ke kuil liong-ong-bio, kenapa aku tak boleh kesana?" "Sebab malam ini jauh berbeda dengan malam-malam sebelumnya." jawab kakek bungkuk itu sambil tertawa seram. "Bagaimana bedanya?" Tiba-tiba kakek bungkuk itu tidak berbicara lagi, sepasang matanya dengan melotot besar sedang memandang ke belakang punggung Kwik Tay-lok, seakan-akan ia melihat ada setan yang muncul secara tiba-tiba. Tanpa terasa Kwik Tay-lok merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri, tidak tahan diapun turut berpaling ke belakang. Malam itu sangat hening dan tak tampak seorang manusiapun, pohon liu yang bergoyang terhembus angin, dalam kegelapan malam mirip sesosok iblis yang sedang mementangkan cakarnya. Sekalipun demikian, bukan berarti bayangan itu benar benar-mirip dengan iblis yang mementangkan cakar, sehingga tidak banyak yang dibuat ketakutan. Kwik Tay-lok segera tertawa geli, katanya: "Kau boleh menghantar aku ke situ dengan hati tenang, asal kau mati, aku...." Mendadak ia menghentikan ucapannya secara tiba-tiba. Sebab ketika dia memalingkan kepalanya, ternyata si kakek bungkuk itu sudah lenyap tak berbekas. Di kejauhan sanapun hanya kegelapan yang nampak, bukan saja tidak nampak bayangan manusia, sekalipun benar-benar ada setan juga sama saja tak terlihat. Kenapa kakek bungkuk itu lenyap secara tiba-tiba? Apakah dia telah dilarikan oleh setan bengis yang bersembunyi di balik kegelapan? Segulung angin berhembus lewat, tak tahan Kwik Tay-lok bergidik dan bersin berulang kali gumamnya kemudian: "Baik, kau tak mau pergi, biar aku sendiri yang menjalankan kereta ini ke sana." Koleksi Kang Zusi Bila seseorang berada dalam kegelapan seorang diri, sekalipun hanya mendengar perkataan sendiri, paling tidak nyalinya akan lebih besar sedikit. Dia melompat naik ke atas tempat duduk kusir, mengambil cambuk dan melarikan keledai itu. Siapa tahu seakan-akan ke empat buah kaki keledai itu sudah memantek di atas tanah saja, sampai matipun ia tak mau maju barang selangkahpun jua. Apakah keledai itu sudah menduga firasat jelek, yang menunjukkan kalau di depan sana benar-benar terdapat iblis buas yang siap menerkam mangsanya. Di tempat seperti ini, dalam suasana seperti ini, jangankan setan bengis bisa makan orang, orangpun bisa makan orang. Padahal Kwik Tay-lok adalah orang asing yang tak punya sanak keluarga di sana, sekali pun dilahap orang sampai habispun tiada tempat untuk mengadukan peristiwa itu, malah jenasahpun entah dikubur dimana. Bila orang lain yang harus menghadapi keadaan seperti ini, cara yang terbaik adalah membalikkan badan dan mengambil langkah seribu, kalau bukan mencari tempat untuk minum barang dua cawan arak tentulah mencari pembaringan dan tidur yang nyenyak. Sayang sekali, justru Kwik Tay lok memiliki watak seperti keledai, bila kau menginginkan dia mundur maka dia justru maju ke depan. Sekalipun di depan sana terdapat sarang naga gua harimau, diapun akan mencoba untuk menembusinya. "Kalau toh kau enggan berjalan ke muka, aku juga punya kaki, memangnya aku tak bisa berjalan sendiri ?" Dengan cepat dia melompat turun dari atas kereta dan maju ke muka dengan langkah lebar. "Benarkah kuil Liong-ong-bio terletak di depan sana ?" Pertanyaan itu masih merupakan sebuah tanda tanya besar, ia tidak tahu juga tidak melihat bayangan rumah. Di depan sana hanya tanah luas kosong tiada sesuatu yang terlihat, bila orang hendak melakukan pertemuan, sudah pasti mereka tak akan melakukannya ditempat seperti ini. Kecuali dia memang memiliki rencana busuk yang takut diketahui orang lain. Sambil membungkukkan dada dan tertawa dingin Kwik Tay-lok maju ke depan, tiba-tiba ia mendengar serentetan suara yang sedang mengeluh sedih. Baru saja dia membalikkan kepalanya, tampak keledai itu sedang meringkik keras, seakanakan bertemu dengan setan saja, entah sejak kapan dia telah membalikkan tubuhnya dan kabur menuju ke arah dimana ia datang tadi. Kwik Tay lok segera tertawa dingin, gumamnya: "Aku toh bukan keledai, kau bisa membuatnya takut, bukan berarti kau bisa membuat akupun menjadi takut." Tapi, menunggu dia berpaling, toh hatinya dibuat terperanjat juga. Koleksi Kang Zusi Dari balik kegelapan sana, entah sejak kapan telah bertambah dengan sebuah lentera di tambah bayangan sesosok manusia. Ternyata lentera itu berwarna hijau, cahaya lampu yang berwarna hijau menyoroti tubuh dan kaki orang itu namun tidak berhasil menyoroti wajahnya. Di atas kepalanya mengenakan sebuah topi lebar yang besar dan luas, topi itu dikenakan rendah-rendah sehingga hampir saja menutupi seluruh wajahnya. Tapi sekarang, Kwik Tay-lok sudah melihat kalau orang itu bukan si orang berwajah bopeng. Sebab orang ini hanya punya sebuah kaki.... kaki kirinya terpapas kutung sebatas lutut dan diganti dengan sebuah kaki kayu. Walaupun demikian, ketika datang tadi ternyata sama sekali tidak menimbulkan suara apaapa. Dia berdiri dikejauhan sana, tangan yang satu memegang lentera sedangkan tangan yang lain membawa sebuah tongkat berwarna hitam, entah terbuat dari kayu ataukah terbuat dari besi. Walaupun dia hanya mempunyai sebuah kaki, tapi berdiri di situ dengan tenang dan tegap bagaikan sebuah bukit Thay-san. Di tengah malam buta yang sepi dan tiada sesosok bayangan manusiapun, tiba-tiba muncul seorang manusia seperti itu, siapapun pasti akan merasa terkejut sekali setelah melihatnya. Tapi bukan saja Kwik Tay-lok dapat menenangkan hatinya dengan cepat, malahan dia bisa manggut-manggut pula ke arah orang itu sambil tersenyum lebar. Asal orang lain belum sempat mencelakai kepada siapapun, dia akan tetap bersikap bersahabat. Ternyata si orang berkaki tunggal itupun manggut-manggut kepadanya. Kwik Tay lok segera memperkenalkan diri, katanya: "Aku she Kwik bernama Kwik Tay-lok, Tay yang berarti besar, lok yang berarti jalan artinya si orang she Kwik yang berjalan besar." "Aku toh tak ingin mengetahui siapa namamu" ucap si orang berkaki tunggal dingin. Kwik Tay-lok segera tertawa. "Tapi kita dapat bersua muka ditempat seperti ini, berarti kita masih mempunyai jodoh" ucapnya. "Darimana kau bisa tahu kalau aku bertemu denganmu hanya karena kebetulan saja?" "Memangnya bukan?" (Bersambung ke jilid 29) Jilid 29 "BUKAN !" Koleksi Kang Zusi "Memangnya kau khusus datang kemari untuk mencari aku?" "Benar." "Ada urusan apa mencari aku ?" "Suruh kau pulang." "Pulang ? Pulang ke mana?" "Dari mana kau datang, kesana pula kau pergi !" Kwik Tay-lok segera mengerdipkan matanya berulang kali, katanya: "Apakah kau tidak menginginkan aku pergi ke kuil Liong-ong-bio ?" "Benar !" "Kenapa ?" "Sebab tempat itu bukan tempat yang baik, barang siapa berani kesana pasti akan tertimpa bencana." Kwik Tay-lok segera tertawa. "Terima kasih banyak atas petunjukmu, cuma saja kita tak pernah saling kenal, kenapa kau menaruh perhatian yang begitu serius kepadaku ?" "Jadi kau bersikap keras hendak pergi ?" "Benar !" "Baik, robohkan aku lebih dulu, kemudian melangkahlah dari atas badanku...." Kwik Tay-lok menghela napas panjang setelah mendengar perkataan itu, serunya kemudian: "Oh.... rupanya kau memang sengaja mencari aku untuk diajak berkelahi...." Orang berkaki tunggal itu tidak berbicara lagi, mendadak dia mengayunkan tangannya, lampu lentera yang berada di tangannya itu segera meluncur ke tengah udara dan persis menancap di atas sebatang pohon itu yang berada di tepi jalan. Kwik Tay-lok segera berseru tertahan, katanya: "Benar-benar suatu kepandaian yang sangat lihay, dengan mengandalkan kepandaian tersebut, belum tentu aku dapat mengalahkan dirimu" "Bila kau ingin kembali sekarang, masih belum terlambat." Kembali Kwik Tay-lok tertawa, katanya: "Justru karena aku belum tentu bisa merobohkan kau maka aku baru akan menghajarmu, bila aku sudah mempunyai keyakinan untuk menang, apa menariknya suatu pertarungan ?" Pelan-pelan orang berkaki tunggal itu mengangguk, katanya: Koleksi Kang Zusi "Baik, kau memang punya keberanian, aku tak pernah membunuh orang yang mempunyai keberanian, paling banter cuma sepasang kakinya saja yang akan ku penggal." "Akupun paling banter hanya bisa mengutungi sebuah kakimu saja, karena kau hanya memiliki sebuah kaki belaka" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. Sebenarnya dia bukan seorang yang menyindir orang, sebetulnya dia tak ingin mengucapkan kata-kata yang mencemooh orang lain. Tapi sekarang ia telah menemukan si bopeng, si bungkuk dan si orang berkaki tunggal ini sebetulnya merupakan suatu komplotan yang telah mempersiapkan jebakan untuk memancingnya masuk perangkap. Sekarang dia sudah hampir terjatuh, tapi perangkap apakah itu, hingga kini masih belum diketahui. Dalam pertarungan ini, musuh berada dalam kegelapan sedang ia berada ditempat yang terang, musuh lebih banyak jumlahnya dari pada ia seorang, bagaimanapun juga, sebenarnya hal yang mana merupakan sesuatu yang sama sekali tak adil. Kesempatan buat Kwik Tay-lok memang tidak banyak, sekalipun ia sengaja mengucapkan beberapa kata untuk mencemooh dan membangkitkan kemarahan lawan hal tersebut sebenarnya patut dimaafkan. Paling tidak ia telah memaafkan dirinya sendiri. Betul juga orang berkaki tunggal itu menjadi naik pitam, sambil membentak keras tongkat pendek di tangannya diayunkan ke tubuh Kwik Tay-lok dengan membawa desingan angin tajam. Tongkat pendek itu paling banter tiga empat depa panjangnya, jaraknya dengan Kwik Tay-lok pun paling banter hanya dua-tiga kaki. Tapi begitu tangannya diayunkan, tahu-tahu tongkat pendek itu telah tiba di hadapan Kwik Tay-lok. Serangan toyanya itu benar-benar dilakukan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat. Waktu itu Kwik Tay-lok sama sekali tak bersenjata, pada hakekatnya tak mungkin baginya untuk menangkis atau menahan serangan tersebut, terpaksa ia berkelit ke samping. Tapi orang berkaki tunggal itu telah melancarkan serangkaian serangan berantai yang bertubitubi, jurus yang satu lebih cepat dari yang lain, sekalipun Kwik Tay-lok tidak melihat asal dari ilmu toyanya itu, namun dia tahu ilmu toya yang dipergunakan oleh musuhnya ini pasti mempunyai asal usul yang besar. Diantara sekian banyak jago lihay dalam dunia persilatan, hanya dua macam orang yang menggunakan toya pendek, pertama adalah pengemis sedangkan yang lain adalah hwesio. Kalau pengemis kebanyakan tergabung dalam perkumpulan Kay-pang, toya pendek yang mereka pergunakan biasanya dinamakan toya Ta-kau-pang, konon nama ini mulanya berasal dari seorang pangcu she Cia, tapi bagaimanakah cerita yang sebenarnya, mungkin tiada seorang yang pernah melakukan penyelidikan secara serius. Koleksi Kang Zusi Itulah sebabnya ilmu toya yang mereka pergunakan disebut ilmu Ta-kau-pang-hoat atau ilmu toya penggebuk anjing, selain hebat perubahannya juga rumit jurus serangannya, tidak banyak orang di dunia ini yang benar-benar bisa mempelajari ilmu toya seperti ini.. Jurus serangan yang digunakan orang berkaki tunggal itu bersifat keras dan ganas, diantara perubahan jurusnya tidak terdapat perubahan yang terlalu bagus. Betul Kwik Tay-lok kurang berpengalaman dalam dunia persilatan, namun soal ilmu Ta kau pang hoat sedikit banyak pernah juga mendengar orang lain membicarakannya. Sekarang, ia telah melihat bahwa ilmu toya yang dipergunakan orang berkaki tunggal itu bukan ilmu Ta-kau-pang-hoat, kalau toh bukan ilmu Ta-kau-pang-hoat, berarti pula dia bukan anggota Kay-pang. Kwik Tay-lok memutar biji matanya berulang kali, tiba-tiba ujarnya sambil tertawa: "Aku sudah tahu siapakah dirimu, kau jangan harap bisa mengelabuhi diriku." Mendadak permainan toya pendek orang berkaki tunggal itu makin melamban, sementara kulit badannya seakan-akan berubah menjadi kaku. Kenapa dia nampak terkejut setelah mendengar ucapan itu? Apakah dia sendiripun mempunyai suatu rahasia yang tidak boleh diketahui orang lain? Atau kuatir bila diketahui jejaknya oleh orang lain....? Begitu gerakan tangan dari orang berkaki tunggal itu melambat, gerak serangan dari Kwik Taylok menjadi bertambah cepat. Sepasang kepalannya dilancarkan menderu-deru bagaikan deruan angin kencang, dia menerobos ke dalam titik kelemahan orang itu membuat permainan toyanya sama sekali tak dapat dikembangkan lagi. Pertarungan antara jago-jago lihay ibaratnya dua orang ahli catur yang sedang berhadapan, asal selangkah membuat kesalahan bisa jadi seluruh permainannya akan buyar. Tiba-tiba saja Kwik Tay-lok melancarkan tiga buah serangan berantai yang ditujukan ke dada dan lambung orang berkaki tunggal itu, namun menanti orang berkaki tunggal itu menangkis jurus serangannya, tiba-tiba dia berganti gerakan dengan mengayunkan tangannya menghantam topi lebar yang dikenakan orang berkaki tunggal itu. Bila dia ingin menghantam kepala orang berkaki tunggal itu, sudah barang tentu hal mana sukar untuk dilakukan. Tapi topi anyaman bambu itu lebar dan besar, apalagi dikala pertarungan sedang berlangsung, siapapun tak akan berpikir untuk melindungi topi lebar yang dikenakannya itu. Begitu topi lebar tersebut terjatuh, maka tampaklah selembar wajah orang berkaki tunggal itu, dia berwajah pucat dengan kepala yang gundul bersih, di atas keningnya terdapat dua belas buah bekas tusukan dupa yang menandakan dirinya sebagai seorang pendeta. Dengan cepat Kwik Tay-lok berjumpalitan dan mundur sejauh tujuh depa lebih, kemudian serunya dengan suara lantang: "Dugaanku ternyata tidak meleset, kau memang benar-benar seorang hwesio gundul !" Koleksi Kang Zusi Paras muka orang berkaki tunggal itu berubah makin mengenaskan, tiba-tiba ia mendepakkan kakinya berulang kali, toya pendeknya segera melesat ke depan dan menghantam lampu lentera yang berada di atas ranting pohon liu itu. Seketika itu juga suasana di sekeliling tempat itu berubah menjadi gelap gulita. Bayangan tubuh orang berkaki tunggal itu berkelebat lewat, tahu-tahu bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan sana. Kwik Tay lok yang menyaksikan kejadian itu menjadi agak keheranan, pikirnya: "Heran, menjadi seorang pendeta toh bukan suatu perbuatan yang takut diketahui orang lain, sekalipun diketahui orang juga bukan suatu hal yang luar biasa, mengapa ia justru tampak kaget bercampur gugup, bahkan jauh lebih tegang daripada buronan yang berhasil dikenali kembali oleh opas ?" Kwik Tay-lok benar-benar tidak habis mengerti. Tapi sekarang kesulitan yang dihadapinya sudah cukup banyak, tentu saja ia sudah tidak mempunyai kesempatan dan hasrat untuk memikirkan persoalan orang lain lagi. Sesudah tiada orang yang menghalangi jalan perginya, maka diapun melanjutkan perjalanannya ke depan. Jalan, jalan terus ke depan, mendadak ia saksikan di depan sana terdapat suatu tempat yang memancarkan cahaya lentera. Di bawah sorotan cahaya lentera, tampaklah sebuah kuil yang amat kecil sekali bentuknya. Ia sampai juga akhirnya di kuil Liong- ong-bio. Walaupun sudah sampai di kuil Liong-ong bio, tapi siapakah yang memasang lampu dalam kuil itu? Kenapa secara tiba-tiba ia menyulut begitu banyak lampu dalam ruang kuil itu ? Si kakek bungkuk, si hwesio berkaki tunggal ditambah si manusia muka bopeng, bukan saja cara kerja ketiga orang ini amat misterius, asal-usulnya juga sukar ditebak. Kalau dilihat ilmu silat yang mereka miliki, sudah pasti orang itu merupakan jago kelas satu di dunia persilatan. Tapi justru ia belum pernah mendengar tentang mereka, seakan-akan ke tiga orang itu sama sekali tak punya nama. Dalam kuil itu di sulut tujuh buah lentera, namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun. Kalau toh orang itu menyulut lampu, kalau toh meminta Kwik Tay-lok mencarinya kesana, kenapa ia sendiri pergi meninggalkan tempat itu..... Kwik Tay-lok celingukan kesana kemari seperti seorang pelancong saja, santai sekali gerak geriknya. Koleksi Kang Zusi Padahal rasa tegang yang menyelimuti hatinya benar-benar tak terlukiskan dengan kata. Manusia bermuka bopeng itu dapat berbuat demikian kepadanya, sudah barang tentu bukan lantaran cuma bermain-main saja. Siapapun tak akan membuang banyak pikiran dan menghamburkan banyak uang hanya bermaksud untuk bergurau saja. Sekarang Kwik Tay-lok tinggal menunggu dia menampakkan diri dan menyebutkan asalusulnya dan mengutarakan maksud serta tujuannya. Sudah pasti detik-detik itu merupakan saat yang paling berbahaya dan paling mengerikan. Siapa tahu kalau pada saat itulah merupakan detik-detik yang akan menentukan mati hidup Kwik Tay-Lok? Menanti memang merupakan suatu kejadian yang paling menyiksa, apalagi ia tidak tahu apa yang sedang dinantikan olehnya. Baru saja Kwik Tay-lok menghela napas panjang, lentera di atas meja telah padam. Padahal di sana tak ada angin, tapi anehnya kenapa lentera yang sedang bersinar terang bisa padam dengan sendirinya ? Kwik-Tay-lok mengerutkan dahinya rapat-rapat dan berjalan menghampirinya untuk memeriksa dengan seksama, dengan cepat ia menemukan kalau sebab padamnya lentera itu tak lain karena minyak dalam lentera itu telah mengering.. Walaupun lentera itu padam sendiri, tapi di bawah meja seakan-akan ada semacam benda yang sedang bergerak tiada hentinya dan gemetar tiada hentinya, Kwik Tay-lok segera mundur tiga langkah ke belakang, kemudian, dengan suara dalam, bentaknya. "Siapa di situ ?" Tiada jawaban, namun benda yang ada di bawah meja itu gemetar semakin keras, sehingga tirai di belakang meja pun turut bergelombang keras. Tiba-tiba Kwik Tay lok menerjang ke muka dan menyingkap kain tirai tersebut. Tapi dengan cepat ia menjadi tertegun. Ditempat yang begini gelap, ditempat sepi dan terpencil seperti ini... ternyata di bawah meja sembahyang yang sudah kuno dari kuil Liong-ong-bio yang misterius, terdapat seorang nona yang berusia enam atau tujuh belas tahun yang cantik jelita. Gara-gara untuk sampai di situ, entah berapa banyak manusia aneh dan kejadian aneh yang telah dijumpai Kwik Tay-lok, bahkan hampir saja dia pertaruhkan selembar jiwanya. Andaikata di bawah meja itu tersembunyi suatu jebakan yang bagaimanapun bahaya dan mengerikannya, dia pasti tak akan merasa keheranan. Tapi, mimpipun dia tak mengira kalau orang yang dijumpainya ternyata adalah seorang nona cilik. Koleksi Kang Zusi Nona itu tampak begitu kecil dan ramping, begitu mengenaskan, pakaian yang dikenakan amat tipis dan minim. Sekujur tubuhnya gemetar keras, entah karena kedinginan atau karena ketakutan. Menyaksikan kemunculan Kwik Tay-lok dia gemetar makin keras lagi, sepasang tangannya melindungi dada sendiri dan menyusutkan tubuhnya menjadi satu, sepasang matanya yang jeli memancarkan sinar kaget, takut dan mohon kasihan, dengan susah payah dia mengucapkan beberapa patah kata: "Kumohon kepadamu, ampunilah aku...?" Kwik Tay-lok masih berdiri tertegun di sana, entah lewat berapa lama kemudian dia baru bisa berbicara lagi. "Siapa kau? Kenapa datang ke tempat ini?" Nona cilik itu pucat pias seperti mayat karena ketakutan, katanya dengan suara gemetar: "Kumohon kepadamu.... ampunilah aku..." Jelas nona itu dibikin ketakutan setengah mati sehingga sukmapun serasa melayang meninggalkan raganya, kecuali dua kata tadi, dia sudah tak dapat mengucapkan kata-kata lain. Kwik Tay-lok menghela napas panjang: "Kau tak usah memohon kepadaku, aku bukan datang kemari bukan untuk mencelakai dirimu." Nona cilik itu segera melotot ke arahnya, lewat lama kemudian pelan-pelan dia baru sadar kembali, ujarnya: "Apakah kau... kau bukan orang itu?" "Siapa maksudmu ?" "Orang yang membelenggu aku di sini ?" "Tentu saja bukan." jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa getir. "Masa siapa yang membelenggu dirimu ditempat inipun tidak kau ketahui ?" "Aku.... aku sama sekali tidak melihat wajahnya." sahut nona kecil itu sambil menggigit bibir. "Lantas, bagaimana kau bisa sampai di sini?" Sepasang mata nona kecil itu berubah menjadi merah, seakan-akan tiap saat kemungkinan besar akan menangis. Buru-buru Kwik Tay-lok berkata lagi: "Aku toh sudah bilang, tak nanti akan kuusik dirimu, maka sekarang kaupun tidak usah takut lagi, ada persoalan, dibicarakan pelan-pelan juga tak menjadi soal." Kalau dia tidak berusaha untuk menghibur masih mendingan, begitu ucapan tersebut diutarakan, kontan saja nona cilik itu menutup wajahnya dan menangis tersedu- sedu. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Bila ingin membuat nona cilik yang berusia enam atau tujuh belas tahun menangis tersedusedu, setiap apapun bisa melakukannya dengan segera. Tapi bila menyuruh dia jangan menangis, maka hal ini hanya bisa dilakukan oleh lelaki yang berpengalaman saja. Dalam bidang ini, pengalaman dari Kwik Tay-lok tidak termasuk matang. Oleh sebab itu dia hanya bisa mengawasinya dari samping dengan wajah termangu-mangu. Entah berapa saat sudah lewat, akhirnya nona itu menghentikan juga isak tangisnya. Kwik Tay lok segera menghembuskan napas lega, katanya dengan suara yang lembut: "Masa kau sendiripun tak tahu bagaimana ceritanya sehingga kau bisa sampai di sini?" Nona cilik itu mash menutupi wajahnya rapat-rapat, katanya kemudian dengan lirih: "Aku telah tertidur nyenyak, ketika mendusin, secara tiba-tiba tahu-tahu aku telah berada di sini !" "Setelah kau sadar kembali, apakah di tempat ini tiada orang lain ?" "Bukan saja tak ada orang, bahkan setitik cahaya lenterapun tak ada...." "Jadi kau yang telah memasang semua lampu di sini ?" "Tempat ini mana gelap, dinginnya setengah mati, aku benar-benar sangat takut, untung saja di atas meja kutemukan batu api...." Di atas meja dekat lentera, memang benar-benar terdapat batu api. "Oleh karena itu, kaupun menyulut semua lampu yang berada di sini?" tanya Kwik Tay-lok. Nona cilik itu manggut-manggut. Akhirnya Kwik Tay-lok berhasil juga memahami akan satu hal, tapi tak tahan dia bertanya lagi: "Tadi, di sini kan tak ada seorang manusia pun, kenapa kau tidak menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri?" Sebenarnya aku memang ingin melarikan diri, tapi baru melangkah keluar dari pintu kulihat suasana di luar sana gelap dan dingin, aku.. aku... selangkah pun aku tak berani melangkah keluar !" Sampai kini, tubuhnya masih gemetar keras, namun ucapannya toh bisa juga didengar dengan jelas. Seorang gadis pingitan yang belum pernah keluar rumah, tiba-tiba menemukan tubuhnya berada dalam sebuah kuil bobrok setelah sadar dari tidurnya, belum menjadi gila pun karena ketakutan sudah termasuk suatu kejadian yang aneh. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok memperhatikan wajahnya dengan sorot mata yang penuh kasih sayang. Walaupun tangannya masih menutupi wajahnya, namun matanya sedang diam-diam mengintip wajah Kwik Tay-lok lewat celah-celah jari tangannya. Tampaknya Kwik Tay-lok tidak mirip dengan tampang seorang manusia yang jahat.... bukan cuma tidak mirip, dia memang bukan. Sebenarnya dia ingin membimbing gadis itu bangun dari kolong meja, tapi baru saja tangannya dijulurkan, dengan cepat dia telah menariknya kembali. Sekalipun wajahnya tampak lemah lembut namun kematangan tubuhnya ternyata cukup menggiurkan hati orang. Pakaian yang dikenakan sebenarnya memang amat minim sekali hingga tampaknya mengenaskan. Apalagi tangannya digunakan untuk menutupi wajah sendiri, sudah barang tentu dia tak dapat menutupi bagian tubuh lainnya lagi. Cahaya lampu masih bersinar dengan amat jelas. Bukan saja Kwik Tay-lok tak berani mengulurkan tangannya, memandang sekejap ke arahnyapun tak berani. Pada saat itulah, lentera yang lain tiba-tiba menjadi padam. Lentera yang ketiga padam lebih cepat lagi, agaknya minyak yang ada dalam lentera tersebut sudah habis semua. Dalam waktu singkat, tujuh buah lentera sudah padam semua. Nona cilik itu menjerit kaget, kemudian menubruk ke dalam pelukan Kwik Tay-lok. Dalam kegelapan, tiba-tiba si nona cantik yang berbaju minim itu menubruk ke dalam pelukan Kwik Tay-lok, kejadian ini segera membuat deburan jantungnya dua kali lipat lebih cepat. Dengan cepat dia memperingatkan kepada diri sendiri: "Kau adalah manusia, bukan binatang, jangan sekali kau memancing dalam air keruh, jangan sekali-kali kau lakukan perbuatan itu...." "Bukan cuma tak boleh dilakukan, untuk dipikirkan saja tak boleh, kalau tidak bukan saja kau akan malu terhadap diri sendiri, juga malu terhadap Yan Jit!" Dalam hatinya dia berusaha keras untuk memperingatkan diri sendiri, sambil selalu pula mengendalikan diri, tapi banyak bagian tubuh seorang manusia yang tak mungkin bisa dikendalikan semua dengan sebaik-baiknya. Salah satu diantaranya adalah hidung. Bau harum gadis perawan yang aneh dan khas serta bau harum rambut yang terhembus lewat, mengikuti dengusan napasnya menerobos masuk ke dalam hatinya. Koleksi Kang Zusi Ini ditambah pula dengan tubuh yang lembut, halus dan hangat yang berada dalam pelukannya apa lagi di ruangan yang gelap gulita seperti itu, betul-betul mendatangkan suatu perasaan yang aneh sekali. Jangan manfaatkan kesempatan di kamar gelap, ucapan ini kedengarannya memang amat sederhana, namun dalam kenyataannya hanya orang yang pernah mengalami keadaan seperti itu saja yang mengetahui bahwa keadaan tersebut sebetulnya tidak mudah. Kwik Tay-lok bukan seorang nabi, bukan seorang dewa, kalau dibilang dia sama sekali tidak terpengaruh oleh keadaan ini boleh dibilang bohong. Tapi ada suatu ada kekuatan yang jauh lebih besar lagi yang membuat dia mampu untuk mengendalikan diri. Kekuatan tersebut bukan ajaran agama adat atau kesopanan, juga bukan lain-lainnya, melainkan rasa cintanya yang tebal dan mendalam terhadap Yan-Jit.. Dia sama sekali tidak mendorong tubuh nona cilik itu. Dia tidak tega berbuat demikian. Nona cilik itu melingkar didalam pelukannya, seperti seekor burung dara yang baru saja mendapat kekagetan yang hebat, kemudian menemukan suatu tempat yang aman. Dengan halus Kwik Tay-lok merangkul bahunya, lalu berkata dengan suara lembut: "Kau tak usah takut, mari ku antar kau pulang ke rumah." "Sungguh ?" "Tentu saja sungguh, bahkan sekarang juga aku mau mengantar kau pulang." "Tapi... ditengah malam buta begini kau datang kemari sudah pasti ada urusan penting yang hendak dikerjakan, mana boleh kau kesampingkan persoalanmu dan malahan hendak mengantarku pulang!" Diam-diam Kwik Tay-lok menghela napas panjang. Bukan suatu yang gampang baginya untuk mencapai tempat tersebut, bila ia disuruh berlalu dengan begitu saja, sebetulnya dia merasa sangat tidak rela. Siapa tahu kalau si orang bermuka bopeng itu akan datang, setiap waktu, siapa tahu kalau setiap saat dia bakal memperoleh kabar berita dari Yan Jit. Tapi sekarang, tampaknya dia sudah tidak mempunyai pilihan lain lagi. Ditepuknya bahu nona cilik itu, kemudian ujarnya: "Sekarang fajar sudah hampir menyingsing bila orang tuamu mengetahui kalau kau lenyap, hati mereka sudah pasti akan sangat cemas. Bila orang lain tahu kalau semalaman kau tidak pulang, entah berapa banyak kata iseng yang bakal mereka lontarkan, sekarang usiamu masih kecil, mungkin belum kau ketahui sampai dimanakah mengerikannya kata-kata iseng tersebut, tapi aku tahu dengan jelas." Koleksi Kang Zusi Kata-kata iseng macam begitu selain dapat merusak nama baik seseorang, bahkan akan menghancurkan pula seluruh kehidupannya. Berpikir sampai di sini, Kwik Tay-lok semakin bulatkan tekadnya, dengan cepat dia berseru: "Oleh sebab itu, sekarang juga aku harus menghantarkanmu pulang ke rumah...." Mendadak nona cilik itu memeluknya erat-erat, sampai lewat lama kemudian, dia baru berbisik lembut: "Kau sungguh baik sekali, belum pernah kujumpai orang sebaik dirimu itu !" "Rumahku berada didalam gang kecil di depan sana, belok ke kanan rumah ketiga, di depan pintu yang tumbuh pohon liunya itu." Gang itu amat tenang dan sepi... Sinar terang baru saja muncul di ufuk sebelah timur dan menyinari embun yang berada di atas ubin hijau. Kwik Tay-lok berbisik lembut: "Mereka pasti belum tahu kalau kau telah lenyap, dapatkah kau menyusup masuk ke dalam tanpa sepengetahuan mereka ?" Nona cilik itu manggut-manggut. "Aku bisa masuk lewat pintu belakang, kamarku beradu di sebelah sana...." katanya. "Lebih baik kau tidur di kamar lain saja, lebih baik lagi jika mencari seorang pembantu setengah umur untuk menemani kau tidur." Setelah berpikir sebentar, dia menambahkan: "Dua malam berikutnya bisa saja aku menengokmu dari sekitar tempat ini, siapa tahu akupun bisa membantumu untuk menyelidiki siapa gerangan orang yang telah melarikan dirimu itu." Sinar mata hari fajar yang memancar dari ufuk timur, sudah menyinari butiran keringat-keringat di atas wajahnya, butiran keringat itu berkilat seperti butiran mutiara. Di atas wajahnyapun seakan-akan tampak cahaya berkilauan. Nona cilik itu mendongakkan kepalanya memperhatikan wajahnya, tiba-tiba ia berkata: "Kenapa kau tidak bertanya siapa namaku? Apakah kau sudah tak akan datang lagi untuk menengok diriku?" Kwik Tay-lok tertawa paksa, sahutnya dengan lembut: "Aku hanya seorang gelandangan, lagi pula seorang yang sangat berbahaya, bila kau sampai melakukan hubungan denganku, sudah pasti banyak orang yang akan membicarakan kita berdua." "Aku tidak takut" seru nona cilik itu cepat. Koleksi Kang Zusi "Tapi aku takut." "Apa yang ditakuti?" seru si nona sambil mengedipkan matanya berulang kali. Kwik Tay-lok tidak menjawab, kembali dia menepuk bahunya sembari berkata: "Selanjutnya kau bakal tahu apa yang sesungguhnya kutakuti, sekarang cepat-cepatlah kembali ke kamarmu dan tidur baik-baik, paling baik lagi bila kau dapat melupakan kejadian yang kau alami pada hari ini." Nona cilik itu menundukkan kepalanya rendah-rendah, lewat lama kemudian dia baru berkata lembut: "Setelah keluar dari gang ini, paling baik kalau kau berbelok ke kanan saja." "Mengapa !" Nona cilik itu tidak menjawab pertanyaannya, mendadak ia mendongakkan kepalanya dan berkata sambil tersenyum. "Kau benar-benar seorang yang baik, orang baik selamanya tak pernah kesepian." Fajar telah menyingsing. Fajar dipermulaan musim panas terasa amat segar, tapi ketika angin berhembus lewat, maka terasa hawa dingin yang mencekam. Tapi perasaan Kwik Tay-lok terasa hangat dan nyaman. Sebab dia tahu bahwa dirinya sama sekali tidak merugikan orang lain, tidak merugikan sahabat-sahabat yang baik kepadanya, juga tidak merugikan diri sendiri. Siapapun itu orangnya, bila ia dapat berbuat demikian pula, maka hal tersebut boleh dibilang tidak gampang. Dia mendongakkan kepalanya sambil melemaskan pinggang, kemudian menghembuskan napas panjang. "Hari ini benar-benar hari yang panjang" Setiap kejadian yang dialaminya hari ini, hampir boleh dibilang semuanya merupakan peristiwa yang sama sekali di luar dugaan. Si manusia bermuka bopeng yang misterius, si kakek bungkuk yang tiba-tiba lenyap dibalik kegelapan, si hwesio berkaki tunggal yang berilmu tinggi dan mempunyai asal usul yang misterius, serta si nona kecil yang menyenangkan tapi mengenaskan itu. Kehadiran serta kemunculan orang-orang itu, boleh dibilang semuanya jauh di luar dugaannya. Diapun telah mengalami banyak mara bahaya, menerima banyak kemangkelan dan rasa mendongkol, namun tak setitik beritapun tentang Yan Jit yang berhasil diperolehnya. Namun dia sudah mendapatkan suatu hasil yang lumayan. Sekalipun dia tidak mengharapkan balas jasa dari orang lain terhadap perbuatannya yang telah dilakukannya, namun hatinya terasa begitu hangat dan gembira. Koleksi Kang Zusi Orang baik selamanya tak akan kesepian, orang yang berbuat kebajikan akan selalu memperoleh rejeki. "Setelah keluar dari gang ini, lebih baik kau belok ke kanan." Kwik Tay-lok tidak mengerti kenapa dia diminta untuk berbuat demikian, tapi dia toh belok juga ke sebelah kanan. Dengan cepat dia menemukan sebuah kejadian yang aneh sekali. Fajar telah menyingsing. Kabut pagi baru saja menguap dan menyelimuti sebuah jalanan yang berbatu. Jalan itu amat sempit. Kwik Tay-Iok berjalan maju menuju ke lorong itu dan belok ke kanan, dengan cepat ia menemukan sebuah gedung yang terasa amat dikenal olehnya. Artinya dia pernah berkunjung ke gedung itu. Tapi dalam kota tersebut hampir boleh dibilang tidak seorang manusiapun yang dikenal, apalagi gedung rumah kediaman yang pernah dikenal olehnya.. Tapi, dengan cepat ia menjadi teringat kembali, rupanya gedung itu tak lain adalah gedung yang diterobosinya ketika sedang mengejar si manusia muka bopeng pagi tadi. Sekarang, didalam gedung itu sudah tidak nampak cahaya lentera lagi. Sang suami yang kurus berwajah kuning itu apakah sedang melakukan pekerjaan yang membuatnya menjadi kurus dan berwajah kekuning-kuningan itu? Sebenarnya Kwik Tay-lok memang berniat untuk melakukan penggeledahan dalam gedung itu bila malam telah tiba dan mencoba untuk memeriksa apakah si bopeng akan muncul di situ. Tapi sekarang niat tersebut harus diurungkan. Dia maju lagi ke depan, kemudian berbelok kesana. Jalanan dalam lorong itu beralaskan batu hijau yang diatur sangat rapi, kelihatannya jauh lebih bersih dan rapi daripada gang-gang yang lainnya. Sekarang fajar telah menyingsing, ternyata dalam gang tersebut masih ada beberapa buah lampu yang dipasang. Ketika ia membaca tulisan yang berada diantara dua buah lentera, sepasang matanya segera bersinar terang. "Liu-hiang-wan." Ternyata tempat tinggal nona Bwe Lan letaknya juga berada didalam lorong tersebut. Cuma sayang saat ini bukan saat yang paling tepat untuk mencari kesenangan, mungkin saja lengan nona Bwe Lan yang halus masih menjadi alas kepala orang lain. Sekalipun Kwik Tay-lok adalah seorang lelaki yang suka bermain perempuan, tentu saja dia enggan merusak suasana kegembiraan orang lain dalam keadaan seperti ini. Koleksi Kang Zusi Tapi dalam hati kecilnya seakan-akan telah timbul suatu perasaan yang istimewa, seakanakan seorang penyair yang tiba-tiba tertarik oleh sepatah kata dalam syairnya. Dia berjalan lebih cepat lagi, lalu berbelok pula ke sebelah kanan. Tempat itu berada di tepi jalan raya, setelah menelusuri jalanan itu sejauh beberapa puluh langkah, dia telah tiba di toko penjual bahan makanan tersebut, juga menyaksikan papan nama Hwee-peng-to yang berada di seberang jalannya. Di tepi jalan terdapat beberapa buah bangku yang terbuat dari batu, Kwik Tay-lok duduk diatasnya dan termenung. Seandainya tempat tinggal dari nona kecil itu disebut sebagai deretan pertama. Kemudian tempat tinggal sepasang suami istri itu dianggap deretan yang kedua. Deretan rumah dari sarang pelacuran Liu-hiang-wan disebut deretan ke tiga. Selanjutnya warung penjual bahan makanan itu sudah pasti merupakan deretan ke empat. Ke empat deret rumah itu sudah pasti semuanya mempunyai hubungan yang erat dengan si manusia bermuka bopeng itu. Seandainya si manusia yang bermuka bopeng itu tidak menyuruhnya ke kuil Liong-ong bio, mana mungkin bisa berjumpa dengan nona cilik itu? Peristiwa ini sebetulnya hanya satu kebetulan? Ataukah memang sengaja diatur demikian? Kenapa nona cilik itu meminta kepadanya lebih baik belok ke kanan setelah keluar dari gang tersebut? Mungkin karena dia mengetahui suatu rahasia yang tidak leluasa untuk diutarakan maka dia baru memberi petunjuk kepadanya? Benarkah ia sengaja bersembunyi di bawah meja, sengaja berbuat sesuatu agar jejak di ketahui oleh Kwik Tay-lok? Apakah semua ini peristiwa ini merupakan suatu rencana yang sengaja diatur oleh si bopeng... Dia berbuat kesemuanya itu Sebetulnya karena apa dan apa pula tujuannya? Kwik Tay-lok segera bangkit berdiri dan sekali lagi berjalan menelusuri semua jalanan yang baru saja dilewatinya. Ternyata ke empat baris rumah itu tak lebih membentuk suatu posisi segi empat. Di jalanan kota manapun juga, rumah yang berada pada deretan depan pasti akan saling menempel dan bertolak belakang dengan deretan rumah yang ada di belakangnya. Tapi kenyataannya sekarang, deretan rumah pertama dengan rumah deretan ketiga sama sekali tidak saling bersinggungan, malahan diantara kedua deret bangunan itu terdapat suatu jarak yang cukup lebar. Koleksi Kang Zusi Demikian pula keadaannya dengan deretan rumah kedua dengan ke empat, diantaranya terdapat suatu jarak yang amat lebar. Atau dengan perkataan lain, ditengah-tengah lingkaran rumah yang dikelilingi ke empat deret rumah itu pasti terdapat sebuah tanah kosong yang cukup luas. Mendadak Kwik Tay-lok merasakan jantungnya berdebar amat keras. "Ke empat deret rumah itu sengaja dibangun macam ini, apakah dibalik kesemuanya itu tidak terdapat sesuatu alasan yang tertentu ?" Untuk memperoleh jawaban, hanya ada satu macam cara yang bisa dilakukan. Kwik Tay-lok segera melejit ke udara dan melayang naik ke atas atap rumah toko penjual bahan makanan itu.. Bagian depan gedung penjual bahan makanan itu merupakan toko, di belakangnya terdapat sebuah halaman. Di kedua belah sisi halaman merupakan deretan kamar, agaknya tempat tidur pemilik toko itu, sedang dibagian belakang adalah gudang tempat menimbun barang. Ke belakang lagi sana, sebenarnya tidak seharusnya ada rumah lainnya, sebab menurut keadaan pada umumnya, tempat itu merupakan bagian dari bangunan rumah pendeta lain. Kini Kwik Tay-lok sudah berada di atas rumah bangunan terakhir dari toko penjual bahan makanan itu, benar juga, dia segera menemukan ditengah+tengah antara ke empat deret bangunan rumah yang berbentuk segi empat itu, betul-betul masih terdapat gedung lain. Ke empat deret bangunan rumah yang berada di empat penjurunya seakan-akan merupakan dinding pekarangan yang di empat penjuru serta mengelilingi gedung tadi, itulah sebabnya gedung itu tidak mempunyai jalan lewat juga tidak memiliki pintu gerbang. Dikolong langit, mana ada orang yang membangun rumahnya dalam keadaan seperti ini ? Bila gedung ditengah tersebut dilewati maka kita akan sampai ditempat tinggal sepasang suami istri itu, yakni bangunan rumah yang berada pada deretan kedua. Bilamana tidak diperhatikan dengan seksama, siapapun akan mengira kalau rumah tersebut berhubungan langsung dengan rumah lain, sekalipun ada orang yang berjalan malam lewat di sana, merekapun tak akan menemukan keanehan dari rumah ini. Tapi sekarang, Kwik Tay -lok telah menemukannya. Jangan-jangan pemilik rumah itu adalah si burik? Untuk membangun rumahnya ditempat semacam ini, tentu saja banyak tenaga yang di butuhkan dan banyak uang yang dihamburkan, tapi apakah tujuannya ? Jangan-jangan dia seperti juga si hwesio berkaki tunggal, mempunyai rahasia yang tak boleh diketahui orang lain? Ataukah karena dia lagi menghindarkan diri dari pengejaran musuhmusuhnya yang tangguh, maka terpaksa ia membangun sebuah rumah yang tersembunyi sekali letaknya. ." Koleksi Kang Zusi Gedung itu memang terletak paling tersembunyi, belum pernah ia jumpai bangunan yang tersembunyi seperti ini, akan tetapi... mengapa pula mereka biarkan Kwik Tay-lok menemukan rahasia ini tanpa sengaja? Kalau ia tidak membocorkan sendiri jejaknya, sudah pasti Kwik Tay-lok tak akan menemukan tempat ini. Berpikir pulang pergi, Kwik Tay-lok merasa makin dipikir persoalan ini bukan saja semakin aneh dan penuh kemisteriusan, lagi pula ruwet sekali... Hanya ada satu cara saja untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Yakni melompat turun ke bawah. Diantara gudang bahan makanan dan gudang tersebut dipisahkan oleh sebuah dinding pekarangan yang tinggi, dibalik pekarangan terdapat sebuah kebun bunga yang sempit dan memanjang. Sekarang bunga-bunga mekar, akan tetapi di fajar itu menyiarkan bau harum yang semerbak. Setelah melewati kebun sempit yang memanjang, sampailah dia di sebuah serambi yang panjang, cahaya sang surya di fajar itu menyoroti lantai rumah yang bersih tanpa debu. Suasana di sekeliling tempat itu amat sepi, tak kedengaran sedikit suarapun. Bahkan angin pun tak dapat berhembus sampai ke situ. Semua kemurungan, budi dendam, kegembiraan, kesedihan, kemarahan dalam alam dunia seakan-akan sama sekali terpisah dari tempat itu. Hanya manusia yang berperasaan tenang bagaikan air saja yang dapat berdiam di sini, baru pantas untuk mendiami tempat ini. Manusia burik itu bukan manusia semacam itu, jangan-jangan Kwik Tay-lok salah melihat? Salah berpikir? Hampir saja dia tak tahan untuk mundur kembali dari sana. Tapi pada saat itulah, dia menyaksikan seseorang berjalan keluar dari ujung serambi itu. Dia adalah seorang gadis yang cantik jelita, mengenakan baju berwarna putih, tidak memakai bedak, kakinya hanya berkaos putih tanpa sepatu, seakan-akan kuatir kalau langkah kakinya akan mengganggu keheningan ditempat itu. Dia membawa sebuah bokor porselen dan berjalan menelusuri serambi panjang itu tanpa menimbulkan sedikit suarapun. Seandainya ia tidak-berpaling secara tiba-tiba dan mengerling sekejap ke arah Kwik Tay lok, hampir saja Kwik Tay-lok tidak mengenalinya kembali. Ternyata gadis yang halus, berdandan sederhana dan lemah lembut ini tak lain adalah nona Bwee Lan yang dijumpainya dengan dandanan seperti siluman beberapa waktu berselang. Koleksi Kang Zusi Dia hanya berpaling dan memandang sekejap ke arahnya, walaupun dengan jelas menjumpai kehadiran Kwik Tay-lok di sana, tapi seakan-akan pula tidak melihatnya, kembali kepalanya tertunduk, pula dengan tenangnya melanjutkan perjalanan ke depan. Hampir saja Kwik Tay-lok berteriak hendak memanggilnya. Tapi untung saja hal ini segera diurungkan, sebab ia tak berani berteriak-teriak di tempat ini, kuatir kalau sampai mengganggu ketenangan di sana. Dia hanya berdiri tertegun di situ sambil mengawasi tak berkedip. Bwee Lan telah mendorong sebuah pintu dan berjalan masuk, ia tidak berbicara ataupun menimbulkan suara apa-apa. Gedung itu masih tetap sepi, tidak kedengaran suara, tiada pula sesuatu gerakan apa-apa. Tempat ini sudah jelas merupakan tempat terlarang yang tidak memperkenankan orang lain untuk memasukinya, dengan jelas Kwik Tay-lok berdiri tegak di sana, tapi justru tak ada orang yang memperdulikannya, seakan-akan di tempat ia sedang berdiri itu tiada kehadiran dirinya, atau seakan-akan dirinya bukan dianggap sebagai manusia. Sesungguhnya siapakah yang berdiam dalam gedung itu ? Apa pula maksud dan tujuan mereka terhadap dirinya? Kwik Tay-lok termangu-mangu untuk beberapa saat lamanya, mendadak ia maju ke depan lalu menelusuri serambi tersebut dengan langkah lebar. Perduli manusia kek, setan kek yang menghuni dalam gedung itu, pokoknya dia harus memeriksanya sendiri. Tapi baru selangkah dia maju, cepat-cepat kakinya ditarik kembali. Ia telah melihat lumpur di atas kakinya. Permukaan lantai pada serambi ruangan itu bersih dan berkilat seperti cermin, bila harus diinjak dengan kaki berlumpur seperti itu bukan saja ia merasa tak tega, bahkan merasa agak rikuh. Cepat-cepat sepatunya yang penuh lumpur itu dilepas, kaos kakinya masih bersih, meski agak bau, ia tidak memperdulikan persoalan-persoalan semacam itu. Maka diapun melanjutkan perjalanan ke depan, mendorong pintu ruangan tersebut. Ternyata ruangan itu kosong melompong apapun tak ada di sana, tiada pembaringan, tiada meja kursi, tiada perabotan yang lain, juga tak ada debu barang sedikitpun. Di atas tanah tampak rumput kering yang amat tebal, di atas rumput kering itu diberi sebuah seprai berwarna putih, seorang sedang berbaring di sana. Ruang itu penuh dengan bau obat, rupanya orang itu sudah mendapat penyakit yang parah.. Kwik Tay-lok sama sekali tidak melihat paras mukanya, sebab nampak seorang gadis berbaju putih yang berambut panjang sedang berlutut di sisinya dan pelan-pelan menyeduh obat ditangan Bwee Lan dan menyuapi orang itu. Kwik Tay-lok juga tak berhasil melihat wajah gadis itu, sebab dia berada dalam posisi membelakanginya. Koleksi Kang Zusi Hanya Bwee Lan yang sedang berdiri menghadap ke arahnya, bahkan walaupun dengan jelas ia menyaksikan pemuda itu mendorong pintu dan berjalan masuk, tapi mimik wajahnya justru tidak menampilkan perubahan apa-apa, seolah-olah dia tidak menganggap dirinya sebagai manusia hidup. Kwik Tay-lok merasakan jantungnya berdebar keras, kalau boleh dia ingin menyerbu ke dalam, menarik rambutnya dan bertanya kepadanya apakah matanya berada di atas kepala? Tapi suasana dalam gedung itu benar-benar teramat hening, sedemikian heningnya seperti berada di kuil yang suci saja membuat orang tak berani sembarangan bertingkah di sana. Hampir saja Kwik Tay-lok tidak tahan untuk mengundurkan diri kembali dari sana. Orang yang hendak dicarinya tidak berada di sana apalagi suasana semacam itu paling mendatangkan perasaan tak enak baginya. Siapa tahu, pada saat itulah si nona berbaju putih yang berambut panjang itu telah berseru dengan suara dalam: "Cepat masuk, tutup pintu rapat-rapat, jangan biarkan angin berhembus ke dalam." Kalau didengar dari nada ucapan tersebut seakan-akan ia sudah tahu akan kehadiran Kwik Tay-lok sebagai keluarganya sendiri, dia pun seakan-akan telah menganggap Kwik Tay-lok sebagai keluarganya sendiri. Hampir saja Kwik Tay-lok merasakan jantungnya berhenti berdetak.. Bagaimana tidak? Sudah jelas suara itu adalah suara dari Yan Jit. Tak ada orang yang bisa membayangkan betapa besarnya keinginan pemuda itu untuk memandang wajahnya. Mungkinkah gadis berbaju putih berambut panjang yang berada di hadapannya sekarang adalah Yan Jit? Pintu telah ditutup rapat-rapat. Tapi Kwik Tay-lok masih berdiri mematung di sana, matanya terbelalak lebar-lebar, ia sedang mengawasi gadis berbaju putih itu tanpa berkedip. Apa yang bisa dilihat olehnya hanya bayangan punggungnya. Bayangan punggungnya langsing dan kurus, rambutnya hitam pekat dan terurai di sepanjang bahunya. Kwik Tay-lok menggenggam tangannya kencang-kencang, mulutnya terasa mengering, jantungnya melompat-lompat seperti akan melompat keluar dari rongga dadanya. Dia ingin sekali menerjang ke depan, menarik bahunya agar dia memalingkan kepalanya. Namun ia tak dapat berbuat apa-apa, dia hanya bisa berdiri mematung di situ. Koleksi Kang Zusi Sebab dia tak berani, tak berani mengganggu ketenangan tempat itu, tak berani menodai kesucian tempat tersebut, lebih-lebih lagi tak berani mengusik dia. Akhirnya si sakit itu telah menghabiskan obat dalam mangkuk dan berbaring kembali. Sekarang Kwik Tay-lok sudah dapat menyaksikan rambutnya yang telah memutih itu, namun belum sempat menyaksikan raut wajahnya. Dia masih berlutut di sisinya, pelan-pelan meletakkan mangkuk ke tanah, menarikkan selimut dan menutupi badannya, jelas terlihat betapa kasih sayang dan hormatnya gadis tersebut terhadap si sakit. Seandainya Kwik Tay-lok tidak melihat kalau rambutnya telah memutih semua, sudah pasti dia akan merasa cemburu sekali. Siapakah kakek itu ? Mengapa gadis itu begitu sayang dan penuh perhatian kepadanya? Terdengar kakek itu terbatuk-batuk, setelah itu tiba-tiba bertanya: "Apakah dia telah datang ?" Gadis berbaju putih itu manggut-manggut. "Suruh dia kemari" kata kakek itu lagi. Walaupun suaranya parau dan lemah akan tetapi membawa kewibawaan yang besar sekali, membuat orang terasa tak berani membantahnya. Pelan-pelan akhirnya gadis berbaju putih itu berpaling juga. Akhirnya Kwik Tay-lok dapat melihat raut wajahnya. Pada detik itu juga, dia merasa semua benda yang berada didalam jagad ini seakan-akan telah terhenti dan musnah. Pada detik itu juga, dia merasa di alam semesta yang lebar ini seolah-olah hanya terdapat mereka berdua, dua pasang mata. "Yan Jit.... Yan Jit...." Kwik Tay-lok berpekik dalam hatinya, sementara air matanya jatuh bercucuran dengan amat derasnya. Teriakan itu tanpa suara, tapi gadis itu seakan-akan dapat mendengarnya dan hanya dia pula yang dapat mendengarnya. Butiran air mata telah membasahi pula sepasang mata dara itu. Setelah melalui suatu penderitaan yang berat, akhirnya ia berhasil menemukan kembali gadis itu. Dalam keadaan demikian, bagaimana mungkin air matanya tidak bercucuran ? Darimana kau bisa tahu air mata kesedihan? Ataukah air mata kegembiraan ? Tapi akhirnya dia menahan lelehan air matanya. Kecuali gadis itu, dia tak ingin orang lain turut menyaksikan air matanya bercucuran. Koleksi Kang Zusi Tapi ia tak tahan untuk tidak melihat wajahnya lagi. Wajah gadis itu sudah bukan wajah yang tiga bagian membawa kelincahan, serta tiga bagian membawa kebinalan lagi. Raut wajahnya sekarang hanya tinggal pancaran rasa cinta yang sejati. Wajahnya sekarang sudah bukan wajah yang meski kotor namun gagah, segar dan penuh dengan kegembiraan lagi. Wajahnya sekarang adalah wajah yang pucat, lesu dan begitu cantiknya hingga membuat hati orang hancur luluh. Jelas dia sendiripun telah mengalami banyak percobaan, banyak siksaan dan penderitaan. Satu-satunya yang tidak berubah adalah sepasang matanya. Sepasang matanya masih nampak begitu jeli, begitu keras dan teguh. Tapi, apa sebabnya ia menundukkan kepala ? Apakah air matanya sudah tak tahan untuk meleleh keluar? Kakek itu kembali berbatuk-batuk pelan. Akhirnya ia menyeka air matanya secara diam-diam, mengangkat kepalanya dan menggape ke arah Kwik Tay-lok. "Kau kemarilah !" dia berbisik. Sepasang mata Kwik Tay-lok masih menatap wajahnya tak berkedip, seakan-akan kena di hipnotis saja, selangkah demi selangkah dia berjalan maju ke depan. Untuk kesekian kalinya gadis itu menundukkan kepalanya, pipinya seakan-akan berubah menjadi merah padam, masih seperti orang yang sedang mabuk oleh arak. Dulu, paras mukanya seringkali berubah pula menjadi merah padam, tapi Kwik Tay-lok belum pernah menaruh perhatian ke sana. Ada kalanya paras muka lelaki pun dapat berubah menjadi merah padam... Sekarang Kwik Tay-lok baru sadar, ia membenci kepada diri sendiri, dia ingin menampar pipi sendiri sebanyak delapan- sembilan puluh kali. Dia benar-benar tidak habis mengerti, mengapa dirinya begitu tolol, mengapa dia tak dapat melihat kalau dirinya adalah seorang perempuan. Tiba-tiba kakek itu menghela napas dan berkata lagi. "Suruh dia lebih mendekat agar aku dapat melihat wajahnya dengan lebih jelas!" Kwik Tay-lok tidak mendengar apa-apa. Sekarang, kecuali memandang ke arah gadis itu dia sudah tidak mendengar apa-apa lagi. Yan Jit menggigit bibirnya kencang-kencang, kemudian berseru: Koleksi Kang Zusi "Sudah kau dengar belum perkataan dari ayahku?" Kwik Tay-lok menjadi tertegun, kemudian serunya: "Dia.... dia orang tua adalah ayahmu?" Yan Jit mengangguk. Kwik Tay-lok segera maju lebih mendekat, dia boleh saja tidak menghormati orang lain, boleh saja tidak menuruti perkataan orang lain, tapi ayah Yan Jit tentu saja merupakan suatu pengecualian. Kakek itu dapat melihatnya, diapun dapat melihat kakek itu. Lagi-lagi ia menjadi tertegun. Di dunia ini terdapat banyak macam manusia, karena itu terdapat pula banyak ragam raut wajah. Ada yang berwajah lonjong, ada yang berwajah bundar, ada yang berwajah tampan, ada yang berwajah jelek, ada yang berwajah cerah dan segar, ada pula yang berwajah cemberut seakanakan setiap orang di dunia ini hutang tiga laksa tahil perak kepadanya dan tidak bayar. Kwik Taylok sudah pernah melihat banyak orang, juga lihat banyak ragam raut wajah manusia. Tapi belum pernah dia menyaksikan raut wajah semacam ini. Atau lebih tegasnya lagi, wajah orang ini sudah tak dapat dibilang wajah manusia lagi, tapi lebih mirip sebagai sesosok tengkorak hidup. Di atas wajahnya yang persegi lonjong, kini tinggal kulit pembungkus tulang belaka, seolah-olah sama sekali tak berdarah daging lagi. Tapi dikedua belah sisi sebuah codet golok yang memanjang, justru tumbuh daging yang merekah. Yang paling menakutkan justru adalah bekas bacokan goloknya itu. Dua buah bacokan golok tersebut membentuk tanda salib di atas wajahnya, yang di sebelah kiri mulai dari ujung mata melewati hidung sampai ke bibirnya. Sedangkan yang di sebelah kanan dari jidat kanan memapas tulang hidung dan mencapai ke telinga. Oleh karena itu, dari lembaran wajah tersebut sukar sekali untuk menemukan bekas hidungnya lagi, yang tersisa hanya sebuah matanya saja. Sebuah mata yang setengah terpejam. Bekas bacokan golok itu sudah merapat, entah bekas yang ditinggalkan berapa tahun berselang, namun daging yang merekah dikedua belah sisi bekas bacokan itu justru berwarna merah merekah. Codet yang berbentuk salib, menghiasi wajah yang kurus kering berwarna putih pucat hal ini membuat tanda itu semakin menyala, seperti lagi terbakar saja, bagaikan tanda dari setan iblis di neraka. Pada hakekatnya kakek itu seperti lagi hidup didalam neraka. Kwik Tay-lok merasakan napasnya seakan-akan hendak berhenti. Koleksi Kang Zusi Dia tak tega, dia tak berani memandang wajah itu lagi, tapi diapun tak dapat menghindarkan diri. Bahkan wajahnya tidak menunjukkan perasaan muak atau takut barang sedikitpun jua karena kakek ini adalah ayah kandung Yan Jit. Kakek itupun sedang memandang ke arahnya dengan mempergunakan matanya yang setengah terpejam itu, lewat lama kemudian dia baru menegur dengan suara lemah: "Kaukah yang bernama Kwik Tay-lok ?" "Benar." "Kau adalah sobat karib putriku?" "Benar" "Apakah kau merasa wajahku ini tak sedap dipandang, lagi pula sangat menakutkan?" Kwik Tay-lok termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, akhirnya diapun mengangguk. "Benar !" Kakek itupun termenung beberapa saat lamanya, kemudian dari tenggorokannya, berkumandang suara mirip suara orang tertawa: "Tak heran kalau putriku mengatakan kalau kau ini adalah seorang yang jujur, tampaknya kau memang jujur." Kwik Tay-lok mengerling sekejap ke arah Yan Jit, sedangkan Yan Jit masih menundukkan kepalanya rendah-rendah. Sebaliknya di atas wajah Bwee Lan justru terlintas sekulum senyuman. Kwik Tay-lok turut menundukkan kepalanya rendah-rendah, lalu berkata: "Ada kalanya akupun tidak terlalu jujur!" Ucapan ini kembali merupakan suatu pengakuan yang jujur. Tiba-tiba dia merasa bahwa berbicara sejujurnya di hadapan kakek ini merupakan suatu cara yang paling baik. Benar juga, kakek itu segera manggut-manggut. "Betul orang yang tidak jujur jangan harap bisa di sini.... orang yang terlampau jujurpun jangan harap bisa menemukan tempat ini." Tiba-tiba dia menghela napas panjang, kemudian melanjutkan: "Kau bisa sampai di sini, boleh dibilang suatu perjuangan yang tidak mudah.... benar.... benar tidak mudah!" Ucapan tersebut terasa amat menusuk pendengaran Kwik Tay-lok, secara tiba-tiba saja dia merasakan hatinya menjadi kecut. Mengapa Yan Jit harus memberikan banyak siksaan dan percobaan kepadanya ? Koleksi Kang Zusi Mengapa dia menghendaki agar dia mencarinya dengan bersusah payah ? Walaupun kakek itu separuh memejamkan matanya, namun agaknya dia dapat meraba suara hatinya, tiba-tiba dia berkata: "Suruh mereka pun masuk kemari !" "Baik!" jawab Bwee Lan. Dengan langkah yang tenang dia berjalan ke depan, lalu membuka sebuah pintu yang lain. Di luar pintu telah berdiri tiga orang manusia, dengan langkahnya yang tenang mereka masuk ke dalam. Orang pertama adalah si Burik. Kali ini dia sudah berganti dengan satu stel jubah berwarna putih, begitu masuk ke dalam ruangan dengan tangan terjulur ke bawah ia berdiri di sudut ruangan, sikapnya nampak amat hormat dan takut, seperti seorang budak berjumpa dengan majikannya. Orang yang mengikuti di belakangnya tentu saja si bungkuk itu. Orang ketiga barulah si hwesio berkaki tunggal itu. Ketiga orang itu mengenakan jubah putih yang sama, sikap mereka terhadap kakek itupun amat menaruh hormat. Mereka bertiga sama-sama menundukkan kepalanya, tak sekejap matapun mereka memandang ke arah Kwik Tay-lok. "Aku rasa kalian pasti sudah kenal bukan," kata kakek itu kemudian. (Bersambung Jilid ke 30) Jilid 30 K E T I G A orang itu bersama-sama mengangguk. Sebaliknya Kwik Tay-lok tidak tahan segera bertanya: "Walaupun mereka kenal aku, tapi aku tidak kenal dengan mereka, siapakah orang-orang itu ?" "Orang muda jaman sekarang memang sudah tidak banyak yang kenal dengan mereka, tapi kau mungkin saja pernah mendengar tentang nama mereka." "Oh...!" "Kau pernah bertarung melawan Lan Kun apakah belum dapat kau tebak sumber dari ilmu silatnya ?" "Lan Kun ?" "Lan Kun adalah nama premannya, sejak ia masuk ke dalam kuil Siaulimsi dan menjadi pendeta, orang lain hanya tahu kalau dia bernama Thi-siong..." Koleksi Kang Zusi Ternyata hwesio berkaki tunggal ini adalah seorang anggauta Siaulimpay, tapi memang cuma ilmu toya Hong- lui-ciang-mo-ciang (ilmu toya angin geledek penakluk iblis) dari Siaulimpay yang bisa memiliki daya kekuatan yang begitu mengejutkan. Dengan paras muka agak berubah Kwik Tay-lok segera berseru: "Jangan-jangan dia adalah Kim-lo-han Thi-song taysu yang tempo hari pernah menyapu rata partai Seng-sut-hay dengan mengandalkan ilmu toya saktinya ?" "Betul, memang dia." sahut si kakek. Kwik Tay-lok tak sanggup berkata apa-apa lagi. Kim-lo-han ini merupakan salah seorang manusia yang paling dikagumi olehnya sewaktu masih muda dulu, sejak dia berusia tujuh atau delapan tahun, nama ini sudah pernah di dengar olehnya, tapi kemudian ia dengar pendeta itu sudah kembali ke alam baka, sungguh tak disangka ternyata dia berdiam di sini. "Thian-gwa-yu-siu-toucu (Naga sakti dari luar angkasa, si bungkuk sakti), bukankah pernah kau dengar nama ini disebut orang?" kata si kakek kemudian. Untuk kesekian kalinya Kwik Tay-lok tertegun. Ternyata si bungkuk ini adalah jago yang paling termasyhur dalam dunia persilatan karena ilmu meringankan tubuhnya yang amat lihay, tak heran kalau dalam sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas dari pandangan mata. "Si bungkuk sakti dari luar angkasa dan Jian-pian-ban-hua-ci-tong-seng (Beribu perubahan berjuta pergantian, akal banyak bagaikan binatang) merupakan dua orang manusia yang mengangkat nama bersama." ucap kakek itu lagi. Dengan wajah terkejut Kwik Tay-lok memandang ke arah si burik, lalu serunya tertahan: "Apakah dia adalah si akal banyak bagaikan binatang Wan-toa-sianseng ?" "Oh... rupanya kau juga tahu tentang dia." Kwik Tay-lok berdiri tertegun di sana, sampai lama sekali ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Pada dua puluh tahun berselang, ketiga orang ini semuanya merupakan jago-jago dunia persilatan kelas satu yang termasyhur dan disegani oleh setiap umat persilatan. Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, ketiga orang ini sudah mati semua. Tak nyana ternyata mereka bertiga bersembunyi di sini, bahkan tampaknya sudah menjadi pelayannya si kakek yang penyakitan itu. Berpikir sampai di sini, tiba-tiba saja Kwik Tay-lok merasakan hatinya amat terperanjat. Kalau manusia-manusia tersohor macam Kim-lo-han, Sin Toucu bersedia menjadi pelayan si kakek ini, bahkan bersikap begitu hormat, segan dan tunduk terhadapnya, lalu manusia macam apakah si kakek yang penyakitan itu sendiri ? Kwik Tay-lok benar-benar merasa tidak habis mengerti. Koleksi Kang Zusi Sekalipun hongtiang dari kuil Siauwlimsi yang lalu hidup kembali, belum tentu Kim lo han akan bersikap begitu hormat kepadanya, sekalipun seorang pendekar besar kenamaan di masa lalu hidup kembali, si bungkuk sakti dan si akal banyak seperti binatang belum tentu bersedia menjadi pelayannya. Tapi, siapakah kakek itu? Kekuatan apakah yang dimilikinya sehingga dapat membuat ke tiga orang ini begitu menaruh hormat kepadanya. "Hari ini mereka telah banyak memberi penderitaan dan percobaan kepadamu, apakah dalam hatimu masih merasa tidak puas terhadap mereka ?" tanya kakek itu kemudian. Kwik Tay lok ingin menggeleng, tapi tak menggeleng, sambil tertawa getir katanya: "Ya, ada sedikit !" "Apakah kau merasa sangat keheranan mengapa mereka sampai berbuat demikian?" "Yaa, ada sedikit.... aaah, tidak, bukan cuma sedikit saja...!" "Dengan bersusah payah dan menempuh perjuangan yang sangat besar, ada urusan apa kau datang kemari?" Kwik Tay-lok agak tergagap, tapi kemudian setelah mengerling sekejap ke arah Yan Jit, sahutnya: "Datang mencarinya !" "Mengapa kau datang mencarinya?" Perkataan yang diucapkan olehnya seakan-akan selalu berupa pertanyaan, bahkan pertanyaan tersebut amat mendesak orang, membuat orang lain sama sekali tak mampu untuk menghindarkan diri. Kwik Tay-lok menundukkan kepalanya rendah-rendah, dia seperti merasa agak kuatir tapi tak tenang. Tapi saat itulah tiba-tiba Yan Jit mengangkat kepalanya dan menatap ke arahnya dengan menggunakan sepasang matanya yang jeli dan bening bagaikan air itu. Kwik Tay-lok segera merasakan timbulnya keberanian dan keteguhan dalam hati, dia segera mengangkat kepalanya dan menjawab dengan suara lantang: "Karena aku suka kepadanya, aku ingin selalu berada didampinginya!" Sesungguhnya persoalan ini adalah suatu persoalan yang terus terang, dan sekarang dia mengutarakannya keluar dengan menggunakan sikap yang berterus terang pula, hal ini memperhatikan akan kejujuran serta ketulusan hatinya. Suara dari kakek itu berubah menjadi makin serius, sepatah demi sepatah dia bertanya: "Apakah kau ingin mempersunting dirinya menjadi istrimu?" "Benar!" jawab Kwik Tay-lok tanpa berpikir panjang lagi. Koleksi Kang Zusi "Tak akan menyesal untuk selamanya?" "Ya, tak akan menyesal untuk selamanya." Mata si kakek yang setengah terpejam itu tiba-tiba melotot besar, dari balik mata tunggalnya ini mencorong keluar sinar tajam yang menggidikkan hati. Belum pernah Kwik Tay lok menjumpai manusia semacam ini, belum pernah bertemu dengan manusia dengan mata yang begitu menakutkan, tapi dia tidak bermaksud untuk menghindarinya. Sebab dia tahu yang paling penting pada saat ini adalah dia berbicara dengan jujur dan sama sekali tidak mengandung maksud-maksud tertentu yang kuatir diketahui orang lain...." Kakek itu menatapnya lekat-lekat, lalu membentak keras: "Tapi, tahukah kau siapakah diriku ini?" Kwik Tay-lok segera menggelengkan kepalanya berulang kali, pertanyaan ini memang sudah lama berada dalam benaknya, namun dia tak berani untuk mengutarakannya keluar. "Coba kau lihat bekas bacokan pedang berbentuk salib di atas wajahku ini, masa kau masih belum tahu siapakah diriku ini?" kata si kakek. Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Kwik Tay-lok, dia merasa terkejut sekali, hampir saja seluruh badannya melompat ke udara saking kagetnya. Bekas bacokan pedang berbentuk salib, ilmu pedang sepuluh huruf yang menggila... Satu-satunya manusia yang dapat meloloskan diri dari serangan Sip-ci-kiam yang menggila itu hanya Lamkiong Cho. Jangan-jangan kakek yang sedang sakit parah ini tak lain adalah Lamkiong Cho yang asli ? Kwik Tay-lok hanya merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan tidak tahu bagaimana mesti menjawab. Mimpipun dia tak menyangka kalau Lamkiong Cho, seorang manusia buas yang termasyhur dalam dunia persilatan karena kebusukan namanya, ternyata tak lain adalah ayah kandung Yan Jit. Tak heran kalau Yan Jit dapat memastikan kalau orang berbaju hitam itu pasti bukan Lamkiong Cho. Rupanya Yan Jit lah yang turun tangan menusuk ulu hati orang berbaju hitam itu lewat dinding belakang. Dia berbuat demikian jelas, karena dia merasa benci terhadap orang-orang yang telah mencatut nama ayahnya, oleh karena itu dia tak segan untuk turun tangan membunuhnya, dia turun tangan karena ingin melindungi nama baik ayahnya. Tak heran pula dia enggan menyebutkan asal usul sendiri, dan sikapnya seakan-akan mempunyai banyak rahasia yang tak bisa diutarakan kepada orang lain. Koleksi Kang Zusi Selama diapun enggan memberi tahukan kepada Kwik Tay-lok kalau dia adalah seorang anak gadis, sebab dia merasa malu terhadap asal usulnya sendiri, dia kuatir setelah Kwik Tay-lok mengetahui asal usulnya akan berubah sikapnya. Oleh karena itu dia selalu menunggu sampai menjelang saat kematiannya baru bersedia untuk mengutarakan hal itu kepadanya, maka dia minggat dan selalu menghindar. Persoalan itu seakan-akan merupakan suatu peristiwa yang sukar untuk dijelaskan, tapi sekarang, akhirnya toh ada jawabannya juga, Tapi Kwik Tay-lok hampir saja tak dapat mempercayainya. Suasana dalam ruangan itu sangat hening. Sorot mata setiap orang telah dialihkan ke wajah Kwik Tay-lok, hanya Yan Jit seorang yang masih menundukkan kepalanya, dia seperti tak berani lagi memandang ke arah Kwik Tay-lok. Dia kuatir dengan jawaban dari Kwik Tay-lok, dia takut jawaban dari pemuda itu akan melukai hatinya. Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya pelan-pelan kakek itu berkata lagi: "Sekarang, tentunya sudah tahu bukan, siapakah aku?" "Benar." "Sekarang, bila kau masih ingin merubah keputusanmu, masih ada kesempatan yang cukup bagimu untuk mengutarakannya keluar." "Sekarang sudah tak sempat lagi" "Mengapa ?" "Karena di dunia ini sudah tiada persoalan apapun yang dapat merubah perasaan cintaku kepadanya, bahkan aku sendiripun tak dapat." Jawaban tersebut diutarakan dengan begitu tegas, begitu tulus dan jujur. Ketika ia membalikkan badan memandang ke arah Yan Jit, kebetulan Yan Jit juga sedang mengangkat kepalanya memandang ke arah wajahnya. Sorot matanya berkaca-kaca, tapi itulah airmata kegirangan, air mata terharu dan terima kasih. Bahkan sepasang mata Bwee Lan pun ikut berkaca-kaca menyaksikan adegan tersebut. Kakek itu masih memandang wajah Kwik Tay-lok dengan sorot matanya yang tajam itu, kemudian menanyakan sekali lagi: "Kau masih bersedia untuk mempersunting dirinya untuk menjadi istrimu?" "Kau bersedia menjadi suaminya anak gadis Lamkiong Cho?" "Bersedia !" Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba sorot mata kakek itu bagaikan bekunya salju yang mulai mencair di musim semi, pelan-pelan dia bergumam seorang diri: "Bagus, bagus sekali, ternyata kau memang seorang anak baik, Yan-ji benar-benar tidak salah memilih kau." Kemudian pelan-pelan dia memejamkan kembali matanya, lalu sepatah demi sepatah katanya: "Sekarang aku dapat menyerahkan dirinya kepadamu dengan perasaan hati yang lega, sekarang dia sudah menjadi istrimu." Kwik Tay-lok segera berpaling kembali ke arah Yan Jit, dan Yan Jit pun memandang ke arahnya, ketika sepasang mata mereka saling bertemu, semua pancaran rasa cinta segera dilampiaskan keluar semuanya. Pipi Yan Jit berubah menjadi merah, dia bahagia, dia senang dan dia merasa gembira tak terlukiskan. Demikian pula dengan Kwik Tay lok, dia merasa amat bahagia, dia tahu perjuangan dan pengorbanannya selama ini tidak sia-sia belaka, sebab dia berhasil menemukan gadis pujaannya bahkan berhasil mempersunting dianya menjadi istrinya. Kamar pengantin. Di dunia ini banyak terdapat kaum pemuda yang belum menikah mengkhayalkan malam pengantinnya, bagaimana suasana dalam kamar pengantin dan apa pula yang akan terjadi. Ada pula banyak kakek-kakek yang membayangkan kembali kenangan masa lalunya mengenang kembali dan kehangatan dan kemesraan yang dialaminya di dalam malam pengantin, malam yang penuh kebahagiaan itu. Khayalan dan kenangan memang selamanya indah menawan. Dalam kenyataan, suasana dalam kamar pengantin pada malam pertama setelah perkawinan tidaklah sehangat dan semesra apa yang seringkali dikhayalkan orang, suasanapun belum tentu selalu cerah dan indah seperti apa yang sering kali dilamunkan oleh kaum perjaka. Ada sementara orang yang sok pintar, seringkali suka mengibaratkan malam pengantin bagaikan sebuah kuburan, bahkan suara yang dari kamar pengantin ada kalanya dianggap bagaikan jeritan binatang yang hendak disembelih. Tentu saja kamar pengantin bukan kuburan, bukan pula tempat penjagalan binatang. Lalu, kamarnya macam apakah kamar pengantin itu? Biasanya kamar pengantin adalah sebuah kamar yang tidak terlalu hangat, di sana sini penuh dengan warna merah dan hijau, dimana-mana penuh berbau minyak, ditambah lagi bau arak yang ditinggalkan para tamu, bila dalam satu dua jam orang tidak mual bila berada dalam kamar terus, sudah pasti dia memiliki perut dan hidung yang sangat istimewa sekali... Tentu saja didalam kamar pengantin terdapat seorang lelaki dan seorang perempuan, kedua orang ini biasanya tidak begitu kenal, oleh karena itu tidak banyak pula yang mereka bicarakan. Oleh karena itu, meski suasana di luar sana hiruk pikuk dan ramai sekali, biasanya suasana didalam kamar pengantin amat sepi dan hening. Koleksi Kang Zusi Walaupun para tamu biasanya makan dan minum dengan sepuas-puasnya, kuatir kalau modalnya tidak kembali tapi pengantin lelaki dan pengantin perempuan biasanya justru merasa amat lapar. Sebenarnya malam pengantin adalah malam buat mereka berdua, tapi hari itu justru seakanakan dilewatkan orang lain dengan penuh kebahagiaan. Kain merah yang menutupi wajah Yan Jit sudah dilepas, dia sedang menundukkan kepalanya duduk di tepi pembaringan sambil mengawasi sepatunya yang berwarna merah pula. Kwik Tay-lok jauh-jauh duduk dikursi dekat sebuah meja, agaknya dia sedang termangumangu. Yan Jit tak berani memandang ke arahnya, dan diapun tak berani memandang ke arah Yan Jit. Seandainya minum sedikit arak, mungkin suasana akan lebih santai, sayangnya justru pada hari ini tak ada arak yang dihidangkan. Seakan-akan asal pengantin lelaki minta arak untuk minum, segera akan muncul "orang yang berbaik hati" untuk menghalanginya dan merebut kembali cawan araknya. Sebenarnya mereka adalah sahabat yang sangat akrab, dihari-hari biasa mereka selalu berbicara tiada hentinya. Tapi setelah menjadi sahabat karib, mereka seakan-akan sudah bukan sahabat lagi. Ternyata kedua orang itu merasakan hubungan mereka berdua berubah menjadi begitu jauh, begitu asing, dan rikuh. Oleh karena itu masing-masing pihak merasa agak jengah untuk mulai dengan suatu pembicaraan. Kwik Tay-lok sendiripun semula mengira dirinya masih bisa menghadapi suasana tersebut dengan baik, tapi setelah masuk ke dalam kamar pengantin, tiba-tiba saja dia menemukan dirinya seakan-akan berubah menjadi seorang manusia bodoh. Suasana semacam ini benar-benar terasa sangat tidak terbiasa olehnya.... Sebenarnya dia ingin berjalan ke depan sana, duduk disamping Yan Jit, tapi entah mengapa, sepasang kakinya justru terasa menjadi lemas, bahkan untuk berdiripun tak sanggup. Entah berapa lama Kwik Tay-lok hanya merasa tengkuknya sudah mulai menjadi kaku... Tiba tiba Yan Jit berbisik lirih: "Aku mau tidur!" Ternyata begitu menyatakan akan tidur, dia lantas pergi tidur bahkan satu katapun tak sempat dilepas lagi, ia segera menjatuhkan diri ke atas pembaringan, menarik selimut dan menutupi tubuhnya rapat-rapat. Dia tidur dengan muka menghadap ke dinding, badannya melengkung bagaikan seekor udang. Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok menggigit bibirnya kencang-kencang, setelah mengawasi istrinya beberapa saat, tiba-tiba sekulum senyuman menghiasi ujung bibirnya, ia berkata: "Hari ini, mengapa kau tidak suruh aku keluar dari kamarmu?" Yan Jit tidak menggubris, dia seperti sudah tidur nyenyak. Sambil tertawa kembali Kwik Tay-lok berkata: "Bukankah kau mempunyai kebiasaan tak bisa tidur bila ada orang lain berada dalam kamarmu?" Sebenarnya Yan Jit masih tak ingin menggubrisnya, tapi sekarang justru dia tak tahan, maka serunya: "Kurangilah perkataanmu, aku ingin tidur" Kwik Tay-lok kembali mengerdipkan matanya beberapa kali, kemudian sambil tertawa dia berkata lagi: "Masa kau masih bisa tidur walaupun aku berada di sini ?" "Kau.... kau bukan orang lain." bisik Yan Jit kemudian sambil menggigit bibirnya kencangkencang. "Kalau bukan orang lain, lantas siapa ?" Tiba-tiba Yan Jit tertawa cekikikan, "Kau adalah si setan berkepala besar !" Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang, kembali katanya: "Heran, heran, kenapa kau bisa kawin dengan seorang setan kepala besar seperti aku ?" "Aku masih ingat, dahulu agaknya kau pernah bilang, sekalipun semua lelaki yang ada di dunia ini sudah pada mampuspun, kau tak akan kawin denganku." Tiba-tiba Yan Jit membalikkan badannya menyambar bantal, kemudian menimpuk ke arahnya keras-keras. Wajahnya telah berubah menjadi merah padam seperti buah masak yang baru saja di petik. Bantal itu melayang balik kembali, tapi kali ini balik disertai dengan tubuh Kwik Tay lok. Dengan wajah memerah Yan Jit segera berseru: "Kau... kau... mau apa kau ?" "Aku ingin menggigitmu !" Kain kelambu yang berwarna merah, entah sedari kapan telah diturunkan ke bawah. Bila ada orang bersikeras mengatakan kalau suasana dalam kamar pengantin bagaikan sebuah tempat penjagalan, maka tempat penjagalan tersebut sudah pasti tempat untuk menjagal nyamuk. Koleksi Kang Zusi Suara pembicaraan mereka berduapun sangat lirih seperti suara nyamuk. Kwik Tay-lok seperti sedang berbisik lirih: "Heran, heran, sungguh mengherankan." "Apanya yang mengherankan ?" "Mengapa tubuhmu sedikitpun tidak bau?" "Plak....!" terdengar suara orang seperti memukul nyamuk, makin memukul semakin pelan, makin memukul semakin pelan.... Fajar sudah menyingsing. Suasana di dalam pembaringan dibalik kelambu baru saja menjadi tenang, lewat setengah harian, kemudian terdengar suara Kwik Tay-lok sedang bertanya dengan pelan: "Tahukah kau, apa yang sedang kupikirkan sekarang ?" "Ehmm...." Suaranya lebih lirih dari suara burung walet, siapapun tak tahu jelas apa yang sedang ia katakan. "Sekarang aku teringat sudah banyak persoalan yang aneh, tapi yang paling kuinginkan adalah daging yang di masak sampai merah dan empuk" Yan Jit segera tertawa cekikikan. "Dapatkah kau mengatakan kalau kau sedang merindukan aku?" katanya. "Tidak dapat." "Tidak dapat?" "Ya, karena aku takut kau akan menelanku bulat-bulat." Setelah menghela napas panjang, gumamnya: "Isteri macam kau berhasil kudapatkan dengan tidak mudah, bila sampai tertelan bukankah sukar untuk mencari gantinya ?" "Kalau sudah tak ada, bukankah kau bisa pergi mencari seorang lagi ?" "Mencari siapa ?" "Misalnya.... Swan Bwee-tong...." "Tidak bisa." jawab Kwik Tay-lok pelan. "Dia terlalu kecut, lagi pula yang dia sukai adalah kau." Koleksi Kang Zusi Setelah tertawa, lanjutnya: "Sekarang aku baru tahu, hari itu kau tidak mau dengan dia, kenapa dia tidak menjadi marah. Waktu itu kau pasti memberitahukan kepadanya bahwa kaupun seperti dia, seorang perempuan." "Bila aku seorang lelaki, aku pasti sudah mengawini dirinya.." "Mengapa kau selalu tak mau memberitahukan kepadaku kalau kau adalah seorang perempuan ?" "Siapa suruh kau seorang yang buta ? Orang lain saja dapat melihatnya, tapi justru hanya kau seorang yang tak pernah mengerti." "Apakah rahasia ini yang hendak kau beritahukan kepadaku ?" "Ehmm...." "Mengapa kau harus menunggu sampai aku hampir mau mati baru bersedia untuk memberitahukan kepadaku?" "Karena... karena aku takut kau tidak maui aku...." Perkataannya itu belum habis diutarakan, mulutnya seakan-akan disumbat oleh sesuatu secara tiba-tiba. Lewat lama kemudian, Yan Jit baru berkata lagi dengan napas agak tersengal-sengal. "Kita kan sedang berbincang-bincang secara baik, kau tak boleh sembarangan berkutik" "Baik, tidak berkutik ya tidak berkutik. Tapi mengapa kau takut aku tak maui dirimu? Apakah kau tidak tahu, sekalipun menggunakan semua perempuan yang ada di dunia ini untuk ditukar dengan kau seorang, akupun tak akan menukarnya." "Sungguh ?" "Tentu saja sungguh." "Andaikata ditukar dengan perempuan yang bernama Sui Loan-kim ?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang: "Aaai.... dia memang seorang anak perempuan yang sangat baik, dan lagi patut di kasihani, cuma sayang hatiku sudah diisi oleh kau seorang, tak mungkin lagi bagiku untuk menerima kehadiran orang lain didalam hatiku" Yan Jit merintih lirih. Tiba-tiba suasana dibalik kelambu kembali menjadi hening, seakan-akan mulut kedua orang itu kembali tersumbat oleh sesuatu. Setelah lewat cukup lama, Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya lagi: "Aku tahu, kau sengaja berbuat demikian karena ingin mencoba diriku, kau ingin tahu apakah aku setia kepadamu atau tidak." Yan Jit menggigit bibirnya kencang-kencang, kemudian berkata: Koleksi Kang Zusi "Bila kau bersedia untuk tinggal di sana maka selama hidup jangan harap kau dapat berjumpa lagi dengan aku." "Tapi, setelah aku sampai di sini, mengapa kau masih tidak membiarkan aku datang menjumpaimu ?" "Karena masih ada orang lain yang ingin mencoba pula dirimu, ingin mengetahui apakah kau cukup pintar, cukup bernyali, ingin mengetahui apakah hatimu cukup baik, pantaskah untuk menjadi menantunya ayahku." "Oleh karena itu, kalian ingin melihat apakah aku cukup pintar untuk menemukan rahasia rumah ini, apakah aku cukup bernyali untuk mendatangi kuil Liong ong-bio tersebut" "Sewaktu berada dalam kuil Liong-ong-bio, bila kau berani mempunyai pikiran jahat terhadap adik misanku itu, atau enggan menghantar dia pulang kemari, sekalipun kau berhasil menemukan tempat ini, juga takkan berjumpa denganku." Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya: "Untung saja aku selain pintar, juga bernyali dan orang baik-baik...." Yan Jit tertawa, selanya: "Kalau tidak begitu, mana mungkin kau bisa memperistri seorang nona sebaik aku?" Kembali Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Hingga sekarang aku baru menemukan bahwa kita sesungguhnya adalah sepasang sejoli yang paling cocok." "Sekarang kau baru mengetahuinya ?" "Benar" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa, "sebab sekarang aku baru menemukan kulit muka kita berdua tampaknya memang cukup tebal." Sekarang didalam kamar itu baru benar-benar terdapat kamar pengantin, bahkan jauh lebih indah, lebih mesra dan hangat dari apa yang di bayangkan semula. Mereka memang berhak untuk memperoleh kebahagiaan tersebut. Sebab perasaan Cinta mereka sudah memperoleh pelbagai percobaan yang berat, mereka bisa mendapatkan kebahagiaan seperti hari ini, boleh dibilang hal mana diperolehnya secara tidak mudah. Berlian pun harus diasah lebih dulu sebelum menjadi berkilat. Cinta dan persahabatan yang tidak pernah mengalami percobaan, ibaratnya bunga yang terbuat dari kertas, selain tidak segar dan tidak menyiarkan bau harum, selamanya juga tak akan memberikan buah. Buah sudah mulai matang di atas pohon, meski musim semi sudah lewat, namun musim panen sudah hampir tiba. Koleksi Kang Zusi Yan Jit duduk di bawah pohon, melepaskan topi dari kepalanya dan dipakai sebagai kipas, kemudian gumamnya: "Panas benar udara hari ini, Ong lotoa sudah pasti semakin malas untuk bergerak." Kwik Tay-lok mengalihkan sorot matanya ke tempat kejauhan, kemudian berguman pula: "Entah bagaimana dengan Siau-lim ? Apa saja yang dilakukan?" "Kau tak usah kuatir, mereka pasti tak akan kesepian, terutama dengan Siau-lim." "Mengapa ?" Yan Jit segera tertawa. "Apakah kau lupa dengan si nona kecil penjual bunga itu ?" serunya cepat. Kwik Tay-lok turut tertawa, ia segera mendengar suara nyanyian merdu berkumandang diangkasa. "Nona kecil bangun pagi. Membawa keranjang bunga menuju ke pekan. Melewati jalan raya, menembusi lorong sempit. Bunga, bunga, dia berseru..... Tentu saja nyanyian itu bukan berasal dari si nona kecil penjual bunga, yang membawa nyanyian itu sekarang adalah Yan Jit. Sambil menggoyangkan topinya untuk menyejukkan badan, dia mengalunkan suaranya yang merdu, membuat para pejalan kaki sama-sama berpaling dan memandang ke arahnya dengan mata melotot besar. Sambil tertawa Kwik Tay-lok segera berseru: "Hei, jangan lupa pakaian apa yang sekarang kau kenakan?" Sekarang, dia menggunakan pakaian lelaki tapi suara nyanyiannya justru merdu merayu bagaikan burung nuri yang sedang berkicau. "Tak menjadi soal" jawab Yan Jit sambil tertawa, "sekalipun aku tidak menyanyi, orang lain juga dapat melihat kalau aku adalah seorang perempuan, sebab bila seorang perempuan ingin merayu seorang lelaki, hal ini bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu gampang". "Bagaimana dengan kau dulu?" "Dulu berbeda" "Bagaimana bedanya?" "Dulu aku lebih dekil.... dekil sekali, semua orang selalu beranggapan bahwa perempuan selalu lebih bersih daripada lelaki" Koleksi Kang Zusi "Padahal?" Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya lalu sahutnya: "Padahal perempuan yang kenyataannya lebih bersih daripada orang lelaki..." Jalan ini adalah jalanan menuju ke perkampungan Hok-kui-san-ceng. Mereka sama sekali tidak melupakan teman-teman mereka, mereka pun ingin membagikan kebahagiaan mereka kepada teman-temannya. "Seandainya Ong lotoa dan Siau-lim tahu kalau kita.... kita sudah menikah menjadi suami istri, sudah pasti dia akan merasa gembira sekali, Entah Siau-lim akan merasa cemburu atau tidak?" Seusai mengucapkan perkataan itu, dia mulai lari sedang Yan Jit mengejar dari belakangnya. Mereka tidak menunggang kereta, juga tidak naik kuda, sepanjang perjalanan mereka, hanya tertawa, lari, saling mengejar dan bergurau bagaikan dua orang anak kecil saja. Kegembiraan memang membuat orang dapat membuat orang menjadi lebih awet muda dan segar selalu. Bila sudah lelah berlari, mereka duduk dia bawah pohon yang rindang dan membeli sebiji kueh untuk menangsal perut yang lapar. Sekalipun kueh keras itu tawar, dan tak enak, namun dalam mulut mereka akan terasa manis dan nikmat. Ternyata Kwik Tay-lok sudah beberapa hari tidak minum arak, kecuali sehari menjelang keberangkatan mereka, Lamkiong Co telah menyediakan perjamuan perpisahan untuk puteri menantunya, bukan saja dia sendiri minum setengah cawan, bahkan mengharuskan semua orang minum sampai puas, maka mereka semuapun mabuk hebat. Sambil tertawa Yan Jit berkata: "Walaupun sekarang ayahku sudah tak dapat minum arak lagi, akan tetapi dia paling suka melihat orang lain minum arak." "Dahulu takaran minum araknya pasti lumayan sekali." kata Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Bukan cuma lumayan lagi, sepuluh orang Kwik Tay-lok belum tentu bisa melawan dia seorang." "Haaaah." "Apa artinya hah ?" "Hah, artinya bukan saja aku tidak puas lagi pula akupun tidak percaya dengan perkataanmu itu." "Sayang saat ini dia sudah tua, lagi pula luka lamanya kambuh kembali, sudah banyak tahun dia hanya berbaring belaka tanpa bergerak, kalau tidak dia pasti akan melolohmu sampai kau bergulingan di atas tanah sambil muntah-muntah." Koleksi Kang Zusi Menyinggung kembali soal penyakit yang diderita ayahnya, tanpa terasa rasa sedih dan murung menyelimuti kembali wajahnya. Kwik Tay-lok juga menghela napas panjang, katanya: "Dia memang seorang manusia yang luar biasa, aku tidak menyangka kalau dia dapat mengijinkan kepada kita untuk pergi." "Mengapa ?" "Sebab.... sebab dia benar-benar merasa terlampau kesepian, bila berganti orang lain, dia pasti akan menyuruh kita berdua untuk menemaninya." "Tapi dia berbeda, dia selalu tak ingin menyaksikan orang lain menderita karena dia, bagaimanapun juga, dia lebih suka merasakan sendiri penderitaan dan siksaan tersebut daripada membiarkan orang lainpun ikut merasakan." Sepasang matanya memancarkan kembali cahaya berkilauan, jelas dia merasa bangga karena mempunyai seorang ayah seperti ini. Kwik Tay-lok menghela napas, katanya lagi: "Berbicara terus terang, aku sendiripun sama sekali tidak mengira kalau dia adalah seorang manusia seperti ini ?" "Dulu kau mengira dia adalah seorang manusia macam apa ?" Kwik Tay-lok agak sangsi, tapi ujarnya kemudian agak tergagap: "Kau tahu, berita yang tersiar dalam dunia persilatan selalu melukiskan dia sebagai seorang manusia yang menakutkan." "Dan sekarang ?" Untuk kesekian kalinya Kwik Tay lok menghela napas panjang. "Aaai...! Sekarang aku baru tahu, berita-berita yang tersiar dalam dunia persilatan itulah baru benar-benar menakutkan. Ternyata dia sanggup untuk menahan derita selama banyak tahun, hanya cukup berbicara dari hal ini saja, orang lain sudah tak mungkin bisa menandinginya lagi..." "Mungkin hal ini dikarenakan dia sudah tak sanggup untuk tidak bersabar dan menerima segala sesuatunya belaka," kata Yan Jit sedih. "Untung saja dia masih mempunyai teman, aku dapat menyaksikan kesetiaan serta persahabatan dari si Bungkuk sakti sekalian, mereka selalu berusaha untuk membuat gembira hatinya." Yan Jit termenung untuk beberapa saat lamanya, tiba-tiba dia berkata: "Kau tahu, dulu mereka ingin berbuat bagaimana untuk menghadapinya ?" Kwik Tay-lok menggeleng. "Dahulu merekapun selalu berusaha untuk membunuhnya" kata Yan Jit, "tapi kemudian, setelah melangsungkan beberapa kali pertarungan sengit antara hidup dan mati, mereka baru Koleksi Kang Zusi menjumpai bahwa dia tidak seperti apa yang tersiar dalam dunia persilatan, akhirnya mereka dibuat terharu oleh perangainya yang gagah, itulah sebabnya dari musuh mereka menjadi bersahabat." Kemudian ia tertawa, tertawanya agak pedih, juga agak bangga, lanjutnya: "Demi dia, bahkan Kim Lo-han bersedia untuk menghianati Siau-lim-pay, bersedia menjadi seorang murid murtad yang tak mungkin bisa diampuni oleh perguruannya." "Bahkan manusia justru memiliki perasaan hati yang agung, maka mereka berbeda dengan hewan." "Perasaan semacam ini biasanya hanya akan muncul bila ada seseorang berada dalam kesulitan atau ancaman jiwa, hanya perasaan yang muncul dalam keadaan semacam inilah merupakan ungkapan perasaan yang sangat...." Apa yang mereka ucapan memang benar. Seseorang hanya bisa memperhatikan keagungan jiwanya bila berada dalam kesulitan atau ancaman jiwa. Lamkiong Cho memang berhasil mendapat uluran tangan persahabatan dari Sin Toucu sekalian, tapi beberapa besarkah pengorbanan yang dibayar untuk itu ? Mungkin orang lain tak pernah akan membayangkan. Seandainya didalam keadaan yang kritis, ia rela berkorban demi menyelamatkan jiwa orang lain, dari mana orang lain bisa tahu kalau wataknya sangat agung? Darimana pula mereka dapat bersedia untuk mengorbankan segala-galanya? Dibalik kesemuanya ini tentu saja masih terdapat cerita lain yang penuh dengan suka duka serta keadaan-keadaan yang menyedihkan. Dan cerita inipun tak perlu disinggung kembali. Senja sudah menjelang tiba. Walaupun matahari telah tenggelam di langit barat, namun jalanan yang beralas batu masih terasa panas dan menyengat badan. Di bawah pohon yang rindang di depan sana, berdiri seorang perempuan kurus yang berpakaian kumal menggandeng seorang anak di tangan kiri dan menggendong anak yang lain dipunggungnya. Dia berdiri di situ dengan kepala tertunduk dan tangan sebelah dijulurkan ke muka, dia sedang meminta-minta kepada setiap orang yang melewati tempat itu. Kwik Tay-lok segera berjalan mendekat dan memberikan beberapa potong hancuran uang perak ke tangannya. Selama dia punya uang, tak pernah ia menyia-nyiakan setiap pengemis yang dijumpainya, sekalipun uangnya masih sisa berapa keping uang perak saja, pemuda itu selalu memberikan kepada orang lain tanpa mempertimbangkan lagi. Koleksi Kang Zusi Yan Jit sedang memandang ke arahnya, dibalik sorot matanya yang lembut terpancar perasaan kagum dan memuji. Jelas dia merasa bangga karena memiliki seorang suami yang besar sekali jiwa sosialnya. Perempuan pengemis itu segera berkemak-kemik mengucapkan kata-kata terima-kasih, baru saja ia akan masukkan uangnya ke saku, tanpa sengaja dia mengangkat kepalanya dan memandang sekejap ke arah Kwik Tay-lok. Tiba-tiba paras mukanya yang pucat pias itu mengalami perubahan yang sangat hebat, berubah menjadi menakutkan sekali. Sepasang matanya yang cerah dan sama sekali tak bersinar itu telah melotot keluar bagaikan mata ikan, seakan-akan ada sebilah pisau yang secara tiba-tiba dihujamkan ke ulu hatinya. Sebenarnya Kwik Tay lok sedang tersenyum, tapi lambat laun senyumannya itu membeku, wajahnya juga menunjukkan perasaan terkejut bercampur terkesiap, serunya tertahan. "Aaah, kau?" Perempuan pengemis itu segera menutupi wajahnya dengan sepasang tangannya, lalu jeritnya keras-keras: "Kau pergi dari sini, aku tidak kenal denganmu." Dari perasaan kaget, wajah Kwik Tay-lok berubah menjadi iba dan penuh rasa kasihan, setelah menghela napas panjang katanya: "Mengapa kau dapat berubah menjadi begini rupa ?" "Itu urusanku, dengan kau sama sekali tak ada sangkut pautnya." Walaupun perempuan itu berusaha untuk mengendalikan perasaan sendiri, toh sekujur tubuhnya gemetar juga bagaikan cahaya lilin yang terhembus angin kencang. Pelan-pelan Kwik Tay-lok mengalihkan sorot matanya ke wajah dua orang bocah yang ingusan dan perkembangan badannya tidak baik itu, kemudian bertanya lagi dengan sedih: "Mereka adalah hasil hubunganmu dengannya? Dimana orangnya sekarang?" Sekujur badan perempuan itu gemetar keras, akhirnya dia tak kuasa menahan diri dan menangis tersedu-sedu, sambil menutupi wajahnya sambil terisak ia menjawab: "Dia telah membohongi aku, membohongi harta bendaku, kemudian kabur lagi dengan perempuan lain, yang dia tinggalkan kepadaku hanyalah dua orang bocah ini, mengapa nasibku begini buruk.... mengapa?" Tiada orang yang memberi jawaban kepadanya, sebab hanya dia sendiri yang mengetahui jawabannya. Penderitaan dan tragedi yang menimpa dirinya sekarang, bukankah merupakan akibat dari perbuatan yang dia lakukan sendiri? Kwik Tay-lok menghela napas panjang, dia sendiripun tak tahu apa yang mesti diutarakan. Koleksi Kang Zusi Pelan-pelan Yan Jit berjalan lagi ke depan, menghampirinya dan menggenggam tangannya, dia ingin memberi dukungan kepadanya, bahwa dalam menghadapi persoalan macam apapun, ia selalu berada di pihaknya dan dia tetap mempercayainya. Yaa, apa yang bisa diberikan oleh seorang perempuan kepada suaminya hanyalah dukungan moril, rasa percaya serta simpatiknya, sebab hanya hal-hal semacam itulah akan memberikan dukungan moril yang besar bagi si suami untuk menentukan langkah-langkah berikutnya. Kwik Tay-lok ragu sejenak, kemudian bertanya: "Kau sudah tahu siapakah dia ?" Yan Jit manggut-manggut. Terhadap lelaki yang dicintainya, kaum wanita seakan-akan memiliki indera ke enam yang amat tajam. Ia sudah mengetahui bahwa antara perempuan pengemis itu dengan suaminya pasti mempunyai suatu hubungan yang luar biasa, apalagi setelah mendengar pembicaraan mereka, keraguannya seketika hilang lenyap tak berbekas. Sudah dapat dipastikan sekarang, perempuan ini tak lain adalah perempuan yang dahulu telah menipu Kwik Tay-lok dan meninggalkan dirinya dengan begitu saja itu. Kwik Tay-lok menghela napas panjang, kembali ia berkata: "Aku benar-benar tidak menyangka akan berjumpa dengan kau di sini, lebih tak kuduga kalau dia akan berubah menjadi begini rupa." "Kalau toh dia adalah temanmu sudah seharusnya kau membantunya dengan sepenuh tenaga" kata Yan Jit lembut. Mendadak perempuan itu berhenti menangis, mengangkat kepalanya dan melotot ke arahnya. "Siapakah kau ?" tegurnya. Sorot mata Yan Jit masih tetap lembut dan tenang, sahutnya: "Aku adalah istrinya." Pelbagai perubahan segera berkecamuk di atas wajahnya, mendadak perempuan itu melotot ke arah Kwik Tay-lok dan berseru dengan nada tercengang: "Kau sudah menikah ?" "Benar" Perempuan itu memandang ke arahnya, kemudian memandang pula ke arah Yan Jit, tiba-tiba saja sorot matanya memancarkan semacam rasa cemburu dan dengki yang amat tebal. Mendadak ia mencengkeram baju Kwik Tay-lok, kemudian teriaknya keras-keras: "Bukankah kau berjanji akan mengawini aku? Mengapa kau kawin dengan orang lain?" Koleksi Kang Zusi Kwik Tay-lok sama sekali tidak bergerak, wajahnya pucat pias seperti kertas, dalam keadaan ini dia benar-benar tak tahu bagaimana harus menghadapinya. Yan Jit mengenggam tangannya kencang-kencang, lalu sambil mengawasi perempuan itu dia berkata: "Engkaulah yang meninggalkan dia lebih dulu, bukan dia tidak maui dirimu, apa yang telah terjadi dimasa lalu, tentunya kau masih mengingatnya dengan jelas bukan?" Sorot mata perempuan itu memancarkan cahaya penuh kebencian, sama menyeringai seram katanya lagi: "Apa yang kuingat? Aku hanya ingat dia pernah memberi tahukan kepadaku, selama hidup dia hanya mencintaiku seorang, kecuali aku, dia tak akan mengawini perempuan lain" Kemudian sambil memperlihatkan wajah ingin menangis, dia berteriak semakin keras: "Tapi dia telah membohongi aku, membohongi aku perempuan yang bernasib malang coba, kalian berikan pertimbangan kepadaku.". Banyak orang telah berkerumun, sebagian besar diantara mereka melotot ke arah Kwik Taylok dengan pandangan menghina dan penuh rasa muak dan benci. Paras muka Kwik Tay-lok yang memucat kini berubah lagi menjadi merah padam butiran keringat sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran dengan derasnya. Tapi paras muka Yan Jit masih tetap tenang seperti sedia kala, pelan-pelan dia berkata: "Dia sama sekali tidak membohongi dirimu, dia pun tak pernah membohongi dirimu, cuma sayang kau sudah bukan orang yang dahulu lagi, aku rasa kau pasti memahami perkataanku ini." Perempuan itu semakin menggila, sambil mencak-mencak seperti orang gila dia berteriak keras: "Aku tidak memahami apa-apa, aku tak ingin hidup.... sekalipun harus mati, aku akan mati bersama dengan lelaki yang berhati keji ini...." Seraya berkata dia lantas membenturkan kepalanya ke atas perut Kwik Tay-lok, kemudian sambil menjatuhkan diri ke tanah, dia berguling-guling ke atas tanah. Menghadapi perempuan yang pandai membulak-balikkan keadaan, cara apapun memang tak bisa dipergunakan lagi. Dalam keadaan begini, pada hakekatnya Kwik Tay-lok tidak tahu bagaimana harus bertindak, dia hanya ingin kalau bisa menerobos ke dalam tanah dan menyembunyikan diri. Yan Jit tenang, setelah termenung sebentar, tiba-tiba dia merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan seuntai kalung, kemudian sambil disodorkan ke hadapan perempuan itu, katanya: "Kau kenal, benda apakah ini?" Perempuan itu melototkan matanya besar-besar, setelah tertegun beberapa saat lamanya dia baru berteriak keras: "Tentu saja aku kenal, benda ini sebenarnya adalah milikku." Koleksi Kang Zusi "Oleh karena itu sekarang kukembalikan kepadamu, aku hanya berharap kau mengerti untuk menyimpan rantai emas tersebut, dia rela dimaki, diejek dan dicemooh teman, bahkan ia rela menderita dan menyiksa diri, apa sebabnya ia sampai begitu, tentunya kau bisa membayangkan sendiri bukan...?" Ketika melihat rantai emas itu, sorot mata si perempuan yang semula kebencian, kini berubah menjadi malu dan menyesal. "Bagaimana juga, dia adalah manusia." Sebagai seorang manusia, sedikit banyak dia tentu mempunyai sifat kemanusiaan. "Dengan seuntai rantai emas tersebut, kau bisa memakainya sebagai modal untuk berdagang kecil-kecilan, baik-baiklah merawat anak anakmu," kata Yan Jit, "di kemudian hari kau masih-bisa bertemu dengan lelaki baik, asal kau tidak lagi menipu orang lain, orang lainpun tak akan menipu dirimu lagi." Sekujur badan perempuan itu mulai gemetar keras, membalikkan badannya memandang anak-anaknya. Anak-anak itu berdiri dengan wajah kaget bercampur ketakutan, bibirnya sudah ingin menangis, tapi saking takutnya untuk menangis pun mereka tak berani. Dengan suara lembut kembali Yan Jit berkata: "Jangan kau lupakan, dirimu sudah menjadi seorang ibu, sudah sepantasnya kalau memikirkan tentang kebutuhan anak-anakmu, di kemudian hari merekapun akan tumbuh menjadi dewasa, kau seharusnya memberi kesempatan kepada mereka agar merasa bahwa mereka masih memiliki seorang ibu yang gagah dan patut dibanggakan." Sekujur badan perempuan itu gemetar semakin keras, mendadak ia mendekap di atas tanah sambil menangis tersedu-sedu. "Thian.... oh, Thian, mengapa kau membiarkan aku bertemu lagi dengannya, mengapa?" Pertanyaan inipun tiada orang yang bisa membantunya untuk memberi jawaban, sebab hanya dia sendirilah yang mengetahui jawabannya. Benih macam apakah yang kau tanam, maka buah apa pula yang bakal kau petik. Bila kau menanam batu, maka selama hidup jangan berharap bisa tumbuh sekuntum bunga yang indah. Senja telah menjelang tiba. Matahari sore memancarkan sinar yang lembut dan hangat. Pelan-pelan Kwik Tay-lok berjalan menelusuri jalan raya, jelas perasaan maupun pikirannya sama-sama tercekam dalam suasana yang amat berat. Yan Jit tidak berbicara, diapun tidak mengusik dirinya. Koleksi Kang Zusi Ia tahu, bila seseorang membutuhkan suatu ketika untuk berada dalam ketenangan inilah saat yang harus dipahami oleh seorang perempuan sebagai istri yang tahu diri. Entah beberapa lama sudah lewat, Kwik Tay-lok baru berkata dengan suara yang dalam: "Kapan sih kau menebus kembali rantai emas tersebut? Mengapa kau tidak mengatakannya kepadaku?" "Sebab aku sama sekali tidak menebusnya keluar" jawab Yan Jit sambil tertawa. "Tidak kau tebus?" "Yaa rantai emas yang kuberikan kepadanya tadi, sesungguhnya bukan rantai milikmu itu." "Bukan?" Kwik Tay-lok semakin tertegun. Kembali Yan Jit tersenyum. "Yaa, rantai emas itu adalah pemberian dari enci Bwee Lan, sebagai hadiah perkawinan kita." "Kalau memang begitu, mengapa kau keluarkan rantai emas itu, mengapa kau harus berbuat demikian?" "Karena akupun seorang perempuan, bagaimanapun juga aku jauh lebih memahami watak perempuan daripada dirimu" "Kalau begitu, setelah ia saksikan rantai emas tersebut, maka ia baru akan teringat akan kebaikan dulu kepadanya, maka ia baru bersedia melepaskan aku?" "Rantai emas itu sepintas lalu memang mirip satu sama lainnya, bahkan kau sendiripun tak dapat membedakan, apalagi dia," sahut Yan Jit sambil tertawa lagi. Ia tertawa riang. Sebab rantai emas itu hanya merupakan suatu perlambang belaka, melambangkan kejadian yang sudah lampau. Sekarang, kalau toh mereka tak bisa membedakan lagi keaslian rantai emas tersebut, jelas semua perasaan cinta maupun benci yang pernah berlangsung dulu, kini turut dilupakan pula. Bagaimanapun besarnya jiwa seorang perempuan, dia pasti enggan membiarkan suaminya memikirkan kenangan masa lalunya. "Tapi ketika ia melihat diriku tadi, sudah seharusnya dia membayangkan bahwa dahulu...." "Ia berbuat demikian kepadamu bukan lantaran kejadian dulu, melainkan karena dengki dan cemburu" tukas Yan Jit. "Dengki dan cemburu?" "Bukan cemburu kepadamu, melainkan kepadaku, melihat kehidupannya yang sengsara kemudian melihat pula keadaan kita berdua sekarang, ia semakin menyesal terhadap apa yang telah dilakukan dimasa lalu" Setelah menghela napas panjang lanjutnya: Koleksi Kang Zusi "Bila seorang sedang merasa menyesal, seringkali dia menaruh perasaan benci yang tak dipahaminya kepada orang lain, seakan-akan ia merasa kalau bisa setiap orang di dunia ini samasama merasakan penderitaan seperti apa yang dialaminya" "Oleh karena itu diapun ingin merusak hubungan kita?" kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas. "Tapi setelah ia melihat rantai emas tersebut, mengapa pula secara tiba-tiba berubah pikiran ?" "Karena rantai emas itu berbeda dengan dirimu." Setelah tersenyum manis, ia melanjutkan: "Bukan saja rantai emas jauh lebih menarik daripada dirimu, lagi pula ia tahu kalau dirinya sudah pasti akan dapat memperolehnya kembali." "Apakah hal ini dikarenakan rantai emas tersebut sudah berada di tangannya kembali?" "Tepat sekali perkataanmu itu" Di dunia ini memang hanya perempuan baru bisa memahami perasaan seorang perempuan. Perempuan selalu hanya percaya dengan benda yang telah berada di tangannya, sekalipun dia tahu dengan jelas masih ada seratus untai rantai emas lagi yang bisa diambil, diapun tak akan menukar apa yang telah diperolehnya itu dengan benda yang lain. Selain itu, juga tiada berapa orang perempuan yang bersedia menghadiahkan rantai emas miliknya untuk kekasih dari bekas pujaan hatinya. Hanya perempuan paling cerdik saja yang akan berbuat demikian. Dia hanya mempergunakan seuntai rantai emas untuk mendapatkan rasa percaya dan terima kasih suaminya, serta kebahagiaan hidup bagi dirinya sendiri. (Bersambung Jilid ke 31) Jilid 31 KWIK TAY-LOK mengawasi istrinya lekat-lekat, tanpa terasa ia menggenggam tangan istrinya erat-erat dan berkata dengan suara lembut: "Terima-kasih banyak atas bantuanmu." "Berterima kasih kepadaku?" Yan Jit mengerdipkan matanya dan tertawa. "Atau mungkin kau berterima kasih kepada rantai emasku itu ?" Kwik Tay-lok menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tentunya kau tahu aku berterima-kasih kepada siapa" Yan Jit memang mengetahui akan hal itu.. Tentu saja yang membuatnya berterima kasih, bukan rantai emasnya saja, melainkan pengertian serta penyesuaiannya terhadap keadaan. Koleksi Kang Zusi Apa yang diberikan itu, sesungguhnya jauh lebih berharga daripada rantai emas ditambah dengan benda berharga lainnya sekali pun. Seorang isteri yang bisa memberikan pengertian dan penyesuaian terhadap suaminya, hal itu akan merupakan kebahagiaan serta kekayaan yang paling besar bagi seorang lelaki. Dan hanya seorang lelaki yang paling bahagia hidupnya baru bisa mendapatkan keadaan seperti ini. Tapi benarkah dalam dunia yang begini luas ini benar-benar terdapat seorang yang bernasib begitu mujur? Benarkah di dunia ini terdapat lelaki yang benar-benar menemui kebahagiaan hidupnya? Mungkin saja ada, tapi paling tidak belum pernah kujumpai seseorang semacam ini. Tentu saja aku pernah melihat orang yang hidup bahagia, tapi kebahagiaan mereka berhasil diraih dengan kecerdasan, keuletan, keberanian serta tekad yang besar. Kebahagiaan ibaratnya sebiji kue, harus dicampur dengan rata, harus di panggang, harus dibumbui sebelum akhirnya menjadi hidangan yang amat lezat. Tak mungkin bukan, kueh itu secara tiba-tiba jatuh dari atas langit dengan begitu saja. Orang yang berbahagia ibaratnya seorang pengantin perempuan, entah kemanapun kau pergi, orang pasti akan memandangnya beberapa kejap. Entah bagaimanapun sederhana dan biasanya seseorang, bila menjadi seorang pengantin perempuan, secara tiba-tiba saja dia seperti berubah menjadi istimewa sekali. Ong Tiong, Lim Tay-peng dan Ang Niocu berdiri berjajar sambil mengawasi Yan Jit, dari kepala memandang sampai ke kaki, kemudian dari kaki memandang lagi sampai ke atas kepala. Paras muka Yan Jit telah berubah menjadi merah padam bagaikan kepiting rebus, tak tahan lagi dia menundukkan kepalanya rendah-rendah. "Kalian toh bukannya tidak kenal dengan aku, mau apa mengawasi diriku terus-menerus?" tegurnya kemudian. "Sebab kau tampak tiga ratus enam puluh kali lipat lebih cantik daripada dulu." jawab Ang Niocu sambil tersenyum. Paras muka Yan Jit berubah semakin merah. "Tapi aku masih tetap aku, sedikitpun tiada perubahan apa-apa." katanya cepat. "Kau berubah" kata Ong Tiong pula. "Dimana letak perubahan itu ?" "Dulu kau adalah sahabat kami," kata Lim Tay-peng cepat. "tapi sekarang kau telah menjadi ensoku, dulu kau adalah Yan Jit, sekarang kau telah berubah menjadi nyonya Kwik. Bukankah perubahan ini cukup banyak?" Yan Jit menggigit bibirnya kencang-kencang, kemudian katanya: Koleksi Kang Zusi "Aku masih tetap Yan Jit seperti dulu, aku masih tetap merupakan sahabat kalian." Ang Nio-cu segera tertawa cekikikan. "Tetapi Yan Jit yang sekarang ini paling tidak jauh lebih bersih daripada dulu." seru Ang Nio-cu sambil tertawa cekikikan. "Jawaban yang amat tepat," tak tahan Kwik Tay-lok ikut menimbrung. "sekarang, tiap hari dia mesti mandi." Baru saja dia menyelesaikan kata-katanya, Ang Nio-cu sudah tertawa terpingkal-pingkal. Dengan gemas Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, lalu dengan wajah memerah serunya: "Hei, bisakah kau kurangi beberapa patah katamu ? Toh tak ada orang yang menganggap dirimu sebagai seorang yang bisu!" Sambil tertawa terpingkal Ang Niocu segera menimbrung kembali: "Kalau bisa mengurangi kata-katanya, dia bukan Kwik Tay-lok namanya..." Kwik Tay-lok mendehem beberapa kali, kemudian sambil membusungkan dada katanya: "Padahal sekarangpun aku turut berubah, mengapa kalian tidak memperhatikan aku ?" Dengan kening berkerut Ong Tiong berseru: "Bagian manamu sih yang berubah? Mengapa aku tak dapat melihatnya ?" "Masa aku tidak berubah menjadi lebih bagus dan menarik ?" Ong Tiong memperhatikannya dari atas hingga ke bawah, kemudian menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku tidak dapat menemukannya perubahan itu." "Paling tidak aku toh jauh lebih bersih dari pada dulu" seru Kwik Tay-lok cepat. Ang Nio-cu kembali tak dapat menahan rasa gelinya, dia tertawa terpingkal-pingkal. "Apakah sekarang, kaupun tiap hari mandi?" "Tentu saja, aku....." Kali ini belum habis ucapan tersebut diutarakan, Ang Nio-cu sudah terbungkuk-bungkuk karena terpingkal kegelian. Buru-buru Yan Jit menukas, serunya dengan suara lantang: "Agaknya ditempat ini seperti kekurangan seseorang...!" "Siapa ?" Lim Tay-peng cepat berseru. Koleksi Kang Zusi Sambil mengerdipkan matanya dan tertawa, Yan Jit menjawab: "Tentu saja si nona kecil yang pagi-pagi bangun, membawa bunga menuju ke pekan." "Tentu saja orang itu tak akan ketinggalan" kata Ang Nio-cu sambil tertawa. "Tapi mana orangnya ?" "Lagi ke pekan, tapi kali ini tidak membawa keranjang berisi bunga, melainkan keranjang berisi sayur.... karena Lim toa-sau kita secara tiba-tiba ingin makan tahu masak sawi hijau yang segar." Tak tahan Yan Jit tertawa cekikikan, kemudian sambil menghela napas katanya: "Sungguh tak kusangka begitu muda usianya, namun ia sudah begitu pandai bermesrahan dan menyayangi kekasihnya." Kemudian setelah mengerlingkan sekejap ke arah Lim Tay-peng, katanya lebih lanjut: "Keadaan itu bagaikan orang yang memang ditakdirkan bernasib mujur saja, benar bukan ?" Paras muka Lim Tay-peng turut berubah menjadi merah padam, tiba-tiba teriaknya keraskeras: "Bisakah kalian mengurangi, kata-kata semacam itu ? Aku kan tak akan menganggap kalian sebagai orang bisu" "Tidak bisa" sahut Kwik Tay lok, "kalau mereka bisa mengurangi beberapa patah kata saja, maka bukan perempuan namanya" "Tepat sekali jawaban itu" sahut Ong Tiong.... Senja telah menyelimuti seluruh angkasa. Diantara hembusan angin yang sepoi-sepoi, lamat-lamat terdengar suara nyanyian merdu berkumandang datang dari kejauhan sana. "Nona kecil, bangun pagi. Membawa keranjang bunga pergi ke pekan" Yan Jit dan Ang Nio-cu segera saling berpandangan sekejap, kemudian tak tahan katanya sambil tertawa: "Si nona kecil telah kembali dari pekan" "Yaa, sudah pasti dalam keranjang bunganya berisi penuh dengan tahu dan sawi hijau", sambung Ang Nio-cu sambil tertawa. "Bukan cuma tahu dan sawi hijau saja, masih ada pula arak" terdengar suara merdu lain menyambung sambil tertawa. Si nona kecil itu benar-benar telah kembali, ditangan kirinya membawa keranjang bambu, ditangan kanannya membawa sebuah guci arak, ia berdiri tegak di depan pintu rumah. Koleksi Kang Zusi Sekarang, dia seperti tidak merasa malu lagi seperti dulu, cuma paras mukanya masih dihiasi warna semu merah. "Arak ! Arak !" Ong Tiong segera berseru. "Tentu saja arak kegirangan" jawab si nona cilik sambil tersenyum, "ketika berada di bawah bukit tadi, kusaksikan mereka berdua amat mesrah, maka aku pun tahu harus membeli arak kegirangan sebagai persiapan." "Arak kegirangan siapa ?" tanya Yan Jit sambil mengerdipkan matanya, "arak kegirangan kami ? Ataukah kalian ?" Nona cilik itu segera mendesis lirih, kemudian dengan wajah merah padam dia lari masuk ke ruang belakang. Yan Jit dan Ang Nio-cu yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa terpingkal-pingkal kegelian. Tiba-tiba Lim Tay-peng menghela napas panjang, gumamnya: "Aku benar-benar tidak habis mengerti, mengapa kalian selalu suka menggoda orang jujur ?" "Karena orang jujur makin lama semakin sedikit, kalau tidak menggoda sekarang, di kemudian hari pasti tak ada kesempatan lagi." Inilah kesimpulannya. Kalau perkawinan tanpa arak, ibaratnya dalam sayur tidak diberi garam. Tentu saja perkataan ini hanya diucapkan oleh orang pintar, cuma sayang dia lupa melanjutkan kata-kata berikutnya. Bila dalam perut sudah ada arak, kepala bisa menjadi pusing. Keesokan harinya, ketika bangun tidur, Kwik Tay-lok merasakan kepalanya pusing tujuh keliling. Tentu saja dia sudah bukan orang pertama yang bangun lebih dulu... belum lama berselang dia baru menemukan kalau tidurpun ada kalanya tidak bisa dianggap sebagai hal yang membuang-buang waktu. Ketika ia bangun tidur, Lim Tay-peng dan si nona kecil itu sudah berada dalam halaman entah apa saja yang dibicarakan. Tapi yang pasti, entah perkataan apapun yang mereka katakan, kedua orang itu tentu akan merasa tertarik dan gembira. Walaupun musim semi sudah lewat, bunga-bunga di musim panas pun sudah mulai mekar kembali. Mereka berdiri di depan kerumunan bunga, sang surya yang baru terbit memancarkan sinarnya menerangi wajah mereka yang bahagia dan gembira. Keadaan merekapun bagaikan matahari yang baru terbit, penuh dengan pancaran sinar kehidupan serta harapan. Koleksi Kang Zusi Memandang ke arah mereka berdua, Kwik Tay-lok merasakan kepalanya yang sedang pening seolah-olah telah membaik. Pelan-pelan Yan Jit berjalan ke sisinya bersandar di tubuhnya, tangan yang satu mempermainkan rambut sendiri, sementara tangan yang lain merangkul lengannya, pancaran sinar gembira dan kebahagiaan terpancar keluar dari balik matanya. Seluruh jagad serasa menjadi tenang dan penuh kedamaian, kehidupan seperti ini benarbenar pantas untuk diresapi. Lewat lama kemudian, Yan Jit baru berkata pelan: "Apa yang sedang kau pikirkan?" "Aku sedang memikirkan dua orang yang lain." "Siapa ? Ong Tiong dan ......" Kwik Tay-lok manggut-manggut dan menghela napas. "Aku sedang berpikir, entah sampai kapankah mereka baru dapat bermesrahan seperti itu", katanya. Yan Jit memperhatikan suaminya lekat-lekat, lama kemudian ia baru berkata dengan lembut: "Tahukah kau mengapa aku menyukai dirimu ?" Kwik Tay-lok tidak berbicara, dia sedang menunggu dan mendengarkan dengan seksama. la suka mendengarkan perkataannya. Dengan lembut Yan Jit berkata: "Karena dikala kau sendiri sedang berbahagia, kau masih memikirkan pula kebahagiaan temanmu, karena kapan saja dan dimana saja, kau tak pernah bisa melupakan temanmu." "Kau keliru," ucap Kwik Tay-lok sambil mengerdipkan matanya. "Ada kalanya akupun bisa melupakan mereka," "Kapan ?" "Kemarin malam....." bisik pemuda itu. Belum habis ucapan tersebut diutarakan, paras muka Yan Jit telah berubah menjadi merah padam, ia segera menyambar tangannya dan menggigit dengan gemas. Tiba-tiba terdengar Lim Tay-pang berseru sambil tertawa: "Sungguh tak kusangka Kwik toa-so kita pandai pula menggigit orang...?" Entah sejak kapan mereka berdua telah membalikkan badannya dan sedang memandang ke arah mereka berdua sambil tersenyum. Kwik Tay-lok turut tertawa, katanya: Koleksi Kang Zusi "Kalau soal ini kau takkan memahami, lelaki yang belum pernah digigit perempuan, pada hakekatnya tak bisa dianggap sebagai seorang lelaki sungguhan." "Waah.... teori dari negara mana itu ?" "Negaraku sendiri, tapi siapa tahu kalau dengan cepat kaupun akan tiba pula di situ?" Selembar wajah si nona kecil itu segera berubah menjadi merah padam, katanya sambil menundukkan kepala: "Aku akan pergi menyiapkan sarapan...." "Yaa, kalau menyiapkan sarapan, harap yang banyakan sedikit, dengan begitu mulut kami baru bisa tersumbat." seru Kwik Tay-lok sambil tertawa terbahak-bahak. Sekarang adalah waktunya untuk sarapan. Di bawah langit nan biru, tampak asap putih membubung tinggi ke angkasa... Sambil mendongakkan kepalanya Kwik Tay-lok bergumam: "Heran, mengapa tempat ini secara tiba-tiba menjadi ramai sekali? Apakah ada banyak penduduk yang pindah ke sekitar tempat ini" "Tidak ada." jawab Lim Tay peng. Kwik Tay-lok memandang lagi ke arah asap putih yang membumbung tinggi di atas puncak bukit itu, kemudian katanya lagi: "Jika tak ada penduduk, dari mana datangnya asap putih ?" Lim Tay-peng berpaling dan memandang sekejap, kemudian wajahnya diliputi pula oleh perasaan kaget bercampur keheranan. "Jika ada penduduk di situ, sudah pasti kemarin malam sudah pindah kesana....." "Kemarin belum ada ?" Lim Tay-peng mengamati tempat berasalnya asap putih itu, kemudian sahutnya: "Kemarin sore aku masih berjalan-jalan disekitar tempat itu, sebuah rumahpun tidak ada.." Yan Jit termenung pula beberapa saat lamanya, kemudian katanya: "Sekalipun kemarin malam ada orang pindah kesana, toh tidak mungkin secara tiba-tiba ada begitu banyak orang yang pindah kesana." "Yaa, apa lagi di sekitar tempat ini memang tiada tempat untuk ditinggali orang." "Tapi aku rasa di alam terbukapun orang bisa memasang api." "Tapi mengapa secara tiba-tiba ada begitu banyak orang yang datang ke situ untuk membuat api ? Apakah mereka sudah iseng dan tak ada pekerjaan lagi ?" Terdengar seseorang berkata dengan perlahan: Koleksi Kang Zusi "Kalau kalian hanya menduga saja dari sini, sampai tahun depanpun tak akan ada hasil yang bisa diperoleh, mengapa kalian tidak pergi sendiri kesana dan melihat apa yang sebenarnya telah terjadi ?" Ong Tiong berjalan keluar dari balik pintu dengan langkah lebar, wajahnya masih tidak menunjukkan perubahan apa-apa. Kwik Tay-lok yang pertama-tama menyongsong kedatangannya, dengan cepat ia bertanya: "Kau sudah keluar dan memeriksa sendiri" "Ehmm." "Darimana datangnya asap itu ?" "Dari api." "Siapa yang melepaskan api?" "Manusia !" "Manusia macam apa ?" "Manusia yang mempunyai sepasang kaki" Kwik Tay-Iok segera menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir: "Tampaknya bila aku bertanya terus dengan cara begini, sampai tahun depanpun tak akan menghasilkan apa-apa, lebih baik aku pergi melakukan pemeriksaan sendiri." "Haa, kau memang seharusnya pergi melihat-lihat sendiri.." Bagian belakang dari perkampungan Hok-kui-san-ceng adalah sebuah tanah perbukitan, pada hakekatnya tiada jalan tembus, tapi di atas bukit dibagian depan, hanya dalam waktu semalam suntuk saja telah didirikan delapan buah tenda besar. Bentuk tenda-tenda itu istimewa sekali, ada beberapa bagian mirip dengan tenda orang Mongolia sewaktu mengembala ternak, tapi mirip pula tenda-tenda dari pasukan tentara. Di depan tiap tenda terdapat seonggokan api unggun. Di atas api tampak seekor kambing gemuk yang sedang di panggang, sebagai alat sunduknya adalah sebatang besi yang dapat diputar pelan-pelan. Seorang lelaki bertelanjang dada sedang memoleskan bumbu yang telah tersedia di atas badan kambing itu, gerak-geriknya amat lembut tapi seksama, seolah-olah seorang ibu sedang memandikan bayinya. Bau harum yang tersiar dari daging panggang itu pada hakekatnya jauh lebih harum daripada harumnya bunga. Di atas meja sarapan juga tersedia daging kambing. Koleksi Kang Zusi Baru saja mereka berkeliling ditempat luaran, sekarang seharusnya merasa amat lapar. Tapi kecuali Kwik Tay-lok, orang lain seakan-akan tidak mempunyai napsu lagi untuk bersantap. Dalam hati mereka semua mengetahui dengan jelas, tentu saja tenda-tenda itu bukan tak mungkin didirikan tanpa alasan. Kalau dilihat dari kemampuan orang-orang itu untuk mendirikan delapan buah tenda sebesar itu dalam semalam saja, dapat ditarik kesimpulan kalau di dunia ini tiada persoalan yang tak mungkin bisa mereka kerjakan. Akhirnya Yan Jit menghela napas panjang, katanya: "Aaai.... tampaknya lagi-lagi ada kesulitan yang datang !" "Yaa, bahkan kesulitan yang datang kali ini cukup besar" sambung Ang Nio-cu dengan wajah murung. "Entah siapa yang membawa datangnya kesulitan kali ini?" "Yang pasti bukan aku" Kwik Tay-lok segera menjawab. "Sebab aku tak berani mendatangkan kesulitan sebesar ini" Setelah berhenti sebentar, katanya lebih jauh sambil tertawa: "Aku selalu hanya mencari kesulitan-kesulitan yang kecil saja, kesulitan besar tak pernah ada" "Darimana kau bisa tahu kalau kesulitan yang datang kali ini besar atau kecil?" seru Yan Jit. "Bila bukan disebabkan suatu persoalan yang sangat besar, siapa yang kesudian mendirikan delapan buah tenda besar di depan pintu rumah orang...." "Tapi hingga saat ini, kita belum melihat datangnya kesulitan apa-apa !" "Kau tak dapat melihatnya ?" "Orang lain toh hanya mendirikan beberapa buah tenda saja di tanah kosong depan rumah kita, yang di panggang pun daging kambing mereka sendiri, selama tidak mengusik kita, apakah hal ini dinamakan suatu kesulitan buat kita?" "Jadi kau anggap tak akan ada kesulitan apa-apa ?" "Ehmmm!" Yan Jit mengangguk. "Tadi, siapa yang mengatakan kalau ada kesulitan yang datang ?" "Aku ?" "Mengapa pula secara tiba-tiba kau merubah jalan pemikiranmu itu ?" Yan Jit segera tersenyum. "Sebab tempat ini amat menyesakkan napas, aku ingin mengajak kau untuk bergurau saja." Koleksi Kang Zusi "Jika aku mengatakan tak akan ada kesulitan ?" "Akupun mengatakan ada." Kwik Tay-lok menghela napas panjang, setelah tertawa getir katanya: "Agaknya sekalipun aku tak ingin berbeda pendapat denganmu pun tak mungkin bisa." "Tepat sekali jawabanmu itu" Yan Jit tertawa. Bila seorang perempuan ingin mengganggu suaminya, maka dalam setiap detik dia akan menemukan delapan ribu kali kesempatan yang baik. Tapi mengganggupun ada kalanya bukan suatu perbuatan yang salah, paling tidak bisa mengendorkan ketegangan syaraf orang lain. Oleh karena itu, ucapan mereka tadi segera menimbulkan gelak tertawa orang lain. "Benar" kata Ang Nio-cu kemudian sambil tertawa, "bagaimanapun juga, paling tidak orang toh belum datang mencari kita, sekarang buat apa kita mesti menyusahkan diri sendiri?" Sayang sekali, sekarang mereka tak usah pergi mencari lagi, karena kesulitan sudah memasuki pintu gerbang rumah mereka. Tampak seseorang pelan-pelan berjalan masuk ke dalam rumah. Orang itu berperawakan tinggi, lagi kurus, pakaian yang dikenakan adalah sebuah jubah panjang yang berwarna istimewa sekali, yakni berwarna hijau pucat. Paras mukanya sesuram pakaian yang di kenakan olehnya, sorot matanya redup seperti tak bersinar, lebih mirip dengan sepasang lubang hitam yang tak nampak dasarnya, bahkan mana biji matanya dan mata bola matanya sukar dibedakan, ternyata dia adalah seorang buta. Namun langkah kakinya enteng sekali, seakan-akan di atas kakinya tumbuh sepasang mata, tak mungkin dia akan terpeleset atau terbentur batu, dia pun tak akan terjatuh ke dalam selokan. Sambil bergendong tangan pelan-pelan dia berjalan masuk ke dalam, walaupun wajahnya suram dan menyeramkan, namun sikapnya amat ringan dan santai. Kwik Tay-lok yang pertama-tama tak kuasa menahan diri, segera tegurnya dengan lantang: "Apakah kalian datang mencari orang? Siapa yang dicari ?" Orang berbaju hijau itu seakan-akan tidak mendengar sama sekali suara teguran tersebut. Dengan kening berkerut Kwik Tay-lok segera berkata lagi: "Waaah.... jangan-jangan selain buta, orang inipun seorang yang tuli ?" Di ujung dinding pekarangan sana adalah kebun bunga, aneka bunga sedang mekar dengan indahnya. Koleksi Kang Zusi Orang berbaju hijau itu berjalan memasuki kebun bunga itu, kemudian berjalan kembali lagi, setelah itu dia menarik napas dalam-dalam. Walaupun dia tak dapat menikmati keindahan bunga dengan menggunakan sepasang matanya, namun dia masih dapat mempergunakan hidungnya untuk mengendus bau harumnya bunga. Mungkin dia dapat meresapi keindahan di sana, sebaliknya orang yang punya mata justru tak dapat meresapinya. Dengan menelusuri jalan kecil di kebun bunga itu, dia berjalan bolak balik dua kali, tak sepatah katapun yang diucapkan, kemudian pelan-pelan berjalan keluar lagi dari situ. Sambil menghembuskan napas lega Kwik Tay-lok lantas berkata: "Tampaknya orang itu sama sekali tidak bermaksud untuk mencari gara-gara dengan kita, dia tak lebih hanya datang kemari untuk mengendus bau harumnya bunga." "Darimana dia bisa tahu kalau di sini ada bunga ?" tanya Yan Jit kemudian dengan cepat. "Tentu saja hidungnya jauh lebih tajam dari pada hidung kita." "Tapi, dia datang dari mana?" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Aku toh tidak kenal dia, darimana aku bisa tahu ?" sahutnya. "Aku tahu!" tiba-tiba Ong Tiong menyela. "Kau tahu?" Kembali Ong Tiong manggut-manggut. "Menurut pendapatmu dia datang dari mana ?" "Dari dalam tenda" "Darimana kau bisa tahu ?" Paras muka Ong Tiong sepertinya berubah menjadi berat dan serius, pelan-pelan sahutnya: "Karena orang lain kini tak mungkin bisa sampai ditempat ini lagi, sedangkan kita pun tak mungkin bisa pergi ke tempat lain" "Mengapa?" "Sebab semua jalan tembus yang berada di sini telah ditutup mati oleh ke delapan buah tenda tersebut" Paras muka Kwik Tay-lok agak berubah, serunya kemudian: "Maksudmu tujuan mereka mendirikan ke delapan buah tenda tersebut di luar adalah tidak membiarkan orang lain mendatangi tempat ini, dan tidak membiarkan orang-orang yang berada di sini keluar?" Koleksi Kang Zusi Ong Tiong tidak berbicara lagi, sepasang matanya mengawasi kebun bunga di luar dengan mata tak berkedip, paras mukanya berubah makin berat dan serius. Tak tahan Kwik Tay-lok juga ikut berpaling dan memandang sekejap ke arah kebun, mendadak paras mukanya turut berubah hebat. Bunga yang sebenarnya sedang mekar dengan indahnya itu, dalam waktu singkat telah berubah menjadi layu semua. Putik bunga yang berwarna merah kini berubah menjadi hitam pekat, ketika angin berhembus lewat, putik itu satu demi satu berguguran ke atas tanah. "Hei, apa yang terjadi?" Kwik Tay-lok menjerit tertahan. "Apakah orang tadi telah melepaskan racun ?" "Hmm !" Ong Tiong hanya mendengus. "Masa orang ini adalah seekor ular beracun, asal tempat yang telah dilalui olehnya, maka bunga dan rumput akan menjadi layu ?" "Mungkin dibandingkan dengan ular beracunpun dia lebih beracun lagi...." "Betul !" kata Yan Jit. "Sebenarnya aku mengira si ular merah yang tanpa lubangpun bisa menerobos masuk sudah merupakan tokoh paling lihay didalam mempergunakan racun, tapi kalau dibandingkan dengan orang ini, agaknya dia masih selisih banyak sekali." "Selisih berapa banyak ?" tanya Kwik Tay-lok. Pertanyaan itu bukan ditujukan kepada Yan Jit, melainkan kepada Ang Nio-cu. Dengan cepat Ang Nio cu menghela napas panjang, ujarnya: "Bila si ular merah ingin melepaskan racun dia masih membutuhkan bantuan benda lain, racun itu mesti dicampurkan ke dalam air, arak atau makanan, mungkin juga di atas senjata tajam atau senjata rahasia, sebaliknya orang ini bisa melepaskan racun tanpa berwujud, seakan-akan melalui pernapasanpun dia sanggup untuk meracuni orang sampai mati....." Kwik Tay-lok tidak bertanya lagi. Kalau Ang Nio-cu pun mengatakan kalau cara orang ini melepaskan racun jauh lebih hebat dari si ular merah, hal ini berarti persoalan tersebut tak bisa diragukan lagi. Persoalannya sekarang adalah siapakah orang ini ? Mengapa dia datang ke situ untuk meracuni bunga mereka? Pertanyaan pertama belum sempat terjawab, pertanyaan kedua telah muncul kembali. Dari luar pintu kembali nampak ada seseorang berjalan masuk ke dalam halaman. Orang itu pendek dan gemuk, dia mengenakan pakaian berwarna merah menyala, mukanya yang bulat bercahaya merah, seperti juga warna merah pakaian yang dipakainya. Koleksi Kang Zusi Diapun sedang bergendong tangan sambil berjalan mondar mandir kesana kemari, kalau dilihat gerak-geriknya, ia nampak amat santai. Kali ini tak ada orang yang bertanya lagi apa maksud kedatangannya, tapi semua orang membelalakkan matanya lebar-lebar dan mengawasinya tanpa berkedip. Bagaimanapun juga semua bunga yang berada didalam halaman telah mati diracuni, mereka ingin tahu, permainan apa lagi yang hendak dilakukan oleh orang ini. Orang berbaju merah itupun seakan-akan tak pernah melihat ke arah mereka, dia berjalan mengitari halaman itu satu lingkaran, kemudian berlalu pula dari sana, bukan saja tak mengucapkan sepatah katapun, melakukan permainan apapun tidak pula dilakukan. Tapi di atas tanah telah bertambah dengan bekas telapak kaki sebanyak satu lingkaran, setiap bekas telapak kaki itu tertera dalam-dalam di atas tanah, seakan-akan diukir dengan pisau. Sambil menghela napas Kwik Tay-lok berpaling dan memandang sekejap ke arah Yan Jit, kemudian tanyanya: "Aku lebih suka diinjak-injak oleh gajah daripada diinjak satu kali oleh orang ini, bagaimana dengan kau ?" "Kalau aku kedua-duanya tak mau." Tak tahan Kwik Tay-lok segera tertawa. "Tampaknya kau memang jauh lebih cerdik daripada aku." serunya. Dia tertawa tidak terlalu lama, karena pada saat itulah dari luar pintu kembali muncul seseorang. Yang datang kali ini adalah seorang manusia berbaju putih, seluruh badannya mengenakan pakaian berwarna putih salju, paras mukanya juga dingin bagaikan salju. Kalau orang lain selalu berjalan masuk dengan langkah yang pelan, berbeda dengan orang ini. Tubuhnya enteng bagaikan hembusan angin, ketika segulung angin berhembus lewat, tahutahu orangnya sudah muncul didalam halaman. Pada saat itulah, mendadak dari luar pintu berkelebat lewat serentetan cahaya pedang berwarna hijau, begitu membubung ke angkasa dan menyambar ranting pohon, tahu-tahu cahaya tadi lenyap kembali tak berbekas. Seketika itu juga, semua dedaunan yang berada di atas pohon jatuh berguguran bagaikan bunga salju. Orang berbaju putih itu mendongakkan kepalanya memandang sekejap ke angkasa, kemudian ujung bajunya digetarkan dan menggape ke arah atas. Daun yang berguguran memenuhi angkasa itu seketika lenyap tak berbekas. Berbareng itu juga, orangnya juga turut lenyap tak berbekas, seakan-akan terbawa oleh hembusan angin saja. Pada saat itulah dari luar pintu kembali terdengar seseorang berseru dengan suara dalam: Koleksi Kang Zusi "Ong Tiong, Ong-cengcu apakah berada di sini?" Di bawah pohon Pek-yang lebih kurang dua kaki di depan sana, berdiri seorang kakek berambut putih yang memakai baju coklat, di tangannya menggenggam sebuah kartu undangan besar dan sedang mengawasi mereka dengan sorot mata tajam. Mereka berenam berdiri berjajar di depan pintu, seakan-akan secara khusus berjalan keluar agar terlihat lawan. Sorot mata kakek berbaju coklat itu perlahan-lahan bergerak memandangi wajah mereka satu persatu, kemudian baru ujarnya dengan suara dalam: "Siapakah yang bernama Ong cengcu?" "Aku !" sahut Ong Tiong. "Di sini ada selembar surat undangan yang khusus mengundang Ong-cengcu..." "Ada orang mengundangku untuk bersantap ?" "Benar !" "Kapan ?" "Malam ini !" "Dimana ?" "Di sini !" "Ooo, itu mah tak usah repot-repot." "Benar, memang tak usah repot-repot, asal Ong cengcu keluar pintu maka akan tiba di tempat tujuan." "Siapakah tuan rumahnya?" "Malam nanti tuan rumah pasti akan menantikan kedatanganmu, sampai waktunya Ong cengcu akan mengetahuinya sendiri." "Kalau memang begitu, buat apa secara khusus mengirimkan kartu undangan ini ?" "Tata krama tak boleh dilupakan, undangan toh masih penting artinya, maka silahkan Ong cengcu untuk menerimanya." Dia lantas mengangkat tangannya, kartu undangan yang berada di tangannyapun pelan-pelan melayang ke hadapan Ong Tiong, kartu itu melayang dengan mantap dan pelan, seolah-olah di bawahnya ada tangan tak berwujud yang menyunggingnya. Kembali Ong Tiong tertawa, katanya hambar: "Oooh.... rupanya secara khusus kau datang mengirimkan kartu undangan ini dengan tujuan untuk memamerkan ilmu khikang yang sangat hebat ini...?" Koleksi Kang Zusi "Ong cengcu jangan mentertawakan" kata si kakek berbaju coklat itu dengan suara dingin. Ong Tiong juga menarik wajahnya sambil berseru: "Barusan masih ada beberapa orang lagi, juga telah mendemontrasikan ilmu silat yang bagus sekali, apakah kau kenal dengan mereka?" "Kenal" "Siapakah mereka ?" "Mengapa Ong cengcu mesti bertanya kepada siapa ?" "Bukan bertanya kepadamu, lantas harus bertanya kepada siapa ?" Tiba-tiba kakek berbaju coklat itupun tertawa, sorot matanya seperti sengaja tak sengaja melirik sekejap ke arah Lim Tay-peng. Kwik Tay-lok sendiripun tanpa terasa memandang sekejap ke arah Lim Tay-peng, sekarang dia baru menjumpai kalau, paras muka Lim Tay-peng pucat pias seperti mayat, keadaannya tak jauh berbeda seperti keadaan Ong Tiong ketika menyaksikan layang-layang tempo hari. "Mungkin orang-orang itu sengaja datang untuk mencari Lim Tay-peng....?" Kakek berbaju coklat itu telah pergi. Ketika dia pergi, Ong Tiong tidak menghalangi, juga tidak bertanya lagi. Setiap orang dapat melihat sekarang, kedatangan orang-orang tak dikenal pada hari ini jelas ada hubungannya dengan Lim Tay-peng. Tapi tiada orang yang bertanya kepadanya, bahkan semua orang berusaha untuk menghindarkan diri untuk menyulitkan dirinya... Bahkan Kwik Tay-lok sengaja bertanya kepada Ong Tong: "Kau bilang kepandaian yang didemonstrasikan olehnya tadi adalah ilmu Khikang, ilmu macam apakah itu ?" "Khikang yaa Khikang, Khikang hanya ada semacam ?" "Hanya ada semacam." "Mengapa hanya ada semacam ?" "Karena Li- ji-ang sudah merupakan arak paling baik, lagi kalau setiap macam barang hanya ada semacam saja." "Kalau toh kau sudah memahami teori ini, mengapa masih bertanya lagi kepadaku ?" Kwik Tay-lok memutar biji matanya, kemudian menjawab: "Menurut pendapatku, yang paling menakutkan masih terhitung serangan pedang tadi, pada hakekatnya kemampuannya mirip dengan cerita dongeng yang mengatakan bahwa dengan pedang terbang bisa memotong kepala orang yang berada di suatu tempat sejauh seribu li." Koleksi Kang Zusi "Aaah, masih selisih jauh sekali !" "Kau pernah melihat ilmu pedang terbang?" "Belum pernah." "Lantas darimana kau bisa tahu kalau selisihnya banyak sekali ?" "Pokoknya aku tahu." Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, ujarnya sambil tertawa getir. "Mengapa secara tiba-tiba kau berubah menjadi orang yang tak pakai aturan ?" "Kapan kau pernah menyaksikan aku memakai aturan ?" "Jarang sekali" Tentu saja apa yang mereka bicarakan hanya kata-kata kosong yang sama sekali tak ada gunanya, sebab tujuan dari pembicaraan tersebut tak lain hanyalah ingin membuat pikiran Lim Tay-peng lebih santai dan ringan. Namun wajah Lim Tay-peng masih tetap pucat pias seperti mayat, bahkan sepasang tangannya digenggam menjadi satu dengan wajah tegang, seorang diri ia berjalan berputar-putar didalam halaman, mendadak ia berhenti lalu teriaknya keras-keras: "Aku mengetahui siapa mereka." Tiada orang yang memberi komentar, tapi setiap orang mendengarkan dengan seksama. Lim Tay-peng memandang sekejap ke arah bekas telapak kaki di atas tanah, kemudian berkata: "Orang ini bernama Jiang Liong, dia adalah seorang manusia paling hebat ilmu gwakangnya diantara delapan naga dari luar angkasa" "Delapan naga dari luar angkasa!" Ong Tiong mengerutkan kening. "Apakah tiga orang yang menampakkan diri tadi adalah orang-orang dari Thian-gwa-pat-liong (delapan naga dari angkasa) ?" "Betul." "Apakah kau maksudkan Thian-liong-pat-ciang (delapan panglima naga langit) di bawah pimpinan Lok-sang-liong-ong (raja naga dari daratan) ?" "Thian-gwa-pat-liong hanya ada sejenis." "Dari mana kau bisa tahu ?" Ong Tiong memandang sekejap ke arah Kwik Tay-lok, kedua orang itu segera tertawa tergelak. Koleksi Kang Zusi "Inilah yang dinamakan satu pukulan dibalas dengan satu pukulan, bahkan cepat benar datangnya pembalasan ini." seru Kwik Tay-lok. Sebaliknya dari balik mata Lim Tay-peng memancarkan sinar kepedihan, ia menggenggam tangannya kencang-kencang, kemudian berjalan bolak-balik lagi beberapa saat, mendadak ia berhenti lalu berteriak dengan suara yang amat keras: "Merekapun tahu siapakah aku !" "Kalau soal itu mah tak usah mereka memberitahukan lagi kepadaku, aku juga tahu." seru Kwik Tay-lok sambil tak tahan tertawa lagi. Lim Tay-peng menatapnya lekat-lekat, sorot matanya seperti nampak aneh sekali, serunya cepat: "Kau benar-benar tahu ?" "Tentu saja" "Siapakah aku ?" Sebenarnya pertanyaan ini merupakan sebuah pertanyaan yang sederhana sekali, tetapi Kwik Tay-lok justru dibikin tertegun sampai tak mampu menjawab. Tiba-tiba Lim Tay-peng menghela napas panjang, wajahnya menunjukkan penderitaan yang lebih hebat, pelan-pelan katanya: "Tiada orang yang mengetahui siapakah aku, bahkan aku sendiripun tak ingin tahu." "Mengapa ?" tak tahan Kwik Tay-lok bertanya: Lim Tay-peng memandang tangan sendiri yang menggenggam kencang itu, kemudian jawabnya: "Karena aku adalah putra kandung dari Lok-sang-liong-ong si raja naga di atas daratan tersebut." Begitu ucapan tersebut diutarakan, bahkan Ong Tiong pun ikut memperlihatkan rasa kaget dan tercengang yang luar biasa. Kwik Tay-lok ikut tertegun, rasa kagetnya bagaikan ketika ia mendengar Yan Jit adalah puteri dari Lamkiong Cho. Ang Nio-cu tertawa paksa, lalu katanya: "Ayahmu menjagoi seluruh kolong langit, pengaruhnya meluas sampai dimana-mana, siapakah orang persilatan yang tidak menaruh hormat kepadanya....?" "Aku !" tukas Lim Tay-peng secara tiba-tiba dengan suara keras bagaikan geledek. "Kau?" Ang Nio-cu tertegun. Lim Tay-peng menggigit bibirnya kencang-kencang, katanya lebih lanjut: "Aku hanya berharap tidak mempunyai seorang ayah semacam dia !" Koleksi Kang Zusi "Sekalipun kau merasa tidak puas dengan ikatan perkawinan yang dilakukan olehnya, tidak seharusnya...." "Bukan dia yang meminangkan bagiku." tukas Lim Tay-peng dengan secara tiba-tiba. "Bukan ?" Kwik Tay-lok tertegun... Sepasang mata Lim Tay-peng berkaca-kaca, dengan kepala tertunduk ujarnya pelan. "Ketika aku berusia lima tahun, ia telah meninggalkan kami, sejak itu aku tak pernah bersua lagi dengannya." "Jadi kau... kau selalu mengikuti ibumu?" Lim Tay-peng mengangguk, air matanya telah jatuh berlinang membasahi pipinya. Kwik Tay-lok tak bisa bertanya lagi, diapun tak perlu untuk bertanya lagi. Ia memandang sekejap ke arah Yan Jit, kedua orang itu merasa segala sesuatunya menjadi jelas, lelaki seperti Lok-sang-liong-ong memang bukan suatu kejadian yang aneh bila ia sampai meninggalkan seorang perempuan. Tapi jika perempuan yang ditinggalkan adalah ibunya sendiri, sedikit banyak yang menjadi anaknya akan timbul pula suatu perasaan yang tak sedap. Setiap orang merasa simpatik terhadap Lim Tay-peng, namun perasaan tersebut tak berani diungkapkan keluar, rasa simpatik dan kasihan ada kalanya hanya akan melukai perasaan saja. Sekarang, satu-satunya orang yang dapat menghibur Lim Tay-peng hanyalah si nona kecil itu. Semua orang ingin memberi tanda kepadanya, agar tetap tinggal di sana menemani Lim Taypeng, tapi secara tiba-tiba mereka menjumpai paras muka nona kecil itupun tidak jauh berbeda dengan keadaan dari Lim Tay-peng. Paras mukanya juga pucat pias menakutkan, kepalanya tertunduk rendah-rendah, bibirnya digigit kencang, bahkan bibirnya kelihatan pecah-pecah karena digigit terlampau keras. Mungkinkah si nona kecil yang polos dan berhati baik inipun mempunyai suatu rahasia yang tak boleh diketahui orang ? Tiba-tiba Lim Tay-peng bergumam seorang diri: "Kali ini, dia datang kemari tentu ingin memaksa aku pulang.... karena kuatir aku kabur, maka semua jalan lewat ditutup rapat" "Apa yang hendak kau lakukan?" tidak tahan Kwik Tay-lok bertanya. Lim Tay-peng menggenggam sepasang kepalannya kencang-kencang, kemudian menjawab: "Aku bertekad tak akan pulang bersamanya, sejak dia meninggalkan kami dulu, aku sudah tak mempunyai ayah lagi." Koleksi Kang Zusi Ia menyeka air matanya dan mendongakkan kepala, wajahnya memperlihatkan kebulatan tekadnya, setelah memandang sekejap ke arah Ong Tiong sekalian, sepatah demi sepatah dia berkata: "Entah bagaimanapun juga, persoalan ini tiada hubungannya dengan kalian, oleh karena itu, malam nanti kalianpun tak usah pergi menjumpainya, aku...." "Kau juga tak usah pergi." tiba-tiba nona cilik itu berseru. Lim Tay-peng tertegun, ia tertegun sampai lama sekali, kemudian baru tak tahan bertanya: "Mengapa akupun tak usah pergi ?" "Karena yang mereka cari juga bukan kau." "Kalau bukan aku lantas siapa ?" "Aku !" Begitu ucapan tersebut diutarakan, semua orang merasa semakin terperanjat lagi. Lok-sang liong-ong yang menjagoi seantero jagad, mengapa secara khusus datang kesana untuk mencari seorang nona cilik penjual bunga ? Siapa yang akan mempercayai perkataannya ini ? Tapi, melihat paras muka nona cilik itu, mau tak mau semua orang harus mempercayainya juga. Dia seakan-akan sudah berubah menjadi orang lain, tidak malu-malu kucing lagi, sorot matanya tertuju ke depan mengawasi Lim Tay-peng tanpa berkedip. "Tahukah kau, siapakah aku?" Sebenarnya pertanyaan inipun mudah untuk dijawab, tapi Lim Tay-peng justru dibuat tertegun oleh pertanyaan itu... Si nona cilik memandang sekejap ke arahnya, sekulum senyuman sedih segera tersungging di ujung bibirnya, pelan-pelan dia melanjutkan: "Tiada orang yang tahu siapakah aku, bahkan aku sendiripun tak ingin tahu..." Perkataan inipun serupa dengan yang baru saja dikatakan Lim Tay-peng, tapi sekarang dia telah mengulanginya kembali, seharusnya semua orang merasa geli. Tapi setelah menyaksikan paras mukanya sekarang, siapapun merasa tak sanggup untuk tertawa geli. Seandainya tiada Yan Jit di situ, hampir saja Kwik Tay-lok akan maju untuk menggenggam tangannya dan bertanya mengapa ia begitu sedih, merasa begitu susah. Dia masih muda, kehidupannya begitu panjang, persoalan apakah yang tak dapat diselesaikan olehnya? Lim Tay-peng telah maju ke depan dan menggenggam tangannya erat-erat, lalu dengan lembut berkata: Koleksi Kang Zusi "Perduli siapakah dirimu yang sebenarnya, hal itu bukan masalah bagiku, sebab aku hanya tahu kau adalah kau." Nona cilik itu membiarkan tangannya yang dingin digenggam olehnya, setelah itu katanya: "Aku tahu apa yang kau ucapkan adalah kata-kata sejujurnya, cuma saja.... kau sepantasnya bertanya dulu dengan jelas, siapakah aku ini yang sebenarnya." Lim Tay-peng tertawa paksa. "Baiklah," ia berkata. "aku ingin bertanya kepadamu, sebenarnya siapakah kau !" Nona cilik itu segera memejamkan matanya rapat-rapat, kemudian menjawab pelan: "Aku adalah calon istrimu, bakal menantu ibumu, tapi ayahmu adalah musuh besarku" Tiba-tiba Lim Tay-peng merasakan sekujur badannya dingin, kaku, tangannya yang menggenggam tangan nona itupun pelan-pelan dilepaskan, terjulai lemas. Perasaannya ikut tenggelam, seakan-akan tenggelam ke kolam dingin yang menusuk badan, ia merasa perasaannya amat kalut. Giok Ling-long ! Ternyata gadis itu adalah Giok Ling-long. Tak ada orang yang percaya kalau hal ini merupakan suatu kenyataan, tak ada orang yang sudi mempercayainya. Nona cilik, yang lemah lembut dan berbudi luhur ini ternyata adalah si iblis perempuan yang binal, angkuh, buas dan kejam. Sorot mata semua orang bersama-sama ditujukan ke atas wajahnya. Ia menundukkan kepalanya rendah-rendah, rambutnya kusut, hatinya serasa hancur lebur tak karuan. Tiba-tiba muncul perasaan iba dalam hati Kwik Tay-lok, sambil menghela napas dan tertawa getir, katanya: "Kau adalah menantu pilihan ibunya, tapi merupakan musuh besar dari ayahnya, mana mungkin di dunia ini terdapat hubungan yang begitu kacau balau tak karuan ? Kau.... kau sudah pasti sedang bergurau." Tentu saja diapun tahu kalau hal ini bukan gurauan belaka, tapi dia lebih rela untuk mempercayai kalau hal ini bukan sesuatu yang benar-benar telah terjadi. Tertawa Giok Ling-long semakin mengenaskan, katanya lagi dengan wajah sedih: "Aku memahami maksud baikmu, sayang banyak persoalan di dunia ini justru demikian keadaannya." "Aku masih tetap tidak percaya." Koleksi Kang Zusi Giok Ling long menundukkan kepalanya rendah-rendah, kemudian katanya: "Dendam kesumat antara Lok sang liong ong dengan keluarga Giok kami telah berlangsung banyak tahun, dua puluh tahun berselang dia pernah bersumpah, akan menyaksikan orang terakhir dari keluarga Giok punah dari muka bumi." "Aaah, kalau begitu ayahmu telah..." Kwik Tay-lok tak berani melanjutkan pertanyaannya, karena seandainya ayah Giok Ling long benar-benar telah tewas ditangan Lok sang liong ong, maka dendam kesumat karena pembunuhan terhadap ayahnya ini tidak mungkin bisa diselesaikan oleh orang lain. Giok Ling long segera menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya dengan cepat: "Ayahku tidak mati di tangannya." Sorot matanya kembali memancarkan sinar kebencian dan rasa dendam, sambungnya lebih jauh dengan suara dingin: "Sebab sekalipun dia mempunyai kepandaian yang luar biasa, mustahil ia dapat membunuh seseorang yang telah mati." Kwik Tay-lok menghembuskan napas lega, tapi tak tahan serunya lagi dengan kening berkerut: "Ibumu...." "Ibuku bukan she Giok, dia she Wi." "She Wi ? Apakah kakak beradik dengan Lim-hujin ?" Giok Ling-long segera mengangguk. "Justru karena hubungan ini, maka dia baru melepaskan ibuku, tapi dia sama sekali tak tahu kalau pada waktu itu dalam rahim ibuku sudah terdapat aku, aku masih tetap she Giok !" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Aaai... di kemudian hari tentunya dia sudah tahu kalau ada manusia semacam kau, bukan ?" "Untuk menyembunyikan diri darinya, kalau dia berada di utara, maka aku tak akan pergi ke utara, jika dia di selatan, akupun tak akan pergi ke selatan, nama besarnya jauh lebih termasyhur daripada aku, maka bila aku berusaha menghindarkan diri dari kejarannya, hal ini lebih mudah kulakukan." Sambil tertawa getir Kwik Tay-lok bergumam: "Aku sudah lama berkata, bila seseorang terlalu tenar, hal itupun bukan merupakan sesuatu perbuatan yang terlalu baik." "Tapi juga tidak terlalu jelek." "Sebenarnya keliru bila ibumu membiarkan kau turut menjadi tenar di dalam dunia persilatan, andaikata kau benar-benar hanya seorang nona kecil yang biasa dan tiada sesuatu yang aneh, mungkin selama hidup dia tak akan berhasil menemukan dirimu." Koleksi Kang Zusi "Kalau aku harus hidup dalam keadaan seperti ini, maka apa bedanya dengan kematian?" sahutnya keras-keras menahan emosi. "Banyak sekali manusia di dunia ini yang hidup dalam keadaan dan suasana seperti ini, toh mereka dapat hidup dengan senang dan baik." "Tapi keluarga Giok kami tak pernah terdapat manusia semacam ini, nama besar keluarga Giok juga tak boleh punah dengan begitu saja di tanganku...." "Dimanakah ibumu sekarang ?" "Tahun berselang telah meninggal dunia" sahut Giok Ling-long dengan wajah murung. Setelah berhenti sejenak, katanya lebih lanjut sambil menggigit bibirnya kencang-kencang. "Sesaat sebelum meninggal, dia masih kuatir kalau Lok-sang-liong-ong tak akan melepaskan aku, maka sengaja dia datang mencari adik perempuannya." "Jadi dia yang pergi mencari Lim hujin?" Giok Ling-long mengangguk. "Dia berharap Lim-hujin dapat menghapuskan permusuhan diantara kami dua keluarga, sayang sekali Lim-hujin sendiripun tidak mampu berbuat apa-apa, maka...." "Maka dia baru menjodohkan kau kepada putra tunggalnya, agar dengan ikatan perkawinan ini maka permusuhan antara dua keluarga dapat diakhiri." "Aku tahu begitulah maksudnya." Kwik Tay-lok segera melirik sekejap ke arah Lim Tay-peng dengan ekor matanya, kemudian setelah menghela napas panjang katanya: "Sayang sekali putranya justru tak dapat memahami maksud baik dari ibunya..." "Ya, generasi yang muda memang mustahil bisa memahami maksud baik angkatan tuanya, begitu pula dengan diriku, sebenarnya akupun enggan untuk menjadi menantunya keluarga Lim mereka." Dia tak berani memandang langsung ke arah Lim Tay-peng, tapi ujung matanya, toh tanpa terasa mengerling juga ke arah pemuda itu. Sekujur badan Lim Tay-peng segera merasa dingin dan kaku bagaikan diceburkan ke dalam salju, tiba-tiba serunya: "Kalau memang begitu, mengapa kau datang kemari untuk mencari aku? Mengapa?" Suara tertawa Giok Ling long semakin sedih dan rawan, dan hanya dengan hati yang pilu: "Masa kau tidak mengerti ?" "Tentu saja aku tidak mengerti" Giok Ling long menggigit bibirnya kencang-kencang untuk menahan agar air matanya jangan meleleh keluar, kemudian tanyanya lagi: Koleksi Kang Zusi "Kau benar-benar tidak mengerti?" "Tidak mengerti !" Sekujur badan Giok Ling long gemetar keras jeritnya kemudian: "Baik, kuberitahukan kepadamu, aku berbuat demikian karena aku pernah berkata kepadamu, suatu hari kau pasti akan memohon kepadaku agar mau kawin denganmu." Lim Tay-peng segera merasakan dadanya seperti dihantam orang keras-keras, untuk berdiri tegakpun tak sanggup. Giok Ling long sendiripun hampir roboh ke tanah. Entah berapa saat kemudian, Lim Tay-peng baru berseru lagi sambil menggertak gigi: "Aku mengerti sekarang... aku sudah mengerti." Ia tidak mengatakan apa-apa lagi, mendadak membalikkan badan dan masuk ke dalam kamar sendiri. "Blaaam !" pintu ditutup keras-keras. Giok Ling long tidak memanggilnya, juga tidak memandang ke arahnya, tapi air matanya telah jatuh bercucuran.... (Bersambung Jilid ke 32) Jilid 32 MENGAPA sebelum angin badai dan hujan deras akan menjelang tiba, suasana selalu diliputi oleh keheningan yang mencekam? Udara amat bersih, suasana amat cerah. Tiada badai, tiada hujan deras. Hujan badai hanya ada didalam hati manusia. Hanya bencana yang timbul akibat hujan badai semacam inilah baru merupakan keadaan yang benar-benar menakutkan. Sedemikian heningnya suasana di serambi itu hingga suara dengusan napas Ong Tiong yang berada dalam kamarpun dapat terdengar jelas. Dengus napasnya amat berat, agaknya ia sudah tertidur pulas. Orang yang bisa tidur dalam suasana semacam ini memang benar-benar merupakan seorang manusia yang punya kepandaian. Kwik Tay-lok dan Yan Jit entah telah pergi kemana, gerak gerik pengantin baru memang selalu tampak agak misterius dan penuh diliputi kerahasiaan di hadapan orang lain. Hanya Ang Nio-cu yang menemani Giok Ling-long, dua orang yang kesepian dengan dua hati yang hancur lebur. Koleksi Kang Zusi Dengan termangu-mangu Giok Ling-liong, memandang ke tempat kejauhan sana, dikejauhan situ tak ada apa-apa, matanya juga tidak berhasil menyaksikan apa-apa. Seluruh tubuhnya seakan-akan telah berubah menjadi kosong melompong. Tiba-tiba Ang Nio-cu menghela napas panjang, kemudian katanya: "Aku tahu, tadi kau telah berbohong." "Berbohong?" Giok Ling-long agak keheranan. "Kali ini kau datang lagi mencarinya bukan lantaran hendak membalas dendam, kaupun bukan berbuat demikian demi memaksanya untuk berlutut dan memohon kepadamu." "Aku bukan ?" "Dulu, mungkin saja kau enggan menjadi menantunya keluarga Lim, tapi sekarang kau bersedia menjadi istrinya Lim Tay-peng, aku dapat menyaksikan kesemuanya itu." Setelah menghela napas panjang, lanjutnya: "Tapi aku benar-benar merasa tidak habis mengerti, mengapa kau tidak bersedia memberitahukan kepadanya?" Giok Ling-long menggigit bibirnya kencang-kencang, kemudian sahutnya cepat: "Kalau toh kau saja dapat melihatnya, dia pasti dapat melihatnya pula...." "Aaai.... kau masih belum dapat memahami perasaan orang lelaki," kata Ang Nio cu sambil menghela napas. "terutama sekali lelaki macam dia, walaupun ia nampaknya lemah-lembut, sesungguhnya berhati keras melebihi siapapun." "Ooh....." "Tapi orang yang berhati keras, seringkali merupakan pula orang yang paling lemah, asal orang lain melukai dirinya sedikit saja, maka hatinya akan hancur luluh." "Kau menganggap aku telah melukai hatinya..?" "Kau tidak seharusnya berkata demikian kepadanya, sepantasnya jika kau katakan apa adanya, utarakan pula rasa cintamu kepadanya, agar dia tahu kalau kau bersungguh-sungguh, dengan begitu dia baru akan bersungguh-sungguh pula menghadapi dirimu." Giok Ling-long tertawa rawan. "Aku cukup memahami ucapanmu itu, sebenarnya akupun ingin berbuat demikian, tapi...." Ia menundukkan kepalanya rendah-rendah, rendah sekali, kemudian menyambung dengan suara lirih: "Sekarang, entah apapun yang harus kulakukan, kesemuanya sudah terlalu lambat.." Ang Nio-cu menatap ke arahnya, dari balik sorot matanya terpancar perasaan kasihan, simpatik dan iba, seakan dari tubuh si nona yang keras kepala ini, dia menyaksikan pula bayangan tubuh dari dirinya sendiri. Koleksi Kang Zusi Benar, sekarang segala sesuatunya memang sudah terlampau lambat. Kesempatan baik hanya tersedia dalam waktu singkat, bila kesempatan tersebut telah disiasiakan maka selamanya tak akan datang kembali. Ang Nio-cu tertawa paksa, lalu katanya: "Mungkin sekarang masih belum terlambat, mungkin juga kau harus menggunakan sedikit tindakan untuk menghadapinya. Menghadapi seorang lelaki, ada kalanya memang perlu menggunakan suatu tindakan yang tegas, asal ia bersedia mengawinimu, maka kau adalah menantunya keluarga Lim, dan aku rasa Lok-sang-liong-ong juga tak akan...." Tiba-tiba Giok Ling-long mengangkat kepalanya dan menukas kata-katanya yang belum selesai itu: "Kau tak usah banyak berbicara lagi, aku sudah mempunyai perhitunganku sendiri, entah bagaimanapun juga, Lok-sang-liong-ong toh tetap seorang manusia, mengapa aku harus merasa takut kepadanya?" Walaupun wajahnya masih diliputi rasa sedih dan pilu, akan tetapi sorot matanya telah memancarkan kekerasan hati serta keangkuhannya menghadapi kenyataan. Dia sesungguhnya adalah seorang perempuan keras hati yang enggan tunduk kepada siapapun. Ang Nio-cu menundukkan kepalanya rendah-rendah, dia tahu dirinya memang tak perlu untuk berkata lebih jauh, dia pun tak dapat berkata lebih lanjut. Tiba-tiba Giok Ling Long menggenggam tangannya erat-erat, lalu ujarnya dengan suara lembut: "Entah apapun yang kau katakan, aku masih tetap merasa berterima kasih sekali atas maksud baikmu itu." "Akupun tahu." "Tapi ada satu hal yang tidak akan kau pahami." "Katakanlah." Giok Ling Long memandang sekejap ke arah jendela kamar Ong Tiong, kemudian pelan-pelan bertanya: "Kau memang seorang yang pandai sekali menyelami perasaan orang lain, tapi mengapa justru seperti tak dapat menyelami perasaannya." Ang Nio-cu tertawa, diapun tertawa rawan, lewat lama kemudian baru menghela napas sedih: "Mungkin hal ini disebabkan dia memang bukan manusia, kalau tidak, mengapa dalam keadaan beginipun dia dapat tertidur?" "Benarkah Ong Tiong sudah tertidur ?" Koleksi Kang Zusi Mengapa secara tiba-tiba tidak terdengar lagi suara dengusan napas yang muncul dari dalam kamarnya? Lok-sang-liong-ong bersandar di atas pembaringan berlapiskan kulit harimau, dia sedang menatap Ong Tiong lekat-lekat, seakan-akan ingin membuat dua buah lubang besar di atas wajahnya. Bahkan Ong Tiong sendiripun merasa wajahnya seakan-akan telah muncul dua buah lubang besar. Belum pernah ia saksikan sepasang mata manusia yang begitu tajam, ia pun belum pernah menjumpai seorang manusia seperti ini. Lok sang liong ong yang berada dalam bayangannya, bukanlah seorang manusia seperti ini. Lantas, Lok sang liong ong seharusnya manusia macam apa? Tentu saja tinggi besar, amat berwibawa, amat gagah, keren, bermuka merah berjenggot panjang, berhidung besar dan bermulut lebar, mungkin rambutnya sudah berubah semua, tapi pinggangnya sudah pasti masih tegap dan lurus, seakan-akan malaikat yang berada dalam lukisan. Suara pembicaraannya pasti amat keras seperti genta yang dibunyikan bertalu-talu, bisa menggetarkan hati dan memekikkan telinga, bila dia sedang gusar maka lebih baik berusahalah untuk menyingkir dari hadapannya sejauh mungkin. Bahkan Ong Tiong telah bersiap untuk mendengarkan suara pekikannya yang penuh dengan nada amarah itu. Tapi apa yang diduga olehnya ternyata sama sekali keliru besar. Begitu berjumpa dengan Lok-sang-liong-ong, dia segera tahu, entah siapa saja yang ingin membangkitkan amarahnya, jelas hal itu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Hanya manusia yang jarang marah baru terhitung benar-benar menakutkan. Paras mukanya pucat pias seperti mayat, rambutnya amat jarang, jenggotnya juga tidak panjang, rambut serta jenggotnya di sisir dan diatur amat rapi, sepasang tangannya juga di rawat amat baik, membuat orang sukar percaya kalau sepasang tangan itu pernah digunakan untuk membunuh manusia. Pakaian yang dikenakan amat sederhana, karena dia tahu sudah tak perlu untuk mempergunakan pakaian yang mewah lagi, diapun tak perlu mengenakan barang-barang berharga untuk memamerkan kedudukan serta kekayaannya. Sewaktu Ong Tiong datang, ia tidak berdiri untuk menyambut. Entah siapapun yang datang, dia tak mungkin akan bangkit berdiri. Sekalipun demikian, siapapun tak akan menyalahkan ketidak hormatannya itu. Sebab dia hanya mempunyai sebelah kaki. Tokoh silat yang malang melintang dalam kolong langit dan tiada tandingannya di dunia ini ternyata hanya memiliki sebuah kaki yang cacad, kenyataan ini sungguh berada di luar dugaan siapapun. Koleksi Kang Zusi Dalam tenda yang sangat besar, suasana sepi dan hening, kecuali mereka berdua, tidak dijumpai orang ketiga. Ong Tiong sudah masuk cukup lama, tapi dia hanya mengucapkan empat patah kata saja: "Aku adalah Ong Tiong !" Tapi Lok-sang-liong-ong justru tak mengucapkan sepatah katapun, bila berganti orang lain, dia pasti akan mengira orang itu tidak mendengar apa yang diucapkan. Tapi Ong Tiong tidak berpendapat demikian. Ong Tiong tahu, dia pasti sedang menyusun suatu rencana sebelum berbicara. Ada semacam orang yang selamanya enggan mengucapkan perkataan yang salah, walau hanya sepatah katapun, jelas dia adalah manusia macam itu. Anehnya, manusia semacam ini justru seringkali mengucapkan selaksa kata keliru... Ong Tiong masih menunggu, menunggu sambil berdiri. Akhirnya Lok-sang-liong ong menggerakkan tangannya menunjuk ke sebuah bangku berkulit serigala di hadapannya seraya berkata: "Duduk !" Ong Tiong segera duduk. Kembali Lok-sang-liong-ong menuding sebuah cawan emas yang terletak di atas meja, lalu katanya lagi: "Arak !" Ong Tiong menggeleng. "Kau hanya minum arak dengan teman?" mencorong sinar tajam dari balik mata Lok-sangliong ong. "Ada kalanya juga terkecuali." "Kapan ?" "Bila aku bermaksud untuk menyelesaikan suatu persoalan dengan orang lain. Tapi aku tidak bermaksud berbuat demikian kepadamu." "Mengapa ?" "Sebab aku pernah berbuat demikian terhadap orang yang pantas kuhormati." Lok-sang-liong-ong menatapnya lekat-lekat, lewat lama kemudian ia baru berseru sambil tertawa: "Kedatanganmu terlampau awal." Koleksi Kang Zusi "Aku memang bukan datang untuk minum arak." Lok-sang-liong-ong pelan-pelan mengangguk, katanya: "Tentu saja kau bukan.." Dia mengambil cawan kembali yang berada di hadapannya dan pelan-pelan minum seteguk, kemudian dengan sorot mata setajam sembilu ia menatap wajah Ong Tiong lekat-lekat. "Kau sedang memperhatikan kakiku?" serunya. "Yaa, benar." "Kau tentu merasa heran bukan, siapa yang telah membacok kakiku ?" "Benar." "Inginkah kau untuk mengetahuinya ?" "Tidak ingin." "Mengapa ?" "Sebab entah siapakah orangnya, sudah pasti saat ini orangnya sudah mati...." Tiba-tiba Lok-sang-liong-ong tertawa. "Tampaknya kau bukan seorang manusia yang suka banyak bicara." "Ya, aku memang bukan." "Aku suka dengan orang yang jarang berbicara, sebab orang yang jarang berbicara biasanya apa yang dikatakan lebih dapat dipercaya..." "Biasanya memang demikian." "Bagus, sekarang kau boleh mengutarakan secara berterus terang, apa maksud kedatanganmu saat ini ?" Tidak menunggu Ong Tiong buka suara, dengan dingin dia melanjutkan kembali: "Paling baik kalau diutarakan hanya dengan sepatah kata saja." "Kau tak boleh membunuh Giok Ling-long!" "Mengapa tidak boleh?" Lok-sang-liong ong menarik muka. "Jika kau masih menginginkan Lim Tay-peng hidup, maka kau tak boleh membunuh Giok Linglong." "Maksudmu bila kubunuh Giok Ling-long, maka Lam Tay-peng akan mati lantaran dia?" "Kau tidak percaya?" Koleksi Kang Zusi "Kau percaya ?" "Bila aku tidak percaya, aku tak datang kemari." "Kau percaya di dunia ini terdapat orang lain yang bersedia mati demi orang lain ?" "Bukan saja ada, lagi pula banyak sekali." "Katakan dua orang diantaranya." "Lim Tay-peng, aku !" Tiba-tiba Lok-sang-liong-ong tertawa lebar. "Kau tidak percaya ?" seru Ong Tiong. "Dan kau percaya ?" "Kalau memang begitu, bagaimana kalau kita bertaruh ?" "Bertaruh apa ?" "Menggunakan selembar nyawaku untuk dipertaruhkan dengan selembar nyawa Giok Linglong." "Bagaimana caranya bertaruh ?" "Andaikata Lim Tay-peng tidak bersedia mati demi Giok Ling-long, setiap saat kau boleh membunuh aku." "Kalau sebaliknya ?" "Kau boleh segera angkat kaki dari sini, maka menang atau kalah, kau tak akan menderita kerugian apa-apa." "Tidak menderita kerugian apa-apa?" seru Lok-sang-liong-ong sambil tertawa dingin. "Orang yang bisa berpikir demikian, sudah pasti mempunyai dua buah kaki." "Sekalipun ada orang memenggal sebuah kakiku, aku hanya akan pergi mencari orangnya, tak akan pergi mencari puterinya." Sorot mata Lok-sang-liong-ong berubah semakin tajam lagi, lama sekali ia menatap wajahnya tanpa berkedip, kemudian pelan-pelan baru berkata: "Dapatkah kau buktikan kalau Lim Tay-peng bersedia mati baginya ?" "Aku tak dapat, tapi kau dapat." Pelan-pelan dia melanjutkan: "Tapi aku percaya, dengan cepat dia pasti akan datang pula ke tempat ini" Benar juga, ada orang yang datang ke situ, tapi yang datang bukan Lim Tay-peng, melainkan Ang Nio-cu, Kwik Tay-lok dan Yan Jit. Koleksi Kang Zusi Sewaktu mereka masuk ke dalam, Ong Tiong sudah tidak berada didalam tenda lagi. Melihat mimik wajahnya itu, jelas mereka pun terkejut seperti apa yang dialami Ong Tiong tadi... Siapapun tidak menduga kalau Lok-sang-liong-ong adalah manusia semacam ini. Tujuan dari kedatangan mereka kesana seperti juga Ong Tiong, karena terhadap teman merekapun menaruh suatu perasaan yang erat dan rasa percaya yang kuat. Kepercayaan memang suatu hal yang sangat aneh, seakan-akan tak pernah akan membuat orang kecewa..... demikian pula persahabatan. Lim Tay-peng memang tidak membuat mereka merasa kecewa. Sambil bersandar di atas pembaringannya yang berlapiskan kulit harimau, Lok-sang-liong long mengawasi Lim Tay-peng. Dia adalah putra kandungnya, putra tunggalnya, sudah hampir lima belas tahun dia tak pernah berjumpa dengannya. Tapi ketika ia memandang ke arahnya, tidak jauh berbeda sikapnya seperti ketika berjumpa dengan Ong Tiong. Setelah lewat lama kemudian, dia baru mengulurkan tangannya sambil menuding ke arah bangku berlapiskan kulit serigala yang barusan ditempati Ong Tiong itu. "Duduk !" Tapi Lim Tay-peng tidak duduk. Tubuhnya sudah menjadi kaku, wajahnya turut menjadi kaku, hanya sepasang matanya saja yang berkaca-kaca. Sekarang dia telah berhadapan dengan ayah kandungnya, ayah kandung yang belum pernah dijumpai selama lima belas tahun lamanya. Airmatanya tidak dibiarkan meleleh. Keluarpun sudah terhitung suatu yang tidak mudah. Paras muka Lok-sang-liong-ong masih tetap kaku tanpa emosi, namun di bawah kelopak matanya tiba-tiba muncul beberapa buah kerutan, akhirnya dia menghela napas panjang. "Aai.... kau sudah menginjak menjadi dewasa, tampaknya kau sudah mempunyai pendapatmu sendiri." Bibir Lim Tay-peng masih tertutup rapat-rapat tanpa mengucapkan sepatah katapun jua. "Bila kau enggan berbicara, mengapa harus datang kemari ?" kembali Lok-sang- liong-ong menegur. Lim Tay-peng termenung lagi beberapa saat lamanya, kemudian pelan-pelan baru berkata: "Aku tahu, selamanya kau enggan mendengarkan kata-kata yang tak ada gunanya." Koleksi Kang Zusi "Benar." "Apakah kau bertekad hendak membunuh habis semua anggauta keluarga Giok yang ada di dunia ini ?" "Benar." "Sekarang keluarga Giok tinggal seorang" "Benar." Lim Tay peng menggenggam tangannya kencang-kencang, kemudian sepatah demi sepatah katanya: "Bila kau membunuhnya, akupun pasti akan membunuh seorang anggauta keluarga Lim." "Kau hendak membunuh siapa ?" seru Lok sang liong ong sambil menarik muka. "Diriku sendiri !" Lok sang liong ong menatapnya tajam-tajam, kerutan pada ujung matanya nampak semakin dalam. Dia adalah putra kandungnya, darah dagingnya, darah yang mengalir didalam tubuh pemuda itu sama seperti darah yang mengalir dalam tubuhnya, ia sama keras kepalanya, sama angkuhnya. Siapapun tak dapat merubah kenyataan ini, termasuk dirinya sendiri. Lok-sang-liong-ong menghela napas panjang, kemudian katanya: "Kau harus tahu apa yang telah diucapkan keluarga Lim, selamanya tak akan berubah lagi." "Aku tahu, itulah sebabnya aku baru berkata demikian." Tiba-tiba dia melanjutkan: "Aku juga tahu kalau antara dia dengan kau sama sekali tiada ikatan dendam, bahkan berjumpapun tak pernah." "Apa hubungan perempuan itu denganmu? Mengapa kau menginginkan dia tetap hidup ?" "Karena selama dia masih hidup, aku baru dapat hidup." "Sudah sedemikian dalamkah cinta kasih kalian?" Lim Tay-peng menggigit bibirnya kencang-kencang. "Sebenarnya akupun tidak tahu...." "Sejak kapan kau baru tahu ?" tukas Lok sang-liong-ong cepat. "Sejak kau hendak membunuhnya.... benarkah kau akan merasa gembira bila ia telah kau bunuh ?" Koleksi Kang Zusi Lok-sang-liong-ong tidak bicara apa-apa lagi, dia membungkam dalam seribu bahasa. "Kau sendiripun tak dapat memutuskannya bukan ?" jengek Lim Tay-peng. "Tapi aku berani menjamin, bila kau telah membunuhnya, maka penderitaan yang bakal kau alami justru akan jauh lebih berat daripada sewaktu kau belum membunuhnya." "Kau benar-benar bersedia untuk mati baginya?" seru Lok-sang-liong-ong sambil menarik muka. "Mati bukan sesuatu yang gampang, tapi juga bukan sesuatu pekerjaan yang terlalu menyulitkan." "Bagaimana dengan dia ? Apakah diapun bersedia melakukan hal yang sama ?" Lim Tay-peng tak sanggup menjawab, dia segera terbungkam dalam seribu bahasa. "Kaupun tak dapat memastikan bukan ?" seru Lok-sang-liong-ong kemudian. "Mungkin hal ini dikarenakan keluarga mereka tiada bermaksud untuk membunuhku, tidak membawa dendam kesumat dari dua generasi yang lalu ke dalam generasi kami berikutnya." kata Lim Tay-peng pelan. Mencorong sinar tajam dari balik mata Lok-sang-liong-ong, tiba-tiba katanya: "Baik! kululuskan permintaanmu itu, tapi akupun mempunyai syarat." "Apa syaratmu ?" "Bila diapun bersedia mengorbankan diri bagimu, hal ini membuktikan kalau hubungan cinta kasih kalian memang benar-benar sudah mendalam, maka akupun akan melepaskan dirinya." "Kalau tidak?" "Kalau tidak kaupun harus mengerti, pada hakekatnya dia tak pantas untuk kau bela dengan mempertaruhkan selembar jiwamu!" Lim Tay-peng menggenggam tangannya kencang-kencang, kemudian katanya: "Apakah kau mengajak aku bertaruh? Menggunakan selembar jiwanya sebagai barang taruhan ?" "Paling tidak taruhan ini cukup adil, karena entah menang atau kalah dia sendirilah yang menentukan hal ini." "Dari mana kau bisa tahu kalau hal ini adil?" "Kujamin kau pasti dapat melihatnya, tapi kaupun harus mengabulkan sebuah permintaanku pula." Lim Tay-peng tidak berkata apa-apa, dia hanya mendengarkan belaka. "Sebelum menang kalah ditentukan, kau tak boleh mencampuri urusan ini.... siapa pun tak boleh mencampuri hal ini." Koleksi Kang Zusi Dengan sorot mata setajam sembilu, sepatah demi sepatah kata dia melanjutkan: "Kalau tidak, maka kalianlah yang akan dianggap sebagai pihak yang kalah dalam pertaruhan ini !" Dibalik tenda tampak sebuah tirai yang amat tebal, suasana amat gelap sehingga dari luar orang tak dapat melihat keadaan yang berlangsung di dalam. Tapi orang yang berada di balik tirai tersebut justru dapat melihat semua kejadian yang berlangsung di depan mata. Ong Tiong, Ang Nio-cu, Kwik Tay-lok dan Yan Jit berada di sana semua, juga mendengar setiap patah kata dan setiap ucapan yang diutarakan Lim Tay-peng. Mereka merasa amat terhibur, karena Lim Tay-peng tidak membuat mereka merasa kecewa. Tapi bagaimana dengan Giok Ling-long ? Sekarang, bukan hanya selembar nyawa sendiri saja yang berada di tangannya, bahkan selembar nyawa Lim Tay-peng pun berada pula di tangannya.... Tapi hal inipun merupakan keputusan yang diambil sendiri oleh Lim Tay-peng, jelas dia sudah menaruh perasaan percaya terhadap gadis itu. Mungkinkah gadis itu akan membuatnya kecewa ? Mereka dengar Lok-sang-liong-ong sedang bertanya lagi: "Tahukah kau, dulu dia adalah seorang perempuan macam apa ?" Jawaban dari Lim Tay-peng ternyata sederhana sekali: "Itu mah sudah kejadian lampau, sekalipun aku mengetahuinya, sekarang juga telah lupa." "Ia menggunakan cara apa sih hingga membuat kau begitu percaya kepadanya?" "Dia telah mempergunakan banyak cara, tapi yang paling manjur hanya satu." "Cara apa ?" "la telah berbicara sejujurnya." Kemudian sepatah demi sepatah dia melanjutkan: "Sebenarnya dia tak perlu menyatakan kepadaku, juga tak ada orang yang memaksanya, tapi dia telah berbicara sejujurnya." Entah mengapa, setelah mendengar perkataan itu, tiba-tiba Ang Nio-cu menundukkan kepalanya rendah-rendah. Kemudian Lim Tay-peng juga berjalan masuk ke dalam, memandang ke arah mereka, sorot matanya segera memancarkan perasaan berterima-kasih. Teman-temannya juga tidak membuatnya menjadi kecewa. Koleksi Kang Zusi Delapan orang berdiri tenang di depan tenda, sedemikian tenangnya ibarat delapan buah patung. Mereka adalah Thian-liong-pat-ciang di bawah pimpinan Lok-sang-liong-ong, salah seorang saja diantara mereka sudah cukup untuk menggetarkan suatu daerah. Tapi sorot mata Giok Ling-long justru seakan-akan tidak melihat kehadiran mereka. Pakaian yang dikenakan masih tetap baju berwarna hijau yang dipakainya sebagai seorang penjual bunga, sambil mengangkat kepala, dia berjalan melalui orang-orang itu dan masuk ke dalam tenda. Wajahnya masih amat tenang, tapi sorot matanya memancarkan kebulatan tekadnya. Kemudian diapun melihat Lok-sang-liong ong. Lok-sang-liong-ong tidak mempersilakan dia duduk, tapi sewaktu memandang ke arahnya, sorot mata itu justru tajam bagaikan pisau. Giok Ling-long juga tidak menunggu dia buka suara, dengan suara lantang segera serunya: "Kau tahu siapakah aku ?" Lok sang liong ong mengangguk. "Aku adalah keturunan terakhir dari keluarga Giok." ujar gadis itu. "Asal kau dapat membunuhku, maka apa yang kau cita-citakan akan terpenuhi pula." Lok sang liong ong termenung lama sekali kemudian pelan-pelan baru berkata: "Hal itu bukan merupakan cita-citaku" "Bukan ?" "Yaa, apa yang kau katakan, tak lebih hanya merupakan sepatah kata yang pernah kuucapkan saja." kata Lok sang liong ong dengan suara hambar. "Setiap patah kata yang kau ucapkan telah terpenuhi semua ?" "Hanya satu hal yang belum sempat aku lakukan" "Mungkin saat ini kau akan berhasil dengan cepat." "Mungkin ?" "Mungkin artinya belum tentu !" "Masa kau berani bertarung melawan diriku ?" Giok Ling-long segera tertawa dingin. "Mengapa tidak berani ? Apakah kau anggap dirimu sudah paling luar biasa sendiri" Koleksi Kang Zusi Tidak memberi kesempatan kepada Lok-sang-liong-ong buka suara, dengan cepat dia menyambung lebih jauh: "Bila hidup sebagai seorang manusia, dan tak mengurusi anak istri saja tak sanggup, sekalipun luar biasa juga ada batas-batasnya." Ternyata Lok-sang-liong-ong tidak menjadi gusar oleh perkataan itu, katanya dengan hambar: "Mereka toh bisa merawat diri sendiri." "Itu urusan mereka, bagaimana dengan kau ?" Giok ling-long tertawa dingin. "Apakah kau telah melaksanakan tugasmu dengan sebaik-baiknya?. Bila setiap orang yang menjadi ayah dan suami menirukan cara seperti kau, mungkin semua perempuan dan kanak-kanak sudah mati gemas." Akhirnya wajah Lok-sang-liong-ong berubah menjadi berat juga, sambil menarik muka katanya: "Apakah kau datang kemari hanya untuk mengucapkan perkataan seperti itu ?" "Aku hanya memperingatkan kepadamu saja, bahwa kau masih mempunyai seorang isteri dan seorang anak, lebih baik kau jangan sampai melupakan mereka, karena merekapun tidak pernah melupakan dirimu." "Sekarang kau telah memperingatkan diriku." kata Lok-sang-liong-ong dingin. Giok Ling-long menghembuskan napas panjang, katanya: "Benar, apa yang harus kukatakan memang sudah habis kusampaikan semua...." Tiba-tiba ia membusungkan dada dan merangkap tangannya menjura, serunya kemudian: "Silakan !" Walaupun dengan jelas dia tahu kalau sedang berhadapan muka dengan Lok-sang-liong-ong yang tiada tandingannya di kolong langit, walaupun tahu kalau di luar tenda masih ada Thian-liongpat- ciang yang menggetarkan dunia persilatan, tapi ia sama sekali tidak menunjukkan perasaan takut barang sedikitpun. Walaupun tubuhnya ramping dan lemah-lembut, namun kebulatan tekad serta keberaniannya benar-benar mengagumkan, apalagi sewaktu menjura sambil membusungkan dada sekarang, lamat-lamat ia memperlihatkan tekadnya untuk melawan kekuatan Lok-sang-liong ong. Tiba-tiba Lok sang liong ong tertawa, kemudian tanyanya: "Tahun ini kau sudah berumur berapa ?" Walaupun Giok Ling long tidak memahami apa sebabnya dia bertanya demikian, toh ia menjawab juga: "Tujuh belas." "Sejak berusia berapa tahun kau belajar silat ?" "Empat tahun." Koleksi Kang Zusi Sambil tertawa dingin Lok sang liong segera berseru: "Kau tidak lebih baru melatih diri selama tiga belas tahun, masih berani bertarung melawan diriku ?" Giok Ling-long juga tertawa dingin. "Sekalipun aku baru berlatih silat selama satu hari, aku akan tetap datang kemari untuk beradu kepandaian denganmu, sekalipun berbicara soal ilmu silat keluarga Giok masih belum dapat menandingi dirimu, kami bukan manusia berjiwa tempe !" Tiba-tiba Lok-sang liong-ong mendongakkan kepalanya dan tertawa bergelak. "Haaah.... haaaah.... haaaah.... bagus sekali, kau memang bersemangat, kau memang bernyali !" Ditengah gelak tertawanya yang amat nyaring, tiba-tiba tubuhnya melambung dari atas pembaringan, seakan-akan dari bawah tubuhnya terdapat sepasang tangan tak berwujud yang menyungging. Tanpa terasa Giok Ling Long mundur setengah ke belakang. Ia kenal jurus serangan ini mirip sekali dengan jurus Kian liong-sang-thian (naga sakti mengapung ke angkasa) dari ilmu Thian-liong-pat-si yang pernah didengarnya. Tapi dia sama sekali tidak menyangka kalau di dunia ini benar-benar terdapat manusia yang memiliki ilmu meringankan tubuh sesempurna ini. Siapa tahu meski berada ditengah udara ternyata Lok-sang-liong-ong masih sanggup untuk bersuara, katanya dengan suara dalam: "Hati-hati dengan jalan darah Cing-tong-hiat di sebelah kiri dan kanan tubuhmu." Jalan darah Cing-tong-hiat terletak di bawah iga bagian bawah, bilamana kena tertotok maka sepasang lengannya akan lumpuh dan tak bisa digunakan lagi. Tapi bila kau tidak mengangkat kedua belah tanganmu maka sulit buat orang lain untuk menotok kedua buah jalan darah itu. Sambil tertawa dingin Giok Ling long segera berpikir: "Sekalipun aku bukan tandinganmu, tapi bila kau ingin menotok kedua buah jalan darah Cing leng hiat ku, hal ini masih bukan suatu pekerjaan yang terlalu gampang." Dia bertekad, walau berada dalam keadaan apapun, dia tak akan mengangkat kedua belah tangannya. Dengan kedudukan Lok sang liong ong setelah dia mengatakan hendak menotok jalan darah Cing leng hiat nya, tentu saja bukan tempat lain yang akan diserangnya lagi. Pada saat itulah tubuh Lok sang liong ong secara tiba-tiba menyambar ke hadapannya, segulung angin pukulan yang amat keras menggetarkan ujung bajunya.. Dia membalikkan badannya, baru saja hendak menggunakan kesempatan itu untuk memunahkan tenaga yang menggulung tiba itu, mendadak.... Koleksi Kang Zusi "Plookk, Plookk !" kedua buah jalan darah Cing-keng-hiat di atas bahunya tahu-tahu sudah kena terhajar telak sehingga kedua belah tangannya tak sanggup diangkat lagi. Ketika memandang lagi ke arah Lok sang liong ong, tampak orang itu sudah berbaring kembali di atas pembaringannya dengan sikap yang amat santai, siapapun tak akan melihat kalau dia baru saja melancarkan serangan dahsyat. Saking gelisahnya paras muka Giok Ling long sampai berubah menjadi merah padam, teriaknya keras-keras: "Jalan darah yang kau totok adalah jalan darah ceng keng hiat, bukan jalan darah cing leng hiat!" "Tak usah kau peringatkan, jalan darah cian-keng hiat dan jalan darah cing-leng-hiat masih bisa kubedakan dengan jelas." "Hmmm, tak kusangka ucapan seorang dewasa ternyata tak bisa dipercaya dengan begitu saja." "Kapan aku bilang kalau jalan darah cing leng hiat mu akan kutotok ?" "Tadi kau jelas berkata demikian." "Aku toh hanya suruh kau memperhatikannya saja, bila sedang bertarung melawan orang, setiap jalan darah yang terdapat di atas tubuhmu harus diperhatikan semua." Setelah berhenti sejenak, dengan suara hambar dia melanjutkan: "Apalagi dalam soal ilmu silat, yang menjadi pangkal utama adalah caranya menghadapi lawan, kecerdasan maupun kesigapannya merupakan pokok utama yang harus diperhatikan, karena susah menotok jalan darah cing leng hiat di tubuhmu tentu saja aku harus menotok jalan darah cian keng-hiat mu, toh kedua-duanya sama saja kegunaannya yakni membuat lenganmu menjadi lumpuh, buat apa aku mesti bersusah payah mengancam jalan darah yang susah dicapai ? Bila teori semacam inipun tidak kau pahami, sekalipun harus berlatih seratus tiga puluh tahun lagipun kau tak akan pernah berhasil menjadi seorang jago yang tangguh." Caranya berbicara, bagaikan seorang guru sedang mengajari muridnya, seperti juga seorang ayah sedang memberi pelajaran kepada anaknya. Saking gusarnya paras muka Giok Ling-long yang memerah kini berubah menjadi pucat pias, sambil menggigit bibir serunya: "Baik, bunuhlah aku" "Kau merasa tidak puas ?" "Sampai matipun tidak puas." "Baik !" Begitu ucapan tersebut diutarakan, "Sreet!" entah benda apa yang disambit ke arahnya, tahutahu jalan darah sin-bong- hiat di tubuhnya sudah kena dihajar. Koleksi Kang Zusi Begitu serangan tersebut menghajar di atas jalan darah tersebut, Giok Ling long segera merasakan tenaganya pulih kembali dan sepasang lengannya dapat bergerak bebas. Menotok jalan darah lewat udara kosong merupakan suatu kepandaian silat yang sudah langka dalam dunia persilatan, sungguh tak disangka Lok-sang-liong ong pandai pula mempergunakan kepandaian tersebut. Giok Ling-long menggertak giginya kencang-kencang, sekalipun dia tahu kalau kepandaian silatnya masih bukan tandingan lawan, tapi dia telah bersiap sedia untuk melakukan perlawanan mati-matian. Siapa tahu belum lagi tubuhnya melambung ke udara dan jurus serangan dilancarkan, mendadak terasa ada segulung tenaga serangan berkelebat lewat, tahu-tahu jalan darah cing-leng hiat di kiri kanan tubuhnya menjadi kaku, kembali tubuhnya melayang jatuh ke tanah dan sepasang lengannya tak sanggup diangkat kembali. Sedangkan Lok-sang liong ong masih tetap berbaring di atas pembaringannya dengan sikap yang amat santai, seakan dia tak pernah bergeser dari posisinya. Paras muka Giok Ling long berubah menjadi pucat keabu-abuan. Sekalipun dia tinggi hati, sekarang juga sudah tahu jika Lok sang liong ong ingin merenggut selembar jiwanya, maka hal ini bisa di lakukan dengan suatu cara yang gampang sekali. Kepandaian silat yang dimiliki dan pernah menggetarkan hati orang banyak itu berada di hadapan Lok sang liong ong ibaratnya telur bertemu dengan batu, kesempatan untuk melancarkan serangan pun tidak dimiliki lagi.... Lok-sang liong-ong memandang sekejap ke arahnya, kemudian tegurnya dengan suara hambar: "Sekarang, kau sudah takluk belum ?" "Sudah !" jawab Giok Ling-long sambil menarik napas panjang-panjang, kemudian setelah tertawa dingin, dengan cepat sambungnya lebih jauh: "Tapi aku hanya takluk kepada ilmu silatmu, bukan kepada orangnya...." "Ooooh......" "Sekalipun ilmu silatmu sudah tiada tandingannya di dunia ini, tapi kau justru berjiwa sempit dan berpikiran picik, sekalipun kau berhasil memusnahkan semua anggota keluarga Giok, tak akan ada orang lain yang bisa tunduk kepadamu." "Nona cilik, tajam benar selembar mulutmu ?" seru Lok sang liong ong sambil menarik muka. "Begitu berani kau bersikap kurang ajar di hadapanku." Giok Ling long, tertawa dingin. "Mengapa aku tidak berani? Untuk mati saja aku tidak takut, apa lagi yang musti aku takuti ?" Berkilat sepasang mata Lok-sang liong-ong setelah mendengar perkataan itu gumamnya: "Benar, bila seseorang sudah tahu kalau dirinya pasti akan mati, perbuatan apa lagi yang tak berani dilakukan ? Perkataan apa lagi yang tak berani diucapkan ?" Koleksi Kang Zusi Tiba-tiba sekulum senyuman aneh tersungging kembali di ujung bibirnya, dia melanjutkan: "Tapi bagaimana bila aku bersedia tidak membunuh kau ?" "Apa.... apa kau bilang ?" Giok Ling-long tertegun. "Bukan saja aku tak akan membunuh dirimu, lagi pula tak akan mengganggu seujung rambutmu, budi dendam antara kita dua keluarga pun akan kuhapuskan mulai detik ini." "Sung.... sungguh ?" "Tak pernah perkataan yang telah aku ucapkan kupungkiri kembali." Tiba-tiba Giok Ling long merasakan seluruh badannya menjadi lemas, hampir saja berdiripun tak sanggup lagi. Tadi, ketika harus berhadapan dengan musuh tangguh yang belum pernah dijumpai selama ini, meski tahu bakal mati, namun hatinya sama sekali tidak merasa gentar. Tapi sekarang, setelah orang lain menyanggupi untuk tidak membunuhnya, sepasang kakinya malah terasa lemas, hingga sekarang dia baru menyadari, kalau dia sebenarnya belum ingin mati. Bila seseorang sudah tahu kalau dirinya masih sanggup untuk hidup lebih lanjut, siapa pula yang masih ingin mati? Sorot mata Lok sang long ong yang tajam seakan-akan telah berhasil menembusi hatinya, pelan-pelan dia melanjutkan: "Asal kaupun bersedia meluluskan sebuah permintaanku, sekarang juga aku akan melepaskan dirimu dan tak akan mencari dirimu lagi." "Apa permintaanmu itu ?" tak tahan Giok Ling-long bertanya. "Asal mulai sekarang kau jangan menyinggung kembali soal perkawinanmu dengan putraku dan mulai sekarang tak akan berjumpa lagi dengan dirinya..." Paras muka Giok Ling-long segera berubah hebat, serunya dengan suara gemetar: "Kau.... kau menyuruh aku mulai sekarang tak akan berjumpa lagi dengannya?" "Ya, mulai sekarang kau harus menganggap di dunia ini tak pernah ada seorang manusia seperti itu, anggap saja kau belum pernah berjumpa dengannya, maka kau tetap bisa hidup terus dengan amat tenteram.." Setelah tertawa, kembali lanjutnya: "Lelaki yang ada di dunia ini banyak sekali jumlahnya, siapa tahu dengan cepat kau akan bisa melupakan dirinya." Paras muka Giok Ling long pucat pias, tubuhnya kembali gemetar keras, serunya: "Bila aku tidak mengabulkan permintaanmu ?" Koleksi Kang Zusi "Mengapa tidak? Setelah mati, bukankah kau tetap tak akan bisa berjumpa dengan dirinya ?" Pelan-pelan Giok Ling-long menggelengkan kepalanya berulang kali, gumamnya: "Tidak sama.... jelas tidak sama." "Bagaimana tidak samanya ?" "Kau tak akan mengerti!" kata Giok Ling-long sambil tertawa sedih. "Manusia macam kau tak akan pernah paham untuk selamanya.." Walaupun tertawanya sangat rawan, namun sorot matanya memancarkan sinar kebahagiaan yang amat misterius. Sebab dia telah jatuh cinta. Perasaan semacam ini tak mungkin bisa digantikan dengan keadaan macam apapun, juga tak akan bisa dilarikan oleh siapapun. Entah cintanya itu manis atau getir, paling tidak ia jauh lebih berbahagia daripada orang yang belum pernah merasakan cinta. Lok sang-liong-ong memandang mimik wajahnya, agak berubah juga paras muka sendiri, mendadak dari dalam sebuah poci kemala dia menuang secawan arak berwarna hijau, lalu katanya dengan suara hambar: "Bila kau benar-benar tidak bersedia minumlah arak itu, mulai sekarang kau tak akan merasakan kesulitan apa-apa." Giok Ling-long menatap arak beracun itu lekat-lekat, kemudian sepatah demi sepatah katanya: "Aku hanya dapat meluluskan sebuah permintaanmu." "Permintaan apa ?" Sorot mata Giok Liong long ditujukan ke tempat kejauhan, lalu sepatah demi sepatah katanya: "Aku tak akan melupakan dia, juga tak mungkin melupakan dia, entah aku dalam keadaan hidup atau mati, dalam hatiku selalu hanya ada dia seorang, entah bagaimanapun lihaynya kau, jangan harap bisa merampas dia dari dalam hatiku." Tiba-tiba ia menerjang maju ke depan dan meneguk habis arak beracun dalam cawan itu. Kemudian diapun segera roboh terjengkang ke atas tanah. Tapi sekulum senyuman bahagia, senyuman yang misterius tersungging di ujung bibirnya. Karena dia tahu, mulai sekarang entah ada di langit atau di bumi, tak ada orang yang bisa memaksanya untuk melupakan dirinya lagi... Agaknya Lok-sang-liong-ong tertegun. Ternyata di dunia ini terdapat juga manusia semacam ini, perasaan semacam ini memang selamanya tak akan bisa dipahami olehnya. Koleksi Kang Zusi Lim Tay-peng telah menyerbu maju ke muka, menubruk di atas badan Giok Ling-long. Lok sang liong ong tak tega untuk memandang lagi ke arahnya, dia tak berani memandang lagi ke arahnya. Entah berapa saat kemudian, Lim Tay-peng baru bangkit berdiri, wajahnya pucat tanpa darah, sepasang matanya merah membara, sambil melotot ke arahnya dia berseru: "Kau telah meluluskan permintaanku, kau berjanji kepadaku...." Lok sang liong ong hanya menghela napas panjang, agaknya diapun tak tahu apa yang harus diucapkan. "Kau telah meluluskan permintaanku." seru Lim Tay-peng. "Semuanya akan kau lakukan dengan adil, tapi sekarang...." "Ah tahu hal ini bukan sesuatu yang adil." tukas Lok sang liong-ong. "Tapi di dunia ini banyak terdapat persoalan-persoalan yang tidak adil, jika seseorang ingin hidup lebih lanjut, dia sudah seharusnya belajar untuk menahan diri terhadap kejadian semacam ini." "Aku tak akan bisa mempelajarinya, selamanya tak akan bisa mempelajarinya secara baik...." Mimik wajahnya mendadak berubah pula menjadi misterius dan sangat aneh, sekulum senyuman seperti apa yang telah diperlihatkan Giok Ling-long tadi tersungging pula di ujung bibirnya, pelan-pelan dia berkata: "Aku tahu di dunia ini tak pernah ada orang yang bisa menyuruh dia melupakan aku, juga tak akan ada orang yang bisa menyuruh aku melupakan dirinya...." Berbicara sampai di sini, mimik wajahnya berubah aneh sekali. Kwik Tay-lok yang menyaksikan kejadian tersebut, merasakan air matanya jatuh bercucuran tanpa terasa. Ia dapat memahami manusia seperti ini, diapun dapat memahami perasaan seperti ini. Dia tahu Lim Tay-peng juga tak ingin hidup, tak tahan dia ingin melompat keluar dari tempat persembunyiannya dan menerjang ke muka. Tapi entah apa sebabnya, ternyata Ong Tiong mencegah perbuatannya itu seraya berseru dengan suara dalam: "Tunggu sebentar !" "Sekarang, apalagi yang harus kita tunggu?" "Asal kau tunggu sebentar lagi, segala sesuatunya akan menjadi jelas...." jawab Ong Tiong sambil mencorong sinar terang dari balik sinar matanya. Tapi pada saat itulah Lim Tay-peng telah menyambar arak beracun ini di meja dan meneguknya sampai habis. Koleksi Kang Zusi "Akupun telah meluluskan permintaanmu, bila kau membunuhnya, maka akupun akan membunuh seorang anggauta keluarga Lim." Dia telah menghabisi nyawa sendiri. Ketika badannya roboh ke tanah, ia roboh disamping tubuh Giok Ling-long. Ujung bibir mereka berdua sama-sama tersungging sekulum senyuman, senyuman yang aneh dan penuh kebahagiaan. Sepasang mata Kwik Tay-lok telah berubah menjadi merah, dia ingin mencengkeram tubuh Ong Tiong sambil bertanya mengapa ia disuruh menunggu. Tapi pada saat itulah tiba-tiba ia mendengar suara seseorang yang amat menawan bergema memecahkan keheningan: "Kau kalah !" Tiba-tiba seseorang munculkan diri dari balik tenda, tubuhnya tinggi semampai dan cantik jelita, ternyata dia adalah Wi hujin ibu kandung Lim Tay-peng. Sekulum senyuman malah tersungging di ujung bibirnya. Kwik Tay-lok lagi-lagi dibikin tertegun. Menyaksikan putranya tewas di hadapan matanya, mengapa dia malah masih bisa tertawa ? Mimik wajah Lok-sang-liong-ong juga istimewa sekali, entah gembira atau menderita bangga atau kecewa ? Lewat lama kemudian pelan-pelan ia baru mengangguk, sahutnya setelah menghela napas panjang: "Benar, aku kalah !" "Sekarang, tentunya kau sudah mengerti bukan ? Bukan seperti manusia macam kau hanya hidup untuk kepentingan diri sendiri, sekarang kau juga harus tahu, banyak persoalan di dunia ini yang sesungguhnya jauh lebih penting daripada nyawa sendiri." Lok-sang liong-ong menundukkan kepalanya lalu tertawa: "Untung saja aku mengetahui hal ini belum terlalu lambat." "Belum terlalu lambat?" Wi hujin menatapnya lekat-lekat, suaranya jauh lebih lembut. Lok-sang liong ong mengangkat kepalanya dan memandangnya pula, kemudian menyahut: "Yaa, belum terlambat !" Dibalik sorot mata mereka berdua sama-sama terpancar keluar semacam perasaan yang sangat aneh, tiba-tiba saja mereka saling berpandangan sekejap.. Kesalahpahaman dan perselisihan yang berlangsung banyak tahun diantara mereka berdua, seakan-akan telah punah tak berbekas dalam sekulum senyuman mereka itu. Koleksi Kang Zusi Sesungguhnya mereka adalah orang yang sudah membekas dihati dan tak akan terlupakan, persoalan apakah yang tak dapat dimaafkan olehnya, dan persoalan apa pula yang tak bisa dipahami olehnya ? Tapi putranya....? Lok-sang-liong-ong masih menatapnya lekat-lekat, kemudian sambil tersenyum katanya: "Mereka telah meneguk secawan arak paling getir dalam sepanjang hidup mereka, sekarang berilah arak yang manis untuk mereka berdua." "Yaa, semua orang sudah sepantasnya ikut mencicipi pula arak yang manis itu..." ujar Wi hujin lembut. Tiba-tiba ia berpaling kearah Kwik Tay-lok sekalian yang berada dibalik tirai, kemudian sambil tertawa katanya: "Sekarang, tentunya kalian sudah mengetahui bukan, apa yang sebenarnya telah terjadi, mengapa tidak segera munculkan diri untuk meneguk pula secawan arak manis ?" Kwik Tay-lok masih tidak mengerti, tapi Yan Jit telah memahaminya. "Orang pertama yang bertaruh dengan Lok-sang-liong-ong bukan Ong lotoa, melainkan Wi hujin." Yan Jit menerangkan. "Demi kebahagiaan hidup putranya, dia memang seharusnya pergi mencari Lok-sang-liongong untuk menantangnya bertaruh." sambung Ong Tiong. "Tampak caranya bertaruh seperti juga cara kita semua, dia tahu di dunia ini terdapat banyak orang yang dapat mengorbankan diri demi orang lain, oleh karena itu dia menang." Dia memandang ke arah Kwik Tay-lok, sorot matanya memancarkan kelembutan yang amat sangat. Kwik Tay-lok menggenggam tangannya pelan, lalu berkata lembut: "Benar, orang yang bisa memahami teori ini, selamanya dia tak akan pernah menderita kekalahan." "Arak yang diberikan Lok-sang-liong-ong kepada mereka, sudah pasti bukan arak beracun." kata Ong Tiong pula. Tentu saja bukan. Karena Lim Tay-peng dan Giok Ling-long telah bangkit berdiri sekarang, mereka sedang berpelukan dengan mesra. Sekarang, tiada orang di dunia ini yang sanggup memisahkan mereka lagi, karena mereka mempunyai keberanian untuk meneguk arak yang paling getir dalam hidup mereka itu. Arak getir, bukan arak beracun. Koleksi Kang Zusi Tahukah kau di dunia ini terdapat semacam arak yang misterius, yang bisa membuat kau menghindarkan diri sebentar dari dunia ini, kemudian bangkit dan hidup kembali? Tahukah kau di dunia ini sebenarnya terdapat banyak kejadian yang aneh yang khusus ditujukan untuk mereka yang saling mencintai dengan hati yang tulus ? Kwik Tay-lok membalikkan badannya berpaling ke arah Ong Tiong, kemudian ujarnya: "Tadi kau menahan aku untuk keluar dari tempat persembunyiannya, apakah kau sudah tahu kalau arak itu bukan arak beracun?" "Aku tidak tahu.... tapi aku tahu, tiada seorang ayah yang tega untuk meracuni putra sendiri, aku percaya asal dia adalah manusia, sudah pasti dia memiliki sifat manusia" "Kau mempercayainya ?" "Benar !" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Aaaai.... tak heran kalau kaupun tak pernah menderita kalah." Dibalik tirai tinggal Ang Nio-cu dan Ong Tiong. Sambil menundukkan kepalanya Ang Nio-cu berkata: "Mereka sedang menantimu di luar, mengapa kau tidak keluar ?" "Dan kau ?" "Aku.... aku merasa tidak pantas untuk berada bersama mereka." "Mengapa ?" Sepasang mata Ang Nio cu berkaca-kaca, katanya dengan kepala tertunduk rendah-rendah: "Karena akupun seperti Lok sang liong ong, tak pernah kuketahui kalau cinta yang sejati bukan bisa didapat dengan suatu tindakan, bila kau ingin memperoleh cinta suci orang lain, hanya dengan cinta murnimu saja yang bisa mendapatkannya, tak mungkin ada cara yang kedua lagi." "Tapi sekarang kau sudah tahu bukan?" Ang Nio cu manggut-manggut. "Sekarang bisa tahu pun belum terhitung terlambat" kata Ong Tiong kemudian. Tiba-tiba Ang Nio cu mengangkat kepalanya memandang wajahnya, dengan sorot mata memancarkan pengharapan katanya: "Apakah sekarang belum terlalu lambat?" Ong Tiong juga memandang ke arahnya, tapi suaranya telah berubah menjadi halus dan lembut: Koleksi Kang Zusi "Belum terlambat, asal kau benar-benar memahami teori ini, selamanya tak pernah akan terlambat." Digenggamnya tangan perempuan, itu, lalu ujarnya lagi dengan lembut: "Oleh karena itu kitapun harus ikut bersama mereka untuk meneguk secawan arak manis, arak getir yang kita minum pun sudah terlalu banyak." Arak itu manis, selain manis juga harum. Hanya orang yang tahan menghadapi percobaan, tahan menghadapi pelbagai rintangan saja yang pantas merasakan arak ini. Dan hanya mereka pula yang berhak mencicipinya. Sambil memegang cawan emasnya, Lok-sang-liong-ong memandang sekejap ke arah putranya dan menantunya, lalu berkata: "Aku telah menyiksa kalian, maka aku harus membayar kerugian, apa saja yang kalian kehendaki pasti akan kuberi." "Kami tidak menghendaki apa-apa." jawab Lim Tay-peng. "Mengapa tidak mau ?" "Sebab yang kami inginkan tak mungkin bisa diberi oleh orang lain, termasuk juga dirimu sendiri." "Akupun tak dapat memberikan kepada kalian? Lantas siapa yang dapat ?" Mencorong sinar terang dari balik mata Lim Tay-peng, sahutnya pelan. "Hanya kami sendiri yang dapat memberikan apa yang kami inginkan." "Sebenarnya apa yang kalian inginkan ?" "Apa yang kami inginkan, sekarang telah kami dapatkan." Dia menggenggam tangan istrinya dengan penuh kebahagiaan dan kepuasan. Karena yang mereka inginkan adalah kebebasan, kasih sayang dan kegembiraan. Dan kini semua telah mereka dapatkan. Kesemuanya itu tak mungkin bisa diperoleh dari orang lain, juga tiada orang yang dapat memberikan kepada mereka.. Bila kaupun ingin kebebasan, cinta kasih dan kegembiraan, maka carilah dengan ketekadanmu, kepercayaan pada diri sendiri serta rasa cinta, sebab kecuali itu tak mungkin ada cara lain yang bisa mendapatkannya. Ya, tak mungkin ada. Justru karena mereka memahami teori ini maka mereka baru memperolehnya. Maka mereka baru mendapatkan kebahagiaan untuk selamanya. Koleksi Kang Zusi Siapa bilang seorang enghiong itu kesepian? Bukankah enghiong-enghiong kita selalu riang gembira dan berbahagia dalam kehidupannya ?. Dengan begitu, berakhir pula cerita "PENDEKAR RIANG" ini sampai di sini, semoga pembaca sekalian dapat menarik banyak pelajaran dari pengalaman Kwik Tay-lok sekalian dalam kehidupannya. TAMAT