Love From My Heart Oleh: Endik Koeswoyo © all rights reserved Hak cipta dilindungi undang-undang Desain Sampul: Endik Koeswoyo Tata Letak: Creative BBB Penyunting: Tim BBB Diterbitkan oleh: Perberbit BBB (Lini Independent Penerbitan Online) E-Novel Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 2 2 SATU Angin pagi yang datang menggetarkan sendi-sendi yang tersikap dari balik selimut tipis. Pagi yang cukup cerah walau hanya bertahan beberapa menit saja. Sebentar lagi pasti akan berganti dengan udara pengap dan deru kendaraan bermesin yang sangat mengganggu. Belum lagi debu jalanan di musim kemarau ini. Semua sepertinya berubah sangat cepat. Kisah indah burung kutilang dan ayam jantan di pagi hari kini benar-benar menjadi dongeng. Burung kutilang yang bernyanyi sekarang berganti dengan berita pagi yang penuh emosi. Kerusuhan, demo dan belum lagi cekokan gosip selebriti. Hah...di mana burung nuri pagi ini, atau di mana burung gereja tidur malam tadi? Sepagi ini Han telah terbangun, menyibak asap-asap yang tertinggal diruangan itu. Tersenyum manis melihat beberapa temanya yang masih tidur dilantai, beralaskan permadani merah pekat dengan ukiran bunga-bunga putih. Menuju kamar mandi merupakan pilihan yang terbaik, mengguyur tubuh yang lemas dengan bergayung-gayung air dingin sambil berdendang lagu melayu. Setelah merasa segar kembali, pemuda itu mulai membangunkan teman-temannya yang masih saja terlena dengan mimpi paginya. “Hai…kuliah nggak!” katanya pada Arif, yang sedang mendengkur. “Jam berapa?” masih dengan nada yang sama, malas. “Sudah jam delapan!” cara bicaranya terkesan kalem, tenang dan seakan penuh kedamaian memaksa Arif untuk tersenyum. Setelah Arif, Jack dan Pay dibangunkannya satu persatu, Han melangkah kekamar mandi. Benar-benar pagi yang indah. Beberapa menit setelah itu Pay dan Jack sudah siap berangkat. “Han…berangkat dulu ya!” ucap Jack sembari tersenyum simpul. “Masuk jam berapa?” tanya Han meyakinkan. “Jam sepuluh, cuman sekarang ada tugas motret,” Pay menimpalinya. “Ya…hati-hati, mungkin nanti aku segera menyusul,” sambil melambaikan tangan pada mereka berdua yang sudah berada diatas motor. Persahabatan yang indah yang mungkin tidak dimiliki orang lain. Kini tinggal Arif dan Han yang sedang duduk dikursi ruang tamu. Keduanya berbincang sebelum berangkat Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 3 3 ke kampus. “Semalam dapat berapa halaman Han?” Arif membuka obrolan pagi itu. “Lumayan dapat dua puluh halaman lebih,” Han tampak mengusap wajah letihnya. “Wah…hebat, makan-makan dong!” “Iya kalau tembus, kalau tidak? Kamu tau sendirikan kalau penerbit itu nggak mau asal menerbitkan?” Han tersenyum kecil melihat semangat sahabatnya itu. “Bukankah ceritamu bagus?” Sahut Arif cepat. “Siapa yang menilai? Bagus kalau tidak menjual?” Han memberikan sebuah alasan. “Tergantung cara kita saja, bagaimana bisa menarik minat mereka? Menjual atau tidak itu urusan distributor dan marketing!?” sanggah Arif lagi. “Ha…ha…jangan berhayal dulu deh!’’Han menepuk bahu sahabatnya itu. “Lho kalau tidak dapat uang, ngapain harus menulis?” celetuk Arif dengan pelan sekali lagi. “Sebuah kepuasan.” jawab Han singkat. “Hanya itu?” tanya Arif lagi. “Entahlah…” Suasana hening sesaat. “Rokokku mana ya?’’ Arif berdiri sambil mencari-cari rokoknya diatas meja. “Habis, beli sana!” Han menyodorkan selembar uang pada Arif. “Cuma rokok?” “Sama jeruk hangat juga bisa!” Han tersenyum pada sahabatnya yang sudah mendekati pintu. Tak lama kemudian Arif telah muncul dengan secangkir kopi dan jeruk hangat. Duduk kembali dikursi itu. Sahabat yang satu ini sungguh mengagumkan, pokoknya keren. Selalu menjadi teman terbaik saat susah dan senang. Mudah menyesuaikan diri dengan berbagi macam situsi. “Sarapan dulu Han?” “Bentar lagi, masih belum lapar benar. Lagian situasi krisis seperti ini sebaiknya kita tidak membiasakan diri untuk sarapan pagi. Ha...ha...” Han tertawa kecil. Arif tidak ikut tertawa. Pemuda itu hanya memandang tajam sahabatnya yang masih ngakak. Sesaat suasana menjadi hening. Lalu kepulan asap mulai memenuhi ruangan pagi itu. Ya...begitulah pemuda, rokok lebih utama dari pada sarapan pagi. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 4 4 “Bagaimana dengan pacar barumu?” Arif membuka kebisuan sesaat itu. “Pacar baru, yang mana?” “Yang kemarin datang kesini!” tersenyum seakan mengejek lawan bicaranya, dan tentunya itu adalah Han yang duduk tidak begitu jauh di sampingnya. “Oh…itu bukan pacar baruku, tapi teman baru yang minta tolong,” Han seakan memberi sebuah penjelasan pada sahabatnya. “Kamu itu cakep, keren abis, punya bakat, pokoknya semuanya ada padamu, tapi…?” Arif terdiam tidak dilanjutkan ucapannya tadi. “Tapi kenapa?” sebuah pertanyaan yang membutuhkan sebuah jawaban segera. “Tidak bisa mencari pacar, ha…ha…!” Arif tertawa sekali lagi. Mereka berdua tertawa, entah karena bahagia atau sedih atau hanya tawa yang dibuat-buat untuk memecah rasa penat di hati. “Apa kamu punya?” Han balik bertanya pada Arif yang masih terpingkal. “Nah…itulah kesalahan kita, kenapa kita tidak berusaha mencari ya?” “Memang mudah?” Han balik bertanya. “Sepertinya, kita ini tidak terlalu jelek!?” Sebuah pembelaan yang wajar dan terkesan klasik dan itu membuatnya tertawa lagi. “Ha…ha…alasan kuno, apa kamu juga sudah berkaca?” “Ha…berkaca? Belum perlu Han! Belum perlu kita untuk berkaca terlalau lama,” Arif mengeluarkan sebuah penyangkalan. “ Sebenarnya ada banyak alasan kenapa kita belum mempunyai pacar Rif.” Han menyandarkan tubuhnya ke sofa coklat itu. “Apa Han?” Sambil menghisap rokoknya dalam-dalam. “Entahlah, itu yang harus kita cari,” sahut Han sekenanya. “Apa kita terlalu takut?” Arif memegang kepalanya sendiri. “Takut untuk apa?” Han balik bertanya pada sahabatnya yang tampak bingung itu. “Ya…untuk berbagi cinta,” sahut Arif pelan. “Apa kamu dapat merasakannya dariku?”Han bertanya sekali lagi. “Tidak…! Bahkan kamu paling suka mengamati wanita cantikkan?” Arif tersenyum kecil. “Berarti kita normal-normal saja?” tanya Han sekali lagi. “Sepertinya ya…,” dengan nada yang sedikit ragu, lalu mengambil cangkir kopi Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 5 5 dan meneguk cairan hitam itu. Cukup lama mereka terdiam. Mengembara ke masa lalunya masing-masing. “Han…kudengar kamu dulu punya banyak pacar ya?” Arif memandang Han, mengharap sebuah jawaban yang pasti bukan sebuah gurauan. Matanya tajam mengorek-mengorek kedalam hati lawan bicaranya. Memasukkan tangan-tangannya yang kokoh dan berusaha mengeluarkan semua isi dalam otak yang terpendam lama sekali. “Kata siapa?” “Kata temanmu satu SMU.” “Nggak kok, memang ada yang mau sama aku?” Han berusaha membantah perkataan sahabatnya itu. “Serius Han!” Arif tampak penasaran. “Kalau iya kenapa, kalau tidak kenapa?” Han mengajukan pertanyaan tuntutan. “Ya…sekedar buat nambah ilmu,” Arif menjuhut gelas berisi kopi di hadapannya. Dia seakan benar-benar mengharapkan jawabannya adalah ‘iya’. “Iya…tapi itu dulu,” sahut Han pelan sambil menunduk. “Berapa lama?” “Tiga tahun lalu,” Han seakan mengingat masa itu. “Pacarmu banyak?” Arif mengatur posisinya, mengharapkan sebuah cerita yang seakan sangat menarik baginya. “Kalau aku cerita apa kamu percaya?” “Percaya, aku tau kamu bukan seorang pembohong,” Arif tersenyum kecil. “Dari mana kamu tau?” Han berusaha meyakinkan hatinya. “Kita tinggal satu rumah tidak sebentar, lagian kamu orangnya tertutup dan pasti punya banyak cerita yang hanya kamu simpan sendiri!” Arif memberikan sebuah argumen tasi. Sebelum memulai ceritanya, Han mengangguk-anggukan kepala. Menikmati jeruk hangat yang sudah mulai dingin, menikmati kepulan asap penat dari batang rokok yang sedari tadi tetap dipegang erat. “Sebenarnya tidak banyak.” Matanya menerawang jauh, tidak memperhatikan lawan bicaranya yang tentunya sudah menunggu lama bagaimana cerita selanjutnya. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 6 6 “Berapa?” “Saat itu yang benar-benar bareng hanya tiga orang,” Han menghentikan ucapannya. “Tiga orang?” Arif sekan terperangah dengan jawaban itu. “Iya, memang kenapa?” Han melihat kearah Arif yang seakan tidak percaya. “Hebat…, gumannya pelan. “Terus?” Sambil menepuk pundak pemuda disampingnya. Lagi-lagi Arif seakan kagum dengan apa yang baru saja didengarnya. “Ya…biasa saja,” jawab Han lirih. “Biasa?” “Iya,” jelasnya sekali lagi. “Aku serius Han!” “Aku juga serius, memang biasa saja, jalan-jalan, makan, ketempat hiburan, keluar kota, menginap di hotel, bercanda, bertengkar, ya…cuma itu-itu saja.” “Semuanya?” “Yang pasti tidak dalam waktu yang bersamaan,” Han tersenyum sekali lagi. “Lalu sekarang?” “Sudah putus semua,” Han tersenyum kecut sesaat kemudian. “Kenapa?” tanya Arif antusias. “Yang satu sudah menikah dan punya anak, yang satu kuliah, yang satu lagi akan segera menikah.” “Dari ketiganya, apa kamu mempunyai perasaan yang berbeda?” “Tidak, semuanya sama.” “Sama bagaimana?” “Aku sama-sama mencintai mereka, sehari saja aku tidak melihatnya serpertinya sudah setahun.” Arif hanya diam sambil melihat Han yang seakan menerawang jauh mengingat semua. “Lalu, bagaimana kalian bisa putus?” lanjutnya pelan. “Mereka meninggalkan aku begitu saja,” Han menunduk pelan mengingat semuanya. “Kenapa?” ucap Arif singkat. “Mungkin aku bukan lelaki yang baik, lagian aku juga bukan orang kaya. Cinta itu Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 7 7 tidak jauh berbeda dengan Ice Cream Rif! Nikmatnya ketika baru diambil dari mesin pendingin. Kalau sudah lumer ya rasanya bikin gimana gituh!?” Arif diam sebentar, berusaha memahami kata-kata sahabatnya sedetik yang lalu. “Eh…apa yang kalian lakukan saat dikamar hotel?” Arif terlihat sedikit malu-malu. “Biasa,” sahut Han singkat. “Ayolah ceritakan!” “Paling makan-makan, duduk dilobi kamar, nonton film drama roman, mandi bareng, lalu tidur.” “Apa mereka mau diajak gituan?” “Gituan apa?” Han pura-pura tidak tau. “Ya…gitu deh!” “Tergantung, kadang mau kadang juga tidak.” Arif manggut-manggut tanda sependapat atau barang kali tanda kalau dia sudah mengerti dan puas dengan cerita yang singkat itu, “saat kalian putus apa kamu sedih?” tanya Arif sekali lagi. “Iya…bahkan aku hampir bunuh diri,” jawab Han singkat. “Serius?” Arif tampak tidak yakin dengan jawaban itu. “Iya. Tapi apa kamu percaya dengan ceritaku?” Han balik bertanya untuk kesekian kalinya. Han hanya tersenyum melihat Arif yang menerawang jauh tidak menjawab pertanyaannya. “Kamu, pernah pacaran?” Kini Han yang mengeluarkan pertanyaan itu. “Dulu, tapi nggak lama,” sahut Arif pelan. “Kenapa?” “Aku tidak suka diatur-atur,” sahut Arif yakin. “Berapa kali?” “Cuma sekali, setelah itu aku sepertinya takut sama cewek.” Sudah hampir habis kopi dan jeruk hangat itu. Han dan Arif masih sama-sama terdiam berkelana jauh mengejar kisah yang mungkin meninggalkan mereka. “Han…kenapa kamu sekarang tidak mencari pacar lagi?” “Aku juga tidak tau, mungkin aku trauma atau barang kali memang nggak ada yang mau! Ha…ha…,” sebuah tawa yang dipaksakan. “Apa Jack dan Pay punya pacar ya… Han?” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 8 8 “Sepertinya belum, kamu bisa lihatkan?” “Apanya?” Arif tampak bingung dengan jawaban itu. “Ya…kelakuan mereka, sama-sama bloon seperti kita dan hanya berani tersenyum bila melihat wanita cantik atau sekedar bersiul malu-malu,” Han tersenyum mengingat sahabat-sahabatnya itu. “Ayo kita makan dulu, ngomongin itu pasti tidak ada habisnya. ” Arif beranjak dari kursi itu dan Han hanya mengikutinya, melangkah menuju warung di belakang rumah. Angin pagi tidak lagi dingin, kini telah bercampur dengan debu-debu jalanan dan deru mobil-mobil mewah. Matahari telah naik sepenggalah, memancarkan sinar panasnya yang menusuk kedalam hati. Mungkin juga menusuk ke dalam tulang-tulang kedua remaja itu. Memaksa mereka untuk berjalan lebih cepat dan sedikit menahan nafas. Duniaku, duniamu atau dunia siapa saja yang hendak berpijak di tanah ini seakan semakin pengap saja. Melangkah dengan hati-hati di balik hisapan asap rokok yang bercampur debu. Debu yang seakan bercampur keringat di pagi ini. Semua masih belum menemukan apa-apa, hanya kegelisahan untuk mencari tau apa yang di carinya. Begitu juga dengan kedua sahabat itu, yang mereka cari belum juga di temukan. Apakah kebahagian akan bisa menjadi senyum untuk selamanya. Apakah mereka mampu bertahan di dunia yang semakin pengap dan penuh dengan penipuan dan rayuan busuk antar sesama. Belum lagi alam yang semakin tidak bersahabat. Belum lagi ekonomi yang semakin mencekik. Apakah tidak ada hak untuk selalu tertawa? Apakah ice cream akan selalu menjadi menu santapan senggang orang-orang-orang kaya? Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 9 9 DUA “Han lihat…gadis secantik dia terkena HIV positif!” Arif menyodorkan koran yang dibacanya. “Mana?” Han mengambil koran pagi itu dari tangan Arif dan membacanya, lalu melihat foto wanita dengan rambut sebahu itu. “Han…apa ada ya yang mau menikah sama dia?” “Mungkin juga ada,” Han masih saja membacanya. “Kasihan ya?” Arif menghela nafas panjang. “Tidak juga, aku hanya salut dengan kata-katanya.” “Mana Han?” “Nih…’Aids hanya untuk orang-orang yang berdosa saja’!” menunjukan tulisan yang dimaksud pada sahabatnya yang sedang menikmati masakan Padang itu. “Apa benar?” Arif mengerutkan dahinya. “Ya…siapa yang tau Rif, mungkin benar mungkin juga salah,” Han menarik nafas panjang. “Tapi seandainya aku bertemu dengannya, aku mau menikahinya?” lanjutnya lagi. “Hah…menikahinya?” Arif seakan tidak percaya pada kata-kata sahabatnya. “Kenapa?” Han tersenyum sembari melirik Arif yang sepertinya terkejut dengan kata-katanya. “Kamu akan menikahinya?” Tanya Arif sekali lagi. “Iya!” Han menjawabnya dengan tegas. “Gila…apa tidak ada wanita lain?” “Bukan begitu masalahnya, lihat dia berkata –bila ada lelaki yang mau menikahinya itu adalah mukzijat dari Tuhan, siapa tau mukzijat itu adalah kamu atau aku?” Mendengar kata-kata itu Arif terdiam sejenak. Angin yang menerobos dinding bambu membuat bulu kuduknya berdiri sesaat secara tiba-tiba. “Tapi apa kamu mau bermain-main dengan nyawamu?” “Hidup mati seseorang ditentukan oleh Sang Pencipta, benarkan?” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 10 10 “Tapi sekarang bukan jamannya Cinderella, tidak ada lagi sepatu kaca yang mempertemukanmu dengan sang putri, tidak ada pula pangeran yang akan datang dengan sepatu kacanya! Kalau boleh jujur, cinta itu datangnya dari hati, bukan dari mukjijat.” “Maksudnya?” Han mengajukan pertanyaan itu. Arif tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya diam mengambil koran dari tangan Han. Lalu membacanya sekali lagi. “Rif…seandainya dia datang padamu dan memintamu menjadi suaminya apa kamu mau?” “Aku tidak tau,” Arif menghela nafas panjang. “Ha…ha…dengan wanita normal saja kamu takut, apa lagi wanita seperti itu.” “Kenapa kamu tertawa Han?” “Entahlah, aku juga bingung Rif,” Han menghela nafas pelan. Han menepiskan piring kosong di hadapannya. Diambilnya segelas air putih lalu menenggaknya hingga habis. Arif masih mengamati baris-baris huruf kecil di hadapannya. Setelah membacanya sampai selesai, lagi-lagi pemuda itu menghela nafas. “Sebenarnya, aku nanti harus pulang,” Arif melipat koran itu dan menaruhnya di atas meja. Di samping gelasnya yang juga sudah kosong. “Kemana Rif?” “Pulang kampung, aku sudah lama tidak pulang.’’ “Jam berapa?” tanya Han meyakinkan. “Mungkin malam, biar lebih tenang dan bisa tidur di-bus,’’ sahutnya lagi. Mereka berdua terdiam, Arif sibuk dengan tusuk giginya, sedangkan Han seakan memikirkan sesuatu yang entah itu apa. Sesuatu yang hanya di ketahui oleh dirinya sendiri, atau bahkan dia juga tidak pernah tau apa yang di lakukannya saat itu. “Kamu tidak kekampus?” Pertanyaan itulah yang menyadarkan Han dari diam singkatnya. Matanya kini tidak lagi kosong, ada senyum sahabatnya di sana. “Tidak, lagi males Rif.” Kedua sahabat itu kini telah berjalan lagi kembali kerumah. Hanya kali ini mereka lebih banyak diam dan membisu. “Aku kekampus dulu ya!” celetuk Arif ketika sampai di depan pintu. “Ya…,” sahut Han pelan. “Hati-hati, salam buat semuanya,” lanjutnya sesaat Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 11 11 kemudian. “OK.” Arif meninggalkan Han sendiri dirumah itu. Rumah kontrakan mereka berempat, dengan pagar bunga mawar. Sungguh sebuah rumah yang pantas dihuni oleh gadis-gadis cantik. Indah… Dari luar terlihat sangat bersih dan rapi, bunga-bunga dihalaman depan tumbuh subur, sepatu tersusun rapi diteras. Sebuah kolam kecil dengan ikan warna-warni. Juga cat warna biru laut menambah suasana romantis yang selalu membawa kedamaian dan ketenangan. Memang aneh bila mereka ber-empat belum ada yang mempunyai kekasih. Han adalah pemuda yang lumayan tampan, diusianya yang ke-duapuluh dua ini dia sudah pernah berkeliling keberbagai pulau Jawa, Kalimantan, Sumatra, Bali bahkan pulau Lombok dengan pantai Senggiginya yang Indah, suka menulis cerpen, puisi dan novel. Walau dia menerbitkannya secara indie. Penghasilannya cukup untuk makan atau setidaknya untuk tambahan uang saku. Jack yang anak orang kaya itu juga tidak mempunyai sifat sombong, selalu rapi kemanapun dia pergi. Pay juga sangat ramah tamah, suka humor dan mempunyai hobi yang unik, memelihara hara ikan. Sopan dalam bertutur sapa dan selalu menghormati siapa saja. Begitu juga dengan Arif, sesuai dengan namanya bijaksana walau terkesan agak kaku dalam berbicara, tapi ide-idenya cemerlang, selalu juara didalam kelas. Tapi kenapa tidak satupun gadis mendekati mereka? Terkadang mereka ber-empat bercanda hingga larut malam, sebuah persahabatan yang indah benar-benar indah. Dari berbagai tempat berbeda bertemu disuatu kota dan menjadi teman. Itulah mereka, walau tanpa cinta tetap tersenyum dengan semangat yang sama. Sukses menurut ukuran masing-masing. Menurut mimpi sendiri-sendiri. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 12 12 TIGA Sudah larut malam, namun Han masih belum tidur. Membuka-buka lagi koran tadi siang, mengamati gambar seorang wanita cantik disudut kanan bawah, mengamati rambutnya yang tergerai sebahu, mengamati bibirnya yang merah merekah. Lalu pemuda itu hanya bisa tersenyum sambil melipatnya kembali. “Han…sudah malam masih belum tidur?” Jack membuka pintu kamar. Tersenyum sesaat lalu melangkahkan kakinya menuju sebuah kursi yang ada di sisi ruangan. Jack memandang sahabatnya dengan tatapan yang cukup tajam sebelum mengalihkan pandangannya kesebuah poster hitam putih di sisi dinding yang lainnya. “Eh…kamu Jack, dari mana?’’ Han bangun dari tempat tidurnya, lalu duduk ditepi ranjang. “Dari tempat teman ngambil foto, mikirin apa?” sambung Jack. Jack mengambil posisi yang nyaman di kursi itu. Matanya kini beralih kearah lembaran koran yang masih di pegang Han. “Ah…nggak, habis membaca koran,” kemudian dia menyodorkan koran itu pada Jack. “Kata Arif, kamu jatuh cinta ya?” senyumnya penuh tanda tanya seakan tidak percaya. Tangannya sigap menyambut koran itu. “Ha…ha…bukan jatuh cinta,” Han tertawa lebar, memandang Jack yang hanya tersenyum simpul. “Lalu?” “Baca aja, tuh ada beritanya!’’Han menunjuk kolom bawah koran yang barus saja disodorkannya pada Jack. “Mana?” “Tuh…cewek yang ada disudut bawah halaman depan.” Jack membacanya dengan serius, suasana menjadi hening. Hanya terdengar musik sayup-sayup dari radio dikamar sebelah. Matanya bergerak cepat dari satu sisi ke sisi Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 13 13 lainnya mengikuti barisan huruf-huruf kecil itu. Mencernanya dengan otak lalu melanjutkannya kembali. “Kagum sama dia?” Jack menunjuk gambar wanita itu. “Iya, memang kenapa?” Han tetap tersenyum pada sahabatnya itu, meraka sungguh saling perhatian. Seperti sepasang saudara yang sedang menimbang perasaan untuk lebih bisa saling mengerti. “Tidak apa-apa, asal jangan jatuh cinta!” “Kalo aku jatuh cinta dan menikahinya, apa kamu masih mau menjadi sahabatku?” Jack hanya diam, mengamati Han. Memandang sedalam mungkin kearahnya, sepertinya dia menelusuri relung-relung hati sahabatnya itu. Mancari arti sebuah pertanyaan yang baru saja dilontarkan. Memang terkesan seperti sebuah gurauan menjelang malam. Hanya saja itu serius bagi Han. Dan angin malam juga mengangguk pelan mengiyakan. Belum lagi lagu sahdu yang melantun, walau terkesan cengeng namuan syairnya nyata. “Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, Han.” Sepetinya Jack yakin kalau sahabatnya memang tidak sekedar ngelantur. Setiap perkataan Han pastilah mengandung makna di pipkirannya. Semua memang terkesan aneh. Dan memang seperti itulah Han. Seperti sebuah gunung berapi yang selalu diam namun membahayakan. Seperti seekor semut kecil yang hanya berjalan hilir mudik sendiri, hanya saja selalu menyapa sahabatnya bila bertemu muka. Seperti laut yang tenang namun menyimpan sejuta pesona bahkan bisa menghancurkan. “Kenapa?’’ tanya Han singkat. “Ya…masalahnya sangat berat buatku,” sahut Jack sambil mengusap rambutnya. “Berat? Apanya yang berat?” “Ya…aku belum bisa memberikan jawaban itu sekarang, perlu berpikir lebih lama lagi,” Jack tampak bingung dengan pertanyaan Han itu. “Ha…ha…jangan terlalu dipikirkan, lagian wanita itu jauh dan aku tidak tau dia tinggal dimana?” “Tapi kalau sudah jodohmu, dan kamu dikirimkan padanya sebagai mukzijat?” “Ya…harus disyukuri,” jawab Han enteng. “Sejauh mana Tuhan mengatur umat-Nya, tidak ada yang tau,” ucap Jack lirih. “Tidak juga dengan pertemuanku dengannya?” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 14 14 “Ya…bisa saja kamu adalah pangeran yang dikirimkan untuknya. Kamu juga tidak tau kalau dia adalah jalan untuk menemukan cintamu. Masih banyak alternative lain tentang sebuah cerita Han!” “Tapi apa kamu percaya tentang Cinderella dan sepatu kacanya?” “Aku lebih percaya dengan kisah Nawangwulan dan Joko Tarub,” kata Jack pelan. “Tentang selendang bidadari itu?” tegas Han. “Yuup…atau tentang Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso.” “Kenapa Jack?” tanya Han lagi. “Mereka pada akhirnya tidak bisa bersama,” sahut Jack lirih. “Romeo?” “Aku tidak tau, tapi rasanya tidak mungkin kamu rella mati demi gadis itu.” “Seandainya aku melakukan itu?” Han meyakinkan sahabatnya dengan senyum kecilnya. “Maka akulah yang menangisi mayatmu untuk yang pertama kali.” “Kenapa?” “Kamu orang paling aneh yang aku kenal. Kamu juga manusia langka yang aku temukan. Posisi imajinermu sangat memukauku. Belum lagi cara berpikirmu ketika kamu adalah manusia normal.” “Ha…ha…memangnya aku terkadang menjadi tidak normal?” “Kenapa tertawa Han? Kamu tidak menjadi normal ketika yang kamu pegang adalah buku dan bolpoin. Kamu bisa kemana saja dan berbuat apa saja dengan itu.” “Semua tergantung yang menilai Jack! Tapi kalianlah sahabat terbaik yang pernah aku punya.” “Tapi apapun yang kita alami pastilah telah di perhitungkan oleh Sang Pencipta.” “Tentang mati dan hidup?” “Yuup…” sahut Jack yakin. “Aku suka itu jack, aku suka!” Sepertinya mereka berdua semakin serius membahas wanita dalam Koran itu. Membicarakan tentang kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. Menjadikannya sebuah guyonan sebelum tidur. Atau barang kali mereka ingin menciptakan dongeng baru tentang sebuah kisah romatis yang dramatik. “Han…aku tidur dulu ya!” Jack melangkah keluar dari kamar. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 15 15 “Jack! Arif dan Pay sudah tidur?” “Sudah dari tadi, met malam semoga kamu menemukannya dalam mimpi, ha…ha…,” sambil tertawa Jack meninggalkan ruangan itu, menutup pintu kembali dan melangkah menuju ruangan diseberang. Han merebahkan tubuhnya kembali. Mebiarkannya terlentang tanpa selimut. Matanya menerawang jauh. Hampir lima belas menit dia terdiam, terbaring dan masih belum juga terpejam. Tiba-tiba saja dia teringat sebuah buku tentang HIV yang didapatnya beberapa hari lalu saat seminar. Pemuda dengan rambut sedikit panjang itu lalu bangun, turun dari ranjang dan melangkah kearah rak-buku disudut ruangan. Melihat satu demi satu buku yang tersusun rapi itu. Pada akhirnya dia tersenyum, sepertinya buku yang dicari telah ketemu. Sebuah buku kecil berwarna pink. Dengan senyumnya yang khas, dia kembali ketempat tidur dan membacanya halaman demi halaman. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 16 16 DAPATKAN DI atau TOKO BUKU TERDEKAT Category: Books Genre: Biographies & Memoirs Author: Endik Koeswoyo Harga: Rp. 20.000,- Siapa dalang utama gerakan 30 September? Dari kesaksian pelaku yang terlibat, gerakan 30 September di tujukan kepada jenderal-jenderal yang tidak loyal terhadap Presiden Soekarno. Itulah sebabnya Letkol. Untung menjadi pemimpin gerakan. Menurut versi pemerintahan orde baru, Letkol. Untung merupakan ‘orang suruhan’ Aidit. Sementara di lain pihak mengabarkan Letkol. Untung dekat secara pribadi dengan Mayjen Soeharto, sosok yang memberangus gerakan 30 September. Soeharto dikabarkan menghadiri pernikahan Letkol. Untung di Kebumen. Kedekatan ini, menurut analis banyak pengamat, memberi alasan mengapa Letkol. Untung tidak memasukan Soeharto kedalam daftar jenderal yang harus di culik. Ada pula versi yang mengungkapkan bahwa gerakan 30 September yabg dipimpim Letkol. Untung di prakasai Presiden Soekarno sendiri. Presiden yang merasa jengah dengan perilaku jenderal-jenderal yang tida loyal memerintahkan Untung untuk mengamankan mereka. Namun yang terjadi, muncullah gerakan yang kemudian berjalan di luar kendali pimpinannya sendiri. Lalu siapa yang sebenarnya memanfaatkan Letkol. Untung? Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 17 17 EMPAT “Han…bangun, sudah siang!” “Entar dulu ah!” jawab Han malas. “Tumben kamu se-siang ini masih molor?” Han membalikkan tubuhnya, tapi tidak menjawab pertanyaan Arif. Hanya memandang dari balik bantal yang ditutupak di diwajah. “Kamu nggak kuliah?” “Nggak,” sahutnya dengan nada malas. “Ya sudah, molor terus!” Arif meninggalkan kamar itu, berjalan kearah ruang tamu lalu menemui kedua sahabatnya yang sudah menunggu. “Mana Rif?” tanya Pay. “Siapa Pay?” “Han,” “Masih molor, tidak mau bangun.” “Biarin aja, hari ini dia tidak ada kuliah,” celetuk Jack cepat. Sepertinya tiga pemuda sebaya itu sudah terlihat rapi. Jack, Pay dan Arif duduk diruang tamu, dimeja kecil itu telah berjajar cangkir-cangkir berisi kopi. “Ada yang aneh pada diri Han akhir-akhir ini?” “Ah…Pay, seperti tidak tau siapa dia saja?” “Tapi Jack, sudah siang gini belum bangun!” “Mungkin tadi malam tidak tidur.” “Ngapain?” “Biasa, nyelesain novel terbaruya.” “O…pantesan, jarang keluar dari kamar.” “Rif, kenapa kamu hanya diam saja?” Jack melihat kearah Arif yang hanya terdiam sambil menikmati rokoknya. “Apa kalian percaya pada jodoh?” Kedua temannya hanya diam, tidak langsung menjawab pertanyaan Arif. “Kalo aku sih…percaya,” Jack memberi sebuah jawaban walau agak ragu. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 18 18 “Kalau kamu Pay?” Arif menatap Pay dengan tajam. “Percaya, hanya saja jodoh tidak akan diturunkan begitu saja.” “Maksudnya?” tanya Arif belum puas dengan jawaban itu. “Ya…kita harus mencarinya! Kita harus berkorban untuk mendapatkannya, dan tentunya jodoh kita adalah seseorang yang tepat di hati kita.” Mereka saling melihat, terdiam lalu tertawa. “Ha…ha…berarti kita harus mulai mencari dari sekarang!” Pay lalu tertawa. “Ha…ha…Rif, memang mudah cari pacar? Memang mudah mencari cinta? Kalau yang kita harapkan bukan cinta pertama lalu bagaimana?” Jack memberikan beberapa pertanyaan di sela tawanya. “Berusaha tidak ada salahnya Jack,” sanggah Arif lagi. “Tidak usah ribut, itu masalah kecil,” celetuk Pay. “Masalah kecil Pay?” “Iya, mungkin kita saja yang tidak sadar kalau banyak cewek yang naksir sama kita-kita?” “Putri itu tidak datang bila kita tidak mencarinya,” guman Pay pelan sesaat kemudian. “Ha…ha…mungkin juga ya?” Jack seakan bertanya pada dirinya sendiri. Sedangkan Arif hanya bisa tersenyum simpul sambil memandang kedua sahatnya itu. “Sudah ah…pagi-pagi yang dibahas malah jodoh!’’ ungkap Arif hendak menutup pembicaraan. “Ye…yang mulai kan kamu!” bantah Jack. “Iya, tapi batal,” Arif pura-pura sewot. “Ha…ha…,”mereka bertiga tertawa bersamaan. “Ayo, sudah siang nanti telat!” Pay menyahut tas pinggangnya yang ada di meja. Setelah membawa cangkir-cangkir itu kebelakang mereka berangkat kekampus. Sedangkan Han masih terlelap dalam tidur pagi. Menikmati mimpinya bersama Cinderella, dengan Roro Jonggrang dan Nawangwulan. Atau barangkali dia telah memberikan sepatu kaca itu pada gadis cantik yang di impikannya. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 19 19 LIMA “Jack, kamu tadi dicari Han!” Pay menghampiri Jack. “Katanya dia tidak kekampus?” “Mungkin berubah pikiran, aku baru saja ketemu di loby.” “Dia masih disana Pay?” “Iya.” “Aku kesana dulu ya!” “Ya.” Jack meninggalkan kantin, menelusuri lorong itu menuju keruang loby. Beberapa kali dia menyapa teman yang berpapasan dengannya. “Ada apa Han?” Jack langsung menyapa Han yang sedang duduk dikursi panjang sambil melihat televisi. “Eh… kamu bisa kirim e-mail nggak?” “Ha…hari gini nggak bisa kirim e-mail ha…ha…?” sambil menirukan sebuah iklan Jack menjawab pertanyaan Han. “Hus…jangan keras-keras!” “Kenapa?” “Malu.” “Ah…kamu sih, punya komputer cuma bisa buat ngetik doang, gaul dong!” “Ah…iya-iya, bisa nggak?” “Bisa, kapan?” jawab Jack meyakinkan Han. “Tahun depan!’’ “Ceileh…ngambek nich?” goda Jack. “Bisa nggak?” “Aku masih ada satu mata kuliah lagi.” “Ya sudah, aku menunggu disini!” “Kamu mau nungguin aku?” Jack tampak tidak yakin. “Iya, emang kenapa?” “Tumben, sepenting apakah e-mail itu?” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 20 20 “Ah…tidak usah banyak tanya napa?” “Iya…iya…aku masuk dulu ya!” “Yuup.” “Yakin mau nunggu?” Jack bertanya sekali lagi. “Iyaaaaa…,” Han tampak sebel. Teriakan pemuda itu membuat beberapa orang yang duduk-duduk di-loby melihat kearah mereka. Jack dan Han hanya tersenyum. “Kamu sabar ya!” Jack tersenyum, lalu dengan nada mengejek dan sambil memegang bahu Han dia berkata seperti itu. Walau tau kalau dia mengerjainya, Han malah tersenyum simpul padanya walau tidak lagi memperhatikan Jack yang melangkah pergi meninggalkannya. Setelah Jack pergi, Han membuka tasnya. Mengeluarkan Koran yang tadi malam dibaca. Lagi-lagi Han mengamati gambar wanita disudut bawah Koran itu. Setelah puas memandangnya dia melangkah keluar, memandang sebuah tempat sampah didekat pintu masuk dan melemparkan koran itu kedalamnya. “Kalau mukzijat itu adalah aku, maka kita pasti akan bertemu. Akan kuberikan sepatu kaca dari dalam mimpiku padanya. Akan kuberikan cintaku, walau bukan lagi cinta pertama,” suaranya lirih namun dapat terdengar. Han kembali kedalam ruangan itu, duduk ditempatnya semula. Setelah meyakinkan dirinya sendiri, pemuda hitam manis dengan baju hitam itu kembali duduk di kursi panjang. “Han…novelnya sudah jadi belum belum?” seorang gadis dengan rambut sebahu menghampirinya. Nina gadis cantik dengan kulit bersih. Teman satu kampus Han. “Eh…kamu Nin. Belum jadi masih sembilan puluh halaman.” “Rencananya berapa halaman?” sambil duduk disampingku. “Paling seratus lima puluh. Tidak ada kuliah?” lanjut Han berbasa-basi. “Baru keluar, kamu?” “Tidak ada,” jawab Han singkat. “Tumben tidak ada kuliah tapi tetap kekampus?” “Lagi bete, tidak ada teman dirumah.” “Main kekostku aja yuk!” Nina tersenyum kecil. “Sekarang?” Han mengerutkan dahinya. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 21 21 “Iya, sekalian ngantar aku pulang.” “Kamu tidak bawa motor?” tanya Han lagi. “Dipakai Adek,” jelas Nina. “Tapi makan dulu ya?” Han memberikan sebuah pendapat. “Kamu belum makan?’’ “Belum.” “Didekat kostku ada warung yang enak kok, kamu pasti suka.” “Serius?” Han tersenyum. “Iya.” “Berangkat sekarang?” tanya Han. “Kalau kamu tidak merasa terganggu sich,” Nina tersenyum senang. Han dan Nina berdiri, menuju ketempat parkir. Sebentar kemudian mereka telah berada diatas motor dan siap berangkat. Selama dalam perjalan tidak banyak yang mereka bicarakan. Baik Han maupun Nina seakan hanya menikmati lalu lalang kendaraan sepanjang jalan yang mereka lewati. “Han…aku kok tidak pernah melihatmu jalan bareng dengan seorang wanita?” “Lha…sekarang ini, memang kamu laki-laki?” Han tertawa kecil. Sebuah cubitan kecil mendarat dipinggang pemuda itu. “Maksudku dengan pacar kamu!” tegas Nina lagi. “Lagi dalam tahap negoisai,” jawab Han sekenanya. “Apanya?” Nina penasaran. “Ya…calon pacarnya,” lanjut Han masih dengan senyumnya. “Pacar kok nego sih?” Nina cemberut manja. “Habis mau di apain lagi, langsung jadian?” “Ha…ha…kamu lucu juga ya?” Nina jadi tertawa. “Iya…aku kan pernah jadi badut,” Han menggoyang kepalanya. Nina tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban yang sekenanya itu. “Mana warungnya?” “Tuh… didepan belok kanan!” Nina menunjuk sebuah pertigaan di depan mereka. Setelah melewati pertigaan itu, Han menghentikan motornya didepan sebuah warung yang ramai pengunjung. “Wah…ramai banget.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 22 22 “Begitulah, apa-apa kalau enak dan sesuai pasti laku.” “Ah…belum tentu, buktinya aku yang enak, sesuai, baik dan tidak sombong belum juga laku?” Han menggoda Nina. Nina melirik kearah pemuda tampan di hadapannya yang tertawa lebar. Bila di lihat dari jarak yang cocok, pemuda itu tidak jauh beda dengan Nugie, potongan rambutnya, tingginya bahkan caranya tersenyum juga mirip. “Kamu duduk aja disana, biar aku yang ambil!” Nina menunjuk sebuah meja kosong disudut ruangan itu, dan hanya meja itulah yang kosong dari sekian banyak meja yang berjajar. Han melangkah kearah meja yang dimaksud dan memberikan sedikit senyuman saat melihat Nina berjalan kearah kerumunan orang yang antri mengambil menu. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Nina datang dengan dua porsi makanan yang sama. “Kok kamu tau aku suka ayam goreng dan sayur asem?” Han tampak heran dengan menu di hadapannya. “Aku sering melihat kamu makan dengan menu seperti ini dikantin,” Nina tersenyum bangga. “Kamu tau nggak? Baru kali ini lho, aku dilayani oleh gadis secantik kamu,” Han tersenyum sambil melirik kearah Nina. “Tuh…kan mulai merayu!’’ Nina tampak malu-malu. “Suer,” sambil mengangkat tangannya. “Beneran?” tanya Nina yang semakin tersipu. “Mau percaya silahkan, enggak juga nggak apa-apa!” Mereka lalu mulai menyantap makanan itu, sesekali Han melihat kearah gadis didepannya. Saat beradu pandang mereka hanya saling tersenyum. “Han…dengar-dengar dari kalian ber-empat belum ada yang punya pacar ya?” “E…mau jawaban yang jujur apa yang asal?” “Yang jujur dong!” “Bener.” “Beneran?” Nina meyakinkan. “Iya.” “Alasannya?” tanya Nina lagi. “Nggak tau, mungkin nggak laku.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 23 23 “Kurasa, tidak ada yang kurang dari kalian ber-empat.” “Emang gitu?” “Sepertinya iya.” Han lalu terdiam, begitu juga Nina. Setelah selesai makan mereka berdua melanjutkan perjalan ketempat kost-nya Nina. Sesampainya di depan pintu pemuda itu tertegun. “Wah…kamarmu bagus ya?” “Biasa saja, silahkan masuk.” “Sebenarnya aku takut lho!” “Takut apa?” “Kalau masuk kedalam,” Han tersenyum kecil sambil menyandarkan tubuhnya di daun pintu. “Kenapa?” Nina tampak heran. “Biasanya aku langsung tertidur bila berada disebuah kamar yang indah dan bersih,” memandang beberapa lukisan yang menempel di-dinding kamar itu. “Ya sudah tidur aja, tidak ada yang marah kok.” Setelah masuk keruangan itu Han langsung merebahkan tubuh dikasur busa beralaskan seprei biru dengan bunga-bunga sedikit merah. Sebuah guling berwarna pink di peluknya dengan erat. “Tidur saja nanti pasti kubangunkan, aku mau ngerjain tugas dulu.” Nina duduk menghadap komputer. Tidak lama kemudian susana telah menjadi hening. Nina sibuk dengan komputernya dan Han telah terbang kealam mimpi yang indah. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 24 24 ENAM Han membuka mata, dan sangat terkejut melihat gadis cantik itu telah berada disampingnya. Apalagi tangan gadis itu melingkar dipinggangnya. Pemuda itu mengusapusap mata sepertinya tidak percaya dengan apa yang dialaminya, kemudian mengamati wajah ayu Nina yang terlelap. Suara merdu lagu syahdu melantun pelan. Han lalu mengamati jam dinding yang ada dikamar itu, sudah menunjukkan angka satu dini hari. Hanya diam yang dia bisa, memandang lagi kearah gadis yang memeluknya dengan erat. Entah berapa lama Han mengamatinya, berbagai macam pikiran berkecamuk didalam otaknya, antara percaya dan tidak percaya. Lalu dia mangangkat tangan Nina pelan-pelan. Pemuda itu memutuskan bangun dan menengok keluar melalui jendela kaca, tak ada siapun diluar sana. Hanya terdengar nyaian jangkrik-jangkrik kecil. Han melanglah menuju kamar mandi dipojok ruangan itu. Mencuci muka sambil mengamati bayangannya dicermin kecil yang menempel di dinding. Setelah itu Han keluar, duduk dikursi dekat komputer sambil memandang Nina yang tertidur. Tak henti-hentinya dia mengamati gadis itu, cantik dan ah…pikirannya jadi ngelantur. “Sudah bangun Han?” Suara gadis itu mengagetkan lamunan pemuda itu. Han hanya tersenyum kecut. “Sudah tidak usah dipikirkan, tidur lagi aja lagi!” dari atas kasur busa itu Nina berbicara padanya. “Kenapa aku tidak dibangunkan dari tadi Nin?” ucap Han pelan. “Kamu tidurnya pulas sekali, aku jadi tidak tega.” Nina lalu bangun dari tempat tidurnya, menghampiri Han yang terduduk lesu dikursi. Gadis itu lalu memegang tangannya. “Sudah tidak usah dipikirkan, tidur lagi!’’ sambil menarik lengan pemuda yang terdiam sedari tadi. Dia hanya menurut saja saat Nina menarik tangan lemas itu dengan pelan. Kini mereka berdua telah kembali berada diatas pembaringan. Lagi-lagi Han hanya Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 25 25 memandang gadis yang ada disampingnya itu, mengamati lekuk-lekuk tubuh yang terbungkus daster tipis warna biru dengan bunga-bunga mawar warna-warni. Desah nafasnya terdengar pelan bersamaan dengan tangan gadis itu yang kembali melingkar dipinggangnya. Mata mereka beradu pandang, saling menyelam kedalam hati masing-masing. Cukup lama mereka hanya saling menatap tanpa ada sepatah katapun yang terucap. Lalu, Han melingkarkan tangannya ketubuh sintal itu. “Sorry ya Nin, aku jadi merepotkanmu.” “Merepotkan apanya?” Suara manja Nina seakan menggetarkan hati, dan Han hanya bisa terdiam lagi. Tidak menjawab pertanyaan dari Nina. Tubuh mereka semakin dekat, pelukan itu semakin erat. Entah siapa yang memulai, bibir itu kini telah semakin dekat dan sangat dekat. Desah nafas itu kini telah menjadi satu. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 26 26 TUJUH “Baru pulang Han?” sapa Arif pelan. “Iya.” Han duduk disofa, disamping Arif yang sedang menikmati secangkir kopi sambil membaca Koran pagi itu. “Semalam tidur mana?” Han hanya diam, tidak menjawab pertanyaan Arif. “Jack kemarin marah-marah, katanya nyari kamu tidak ketemu?” Melihat Han yang hanya diam, Arif lalu bertanya lagi pada Han yang baru saja datang. “Ada masalah Han?” “Tidak.” Di raihnya cangkir kopi yang ada diatas meja dan tentunya itu milik sahabatnya. Meneguknya sedikit dan mengembalikannya lagi ketempat semula. “Kamu tadi malam tidur mana?” tanya Arif dengan raut muka heran. “Kalau aku jawab, kamu janji tidak akan bilang siapa-siapa?” Han akhirnya buka mulut juga. “Paling hanya ngomong Jack dan Pay.” “Janji?” “Iya, paling-paling cuma mereka berdua!” Arif tampak ingin segera tau jawaban Han. “Dikamarnya Nina.” “Ha…! Dikamarnya Nina?” dengan nada sangat terkejut. “Iya,” mengambil koran yang dipegang Arif. “Jack…Pay…teman kita sudah punya pacar!” Arif berteriak memanggil kedua temannya yang masih didalam kamar. “Hus…siapa yang pacaran?” hardik Han. “Tapi, buktinya semalam kamu tidur sama Nina!” “Bukan berarti aku pacaran kan?” mukanya tampak memerah. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 27 27 Dengan senyum simpul, Han berusaha menyangkal pendapat Arif. Sedangkan Jack, dan Pay yang baru keluar langsung duduk bersama diruang itu. “Kemarin kemana, aku cari-cari tidak ketemu?” Jack langsung menanyakan itu pada Han. “Sory Jack, kemarin aku ngantar Nina pulang.” “Terus, dia tidur disana sekalian!” Arif memotong pembicaraan mereka berdua. “Iya, Han? Kamu tidur dengan Nina si-bahenol itu?” Pay tampaknya juga tidak mau ketinggalan berita hangat itu. Han hanya tersenyum pada mereka bertiga yang jelas masih penasaran akan sebuah jawaban yang pasti. “Iya,” menjawabnya dengan pelan tapi pasti adalah satu-satunya pilihan yang bisa terucap saat itu. “Pantesan, kemarin menghilang bagai ditelan bumi,” gerutu Jack. “Sory, Jack,” Han menatap Jack. “Itu bukan masalah besar, kamu ninggalin aku juga tidak apa-apa, tapi…” “Tapi apa jack?” “Sebagai gantinya, sebagai pengobat rasa jengkelku padamu, kamu harus cerita tentang semua kejadian, dari kemarin di loby kampus sampai pagi ini!” Jack tersenyum bangga dengan idenya. “Ah…itu masalah lain Jack,” Han tampak malu-malu. “Lain? Apanya yang lain?” “Ha…ha…baiklah, tapi janji tidak akan membicarakannya didepan teman-teman yang lain?” Setelah didesak, akhirnya dengan terpaksa Han mau menceritakannya. “Iya …,” jawab mereka bertiga hampir bersamaan. “Tapi kamipun juga punya syarat, ceritanya harus runtun, jelas dan menggunakan bahasa yang baik dan benar!” Seperti seorang hakim yang mengadili tersangkanya, Jack memberikan sebuah penjelasan disertai dengan gerakan tangannya. “Ha…ha…terserah yang bercerita dong!” “Wah…mau aman nggak?” “Iya deh Jack,” lagi-lagi Han harus menuruti permintaan teman-teman pagi itu. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 28 28 “OK ?” Jack minta pendapat yang lain. Pay dan Arif mengangguk cepat. “Begini, siang itu aku duduk diloby, menunggu teman yang kuliah, lalu Gadis itu datang.” Sepertinya Han sedikit malu untuk mulai bercerita. Sementara teman-teman hanya mendengarkan saja. “Lalu dia memintaku mengantarnya pulang, sebelum sampai tempat kost-nya, kami makan dulu. Disebuah warung yang ramai pengunjung. Aku disuruhnya duduk disebuah meja disudut ruangan. Nina mengambilkanku sepiring nasi lengkap dengan sayur asem dan ayam goreng,” lanjutnya lagi. “Lalu?” “Kami makan tanpa banyak pembicaraan yang kami lakukan. Setelah makan, kami ketempat kost-nya. Semula aku hanya berdiri didepan pintu, terkagum-kagum dengan tata ruang dan kebersihan kamar itu.” Han menghentikan cerita, menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya pelan. Belum ada komentar dari teman-temannya, mereka masih menunggu. “Lalu dia memintaku masuk, sebenarnya aku menolak dan ingin pulang saja. Karena aku lelah dan tertarik dengan kamar itu, aku akhirnya tertidur,” lanjut Han yang wajahnya semakin memerah. “Nina?” celetuk Jack. “Dia mengerjakan tugas, duduk didepan komputernya.” “Lalu?” sepertinya Arif yang paling penasaran. “Lalu aku terbangun, tapi itu sudah jam satu malam.” “Nina?” lagi-lagi Arif berinisiatif menanyakan sang gadis. “Dia telah memelukku dengan erat, aku menjadi semakin takut saat aku melihat jam dinding itu sudah menunjukkan angka satu.” “Lalu?” celetuk Jack antusias. “Aku hanya diam untuk beberapa saat, hingga aku memutuskan untuk pergi kekamar mandi, membasuh mukaku dan berkaca. Setelah itu aku duduk di depan computer, mengamati Nina yang tertidur pulas,” wajah Han semakin merah. “Cuma gitu?” Jack semakin antusias. “Tidak, dia terbangun. Berbicara sebentar dan dia menyuruhku tidur lagi. Nina Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 29 29 menarikku dengan manja, sedangkan aku hanya menurut saja.” “Lalu kamu bercinta?” “Jack, jaga pembicaraanmu, memang aku semudah itu?” Han pura-pura marah. “Ha…ha…,” melihat sahabatnya pura-pura marah mereka malah tertawa. “Setelah sampai diatas tempat tidur aku tidak bisa memejamkan mata, aku hanya bisa melihat lekuk-lekuk tubuhnya yang tertutup kain tipis berwarna biru muda.” “Kalian tidak bercinta?” tanya Jack lagi. “Tidak.” “Hah…sama sekali?” sepertinya Jack tidak percaya dengan apa yang diceritakan “Tidak, aku hanya mencium bibirnya.” “Setelah itu?” “Ya…Cuma sampai disitu, kami hanya berciuman sampai aku tertidur lagi.” “Ha…ha…aku tidak bisa membayangkan jika kamu harus telanjang, ha…ha….” Mendengar perkataan Jack itu, semua tertawa termasuk Han. Mereka masih saja membicarakan kejadian semalam, berbagi pendapat atau barang kali saling curhat. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 30 30 DELAPAN Malam telah hampir berganti pagi, namun Han masih belum juga memejamkan mata. Bila kemarin malam tertidur dengan seorang gadis disampingnya, kini hanya bantal-bantal bisu yang menemani. Mungkin juga dia merasakan kesepian yang sangat. Bila tadi pagi dia dipaksa bicara oleh teman-teman, kini dia hanya duduk termenung didepan komputer, tanpa melakukan apapun. Sedetik setelah itu Han beranjak dari kursi, melangkah menuju keatas ranjang, mengamati alroji kesayangan yang telah menunjukkan angka tiga, tentunya saat itu sudah jam tiga pagi. Memejamkan mata lalu terlelap. Malam yang sunyi tanpa mimpi mungkin saja di alaminya... Pagi telah tiba, saat pintu kamar terbuka berlahan. Arif masuk kedalam dan membangunkan Han yang masih terlena oleh mimpi. “Han…bangun, ada yang nyari tuh!” Tapi Han belum juga menyahut, hingga Arif harus mengulangi perkataannya lagi. “Han, bangun…ada yang nyari tuh!” kali ini sambil mengguncang-guncang tubuh sahabatnya. “Siapa?” “Tuh diluar, cepetan.” Arif meninggalkannya yang masih terlentang ditempat tidurnya. “Han…cepetan, aku mau berangkat kekampus,” sambil melongok sekali lagi ke dalam kamar. “Kasihan dia tidak ada yang menemani,” Lanjutnya setengah berteriak. Arif menutup pintu kamar itu kembali, melangkah keluar dan menemui seseorang diruang tamu. “Tunggu sebentar ya, Nin!” “Iya, santai saja.” “Aku harus kuliah, sorry banget tidak bisa menemani.” “Iya, hati-hati.” Arif langsung meninggalkan Nina diruang tamu. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 31 31 Cukup lama Nina menunggu diruang tamu, beberapa kali dia terlihat melihat jam di-dinding ruang itu. Dia beranjak, melangkahkan kakinya menuju kamar. Membuka pintu kamar itu dengan hantinya yang sedikit deg-degan. Setelah membuka pintu, gadis itu mengamati seluruh ruangan. “Rapi,” gumamnya, dengan senyum khas bidadari cantik. Dia melihat Han yang masih terlentang tanpa mengenakan baju. Mungkin saat itu Han dalam keadan setengah sadar setelah Arif membangunkannya beberapa menit yang lalu. Nina lalu duduk didepan computer, memandangnya yang terbaring diatas tempat tidur . Dia mendekatkan dirinya. “Han…bangun, sudah siang!” Suara lembut itu seakan langsung menusuk kedalam telinga dan langsung membuyarkan mimpi pemuda itu. “Eh…Nin, sudah lama?” sambil menutup tubuhnya dengan selimut. “Kenapa, malu ya?” “Ah, enggak,” walaupun sebenarnya dia malu, karena saat itu tidak mengenakan baju. “Kamu tidak kuliah?” “Tidak, hari ini kosong. Maaf ya, aku tidak tau kalau yang datang kamu.” “Ah…tidak apa-apa, memangnya kamu tidak tidur semalam?” “Tidur, tapi sudah pagi. Aku madi dulu ya Nin,” pemuda itu beranjak dari ranjang, melangkah keluar. Nina hanya tersenyum sambil mengamatinya. Han sempat melihat gadis itu mengambil sebuah buku dirak lalu merebahkan tubuhnya diranjang sambil membaca buku tersebut. Dengan senyumnya, pemuda itu meninggalkan kamarnya. Saat Han masuk kembali, Nina tidak juga memperhatikannya, dia lebih asyik dengan buku yang dibacanya. “Itu buku pertamaku,” sambil menunjuk buku yang dibaca Nina. “Buat aku ya!” “Ya…bawa saja, tuh dirak masih banyak lagi.” Sambil mengusap-usap rambutnya yang basah dengan handuk warna biru. Setelah yakin rapi, Han melangkah menuju pembaringan memposisikan diri disebelah Nina. Gadis itu hanya tersenyum sambil mengusap kepala Han dengan penuh kasih sayang. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 32 32 “Kamu tidak kuliah Nin?” “Sudah, tadi masuk jam delapan pagi. Setelah itu langsung kesini.” “Adikmu sudah pulang?” tanya Han lagi. “Sudah, beberapa menit setelah kamu meninggalkan kamarku.” “Kamu bilang kalau aku semalam tidur ditempatmu?” “Iya, dia paling tau aroma cowok, ha…ha…” Han ikut tertawa, menatap bibir gadis cantik yang merekah itu. Mungkin juga saat itu dadanya berdebar. Dia seakan enggan berpaling dari bibir yang benar-benar merah merekah. “Apa kata Adikmu?” “Dia tidak percaya kalau kamu hanya menciumku,” gadis itu tersenyum simpul, menatap lawan bicaranya dalam-dalam. Sementara aku yang ditatapnya hanya diam. “Kamarmu rapi juga ya?” “Ah…lebih rapi kamarmu,” Han tampak merendah malu-malu. “Apakah ada wanita yang masuk kesini selain aku?” “Belum ada, paling Arif, Jack dan Pay, selain itu belum ada.’’ “Sama sekali?” “Iya.” “Suer?” “Iya.” “Apakah Ibumu juga tidak pernah masuk kesini?” Nina tersenyum simpul. “Tidak, Ibuku tidak pernah kesini.” “Kenapa?” “Mungkin dia terlalu sibuk, lagian Ibuku tinggalnya jauh dari sisni.” “Dimana?” “Kalimantan,” jawab Han singkat. Nina hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara itu pemuda yang ada disampingnya hanya tersenyum. Obrolan itu memang terkesan kaku. Hanya saja setelah beberapa saat kemudian semua menjadi wajar biasa. Bahkan beberapa kali Nina memukul pundak Han dengan mesra lalu keduanya tertawa. Ya...seperti sepasang kekasih yang di mabuk asmara. Saling bercerita dan bercanda. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 33 33 SEMBILAN Hari telah beranjak sore saat Jack dan Pay datang. Mereka berdua duduk disofa melepas lelah. Sepertiga menit kemudaian Arif datang dan langsung bergabung dengan mereka. Wajahnya memerah karena sengatan matahari yang bercampur debu jalanan. “Mana Han?” “Emang aku bapaknya?” Jawaban Pay itu mebuat mereka tertawa. “Tumben Rif kuliah sampai sore?” “Lagi banyak tugas Jack.” “Coba lihat Han dikamarnya, siapa tau dia pingsan.” “Iya Rif, seharian tidak keluar betah banget ya tuh anak?” Arif melangkah masuk, membuka pintu kamar Han pelan-pelan. Dia tersenyum melihat sahabatnya tertidur, apalagi seorang gadis memeluknya dengan erat. Dia menutup kembali pintu kamar itu pelan-pelan agar tidak mengusik mimpi sahabatnya yang sedang berdua dengan gadis itu. “Sst…jangan berisik, Han lagi tidur,” Arif kembali pada kedua temannya diruang tamu. “Hah…jam segini belum bangun?” “Pelan-pelan Pay, dia sedang dipeluk bidadari cantik.” “Siapa?” sepertinya Jack juga penasaran. “Tuh cewek yang semalam tidur dengannya.” “Nina?” mereka berdua menanyakan hal yang sama. “Iya.” “Wah…kita bakal bisa menepis gossip nih,” Pay tertawa pelan. “Gosip apa?” sambil mendekatkan kepalanya pada Pay. “Gosip kalau kita homo Jack…ha…ha….” Mereka bertiga tertawa terbahak-bahak, lalau sebentar kemudian mereka terlihat sedikit menahan tawa. “Iya…kita akan punya seseorang yang merawat bunga-bunga ditaman, terus, akan ada yang membuatkan kopi saat bangun tidur, terus…akan ada yang nyapu dan bersih- Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 34 34 bersih rumah, ha…ha…” Jack tampak mebayangkan sesuatu. “Ssst…pelan-pelan kalau mereka bangun bisa kacau,” Arif meminta kedua sahabatnya untuk mengurangi volume suara mereka. Sepertinya mereka sangat bahagia dengan kehadiran Nina. Sepertinya pula mereka sangat merindukan seorang wanita diantara mereka. “Eh…kalian sudah datang?” Suara itu sangat mengejutkan obrolan mereka bertiga. “Sudah bangun Nin, sini ngobrol ama kita-kita,” Jack langsung berdiri, menyambut kehadiran Nina yang muncul tiba-tiba. Mempersilahkan wanita itu duduk didekat mereka. Nina hanya bisa tersenyum. Dia tidak menyangka sambutan yang di dapatnya sangat hangat. “Terimakasih ya Jack.’’ “Biasa aja, anggap rumah sendiri,” kata Jack lagi. “Belum mandi ya?”Pay ikutan mengajukan sebuah pertanyaan. “Iya Pay” Jawaban itu tentu saja diikuti dengan senyum yang malu-malu. “Boleh kok mandi disini.” “Tidak membawa peralatan mandi, lagian juga mau pulang.” “Pulang?” Ketiga sahabat itu saling memandang mendengar jawaban Nina. “Jangan pulang dulu, pakai peralatan madiku saja.” Arif dengan senang hati menawarkan peralatan mandinya. “Apa mau diambilkan ditempatmu?” Jack tidak kalah serunya dalam menawarkan jasanya. “Tak beliin aja ya, butuh apa saja?” “Ah…kalian jangan bercanda dong!” “Tidak, kami tidak bercanda,” sepertinya jawaban Jack memang serius, apalagi diikuti anggukan kedua temannya. “Nggak usah repot-repot, pakai punya Han juga tidak apa-apa,” pipi gadis itu memerah, sebuah tanda kalau dia malu atau tersanjung dengan perkataan teman-temannya itu. “Kamu mandi dulu biar aku mengambilkan pakaianmu di-kost ya?” Pay langsung berdiri, bersiap untuk berangkat. “Ah…tidak usah Pay, merepotkan saja.” “Tidak apa-apa, biar aku ambilkan pakaianmu.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 35 35 “Ah…jadi merepotkan kalian semua.” “Tidak apa-apa, asalkan nanti kita masak bersama dan makan malam bersama. Bagaimana setuju?” Pay meminta pendapat mereka. “Setuju….” Jawaban itu keluar dari mulut Jack dan Arif. Sementara Nina hanya tersipu malu. Pancaran binar bahagia terlihat jelas di wajahnya. “Bagai mana Nin setuju tidak?” “Eh…bagaimana ya?” Nina tampak semakin malu-malu mau. “Setuju aja deh.” “Iya deh Pay, tapi ini tidak merepotkan kalian kan?” “Tidak,’’ lagi-lagi tanpa dikomando mereka mengeluarkan jawaban yang sama. Nina melangkah masuk lagi kedalam kamar, memandang Han yang masih terlelap tidur sore itu. Menutup kembali pintu kamar, lalu membuka pakaiannya didepan cermin, mengambil handuk dan melilitkannya ditubuhnya yang sintal itu. Melangkah lagi menuju kamar mandi. Setelah mandi dia kembali lagi, duduk didepan cermin. Membuka tas kecilnya, mengeluarkan beberapa alat rias. Menyisir rambutnya yang basah, memakai bedak dan sedikit lips ice. Sepertinya Han telah membuka matanya dari tadi walau tidak beranjak dari tempatnya semula. Han terkejut melihat Nina duduk didepan cermin, apalagi gadis itu hanya mengenakan haduk yang menutupi sebagian tubuhnya. Han menatapnya dari atas tempat tidur. Nina masih saja asyik dengan cermin didepannya tanpa tau sepasang mata mengamatinya. Pintu kamar itu diketuk pelan. “Nin…in bajumu, kutaruh didepan pintu.” Sepertinya itu suara Pay, Nina melangkah kearah pintu. Melihat gadis itu berdiri, Han memejamkan mata lagi. Setelah mengambil sebuah tas didepan pintu, Nina kembali lagi kedepan cermin, melihat kearah Han yang masih terbaring. Dia tersenyum karena mengira pemuda itu belum bangun. Dilepaskan handuk itu, membuka tasnya dan mulailah dia mengenakan pakainnya satu persatu. Sementara Han hanya bisa melihatnya, melihat gadis itu berpakaian sambil sesekali menarik nafas panjang. Setelah yakin rapi, Nina melangkah kearah pemuda yang pura-pura tidur. Mencium keningnya dengan mesra. “Han…bangun sudah sore.” Han membuka mata, memandang gadis cantik itu. Ada semacam perasaan yang Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 36 36 berkecamuk dihati, sepertinya sebuah pertanyaan ”apa yang baru saja kulihat benarbenar dia?’. Han bangun, beranjak dari tempat tidur. Tanpa sepatah katapun dia lalu berdiri, mengambil handuk yang ada dikursi dan pergi kekamar mandi. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 37 37 SEPULUH Dimeja makan telah tersedia berbagai menu masakan. Tidak lupa ayam goreng dan sayur asem. Semua telah duduk kursi masing-masing bersiap untuk menyantap makan malam bersama. “Maaf ya bila masakannya kurang enak.” “Dari aromanya saja saya sudah tau kalau ini lezat.” Jawaban Pay itu diiringi dengan senyum yang lain, termasuk Nina. Walau agak kaku, acara makan malam itu terlihat sangat romantis. Apalagi ditambah dengan alunan merdu lagu klasik dari ruang tengah, Sebuah lilin ditengah meja bulat oval itu dan…kehadiran Nina diantara mereka seakan membawa sebuah kedamaian. Begitulah, suasana menjadi semakin hangat dengan gurauan mereka berlima. Bila biasanya hanya makan diwarung belakang, kini mereka bisa menikmati makan dirumah sendiri, dimeja makan sendiri dan dipiring sendiri. “Ternyata lebih nyaman makan bersama-sama dirumah sendiri ya?” “Iya, soalnya kita tidak perlu repot-repot ngantri, dan yang paling penting tidak usah bayar, ha…ha…” “Kalo bisa begini terus, mungkin kita akan betah dirumah ini.” “Terus yang masak kamu, Pay?” “Ha…ha…sepertinya kita harus kursus memasak pada Nina Jack.” Nina hanya tersenyum malu, dia melihat kearah Han yang asyik menikmati makan malam itu tanpa banyak bicara seperti teman yang lain. Karena dalam benaknya sedang membayangkan kalau saja Nina adalah gadis dalam Koran itu. Membayangkan kalau gadis itu adalah pemilik sepatu kaca yang selama ini selalu hadir dalam mimpinya. “Han…kenapa kamu hanya diam saja?” Mendengar pertanyaan Arif itu, Han kaget dan buyarlah semua lamunannya. “Ah…aku hanya merasa heran.” “Heran dengan apa?” “Ya…heran dengan yang masak.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 38 38 “Kenapa Han?” “Tidak kusangka Rif, masakannya enak.’’ “Ha….ha….’’ Mereka tertawa lagi mendengar jawaban itu, dan pastinya tawa itu membuat Nina malu-malu. Selesailah sudah acara makan malam pertama itu. Mereka masih saja duduk-duduk melingkar dimeja makan. Menikmati hidangan penutup sambil terus bercengkrama. Nina mulai merapikan piring-piring kotor dan mencucinya. Keempat cowok itu masih asyik menikmati rokoknya masing-masing. Seyum dan tawa mereka penuh dengan kebahagiaan. “Nin…setelah ini jangan pulang dulu ya!” tanya Jack singkat. “Kenapa Jack?” Nina balik bertanya. “Kita harus melihat film drama romantis terbaru,” ucap Jack mantap. “Ha…ha…sejak kapan kamu suka nonton film romantis?” “Sejak kehadiran Nina, Pay!” Disambut tawa yang lain. Arif membantu Nina mencuci piring, Pay dan Jack beralih keruang tengah, menyiapkan vcd player. Jack menggelar karpet dan mengambil beberapa bantal dari kamarnya. Pay mengganti lampu diruangan itu dengan yang lebih redup. Sungguh suasana yang romantis. Han masih belum beranjak dari tempat duduk dimeja makan. Arif kemudian menyusul kedua temannya keruang tengah. “Nin…maafkan teman-temanku, mereka memang usil. Apapun yang dikatakan mereka jangan kamu masukkan kedalam hati ya?” Gadis itu hanya menjawab dengan senyum termanisnya. Setelah mencuci tangannya, dia duduk disamping Han. “Asalkan kamu senang aku juga senang Han,” kata Nina dengan senym tulus. “Tapi Nin?’ “Sudah tidak usah dipikirkan, aku tidak akan menuntutmu yang macam-macam.” Han terdiam, seakan memutar otak untuk mengartikan ucapan gadis itu. “Kamu percaya kalau Cinderella mempunyai sepatu kaca?” “Percaya, aku menyukai cerita itu. Kenapa?” Pada akhirnya dia hanya tersenyum dan tidak meberikan jawaban atas pertanyaan yang di loontarkan gadis itu. Dia menggandeng tangan gadis itu dan melangkah keruang tengah. Duduk diantara teman-teman. Pemutaran film romantis dimulai, mereka semua Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 39 39 terdiam menyaksikan adegan demi adegan. Menikmatinya dan mengapresiasikan dengan imajinasi masing-masing. Hanya sesekali terdengar suara batuk-batuk kecil dari mereka. Setelah selesai melihat film itu mereka saling pandang, tersenyum lalu tertawa. “Ternyata asyik juga ya?” Arif bertanya pada sahabat-sahabatnya. Mereka hanya tersenyum. “Besok pinjam lagi Pay!” Komentar singkat itu sepertinya adalah sebuah komentar yang jujur dari dalam hati. Diawali dengan Jack yang pamit tidur lebih dulu, diikuti Pay dan Arif yang melangkah menuju kamarnya masing-masing. Hanya tinggal Han dan Nina yang kini sedang melihat acara di televisi. “Nin…kamu tidur saja dikamarku.” “Kamu?” “Ah…gampang, aku biasa tidur didepan teve.” “Wah…aku paling takut tidur sendiri, apalagi ini bukan kamarku.” Han terdiam, memandang gadis itu, membayangkan betapa hangatnya tidur dipelukannya. “Tapi apa kamu merasa aman bila tidur denganku?” “Apa yang harus aku takutkan, buktinya kemarin aku aman-aman saja.” Lagi-lagi Han harus terdiam dengan jawaban singkat itu. Dan pemuda itu hanya mampu memandang gadis cantik yang duduk didekatnya. Bajunya yang berwarna merah jambu, serasi dengan kulitnya yang putih bersih. “Ya sudah, kutemani. Tapi aku buat kopi dulu ya!” Han beranjak dari duduknya, mematikan televisi dan melangkah menuju ke dapur. Nina mengikutinya dan hanya memperhatikan pemuda iru menyeduh secangkir kopi. Setelah selesai mereka lalu masuk kedalam kamar. “Kamu tidur dulu ya, aku harus menyelesaikan tulisanku.” Gadis itu merebahkan tubuhnya diranjang, sementara Han duduk menghadap komputernya. Menikmati secangkir kopi panas yang baru di buatnya tadi. Merangkai kata demi kata menyusunnya menjadi sebuah kalimat, lalu tak lama kemudian jadilah sebuah cerita. Cukup lama dia duduk ditempat itu, sesekali Han menoleh kearah gadis yang terlelap diranjang. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 40 40 Kini Han telah merebahkan tubuhnya disamping bidadari cantik yang terlelap. Mentupkan selimut padanya dan mulailah dia memejam mata. Walau agak sulit pada akhirnya dia juga terlelap. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 41 41 SEBELAS Kedekatan Han dengan Nina sepertinya membawa kebahagian tersendiri pada teman-temannya. Kini Pay, Jack dan Arif lebih suka berada dirumah, ngobrol dengan Nina sambil mengerjakan tugas. Sekali mereka jalan-jalan ke mall atau sekedar duduk ditaman kota. Bila mereka sudah berkumpul sepertinya kebahagiaan itu tidak akan hilang. Canda dan tawa selalu saja menghiasi rumah mungil itu. Taman dihalaman depan terlihat semakin indah. Tidak ada satupun sampah dilantai. Juga tidak ada pakaian kotor yang tergantung di gantungan pakaian kamar mandi. Bila Nina pulang ke kost-nya, salah satu dari mereka pasti menjemputnya lagi dengan berbagai alasan dan gadis itu hanya bisa mengiyakan saja. Nina seakan telah menjadi bagian dari keluarga itu, lebih sering dirumah itu dari pada ditempat kost-nya. Pakainnya-pun telah tersusun rapi dalam almari Han. Beberapa alat kecantikannya juga tertata rapi dimeja kecil depan cermin. Dikamar itu pula kini dia sering tidur. Sepertinya ada yang aneh dengan Han. Pemuda itu sering terdiam diteras depan sambil memandang gadis itu menyirami bunga atau lebih asyik dengan buku-buku bacaan. Matanya selalu menerawang jauh, jauh sekali. Bila malam tiba, dia hanya duduk didepan komputer sesekali dia membayangkan wanita cantik dalam Koran. Gadis cantik pengidap HIV itu tidak pernah bisa hilang dari pikirannya. ”Kenapa kehadiran Nina yang cantik ini tidak juga merubah perasaan hatiku, tidak sedikitpun?’’ dia bertanya pada dirinya sendiri pada suatu sore. “Han…kamu kenapa?” Pertanyaan itu membuyarkan lamunannya. “Ah…tidak apa-apa Jack.” “Kangen ya sama Nina, sabar lagi dijemput Pay.’’ “Jack, aku sedang bingung dengan ini semua.” “Kenapa?” “Ah…sudahlah.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 42 42 Han lebih memilih untuk tidak melanjutkan ucapanya, mengambil sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan pelan. “Kalian bertengkar?” “Tidak.” “Lalu?” “Ya…hanya bingung saja.” “Dia hamil?” “Gila kamu, menyentuhnya saja tidak!” “Ha…jadi selama ini apa yang kalian lakukan?” “Tidak ada.” “Sama sekali?” “Ya…paling-paling ngobrol lalu tidur.” Jack terdiam, memandangnya dengan penuh tanya. “Kamu memang lelaki yang hebat.” “Hebat apanya?” “Ya…lelaki yang hebatlah….” Saat mereka sedang terlibat dalam perbincangan serius itu, Arif muncul dan langsung duduk dilantai. “Serius amat, ngomongin apa?” “Nih…sobatmu lagi bingung.” “Kenapa Han?” “Tidak ada apa-apa Rif.” “Kalo ada masalah ngong dong, siapa tau kita bisa membantu.” Han tidak juga bicara, begitu juga dengan jack. “Eh…ngomong-ngomong, berapa kali kalian bercinta dalam satu malam?” Han dan Jack memandang kearah Arif, pertanyaan itu sepertinya membuat Han kecewa. “Jadi kamu menganggap aku dan dia bercinta setiap malam?” Arif terdiam, dia tau kalau pertanyaanya itu menyinggung perasaan sahabatnya. “Sudahlah Han, wajar kalua Arif menanyakan hal itu.” “Sory Han, tapi apakah salah bila aku bertanya padamu tentang hal itu, kalian sudah lebih dari dua minggu selalu tidur dalam satu kamar yang sama.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 43 43 “Iya…tapi aku belum pernah sekalipun bercinta dengannya.” “Ha…belum pernah,” Arif seakan tidak percaya kata-kata itu. “Iya!” “Kenapa?” “Aku tidak tau, bahkan saat aku melihatnya telanjang aku hanya bisa diam.” “Ha…hanya diam, jangan-jangan kamu kelainan?” “Tidak Rif, hasrat kelakia-lakianku tetap ada, tapi entah kenapa aku mampu menahannya” “Apa yang kamu pikirkan saat itu?” “Wanita dalam koran.” Jawaban singkat itu membuat Jack dan Arif terdiam. Memandang dalam kearah Han yang tertunduk lesu. “Jadi kamu belum bisa melupakan wanita itu?” “Iya Rif.’ “Ah….’’ Desah lirih dari mulut Arif seakan penuh rasa kecewa. “Jack…antar aku ke-internet!” “Kapan?” “Sekarang.” “Rif…kalo Nina datang, bilang padanya aku keluar sebentar.” “Iya.” Han dan Jack pergi meninggalkan Arif yang masih duduk diteras itu. Mereka menuju sebuah warnet yang tak jauh dari tempat itu. “Han…aku berharap kamu tidak menemukan gadis pujaanmu itu,’’ ucap Jack tibatiba. “Kenapa?” tukas Han sambil mengerutkan keningnya. “Aku tidak tau.” “Tidak tau apanya?” tanya Han lagi. “Ya...pokoknya aku mendukungmu! Karena hatiku berkata begitu!” “Sok main perasaan?” Han mencibir. “Bukan! Aku mulai sadar bahwasanya cinta itu sebenarnya tidak hanya satu!” tegas Jack. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 44 44 “Nyindir nich ceritanya?” Han tersenyum kecil. “Bukan nyindir! Tapi emang begitu kenyataannya! Cinta pertama, kapan kamu rasakan? Lalu cinta kedua, ka[an kamu rasakan? Sekarang? Cinta keberapa? Apakah rasanya beda? Sama Han! Sama! Semua cinta yang kamu rasakan itu ya begitu-begitu saja!” tegas Jack panjang lebar. “Begitu saja gimana?” Han tersenyum kecil. “Ya begitu! Gelisah! Bingung! Kangen! Deg-degan! Seputar itu dech!” “Ha…ha…” Han tertawa begitu juga Jack, walau sedikit dipaksakan. Duduk bersebelahan disebuah ruang bersekat dinding tipis dengan ruang disebelahnya. Hanya sesekali saja mereka berbicara. Setelah merasa cukup mereka kembali. Dalam perjalan dari warnet itu tak ada pembicaraan diantara mereka berdua. Laju motor itu pelan tapi pasti, menelusuri gang-gang kecil dan tidak lama kemudian telah tiba dirumah itu kembali. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 45 45 DUA BELAS Pada suatu sore yang cerah, dimana burung-burung pipit bernyanyi riang di atas pucuk-pucuk cemara. Saat tukang bakso sedang asyik ngerumpi dengan beberapa ibu-ibu langganannya. Saat anak-anak kecil sedang berkejar-kejaran didepan gang rumah mungil itu, Han dan Arif duduk diteras marmer sambil menikmati secangkir kopi manis. Kepulan asap rokok mereka berdua membubung tinggi keangkasa lepas. “Han…apa Nina tau kalau kamu tidak menyukainya?” “Aku menyukainya Rif, tapi aku belum bisa menentukan apakah aku akan menjadi kekasihnya.” “Kenapa?” “Nah…alasan itulah yang sedang kucari. Dan kata-kata itu datangnya dari sini!” Han menunjuk dadanya sendiri. “Kalo suatu saat nanti dia tau kamu tidak menyukainya, apa ya…yang kan terjadi?” pemuda itu menggaruk-garuk kepalanya. “Semoga tidak terjadi apa-apa, lagian belum tentu kan dia menyukaiku? Kamu sendiri kan yang bilang aklau cinta datangnya dari hati?” “Ha…setiap hari dia disini, masak tidak menyukaimu?” “Mungkin juga dia suka salah satu dari kalian.” “Ha…ha…kalau dia menyukaiku, pastinya dia akan tidur dikamarku, bukan kamarmu!” sergah Arif cepat untuk meyakinkan sahabatnya. “Rif, aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan gadis itu.” “Apa?”sahut Arif. “Aku belum bisa memastikan, itu hanya perasaanku saja,” Han tampak ragu. “Eh…ngomong-ngomong bagaimana kabar wanita dalam Koran itu?” “Masih nunggu balasan, kemarin aku dan Jack sudah kirim e-mail, menanyakan alamatnya,” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 46 46 “Ya…kalau itu sudah menjadi keputusanmu, aku pasti mendukungmu. Tapi kamu jangan sampai membuat Nina kecewa atau sakit hati,” Arif menunduku seakan mencari sesuatu yang hilang. “Bagaimana caranya?” “Setidaknya kamu tidak merubah sikapmu padanya, tetaplah baik, sayangi dia seperti kamu menyanyangi adikmu, atau apalah…yang penting dia jangan sampai tau kalau kamu mempunyai idaman lain!” Arif meberikan sebuah pendapat yang menurutnya paling baik. “Sampai kapan itu harus kulakukan?” “Sampai semua benar-benar telah siap, Kamu, Nina dan kita semuanya.” Pembicaraan mereka terhenti saat seoarang pemuda datang. “Mas…maaf mengganggu, ini rumahnya mas Han ya…?” Pemuda itu bertanya dengan sopan setelah memarkir motornya didekat pintu pagar. “Iya…ada yang bisa saya Bantu?”Arifpun tidak kalah sopan dengan pemuda yang baru datang, walaupun pemuda itu jauh lebih muda dari Arif, namun tetap saja dihormatinya. “Mas Han-nya ada?” “Ini Han!” Arif menunjuk kearah Han yang hanya tersenyum. “Oh…iya perkenalkan Mas, saya Dedi.” sambil mengulurkan tangannya pada Han, kemudian pada Arif. Perkenalan singkat itu membuat mereka lebih akrab. “Ada apa Ded, kok mencari Han?” “Oh…gini Mas, saya sangat berterima kasih pada Mas Han.” “Kenapa?” “Karena Mas Han telah bisa menumbuhkan semangat hidup pada kaka saya,” kata Dedi dengan mantap. Han dan Arif saling pandang, tidak mengerti perkataan pemuda lima belas tahun itu. “Maksudnya?’’ Han melontarkan sebuah pertanyaan pada Dedi. “Karena Mas-lah, kakak saya bisa kembali tersenyum,” ucap Dedi lagi dengan mantap. “Kakakmu siapa?” tanya Arif. “Nina.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 47 47 “Nina?” celetuk Han dan Arif bersamaan. “Iya.’’ “Oh…kamu adiknya Nina?” tanya Arif sekali lagi meyakinkan pendengarannya. “Iya… Mas Arif.” “Lho, memang selama ini kakakmu tidak pernah tersenyum?” Han menanyakan itu sambil tersenyum ramah. “Seperti itulah, sering melamun,” ucap Dedi seakan mengenang apa yang terjadi pada Nina kakaknya. “Kenapa?” tanya han lagi penasaran. “Biasa Mas Han, semacam trauma.” “Oleh apa?” “Oleh cinta.” Dedi tersenyum sambil mengucapkan kata itu. “Jadi kakakmu baru putus cinta?” tanya Han lagi. “Iya, tapi saya harap Mas Han tidak menyinggungnya dalam waktu dekat ini.” Lagi-lagi Han dan harif hanya bisa saling pandang, tersenyum lalu menganggukanggukkan kepala mereka. “Kak Nina bilang kepada saya, kalau dirumah ini dia menemukan suasana baru, penuh kedamaian. Penuh kasih sayang yang dia harapkan selama ini. Katanya di rumah inilah dia menemukan semua yang dia inginkan!’’ Dedi memberikan sebuah penjelasan yang cukup panjang dan jelas. “Ha…ha…biasa saja, kebetulan diantara kami berempat tidak ada yang punya saudara perempuan, jadi saat ada cewek yang datang, perhatian langsung tertuju padanya, ha…ha…,” Arif tertawa sambil menepuk bahu Dedi. “Mas…sekarang dia dimana?” “Lagi jalan-jalan ke mall sama Pay dan Jack, paling sebentar lagi juga pulang,” sahur Arif. “Kalau begitu saya pamit dulu ya.’’ “Kenapa, tidak menunggunya datang?” tanya Han. “Tidak Mas,’’ sahut Dedi singkat. “Wah…padahal kita mau makan malam bersama,” lanjut Han sambil mengamati pemuda dihadapannya. “Terima kasih,” Dedi menunduk hormat. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 48 48 “Iya deh…hati-hati ya,’’ kata Han lagi. “Mas Han…jangan bilang padanya kalau saya datang kesini ya!” Dedi tersenyum simpul. “Iya…hati-hati.’’Kemudian Han dan Arif mengantarnya hingga depan pagar. Melambaikan tangan dengan senyum lebar yang sangat bersahabat. Dedi menghilang disebuah tikungan gang itu. Mereka berdua kembali duduk diteras. “Ternyata perkiraanmu benar Han,’’ kata Arif sesaat kemudian. “Tentang apa?” Han mengerutkan dahinya. “Sesuatu yang aneh pada gadis itu.’’ “Aku lebih tenang sekarang, setidaknya tidak ada lagi yang mengganjal dihatiku,’’ kata Han singkat. Meraka berdua tersenyum lagi, kembali menikmati suasana sore itu dengan senyum yang lebih lepas, dengan kelakar-kelakar manis yang selalu dikuti tawa lebar. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 49 49 TIGA BELAS Malam itu Han masih sibuk dengan komputernya. Nina masih terlalu asyik dengan candanya diruang tengah bersama Jack dan Pay, Arif sudah terbawa kealam mimpi dikamarnya. Seperempat menit kemudian, Han merebahkan tubuhnya. Mengamati kamarnya yang semakin rapi, melihat seprei biru diatas kasur. Dia tau seprei itu bukan miliknya, itu punya Nina. Mengamati vas bunga kecil diatas meja dekat cermin yang tertata rapi berdampingan dengan beberapa kosmetik. Lalu pemuda itu hanya bisa tersenyum, memeluk guling dan memejamkan matanya, walau tidak tidur, dia tetap diam tidak bergerak. Sejurus kemudian, Han merasakan ada yang datang, dari Aromanya saja dia tau kalau itu Nina, tapi dia tidak merubah posisi atau bergerak. Han memilih untuk tetap diam. Nina merebahkan tubuhnya disamping Han, mungkin dia mengira pemuda itu telah tertidur. Pelan tapi pasti Nina melingkarkan tangannya kepinggang Han yang membelakanginya. Gadis cantik itu tidak memejamkan matanya tapi menerawang jauh entah kemana. Dari matanya yang bening itu menitikkan air mata. Desah nafasnya seakan sesak oleh isak yang tertahan, dan itu menimbulkan satu pertanyaan pada pemuda yang dipeluknya. Han dapat merasakannya karena mereka sangat dekat. Karena mereka hanya terhalang sehelai kain yang mereka kenakan. Perlahan-lahan Han membalikkan tubuh, mengamati gadis itu dengan senyumnya. Han tau gadis itu menangis, Kemudian tangannya mengusap air mata itu dengan penuh kasih sayang. “Menangislah didadaku Nin… curahkan semuanya disini,”Han membimbing kepala gadis itu untuk disandarkan didadanya. Tangisan Nina semakin menjadi sesampainya didada bidang yang sebenarnya berdebar kencang. Air matanya tertumpah bagaikan banjir bandang yang tertahan ribuan tahun lamanya. Han mendekapnya dengan erat, membelai rabutnya dengan sejuta kasih sayang. Sungguh roman yang tidak dapat ditebak. Perasaan yang tersembunyikan oleh senyum itu tetap menjadi sebuah kisah yang terpendam. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 50 50 Cukup lama gadis itu menangis, sampai pada akhirnya dia tersenyum diantara pipinya yang basah, diantara air mata yang menggenang didada pemuda yang hanya terdiam dari tadi. Han mengusap sisa-sisa air mata yang mengikis bedak tipis diwajah Nina yang tetap ayu. Membiarkan sebagian tubuh gadis itu berada diatas tubuhnya, sambil sesekali menyibak rambutnya yang tergerai bebas. “Tidurlah Nin.” “Terima kasih ya, kamu telah menjadi sahabat terbaikku selama ini.’’ “Aku juga berterima kasih padamu, karena kamu juga aku jadi rajin kuliah.” Gadis itu meletakkan kepalanya kembali, kali ini dengan senyumnya bukan dengan air mata. “Han…apa kamu pernah putus cinta?” tanya Nina tiba-tiba. “Pernah bahkan tidak sekali,” ucap Han dengan jujur. “Apa kamu membenci mantan-mantanmu?” tanya Nina lagi. “Tidak, bahkan kami masih sering makan bareng atau sekedar berlibur ketepi pantai berdua kalau ada waktu.” “Kalau dia bersama pacar barunya, apa kamu tidak sakit hati?’ “Pertama sih iya, tapi lama-kelamaan jadi terbiasa, kalau kita sudah yakin kenapa tidak.” “yakin dengan apa?’’ Nina menatap Han. “Dengan perasaan kita sendiri, seberapapun sakit hati itu tidak akan bisa hilang bila kita tidak berusaha untuk melupankannya walau itu sangatlah sulit.’’ “Apa kamu sekarang sudah mempunyai ganti?” “Sementara belum, tapi aku masih ingin sendiri. Menyelesaikan kuliah, kerja lalu cari pacar lagi,” Han tersenyum mengatakan itu, setidaknya dia sudah mengungkap sedikit persaanku dan telah membuka suatu tabir atau bisa dikatakan sebuah penolakan secara halus. Gadis itu tersenyum, memandang kearah Han dan meletakkan kepalanya lagi. “Nin…apa kamu pernah putus cinta?” “Pernah, bahkan tidak sekali.’’ “Ha…ha….’’ Han tertawa karena gadis itu menggunakan jawaban yang sama dengan apa yang dikatakannya beberapa menit yang lalu. “Berapa kali?’ Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 51 51 “Ah…aku malu mengatakannya,” Nina merebahkan kepalanya lagi. “Kenapa harus malu?’’ “Nggak tau.’’Gadis itu semakin manja, pipinya memerah dan beberapa kali dia melihat kearah Han yang masih saja tersenyum. “Aku mengira semua lelaki sama Han.” “Maksudnya?” Han membelai rambut gadis itu. “Ya…berkenalan dengan cewek, jadian lalu berakhir diranjang. Setelah itu putus cari lagi dan begitu seterusnya.’’ “Ternyata?” Han mengajukan sebuah pertanyaan singkat. “Ternyata tidak semuanya,’’katanya pasti. “He…he….’’Tawa kecil itu membuat suasana malam itu menjadi semakin hangat. “Maaf ya Nin, aku datang kekota ini dengan sejuta harapan, berharap menemukan cinta dan dapat hidup dengan mapan. Tapi kenyataannya adalah sebaliknya. Dulu aku mengira dapat mendapatkan cinta dengan cepat, instant-lah…tapi ternyata cinta itu sangat rumit untuk dimegerti, sangat susah untuk dipahami,” lanjut Han. “Apa kamu sudah mendapatkannya saat ini?” tanya Nina lagi. “Aku tidak tau, kalau dulu aku berharap kekasihku adalah wanita cantik sekarang tidak lagi. Kalau dulu aku berharap hidup serba kecukupan, sekarang tidak lagi. Aku hanya berharap dapat mewujudkan impianku, bersanding dengan orang yang aku cintai. Hanya itu….” Nina terdiam sejenak, menarik nafasnya dalam-dalam setelah mendengar curahan hati dari lelaki yang sekarang mendekapnya dengan penuh kehangatan dan lelaki itu tetaplah Han. Pemuda yang berharap menemukan pemilik sepatu kaca dalam mimpinya. “Han…apakah kamu mau berjanji padaku?” Han tidak menjawab, berpikir keras untuk memberikan kata ‘Ya’, takut gadis itu akan memintanya menjadi pacar atau kekasih, dia takut itu. Atau mungkin pemuda itu yang terlalu ‘gr’ sehingga mempunyai pikiran yang macam-macam. “Han…apakah kamu mau berjanji padaku?” Gadis itu mengulang pertanyaan yang sama setelah sekian menit tidak ada jawaban. “Ya,” dengan suara sangat pelan, seakan sangat berat namun akhirnya kalimat itu yang terucap. “Kamu jangan marah ya?” kata Nina semakin melemah. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 52 52 “Ya,’’ ucap Han lirih. “Tapi sebelumnya aku minta maaf padamu, karena selama ini aku hanya mencari tempat bertambat untuk membuang semua rasa kecewaku. Aku tidak tau kenapa aku memilihmu sebagai dermaga untuk kusinggahi.” Han membelai rambut Nina, menarik nafas pelan dan menghembuskannya dengan pelan namun penuh arti adalah pilihan paling tepat. Semua sesak itu telah hilang bersamanya. “Han…apa kamu merasa kalau aku mempermainkanmu?” “Tidak,” sahut Han yakin. “Sebelum aku mengenalmu lebih dekat, aku sangat membenci laki-laki, terlalu sering aku sakit hati olehnya. Lalu kamu dan ketiga sahabatmu mampu merubah itu semua, aku menyayangi kalian semua,” matanya berkaca-kaca. “Aku harus berjanji apa padamu Nin?” lanjut Han sambil menatap Nina tajam. “Jangan mencari pacar dulu ya!” pinta Nina penuh harap. “Kenapa?” Han tersenyum kecil. ` “Karena aku masih membutuhkan kasih sayang dari kalian, kalianlah yang mampu membuatku tersenyum. Hanya kamu dan teman-temanmu Han…’’ “Iya,” sambil tersenyum lebar, seakan Han terbebas dari semua rasa bersalah. Terbebas dari penjara praduga yang pengap. Han bebas karena tidak harus mengucapkan cinta pada gadis itu. “Nin…aku berjanji, aku akan melakukan apapun yang kamu pinta.” “Semuanya?” “Ha…ha…memangnya aku mailakat yang bisa memberimu apa saja?’ Sedetik kemuadian mereka tertawa. Hilang sudah isak tangis dan kepenatan yang tersimpan lama, berganti dengan tawa yang tentunya membuat mereka bahagia. “Sekarang yang aku pikirkan adalah hubungan kita Han.” “Kenapa?” “Kedekatan kita sudah melebihi dari sekedar teman, tapi kita tidak pacaran kan?” “Itu juga yang selama ini mengganjal dipikiranku, lalu menurutmu bagaimana?” “Aku juga bingung, jujur saja ya, aku senang berada dipelukanmu, aku senang dekat denganmu bahkan bahagia, tapi rasa cinta itu tidak ada sama sekali, hanya rasa sayang yang begitu besar,” kata itu mengalir dengan pelan dan penuh kejujuran. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 53 53 “Akupun juga merasakan hal yang sama, bahagia bisa bersamamu, aneh ya kita ini?” Dengan senyumnya yang tulus, gadis itu bangun. Mendekatkan wajahnya kepadan Han. Sepertiga detik kemudian bibir lembut itu sudah berada dikeningnya. Sungguh romantis, gerai rambutnya hampir menutupi seluruh wajah pemuda itu, lembut. Desah nafas itu jelas tertahan. Malam dengan sendirinya berganti pagi, mereka berdua masih saja menjadi satu. Saling mendekap dalam mimpi yang indah, dalam lamunan yang tentunya tanpa batas. Lamunan yang berbeda, atau barangkali jauh berbeda, walau dari tempat yang sama asalnya, dari kamar itu, dari ranjang itu dan tentunya dari dekapan itu. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 54 54 EMPAT BELAS Matahari sudah bersinar dengan gagahnya, membelai apa saja dari satu sisi dan membiarkan sisi lainnya tetap teduh. Ibu-ibu telah pulang dari pasar atau sekedar mengantar putra kecilnya sekolah. Keindahan pagi itu juga dirasakan oleh Nina, dari jendela kaca kamar itu dia membiarkan sebagian tubuhnya terkena sinar pagi. Mebiarkan titik air dari rambutnya jatuh kelantai saat sisir membelai rambut basah itu berlahan. Sementara Han hanya terdiam memandangnya, sepagi ini dia telah disuguhi pemandangan yang tidak seharusnya dilihatnya. Tubuh indah yang basah itu membuatnya terbangun sepagi ini. Sebenarnya Han tidak ingin melihatnya, namun entah kenapa dia juga tidak memalingkan wajah atau sekedar menutupi sedikit mata dengan bantal atau selimut. “Nin…kamu sudah bangun?” mengusap-usap matanya dengan gerak perlahan. “Eh…mimpi apa?’’ gadis itu menghampiri Han setelah merapikan handuknya. Sesaat kemudian Nina mengambil selimut warna biru lalu melipatnya. Memberikan sebuah kecupan hangat dikening sebelum dia mengambilkan handuk. “Mandi dulu ya…habis itu kita berangkat kekampus!” “Kamu ada kuliah?” tanya Han sembari tersenyum. “Iya, kamu juga ada kan?” “Iya,’’ Han melangkahkan kaki lelah ini menuju kamar mandi. Didepan pintu kamar telah berdiri Jack dengan senyumnya. Membawa sebuah tanya dengan jawaban segera. “Gimana Han?” “Sudah beres, diantara kami tidak ada lagi sakit hati.” “Sukurlah Han, aku berangkat dulu ya!” “Ya…hati-hati, sebentar lagi aku menyusul,” “Kamu ada kuliah?” Jack menghentikan langkahnya. “Ada, Pak Hendro,” sahut Han tegas. “Ha…ha…tumben, kamu mau masuk mata kuliah Pak Hendro?’’ “Nggak enak tiap hari cuma nitip absen,” Han tersenyum kecil. “Mudah-mudahan kamu betah dikelas!” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 55 55 Jack melangkah pergi, semantara Han melanjutkan perjalanan kecilnya menuju kamar mandi. Setelah mandi lalu kembali lagi kekamar. “Sudah siap ya?” Han melihat kearah Nina yang telah selesai berdandan. “Cepetan ya!” “Iya…cowokkan tidak perlu bedak,” senyumnya yang manis itu pasti mendebarkan hati siapa saja yang melihatnya. Dengan senyum, mereka berdua berangkat kekampus. Membawa sisa dari mimpi yang mungkin tertinggal, mendekapnya dengan erat untuk diulang lagi nanti malam. “Ini adalah kuliah pagiku yang pertama,” guman Han pelan sambil memasukkan beberapa buku kedalam tasnya. “Selama ini kamu tidak pernah masuk?” “Tidak, paling pagi jam sepuluh.” Obrolan itu terus saja berlanjut, terbawa bersama laju pelan sepeda motor. Sesampainya di kampus Nina langsung menuju keruang atas, sementara Han memilih untuk kekantin. Menikmati secangkir kopi dengan sedikit susu coklat. Menikmati pisang goreng hangat sambil sesekali menghisap rokok. Beberapa temannya menyapa, di balasnya dengan senyum termanis pagi itu. Beberapa menit kemudian dia melangkah keluar, menuju ke dalam kelas yang beberapa bulan ini tidak pernah di kunjungi. Memilih bangku dibelakang dekat seorang gadis agak gemuk. Mengeluarkan buku baru yang masih kosong dan menunggu Pak Dosen datang. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 56 56 LIMA BELAS Matahari telah hampir pulang keperaduannya, sinarnya sudah mulai menguning. Melukiskan keindahan alam diatas langit senja. Burung-burung kecil telah kembali kepucuk-pucuk pohon, bersiap menyongsong mimpi mereka. Sekelompok anak muda masih asyik bermain bola dilapangan rumput yang sedikit berdebu. Han dan teman-teman memilih untuk menikmati berita sore ditelevisi. “Nina mana Han?” tanya Jack memecah kesunyian. “Tadi aku antar ketempat kostnya.” “Kenapa?” “Katanya ada urusan dengan adiknya.” “Tapi benar, diantara kalian tidak ada masalah?” “Kapan sih Jack, aku pernah bohong sama kamu.” “Nih…” Jack menyodorkan secarik kertas pada Han. Pemuda itu Membacanya sebentar lalu tersenyum sebagai ucapan terimakasih. “Tanks ya Jack,” memberikan sebuah pelukan terimakasih pada sahabatnya. Jack memandang Han dengan tatapan berbinar. Mereka berhasil menemukan alamat email dan nomer telephone gadis impian itu. “Kapan kamu mendapatkannya?” Han tersenyum senang. “Lima menit yang lalu, itu nomer hp dan alamat email kantornya.” Arif dan Pay tidak menghiraukan mereka berdua, masing-masing hanya diam menyaksikan berita sore itu. Tidak juga menoleh kebelakang, kearah Jack dan Han disofa yang sangat dekat dengan mereka. Mungkin terlalu sayang berita itu untuk ditinggalkan. “Kuharap kamu bisa menemukannya Han,’’ Ucap Jack lirih. “Mudah-mudahan.” Senyum diwajah Han itu berbinar-binar. Dia akan menemukan gadis impiannya. Sesaat kemudian matanya telah menerawang jauh, melintasi batas-batas wajar langkah lesu yang selama ini mengikutinya. Sebuah titik terang telah ditemukan walau itu Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 57 57 sangatlah jauh. Ada keyakinan dihatinya bahwa titik itu adalah cahaya yang menyilaukan bila dia menemukannya nanti. Cahaya dari sebuah impian atas nama cinta, walau itu bukanlah cinta pertama yang memantulkan cahanya mentari pagi. Dengan mendekap selembar kertas itu, Han melangkah menuju kedalam kamar. Dia tau ini masih jam delapan malam, namun dia ingin cepat-cepat tidur agar besok bisa bangun pagi dan menghubungi nomor telepon yang baru saja didapatkan dari sahabatnya tadi. Han mengambil sebuah buku catatan. Sesaat kemudian tangannya menari dengan cepat, menari untuk menyusun sebait kalimat yang akan di kirimkannya nanti, nanti ketika dirinya benar-benar mampu menemukan gadis itu. Dear... Dari sudut kota yang hingar ini kucoba temukan mimpiku tadi padi. Dini hari ketika ayam jantan berkokok nyaring. Aku tau, cinta itu mistis. Tapi manusia terkadang salah mengartikannya. Cinta selamanya akan menjadi cinta, cinta bukan hanya cinta pertama. Kedua, ketiga bahkan keseratuspun namanya juga akan tetap cinta. Aku, engkau maupun malaikat malam setidaknya akan menyadari bahwasanya semua adalah benar. Bahwa cinta sejati, bahwa cinta suci bukanlah yang pertama kali kita rasakan, tapi yang terakhirlah yang akan kita kenang. Jam dinding itu berdetak sangat lambat, lambat sekali. Berkali-kali Han menatapnya, namun tetap saja tidak beranjak dari angka delapan dan sembilan. Lamunannya telah terbang bebas, menemukan sebuah rumah yang indah dengan pagar bunga-bunga mawar. Sebuah rumah yang luas walau hanya sebagian yang berdinding. Udara bebas masuk kedalamnya, ah…sungguh indahnya. “Han….’’ Lamunannya yang hampir saja klimaks langsung buyar. Nina telah berdiri didepan pintu dengan senyumnya yang mengembang. Melangkah kearah Han dan merebahkan tubuhnya begitu saja. “Sama siapa Nin?” “Sendiri, tumben jam segini sudah mau tidur?’’ Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 58 58 “Cuma iseng kok, bosen lihat berita terus.” Han menyembunyikan buku itu dibawah bantal. Kini dia memandang Nina yang terlentang bebas disampingnya. Aneh memang bila diantara mereka tidak tumbuh rasa cinta. Sudah sangat sering Han bermimpi dalam dekapannya, sudah sangat sering pemuda itu melihat Nina telanjang, bahkan tidak cuma sekali dia melumat bibirnya yang merekah itu. “Kenapa Han?” “Ah…tidak,” sepertinya Han sedikit gugup. “Kamu dari tadi tersenyum terus kenapa?” “Ya…bahagia karena kamu datang.’’ Han menjawab sekenanya saja. Kemudian dia melingkarkan tangannya dipinggang gadis itu. Membelai rambutnya yang tergerai bebas. Entah angin mana yang membuatnya ingin sekali melumat bibir itu. Namun Han dapat menahannya dan hanya mengecup keningnya saja. “Kamu tadi kuliah Nin?’’ dengan suara lembutnya. “Iya, tapi Cuma satu mata pelajaran.” “Adikmu dimana?” tanya Han lagi berbasa-basi. “Ada dikost, lagi ngumpul sama teman-temannya.” “Kalo ada waktu mbok diajak main kesini!” “Sebenarnya dia ingin main kesini, tapi aku melarangnya.” “Kenapa?” tanya Han singkat. “Dia itu tidak bisa menjaga rahasia,” Nina tersenyum simpul sambil melirik kearah Han. “Ha…ha…takut ketahuan ya?’ “Apanya?’’ guman Nina manja. “Rahasianya!’’ jelas Han lagi. “Ih…enggak kok, lagian kamu kan sudah tau semua.” Han terdiam seakan kehabisan kata-kata. Tidak tau apa lagi yang harus dibicarakan dengannya. Pikiran Han telah terbawa jauh, jauh disana saat dia berbicara dengan gadis dalam koran itu, atau sekedar membaca sms darinya sebagai salam perkenalan esok pagi. “Nin…tidur dulu ya!” “Iya…mau dipeluk nggak?’’ Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 59 59 Ah…senyum itu sepertinya sangat manis, apalagi aroma parfum yang dikenakannya, sungguh menusuk hingga kedalam jantung. Han tidak menjawab pertanyaan itu, hanya saja dia memeluknya terlebih dahulu. Membenamkan kepalanya diantara belahan dadanya yang begitu indah, mendengarkan dendang pelan dari detak jantung lirih itu. Menemukan mimpinya disana seperempat menit kemudian. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 60 60 ENAM BELAS Han terbangun dengan posisi yang sama seperti dia tertidur tadi. Membuka mata berlahan-lahan dan menemukan gadis itu masih mendekapnya dengan erat. Suasana masih sangat sepi karena jam dinding itu masih menunjuk angka lima. Han tersenyum sendiri, bila biasanya jam-jam begini dia berangkat tidur, tapi sekarang pemuda itu malah sudah terbangun. Untuk memejam mata lagi rasanya tidak mungkin, sudah cukup lama memejam mata. Kini Han hanya mengamati wajah ayu Nina yang masih terbawa mimpinya yang jauh. Mengamati matanya yang masih terpejam rapat, mengamati bibirnya yang merah merekah. Seperti tanpa sadar Han mendekatkan bibirnya pada gadis itu, dadanya sedikit berdebar. Tidak lama kemudian Han dapat merasakan desah nafasanya yang hangat, melumatnya pelan dan membiarkan bibirnya menempel disana cukup lama. Berjuta pertanyaan menggelayut dihati Han saat itu, kenapa dia lebih memikirkan wanita dalam koran itu daripada Nina yang sekarang ini berada didekapnya. Hati kecilnya berkata; ‘Kenapa semua ini terjadi padaku, kenapa bila Nina jauh aku tidak merasa rindu dan kenapa bila dia didekatku aku merasa sangat bahagia. Cinta…datanglah padaku, datanglah sebelum semua terjadi. Tapi tetap saja wajah wanita dalam koran itu yag selalu hadir dan selalu saja datang diantara mata dan hatiku, apakah cinta memang seperti ini!? Ataukah aku yang terlalu serakah?’ Han menjauhkan kepalanya dari gadis itu, memandang lagi dari jarak satu jengkal. Han lalu membuka selimut yang menutupi tubuhnya perlahan-lahan. Tangannya seakan menjadi sangat kaku. Han seakan menjadi sebongkah batu yang tidak bisa bergerak. Gadis itu ternyata tidak menggunakan pakain, dia membiarkan dadanya terbuka dan hanya menutupinya dengan selimut. Setelah cukup lama melihat, Han kembali tersadar namun kali ini dia membuka selimut itu lebih lebar. Han tersenyum, ternyata dia masih mengenakan celana pendek. Han mengembalikan selimut itu seperti semula walau sebenarnya dia ingin memandangnya lebih lama. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 61 61 Pagi telah benar-benar tiba, jam dinding itu sudah menunjukkan angka enam. Pelan-pelan Han bangun, menuju kamar mandi. Setelah selesai dia lalu pergi kedapur membuat secangkir kopi, membawanya kembali kedalam kamar dan duduk didekat jendela sambil menikmati matahari pagi. Membiarkan sinar pagi itu menghangatkan sebagian tubuhnya yang sengaja tidak kutupi. Memutar lagu merdu dari komputer dan mendengarkannya sambil sesekali mengamati Nina yang masih terlelap tidur. Saat Han memandangnya untuk yang kesekian kalinya, gadis itu terbangun dengan senyumnya. Dia melihat kearah Han, terlihat wajahnya sedikit merah. “Kamu sudah bangun ya?” “Sudah dua jam yang lalu.” Gadis itu terdiam, sepertinya dia malu pada Han. Mengamati sekelilingnya, mungkin mencari bajunya yang tadi sudah dimasukkan pemuda itu kedalam lemari setelah dia mengambilnya dari sandaran kursi. “Ada yang hilang ya?” sambil tersenyum padanya. Gadis itu diam, dia hanya menatap Han dengan senyum diantara wajahnya yang semakin memerah. “Han…kok kamu sudah bangun?” tanya Nina heran bercampur malu. “Emang kenapa?” tanya Han pelan sambil tersenyum. “Hmm…biasanya kamu kan bangunnya siang.” “Ha…ha…kata siapa, aku selalu bangun jam lima pagi, cuma aku terus tidur lagi.” “Kenapa?” tanya Nina penasaran dengan jawaban itu. “Terlalu sayang meninggalkanmu sendiri diranjang.” Han tertawa, lalu mengambilkan baju gadis di almari pakaiannya. Han mendekat padanya, membuka selimut yang menutupinya dan memakaikan baju itu. Sungguh romantis, Han seperti seorang kakak yang mendandani adiknya yang mau berangkat sekolah. Kelihatannya Nina sangat malu, namun Han berusaha untuk tetap tenang dan dengan sabar pula pemuda itu memberinya handuk. Memintanya untuk segera mandi. “Ha…ha…kamu malu ya Nin?” tanya Han tiba-tiba. Nina terdiam, mukanya memerah lalu tiba-tiba gadis itu memeluknya. “Han…terimakasih ya, kamu begitu menyayangiku,’’ bisik Nina pelan. “Ah…biasa saja, sudah mandi sana!” Nina tetap tersenyum malu-malu. Sementara Han hanya bisa memandangi Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 62 62 langkahnya yang gemulai itu. Setelah dia hilang dibalik pintu, Han melangkah keluar, menuju wartel di gang sebelah. Menekan beberapa tombol dan berbicara dengan seseorang yang jauh disebrang sana. “Halo…selamat pagi, maaf mbak…saya mau tanya, email atau nomer hanponenya mbak Ira yang baru!?” “Iya, ini dari siapa mas?” sahut wanita di seberang sana. “Dari, Han di Yogya.” “Maaf ya mas, mbak Ira sedang keluar kota, mungkin mas Han bisa telpon beberapa hari lagi,’’ jawab wanita itu memberikan penjelasan. “Kira-kira pulangya kapan mbak?” tanya Han agak kecewa. “Mungkin dua hari lagi.” “Mbak…nanti kalau Ira pulang, tolong suruh menghubungi saya secepatnya ya!” “Iya mas, nomornya?” tanya wanita itu. Han lalu memberikan nomor handphonenya pada wanita. Setelah mengucapkan terima kasih dia meletakkan gagang telepon. Obrolan singkat itu membuatnya sedikit tersenyum, walau dia tidak tau wanita tadi itu siapa. Tapi setidaknya jawaban itu membuatnya bahagia. Titik terang itu sudah semakin terang. Tinggal bagaimana Han membuatnya nyata. Sepulang dari wartel Han langsung menuju kamar. Melihat Nina yang sedang berdandan didepan cermin. “Dari mana Han?” tanya Nina. “Dari wartel disebelah,” jawab Han. Nina tersenyum melihat Han yang juga tersenyum. “Nin kamu jatuh cinta pertama kapan?” lanjut Han sesaat kemudian. “Hmm....kapan ya? Umur 15 tahun dech kayaknya!” jawab Nina sambil mengingatingat hal itu. “Cinta pertama?” tanya Han lagi ingin tau. “Nggak tau ya? Kayaknya cinta monyet!” Nina tersenyum. “Cinta pertamamu kapan?” tanya Han lagi. “Hmm...kapan ya? Aku juga bingung Han! Tapi yang paling berkesan kayaknya yang terakhir ini dech! Walaupun kesannya menyakitkan!” Nina menunduk pelan mengingat semunya. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 63 63 Han merasa bersalah dengan pertanyaannya. Kemudian dia mendekati Nina, memeluknya dari belakang dan menempelkan dagunya di kepala Nina. “Nin! Cinta pertama itu belum tentu menjadi yang terindah dalam hidup! Tapi cinta terakhirlah yang akan menjadi kenangan indah!” Han tersenyum. Keduanya saling menatap di cermin dan tersenyum kecil. Nina memegang kedua lengan Han yang memeluknya. Han tersenyum sekali lagi lalu mengajak Nina untuk berdiri dan berangkat ke kampus. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 64 64 TUJUH BELAS Ini sudah hari ketiga setelah Han menghubungi kantor Ira, belum juga ada yang menghubungi. Malam ini dia hanya duduk didepan komputer, sambil bermain game. Bahkan saat Nina masuk dan memeluknya dari belakang Han hanya diam saja. “Ada apa Han, kok cuma main game, novelnya sudah selesai?” “Belum,’’ sahut Han singkat. “Aduh sayang…kok jadi males gini kenapa?” Nina seakan memberi semangat pada Han. Nina mengucapkannya dengan manja, Han tau dia ingin menghiburnya. Nina membelai rambutnya lalu duduk dipangkuan Han, memandangnya dengan penuh kasih. “Ya…sudah tidur saja, biar lebih tenang,” lanjut Nina sesaat lemudian. “Entar dulu belum ngantuk.” “Apa mau jalan-jalan?” Nina memberikan sebuah usul. “Enggak ah!” jawab Han singkat. “Makan?” tanya Nina lagi. “Masih kenyang.” Dia lebih mirip dengan ibunya bila berkata seperti itu. Sedangkan Han hanya seperti anak kecil yang sedang ngambek karena tidak dibelikan mainan. Nina lalu melangkah keatas tempat tidur merebahkan tubuhya begitu saja. Han menjadi merasa bersalah padanya, mungkin sikapnya keterlaluan. Diapun pada akhirnya mengikutinya, memposisikan dirinya disamping gadis itu. Udara malam ini terasa sangat panas, kipas kecil itu seperti enggan mengeluarkan angin. Walau diantara mereka tidak ada pembicaraan namun saat Han menoleh padanya dia tersenyum, dia tau kalau pemuda sedang memikirkan sesuatu. Nina hanya membelai rambut Han dengan pelan tanpa bicara sedikitpun. Han masih saja terbawa hayalannya, saat tiba-tiba saja handponenya berbunyi. Sebuah pesan baru diterima, nomer yang belum dikenal. Hatinya berdebar saat membacanya. ‘Ini siapa ya, ada perlu apa sama Ira?’ Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 65 65 Singkat memang kata-kata itu, namun bagaikan sebongkah batu es yang diletakkan didadanya, sejuk. Han lupa kalau disampingnya ada Nina. Pemuda itu langsung membalasnya. ‘Maaf ya…aku ingin kenallan sama mbak Ira, boleh ga?’. Jari-jarinya cepat menekan tombol-tombol kecil itu. “Siapa Han?” tanya Nina yang dari tadi terdiam. “Em…anu teman baru,” sahut Han sedikit gelagepan. “Cewek ya?” tanya Nina penasaran. Han terdiam sesaat. “Kalo iya?” tanya Han sesaat kemudian menyakinkan hatinya. “Hmm…gimana ya?”Nina tersenyum. “Ha…ha…kamu tidak marah kan?” “Hmm…gimana ya?” Han tau gadis senang karena dia sudah tersenyum lebar, tidak seperti tadi senyum yang dipaksakan. Han lalu memeluknya, dia tau kalau Nina masih membutuhkannya. Han tau dia masih butuh semangat untuk rasa percaya dirinya. Walau sebenarnya dia ingin mengirim sms lagi, namun ditahan saat itu. Han takut membuat Nina sakit hati. Untuk mengalihkan perhatiannya dari sms yang baru diterimanya tadi, dia harus mencari topik lain. “Nin…” “Apa?” “Enggah jadi ah…malu.” “Kenapa sih?” “Janji dulu!” pinta Han. “Janji apa?” tanya Nina penasaran. “Kalo kamu tidak akan marah.” “Memang aku suka marah sama kamu?” “Mau nggak?” tanya Han lagi. “Iya deh…apa?” “Janji nggak marah?” tanya Han sekali lagi. “Iya…iya,” sahut Nina meyakinkan. “Emm…kamu kalo tidur sering tidak pake baju ya?” tanya Han malu-malu. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 66 66 “Ha…ha…emang kamu tau?” Nina balik bertanya. “Sering,” lanjutnya. “Hah…sering?” Han seakan tidak percaya. “Iya, ha…ha....” Gadis itu memukulinya dengan bantal, sepertinya Nina sudah tidak teringat sms tadi. Han sudah sedikit tenang walau harus dengan beberapa kali mendapat cubitan dipinggangnya. “Emang kenapa kalau aku tidak pakai baju, naksir ya?” canda Nina. “Emm…nggak kok, aku sudah biasa dengan yang gituan.” “Gituan apa?” “Yang nggak pake baju.” “Oh…jadi kamu bohong ya selama ini!?” Nina tampak geram. “Enggak.’’ “Lho…yang barusan kamu omongin.” “Tuh…kambingnya Pak No tidak pake baju, ikan koi-nya Pay juga tidak pakai baju, apalagi dipasar, lelem ayam, burung dan yang sahabat-sahabatnya telanjang, aku juga tidak naksir,’’ Han tampak serius memberikan penjelasan itu. Lagi-lagi hujan bantal dan guling, beberapa kali cubitan dan pukulan juga mendarat telak dipinggang perut dan paha. Dia sangat bahagia malam itu, begitu juga Han. “Sudah ah…aku mau tidur,” Han memalingkan wajah dari Nina. “Idih…cowok kok ngambek.” “Siapa yang ngambek,’’ Han menutup wajahnya dengan bantal. “Han….’ “Apa?” jawab Han pelan. “Peluk…,’’ kata Nina manja. “Ogah ah,” canda Han. “Kenapa?” “Kamu masih pakai baju.” Kali ini cubitan itu benar-benar terasa sakit, tapi Han malah tertawa terpingkalpingkal. Saat dia akan mencubit lagi, Han memilih untuk lari dan keluar kamar. Sesampainya didepan pintu, Pay, Arif dan jack melihat kearahnya yang sedang berdiri didepan pintu sambil membawa bantal. “Wah…kayak penganten baru saja, jam segini sudah ada didalam kamar, Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 67 67 keringetan lagi,” celetuk Pay. Han hanya tersenyum pada Pay, dia tau mereka meledeknya. “Han…sini!” Pay melambaikan tangannya padanya, lalu dia melangkah kerahnya yang sedang duduk disofa sambil menonton televisi. Dia merangkul Han dan membisikkan sesuatu padanya. “Han…kamu sebaiknya pacaran sama Nina saja, tidak usah mencari wanita dalam koran itu.” “Kenapa?” “Kurang apa sih Nina, cantik punya, bodynya melebihi artis Hollywood, hartanya pasti tidak sedikit. Kembali kekamar sana, katakan padanya kalau kamu mencintainya, setelah itu bercintalah dengannya.” “Ha…ha…tidak mau ah!” “Kenapa?” “Ketika aku harus telanjang, maka saat itu pulalah dihadapanku harus telah terbaring seorang gadis yang aku cintai, aku sayangi dan sebaliknya dia juga mempunyai perasaan yang sama denganku. Kalian juga harus tau, saat aku benar-benar harus telanjang yang aku lakukan bukanlah sebuah dosa. Sudah cukup semuanya, aku tidak ingin mengulang hal yang sama...dan aku harus menemukan wanita itu walau bagai manapun caranya ha...ha....” “Walau setelah itu kamu harus mati?” “Mati? Hidup mati kita sudah ada yangmenentukan, kita tidak akan tau kapan datangnya. Iya kan?” Mereka semua memandang Han. Mungkin Han terlalu sok suci, tapi dia tidak ingin melakukan itu, dia tidak ingin melukai perasaan Nina atau membohohongi dirinya sendiri. “Sory ya, kalian semua terlalu baik. Aku bangga bisa berteman dengan kalian, sekali lagi aku minta maaf atas ucapanku baru saja.” “Ha...ha..., sudah kubilangkan dia lelaki yang hebat?” Arif mengcapkan itu sambil memandang kearah Pay dan Jack. “Ha...ha...kami juga bangga punya teman sepertimu.” Pay yang dari tadi diam kini ikut berkomentar sambil menepuk bahu Han. “Sudah, kembali lagi kekamar nanti Nina menyangka kita membicarakan yang Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 68 68 bukan-bukan.” Han menuruti saran Jack, melangkah lagi kedalam kamar. Menghampiri Nina yang terbaring. “Nin...saya nyerah, jangan pukul lagi ya!” Nina hanya memandang kearahnya, sedetik kemudian dia membuka tangannya seakan meminta Han untuk segera berada didekapannya, dan pemuda itu segera melakukan itu. Menjatuhkan tubuhnya pelan-pelan di atas tubuh Nina. Denganpemuh sayang… Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 69 69 DELAPAN BELAS Sudut yang satu ini membawa sesuatu yang aneh bagi Han. Pemuda itu tidak mempedulikan beberapa orang teman yang lalu lalang didekatnya. Mengeluarkan handphone dari dalam tas lalu menuliskan beberapa kata disana. “Han, ngapain?” “Hai Jack, sini!” Han melambaikan tangan padanya yang kebetulan lewat didekatnya. “Nggak masuk?” “Bentar lagi.” “Kenapa kamu duduk sendiri disini” dia kemudian duduk disamping Han. “Jack…aku sudah menemukan wanita itu.” “Siapa?” “Ira, wanita dalam Koran.” “Terus?” “Aku tadi malam sempat sms dia, karena ada Nina tidak kulanjutkan.” “Kenapa?” “Aku takut dia tersinggung.” “”Jadi kamu sekarang sedang menghubunginya lagi?” “Iya, tapi aku bingung harus ngomong apa!” “Ya…kamu jujur saja.” “Semalam dia bertanya aku siapa, lalu aku mengatakan kalau aku hanya ingin kenalan sama dia” “Terus?” “Belum ada jawaban.” “Katakan saja kalu kamu tertarik dengannya.” “Secepat itu Jack?” “Ya…dari pada pusing-pusing cari lasan kenapa tidak?” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 70 70 Han hanya tersenyum pada Jack, kemudian dia pergi meninggalkannya. “Aku masuk kelas dulu ya, ada kuliah!” “Yuup.” Setelah dia menghilang dibalik lorong, Han mengamati layar handphonenya, masih juga bingung tentang apa yang harus ditulis di layar kecil itu. ‘Mbak Ira, beberapa minggu yang lalu, ak sempat membaca koran, kebetuan ada foto mbak Ira dengan sedikit komentar, aku salut sama kamu’ Sebaris kalimat itu dibacanya berulang-ulang, setelah yakin lalu mengirimnya. Cukup lama Han menanti balasan darinya. Bahkan rokok yang dipegangnya tinggal secenti. ‘Kamu yg semlm sms aku ya?’ Ah…kenapa balasannya hanya seperti itu, guman dalam hatinya. Lalu pemuda itu menuliskan beberapa kata lagi. ‘Ya, eh…ngmong-ngomong udah dapat jodoh lom?’ Mungkin terlalu dini dia mengatakannya, tapi sepertinya Han sudah tidah sabar. Han juga tidak peduli kalau kata-kata itu akan membuatnya sakit hati atau kecewa. Tapi Han tidak menyangka akan menerima balasannya dalam hitungan detik. ‘Belum tuh, mungkin nggak ada yang mau kali ya…he…he…’ ‘Punya persyratan kusus nggak?” ‘Untuk apa?’ ‘Menjadi teman dekatmu…he..he…’ ‘Nggak, Cuma kalo bisa yg cakep, kaya, baik atau setidaknya cukup’ ‘Wah…sayang ya! Aku tidak punya itu semua’ ‘kamu punya apa?’ ‘ga punya apa-apa, hick…hick…huwa…huwa...’ ‘Aduh kasihan ya?’ Sepertinya Han terlarut dengan sms-sms itu, mengalir begitu saja. Menerima, membaca, menulis lalu membalasnya lagi. Kata-kata singkat itu membuat mereka sepertinya sangat dekat. ‘Mbak…kapan ke sini lagi?’ ‘Mungkin bulan depan’ ‘Sekarang aja’ Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 71 71 ‘Emang napa?’ ‘Nggak tau’ ‘Kamu lucu ya?’ ‘Katanya sih gitu, tapi kenyataannya siapa tau?’ ‘he…he…’ ‘apa maksudnya?!@#$$%^&?’ ‘Rhs, udah dulu ya lg bnyak kerjaan’ ‘Eh…kok aku nggak ditanya siapa? Emang udah tau?’ ‘Yang sms semalam khan?’ ‘Ye..stidaknya nama, alamat, umur atau apalah’ ‘Katanya ga punya apa-apa?’ ‘Kamu lucu ya?’ ‘Hii…’ Han berusaha menahan rasa penasarannya, lalu dia tidak menuliskan sms lagi. Menyudahinya sampai disini, tapi masih penasan. Lalu Han menuliskan sederet kalimat lagi. ‘sekali lagi aku salut dengan kata-katamu di koran, seandainya aku orang yg cakep, kaya dan baik, aku mau menikahimu, aku cuma curhat ga di bls ga apa-apa’ Ini adalah benar-benar yang terakhir, setelah itu dia mematikan handphone dan berlari menuju kelas walau Han tau sudah telat lima belas menit. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 72 72 SEMBILAN BELAS Setelah hari itu Han tidak pernah mengirim ataupun menerima sms darinya lebih dari satu minggu. Sebenarnya dia ingin sekali tapi ditahannya, dia berusaha menahan semua keinginannya. Dengan sejuta perasaan yang mengganjal Han melalui hari-hari dengan senyum yang dipaksakan. Bahkan pemuda itu sering melamun diteras depan bila sore tiba dan teman-temannya belum datang dari kampus. Sore itu Han duduk sendiri ditepi kolam, dibawah rimbunnya pohon rambutan yang mulai berbunga. Mengamati ikan warna-warni milik Pay. Mereka sepertinya tau perasaannya yang gundah. Han memasukkan tangannya kedalam kolam, ikan-ikan itu menyapanya dengan lembut sambil sesekali menabrakkan tubuhnya disela-sela jari kokoh pemuda itu. Kemudian terlihat Pay datang bersama Nina, mereka tersenyum kearah Han. “Ngapain Han?’’ “Nih ngasih makan kekasihmu.” “Awas kalau kamu jatuh cinta pada mereka!” “Ha…ha….” Pay masuk kedalam rumah, sementara Nina menghampirinya. “Sudah pulang dari tadi Han?’ “Iya, sekitar jam sepuluh, dari mana?” “Dari jalan-jalan sama Pay.” “Kemana?” “Biasa, belanja ke Mall.” “Mau makan apa?” “Emang kamu belanja apa saja?” “Macam-macam, ada ikan, ayam, sayur-sayuran, pokoknya lengkap deh!” “Mana?” “Itu tadi yang dibawa Pay masuk.” “Hari ini biar aku yang masak!” “Emang bisa?” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 73 73 “Ya…lihat saja hasilnya?” Han merangkul Nina, lalu mereka masuk kedalam. Menemaninya kedalam kamar sebentar, membiarkannya pergi kekamar mandi dan setelah itu Han melangkah kedapur. Entah kenapa dia ingin sekali memasak. Han yakin teman-temannya pasti heran kalau tau Han jago masak dan masakannya sangat enak. “Mereka tidak tau kalau nenekku adalah koki kelas atas!” guman pemuda itu. Dengan cepat dan sangat lincah Han mengambil beberapa macam bumbu masak, menyiapkan peralatannya dan mulailah dia memasak dengan nyanyian kecil mengiringinya. Han teringat saat keil dulu. Saat dia sering sekali dimarahi nenek-nya karena selalu menggagunya saat beliau mendapat tugas didapur. Han tertawa sendiri bila ingat itu semua. “Wah… aromanya sangat harum, masak apa Han?’ “Sudah…kamu tunggu diluar sana!” Han mengusir Jack yang tiba-tiba masuk kedapur. “Kamu bisa masak?’ “Sudah…kamu keluar saja, tunggu diluar nanti kalau sudah siapa pasti kupanggil” Han menuntun sahabatnya pelan menuju pintu dapur, dai hanya tersenyum sepertinya tidak percaya kalau nanti masakan itu rasanya enak. Sekitar setengah jam Han berada didapur bergelut dengan berbagai macam bumbu masakan yang dibuatnya sendiri. Dalam waktu yang singkat itu telah tersaji bebarapa macam menu, namun pemuda itu tidak tau apa namanya. Han hanya asal-asalan membuatnya, tapi dia yakin siapa saja yang menyantapnya pasti akan berkata ‘hemm…enak’ sambil mengangguk-anggukan kepala. “Lho…sudah selesai Han?’’ “Bentar lagi Nin, Arif sudah datang?” “Sudah.” “Siapkan piringnya ya, lalu panggil mereka semua!” “OK.” Nina lalu menyiapkan beberapa piring. Han masih sibuk dengan oseng-oseng terakhirnya. Semua telah tersaji dimeja makan, Mereka semua telah menghadapi piring masingmasing. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 74 74 “Silahkan dicoba!” Han memulai acara makan itu dengan sedikit senyum. “Wah…enak, ini masakan apa Han?” Jack adalah orang pertama yang berkomentar setelah mencicipi masakan itu. “Itu namanya oseng-oseng kikil Manado!” Han menjawabnya asal-asal karena dia juga tidak tau apa nama sebenarnya masakan semacam itu. “Wah…yang ini lebih enak dan lebih pedas, apa namanya?” “Oh…itu namanya, sambal teri Makasar.” “Wah…yang ini apa Han, rasanya mantap pas bumbunya?” “Itu namanya, tempe penyet ikan bakarArab.’’ “Gila…masakan seperti ini belum pernah kurasakan.” Pay, Nina dan Arif hanya diam, mereka sepertinya penasaran dengan pembicaraan mereka berdua. “Ayo silahkan dicoba, nanti menyesal lho kalau kuhabiskan semua!” Han hanya tersenyum dengan ucapan Jack, kemudian mereka mulai mencoba masakan itu. Semua berkomentar kalau masakan itu enak. “Ini apa Han?” “Itu namanya apa ya?” Han sudah bingung harus memberi nama apa. Setelah berpikir sebentar dia lalu menjawab pertanyaan Pay. “Itu oseng-oseng jamur, biasanya disebut ca jamur saos Batak.’’ “Memang saosnya bikinan orang Batak?” “Bukan, hanya saja masakan itu paling disuka orang Batak, itupun aku mendengar dari nenek.” “Oh….” Han tersenyum melihat Pay yang begitu saja percaya dengan ucapannya barusan. Acara makan malam itu masih dihiasi rasa heran dihati teman-temannya. “Han tidak kusangka kamu pandai memasak.” “Ah…biasa saja Nin, mungkin hanya masalah kebiasaan, lagian kalau pas tidak ada keinginan pasti rasanya tidak enak.” Masakan itu tidak ada yang tersisa, semua habis tanpa bekas sedikitpun. Han hanya tersenyum pada teman-temannya. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 75 75 DUA PULUH Selesailah sudah acara makan malam itu, mereka kembali kedepan televisi. Sebentar kemudian Han memilih kembali kedalam kamar, menyelesaiakan beberapa tulisan yang belum selesai. Saat Han sedang menyusun beberapa kalimat dilayar monitor, dia dikejutkan dengan suara handphonenya yang beberapa hari ini tidak pernah berbunyi. Han meraihnya, sebuah pesan baru kuterima. ‘Lg ngapain?’ Ya…walau singkat namun sms itu sangat diharapkan. ‘Eh…masih ingat ya, kukira dah lupa’ Begitulah kalimat yang tertera di layar kecil handphonenya. ‘Lg ngapa?’ ‘Lg membayangkan kamu ada disini, he…he…?@#@!$&!’ ‘Serius???!!!? ‘Yoi…bahkan lagi nulis cerpen tentang kamu’ ‘Serius!@$@!!#? ‘Kamu lucu ya!’ ‘Namamu sapa?’ ‘Wah dah telat, udah ganti’ ‘Kamu lucu ya!’ ‘Jadi ga?’ ‘Apanya?’ ‘Namanya’ ‘Kalo boleh’ ‘Lengkap ga?’ ‘Seiklasnya saja’ ‘Han…’ ‘Cuma itu?’ ‘Katanya seiklasnya, sementara hanya itu. Kamu?’ Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 76 76 ‘Ira’ ‘Hanya itu?’ ‘He…he…kamu lucu ya’ ‘Kapan nikahnya?’ ‘Ma sapa?’ ‘Eh…ya ama aku, gumana to udah ditunggu berbulan-bulan kok masih ga sadar juga?!@!@%^$&^*? ‘Emang kamu siapa aku?’ ‘Ira kan?’ ‘Yang lain?’ ‘Pingin nikah dan pumya anak’ ‘Yang lain????’ ‘Kamu gadis yang lucu, he…he….’ Ira tidak membalas lagi, cukup lama Han menunggunya. ‘Ira dah bobok ya?’ ‘Lom’ “Kok ga di bls napa? Marah? Ngabek? Apa penasaran?’ ‘Semuanya!@#@!$%^&&*&()!!!?’ ‘Ha…ha…ha…AKU SERIUS INGIN MENIKAHIMU’ ‘Kenapa?’ ‘Mau ga?’ ‘Tergantung’ ‘Tergantung apanya?’ ‘Ga…teu lah?:?:”?:”?:”?:?: ‘Aku serius’ ‘Kamu lucu ya?’ ‘Ya..tapi aku serius’ ‘Maksa benget sih’ ‘Ira…sory ya…aku serius, susah lho untuk dapetin nomormu, pikir-pikir aja dulu sebelum ngasih jwbn!’ Sepertinya Han memang terlalu memaksa, tapi mau bagaimana lagi rasa penasaran pada gadis itu sudah tak terbendung. Han ingin melihatanya dari dekat, makan denganya Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 77 77 atau sekedar berbicara tentang tempat tinggalnya. Oblrolan lewat kata itu di hentikannya. Han cepat-cepat mematikan handphone-nya dan meletakkannya didekat komputer saat Nina masuk. “Sudah jadi?’’ “Belum, masih mencari ending yang pas.” “Aku tidur dulu ya!’’ “Ya…” Nina sepertinya terlalu lelah, dia langsung berbaring. Han mengamatainya sebentar, lalu mengantar tidurnya dengan sedikit senyum. Han tau dia membutuhkan kasih sayang. Lalu pemuda itu menghampirinya, menutup tubuhnya dengan selimut dan mengceup keningnya. “Selamat tidur, semoga mimpi indah.” Setalah gadis itu memejamkam matanya, Han kembali kedepan komputer. Kembali bermain dengan huruf-huruf acak di hadapannya. Menekannya satu demi satu dan menjadikannya sebuah kalimat yang tersusun rapi dilayar monitor. Beberapa kali dia mengusap wajahnya yang terasa penat. Sudah hampir dua jam Han duduk menghadap komputer. Secangkir kopi itu telah menjadi dingin namun masih terasa nikmat. Matanya sudah tidak dapat diajak kompromi lagi, dan dia menyerah. Setelah mematikan komputer Han memutuskan untuk tidur. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 78 78 DUA PULUH SATU Saat Han membuka mata pagi itu, Nina sudah menghilang. Mungkin dia kuliah pagi, begitu juga Pay, Jack dan Arif sudah tidak ada. Rumah ini tersa sepi tanpa mereka. Han pergi kedapur, memanaskan air dan menyiapkan sebuah gelas dengan susu dan sedikit kopi didalamnya. Walau sudah jam sepuluh, tapi dia belum juga berangkat mandi karena pemuda itu lebih memilih duduk disofa sambil membaca koran. Halaman demi halaman dinikmatinya dengan sebatang rokok dan secangkir kopi susu yang setia menemaninya. Sedetik kemudian Han melangkah kedalam kamar. Mengambil dan menghidupkan handphone yang dari tadi malam tergeletak takberdaya dimeja komputer. Ada dua pesan baru yang diterima. ‘Dah bangun lom?’ Itu sms dari Ira yang dikirim jam enam pagi tadi. ‘Aku dah di Ygy, pengen ketemu kamu’ Han membacanya sekali lagi, dan memang benar kata-kata itu tidak berubah, dia tidak bermimpi. ‘Kamu dimana?’ ‘Disebuah kamar hotel, pasti kamu baru bangun?’ ‘Ya…serius mo ketemu ma aku?’ ‘Ya’ ‘Tapi kuharap kamu ga kecewa denganku’ ‘Mudah-mudahan ga terbalik’ Han segera lari kekamar mandi, cukup dua menit dia berada didalamnya. Berlari lagi kekamar, mencari-cari baju yang cocok, didalam kamar ini dia cukup lama sekitar empat menit. Mengambil tas kecil dan mengenakan sepatu kulit warna hitam. Menyambar handphone diatas meja, menghabiskan sisa kopi susu lalu mengeluarkan motor. Satu pesan baru dierimanya, hanya pesan singkat tentang alamat hotel dan nomor kamar. Han tau hotel itu, dia setiap hari lewat didepannya bila pergi kekampus. Tanpa kesulitan berarti Han melaju kencang, mendahului beberapa kendaraan lain. Han teringat lagu Bang Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 79 79 Iwan…dan menyanyikannya sepanjang perjalanan. Kupacu sepeda motorku, jarum jam tak mau menunggu, maklum rindu, trafick ligh kulewati lampu merah kusebrangi jalan terus… Han langsung menuju tempat parkir setelah satpam yang ramah itu menyapa dan menahannya sebentar didepan kantornya yang kecil. Menanyakan kamar yang dimadsud kepada resepsionis. “Maaf …Mbak, saya tamunya Ira, kamar nomor 182.’’ “Mas Han ya?’ “Iya Mbak.” “Silahkan mas. Sudah ditunggu dari pagi tadi, naik saja lewat tangga itu, lalu belok kanan.” “Terima kasih ya Mbak.” “Iya sama-sama.” Wanita cantik itu mengatar dengan senyumnya. Langkahnya sedikit berat menaiki tangga itu, mungkin dia terlalu takut. Sesampainya didepan kamar, Han terdiam. Hatinya benar-benar berdebar kencang. Han mengusap wajahnya yang berkeringat dengan telapak tangannya yang juga basah. Sebuah bayangan sepatu kaca melintas di pelupuk matanya. Han mengetuk pintu pelan, lalu tidak lama kemudian pintu kamar itu terbuka. Pemuda itu hanya diam memandangnya. Wah…jauh lebih cantik dari yang ada dikoran. Gadis itu juga hanya diam sambil mengamatinya. “Boleh masuk?’’ Han mengambil inisiatif sepihak dengan menanyakan itu padanya. Hotel semewah ini pastinya mempunyai beberapa ruangan didalamnya sana. “Silahkan.’’ Han mengikutinya dari belakang, langkahnya sungguh gemulai. Han lalu duduk disebuah kursi rotan, dihadapannya telah ada beberapa macam makanan kecil dan air mineral. Han mengamatinya sebentar lalu menyiapkan diri menjadi seorang yang setidaknya intelek, dia harus merubah dirinya menjadi seorang intelektual muda dihadapannya. Han menunggu cukup lama namun dia tidak juga memulai perbincangan, aneh Han tiba-tiba saja teringat Nina. “Nina dimana kamu? Aku takut menghadapinya sendiri he…he…Hatiku berdebardebar menunggu kata-kata lembut Ira,” Han berguman pelan dalam hatinya. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 80 80 Saat mereka hanya terdiam, tiba-tiba saja handphone-nya berbunyi. Han tidak langsung mengeluarkannya dari tas hingga pada akhirnya gadis dihadapannya mempersilahkan Han untuk menerimanya. “Silahkan!’’ sambil memberi tanda dengan tangannya yang gemulai. Han berdiri, melangkah sedikit menjauh dari gadis itu. Han terkejut karena saat melihat dilayar yang tertera adalah nama Nina. ‘Hallo’ ‘Kamu dimana Han?’ ‘Ditempat teman, ada apa?’ ‘Aku harus pulang sekarang’ ‘Kemana?’ ‘Kerumah, soalnya Ibuku sakit sekarang di rumah sakit’ ‘Kamu sekarang dimana?’ ‘Sudah diatas kereta, baru saja diantar Jack dan Pay’ ‘Ya sudah, hati-hati ya, sorry banget nggak bisa ngantar’ ‘Kamu hati-hati juga ya…dahhh’ Han lalu mematikan handphone-nya, lalu kembali kekursi itu lagi. “Sorry ya!” “Ah, santai saja.” “Kapan datang?” “Tadi pagi.” “Naik pesawat?” “Ya.” “Sendirian?” “Ya.” “Kamu berani juga ya?” “Ya.” “Kamu cantik ya?” “Ha….ha….” “Kok jawabannya bukan ‘Ya’? “Ha…ha…kamu lucu ya?” Han menarik nafas panjang, sungguh dia sangat cantik. Han mengira wajahnya Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 81 81 pucat tidak bisa tertawa, atau setidaknya badannya sangat kurus. Tapi kenyataannya lain dia sangat montok, seksi, wajahnya cerah dan senyumnya itu, ah…sungguh manis. Tidak seperti orang yang sakit. “Kenapa?” “Ah…nggak apa-apa, hanya sedikit gugup.” “Kenapa?” “Kamu terlalu cantik.” Hanya kata-kata itu yang bisa terucap, memang dia sangat cantik dan Han tidak tau harus berkata apa lagi. Sepertinya dia tidak mungkin mau menikah dengan pemuda itu. “Kamu benar yang namanya Han?’ “Iya, jelek kan?” “Jauh dari perkiraanku.” “Pasti kamu mengira aku cakep, baik dan kaya.” “Ha…ha…bukan seperti itu, malah sebaliknya.” “Maksudnya?” “Aku mengira kamu pemuda yang hanya iseng.” “Untuk bertemu denganmu?” “Iya.” “Ha…ha….” “Han…aku tidak mengira kamu masih sangat muda, tampan dan selalu tersenyum.” “Wah…aku jadi ge er nich.” “Apa kamu serius dengan smsmu kemarin?” “Lebih dari itu, tapi sekarang aku jadi tidak pede.” “Kenapa?” “Kamu terlalu cantik, jauh sama yang dikoran.” Dia terdiam, membuka sebungkus biskuit yang ada diatas meja lalu menyodorkannya pada Han. “Ira…kamu lama tidak disini?” “Tergantung selesainya acara.” “Sebaiknya kita tidak membicarakan sms itu dulu ya!” “Kenapa?” “Aku malu sama kamu.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 82 82 “Ha…ha…kamu lucu ya!” “Nah…kata-kata itu yang selalu kutunggu.” “Kenapa?” “Nggak tau, asyik saja.” Obrolan itu berlanjut, Han berusaha sebisa mungkin untuk tidak kehabisan bahan pembicaraan. Sesekali Han mengeluarkan gurauan-gurauan lucu. Melihatnya tertawa terpingkal membuat pemuda itu sangat bahagia. Mereka sepertinya sudah sangat dekat, seperti teman lama yang melepas rindu. Tidak disangka banyak kecocokan diantara mereka. “Kamu sekarang ada acara?” “Sebentar lagi ada pertemuan dengan beberapa teman” “Ada waktu lagi kapan?” “Nanti sore.” “Ira…nanti sore mau jalan-jalan sama aku?” “Kemana?’ “Kemanapun kamu mau deh…!” “Ha…ha….” “Kalau mau nanti aku jemput, tapi ya gitu cuma naik motor.” “Boleh.” “Sekarang aku pergi dulu ya, ada pertemuan dengan beberapa teman.” “Ha…ha…kamu lucu ya?” Han memang sengaja menggunakan kata-kata yang diucapkan Ira beberapa detik lalu bahkan dengan gaya yang sama dan itu membuatnya tertawa. “Kalau sekarang aku minta tolong mau tidak?” “Mau, apa?” “Mengantarku.” “Dengan senang hati.” Pertemuan pertama yang sangat berkesan, kemudian mereka keluar dari kamar. Sesekali Han meliriknya yang sedang berjalan disampingnya. Sepertinya pula, tinggi mereka tidak jauh beda, gadis itu hanya beberapa centi dibawah Han. Sesampainya ditempat parkir gadis itu tersenyum. “Kenapa?’’ Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 83 83 “Aku sudah lama mimpi bisa naik scooter.” “Iya?’ “Iya, sumpah.” “Ha…ha…ini juga bukan punyaku, motor pinjeman kok.” “Paling rasanya juga sama.” “Ha…ha….” Tawa itu mengiringi perjalan pelan mereka. Han tidak menyangka kalau bisa jalan dengan gadis secantik Ira. Sungguh, semuanya diluar dugaan. Mimpi itu sepertinya menjadi kenyataan. Mimpi yang menghantui setiap tidurnya. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 84 84 DUA PULUH DUA Setelah mengantar Ira, Han pulang kerumah. Belum terlalu sore, tapi tamantemannya sudah datang semua. “Dari mana Han?” “Dari jalan-jalan, Nina tadi pulang ya Rif?” “Iya…Ibunya sakit.” “Kami tadi mencarimu tapi kamu sudah tidak ada, kemana?” “Anu Jack…aku baru saja bertemu dengan Ira.” “Ira siapa?” “Itu, wanita dalam Koran.” “Ha…serius?” Arif dan Jack mengucapkan kata-kata itu bersamaan. “Iya.” “Dimana?” “Tuh, dihotel dekat kampus.” “Gimana, cakep nggak?” Han tidak segera menjawab pertanyaan Jack, dia tau mereka sangat penasaran dengan wanita itu. “Aku sendiri bingung mendeskripsikannya.” “Cakep nggak?” “Waduh…lebih dari sekedar cantik.” “Pucat nggak?” “Ha…ha…aku juga mengira sama sepertimu Rif, tapi jauh dari gambaran orang sakit.” “Benar?” “Iya…dia itu montok habis, kulitnya kuning langsat, bibirnya merah merekah, rambutnya ah…pokoknya tidak bisa dibayangkan.” “Iya.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 85 85 Han tau, mereka berdua tidak begitu percaya. “Aku mandi dulu ya?” “Mau pergi lagi?” “Iya, jam empat mau jemput Ira, katanya pingin jalan-jalan.” Mereka berdua hanya saling pandang, entah apa yang ada dipikiran Jack dan Arif saat itu. Langkah tergesa Han tidak mampu meyakinkan mereka. Saat Han keluar dari kamar mandi, mereka masih duduk disofa yang sama dengan posisi yang sama pula, mungkin dari tadi mereka membicarakan tentang apa yang baru saja di katakan Han. Setelah merasa rapi Han duduk didekat mereka berdua. “Pay mana Jack?” “Tidur.” “Kalian ada acara tidak?” “Tidak ada, paling-paling cuma nonton berita.” “Ingin bertemu dengan wanita misterius itu tidak?” “Misterius gimana?” “Misterius menurut kalian, ha…ha….” “Gila…cara tertawa yang hebat.” Han melihat kearah Arif, memang dia benar karena mungkin baru kali ini Han tertawa seceria itu. “Kalau mau, dan kalian tidak acara nanti aku kasih kabar, dimana kita harus bertemu.” “OK, aku tunggu.” “Aku pergi dulu ya, semoga kalian tidakmembicarakan aku yang bukan-bukan!” “Ha…ha…hati-hati Han!” Arif dan Jack mengantar Han hingga depan pintu. Sebentar kemudian Han telah melaju pelan dijalan raya. Han menunggu Ira ditempat parkir, diyalakan sebatang rokok sambil membaca buku yang tadi dibawa dari rumah. Cukup lama Han duduk diatas motor, sekitar satu jam lebih, namun pergerakan waktu sepertinya tidak begitu terasa. Dari balik pintu kaca Ira muncul dengan senyumnya yang sungguh-sungguh manis. “Sudah lama Han?” “Enggak, baru dua menit,” Han memberikan helm padanya. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 86 86 “Pulang dulu ya!” “Kemana?” “Ha…ha…kamu…” Belum sempat Ira melanjutkan kata-katanya, Han sudah mendahuluinya. “Kamu lucu ya?” Gadis itu tertawa semakin lebar, sampai matanya terpejam. “Kemana?” “Ke hotel dulu , aku mau mandi.” “Wah…aku harus nunggu diluar dong!” “Terserah mau nunggu dimana, distasiun juga nggak apa-apa.” Selama perjalan singkat itu mereka hanya bercanda, sungguh waktu berjalan sangat cepat karena tanpa terasa Han sudah bertemu dengan pak satpam yang ramah lagi seperti tadi pagi. Mereka langsung naik kelantai tiga setelah mengambil kunci di resepsionis yang juga cantik itu. Han hanya duduk di kursi rotan, tapi kali ini dia lebih memilih berada di teras kamar hotel. Han takut akan mengganggu acara mandi gadis itu. “Silahkan mandi dulu, aku menunggu diluar saja!” “Kenapa!” “Ha…ha…takut mengganggumu.” “Nggak apa-apa, masuk kedalam saja!” “Tidak ah…takut.” Han tetap ngotot berada diluar kamar. Ira kemudian mengeluarkan makanan kecil dari dalam, dan meletakkan di meja kecil. “Ya…sudah kalau tidak mau masuk, hati-hati ya?” “Ha…ha…kamu cantik.” “Cantik apa lucu?” “Cantik dan lucu.” Ira kemudian masuk kembali, Han menikmati makanan kecil itu sambil menyalakan sebatang rokok. Kini Ira keluar lagi dengan aroma yang sangat khas, orang-orang kaya. Baju yang dikenakannya pastilah buatan desainer pribadi, celananya pastilah dijahit oleh penjahit pribadi. Semuanya serba pas dan cocok. Han hanya memandangnya dengan penuh kagum. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 87 87 “Orang kota mandinya lama ya?” sebenarnya Han tidak ingin menyindirnya. “Biasa, sudah lama tidak mandi.” Han tau jawaban itu juga asal dan sekenanya saja, entah kenapa dari tadi mereka belum menbicarakan hal-hal serius, hanya bercanda dan tertawa. “Mau makan dimana Han?” “Dimana saja, asalkan produksi dalam negeri.” “Kenapa?” “Produk luar itu belum tentu sehat, apalagi dikantong.” “Ha…ha…kamu lucu ya?” “Benar nggak?” “Iya sih…saya juga tidak suka makanan yang gituan.” “Jadi makan nggak?” “Dimana?” “Ditempat biasa aku makan mau?” “Dimana?” “Yang pasti temapatnya tidak ber-AC, tapi dijamin puas” “Dimana?” “Pedagang kaki lima.” “Dipingir jalan, asyik juga tuh.” “Ini bukan dipinggir jalan, ini tempat khusus untuk orang-orang yang menyukai aneka menu.” “Terserah kamu saja deh.” Saat gadis berkemas atau barang kali sekedar mengambil tas, Han mengirim sms pada Jack. ‘Aku menunggunya ditempat biasa’ Matahari sudah mulai tenggelam saat mereka keluar dari hotel itu. Langsung saja motor melaju pelan menuju kesuatu tempat yang menurut Han sangat menyenangkan, dimana disana para penjual berjajar dan sibuk melayani para pembeli yang rata-rata pelajar atau mahasiswa. Makanan dan minumannya juga beraneka macam. Han menyapa tukang parkir langganannya, lalu menuju kesebuah meja yang ada disudut ruang itu. Ira mengikutinya dengan senyum simpul, kebetulan sekali disana ada beberapa orang yang kenal dengan Han. Bukan hanya para penjual, tapi juga beberapa Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 88 88 teman kampusnya yang sudah menjadi pelanggan tetap tempat ini. “Kamu orang terkenal ya Han?” “Bukan…tapi kebetulan saja mereka mengenalku, dan aku mengenalnya.” “Wah…banyak seniman ya?” “Bukan seniman, hanya orang yang peduli dengan seni.” “Kamu sering makan disini?” “Tidak begitu sering.” Han melihat Pay, Arif dan Jack datang, mereka duduk di sudut yang lain. Han purapura tidak melihat mereka, begitu pula ketiga sahabatnya. “Mau makan apa?” “Ah…jadi bingung, menunya buanyak banget.” “Ya…namanya juga kaki lima, kakinya saja lima, apalagi menunya?” “Aku mau tempe penyet Surabaya, kelihatannya sambalnya pasti pedas.” “Iya, itu juga makanan favoritku, Cuma ditambah tahu sama telor.” “Wah…sama aja deh.” “Minumnya?” “Jus mangga aja deh.” “Aku memesan menu kesukaanku dua porsi.” Sambil menunggu pelayan menyiapkannya, Han mulai menyinggung tentang teman-temannya yang duduk di meja yang lumayan jauh dari mereka. “Eh…kamu lihat tiga orang cowok yang duduk disudut saa itu tidak?” Han menunjuk meja yang ada di ujung sebelah barat, walaupun hampir terhalang sepuluh meja lebih, mereka tetap terlihat dan Ira menggangguk. “Ya.” “Yang baju biru itu pasti makan semur jamur, terus yang pakai hitam pasti makan nasi goreng pete, terus yang pakai switer kotak-kotak pasti makan mie kocok telor.” “Ah bohong, mereka saja baru datang.” “Ye…masak tidakpercaya denganku?” “Kamu tau dari mana?’ “Mereka itu sering tidur denganku.” “Ha…kamu homo?” “Bukan, mereka teman satu kontrakan denganku, dan mereka selalu makan disini Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 89 89 setiap hari.” “Oh…kalian tinggal berempat?” “Iya.” “Kenapa tidak diajak gabung sama kita saja?” “Kamu tidak malu punya teman seperti mereka?” “Malu? Tidak sebaliknya kamu yang malu berteman denganku?’’ Mungkin ucapan Han yang baru saja itu menyinggung perasaan Ira. Lalu han berusaha mengalihkan perhatiannya. “Ha…ha…mereka itu sifatnya menjengkelkan, suka iseng suka jahil pokoknya macem-mecem. Saya jamin kamu pasti terpingkal-pingkal dengan ilah mereka. Saya panggil sebentar ya!” Han langsung melangkah menghampiri mereka. Lalu dia berbisik supaya mereka tidak menyinngung hal-hal yang bersifat pribadi. “Sepertinya aku baru saja membuatnya tersinggung, jadi tahan omongan! Buat dia tertawa degan joke segar kalian! Jangan menyinggung hal pribadi tentangnya. OK?” “OK bos!” Setelah melakukan persetujuan kecil itu mereka melangkah bersama. Han sempat melirik kearah Arif, wajahnya terlihat tegang, jalannya-pun terkesan kaku dan ragu-ragu. “Ini teman-temanku, mau dikenalkan apa kenalan sendiri?” “Terserah kamu deh!” “Ok. Aku yangmengenalkan ya!. Ini namanya Pay. Pay ini Ira teman baruku.” Pay dengan sangat sopan mengulurkan tangannya. Selanjutnya Jack dan Arif. Setelah perkenalan singkat itu mulailah mereka berbicara sendiri- sendiri. Seperti apa yang diminta Han , sahabat-sahabatnya lebih banyak mengeluarkan guyonan dari pada pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi. Malam sudah semakin larut, mungkin saat itu sudah jam sembilan lebih. Tidak terasa hampir tiga jam mereka ngobrol bersama. “Ira mau diantar pulang sekarang?” “Boleh.” “Mbak Ira kalau ada mau mampir ke gubuk kami ya!” “Iya Pay, aku pasti kesana suatu saat nanti.” “Tapi kalau kesana ada syaratnya lho Mbak!” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 90 90 “Apa Jack?” “Setidaknya makanan ringan, atau sekeranjang buah-buahan” “Ha…ha…iya pasti kubawakan.” “Jangan denger omongan Jack Mbak! Seadanya saja.’’ “Ha…ha…,’’ Semua tertawa. Mereka sepertinya sudah akrab, tinggal nanti entah bagaimana kritik dan saran yang akan di terima Han. Tentu saja kriti dan saran dari sahabat-sahabat terbaiknya itu. Mereka berpisah ditempat itu, Han mengantar Ira kembali ke hotel sedangkan teman-temannya mungkin langsung pulang. Sepanjang jalan Ira masih membicarakan tentang mereka bertiga. Kini Han sudah duduk dikursi rotan yang berada didekat tempat tidur mewah itu. Matanya tidak pernah lepas memandangi gadis di sampingnya. “Kenapa Han?” “Ah…tidak, aku hanya heran denganmu.” “Heran?” “Ya.” “Apa aku terlalu aneh?” “Bukan, sudah sering aku katakana, kamu terlalu cantik.” “Ha…ha…,pujian kuno.” “Aku tidak memuji, hanya ingin sedikit berbagi.” “Tentang apa?” “Tentang senyummu, tentang matamu, tentang rambutmu dan tentang apa saja mengenai dirimu.” “Ha…ha…” Lagi-lagi Han harus berdebar dengan tawa itu, huh…sungguh luar biasa, pasti tidak akan ada yang menyangka kalau dia itu dekat dengan maut. Han juga heran kenapa dia begitu sering memimpikannya, padahal Han hanya melihatnya di dalam koran. “Apa benar, kamu yang dikoran tempo hari?” “Mungkin.” “Kok mungkin?” “Ya…kamu melihatnya bagaimana, sama apa tidak?” “Tidak.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 91 91 “Maksudnya?” “Jauh dari bayanganku, kukira kamu itu kurus, pucat, terus tidak pernah tertawa” “Ha…ha…kamu lucu ya?” “Ya…ya…aku memang lucu.” Setelah puas berbincang dengannya, Han pamit pulang karena waktu sudah malam. “Aku pulang dulu ya!” “Kenapa?” “Ha…ha…sudah malam dan aku rasa kamu butuh istirahat, kalau boleh besok aku datang lagi kesini?” “Dengan senang hati.” Ira mengantar hingga ketempat parkir, sungguh senyumnya membuat hati berdebar kencang. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 92 92 DUA PULUH TIGA Sudah satu minggu Ira berada disini, Satu minggu pula Nina pulang. Selama itu pula Han hampir melupakan gadis yang sering menemaninya. Sama sekali dia tidak terlintas dalam cerita-cerita yang di buat Han. Selalu saja Ira dan Ira yang menjadi tokohtokoh yang ditulisnya. Wanita cantik itu telah memaksa otaknya untuk menjadikannya masuk dalam kisah-kisah singkat. Tapi tiba-tiba saja Han teringat Nina malam ini. Ya…gadis itu yang selalu menemani mimpinya. Han meraih hanphone yang tergeletak didekat komputer. Pemuda itu ingin menanyakan kabarnya. Han lalu menulis pesan singkat pada Nina ‘Nin..IBu gimana? Kapan kembali, kangen nich!?’ Lama Han menunggu balasan dari Nina. Sepertinya Dia merindukan aroma tubuhnya, merindukan desah nafasnya yang pelan. Han beranjak dari ranjang, mengunci pintu kamar dan melangkah kearah almari pakaian. Tak satupun baju Nina yang ditemukannya, dibagian lain juga tidak ada sama sekali. “Ah…Nina, biarkan aku memeluk bajumu yang harum itu, tapi dimana?” kata itu yang terucap dari dalam hatiknya. Memang beberapa hari ini Han tidak membuka almari pakain yang sebelah, karena satu minggu yang lalu lemari itu penuh baju-baju Nina. Tapi kini tak satupun yang tertinggal. Han mengamati sekeliling, tetap…ruangan ini tidak berubah sama sekali, tapi…foto diatas meja dekat cermin itu tidak ada lgi. Han seperti orang bingung, lalu diraihnya handhone itu dan mencari nomer nina. ‘nomer yang anda…’ Beberapa kali Han mencoba namun hanya kata-kata itu yang terdengar. “Nina…dimana kamu?” Tubuhnya seperti lemas dan terbaring begitu saja dilantai. Beberapa menit kemudia dia lalu berdiri melangkah tergesa kearah pintu, mungkin Nina menitipkan sesuatu pada sabat-sahabatnya. Han menuju kamar Arif. “Rif Nina kemarin ada nitip sesuatu nggak?” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 93 93 Namun Arif sudah tidur, dia tidak menjawab pertanyaan. Han tidak ingin mengganggu tidurnya, dia menjauh dari ranjang dengan pelan. “Ada.” Han kaget oleh suara itu, ternyata Arif terbangun. Dia cepat-cepat melangkah kearah sahabatnya yang masih terbaring. “Apa?” “Ini.” Arif mengambil sebuah amplop dari bawah bantalnya, amplop itu sudah terlihat lusuh. Dengan cepat Han menyambarnya. “Kenapa tidak kau berikan dari kemarin-kemarin, ini kan amanat?” Sepertinya Han marah atau sekedar jengkel menerima pesan itu, kenapa baru disampaikan sekarang? Dan Arif hanya menjawabnya sambil kembali memposisikan dirinya untuk tidur. “Justru karena itu amanat makanya kuberikan sekarang.” “Maksudnya?” “Nina minta, jangan diberikan sebelum kamu menanyakannya! Apa aku salah?” Han terdiam, lalu meninggalkan kamar itu. Kembali lagi kekamarnya dengan sejuta tanya tentang isi surat yang masih digenggamnya dengan erat. ‘Han…mungkin surat ini tidak akan pernah kamu baca’ Sebuah awal kalimat yang mengundang tanya. ‘Aku tau Han…mungkin aku yang terlalu berharap banyak padamu, tapi aku rasa tidaklah saah bila aku ingin selalu dekat dan dekat denganmu, terima kasih atas semua yang kamu berikn, juga terimaksih pula untuk teman-teman. Han…terasa sangat indah bisa memelukmu, tersa sangat indah sekali Han. Aku tidak menganggapnya sebagai mimpi, itu nyata…nyata Han. Aku tau kamu menyimpan cintamu untuk orang lain, atau kamu memang benar bila mengatakan bahwa cinta adalah milik pribadi seseorang yang tidak akan bisa kida berikan atau kita dapatkan. Aku suka kata-kata itu Han! Menurutmu mereka yang berpacaran bukan saling memberikan cinta tapi yang mereka berikan adalah kasih sayang, iya kan? Aku juga tau kamu memimpikan sorang wanita, entah siapa itu tapi sepertinya dia sangat berarti buatmu. Aku tau itu sejak awal, sejak kita bertemu dan tidur bersama aku tau. Kamu gelisah bersamaku bukan karena takut, tapi kamu membayangkan wanita lain bukan aku, aku harap itu salah. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 94 94 Han…aku memutuskan untuk cuti kuliah dulu, aku ingin membuang kenangan burukku, aku ingin belajar darimu, ingin mengnal dan mencari cinta dalam diriku. Semoga wanita yang kamu impikan kamu temukan, berikan semua kasih sayangmu buat dia, dia tidak akan mati Han…dia akan selalu hidup disimu, aku tau itu. Yakinlah…kamu benar. Berikan dia apa yang kamu punya. Semoga bahagia selalu…Nina. Tanpa terasa Han telah menjadi cengeng dengan selembar kertas biru itu. “Nina…kapan kamu kembali?” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 95 95 DUA PULUH EMPAT “Kamu jadi pulang kapan?” “Mungkin minggu depan, kenapa sudah bosan dekat denganku?” “Bukan begitu, malah sebaliknya.” “Ha…? “ “Takut kalau kamu pergi.” “Ha…ha…memangnya kenapa?” “Entahlah Ira, aku bingung harus ngomong apa?” “Orang sepertimu bisa bingung?” “Aku masih belum begitu mengenalmu, tapi aku berharap banyak.” “Maksudnya?” “Tentang beritamu dikoran yang membuatku berusaha untuk bisa bertemu dan sampai saat ini. Mimpiku terlalu tinggi untuk bisa menikahimu dan itu tidak mungkin” Ira terdiam, begitu pula dengan Han. Pemuda itu hanya memandang beberapa pasang orang yang lalu lalang di lorong hotel itu. Sepertinya mereka tidak begitu peduli dengan Ira dan Han yang sedang duduk dikursi depan kamar. Mungkin orang-orang kaya memang seperti itu, tidak mau tersenyum pada orang lain? “Han…apa yang kamu pikirkan?’ “Tidak jauh beda, masih saja kamu.” “Boleh tau nggak?” “Ya…masih seputar mimpi tentangmu, menikah lalu hidup berbahagia selamanya, tapi siapa aku dan siapa kamu yang masih belum bisa aku pecahkan? Aku belum bisa menemukan alur cerita yang tepat untuk ending kisah bahagia itu. Apalagi tokoh yang ada?” “Tokoh yang kamu maksud adalah aku dan kamu?” “Ya…tapi apa mungkin, aku bukan pangeran, aku bukan siapa-siapa. Aku juga tidak mempunyai sepatu kaca. Jangankan harta, orang tuapun tidak jelas dimana? Bagaimana aku bisa meminangmu? Memang kamu bukan ratu, tapi kecantikanmu itu Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 96 96 melebihi ratu manapun, semuanya…sempurna untuk seorang wanita.” “Itu dari luar Han, apa kamu tau apa yang ada didalam tubuhku? Virus yang paling mematikan dan paling ditakuti. Siapa saja akan enggan menyentuhku, semua orang yang dekat denganku kemungkinan besr akan mati” Han terdiam mendengar kata-kata itu. Suasana menjadi sangat hening, hanya terdengar bunyi sepatu dari seorang pelayan yang berjalan di ujung lorong. “Apa yang kamu harapkan dariku Han?” “Kasih sayang.” “Hanya itu?” “Iya.” “Cinta?” “Aku punya pendapat lain tentang cinta.” “Apa?” “Cinta datangnya dari hati. Cinta adalah hak yang dimiliki seseorang dan cinta itu tidak dapat kita berikan atau kita terima dari siapapun, dia adalah hak yang wajib kita jaga. Menurutku, sepasang manusia hanya mampu memberikan kasih sayang dan itulah yang kita lihat. Bagai mana mereka berpacaran, saling memegang, memeluk, mencium dan sebagainya adalah bukti bahwa mereka saling menyayangi.” “Apa kamu mengatakan itu pada banyak orang?” “Iya.” “Apa pendapat mereka?” “Relatif, ada yang setuju ada yang tidak, menurutmu?” “Aku tidak tau!” “Sebenarnya hanya satu yang akutakutkan dari ini semua!” “Apa? Takut mati?” “Bukan, aku takut bila orang mengira bahwa aku menikahimu karena kamu kaya” “Ha…ha…itu bukan sebuah alasan yang tepat untukku.” “Kenapa?” “Entahlah…tapi kekayaan itu tidak abadi.” “Ya…tapi tetap saja orang akan berkata seperti itu, apalagi media massa, mereka pasti akan memberitakannya.” “Lalu?” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 97 97 “Seorang gelandangan menikahi gadis kaya, mungkin itu yang akan mereka tulis” “Tidak Han…itu tidak akan terjadi. Kamu punya bakat kenapa tidak kau gunakan itu?” “Apa?” “Menulis! Aku tau kamu seorang penulis, gunakan itu untuk menjadi sedikit terkenal atau setidaknya kamu mempunyai sebuah sebutan yang lebih baik dari pada seorang gelandangan!” “Misalnya?” “ Seorang penulis menikahi dengan gadis HIV positif, mungkin itu lebih baik dan lebih menggegerkan?” “Ha…ha…kamu lucu ya?” “Tapi aku masih ingin tahu alasanmu yang sebenarnya untuk menikahiku?” Han terdiam cukup lama, dia tidak tahu apa yang harus dikatakan. Kali ini dia benar-benar bingung. Lalu Han mengeluarkan sebungkus rokok dari tas pinggangnya. terlebih dahulu Han meminta ijin pada Ira untuk menyalakannya. Gadis itu mengangguk pelan, dia tau Han sedang bingung. “Aku tidak tau apa yang akan terjadi setelah ini, namun satu yang perlu kamu ingat, semua yang akan aku katakan adalah sebuah kejujuran!” “Aku harap kamu benar Han!” “Begini, mungkin ini adalah sebuah garis takdir dimana aku harus dipertemukan denganmu. Yang kedua ini adalah sebuah penebusan dosa dariku. Yang ketiga aku sedang mencari sebuah kasih sayang yang sangat tulus dan itu hanya ada padamu. Yang keempat, aku ingin menjadi mukjijat untuk dirimu, aku dan orang lain. Hanya itu yang bisa aku katakana” “Han…boleh aku bertanya?” “Iya!” “Pertama tentang penebusan dosa?” “Oh…maksudnya begini, aku dulu orang yang sangat-sangat memuakkan. Aku adalah petualang yang hebat, dari kota kekota dari rumah kerumah dan dari ranjang ke ranjang, semua kulakukan. Dari hati ke hati yang kubuat menangis, lalu sampailah aku dikota ini dan menemukan makna sebuah kehidupan, keras, menyakitkan, kejam dan aku berusaha menjadi lebih baik.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 98 98 “Bagaimana dengan mukjijat yang kamu maksud?” “Itu kata-katamu, kamu bilang bila saj ada yangmau menikah denganmu, itu adalah mukjijat dari Tuhan, mungkin aku terlalu munafik. Tapi…aku ingin membuktikan, Tuhan Maha Kuasa dari segalanya, mungkin saja aku mati bersamamu, mungkin juga kita akan bahagia sampai tua, siapa yang bisa menentukan kematian selain Dia? Lalu…walau ini hanya sekedar mimpiku, orang akan melihat bahwa HIV bukanlah hal yang menakutkan, bukanlah sebuah jalan kematian yang mengerikan, tidak selalu menderita, mereka juga bisa bahagia.” Tanpa sadar Han memegng tangannya dengan erat. Gadis cantik itu hanya tersenyum diantara tetes air matanya yang mengalir pelan. “Ira…tunggulah aku beberapa saat saja tidak akan lama.” “Untuk apa?” “Untuk menikah denganmu, untuk sebuah kehidupan bahagia bersama, untuk seorang anak yang kau impikan, untuk apa saja yang kita harapkan.” “Kenapa harus menunggu?” “Biarkan aku menbersihkan diriku, biarkan aku menjalani hidup ini apa adanya, dan biarkan aku menjadi seseorang yang lebih terhormat dari sekarang, biarkan Tuhan menunjukkan kuasa-Nya pada kita.” “Tapi Han?” Ira terdiam. Tidak melanjutkan kata-katanya. “Kenapa?” “Ini bukan masalah ekonomi, bukan pula tentang yang lain tapi…” “Tapi apa?” “Tentang usia Han!” “Usia?” “Ya…kamu jauh lebih muda dariku. Itu yang aku tidak bisa terima!” Han terdiam. Matanya tajam memandang memandang gadis di depannya. “Han…kita berbeda usia sembilan tahun. Itu akan menjadi masalah saat aku mulai tua. Aku tidak mau itu terjadi Han!” Ira tiba-tiba saja memeluk pemuda di hadapannya. Tangannya gemetar, dadanya berdebar kencang. Han masih terdiam. Dia tidak menyangka kalau Ira lebih tua darinya. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 99 99 “Han. Dengan mengenalmu, lebih dari mukjijat yang aku harapkan. Tapi sepatu kacamu bukan untukku. Carilah gadis lain Han!” “Tidak. Aku mau kamu!” “Han!” Pelukan itu semakin erat. Seerat keinginan untuk menjadi satu. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 100 100 DUA PULUH LIMA Pagi-pagi sekali Han bangun. Secepat kilat dia berlari kekamar mandi. Setelah itu Han memacu motornya menuju hotel tempat Ira menginap. Debu yang mulai menyengat seakan tidak di rasa olehnya. Setelah sampai di hotel dia langsung bertanya pada seorang resepsionis. “Maaf Mbak, Ira sudah cek out?” “Sudah, tadi menunggu Mas Han lama sekali.” “Sekarang?” “Baru saja berangkat dengan taksi.” “Ya sudah terima kasih Mbak!” “Sama-sama Mas.” Han berlari menghampiri motornya. Memacunya lagi menuju ke Bandara. Beberapakali lampu merah tak di hiraukannya. Untung saja pos-pos polisi di setiap persimpangan itu hanya di tempati oleh beberapa anak jalanan dan pengemis yang sedang beristirahat. Han bangun kesiangan. Seharusnya setengah jam lalu dia harus mengantar Ira ke Bandara. Setibanya di Bandara dia langsung berlari mencari-cari Ira. Tapi Ira tidak di temukannya. Han lalu menayakankan tentang keberangkatan pesawat tujuan Jakarta, dan pesawat itu sudah berangkat sepuluh menit yang lalu. Han lalu melangkah keluar lalu terduduk lesu di kursi taman depan bandara. Dia hanya mengamati orang-orang yang lalu lalang di hadapannya. Sudah hampir dua jam dia duduk di kursi itu. Nafasnya jarang-jarang tapi panjang. Sudah berpuluh-puluh batang rokok yang menemaninya. Dengan langkah lesu pemuda itu meninggalkan Bandara. Motornya bergerak pelan. Melintasi jalan-jalan kota lalu dia menghentikan motornya di tepi jalan. Pemuda itu lalu duduk di kursi taman kota. Memandang lampu merah yang berganti warna setiap satu menit sekali. Gedung pemerintah di hadapannya tampak sepi dan sunyi. Hanya bendera merah putih yang berkibar congkak. Secaongkak pintu pagar yang berdiri kokoh. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 101 101 Dua orang gadis duduk di kursi panjang sebelahnya. Han tidak menoleh sedikitpun. Pemuda itu masih sibuk dengan penyesalannya. Menyesal karena tidak bisa mengantar Ira pulang. Asap dari rokoknya membubung tinggi namun tidak bisa menjangkau bendera yang tadi. “Bagaimana dengan sepatu kacanya?” Han terperanjat mendengar suara gadis disampingnya. Pemuda itu melihat kerah kedua gadis yang mebicarakan sepatu kaca. Tapi Han tidak mengenal mereka. Tapi dia menyimak tentang obrolan siang itu. “Anggi, apa kamu percaya tentang sepatu kaca?” “Tidak Wie, sepatu kaca itu kan hanya dongeng” “Tapi apa kamu percaya kalau ada pengeran?” “Percaya, kalau pangeran sekarangpun masih banyak. Di Inggris, Brunei, Solo bahkan Yogya ini!” “Tapi apa mereka punya sepatu kaca?” “Tidak harus seorang pangeran yang menemukan sepatu kaca! Gelandanganpun bisa!” Han tiba-tiba saja menyela obrolan kedua gadis itu. Kedua gadis itu memandang kearah Han dengan tatapan tajam. Han lalu mengulurkan tangannya. “Han,” ucapnya singkat. Dengan sedikit ragu-ragu Anggi menyambut salam perkenal itu. “Anggi,” Seorang gadis lagi terlihat lebih ragu. Cukup lama Han harus mengulurkan tangannya. “Dwie,” ucap gadis itu sambil cepat-cepat melepaskan tangan pemuda aneh di hadapannya. “Apa kamu percaya sepatu kaca?” “Hmm…gimana ya Mas?” “Dia itu percaya Mas Han!” Anggi menunjuk kearah Dwie yang tersipu malu. “Apa Dwie suka tomat?” Dwie yang mendapat pertanyaan seperti itu terlihat bingung. “Kagak nyambung banget sich Mas!?” “Ha…ha…maaf saya tidak pernah berbicara dengan gadis secantik kamu jadi gini Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 102 102 deh. Bingung!” Untuk kesekian kalinya Dwie terdiam. “Dasar orang aneh!” itu yang ada di hatinya. Han lalu melangkah pergi meninggalkan mereka berdua tanpa sepatah katapun. “Dasar orang aneh!” “Hus…kalau dia dengar kan nggak enak Wie!” “Biarin, memang dia itu aneh kan?” “Ha…ha…tapi kamu suka ya?” “Ih…amit-amit.” “He…kalian masih membicarakan aku?” Kedua gadis itu terkejut, karena tiba-tiba Han muncul di belakang mereka. “Nich…buat di baca, jangan di buang sembarang tempat!” Han memberikan dua lembar kertas. Setelah itu dia melangkah pergi meninggalkan kedua gadis itu. Memacu motornya pelan. Sementara Anggi dan Dwie masih terpaku. “Apaan Wie?” “Semacam cerpen.” “Coba lihat!” Anggi menyahut kertas yang di pegang Dwie. “Lihat, judulnya sepatu kaca.” Dwie lalu membaca deretan huruf-huruf kecil itu. Sebuah cerita mingguan yang terkesan aneh. “Wie…kalau kamu penasaran kamu bisa telphon dia lho! Nich ada email dan nomer handphone segala!” “Tapi itu kan untuk kritik dan saran.” “Ha…ha…ketahuan kalau kamu menyukainya!” “Apaan sich!” Dwie membaca cerpen itu dengan tenang. Tidak di hiraukan olehnya ratusan orang yang lalu-lalang di hadapannya. Tidak pula dengan sahabatnya yang duduk disebelahnya. Dihayatinya kata demi kata, kalimat demi kalimat. “Indah,” gumannya lirih. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 103 103 DUA PULUH ENAM Setelah pertemuan itu, beberapa kali Dwie mengirimkan pesan singkat pada nomor yang ada di sudut kanan atas lembaran putih dengan huruf-huruf yang tersusun rapi. Dari sekian banyak sms yang dikirimkannya, tak satupun yang di balas. Dari dalam kamar indahnya Dwie membaca cerita itu sekali lagi sebelum dia pergi tidur. Handphone di meja belajarnya bergetar, sebuah pesan di terimanya. ‘He…judes kangn ya sms trus!?’ Cepat-cepat gadis itu menyamakan no di handphonenya dengan npomor yang tertera di kertas itu. Sama, Han yang mengirim pesan singkat itu. Dwie berusaha mengingat-ingat wajah pemuda aneh yang memanggilnya denga sebutan ‘JUDES’. ‘lg ngp mz?’ Hanya kata itu yang mampu di tulis dengan tangan lembutnya. Semenit kemudian sebuah pesan diterimanya lagi. ‘lg ongkrong i Benteng. i ursi ang ama aat ita etemu ulu’ Kali ini pesan yang sulit untuk di mengerti oleh gadis itu. “Dasar orang aneh. Hmm…lagi nongkrong di Benteng titik di kursi yang sama saat kita ketemu dulu. Oh…gini tho!” Dwie tersenyum saat membaca pesan itu sekali lagi. Dia sedang mengulang kembali kejadian itu. Saat orang aneh itu menyela perbincangannya dengan Anggi. ‘Eh…km mau ga pacaran ma aku?’ Pesan yang baru di terimanya itu membuatnya terkejut. Gadis itu membacanya sekali lagi. Lalu membalasnya dengan senyum simpul yang berbunga-bunga ‘Dasar orang aneh. Ha…3X. ga romantis benget sich. Ngak bs ngerayu ce po?’ Pesan singkat itu lalu di kirimkannya. “He…2005X. ak ga bs ngerayu, maaf ya! Eh…kamu suka tomat ga?” Dwie tidak membalas sms itu dia meletakkan handphonenya di meja belajar. Gadis itu membaca cerpen itu untuk kesekian kalinya. “Sepatu kaca, cerita yang aneh seaneh orangnya.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 104 104 Kata-kata itu terucap begitu saja dari bibirnya yang merekah. Rambutnya yang sebahu di biarkan tergerai begitu saja. Ditempat lain… Han sedang duduk di bangku panjang taman kota. Dia sedang berbincang dengan teman-temannya. “Han…ada kabar dari Ira?” “Tidak Pay. Aku juga tidak ingin mencari kabar darinya!” “Kenapa?” “Entah…bisa bersama dengannya sebentar saja itu sudah lebih dari cukup.” “Lalu?” “Ya…biarkan saja dia dengan impiannya dan aku dengan impianku sendiri.” “Sepatu kacanya?” “Sepertinya ada yang lebih cocok!” “Siapa?” “Ada deh.” “Cantik?” “Entahlah, aku lupa wajahnya.” “Lho kok bisa lupa?” “Cuma bertemu sekali!” “Dimana Han?” “Di sini.” sambil menujuk kursi panjang yang mereka duduki. “Disini?” “Iya, di kursi ini.” “Kapan?” “Sekitar satu minggu yang lalu.’’ “Saat Ira pulang?” “Ya. Setelah dari Bandara aku bertemu gadis itu disini.” Pay terdiam sebentar. “Aku salut denganmu Han. Kamu memang orang percaya pada takdir.” “Ha…ha…besok kita mencari gadis itu ya!” “Hah…mencari lagi?” “Iya.” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 105 105 “Ira saja dua bulan lebih baru bisa menemukannya?” “Ini lain!” “Lain, tau rumahnya?” “Tidak.” “Kuliahnya dimana?” “Tidak tau.” “Tuh kan?” “Tapi aku punya no handphone-nya!” “Ya sudah telpone sekarang!” “Hmm…sms aja ya?” “Ya cepetan, keburu pecah entar sepatunya!” “Ha…ha…,” mereka berdua lalu tertawa. Han sibuk dengan pesan yang ditulisnya. Menanyakan alamat rumah, nama lengkap, tempat kuliah dan sebagainya. “Pay…gila!” “Kenapa?” “Masih SMU.” “Ha…kelas berapa?” “Kelas tiga instrument vocal.” “Sekolah musik?” “Sepertinya iya.” “Wah…daun muda nich!” “Daun muda palelu. Tidak jadi saja deh!” “Kalau dia memang pemilik sepatu kaca kenapa tidak?” Han terdiam sambil berusaha mengingat wajah gadis itu. “Seingatku dia itu lumayan cantik Pay. Kulitnya bersih, putih, rambutnya sebahu sedikit merah terus memakai anting dua buah di telinga kirinya. Kayaknya pula dia sedikit manja dan judes.” “Kira-kira apa dia mau jadi pacarmu?” “Tidak tau, menurutmu?” “Sama.” “sama tidak taunya?” Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 106 106 “Ya.’’ “Pay…besok kita mencarinya ya!” “Ke sekolahannya?” “Ya.” “Kamu nggak takut?” “Takut apa?” “Dikeroyok anak-anak SMU?” “Ha…ha…” Mereka tertawa lagi. Sebuah keinginan untuk menemukan pemilik sepatu kaca yang selalu di impikan oleh Han. Keduanya lalu beranjak meninggalkan tempat itu setelah berpamitan dengan beberapa teman yang lain. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 107 107 DUA PULUH TUJUH Pada suatu sore yang sedikit mendung, di rumah kontrakan itu Han sedang duduk menghadap komputernya. Di sampingnya seorang gadis cantik. Ya…gadis itu adalah Dwie. Dengan baju putih bersih dan rok sedikit ketat warna abu-abu. “Wie…ini mau di buat berapa spasi?” “Hm…biasanya berapa Mas?” “Satu setengah untuk resensi normal. Tapi kalau untuk tugas aku tidak tau?” “Satu setengah saja deh.” Sahutnya lirih. “Kalau satu setengah spasi, nanti jadinya tiga lembar. Satu lembar synopsis yang dua lembar resensinya.” “Ya…saya rasa itu cukup banyak Mas.” “Mau dikumpul kapan?” “Senin besok.” Gadis cantik itu tersenyum. Tingkahnya manja, suka makan ice cream lalu memasukkan sendok kayu bekas ice cream itu kedalam saku bajunya. Lucu dengan gayanya yang sedikit judes. “Mas teman-temannya pada kemana?” “Mendaki gunung Lawu.” “Sejak kapan?” “Hari Jumat kemarin.” “Sendirian dong?” “Iya.” Sahut Hanpelan sambil menggerakkan tangannya cepat di atas keyboard. “Pacarnya?” “Ha…ha…mana ada yang mau sama orang aneh seperti aku?” “He…he…” gadis itu tersenyum. “Kamu mau?” pemuda itu nyengir lalu tertawa ngakak “Ha…ha… Dwie hanya diam untuk sesaat. “Tergantung!” sambil menggeser kursinya agar lebih dekat ke layar monitor Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 108 108 komputer. “Tergantung apanya?” “Cara merayunya,” Sahut gadis itu manja. “Ha…ha…pasti tidak bisa dong?” “Kenapa?” “Aku paling tidak besa merayu.” “Kalau begitu tidak usah pacaran.” “Emang orang pacaran harus merayu dulu?” Dwie tidak menjawab. Dia hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum. “Seandainya aku bisa merayu, kamu mau?” “Hm…mau,” sedikit malu-malu. “Kalau tidak merayu dulu?” “Hemmm….gimana ya?” “Mau apa tidak?” “Hm…mau.” “Jadi kita jadian dong?” “Eh…maunya!” Gadis itu memukul pelan bahu Han. “Lalu?” Han menoleh kearah Dwie. “Ada syaratnya dong!” Sahutnya cepat sembari tersenyum. “Apa?’ “Kamu harus memberiku sepatu kaca,” Lagi-lagi gadis itu tersipu malu. Wajahnya memerah lalu menunduk pelan. “Bisa diganti syarat lain?” Han sepertinya masih menganggap obrolan itu adalah gurauan belaka. Kali ini dia kembali mengamati layar monitor dan jari-jarinya masih teratur menekan tombol-tombol kecil yang menimbul nada seirama. “Hm…bisa,” sahut Dwie sambil memain-mainkan rambutnya yang tergerai. “Apa?” “Beliin ice cream tiap hari.” “Serius?” Han berbalik lalu menyodorkan jari kelingkingnya. “Hm…ya deh,” seakan tanpa sadar tangan lembutnya terangkat. Cari kecil kelingkinnya mengayun cepat. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 109 109 Kini kedua jari kecil itu telah terkait menjadi satu. Sebuah kejadian yang aneh, lucu dan romatis. Sepatu kaca yang diimpikan oleh pemuda itu kini telah menemukan pemiliknya. Seorang gadis cantik, manja, sedikit judes dengan suara merdu. Tanpa rayuan mereka menjadi sepasang kekasih… Adakalanya semua impian hanya akan menjadi angin lalu yang sirna bersama debu. Ada kalanya mimpi akan menjadi sebuah kenyataan, ada kalanya pula mimpi hanya akan menjadi kembang tidur yang akan segera hilang ketika pagi tiba. Ada kalanya pula bahwasanya rasa itu akan berubah dengan sendirinya, lalu dari mana asal cinta yang sesungguhnya? SELESAI Sanggar Misteri Darikem Indonesia Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 110 110 Tank To: www://seniman.web.id www://jogya.net Sedikit Saja: Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 111 111 Mungkin anda bertanya, kenapa bisa gratis? Karena ada beberapa logo yang menempel dihalaman ini, dan itu tidak menggangu anda bukan? Ya begitulah, beberapa sponsor memang mendukung pembuatan novel ini. Tidak menutup kemunkinan gambar-gambar itu akan bertambah, karena saya masih membutuhkan beberapa sponsor tambahan agar bisa terus berkarya. Saya tidak munafik, untuk menulis membutuhkan waktu, untuk menulis membutuhkan secangkir kopi, untuk menulis membutuhkan komputer, listrik, biaya kirim email dll. Ya, ketika itu bisa tertutp oleh sponsor atau mereka yang mau beramal, kenapa nggak? Mungkin sekitar tahun 2004 saya menulis novel ini. Kalau boleh jujur, saya juga lupa kapan tepatnya menulis novel ini. Atau barangkali anda bertanya siapa saya? Klik saja: http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com Kritik dan saran silahkan mengimkan email kepenulis. Jika anda anda merasa enovel ini layak untuk di baca, saya berharap satu hal, anda meu memberitahukan alamat email saya dan katakan pada sahabat anda, saudara anda bahwasanya saya akan mengirmkan novel ini juga kepadanya. Terimakasih. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 112 112 CARA PASANG IKLAN ? Untuk anda yang mungkin ikutan beriklan atau mengiklankan produk anda dihalaman ini silahkan saja, kirimkan desain dengan ukuran proposional (sama dengan kuran diatas). Masalah biaya? Itu tergantung keiklasan anda. Kirimkan desain dalam format TIF atau JPG kealamat email: endik_penulis@yahoo.com. Jika iklan itu tidak merugikan pihak lain, maka dalam waktu 24 jam setelah anda mengirmkan desain, saya akan mengirimkan format e-novel ini dengan iklan produk anda kealamat email yang anda kehendaki. Saya juga akan mengirimkan nomer rekening saya kepada anda, dan silahkan tranfer biaya sesuka dan seiklas anda. Selamat bergabung di iklan sepanjang hayat. Sekedar keterangan singkat atas e-novel yang diluncurkan pertama kali pada tanggal 26 Februai 2008, dalam 2 hari telah lebih dari 10 email yang memesan e-novel tesebut. Dan uniknya, 6 dari pemesan berada diluar negeri, Irlandia, Hongkong, Jepang, Prancis dan Malaysia. Perlu diingat, promosi baru melalui http://endikpenulis.multiply.com. Dalam waktu dekat, publikasi akan dilakukan secara besar-besaran melalui berbagai situs internet yang bisa diakses dari seluruh dunia. Hak Cipta: Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi [p]encipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak [c]iptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1). Hak cipta (lambang internasional: ©) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karyakarya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. (http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta) Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 113 113 DAPATKAN DI TERDEKAT Category: Novel Genre: Romance Author: Endik Koeswoyo Judul: Cinta Selebar Kerudung Pengarang: Endik Koeswoyo Penerbit: Sketsa Jogjakarta Jumlah Halaman: 123 Harga : Rp.18.000,- Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 114 114 DAPATKAN DI TERDEKAT Category: Novel Genre: Religion & Spirituality Author: Endik Koeswoyo Judul: Tersesat Disurga Pengarang: Endik Koeswoyo Penerbit: Sketsa Jogjakarta Harga: Rp. 18.000,- Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 115 115 TERIMAKASIH Telah membaca e-novel ‘Love From My Heart’ Anda diperkenankan untuk mengirimkan e-novel ini kepada sahabat atau rekan anda dengan memberitahukannya kepada penulis. Kirim pemberitahuan kepada penulis via email bahwasanya anda telah mengirimkan e-novel ini kepada teman atau sahabat anda. Sertakan juga nama dan kota penerima e-novel dari anda dan berikan juga alamat email yang anda tuju tersebut. e-Novel ini dibuat sesederhana mungkin agar bisa lebih mudah ditranslate kedalam berbagai bahasa. Saat ini sedang proses untuk diterjemahkan kedalam bahasa Ingris. Dan Proses penerjemahan kedalam bahasa Prancis oleh salah seorang rekan saya yang kini berada di Perancis. Mohon doa restu karena Love From My Heart Yang Diterjemahkan tersebut akan dijual keseluruh dunia dengan media Online. Sekali lagi, hanya ucapan terimakasih yang bisa saya ucapkan untuk anda. Salam hangat dari Endik Koeswoyo, untuk orang-orang yang anda sayangi. Endik Koeswoyo Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 116 116 Segera Diluncurkan E-Novel dan E-Book Karya Endik Koeswoyo Lainnya Untuk Informasi Lebih Lanjut Kunjungi: www.dirmanto.com www.jogya.net www.seniman.web.id http://endikpenulis.multiply.com http://endikkoeswoyo.blogspot.com Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 117 117 KUNJUNGI SEGERA http://pionbanget.blogspot.com Lini Penerbitan independent online DAPATKAN SEGERA Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 118 118 E-Novel Judul: Psikodramatis Penulis: Endik Koeswoyo Penerbit: Tahun Terbit: 2008 Harga: Rp. 50.000,- Sinopsis Novel ini pernah dterbitkan dalam bentuk cetak pada tahun 2004. Atas permintaan beberapa pihak, pada tahun 2008 Psikodramatis dibuat dalam format ENovel. Pembaca menyebut Psikodramatis sebagai sebuah Novel Surealis Ekpresive. Kulihat jam dinding sudah menunjukkan angka Dua pagi, namun kemana perginya rasa kantukku? Kulihat pula gadis disampingku telah pergi kealam mimpi lagi. Tapi aku? Masih tetap disini dengan skenario busuk yang menjebakku dalam dunia lamunan. Berharap untuk segera pergi kealam mimpi dan bertemu dengan dewa perang, memusnahkan musuh-musuhku lalu aku bisa tertawa diantara bangkaibangkai mereka, sebelum aku menikamkan pedang kedadaku dan roboh diatas mayatmayat yang sudah mulai membusuk itu. Atau aku bisa menari-menari diantara amis darah mereka. Menikamkan lagi pedangku -dengan dua mata yang sangat tajam iniketubuh mereka yang tidak bernyawa. Namun lentik bulu matanya memaksaku untuk tersenyum, hitam rambutnya mebuat tanganku bergerak sendiri untuk membelainya. Sepertinya pagi benar-benar tiba… Dengan sudut pandang pertama, tokoh Aku mampu membawa pemcanya berkenala antara dunia yang nyata dan yang tidak nyata. Dimana karakter dibangun dengan begitu kuat oleh penulisnya. Hingga tanpa disadari, tokoh aku terjebak kedalam sebuah permaian skenario panjang yang melelahkan. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 119 119 Kunjungi: http://penerbitindie.blogspot.com http://pionbanget.blogspot.com TENTANG PENULIS Endik Koeswoyo, manusia biasa dan remaja biasa –jika masih diterima sebagai kelompok remaja- karena usianya kini telah 25 tahun. Lahir di Jombang 15 Agustus 1982. Menyukai dunia kepenulisan sejak dia bisa menulis, kira-kira kelas 3 SD. Konon kabarnya, sejak usia 3 bulan penulis telah ditinggal kedua orang tuanya karena perceraian, sebuah kisah yang sedikit menarik –korban cinta kali ya?-. Masa remaja dilaluinya dengan pindah dari satu kota ke kota lainya, Jombang, Banjarmasin, Lampung, Blitar dan kini memilih Yogjakarta sebagai tempat untu studi di Kampus tercintanya, AKINDO untuk mempelajari Ilmu Broadcasting dan pria ini saat ini sedang mengambil gelar S1 di Open University jurusan Ilmu Politik dan Ilmu Sosial, maklum dia kini telah bekerja di salah satu Event Organiser Di Yogjakarta. Karya tulisannya yang pernah diterbitkan antara lain; Novel remaja: ‘Cowok Yang Terobsesi Melati’ Diva Press. Novel Remaja Islami, ‘Cinta Selebar Kerudung’ Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. http://endikkoeswoyo.blogspot.com http://endikpenulis.multiply.com http://pionbanget.blogspot.com 120 120 dan ‘Tesrsesat di Surga’ Skesta. Namun terakhir penulis tiba-tiba saja menulis sebuah buku sejarah popular dengan judul ‘Siapa Memanfaatkan Letkol. Untung?’ Media Presindo, bosankah dia dengan keromatisan kata-kata dunia fiski? Ternyata tidak, Endik Koeswoyo merupakan tipe manusia penyuka sejarah juga. Selain itu, sebuah komik pendek yang penggarapan gambarnya dilakukan oleh Diyan Bijac, salah satu komikus kondang, masuk kedalam nominasi kategori komik terapi terbaik dan komik dengan karakter terbaik 10 tahunan, ‘Pak Gempa, Endik Koeswoyo dan Diyan Bijac, Kompilasi Jogja 5,9 SR, Arus Kata Press. Pria ini pokoknya menyenangkan diajak berteman, atau setidaknya di paksa untuk ngobrol. Untuk lebih lengkapnya klik ajah --- http://endikkoeswoyo.blogspot.com—Di sana ada e-Novel GRATISS dengan judul LOVE FROM MY HEART, salah satu karyanya yang telah dapat diakses dari seluruh penjuru dunia. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.