Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Robinson Crusoe Karya : Daniel Defoe Sumber djvu : BBSC dimhader Convert & Edit by : Dewi KZ Ebook oleh : Dewi KZ TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/ DANIEL DEFOE Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ROBINSON CRUSOE Terjemahan HAKSAN WIRASUTISNA dan RUSMAN SUTIASUMARGA PN BALAI PUSTAKA Jakarta 1982 Penerbit dan Percetakan: PN BALAI PUSTAKA BP No. 2459 Hak pengarang dilindungi undang-undang Cetakan pertama 1975 Cetakan kedua 1982 Perancang Kulit: Hanung Sunarmono Gambar dalam: Napih KATA PENGANTAR Dari berbagai tema cerita, maka tema petualangan mempunyai penggemar yang cukup banyak. Bukan saja bagi anak-anak dan remaja, tetapi juga di kalangan orang tua. Karena itu, banyak buku-buku yang bertemakan demikian menjadi terkenal di dunia melalui terjemahan ke dalam berbagai bahasa, seperti misalnya: Tom Sawyer, Winetou, Davy Crocket, dan banyak lagi. Buku Robinson Crusoe, karangan Daniel Defoe, yang merupakan cetak ulang kedua ini, tidak kalah menariknya dengan apa yang kami sebutkan di atas. Masalahnya, karena petualangannya juga berisikan gaya-gaya kepahlawanan yang cocok untuk anak-anak muda. Mudah-mudahan buku-buku semacam ini akan berhasil mengisi watak anak-anak kita, agar memiliki jiwa satria dan pahlawan. PN Balai Pustaka Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 1. Aku dilahirkan dalam tahun 1632 di kota York. Meskipun ayahku seorang asing, berasal dari kota Bremen, dan mulamula menetap di Hull, kami tergolong keluarga York, yang terkemuka jua. Di Hull ayahku pernah mempunyai perusahaan dagang, sesudah beroleh kekayaan yang agak lumayan, ia bertempat tinggal di York untuk hidup senang dari uangnya. Di sana pula ia kawin dengan ibuku, dari keturunan Robinson, suatu keluarga yang amat terkenal di tempat itu. Dengan demikian aku memperoleh nama Robinson Kreutznaer. Menurut adat kebiasaan Inggris dipendekkan menjadi Robinson Crusoe. Aku mempunyai dua orang saudara yang lebih tua daripada aku. Yang tertua letnan kolonel resimen infantri Inggris di Vlaanderen tapi gugur dalam pertempuran dekat Duinkerken melawan orang-orang Spanyol. Apa yang telah terjadi dengan saudaraku yang lain, aku tidak pernah tahu, sama halnya dengan orang tuaku yang kemudian tidak berhasil menyelidiki, apa yang sudah terjadi dengan daku. Oleh sebab aku anak yang ketiga, dan tidak mendapat pendidikan kejuruan, aku membuat rencana ingin mendapat pengalaman-pengalaman yang sangat luar biasa. Ayahku, yang berpendirian kolot, memberi pengajaran padaku yang baik dan mengharapkan supaya aku belajar ilmu hukum. Tetapi aku mempunyai impian-impian yang sangat berlainan: aku ingin pergi ke laut. Walaupun ayahku melarang dan ibuku menghalang-halangi dengan ratap tangis, aku tidak mau melepaskan niatku. Ayahku, seorang yang pintar dan bijaksana, membayangkan harapan-harapan yang bukan kepalang baiknya, asal maksudku pergi ke laut batal. Pada suatu ketika Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ di pagi hari, ia menyuruhku datang di kamarnya, tempatnya bersunyi-sunyi, karena sakit encok. Dengan sungguhsungguh kami membicarakan hari kemudianku. Ia bertanya padaku alasan apa, atau lebih tepat lagi pikiran gila apakah yang menyebabkan aku ingin meninggalkan rumah orang tua dan tanah air, di mana aku sewaktu-waktu bisa mengharapkan bantuan dan mempunyai harapan-harapan yang paling baik, untuk menambah kekayaan kalau aku rajin dan hidup cermat, agar kelak pada hari tuaku dapat hidup tenang dan tenteram. Ia menasihatiku dengan kata-kata yang sangat mendesak tapi lemah lembut, agar aku jangan menuruti kemauan gila kekanak-kanakan dan agar aku jangan sampai terperosok ke dalam kesengsaraankesengsaraan, sedangkan keadaan dan keturunanku sudah merupakan jaminan bagiku. Ia selanjutnya berkata bahwa sama sekali tidak perlu ia berusaha untuk memberikan suatu pekerjaan yang pantas dan enak bagiku. Pendeknya, ia akan berdaya upaya aku berbahagia, asal saja aku tinggal di rumah, menurutkan kehendaknya. Sebaliknya, ia tidak akan bertanggung jawab atas kemalanganku kelak, kalau aku tetap membangkang. Ia membayangkan nasib malang saudaraku yang tertua, yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ telah dinasihatinya juga seperti aku, untuk membatalkan maksudnya ikut berperang di negeri Belanda, tapi tidak berhasil mengurungkan niatnya, sehingga dengan demikian ia terjerumus ke dalam kesengsaraan. Ditambahkannya beliau takkan berhenti berdoa bagiku; katanya beliau dapat meramalkan bahwa kalau aku salah langkah aku takkan berpleh berkat Tuhan dan akan datang masanya, aku akan sangat menyesal, mengapa aku tidak menuruti nasihat ayahku. Ia telah melahirkan kata-kata yang terakhir ini, kelak memang betul-betul terbukti. Aku yakin bahwa ayahku pada ketika itu tidak mengira bahwa kata-katanya akan betul-betul menjadi kenyataan. Kulihat air matanya menggerebak membasahi pipinya, terutama ketika menceritakan tentang saudaraku yang sudah gugur itu. Akhirnya sampailah kepada ramalan, bahwa akan tiba saat-saat penyesalan, tanpa ada orang kepada siapa aku dapat mencurahkan isi hatiku; ia memutuskan percakapannya sambil berkata bahwa ia tak dapat berbicara terus. Aku merasa terharu, bagaimana tidak? Aku bermaksud tidak akan memikirkan lagi tentang kepergianku dan akan tetap tinggal di York, menurut kehendak ayahku. Tapi sayang! Maksud baik ini tidak berlangsung. Sesudah dua minggu, aku lupa sama sekali dan untuk menghindari keberatan-keberatan ayahku, aku memutuskan berangkat diam-diam tanpa meminta diri terlebih dulu. Tetapi aku tidak sampai hati melaksanakan rencana ini cepat-cepat, sebagai aku kehendaki semula. Aku memutuskan mencoba lagi untuk penghabisan kalinya dan mendesak ibuku membela halku ini di hadapan ayah. Ketika aku pada suatu hari menemukan ibuku dalam keadaan yang lebih gembira daripada biasa, aku minta bicara sebentar dan aku ceritakan padanya tentang hasratku untuk melihat dunia sudah tak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tertahankan lagi, sehingga aku tidak akan mempunyai keinginan untuk mengerjakan sesuatu dengan baik. Dan aku jelaskan pula kepada ibu, betapa lebih baiknya bila ayah mengizinkan saja daripada aku pergi tanpa izin beliau. Selanjutnya kutambahkan, bahwa karena aku sudah berumur delapan belas tahun, aku sudah terlalu tua untuk belajar sesuatu kejuruan atau untuk menjadi juru tulis di sesuatu kantor pengacara. Aku yakin sekalipun menjalani, toh tidak akan sanggup bekerja terus, aku akan lari dari majikanku dan pergi ke laut. Akhirnya aku menanyakan lagi kepada ibu, apakah ia mau mendesak ayahku untuk membiarkan aku ikut berlayar sekali saja sebagai percobaan. Kalau aku kembali lagi dengan selamat dan perjalanan itu tak memuaskan hatiku, aku berjanji pada ibuku, akan bekerja rajin-rajin untuk mengejar apa-apa yang sudah tertinggal. Ketika aku selesai berkata, ibu menyatakan takkan ada gunanya mempercakapkan hal ini dengan ayah. Ayah sudah tahu benar apa yang kuingini. Beliau takkan mengizinkan berbuat sesuatu yang hanya akan merupakan bencana bagiku. Ibu sama sekali tak mengerti mengapa aku, setelah bercakapcakap dengan ayah masih tetap memikirkan tentang kepergian itu. padahal ibuku pun tahu bahwa ayah berkata-kata dengan lemah lembut kepadaku. Pendek kata seandainya aku akan mencelakakan diriku sendiri, ibu takkan dapat berbuat apaapa. Dan aku yakin, bahwa beliau takkan mengizinkan, karena tak mau terbawa-bawa menyebabkan aku celaka, beliau takkan mengatakan "ya" kalau ayah berkata "tidak". Tapi meskipun ibu sangat tidak setuju dengan permohonanku itu, kemudian aku mendengar, bahwa beliau mempercakapkannya jua dengan ayah. Ayah sangat berduka cita. Akhirnya beliau berkata sambil mengeluh, "Anak itu sebenarnya bisa menjadi orang yang sebahagia-bahagianya di dunia ini, kalau saja ia tinggal di rumah. Tapi kalau ia pergi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ merantau, ia akan celaka, sangat celaka, karena itu bagaimanapun juga aku tidak mengizinkan!" Baru setelah kira-kira setahun, aku dapat pergi, meskipun selama itu aku dengan sengaja menutup kupingku terhadap segala permintaan ayah supaya aku mau bekerja. Seringkah aku menyalahkan mereka, betapa mereka pun selalu bersikap tak acuh terhadap hasratku yang sudah diketahuinya. Pada suatu hari, aku sedang berada di Hull, tapi tak mempunyai maksud akan berangkat waktu itu, aku bertemu dengan salah seorang teman, yang akan pergi berlayar ke London dengan kapal ayahnya. Ia mengajak aku supaya turut dan untuk memperkuat ajakannya, ia menyatakan kepadaku seperti biasa cakap-anak-kapal, bahwa aku tak usah membayar ongkos berlayar. Dan tanpa meminta nasihat ayah dan ibu lagi, ya, bahkan tanpa berusaha mengirimkan berita tentang kepergianku itu, kuserahkan saja pada nasib, lalu aku naik kapal, tanpa minta restu dulu dari ayah, maupun dari Tuhan. 2 Hari ini, tanggal 1 September 1651, adalah hari yang sesialsialnya bagiku dari seluruh hidupku. Aku tak percaya akan ada seorang pencari untung muda seperti aku, yang sangat cepat mengalami penderitaan terusmenerus sedemikian lamanya. Baru saja kapal ke luar dari muara Sungai Humber, tiba-tiba angin bertiup sangat kencang, laut goncang seolah-olah mendidih, menggelora dahsyat dan karena aku belum pernah berlayar cepat sekali aku mabuk laut. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Perasaan takut yang tak terkira menjengkauku. Baru pada saat itu terpikir benar-benar apa sesungguhnya yang telah kulakukan dan bagaimana keadilan yang Mahatinggi menghampiriku akan menghukum aku, menghukum kelakuan burukku, meninggalkan rumah orang tua dan melalaikan kewajibanku. Semua nasihat baik orang tuaku, air mata ayahku dan keberatan-keberatan ibuku kini membayang tiba-tiba dalam ingatanku, dan kein-syafan seperti akan terjadi kemudian hari, sangat menyesali diriku, bahwa aku tak sekali-kali mau menghiraukan semua nasihat sedangkan kewajibanku kepada ayahku kualpakan. Dalam pada itu angin badai makin hebat, laut bergulunggulung makin tinggi dan meskipun peristiwa ini tidak dapat disamakan dengan apa yang kulihat kemudian dan beberapa hari sesudahnya sudah cukup untuk menumbangkan segala yang menjadi angan-angan buah mimpiku, pelaut muda. Tiap saat aku harus bersiap-siap, kalau-kalau aku ditelan gelombang yang dahsyat itu, kalau kapal merendah ke bawah, aku sudah mengira, kami sekarang akan dilemparkan ke dalam perut laut dan takkan timbul-timbul lagi. Dalam ketakutan yang memanjang demikian ini, berulang-ulang aku berjanji dalam hatiku bahwa kalau saja Tuhan dengan sifatnya yang rahman rahim itu, sudi melindungi aku selama pelayaran ini dan selamat sampai ke darat, aku takkan lagi berlayar untuk mencari-cari bencana, aku akan segera pulang dan seterusnya akan menurut kepada apa saja kehendak orang tuaku. Niat baik ini merentang selama badai mendahsyat, juga sampai beberapa saat sesudahnya. Tetapi ketika angin reda, dan laut mulai terang, aku sudah merasa sebagai biasa, hanya untuk seharian itu aku rupanya masih di bawah pengaruh suasana, aku masih agak mabuk. Tetapi malamnya cuaca terang benderang; angin tak ada dan senja kala menjelma Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sangat indahnya. Matahari telah terbenam untuk kembali pada pagi hari terbit dengan sinar baru yang kilau-kilauan; dan karena tak ada angin, sedangkan laut sedang tenang tak berpendar, disinari cahaya matahari yang baru terbenam, warna kuning emas membayang merata di permukaan, aku mengira bahwa aku belum pernah melihat tamasya seindah itu. Aku tidur nyenyak semalam-malaman dan tak mabuk lagi. Hatiku gembira, tercengang aku menatap laut, yang pada hari kemarinnya begitu buas dan menakutkan, sekarang setelah melalui waktu yang tak dapat dikatakan lama, suasana tenang dan menyenangkan. Dan seperti sengaja hendak menghilangkan segala niatan yang baik itu, kini tiba-tiba datang temanku, orang yang sebenarnya telah membujuk aku untuk ikut pergi. "Apa kabar, Bob," katanya sambil menepuk-nepuk bahuku. "Bagaimana sekarang? Aku mengira engkau agak takut-takut kemarin, bukan? Tapi itu tak berarti, hanya badai kecil saja, kawan!" "Badai kecil?" kataku, "badai kecil? Badai hebat!" "Ah bukan, kawan," sahutnya sambil tertawa," kaunamakan itu badai hebat? Berikan kurung kapal yang menyenangkan dan cuaca cerah seperti ini takkan kami perdulikan apa pun yang terjadi. Tapi kau masih orang darat, Bob. Marilah kita bikin 'punchgroc' saja, nanti kau lupa segala-galanya. Alangkah bagusnya cuaca sekarang, bukan?" Buat memendekkan kisah sedih ini kami berbuat sebagaimana biasanya diperbuat oleh kebanyakan pelautpelaut. Groc dibuat dan aku menjadi setengah mabuk karenanya. Dan pada maiam-tak-berTuhan itulah aku menekan segala sesalku, segala kenang-kenangan kepada perbuatanku yang dulu-dulu dan segala niat di kemudian hari. Pendek kata, seperti juga laut yang telah menjadi tenang kembali, begitupun keinginanku yang dulu-dulu kembali lagi, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yaitu setelah kegelisahan pikiranku hilang dan ketakutan akan mati sudah terlupakan. Dan... aku pun lupa akan semua sumpah dan janjiku, yang kuucapkan dalam keadaan putus asa. Memang datang juga saat-saat merenung, di mana perasaan-perasaan yang lebih baik timbul kembali, tapi aku menekannya dan mencoba menyembuhkan diriku daripadanya sebagai suatu penyakit, memaksa diriku untuk minum dan bergembira, sehingga aku segera dapat menghilangkan keresahan-keresahan yang menghimpit jiwaku. Demikianlah dalam lima atau enam hari aku mencapai kemenangan atas perasaan hatiku sebagaimana halnya dengan banyak pemuda, yang berusaha mengatasi perasaanperasaan sesal yang senantiasa mengganggu jiwanya. Tapi aku masih harus mengalami cobaan lainnya. Sebab Tuhan sebagaimana biasa ingin memberi kesempatan terakhir padaku. Andaikata badai ini tidak dapat menginsyafkanku, maka badai berikutnya demikianlah dahsyatnya, sehingga manusia yang sudah tenggelam sedalam-dalamnya pun harus merasa bahwa ini suatu hukuman atau suatu rahmat. Pada hari keenam dari perjalanan kami, tibalah kami di pelabuhan Yarmouth. Oleh karena kami mendapat angin dan cuaca tenang, setelah badai reda jalan kapal kami tidak lancar. Di sini kami terpaksa membuang sauh dan oleh karena angin selalu bertiup dari arah sebaliknya, yakni dari barat daya, kami mesti berlabuh sampai delapan hari lamanya! Selama itu banyak sekali kapal-kapal dari New Castle mesti berlindung di pelabuhan ini, sambil menantikan angin baik, supaya dapat berlayar memasuki sungai. Tapi sebenarnya kami tidak usah begitu lama berlabuh, lebih cepat berlayar memasuki sungai lebih baik, kalau angin tidak bangkit dan sesudah lima, enam hari malam tumbuh menjadi badai yang dahsyat. Tapi teluk itu sudah terkenal sama amannya dengan pelabuhan. Sauh kami baik, alat-alat kerek juga kokoh, hingga kami tak usah gelisah dan tidak usah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ takut akan bahaya dan membiarkan waktu menurut adat di laut dengan tenang dan gembira. T api pada pagi hari tanggal delapan, angin bertambah keras dan semua tenaga diperlukan untuk menurunkan layar-layar atas dan menutup serta mengokohkan segala sesuatu, yaitu agar selekas mungkin dapat bergerak. Menjelang petang hari, laut makin bergelora, kapal kami berputar-putar bagaikan sebuah gasing, banyak kemasukan air, dan berkali-kali kami mengira, bahwa sauh kami akan putus. Tapi nakhoda memerintahkan untuk membuang sauh geladak belakang dan dengan demikian kami terapung-apung pada dua sauh, sehingga tali-tali sauh dapat lebih kuat bertahan. Dalam pada itu datang lagi badai yang dahsyat, dan sekarang aku mulai merasa takut dan ngeri melihat wajahwajah orang lain. Nakhoda meskipun berusaha sekuat tenaga untuk menolong kapal, bila ia ke luar masuk dalam kama'nya lewat aku, kudengar dengan suara lemah berkomat kamit, "Oi Tuhan, lindungilah kami!" dan sebagainya. Selama saat-saat yang pertama, aku sangat gugup karena takut, berbaring saja tak bergerak-gerak di dalam tempat tidurku, yang berada di kolong haluan muka. Tidak mungkin bagiku untuk menceritakan di sini, bagaimana perasaanperasaan waktu itu. Sukar bagiku untuk dapat kembali kepada perasaan sesal yang dulu. Aku seolah-olah pekak akan perasaan-perasaan itu, kutekan sekuat-kuanya. Kukira kedukaan yang sudah lampau, tidak apa-apa bila dibandingkan dengan yang baru. Dan ketika juragan kapal datang sendiri kepadaku, dan sebagai nana kukatakan tadi ia berseru, bahwa kami semua tak dapat tertolong lagi, aku bukan main terkejutnya. Aku melompat dari tempat tidurku dan menjenguk ke luar. Belum pernah aku melihat yang sangat mengerikan. Gelombang-gelombang setinggi rumah selang tiga empat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menit ia memecah melalui kapal kami. Sejauh pandangku, kulihat tidak lain daripada malapetaka. Dari dua kapal yang berada dekat kam' kulihat tiangnya sudah terlempar ke laut, karena terlalu berat muatannya. Orang-orang berteriak, sebuah kapal yang jauhnya satu mil dari kami telah tenggelam. Dua kapal lainnya yang sauhnya terlepas, terbanting ke laut dari tempat berlabuhnya, tanpa tiang. Kapal kapal yang ringanlah yang beruntung, karena paling sedikit menderita. Tapi dua atau tiga daripadanya telah terapungapung melewati kami dengan kencang hanya dengan layar tiang besar saja. Petang harinya jurumudi dan seorang kelasi meminta izin kepada nakhoda akan menutuh tiang kapal yang di muka, Nakhoda mula-mula tak mengizinkan, tapi ketika seorang menyatakan kapal akan tenggelam kalau tiang itu tidak dipotong, barulah ia memperkenankan. Hanya saja ketika tiang itu sudah hilang tiang agung pun akan terlepas sehingga menyebabkan kapal bergoyang-goyang tak mau diam, dan akhirnya terpaksa tiang agung ini pun harus dipotong pula dan geladak kapal seolah-olah gundul. Tiap orang akan mengerti bagaimana keadaanku yang tak pernah sebelumnya mengenal bahaya dari dekat. Tapi sepanjang ingatanku, aku harus berkata, bahwa aku sepuluh kali lebih merasa menyesal karena tidak patuh kepada niatniat baik dulu dan menyesali pula keputusan-keputusan yang kuambil dalam keadaan tak mengenal Tuhan. Ya, sesalku melebihi rasa takut akan maut. Dan ini semua ditambah dengan kecemasanku akan badai, membawaku ke dalam keadaan, yang tak dapat kunyatakan dalam kata-kata. Tapi yang lebih hebat masih akan datang! Badai mengamuk terus dengan kedahsyatan yang tak terlukiskan, kelasi-kelasi sendiri mengakui bahwa mereka belum pernah mengalami badai seperti ini. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kapal kami baik, tapi sangat sarat muatannya dan kadangkadang demikian tunggang tunggingnya, sampai-sampai para kelasi berteriak-teriak menyatakan kapal akan keram. Untung saja pada saat itu aku belum tahu apa yang dimaksud mereka dengan perkataan karam. Akan tetapi badai itu demikian hebatnya, sampai melihat apa-apa yang tak pernah kulihat selama ini, yaitu bagaimana nakhoda dan yang lain-lain, yang boleh dikatakan lebih alim dari selebihnya penghuni kapal, mendoa kepada Tuhan serta bersiap-siap menantikan saat kapal akan karam itu. Tengah malam dan tepat pula tengah-tengah kesengsaraan kami, tiba-tiba seorang dari mereka datang dari bawah, berteriak-teriak mengatakan kapal bocor, dan seorang lagi mengatakan air dalam ruang bawah sudah empat kaki tingginya. Segera semua dikerahkan memompa. Waktu mendengar kata-kata itu jantungku seolah-olah berhenti berdegup dan jatuh terlentang setelah tak ingat dalam kurungku. Kelasi-kelasi menarik aku ke luar mengatakan sekalipun aku tak berdaya untuk membantu, seperti yang lain-lain aku harus berada dekat pompa. Mendengar ini aku pun bangkit lalu pergi ke salah satu pompa, dan di sana bekerjalah aku dengan sekuat tenagaku. Ketika kami sedang asyik bekerja, rupanya nakhoda melihat beberapa kapal arang dengan muatan ringan, yang tak tahan diam di pelabuhan karena serangan badai, lalu mengalun ke tengah laut dan dengan demikian mendekati kami. Nakhoda kami lalu menyuruh menembakkan bedil sebadai pernyataan tanda bahaya. Karena aku tak tahu maksudnya, aku mengira kapal telah belah menjadi dua atau terjadi sesuatu yang lebih mengerikan. Pendek kata aku sangat terkejut, hingga jatuh pingsan. Karena pada saat itu tiap orang hanya memikirkan keselamatan jiwanya masing-masing tak ada seorang pun yang memperhatikan keadaanku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Seorang datang memburu pompa, kakinya mendorong tubuhku ke samping membiarkan aku berbaring, mengira aku telah mati. Lama pula saatnya sampai aku siuman kembali. Kami bekerja terus, air di ruang kapal naik terus, sudah tak dapat dielakkan, kami akan tenggelam. Dan meskipun angin agak reda sedikit, tapi tak mungkin lagi, sambil terapungapung, kapal dapat mencapai pelabuhan. Nakhoda menyuruh menembak terus, sebuah kapal ringan kecil yang kebetulan ada di sebelah haluan kapal kami,yang men datangi perlahanlahan, mengirimkan sebuah sampan untuk menolong kami. Sebenarnya berbahaya sekali bagi sampan itu mendekati kapal kami. Kami pun tak mungkin dapat naik ke atas sampan itu sama tak mungkinnya, dengan sampan yang akan mendekati kapal kami. Tapi akhirnya, karena orang-orang mendayung sekuat tenaga dan semua mencoba sedapatdapatnya menolong kami, kelasi-kelasi kami berhasil juga melemparkan tali pelampung kepada kelasi-kelasi sampan yang berada dekat buritan. Dengan demikian, dengan susah payah dan terancam bahaya, sampai juga mereka di belakang buritan kapal kami, hingga kami dapat naik sampannya. Tapi sebenarnya, sekalipun telah ada dalam sampan mereka, tidak mungkin kami dapat mencapai kapal mereka. Jadi keputusan kami biarkan saja sampan itu terapug-apung, hanya dijaga supaya tidak jauh dari pantai. Kadang-kadang didayung, kadang-kadang dibiarkan mengalun dan terapungapunglah sampan itu menuju arah utara, selalu menyusur pantai, sampai akhirnya tiba ke dekat Winterton Ness. Belum lebih seperempat jam, kami meninggalkan kapal kami, kapal itu sudah karam dan pertama kali itulah aku mengerti benar-benar apa-apa yang dimaksud dengan kapal karam. Baru saja aku membuka mataku, ketika para kelasi mengatakan kapal kami sudah karam. Sebab dari saat aku naik sampan, atau lebih jelas, dari saat itulah seolah-olah aku Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ telah kehilangan rasa, dimabuk kecemasan, ketakutan dan pikiran tentang nasib apa lagi yang masih menantiku. Dalam keadaan yang malang ini sedang orang-orang yang melayani kemudi berusaha sekeras-kerasnya untuk mengemudikan kapal ke arah pantai, kami melihat banyak orang-orang di pesisir berjalan kian ke mari untuk dapat menolong kami, kalau sudah dekat. Hal itu dapat diketahui karena tiap kali kapal kami terangkat oleh gelombang, kami dapat melihat pantai dengan jelas. Tetapi kami haya maju sedikit saja, belum berhasil mencapai pantai. Baru sesudah melewati Winterton, tempat pantai itu membelok ke arah barat sampai Cromer, kami agak terhindar dari angin. Kami memasuki teluk dan sekalipun banyak kesukaran, kami sekalian selamat bisa mendarat. Kami yang mendapat bencana "kapal karam" di terima orang dengan penuh kasih sayang. Pembesar-pembesar kota memberikan perumahan baik, sedangkan saudagar-saudagar dan pemilik-pemilik kapal memberi uang, cukup untuk kembali ke London atau Hull. Jika aku arif dan kembali ke Hull, pulang ke rumah ayah dan ibu, tentu aku akan berbahagia. Tetapi rasa malu palsu menghalang-halangi aku pulang ke rumah dan karena masih beruang sedikit, aku mula-mula pergi ke London. Di sana seperti juga selama perjalananku, aku diombang-ambingkan antara dua pertanyaan dalam hatiku, pulang ke rumah atau tetap tinggal di laut. Kalau aku pulang,pikirku, tentu aku akan ditunjuk-tunjuk oleh setiap orang. Aku bukan saja takut bertemu dengan ayah dan ibu, melainkan juga dengan setiap orang. Dan se bagaimana lazimnya, terutama pada usia yang masih muda, aku lebih merasa malu memperlihatkan sesal daripada berbuat salah. Beberapa lamanya aku berada dalam keadaan ragu-ragu seperti itu. Masih saja aku tidak beroleh kepastian untuk mengambil langkah langkah atau untuk memilih pekerjaan yang tentu. Keengganan yang tak dapat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ diatasi masih saja ada, tapi sebaliknya masih saja terkenang kepada kesengsaraan dan bahaya-bahaya yang pernah kualami. Tetapi kenang-kenangan itu sudah agak pudar dan keenggananku untuk pulang menjadi lebih kuat, akhirnya aku mengambil keputusan untuk berlayar lagi. Rajah tangan, yang pertama kali menyebabkan aku lari dari rumah ayahku dan yang begitu kuatnya menguasai aku, hingga aku menjadi tuli terhadap segala nasihat-nasihat ayahku, keberatan-keberatan, ya bahkan terhadap perintah-perintahnya. Kukatakan: rajah tangan, atau apa saja, sekarang pun menyeretku lagi kepada perbuatan yang paling malang. Aku naik sebuah kapal, yang akan berlayar ke pantai barat Afrika atau sebagaimana dikatakan pelaut-pelaut, melakukan Pelayaran Guinea. Dalam semua pelayaranku aku membuat suatu kesalahan besar, yaitu tidak mau mendaftar diri sebagai pelaut resmi, sebab meskipun aku harus bekerja lebih keras, tentu aku dapat belajar apa-apa pekerjaan seorang calon pelaut dan barangkali akhirnya bisa menjadi mualim atau nakhoda. Tapi karena nasib, selalu aku terpilih kepada yang paling jelek saja rupanya sekarang pun demikian pula. Oleh karena aku mempunyai uang dan berpakaian baik-baik, aku mau tetap menjadi tuan, dan karena aku tidak usah melakukan pekerjaan apa-apa, aku tidak belajar apa-apa pula. Tapi aku beruntung di London dapat bergaul dengan orang-orang baik, suatu hal yang tidak selalu didapat oleh seorang muda yang tidak mengenal tata tertib dan sembrono. Mula-mula aku berkenalan dengan nakhoda sebuah kapal, yang pernah berlayar ke pantai Guinea, dan karena mendapat untung diputuskanlah akan berlayar lagi ke sana. Nakhoda ini, yang rupanya tertarik oleh cakapku dan pernah mendengar aku berkata, bahwa aku ingin sekali mengembara, pada suatu ketika mengusulkan supaya aku ikut padanya selaku teman semeja dan sobat, dan jika aku dapat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membawa modal, maka semua labanya akan diberikan kepadaku, tanpa harus membayar apa-apa. Aku menerima usul itu dan karena aku sudah bersahabat karib dengan nakhoda, yang baik dan jujur, aku pergi, dengan membawa sedikit modal, yang banyak bertambah berkat kejujuran sahabatku yang tidak mengingat kepentingan sendiri. Aku membawa barang-barang perhiasan dan barangbarang kecil seharga 40 pound yang kubeli atas anjuran nakhoda. Uang sebanyak 40 pound ini dapat kukumpulkan dengan perantaraan salah seorang sahabatku, yang sering bersuratan denganku, dan kukira telah mendesak ayah atau ibuku untuk memberikan uang kepadaku. Ini adalah satusatunya hasil yang boleh kukatakan paling beruntung dari segala usahaku. Tapi juga lebih-lebih aku merasa berhutang budi kepada nakhoda temanku itu, karena ketabahan dan kejujurannya. Daripadanya aku beroleh sedikit pengetahuan ilmu pasti dan peraturan peraturan pelaut, belajar menentukan tujuan kapal, membuat pemeriksaan, pendeknya belajar berbagai-bagai hal, yang berguna dan perlu diketahui anak kapal. Ia suka memberi pelajaran kepadaku, demikian pula aku senang sekali belajar daripadanya. Pendek kata: perjalanan ini membuat aku sekaligus menjadi pelaut dan saudagar. Sebab dari perjalanan itu aku membawa pulang ke rumah lima pound dan sembilan ons emas. Di London setelah aku kembali, dari emas aku beroleh laba sebanyak 300 poundsterling. Dan semua ini membuat kepalaku selalu diganggu pikiran-pikiran tamak. Semenjak saat itu terasa olehku sendiri bahwa pikiranpikiran itu kelak akan menyebabkan keruntuhanku. Akan tetapi selama perjalanan ini pun aku mendapat kemalangan pula, lebih-lebih ketika aku jatuh sakit agak lama, karena diserang demam keras, yang disebabkan oleh iklim yang sangat panas. Sebab yang terutama sekali, ialah karena Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perniagaan kami dilakukan di daerah-daerah pantai yang letaknya antara 15 lintang utara dan khatulistiwa. 3 Sekarang aku mulai menjadi saudagar Guinea. Karena sahabatku meninggal tak lama sesudah kami tiba dan hal ini sangat menyedihkanku aku mengambil keputusan untuk mengulang perjalanan sekali lagi. Aku berlayar dengan kapal itu juga, di bawah pimpinan juru mudi yang dahulu. Ini adalah perjalanan yang secelaka-celakanya yang dapat dialami oleh seseorang. Sebab meskipun aku hanya membawa 100 pound dari uang yang baru saja kuterima, sedangkan yang 200 pound lagi kutitipkan ke janda sahabatku, selama perjalanan itu, aku ditimpa kemalangan yang sungguhsungguh tak terperikan. Pertama begini: Ketika kapal kami menuju arah antara Kepulauan Kanari, atau lebih tepat antara kepulauan itu dengan pantai Afrika, pada saat baru saja fnatahari akan terbit, tiba-tiba kami dikejutkan oleh sebuah kapal bajak orang Moor dari Salle, yang mengejar kami dari belakang. Kami memasang layar sebanyak yang dapat dipasang pada tiangnya, tapi melihat kapal perampok senantiasa lebih cepat daripada kapal kami dan tentu akan dapat menyusul kami dalam beberapa jam saja, kami bersiapsiap akan melawan. Kapal kami bersenjatakan duabelas pucuk meriam, sedangkan kapal perampok itu delapanbelas. Pukul 3 petang kami tersusul. Rupanya tak sengaja kapal itu membalik melintang tepat di muka kami. Sebenarnya harus datang dari belakang buritan kami, seperti yang mereka kehendaki semula. Kami serang kapal perampok itu dengan delapan tembakan meriam. Mereka mengelak, setelah membalas Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ muntahan meriam kami sambil membiarkan kami dengan tak berpelindung dihujani oleh tembakan sebanyak kira-kira dua ratus senapan dari anak-anak buahnya. Untung tak ada yang kena dari pihak kami. Kami masing-masing dapat membawa diri ke tempat yang aman. Kapal-kapal itu bersiap lagi akan menyerang dan kami pun berusaha sekuat tenaga menahan serangannya. Tetapi karena kapal itu kali ini kebetulan membalik di kubu yang bertentangan letaknya dengan semula, dapatlah mereka dengan jalan mengait kapal kami, menaikkan anak buahnya sejumlah enam puluh orang ke atas geladak kapal kami Dengan cepat semua layar dan tali temali kapal kami dipotong dan diputuskan oleh mereka. Kami mengaruniai mereka dengan tembakan, lemparan lembing peti-peti peluru dan segala macam yang ada. Dan dapat mengusir mereka sampai dua kali dari geladak. Tapi, untuk menyingkat bagian sedih dari cerita perjalananku ini kami kisahkan: kapal kami tak dapat dipakai lagi, tiga orang anak buah kami dan delapan orang lagi lukaluka. Akhirnya terpaksa kami menyerah juga, semua tertawan, kemudian dibawa ke Sallee, pelabuhan kepunyaan bangsa Moor. Nasib yang kualami di sana tidak mencemaskan benar, seperti yang kubayangkan semula. Juga aku tak terus dibawa ke pedalaman, ke istana Kaisar, seperti yang lain-lainnya tapi ditahan oleh kepala bajak itu dan dijadikannya budaknya sendiri. Aku masih muda dan cekatan, berguna untuk dipekerjakan. Karena majikanku yang baru ini, atau lebih tepat tuan baruku ini membawa aku ke rumahnya sendiri, aku mengharap dalam hati, ia akan membawaku pula apabila ia pergi berlayar. Aku menanti-nanti, kalau-kalau pada suatu ketika ia sendiri dapat giliran ditangkap oleh kapal perang Spanyol atau Portugis dan aku dapat bebas lagi. Tapi pengharapan ini tinggal pengharapan saja, dan kemudian Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ segera lenyap; sebab ketika ia ke laut, aku tak dibawanya, aku ditinggalkannya untuk memelihara kebunnya yang tak seberapa luasnya. Dan pekerjaan sehari-hari di rumah, yang biasanya berat untuk umumnya budak-budak belian, terpaksa kukerjakan. Apabila ia pulang, setelah mengembara di laut, tiba pula masanya: Aku harus tinggal dalam kurung kapal menjaga kapalnya. Pada saat-saat demikian tidak lain rentangan pikiranku hanya kepada kemungkinan akan lari, dengan jalan apa supaya keinginan dapat terlaksana. Tapi aku tak dapat menemukan rencana, yang dapat dilaksanakan, sebab tak akan ada kawan yang akan dapat menolongku, karena hanya aku sendirilah orang putih di antara budak-budak belian di rumah itu. Demikianlah, setelah dua tahun, meskipun sering-sering aku menghibur diri dengan pikiran akan lari itu, keberanian akan melaksanakannya lambat laun berangsur kurang, dan akhirnya lenyap sama sekali. Tapi tidak lama setelah itu, datanglah keadaan ajaib, yang menghidupkan kembali harapanku, dan supaya aku lekaslekas mengambil kepastian. Majikanku lebih lama tinggal di rumah daripada biasa. Ia bertualang dengan kapalnya, untuk mencukupi kebutuhannya, biasanya sekali atau dua kali dalam seminggu atau kadangkadang lebih kalau cuaca sedang cerah. Ia menaiki sampannya pergi ke pelabuhan, menangkap ikan. Selalu membawa aku dan seorang anak laki-laki bernama Moresco, dan ia merasa gembira, sebab aku sering memperlihatkan ketangkasanku dalam hal menangkap ikan. Karena itulah ia kadang-kadang menyuruh aku beserta seorang Moor dan si Moresco kecil pergi menangkap ikan untuknya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pada suatu waktu, di pagi hari yang tenang, tatkala kami pergi lagi menangkap ikan dengan dia, datanglah kabut, yang sangat tebal hingga pantai tak tampak lagi, meskipun kami hanya setengah mil jauhnya. Karena kami tak tahu arah mana yang harus dituju, terpaksalah kami sehari semalam terapungapung di atas air. Ketika fajar menyingsing, barulah kami tahu bahwa kami malah berlayar ke tengah, tidak ke arah pantai sebagaimana kami duga semula. Kini kami berada dua mil jauhnya dari tepi. Tapi kami selamat juga sampai di rumah, meskipun dengan susah payah dan tidak terluput dari bahaya, sebab menjelang pagi angin mulai bertiup agak kencang. Lebih-lebih lagi kami semua merasa amat lapar. Majikan kami yang menganggap peristiwa tadi sebagai suatu peringatan, memutuskan untuk berlaku lebih hati-hati lagi di masa yang akan datang. Kecuali kapal ia mempunyai lagi sebuah perahu besar yang berasal dari kapal Inggris kami, ia menetapkan kini, tidak lagi menangkap ikan tanpa pedoman dan tanpa persediaan makanan. Karena itu ia memberi perintah kepada tukang kayu kapal, seorang budak bangsa Inggris, untuk membuat kurung kapal kecil di tengah-tengah sekoci dengan tempat berdiri di belakangnya untuk dapat mengemudikan dan memasukkan tali telas. Selain itu juga suatu ruangan di muka buat beberapa orang, untuk berdiri dan menurunkan layar. Sampan itu berlayar dengan layar yang dinamakan "kain bahu" yakni suatu layar segitiga, sedangkan batang-batangnya terletak di atas atap kurung kapal. Ruang kapal itu dibuat rendah serta kokoh benar, dan cukup memberi tempat buat nakhoda berbaring-baring di dalamnya dengan satu atau dua orang budak di sampingnya. Selain dari itu ada pula sebuah meja dan beberapa botol minuman, tetapi terutama untuk menyimpan roti, beras dan kopi. Kami seringkah berlayar dengan kapal ini dan oleh karena akulah yang terpandai memancing, majikanku tidak pernah pergi tanpa aku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pada suatu hari, ia bermaksud lagi berlayar dengan kapal itu, pertama kali untuk bersuka-suka, kedua kalinya untuk menangkap ikan, bersama-sama dengan dua tiga orang Moor ternama dari Sallee. Semalam, ia menyuruh membawa bekal bahan-bahan makanan yang lebih banyak ke kapal daripada biasanya, dan aku sendiri diperintahkan menyediakan tiga pucuk senapan dengan peluru dan mesiunya, sebab selain memancing mereka bermaksud juga berburu. Aku menyiapkan segala-galanya, apa yang dia perintahkan dan menantikan dia keesokan harinya, sesudah aku membersihkan kapal dan menaikkan bendera ke puncak tiang. Tetapi setelah menunggu beberapa waktu lamanya majikanku hanya datang sendirian ke kapal. Ia bercerita padaku, bahwa tamu-tamunya harus pergi untuk menyelesaikan urusan dagangannya masing-masing. Kemudian ia memerintahkan padaku untuk pergi berlayar saja dengan seorang laki-laki dan seorang budak sebagaimana biasanya. Aku harus menangkap ikan baginya dan bagi sahabat-sahabatnya yang akan datang nanti waktu makan malam. Pertama-tama yang kulakukan ialah mengumpulkan lebih banyak makanan, dibantu oleh seorang Moor itu. Aku berkata pula padanya jangan berani menjamah makanan majikanku. Ia setuju dengan pen-dapatku, dan oleh karena itu ia mengambil satu peti besar berisi roti dan tiga guci air tawar. Aku tahu di mana adanya peti majikanku yang berisi botolbotol. Kubawa dia ke kapal, ketika orang Moor itu sedang berada di darat. Kecuali itu kubawa seketul besar lilin lebah yang beratnya kira-kira limapuluh pon, dengan segulung benang, sebuah kampak, sebuah gergaji dan sebuah palu yang kelak ternyata banyak faedahnya bagiku, terutama lilin yang kubikin lampu. "Muli," kataku kepada orang Moor tadi, "senapan-senapan majikan kita semua sudah ada di kapal ini. Tidak dapatkah kauambil sedikit mesiu dan peluru? Kita barangkali beruntung Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bisa menembak beberapa itik laut buat makanan kita sendiri, tapi aku tahu bahwa mesiu untuk senapan sudah ada di kapal. "Ya," kata Muli, "akan kuambil sedikit". Ia mengambil mesiu sekantung kulit besar, kira-kira satu setengah pon dan sekantung lain penabur dan sedikit peluru. Kesemuanya itu dimuatkan ke dalam kapal. Pada saat itu pula aku sendiri telah mendapatkan mesiu yang ada di kurung kapal. Segera kumasukkan ke dalam botol yang terdapat didalafc peti, jadi dengan mempunyai persediaan apa-apa yang terdapat di dalam peti, kami ke luar dari pelabuhan, akan menangkap ikan. Angin utara timur laut berembus, angin yang menerbitkan sesalan. Sebab seandainya yang berembus itu angin selatan, tentu kami akan tertuju ke pantai Spanyol, yang kemudiannya akan sampai pula di pelabuhan Cadix. Tetapi akhirnya kutetapkan! Angin boleh berembus dari mana saja, asal aku dapat meninggalkan tempat yang terkutuk itu. Setelah kami beberapa lama menangkap ikan tapi tak dapat seekor pun, sebab kalau kebetulan ada yang menyangkut kubiarkan saja, aku berkata kepada orang Habsi yang menyertaiku itu, "Begini saja tak akan mendapat apa-apa, tuan kita akan marah; kita harus ke tengah sedikit." Ia rupanya tak curiga setuju saja dengan apa yang kukemukakan dan karena ia ada di bagian muka, ia sendiri yang memasang layar sedangkan aku memegang kemudi dan menujukan kapal ke tengah laut. Ketika kami pada akhirnya mencapai jarak satu mil dari pelabuhan kuberikan kemudi kepada anak laki-laki itu, lalu aku pergi ke haluan ke tempat Habsi itu duduk. Sambil aku membungkuk seolah-olah akan mengambil sesuatu yang ada di belakangnya, dengan cepat kupegang pinggangnya eraterat lalu kubantingkan dia dari atas kapal ke laut. Ia timbul lagi di atas permukaan air sebab ia pandai berenang seperti tikus air. Ia meminta supaya dibiarkan naik lagi, sambil Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berkata bahwa ia akan ikut dengan aku sekalipun harus mengedari dunia. Dan ia berenang demikian cepatnya mengikuti kapal, hingga ia akan segera dapat menyusul, karena pada ketika itu tak ada angin. Melihat hal ini segera aku pergi ke kurung kapal, mengambil salah sebuah senapan sambil kupegang di mukaku aku berjanji kepada Habsi itu tak akan berbuat jahat, kalau ia bersikap tenang. "Tapi," kataku, "karena engkau pandai berenang, dan laut kini sedang tenang kalau dapat, kunasihatkan supaya engkau kembali ke darat. Kalau engkau mendekati kapal, akan kutembak. Aku sudah mengambil keputusan akan mempertahankan kebebasanku sampai sehabis-habis tenaga yang ada." Ia pun berbaliklah berenang ke pantai. Telah kuketahui dari awal-awalnya bahwa dengan mudah ia akan sampai, sebab sangat pandai berenang. Setelah ia tak ada lagi, kembali aku menghampiri anak yang memegang kemudi. Ia bernama Kuri. Aku berkata kepadanya: "Kuri, kalau engkau akan setia kepadaku, akan kubuat engkau seorang besar kelak, tapi kalau engkau tak mau mengusap muka, menandakan engkau akan setia (tanda sumpah setia) aku harus melemparkan kau ke dalam laut." Anak itu bersumpah akan setia kepadaku, dan berkata akan ikut mengedari dunia, kalau aku menghendaki. Di samping itu aku tak lengah mengawasi Habsi yang berenang itu, sambil menujukan kapalku ke tengah laut, mengikuti angin berembus supaya Habsi itu mengira bahwa aku akan menuju ke arah Selatan Jabal Tarik (Jibraltar) apa yang akan dikirakan oleh siapa saja dalam keadaan seperti itu. Siapa akan mengira, bahwa kami akan menuju ke selatan menyusur sepanjang pantai orang-orang lalim itu, tempat bangsa orang hitam yang dapat menyerang kami, dengan perahunya ke tempat yang tak dapat disinggahi daratannya, tanpa diancam bahaya oleh Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ binatang buas atau jadi korban hidup-hidup binatang-binatang liar. Tapi setelah senja, aku menukar haluan. Segera kapal kami ku-kemudikan ke arah selatan, tapi senantiasa menyusur pantai. Dan karena angin kencang dan laut sedang tenang tak berombak, kami berusaha supaya pukul tiga siang pada keesokan harinya sudah dapat mencapai jarak kira-kira 200 mil ke selatan dari Sallee. Bukan main takutku kalau-kalau dapat tertangkap lagi oleh orang-orang Habsi itu. Dan yang sangat mencemaskan benar siksaan yang akan kualami. Karena itu aku tak akan mendarat atau berlabuh sebelum cukup 5 hari berlayar dan sebelum mempunyai keyakinan bahwa sekalipun orang-orang itu akan mengirimkan beberapa kapal untuk mengejar kami, tapi akhirnya mereka akan membiarkan kami. Baru kutetapkan: kami mendekati pantai dan berlabuh pada muara sebuah sungai kecil. Tak ada manusia tampak seorang pun dan aku pun tak ada niat hendak melihatnya. Yang terpenting dari sekaliannya ialah mendapat air tawar yang sejuk segar. Malam hari kami sampai pada anak air itu dan berniat dalam hati: segera hari gelap, segeralah kami akan berenang ke tepi dan melihat-lihat keadaan daerah itu. Tapi ketika sudah gelap benar, kami mendengar aum dan raung yang meremangkan bulu tengkuk, hampir-hampir si Kuri mati karena ketakutan, dan ia meminta kepadaku supaya jangan ke darat sebelum hari s iang. "Benar Kuri," kataku, "itu tak seberapa, tapi ada kemungkinan kita bertemu manusia yang lebih-lebih lagi ganasnya daripada binatang buas." "Kalau demikian kita tembak," kata Kuri sambil tertawa "dan mereka semua akan lari." Aku girang anak itu bersenang hati, lalu kuberi ia minum seteguk dari salah satu botol Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kepunyaan induk semangku dahulu, untuk lebih menggembirakan hatinya. Tapi nasihat Kuri memang tidak buruk dan aku memutuskan akan menurutnya. Jadi kami menurunkan jangkar dan diam tenang-tenang sepanjang malam. Kukatakan tenang, tapi tidak ada yang tidur. Sebab kira-kira jam dua atau tiga, kami melihat berbagai macam binatang besar (kami tak tahu namanya) datang mendekati pantai dan masuk ke dalam air berputar-putar dan berkecimpung, seakan-akan mau menyejukkan badan. Dan binatang-binatang itu membuat gaduh luar biasa, yang belum pernah kudengar. Kuri bukan main takutnya dan aku pun agak cemas. Tetapi kami merasa lebih ngeri lagi tatkala mendengar bagaimana salah satu dari binatang-binatang raksasa itu berenang menuju kapal kami. Dia tak dapat kami lihat, tapi dari hembusan napas dan dengusannya, kami dapat mengetahui, itu seekor binatang buas yang besar. Kuri berkata binatang singa, dan mungkin benar. Tapi si Kuri yang malang itu berteriak-teriak supaya sauh diangkat saja dan terus berlayar. "Tidak," kataku. "Kuri, kita akan mengulur tali jangkar dan diam jauh dari muara. Mereka tidak akan dapat menyusul kita begitu jauhnya." Tapi baru saja aku berkata demikian, kulihat binatang itu sudah berada dalam jarak dua pendayung dari kapal kami, ini membuatku tercengang, kemudian aku lari ke kurung kapal mengambil bedil dan membidiknya. Sesudah itu binatang tadi berbalik dan berenang kembali. Tapi aku tak mungkin dapat melukiskan dengkingan kemudian, yang datang dari pantai maupun dari hutan-hutan. Hal ini meyakinkanku, bahwa malam itu mustahil aku dapat mendarat. Tapi bagaimana jalannya untuk mencapai pantai di siang hari adalah soal lain, sebab untuk jatuh ke tangan orang-orang liar sama celakanya dengan tertangkap oleh kuku-kuku s inga dan harimau. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tapi bagaimana pun juga, terpaksa kami harus naik ke darat untuk mengambil air, sebab di kapal kami sudah tak mempunyai air setetes pun. Soalnya ialah, di mana menemukannya. Kuri berkata, bahwa bila ia dibiarkan mendarat dengan membawa buyung air, ia akan menemukan air dan akan membawanya ke kapal. Aku bertanya kepadanya "mengapa ia ingin mendarat dan mengapa aku tidak dan harus tinggal di kapal saja." "Ya," kata Kuri, "kalau saya pergi dan dimakan orang-orang buas, kau dapat melarikan diri," demikian setianya dia, hingga aku sejak itu merasa sayang padanya. "Tidak, Kuri," kataku, "kita akan pergi bersama-sama dan bila datang orang-orang buas kita akan menembaknya, sehingga mereka tak dapat makan kita." Maka aku pun memberikan sepotong biskuit kepada Kuri dan menyuruh dia minum seteguk dari salah satu botol. Kemudian kami menghela kapal sedemikian jauhnya ke pantai, yang kami kira aman dan kemudian kami merandai ke darat. Yang kami bawa hanyalah sepucuk senapan dan dua buyung air. Aku menjaga jangan terlalu jauh dari kapal karena aku takut, kalau-kalau ada perahu-perahu yang berisi orang-orang buas menghilir sungai. Kuri yang melihat suatu tempat rendah pada jarak satu mil, pergi ke sana. Tapi sesaat kemudian kulihat dia lari kembali pontang-panting ke jurusanku. Aku mengira bahwa ia dikejar orang liar atau terkejut melihat seekor binatang buas. Aku lari cepat ke muka agar dapat menolong dia sedapat mungkin. Tapi ketika ia lebih dekat, kulihat bahwa di pundaknya bergantung sesuatu yang menyerupai terwelu, tapi berwarna lain dan berkaki lebih panjang. Tetapi kami merasa gembira, karena daging binatang itu memang baik untuk dimakan, tapi yang lebih-lebih mengembirakan lagi ialah karena Kuri dapat menemukan air dan sama sekali tak melihat orang-orang liar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kemudian kami melihat, bahwa kami sebenarnya tidak usah susah-susah mencari air, sebab agak ke hulu anak air ada air yang tidak asin. Karena itu kami mengisi buyung-buyung air dan makan sedap-sedap daging terwelu yang kami sembelih, sesudah itu kami pulang kembali, tanpa melihat jejak orangorang liar. Karena aku dulu pernah berlayar ke pantai ini aku tahu benar-benar, bahwa Kepulauan Kahari dan Tanjung Verde tidak jauh letaknya dari pantai. Tapi karena aku tidak mempunyai alat-alat buat menentukan tempat kami berada, aku tidak tahu, di mana aku harus mencarinya atau arah mana yang harus kutuju. Kalau andaikata mempunyai alat-alat itu aku dengan mudah saja dapat menemukannya. Tapi harapanku ialah, bahwa dengan jalan terus berlayar sepanjang pantai, aku akhirnya akan sampai pada bagian Guinea, di mana orang-orang Inggris berniaga dan bahwa salah satu dari kapal itu akan mengambil dan membawaku pulang ke tanah air. Menurut perhitungan kasar, tanah pantai yang sekarang kami layari dekatnya, termasuk daerah yang terletak antara wilayah kaisar Maroko dan wilayah orang-orang Negro, suatu daerah tandus yang hanya didiami binatang-binatang buas. Orang-orang Negro meninggalkan tempat itu dan pergi lebih ke selatan, karena takut oleh orang-orang Moor. Sedangkan orang-orang Moor sendiri berpendapat tanah itu terlalu gersang untuk didiami. Dan rupanya kedua suku bangsa ini pun tak berani pula menjadikan tempat itu tempat kediamannya, karena jadi perkampungan binatang buas: harimau, harimau kumbang, singa, dan binatang-binatang buas lainnya. Orang-orang Moor menggunakan tanah itu hanya untuk perburuan. Mereka biasanya berburu ramairamai, bersama-sama antara dua tiga ribu orang banyaknya. Dan memang sesungguhnya, antara jarak seratus mil saja dari pantai, sejauh-jauh mata memandang, tidak lain yang tampak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hanya dataran luas yang belum dibuka dan tidak didiami manusia. Dan bila malam hanya terdengar aum dan raung binatang-binatang buas yang tak terbilang banyaknya. Rasa-rasanya ada dua kali aku melihat pada hari itu puncak tertinggi Gunung Teneriffe, di Kepulauan Kanari dan aku sangat ingin mencoba pergi ke sana. Tetapi ketika aku sampai dua kali mencoba dan terpaksa kembali karena serangan angin sakai disertai ombak laut yang terlalu besar-besar untuk kapal kami yang sangat kecil ini, aku memutuskan akan melanjutkan saja niat semula, menetap di sepanjang pantai. Beberapa kali aku naik ke darat untuk mengisi guci tempat air kami. Sekali peristiwa, ketika hari masih pagi, kami membuang sauh di dekat tanjung kecil, yang tanahnya curam. Karena air sedang pasang terpaksa kami menanti. Kami ingin masuk jauh ke pedalaman. Kuri yang menggunakan matanya lebih dari aku, tiba-tiba beseru perlahan memanggil namaku dan menyatakan, lebih baik kalau kami menjauh dari pantai. "Sebab," katanya, "lihatlah, di sana terbaring seekor binatang yang menakutkan, tidur di tebing bukit kecil." Aku melayangkan pandangan ke tempat yang ditunjukkan Kuri dan benar saja, tampak olehku seekor singa yang mengerikan, terbaring agak ke pinggir tebing, di tepi pantai, di bawah bayangan sebuah bukit batu, yang seolah-olah bergantung di atasnya. "Kuri," kataku, "engkau harus naik ke darat dan membunuh binatang itu." Kuri tampaknya ketakutan, lalu berkata, "Saya akan diterkamnya dan dimakannya sekali mulut" (maksudnya sekali suap). Mendengar ini aku berkata lagi kepadanya, tapi menyuruh dia diam. Aku sendiri mengambil bedil yang besar. Bedil ini kuisi dengan obat sebanyak-banyaknya, kumasukkan pula ke dalamnya dua peluru, yang akan cukup kuatnya untuk membunuh binatang buas yang besar. Setelah itu kuletakkan dia. Lalu aku mengisi lagi bedil yang lain dengan dua peluru Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ juga dan yang ketiga (kami mempunyai tiga bedil semuanya) kuisi dengan peluru yang kecilan sebanyak lima buah Aku membidik dengan bedil yang besar, sedapat mungkin ditujukan kepada kepalanya, tapi karena singa itu tidur menutupi kepalanya dengan kaki mukanya, peluru itu hanya melukai kakinya sampai di atas lututnya. Singa itu melompat secepat kilat meraung sekeras guruh, tapi ketika dilihatnya kakinya sudah patah, terhenyaklah ia, sambil meraung-raung makin keras. Mula-mula aku terkejut, tembakanku tak tepat mengenai kepalanya segera aku mengambil bedil yang ke dua dan meskipun binatang itu sedang bergerak-gerak, kuincar lagi dia dan kutembak sekali lagi. Kini tepat berbetulan kepalanya benar sehingga singa itu pun robohlah, diikuti oleh gerakangerakan. Kini s i Kuri tak takut lagi. Ia meminta supaya aku menyuruh dia pergi ke darat. "Nah sekarang, pergilah!" Ia melompat ke air, sambil memegang bedil yang kecil, ia berenang dengan lengannya yang sebelah lagi, menuju ke darat, la berdiri dekat tubuh binatang yang hampir mati itu, sambil menodongkan laras bedilnya ke atas telinga singa itu, lalu menembaknya lagi. Setelah ditembus peluru, gerakan-gerakan sekarat terhentilah dan binatang itu pun matilah. Peristiwa ini dapat kuangap sebagai perintang waktu yang menggembirakan, tapi yang tidak membawa hasil apa-apa, terutama untuk pengisi perut. Dan aku pun merasa menyesal sudah membuang-buang tiga kali isi bedil, mesiu dan peluru dengan sia-sia. Tapi Kuri berkata bahwa ia akan dapat menghasilkan sesuatu. Ia kembali ke kapal kami dan meminta kapak kepadaku. "Buat apa kapak, Kuri?" tanyaku. "Saya akan potong kepalanya," kata Kuri dalam bahasa Inggrisnya yang patah-patah. Tapi karena ia tak dapat memotong kepalanya, ia hanya memotong sebelah kakinya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ saja yang diberikannya kepadaku. Tiba-tiba terlintas di kepalaku pikiran barangkali suatu waktu akan dapat menghasilkan uang, akhirnya aku mencoba mengulitinya. Maka mulailah Kuri dan aku bekerja, dan kerja Kuri tampaknya lebih tangkas daripadaku. Pekerjaan ini memakan waktu sampai satu hari penuh, tapi akhirnya kami dapat juga menyelesaikan pekerjaan menguliti itu. Kami letakkan kulit itu di atas kurung kapal. Setelah dua hari keringlah kulit itu dan semenjak itu kupakai sebagai alat tempat berbaring-baring. Setelah tamasya ke pantai, kami meneruskan perjalanan kami dengan tak henti-hentinya selama 12 hari. Di samping itu kami harus berhemat, karena bekal persediaan sangat cepat berkurangnya, sedangkan pergi ke darat hanya kalau akan mengambil air tawar saja. Aku berniat mencoba menemukan Sungai Gamdia atau Sungai Senegal atau kalau tidak berhasil, mendekati Tanjung Hijau (Kaap Verde). Di sana aku mengharapkan dapat bertemu dengan salah satu kapal Eropah. Sebab kalau tidak demikian, aku harus memilih antara terus mencari pulau-pulau tadi atau mati di tengah-tengah orang-orang Negro. Aku tahu, bahwa semua kapal yang datang dari Eropah, baik yang menuju pantai Guinea, maupun yang berlayar ke Brasilia atau ke pulau-pulau Hindia, harus melalui tanjung ini. Jadi pendeknya: aku berniat menemukan sebuah kapal atau mati. Jadi sebagaimana kukatakan tadi, ketika aku mengambil keputusan setelah kira-kira sepuluh hari, kami lambat laun mengetahui, bahwa daerah pantai itu didiami manusia. Sebabnya ialah karena di dua atau tiga tempat yang kami lalui, nampak ada orang-orang yang melihatkan kami. Dari jauh tampak dengan tegas, orang-orang itu hitam sama sekali dan telanjang bulat. Mula-mulanya aku bermaksud mendarat untuk berhubungan dengan mereka, tetapi Kuri, penasihatku yang baik, selalu berteriak, "Jangan pergi, jangan pergi!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Meski demikian aku berlayar lebih dekat ke pantai, yaitu agar dapat berbicara dengan mereka. Tapi kulihat, mereka semua cepat-cepat berlari, tatkala kami menampakkan diri. Barulah sesudah jauh dari pantai, mereka berhenti lari. Selanjutnya kami dapat melihat, bahwa mereka tidak bersenjata apa-apa, kecuali seorang yang memegang tongkat panjang tipis, yang disebut tombak oleh Kuri. Tombak itu dapat mereka lemparkan dengan amat cekatan sekali. Karena itulah aku berusaha menjauhi mereka dengan mulai bercakapcakap dengan mereka dengan memakai isyarat-isyarat sedapat-dapatnya. Terutama sekali aku terangkan kepadanya, bahwa aku ingin mendapat makanan. Lalu mereka memberitahukan, bahwa aku harus menambatkan kapalku dan mereka membawakan makanan sedikit. Sesudah aku mengerti, kuturunkan layarku dan lebih mendekat. Dalam pada itu dua orang di antara mereka lari dan dalam waktu kurang dari setengah jam, mereka kembali lagi membawa dua potong daging kering dan sedikit gandum. Tapi baik Kuri maupun aku tidak tahu apa sebenarnya yang mereka bawa itu. Kami ingin sekali menerimanya, tapi yang menjadi soal sekarang ialah, bagaimana membawanya ke kapal. Aku tidak berani mendarat, dan mereka juga sama takutnya kepada kami. Tapi salah seorang dari mereka mendapat akal yang bagus sekali. Diletakkannya makanan itu di pantai, lalu mereka semua lari jauh-jauh. Sesudah itu mereka mendekat lagi. Kami hanya dapat menyatakan terima kasih kami dengan isyarat-isyarat, sebab tidak mempunyai apa-apa untuk diberikan kepada mereka. Tetapi secara kebetulan saja pada saat itu juga kami dapat membalas budi mereka. Ketika kami masih berada dekat pantai, turunlah dua ekor binatang raksasa dari bukit-bukit menuju pantai. Binatang yang satu tampaknya sedang mengejar binatang yang lain dengan marahnya. Apakah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ binatang jantan sedang mengejar betinanya, ataukah sedang bermain-main saja ataukah masing-masing marah terhadap lainnya, tidak dapatlah kami mengatakannya. Begitu pula kami tidak tahu apakah hal seperti itu sering terjadi ataukah baru kali itu saja. Tapi toh kukira peristiwa itu luar biasa, sebab pertama kali binatang-binatang buas itu hanya ke luar di waktu malam, dan ke dua kalinya kulihat, bahwa orang-orang yang berada di pantai, terutama perempuan-perem-puannya, nampaknya sangat ketakutan. Orang yang memegang tombak sajalah yang tetap berdiri, sebab orang-orang lainnya lari semua. Tapi kedua binatang tadi segera saja masuk ke dalam air, tidak menyerang seorang jua pun, lalu berkecimpungan dalam laut, akhirnya berenang menjauh. Mereka seolah-olah hanya datang kemari untuk bersuka-suka saja. Tapi salah satu dari binatang itu mendekati kapal, hal mana tidak kuduga-duga. Untung aku sudah siap sedia menantikan dia, sebab aku telah mengisi bedilku dengan secepatcepatnya. Si Kuri kuperintahkan untuk mengisi pula kedua bedil lainnya. Baru saja ia mendekati kapalku, segera kutembak kepalanya. Lekas-lekas ia menyelam ke dalam air, tapi sesaat kemudian muncul kembali, seakan-akan berjuang untuk hidup. Memang begitulah: dicobanya utuk mencapai pantai, tapi karena lukanya amat parah, lagi pula karena air laut pasang, ia mati sebelum bisa mendarat. Tidaklah mungkin menggambarkan bagaimana bagi orangorang bersahaja itu, tatkala bedilku meletus dan memuntahkan api. Beberapa orang dari mereka menjadi kaku karena takut dan terjatuh, seolah olah mereka sendirilah yang kena tembak. Tetapi ketika mereka melihat, bahwa binatang itu mati dan tenggelam ke bawah air, mereka memberanikan diri pergi ke pantai, sambil mencari binatang tadi. Aku dapat menemukan tempat ia tenggelam, karena airnya berwarna merah. Dengan tali kuikat tubuh binatang itu, kemudian Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kulemparkan kepada Negro-negro tadi, supaya menghelanya ke darat. Barulah kami tahu, bahwa binatang itu salah satu jenis macan tutul yang amat jarang diketemukan; bentuk badannya bagus sekali, sedangkan kulitnya pun berwarna indah. Melihat ini orang-orang Negro bertepuk tangan karena herannya. Lebih-lebih ketika mereka mengetahui dengan apa aku membunuh binatang itu. Aku segera mengetahui pula, bahwa orang-orang itu sudah biasa memakan daging binatang itu. Kuberikan daging itu semuanya kepada mereka. Mudah-mudahan pemberianku dianggap mereka sebagai pemberian balas budi dari kami. Lalu kuisyaratkan kepada mereka, bahwa mereka boleh mengambil daging itu semuanya. Dan mereka pun menunjukkan terima kasihnya dengan gembira. Segeralah mereka mulai bekerja, dan meskipun tak memakai pisau, hanya sekerat kayu ditajamkan, tapi dengan sangat mengagumkan, mereka dapat menguliti binatang itu demikian cepatnya lebih cepat daripada kita mengerjakannya dengan memakai pisau. Mereka menawarkan juga daging itu kepadaku, tapi kutolak dengan isyarat supaya mereka mengerti, bahwa aku menghadiahkan daging itu seluruhnya kepada mereka. Tapi, juga dengan isyarat aku memberi pengertian, kalau mereka hendak memberinya sebagian, akan kami terima juga. Dan mereka pun memberikannya, sambil membawakan pula lain-lain makanan. Kami terima segala pemberian ini, meskipun kami tak tahu apa sebenarnya yang diberikan mereka itu. Selanjutnya kami pun menerangkan kepada mereka bahwa kami sangat membutuhkan air. Kami isyaratkan dengan jalan menjunjung guci air ke atas dan kami balikkan bahwa tempat itu benar-benar kosong, dengan isyarat pula kunyatakan supaya guci yang kosong itu berisi. Rupanya mereka segera mengerti, sebab mereka menyerukan sesuatu kepada teman-temannya dan tak berapa lama kemudian datanglah dua orang perempuan membawa sebuah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ cembung besar penuh berisi air. Menurut dugaanku mereka sendiri melanyaknya dari dalam tanah kemudian memanaskannya di sinar matahari. Mereka membawakan kami seperti tadi, meletakkan cambung itu di tepi pantai, dan untuk mengambilnya kusuruh Kuri, mengisi tiga buah guci. Perempuan-perempuan itu seperti laki-lakinya juga, bertelanjang bulat. Kini kami mempunyai wortel, gandum, daging dan air dan setelah kami mengucapkan selamat berpisah kepada Negronegro yang baik budi itu, kami pun terus meneruskan pelayaran kami sebelas hari dengan tak henti-hentinya, tak singgah-singgah lagi ke darat, sekalipun hanya sebentar saja. Sampai hari ke sebelasnya aku mengetahui bahwa pada jarak kira-kira lima mil laut sebagian daratan jauh menjorok ke laut. Dan karena laut sedang sangat tenang, aku memotong jalan mendekati pantai, akan mencoba mencapai salah satu pelosok dari semenanjung tersebut. Tapi ketika jarak antara kami tinggal kira-kira dua mil lagi dari pantai, tampak kepadaku bahwa dari sebelah lain ada lagi bagian daratan yang lebih jauh lagi masuk ke laut, dan dengan ini sampailah aku pada kesimpulan, dan memang sebenarnya, bahwa tanjung ini, tak lain tak bukan melainkan Tanjung Hijau (Verde) yang panjang itu dan yang tampak samar-samar itu adalah pulau-pulaunya. Tetapi masih sangat jauh, dan ini pula yang menyukarkan mengambil keputusan, mana yang akan kulakukan, sebab andaikata angin kencang, bukan tanjung itulah, dan bukan pulau-pulaunya, yang mungkin dapat dicapai, tapi bahkan makin jauh dari keduanya. Dalam keraguan yang mengiris dan kesulitan yang seperti kualami ini, aku masuk kurung kapal untuk dapat berpikir dengan tenang, sampai dapat mengambil ketentuan. Kemudian kuserahkan kepada Kuri. Tiba-tiba aku mendengar Kuri berseru, "Tuanku! Tuanku! Ada kapal layar!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Anak tolol itu seperti kehilangan semangat karena terkejut, sebabnya tidak lain karena yang ada dalam benaknya bahwa kapal itu adalah salah sebuah kapal tuannya dulu, yang disuruh menyusul kami untuk membawanya pulang. Aku melompat dan kurung kapal dan segera menampak kepadaku sebuah kapal, yang dapat segera kuketahui berbendera Portugis. Mula-mula aku mengira kapal itu akan menuju Guinea, mengambil orang-orang Negro, tapi setelah kuteliti dengan seksama ke mana arahnya, ternyata kapal itu berlayar dengan maksud lain. Aku tak dapat lagi mengambil keputusan untuk tinggal di pantai, lalu mengarahkan kapal kami sedapat mungkin lebih ke tengah laut, mencoba dapat tidaknya berbicara dengan mereka. Meskipun semua layar kami pasang, segera kuketahui bahwa kami tak mungkin dapat mendekati air yang mereka layari, lalu kami pun mengira bahwa kapal itu akan hilang dari pandangan, sebelum kami dapat memberi kabar bahaya kepadanya. Setelah kami mencoba dengan segala tenaga yang ada, dan hampir putus asa, barulah mereka menoleh kepada kami. Lalu mereka menggulung layar supaya kami dapat menyusulnya. Sekarang aku punya harapan lagi, dan karena kami masih mempunyai bendera majikan kami yang dahulu, kami pasang bendera itu sebagai "tanda bahaya". Kami letuskan sebuah bedil dari kami. Rupanya kedua isyarat inilah yang menunjukkan mereka, aku mendengar hal ini kemudian dari mereka, bahwa mereka dapat melihat asap yang keluar dari mulut bedil dan membumbung ke atas meskipun mereka tak mendengar bunyinya. Setelah mengenal ke dua macam isyarat itulah, mereka berbalik dengan cernat dan lalu menghentikan pelayarannya, sampai kami setelah kira-kira jam tiga dapat mencapai kapal Portugis itu. Mereka menanyai kami berganti-ganti dalam Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bahasa Portugis, Spanyol, dan Perancis siapa dan apa aku ini. Tapi aku tak mengerti sebuah pun dari ketiga bahasa itu, sampai akhirnya seorang kelasi bangsa Skot, yang ada dalam kapal itu, bertanya kepadaku dan aku dapat menjawab dan bercerita, bahwa aku adalah orang Inggris yang lari dari tempat perbudakan bangsa Moor. Barulah mereka mempersilakan aku naik ke atas kapal, di mana aku diterima dengan amat ramahnya. Aku merasa berbahagia bukan kepalang, sebagaimana halnya bila orang terlepas dari keadaan celaka dan hampir putus asa. Dan sebagai tanda terima kasih atas pembebasanku, segera kuberikan kepada nakhoda segala kepunyaanku. Tetapi ia menolaknya dengan dada yang lapang, dan berkata, bahwa ia tak ingin menerima apa-apa daripadaku. Tapi ia bersedia menyimpan kesemuanya bagiku dengan baik-baik, sampai kami tiba di Brasilia. "Sebab," katanya, "Aku menolongmu tanpa maksudmaksud lain kecuali harapan kelak dapat ditolong orang pula, karena awal akhir aku pun mungkin mengalami nasib seperti kau. Lagipula," sambungnya, "oleh sebab kau akan kubawa ke Brasillia sekarang, begitu jauh dari tanah airmu, kau di sana pasti mati kelaparan, jika kuambil semua milikmu itu. Tidak, tidak, tuan Inggris, kau akan kubawa ke sana dengan cumacuma, dan kau mesti berusaha sendiri hidup dari barangbarang milikmu supaya dapat pulang kembali ke negerimu kelak." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 4 Dan ia tidak saja murah dengan kata-kata, melainkan juga dengan perbuatan-perbuatannya. Ia memerintahkan kepada kelasi-kelasinya, seorang pun tidak boleh menjamah kepunyaanku dan kemudian diurusnya segala-galanya, sesudah dibuatnya daftar inventaris. Ya, malahan ketiga guci air dari tanah pun dimasukkan juga ke dalam inventaris itu. Tentang kapalku, buatannya amat kokoh dan kuat dan ketika nakhoda melihatnya, ia mengusulkan padaku untuk menjualnya saja, sedangkan harganya aku sendirilah yang boleh menentukannya. Tapi aku berkata padanya, bahwa karena ia sudah begitu bermurah hati terhadapku — kuserahkan saja padanya sama sekali. Sesudah itu memutuskan memberikan padaku sepucuk surat keterangan, yang berisi perjanjian hitam di atas putih, bahwa setibanya di Brasilia ia akan membayar 80 uang emas buat kapalku. Tetapi bila nanti di sana ada orang yang berani membayar lebih tinggi, akan diberi kebebasan untuk menjualnya kepada orang itu. Seterusnya ia menawarkan padaku 60 uang emas, bila aku bersedia menyerahkan si Kuri padanya. Meskipun rasanya amat enggan, akhirnya kululuskan juga permintaannya. Soalnya bukan karena aku berkeberatan, bila ia tetap tinggal dengan nakhoda, melainkan karena aku merasa ngeri untuk menjual kebebasan anak malang itu, sedangkan ia sudah begitu setianya membantuku untuk memperoleh kebebasanku. Maka ketika kuajukan segala keberatanku pada nakhoda, ia pun setuju, tetapi ia berjanji padaku akan membebaskan si Kuri setelah waktu 10 tahun dan bila ia sudah beragama Kristen. Sesudah janji nakhoda itu dan setelah si Kuri sendiri menyetujuinya, kuserahkan kepada nakhoda. Pelayaran kami ke Brasilia seterusnya berlangsung dengan selamat, sebab setelah 20 hari sampailah kami di Teluk Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Todolos Santos atau Teluk Maha Suci, tetapi aku belum mempunyai kepastian, apakah yang akan kulakukan. Perlakuan murah hati luar biasa yang kualami dan nakhoda Portugis itu, sungguh kuhargai setinggi-tingginya. Ia tak mau menerima apa-apa buat pembayar ongkos pelayaranku, malah selanjutnya memberi lagi 20 dukat buat kulit macan tutul dan 40 dukat lagi buat kulit singa, yang kedua-duanya berada di kapalku. Seterusnya barang-barang yang masih berada di kapalku diberikan padaku kembali semuanya, dan bila ada yang ingin kujual padanya, dibelinya juga daripadaku. Demikian dibelinya pula peti yang berisi botol-botol, dua pucuk bedilku, dan lilin lebih sesisanya. Pendeknya, buat segalagalanya itu kuperoleh kira-kira 220 uang emas, dan dengan modal itulah aku mendarat di Brasilia Karena aku dipujikan oleh nakhoda pada seorang yang jujur dan baik hati seperti dia sendiri, yang memiliki sebuah perkebunan dan pabrik gula, belum lama aku berada di darat, segera aku dapat tinggal bersama-sama di rumahnya dan belajar menanam dan membuat gula daripadanya. Oleh karena kulihat betapa senangnya hidup pengusahapengusaha perkebunan gula itu dan betapa cepatnya mereka menjadi kaya, kuambil keputusan uiftuk menjadi pengusaha perkebunan Brasilia bila aku dapat memperoleh izin buat menetap di sana. Dalam pada itu aku berpikir-pikir, bagaimana caranya aku bisa mendapat kembali uangku, yang kutinggalkan di London. Tak lama aku mendapat surat tanda naturalisasi. Kubeli tanah yang belum dibuka sebanyak-banyaknya yang dapat kubayar dan lalu kubuat sebuah rencana untuk menanami dan membagi-baginya. Tetanggaku satu-satunya seorang Portugis, berasal dari Lisabon, tapi orang tuanya orang Inggris, yang berada dalam keadaan yang sama dengan aku. Kusebut dia tetangga, sebab Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perkebunannya berbatasan dengan perkebunanku dan kami bergaul sebagai sahabat yang sudah karib benar. Modalku yang pertama, seperti kepunyaannya juga, sedikit sekali dan kami berdua pada dua tahun permulaan terpaksa menanam tanaman-tanaman yang paling perlu untuk hidup daripada menggunakan tanah itu untuk hasil-hasil yang lain. Tapi keadaan kami makin baik, sehingga pada tahun ke tiganya dapatlah kami menanam tembakau dan dapat pulalah menyiapkan persediaan untuk menanam tebu pada tahun berikutnya. Hanya kami kekurangan tenaga pekerja dan barulah kini insyaf betapa bodoh dan tololku memberikan si Kuri dulu kepada nakhoda. Tapi rupanya memang sudah nasibku, selalu saja terpilih akan yang terburuk. Jadi, aku harus membatasi diri dalam mengambil keputusan akan meluaskan perkebunanku, sebelum sahabatku, nakhoda bangsa Portugis itu datang kembali. Ketika ia datang lagi di Brasilia dengan kapalnya dan aku mengatakan kepadanya, bahwa aku di London masih mempunyai sedikit modal yang kutinggalkan, ia pun segera memberi nasihat yang baik sekali. "Tuan muda Inggris," katanya (demikianlan ia selalu menyebutku), "maukah Anda memberikan surat kepadaku disertai surat kuasa penuh yang meminta kepada orang yang kautitipi uangmu, supaya harta bendamu dikirimkan ke Lisabon kepada seseorang yang alamatnya akan kuberikan, dan yang akan menanam modal dalam barang-barang yang berguna untuk negeri ini? Mudah-mudahan dengan berkat Tuhan, kalau aku sudah sampai lagi ke mari akan dapat menyerahkan sekalian uang itu kepadamu. Tapi karena perbuatan manusia itu tergantung dari perubahan-perubahan dan nasib buruk, kunasihatkan supaya Anda mula-mula mencoba dulu dengan barang-barang seharga seratus pondsterling saja, jadi dengan separuh modal seluruhnya. Sampai saja ke mari dengan selamat, kau-coba lagi dengan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang lain. Sekiranya gagal, Anda masih mempunyai uang yang tinggal di London, yaitu seratus pound lagi." Nasihat itu demikian baiknya, sehingga segera kuturut; jadi kutulis sepucuk surat kepada perempuan baik budi yang kutitipi uangku itu, sambil membuat surat kuasa untuk nakhoda Portugis itu. Dalam suratku kepada janda nakhoda Inggris itu, kutuliskan segala kejadian yang kualami. Demikianlah kuceritakan halku menjadi budak belian, tentang pelarianku dan bagaimana aku sampai bertemu dengan kapal Portugis. Kuceritakan juga kepadanya hal kebaikan nakhoda kepada sesama manusia, kukisahkan selanjutnya keadaan dan akhirnya kutambahkan petunjuk-petunjuk yang ia perlukan untuk menolongku. Dan ketika nakhoda yang baik budi itu datang lagi di Lisabon, ia mulai bertindak. Dengan pertolongan beberapa saudagar Inggris di sana, ia mengirimkan surat kuasaku kepada seorang saudaranya di London dan ditambahkan pula berbagai cerita tentang pengalamanku. Kemudian saudagar London ini pergi sendiri memberikan segalanya kepada nyonya janda itu. Nyonya ini sangat terharu rupanya; sebab bukan saja ia memberikan uangku yang dahulu itu dengan segera, melainkan menambahnya pula dari kantungnya sendiri uang yang jumlahnya agak lumayan sebagai hadiah kepada nakhoda Portugis, tanda terima kasih atas segala sesuatu yang ia perbuat untukku. Saudagar London itu membelanjakan uang yang 100 pound itu kepada barang-barang buatan Inggris yang kemudian diberikan dan dikirimkannya kepada temannya di Lisabon. Barang-barang itu oleh nakhoda kemudian dibawanya sendiri ke Brasilia dengan aman dan diserahkannya kepadaku. Di antara barang-barang itu terdapat sejumlah karung, entah berapa banyaknya aku lupa mencatatnya, berisi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pelbagai macam perkakas, barang-barang besi serta alat-alat yang perlu untuk perkebunan, yang kelak sangat berguna bagiku. Ketika barang-barang muatan ini sampai, aku mengira kekayaanku sudah mulai bertambah dan karena riangnya aku tak dapat berkata-kata. Tapi pembimbingku yang bijaksana itu berbuat lebih banyak lagi bagiku! Dengan 5 pound, yang diperolehnya dari pemberian nyonya janda itu, ia menyewa seorang pesuruh yang mengikat diri kepadaku buat 6 tahun lamanya. Dan untuk kesemuanya itu, ia tidak mau menerima ucapan terima kasih, hanya diambilnya tembakau sedikit daripadaku, jerih payah hasilku sendiri. Tapi segala yang kusebutkan tadi belumlah semuanya. Selanjutnya ia membawakan pula bagiku beberapa barangbarang kain bahan pakaian Inggris seperti kain lena, kain laken, bermacam-macam kain panas, dan sebagainya; pendeknya barang-barang yang sangat berharga di negeri ini dan sangat dibutuhkan oleh orang banyak. Inilah kesempatan yang sangat menguntungkan bagiku untuk menjual barangbarang tadi. Sehingga dapatlah kukatakan, bahwa dengan barang-barang itu aku telah mendapat laba empat kali lipat dari semua muatan kapalku. Keadaanku kini lebih baik daripada tetanggaku yang malang itu, sebab sekarang aku mempunyai tenaga pekerja lebih banyak. Uangku itu mula-mula kupergunakan untuk budak belian, sedang di samping itu nakhoda sahabatku itu menawarkan pula dari Lisabon seorang pelayan, pelayan kulit putih yang kedua yang disewanya. Tahun berikutnya adalah tahun yang baik pula dan betulbetul menguntungkan. Selain dapat menukarkan untuk keperluan lain-lain kepada tetanggaku, aku masih mempunyai sisa lima puluh bungkus tembakau yang masing-masing amat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berat timbangannya. Dan ini kusediakan untuk para saudagar di Lisabon. Pada tahun berikutnya aku merasa lebih-lebih lapang dadaku, kekayaanku makin hari makin pesat bertambah dan kepalaku penuh dengan pelbagai rencana dan rancangan pekerjaan-pekerjaan yang besar. Dapatlah dimengerti bahwa setelah aku hampir empat tahun tinggal di Brasilia, aku sudah pandai bahasa penduduknya. Selain dari itu aku sudah banyak kenalan dan mempunyai hubungan-hubungan persahabatan dengan saudagar-saudagar dari San Salvador, kota bandar yang ramai. Bila aku bercakap-cakap dengan mereka, acapkali kuceritakan tentang pelayaranku ke pantai Guinea, tentang cara berjual-beli dengan orang-orang Negro di sana. Kuceritakan pula, betapa murah dan gampangnya menukarkan barang-barang kecil-kecil buatan Eropah dengan emas, gandum, gading, ya malahan budak-budak Negro pun kami dapat pula. Kisahku selalu diikuti dengan penuh perhatian, terutama sekali kalau aku menceritakan, betapa mudahnya membeli budak-budak Negro. Pada waktu itu masih belum banyak Negro-Negro diangkut orang ke Brasilia dan harganya pun mahal sekali. Pada suatu hari aku mendapat kunjungan dari tiga orang pengusaha perkebunan, yang mengajukan usul secara rahasia padaku. Sesudah aku berjanji tidak akan membuka rahasia itu, mereka berniat menyiapkan sebuah kapal yang akan berlayar, ke Guinea. Mereka amat memerlukan tenaga buruhnya bagi perkebunan, katanya. Tapi karena di Brasilia dilarang membeli budak-budak di muka umum, maka kami bersepakat untuk berlayar satu kali saja ke pantai Guniea. Dari sana akan kubawa budak-budak untuk dibagi-bagikan buat dipekerjakan di kebun-kebun. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pendek kata, aku ditanya apakah aku mau ikut berjual beli. Kalau bersedia, kelak labanya akan dibagi rata di antara kami berempat, sedangkan aku tidak usah ikut menyumbangkan modal buat melengkapi kapal yang akan berlayar. Bila usul itu diajukan kepada orang, yang tidak mengepalai suatu perusahaan dan perkebunan yang tiap tahunnya menghasilkan 3 sampai 4 ribu poundsterling atau kadangkadang lebih, tentu saja baik sekali. Tapi bagiku usul itu hanya berupa pikiran yang paling tidak masuk akal. Tapi aku memang ditakdirkan untuk menemui bencana selalu. Pendeknya, aku menerima usulnya, asal saja mereka berjanji mau memelihara perkebunan selama aku tidak ada, dan bila aku mati dalam perjalanan bersedia mengurus perusahaanku. Mereka berjanji hitam di atas putih, bahwa mereka sungguh-sungguh bersedia. Setelah itu aku membuat surat warisan, bila aku meninggal dunia, yang kutunjuk sebagai ahli warisku ialah kapten Portugis yang menolongku dahulu. Tapi di samping itu ia diwajibkan mengirimkan separuh dari penghasilan barang-barang bergerak dan tak bergerak kepunyaannya ke Inggris. Sesudah beres mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan semua kekayaanku dan sekali lagi minta kepada sahabat-sahabatku untuk memelihara perkebunanku, aku berangkat pada tanggal 1 September 1659. Tepat delapan tahun, setelah aku melarikan diri dari ayah bundaku di Hull. Kapalku besarnya kira-kira 110 ton, mempunyai enam pucuk meriam dan empat belas orang anak kapal, tidak terhitung juragan kapal, pelayan, dan aku sendiri. Kecuali barang-barang kecil-kecil buatan yang akan dipakai untuk perdagangan tukar-menukar dengan orang-orang Negro, seperti karang, gelas, cermin-cermin kecil, pisau, gunting, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kampak-kampak, dan sebagainya; kapal kami tak banyak membawa muatan. Pada suatu hari aku naik ke atas kapal, dan berlayarlah. Beberapa minggu lamanya, kami berlayar ke arah utara menyusur pantai, dengan maksud akan menyeberang ke pantai barat Afrika. Cuaca tetap baik, hanya saja sangat panas di pantai Amerika Selatan. Akhirnya kami sampai dekat Tanjung Augustino. Di sini kami merobah arah, menempuh lautan dan melanjutkan pelayaran kami ke utara timur laut. Setelah dua belas hari meliwati katulistiwa, dan berada pada tempat yang letaknya 7°22" (tujuh derajat 22 menit) lintang utara, tiba-tiba kami diserang badai. Kami menyimpang dari arah semula. Badai itu mengamuk demikian hebatnya, hingga terpaksa kami selama dua belas hari terapung-apung tak tentu arah, tergantung sama sekali dari kekuasaan sang angin. Di tengah-tengah kesukaran serupa ini, meninggallah seorang daripada kami karena malaria. Setelah itu seorang bujang nakhoda dan seorang kelasi jatuh terlempar dari atas kapal ke laut. Setelah pada hari yang ke dua belasnya badai agak reda, seperti semula, setelah diteliti, ternyata kami telah berada di pesisir Guyana, salah satu daerah yang terletak di sebelah utara Brasilia antara Sungai Amazona dan Sungai Orinoco. Karena kapal sedikit bocor, aku menasihatkan supaya menuju ke Pulau-pulau Karibia saja, agar dapat diperbaiki di pelabuhan Barbados. Nakhoda menyetujui rencana ini. Kami pun bertukar haluanlah menuju lebih jauh ke arah barat laut. Tapi kami tak dapat sampai di Barbados. Sebab, baru saja beberapa hari kami berlayar, datang lagi badai yang ke dua mengamuk dan menyeret kami tepat ke barat, hingga terombang-ambinglah kami dengan kapal bocor di atas lautan luas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam keadaan serba sulit dan kehilangan harapan seperti ini sedangkan badai tak reda-reda melampiaskan amarahnya, sekonyong-konyong berserulah pada suatu pagi seorang di antara kami, "Daratan! Daratan!" Tapi baru saja kami keluar dari kurung kapal (sebab ketika itu masih sangat pagi), untuk melihat di mana kami sebenarnya telah berada tiba-tiba kami merasa kapal terbentur pada beting dan kami semua basah kuyup disembur ombak yang sangat besar. Sungguh tidak mudah, bagi orang yang belum pernah mengalami peristiwa demikian, untuk melukiskan bagaimana kebimbangan kami di bawah pengaruh keadaan saat itu. Kami pun tidak tahu di mana kami berada, atau ke daratan mana kami terdampar. Juga tak tahu kami apakah tempat itu sebagian dari pulau atau dari benua, berpenghuni ataukah tidak? Dan karena badai terus saja mengamuk, meskipun sudah agak kurang dari semula, kami bingung, apakah kapal kami akan dapat dipertahankan lebih lama lagi atau tidak. Tetapi seakan-akan digerakkan oleh sesuatu daya ajaib, angin kencang tiba-tiba berbalik berembus. Jadi kami masih dapat saling berpandangan untuk penghabisan kali dan menantikan ajal datang sambil bersiapsiap untuk bertolak ke dunia lain. Tapi kami sangat tercengang, setelah beberapa menit kapal kami belum juga binasa, malah nakhoda memberitahukan bahwa badai sudah mulai agak reda. Karena kapal demikian dalamnya tertanam di pasir dan tak ada kemungkinan akan dapat terlepas kembali, kami sekalian harus mencari jalan untuk menyelamatkan diri. Sebelum badai mengamuk, kami masih mempunyai sebuah sampan di bagian belakang kapal. Tapi sampan ini telah terbanting kena kemudi dan kini kalau tidak tenggelam, tentu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ masih terapung-apung di laut, hingga kami tak dapat lagi mempergunakannya. Benar masih ada sebuah lagi yang lain, tapi ada di geladak, pada saat semacam ini sukar sekali menurunkannya ke laut. Tapi toh tak ada waktu untuk merentang-rentang pikiran tentang sesuatu. Bersama-samalah kami memberanikan diri mengambil sampan itu dari tempatnya dengan mengerahkan segala tenaga yang ada, hingga akhirnya berhasil jugalah. Kami sebelas orang menaiki sampan itu dan setelah berdoa kepada Tuhan, kami menyerahkan kembali keadaan kami ini kepada kekuasaan sang laut. Bagaimana keadaan pantai berbatu-batukah, atau berpasir saja, curam atau dangkal tak tahulah kami. Harapan satusatunya yang ada pada kami, dapatkah hendaknya kami mendarat dekat muara sungai atau tepi pantai yang tidak terserang angin, dan beradakah kami hendaknya di atas perairan yang tenang tentram? Tapi dari semua keinginan ini tak ada satu pun yang terkabul, bahkan makin dekat kami ke tepi, makin menakutkan tampaknya daratan itu. Ketika kami sampai, begitulah kira-kira satu setengah mil jauhnya, tiba-tiba kami melihat ombak setinggi rumah mendatang dari belakang, yang kemudian segera menyerbu kami sebelum kami sempat berseru, "O, Tuhan!" Sungguh tak dapat dilukiskan perasaan yang kualami pada saat hampir tenggelam itu. Sebab meskipun aku pandai berenang, aku tak berdaya menghadapi ombak raksasa yang bergulung-gulung seperti itu. Tapi aku masih dapat bernapas. Ombak itu mengangkatku dan melemparkan daku jauh ke tepi. Setelah itu barulah ia menarik diri dan membiarkan daku terbaring lesu di pasir, tidak apa-apa tapi setengah mati, tanah di bawah kakiku. Aku tidak kehilangan akal dan masih dapat bernapas. Karena kulihat bahwa aku berada lebih dekat ke pantai Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ daripada yang kusangka semula, dengan susah payah aku berdiri. Aku berusaha mendarat, sebelum datang gelombang lain, yang akan menyeretku lagi ke laut. Tapi segera kulihat, bahwa aku tak mungkin terlepas daripadanya. Sebab di belakang, ombak menggunung-gunung bagaikan musuh yang tak kenal mengalah. Aku berusaha bernafas terus, jangan sampai tenggelam dan tetap menuju pantai. Yang amat kutakuti kalau-kalau gelombang itu mengangkatku lagi, bila ia kembali ke laut. Gelombang dahsyat menyergapku sampai tidak berdaya sama se kali. Aku merasa didorong oleh tenaga yang luar biasa, jauh ke pantai. Aku menahan nafasku, dan berenang ke muka dengan sekuat tenaga. Meskipun aku berhasil hanya selama dua detik saja menyembulkan kepala dan tanganku di atas permukaan air, tapi cukup lama untuk menghirup udara baru. Sekali lagi aku terbenam dalam air, tapi masih juga aku dapat bertahan. Dan ketika kulihat bahwa air laut buat kedua kalinya mundur ke laut, aku maju dan kurasa kembali tanah di bawah kakiku. Beberapa saat lamanya aku berhenti untuk menarik nafas, kemudian lari lagi ke darat. Tapi masih belum juga aku terlepas dari gelombang. Aku dikejarnya lagi, diangkatnya, lalu dilemparkannya lebih jauh lagi ke pantai, yang sangat landai. Sekali ini membawa celaka bagiku. Sebab ketika gelombang dengan dahsyat menyeretku ke darat, aku tiba-tiba terbanting kepada sebuah batu karang, demikian kerasnya, hingga rasanya paru-paruku kehilangan semua udara. Beberapa detik lamanya aku pingsan, dada dan rusukku terbentur batu karang. Ketika aku siuman, dan melihat air laut itu datang kembali, aku bertekad akan berpegang erat-erat kepada batu karang dan menahan nafasku, sampai air itu enyah dari padaku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Karena gelombang tidak setinggi semula kupegang erat-erat batu karangku sampai air kembali ke laut. Kemudian aku lari secepat-cepatnya, sehingga aku berhasil mencapai pantai, sebelum gelombang-gelombang datang kembali. Setelah itu kudaki salah satu tebing, aku membaringkan diri di atas rumput. Setelah beberapa lamanya, aku melihat-lihat sekelilingku, untuk mengetahui di mana aku berada dan untuk memikirkan apa yang harus kuperbuat pertama-tama. Aku segera mengerti, bahwa keadaanku hampir-hampir tak memberi harapan sama sekali. Tak ada seutas benang kering pun yang melekat pada badanku, dan aku tidak pula mempunyai pakaian penukar maupun makanan ataupun minuman. Aku agaknya ditakdirkan untuk mati kelaparan atau digasak binatang-binatang buas, sebab sepucuk senjata pun tak ada padaku untuk dapat membela diri. Yang kupunyai hanya sebilah pisau saku, pipa, dan kotak tembakau yang berisi sedikit dalamnya. Tatkala hari menjadi malam, dengan cemas aku berpikir apakah yang mesti kukerjakan, bila aku didatangi binatangbinatang buas yang sedang mencari mangsanya. Aku memutuskan akan bermalam di atas pohon yang besar di dekatku, yang agak menyerupai pohon cemara. Tapi sebelum aku naik, aku berjalan-jalan dulu sebentar sepanjang pantai, dengan harapan menemukan air tawar. Untung benar segera kuketemukan, dan setelah minum sepuas puasnya kumasukkan sedikit tembakau ke dalam mulutku sekedar penghilang rasa lapar. Kemudian aku memanjat pohon, mencari tempat duduk yang kira-kira dalam tidur pun aku takkan terjatuh. Akhirnya, kubuat dulu sebuah tongkat pendek besar dari dahan untuk dipakai sebagai senjata jika ada bahaya. Barulah aku tidur. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 5 Tatkala aku terbangun, hari sudah lama siang. Topan sudah reda sama sekali dan cuaca sejuk terang. Aku merasa heran sekal, karena kapal kami telah terlepas dari pasir, sekarang berayun-ayun di atas gelombang, tak jauh dari batu karang celaka itu. Jauhnya tidak lebih dari satu mil, dan karena ia masih terapung apung, timbullah niatku untuk naik ke atasnya mengambil bahan bahan makanan yang paling perlu saja. Tapi ketika aku turun dari pohon dan sekali lagi memperhatikan sekelilingku, tiba tiba kulihat sampan kami ada di pantai pada kira-kira dua mil jauhnya dari padaku. Aku pun berjalanlah sepanjang pantai menuju ke sampan itu. Tapi ketika kuketahui ada teluk yang masih tergenang air, yang lebarnya kira-kira setengah mil memisahkan aku dari sampan, maksudku yang mula-mula itu tidak kulangsungkan, aku lebih mengharapkan menemukan makanan yang untuk sementara dapat menahanku dari mati kelaparan. Siangnya, laut sangat tenang dan sangat surut, sampai aku dapat mencapai jarak seperempat mil lagi dari kapal. Dan aku menjumpai kekecewaan baru! Sebab jelaslah kini kepadaku, bahwa kalau saja kami semua diam di kapal, kami akan dapat juga mendarat dengan selamat, dan aku tak usah jadi orang sengsara dan kesunyian, menyendiri seperti sekarang ini. Pikiran ini menyebabkan air mataku titik, tapi karena dengan menangis kesedihan tak akan berkurang, aku Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menetapkan hati akan segera pergi memasuki kapal. Kubuka bajuku dan aku melompat ke dalam air. Ketika sudah sampai, aku berenang dulu mengitari kapal sampai dua kali. Akhirnya menemui seutas tali kecil yang bergantung dari atas haluan kapal, tapi demikian tingginya, sehingga baru setelah berusaha dengan banyak kesukaran aku dapat menjangkaunya dan baru dapat naik ke atas kapal. Setelah di atas, segera aku mengetahui bahwa kapal itu bocor, air sangat banyak masuk ke dalamnya; tapi karena kapal itu merapat ke samping beting yang keras, buritan kapal pun menungging di atas beting itu sedangkan haluannya sebagian tenggelam. Akibatnya setengah dari geladak tak apaapa tinggal kering. Segeralah pula kuketahui, bahwa persediaan makanan kering pula, tak terkena air. Selanjutnya aku menemukan sedikit minuman keras dari kurung kapal. Aku meminumnya seteguk besar untuk membangkitkan semangat. Kini aku memerlukan sampan untuk memuat segala yang kudapati dalam kapal itu. Sayang tak ada sampan barang sebuah, jadi aku harus mendapatkan jalan lain, untuk dapat membawa semua milikku ini ke darat. Kami mempunyai beberapa andang-andang cadangan, tiga buah tonggak kayu yang agak panjang dan dua tiang kapal, aku bermaksud dengan barang-barang ini akan membuat sebuah rakit. Maka kulemparkan kepingan kayu-kayu itu dari atas kapal, setelah kuikat erat dengan tali, supaya jangan hanyut. Setelah selesai aku sendiri meluncurkan badanku dari samping kapal, lalu kutarik balok-balok itu kepadaku, kuikat kedua ujungnya, sampai merupakan rakit, dan lalu kuletakkan papan-papan yang pendek-pendek melintang. Aku sudah dapat berjalan-jalan di atasnya, tapi rakit belum kukuh benar untuk dimuati beban yang berat. Pekerjaan kuteruskan dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan mempergunakan gergaji kepunyaan tukang kayu kami, aku memotong tiang cadangan itu menjadi tiga potong dan kuletakkan ketiga potong itu kepada rakit tadi. Berhasillah usaha ini, setelah bekerja keras dengan penuh kesukaran. Rakitku kini cukup kuat untuk membawa muatan yang berat. Tapi masih ada pertanyaan apa yang harus lebih dulu dimuatkan ke atas rakit dan bagaimana caranya supaya tidak kemasukan air laut dari bawah. Lalu kuletakkan dahulu papanpapan dan balok-balok yang dapat kujumpai itu di atasnya, lalu kumuatkan di atas papan-papan ini tiga peti yang telah kubuka dan kukosongkan. Peti pertama berisi perbekalan, roti, beras, tiga kiju belanda, lima kerat daging kambing yang telah dikeringkan dan sedikit gandum, yang dahulu kami sediakan untuk makanan unggas, tapi mati di tengah perjalanan. Tentang beberapa peti sopi manis yang kudapatkan itu adalah kepunyaan nakhoda, semuanya ada enam gallon (1 gallon = 4 l Inggris), Peti-peti sopi ini tidak kukemasi, kuletakkan saja berderet di atas rakit. Ke dalam peti yang ke dua kumasukkan sedikit pakaian dan perkakas tukang kayu; ini suatu perolehan berharga, pada ketika itu bagiku lebih berharga daripada emas. Usaha selanjutnya supaya dapat memperoleh sedikit peluru dan senjata api. Ada dua senapan pemburu dalam kurung kapal, yang sangat boleh dipercaya dan dua pistol. Barangbarang inilah kumuatkan lebih dulu dalam rakit bersama-sama dengan tempat mesiunya sedikit, peluru sekantung kecil dan sebilah pedang yang sudah berkarat. Aku telah mengetahui masih ada mesiu tiga kantung lagi dalam kapal itu tapi aku tak tahu di mana disimpannya oleh si penembak meriam itu. Setelah kucari, barulah kutemui ketiga kantung mesiu itu, tapi yang dapat dipakai hanya yang dua kantung saja, yang ketiga telah basah kena air. Jadi aku hanya mengambil yang dua kantung itu sajalah yang masih dapat dipergunakan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Setelah cukup beristirahat, aku mulai memikirkan akan kembali ke darat. Bagaimana aku dapat sampai ke darat dengan selamat, sebab aku tak mempunyai layar, tak punya pendayung, tak ada kemudi. Sekali saja angin kencang datang menyerang, akan habis tersapulah muatan milikku itu ke dalam laut. 6 Dalam tiga hal aku beruntung; pertama, laut tenang; kedua, air pasang; dan ketiga, angin berhembus ke arah darat. Setelah aku menemukan tiga dayung yang sudah patah, begitu pula dua buah gergaji, sebuah kampak dan sebuah palu, aku berlayar. Selama satu mil semua berjalan baik, hanya saja rakitku tidak menuju tempat aku mula-mula mendarat. Karena itulah aku dapat menarik kesimpulan, bahwa tentu ada sebuah teluk dekat di situ. Memang demikian halnya, tak lama kemudian kuketemukan sebuah teluk kecil di pantai. Aku merasa rakitku seakan-akan tertarik ke arah teluk tadi. Karena itu sedapat mungkin aku berlayar ke jurusan itu dan berusaha tetap di tengah-tengah arus. Pekerjaan itu bukan kepalang berat dan sukarnya, sebab arus amat kuat. Tapi aku akhirnya berhasil juga sampai pada teluk di pantai itu. Dengan perasaan lega tak terhingga, kulihat aku berada dekat muara sebuah sungai kecil. Jadi, aku berlayar ke hulu. Tepi kiri kanan sungai itu bertebing curam. Sambil berlayar kucari suatu tempat mendarat yang baik, sebab aku tidak bermaksud lebih jauh berlayar ke hulu daripada yang kuanggap perlu, karena aku Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berharap pada suatu waktu dapat melihat sebuah kapal. Aku memutuskan tetap tinggal dekat pantai. Di tepi kanan sungai kulihat sebuah teluk lagi. Ke sanalah kutu-jukan rakitku. Dengan pertolongan dayungku dengan susah payah aku melompat ke darat, lalu mengikatkan rakitku. Yang pertamatama kulakukan ialah melihat-lihat dulu tempat itu dari dekat, dalam pada itu mencari tempat yang baik untuk mendirikan rumah. Di mana aku berada, aku tak tahu. Juga tak tahu, apakah sebuah pulau atau benua, apakah berpenghuni ataukah kosong. Kira-kira dalam jarak satu mil, kulihat sebuah bukit, yang menjulang curam dan tinggi dan agaknya menguasai seluruh tempat itu* begitu pula mengatasi puncak bukit sebelah utara. Kuambil salah satu bedil pemburuku, kuselipkan sepucuk pistol dalam ikat pinggang, kuambil tanduk berisi obat bedil dan dengan begitu aku pergi menjelajah ke arah bukit, yang puncaknya kucapai dengan susah payah sekali. Sesampainya di sana dengan perasaan sedih, kuketahui bahwa aku berada di sebuah pulau, yang seluruhnya dikelilingi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ laut. Sama sekali tak tampak daratan, hanya beberapa batu karang yang gundul jauh menjulur ke laut. Selain itu kulihat 2 buah pulau kecil, yang tampaknya lebih kecil daripada pulauku, yang jauhnya kira-kira tiga mil ke sebelah barat. Selanjutnya kulihat dari kejauhan bahwa tanah pulauku itu tampaknya gersang dan tandus, karena itu aku mengira, bahwa ia tidak berpenghuni. Kecuali mungkin binatangbinatang buas, tetapi sama sekali tidak kujumpai. Yang kulihat hanya burung-burung banyak sekali, tetapi tidak kukenal seekor pun. Waktu aku pulang kembali, kutembak seekor burung besar yang bertengger di atas sebuah pohon dekat hutan lebat. Aku yakin bedilku, bedil pertama yang pernah dipasang orang di s ini sejak dunia diciptakan Tuhan. Sebab baru saja aku melepaskan tembakan, dari segala jurusan terbanglah burung-burung yang tak terkira banyaknya, hingga keadaan sekitarya, menjadi riuh rendah karenanya. Lalu kulihat-lihat burung yang kutembak tadi. Rupanya semacam burung elang seperti yang terdapat di negeriku, tetapi dagingnya bau amis dan tak dapat dimakan. Puas dengan penemuan-penemuanku, aku kembali lagi ke rakitku dan mulai mengangkat mutannya ke darat. Di mana aku akan bermalam, tak tahulah aku. Untuk tidur di atas tanah, aku tak berani, karena takut kalau-kalau binatang buas menerkamku. Tapi kemudian aku tahu, bahwa kekuatiranku itu tidak beralasan. Meskipun begitu aku membuat rintangan juga, dengan jalan menumpuk peti-peti dan papan sekitarku, lalu kubuat semacam tempat tidur untuk bermalam. Aku mulai sadar, bahwa aku masih dapat mempergunakan banyak sekali benda-benda dari kapal, terutama alat-alat kerek dan layar. Aku mengambil keputusan untuk sekali lagi pergi ke kapal dan karena aku tahu, bila datang taufan kapal itu akan hancur, aku mesti cepat-cepat bertindak. Mula-mula aku bermaksud pergi ke sana dengan rakit, tapi itu ternyata Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tidak praktis. Karenanya, ketika air surut, aku berenang lagi ke kapal. Seperti pada pertama kalinya saja aku naik ke atas kapal dan membuat lagi rakit yang kedua. Sesudah rakit itu kuikatkan dengan tali kepada kapal, kuambil barang-barang yang perlu. Pertama kuketemu-kan dalam kurung tukang kayu tiga karung penuh berisi dongkrak, dan dua lusin kampak. Selain itu kuketemukan pula alat yang paling berguna di seluruh dunia, yaitu batu pengasah. Ini semua kusimpan bersama-sama dengan barang-barang lainnya kepunyaan kelasi penembak meriam itu, seperti: tiga kikir besi, dua kantung peluru setinggar, tujuh buah bedil setinggar, sebuah lagi senapan pemburu dengan mesiunya sedikit, dan segulung baja lempengan, tapi yang terakhir ini, terlalu berat bagiku, untuk dapat mengangkatnya. Bersama-sama dengan perkakas itu, kuambil juga pakaian, yang kudapati di sana. Kukumpulkan semua ini beserta layar cadangan, tikar gantung dan sedikit kain hamparan, dan dengan barang-barang itu semua, dengan rakitku yang kedua ini aku kembali ke darat. Setelah muatanku ini kubongkar dengan selamat, mulailah aku membuat kemah kecil dari kain layar dan pancang kayu, yang sengaja kubawa untuk keperluan itu. Ke dalam kemah itu kumasukkan lebih dahulu benda yang tak boleh kena hujan atau panas, sedangkan tong-tong besar dan peti-peti kutempatkan dalam lingkaran besar sekeliling kemah, sebagai perisai terhadap serangan-serangan manusia maupun binatang. Setelah selesai, kupancangkan sebuah tonggak lagi sebagai batas dari dalam, lalu kutempatkan sebuah peti tegak dekat pancang itu, inilah pintu, Lalu kubentangkan salah satu tikar di tanah, dan berbaringlah aku dengan dua pistol di atas kepalaku dan sebuah bedil yang berisi di sebelah kanan tempat tidurku. Kemudian aku pun tertidurlah dengan nyenyaknya, sebab sangat lelah, malam kemarinnya sebentar Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ saja aku dapat tidur, karena semalam-malaman harus bekerja keras. Meskipun aku sudah mempunyai persediaan lengkap untuk waktu lama, aku belum puas. Aku merasa berkewajiban, sebelum kapal itu hancur, berusaha mengambil apa-apa yang dapat diambil. Karena itu kalau laut sedang surut, aku pergi ke kapal, dan mengambil apa saja, terutama perkakas-perkakas dan tali temali layar dan kain-kain layarnya. Sangat menggembirakan, setelah aku lima hari berturutturut berkunjung ke kapal, terdapat sebuah tong besar penuh berisi roti, tiga bejana air gula atau semacam minuman beralkohol lainnya, satu peti gula halus, dan sekantung tepung masih sangat baik. Penemuan-penemuan ini sungguh mengagumkan, aku telah mengira sudah tidak ada persediaan makanan lagi di kapal itu. Kali ini pun kubawa barang-barang ini dengan selamat. Kini aku sudah tiga belas hari di darat dan selama itu sudah sebelas kali pergi ke kapal. Hampir-hampir saja aku mengira, bahwa kalau angin tetap tenang seperti sekarang, aku akan dapat membawa kapal itu sebagian-sebagian ke darat. Tapi ketika aku sedang bersiap-siap akan berenang untuk kedua belas kalinya, tiba-tiba angin mulai bertiup dengan kencang. Tapi karena laut sedang surut, aku pergi juga ke kapal dan meskipun pada perasaanku aku sudah menjelajah kapal itu dari bawah hingga ke atas, aku masih juga menemui di dalamnya beberapa alat penyeduk air, tiga pisau cukur, sebuah gunting besar dan selusin pisau dan beberapa garpu yang masih baik. Di dalam penyeduk air aku menemui uang Eropah dan Brasilia seharga tiga puluh enam poundsterling. Aku tertawa tak sengaja ketika melihat uang itu. Oh, lumpur kotor! pikirku, untuk apa engkau? Sedikit pun tak berharga untuk dipungut dari tanah, sebilah pisau ini lebih berharga. Aku tak membutuhkan engkau, diam sajalah di tempatmu, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hancur musnahlah, seperti mahluk yang tak berguna sepeser pun! Untunglah aku tak berpegang terus pada pikiranku tadi. Kuambil uang itu dan setelah kuikat dengan sedikit kain layar, aku berniat akan memulai membuat rakit baru. Tapi aku melihat langit mendung dan angin makin kencang. Dan benar saja, setelah kira-kira seperempat jam, datanglah angin tegar bertiup dari tepi pantai. Tentu saja rakit tak dapat diteruskan, aku harus bersiapsiap sebelum laut pasang naik ke darat. Kalau tidak, aku tak akan dapat mencapai daratan lagi. Kuluncurkan diri ke atas permukaan air dan berenang melalui selat antara kapal dan gosong itu. Sebenarnya aku sudah sangat payah, sebagian disebabkan beratnya barangbarang yang kubawa, sebagian lagi karena air sudah mulai haru-biru. Tapi mujurlah, aku masih dapat mencapai kemahku dengan selamat. Kemah tempatku ini penuh sekelilingnya dengan semua kekayaan dan aku merasa kaya raya seperti raja. Badai mengamuk terus semalam-malaman dan ketika aku pada keesokan harinya melayangkan pandangan ke laut, aku tak melihat bekas-bekasnya lagi dari kapal yang kemarin masih terletak di beting itu. Sebenarnya agak mengherankan, kapal itu sangat cepat menghilangnya. Tapi selanjutnya tak kupikirkan lagi perkara ini, karena aku sudah mempergunakan waktu dan usaha yang terbuang-buang untuk mengambil apa-apa yang masih berguna. Juga aku tahu, bahwa tak ada sisanya lagi yang berharga yang tinggal di kapal itu. Seterusnya tentang kapal tak kupikirkan lagi. Hanya aku kadang-kadang mengamat-amati apakah tidak ada sesuatu benda yang masih berguna terbawa air. Dan ternyata memang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ada dan berbagai bagian dari buritan yang terdampar ke pantai. Pada hari-hari selanjutnya, aku asyik memikirkan bagaimana caranya aku mempertahankan diri, kalau diserang orang-orang liar atau oleh binatang-binatang buas, andaikata terdapat di pulau itu. Aku ragu-ragu, apakah membuat kemah ataukah menggali lubang di dalam tanah. Akhirnya aku mengambil keputusan membuat kedua-duanya. Sebenarnya tempat aku mula-mula mendirikan kemahku, ternyata tidak patut untuk tempat tinggal. Pertama, tanahnya rendah berpaya-paya, kedua di sekitar tempat itu tidak ada air tawar. Jadi, aku memutuskan akan mencari tempat yang lebih sehat dan letaknya lebih baik. Kecuali yang lebih sehat dan lebih baik letaknya, ada lagi pertimbangan lainnya. Pertama, aku ingin terhindar dari sinar matahari yang terik; kedua, aku harus mendapat tempat yang gampang dipertahankan terhadap serangan orang-orang liar atau binatang-binatang buas; dan ketiga, aku ingin mendapat pemandangan yang lepas ke laut, kalau-kalau kebetulan ada kapal lewat. Sesudah lama mencari, akhirnya aku menemukan sebuah dataran, yang terletak dekat tebing sebuah bukit yang menurun curam ke dataran tadi, sehingga tak seorang pun dapat turun dari puncak bukit ke bawah melalui tebing ini. Di sebelah tebing itu ada sebuah lekuk besar. Di dataran kecil itulah, tepat di bawah tebing bukit, aku memutuskan mendirikan kemahku. Dataran itu lebarnya tidak lebih dari 100 hasta, dan panjangnya kira-kira dua kali lebar. Pada ujungnya ada sebuah jalan berliku-liku menuju ke dataran-dataran di sebelah laut. Dataran itu hampir sepanjang hari terlindung dari sinar terik matahari. Sebelum aku memasang kemahku, di muka tebing bukit itu, terlebih dulu aku membuat setengah lingkaran. Dalam Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lingkaran ini kudirikan dua baris pancang, yang demikian dalamnya kutancapkan di dalam tanah, hingga teguh seperti tembok. Tingginya lima setengah kaki dan bagian atasnya diruncingkan. Sesudah itu, kuambil beberapa potong tali kabel dan kubelit-belitkan di antara pancang-pancang itu. Kemudian di antara pancang-pancang yang lebih kecil dan lebih pendek. Pagar itu kukuh sekali, dapat menahan serangan orang dan binatang apa pun juga. Aku tidak membuat pintu masuk, sebagai gantinya kubuat tangga pendek untuk keluar masuk. Kalau aku sedang berada dalam kemah, kutarik tangga itu ke dalam, dan bila aku di luar dia kugantungkan di sebelah luar. 7 Di dalam benteng ini kusimpan segala kekayaanku, yakni persediaan makanan, obat bedil, dan uang yang telah kukatakan dulu. Untuk menjaga jangan sampai kena hujan, kubuat lagi kemah yang besar. Juga aku tidak lagi tidur di atas kasur seperti dulu, melainkan dalam ayunan bekas kepunyaan mualim kami dulu. Aku mulai menggali-gali di atas bukit. Dengan batu serta tanah yang kudapati dari penggalian ini, kutinggalkan tanah sekira setengah meter sekeliling kemahku. Selang-selang bekerja tiap hari aku pergi berburu; sudah kuketahui di pulauku banyak terdapat kambing. Tapi binatangbinatang itu begitu liar, cekatan dan cepat larinya, agaknya tak mungkin aku dapat menembaknya. Tapi aku tak putus asa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan akhirnya tak sampai lama aku berhasil juga menembak seekor. Setelah aku mengetahui sedikit tempat persembunyiannya, kuambil jalan seperti berikut. Aku tahu binatang-binatang itu dapat segera mengetahuiku, jua meskipun mereka ada di batu karang, di lembah. Tapi kalau mereka sedang makan rumput di lembah dan aku kebetulan berada di atas bukit batu, mereka tak dapat mencium kehadiranku. Karena itu aku dapat menarik kesimpulan seperti berikut: pancaindra pelihatnya hanya dapat melihat ke arah bawah saja dan apa yang terletak di atasnya, tak dapat dilihatnya. Hal ini kuingatkan betul; lalu naiklah aku ke atas bukit batu setinggi mungkin, hingga aku benar-benar ada di atas mereka, dan dengan jalan ini tembakan-tembakanku seringkah mengenai sasarannya. Dengan peluru pertama, dapat kutembak seekor kambing. Binatang itu ada anaknya, yang masih menyusu, sehingga sangat menyedihkan hatiku. Sebab, ketika induknya mati, anaknya itu seolah-olah terpaku, diam dekat induknya, sampai aku datang mengambilnya. Bukan tak mau menyingkir saja, tapi ketika aku meletakkan tubuh induknya di bahu akan kubawa pulang, anak kambing itu mengikutiku dari belakang. Oleh karena itu, dekat pagar kemahku kuletakkan induk kambing itu, lalu aku memangku anaknya, dengan pengharapan akan dapat kupelihara dan kujinakkan. Tapi anak kambing itu tak mau makan, hingga akhirnya kusembelih juga untuk menambah persediaan makananku. Daging kedua binatang ini dapat kusimpan sampai lama, sebagai persediaan makananku. Aku hidup cermat, kadangkadang makananku itu tidak kujamah, terutama rotiku. Dan karena aku kini telah terpaksa tinggal untuk selamalamanya, kupikir sangat berguna sekali apabila aku membuat perapian tempat memasak. Tapi bagaimana membuatnya? Dan bagimana pula aku membuat tempat penyimpanan yang besar lagi? Rancangan apa dan ketentuan apa yang akan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kuambil, ini akan kuceritakan nanti. Aku akan bercerita dulu tentang satu dan lain hal mengenai diriku sendiri dan tentang apa-apa yang kupikirkan mengenai kehidupanku. Aku merasa, keadaanku sangat mengerikan. Seperti telah kukatakan, seandainya tidak karena terbawa angin, aku tak akan terdampar begitu saja di pulau itu. Demikianlah aku harus mengira bahwa ini adalah petunjuk Tuhan yang telah menentukan sampai ajalku datang, di pulau yang terpencil ini, jauh dari keramaian manusia. Pikiran semacam ini membuat aku tambah merasa celaka. Meskipun begitu ada juga sesuatu dalam diriku, yang meredakan pikiran-pikian semacam ini. Pada suatu hari, aku berjalan-jalan sepanjang pantai, dengan menyandangkan bedil di atas bahuku, sambil pula bersungguh-sungguh memikirkan keadaan. Terpikir olehku, dan pikiran ini sangat tiba-tiba benar datangnya: Keadaanku sangat menyedihkan, dalam kesunyian menyendiri. Itu benar, tapi cobalah bertanya, apa yang terjadi malah dengan temantemanmu? Bukankah kalian berjumlah sebelas orang dalam kapal itu? Ke manakah sekarang yang sepuluh orang itu? Mengapa mereka tidak tertolong, sedangkan engkau tertolong? Manakah yang lebih baik, engkaukah atau merekakah? Terpikir lagi olehku, bagaimana cukupnya persediaan makananku. Dan aku berpikir terus bagaimana nasibku, kalau kapal itu tidak terdorong sampai dekat ke pantai benar, sehingga aku dapat mengambil apa-apa dari dalamnya. Apa yang akan kumulai dengan tak berbedil, tanpa mesiu dan tanpa perkakas serta sedikit pakaian, kain sepere dan sedikit tenda, kataku kepada diriku sendiri. Aku mempunyai persediaan cukup, dan lebih-lebih lagi, aku mempunyai harapan, kalau saja mesiuku habis, aku tak akan mati kelaparan. Aku sudah mempunyai rencana, bagaimana supaya aku dapat menyiapkan keperluanku, pada saatnya mesiuku habis, dan pada waktu kesehatan dan tenagaku berkurang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 8 Menurut perhitunganku, aku mulai menginjak pulau itu tepat pada tanggal 30 September. Setelah berlangsung kirakira sepuluh atau duabelas hari, kuketahui bahwa aku, karena kehabisan kertas dan tinta, akan kehilangan perhitungan waktu dan mungkin juga penetapkan hari-hari libur akan bertukar dengan hari hari kerja. Untuk menghindarkan ini, aku mencungkil-cungkil, dengan huruf besar besar pada balok yang tebal, tulisan seperti berikut: "Aku datang mendarat di sini pada tanggal 30 September tahun 1659" Tiap hari di kedua belah sisi balok kubuat takik dengan pisau, sedangkan pada tiap hari Minggu takik yang kubuat itu kupanjangkan dua kali dari keenam takik lainnya. Dan hari pertama setelah sebulan, kubuat satu yang panjangnya empat kali yang mingguan. Dengan demikian terbuatlah sebuah kalender. Sebelum meneruskan ceritaku perlu kukatakan dulu, bahwa di antara barang-barang, yang kuambil dari kapal itu, ada yang aku lupa menyebutkannya seperti: pena, tinta, dan kertas. Terutama dari peti nakhoda, juru mudi dan anggota barisan penembak laut, aku mendapatkan yaiig terakhir ini beberapa pak. Selanjutnya kudapati juga barang-barang: empat buah pedoman, sebuah perkakas pengukur, beberapa penunjuk waktu, teropong, peta laut, dan buku-buku tentang pelayaran. Juga aku menemui empat Injil yang masih sangat baik yang dahulu dikirimkan kepada kami dari Inggris. Seterusnya masih ada beberapa buku Portugis, antara lainnya tiga buku ibadat Katolik dan beberapa macam lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Juga tak boleh lupa bahwa aku masih mempunyai seekor anjing dan dua ekor kucing. Ke dua kucing itu, ketika kubawa dari kapal kupegang saja dengan tanganku sedangkan anjing dapat berenang sendiri mengikutiku. Seperti sudah kukatakan tadi, aku dapat pula tinta, pena, dan kertas. Sedapat-dapatnya aku memakainya dengan hemat sekali. Tetapi ketika tinta habis, aku tak dapat menulis catatan-catatan lagi, karena aku tidak dapat membuat tinta. Hal ini membuatku insyaf, bahwa meskipun aku sudah mempunyai barang sekian banyaknya, masih banyak juga keperluanku, terutama tinta. Seterusnya sekop, beliung, bajak untuk menggali dan mengangkut tanah, jarum semat dan benang. Kekurangan pakaian tidak begitu terasa, sebab aku sudah tak memerlukannya lagi. Ketidakadaan perabot itulah yang sangat merintang pekerjaanku. Karena itulah pekerjaan membikin sempadanku baru selesai dalam setahun. Rumahku sudah kuceritakan. Ia berupa kemah, yang letaknya dekat lereng bukit, dikitari cerocok yang kukuh, diisi pula dengan potongan-potongan tali dan tonggak-tonggak kecil. Tapi cerocokku boleh juga dinamakan benteng, sebab di sebelah luarnya kubuat lagi dinding dari lemping-lemping rumput yang tebalnya kira-kira dua kaki. Setelah beberapa waktu lamanya (kukira satu setengah tahun), dari dinding lemping-lemping rumput ini kuletakkan papan papan sampai bukit. Papan-papan ini ditutupi ranting-ranting pohon, sehingga aku terlindung dari hujan, yang pada waktu-waktu tertentu kadang-kadang sangat derasnya. Barang-barangku kusimpan di belakang cerocok itu di dalam sebuah ruangan di bawah tanah. Tapi perlu kukatakan di sini, bahwa di dalam ruangan ini keadaannya sangat tidak teratur, aku tak dapat bergerak sama sekali. Jadi tidak ada jalan lain daripada memperbesar ruangan ini dan menggali Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bukit untuk mendapat batu dan tanah guna mempertinggi lantainya. Oleh sebab bukit itu sebagian berupa pasir, maka pekerjaan menggali itu tidaklah sukar. Mula-mulanya aku menggali kesuatu jurusan saja. Dan karena bukit itu tidak begitu lebar maka segera aku sampa ke sebelah luar bukit. Di muka lubang ini kupasang pintu, sehingga dengan demikian aku dapat masuk dan ke luar bentengan melalui dua jalan. Selain daripada itu, aku beroleh tempat menyimpan barangbarangku yang lebih luas.. Sesudah semua ini selesai, aku membuat perabotanperabotan yang paling perlu, misalnya meja dan kursi dari papan-papan dan potongan-potongan kayu, yang kuambil dari kapal. Sesudah semua itu beres, dari kayu sesisanya kubuat papan-papan yang lebarnya satu setengah kaki. Papan-papan ini kupasang pada dinding tempat menyimpan barangbarangku, dan di atasnya kusimpan paku-paku dan segala barang-barang besi. Pendeknya aku berhasil memberi tempat simpanan yang tetap, sehingga aku lekas dapat mempergunakannya bila perlu. Seterusnya aku memasang pula paku-paku pada dinding guna menggantungkan bedilbedil dan barang-barangku yang lain. Baru sesudah itulah, aku memulai catatan harianku, yang kuberikan salinannya di bawah ini. Ia tidak berisi catatan lengkap dari semua pengalamanku, sebab tintanya keburu habis, aku terpaksa mengakhiri catatanku, sebelum kuceritakan semuanya. Nopember 13, hari ini hujan, karenanya badanku segar. Tapi hujan itu disertai guruh dan petir, hingga aku merasa khawatir akan mesiuku. Setelah hujan angin reda, aku mengambil keputusan untuk memecah mesiu itu menjadi beberapa bagian kecil. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Nopember 14, 15 dan 16. Selama tiga hari ini kubuat kotakkotak kecil empat persegi, yang masing-masing berisi kira-kira satu pon mesiu. Kotak-kotak ini kusimpan, sejauh mungkin dari satu sama lainnya. Pada hari pertama kutembak seekor burung yang lezat dagingnya. Tapi namanya aku tak tahu. Nopember 17. Aku mulai menggali-gali di bawah bukit di belakang kemahku, untuk mendapat tempat menyimpan barang-barangku yang lebih besar. Catatan: Ada tiga macam alat yang sangat kuperlukan buat pekerjaan ini, ialah beliung, sekop, dan kereta dorong. Sebagai pengganti beliung dapat kupergunakan salah satu linggisku meskipun agak berat. Tapi bagaimanakah kuperolah sekop? Aku sungguh-sungguh memerlukannya, tanpa sekop aku tak dapat mengerjakan sesuatu yang penting, tapi aku tak dapat membuatnya. Nopember 18. Keesokan harinya ketika aku berkelana dalam hutan, kulihat sebuah pohon, di Brasilia yang karena kerasnya dinamakan orang pohon besi. Sesudah bersusah payah dan sesudah hampir saja patah kampakku, aku berhasil memotong sebagian. Karena luar biasa kerasnya, lama benar sebelum aku dapat membuat semacam sekop daripadanya. Kubuat dia meniru-niru sekop Inggris, tapi tanpa gagang, sebab besi tak ada padaku. Aku belum merasa puas, aku memerlukan benar kereta dorong. Tapi tak mungkin aku dapat membuatnya, pertamatama aku tidak tahu bagaimana caranya membuat roda, keduanya aku tak mempunyai besi, aku tak bisa membuat poros tempat roda berputar. Jadi aku terpaksa membuat semacam palung kapur, sebagaimana digunakan tukang batu untuk menyimpan kapur. Untuk palung sekop dan persiapan membuat kereta dorong ini menelan waktu empat hari. Biarpun begitu tiap hari aku pergi juga ke hutan seperti biasa dengan bedilku. Jarang sekali aku tidak mendapat sesuatu yang dapat dimakan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Catatan: Sudah delapan belas hari lamanya aku bekerja untuk memperbesar tempat simpananku. Sekarang sudah demikian luasnya dan lebarnya, sehingga bisa digunakan sebagai gudang, dapur, kamar makan dan tempat simpan di bawah tanah. Untuk tidurku, masih kupakai kemahku, kecuali kalau hujan begitu deras aku basah kuyup meskipun dalam kemah. Itulah sebabnya mengapa kemudian aku menutupi ruangan antara kemahku dan pagarku. Desember 10. Baru saja aku berpikir bahwa pekerjaanku dalam bukit itu dapat kuanggap selesai, sekonyong-konyong tanah longsor. Aku sangat terkejut. Ini tidak mengherankan, sebab andaikata aku tertimbun maka tidak perlu lagi orang menggali kuburan bagiku. Karena peristiwa itu aku terpaksa mengulangi pekerjaanku. Selain itu aku harus memperkukuh langit-langit, agar tidak dapat ambruk. Desember 11. Hari ini aku sudah memulai pekerjaan ini. Langit-langit kutunjang dengan dua tiang dan papan-papan melintang di atasnya. Pekerjaanku lebih lanjut lagi, sebab kupasang lebih banyak tiang-tiang ke dalam tanah. Sekarang tiang-tiang itu berderet-deret dan langit-langit cukup tertupang. Desember 17—20. Dari tanggal 17 sampai tanggal 20 kupasang papan-papan dan dinding. Di mana-mana kupasang paku sehingga dapat kugantungkan segala apa saja yang sekiranya dapat bergantung. Desember 20. Hari ini kusimpan segala sesuatu dalam tempat simpananku di bawah tanah dan aku mulai membuat perabot-perabot rumahku. Kubuat semacam bangku, tempat menaruh bahan makanan. Tapi persediaan papan sudah mulai berkurang, karena aku sudah membuat pula kursi. Desember 24. Sepanjang hari hujan badai. Aku belum dapat keluar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Desember 26. Tidak hujan lagi; sekarang lebih nyaman daripada semula. Desember 27. Kubunuh seekor kambing yang masih muda. Yang seekor lainnya kakinya terluka, terjatuh dan dapat kutangkap. Setiba di rumah kubalut kakinya yang patah. Catatan: Kupelihara kambing itu cermat-cermat sehingga ia tetap hidup, kakinya sembuh seperti sediakala. Selama kupelihara ia jadi jinak. Ia merumput di padang kecil di muka kemahku, tak mau lari ke hutan. Pada saat itulah aku mendapat pikiran untuk berternak binatang-binatang yang dijinakkan. Cita-cita makin hidup. Desember 28, 29, 30, 31. Panas tiada terperikan dan tiada angin. Tak ada pikiran untuk bepergian meninggalkan rumah. Hanya malam hari aku pergi mencari makanan. Januari 1. Hawa masih sangat panas. Aku ke luar rumah hanya pada malam hari atau pagi. Malam ini kebetulan aku pergi lebih jauh dari biasa; aku melihat di lembah, di tengahtengah pulau itu serombongan kambing, yang rupanya sangat liar. Aku bermaksud dengan anjingku akan berburu kambing. Januari 2. Apa yang kupikirkan, kunyatakan dengan perbuatan. Kubujuk anjingku yang kebetulan kubawa hari itu, supaya mau memburu kambing. Tapi aku salah kira. Sebab kambing-kambing itu serentak menyerang dengan rombongan besar, hingga anjingku lari pontang panting. Aku mulai membuat pagar. Dan karena aku masih selalu takut akan kemungkinan serangan-serangan dari luar, kubuat pagar itu tebal-tebal dan kukuh. Tambahan: Karena tentang pagar ini telah kuceritakan panjang lebar dahulu, aku tak hendak mengulanginya lagi dalam catatan harian ini. Hanya akan kutambahkan bahwa pekerjaan membuat pagar ini telah berlangsung dari tanggal 8 Januari sampai tanggal 17 April. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Selama waktu tersebutlah aku bekerja keras, meskipun hujan tak henti-hentinya berhari-hari, dan baru berhenti setelah beberapa minggu. Aku tahu hatiku tak akan merasa tentram, sebelum pekerjaan membuat kubu ini selesai sama sekali. Dan itu hampir tak terpikirkan berapa waktu dan tenaga yang kuhabiskan untuk keperluan tersebut. Lebih-lebih waktu mengangkat batang-batang kayu dari hutan serta memancangkannya sekali ke dalam tanah untuk tiang, sungguh menghendaki pekerjaan yang tidak mengenal lelah. Dalam pada itu aku harus membiasakan juga pergi menjelajah itu apabila hari tidak hujan. Dan dalam penjelajahan inilah aku mendapatkan penemuan-penemuan baru, yang sering menguntungkan. Aku menemukan burung dara liar, yang tidak seperti burung dara pohon yang biasa bersarang pada pohonpohon kayu, tapi seperti burung dara rumah yang jinak, yang membuat sarangnya di lubang-lubang bukit karang. Aku membawa anaknya pulang dan menjinakkannya, dan kebetulan berhasil. Tapi ketika anak-anak burung itu sudah besar, terbanglah semuanya meninggalkan daku. Ternyata sebabnya, karena kekurangan makan. Tapi seringkali aku menemukan kembali sarang-sarang burung itu dan kuambil anaknya beberapa ekor sebab dagingnya memang baik untuk dimakan. Sambil berangsur-angsur melengkapkan apa yang disebut perkakas rumah, nyatalah kini padaku bahwa masih banyak sekali kekurangannya, yang rupanya pada permulaannya tak dapat kubuat sendiri. Demikianlah umpamanya aku tak berhasil saja mencoba membuat bejana. Seperti telah kuceritakan, aku mempunyai dua bejana kecil dan sia-sialah aku membuatnya yang lebih besar, meskipun aku telah mencobanya sedapat mungkin. Juga aku tak mempunyai lilin. Karena itulah setelah hari gelap, yang biasanya mulai kira-kira pukul tujuh, terpaksalah aku tidur saja. Sedih rasa hatiku Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kalau aku teringat akan gumpalan lilin lebahku, yang dahulu biasa kubuat lampu dalam pengembaraanku di Afrika. Sekarang aku tak mempunyainya, hanya kalau kebetulan pada suatu ketika aku menyembelih kambing, barulah ada penerangan pada malam hari. Kutaruh lemak kambing itu di atas piring, yang kubuat sendiri dari tanah, dan setelah kubakar dalam terik matahari, dan dengan memakai sabut tumbuh-tumbuhan, yang kumasukkan beserta lemak tadi, aku dapat menyalakannya kalau malam tiba, meskipun cahayanya tidak seterang cahaya lilin. Di tengah-tengah pekerjaanku, pada saat aku membereskan tetek bengek itu, tiba-tiba aku menemui sebuah kantung yang kemudian baru teringat olehku, mula-mula berisi gandum untuk makanan ayam. Gandum yang sedikit yang tertinggal dalam kantung itu ternyata telah dimakan tikus. Demikian kiraku karena ketika aku melihat ke dalam kantung itu, tak lain yang dapat kulihat hanya dedak dan abu belaka. Dan karena aku memerlukan tempatnya untuk apa-apa yang lain, kubalikkan kantung itu dan kuguncang-guncangkan isinya supaya ke luar. Ini kukerjakan di luar pagar kemahku, di kaki bukit. Dan ini terjadi beberapa minggu sebelum musim hujan tiba. Aku sudah lupa akan peristiwa ini, malah tak ingat lagi tempatnya yang tepat, waktu aku mengguncang-guncang kantung dahulu itu. Kira-kira sebulan sesudah itu, aku melihat ada tumbuhan hijau ke luar dari tanah. Mula-mula aku mengira bahwa itu adalah pucuk-pucuk tanaman lain, yang belum kukenal, tapi s iapa akan dapat melukiskan keherananku ketika aku setelah beberapa waktu melihat sepuluh atau dua belas tangkai berisikan bulir-bulir gandum Eropah, bahkan bulir-bulir gandum Inggris yang masih murni. Hal ini sungguh-sungguh mengejutkan hingga ke luarlah air mataku. Lebih-lebih lagi terperanjat, ketika aku melalui tangkai-tangkai gandum itu sepanjang kaki bukit, dan tiba-tiba Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terlihat olehku beberapa tangkai yang lain lagi, yang segera kuketahui bahwa itu adalah tangkai-tangkai padi. Mula-mula aku mengira ini adalah karunia Tuhan sematamata untuk memelihara hidupku, tumbuh di sini, dan karena aku tak ragu sedikit pun bahwa masih banyak lagi di pulau itu tempat-tempat yang ditumbuhi gandum dan padi, maka aku pun segera pergi mencari ke setiap penjuru bukit itu. Tapi aku tak mendapatkan lagi apa apa. Dan baru pada saat itu teringat akan kantung yang berisi makanan ayam dan pada saat itu pula keajaiban tadi terbuka tabirnya. Hal ini lebih-lebih karena kebetulan daripada karena hikmat. Bulir-bulir dan gandum itu kebetulan terjatuh tepat di bawah bayangan bukit. Yang karenanya dapat tumbuh dengan subur. Sebab seandainya terbuang di tempat lain tentu akan angus kena terik sinar matahari dan aku tak akan melihat sesuatu apa. Dapat dipahami kalau aku sangat berhati-hati memelihara tanaman ini, dan ketika masak, kukumpulkan bulir-bulir itu dengan cermat. Aku bermaksud akan menyemainya, supaya aku mempunyai jumlah yang lebih banyak, sehingga dapatlah aku kelak sebagian dari padanya membuat roti. Toh, lain daripada bulir-bulir gandum ini, aku masih akan mendapat dua atau tiga puluh tangkai padi yang akan kupelihara juga dengan hati-hati. Dan padi ini pun kusebarkan pula kelak di pesemaian. Tapi marilah kembali kepada buku harianku. Aku bekerja keras dalam empat bulan itu menyiapkan dinding. Pada tanggal 14 April barulah pekerjaan itu selesai dan kutetapkan kini, hanya dengan perantaraan tangga sajalah aku dapat ke luar masuk kemahku. April 16. Aku menyelesaikan tangga. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Keesokan harinya, ketika aku selesai membuat dinding, terjadilah sesuatu yang ngeri, yang hampir-hampir saja minta korban jiwaku. Dalam kemahku pada pintu masuk ruangan di bawah tanah ketika aku lagi mengerjakan sesuatu, dengan sekonyongkonyong kulihat, sejumlah besar pasir tumpah dari atas ke bawah, dan bersamaan dengan itu kudengar bunyi gemertak yang keras sekali. Aku amat terperanjat, tapi pikirku tidak lain bahwa langit-langit ruangan di bawah tanah itulah yang runtuh, seperti pernah sekali terjadi. Karena takut tertimbun pasir, aku lari cepat-cepat ke tanggaku, lalu memanjat ke luar pagar. Tapi baru saja aku berjalan satu dua langkah, kurasa ada gempa bumi yang sangat keras. Tanah tempat aku berdiri dalam tempo delapan menit tidak kurang tiga kali berguncang, demikian hebatnya sehingga bangunan yang paling kukuh pun tentu akan roboh oleh karenanya. Sebagian dari puncak bukit yang letaknya kira-kira setengah mil, roboh dengan mengeluarkan bunyi dahsyat yang belum pernah kudengar seumur hidupku. Kulihat juga laut menjadi bergolak. Kukira guncangan-guncangan di dalam air lebih keras daripada di darat. Segalanya sangat mengejutkan sehingga aku merasa lebih baik mati daripada hidup. Lagipula guncangan-guncangan bumi itu menyebabkan perutku sakit. Ketika guncangan yang ketiga berakhir dan aku tidak merasa lagi bumi berayun-ayun, barulah keberanianku timbul kembali. Tapi aku masih belum berani masuk ke kemahku. Aku duduk-duduk saja di tanah, dengan patah hati dan sedih, tak tahu apa yang mesti kulakukan. Tatkala aku duduk-duduk itu kulihat langit mendung sekali dan menjadi amat gelap seolah-olah akan hujan. Tak lama kemudian angin meniup dan dalam waktu kurang dari setengah jam tiba-tiba berubah menjadi badai. Laut tiba-tiba penuh busa dan memukul-mukul pantai dari segala penjuru. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pohon-pohon tumbang dengan akar-akarnya. Sungguh keadaan itu mengerikan benar. Demikian ini berlangsung kira-kira tiga jam lamanya, baru agak reda. Dua jam kemudian hari menjadi tenang kembali, tapi sekarang mulailah hujan dengan amat lebatnya. Aku masih duduk-duduk di tanah setengah bingung, tapi tiba-tiba aku berpikir, bahwa badai dan hujan lebat itu adalah akibatakibat gempa bumi. Karena gempa itu kini sudah lewat, kupikir tidak berbahaya lagi untuk masuk ke dalam kemahku. Pikiran itu agak menentramkan hatiku, dan dengan cepat aku lari kembali ke kemahku. Tapi hujan demikian lebatnya, sehingga kain kemahku tak sanggup menahan air hujan lagi Terpaksalah aku masuk ke dalam ruangan di bawah tanah, meskipun aku masih saja khawatir kalau-kalau langit-langitnya akan menimpa kepalaku. Hujan lebat ini memberi banyak pekerjaan padaku, sebab aku terpaksa menggali lubang melalui pagarku untuk mengalirkan air hujan ke luar. Sesudah beberapa waktu lamanya aku berada dalam ruangan dalam tanahku, aku mulai merasa tenang. Untuk mengembalikan semangatku, hal mana sangat perlu, aku pergi ke lemariku dan minum seteguk rum. Aku berhemat sekali dengan rum ini sebab aku tahu, bila habis, aku tak akan dapat lagi yang baru. Semalaman itu dan keesokan harinya hujan terus turun, sehingga aku tak dapat ke luar. Tapi itu tak menjadi soal bagiku, sebab pikiranku asyik dengan pertanyaan, di manakah aku selanjutnya harus bertempat tinggal. Bila pulau ini merupakan pusat gempa bumi, maka pastilah aku tak dapat terus berdiam dalam ruangan di bawah tanah. Aku harus mendirikan gubuk di salah satu tempat terbuka dan membuat lagi pagar seperti dulu. Aku memutuskan akan membongkar kemahku dari tempat yang sekarang (tepat di bawah sisi bukit yang bersenggayut) dan dua hari lamanya, yaitu tanggal 19 dan tanggal 20 April Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kupergunakan untuk mencari tempat tinggal yang baru. Perasaan takut tertimbun hidup-hidup di bawah pasir menyebabkan aku tak dapat tidur semalam-malaman, tapi sebaliknya aku takut juga untuk tidur lama-lama tanpa pagar. Akhirnya aku mengambil keputusan ini: aku akan mulai membuat pagar secepat mungkin, yang akan kubuat dalam bentuk lingkaran seperti yang dulu. Di dalamnya baru aku akan memasang kemahku, bilamana pagar itu sudah selesai seluruhnya. Keputusan ini kuambil tanggal 21. April 22. Sudah semenjak hari berikutnya aku berniat akan melaksanakan maksudku, tapi perkakasku tertimbun tanah. Aku mempunyai 2 kampak besar dan banyak pisau (kami mempunyai sejumlah pisau untuk dipertukarkan kepada bangsa pribumi), tapi karena sering dipakai, pisau-pisau itu sudah tumpul dan tidak licin lagi. Benar aku mempunyai batu asahan, tapi aku tak dapat memutarnya, hingga perkakas itu terbiarkan begitu saja tak terasah. Akhirnya setelah berkalikali mencoba dengan tak berhasil, pada suatu ketika dapat jugalah aku menghubungkan roda pengasah itu dengan pendayungnya, hingga aku dapat menggerakkan pengasah itu dengan kakiku saja dan tanganku bebas tak usah memegang apa-apa. April 28,29. Sampai dua hari lamanya aku menggunakan waktu untuk mengasah segala perkakasku. April 30. Diketahui bahwa roti telah habis, aku makan tiaptiap hari cukup sekeping biskuit saja. Mei 1. Ketika tadi pagi, waktu air surut aku melayangkan pandangan ke laut, aku melihat sesuatu barang terhantar seperti peti dekat pantai. Setelah kuhampiri ternyata sebuah tong kecil dan beberapa kepingan papan yang asalnya dari rangka kapal, yang rupanya telah berpecahan oleh serangan badai yang terakhir. Selanjutnya aku dapat mengetahui bahwa dalam tong itu ada obat bedil tapi karena terendam air, obat bedil itu jadi keras membatu. Meskipun demikian kugulingkan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ juga tong itu dari pantai agak jauh ke darat dan aku terus ke tepi untuk memeriksa bekas kapal karam itu lebih teliti. Ketika aku sudah dekat, dapatlah aku mengetahui bahwa kapal itu sudah terapung ke atas. Haluannya yang mula-mula tertanam ke dalam pasir, kini menjulang sampai lima kaki di atas permukaan air, dan buritannya, yang tadinya sudah terpisah dari bagian-bagian yang lain, sudah terbongkar dan terbaring di sampingnya; pasir pantai sudah bertimbun-timbun hingga aku tak usah seperti dulu, harus berenang sejauh kirakira seperempat mil tapi sudah dapat berjalan begitu saja, kalau air sedang kebetulan surut. Yang penting, juga mengingat niatku akan membangun perumahan baru, sedapat mungkin aku harus mengambil apaapa saja, yang berguna dari rangka kapal itu. Mei 3. Aku membawa gergaji dan memotong salah satu balok, yang menghubungkan geladak atas dengan yang dibawanya. Waktu menggergaji balok itu, kukuakkan pasir ke samping, tapi ketika air pasang terpaksa aku kembali ke darat. Mei 4. Aku pulang mengail, tapi tak mendapat ikan yang dapat dimakan. Akhirnya aku dapat menangkap seekor anak ikan paus. Kukeringkan ikan itu di terik panas hari dahulu, baru kumakan. Mei 5. Aku membongkar rangka kapal karam itu, dan dapat membawa pulang ke rumah 3 buah papan kayu cemara yang besar-besar. Mei 6. Kembali aku membongkar rangka kapal itu. Dan aku behasil melepaskan bermacam-macam baud besi dan dapat pula membawa barang-barang besi lainnya. Suatu pekerjaan yang memerlukan tenaga. Aku sangat lelah sampai di rumah dan ada pikiran akan menghentikan saja pekerjaan ini. Mei 7. Aku pergi ke kapal karam itu. Beberapa bagian sudah terlepas dan ruang kapal kini sudah terbuka hingga aku Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dapat melihat di dalamnya. Hampir seluruhnya penuh air dan pasir. Mei 8. Pergi lagi ke rangka kapal dan membawa linggis mendobrak geladak. Kulepaskan dua keping papan dan kubawa pulang ketika air pasang; linggis kutinggalkan untuk lain kali. Mei 9. Aku naik ke geladak dan membuat lubang dengan linggis di bagian bawah rangka kapal itu. Aku menjumpai beberapa tong lagi, tapi aku tak dapat membukanya. Juga aku menemui setumpuk timah Inggris, tapi terlalu berat untuk diangkut. Mei 10, 11, 12, 13, 14. Tiap hari aku pergi ke kapal dan mendapatkan lagi banyak potongan-potongan kayu, perkakasperkakas, kepingan-kepingan papan dan lebih kurang tiga ratus pon besi. Mei 16. Ada angin pada malamnya, hingga rangka kapal itu seolah-olah berlepasan sama sekali satu dan lainnya. Tapi aku terlalu lama di hutan menangkap burung merpati, sampai air pasang datang mendahului sebelum aku siap bersedia untuk pergi lagi ke kerangka itu. Mei 17. Hari ini aku melihat ada potongan-potongan kayu dari kapal itu terdampar ke pantai, dua mil jauhnya dari tempatku. Potongan-potongan itu adalah dari bagian haluannya, terlalu berat untuk dapat dibawa ke rumah. Mei 24. Mulai hari ini aku tiap hari menyelesaikan pekerjaan pada bekas-bekas rangka kapal itu, hingga tiap kali, kalau air sedang pasang, berbagai peti dan tong, diantaranya dua peti kelasi, dapat kunaikkan ke darat. Karena angin berembus dari pantai, yang datang terapung-apung ke tepi, hanya kepingankepingan kayu saja, tapi ada sesuatu yang terbawa ialah sebuah tempat berisi lemak babi Brasilia, tapi air laut dan pasir telah merusaknya, hingga keadaannya sudah tak baik lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Begitulah seterusnya keadaanku sampai tanggal 15 Juni dan selama itu aku kaya dengan kepingan-kepingan kayu, papan perabotan-perabotan besi, hingga dapatlah kiranya aku membuat sebuah kapal dari padanya Juga aku telah dapat mengumpulkan sedikit demi sedikit, kira-kira seratus pon timah. Juni 16. Hari ini aku menemukan seekor kura-kura besar di pantai; dialah yang pertama kulihat. Catatan: Kemudian ternyata, bahwa di sebelah lainnya lagi dari pulauku terdapat beratus-ratus kura-kura, tapi tentang itu lain kali saja Juni 17. Hari ini kumasak kura-kura itu. Dalam badannya kutemukan tiga kali dua puluh butir telur. Dagingnya amat lezat, dibanding dengan daging kambing dan merpati, yang selalu kumakan sejak aku mendarat di sini, Juni 18. Hujan sepanjang hari, terpaksa tinggal di rumah. Aku merasa kedinginan, hal ini amat luar biasa dalam iklim panas yang selalu terdapat di sini. Juni 19.Terasa sakit seluruh tubuh dan menggigil seperti kedinginan. Juni 20. Tak dapat tidur semalam-malaman; benar-benar sakit kepala, demam. Juni 21. Sakitku tambah parah semalaman terus-menerus memikirkan keadaan diriku. Sakit dan tak ada yang dapat menolong. Sejak topan pertama yang kualami di laut, buat pertama kalinya aku berdoa kepada Tuhan. Tapi aku hampirhampir tak tahu apa yang kukatakan, demikianlah kacau balaunya pikiranku. Juni 22. Agak sembuh; tapi sakit kepala tak berkurang. Juni 23. Sakit keras lagi, dingin dan menggigil; kepala makin berat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Juni 24. Baikan sedikit. Juni 25. Demam berat. Terus-menerus, lamanya kira-kira tujuh jam; demam dingin; kemudian berkeringat. Juni 26. Sembuh; karena tidak mempunyai makanan, kuambil bedilku; tapi merasa amat lemah; kutembak seekor kambing, lalu kubakar beberapa kerat dagingnya dan kumakan. Ingin benar aku membuat sup, tapi tak mempunyai panci. Juni 27. Demam sangat berat, semalam-malaman aku berbaring saja di tempat tidur, tidak makan tidak minum. Hampir-hampir tak kuat menahan dahaga; tapi aku tak bertenaga sedikit pun untuk bangkit dan mengambil air. Berdoa lagi kepada Tuhan, tapi tidak tahu apa yang kukatakan. Hanya berteriak-teriak: Tuhan, kasihanilah daku! Kukira, aku berteriak-teriak begitu dua jam lamanya. Kemudian karena letihnya, aku tertidur dan baru terbangun ketika jauh malam. Ketika terbangun, aku merasa amat segar, tapi lemah dan dahaga luar biasa. Karena dalam rumahku tak ada air sedikit pun, terpaksalah aku berbaring sampai keesokan harinya. Aku tertidur lagi. Selama tidur yang kedua ini, aku bermimpi yang mengerikan. Dalam mimpiku, aku duduk-duduk di atas tanah di luar pagarku (seperti waktu ada gempa bumi). Sekonyong-konyong dari awan yang hitam kulihat seorang laki-laki turun ke bawah. Mukanya amat menyeramkan, dan pada setiap langkah, bumi bergerak seperti ada gempa. Baru saja ia sampai di bumi, ia melangkah ke arahku. Tangannya yang satu memegang sebuah tombak, untuk membunuhku rupanya. Kudengar juga suaranya yang menyeramkan, hingga aku merasa takut luar biasa. Ketika ia akan membunuhku benar, terjagalah aku. Ketika itu tak ada seorang pun yang sanggup melukiskan ketakutanku dalam mimpiku tadi. Begitu pula tak seorang pun yang akan dapat menggambarkan kegembiraanku, ketika aku tahu bahwa segala itu hanyalah mimpi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tapi baiklah kembali kepada catatan harianku. 9 Juni 28. Karena banyak tidur dan demamku sekarang sudah hilang, aku bangun dengan perasaan segar. Sebab aku tahu bahwa pada hari-hari berikutnya serangan-serangan demam itu akan datang kembali, aku segera menyediakan segala sesuatu yang perlu bila aku sakit. Yang kudahulukan ialah mengisi sebuah botol besar berbentuk persegi dengan air. Untuk mengurangi rasa dingin, kucampuri air itu dengan sedikit rum. Kemudian kuambil sekerat daging kambing dan kupanggang dia di atas api, tapi tak napsu aku memakannya. Lalu aku berjalan-jalan sedikit, tapi merasa amat lemah dan hilang semangat, juga karena aku takut demam lagi. Menjelang malam kumakan tiga butir telur penyu, yang kupanggang di atas api. Itulah makanan pertama yang kurasa enak. Setelah aku makan, aku mencoba berjalan-jalan, tapi aku merasa demikian lemahnya, sehingga tak kuat menyandangkan bedilku, yang tak pernah ketinggalan bila aku bepergian. Jadi, aku tinggal saja di rumah, dan karena belum mau tidur, aku duduk di atas kursiku dan memasang lampuku, sebab hari sudah gelap. Aku merasa amat terganggu oleh pikiran demam lagi. Tiba-tiba teringatlah aku, bahwa orangorang Brasilia mengobati segala macam penyakitnya dengan tembakau. Aku teringat pula bahwa dalam salah satu petiku, aku masih mempunyai segulung tembakau yang sudah kering, dan satu gulung yang belum kering, masih hijau. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kubuka peti itu, kutemukan apa yang kucari. Tapi selain itu dekat tembakau tadi kutemukan salah satu kitab Injil, yang pernah kusebut-sebut dulu. Sampai kini aku tak mempunyai keinginan untuk membacabaca, tapi hari ini kuambil Injil itu, kuletakkan di samping tembakau di atas meja. Apa yang akan kubuat dengan tembakau, sebenarnya aku tak tahu. Tapi lalu aku mencoba dengan bermacam-macam cara. Mula-mula aku mengambil daun tembakau yang selembar, dan karena daun itu masih hijau, jadi masih sangat keras, kepalaku malah terasa pusing, dan segera aku mengetahui bahwa cara demikian ini memang tak akan banyak menolong. Karena itu kuambil lagi selembar yang lain dan kurendam selama dua jam dalam rum. Lalu kuambil pula beberapa lembar dan kuletakkan diatas bara, kujulurkan hidungku di atasnya selama aku kuat menahan. Setelah semua ini kukerjakan, barulah aku mengambil Kitab Injil dan mulailah aku membaca, tapi kepalaku, oleh percobaan-percobaan dengan tembakau itu, terasa menjadi berat, hingga aku tak mengerti apa yang kubaca. Hanya perkataan-perkataan: "Panggillah Aku pada hari-hari kau berada dalam kesempitan hati, dan Aku akan menolongmu", yang betul-betul mengharukan, karena memang itu yang sungguh-sungguh harus kulakukan. Dalam pada itu harWsudah hampir malam dan seperti telah kukatakan tembakau sudah mulai menjalarkan pengaruhnya, aku kini mulai mengantuk. Kunyalakan lampu dan aku menanggalkan pakaian. Tapi sebelum aku berbaring, aku berbuat sesuatu dulu, perbuatan yang belum pernah kulakukan selama hidup; aku berlutut dan bermohon lamalama kepada Tuhan. Ketika sembahyangku selesai, aku minum rum, yang dipakai merendam daun tembakau tadi, sehingga rasanya pun sudah seperti rasa tembakau, dan kemudian barulah aku membaringkan diriku di atas tempat tidurku, dan aku pun Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tertidurlah dengan nyenyak. Baru keesokan harinya aku bangun pada kira-kira pukul tiga. Sampai sekarang aku mengira bahwa aku tidur sehari-harian dan semalam-malaman berturut-turut hingga tiga hari; sebab kalau tidak demikian bagaimana aku akan dapat menerangkan adanya selisih satu hari dan perhitungan tanggal yang kubuat, seperti yang kuketahui kemudian. Biar sajalah, apa yang telah terjadi, ketika aku bangun tidur, aku merasa sangat segar dan kepalaku lebih ringan; ketika aku bangkit aku pun merasa lebih kuat daripada hari kemarinnya. Dan perutku pun rupanya sudah baik pula, sebab aku merasa lapar. Pendeknya, pada hari berikutnya aku tak meriang lagi, pergilah aku dengan membawa bedil ke luar, tapi tidak jauh. Aku menembak dua ekor burung laut, sebangsa angsa liar, dan kubawa pulang. Tapi aku tidak begitu suka makan dagingnya; daripada makan daging angsa liar itu, lebih baik makan telur penyu, yang memang enak. Malamnya pun aku menggunakan lagi obatku, tapi tidak sebanyak seperti mula-mula dan dari percobaan-percobaan yang tiga macam itu, kupraktekkan semacam saja. Toh pada keesokan harinya aku diserang lagi, meskipun tidak sehebat semula. Juli 2. Aku mengambil daun tembakau dan mempraktekkan lagi ketiga cara itu dan kini kutetapkan banyaknya, dengan sangat cermat. Juli 3. Meriangnya tak datang lagi, hingga aku dapat mengatakan kini penyakitku telah betul-betul hilang, meskipun badanku masih lemah. Juli 4. Setelah bangun, aku mengambil Injil dan mulailah membaca Perjanjian Baru dengan khusu, sambil berjanji dalam hati, seterusnya membaca tiap pagi dan tiap petang satu bagian dari Injil itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dari tanggal 4 sampai dengan 14 Juli. Aku berjalan-jalan kini tiap hari melalui hutan dengan membawa bedil di pundak, umpama orang, yang ingin kekuatan tubuhnya lambat laun kembali seperti sediakala. Obat yang kupergunakan, sudah pasti baru dan sebelumnya tentu pernah digunakan orang sebagai penolak meriang. Tetapi aku tak berani menganjurkan kepada siapa pun, sekurang-kurangnya tidak menganjurkan seperti yang pernah kuperbuat. Meskipun dapat menghilangkan meriang, tapi menambah kelemahan badanku. Dari sakitku aku dapat mengambil pelajaran yang baik, yaitu bahwa berjam-jam berada di luar selama hujan, sangat membahayakan kesehatan, lebih-lebih kalau hujan itu disertai badai dan hembusan angin seperti angin bulan September dan Oktober seperti yang terjadi itu. 10 Aku kini sudah kira-kira sepuluh bulan di pulau ini dan harapanku dapat meninggalkan pulau ini sudah berangsurangsur hilang. Karena tempat kediamanku kini sudah memenuhi keinginanku dan sudah aman pula dari segala serangan yang mungkin terjadi, lambat laun aku mempunyai maksud akan pergi keliling memeriksa seluruh pulau itu. Pada tanggal 15 Juli, mulailah aku melaksanakan maksudku. Mula-mula aku menuju ke arah anak air, yang dahulu, telah kuceritakan, selalu aku melayarinya dengan rakit. Ketika kira-kira sudah sejauh dua mil ke hulu, aku dapat mengetahui bahwa sepanjang kedua tepinya terbentang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tegalan yang seluruhnya ditumbuhi rumput. Di tempat-tempat yang tanahnya meninggi, air anak sungai tak dapat mengalir, terdapat diantara berbagai-bagai tanaman-tanaman dan tumbuh-tumbuhan, juga tanaman tembakau. Lama aku mencari-cari umbi singkong, yang biasa dibuat roti sepanjang tahun oleh penduduk asli, tapi sangat kecewa, aku tak mendapatkan sebatang pun. Ada beberapa macam gaharu yang besar-besar dan juga berbagai jenis tebu, tapi tumbuhan ini tumbuh hanya sebagai tumbuhan liar, tentu takkan dapat dikembangbiakkan. Untuk sementara merasa puas dengan apa yang kuperoleh aku pun pulanglah, pulanglah. Keesokan harinya, tanggal 16 Juli, kuturuti jalan yang sudah kulalui. Kulihat, parit-parit kecil dan padang-padang rumput itu kemudian diganti oleh hutan-hutan lebat. Dalam hutan itu kuketemukan buah-buahan yang sudah tak asing lagi bagiku, misalnya jeruk yang tumbuh banyak sekali dan buah anggur, yang baru saja matang. Sungguh suatu penemuan yang tak disangka-sangka sama sekali. Amat gembira aku karenanya. Tapi menurut pengalamanku di Pantai Caribia yang bertahun-tahun lamanya, aku tahu, bahwa terlalu banyak makan buah anggur di daerah panas amat berbahaya. Karena itu terpaksa kujemur saja buah anggur itu dibuat kismis. Bukan saja rasanya enak, melainkan menyehatkan badan pula. Dalam hutan itu aku tinggal sepanjang hari, tidak pulang seperti yang sudah-sudah. Waktu hari menjelang malam, aku naik ke atas pohon tidur nyenyak sekali. Keesokan harinya kulanjutkan perjalananku. Aku berjalan empat mil terusmenerus, selalu ke arah utara. Di kiri kananku berderet bukitbukit. Pada akhir perjalananku, aku sampai pada sebuah parit kecil, yang mungkin bermata air. Dataran ini tampaknya amat segar, hijau dan subur, sepintas lalu menyerupai kebun yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terpelihara baik-baik. Kutemukan banyak sekali pohon-pohon cokelat, jeruk manis dan jeruk sitrun, tetapi hanya berbuah sedikit atau sama sekali tidak. Tapi ada buah buahan hutan kecil berwarna hijau, yang ternyata enak sekali rasanya. Sari buah-buahan itu kemudian kucampur dengan air dan menjadi minuman yang menyegarkan sekali. Aku sibuk benar memetik dan mengangkut buah-buahan itu ke rumah, aku berniat membikin persediaan kismis dan jeruk manis yang cukup untuk musim hujan yang akan datang. Sesudah tiga hari lamanya aku dalam perjalanan, akhirnya aku sampai di rumah kembali. Besoknya tanggal 19, aku berjalan lagi, sambil membawa dua kantung kecil. Tapi alangkah tercengangnya, ketika kulihat bahwa persediaan buah anggurku sebagian besar sudah ada yang memakannya dan terinjak-injak., Oleh karena itu, aku dapat menarik kesimpulan, bahwa di pulauku terdapat binatang-binatang buas, tapi binatang apakah, aku sendiri tak tahu. Oleh karena itu, aku tidak mau mengambil buah-buah anggur sisanya, karena kotor dan setengah terinjak-injak. Aku memutuskan mencoba jalan lain. Sesudah aku memetik buahbuah anggur yang baru, kugantungkan saja jurai-jurainya di antara dahan-dahan pohon supaya menjadi kering. Tapi jeruk manis dan buah-buahan hutan lainnya kubawa saja pulang sebanyak mungkin. Sampai di rumah, aku selalu teringat akan letaknya lembah yang indah itu dan kepada suburnya tumbuh-tumbuhan di sana. Terus terang, aku telah memasang kemahku bukan di tempat yang terbaik di pulau itu. Sesaat aku berpikir untuk memindahkan saja kemahku ke lembah yang sangat indah tadi. Tapi kemudian aku berpikir lagi, bahwa aku berdiam di dekat pantai dan selalu dapat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ memandang ke laut dengan sepuas-puas hatiku. Dan justru dari lautlah tergantung segala harapanku untuk dapat meninggalkan pulau ini. Karena itu niatku untuk pindah kuurungkan. Aku mengambil keputusan untuk tinggal di lembah itu selama bulan Juli. Kubuat sebuah gubuk kecil, kukitari dengan dinding yang kukuh, dari batang-batang kayu yang kemudian kuisi dengan potong-potongan kayu. Dengan demikian sekarang aku mempunyai rumah di tepi laut dan sebuah lagi rumah jauh di darat. Baru saja aku selesai membuat pagar, datanglah pula musim hujan, hingga terpaksa aku kembali ke rumah yang lama. Untuk kemah ini seperti juga untuk kemah lainnya hanya kain layar untuk atap, di sini tak ada bukit yang dapat digunakan sebagai dinding dan juga tak ada kamar dalam tanah untuk dapat tinggal dengan tentram kalau turun badai. Pada tanggal 3 Agustus aku melihat-lihat rangkai buah anggur yang berjuluran dari batangnya. Tampaknya baik dan karena teriknya matahari, buah anggur itu sudah merupakan sejenis kismis yang baik sekali. Karena itu segera saja kupetik rangkai-rangkai itu dari batangnya. Ini sungguh-sungguh menguntungkan, sebab tak lama setelah anggur itu selesai kupetik, turunlah hujan yang lebat. Hujan itu tak boleh tidak akan menyebabkan busuknya buah-buah anggur itu, hingga aku tak akan mempunyai persedian makanan untuk musim dingin. Yang kupetik ada kira-kira seratus rangkaian banyaknya, sungguh tidak sedikit. Dari 1 Agustus sampai pertengahan Oktober, hujan turun tak hentinya, kadang-kadang demikian besarnya, hingga aku berhari-hari tak dapat ke luar dari kamar dalam tanah itu. Dari tanggal 14 sampai tanggal 26 Agustus hujan terusmenerus juga. Selama itu, aku dua kali ke luar rumah membawa bedil. Pertama kalinya aku menembak seekor kambing dan kedua kalinya aku mendapat seekor penyu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ besar. Kubunuh penyu itu. Jadi, makananku kini terdiri dari: buah anggur, kumakan untuk sarapan; untuk makan siang daging kambing atau panggang daging penyu, dan untuk makan malam dua atau tiga butir telur penyu. September 30. Kuketahui, bahwa aku sudah setahun lamanya disini. Beberapa hari kemudian dapat kuketahui pula bahwa tintaku akan segera habis. Lalu aku berjanji dalam hati hanya akan menuliskan peristiwa-peristiwa yang sangat penting saja. Aku mulai kini membedakan antara musim kemarau dan musim hujan, dan menarik pelajaran dari padanya.Tetapi sebelum itu, aku harus mengambil pengalaman-pengalaman yang hebat-hebat dulu. Telah kukatakan, aku sudah mengumpulkan kira-kira 30 batang padi dan 20 batang gandum. Waktu hujan lebat sudah reda, aku mengira bahwa saat itu adalah saatnya untuk mulai menyemai benih. Jadi mulailah aku bekerja. Dengan sekop kayu aku mencangkul-cangkul di sebidang tanah dan setelah bidang ini kubagi dua, maka kusebarkan benih padi dan gandumku. Tapi untung timbul pikiran padaku, untuk mencoba dulu, benih-benih ini tidak semua ku tanamkan. Yang kusebarkan hanya kira-kira dua pertiganya dan sisanya kusimpan. Untung ada pikiran yang baik seperti ini, ternyata dari semua benih yang kusebarkan, tidak sebatang pun yang tumbuh. Karena musim hujan sudah lalu rupanya datanglah musim kemarau. Tanah tak menerima lagi air hujan, akibatnya benih tak dapat tumbuh, dan seperti telah kukatakan, tak sebatang pun yang tampak. Setelah terpikir sebab-sebabnya, aku mulai saja mencangkul sebidang tanah yang lain dekat rumah yang kusediakan untuk musim kemarau. Di sana kusebarkan sisa benih pada bulan Februari. Benih ini digenangi air hujan Maret dan April tumbuhnya subur dan menghasilkan panen yang sangat baik. Tapi, kali ini pun aku kurang berani menyebarkan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lagi semua benih, hingga dari tiap-tiap bagian hanya mendapat hasil setengah karung saja. Tapi kini aku tahu benar waktu yang paling tepat untuk menyebarkan benih dan aku boleh mengharapkan dari dua macam panenan. Ketika musim hujan telah lalu, dan cuaca sudah jernih kembali, yaitu pada kira-kira pertengahan bulan November, aku mendatangi lagi kemah musim kemarauku itu, yang beberapa bulan tak pernah kukunjungi. Rumah itu kudapati masih seperti sediakala. Hanya kuketahui kini bahwa pagar rumah itu bukan saja menjadi tambah kuat, tapi juga cabangcabang kayunya yang dahulu kupenggal dari batangnya, kini semuanya bertumbuhan. Tumbuhlah ranting-ranting kecil daripadanya, yang liat dan lentuk. Ini suatu hal baru yang sangat menyenangkan hatiku. Kuturuti cabang-cabang itu dengan pandanganku ke atas, dan hampir tak percaya aku, bagaimana akan sangat kuatnya pagarku nanti, kalau sudah melalui tiga tahun. Melihat ini timbul lagi keinginan padaku akan lebih banyak memotong cabang-cabang itu dan memancangkannya pula antara jejeran pagar yang dua rangkap itu. Jadi, kukerjakanlah apa yang terpikir olehku itu dengan segera. Kelak aku mempunyai pagar yang sangat kuat, yang dapat menolongku dalam mempertahankan rumahku. Tapi tentang ini nantilah. 11 Lambat laun aku berhasil membagi waktu dalam setahun dalam musim-musim hujan dan musim-musim panas, yaitu begini: Dari pertengahan Februari sampai pertengahan April musim hujan sedangkan matahari terletak dekat katulistiwa. Dari pertengahan April sampai pertengahan Agustus musim Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kemarau; matahari terletak di sebelah utara katulistiwa. Dari pertengahan Agustus sampai pertengahan Oktober musim hujan lagi. Dari pertengahan Oktober sampai pertengahan Februari musim kemarau lagi, dengan matahari sebelah selatan dari katulistiwa. Kadang-kadang hujan lebat turun lebih lama atau lebih pendek, menurut adanya angin bertiup atau tidak, tapi kalau tidak demikian pembagian ini dalam garis besarnya adalah pembagian yang setepat-tepatnya. Oleh karena aku telah mengalami akibat-akibat buruk kena hujan seterusnya bila menjelang musim hujan, aku sedapatdapatnya bersiap-siap mengumpulkan segala bahan makanan yang perlu. Dengan demikian aku tidak usah sering ke luar rumah. Selama musim hujan itu aku tinggal dalam ruangan di bawah tanahku, yang sudah kuberi berpintu. Selama waktu itu aku mempunyai banyak kesempatan untuk memikirkan segala keperluanku. Berkali-kali aku mencoba membuat keranjang, tapi belum saja kuketemukan ranting-ranting yang pantas. Untung waktu kanak-kanak aku sering melihat caranya menganyam keranjang di rumah pembuat keranjang, tak jauh dari rumahku. Kadang-kadang aku ikut membuatnya. Ranting-ranting pagar hidup sekeliling rumah musim panasku ternyata baik sekali untuk dianyam seperti keranjang. Segera aku mulai bekerja, dan meskipun hasilnya tidak begitu bagus aku berhasil juga membuat keranjang-keranjang yang cukup baik. Pernah kukatakan, aku ingin benar menjelajahi seluruh pulau. Karena dulu aku pernah mulai berjalan dari serokan kecil, maka sekarang aku mulai dari pantai. Kusandangkan bedil. Kubawa anjingku, kampak, sejumlah besar mesiu dan peluru, dua bungkus biskuit dan sejurai besar Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ anggur. Ketika sampai di lembah bekas mendirikan kemah musim panasku, aku berjalan terus ke arah barat. Daerah yang kulalui, ternyata lebih indah dan menyenangkan daripada bagian pulau yang kudiami selama ini. Kulalui padang-padang rumput yang luas, penuh ditumbuhi bunga dan rumput, kadang-kadang diselingi hutanhutan kecil. Bukan kepalang indahnya! Di sini kujumpai banyak sekali burung nuri. Gampang ditangkap, kutangkap seekor. Tentang itu akan kuceritakan kemudian. Di daerah-daerah yang lebih rendah, kujumpai terwelu dan rubah. Tapi meskipun aku dapat menembaknya beberapa ekor, aku tak dapat memakannya. Setiap hari aku menempuh tak lebih dari dua mil, sebab aku selalu bersimpang-simpang, sehingga malamnya aku letih benar. Biasanya aku bermalam di atas pohon. Kadang-kadang tidur di tanah yang kukelilingi dengan dahan-dahan dan pohon-pohon sekitarnya. Ketika aku akhirnya sampai di pantai, kulihat bahwa aku telah memilih tempat tinggal yang jelek benar. Di sini pantai itu penuh didiami penyu-penyu, sedangkan pantai dekat tempat tinggalku hanya sekali-kali didatangi penyu. Burungburung pun bukan kepalang banyaknya, di antaranya ada yang dapat dimakan dagingnya. Kebanyakan jenisnya tak kukenali, hanya satu, yaitu angsa laut. Dari sini aku berjalan lagi ke arah timur, menyusur pantai dekat kira-kira dua belas mil jauhnya. Sesudah itu kudirikan sebuah batu karang besar sebagai tanda, kemudian aku kembali lagi melalui jalan yang tadi. Aku bermaksud akan membuat perjalanan kedua sepanjang pantai sampai kepada batu karang ini. Dengan demikian aku dapat mengelilingi seluruh pulau ini. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 12 Dalam perjalanan pulang anjingku menangkap seekor kambing muda. Kukejar dia dan berhasillah aku merebutnya dari anjingku. Ingin benar aku membawanya pulang, sebab sudah lama aku berpikir, apakah tidak mungkin memelihara seekor dua ekor agar dapat mempunyai sekawanan kambingkambing jinak yang kelak dapat memberi daging padaku, bila mesiu dan peluru-peluruku habis. Jadi kuikat lehernya, dan dengan susah payah kubawa dia ke kemah musim panasku. Di sana dia kutinggalkan, sebab aku sudah rindu benar ke rumahku. Maklumlah, sudah sebulan lamanya aku meninggalkan rumahku. Enak benar rasanya berbaring-baring di atas ayunan dalam rumahku itu, sebab perjalanan kian ke mari itu membuatku lelah sekali. Seminggu lamanya aku tinggal di rumah agar tenagaku pulih kembali. Selama itu kulakukan pekerjaan yang sulit sekali, yaitu membuat sangkar bagi si Poli, burung nuriku. Akhirnya aku teringat kepada kambingku, yang hanya kuberi makanan sedikit. Lekas-lekas aku pergi dan kutemukan dia setengah mati kelaparan. Mula-mulanya aku berdiri agak jauh dari dia, tapi ketika kudekati kambing itu ternyata menjadi jinak, karena laparnya rupanya. Dan kemudian harinya, kalau aku tiap hari membiarkan dia makan dari tanganku, ia jadi demikian jinaknya, tak ubahnya seperti binatang peliharaan saja, dan sejak itu tak pernah lagi ia meninggalkan daku. Ketika tanggal 30 September tiba kembali, ketika aku sudah satu tahun lamanya di sana, lalu aku membuat pembagian waktu yang tetap dalam pekerjaanku sehari-hari. Pertama-tama yang kulakukan pagi hari, apabila aku bangun tidur, ialah: melakukan kewajiban perintah agama dan membaca Injil, lalu aku keluar membawa bedil, kira-kira tiga jam lamanya setiap hari, kemudian aku menyelesaikan apa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang kutembak atau yang kutangkap, yang biasanya memakan waktu agak lama juga. Karena tengah hari sangat terik, baru pada petang harinya, kira-kira selama empat jam aku bekerja. Kemudian waktu berburu itu kualihkan kepada waktu bekerja, jadi kini terpaksa aku pagi-pagi bekerja dan baru petang harinya aku pergi berburu. Demikianlah kerjaku sambil memasuki tahun ketiga. Selama jam bekerja aku pun bekerja keras, tapi karena kekurangan perkakas yang kuperlukan, hasilnya tidak seberapa. Demikianlah umpamanya aku bekerja selama empat puluh dua hari membuat papan dari batang kayu, untuk dijadikan lemari dalam ruang kamar di bawah tanah. Sekarang sudah hampir Desember dan aku menantikan panen, panen gandum dan padiku. Tanah yang kusediakan untuk itu, memang tidak luas, sebab seperti telah kukatakan aku mempunyai benih gandum dan padi hanya setengah kantung saja, dari tiap-tiap macamnya. Tapi panen ini membahayakan harapan baik, kalau tidak tiba-tiba datang bahaya yang mengancam, berupa berbagai gangguan, yang hampir saja tak terelakkan olehku. Mula-mula musuhku itu ialah kambing dan sebangsa binatang liar, yang kusebut saja kelinci, yang rupanya sangat tertarik oleh batang padi yang sedang muda dan lunak; hampir aku kewalahan untuk mengusirnya dari ladangku. Segera aku pun mengetahui bahwa dengan tembakan saja tak dapat aku menolong aku sendiri dari malapetaka itu, jadi terpaksa aku mulai membuat pagar, yang kusiapkan dengan tergopoh-gopoh. Dan karena keliling ladangku tidak seberapa besar, dapatlah pagar itu kuselesaikan dalam tiga minggu dan selama itu kalau hari siang terpaksa pula aku menjagai ladangku sendiri dan kalau malam kuserahkan penjagaan itu kepada anjingku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tapi, kalau gandum dan padiku waktu masih hijau selalu diganggu oleh kambing dan kelinci, kini, setelah batang tanaman itu sudah mulai besar, datanglah pula gangguangangguan yang lain. Ketika aku pada suatu hari lewat di ladangku, untuk melihat apakah padi itu sudah kuning, aku melihat sekeliling ladang burung yang banyak sekali jumlahnya. Kulepaskan tembakan, maka kelompok-kelompok burung yang sangat banyak itu beterbangan dari batang-batang tanamanku. Semua ini sungguh-sungguh mengesalkan hatiku, kubayangkan kalau begitu terus-menerus panenku akan rusak sama sekali. Tapi aku tak mau putus asa, seandainya terpaksa aku menjaga ladangku itu siang malam, akan kulakukan juga, daripada mengalami harapan kosong melompong. Ketika atau mengisi lagi bedil aku melihat bangsat-bangsat itu berhinggapan di ranting-ranting pohon sekeliling ladang, seolah-olah perginya itu hanya untuk sementara, menanti kepergianku dari sana. Dan sebenarnya, ketika aku pergi agak jauh, aku melihat bagaimana burung-burung keparat itu berbondong bondong terbang ke bawah. Segera aku kembali dan kutembakkan lagi bedilku, dan ada tiga ekor yang kena. Ini sebenarnya apa yang kuharapkan, sebab seperti juga halnya di Inggris ada penjahat-penjahat yang dapat hukuman gantung, buat menakut-nakuti penjahat yang lain, demikianlah kugantungkan bangkai burung itu di atas ladangku untuk menakut-nakuti burung yang lain. Aku hampir mengira bahwa dengan jalan ini siasatku tidak akan berhasil, tapi daya guna yang dapat kucapai, sungguh di luar dugaanku. Bukan saja burung itu menghindar dari ladangku, tapi sampai-sampai meninggalkan sebagian dari seluruh kepulauan, hingga selama ketiga bangkai itu masih tergantung, aku tak melihat lagi seekor burung pun di tempat itu. Bahwa aku sangat girang, tak perlu direntang panjang. Dan ketika akhir bulan Desember tiba, tiba pula masanya menuai gandum dan padi untuk kedua kalinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tapi untuk itu aku sangat memerlukan sabit, aku tak punya, satu-satunya jalan yang dapat kulakukan, bagaimanapun jadinya, kupergunakan saja kelewang, yang dahulu kuambil dari dalam kapal. Karena panenku tak banyak, pekerjaan menuai itu pun tak lama. Kujemur dahulu hasil panen itu dengan caraku sendiri dan kuangkut dengan keranjang. Selesai memotong, kuhitung ternyata aku dapat mengumpulkan dua gantang padi dan dua setengah gantang gandum. Ini sangat menentramkan hatiku, sebab dengan ini aku mempunyai masa depan banyak gandum, untuk membuat roti. Tapi timbul lagi pikiran was-was, bagaimana aku dapat membuat gandum itu jadi tepung dan seandainya berhasil bagaimana dan dengan apa aku dapat memasaknya, hingga tepung itu menjadi roti? Ini semua, memaksa aku membuat kesimpulan pikiran untuk membiarkan gandum itu tak terjamah dan lebih baik aku segera memberes-bereskan tempat untuk menyimpan padi dan jelai dahulu. Sekarang dapat kukatakan, bahwa aku betul-betul bekerja untuk mendapat roti. Kukira cuma sedikit saja orang yang tahu betapa banyaknya hal-hal yang diperlukan untuk membuat roti dari gandum. Pertama aku memerlukan bajak. Kedua penggali atau sekop untuk menggali tanah. Tapi seperti sudah kukatakan keperluan yang kedra ini sudah terpenuhi karena aku sudah membuat sekop kayu. Sesudah gandum ditebarkan, aku perlu penggaruk. Karena tak punya, terpaksalah aku menggaruk rata tanah dengan sebuah dahan. Sesudah masak, aku harus memagari ladangku, kemudian menyabit gandum, mengikatnya, membawanya ke rumah, dan akhirnya memisahkan butir-butir dari kulitnya. Setelah itu aku memerlukan batu giling untuk membuat tepung, penapis untuk membersihkan tepung, ragi dan garam untuk membuatnya menjadi roti. Meskipun barangTiraikasih Website http://kangzusi.com/ barang itu tidak kupunyai, gandum itu merupakan harta yang besar jua bagiku. Sebab bila orang ingin mengerjakan sesuatu, sudah tersedia. Selain itu masih mempunyai waktu enam bulan, dalam mana — berkat pembagian pekerjaan sehari-hari yang teratur — dapat aku menyelesaikan banyak pekerjaan. 13 Pertama kali aku mesti mulai menggali tanah lebih banyak lagi, sebab sekarang aku sudah mempunyai bibit cukup untuk tanah seluas 1 hektar. Kemudian aku menyebarkan bibit di atas dua bidang tanah yang letaknya rendah, dekat rumahku. Lalu kubuat pagar kukuh dari dahan-dahan kayu. Pekerjaan ini makan waktu tidak kurang dari tiga bulan, karena musim hujan sudah tiba lagi dan karenanya aku berhati-hati tidak dapat bekerja. Tapi dalam rumah pun cukup banyak pekerjaan. Selama aku bekerja selalu aku berbicara dengan burung nuriku dan ku-ajar dia dengan bermacam cara. Ia belajar mengucapkan namanya sendiri dan ketika ia untuk pertama kalinya mengatakan "Poli" dengan tegas dan keras, itulah perkataan pertama yang kudengar dari mulut lain di pulau ini daripada mulutku sendiri. Aku sudah berpikir bagaimana cara yang sebaik-baiknya membuat periuk tanah, yang sangat kuperlukan. Mengingat panasnya udara, aku tidak ragu-ragu lagi, bahwa aku akan berhasil membuat dan membakar beberapa periuk, asal saja aku dapat menemukan tanah liat. Terutama sekali aku ingin mempergunakannya buat menyimpan gandum dan tepung serta barang-barang lainnya (hanya benda-benda padat saja). Aku tak akan menceritakan tentang periuk-periuk yang gagal kubuat pertama kalinya, juga tentang periuk-periuk Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang pecah karena dibakar terlalu panas. Sebab akhirnya aku berhasil, meskipun makan waktu sampai dua bulan, aku dapat membuat dua periuk besar yang jelek (periuk atau bejana sukar aku menyebutnya). Dan ketika panas matahari telah mengeringkan dan mengeraskannya, kuambil periuk-periuk itu dengan hati-hati dan kutaruh dalam dua buah keranjang besar, agar jangan pecah. Kubuat pula benda-benda tanah lainnya dengan hasil yang lebih baik, misalnya: periuk-periuk kecil bundar, piring-piring kecil, pendeknya segala sesuatu yang sekedar dapat kubuat. Dan mataharilah yang membuatnya semua itu menjadi keras dan kukuh. Tapi sekarang aku sangat menginginkan periuk tanah yang tahan api untuk dapat memasak daging dan membuat kaldu. Sebab tidak satu pun dari barang-barang yang telah kubuat itu, yang tahan api. Beberapa waktu kemudian terjadilah peristiwa seperti berikut: Ketika api yang kupakai menggarang daging kumatikan, dalam abu kutemukan sebagian dari bejana yang sudah pecah, yang telah menjadi keras dan merah sebagai genteng. Tentu saja aku menjadi tercengang dan aku mengambil keputusan untuk melakukan percobaan-percobaan lebih banyak. Aku tak mengetahui tentang tungku yang biasa dipergunakan oleh tukang periuk, begitu pula bahwa dengan mencampurkan tanah dengan timah orang bisa memperoleh periuk yang diglasir. Jadi, kutaruh tiga buah panci dan tiga buah periuk berdekatan di atas tanah, lalu kubuat api besar sekitarnya. Apabila api itu menjadi kecil, kutambah lagi kayu bakarnya. Akhirnya kulihat periuk-periuk itu di dalamnya menjadi pijar. Ketika periuk-periuk itu akhirnya menjadi merah muda, kubiarkan kira-kira lima jam lamanya dalam temperatur yang sama, sampai aku melihat bahwa salah satu periukku hampir menjadi cair. Sebab pasir yang kucampurkan dengan tanah liat mencair oleh panas yang terus-menerus, bahkan bila kuperhatikan terus, menjadi gelaslah rupanya kelak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kukecilkan api itu sedikit demi sedikit, hingga warna merah pada periuk itu agak berkurang dan akhirnya selesailah tiga buah panci dan tiga periuk yang baik-baik (aku tak mau mengatakan bagus-bagus), yang dapat tahan panas, apabila dijerangkan di atas api yang dibesarkan: dan dari dalamnya kulicinkan dengan pasir hingga rapi tampaknya. Kegembiraanku dapat menghasilkan dan memiliki sebuah periuk tanah yang tahan api tak dapat kukatakan dan aku hampir tak sabar menunggu sampai periuk itu cukup dingin sebelum diisi dengan air serta menaruhnya di atas api untuk memasak daging, yang ternyata hasilnya memuaskan. Dari sekerat daging kambing telah kubuat sup, meskipun sebenarnya sup itu harus memakai beberapa macam lagi bahan-bahan lain. Hasil karyaku yang baru lumpang batu, yang dapat kupergunakan untuk menumbuk gandum halus-halus. Dan karena menumbuk atau menggiling itu tidak akan dapat dilaksanakan hanya dengan tangan saja maka kubuat pula sebuah alu dari kayu besi. Aku mengalami kesukaran akan membuat pengayakan, ini adalah benda yang tersukar di dunia, sebab daripada apa akan kubuat? Kain tipis aku tak punya, ada kain-kainan buruk dan teras. Benar aku mempunyai sejumlah benang bulu kambing, tapi karena aku tak mempunyai perkakas tenun, benang itu tak berguna. Setelah lama kupikir-pikir, tiba-tiba teringatlah bahwa di bawah pakaian-pakaian kelasi yang dapat kuselamatkan dahulu dari kapal, masih terdapat kain-kain leher dari moslim, dan dari beberapa helai kain-kainan itu, berhasillah akhirnya aku menyiapkan tiga buah pengayakan kecil-kecil, yang kemudian nyata dapat memenuhi kebutuhanku. Tapi kini, bagaimana hal membuat roti? Aku tak mempunyai ragi, tapi karena ragi itu bukan bahan yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terutama, akhirnya tidak kuhiraukan benar. Untuk membakarnya, inilah yang lebih penting. Akhirnya soal membakar ini pun terpikir juga. Aku membuat cambung-cambung besar dari tanah, yang lebar, dan yang dalamnya kira-kira sembilan dim. Kubuat seperti ketika aku membuat barang-barang lainnya, yang tahan api. Ketika aku akan memulai memasak roti itu, kutaruh cambung itu di atas tungku yang kubuat dari beberapa batu persegi, lalu kunyala-kan api. Ketika kayu bakar sudah menjadi abu, kutaruh periuk di atasnya dan kubiarkan sampai panas. Kemudian setelah kuambil abunya dengan hati-hati, kutaruh adonan roti itu di atas batu tungku yang panas itu, segera kututup dengan periuk tadi, yang sebelumnya sudah kutaruhi abu panas sekelilingnya, hingga panasnya tetap dan merata. Dan demikianlah seterusnya aku memasak roti gandum dan segera saja aku telah menjadi seorang tukang roti, sebab yang kubuat bukan roti saja, juga pelbagai kue dan puding dari tepung beras. Hanya pastel yang tak dapat aku membuatnya. Tak usah kalian heran, kalau aku berkata bahwa semua pekerjaan yang kuceritakan di atas itu telah kulakukan sambil melalui tahun ketiga, dan perlu kiranya kutambahkan bahwa di antara saat-saat yang kulampaui itu ialah datangnya waktu menuai, yang kulakukan sambil menyelenggarakan pekerjaanpekerjaan rumah tangga. Tangkai-tangkai gandum kutaruh dalam keranjang besar, sampai aku mempunyai waktu untuk meluruhnya. Aku tak mempunyai lantai penebah dan karena itu aku tak dapat menebah bulir-bulir gandum itu supaya terlepas dari tangkainya. Dan karena banyaknya hasil yang makin meningkat, aku memerlukan tempat menyimpan yang lebih besar. Kini aku mempunyai duapuluh berkas jelai dan sama jumlahnya padi, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hingga aku dapat menyisihkan gandum untuk makan seharihari ini sangat perlu, sebab rotiku sudah habis. Segera kuketahui bahwa empatpuluh berkas jelai dan padi itu banyak lebihnya daripada yang kupergunakan selama setahun. Karena itu untuk selanjutnya aku bermaksud akan menyemai benih itu sekali saja dalam setahun yang sama banyaknya dengan jumlah yang kulebarkan kini. 14 Sambil mengerjakan ini semua, pikiran sering terganggu oleh pertanyaan-pertanyaan: di mana sebenarnya aku berada, dan berapa jauh dari daratan luas dan dalam saat-saat demikian timbullah keinginan yang sangat untuk pergi menaiki perahu bertiang tiga yang dapat kupergunakan untuk mengurangi jarak yang beribu-ribu mil jauhnya sepanjang pantai Afrika. Tapi hanya keinginan saja tentu tak ada faedahnya. Tapi lambat laun timbullah pikiran mengapa aku tidak seperti penduduk asli, membuat perahu dari batang kayu besar yang dilubangi? Tak lama aku berpikir-pikir demikian, segeralah aku mulai bekerja dengan semangat yang berkobarkobar, hingga bagaimana caranya aku harus membuat perahu itu dan sebagainya, berminggu-minggu jadi pikiran, dan aku lupa mengingat bagaimana jalannya membawa perahu itu ke laut. Ternyata jadi pikiran yang tak kunjung padam, setelah aku mencari batang kayu yang besar dan dengan pertolongan segala perkakasku, setelah beberapa minggu, berhasil menjelmakan sebuah perahu yang kukehendaki, ternyata tak mungkin aku dapat menggerakkannya, apalagi menghelanya ke air. Aku sudah berhasil dengan segala kerajinanku Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membuat sebuah perahu besar, tapi pekerjaanku sebenarnya sia-sia. Segala usaha untuk dapat membawanya turun ke air, gagal. Padahal jarak perahu itu dari air tidak akan lebih dari seratus ela. Sedangkan letaknya di atas bukit, di samping anak sungai. Tapi aku tidak putus asa. Sekarang aku mulai melakukan pekerjaan yang lebih tak berguna, yakni menggali terusan yang mesti mengalirkan air dari bukit langsung ke serokan. Tetapi waktu aku menghitung berapa dalam dan lebarnya terusan itu, ternyata aku sendiri memerlukan waktu 10 sampai 11 tahun untuk pekerjaan itu. Karena itu akhirnya kuhentikan saja pekerjaan itu. Dalam pada itu aku menginjak tahun kelima di pulauku. Dalam tempo empat tahun pakaianku sudah koyak-koyak. Tapi aku masih punya beberapa baju pelaut, tapi terlalu tebal untuk dipakai di sini. Karena aku tidak mau telanjang seperti orang-orang hutan dan juga tidak selalu dapat berkemeja, aku mengumpulkan segala pakaian-pakaian burukku dengan maksud menjahit baju-baju pendek dengan jarum dan benangku. Mulailah aku bekerja dan akhirnya berhasil membuat tiga baju pendek. Tetapi kata "menjahit" terlalu bagus, sebab pekerjaanku terlampau buruk. Dulu pernah kukatakan, bahwa aku biasa menyimpan kulit tiap binatang yang dapat kutembak. Ketika aku selesai membuat baju-baju pendek, aku mulai membikin pici dari kulit kambing, dengan bulunya terbalik ke luar, agar air hujan dapat lebih gampang menitik ke bawah. Pici itu demikian bagusnya kubuat, sehingga kemudian aku membuat lagi sebuah baju dan celana pendek dari kulit kambing. Setelah semua itu selesai, aku mulai membuat payung, yang akhirnya berhasil juga setelah mengalami banyak kesukaran. Barang itu sejak di Brasilia terasa amat perlu, apalagi di pulau ini yang letaknya lebih dekat kepada katulistiwa. Lagi pula di musim hujan ia amat berguna sekali. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sesungguhnya dalam tempo lima tahun itu, banyak hal-hal penting terjadi. Yang terpenting adalah pekerjaanku: tiap tahun menanam padi dan jelai, menjemur buah anggur; tiap hari pergi dengan bedilku; dan sebagainya. Apa yang akhirnya berhasil ialah membuat sebuah perahu. Aku menggali terusan kecil yang lebarnya enam kaki dan dalamnya empat kaki. Dengan demikian aku bisa berlayar kira-kira setengah mil di serokan itu. Ketika perahu kecilku selesai, ia tidak memenuhi tujuanku, yaitu mengarungi laut untuk mencoba mencapai benua. Karena pikiran semacam itu mustahil dapat dilaksanakan, aku mengambil keputusan menempuh perjalanan-perjalanan pendek saja dengan perahuku, misalnya, berlayar mengelilingi pulauku. Aku belum juga mengitari pulauku. Kupasang sebuah tiang kecil dalam perahu, dan dari bekasbekas layar kapalku dulu, kubuat sebuah layar kecil yang kupasang pada tiang. Perahu itu sudah diberi berlayar, lajunya baik benar. Seterusnya di kiri kanan sisi perahuku kupasang peti-peti kecil, tempat menyimpan makanan, mesiu, dan sebagainya. Di tepi perahuku kubuat sebuah parit untuk Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menaruh bedilku, dengan klep di atasnya supaya jangan kena air. Selanjutnya kupasang payungku pada buritan perahuku, sehingga berdiri tegak sebagai tiang di atas kepalaku dan dengan demikian dapat melindungiku dari sinar matahari terik. Dengan begitu sewaktu-waktu aku melaksanakan pelayaran yang pendek-pendek. Tapi aku tak pernah berlayar jauh-jauh, tidak pernah lebih jauh dari serokan. Tetapi ketika aku makin percaya kepada perahu kecilku, aku memutuskan merencanakan pelayaran yang lebih jauh. Oleh karena itu,kubawa beberapa lusin kue jelai, sebuah botol kecil rum, sepotong daging kambing, dan sedikit mesiu dan peluru beserta dua jas hujan. Pada tanggal 6 November aku mulai dengan pelayaranku, yang ternyata lebih lama daripada yang kumaksudkan. Ketika tiba di sebelah timur pulau, kuketemukan sekelompok pulau, kuketemukan sekelompok besar pulau-pulau karang, yang meluas sampai dua mil jauhnya ke laut. Sebagian terletak di bawah air dan sebagian lagi di atas. Di belakang pulau-pulau karang itu terletak sebuah gosong yang panjangnya kira-kira setengah mil, aku harus jauh berlayar ke tengah, bila aku ingin mengitari pulaupulau dan gosong tersebut. Ketika aku mula-mula sekali mengetahuinya, timbul pikiran akan membatalkan saja pekerjaan ini lalu pulang. Tapi untuk kembali pun sukar, kuturunkan saja jangkar, jangkar buatanku sendiri, yang kubuat dari jangkar kapal yang tenggelam dahulu, yang sebenarnya sudah patah. Setelah perahuku dalam keadaan aman, lalu aku mengambil bedilku dan naik ke darat menuju sebuah bukit kecil. Dari atas bukit dapat kuketahui dengan segera bahwa ada arus air yang deras sekali bergelora di sepanjang tepi menuju ke arah timur. Hal ini harus benar-benar kuperhatikan, karena aku mengerti, kalau aku menuju ke sana membawa perahuku, ini berarti aku menyongsong bencana, yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ disebabkan oleh dorongan arus yang keras ke tengah laut, hingga aku takkan dapat lagi mencapai tepi pantai. Dan sesunguhnya kalau aku tak berhati-hati mendaki bukit dahulu untuk menyiasat, bencana yang menimpa diriku mungkin kini sudah terjadi. Di tepi sebelah sana pulau pun terdapat arus yang serupa, malah lebih mengarah ke laut, sedangkan pusaran air yang terdapat di sana sini sepanjang pantai, jangan pula kita anggap enteng. Dua hari lamanya aku berlabuh di sini, karena angin terusterusan bertiup dari arah timur tenggara. Dan karena angin ini berlawanan dengan arah arus mengalir, lalu timbul pecahanpecahan ombak yang hebat-hebat di sepanjang pantai. Baru pada pagi hari yang ketiga, aku mencoba lagi berlayar. Pada malam harinya angin mulai reda dan air laut pun sudah mulai tenang. Hal ini dapat kiranya kupakai contoh untuk memberi pelajaran kepada semua pelaut, yang terlalu berani tapi sembrono, sebab segera setelah aku sampai di tempat yang berbahaya, aku mengetahui bahwa aku kini berada dalam ulakan air kincir. Aku terseret dengan kerasnya oleh ulakan itu, hingga aku tak dapat berbuat apa-apa, selain daripada bertahan diri, jangan sampai tergulung sama sekali oleh arus yang deras mengerikan itu. Dan berhasil, aku makin lama makin jauh terhindar dari pusaran air, yang di sebelah kiriku. Tapi tidak ada angin yang menolongku dan mendayung dengan kayu pendayung yang selalu kupegang, hanya sia-sia saja. Akhirnya, aku menganggap bahwa diriku kini tak akan dapat tertolong lagi, sebab pada kedua belah pantai pulau itu ada arus yang sama kuatnya dan aku tahu bahwa kedua arus itu akan berpadu menjadi satu pada jarak beberapa mil lagi. Aku tak mempunyai harapan lagi akan selamat, aku akan ditelan oleh ombak kelaparan. Oleh bencana badai, aku tak khawatir lagi, laut sudah tenang benar. Tentang kelaparan sebenarnya aku masih mempunyai seekor ikan penolaknya, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang kutangkap tadi di tepi pantai, dan air tawar masih ada seperiuk, tapi semua ini tak ada artinya untuk mencegah jangan sampai mati kelaparan, kalau umpamanya perahuku terus terkatung-katung memasuki samudra raya, yang sekurang-kurangnya harus menempuh seribu mil lagi, untuk dapat bertemu dengan daratan. Aku tak dapat melukiskan dengan kata-kata bagaimana cemasku, ketika aku mengetahui bahwa perahuku makin lama makin jauh dari pulauku yang sangat kucintai itu (demikian perasaanku kini terhadap pulauku), lalu masuk ke lautan luas, yang seolah-olah tidak terbatas. Sudah dua mil kira-kira kini jauhnya dari darat. Tapi aku terus berdaya upaya, dengan sekuat tenaga supaya perahuku dapat kuarahkan ke timur, meskipun pekerjaan ini sangat sukar. Menjelang petang terasa hembusan angin kecil dari arah tenggara, mengusap-usap mukaku. Ini mengembalikan harapan yang hampir hilang dan ketika—setelah kira-kira setengah jam—angin makin terasa berembus, harapanku akan tertolong dari bencana yang mengancam makin besar pula. Tapi lambat laun jarak perahuku dari darat makin jauh, sedangkan udara terasa berat, rupanya angin yang baru datang ini pun tak akan menolong, pikirku. Untung cuaca terang, kucoba kini memasang tiang, layar mulai terbeber. Sedapat mungkin perahuku kutujukan ke arah utara, dengan demikian, mudah-mudahan aku terhindar dari tarikan arus. Justru, baru saja akan memasang layar dan perahuku sudah mulai bergerak maju, aku melihat oleh jernihnya air, yang arusnya masih deras, airnya pun tampak keruh. Jadi, ketika aku melihat air sudah jernih, aku mengerti bahwa arus yang keras itu sudah mulai berkurang. Dalam pada itu arus yang lain membawa perahuku pada jarak kira-kira satu mil, tepat menuju ke darat, kira-kira begitulah dua mil jauhnya arah utara dari arus yang pertama, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hingga ketika aku telah mendarat kuketahui bahwa aku berada di pantai pulau bagian utara (artinya arah utara dari tempat, di mana aku mulai turun ke laut). Ketika aku sudah di darat, pekerjaan yang kulakukan mulamula, berlutut dengan khidmat dan mengucapkan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa, bahwa aku telah terlepas dari bahaya. Lalu kutambatkan perahuku di tepi, di teluk kecil, di bawah lindungan beberapa batang pohon, dan aku pun berbaringlah tidur-tiduran, melepaskan lelah. Kini timbul pertanyaan pada pikiranku, bagaimana jalannya supaya aku dengan perahuku dapat pulang ke rumah dengan selamat. Pengalamanku yang baru, mencemaskan untuk kembali dengan berlayar. Dan pula aku tak tahu nasib apa pula yang mungkin menimpa diriku di sebelah sana pulau (aku mengira sebelah barat). Keesokan harinya aku menetapkan untuk berjalan kaki saja menuju ke arah barat, sepanjang pantai, sambil melihat-lihat adakah anak sungai, tempat aku dapat membawa perahuku dengan selamat. Setelah berjalan kira-kira tiga mil sepanjang pantai, aku sampai pada sebuah teluk kecil, yang satu mil ke darat menyempit menjadi sungai kecil. Di sungai itulah kutemukan tempat berlabuh yang amat baik. Aku memudik dan sesudah menambatkan perahuku, aku naik lagi ke darat untuk mengetahui di mana aku berada. Kulihat, bahwa jalan laut yang kutempuh tidak begitu panjang. Kuambil bedil dan payungku dari perahu, hari bukan main panasnya dan aku pun kembali. Jalannya bagus, dan aku sampai ke kemah musim panasku waktu petang. Tiada ubahnya seperti kutinggalkan dulu. Dengan menaiki tangga aku memanjati pagarku. Kemudian dalam teduh pagar aku berbaring, sebab merasa letih benar. Aku tertidur nyenyak. Tapi siapakah yang bisa melukiskan heranku, ketika aku mendengar berkali-kali namaku dipanggil Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ orang, "Robin, Robin, Robin Crusoe! Di mana kau? Dari mana kau?" Karena aku setengah bangun dan setengah tidur, mulamulanya aku mengira bermimpi. Tetapi ketika suara itu terusmenerus memanggil Robin Crusoe! Robin Crosoe! Aku sangat terkejut dan melihat-lihat sekitarku dengan mata yang liar. Tetapi ketika aku sekali lagi mengusap-usap mataku, kulihat si Poli duduk di atas pagar. Barulah aku mengerti, bahwa dialah yang memanggil-manggil. Aku merasa jemu berlayar di laut, tapi toh aku akan merasa senang sekali, bila perahuku ada dekatku. Bagaimanakah membawanya kemari? Melalui sebelah timur pulau, tentu harus menempuh laut. Aku takut. Sebelah barat pulau keadaannya tak kuketahui sama sekali. Andaikata arus laut di sana sama kuatnya dengan di sebelah timur, aku menghadapi bahaya yang sama besarnya. Aku terpaksa harus menerima nasibku. Lama benar aku hidup dengan tenang dan tenteram, dan selama itu aku menjadi pandai sekali membuat bermacammacam barang. Kurasa bila aku kelak terpaksa menjadi tukang, maka aku tidak usah malu-malu, apa lagi bila diingat, bahwa aku harus bekerja dengan alat-alat yang sangat kurang sekali. Aku beroleh kecekatan luar biasa dalam membuat barangbarang dari tanah, yang kubuat bundar dan jorong dengan sebuah roda penggerak, bentuknya lebih bagus daripada dulu. Tapi yang paling menyenangkan ialah ketika aku akhirnya berhasil membuat pipa tembakau. Meskipun kotor dan terbakar merah, aku sangat puas, karena di pulauku tumbuh tanaman tembakau. Juga dalam membuat keranjangkeranjang, aku menjadi tangkas benar, meskipun tidak bagus, praktis sekah dipakainya. Bila aku, misalnya, menembak seekor kambing, kukuliti dia, kukerat-kerat dagingnya, kemudian kubawa pulang dalam Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bakulku. Begitu pula kura-kura; kukerat dagingnya dan kubawa serta telurnya ke rumah. Lama kelamaan mesiu dan peluruku menjadi berkurang, hal ini sangat mencemaskan. Tak mungkin aku dapat menggantinya. Mulailah aku bepikir, apa yang mesti kukerjakan, bila mesiuku habis sama sekali. Bagaimana caranya aku menembak kambing nanti. Seperti sudah kukatakan, pada tahun ketiga di pulau itu aku telah menangkap seekor kambing kecil, yang kubuat jinak. Aku selalu mencoba menangkap kambing jantannya, tapi tak pernah berhasil, dan kambing kecilku kini sudah menjadi tua. Aku tak sampai hati menyembelihnya, karena itu ia mati karena tuanya. 15 Sudah sebelas tahun aku berdiam di pulau ini, mesiuku sudah mulai habis. Karena itu aku berpikir bagaimana caranya menangkap beberapa ekor kambing. Aku ingin benar menangkap kambing betina dengan anaknya. Aku mencoba memasang jerat dan meskipun sering ada yang kena, tapi nyatanya tak berhasil; rupanya jeratnya tidak cukup kuat, ini dibuktikan oleh banyaknya tali-tali yang putus di tengah-tengah, sedangkan umpannya sudah hilang tidak keruan. Jadi aku mencari akal lain dan kini akan kucoba dengan menggunakan pelubang. Mulailah aku bekerja, kubuat pelubang di beberapa tempat (terutama di tengah-tengah yang sering didatangi kambing-kambing itu). Setelah selesai, pelubang-pelubang itu kututup bagian atasnya dengan ranting-ranting kayu dan rumput-rumputan, kemudian Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kuserak-serakkan di atas ranting-ranting dan rumputrumputan itu batang-batang jelai. Dan ketika aku pada suatu pagi pergi melihat, terdapatlah dalam salah satu pelubang itu seekor kambing jantan yang besar sekali dan di pelubang yang lain lagi; tiga ekor anak kambing yang masih kecil-kecil, seekor jantan dan dua ekor betina. Kambing yang besar, aku tak tahu bagaimana cara menangkapnya, kambing itu tampaknya sangat galak dan liar, aku tak berani turun untuk mengambilnya seperti yang kumaksudkan semula. Sebenarnya dapat kubunuh saja, tapi untuk apa? Jadi kubiarkan saja kambing itu dan diam-diam aku pergi ke tempat anak-anak kambing. Setelah aku mengambilnya satu persatu, kuikat ketiganya dan kubawa pulang, meskipun pekerjaan membawa ini tidak boleh disebut mudah. Baru setelah beberapa waktu aku dapat membiarkan anak-anak kambing itu makan dari tanganku sendiri; dan ketika aku memberi kambing-kambing itu gandum yang enak, kambing-kambing itu mulai memakannya dengan lahap dan demikianlah kambing-kambing itu menjadi jinak. Kambing-kambingku yang sudah jinak ini harus kujaga jangan sampai bergaul lagi dengan kambing-kambing yang liar, sebab pasti akan menjadi liar pula apabila sudah besar kelak. Satu-satunya jalan untuk mencegah ini: menyiapkan sepetak tanah, yang dipagari dengan pagar yang kukuh, yang tak dapat dimasuki kambing, dari luar maupun dan dalam. Ini adalah satu pekerjaan berat, apalagi kalau hanya dikerjakan oleh hanya seorang saja. Tapi ini adalah sangat perlu, dan aku pun segera pergi mencari tempat terbuka, yang terletak dekat air dan padang rumput, yang agak terlindung dari s inar matahari. Semua ini kudapati di tengah padang rumput atau savanna (seperti disebut oleh orang Brasilia), yang di dalamnya mengalir dua buah serokan yang jernih airnya dan juga Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ditumbuhi banyak pohon-pohonan, hingga terlindung dan teduhlah tempat itu dari terik matahari. Mula-mula aku akan membuat saja dahulu pagar yang panjangnya seratus lima puluh dan lebarnya seratus ela. Kalau ternakku nanti bertambah, aku masih dapat menambahnya pula kelak. Tiga bulan sudah, lamanya aku bekerja. Dan selama bekerja ini kubiarkan ketiga kambingku makan rumput di dekat tempatku bekerja, supaya biasa. Seringkali pula aku membawa sekepal batang-batang padi atau jelai kepadanya dan membiarkan kambing-kambing itu makan dari tanganku; hingga, ketika pagarku selesai, dan kubiarkan mereka di dalamnya, sering mereka mengejar-ngejarku, untuk minta segenggam bulir-bulir gandum. Setelah kira-kira setengah tahun, rombongan ternakku sudah meningkat berjumlah dua belas ekor (besar kecil). Dan setelah dua tahun aku mempunyai empat puluh tiga ekor (yang sudah kusembelih tidak termasuk). Di samping itu aku sudah terpaksa menyediakan lima petak tanah, yang kupersambung-sambungkan dengan pagar, hingga kambingkambing itu tidak perlu kugiring untuk dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Semua jerih payah ini tidak sia-sia, kalau dibanding dengan keuntungannya, yang kuperoleh. Bukan saja aku kini sudah tak kekurangan daging kambing, apabila saja mau, tapi aku mendapat pula susu, suatu hal, yang pada mulanya tidak terlintas dalam pikiranku. Dan aku kini mempunyai peternakan yang tidak boleh dikatakan kecil, sebab tidak jarang aku mendapat dua gallon susu pada tiap-tiap harinya. Mungkin seorang pengikut Zeno akan tertawa kalau.melihat aku sedang makan siang dengan sekalian keluargaku. Sebab aku duduk seperti raja dekat meja, sedangkan anak buahku, gagah berdiri di sekelilingku. Hanya si Poli, kekasihku utamaku, yang kuperolehkan berbicara denganku. Anjingku, yang kini sudah tua dan sakit-sakit dan yang sayangnya tak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mempunyai keturunan, duduk selalu di samping sebelah kananku. Dan kedua kucingku yang keduanya selalu bertengkar di pinggir meja, menunggu dengan sabar, sampai aku memberi dia makan. Sering timbul keinginan padaku untuk pergi lagi ke bagian pulau yang pernah kukunjungi dengan perahuku tempo hari. Dan ketika keinginan ini timbul lagi pada suatu hari, aku menetapkan untuk pergi lagi dengan berjalan kaki saja jalan darat. Dan setelah beberapa lama aku berjalan menyusur pantai, sampailah aku ke tempat yang kutuju. Kalau seandainya di Inggris, ada yang bertemu dengan orang seperti aku ini, ia akan terkejut atau tertawa terbahak-bahak. Dan apabila aku sewaktu-waktu menilik diriku sendiri, aku pun hampir tak dapat menahan senyum, sambil berpikir, kehidupan macam apa yang telah kualami, kalau aku berjalanjalan di sepanjang jalan Yorkshire dengan berpakaian seperti itu dan membawa bawaan semacam yang memenuhi tubuhku itu. Lihat ini garis-garis dan sketsa pribadiku. Kepalaku dihiasi semacam tutup kepala yang tak tentu bentuknya, yang di belakangnya berlidah untuk menahan sinar matahari dan air hujan. Aku berkemeja yang dibuat dari kulit kambing yang puncapuncanya sampai pinggangku dan celana yang dibuat dari bahan yang sama pula. Celana ini dibuat dari kulit kambing jantan tua yang kakinya panjang sekali hingga pipa-pipanya sampai tengah-tengah betisku. Kaus kaki dan sepatu aku tidak punya, sebagai gantinya aku membuat semacam lares, yang kupakai seperti kaus kaki. Seperti pakaian-pakaian lainnya lares ini pun potongannya sederhana sekali. Dari kulit kambing kering kubuat ikat pingang lebar yang diikat dengan dua jalur kulit tipis. Pada ikat pinggang itu kuselipkan sebuah gergaji kecil dan kampak. Sebuah ikat pinggang lainnya yang lebih kecil bergantung pada pundakku dan padanya kugantungkan pula dua kantong mesiu dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ peluru. Pada punggunggku kubawa sebuah keranjang, pada bahuku kusandangkan bedil, dan di atas kepalaku kupegang sebuah payung besar tak tentu bentuknya, yang juga dibuat dari kulit kambing, yang di samping bedilku merupakan barang paling berguna bagiku. Mengenai air mukaku, tidak begitu berwarna sawo matang, meskipun aku bertahun-tahun lamanya tinggal di daerah yang jauhnya cuma sepuluh derajat dari khatulistiwa. Beberapa lamanya kubiarkan janggutku tumbuh, tetapi ketika aku mendapat gunting dan pisau cukur, kugunting dia pendekpendek. Tapi kumisku kubiarkan, hingga ia menyerupai kumis orang-orang Turki di Sallee. Tetapi cukuplah tentang pakaian dan mukaku! Beberapa lamanya aku berjalan-jalan sepanjang pantai, akhirnya aku sampai pada tempat berlabuh perahuku. Aku amat tercengang ketika kulihat laut di sana tenang dan tak berombak. Mula-mulanya aku tidak mengerti, tetapi kemudian aku melihat bahwa arusnya tergantung dari arah angin dan arus sebuah sungai besar di dekatnya. Meskipun ingin benar, aku tidak berani membawa perahuku melalui laut, aku mengambil keputusan membuat perahu kedua yang dapat kupakai di bagian pantai ini. Sekarang aku mempunyai dua tempat tinggal di pulau ini. Yang satu berupa kemah dan yang lain rumah batu, yang dikelilingi oleh pagar kayu teguh dan pohon-pohon yang tumbuhnya tinggi. Selain itu aku mempunyai ladang gandum yang tiap tahun menghasilkan panen yang cukup banyak. Tempat tinggal yang lainnya letaknya lebih jauh ke pedalaman. Rumah musim panasku juga dikitari oleh pagar yang sudah berupa pohon-pohon yang tumbuh rapat, sehingga memberi teduh dan nyaman sekali. Di tengahtengahnya berdirilah kemahku (sebuah kain layar yang direntangkan pada beberapa buah tiang) dengan tempat tidurku, yang kubuat dari kulit-kulit binatang, yang kutembak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Rumahku itu berbatasan dengan kelima ladang rumputku, tempat merumput kambing-kambing, yang dikitari juga oleh pagar yang kukuh seperti kedua kemahku. Di situ tumbuh pohon-pohon anggurku yang tiap tahun menghasilkan kismis yang amat sedap. Bukan saja sedap, melainkan menyehatkan dan menyegarkan badan pula. Karena tempat tinggalku di musim panas itu terletak di pertengahan jalan antara rumah di pantai dan tempat menyimpan perahuku, maka sering benar aku mengunjungi perahuku. Kadang-kadang sebagai pengisi waktu aku berlayarlayar di laut, tapi aku masih takut benar untuk berlayar ke tengah, paling jauh juga sepelontar batu saja. Tetapi,sekarang muncullah perobahan dalam hidupku. 16 Pada suatu petang ketika aku pergi ke perahuku, di pantai kulihat jejak manusia jelas sekali. Pada saat-saat itu aku disambar petir layaknya, tapi kemudian berangsur-angsur tenang kembali. Aku memasang mata dan telingaku untuk dapat mendengar atau melihat sesuatu apa pun. Ketika aku sampai di bentengku kembali (demikianlah kusebut perkemahanku kini) setelah pulang dari bepergian, rasanya seperti remuklah tubuhku. Dan takkan ada seekor terwelu atau seekor rubah sekalipun yang akan lebih merasa ketakutan di tempat pembaringannya, daripada aku di belakang dinding bentengku. Khayalku menakut-nakuti dengan hal-hal yang sangat mengerikan. Mula-mula aku mengira bahwa aku dikejar-kejar beberapa ratus orang liar. Dan aku melihat suatu saat mendatang pada saat mana mereka memakanku dan sebagainya. Tiga hari tiga malam aku Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menutup diri dalam kemahku, menjadi mangsa kecemasan hati yang sungguh-sungguh tak terkatakan, tapi akhirnya, karena didera oleh rasa lapar (sebab aku tak mempunyai apaapa selain sedikit kue yang kubuat dari tepung jelai dan sedikit air), terpaksa juga aku ke luar rumah. Lalu teringat olehku, aku belum memerah kambingku, segeralah aku pergi mendapatkannya. Ini ternyata sangat perlu, sebab binatangbinatang itu hampir saja sakit, karena sekian lama tidak diperah. Sangat menyesal aku kini, bahwa dahulu telah kubuat pintu di bagian belakang ruangan dalam tanah itu, yang seperti pernah dahulu kukatakan menuju ke sebelah luar pagar. Setelah aku berpikir-pikir agak lama, aku bermaksud akan membuat pagar yang kedua, di sana, di tempatku dahulu (mungkin lupa aku mengatakannya ketika itu), kira-kira dua belas tahun lewat, aku pernah menanam pohon-pohon dijadikan dua baris. Karena pohon-pohon ini berdekatan benar tumbuhnya dan dalam dua belas tahun menjadi besar dan tinggi, aku tak perlu memasang lagi tiang-tiang di antaranya hingga pekerjaan membuat dinding pun segera selesailah. Aku telah mempunyai dua dinding kukuh dan seperti yang pertama, kurapatkan dinding yang ke dua ini pun dengan kepingan-kepingan kayu, beberapa utas tali dan sebagainya. Kubuat pula tujuh buah lubang yang besarnya kira-kira sebesar pergelangan tangan. Melalui tiap-tiap lubang ini kumasukkan bedi!, sambil kuatur demikian rupa hingga aku dapat meletuskan serentak ketujuh bedilku dalam waktu kurang dari dua menit. Ketika segalanya selesai, kutanamkan pohon-pohon muda antara kedua pagar itu, yang setelah lewat waktu dua tahun sudah merupakan hutan dan setelah lima tahun, tidak akan ada seorang manusia pun yang akan mengira bahwa di belakang hutan itu kelak terdapat sebuah rumah. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Aku pun tak lupa mengerjakan yang lain, kewajibanku pula. Lntuk keselamatan kambing-kambingku aku harus pula berjaga-jaga. Dari padanya bergantung hidupku di kemudian hari, kalau mesiu dan peluru bedilku telah habis. Aku hanya dapat memikirkan dua jalan saja, untuk dapat menjamin hidup mereka. Pertama: membuat lubang dalam tanah, yang kelak dapat dipakai tempat diam kambing-kambing itu pada malam hari, atau kalau akan datang bencana. Cara yang kedua: memagar beberapa bidang tanah, dua atau tiga tempat, yang letak satu dan lainnya berjauhan. Di tiap-tiap bidang, kutempatkan setengah lusin kambing yang masih muda-muda, hingga andaikata satu rombongan dari ke tiga rombongan itu musnah, aku akan dapat membentuknya lagi rombongan lain. Maka pergilah aku setelah ada waktu terluang, menuju tempat-tempat yang agak jauh letaknya di pulau itu, untuk melihat-lihat. Tak lama kemudian dapatlah aku sebuah padang rumput, yang keadaannya cocok dengan yang kukehendaki. Ialah sebidang tanah persegi letaknya di tengah hutan yang lebat sebelah timur dari pulau. 17 Aku mulai bekerja dan tak sampai sebulan aku telah mempunyai bidang tanah yang dikelilingi pagar yang kukuh kuat, yang bagi rombongan kambing pun tak usah lagi khawatir akan mendapat gangguan. Sepuluh ekor kambing betina dan dua ekor yang jantan, kutempatkan di situ. Setelah aku menempatkan kedua belas kambingku di tempat yang berpagar itu, aku pun meneruskan mencari lagi bidang tanah yang seperti itu, aku berjalan ke arah barat, hingga akhirnya aku sampai di tepi pantai, suatu tempat yang belum pernah kukunjungi selama ini. Dan ketika aku tenangtenang melayangkan pandanganku jauh ke tengah laut lepas, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ aku mengira bahwa aku ada melihat sebuah kapal, sangat jauh dari tempatku berdiri. Benar seperti pernah kukatakan dulu, aku mempunyai teropong, tapi ketika itu tidak kubawa. Dan meskipun aku membelalakkan mataku besar-besar, tak dapat memastikan betul atau tidaknya penglihatanku itu. Lalu aku berjanji tidak akan meninggalkan teropongku lagi apabila aku bepergian. Ketika aku lebih mendekat lagi ke pantai aku mendapat keyakinan, bahwa telapak manusia yang kutemui di pantai pulau itu, belum termasuk hal yang betul-betul ajaib. Dan ini pun mungkin disebabkan aku belum pernah melihatnya selama tiga tahun, sebab selama aku berada di pulau itu hanya di sebelah bagian saja. Selama tiga tahun itu tak pernah mengetahui apa-apa, yang menyatakan ada orangorang yang suka datang ke pulauku. Sebab seperti telah kukatakan tadi ketika aku lebih mendekat ke pantai aku melihat waktu itu seluruh pantai penuh dengan tengkoraktengkorak, tulang-tulang tangan, kaki dan bagian-bagian tubuh manusia. Juga aku menjumpai tempat bekas api dan lubang besar yang bulat bentuknya (begitulah seluas tempat orang liar duduk berkeliling, di tengah-tengah pesta liar, sambil makan-makan daging musuh yang sudah menjadi mangsanya). Ketika aku melihat hal-hal yang menyeramkan itu, aku merasa demikian muaknya, hingga segera aku berbalik dan lari cepat-cepat. Kali ini aku menghentikan usaha-usaha penemuan-penemuan selanjutnya dan langsung pulang saja. Sampai di rumah aku merasa agak lebih tenang, sebab sekarang aku mengerti, bahwa makhluk-makhluk tadi tidak datang ke pulau ini untuk mencari atau menemukan sesuatu, melainkan hanya untuk memakan musuh-musuhnya yang mereka tawan sehabis perkelahian-perkelahian di laut, sambil mengadakan pesta-pesta pora yang biadab. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tapi keyakinanku, bahwa aku tidak akan ditemukan orang berangsur-angsur menghilangkan kegelisahan yang telah lama mencekam. Aku hidup kembali dengan tenteram seperti dulu. Terutama bila meletuskan bedilku, agar suaranya tidak terlalu nyaring, lagi pula aku jarang benar memasang bedil. Makin lama makin jelaslah, bahwa pikiran untuk memelihara kambing-kambing jinak itu baik sekali. Bukan saja binatang-binatang itu menghasilkan daging, susu, mentega dan keju, tetapi sekarang aku tidak usah menembaknya lagi, sehingga ada kalanya dua tahun lamanya aku tidak melepaskan satu tembakan pun. Tetapi aku selalu membawa bedil dan satu atau dua pucuk pistol bila aku bepergian, aku bersenjata lengkap. Dengan hilangnya rasa takut, aku mendapat pikiran-pikiran, yang untuk sebagian besar berhubungan dengan pertanyaan, bagaimana caranya aku mempertahankan diri bila terpaksa menghadapi orang-orang liar. Suatu waktu aku bermaksud menanam enam pon mesiu dalam tanah di bawah tempat menyalakan api, yang dapat meletus bila api itu menyala. Tapi aku tidak ingin menghambur-hamburkan mesiu, karena persediaanku tinggal sekantong lagi, dan aku tidak yakin bahwa enam pon mesiu itu akan menakutkan mereka, sehingga mereka tidak akan datang lagi untuk selamalamanya. Maksud itu kuurungkan. Sebagai gantinya aku berniat bersembunyi dalam salah satu semak, dengan tiga pucuk bedil yang diisi dua kali lipat, yang akan kupasang bila aku yakin dapat mengenai dua atau tiga orang dengan satu tembakan saja. Dan dengan bersenjatakan tiga pistol dan pedang terhunus, aku akan menyerbu mereka, dan bila mereka terdiri dari dua puluh orang, aku akan membunuh mereka semua. Pikiran ini demikian mempengaruhi jiwaku, sehingga berminggu-minggu lamanya aku bermimpi tiap malam bertempur dengan mereka. Bahkan aku beberapa hari Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lamanya mencari tempat yang paling baik untuk dapat bersembunyi dan mengintai mereka. Tapi lama-kelamaan perasaan-perasaan benci dan nafsu untuk membunuh itu menjadi ber-kurang, apalagi ketika aku teringat betapa kejamnya orang-orang Spanyol yang beragama Kristen itu bertindak terhadap musuh-musuhnya, yakni penduduk asli Amerika. Bila orang-orang Kristen sendiri melakukan kekejaman-kekejaman yang tidak mengenal peri kemanusiaan, dapatkah diharapkan bahwa orang-orang kafir akan kurang ke. amnya? Untuk menyempurnakan persiapan-persiapanku, aku membawa perahu ke bagian lain pulauku. Tadinya ia berada di bagian pulau yang berbahaya, meskipun tersembunyi dengan aman, yaitu, seperti dulu kukatakan di bawah pohon-pohon yang condong di atas air. Kutam-batkan perahu itu di bawah ujung karang, aku dapat menduga, bahwa orang-orang liar tidak akan dapat menemukannya, mereka tidak akan dapat datang ke bagian pulau ini, karena ada arus-arus yang berbahaya. 18 Pembaca tentu tidak akan merasa heran, bila rasa takut akan bahaya-bahaya yang mengancam terus-menerus dan persiapan-persiapan yang kuambil, sama sekali telah menghentikan perjalanan-perjalanan untuk menjelajahi pulau. Aku harus lebih memikirkan agar kehadiranku tidak diketahui orang daripada memikirkan keperluan-keperluan hidupku. Aku tidak lagi memasang paku bila tidak sangat perlu, karena aku takut kalau-kalau bunyi pukulannya akan terdengar orang. Apalagi untuk melepaskan tembakan, dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bila tidak perlu benar, aku tidak menyalakan api, karena asapnya yang pada siang hari tampak jelas dari kejauhan, gampang menunjukkan tempat kediamanku. Oleh karena itu, aku tidak lagi membakar periuk-periuk, pipah-pipah, dan sebagainya seperti sediakala. Pada suatu hari, ketika aku berjalanjalan di hutan, sampailah aku ke muka jalan masuk sebuah gua, yang letaknya di dalam bukit karang. Tertarik oleh hasrat ingin mengetahui, aku masuk ke dalam gua itu, dan dapat kuketahui kini bahwa gua itu cukup luas. Sedikitnya aku dapat berdiri dengan tegak dan kiranya cukup juga untuk berdiri orang yang kedua. Tapi aku cepat-cepat keluar lagi dan tak jadi masuk ke dalamnya, ketika aku tiba-tiba melihat di dalamnya yang sangat gelap itu, sepasang mata besar, bersinar-sinar (apakah itu mata setan atau mata manusia aku belum dapat memastikan), seperti gemerlapannya sinar bintang di langit hitam (cahaya remangremang yang masuk dari mulut gua memantul, dan demikian menyebabkan gemerlapan itu). Tapi setelah beberapa saat, aku pun sudah kembali kepada keadaan biasa, sambil aku mengutuki diriku sendiri, seseorang yang tak berharga secepeng pun, untuk menjadi penghuni Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pulau seorang diri dalam dua puluh tahun. Jadi, setelah kukumpulkan lagi keberanianku dan setelah aku menyalakan obor, aku masuk lagi ke dalam gua itu, sambil mengacungkan kayu yang sedang menyala itu tinggi-tinggi. Tapi belum ada tiga langkah aku melangkah kaki, kembali aku sangat terkejut, karena aku mendengar dengan jelas dan tak jauh dari tempatku berdiri suatu dengusan keras seperti orang sedang menarik napas panjang, diikuti oleh gerutu kata-kata yang tak keruan, dan kemudian disambung lagi oleh tarikan napas seperti semula. Untuk ke dua kalinya aku melompat ke luar. Dan kejutku kini betul-betul bukan main, hingga mengeluarkan keringat dingin dan serasa berdirilah bulu seluruh tubuhku. Tapi sekali lagi aku memaksa keberanian semangatku, untuk ke tiga kalinya aku melangkah kakiku maju ke muka, dan oborku kuacungkan di atas kepalaku, akhirnya aku mengetahui dengan kilatan cahaya, kiranya seekor kambing bandot yang sangat besar, terbaring merentangrentang di atas tanah, sedang bergulat mempertahankan nyawanya. Melihat ini terkejutku segera meredalah, kini aku dengan bebas dan leluasa dapat melayangkan pandangan ke sekitar gua itu; gua itu tidak begitu luas seperti sangka semula, kirakira dua belas kaki kelilingnya, bentuknya, ya apa yang akan kukatakan, persegi tidak bulat pun tidak. Yang dapat dipastikan: tidak pernah ada manusia datang ke sana, ini betul buatan alam dan alam pulalah yang menyelenggarakan pemeliharaannya. Selanjutnya aku melihat pada sebelah dalamnya lagi tempat itu menyempit, merupakan sebuah gang, yang terus masuk ke bagian bawah bukit karang. Gang itu sangat kecil dan sempit, aku hampir tak dapat memasukinya sekalipun merangkak, dan dengan demikian aku tak dapat memastikan benar ke mana tujuan selanjutnya. Karena tak mempunyai lilin dan oborku sudah hampir padam, aku berniat akan membiarkan saja dahulu, dan akan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ datang lagi saja pada hari berikutnya sambil membawa lilin beserta kotak kaul dengan pemantik apinya sekali. Ini kulaksanakan juga. Hari esoknya aku pergi lagi, membawa enam buah lilin buatan sendiri (sebab aku membuat juga lilin yang sangat berguna itu daripada lemak kambing), ke tempat kemarin. Kumasuki liang kecil itu dengan merangkak sejauh kira-kira sebelas meter dan sampailah aku ke suatu tempat, yang tinggi lengkungnya kira-kira dua puluh kaki. Tak pernah aku melihat di pulau ini sesuatu yang demikian indahnya, sebab ke mana saja aku memandang, tampaklah cahaya dan segala jurusan dipantulkan oleh dinding di sekitar gua itu, yang disebabkan oleh penyinaran kembali dari kedua lilin yang kubawa. Demikianlah kiraku seratus kali terangnya. Apakah ini sebenarnya — apakah ini intan atau bijih emas — aku tak tahu. Dan tempat yang kuinjak ini, keadaannya baik benar, meskipun gelap, lantainya kering dan licin ditaburi oleh selapis tipis kerikil dan dengan demikian tidak terdapat dalamnya binatang-binatang yang berbau busuk memuakkan atau tak mengenakkan penciuman, juga udara di sana tidak lembap. Satu-satunya yang memberatkan, gang untuk masuk yang sempit itulah, tapi setelah sedikit kupikir pikir terasalah kini, bahwa hal ini jangan dipandang suatu keberatan, apabila kita mempunyai niat akan membuat tempat itu sebagai tempat sembunyi. Jadi aku sangat girang dengan penemuan ini, dan aku menetapkan akan segera membawa barang-barang yang kuanggap berharga kemari. Terutama obat bedilku dan bedil-bedil cadangan, yaitu dua bedil pemburu dan tiga bedil setinggar. Yang lima lainnya kutinggalkan di rumah, masing-masing telah kutempatkan larasnya pada lubang penembakan yang kubuat pada dinding tempo hari, sebagai meriam yang sewaktu-waktu kalau ada bahaya siap untuk diletuskan. Juga aku membawa ke tempat ini, semua timah yang kupunyai. Aku kini dapat mengenalkan diri sebagai seorang raksasa dari jaman Purbakala, yang menurut cerita dikatakan bahwa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mereka pun tinggal di gua-gua, di lubang-lubang yang dibuatnya dalam bukit karang, yang tidak dapat didatangi orang, sebab aku yakin, aku di sini dan lima ratus orang liar mencariku, mereka tak akan berani menyerangku. Sekarang aku sudah dua puluh tiga tahun diam di pulau ini. Aku sudah biasa hidup seperti ini. Aku hanya mempunyai satu keinginan kini: hidup sehat dan tenteram. Akhirnya, tentu seperti kambing jantan tua, berbaring di tempat tidurku, mati. Tapi aku selalu diganggu oleh pikiran: mungkin akan diserang oleh orang-orang liar. Aku mempunyai lebih banyak perintang dan hiburan daripada semula. Waktu terasa tidak begitu panjang lagi seperti dulu. Pertama-tama aku mengajar si Poli bicara, seperti yang dulu sudah kukatakan, dan ia mengucapkan katakatanya demikian jeas dan baik, hingga aku merasa senang sekali. Ia hidup bersama aku tidak kurang dari dua puluh enam tahun. Beberapa ekor dari kakatuaku agaknya masih hidup dan sekarang pun rupanya masih memanggil-manggil Robinson Crusoe. Anjingku selama enam belas tahun menjadi kawanku yang setia. Dan kucing-kucingku, berkembang biak cepat sekali, sehingga kadang-kadang aku terpaksa menembaknya, karena menjadi liar sangat mengganggu. Kecuali binatang-binatang piaraan, aku mempunyai dua tiga ekor anak kambing, yang kuajar makan dari tanganku. Kecuali si Poli, aku masih mempunyai dua ekor kakatua lainnya yang dapat bicara baik sekali. Tetapi si Poli-lah yang terutama kesayanganku. Aku pun mempunyai bermacam-macam burung laut, yang tak kuketahui namanya, yang kutangkap di pantai dan kupotong sayapnya. Dan karena pohon-pohon yang kutanam antara kedua pagarku sekarang sudah tumbuh menjadi belukar yang rapat, kubiarkan burung-burung itu hidup di sana, dan ini sangat menyenangkan hatiku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 19 Sekarang bulan Desember tahun ke dua puluh tiga aku diam di pulau ini. Dan bulan ini waktunya panen, aku terpaksa harus sudah ada di ladang pagi-pagi. Aku sangat tercengang ketika melihat pada jarak kira-kira dua mil di bagian pulau di tempat aku pernah menemukan jejak orang-orang liar, aku melihat lagi mereka. Setelah aku berada lagi dalam bentengku, aku tidak berani ke luar, takut kalau-kalau disergap dengan tiba-tiba. Tapi dalam bentengku juga aku tidak merasa tenteram. Kudaki puncak sebuah bukit yang terdekat dan sambil menelungkup di atas tanah, kuambil teropongku untuk mengamat-amati apa yang terjadi di sana. Segera kulihat sembilan orang liar yang telanjang bulat duduk sekeliling api. Dan api ini bukan untuk memanaskan badannya, sebab hawa di sini amat panas, melainkan untuk memasak makanannya: daging manusia. Mereka membawa beberapa orang yang masih hidup maupun yang telah mati kemari. Mereka membawa dua buah perahu yang mereka seret agak jauh ke darat dan karena waktu itu air sedang surut, kukira mereka tengah menunggu air pasang untuk dapat pergi lagi. Apa yang kuduga, memang terjadi. Baru saja air pasang datang dari sebelah barat, kulihat mereka lekas-lekas naik ke dalam perahunya dan pergi berlayar. Harus kuceritakan pula, bahwa satu dua jam sebelum mereka berlayar, dengan teropong dapat kulihat, mereka menari-nari begitu jelas kulihat gerakan-gerakan badannya. Dan aku dapat melihat, bahwa mereka telanjang bulat, sama sekali tak berpakaian. Tapi apakah mereka itu laki-laki atau perempuan, entahlah. Baru saja mereka pergi, segera kusandangkan kedua bedilku dan kusisipkan dua pistol dan sebilah pisau besar pada Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ikat pinggangku dan aku berlari ke tempat mereka kulihat pertama kalinya. Ketika aku sampai di sana (kira-kira dua jam kemudian), aku melihat, bahwa masih ada tiga perahu lagi yang diisi orang-orang liar (jadi semuanya lima perahu). Jauh di tengah laut kulihat perahu-perahu itu menuju ke darat. Ketika turun ke pantai, tampaklah pemandangan yang sangat mengerikan, yang menjadi bukti dari perbuatannya yang terkutuk: darah, tulang-belulang, potongan-potongan daging yang belum habis termakan, dan sebagainya. Ternyata, bahwa kunjungannya ke pulauku itu tidak cepat berulang. Baru lima belas bulan kemudian, mereka muncul lagi, artinya selama waktu itu aku tidak melihat jejaknya maupun tanda-tanda lainnya. Dan karena musim hujan, aku yakin, bahwa mereka tak akan menyeberangi laut lagi. Selama itu keadaanku jauh daripada tenang dan tenteram, aku selalu diganggu rasa takut yang luar biasa. Bekerja pun tak banyak hasilnya, pikiranku tak hentihentinya diganggu oleh pertanyaan: bagaimana aku dapat mempertahankan diri; apa yang harus kuperbuat, kalau mereka dapat mengetahui tempatku. Padahal selama setahun tiga bulan tak pernah aku melihat mereka. Tapi pada bulan Mei dalam tahun ke dua puluh empat dari masa tinggalku di tempat itu, menurut perhitunganku, aku menjumpai mereka dalam suatu waktu yang tidak disangka-sangka. Tapi tentang ini baiklah kelak kuceritakan. Menurut almanak kayuku, hari itu tercatat tanggal 16 Mei, ketika tiba-tiba turun badai disertai kelam kabut udara yang jarang kutemui. Sepanjang malam badai itu tak reda-redanya. Aku sedang duduk-duduk sambil membaca kitab Injil dengari asyiknya, pada saat itulah aku mengira mendengar suatu letusan dari arah laut. Aku terlompat, lalu lari ke luar, belum sampai tiga menghitung, aku sudah berdiri di atas tangga, dan ketika aku akan mendaki bukit kecil yang ada di samping rumahku, sudah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kudengar lagi letusan yang ke dua. Kini aku tahu dengan pasti bahwa letusan datangnya dari bagian laut yang pernah kukunjungi, yang hampir membencanai hidupku. Segera aku dapat menduga bahwa ada kapal yang diancam bahaya, dan bahwa dekatnya ada kapal yang lain, lalu memberi tanda bahaya, untuk minta pertolongan. Untung pada saat itu aku tidak gugup untuk dapat memikirkan: meskipun aku sendiri tidak dapat menolong, barangkali dapatlah kiranya memberikan suatu petunjuk yang berguna. Kukumpulkan segala kayu-kayuan kering, yang ada padaku, kutumpuk di atas bukit, kunyalakan dengan alat pembuat apiku. Dan karena angin sedang keras berembus, kayu-kayu itu cepat sekali menyala hingga aku dapat memastikan bahwa nyala api itu akan dapat terlihat oleh setiap kapal dalam jarak beberapa mil jauhnya. Tiba-tiba aku mendegar lagi sebuah letusan yang segera diikuti oleh beberapa letusan lainnya, dari arah yang sama. Kubiarkan api itu menyala sampai pagi. Dalam saat menjelang s iang dan dalam udara yang agak mulai cerah, aku melihat dalam jarak yang sangat jauh, sebelah timur pulau, suatu benda yang bergerak. Tapi apakah itu layar kapal atau hanya rangkanya, aku tak dapat menyatakannya dengan pasti sekalipun terlihat dengan teropong. Jaraknya terlalu jauh dan air laut masih sangat goncang. Hampir sehari-harian aku meneropong laut, di seling-seling berhenti kalau lelah, akhirnya dapat kusebutkan bahwa benda itu tidak bergerak. Karena demikian dapat kupastikan bahwa benda itu sebuah kapal yang sedang berlabuh. Tertarik oleh rasa ingin lebih banyak mengetahui halnya, aku segera mengambil bedilku lalu larilah aku ke arah selatan, ke bukit karang, yang telah pernah kukunjungi dahulu ketika aku bepergian dengan perahu dan lalu dibawa oleh arus deras, seperti pernah kukisahkan. Ketika aku datang ke tempat tersebut, cuaca sudah terang benar, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan aku melihat dengan kecewa, sebab yang kukira kapal yang sedang berlabuh itu, tak kurang tak lebih daripada rangka yang sudah tenggelam, yang pada malam itu rupanya terbentur ke kaki bukit karang yang pernah melindungi aku dari arus laut yang deras itu, hingga aku selamat dari bahaya maut yang mengerikan. 20 Demikian rupanya, manusia menemui kenyataan, bahwa sesuatu yang baik bagi seseorang sering merupakan suatu bencana untuk orang lain. Aku tak pernah, juga tak pernah kemudian harinya mengetahui benar-benar apakah ada dari penumpang kapal yang karam itu yang selamat: tapi aku pernah menemui pada beberapa hari setelah reda, mayat yang terdampar ke tepi. Ia hanya mengenakan baju kelasi celana panjang dari linen dan kemeja biru. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan, bangsa apa dia. Dalam kantung bajunya tak ada satu yang terdapat kecuali beberapa keping uang rupiah dan pipa—yang belakangan ini tentu saja lebih berguna sepuluh kali dari yang pertama. Karena air laut kini sudah mulai tenang lagi, timbul keinginanku untuk pegi ke kerangka kapal itu. Aku tak raguragu bahwa dalam kapal itu akan banyak benda-bendanya yang berguna. Lain daripada itu, bukan tak mungkin kalaukalau masih terdapat penumpang di dalamnya yang perlu ditolong. Dan dengan memberi pertolongan ini, aku sendiri akan lebih berbahagia, sebab akan mempunyai teman yang dapat diajak berbicara dan bertukar pikiran. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pikiran ini keras mendesakku, hingga aku tak hendak menangguhkannya lagi. Segera aku pulang untuk bersiap-siap menyediakan perbekalan dalam perjalanan. Kubungkus roti banyak-banyak, kusediakan tempat air tawar, kuambil pedoman, kujengkau sebotol rum serta kismisnya sekeranjang penuh. Dan demikianlah aku telah siap sedia dengan segala macam perbekalan. Dan aku pun pergilah ke tempat aku menaruh perahuku. Kukeringkan airnya yang tergenang, kudorong ke tepi, kupikul segala muatan, kumuatkan ke dalamnya, lalu aku kembali lagi ke rumah. Muatan yang kubawa kali ini terdiri dari sebakul besar beras, segulung kain layar penahan panas, yang akan kupasang di atas kepalaku sebagai tenda, kemudian tempat air yang ke dua, kue jelai kira-kira dua lusin, sebotol besar susu kambing dan sebungkah keju. Semua ini kumasukkan ke dalam perahuku. Tentu dengan tidak mudah, sebab beban ini sungguh-sungguh bukan beban yang layak dipikul oleh hanya seorang saja. Setelah aku berdoa kepada Tuhan, aku pun berlayarlah. Aku mendayung terus sepanjang pantai sampai aku tiba di tempat yang paling jauh di bagian timur laut pulau. Tapi sekarang aku harus menempuh laut. Aku memperhatikan arus-arus deras yang berada tak begitu jauh dari pulau, dan keberanianku mulai susut, sebab aku sudah bisa memastikan, bahwa bila aku sampai di salah satu arus tadi, aku akan terseret jauh ke laut—dan jika demikian aku tak akan kembali lagi ke pulauku. Pikiran ini membuat aku sangat sedih, sehingga aku mulai berpikir untuk mengurungkan saja niatku. Dan setelah aku membawa perahuku ke muara sungai kecil, dan kutambatkan pada salah satu tepinya aku mendarat. Lalu aku duduk pada suatu tempat yang menjorok ke laut dan merenungkan sungguh-sungguh apa yang akan kuperbuat. Dalam pada itu air pun pasang. Beberapa jam lamanya pasti aku tak akan dapat pergi. Timbullah maksud untuk Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mencari tempat tertinggi yang tak seberapa jauh untuk melihat-lihat apakah dari sana aku tak dapat menentukan tempat dan arah arus-arus. Baru saja niat itu timbul aku pun melihat puncak bukit kecil, dan dari situ aku dapat memandang laut dengan bebas dan dengan jelas bisa melihat berbagai arus. Aku pun mengetahui pula bahwa bila air surut melewati ujung selatan pulau, air pasang lewat ujung utara, dan menyelusuri sepanjang pantai utara. Karena penyelidikan-penyelidikan itu, aku jadi berani kembali dan aku memutuskan akan berlayar keesokan harinya dengan air pasang pertama. Aku naik lagi ke dalam perahu dan sambil berselubung jas hujan, aku tidur di kolong langit terbuka. Mula-mula aku berlayar ke arah utara, akhirnya aku merasa pengaruh arus yang bergerak ke arah timur, dan aku didorong dengan kecepatan besar. Tapi arus ini tidak begitu menakutkan sebagaimana arus selatan dulu, sebab aku tetap menguasai kemudi. Dan karena kemudiku kuat, aku berhasil dalam tempo dua jam dengan pertolongan penggayuhku sampai pada kapal rusak itu. Sungguh menyedihkan kapal yang terdampar itu! Kapal itu model Spanyol, terjepit di antara dua karang. Linggi belakang seluruhnya, begitu pula geladak tengah hancur dan linggi mukanya: ini pasti menubruk batu-batu karang keras sekali, sebab baik tiang-tiang mau pun tiang muka patah sama sekali. Akan tetapi cucurnya masih utuh, begitu juga linggi muka dan haluannya. Ketika aku tiba dekatnya muncullah seekor anjing, yang setelah melihatku mulai menyalak dan menggonggong dengan nyaring. Tapi setelah kupanggil dia, ia melompat ke laut dan berenang kepadaku. Kutarik dia ke dalam perahu, kulihat dia hampir mati kelaparan dan kehausan. Kuberi dia sepotong roti, dimakannya roti itu seperti laku serigala yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kelaparan. Lalu kuberi binatang yang malang itu sedikit air segar, sebab bila kubiarkan tentu ia akan mati lemas. Kunaiki kapal itu. Yang pertama kulihat ialah mayat dua orang yang mati dalam dapur, sambil berpelukan. Kecuali anjing tak ada makhluk hidup lainnya di kapal. Begitu pula tak ada barang-barang yang tidak rusak kena air laut. Memang ada beberapa bejana berisi minuman keras, tapi apakah itu anggur atau arak, entahlah. Bejana-bejana itu letaknya lebih masuk ke dalam ruang, dan terlalu berat untuk diangkut ke luar. Kulihat berbagai peti pelaut, yang kukira kepunyaan kelasikelasi. Dan dari padanya kuangkat ke dalam perahuku, tanpa diselidiki dulu apa isinya. Andaikata linggi belakang masih ada dan sebaliknya linggi muka yang terlepas, perjalananku tentu berhasil baik. Mengingat yang kutemukan dalam kedua peti pelaut tadi, aku dapat menduga, muatan kapal itu banyak dan berharga. Bila dugaanku benar, kapal itu berlayar dari Buenos Aires atau Rio de la Plata (di Amerika Selatan) sepanjang pantai Brasilia ke Havana di Teluk Meksiko. Kecuali kedua peti, kutemukan sebuah bejana kecil sopi manis, isinya dua puluh galon, kuangkat dengan susah payah ke dalam perahuku. Dalam kurung kapal ada berbagai bedil setinggar dengan mesiu di dalam sebuah tanduk besar, kirakira empat pon mesiu isinya. Bedil-bedil setinggar tak dapat dipakai lagi, jadi kuambil saja mesiunya. Aku masih menemukan sebuah sekop api dan beberapa bejana, yang memang kuperlukan, juga dua cerek tembaga kecil sebuah cerek lagi yang merah warnanya untuk memasak coklat dan sebuah penggorengan besi. Dan dengan segala barang-barang ini, juga dengan anjing yang tadi, berlayarlah aku kembali waktu air sedang pasang. Dan pada malamnya, sejam kira-kira setelah matahari terbenam, sampailah aku di pulau, dengan sangat payah dan lelah. Aku bermalam di situ dan baru pada pagi harinya barang-barang perolehanku itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kubawa ke gua yang baru kutemui itu. Setelah aku merasa agak segar, kulihat-lihat dengan penuh kegembiraan, barangbarang yang sudah menjadi milikku itu. Ada tong minuman keras berisi sejenis rum, tapi bukan semacam yang biasa dipunyai oleh orang-orang di Brasilia. Pendeknya bukan sejenis rum yang enak rasanya. Tapi ketika aku membuka peti-peti, terdapatlah di dalamnya barang-barang yang betulbetul berharga. Mula-mula kudapati dalam salah satu peti minuman yang sungguh enak rasanya. Tiap botol berisi kirakira delapan belas desiliter dan ditutup dengan perak. Selanjutnya kudapati dua periuk berisi kulit jeruk yang dikeringkan, yang juga bagian atasnya tertutup sangat rapat hingga air laut tak dapat merembes ke dalamnya. Aku menemukan pula beberapa helai kemeja yang baik-baik kualitasnya, satu Setengah lusin sapu tangan dari kain putih dan juga beberapa kain leher berwarna. Yang terakhir inilah yang betul-betul menggirangkan hatiku, karena dengan kainkain ini aku dapat mengeringkan keringat tubuhku pada harihari yang sangat panas. Lain daripada itu aku mendapati dalam peti di bawah sekali tiga kantung besar berisi uang, semuanya kira-kira seribu seratus keping, dan dalam salah satu kantung, dengan dibungkus kertas masih terdapat pula emas enam bungkus dan beberapa bongkah kecil yang menurut perkiraanku tidak kurang dari satu pon beratnya. Dalam peti lain terdapat perhiasan-perhiasan, tak berapa banyak, rupanya peti ini kepunyaan seorang opsir rendahan, meskipun terdapat dalamnya sedikit penabur bedil pemburu, tapi kecuali itu tak ada terdapat obat bedil. Diambil kesimpulan, aku tak banyak mendapat barangbarang yang ada gunanya, sebab uang, pasti tak kubutuhkan. Uang bagiku sama saja dengan lumpur di telapak kaki, dan aku ingin menukarnya saja dengan tiga atau empat pasang sepatu Inggris dengan kausnya. Tapi aku kini sudah mempunyai sepatu bekas kedua mayat yang kudapati dalam kapal yang mendapat kecelakaan itu, dan di samping itu telah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kudapati pula dua pasang dalam peti, kiranya tak begitu perlu lagi. Dan tentang sepatu Inggris, sebenarnya masih jauh untuk dinamakan demikian, tapi meskipun begitu kegembiraanku tak berkurang karenanya. Kudapati lagi dalam peti itu sebanyak lima puluh keping mata uang tapi bukan uang emas, hingga aku dapat mengira bahwa yang punya peti itu hanya seorang kelasi yang miskin saja, sedangkan yang mempunyai peti yang pertama boleh jadi seorang opsir. Karena barang-barang itu telah kubawa ke darat dan akan kusimpan dalam rumah, kunaiki lagi perahuku lalu aku berlayar menyusur pantai, menuju kembali ke tempat yang kusinggahi dahulu, dalam perjalanan memintas waktu pulang, yang semuanya masih dalam keadaan baik. Kembali aku menjalani kehidupan selama dua tahun seperti orang berumah tangga (meskipun pikiran selalu diganggu oleh khayal-khayal yang mengerikan), aku akan mengabdikan diri kepada kesibukan sehari-hari. Benar, sekarang aku telah mempunyai uang banyak, tapi ini tidak membuatku menjadi lebih kaya, sebab mempunyai uang seperti ini sama halnya dengan orang-orang Indian dan Peru mempunyainya, sebelum orang-orang Sepanyol datang ke negerinya. 21 Ada kira-kira satu setengah tahun kemudian, waktu aku tiba-tiba melihat sejumlah perahu, lima buah, semuanya di tepi pantai, yang kudiami; jumlahnya yang besar inilah yang mengejutkanku, sebab biasanya hanya lima atau enam orang, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kini pasti akan berjumlah sebanyak dua puluh atau tiga puluh orang. Inilah yang lebih-lebih mengejutkan hatiku. Beberapa saat dalam kebingungan, akhirnya aku mendaki bukit, menuju tempat peninjauan yang biasa, sangat berhatihati, kubaringkan diri hingga kepala, berusaha sedapat mungkin supaya tidak dapat terlihat oleh mereka. Dengan pertolongan teropong segera dapat kulihat dan kuketahui bahwa jumlah mereka tak akan kurang dari tiga puluh orang, mereka beramai-ramai menyalakan api, bersiap-siap hendak memasak daging. Bagaimana cara-caranya atau daging apa yang akan dimasaknya, tentu aku tak dapat melihat dengan jelas, hanya yang tampak olehku, mereka semua menari-nari mengelilingi api, sambil membuat lingkaran-lingkaran dan liukliukan tubuh yang ajaib. Setelah beberapa saat aku menatap demikian dengan teropong, tiba-tiba aku melihat dua orang diseret dari dalam perahu, yang rupanya sudah diikat, dan kini akan disiapkan untuk disembelih. Salah seorang dari dua orang itu jatuh, kiraku karena dipukul dengan pukulan kayu, salah satu alat pukul yang biasa digunakan oleh umumnya orang-orang liar. Dua atau tiga orang liar menerjangnya, menyembelihnya lalu membakarnya. Korban lainnya, yang masih hidup berdiri di dekatnya, menantikan gilirannya. Pada saat itu juga, mungkin karena merasa bebas lagi gerakan-gerakannya, si malang itu sekonyong-konyong menyerang, didorong semangat keras untuk menyelamatkan jiwanya. Ia melompat dan lari secepat kilat menyusur pantai, menuju ke arah rumahku. Aku sangat terperanjat melihat dia berlari ke arah itu, aku berpikir bahwa seluruh gerombolan akan mengejarnya. Aku segera bersiap-siap, tapi ketakutanku berkurang setelah melihat bahwa hanya tiga orang saja yang mengejarnya dan yang dikejar sudah jauh sekali di muka. Kukira bila ia dapat bertahan setengah jam lamanya, tentu bebaslah dia. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Antara mereka dan rumahku ada sebuah sungai, yang sering kusebut pada permulaan ceritaku ini. Mau tidak mau, si malang harus menyeberanginya, bila ia tak mau tertangkap kembali. Dan meskipun air sedang pasang, rupanya tak menjadi rintangan baginya, dalam sekejap mata ia sudah terjun ke dalam air dan dengan tiga puluh kibas saja ia sudah mencapai tepi lainnya, lalu ia lari sama cepatnya seperti tadi. Ketika ketiga orang pengejarnya sampai pada sungai itu, ternyata hanya dua orang saja yang pandai berenangg. Yang ketiga segera kembali, sedangkan kedua orang lainnya memaksakan diri untuk terus menyusul, meskipun dengan susah payah dan memerlukan waktu dua kali lipat daripada yang dikejarnya. Tiba-tiba datanglah pikiran padaku, bahwa saat itulah aku bisa mendapat teman. Segera aku lari, turun dari bukit untuk mengambil kedua pucuk bedilku yang kutaruh pada kaki tangga kemahku. Lalu dengan kecepatan yang sama aku lari lagi mendaki bukit. Dan karena waktu turun dari bukit dapat memotong jalan, aku berhasil dapat berada antara yang dikejar dan yang mengejar. Dengan memanggil-manggil aku dapat menarik perhatian yang pertama. Mula-mula ia lebih takut padaku daripada kepada yang mengejarnya, tapi dengan isyarat tangan, aku memberitahukan padanya agar ia mengikutiku dari belakang, sedang aku dengan hati-hati mendekati pengejar-pengejarnya. Dengan sigap dan tiba-tiba aku melompat kepada pengejar yang paling muka dan dengan siku bedilku kurobohkan dia dengan sekali pukul. Aku tidak berani memasang bedil, aku takut kalau-kalau letusannya terdengar dan asapnya terlihat orang. Sesudah kurobohkan yang pertama, kudekati yang kedua, yang mula-mula tampaknya akan melarikan diri. Tapi ketika aku lebih mendekati, kulihat ia bersenjatakan panah dengan busurnya dan bersiap untuk memanahku. Terpaksalah aku menggunakan bedil. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Meskipun pelarian malang itu telah melihat kedua orang pengejarnya roboh, ia sangat terkejut melihat api dari bedilku, ia terpaku di tempatnya, tak berani bergerak ke muka maupun ke belakang, meskipun rupanya ia ingin benar lari sejauhjauhnya. Kupanggil dia, dengan isyarat kusuruh ia mendekat, untung dia segera mengerti maksudku. Ia mendekat tapi kemudian tiba-tiba berhenti, lalu melangkah lagi berhenti lagi dan kulihat tiba-tiba ia gemetar, rupanya takut akan ditangkap dan dibunuh seperti yang lain. Sekali lagi kuberi isyarat supaya mendekat, dan berbagai isyarat pula kucoba menenteramkan hatinya. Sekarang ia lebih-mendekat, dan setelah melangkah sepuluh atau dua belas langkah, ia berlutut seakan-akan mohon diberi hidup. Aku tersenyum ramah padanya dan kuberi lagi isyarat supaya lebih dekat lagi, sehingga ia berdiri dekat sekali. Tiba-tiba ia berlutut lagi dan mencium tanah tempatku berpijak. Keningnya ditekankan keras-keras ke tanah, kakiku diangkatnya lalu diletakkan di atas kepalanya. Ini menandakan sumpahnya akan menjadi pesuruhku yang setia. Akhirnya kusuruh dia berdiri dan aku mencoba membesarkan hatinya dengan isyarat-isyarat. Tapi sekarang terjadilah suatu peristiwa, yang minta perhatianku. Kulihat orang liar yang kurobohkan dengan siku bedilku tidak mati, melainkan hanya pingsan saja. Kutunjukkan kepada orang liar yang sudah menjadi temanku itu bahwa musuhnya tidak mati. Ia mengucapkan beberapa patah kata kepadaku yang tak dapat kupahami. Meskipun begitu kata-katanya enak benar didengar telinga, sebab itulah suara manusia pertama yang kudengar setelah dua puluh lima tahun lamanya. Tapi sekarang bukan waktunya untuk merentang-rentang pikiran demikian, sebab orang liar itu sudah sadar, dan ia sudah dapat duduk tegak. Aku mengetahui orang liarku mulai ketakutan. Ketika aku melihat ini, kutawarkan kepadanya sebuah dari bedilku, tapi ia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ memberi isyarat akan meminjam pedangku saja, yang akhirnya kuberikan juga. Baru saja ia menerimanya, segera ia lari memburu musuhnya dan dengan sekali pancung telah berpisahlah kepala musuhnya itu dari tubuhnya. Setelah ia melakukan perbuatan tersebut, dengan tawa kemenangan ia pun kembali mendapatkan dan dengan berbagai tanda isyarat, yang tak dapat kupahami, ia meletakkan pedangku di muka kakiku beserta kepala musuhnya itu. Tapi rupanya ia tak habis pikir, bagaimana aku membunuh orang liar yang lainnya itu, yang dapat kulakukan dari jarak jauh. Maka kuajak dia kembali mengikutiku. Dan makin bertambah keheranannya, setelah membolak-balik mayat dan melihat lukanya bekas tembusan peluru pada dadanya, yang hanya mengeluarkan darah sedikit saja, karena memang pendarahan hanya terjadi di dalam. Kemudian dengan isyarat pula ia menyatakan akan mengubur kedua mayat itu, lalu ia menggali-gali dengan tangannya di atas pasir, lalu diletakkannya mayat yang pertama, ditimbuninya dengan pasir. Demikian juga ia berbuat dengan mayat yang kedua dan aku tak dapat mengira bahwa upacara penguburan itu dapat berlangsung tidak lebih dari seperempat jam saja. Selesai ini kupanggil dia kembali, kubawa dia pergi lagi, bukan ke rumah, melainkan ke dalam gua yang di hutan itu. Di sini kuberi dia roti sedikit dan serangkai kismis, juga sedikit air minum, untuk penawar hausnya setelah ia berlari-lari dengan kencangnya. Setelah ia kenyang makan minum, kusuruh dia dengan isyarat pula supaya tidur, kuunjukkan kepadanya jerami sedikit untuk membaringkan tubuhnya, sambil kuberi juga selimut dari wol. Ia berbuat apa yang kuisyaratkan dan segera saja ia tertidur dengan nyenyaknya. Ia seorang yang tampan dan cerdas rupanya, badannya tegap, sedang tangan dan kakinya bagus pula bentuknya, dan kukuh, tidak terlalu panjang, tapi seperti telah kukatakan, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sangat indah potongannya dan kukira ia baru berumur dua puluh satu tahun. Juga ia mempunyai roman muka yang menarik, sekali kali tidak kasar atau bengis, tapi garis-garis mukanya menunjukkan seorang laki-laki yang gagah, dan sampai pada saat itupun, ketika ia tidur, roman mukanya itu tampak halus dan manis, mengesankan roman muka seorang bangsa Eropah. Rambutnyapun panjang dan hitam, jidatnya melengkung dan matanya bersinar bening. Warna kulitnya tidak hitam-legam, tapi lebih berwarna coklat, atau lebih baik kiranya kusebut sawo matang, pendeknya jauh daripada rupa buruk. Mukanya bulat, hidungnya kecil tapi tidak pesek seperti umurnya hidung orang Negro. Selanjutnya tentang mulutnya ini, pun termasuk keratan indah dengan bibir tipis berhiaskan gigi putih seperti gading. Setelah tidur kira-kira satu jam setengah, ia bangun dan ke luar dari gua, lalu menghampiriku. Selama ia tidur aku memerah kambingku yang di padang rumput yang tidak jauh letaknya dari tempat itu. Ketika ia menampakku, segera ia menuju aku, lalu bersujud lagi di muka kakiku dan mencoba dengan berbagai gerak dan isyarat menyatakan tanda terima kasihnya. Aku segera mengerti dan giliranku kini mempergunakan tanda-tanda dan isyarat itu, untuk meyakinkan bahwa aku pun merasa sangat berbahagia mendapat dia sebagai teman. Dalam waktu pendek saja aku sudah dapat memulai berbicara dengan dia dan mengajar dia berbahasa Inggris. Mula-mula aku mengatakan kepadanya, bahwa nama dia seterusnya akan kusebut "Jumat" karena nama itu adalah nama hari, pada waktu aku dapat melepaskan dia dari bahaya maut. Sambil kuajarkan kepadanya supaya ia memanggilku 'tuan", kuajari dia mengucapkan kata-kata "ya" dan "tidak". Kemudian dia kuberi susu sedikit dalam cambung tanah dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kuperlihatkan cara meminumnya dan cara merendam roti dalamnya supaya lunak. Lalu kuberi juga sekerat roti dan kusuruh dia supaya rotinya itu dimasukkan ke dalam air susu itu, dan semua ini dapat segera dipahaminya. Dan dengan isyarat pula ia menyatakan bahwa roti dan susu itu sangat enak. Aku tinggal di tempat itu sehari-harian dengan dia. Pada keesokan harinya dia kuberi isyarat supaya mau turut lagi dengan daku. Kukatakan dengan gerak-gerak tangan, bahwa dia akan kuberi pakaian. Ini sangat menggirangkan hatinya benar, ia betul-betul telanjang bulat. Ketika kami sampai di tempat ke dua mayat itu dikubur, ia hendak menggerakkan hatiku supaya memberi izin menggali ke dua mayat itu dan memakannya. Tapi aku marah kepadanya. Kuperlihatkan kemarahanku dengan muka bengis, bahwa perbuatan itu tidak kusetujui dan segera kuperintahkan supaya ia lekas-lekas mengikuti aku (tentu saja dengan gerakgerak tangan lagi) dan untunglah ia menurut dengan segala kerendahan hati. Kami kembali mendaki bukit, untuk melihat apakah musuhmusuh itu sudah pergi. Dan dengan teropong aku dapat melihat, mereka sudah tidak ada lagi. Jadi, orang-orang liar itu membiarkannya saja kedua temannya itu akan nasibnya masing-masing. Tapi aku belum puas dengan penemuan ini. Sambil memberikan pedangku kepada si Jum'at yang ketika itu sudah menyandang anak panah beserta busurnya kepunyaan musuhnya yang sudah mati itu, kami lalu menuruni bukit menuju ke tempat bekas orang-orang liar kemarin itu. Sebab aku ingin benar mengetahui serba cukup bekas-bekas mereka. Ketika kami datang di tempat yang dituju, sesaat lamanya darahku seolah-olah beku. Apa yang kulihat amat menyeramkan. Bagiku kataku, sebab bagi si Jum'at tampaknya tidak begitu halnya. Tulang-tulang manusia berserakan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sedangkan tanah sekitarnya merah disirami darah dan di mana-mana terdapat potongan-potongan daging besar yang separuh habis dimakan separuh puntung, separuh lagi hangus. Pendeknya, semua jelas tanda-tanda bekas pesta terkutuk itu. Seluruhnya ada tiga tengkorak, lima tangan dan banyak benar tulang belulang manusia lainnya. Dengan isyarat si Jum'at memberitahukan kepadaku, bahwa untuk pesta ini mereka membawa lima orang tawanan, termasuk ia sendiri. Telah terjadi pertempuran sengit antara mereka dan calon rajanya, yang ia sendiri agaknya termasuk salah seorang pengikutnya. Diceritakan pula oleh si Jum'at, bahwa banyak sekali yang ditawan, yang sekalian-nya diangkut ke berbagai tempat, akan dimakan. Kuperintahkan si Jum'at mengumpulkan semua tengkorak tulang-tulang dan potongan daging, dan setelah semua itu tertimbun, kubakar dan kunantikan sampai semuanya menjadi abu, sebab si Jumat tampaknya hampir tak dapat menahan air liurnya. Itulah saja yang menimbulkan amarahku, kuancam akan kubunuh dia bila berani menjamahnya. Setelah semuanya habis terbakar, aku pulang dengan si Jum'at dan segeralah aku berbuat sesuatu untuknya. Pertama kuberikan padanya salah satu celana lena yang kudapati dalam peti tempo hari, setelah dirobah sedikit serasi benar baginya. Dari kulit kambing kubuatkan sebuah kemeja dan dari kulit terwelu sebuah pici. Jadi untuk sementara ia sudah mempunyai pakaian lengkap dan ia sendiri tampaknya merasa amat senang berpakaian seperti itu. Keesokan harinya aku berpikir di mana ia seterusnya harus tidur. Agar ia agak bebas, aku mengambil keputusan memasang kemah buat tidur baginya di antara kedua pagar. Tapi segera ternyata, bahwa hal itu tidaklah perlu, karena si Jum'at adalah pembantu yang paling baik dan paling setia. Aku suka benar padanya dan lambat-laun aku berusaha memberi segala macam pelajaran, terutama mengajar dia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berbicara dan mengerti maksud ku. Ia sendiri seorang murid yang paling rajin dan bila ia dapat mengerti aku atau ia dapat menjelaskan maksudnya, bukan main girangnya. 22 Sesudah ia tinggal denganku kira-kira tiga hari lamanya, aku mencari akal bagaimana caranya agar ia suka makan daging lainnya. Pada suatu hari kubawa dia ke hutan. Aku bermaksud menembak seekor kambing dari kawanan kambing-kambingku untuk dimasak dagingnya di rumah buat si Jum'at dan bagiku sendiri. Waktu berkelana dalam hutan, kulihat seekor kambing tua dengan dua kambing muda di sampingnya. Kupegang tangan si Jumat dan berkata, "Berhenti," dan dengan isyarat kuperintahkan ia jangan bergerak. Kemudian kutembak salah satu kambing muda itu. Si Jum'at yang pernah melihat aku membunuh seorang liar dalam jarak jauh, tapi sama sekali tidak mengerti bagaimana caranya, sangatlah terkejut. Ia gemetar dan sangat tercengang, hingga aku mengira ia akan terjatuh. Ia tidak melihat kambing itu dan tidak juga tahu bahwa aku telah membunuhnya, tapi segera ia membuka kemejanya untuk melihat apakah ia sendiri terluka ataukah tidak. Mengertilah aku, bahwa ia mengira aku akan membunuh dia, sebab dengan sekonyong-konyong ia berlutut, merangkul kedua lututku sambil mengucapkan bunyi-bunyi yang sama sekali tak dapat kupahami. Tapi aku mengerti, bahwa ia memohon padaku agar jangan dibunuh. Kutenangkan kuyakinkan dia, bahwa aku tidak berniat jahat padanya. Dan sambil memegang tangannya, aku tertawa sambil menunjukkan kambing kepadanya. Kuperintahkan dia mengambil kambing Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ itu dan ketika ia melihat-lihat binatang itu dengan takjubnya, kuisi lagi bedilku. Kulihat seekor burung besar di atas pohon, sejenis burung elang. Dan supaya si Jum'at bersedia-sedia kupanggil dia dan kutunjukkan padanya burung itu, yang sekarang ternyata seekor burung kakaktua. Kutunjukkan berturut-turut, mula-mula burung, lalu senapanku, lalu tempat kakaktua itu. Kubidik burung itu, sambil kuperintahkan kepadanya melihat baik-baik, dan diturutnya pula dengan patuh, dan setelah letusan berbunyi segera dilihatnya bahwa burung itu jatuh. Ia masih sangat terkejut juga, walaupun telah kuunjukkan padanya lebih dulu. Segera kuketahui bahwa yang lebih-lebih mengejutkannya, karena ia tidak melihat bahwa aku memasukkan sesuatu ke dalam lubang senapan itu dan ia mengira bahwa dalam senapan itu ada sesuatu benda ajaib, yang kalau dikehendaki dapat begitu saja membunuh manusia atau binatang. Tentang senapan itu sendiri mula-mula tak hendak banyak tahu, tapi kemudian ia mulai bertanya-tanya dengan sangat hormatnya, berkata dan memohon supaya aku tidak membunuh dia. Setelah kejutnya agak reda, kusuruh dia mengambil burung itu dan ia pun pergilah mengambilnya, meskipun tidak segera, karena kakaktua itu tidak seketika mati kena tembak, masih menggelepar-gelepar. Tapi akhirnya ia membawanya juga burung itu kepadaku, dan di muka matanya kuisi lagi senapanku, untuk memperlihatkan kepadanya, bagaimana duduknya perkara. Tapi tak ada lagi yang akan kami tembak, dan akhirnya kami hanya membawa kambing yang masih muda itu saja pulang ke rumah. Pada malam itu juga kukuliti kambing itu, aku ambil sebagian, kumasukkan ke dalam periuk, aku membuat sup yang enak. Setelah aku sendiri makan sedikit, kuberi pula si Jum'at, tampaknya pemberian ini berkenan benar. Tapi yang lagi-lagi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengherankan baginya, ialah bahwa aku memasukkan garam ke dalam sup itu ia tidak tahu-menahu tentang garam. Baru setelah beberapa lama kemudian ia mau juga menaruh garam pada daging dan sup, tapi juga sangat sedikit. Setelah aku memberi makan Jum'at dengan daging dan sup, keesokan harinya dia kuberi daging panggang. Kujepitkan daging sisa itu pada pacak yang kubuat dari dua buah penyapit, kutaruh di atas api seperti yang biasa kulihat di Inggris, dan kini aku hanya menjaga supaya daging itu jangan gosong. Sejak mulai persiapan Jum'at sudah sangat gembira tampaknya. Dan setelah ia mencicipi bagaimana lezatnya daging panggang rupanya ia tak dapat mengatakan dengan tepat perasaannya. Sejak itu ia menyatakan tegas sekali tidak akan makan daging manusia lagi. Pada keesokan harinya kusuruh dia bekerja, mula-mula ia mengirik gandum lalu menapisnya, dan setelah aku memberi contoh, dapatlah ia meniru jejakku dengan baik sekali, ia belajar membakar roti, pekerjaan ini dapat segera kuserahkan seluruhnya kepadanya. Karena ternyata kini ada dua mulut yang harus diisi, terasa sangat perlu pula lebih banyak menanam gandum. Segera kusiapkan sebidang tanah yang luas, seperti yang terdahulu, harus kupagari sekelilingnya, Jum'at lah yang banyak menolongku. Ini adalah tahun yang sangat menggembirakan selama aku menjadi penghuni pulau tersebut. Jum'at sudah mulai lancar berbicara dan mengerti bahasa Inggris, lidahku pun terbawa lancar pula, yang selama ini tak pernah kupergunakan. Di samping kesukaan yang kudapati dalam berbicara dengan dia, mulai pula terasa semacam kekariban alam kanak-kanak, yang bersahaja antara kami, dan aku mengira dia dari pihaknya mulai terasa tumbuh rasa kasih terhadapku dengan cara seolah-olah ia tak pernah mempunyai perasaan kasih semacam itu kepada yang lain. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Segera pula timbul perasaan ingin menyelidiki lebih lanjut dalam pikiran, bagaimana rasa cinta terhadap tanah airnya dan setelah ia lebih banyak mengerti bahasa Inggris, kutanya dia, "Mengapa bangsamu tak pernah menang dalam perkelahian." Mendengar ini ia tersenyum dan berkata, "Ya, ya kami berkelahi selalu baik," ia hendak mengatakan: kami selalu jadi pemenang. Lalu terjadilah percakapan antara kami berdua. Aku, "Kalian berkelahi selalu baik, katamu, tapi apa sebabnya engkau jadi tawanan?" Jum'at, "Rakyatku menang semua." Aku, "Menang katamu? Kalau rakyatmu menang, mengapa engkau ditawan?" Jum'at, "Lebih banyak dari rakyatku yang ada pada kami. Mereka mengambil satu, dua, tiga, dan aku. Rakyatku mengalahkan mereka di tempat lain, yang aku tak ada. Di sana rakyatku mengambil mereka satu, dua, tiga, seribu." Aku, "Ke mana mereka membawa lari tawanannya?" Jum'at; "Rakyatku membawanya ke tempat yang mereka anggap baik." Aku, "Kemari juga?'" Jum'at, "Ya, ya mereka kemari. Tapi tempat lain." Aku, "Pernah juga engkau kemari?" Jum'at, "Ya, ya saya kemari pernah." (ia menunjukkan arah Barat Laut). Dari percakapan ini dapatlah aku menarik kesimpulan, bahwa sahabatku si Jum'at tergolong kepada orang-orang liar, yang biasa datang di pulauku, agak jauh dari kediamanku. Beberapa waktu, kemudian, ketika kubawa dia ke tempat itu, ia mengatakan padaku, bahwa ia pun pernah datang ke sana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan turut memakan dua puluh orang laki-laki, dua orang perempuan dan seorang anak-anak. Ia tak dapat menghitung sampai dua puluh, tapi jumlah itu dinyatakan dengan menjajarkan dua puluh buah batu di atas tanah. Kuceritakan ini semua, karena merupakan pendahuluan apa yang akan kuceritakan berikutnya. Sesudah percakapan kami itu, kutanyakan padanya berapa jauhnya jarak antara pulauku dengan pantai pulaunya dan apakah sebabnya perahu-perahu tidak sering mendapat kecelakaan. Ia menceritakan padaku, tidak ada bahaya dan belum pernah ada perahu mendapat kecelakaan, karena bila orang sudah agak jauh masuk laut akan menemukan arus dan angin, yahg pada pagi hari bersamaan arahnya dan pada malam hari sama-sama berbalik arah. Mula-mulanya aku mengira bahwa yang dimaksudkannya ialah pasang naik pasang surut. Tapi kemudian aku mengerti, bahwa itu bersamaan dengan arus Sungai Orinoco, sedangkan pulauku berada di daerah muaranya. Dan daratan yang kulihat di sebelah barat dan barat laut ternyata pulau besar Trinidad, sebelah utara sungai. Aku mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada si Jum'at tentang negeri itu, tentang penduduknya, tentang daerah pantai, dan sebagainya, dan ia menceritakan segala-galanya dengan terus terang. Aku juga menanyakan nama-nama dari berbagai suku, di antaranya sukunya sendiri tergolong suku apa, tapi ia tidak mengetahui selain nama suku Carib. Aku tahu, bahwa yang dimaksudkannya ialah Caraib. Yang pada peta-peta dinyatakan mendiami bagian-bagian Amerika, yang meluas dari Sungai Orinoco sampai Guyana. Selanjutnya ia menceritakan, bahwa lebih jauh lagi arah ke bulan (maksudnya negeri yang terletak di sebelah barat tanah airnya) diam manusia-manusia yang berjanggut putih, seperti aku. Diceritakannya pula mereka telah membunuh banyak manusia (demikianlah katanya) yang kesimpulannya bahwa yang dimaksudkannya adalah orangorang Spanyol, yang kekejamannya terkenal di seluruh benua Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan yang diceritakan turun-temurun dari bapak ke anak. Aku juga bertanya kepadanya, bagaimana caranya aku meninggalkan pulau ini untuk bisa datang pada orang-orang putih itu katanya, "Ya, ya, tuan mesti berlayar dengan dua perahu." Mula-mulanya aku tidak mengerti, apa yang dimaksudkan dengan dua perahu, akhirnya dengan susah payah baru aku mengerti, bahwa maksudnya ialah sebuah perahu, yang besarnya sama dengan dua perahu. Percakapan dengan si Jum'at ini lama sekali berkesan padaku, dan secara berangsurangsur aku mulai percaya akan kemungkinan pada satu waktu, aku dapat meninggalkan pulau ini dengan bantuan si Jum'at. Dalam sekian lamanya si Jum'at diam padaku, sudah sering kukemukakan soal-soal agama. Pernah kutanyakan padanya, siapakah menurut pikirannya yang membuat dia. Tapi ia tidak mengerti dan mengira bahwa aku menanyakan siapakah bapaknya. Sekarang kuajukan pertanyaanku dengan cara lain. Kutanyakan padanya, siapakah menurut pendapatnya yang membuat laut, bumi, bukit-bukit, rimba-rimba, dan sebagainya. Ia berkata yang membuatnya ialah Benamuckee, yang berada di atas segala-galanya. Tapi ia tidak dapat menceritakan lebih lanjut tentang makhluk yang luhur tadi, selain ia amat tua, lebih daripada laut, bumi, bulan, dan bintang-bintang. Lalu aku bertanya, mengapa tidak semua benda memuja dia, meskipun dialah yang membuat segalagalanya. Ia tampaknya amat bersungguh-sungguh akhirnya menjawab, "Segala benda memuja kepadanya." Aku bertanya pula, apakah orang-orang yang mati pergi ke suatu tempat. Jawabnya, "Ya, mereka pergi ke Benamuckee, begitu pula orang-orang yang sudah dimakan." Ketika aku telah mendengar segala itu dari padanya, aku mulai mengajar dia tentang ketunggalan Tuhan yang sesungguhnya. Kuceritakan padanya bahwa yang membuat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ segala-galanya bertahta di langit; bahwa ia memelihara seluruh dunia dengan daya kebijaksanaan yang sama ketika ia menciptakan dunia, dan bahwa ia adalah Tuhan Yang Maha Kuasa yang dapat memberi dan mengambil sekaligus segala sesuatu dan kita dan dengan demikian lambat laun terbukalah matanya. Pada suatu waktu pernah ia berkata bahwa bila Tuhan dapat mendengar kita di atas Matahari. Ia tentu lebih besar daripada Benamuckee, yang hanya diam tak berapa jauh dari mereka dan bahkan di atas gunung-gunung tempat ia berkenalan untuk berkata-kata padanya, tak dapat mendengar keluh kesahnya. Kutanyakan padanya, apakah ia pernah pergi ke gunung, tapi ia menjawab, "Tidak, orang muda tak pernah pergi ke sana. Hanya orang-orang tua saja." (Oowahakee, kata si Jum'at). Dari sini dapatlah aku menarik kesimpulan, bahwa manusia alam ini pun mengenal semacam kasta pendeta yang dipuja-puja seperti halnya di gerejagereja. Tidak begitu mudah untuk menjelaskan padanya pengertian-pengertian tentang kebaikan dan keburukan. Jum'at pun sewaktu-waktu mengajukan pula pertanyaanpertanyaan itu. Kadang-kadang aku tak dapat menjawabnya sama sekali. Sebab meskipun aku sudah agak tua, baru pertama kali itulah aku bertindak sebagai guru agama. Keyakinanku adalah lebih besar daripada pengetahuanku tentang agama, tetapi karena aku berusaha keras untuk menjelaskan berbagai-bagai soal padanya, banyak pula hal-hal yang menjadi lebih terang bagiku. Sekarang lebih banyak soalsoal yang kurenungkan daripada dahulu, sehingga hidupku bersama-sama orang liar ini membawa hal-hal yang baik bagiku. Karenanya atas kedatangannya padaku, tak putusputusnya aku berterima kasih kepada Tuhan. Dengan demikian maka kulalui hidupku dengan rasa terima kasih dan percakapan-percakapan antara si Jum'at dan aku selama tiga tahun itu membuat waktu itu tenteram dan bahagia bagi kami berdua. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 23 Ketika si Jum'at dan aku saling mengenal lebih baik dan ia telah mengerti segalanya apa yang kukatakan dan ia sendiri sudah mulai lancar berbicara Inggris meskipun masih selalu terputus-putus, mulailah kuceritakan padanya riwayatku sedikit demi sedikit. Begitu banyak kuceritakan padanya, sehingga menjadi jelas baginya, bagaimana aku datang ke pulau itu. Kuceritakan bagaimana hidupku sejak semula, berapa lama aku sudah tinggal di sana dan banyak lainnya lagi. Tentang cara membuat peluru dan obat bedil, tidak kujelaskan, tapi dia kuajar memasang senapan. Kuberi dia sebilah pisau, ia terima dengan senang hati. Kubuatkan baginya sebuah ikat pinggang berlubang untuk kampaknya. Kampak itu tidak selamanya bisa digunakan sebagai senjata, tapi toh amat berguna baginya. Kuceritakan bagaimana kami hidup di sana, memuja Tuhan bergaul dengan sesama manusia dan bagaimana kami mengirimkan kapal-kapal ke semua bagian dunia. Selanjutnya kuterangkan padanya kejadian yang dialami oleh kapal karani dan kutunjukkan padanya bekas tempat terdamparnya. Sekarang sedikit pun sudah tak ada bekas-bekasnya lagi. Kuperlihatkan pula s isa-sisa sampan kami yang dulu tak dapat kupindahkan dan yang sekarang sudah hampir lapuk. Ketika si Jum'at melihat sampan itu, ia lama berdiri merenung-renung tidak berkata sepatah pun. Kutanya mengapa, bersungguh-sungguh ia berkata, "Sampan serupa dengan sampan yang pernah datang ke negeriku." Mulamulanya aku tidak mengerti, tapi ketika ia sekali lagi memperhatikan sampan tadi, aku bisa menarik kesimpulan, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bahwa sampan semacam itu dulu pernah datang di daerah pantai tempat kediamannya, atau lebih tepat lagi katanya, terbawa arus ke sana. Sekarang si Jum'at mulai menceritakan dengan teliti sampan itu, dan tiba-tiba dengan bangga ia berkata, "Dan kami telah menolong semua orang kulit putih." Segera kutanyakan, berapa orang kulit putih. "Sesampan penuh," jawabnya sambil mengacungkan jarijarinya, ia menyuruh aku menghitung sampai tujuh belas. "Bagaimana mereka seterusnya, Jum'at?" tanyaku. "Mereka hidup dan tinggal dengan rakyatku," balasnya. Ia membuat aku berpikir dan sekonyong-konyong aku teringat, bahwa mereka mungkin anak kapal yang terdampar dulu di pulauku. Ketika kapal terdampar pada karang dan mereka tahu, bahwa kapal itu tak dapat tertolong lagi, mereka tentu naik sampan dan dengan demikian sampai di pantai yang didiami orang-orang liar itu. Kuminta padanya supaya menceritakan dengan teliti, apa yang telah terjadi dengan orang-orang Eropah itu. Jum'at berkata, bahwa mereka masih hidup, sampai di sana empat tahun yang lalu dan dibiarkan saja oleh orang-orang liar, bahkan diberi makan juga. "Tapi mengapa mereka tidak membunuh dan memakannya, Jum'at?" "Tidak, mereka menganggapnya sebagai saudara," kata Jum'at, "sebab mereka tidak pernah makan manusia, kecuali dalam perang." Dengan ini ia mau mengatakan, bahwa mereka tidak pernah makan manusia lain, kecuali tawanan perang saja. Beberapa lama setelah peristiwa itu terjadi, pada suatu ketika Jum'at berdiri di atas sebuah bukit, yang letaknya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sebelah timur pulau tempat aku dahulu pada suatu hari cerah melihat pantai daratan Amerika. Tiba-tiba ia mulai menari-nari sambil melompat-lompat, menandakan ia dalam kegirangan yang sangat. "Ada apa Jum'at?" kataku kepadanya. "O, gembiraku, o, senangku," katanya, "di sanalah tanah airku dan bangsaku!" Sebenarnya, aku melihat bagaimana berserinya muka Jum'at karena bahagia, matanya bersinarsinar. Peristiwa ini, aku terus terang saja, pada mulanya tak menyenangkan perasaanku, dan aku telah memastikan dalam pikiran; ia akan kembali ke kampung halamannya sekiranya ada kesempatan, dan dengan demikian apa-apa yang pernah kuajarkan kepadanya akan sia-sia saja. Barangkali demikianlah prasangkaku, ia akan menceritakan kepada bangsanya, tempat tinggal dan tempat persembunyianku: di sini dan dengan sebanyak dua ratus orang, mereka akan datang menyerangku, dan kalau mereka sekali sudah dapat menangkapku, mereka akan pesta-pesta makan dan mereka akan merencah badanku dengan segala kesenangan dan kegembiraannya. Tapi aku telah berbuat tidak adil menyangka dia yang begitu jujur dengan pikiran yang bukan-bukan. Lama-lama aku pun menyesal, sebab pada suatu hari ketika kami bersamasama pula berada di atas bukit, tapi kini tak dapat melihat daratan yang pernah kami lihat itu, karena udara diliputi kabut tebal, aku bertanya kepadanya, "Jum'at, inginkah engkau kembali ke tanah airmu, kepada bangsamu?" "Ya," katanya, "saya akan senang dengan bangsaku." "Apa yang engkau akan perbuat di sana?" kataku lagi, "engkau akan kembali menjadi liar dan akan kembali makan daging manusia seperti dulu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ia memandangku dengan sayu dan akhirnya menggelenggelengkan kepalanya, sambil berkata, "Tidak, tidak, Jum'at akan," kata dia, "hidup baik, supaya belajar sembah Tuhan dan makan roti, susu dan daging kambing dan tidak lagi makan daging manusia." "Tapi Jum'at, mereka akan membunuh engkau," kataku. Ia melihat sungguh-sungguh kepadaku, lalu menjawab, "Tidak, dia, aku tidak akan bunuh, dia akan belajar kasih." Kemudian ia bercerita bagaimana orang-orang berjenggot yang datang dengan perahu telah banyak mempelajari bangsanya. "Dan" kataku, "adakah keinginanmu untuk kembali?" Ia menjawab tak punya perahu dan tak dapat berenang begitu jauh. . Kuceritakan kepadanya aku akan membuatkan dia sebuah sampan, tapi ia berkata bahwa ia tak akan pergi, atau aku harus turut. "Aku turut?" kataku, "tapi mereka akan memakanku." "Tidak, tidak," katanya, "saya akan buat dia tidak makan Tuan, saya akan kata, saya kasih pada Tuan." Lalu ia bercerita dengan caranya sendiri bagaimana baik bangsanya itu terhadap orang kulit putih, atau orang-orang yang berjenggot panjang—demikian ia menyebutnya—yang datang dengan keadaan yang menyedihkan sekali. Aku harus mengakui bahwa semenjak itu aku mempunyai maksud akan berlayar ke sana dan mengadakan hubungan dengan orang-orang yang berjenggot itu, pasti orang Spanyol atau Portugis, yang menambah keyakinanku: bahwa dengan jumlah delapan belas orang dapatlah kami merencanakan niat akan membebaskan diri, terlepas dari mereka. Beberapa hari kemudian aku berkata kepada Jum'at bahwa aku bersedia memberikan kepadanya sebuah perahu, yang dapat digunakan olehnya untuk pergi kepada bangsanya. Lalu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kubawa dia melihat sampan, di sebelah sana pulau, dan setelah airnya kubuang (sebab sampan itu sengaja kurendamkan dalam air) kami berdua lalu duduk di atasnya. Aku dapat mengetahui, bahwa Jum'at sangat tangkas mengemudikan perahu, lalu aku berkata kepadanya, "Nah, Jum'at bagaimana kalau kita sekarang pergi mendapatkan bangsamu?" Tapi ia kembali melihatku dengan sayu, ketika aku berkata demikian itu. Menimbulkan dugaanku, ia berpendapat sampan itu terlalu kecil. Karena itu segera aku mengatakan masih mempunyai yang lebih besar, pergilah kami pada keesokan harinya ke tempat aku dulu membuat perahu untuk pertama kalinya, yang ketika itu tak berhasil membawanya ke laut. Ia mengatakan perahu itu cukup besar, tapi karena terlalu lama dibiarkan, hingga melewati masa kira-kira dua puluh tiga tahun, perahu itu sudah mulai lapuk. Jum'at berkata kalau sebesar itu kiranya cukup untuk menelan muatan minuman dan roti—demikian ia mengatakannya dengan perbendaharaan kata-kata yang masih sedikit itu. Karena keinginanku untuk mencapai daratan bertambah besar, aku berkata kepadanya barangkali baik kalau berdua bersama-sama membuat perahu besar untuk dipakai berlayar ke tempat tumpah darahnya itu. Atas pernyataan ini ia tidak menjawab, ia memandangku sunggun-sungguh dengan air muka sedih, hingga aku bertanya apa sebabnya. "Mengapa Tuan marah kepada Jum'at, apa yang ia salah buat?" katanya. "Apa maksud, Jum'at?" tanyaku. "Aku sama sekali tidak marah kepadamu." "Tidak marah?" katanya, berulang-ulang kata-kata ini diucapkan olehnya, "dan mengapa Tuan menyuruh kembali Jum'at kepada bangsanya?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Mengapa?" tanyaku, "Tapi Jum'at, bukankah kau sendiri telah berkata, bahwa kau ingin sekali kembali ke rakyatmu?" "Ya, ya tapi saya mau berdua ke sana. Bukan Jum'at saja dan bukan Tuan saja!" "Aku ke sana, Jum'at?" kataku. "Buat apa aku ke sana?" Sekonyong-konyong dengan cepat ia menoleh kepadaku. "Kau bisa banyak berbuat baik," katanya," kaukatakan kepada orang-orang liar, bahwa mereka mesti berbuat baik, tenteram dan aman. Kau mesti menceritakan kepada mereka tentang Tuhan, mengajar mereka bersembahyang dan mengajarkan mereka hidup baru." "Ah, Jum'at," kataku, "kau tak tahu apa yang kaukatakan. Aku sendiri orang bodoh dan berdosa." "Ya, ya tapi Tuan telah mengajar kebaikan kepada Jum'at, jadi Tuan dapat mengajar mereka kebaikan juga." "Ah, Jum'at," kataku, "kau saja pergi tanpa aku. Biarlah aku hidup di sini seperti dulu." Mendengar kata-kata ini mula-mula tampaknya tercengang sekali. Tapi kemudian ia berlari menuju salah satu kampak, diambilnya lalu diberikannya kepadaku. "Apa yang harus kukerjakan dengan kampak itu, Jum'at?" tanyaku. "Ya, bunuh sajalah Jum'at," katanya. "Mengapa aku mesti membunuhmu?" tanyaku lagi. Sekonyong-konyong ia langsung menatap mukaku. "Mengapa Tuan menyuruh Jum'at pergi? Bunuhlah Jum'at, tapi janganlah mengusir Jum'at." Ia mengucapkan kata-kata itu demikian sungguh-sungguhnya, sedang air matanya berlinang-linang, sehingga dengan singkat aku berjanji tidak akan mengusirnya bila tidak ia sendiri yang ingin pergi. Aku melihat, dalam segala percakapannya, ia menunjukkan kasih yang besar padaku. Dari itu aku menarik kesimpulan, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bahwa tak ada sesuatu yang akan dapat memisahkan dia dari aku, dan keinginannya pulang ke tanah kelahiran serta rakyatnya terutama hanya disebabkan oleh harapan, supaya dengan bantuanku, rakyatnya hidup lebih baik dan lebih layak sebagai manusia. Tapi keinginanku untuk bertemu dengan ke tujuh belas orang berjanggut itu menjadi makin keras, tanpa diundurundur lagi aku dengan si Jum'at pergi mencari sebuah pohon besar yang kuat yang bisa dibuat perahu besar, cukup untuk berlayar ke daratan. Di pulau itu banyak sekali pohon-pohon yang baik, asal kita mau saja, kita dapat membuat armada kecil, yang terdiri dari kapal-kapal yang agak besar. Tapi yang terpenting ialah menemukan pohon dekat air, sehingga kalau sudah selesai, dengan gampang dapat diluncurkan ke sungai. Dengan begitu tidak akan terulang lagi kesalahan pertama. Akhirnya Jum'at memilih sebuah pohon yang serasi. Sebab aku segera melihat, bahwa ia lebih mengetahui dari aku, jenis kayu apakah yang paling baik. Sampai sekarang aku tak dapat mengatakan apa nama pohon yang kami tebang. Hanya agaknya ia menyerupai pohon kayu kuning jenis pohon Nicaragua, karena warna dan bau kayunya. Jum'at hendak melubanginya dengan jalan membakarnya saja, tapi kutunjukkan padanya betapa lebih gampangnya dengan memakai alat-alat. Sesudah kuberi contoh beberapa kali, seterusnya ia cekatan benar. Setelah kami bekerja keras sebulan lamanya, perahu itu selesailah, empat belas hari lamanya dengan menggunakan roda-roda, barulah ia dapat diluncurkan ke sungai. Tapi sesudah itu, ia dengan mudah dapat menyeberangkan dua puluh orang. Dengan heran aku melihat betapa cekatannya Jum'at mengemudikan perahu. Ketika aku bertanya, apakah bisa mencapai daratan dengan perahu itu, ia berkata, "Ya, kita bisa gampang menyeberang sekalipun berhembus angin besar." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tapi tentang membuat tiang dan layar, ia tidak tahu apaapa, begitu pula tentang memakai jangkar dan tali kabel. Tiang gampang sekali didapat, kutebang saja salah satu pohon aras yang lurus, yang banyak sekali terdapat di pulau itu dan kusuruh Jum'at untuk menyelesaikannya. Layar kukerjakan sendiri. Aku tahu, bahwa aku masih mempunyai layar, atau lebih tepat potongan-potongan layar tua. Tapi karena dalam tempo dua puluh enam tahun kubiaran saja, aku tidak mengira pada suatu waktu akan terpakai lagi, aku yakin, semua layar yang kumaksudkan tentu sudah lapuk. Dan ternyata benar. Tapi kutemukan potongan-potongan yang masih baik, dan itulah yang kukerjakan. Setelah bersusah payah berhasil kubuat sebuah layar segitiga yang di Inggris dinamakan "layar terbut". Karena kapal yang dulu kupakai berlayar sepanjang pantai Barbaria juga mempunyai layar seperti itu, aku tak canggung lagi memakainya. Menyelesaikan dan memasangnya sekali, tiang dan layar kapal memakan waktu sampai kira-kira dua bulan, sebab aku menghendaki segala-galanya baik dan rapi. Di samping itu aku membuat pula kemudi di buritan. Meskipun aku hanya peromet saja dalam hal membuat kapal, karena mengingat kepentingannya harus mempunyai kemudi, kulakukan juga pekerjaan dengan sepenuh hatiku, akhirnya dapat juga diselesaikan dengan baik. Setelah selesai semua, kujelaskan kepada si Jum'at bagaimana menggunakan tiang kapal, layar, dan sebagainya itu, dan apa pula gunanya. Sebab meskipun ia pandai sekali menggunakan sampan ternyata ia sama sekali tak tahumenahu tentang cara menggunakan layar atau kemudi. Ia pun sangat tercengang ketika diketahuinya bagaimana aku dapat menjalankan perahu itu hanya dengan pertolongan kemudi saja, dan bagaimana pula ia terengah-engah melihat layar kembung mengembang ditiup angin menurut arah ke mana kita tujukan, dalam saat-saat belum mempunyai arah yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tentu. Hanya dalam waktu pendek semua ini telah dipahaminya dan ia pun jadilah pelaut yang tangkas. Satu perkara saja yang belum diketahuinya ialah bagaimana menggunakan pedoman. Tapi karena di sini jarang turun angin ribut, dan kabut tebal pun jarang-jarang tampak, kami tak perlu sering-sering melihat pedoman. Pada malam hari bintang-bintang di langit dan siang hari pantai laut yang memanjang—kecuali musim penghujan—dapatlah menunjukkan jalan kepada kita. Aku kini sudah memasuki tahun kedua puluh tujuh menghuni pulau, tapi tiga tahun terakhir semenjak Jum'at tinggal padaku dapat dipakai pengurangi waktu tersebut, karena semenjak itu boleh dikatakan cara hidupku sudah berlainan. Aku memperingati hari ulang tahun pendaratanku di pulau seperti biasa. Toh pada kali ini aku merasa lain dari hari yang sudah-sudah, seolah-olah ada suatu bisikan gaib di telingaku, bahwa pada tahun-tahun berikutnya aku sudah tak akan ada di sana lagi. Tapi aku bekerja terus, menanam, menggali, dan membuat pagar. Selanjutnya mengumpulkan dan menjemur sekali buah anggur yang telah masak dan mengerjakan pelbagai macam apa saja yang menurut hematku ada gunanya. Karena musim hujan telah mulai lagi, sering kami tingal di rumah saja. Perahu kami yang baru, kami jaga baik-baik. Kami bawa ke anak air, tempat aku dulu sering mendarat dengan rakit. Kusuruh si Jum'at menggali tanah yang cukup besar untuk menempatkan perahu kami, dalamnya juga cukup untuk diisi air, supaya perahu itu dapat pula terapung-apung. Setelah air pasang kembali surut, kami membuat bendungan dari tepi anak air sampai ke limbung yang kami buat itu dan dengan demikian perahu akan tetap kering pada tiap-tiap kali pada air pasang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dan untuk menghindarkan air hujan, kami taruh di atas perahu itu ranting-ranting kayu besar, kami buat seolah-olah sengkuap. Kemudian kami nantikanlah bulan-bulan November dan Desember; dalam bulan-bulan itu kami akan melaksanakan maksud kami. Ketika waktu yang kami nanti-nantikan itu tiba, keinginan akan mencari pengalaman itu hangat kembali, dan mulai pulalah kami bersedia-sedia akan membuat perjalanan yang kami angan-angan itu. Sebab apa yang kini menjadi kewajiban terutama, ialah mengurus sendiri perbekalan-perbekalan yang diperlukan. Aku kini kepala gudang. Kami sepakat menanti sampai dua minggu akan membuat bendungan dan menurunkan perahu ke air. Pada suatu pagi—kami masih dalam kesibukan—aku memanggil Jum'at dan menyuruh pergi ke pantai melihat-lihat kalau-kalau ia dapat menemukan seekor penyu. Pekerjaan ini sebenarnya pekerjaan mingguan baginya. Seperti telah sering kukatakan, di samping makan yang lain-lain, kami pun makan pula daging atau telur penyu dengan tetap. Jum'at belum lama berangkat, ketika ia tiba-tiba datang lagi dengan, bukan saja memanjat pagar, tapi boleh dikatakan melompatinya. Ia berseru-seru, "O, Tuan. O, Tuan. Celaka. Menyedihkan." "Ada apa Jum'at?" kataku. "O di sana,," katanya lagi, "satu, dua, tiga perahu; satu, dua, tiga." Dengan tekanan suara: satu, dua, tiga, kukira ia akan melanjutkannya sampai bilangan enam, untung ia bermaksud hanya tiga buah perahu saja. "Ya, Jum'at!" kataku mencoba meredakan, "jangan takut." Tapi aku melihat dia benar-benar sangat ketakutan. Rupanya tidak dapat menghilangkan pikiran bahwa mereka datang ke pulau itu semata-mata akan membunuh dia. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dan anak malang ini sudah gemetar tidak keruan memikirkan orang-orang itu akan datang, memotong-motong tubuhnya lalu memakan habis-habis dagingnya, hingga aku tak tahu bagaimana cara meredakannya. Kucoba sedapatdapat membujuk dia dengan memastikan bahwa bahaya itu bukan hanya untuk dia saja, aku sendiri pun seperti dia pasti akan dimakannya. "Tapi," kataku, "Jum'at, kita harus melawan mereka. Dapatkah engkau berkelahi, Jum'at?" "Aku tembak," katanya, "tapi dia banyak teman." "Itu tak mengapa," kataku lagi, "senapan-senapan kita akan mengejutkan mereka, hingga kita tak perlu menembak orangnya." Kemudian kunyatakan lagi, kalau aku berjanji kepadanya akan mempertahankan dia, ia harus pula menolongku. Ia menjawab, "Saya mati kalau Tuan kata mati." Lalu masuklah aku ke rumah dan kuberi dia minum rum. Aku sangat hemat dengan rum, karena itu aku masih mempunyai setengahnya dari jumlah semuanya. Setelah ia minum, kusuruh dia ambil bedil pemburu, yang selalu kami bawa, dan kuisi dengan penabur banyak sekali, hampir sebesar peluru pistol. Kemudian kuambil empat pucuk bedil setinggar dan masing-masing kuisi dengan peluru-peluru baud dan lima peluru yang lebih kecil; pistol-pistolku kuisi juga dengan beberapa peluru. Seterusnya sebagaimana biasa kusandangkan pedangku yang besar, kepada Jum'at kuberikan kampaknya. Sesudah bersiap-siap begitu, kuambil teropongku dan kudaki bukit dari samping, untuk mengetahui apakah masih dapat kulihat sesuatu. Segera tampak dua puluh satu orang liar, tiga orang tawanan dan tiga buah perahu. Agaknya mereka sedang asyik benar menyiapkan pesta besar, dan ketiga orang tawanan itulah yang merupakan hidangan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ istimewa. Memang suatu pesta biadab, tapi tidak lebih biadab daripada biasa. Kulihat juga bahwa mereka tidak mendarat di tempat mana mereka dulu akan memakan Jum'at, tapi lebih dekat sungai kecil yang pantainya rendah dekat hutan lebat yang menjorok sampai ke laut. Ini saja sudah menimbulkan amarahku, hingga aku kembali kepada Jum'at dan memberitahukan padanya, bahwa aku berniat mengejar dan membunuh mereka semua, sambil minta padanya supaya membantu aku. Sekarang takutnya sudah agak teratasi dan karena semangatnya amat bertambah oleh rum yang kuberikan padanya, ia sekarang menjadi berani sekali dan mengulangi lagi, bahwa ia bahkan bersedia bunuh diri, bila kuperingatkan padanya. Saat ini kupergunakan untuk membagikan senjata antara kami berdua. Kuberi Jum'at sepucuk pistol untuk diselipkan pada ikat pinggangnya dan seterusnya tiga pucuk bedil dan sepucuk pistol lagi, dan dengan bersenjata demikian, kami berangkatlah. Selanjutnya kumasukkan sebotol rum ke dalam sakuku dan kuberi Jum'at sekantong besar obat bedil dan peluru-peluru. Sementara, kuperintahkan dia berjalan dekat-dekat di belakangku, tidak boleh berteriak atau menembak, sebelum kuminta padanya, tapi terutama sekali jangan berbicara. Mula-mula kami berbelok ke kanan mengambil jalan berputar kira-kira satu mil, untuk dapat melintasi sungai kecil, maupun untuk mencapai hutan, sehingga dengan begitu aku dapat mendekati mereka pada jarak tembak, tanpa diketahuinya. Sambil kami berjalan, pikiran-pikiran yang dulu muncul kembali: rencanaku akan kuubah. Tapi janganlah mengira, jumlah mereka menakutkan. Mereka orang-orang liar telanjang yang tidak bersenjata. Keadaan Jum'at dan aku jauh lebih menguntungkan. Aku mulai bertanya kepada diriku sendiri, alasan apakah sebenarnya untuk menyerang sesuatu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bangsa, yang sampai sekarang belum pernah berbuat tidak senonoh terhadapku, tidak melakukan kejahatan kepadaku, sedangkan kebiasaan biadab mereka hanyalah merugikan dirinya sendiri. Setelah aku mencapai hutan, aku berjalan terus diikuti dekat-dekat oleh Jum'at, sampai aku mendekati tepi hutan, dan kini hanya suatu tempat sunyi membatasi aku dan orangorang liar. Kupanggil Jum'at dengan suara perlahan-lahan sambil menunjukkan sebuah pohon besar. Kuperintahkan dia naik ke atasnya untuk melihat apa yang dikerjakan mereka. Apa yang kuperintahkan dikerjakannya dan segera ia turun lagi. Kepadaku ia berkata, bahwa dari pohon tadi ia dapat melihat segala-galanya. Mereka sedang duduk mengelilingi api besar, lagi makan daging salah seorang orang liar, sedangkan tawanan lainnya berbaring terikat di tanah, menantikan sampai mereka mulai memakan dia. Seterusnya Jum'at berkata, bahwa tawanan itu tidak tergolong rakyatnya, tapi ada salah seorang yang berjanggut yang dulu pernah ia ceritakan padaku. Ketika ia bercerita, perasaan ngeri dan terkejut menghinggapi-ku. Aku sendiri naik ke atas pohon, dan dengan pertolongan teropongku kulihat memang ada seorang kulit putih yang terikat tangan kakinya, berpakaian lengkap, terbaring di pantai dekat laut. Pada jarak kira-kira lima puluh meter, ada lagi sebatang pohon di sampingnya ada semak-semak rendah, tapi karena untuk sampai ke sana ada suatu tempat terbuka, aku takut diketahui mereka. Karena itu aku berjalan dua puluh langkah ke belakang, kemudian pergi menuju pohon tadi lewat jalan lain, sambil bersembunyi di belakang belukar. Dari sini aku merangkak ke suatu bukit kecil. Dari sana aku mendapat pemandangan bebas dalam jarak kira-kira delapan puluh meter sekitarku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 24 Kini aku tak boleh membuang waktu, masih ada sembilan belas orang lagi dari mereka yang sedang duduk mengelilingi api, sedangkan yang dua orang lagi pergi mengambil orang Kristen itu untuk disembelihnya. Aku segera berbalik kepada si Jum'at dan berkata, "Sekarang, Jum'at, kerjakanlah apa yang kukatakan." Ia mengangguk. "Lihat, Jum'at," kataku, "kerjakanlah persis seperti apa yang kubuat, dan awas, jangan lalai sedikit pun." Lalu kuletakkan kini sebuah bedil setinggarku dan keduaduanya bedil pemburu di atas tanah. Ini diikuti oleh si Jum'at, lalu kubidikkan bedil setinggarku yang satu lagi kepada orangorang liar itu. Kusuruh Jum'at berbuat seperti ini, kemudian kutanya apakah ia telah siap. "Ya," katanya. "Nah! Tembakan!" kataku, dan pada saat yang sama aku pun menembakkan bedilku. Jum'at memilih tujuan lebih baik daripadaku. Ia berhasil menewaskan dua orang dan melukai tiga orang. Aku sendiri hanya dapat membunuh seorang dan melukai dua orang. Dan seperti dapat kita pahami mereka yang kami hujani dengan peluru itu kalang kabut: mereka yang belum luka, berlarian, tapi sambil tak tahu rupanya ke arah mana harus pergi, ke mana harus melihat, mereka pun tak tahu dari mana bencana itu datang. Jum'at terus saja memandangku, karena tak boleh lalai dari perhatian apa yang kuperbuat. Dan segera setelah aku melepaskan lelahku sejenak, pertama kulemparkan bedil setinggar ke samping, lalu kuambil sebuah dari bedil pemburu, demikian pula si Jum'at. Ia melihat jariku memegang pemetik, lalu membidik dan si Jum'at menurutinya. "Selesai Jum'at?" tanyaku. "Ya," katanya. "Usirlah mereka." "Dengan nama Allah," teriakku, dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kutembakkan bedilku untuk kedua kalinya kepada orang-orang liar yang sedang kalang kabut ketakutan. Demikian juga si Jum'at, ia menembakkan bedilnya sesaat dengan waktu aku menembak. Tapi karena bedil-bedil pemburu itu hanya diisi penabur, kami hanya membunuh dua orang. Meskipun sebagian besar telah kena tembak mereka berlompatan lari ke sana kemari, sambil menjerit-jerit seperti kemasukan setan, tubuhnya berdarah. Kebanyakan dari mereka terluka parah, dan beberapa menit kemudian ada lagi tiga orang yang rubuh. "Nah, Jum'at," kataku sambil mengambil bedil setinggar yang kini telah diisi lagi, 'Ikut aku," kemudian aku lari masuk hutan diikuti oleh si Jum'at, akan memperlihatkan diri kepada mereka. Dan segera aku mengetahui, bahwa baru saja mereka dapat melihat aku, aku pun segera berteriak sekuat tenaga menyuruh Jum'at supaya ia pun berbuat demikian dan lari secepat-cepatnya dengan berpakaian lengkap seperti aku. Kami tak dapat cepat-cepat lari karena berat oleh pakaian yang serba berat itu. Tapi dapat juga mendekati si kurban yang sedang berada antara mereka dan laut. Kedua pembunuh yang telah siap akan memulai pekerjaannya, ketika mendengar letusan pertama, lari lintang pukang ke pantai, lalu seperti temannya yang tiga orang lagi, bersembunyi dalam sampan. Karena itu aku memberi isyarat kepada si Jum'at untuk menembakkan lagi bedilnya. Ia segera mengerti akan kehendakku dan menembaklah ia sambil mendekati orangorang liar yang telah naik perahu itu, pada jarak kira-kira empat puluh ela. Mula-mula aku mengira bahwa ia dapat membunuh semuanya rubuh ke dalam perahu. Tapi kemudian tampak lagi yang dua orang, lalu ditembakinya pula kedua orang tersebut, sedangkan yang ketiga rupanya kena luka lagi, ia rebah ke dalam perahu. Selama Jum'at menembaki mereka, aku mengerati tali-tali yang dipakai mengikat si kurban dengan pisau dan setelah mereka terlepas kuangkat dia dan kutanya dalam bahasa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Portegis siapa dia. Ia menjawab dalam bahasa Latin, mengatakan bahwa ia orang Kristen tapi ia sangat lemah dan lemas, hampir-hampir tak dapat berdiri atau bercakap. Karena itu aku mengambil bekalku dari saku, dan sambil mengulurkan kepadanya, kuberi isyarat supaya ia minum. Iapun melakukan apa yang kuperintahkan. Kemudian kuberi sekerat roti, dan ia memakannya sampai habis. Ketika aku bertanya kepadanya, dari mana asal, ia menjawab bahwa ia bangsa Spanyol. Ketika ia sudah agak kuat, ia menyatakan terima kasih dengan isyarat sedapat-dapatnya bahwa ia telah ditolong. "Signor," kataku, sebisa-bisa saja dalam bahasa Spanyol, "kelak kita bicara panjang, tapi kini kita harus berkelahi. Kalau Tuan masih kuat, ambillah pistol dan kelewang ini." Ia mengambilnya dengan rasa terima kasih, dan baru saja ia merasa senjata-senjata itu ada dalam tangannya, lalu ia pun melompat seperti kemasukan setan, menyerang yang telah menyakitinya dan membunuhnya sekali dalam sekejap saja. Bedilku masih kupegang. T idak kutembakkan, tapi aku s iap untuk melakukannya, sebab pistolku dan kelewangku telah kuberikan kepada orang Spanyol itu. Karena itu pula aku segera menyuruh si Jum'at supaya senjata-senjata yang tadi diletakkan di bawah pohon segera diambilnya. Iapun lekaslekas menjalankan perintahku. Pada saat aku mengisi bedil pemburu itu kembali, orang Spanyol itu sedang sibuk menangkis serangan-serangan. Ia menyerang dengan salah satu kelewang kayunya, yaitu kelewang yang hendak dipakai membunuh mangsanya. Orang Spanyol, yang agak nakal tapi berani,—sayangnya tampaknya lemah—berkelahi mati-matian melawan penduduk asli itu, yang tampaknya berani juga dan kuat. Dan beruntung ia rupanya dapat membantingkan orang Spanyol itu ke tanah dan mencoba merebut kelewangku dari tangan orang Spanyol itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dan orang Spanyol itu membiarkannya saja diambil kelewangnya, tapi ia segera mencabut pistol dari ikat pinggangnya, dan menembakan tepat pada kepala sang korban, hingga ia jatuh dan mati, sebelum aku datang memberikan pertolongan. Jum'at, yang sekarang tidak perlu lagi menantikan perintah-perintahku, masih mengejar orang-orang liar, dengan hanya bersenjatakan kampaknya. Dengan kampak ini ia membunuh ketiga orang yang terluka dan rubuh pada permulaan pertempuran, dan seterusnya sekalian orang yang bisa dicapainya. Dan ketika orang Spanyol datang padaku minta bedil pemburu, agar dia pun dapat mengejar orang orang liar, kuberikan padanya sepucuk. Ia bisa melukai dua orang liar lagi. Tapi oleh sebab ia tidak berhasil mengejarnya, karena kedua-duanya lari ke dalam hutan, Jum'atlah yang menggantikan. Ia berhasil membunuh seorang, sedangkan yang lainnya rupanya lebih cepat daripada Jum'at. Meskipun ia terluka ia melompat juga ke dalam laut, kemudian dengan sekuat tenaga berenang kepada kedua orang temannya, yang melarikan diri dengan perahu. Dengan ke dua orang dalam perahu, yang seorang di antaranya terluka juga, (apakah ia sudah mati, tak tahulah kami), maka ia adalah satu-satunya dari ke dua puluh satu orang yang bisa terlepas. Perhitungan kami adalah seperti berikut. Pada tembakan pertama, yang dilepaskan dari bawah pohon, tiga orang terbunuh. Dua orang mati oleh tembakan berikutnya. Dua orang dibunuh dalam perahu oleh Jum'at. Tiga orang dibunuh oleh orang Spanyol. Empat orang mati karena luka-lukanya dan empat orang lari ke dalam perahu, di antaranya seorang luka-luka berat. Jadi, jumlah semuanya 21 orang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mereka yang berada dalam perahu, mengayuh sekuat tenaga agar jangan tercapai senapan, dan meskipun Jum'at masih melepaskan dua tiga tembakan lagi, kukira ia tak mengenai seorang pun. Jum'at mencoba mengejar mereka dengan salah satu perahu yang ditinggalkannya. Dan memang aku pun amat takut kalau-kalau mereka bisa terlepas, sebab bila begitu mereka nanti menceritakan segala-galanya kepada bangsanya, barangkali dalam tempo singkat akan kembali dengan dua atau tiga ratus orang. Untuk mengejarnya di laut, sambil lari ke salah satu perahu, kupanggil Jum'at supaya ikut. Tapi ketika aku mau melompat ke dalam perahu, tercenganglah aku, melihat ada orang liar yang berbaring di dalamnya, seperti orang Spanyol terikat tangan dan kakinya, siap untuk disembelih. Orang malang itu hampir saja mati karena takutnya, sebab ia tidak bisa mengetahui sama sekali, apa yang telah terjadi. Ia tak dapat melihat lewat pinggir perahu, karena terlalu erat diikat kepada lantai perahu dan lagi pula hampir pingsan disebabkan terlalu lama berbaring terikat. Tentu saja segera kukerat tali-talinya, kucoba membangkitkan dia. Tapi ia tak dapat berdiri maupun berbicara; ia hanya mengerang sekeras-kerasnya. Ia tentu mengira, bahwa orang-orang liar melepaskannya untuk membunuhnya. Oleh karena itu, kuminta pada Jum'at, supaya berbicara dengan dia dan memberitahukan padanya, bahwa ia telah bebas. Kemudian kuambil botolku, kusuruh dia minum beberapa teguk. Bahwa ia bebas, mengembalikan semangatnya, ia dapat berdiri tegak dalam perahu. Tapi ketika mendengar dia bicara dan dapat melihat mukanya lebih dekat, sekonyong-konyong ia mencium dan memeluknya. Kukira hati dari batu pun akan menjadi lentuk, bila melihat bagaimana ia kemudian, ketawa, berteriak-teriak, menari, dan sebagainya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Lama benar sebelum ia dapat mengucapkan sepatah kata pun, tapi ketika ia akhirnya agak tenang, ia berkata, bahwa orang itu adalah bapaknya. Tidak mudah bagiku untuk menjelaskan kepada pembaca, betapa terharu aku, ketika melihat bagaimana dalamnya cinta seorang manusia liar pun terhadap ayahnya. Juga tak mungkin bagiku untuk menggambarkan segala pernyataan cinta dan kasih, sebab Jum'at masuk ke dalam perahu kemudian keluar lagi. Dan ketika ia masuk lagi ke dalam perahu, ia duduk di samping bapaknya dan memberinya makan dan minum, sambil melekapkan kepalanya di atas dadanya, kadangkadang sampai setengah jam lamanya. Ia mengangkat dengan hati-hati tangan dan kaki ayahnya dan dengan tangannya menggosok-gosok sendi-sendinya yang kaku. Dan ketika kulihat, bahwa gosok-gosokan itu berfaedah juga, kuberikan kepada Jum'at botol rum, agar ia dapat menggunakan rum untuk menggosoknya. Ternyata, bahwa ini besar pertolongannya. Oleh peristiwa ini maksud kami akan mengejar orang-orang liar itu jadi terhalang. Mereka kini sudah hampir tak kelihatan lagi. Tapi bahwa kami tidak sempat mengejarnya ternyata menguntungkan, sebab dua jam kemudian turunlah angin ribut dengan tiba-tiba, makin lama makin dahsyat, hingga aku mendapat keyakinan, bahwa orang-orang liar itu tak akan mungkin dapat mencapai daratan. Tapi mari kita kembali kepada si Jum'at. Ia sangat sibuk menolong bapaknya, hingga aku tak sampai hati untuk segera memanggilnya. Tapi ketika kuketahui ada saatnya yang agak tak begitu sibuk, dan dapat meninggalkan ayahnya sebentar, kupanggil dia dan ia datang sambil menari-nari dan bernyanyinyanyi. "Sudah kauberi roti ayahmu, Jum'at?" tanyaku. Ia menggeleng-gelengkan kepala dan berkata, "Tidak, saya anjing kudis dari pesampahan, sudah memakannya sendiri." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Aku mengambil sekerat roti dari kantung kecil yang selalu kubawa untuk keperluan seperti itu. Kuberikan juga botol minuman, kusuruh dia minum seteguk. Mula-mula ia tak mau mengambil botol itu, tapi si Jum'at menyuruhnya sekali lagi. Dalam kantung kecil tadi aku masih punya tiga rangkai anggur, kuberikan serangkai kepada si Jum'at untuk ayahnya. Tak lama setelah ia memberikan anggur serangkai itu, ia melompat cepat-cepat dari perahu, lalu lari seperti dibawa angin saja layaknya, sebab ia adalah orang paling kencang larinya yang pernah kujumpai. Aku berkata bahwa ia lari demikian cepatnya, hingga sekejap mata saja sudah tak tampak dari pandangan mata. Aku tak berhasil memanggil dia baik menyerukan namanya, maupun dengan apa saja yang dapat mengurungkan dia terus berlari. Tapi dalam seperempat jam aku melihat dia telah kembali, masih terus lari, meskipun tidak sekencang semula. Ketika ia sudah agak dekat, aku dapat mengetahui bahwa ia membawa guci air yang berisi air tawar untuk ayahnya. Ia membawa pula dua buah kue besar, kue gandum. Roti ia berikan kepadaku, tapi air diberikannya kepada ayahnya. Tapi karena aku sendiri merasa sangat haus, aku mengambil dulu beberapa teguk. Air rupanya bagi ayahnya lebih membawa kebaikan dan kesegaran daripada rum yang kuberikan: orang yang malang itu minum dengan lahapnya. Kita semua maklum ia sangat dahaga. Ketika ayahnya telah kenyang minum, aku menyuruh Jum'at supaya menyisakan sedikit dan membawanya kepada orang Spanyol itu, yang tentu tak kurang memerlukan dari ayahnya. Kuberikan pula kepada Jum'at kue gandum yang sebuah lagi, untuk disampaikan kepada orang itu, yang tentu perlu juga, melihat keadaannya yang tampak lemah; ia berbaring saja di bawah bayangan sebuah pohon. Ketika aku mengetahui bagaimana ia dahaganya, aku sendiri memberikan segenggam buah anggur. Ia melihatku dan dapat kubaca pada air mukanya, ia sangat berterima kasih. Tapi ia sangat lemah hingga meskipun ia baru saja Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ memperlihatkan ketangkasannya sebagai pahlawan, kini ia hampir-hampir tak dapat berdiri. Ia mencoba sampai tiga kali, tapi pergelangan kakinya begitu bengkak, hingga tak memungkinkan untuk dapat berdiri hanya semenit saja pun. Aku minta supaya ia duduk saja, dan menyuruh Jum'at agar mengurut pergelangan kakinya, yang bengkak itu dengan rum, seperti diperbuat terhadap ayahnya. Si Jum'at berbalik, melihat dulu ayahnya, apakah ia masih duduk di tempat semula. Dan ketika ia tidak melihat ayahnya duduk, segera ia lari dengan tak berkata dulu barang sepatah pun, tapi setelah datang di sana melihat bahwa ayahnya hanya membaringkan diri saja untuk melemaskan anggotaanggotanya dan melepaskan lelah. Melihat ini Jum'at pun kembali kepada orang Spanyol itu. Aku bertanya setelah kakinya diurut, apakah ia tak dapat dengan pertolongan Jum'at berjalan ke perahu, untuk memudahkan membawa dia ke rumah supaya aku dapat merawatnya sebaik-baiknya. Tapi Jum'at tak mau tahu tentang ini, percaya akan kekuatannya, ia menggendong orang Spanyol itu ke atas punggungnya dan dibawanya ke perahu. Ia meletakkan dia dengan sangat hati-hati di pinggir, melangkahkan kakinya ke dalam perahu, lalu mengangkatnya lagi perlahan-lahan dan kemudian membaringkannya di samp'ng ayahnya. Lalu ia melompat dari dalam perahu, melepaskan tali penambatnya, dan ia pun mendayunglah secepat-cepatnya, hingga aku tak mungkin dapat mengikutinya. Ia membawa kedua muatannya itu menyusur pantai menuju ke anak air, dan meninggalkannya di sana. Ia pergi mengambil yang sebuah lagi (perahu kami itu). Ketika ia lalu di mukaku, kutanya mau pergi ke mana. "Hendak mengambil perahu lebih banyak," katanya, dan ia pun lari kencang-kencang. Aku yakin tak ada seorang penunggang kuda yang cakap sekalipun dengan mengendarai kudanya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dapat menyusul dia. Dengan sampan di atas air sama cepatnya ia dapat sampai di anak sungai dengan aku berjalan kaki. Lalu ia menyuruh aku masuk ke perahu, demikian juga tamu-tamu kami yang baru itu. Tapi karena ke dua tamu itu tak dapat berjalan, tak tahulah Jum'at, apa yang baik dibuat dengan mereka. Tapi setelah aku berpikir, akhirnya aku mendapat jalan. Aku berseru kepada Jum'at untuk membaringkan mereka di tepi sungai, kemudian dengan cepat-cepat kubikin usungan, cukup besar buat berbaring dua orang. Sesudah selesai, Jum'at dan aku mengangkatnya bersama-sama. Tapi ketika kami tiba pada pagar yang pertama, ada lagi kesukaran, ternyata tidak mungkin mengangkat mereka lewat pagar. Jadi, sekali lagi Jum'at dan aku bekerja, dan dalam tempo kurang dari dua jam di antara pagar dan tanaman hutan mudaku, berdirilah sebuah kemah bagus dan luas, ditutupi kain layar tua. Dalam kemah ini kami buat tempat tidur dari jerami dan selimut-selimut wol dan kedua orang sakit itu kami baringkan di atasnya. Pulauku kini sudah ada penghuninya, dan aku mempunyai tidak kurang dari tiga orang warga negara. Betapa penting rasanya aku dalam kedudukanku sebagai raja pulau di waktu itu. Dan mengapa tidak. Pertama: seluruh pulau milik pribadiku, dan keduanya: warga negaraku tunduk sama sekali padaku dan bersedia mengorbankan jiwanya bagiku bila saja. Lagi pula yang menarik perhatian ialah, bahwa aku mempunyai tiga orang warga negara yang semuanya berlainlainan agama. Jum'at boleh dianggap seorang Protestan, bapaknya memeluk fetisyisme dan seorang liar, sedangkan orang Spanyol beragama Katolik Roma. Dan aku memberikan kebebasan tentang agama ini, tapi tentang ini lain kali saja. Ketika tamu-tamu kami yang sakit akhirnya mempunyai tempat untuk bernaung dan beristirahat, di mana mereka dapat merentangkan anggota-anggota badannya yang lelah, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ aku mulai berpikir membuat makanan bagi mereka. Yang pertama kulakukan ialah memerintahkan Jum'at menyembelih kambing yang berumur setahun (ini adalah peralihan antara anak kambing dan kambing dewasa). Sesudah itu, kupotong bagian belakangnya dan dagingnya kukerat-kerat menjadi potongan-potongan kecil. Jum'at kusuruh memasak, dan setelah kububuhi jelai dan beras, jadilah sop nyaman dan beberapa piring daging yang enak. Karena makanan itu kubuat di luar, setelah siap kubawa masuk ke dalam kemah, setelah sebelumnya kutaruh sebuah meja di sana. Mulailah kini kami makan. Dalam percakapanpercakapan dengan bapaknya, maupun dengan orang Spanyol, Jum'at berlaku sebagai juru bahasa, sebab orang Spanyol itu faham benar bahasa orang-orang liar. Ketika makan selesai, kusuruh Jum'at dengan salah satu perahu mengambil bedil-bedil setinggar dan pemburu, yang karena tergesa-gesa kami tinggalkan di tempat pertempuran. Dan keesokan harinya kusuruh lagi dia ke sana untuk membakar mayat orang-orang liar yang sudah mati, sebab mayat-mayat yang sudah menjadi busuk lebih baik dibakar daripada dikubur. Juga kusuruh dia menghilangkan sisa-sisa pesta biadab itu karena aku sendiri, disebabkan rasa benci dan ngeri merasa tak sanggup. Sekembalinya Jum'at, aku mulai bercakap-cakap dengan kedua tamuku. Mula-mula kusuruh Jum'at bertanya kepada bapaknya, apakah pendapatnya tentang larinya orang liar dalam perahu dan apakah ada kemungkinan mereka datang kembali dalam jumlah dua atau tiga ratus orang. Kesannya yang pertama ialah bahwa orang-orang liar itu tidak akan tahan terhadap angin taufan yang bertiup semalam terus; mereka pasti mati atau mendarat di daerah-daerah pantai sebelah selatan, di mana mereka tentu dimakan oleh penduduknya. Lagi pula ia berpendapat, bahwa orang-orang liar itu demikian terperanjatnya oleh letusan dan tembakanTiraikasih Website http://kangzusi.com/ tembakan bedil, sehingga menurut anggapannya, andai kata mereka sampai ke tempat kediamannya, mereka tentu akan menceritakan kepada teman-temannya bahwa temantemannya dibunuh oleh guruh dan kilat, bukannya oleh tangan manusia. Dan selanjutnya, bahwa Jum'at dan aku adalah dua ruh dewa, yang turun dari langit hanya untuk membinasakan mereka. Ini pernah didengarnya dari mulut orang-orang liar itu yang diserukannya dalam bahasanya sendiri. Dan mereka juga tak mungkin percaya, bahwa seorang manusia bisa menimbulkan kilat dan dapat bicara dalam guruh kepada mereka. Dan kemudian memang ternyata, bahwa pendapat orang liar tua itu benar, sebab kemudian aku mendengar dari berbagai sumber, bahwa orang-orang liar sejak itu menghindari pulauku. Mereka rupanya demikian takutnya mendengar cerita keempat orang liar (rupanya mereka dapat menyelamatkan diri), sehingga mereka percaya, bahwa api para dewa akan menghancurbinasakan mereka, bila mereka datang lagi ke pulauku. Ketika itu aku belum tahu soalnya, karena itu segera aku bersedia-sedia dan tak membiarkan mataku lalai dari memperhatikan apa saja yang ada sekelilingku. Karena setelah beberapa lama tak menampak lagi perahu datang, ketakutanku mulai berkurang, malah timbullah keinginan meneruskan niatku berlayar ke daratan. Lebih-lebih karena ayah si Jum'at, juga si Jum'at sendiri memastikan dengan sungguh bahwa dari pihak rakyat di sana aku akan mendapat penerimaan yang baik. Tapi keinginanku yang berkobar-kobar itu lama-lama dingin kembali, setelah aku mempercakapkannya pada suatu ketika dengan orang Spanyol itu. Ia mengatakan bahwa ia waktu mendarat itu bersama-sama dengan orang-orang Spanyol dan Portugis, berjumlah tujuh belas orang. Orang-orang itu dapat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ juga hidup damai dengan penduduk asli, tapi hampir tak mempunyai makanan, untuk dapat hidup lanjut dengan baik. Aku menanyakan beberapa keterangan mengenai pengembaraannya dan aku dapat mendengar bahwa kapal yang mereka tumpangi (kapal Spanyol) berlayar dari Rio de la Plata ke Havana, maksudnya dari sana akan mengantarkan muatan, yang terdiri dari sebagian besar dari kulit dan perak dan akan mengambil muatan barang-barang buatan Eropah. Seterusnya ia menceritakan tentang tambahnya muatan di jalan, lima orang Portugis yang kapalnya karam. Diterangkannya juga bahwa lima orang lagi dari mereka telah tenggelam dan sisanya, yang telah sangat payah dan lelah terdampar ke tepi pantai yang didiami oleh orang-orang pemakan sesama manusia, yang sewaktu-waktu bukan tak mungkin menjadi mangsa kebuasannya. Juga ia menceritakan bahwa mereka mempunyai senjata, tapi meskipun demikian tak dapat menggunakannya karena tak mempunyai mesiu ataupun peluru. Peluru dan obat bedil yang ada sedikit telah dipergunakannya pada hari pertama untuk mencari makanan. Aku menanyakan bagaimana pendapatnya tentang kawankawan setanah airnya, dan apakah mereka tidak mempunyai maksud untuk lari. Ia berkata bahwa mereka memang sering bermupakat, tapi karena tak mempunyai perahu, atau pun perkakas untuk membuatnya, juga tak mempunyai bekal, segala rundingan itu hanya diakhiri dengan air mata dan putus asa. Lalu aku bertanya bagaimana pendapatnya, kalau aku yang mengusulkan kepada mereka tentang pembebasan ini kira-kira akan diterima? Aku berkata terus terang kepadanya bahwa yang kukhawatirkan kalau nanti mereka mengira bahwa aku akan menipunya. Kunyatakan kepadanya berat bagiku, mulamula dapat membebaskan mereka, tapi kemudian aku sendiri jadi tawanan untuk dibawa ke Spanyol Baru, di mana orang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Inggris dengan segera atau lambat-laun dibunuhnya. Bagiku lebih baik dimakan oleh orang-orang liar daripada jatuh di tangan para pendeta bengis, yang pasti akan menyeretku ke muka pengadilan gereja. Tapi kukatakan pula, bahwa aku yakin kalau mereka ada di sini, kami sekalian akan lebih mudah membuat sebuah kapal yang cukup besar, untuk dipakai berlayar ke pantai selatan Brasilia atau ke pantai utara Spanyol. Selesai aku berkata, ia menyatakan dengan terang dan jelas sekali bahwa keadaan kawan-kawan sebangsanya itu sangat buruk, hingga ia dapat memastikan bahwa purbasangkaku, tiada akan percaya kepada siapa yang akan memberikan pertolongan, tak akan ada pada mereka, dan kalau aku setuju, ia dengan orang liar yang tua itu akan pergi dulu menemui mereka dan setelah memaparkan apa yang dikandung dalam maksud dengan sejelas-jelasnya, ia akan kembali menyampaikan putusan mereka. Ia akan minta keterangan tertulis dari mereka, yang menyatakan bahwa mereka menyetujui dan akan menurut saja kepada kehendakku; ke tanah mana saja mereka akan dibawa. Selanjutnya keterangan ini akan diresmikan dengan upacara penyumpahan, di mana aku harus hadir pada waktunya. Lalu ia menceritakan pula bahwa mereka itu sebenarnya orangorang sopan dan jujur, yang mendapat malapetaka, padahal mereka tak mempunyai pakaian maupun makanan, karena itu mereka menyerahkan saja kepada kerelaan penduduk asli. Setelah aku mendengar semuanya, mulailah aku menguatkan niatku untuk melaksanakan cita-citaku itu. Langkah pertama aku harus secepat mungkin menyuruh orang Spanyol dan orang liar tua itu kembali kepada bangsanya. Tapi ketika kami mempercakapkan kembali hal-hal yang kecilkecil, tiba-tiba orang Spanyol itu memajukan suatu pendapat yang berharga sekali, demikian bagusnya hingga aku tak hendak menolaknya, dan menyetujuinya saja, meskipun Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ karena pendapatnya ini, kepergian-nya harus ditangguhkan sekurang-kurangnya selama setengah tahun. Soalnya begini: Ia sekarang sudah kira-kira sebulan tinggal padaku. Selama itu ia mendapat kesempatan cukup untuk mengetahui, bagaimana aku memenuhi kebutuhan hidupku. Ketika ia melihat aku panen, diketahuinya, bahwa persediaan yang mula-mulanya diperuntukkan bagi si Jum'at dan aku, buat empat orang amat kurang, apalagi buat memelihara hidup empat belas orang lagi, tentu takkan mencukupi. Karena itu ia menasihatkan agar ia dan kedua orang lainnya disuruh mencangkul tanah lebih banyak untuk ditanami, kemudian menantikan panen berikutnya, agar bila orang-orang lainnya kelak tiba, sudah cukup persediaan beras dan jelai, sehingga kami dapat bersiap-siap buat pelayaran. Nasihat ini tepat sekali, aku tak berniat mengabaikannya. Segeralah kami berempat mencangkul-cangkul, dan sebulan kemudian ketika waktu menyebar bibit tiba, sudah cukup tersedia tanah, dan kami dapat menaburkan dua ratus dua puluh liter benih jelai dan enam belas periuk butir beras. Karena persenjataan kami berempat sekarang sudah sangat baik, aku tidak merasa kuatir lagi akan kemungkinan serangan orang-orang liar. Dengan ditemani orang-orang lainnya, aku acapkali menjelajah beberapa bagian pulau. Dalam perjalanan-perjalanan ini kami memilih pohon-pohon, yang kayunya patut dibuat kapal. Beberapa hari kemudian, di bawah pengawasan orang Spanyol, kusuruh si Jum'at dan ayahnya menebangnya, setelah kutunjukkan padanya, bagaimana cara membuat papan yang panjangnya tiga puluh lima kaki, lebarnya dua kaki dan tebalnya empat dim. Bersamaan dengan itu, aku berusaha sedapat-dapatnya menambah kawanan kambing-kambing yang jinak. Pada suatu hari kusuruh si Jum'at dengan orang Spanyol menangkap kambing-kambing muda, sedangkan aku sendiri keesokan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ harinya pergi dengan si Jum'at, kami pergi bergiliran. Kami mendapat dua puluh ekor kambing muda, kambing-kambing tua kami tembak mati. Kali ini kukumpulkan lebih banyak buah anggur daripada biasa. Sesudah dijemur di bawah matahari, aku mendapat antara enam puluh dan delapan puluh bejana kismis. Musim panen tiba lagi, dengan amat gembira kami lihat, bahwa bulir-bulir berisi penuh. Seperti sudah kukatakan, kami telah menabur dua ratus dua puluh liter benih jelai sedangkan hasil panen kira-kira dua ribu dua ratus liter, dan demikian pulalah bertambahnya persediaan beras kami. Dengan demikian, dengan hati yang lapang kami dapat menantikan kedatangan orang-orang Spanyol, dan orang Spanyol kuberi izin untuk menyeberang ke benua buat mengambil orangorang setanah airnya yang ditinggalkan di sana. Tapi kuberi perintah tegas padanya, bahwa ia tidak boleh mengambil yang tidak bersumpah dulu di hadapan dia dan orang liar tua itu, bahwa mereka akan tunduk kepada perintah-perintahku dan mengakui aku sebagai pemimpinnya. Setelah mendapat perintah, orang Spanyol dan orang liar tua itu bertolaklah dengan salah satu perahu rampasan, dan mereka masing-masing kuberi dulu sepucuk bedil setinggar dan obat bedil serta peluru buat delapan kali pasang. Kuminta padanya dengan sungguh-sungguh, supaya menghemat sedapat mungkin. Kemudian mereka kuberi perbekalan bahan makanan dan kismis banyak-banyak, cukup bagi mereka dan orang-orang Spanyol buat beberapa hari lamanya dan kuucapkan selamat jalan padanya. Kami mengadakan perjanjian, bahwa bila mereka kembali, mereka akan memberitahukan kedatangannya dengan suatu isyarat tertentu, yang dapat dilihat dari jarak jauh oleh si Jum'at dan aku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mereka berlayar dengan angin lemah dan bulan penuh, sehingga lama benar kami dapat memandang sebelum mereka hilang dari penglihatan. Kira-kira delapan hari setelah keberangkatannya, terjadilah suatu peristiwa ganjil dengan sekonyong-konyong. Pada suatu pagi, ketika aku masih tidur nyenyak, si Jum'at dengan tibatiba berlari ke dalam gubukku, sambil berteriak-teriak, "Tuan, Tuan, mereka datang, mereka datang, mereka datang." Tentu saja aku segera melompat dari ayunan-ku, dan tanpa memikirkan sesuatu bahaya, segera kukenakan pakaianku dan berlari ke tempat peninjauanku yang biasa. Dengan tegas kukatakan, tanpa memikirkan sesuatu bahaya, sebab sekarang aku berbuat sesuatu, yang biasanya tak kulakukan, yaitu meninggalkan senjata-senjataku. Alangkah tercengang aku, ketika aku datang di suatu tempat, kulihat dalam jarak kira-kira satu setengah mil di laut ada sebuah sampan yang memakai layar segitiga, menuju ke arah pulauku. Juga segera kulihat, bahwa sampan itu tidak datang dari jurusan, yang kuharapkan yaitu dari mana orang Spanyol dengan orang-orang setanah airnya akan datang, melainkan lewat ujung selatan pulau. Kupanggil si Jum'at, kuminta supaya ia menghampiriku, kusampaikan dengan beberapa patah kata, bahwa orangorang itu bukan mereka yang kami nantikan. Kukatakan pula bahwa aku belum dapat memastikan apakah mereka kawan atau lawan. Lalu kuambil teropong dari rumah dan setelah aku menaruh lagi di tempatnya, lalu aku mendaki bukit. Seperti sering kukatakan, aku dapat dari tempat ini melayangkan pandangan yang jelas sekitarnya, dengan tak usah khawatir akan ketahuan oleh yang diintai. Baru saja aku mendaki bukit yang kumaksudkan itu, mataku telah melihat sebuah kapal yang jauhnya dari pantai kira-kira satu setengah mil, jadi dari tempat aku berdiri, lebih kurang dua setengah mil, arah tenggara, yang rupanya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sedang melabuhkan jangkar. Setelah kuamat-amati dengan seksama memakai teropong, dapat kuketahui kini, bahwa kapal itu berlayar di bawah naungan bendera Inggris dan sekocinya pun adalah sekoci model Inggris. Sungguh sukar untuk melukiskan kebingungan yang bercampur dengan kegembiraan sekaligus, yang ketika itu menguasaiku. Aku melihat, bahwa kapal itu, menurut dugaandugaan yang cukup mempunyai alasan, dikemudikan oleh sesama bangsaku sendiri, lebih dari itu, mungkin temantemanku sendiri. Tapi seolah-olah ada suara gaib yang mengingatkan supaya aku berhati-hati dan waspada. Pertama timbul pertanyaan dalam diriku, apa maksudnya sebuah kapal Inggris berlayar menuju tempat terpencil dari dunia ramai, sebab, seperti yang aku tahu pasti, tidak pernah ada hubungan dagang tukar-menukar antara orang Inggris dengan penduduk asli daerah pantai pulau ini. Juga mereka tidak disebabkan karena diserang badai, dan bukan pula mendapat kecelakaan lain-lainya. Jadi kesimpulan pikiranku: kalau mereka toh betul-betul orang Inggris, tentu datangnya ke mari bukan dengan maksud baik. Dan karena itu bagiku, lebih baik menghabiskan umurku di sini saja daripada jatuh di tangan pembunuh-pembunuh dan bandit-bandit. 25 Aku belum lama bersiap-siap di puncak bukit itu, tiba-tiba aku melihat bagaimana kapal itu makin lama makin dekat ke darat. Aku mengira mereka mencari muara salah satu anak air atau mencari tempat, yang kira-kiranya baik untuk mendarat. Tapi karena mereka tidak terus menyusur pantai, anak air yang biasa kupergunakan untuk menurunkan rakitku dahulu rupanya tidak kelihatan. Lalu dilabuhkan saja jangkar kapal itu di tempat yang jauhnya kira-kira setengah mil dari tempatku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ini bagiku sangat kebetulan, sebab kalau tidak begitu, mereka akan dapat langsung naik ke darat presis di muka pintu rumahku dan aku mau tak mau akan dapat kehormatan dengan kunjungan mereka di rumah. Ketika mereka telah di darat, aku dapat mengetahui bahwa mereka sebagian besar adalah orang-orang Inggris. Dua di antaranya kukira mula-mula orang Belanda, tapi ternyata kemudian bukan. Mereka berjumlah 11 orang, tiga di antaranya menurut dugaanku tidak bersenjata dan mereka diikat. Seorang dari tiga itu memohon, ini tampak dari gerakgeriknya, seperti minta dikasihani, dibiarkan hidup, tapi yang dua lagi, meskipun ada pula mereka membuat gerak-gerak permintaan, tapi tidak seperti yang pertama. Ini semua sangat mengharubirukan pikiranku, lebih-lebih karena aku tak tahu sebabnya. Ketika si Jum'at melihat ini, ia berseru-seru sebisa-bisanya dalam bahasa Inggris, "O, Tuan, Tuan melihat orang laki-laki Inggris itu hendak memakan tawanannya seperti juga orangorang liar." "Mengapa Jum'at?" kataku, "engkau mengira akan memakan tawanannya?" "Ya," kata Jum'at "Tidak, tidak," kataku. "Jum'at, aku sesungguhnya hanya khawatir kalau-kalau mereka hendak membunuhnya. Tapi engkau harus tahu pasti, bahwa mereka tidak akan memakan dagingnya." Dalam pada itu aku terus melihat pertunjukan ngeri itu. Aku melihat bagaimana salah seorang bandit itu mengangkat tangannya yang memegang pedang sangat besar, lalu ditetakkannya kepada salah seorang mangsanya yang malang itu. Aku menanti tiap-tiap saat, bahwa orang ini akan segera rubuh, dan denyut jantungku rasa terhenti karenanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pada saat itu, aku berharap-harap dalam hati, supaya orang Spanyol dan orang liar tua yang ikut dengan dia, segera kembali. Atau akulah dapat menghampiri ketiga orang yang tidak bersenjata itu, dengan tidak diketahui orang. Aku masih berpikir-pikir, ketika tiba-tiba ada suatu kejadian lain. Setelah aku menjadi saksi dari penganiayaan seorang kelasi yang tak mempunyai perikemanusiaan itu terhadap tiga orang kurbannya aku melihat kelasi itu tiba-tiba sibuk bercakap-cakap tentang keadaan pulau, sambil menjauhi tempat semula, seperti bermaksud hendak memeriksanya lebih jauh. Aku melihat bahwa ketiga orang itu kini bebas, boleh pergi semaunya. Tapi ketiga orang itu bukan pergi, malah ber-jongkoklah di tanah, dengan memperlihatkan roman yang sangat susah dan sedih, seperti orang yang betulbetul sudah putus harapan. Aku teringat kepada saat, ketika buat pertama kalinya aku menginjakkan kakiku di sini dan karena putus asa menoleh ke kiri ke kanan. Betapa ngeri persangkaanku; betapa kuanggap diriku sudah tak dapat tertolong lagi dan betapa takutnya aku memandang sekelilingku. Dan betapakah pada malam pertama itu aku tidur di atas pohon karena takut akan binatang-binatang buas! Air pasang sedang setinggi-tingginya, ketika orang-orang itu mendarat; tapi karena mereka terlalu banyak memboroskan waktu pemeriksa keadaan pulau, mereka telah lalai membiarkan pasang berlalu, sehingga sampannya sekarang, karena air amat surut, tersangkut dalam pasir. Mereka hanya meninggalkan dua orang dalam sampan, yang kecuali itu sebagaimana kulihat kemudian, terlalu banyak minum berendi, sehingga mereka tertidur nyenyak. Tapi ketika salah seorang terbangun dan melihat, bahwa sampan demikian eratnya tersangkut dalam pasir, sehingga ia sendiri takkan mungkin dapat melepaskannya, mulailah ia memanggil-manggil orang-orang lainnya yang berkelana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sekitarnya. Atas panggilan ini mereka semua datang menghampiri sampan, tapi meskipun mereka mengerahkan tenaga sekuat-kuatnya mereka toh tak dapat melepaskannya, sebab sampan itu amat berat dan daerah pantai sebelah pulau terdiri dari tanah pasir paya-paya, yang amat menyerupai pasir apung. Meskipun karena itu mereka berada dalam keadaan yang jauh dari menyenangkan, mereka segera membiarkan saja sampan itu kepada nasibnya sendiri, seperti pelaut-pelaut teledor, yang tak pernah memikirkan hari kemudian dan lalu melimbang lagi di pantai. Dalam pada itu aku mendengar salah seorang dari mereka berkata dalam bahasa Inggris, "Ah, biarkan saja. Jack. Mengapa kau bersusah-susah? Kalau air pasang juga ia akan terapung lagi!" Dengan demikian maka keyakinanku, bahwa mereka orang-orang senegeriku, dibenarkan. Ketika semua itu terjadi, aku tersembunyi dengan aman di dalam persembunyianku, dan aku merasa bersyukur ketika teringat betapa terlindung letak rumahku. Aku tahu, bahwa tidak kurang dari sepuluh jam harus berlalu, sebelum sampan bisa terapung lagi dan karena sebelum itu hari akan menjadi gelap gulita, aku mendapat kesempatan baik sekali untuk melihat-lihat segala pekerjaan dan mendengarkan percakapan-percakapannya, andaikata mereka bercakap cakap. Dalam pada itu aku bersiap-siap untuk bertempur, sebagaimana halnya ketika akan datang orang-orang liar, meskipun sekarang aku berbuat lebih berhati-hati, karena tahu benar, bahwa musuh ini tidak dapat disamakan dengan musuh yang dulu. Kuperintahkan s i Jum'at, yang selama tahun-tahun belakangan ini telah kubuat seorang penembak ulung untuk menyiapkan segala sesuatu baginya sendiri. Aku sering mengambil dua bedil pemburu, sedangkan dia kuberi tiga pucuk bedil setinggar. Tampangku memang layak untuk mengejutkan orang. Di atas kepala kupasang kupiah raksasa, yang dulu kubuat dari Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kulit kambing yang di belakangnya berkatup besar yang tergantung rendah sampai tengkukku. Dalam ikat pinggangku terselip dua pucuk pistol, pada sisiku tergantung sebilah pedang besar dan di atas tiap pundakku sepucuk bedil. Seperti sudah kukatakan, aku tidak bermaksud berbuat sesuatu sebelum gelap-gulita. Tapi ketika menjelang jam dua siang, jadi waktu hari sedang panas-panasnya, kulihat mereka masuk ke dalam hutan, aku mengerti, bahwa mereka tidur siang di sana. Ketiga orang malang yang ditinggalkan yang sudah barang tentu tersiksa oleh pikiran akan nasib yang akan menimpanya, tidak tidur, tapi dalam jarak kira-kira seperempat mil duduk di bawah teduh pohon, dan sangkaku tak tampak oleh orang-orang lainnya. Ketika hal itu kuketahui aku memutuskan memperkenalkan diri padanya dan dengan begitu dapat mendengar tentang keadaannya. Jadi segeralah aku berangkat dengan si Jum'at yang seperti aku juga bersenjatakan lengkap, tapi tidak memberi kesan sebagai hantu seperti aku; ia berjalan di belakangku dalam jarak yang agak jauh. Aku mendekati mereka tanpa diketahuinya sedekat dan sekonyong-konyong tanpa dilihat oleh salah seorang dari ketiga orang itu, dalam bahasa Spanyol, kusapa mereka, "Siapakah Tuan?" Ketika mendengar suaraku, mereka berdiri dengan terkejut, dan seterusnya melihat aku dalam pakaian yang asing baginya, mereka sepuluh kali lebih terkejut lagi. Tidak seorang pun yang menjawab dan kukira, mereka semua sudah siap untuk lari; jadi kusapa mereka dalam bahasa Inggris. "Tuan-tuan, jangan takut pada saya. Barangkali saya segera menjadi sahabat Tuan-tuan!" "Rupanya Tuan diturunkan dari langit untuk menolong kami," kata seorang dari mereka dengan sungguh-sungguh kepadaku, sambil membuka topinya. "Saya orang Inggris," kataku, "dan bersedia akan menolong Tuan. Seperti Tuan dapat melihatnya saya mempunyai senjata Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ serta mesiu cukup banyak. Katakanlah kepada kami, siapa Tuan dan dapatkah kami menolong Tuan? Apa sebenarnya yang telah terjadi atas diri Tuan-tuan?" "Apa yang telah terjadi, tak dapat saya menceritakannya dengan sepatah dua kata saja," katanya, "sebab akan memakan waktu banyak, sedangkan pembunuh pembunuh kami ini berada tidak jauh dari s ini. Tapi singkatnya saja Tuan, saya adalah komandan kapal, kapal yang Tuan lihat di kejauhan itu. Anak buah saya berhasil memberontak. Mereka memutuskan tidak akan membunuh kami, tapi akan meninggalkan kami. Saya dengan juru mudi dan seorang penumpang di pulau ini, yang dalam sangkaan mereka kami akan mati juga karena kelaparan. Mereka mengira pulau ini tidak ada penduduknya." "Di mana mereka, penipu-penipu musuh Tuan itu?" tanyaku. "Tidakkah Tuan tahu ke mana mereka pergi?" "Mereka ada di belakang Tuan," katanya sambil menunjukkan jarinya ke arah semak-semak. "Tapi saya sudah gemetar mengingat kalau-kalau mereka ada melihat kami, atau mendengar percakapan kita, sebab kalau hal ini terjadi, mereka akan membunuh kami dengan tak mengenal ampun lagi." "Adakah mereka mempunyai senjata?" "Hanya dua buah bedil," katanya, "satu di antaranya ditinggalkan dalam sampan." "Sekarang," kataku. "Biarlah, seterusnya atas tanggung jawab sayalah! Saya berani mengatakan bahwa mereka kini sedang tidur, jadi sangat mudah untuk membunuh mereka, atau barangkali Tuan ingin menangkapnya hidup-hidup?" Atas pertanyaan ini ia menceritakan bahwa di antara yang banyak itu hanya dua oranglah yang berbahaya, yang tak perlu diberi ampun lagi, dan kalau yang dua ini sudah tak berdaya, ia mengira bahwa yang lain-lain akan berbalik. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Aku bertanya siapa kedua orang itu, tapi ia menyatakan tak dapat membedakan dalam keadaan seperti itu, tapi ia akan menurut saja apa yang akan kuperintahkan kepadanya. "Ya," kataku, "kalau begitu, pertama-tama kita harus berusaha supaya jauh dari mereka, jauh dari penglihatan dan pendengaran mereka, supaya dapat berunding." Mereka menurutkan daku, dengan tak berkata apa-apa lagi. Lalu berjalanlah kami, dan sampailah di sebuah hutan yang kira-kira aman bagi kami. "Begini Tuan," kataku, "kalau saya mengambil tugas membebaskan Tuan dari cengkeraman mereka seluruhnya, dapatkah Tuan kelak menyetujui dua macam permintaan yang akan saya ajukan?" Ia menjawab, seandainya kapal itu dapat dimilikinya kembali ia akan menyerahkan pimpinan kepadaku selama dalam perjalanan. Tapi kalau kapal itu tak dapat kembali, relalah ia katanya mengikutiku hidup atau mati bersama-sama. Kedua orang yang lain sama-sama setuju atas usulnya ini. "Ya," kataku lagi, "dan usul-usul saya ini ialah, pertama: selama tuan ada di daratan pulau ini, harus tunduk kepada perintah-perintah saya dan kalau saya memberikan senjata kepada Tuan, Tuan bersedia mengembalikannya sewaktuwaktu dan Tuan sekali-kali tidak akan membelakangi saya. Kedua: kalau saja saya beruntung dapat merampas kembali kapal itu, Tuan hendaklah memberikan kesempatan kepada kami berdua dengan orang itu, ikut berlayar ke Inggris dengan tak usah membayar." Ia meyakinkan bahwa ia sangat setuju dan berpendapat bahwa permintaanku itu sangat pada tempatnya dan selalu ia mengatakan bahwa ia akan setia selama hidupnya dan bersedia menyatakan bahwa ia sungguh-sungguh telah berhutang budi kepadaku. "Baiklah," kataku, "ini tiga buah bedil setinggar untuk kalian bertiga, beserta obat dan pelurunya. Coba Tuan katakan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sekarang, apa pikiran Tuan, mana yang sekiranya baik kita lakukan pada saat ini." Tapi mereka mengatakan, bahwa itu semuanya terserah kepadaku. Aku menyatakan kepada mereka, bahwa meskipun hal ini sangat berbahaya untuk dilakukan, tapi bagiku ini adalah yang sebaik-baiknya, yaitu menyerang mereka dengan tiba-tiba pada saat mereka sedang berbaring-baring di sana. Dan kalau setelah penyerangan pertama masih ada yang hidup, serta menerangkan bahwa mereka akan menyerang, boleh mereka diberi ampun kalau sekiranya disetujui oleh sekalian. Kapitan itu menjawab bahwa ia tak mempunyai maksud untuk membunuh semuanya, siapa yang masih dapat ditolong, baiklah ditolong. Tapi karena kedua orang, biang keladi, pemimpin pemberontak yang tak mau saja mengubah sikapnya, dan kecuali itu, kalau saja mereka dapat meloloskan diri pasti akan membawa anak buahnya kembali menyerang. Kapitan dengan kawan kawan dan kami tentu akan dapat dikalahkan, maka bagi kedua biang keladinya baiklah diambil tindakan keras. "Ya," kataku lagi, "tapi hal yang lebih utama, yang saya pikirkan, ialah mencari jalan untuk menolong nyawa kita sendiri." Tapi ketika aku melihat bagaimana pandangannya tentang pertumpahan darah yang tak diingininya itu, aku membujuk dengan menyatakan bahwa mereka akan segera menyerah kalau melihat bahwa senjata kami dan amunisi lebih kuat daripada mereka. Pada saat kami masih sibuk bercakap-cakap, tiba-tiba kami mengetahui mereka bangun. Segera pula kami melihat mereka bangkit dan melompat. "Inikah ke dua biang keladi pemberondak itu?" tanyaku dengan membenci. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bukan," katanya. "Nah, biarlah dulu. Tuhan rupanya memberi ingat mereka tepat pada waktunya. Tapi kalau yang lain-lain itu lari, itu akan menimpa kepala Tuan nanti," kataku kepada kapitan itu. Kapitan itu rupanya sadar, ia mengambil bedil setinggar dan dengan tak ragu-ragu lagi sambil memasukkan pistol ke dalam pinggangnya, ia tampil ke muka. Kedua orang lainnya menuruti saja apa yang dilakukan oleh kapitan itu. Tapi oleh karena salah satu dari kedua orang itu agak membuat gaduh, salah seorang kelasi yang dalam pada itu sudah bangun, menoleh. Dan ketika dilihatnya mereka datang, ia berteriak-teriak sekeras-kerasnya membangunkan orangorang lainnya. Tapi teriakannya tidak berguna lagi, sebab pada saat ia mulai berteriak, ke dua tadi melepaskan dua tembakan, (kapitan secara bijaksana menyimpan pelurunya buat kedua orang seterusnya), dan mereka demikian tepat membidiknya, sehingga yang satu segera mati di tempat itu juga, sedangkan yang lainnya terluka parah. Tapi karena ia masih belum mati sama sekali, ia mencoba bangkit dengan tenaga penghabisannya, ia berseru minta tolong kepada orang-orang lainnya. Pada waktu itu kapitan menghampirinya, dan berkata, bahwa pertolongan manusia sekarang tidaklah berguna lagi, tinggal minta diampuni Tuhan saja untuk perbuatan jahatnya. Kemudian dengan siku bedil dipukulnya orang itu sehingga roboh tak bangun lagi buat selamalamanya. Sekarang tinggal tiga orang lagi, satu di antaranya terluka ringan. Pada saat itu aku menampakkan diri, dan ketika mereka melihat daku sadarlah mereka, bahwa perlawanan tiada artinya lagi, dan karenanya ia minta diampuni. Kapitan berkata padanya bahwa ia tidak akan membunuhnya, asal saja mereka mau bersumpah setia dan takluk padanya, dan berjanji akan menolongnya untuk membawa kembali kapal dengan aman ke Yamaica, tempat asal kapal itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Hal itu mereka janjikan dan kapitan memberikan mereka hidup, hal mana tidak menjadi keberatan bagiku. Hanya aku minta supaya selama mereka berada di pulauku, kaki dan tangannya diikat erat. Ketika ini sedang dilakukan, kusuruh si Jum'at dengan mualim ke kapal, dan kuperintahkan padanya untuk mengambil dayung-dayung serta layar-layarnya, hal mana cepat dikerjakan olehnya. Lambat-laun ketiga orang lainnya yang (untung baginya) telah memisahkan diri dari temantemannya mulai muncul, dan ketika dilihatnya, bahwa kapitan yang tadinya menjadi tawanannya, sekarang berbalik menguasai keadaan, mereka pun takluk kepadanya, dan membiarkan dirinya diikat. Dan dengan demikian, kami mendapat kemenangan sepenuhnya. Barulah kapitan dan aku mendapat kesempatan untuk saling mengenal lebih baik dan mengetahui pengalaman serta keadaannya masing-masing. Akulah yang mulai menceritakan seluruh riwayatku berturut-turut yang ia dengarkan dengan penuh perhatian serta keheranan. Dan oleh karena riwayat hidupku memang merupakan rangkaian pengalamanpengalaman ganjil serta kejadian-kejadian yang ajaib, ceritaku memberi kesan yang dalam padanya. Ketika keterangan-keterangan pertama selesai, kuajak dia dan kedua orang lainnya ke rumahku, di mana kuhidangkan apa yang ku-punyai dan kemudian memperlihatkan segala sesuatu yang kubuat selama aku berdiam di tempat itu yang sekian lamanya. Segala yang kuceritakan dan kuperlihatkan padanya tampaknya sama saja mencengangkan hatinya. Tapi terutama sekali kapitan amat memuji kubu pertahananku dan betapa berhasilnya aku menyembunyikan rumahku bagi setiap orang dengan memakai sebuah hutan kecil, yang kutanam di sana kira-kira dua puluh tahun yang lalu. Kukatakan padanya, bahwa rumah itu adalah puri dan tempat kediamanku, tapi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ seperti para raja juga, aku masih mempunyai tempat tinggal untuk di musim panas, yang dapat kutinggali kapan saja aku mau dan membawa tempat itu pada suatu hari akan kuperlihatkan padanya. Pada saat ini soalnya ialah merundingkan, bagaimana caranya dapat menguasai kapal lagi. Ini pun dipahami oleh kapitan, tapi dengan terus terang ia katakan padaku bahwa ia tidak mempunyai harapan akan berhasil. Sebab di atas kapal itu masih ada dua puluh enam orang, yang semuanya telah ikut memberontak. Berdasarkan hukum mereka telah kehilangan hidupnya, dan sekarang mereka berada dalam keadaan masa bodoh dan tidak memperdulikan lagi apa-apa. Sebabnya ialah karena mereka tahu, bahwa bila mereka dikalahkan dan dikembalikan ke Inggris atau ke salah satu jajahan Inggirs, mereka akan dihukum gantung, dan karena itu bila kami harus menyerangnya selama jumlahnya masih banyak, maka tipis atau sama sekali tidak ada harapan bagi kami. Lama aku berpikir tentang apa yang dikatakannya, dan akhirnya aku yakin, bahwa ia benar. Jadi aku memutuskan, pertama untuk mengambil tindakan-tindakan cepat dan kedua, kami harus mengadang anak buah kapal itu untuk mencegah mereka mendarat di pulauku. Masih dalam memikirkan perkara ini, tiba-tiba terpikir olehku bahwa penumpang-penumpang kapal itu, tentu akan bertanya bagaimana halnya dengan teman teman dan perahunya, dan akan segera datang dengan perahu yang lain, dan mereka itu akan datang bersenjata. Jika ini terjadi celakalah kami semua. Karena itu aku memberitahukan hal ini kepada kapitan, bahwa yang pertama-tama, yang baik kami lakukan, ialah perahu yang ada di pantai itu harus dirusakkan, hingga (setelah kami mengeluarkan isinya) mereka tak akan dapat menggunakannya lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jadi segeralah kami bersama-sama menuju ke perahu itu. Mula-mula kami ambil senjatanya, yang ditinggalkan oleh kelasi-kelasi itu, dan seterusnya apa saja yang ada di dalamnya, seperti: sebotol berendi, sebotol rum, beberapa bungkus biskuit, tanduk mesiu, sebungkah besar gula, dibungkus dengan secarik kain layar, kira-kira seberat lima atau enam kilo. Ini semua tentu sangat menggirangkan hatiku, lebih-lebih berendi dan gula, yang sudah bertahun-tahun tak pernah kucicipi rasanya. Setelah semua barang ini kami bawa (pendayung, kain layar, tiang dan kemudi sudah lebih dulu kami selamatkan), lalu kami lubangi alas perahu itu, hingga, seandainya mereka berhasil mendarat, mereka tak akan dapat membawa perahu itu kembali. Sekalipun kemungkinan akan dapat merebut kembali kapal itu tipis sekali, tapi aku mempunyai harapan, jika anak buah kapal itu dengan selamat dapat pergi dengan kapalnya, meninggalkan kami, perahu itu taK akan dibawanya. Mudah-mudahan dapatlah kami menggunakannya, sehingga dapatlah kami meninggalkan pulau itu dan dapatlah kami hendaknya dalam perjalanan, berjumpa dengan orang-orang Spanyol, yang pada saat itu tak pula hilang-hilangnya dari ingatanku. Sambil bersiap-siap, pertama-tama dengan kekuatan bersama, kami angkat perahu itu ke tempat yang lebih tinggi, supaya sekalipun ada air pasang perahu itu tak dapt dicapai air. Setelah membuat lubang di dasarnya sebesar kira-kira mudah menutupnya kembali kelak, dan setelah kami letakkan sambil berpikir-pikir apa yang akan kami kerjakan selanjutnya, tiba-tiba kami mendengar letusan senapan dari kapal dan melihat pula suatu isyarat diberikan dengan lambaian bendera. Itu tak boleh tidak berarti, bahwa perahu harus segera kembali meskipun mereka berkali-kali melepaskan tembakan dan berkali-kali memberi tanda. Dan ketika mereka mengira, bahwa tanda-tanda yang mereka berikan, dan tembakan dengan bedil tak ada gunanya, sebab tak ada perahu turun ke air, akhirnya kami mengetahui dengan pertolongan teropong, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bagaimana mereka menurunkan lagi sebuah perahu, dan ini dilayarkan menuju pantai. Dan ketika mereka telah dekat, kami melihat, bahwa mereka tidak kurang dari sepuluh orang jumlahnya, yang semuanya menyandang bedil. Karena kapal itu hanya terletak pada jarak lebih kurang dua mil saja dan pantai, kami sudah dapat melihat dari jauh dan dapat pula membedakan muka mereka yang bermacammacam itu. Dan karena dorongan arus yang menuju ke sebelah timur, maka mereka selanjutnya mendayung sepanjang pantai, dan sampailah mereka ke tempat, di mana perahu yang pertama-tama mendarat. Perahu itu pun masih terletak di tempatnya semula. Dan kini kami dapat lebih teliti memperhatikan mereka, dan kapitan pun lebih-lebih lagi memperhatikan dengan seksamanya. Ia dapat memberi penjelasan padaku, bahwa di antara mereka ada tiga orang yang baik-baik, yang ikut memberontak hanya karena dipaksa oleh yang lain. Tapi bahwa yang lain-lain itu terutama seorang anak kapal, yang menjadi biang keladinya, sungguh kejam dan tamak, seperti yang banyak itulah bengis dan ganas, hingga ia sangat khawatir, mereka akan datang serentak dan membinasakan kami. Aku sendiri mentertawakan dia, dan berkata, bahwa laki-laki seperti kita ini, tak sepatutnya jadi penakut. Sebelumnya memang kami sudah menempatkan tawanan kami di suatu tempat yang berpisah-pisah. Dua di antara mereka yang tidak diketahui betul oleh kapitan, saya suruh Jum'at bersama-sama dengan seorang yang lain membawa ke istanaku. Mereka cukup jauh untuk tidak mendengar sesuatu apabila terjadi apa-apa, dan dari tempat ini seandainya mereka akan mencoba lari, tak akan dapat mencapai daerah pantai. Kami tinggalkan mereka dengan tangan terikat, tapi kami sediakan makanan yang perlu secukupnya. Dan kami janjikan kepada mereka, apabila mereka tinggal tenang dan tidak ribut-ribut selama dua hari, akan kami bebaskan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebaliknya apabila mereka hendak mencoba lari, tak akan diberi ampun lagi, mereka akan ditembak mati. Mereka berjanji akan sabar dalam tawanan, dan malah berterima kasih atas perlakuan kami sudah menyediakan makanan begitu cukup, dan lebih lagi karena mereka diberi pula penerangan. Si Jum'at memberikan lilin kepada mereka, yang kami buat sendiri. Juga dalam dugaan mereka Jum'at tentu akan mengawal di jalan masuk ke tempat mereka ditawan. Tawanan yang lain dapat perlakuan lebih baik. Benar mereka diikat juga, sebab kapitan memberi alasan supaya mereka jangan terlalu dipercayai, tetapi dua di antaranya atas permintaan dia sendiri tidak diikat sama sekali, setelah mereka berjanji akan sehidup semati dengan kami. Jadi kami kini mempunyai kekuatan berjumlah tujuh orang, hingga aku tak merasa bimbang lagi, tak akan gentar berhadapan dengan mereka yang berjumlah sepuluh orang itu, yang kini masih dalam perahu, lebih-lebih lagi, karena Kapitan telah mengatakan bahwa di antara jumlah yang sekian itu, masih ada tiga atau empat orang yang masih baik-baik pekertinya. Segera sesudah merapat pantai, mereka melompat dari sampannya dan menghelanya beramai-ramai ke tepi. Ini menyenangkan hatiku, sebab aku sudah takut kalau-kalau mereka akan berlabuh agak, jauh dari pantai, di bawah pengawasan beberapa orang yang akan ditinggalkan, sehingga tak mungkin bagi kami untuk memperoleh sampan itu. Setelah berada di pantai, yang pertama-tama mereka lakukan ialah berjalan menuju sampan yang kami rusakkan itu. Mudah dimengerti, betapa tercengangnya mereka, ketika dilihatnya, bahwa sampan itu sudah kosong sama sekali, lagi pula berlubang alasnya. Setelah mereka lama merundingkannya bersama-sama, mereka dengan suara keras tiba-tiba memanggil-manggil orang-orang lainnya sampai dua tiga kali, tapi tentu saja tidak terjawab. Kemudian sesudah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membuat suatu lingkaran, dengan maksud yang sama mereka melepaskan tembakan bersama yang dengan jelas dapat kami dengar terutama oleh gema dalam hutan yang bergaung beberapa kali. Sebab kami tahu dengan pasti, bahwa mereka yang ditutup dalam gua tidak akan mendengarnya, dan orangorang lainnya, meskipun dapat mendengarnya, takkan berani memberi jawaban. Ke sepuluh orang itu, sebagaimana mereka kemudian menceritakannya kepada kami, merasa heran karena tidak mendapat balasan sama sekali. Pada saat pertama mereka memutuskan segera kembali ke kapal, untuk memberitahukan kepada orang-orang yang tinggal di kapal bahwa orang-orang lainnya terbunuh dan bahwa sampan tak dapat dipakai lagi. Kami telah melihat, bahwa mereka mendorong lagi sampannya ke laut dan semua masuk ke dalamnya. Melihat ini kapitan amat terkejut, karena ia mengira pasti mereka akan kembali ke kapalnya dan akan meneruskan perjalanan, karena teman-temannya sudah dianggap hilang. Dengan demikian ia akan kehilangan kapalnya buat selamalamanya. Tapi belum jauh mereka mendayung sampannya di laut, tiba-tiba kami melihat mereka kembali menuju pantai. Tapi setelah mendarat ditinggalkannya tiga orang temannya dalam sampan, sedangkan ke tujuh orang lainnya mendaki daratan tentu dengan maksud mencari teman-temannya. Ini mengecewakan benar, sebab sekarang kami tak tahu lagi apa yang mesti kami perbuat, sebab melawan ke tujuh orang itu tak akan berfaedah apa-apa, kalau kapal bisa melarikan diri, sebab ke tiga orang lainnya tentu saja akan segera mendayung kembali ke kapal. Jadi dengan secepat mungkin mereka akan membongkar sauh dan memasang layar mereka akan cepat-cepat berlayar dan kapal itu akan hilang buat selama-lamanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jadi tak ada jalan lain daripada menantikan saja dengan tenang hal-hal yang akan datang. Seperti sudah kukatakan, ke tujuh orang itu mendaki daratan sedangkan ke tiga orang lainnya ditinggalkan; setelah membawa sampan ke suatu tempat lalu membuang sauh dan menantikan kedatangan teman-temannya di sana. Jadi kami tak mungkin datang ke sampannya. Ke tujuh orang tadi dengan berjalan rapat, mendaki puncak sebuah bukit kecil, tempat rumahku tersembunyi di bawahnya, dan meskipun kami dapat melihat mereka dengan jelas, sebaliknya mereka tak dapat melihat kami. Kami akan amat bersenang hati, bila mereka lebih mendekat, sehingga dapat kami menembak atau menyerang mereka dari belakang. Tapi ketika mereka sudah sampai di puncak bukit, dan mana mereka mendapat pemandangan luas ke arah lembah dan hutan-hutan, yang membujur ke arah timur laut, tempattempat yang paling rendah di pulau, mereka mulai berteriakteriak dan memanggil-manggil sedemikian lamanya, sehingga menjadi lelah karenanya. Dan seakan-akan tidak memperdulikan, bahwa mereka terlalu jauh dari pantai dan dari teman-temannya, mereka duduk bersama-sama di bawah sebuah pohon dan mulai berunding. Andaikata mereka tidurtidur seperti rombongan lainnya sebelum mereka, maka pekerjaan kami menjadi agak lebih mudah. Tapi mereka tampaknya terlalu diliputi kekhawatiran terancam sesuatu bahaya untuk berani berbuat demikian, meskipun mereka tak dapat mengatakan dengan pasti, bahaya apakah yang sesungguhnya dikhawatirkan. Kapitan mengajukan sebuah usul yang sangat baik, berhubung dengan perundingan tadi. Ia mulai berkata, bahwa menurut pendapatnya, mereka akan melepaskan tembakan bersama-sama sekali lagi untuk mencoba memanggil temantemannya buat penghabisan kalinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kapitan kapal mengusulkan bahwa justru pada saat itu, pada saat mereka melepaskan tembakan bersama-sama (tentu dengan bedil-bedil tak berisi), kami harus menyerang mereka. Tentu mereka—menurut dugaannya—akan menyerah, hingga semua akan berakhir tanpa pertumpahan darah. Aku sangat setuju dengan usul ini. Aku merasa bahwa maksud seperti ini akan dapat dilakukan, karena jarak kami dari mereka begitu dekat, hingga sebelum mereka mempunyai kesempatan untuk mengisi kembali bedilnya, kami sekalian sudah berada di bawah hidung mereka. Tapi mereka tidak melepaskan tembakan, jadi kami tak dapat mengambil keputusan, hanya menunggu saja. Akhirnya aku menyatakan juga kepada teman-temanku itu, bahwa menurut dugaanku kelasi-kelasi itu tak akan mencari lagi teman-temannya dan sebelum malam tentu sudah dapat kembali ke kapalnya. Akan lebih mudah bagi kami apabila kami semua berada di tempat antara mereka dan pantai, dan dengan demikian barangkali akan mudah pula dengan serba akal, memancing ketiga orang yang ditinggalkan di perahu supaya naik ke darat. Kami menanti lama sekali sampai akhirnya merasa sangat kecewa, karena orang-orang itu setelah berunding lama sekali, lalu bangkit dan pergi menuju pantai. Rupanya sudah ada perasaan pada mereka bahwa mereka terancam bahaya, lalu memutuskan saja kembali ke kapalnya dan membiarkan teman-temannya itu hilang tak tentu rimbanya. Tidak segera terpikir oleh kami bahwa mereka ke pantai itu karena tak akan menghiraukan lagi teman-temannya. Dan karena itu aku segera menyatakan pendapatku kepada kapitan, yang telah mengira pula bahwa usaha kami ini sungguh telah sia-sia. Tapi aku mendapat lagi pikiran baru, pikiran yang akan dapat menahan mereka tidak segera turun ke laut. Aku menyuruh si Jum'at dan juru mudi itu pergi ke Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ arah barat melalui anak air ke tempat di mana Jum'at dahulu dengan orang-orang liar mendarat. Dan setelah mereka mencapai jarak kira-kira satu mil, dan datang pada suatu tempat dekat bukit kecil, mereka harus berteriak-teriak sekeras-kerasnya dan teriak ini harus mereka lakukan terus dengan tak berhenti, sampai kira-kira terdengar oleh kelasikelasi yang hendak pergi itu. Begitu mereka mendengar dan menjawab, kedua suruhan itu harus kembali dengan melalui jalan lain, jalan memutar. Kelasi-kelasi itu pasti akan terus menjawab teriakan-teriakan itu juga dengan tak hentihentinya, hingga mereka akhirnya tersesat ke hutan. Dan kalau ini sudah tepat menurut rencana yang kami rancangkan, barulah Jum'at dan juru mudi itu boleh kembali kepada kami. Kelasi-kelasi itu memang akan naik ke dalam perahunya, ketika si Jum'at dan temannya tiba-tiba berteriak-teriak. Dan kelasi itu pun mendengar teriakan itu, sambil berseru-seru pula mereka berlari-lari sepanjang pantai menuju ke arah dari mana teriakan itu datang. Tapi ketika mereka sudah agak jauh, tahulah mereka bahwa di tempat itu ada anak air, yang menghalangi jalan mereka, dan tak akan dapat melaluinya tanpa menggunakan perahu. Dan betul-betul, apa yang kukira-kirakan mereka menyeberang dengan perahu. Setelah mereka sudah menyeberang dengan selamat, aku dapat mengetahui, mereka menaruh perahunya di sebelah teluk kecil, dan mendarat dengan meninggalkan dua orang saja untuk menunggu perahu itu. Perahu itu ditanamkannya ke dalam pasir, supaya tak terbawa air. Ini semua adalah apa yang saya harap-harapkan, dan sambil membiarkan si Jum'at dan juru mudi itu melakukan terus apa yang menjadi kewajibannya, aku beserta yang lainlainnya pun, setelah menyeberang anak air, berhasil dapat menyergap kedua penunggu perahu itu, sebelum mereka sempat berpikir. Seorang di antaranya sedang berbaringbaring di tepi dan yang lain sedang berada dalam perahu. Yang berbaring-baring itu rupanya akan tertidur, dan alangkah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terkejutnya ia melihat kami datang. Ia bangun dan akan melompat, tapi kapitan kapal yang berjalan di muka sekali segera mengejar dan menghantam dia. Yang ada di perahu diteriakkannya juga dan diancam supaya menyerah, kalau tidak akan dihantamnya juga. Tak ada kesukarannya untuk menyuruh seorang supaya menyerah, padahal yang menyuruh ditemani oleh lima orang yang ketika itu sudah bersiap-siap di bawah hidung yang disuruh. Di samping itu, kedua orang penunggu perahu ini, memang orang-orang yang oleh kapitan sendiri sudah dinyatakan hanya karena terpaksa mereka ikut memberontak terpaksa oleh hasutan yang lain. Karena itu mereka mudah saja dibujuk. Dan bukan hanya menyerah, tapi mereka menyatakan pula akan berdiri di pihak kami. Dalam pada itu, si Jum'at dan juru mudi itu menjalankan tugasnya sangat baik sekali. Karena mereka berteriak tak putus-putusnya itu, kelasi-kelasi yang sedang dipancing itu terus juga mengikuti: menuruni lembah mendaki bukit, ke luar hutan masuk lagi ke hutan yang lain, hingga akhirnya mereka sangat kelelahan. Dan bukan saja lelah rupanya tapi malah sudah tak dapat lagi melangkahkan kakinya untuk terus berjalan mengikuti suara, dan dengan demikian tak akan mungkin mereka dapat kembali ke pantai sebelum malam. Juga Jum'at dan jurumudi itu pun sudah sangat lelah rupanya ketika mereka datang pada kami. Jadi kami sekarang tak dapat berbuat apa-apa, kecuali menunggu. Menunggu sampai hari kelam untuk menyerang mereka dengan serentak. Antara kira-kira beberapa jam, setelah Jum'at kembali kepada kami, berhasil jugalah mereka dapat kembali ke tempat di mana perahunya ditinggalkan. Kami mendengar bagaimana mereka, yang berjalan lebih dulu memerintahkan supaya yang di belakang cepat-cepat berjalan, dan bagaimana yang tersebut belakang ini menjawab, bahwa mereka sudah sangat lelah dan tak dapat lagi melangkahkan kakinya. Tentu saja berita ini merupakan suatu berita yang sangat menggembirakan kami. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Akhirnya mereka semua sampai juga di sampan, tapi tidaklah mungkin untuk menceritakan kekecewaan dan keputusasaan yang menghinggapi mereka, ketika melihat bahwa, pertama sampannya terkandas dalam pasir dan kedua orang yang ditinggalkan mereka sudah tidak ada lagi. Buktinya kami mendengar mereka mengaduh dengan cara yang menyeramkan dan saling mengatakan, bahwa pulau itu tentu kena sihir, atau ada penghuninya yang akan membunuh mereka semua, atau juga didiami setan-setan dan makhlukmakhluk halus yang akan menyeret dan menelan mereka. Mulailah mereka berteriak-teriak lagi dan berkali-kali memanggil nama kedua orang temannya, tapi tentu saja tak terjawab. Beberapa saat kemudian dalam cahaya yang samarsamar dapat kami melihat mereka berjalan kian kemari dan berbuat seperti orang yang tidak tahu apa yang harus diperbuat. Kemudian mereka duduk lagi beberapa waktu lamanya di pinggir sampan untuk beristirahat, untuk kemudian mundar-mandir lagi di pantai dan sebagainya. Orang-orangku ingin sekali menyerang mereka, tapi aku bertekad akan berbuat secermat mungkin dan membunuh sedikit mungkin. Apalagi karena aku tahu bahwa musuh bersenjata baik, aku tak mau bila orang-orangku mendapat bahaya terbunuh. Jadi aku memutuskan untuk menunggu dan melihat saja apakah mereka akan terbagi-bagi dalam rombongan. Karena itu aku lebih tajam lagi mengamat-amati dan memberi perintah kepada si Jum'at dan kapitan untuk merangkak sedekat mungkin kepada mereka. Mereka belum lama berada dalam keadaan seperti itu, ketika seorang, yang menjadi pemimpin utama pemberontakan, tapi sekarang ternyata orang yang paling berputus-asa, berjalan ke arah rombongan si Jum'at dengan dua orang lainnya. Ketika melihat durjana itu, kapitan menjadi demikian marahnya, sehingga ia hampir-hampir tak dapat menantikan lagi sampai ia lebih mendekat. Ketika ia sudah dekat si Jum'at dan kapitan segera bangkit dan melepaskan tembakan. Seorang mati di tempat itu juga salah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ seorang temannya terkena badannya dan jatuh di sampingnya, meskipun ia baru mati beberapa jam kemudian, dan orang yang ketiga melarikan diri. Tatkala aku mendengar tembakan, aku segera maju dengan seluruh bala tentaraku, yang terdiri dari delapan orang. Aku sendiri telah mengangkat diriku sebagai jenderal, sedangkan si Jum'at menjadi letnan-jenderal. Selanjutnya rombonganku terdiri dari kapitan dengan kedua orang senasibnya dan ketiga orang tawanan perang, yang seperti sudah kukatakan, dibebaskan dan dipersenjatai. Dalam gelap kami menuju mereka, sehingga mereka tidak dapat melihat jumlah kami. Sekarang kuperintahkan orang yang mereka tinggalkan dalam sampan dan sekarang menjadi kawan kami, untuk memanggil nama mereka dan mencoba berunding dengan kami, supaya dengan demikian mereka dapat memahami kesalahannya. Perundingan itu berhasil, hal mana gampang dapat dimengerti dalam keadaan mereka. Ia mulai memanggil nama salah seorang dari mereka dengan suara senyaring mungkin, "Tom Smith! Tom Smith!" Segera Tom Smith, menjawab, "Siapa itu?" "Robinson?", sebab rupanya ia mengenal suaranya. Yang lain menjawab, "Wahai, Tom Smith, demi Allah lemparkan senjata-senjatamu dan menyerahlah, kalau tidak kamu semua dibunuh." "Kepada siapa kami harus menyerah? Siapakah mereka?" tanya Smith lagi. "Mereka ada di sini," jawabnya, "Kapitan kita ada di s ini dan ia disertai lima puluh orang dan mereka sudah dua jam lamanya mengejarngejar kamu. Seorang sudah mati. Will Trye luka-luka dan aku tertawan dan kalau kamu tidak menyerah, kamu semua akan mati." "Apakah mereka akan mengampuni kami, apabila kami menyerah?" tanya Tom Smith selanjutnya. "Aku akan pergi dan akan bertanya kepada mereka asal saja kau berjanji akan menyerah" jawab Robinson. Kemudian ia bertanya kepada kapitan, sesudah mana kapitan berseru dengan keras, "Kau tentu mengenal suaraku, Smith. Nah, letakkanlah sekarang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ senjata-senjatamu dan menyerahlah, dan jiwamu semua akan tertolong, kecuali Will Atkins." 26 Kemudian Will Atkins berseru, "Demi Allah, Kapitan, ampunilah juga daku. Keistimewaan apakah yang telah kuperbuat? Mereka semua sejabat aku." Tapi ini tidaklah benar, sebab rupanya Will Atkins adalah orang pertama yang menangkap kapitan dan memperlakukannya dengan cara biadab sekali, karena dialah yang mengikat tangannya dan melemparkan kata-kata hinaan padanya. Kemudian kapitan berkata padanya, supaya ia meletakkan dahulu senjatasenjatanya dan minta ampun kepada gubernur. Yang dimaksudkannya ialah aku, sebab mereka semua memanggilku gubernur. Pendeknya mereka meletakkan senjatanya dan minta supaya tinggal hidup. Aku mengirimkan orang yang dapat berbicara disertai dua orang yang akan mengikat mereka. Kemudian dari lima puluh orang termasuk ke tiga orang yanfe tadi, lalu memboyong mereka dan menyita perahunya. Hanya aku sendirilah dan seorang yang lain, karena beberapa hal, tidak menampakkan diri. Pekerjaan yang mula-mula kami lakukan ialah memperbaiki perahu. Kami bermaksud pada saat itu juga akan merebut kapal. Nakhoda mendapat kesempatan berbicara kepada mereka, menyatakan betapa buruknya kelakuan-kelakuan jahat terhadap dirinya membawa akibat mereka dalam keadaan seperti sekarang, ya barangkali juga akan lebih buruk lagi, akan membawa pemberontak-pemberontak itu ke tiang gantungan. Mereka rupanya sangat menyesal, dan minta Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ampun. Atas permintaan ini nakhoda menjelaskan, bahwa mereka sebenarnya bukan tawanannya, tapi tawanan gubernur yang memerintah di pulau ini. Bahwa mereka mengira nakhoda terdampar di sebuah pulau yang tandus dan tak berpenghuni, tapi kiranya Tuhan mengaruniai yang tidak bersalah, sebab ternyata pulau itu tidak kosong, dan gubernur yang berkuasa di situ adalah orang Inggris. Bahwa gubernur ini kelak dapat menyuruh mereka supaya digantung saja, tapi kalau beliau bermurah hati sudi memberi ampun, nakhoda mengira, tawanan-tawanan semua akan dikirim ke Inggris, di mana mereka nanti akan diserahkan kepada pertimbangan orang-orang di sana, bahwa hukumlah yang menghendaki semua ini. Hanya nakhoda itu menyampaikan permohonan kepada gubernur supaya Will Atkins dihukum mati, dan ini harus dijalankan besok. Meskipun ini hanya gertak sambal, semata-mata fantasi sang nakhoda, ternyata membawa hasil yang diharapkan. Atkins lalu berlutut, memohon kepada nakhoda supaya suka melunakkan hati gubernur, sedangkan yang lain-lain, sambil menyebut-nyebut nama Tuhan, bermohon pula sekeraskerasnya, supaya tidak dikirim ke Inggris. Kini jelaslah sudah, bahwa saat bebas bagi kami sudah mendekat, sebab kiraku tak akan berapa sukarnya menyiapkan tawanan-tawanan ini untuk merebut kapal kembali. Aku belum berani tampil memperlihatkan diri di muka mereka, apa kata mereka nanti, kalau tahu macam gubernur apa aku ini. Aku memanggil nakhoda, karena jarak tempatku agak jauh, seorang di antara orang-orang kami bertindak sebagai perantara. Ia berkata, "Kapitan, Panglima Tertinggi memanggil Tuan!" Dan nakhoda pun menjawab, "Sampaikan kepada yang mulia, bahwa aku segera menghadap!" Ini semua membuat mereka lebih-lebih tercengang, sebab tahulah mereka bahwa Panglima Tertinggi dengan pasukannya sebesar lima puluh orang ternyata tidak jauh dari tempat mereka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam pada itu nakhoda pun datang kepadaku, kunyatakan kepadanya maksudku akan merebut kembali kapal itu. Ini rupanya sangat berkenan di hatinya, la menyatakan keinginannya supaya niat itu keesokan harinya sudah harus dilaksanakan. Tapi untuk lebih meyakinkan akan berhasilnya, kuusulkan supaya tawanan-tawanan itu dijadikan dua rombongan. Will Atkins dengan dua temannya yang kami anggap berbahaya, harus ditempatkan di dalam gua dicampurkan dengan beberapa orang tawanan yang memang telah ada di sana. Pekerjaan ini diserahkan kepada si Jum'at beserta dua orang teman nakhoda. Mereka diantarkan dengan pengawal bersenjata ke penjara, ya, memang gua itu kini sudah benarbenar merupakan penjara, lebih-lebih untuk orang semacam mereka. Yang lain-lain kusuruh antarkan ke rumahku yang di pedalaman itu, dan karena tempat itu di pagar sekelilingnya dan tawanan-tawanan sendiri pun diikat, maka amanlah kiranya mereka ditempatkan di situ. Terutama kalau kita pikirkan, bahwa mereka itu sebenarnya berkelakuan baik-baik. Kepada merekalah aku pada keesokan harinya mengirimkan kapitan sebagai utusan untuk mengadakan perundingan mengenai maksud merampas kapal kembali. Dengan singkat ia dapat perintah dari padaku untuk menyelami perasaan-perasaan mereka, dan kelak mengabarkannya kepadaku apakah mereka dapat dipercaya untuk diajak bersama-sama, ya atau tidak. Ia mengatakan kepada mereka tentang penghinaan-penghinaan yang mereka lakukan terhadap dirinya, kemudian tentang nasib malang mereka sendiri, akibat dan pikiran-pikiran yang jahat, dan menjelaskan selanjutnya, meskipun gubernur pada saat ini membiarkan mereka hidup, toh kalau mereka dikirim ke Inggris tak boleh tidak akan dihadapkan ke tiang gantungan juga. Tapi, katanya, kalau kalian mengatakan sanggup membantu merampas kembali kapal yang kini di tangan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pemberontak, maka gubernur pun sudah pasti akan memberi ampun sepenuhnya kepada mereka. Kita akan mengerti, bagaimana mereka segera menyatakan kesanggupannya. Mereka berlutut di muka kapitan dan bersumpah seberat-berat sumpah, bahwa mereka akan teguh setia sampai titik darah penghabisan. Sebab mereka merasa berhutang jiwa, ke mana saja ke seluruh dunia sekalipun mereka akan setia mengikut. "Ya," kata nakhoda. "Aku sekarang akan menghadap gubernur untuk menyampaikan apa-apa yang kalian katakan dan akan melihat apakah dapat aku memintakan ampun bagi kalian atau tidak." Demikianlah nakhoda membawa laporan lengkap kepadaku dari perundingan dengan mereka dan menyatakan pendapatnya pula, bahwa ia percaya mereka akan setia kepada janjinya. Tapi supaya kami mendapat kepastian, kuperintahkan padanya pulang kembali kepada mereka dan membawa lima orang dari antara mereka. Ia harus menegaskan, bahwa kami memerlukan lima orang itu bukan karena kekurangan tenaga, orang kedua dan ketiga lainnya, yang telah dikirim ke dalam gua sebagai tawanan, tak usah ikut bertempur, melainkan dipakai sebagai sandera saja. Jika salah seorang dari mereka yang menyerang kapal berkhianat kepada kami, maka kelima orang itulah harus menanggung perbuatan jahatnya dan akan segera digantung di pantai. Jadi tentara kami sekarang terdiri dari: pertama, kapitan, mualim dan penumpangnya; ke dua, ke dua orang tawanan, yang termasuk rombongan pertama, tapi yang kubebaskan atas permintaan kapitan dan kemudian kuberi senjata dan mesiu, ke tiga, ke dua orang yang terbelenggu ditawan dalam rumah peristirahatanku, tapi juga atas permintaan kapitan beroleh kebebasannya kembali; dan ke empat, ke lima orang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tersebut di atas, sehingga seluruhnya berjumlah dua belas orang. Lalu aku bertanya kepada kapitan, apakah dengan orangorang ini ia dapat kiranya merebut kapal, sebab si Jum'at dan aku sendiri kurasa lebih baik tinggal di pulau saja sebab masih ada orang-orang tawanan. Dan bagi kami pun cukup pekerjaan untuk memisahkan ke tujuh orang dari satu dan lainnya serta memberi keperluan hidupnya sehari-hari. Mengenai ke lima orang dalam gua, kuambil keputusan menyuruh mereka berpuasa sedikit, tapi si Jum'at sendiri memberi mereka makanan dua kali sehari; ke dua orang lainnya juga dipeliharanya. Ketika aku buat pertama kalinya memperlihatkan diri kepada mereka, mereka ditemani oleh kapitan, yang menceritakan pada mereka, bahwa akulah orangnya yang diangkat oleh gubernur untuk mengawasi mereka dan bahwa, menurut kehendaknya mereka tidak boleh pergi ke manamana jika tidak disertaiku. Dan bila mereka toh berbuat juga mereka akan diambil dari rumah dan dibelenggu. Pekerjaan kapitan sekarang tiada lain daripada mempersiapkan ke dua sampannya, menutup lubang sampan yang satu dan mengisinya dengan anak buah, penumpangnya diangkat menjadi kapitan sampan yang satu dan menaruh empat orang di bawah perintahnya. Ia sendiri, mualimnya dan kelima orang lainnya masuk ke dalam sampan lainnya, dan mereka tampaknya faham benar akan pekerjaannya, sebab sebelum tengah malam mereka sudah sampai di kapal. Ketika mereka mendekati kapal, ia memerintahkan Robinson supaya menemui anak-anak kapal dan menceritakan pada mereka, bahwa mereka membawa kembali orang-orang serta sampannya dan bahwa lama benar mencari sebelum mereka menemukan orang-orang tadi. Dengan demikian mereka menyesatkan anak-anak kapal itu dengan selamat sampai dekat lambung kapal. Kemudian kapitan dan mualim Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ cepat melomat ke atas kapal dan memukul dengan gagang senapan mereka, mula-mula mualim ke dua dan kemudian tukang kayu, dengan dibantu oleh anak-anak buahnya, lalu mereka menguasai semua yang masih berada di geladakgeladak atas dan geladak-geladak tengah dan mengikat pelekah-pelekah, sehingga mereka yang ada di bawah, tidak dapat naik di atas lagi. Sampan lainnya berlabuh dekat linggi muka kapal dan anak kapalnya menduduki geladak muka dan jalan masuk ke dapur. Masih ada tiga orang tertutup di dalamnya. Ketika semua ini selesai dan geladak dibersihkan dari musuh, kapitan memerintahkan mualim dan tiga orang lainnya untuk mendobrak rumah jaga, yang dipakai menutup diri kapitan, pemberontak pada permulaan pertempuran dengan dua orang dan seorang anak laki-laki, yang semuanya dipersenjatai. Ketika mualim dengan sebuah linggis membuka pintu, kapitan baru dan orang-orangnya melepaskan tembakan padanya dan melukai mualim pada tangannya dengan peluru bedil setinggar. Dua orang lainnya luka-luka, meskipun tak ada yang mati. Sambil minta tolong dan dalam keadaan luka mualim masuk dengan paksa ke dalam rumah jaga dan dengan pistolnya, ia menembak kapitan kapalnya demikian rupa, hingga kapitan itu tak dapat berkata lagi buat selama-lamanya. Sesudah itu orang-orang lainnya menyerah dan kapal, tanpa lebih banyak memakan korban, direbut oleh kapitan kami. Sesudah kapal direbut, kapitan memerintahkan menembakkan tujuh pucuk bedil, isyarat bagiku bahwa ia berhasil, dan sebagaimana dapat dibayangkan, waktu aku mendengar tembakan-tembakan ini kira-kira jam satu atau dua dinihari, aku sangat bergirang hati. Setelah aku mendengar isyarat yang menentramkan hati ini, aku beristirahat dan oleh karena aku amat lelah hari itu segera aku tertidur nyenyak dan tidur terus, sampai aku sekonyong-konyong terbangun oleh sebuah letusan bedil, dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ketika bangkit aku terperanjat mendengar orang memanggilmanggil, "Gubernur! Gubernur!" Segera aku kenal akan suara nakhoda, dan ketika aku lari mendaki bukit, ternyata ia telah ada di sana. Sambil merangkul ia menunjuk dengan telunjuknya ke arah kapal dan berseru, "Sahabatku dan penolongku, lihatlah, itu kapal Tuan." Dan ketika kulepas pandanganku ke arah laut, aku melihat pada jarak kira-kira setengah mil dari pantai, kapal yang dimaksudkan sedang menari-nari di atas permukaan air. Setelah nakhoda kembali berkuasa, ia segera mengangkat sauh dan karena laut sedang tenang, ia rapatkan kapal itu tepat di muka muara anak air, dan karena air sedang pasang ia menggunakan sampan di tempat aku dahulu menggunakan rakit dan dengan demikian mendaratlah ia tepat di muka rumahku benar. Aku tak dapat mengeluarkan kata-kata karena terharu, demikianlah aku ketika nakhoda itu berkata, aku hanya memegang dia erat-erat aku cemas kalau-kalau aku akan jatuh. Ia mengerti akan halku demikian ini, lalu segera ia mengambil anggur manis dari sakunya, yang rupanya telah dibawanya dari kapal, sengaja untuk aku, lalu disuruhnya aku minum seteguk. Setelah minum, aku duduk di tanah dan meskipun aku cepat sadar akan keadaanku, agak lama juga menunggu sampai aku dapat berbicara kembali seperti biasa. Dalam pada itu nakhoda sendiri pun tak jauh bedanya dengan aku. Ia mengeluarkan kata-kata bujukan yang lemah lembut kepadaku untuk mengembalikan keadaanku, tetapi perasaan gembira rupanya sangat kuat mempengaruhi diriku, hingga seluruh tubuh terasa kaku dan tak dapat menahan air mata yang titik membasahi pipiku. Tapi ini meringankan, ternyata setelah menangis keadaanku terasa sudah seperti biasa. Dan kini giliranku untuk merangkul leher nakhoda, sambil menyatakan bahwa ia pun penolongku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Setelah agak lama kami bercakap, nakhoda mengatakan bahwa ia membawa makanan dan minuman untukku, sekurang-kurangnya semua sisa pemberontak celaka itu. Lalu ia memerintahkan orang-orang supaya persediaan untuk tuan gubernur dibawa ke darat. Mula-mula ia memberikan kepadaku sebuah peti besar berisi macam-macam minuman yang lezat, enam botol besar anggur Madeira (tiap botol masih berisi kira-kira setengahnya), dua pon tembakau yang sangat baik, dua belas kerat daging sapi dan enam kerat daging babi yang masih segar, dengan sekantung ercis, seratus pon biskuit yang biasa untuk anakanak kapal. Juga ia membawakan daku gula sepeti, tepung sepeti, satu tempat penuh air jeruk dan beberapa tempat lagi. Dan lain daripada ini semua, ia membawakan pula sesuatu yang seribu kali lebih menggembirakan hatiku, yaitu enam helai kemeja baru berwarna cerah, enam potong kain leher yang baik-baik buatannya, dua pasang sarung tangan, sepasang sepatu, sebuah topi, sepasang kaus kaki dan beberapa pak pakaian lagi, yang baru dipakai sebagian kecil saja. Pendeknya, nakhoda itu telah mendandani aku, membungkus seluruh tubuhku dari bawah sampai ke atas. Pakaian ini, dalam keadaan seperti sekarang, tentu merupakan suatu pemberian yang sangat berharga. Tiap orang tentu akan memakluminya Setelah kami mengakhiri ucapan-ucapan saling memberi selamat dan semua barang-barang hadiah itu sudah selamat dan baik pula dibawa ke dalam rumahku, barulah kami merencanakan bagaimana cara memperlakukan tawanantawanan kami. Dan ini sangat perlu untuk berunding dulu masak-masak, sebab kami harus menentukan pula apakah mereka akan kami bawa atau tidak. Lebih-lebih mengenai kedua orang antara mereka yang pasti tidak dapat diperbaiki lagi akhlaknya, dan ini memakan waktu lama sekali, untuk mencapai penyelesaian. Nakhoda mengatakan bahwa pemberontak-pemberontak semacam itu, kalau dibawa harus Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ diikat selama perjalanan dan apabila salnpai di salah satu tempat jajahan Inggris, baiknya diserahkan saja kepada yang berwajib. Tapi aku berpendapat bahwa nakhoda dalam hal ini terlalu melihat dari sudut gelap. Karena itu kalau nakhoda sepakat kuusulkan, bagaimana kalau kedua penjahat itu ditinggalkan saja di pulau. "Usul ini menggembirakan sekali," kata nakhoda "Mari," kataku, "kalau demikian, akan saya suruh panggil mereka. Aku akan bicara kepada mereka untuk Tuan." Kupanggil si Jum'at dan dua orang tawanan, yang kini telah dibebaskan, karena telah patuh menuruti janjinya akan setia. Kusuruh Jum'at beserta mereka itu ke gua tempat tawanan; kuperintahkan membawa kelima tawanan itu terikat ke rumahku yang di pedalaman itu, dan menunggunya sampai aku sendiri datang. Dalam tempo singkat dengan berpakaian baru dari atas sampai ke bawah, aku tiba di rumah peristirahatan dan kubiarkan lagi orang memanggilku gubernur. Ketika seluruh anak kapal berkumpul, kuperintahkan membawa ke lima orang ke hadapanku dan sekarang kuceritakan dengan lengkap perbuatan jahat mereka terhadap kapitan. Kuceritakan pula, bahwa aku tahu mereka bermaksud melarikan diri dengan kapal dan sebagainya, kukemukakan pula, betapa Yang Maha Esa pada saat terakhir membimbing mereka ke jalan yang benar, oleh karena mereka akhirnya toh akan terjerumus ke dalam lobang yang mereka gali buat orang lain. Seterusnya mereka kuberitahukan, bahwa dengan pimpinanku kapal dapat direbut kembali, dan sekarang dengan aman berlabuh di pelabuhan dan bahwa mereka dapat melihat, bagaimana kapitan baru mereka mendapat pembalasan bagi perbuatan jahatnya, hal mana dapat mereka lihat dia bergantung di andang-andang besar. Dan tentang mereka sendiri, aku ingin tahu, apa yang mereka dapat kemukakan sebagai pembelaan, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bila kuperlakukan mereka sebagai bajak laut—memang itulah mereka—dan mendapat pembalasan yang setimpal. Salah seorang dari mereka kemudian menjawab atas nama orang-orang lainnya, bahwa yang mereka harapkan dari kapitan ketika mereka tertangkap ialah, agar dibiarkan hidup. Sesudah itu ia atas nama kawan-kawannya dengan rendah hati minta diampuni dan dikaruniai serta dikasihani. Tapi aku berkata padanya, bahwa aku tidak tahu karunia apakah yang dapat kuberikan padanya, karena aku sudah mengambil keputusan dengan kapal kapitan serta semua orang-orangku akan berlayar kembali ke Inggris. Menurut kapitan sendiri, tak lain hanya ingin membawa kembali mereka ke Inggris selaku tawanan yang terbelenggu dan di sanalah mereka akan mendapat hukuman yang selayaknya buat pemberontakan dan pencurian mereka dan akhirnya, seperti yang mereka ketahui juga, akan digantung. Jadi tak ada nasihat yang lebih baik yang dapat kuberikan kepada mereka selain tinggal saja di pulau ini. Bila mereka kehendaki, aku tidak keberatan, sebab aku pun ingin mereka tetap hidup, asal saja sanggup hidup di pulau ini. Mereka tampaknya berterima kasih dan berkata lebih baik begitu saja daripada dibawa kembali ke Inggris dan digantung di sana. Jadi keputusan itu, demikianlah jadinya. Selanjutnya kapitan berpura-pura seakan-akan ia berkeberatan meninggalkan mereka. Aku pun berpura-pura seolah-olah aku agak marah kepada kapitan. Aku berkata, bahwa mereka adalah tawananku dan bukan tawanannya. Karena tahu bahwa aku telah menaruh kepercayaan kepada mereka, ia pun harus percaya juga dan bila tidak, aku akan membebaskan mereka kembali dan ia sendirilah yang harus menawan mereka. Sesudah mereka mendengar kata-kata ini dari mulutku, mereka tampaknya amat berterima kasih lagi dan ketika itu pula kubebaskan mereka kembali, sambil memerintahkan agar Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mereka masuk lagi ke dalam hutan ke tempat tahanan mereka dulu. Di sana kelak akan kuberi mereka beberapa pucuk bedil dan sedikit obat dan petunjuk cara hidup yang harus mereka turuti. Sesudah itu aku berkemas-kemas untuk naik ke kapal, tetapi kuberitahukan kepada kapitan, bahwa malam itu aku masih akan bermalam di darat buat mengatur urusanku. Tapi kuperintahkan dia supaya naik ke kapal untuk menyiapkannya, sehingga pagi-pagi esok harinya ia dapat mengirimkan sampan ke darat untuk menjemput aku. Seterusnya kuberi nasihat padanya untuk menggantungkan mayit kapitan pemberontak pada andang-andang, sehingga kelima orang tadi dapat melihatnya. Ketika kapitan sudah berangkat, kusuruh ke lima orang itu datang lagi padaku dan aku bicara bersungguh-sungguh dengan mereka. Kukatakan pada mereka, bahwa mereka telah mengambil pilihan yang bijaksana, sebab jika kapitan membawa mereka kembali, mereka tentu akan digantung di Inggris, seperti juga halnya dengan kapitan pemberontak, yang sekarang kuntal-kantil pada andang-andang besar. Ketika mereka sekali lagi menyatakan persetujuan mereka tinggal di pulau, kukatakan pada mereka, bahwa aku akan menceritakan riwayatku, agar mereka dapat mengambil teladan dari padanya. Jadi, kuceritakan selengkapnya tentang kediamanku di pulau dan kuceritakan juga bagaimana aku mendarat, kutunjukkan benteng-bentengku, kuberitahukan cara membakar roti, menyebar benih gandum dan menjemur kismis. Pendeknya, segala yang mereka perlukan, kuceritakan pada mereka. Seterusnya kuberitahukan juga tentang ke enam belas orang Spanyol, yang mereka dapat harapkan kedatangannya setiap waktu, buat siapa kutinggalkan sepucuk surat. Kusuruh mereka berjanji padaku, bahwa mereka akan memperlakukan orang-orang Spanyol itu sebagai sesama mereka sendiri. Selanjutnya aku akan menggembirakan mereka dengan memberikan senjata-senjataku, yaitu lima bedil setinggar, tiga Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bedil pemburu dan tiga bilah pedang beserta mesiu satu setangah kantung. Setelah dua tahun pertama aku tinggal di pulau, sedikit sekali menggunakan mesiu. Seterusnya aku menjelaskan bagaimana mereka harus memelihara kambingkambing itu, juga kuberikan beberapa petunjuk cara-cara memerah dan memberi makan binatang-binatang itu dan bagaimana cara membuat mentega dan keju. Pendeknya aku menceritakan segala apa yang sudah kualami dari riwayat penghidupan di sana dan kemudian kujanjikan akan memintakan kepada nakhoda dua kantung mesiu lagi, sambil meminta pula sedikit benih-benih tanaman untuk diperkebunkan. Dengan itu mereka akan sangat gembira seperti aku sangat gembira dahulu ketika aku menemukan benda itu. Juga kuberikan kepada mereka sekantung ercis, yang dibawa nakhoda untukku, yang sebenarnya untuk dimakan, aku nasihatkan kepada mereka supaya sewaktuwaktu suka menanamnya. Setelah semua siap diatur, pada keesokan harinya pergilah aku meninggalkan pulau yang telah lama kudiami itu, naik ke kapal. Kami siapkan memasang layar, tapi belum mengangkat jangkar malam itu. Pagi harinya, pagi-pagi benar, datanglah dua orang dari mereka yang kami tinggalkan itu, ke samping kapal kami. Mereka merayu-rayu mengadukan ke tiga orang temannya, sambil menyebut-nyebut nama Tuhan, mereka memohon dengan sangat supaya diizinkan naik dan ikut kami, sebab katanya kalau tidak, pasti mereka akan dibunuh. Biarlah katanya sesampainya nanti akan digantung sekalipun, asal kini dapat turut. Nakhoda menjawab bahwa mengenai ini ia tidak berkuasa apa-apa, tapi setelah lama bercakap dan kedua orang itu sudah pula bersumpah akan setia, akhirnya mereka diizinkan. Tapi sebelumnya harus mendapat hukuman badan dulu, dan baru setelah ini mereka jadi manusia yang baik dan tenang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Beberapa saat kemudian, ketika air sedang pasang, aku pergi dengan perahu sekali lagi ke darat, untuk mengantarkan kantung mesiu yang kujanjikan itu, sedangkan nakhoda memberi nasihat supaya peti dan pakaian mereka dibawakan pula. Barang-barang itu pun diterima mereka dengan ucapan terima kasih. Aku memberi harapan kepadanya dengan menyatakan kalau ada kesempatan aku akan mengirimkan kelak kepada mereka sebuah kapal, dan selanjutnya kunyatakan bahwa aku tak akan melupakan mereka. Ketika aku berpisah itu, sebagai tanda peringatan, kubawa kopiahku yang kubuat dari kulit kambing, juga payungku dan kakaktua tidak kutinggalkan. Di samping itu uang perakan yang pernah kukatakan dahulu; mata uang itu mulamula tidak kelihatan seperti perak, tapi setelah sedikit digosok dan kutaruh agak lama dalam kantung, mulailah tampak seperti yang lazim. Jadi pergilah aku meninggalkan pulau tersebut pada tanggal 19 Desember tahun 1686. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 27 Maka genaplah aku mendiami pulau tersebut dua puluh delapan tahun dua bulan dan sembilan belas hari. Maka bebaslah aku dari tawanan yang kedua ini tepat pada hari dan bulan yang sama, dengan waktu dulu aku meninggalkan tempat tawananku dari bangsa Moor di Sallee. Dengan kapal inilah setelah beberapa lama berlayar, sampailah aku di Inggris, yaitu pada tanggal 11 Juni tahun 1687, setelah mengembara tiga puluh lima tahun lamanya. Dalam pada itu di Inggris aku merasa asing sama sekali, seakan-akan aku belum pernah ke sana selama hidupku: Temanku wanita yang kutitipi uang dahulu itu, masih hidup tapi dalam ketidakcukupan. Ia kini janda untuk kedua kalinya, dan baik kekayaan, maupun kehidupan tampaknya mundur sekali. Aku menyenang-nyenangkan hatinya dengan mengatakan bahwa aku tak akan melupakan kebaikan dan keramahannya dahulu terhadapku. Juga tidak sekiranya modalku sudah bertambah. Lalu aku pergi ke Yorkshire. Tapi ayahku ternyata sudah meninggal, juga ibuku dan beberapa keluarga lain-lainya. Hanya tinggal dua saudara perempuan lagi dan dua anak-anak saudara laki-lakiku, dan karena mereka menganggap aku sudah tak ada lagi di dunia, demikianlah orang tuaku tak meninggalkan apa-apa bagiku, pendeknya aku tak mempunyai harta peninggalan semerang bulupun. Sedangkan uang yang kupunyai pasti tak akan cukup untuk hidup lama. Tapi untunglah aku mendapat sesuatu dari pihak lain yang sebenarnya tidak kuharapkan dan tidak kusangka-sangka. Beginilah peristiwanya: Nakhoda kepala yang kutolong itu, ketika aku menyerahkan kapal beserta sekalian isinya kepadanya, menceritakan segala peristiwa yang telah terjadi kepada saudagar yang punya kapal itu. Ia menceritakan dengan dibunga-bungai yang sebenarnya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berkelebihan, lalu memajukan usul supaya aku diberinya hadiah sebesar dua ratus pondsterling. Setelah aku berpikir-pikir lama tentang masa depanku, aku teringat akan pergi saja ke Lisabon, melihat atau kalau dapat mengusut perkara perkebunanku dahulu, di Brasilia, bagaimana hanya dan bagaimana jadinya dengan teman sekongsiku dahulu itu. Maka berlayarlah aku ke Lisabon dan pada bulan April tahun berikutnya sampailah aku di sana. Si Jum'at selama itu melayaniku dan dalam suka-duka ia ternyata seorang hamba yang setia. Ketika aku tiba di Lisabon, dengan senang sekali kutemukan tempat tinggal sahabatku yang lama, yakni kapitan kapal, yang dahulu mengambilku dekat pantai Afrika dan membawaku ke Brasilia kepada anaknya, yang juga sudah tidak tergolong muda lagi. Ia hampir-hampir saja tidak ingat lagi padaku, tetapi setelah kukatakan siapa aku, ia segera mengenalku. Setelah mengungkit soal-soal lama, aku bertanya tentang keadaan perkebunanku dan tentang peseroku. Orang tua itu berkata, bahwa ia sudah sembilan tahun lamanya tidak pernah pergi ke Brasilia, tetapi katanya. Ketika ia bertolak, peseroku masih hidup. Tetapi kedua orang juru kuasaku yang mengurus perkebunanku, sudah meninggal dunia. Tetapi ia berpendapat bahwa aku gampang saja meminta hakku, oleh karena juru kuasaku, yang mengira bahwa aku mati tenggelam atau mati karena sebab lainnya, telah menyerahkan perhitungan serta pertanggungan-jawab atas perkebunanku kepada hakim. Hakim ini telah memutuskan, bahwa jika aku tidak menuntut lagi kekayaanku, seperti akan diserahkan kepada raja dan dua pertiga kepada biara, pertama untuk menolong orang-orang miskin dan kedua, untuk menyokong misionaris-misionaris yang menyebarkan agama Katolik di kalangan orang-orang Indian. Tetapi kalau aku sendiri, atau orang lain yang bertindak atas namaku, menuntut lagi hakku, kekayaanku segera akan diberikan kepadaku. Hanya saja yang tiap tahun Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sudah dikeluarkan untuk badan-badan amal, tidak akan diganti. Tetapi ia dapat memastikan, bahwa pemungut pajak raja dan pengurus biara telah meneliti dengan cermat, agar peseroku tiap tahun menyantaikan perhitungan sebenarnya dari penghasilan yang didapat tahun itu. Seterusnya kutanyakan padanya, sampai di mana peseroku memajukan perkebunanku dan apakah menurut pendapatnya ada gunanya bila aku menyelesaikannya dengan pergi sendiri ke sana dan apakah aku akan menemui kesulitan-kesulitan besar. Ia menjawab, bahwa ia tidak dapat menentukan dengan tepat nilai perkebunanaku, tetapi ia tahu betul, bahwa peseroku dengan bagian separuhnya itu menjadi kaya luar biasa. Dan jika ia tidak keliru, ia telah mendengar, bahwa sepertiga bagian buat raja, yang dijanjikan kepada biara lain atau kepada yayasan gereja lainnya, ditaksir kira-kira dua ratus uang emas setahunnya. Selanjutnya ia percaya, bahwa hakhakku mudah dibuktikannya, karena pertama, peseroku masih hidup dan kedua, namaku tercatat dalam daftar-daftar negeri. Juga ia berkata kepadaku, bahwa ahli waris ke dua juru kuasaku orang-orang baik dan jujur, lagi pula kaya raya. Menurut pendapatnya, mereka tidak saja akan menolongku untuk mendapatkan dan mempertahakan hak-hakku, tetapi merekapun akan memberikan padaku sejumlah uang sebagai perhitungan almarhum ayah mereka. "Tetapi," kata orang tua itu, "satu hal yang mesti kuceritakan padamu, yang barangkali tidak begitu menyenangkan seperti lain-lainnya. Sebab karena mengira, bahwa aku telah mati, dan seluruh dunia pun mengira demikian, maka mereka atas namamu berjanji padaku untuk menyampaikan perhitungan dengan aku selama enam atau delapan tahun yang pertama, hal mana juga sudah terjadi. Tetapi karena dalam waktu itu justru terjadi perluasanperluasan yang penting, misalnya membangun pabrik gula, membeli lebih banyak budak-budak, dan sebagainya, maka labanya selama tahun-tahun itu tidak sebesar kemudian. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tetapi," kata orang tua itu, "aku akan memberikan perhitungan teliti tentang segala sesuatu, apa yang selama ini kuterima dan kukeluarkan.” Beberapa hari kemudian sahabat tuaku memberikan perhitungan kepadaku mengenai laba, yang dibuat perkebunan dalam tahun-tahun pertama, yang ditandatangani oleh peseroku dan oleh juru kuasaku dan yang seluruhnya dinyatakan berupa barang-barang, artinya berupa gulungangulungan tembakau, peti-peti berisi gula, rum, dan melasse, yang terakhir ini benar-benar merupakan hasil sesuatu pabrik gula. Dari perhitungan ini kulihat, bahwa tiap tahun labanya sangat bertambah, tetapi sesudah dipotong pengeluaranpengeluaran, jumlah laba itu amat kecil. Orang tua itu menunjukkan padaku, bahwa ia berutang padaku empat ratus tujuh puluh uang emas, dan enam puluh peti gula dan lima gulungan rangkap tembakau, oleh karena barang-barang ini ikut hilang dengan kapalnya, dalam perjalanan ke Lisabon, kira-kira sebelas tahun yang lalu, karena kapal yang membawanya karam. Orang yang baik hati itu mulailah mengeluh tentang kesukaran-kesukaran yang dialaminya dan berkata bagaimana ia menutupi kerugian-kerugian perusahaannya dengan uangku dan lalu membeli sebuah kapal lain. "Meskipun demikian, sahabatku," katanya, "engkau tak akan menanggung kerugian. Setelah anakku kembali, kita akan membuat perhitungan." Sambil berkata demikian ia mengambil dompet dari kantungnya dan lalu memberikannya kepadaku seratus enam puluh uang emas Portugis. Lalu ia memperlihatkan juga sura-surat andil kapalnya itu, yang kini sedang dibawa berlayar oleh seorang anaknya laki-laki ke Lisabon. Diterangkannya pula, bahwa ia sendiri dan seorang lagi anaknya yang laki-laki juga, masing-masing mempunyai seperempat bagian dari kapal itu. Semua surat-surat itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ diperlihatkannya kepadaku, sebagai bukti, supaya aku tidak ragu-ragu. Aku sangat terharu oleh kejujuran dan keramahan orang tua itu, aku hampir tak kuasa menyembunyikan rasa terharu ini. Dan aku insyaf ia sudah berbuat sesuatu jasa yang sangat besar ketika ia mengambilku dahulu, waktu aku terkatungkatung di tengah laut, dan bagaimana baik sikapnya, setelah aku tinggal padanya. Dan kini telah bertindak pula sangat adil dan jujur sebagai sahabat. Mengingat ini semua, hampirhampir aku tak dapat menahan air mata yang mendesakdesak akan ke luar. Karena itu mula-mula sekali kukemukakan pertanyaan kepadanya, apakah keadaannya mengizinkan untuk tiba-tiba menyerahkan uang sebanyak itu kepadaku dan apakah ini tidak akan menyukarkan baginya?. Ia menyatakan tentang ini terus terang, bahwa mungkin ia akan menghadapi kesukaran, tapi itu adalah uangku dan aku sendiri tentu lebih berhak menggunakannya daripada dia. Apa saja yang dikatakan oleh orang tua, membayangkan kelembutan hatinya terhadapku, hingga aku yang tidak biasa, sangat terharu. Pendeknya kuambil saja uang yang seratus, dan setelah aku minta pena dan tinta, kubuat suatu tanda penerimaan, kuberikan kepadanya, bahwa bila aku dapat memiliki lagi perkebunanku yang dahulu, yang seratus itu pun akan kuberikan kembali (kemudian kulakukan juga). Tetapi tentang surat-surat bukti pembelian kapal anaknya, aku sama sekali tak hendak mengambilnya. Aku tahu pasti bahwa kalau aku perlu uang, anaknya itu akan bersikap jujur pula kepadaku. Ia pasti mau membayarnya, dan sebaliknya, bila aku mempunyai kekayaan, aku pun tak akan mengambil uang sesen pun dari padanya. Setelah perkara ini selesai, orang tua itu bertanya kepadaku, apakah ia dapat menolong berkenan hak-hak memiliki kembali perkebunanku itu, dengan mengajukan buktibukti. Aku menjawab, bahwa aku akan berpikir dahulu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengenai hal ini. Ia menyatakan bahwa aku sendirilah harus mengetahui perkara ini sedalam-dalamya, dan harus cukup dulu usaha untuk dapat memulihkan perkebunan itu kembali seperti sedia kala supaya dapat segera dinikmati hasilnya, katanya. Dan karena justru waktu itu ada kapal-kapal di perairan Lisabon yang akan segera berangkat ke Brasilia, ia menyuruhku supaya aku lekas-lekas mendaftarkan nama dalam daftar umum bagi penumpang dengan disertai keterangan di bawah sumpah yang ditandatangani olehnya. Keterangan itu menyatakan bahwa aku masih hidup dan adalah orang yang dahulu membuka tanah ini dan ini diselesaikan dengan baik oleh seorang pengacara, dikirimnya surat-surat keterangan ini dengan disertai sepucuk surat dari padanya, dialamatkan kepada salah seorang sahabat dagangnya, seorang saudagar di Lisabon. Lalu ia mengusulkan supaya aku tinggal di rumahnya saja selama menanti perkara ini selesai. Tak pernah kujumpai sebelumnya, suatu tindakan adil dan jujur seperti dibuat oleh orang tua ini, sebab belum sampai tujuh bulan aku telah menerima dan ahli warisnya yang menjadi pengusaha kebunku dahulu, sebuah paket yang berisikan surat-surat dan kertas-kertas berharga seperti berikut: Berkas pertama berisikan kwitansi-kwitansi dari perkebunanku mulai dari tahun, waktu ayah sahabatku itu membuat perhitungan dengan nakhoda tua, orang Portugis dahulu itu, terbilang untuk enam tahun. Neracanya menunjukkan ada keuntungan-keuntungan bagiku sebanyak seribu seratus tujuh puluh empat uang emas. Berkas ke dua berisikan kwitansi-kwitansi empat tahun kemudian, ketika pemerintah belum turut campur tentang urusan tata usaha. Neraca ini menunjukkan bahwa harga perkebunan menjadi naik sampai mencapai jumlah sembilan belas ribu empat ratus empat puluh uang emas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Yang ketiga berisikan tanda-tanda penerimaan dari kepala Biara Augustin, yang selama empat belas tahun menerima jumlah dari keuntungan-keuntungan kebunku itu. Meskipun tidak dinyatakan bahwa uang yang dikeluarkan itu untuk membangun sebuah rumah sakit. Diterangkan pula selanjutnya, bahwa sejumlah delapan ratus tujuh puluh dua mata uang emas lagi belum diapa-apakan olehnya, karena itu ditambahkannya ke dalam jumlah bagianku. Ada disertakan dalam paket itu sepucuk surat dari peseroku itu yang menyatakan ia sangat gembira ketika mendengar bahwa aku masih hidup. Dan ia memberikan laporan lengkap tentang cara, bagaimana perkebunan itu dibangun, dan dari perseroan keuntungan yang dibuatkan tiap tahun. Lebih-lebih ia menerangkan dengan cermat kepadaku, berapa luas tanah yang termasuk perkebunan, bagaimana ditanaminya, ada berapa hamba sahaya yang kini masih bekerja. Selanjutnya ia mengirimkan ucapan syukur sebagai tanda terima kasih kepada Gadis Suci yang telah menolongku, dan kemudian ia mengundangku, agar aku segera datang dan memiliki apa yang menjadi kepunyaanku itu. Sekaligus ia minta supaya aku mengirimkan perintah bagaimana selanjutnya ia harus bertindak selama menanti kedatanganku. Kemudian sebagai penutup suratnya, ia menyatakan dengan sangat mesra salam persahabatan, dan ucapan bahagia dari keluarganya. Sebagai hadiah ia mengirimkan padaku kulit macan tutul tiga lembar yang rupanya baru saja ia terima dari Afrika dengan salah satu kapal yang ia kirimkan ke sana, niscaya ia telah melakukan pelayaran yang menguntungkan. Seterusnya ia mengirimkan padaku lima peti lagi yang berisikan makananmakanan manis yang lezat-lezat dan seratus uang emas, tetapi tidak begitu berharga seperti "moidores." Dengan iringan kapal-kapal itu pula ke dua orang kuasaku mengirimkan padaku seribu seratus peti gula, delapan ratus gulungan tembakau, dan sisanya berupa uang emas, dengan inilah mereka membayar utang mereka padaku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dapatlah kukatakan, bahwa penghidupan orang miskin seperti aku lalu kemudian menjadi lebih baik daripada semula, tidak mungkin rasanya untuk menggambarkan perasaanperasaan hati yang men-jengkau diriku, ketika aku membaca surat-surat ini dan ketika aku melihat kekayaanku. Sebab, karena kapal-kapal Brasilia itu selalu bersama-sama berangkat dan bersama-sama pula datangnya, maka kapal-kapal itulah pula yang membawa surat-surat dan barang-barangku. Maka terjadilah peristiwa barang-barangku telah berada dengan amannya di kapal diatas sungai sedangkan surat-suratnya belum kuterima. Pendeknya, aku menjadi pucat karena kaget dan andaikata orang tua itu tidak memberikan seteguk rum padaku untuk membuat aku sadar kembali, kukira aku jatuh pingsan. Tetapi meskipun begitu hingga beberapa jam lamanya aku sakit, sehingga akhirnya dipanggil seorang dokter, yang agak mengerti sebab-sebab penyakitku dan segera mengambil sedikit darahku. Sesudah itu aku segera sembuh kembali. Sekarang, dengan secara tiba-tiba aku menjadi pemilik limapuluh ribu pondsterling (1 pondsterling kira-kira tiga puluh dua rupiah) berupa uang dan pemilik perusahaan dan perkebunan di Brasilia yang menghasilkan lebih kurang seribu pon setahun, jadi sama dengan seluas tanah milik di Inggris; pendek kata, sekarang aku berada dalam keadaan sangat baik, hingga sukarlah bagiku untuk menyadarinya. Yang pertama-tama kulakukan, ialah membalas budi orang yang berbuat baik padaku, yaitu kapitan tua yang baik hati, terutama dalam keadaanku yang sebatang kara ini demikian murah hatinya terhadapku. Kuperlihatkan padanya apa yang kuperoleh dan kukatakan padanya, bahwa ia boleh mempergunakannya sesuka hatinya. Pertama-tama tentu saja kuberikan lagi padanya seratus uang emas kepunyaannya, kemudian aku memanggil notaris dan memerintahkan padanya untuk membuat akta, yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyatakan utangnya sebanyak empat ratus tujuh puluh uang emas dianggap terbayar lunas. Selanjutnya kusuruh dia membuat prokurasi, dengan mana kuserahkan padanya pengelolaan keuangan perkebunan dan memerintahkan peseroku untuk membuat perhitungan dengan dia dan bila kapal-kapal kembali di Portugal menyerahkan segala-galanya kepadanya. Seterusnya dalam suatu syarat kuberikan wasiat istimewa padanya buat sepanjang hidupnya seratus uang emas setiap tahun dan kepada putranya, sepeninggal ayahnya, wasiat sebanyak lima puluh uang emas setahun. Demikianlah kuselesaikan utangku kepada orang tua itu. Sekarang pertama-tama aku harus mengambil keputusan, tempat manakah yang akan kutuju dan kedua, apa yang akan kuperbuat dengan tanah milik yang sekonyong-konyong jatuh di tanganku. Memang aku mendapat lebih banyak beban daripada selama penghidupanku yang sunyi di pulau, di mana aku sama sekali tidak menghendaki apa jua pun yang berada di luar kesanggupanku, dan tak mempunyai tanggung jawab yang besar dan kupergunakan uangku dalam pelbagai usaha. Sekarang aku tidak mempunyai gua, di mana aku dapat menyembunyikan uangku, atau suatu tempat di mana uang itu aman tanpa dikunci. Sebaliknya aku tidak tahu, di mana dia harus kusimpan atau kepada siapa harus kupercayakan dengan aman. Majikanku yang dulu, kapitan, memang orang yang dapat dipercayai, tetapi cuma dialah satu-satunya kepercayaanku. Selain daripada itu, kepentingan di Brasilia menjadi bertambah besar dan aku ingin benar pergi melihatlihat ke sana. Tetapi aku belum dapat berangkat ke sana, sebelum urusanku selesai dan uang serta surat-suratku disimpan di tempat yang aman. Mula-mulanya aku berpikir untuk mempercayakan semuanya kepada janda, sahabatku yang lama, yang kuketahui, bahwa ia orang jujur. Tapi ia sudah tua dan miskin, lagi pula seperti yang pasti kuketahui, ia mempunyai utang. Oleh karena itu pendeknya aku tidak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menemukan jalan lain selain kembali sendiri ke Inggris dan membawa uang dan surat-suratku. Tetapi masih harus lewat beberapa bulan dulu sebelum aku mengambil keputusan itu dan karena aku telah membalas sepenuhnya kebaikan dan keramahan kapitan, mulailah aku memikirkan tentang janda yang miskin tadi, yang suaminya pernah menjadi sahabatku yang terbaik, sedangkan ia sendiri selalu menolongku sedapat-dapatnya. Mula-mula aku pergi menemui seorang saudagar di Lisabon, minta kepadanya supaya ia menyurati teman sejawatnya di London untukku. Pertama-tama, teman sejawat itu supaya menyelidiki seorang janda, apa ia masih ada atau tidak. Ke dua, supaya menolong menanyakan perkara uang, supaya dibayarnya kepadaku sebanyak seratus pondsterling, dan ke tiga, ia harus menyatakan bahwa perempuan itu akan mendapat tunjangan dari padaku selama hidupnya. Serentak dengan ini, aku mengirimkan pula kepada ketfua saudara perempuanku yang tingal di luar kota itu seratus pondsterling masing-masing, meskipun mungkin mereka tak membutuhkannya tapi uang itu toh dapat digunakannya. Seorang dari ke dua saudaraku itu pernah bersuami, tapi kini janda. Yang lainnya masih bersuami, tapi suaminya itu adalah seorang suami yang sebenarnya bukan untuknya. Tapi dari lingkungan keluarga dan kenalanku tak ada yang kupilih kecuali mereka, yang dapat kupercayai menyimpan uangku, selama aku bepergian dan selama tinggal di Brasilia, dan ini sebenarnya sangat menyedihkan hatiku. Aku sudah terlanjur mempunyai maksud hendak menetap di Brasilia, dan memang sebenarnya Brasilia tempatku. Di sana aku harus tinggal, sebab dahulu aku pernah mencatatkan nama sebagai penduduk di sana. Tapi sebetulnya aku tak senang akan segala yang tampaknya benci agama, dan ini pulalah kelak yang memaksaku pergi lagi dari sana, tapi tentang ini barangkali nanti akan kuceritakan lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Seperti telah kukatakan, ini bukan sebab yang utama mengapa aku tak pergi ke Brasilia ketika itu. Yang menyebabkan ialah pikiran bahwa uang tidak akan jatuh di tangan orang yang dapat kupercayai sepenuh hati kalau ditinggalkan. Hanya pikiran inilah sebenarnya yang menahanku, yang memutuskan aku pergi saja kembali ke Inggris dan mencoba mencari hubungan persahabatan supaya aku di sana tak merasa kesepian. Sebelum pergi aku membereskan sedapat mungkin urusanku dan karena rombongan laut Brasilia itu akan segera berangkat, secepat mungkin aku menjawab surat-surat yang kuterima dari Brasilia. Mula-mula aku menjawab surat Kepala Biara Augustin. Dalam surat yang satu kunyatakan terima kasihku atas perlakuannya yang jujur dengan permintaan agar uang yang delapan ratus tujuh puluh dua uang emas itu diambilnya kembali lima ratus dari padanya dan diserahkan kepada Biara, sedangkan yang tiga ratus tujuh puluh dua dibagikan kepada orang-orang miskin menurut pilihannya. Selanjutnya aku memohon supaya Bapa yang mulia itu sudi mendoa untuk kebahagiaanku dan sebagainya. Kemudian kutulis pula surat kepada penguasaku yang dua orang itu (dua anak laki-laki penguasa yang dulu), dengan pertanyaan atas kejujuran dan keadilan mereka dapatlah hak-hakku dahulu itu kutuntut. Tentang mengirim hadiah sangat dilebih-lebihkan untuk mengatakan mereka mau menerimanya. Akhirnya aku menulis kepada pesero itu menyatakan terima kasih akan kerelaannya memberikan pertolongan kepada usahaku dan pendapat-pendapat untuk mengambil keputusan-keputusan, kukatakan, semua ini kujunjung tinggi. Lalu kuberi penjelasan tentang bagaimana cara mengurus perkebunan itu selanjutnya dan meminta supaya seterusnya keuntungan tahunan itu dikirimkan kepada sahabatku, Kapitan tua orang Portugis itu, sampai ada kabar lagi tentang ini dari padaku. Sebagai Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ penutup suratku kunyatakan bahwa aku sudah pasti sewaktuwaktu akan berangkat ke Brasilia untuk menghabiskan hari tuaku di sana. Beserta surat ini kukirimkan kepadanya sebuah hadiah kain sutera Italia untuk istri dan kedua anak perempuannya (sebab Kapitan itu pernah mengatakan bahwa ia sudah kawin dan punya dua orang anak perempuan), dua potong kain laken buatan Inggris yang tebal dan lebar, yang baik yang terdapat di Lisabon, dan lima potong kain wol dengan sedikit kain sutra dari Vlaanderen, yang harganya dapat menjamin mutunya. Jadi setelah perkaraku ini teratur dan telah kubayar ongkos-ongkos kapal, mulailah aku memikir-mikir dengan jalan bagaimana aku dapat kembali ke Inggris. Aku adalah seorang pelaut, yang telah biasa berlayar jauh. Begitulah tentu orang berpikir tentangku, tapi kini aku mempunyai kesegenan tertentu untuk kembali ke Inggris dengan jalan laut. Aku tak dapat menyebutkan bagaimana kesegananku, hingga barang-barangku yang sudah dimuatkan ke kapal dan segera akan berangkat, lalu kuurungkan niatku itu. Ketika keenggananku menjadi besar pelaut tua yang kuceritai halku, menasihati agar aku jangan melalui lautan, lewat daratan saja menuju Groyne, dari sana melintasi Teluk Biskaya sampai La Rochelle. Dari sana dengan mudah dan tak usah takut akan bahaya bisa sampai di Paris dan dari sana ke Calais, lalu menyeberang ke Dover. Dapat juga melalui Madrid dan dari sana jalan darat lagi melalui Perancis Tengah, sampai di Paris. Pendeknya, aku demikian enggannya akan segala yang dinamai laut, hingga aku memutuskan menempuh seluruh perjalanan lewat daratan saja, waktuku cukup banyak dan biayanya tidak menjadi soal bahkan merupakan perjalanan yang menyenangkan. Dan supaya perjalanan bagiku lebih menggembirakan lagi, dengan perantaraan kapitan yang tua Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ itu, ikut pula seorang Inggris, putra seorang saudagar di Lisabon. Kemudian kami berhasil membujuk ikut serta dua orang Inggris lagi dan dua orang Portugis muda, tetapi yang dua orang belakangan ini hanya sampai di Paris. Kami sekarang berjumlah enam orang dan sebagai pengiring membawa pula lima orang pelayan. Kedua orang saudagar Inggris dan orang-orang Portugis merasa senang masingmasing mempunyai dua orang pelayan, dan mengenai aku sendiri, kecuali si Jum'at, kubawa pula seorang kelasi Inggris, karena Jum'at masih terlalu asing di Eropa untuk dapat digunakan sebagi pelayan. Demikianlah aku melakukan perjalanan pulang dan oleh karena rombongan kami berkendaraan kuda dan cukup bersenjata, kami seolah-olah merupakan pasukan kecil tentara. Aku diangkat sebagai kapten. Pertama, karena akulah yang tertua dari rombongan dan kedua karena aku mempunyai dua orang pelayan dan rencananya pun berasal dari aku pula. Oleh karena aku tidak pernah mengganggu para pembaca dengan uraian-uraian tentang perjalanan-perjalanan laut, maka sekarang pun aku tidak akan menghidangkan uraianuraian yang panjang lebar, melainkan hanya akan menceritakan peristiwa-peristiwa yang paling menarik dari perjalanan yang berbahaya dan sukar ini. Beberapa waktu kemudian kami sampai di Madrid dan oleh karena tidak seorang pun dari kami pernah ke Spanyol, kami ingin benar tinggal di kota ini beberapa waktu lamanya untuk melihat-lihat segala keanehannya. Tetapi oleh karena waktu itu menjelang akhir musim panas, kami harus bergegas-gegas dan dengan demikian kami sudah meninggalkan Madrid dalam pertengahan bulan Oktober. Akan tetapi ketika kami mendekati Tanjung Navarra, kami mendengar di beberapa kota yang kami lalui dalam perjalanan kami, bahwa di pegunungan yang termasuk daerah Perancis demikian Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ banyaknya jatuh salju, sehingga beberapa orang dalam perjalanan terpaksa kembali ke Pampeluna, setelah berusaha melalui pegunungan, tapi s ia-sia. Ketika kami sampai di Pampeluna, kabar-kabar diperkuat lagi oleh pelbagai pihak. Mengenai aku sendiri, karena aku sudah biasa kepada iklim tropik dan hampir seumur hidupku tinggal di daerah-daerah, yang panasnya hampir-hampir tidak kuat berpakaian, maka hawa dingin tak tertahan lagi. Lagi pula karena kira-kira sepuluh hari yang lalu di Kastilia Lama kami mengalami hawa panas tropik. Dan sekarang kami menghadapi angin yang datang lewat Pegunungan Pyrenea dan angin ini demikian keras dan dinginnya, hingga kami hampir menemui bahaya mati kedinginan. Si Jum'at yang malang itu terkejut, ketika ia melihat gunung-gunung yang sama sekali tertutup salju dan ia pun sangat menderita oleh hawa dingin yang tak tertahankan. Supaya jelas soalnya, ketika kami sampai di Pampeluna, salju telah turun demikian hebat dan lama, hingga orang-orang dari daerah itu berkata, bahwa musim dingin datangnya terlalu cepat. Dan jalan-jalan yang dulunya sudah amat sukar dilalui, sekarang menjadi tidak terlalui sama sekali. Pendek kata, di beberapa tempat salju demikian tingginya, hingga kami tidak mungkin mengarunginya dan oleh karena salju itu tidak padat seperti di negeri-negeri yang terletak lebih di utara, maka kami menghadapi bahaya tertimbun hidup-hidup. Kami tinggal di Pampeluna tidak lebih dari dua puluh hari, dan ketika kami mengetahui, bahwa musim dingin yang sebenarnya masih harus tiba (dan musim dingin itu adalah musim dingin yang bertahun-tahun lamanya tidak pernah dialami di Eropah), aku mengusulkan untuk pergi ke Fontarabia, dan dari sana naik kapal ke Bordeaux hal mana hanya perjalanan pendek saja. Tetapi ketika kami sedang berunding, datanglah di kota empat orang Perancis, yang telah mengalami perjalanan di antara pegunungan di daerah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Perancis, ketika kami baru saja berhenti di daerah Spanyol. Mereka menceritakan kepada kami, bahwa mereka telah menemukan seorang penunjuk jalan waktu melalui negeri di sebelah Languedoc, telah membawa mereka lewat jalan-jalan, di mana mereka sama sekali tidak mendapat gangguan salju. Tempat itu bukan tidak bersalju, tapi salju itu beku dan keras sehingga dengan mudah saja melaluinya dengan berkuda. Kami mencari penunjuk jalan itu, yang kemudian memberitahukan bahwa ia mau dengan kami kembali menempuh jalan yang telah dilaluinya. Kami tak usah takut salju, dan senjata pun cukup untuk menyelamatkan diri dari serangan-serangan binatang buas. Ia menyatakan kalau banyak salju, serigala juga banyak yang turun sampai ke kaki egunungan, dan biasanya galak-galak, setengah gila, karena kelaparan. Kami katakan bahwa kami tidak takut oleh serigala yang berkaki empat, melainkan khawatir oleh semacam serigala yang berkaki dua, yang sering memperlihatkan diri terutama di perbatasan tanah Perancis.Tapi ia menyakinkan kami, bahwa sepanjang jalan yang akan kami lalui, tak akan berjumpa dengan binatang yang serupa itu. Jadi kami setuju mengikuti dia dan demikian pula ke dua belas orang yang kumaksudkan, mereka yang telah kusebutkan tadi, yang telah, mencoba berkali-kali tak berhasil, dan akhirnya kembali ke Pampeluna. Kami meninggalkan Pampeluna beserta penunjuk jalan itu pada tanggal 15 November dan aku sebenarnya kaget ketika si penunjuk jalan itu berjalan kembali ke arah Madrid, pada hal seharusnya meneruskan perjalanan. Dan perjalanan kembali ini sampai dua belas mil jauhnya. Lalu setelah kami menyeberangi dua buah sungai dan datang di suatu tempat yang baik sekelilingnya dengan hawanya yang sangat nyaman, tak ada pula tanda-tanda bekas salju, baru setelah sampai di situlah tiba-tiba kami diajak membelok ke kiri dan berjalan di sebuah jalan yang lain menuju ke arah pegunungan. Dan meskipun berbagai bukit dan lembah sering mengecilkan hati Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ karena mencari jalan yang biasanya panjang berbelok-belok hingga sampailah kami ke suatu puncak bukit, sebelum kami mengetahuinya lebih dulu, dan sebelum dapat gangguan saja. Dan sebelum kami dapat mengira-ngirakan pada suatu pagi penunjuk jalan itu telah menunjukkan kepada kami suatu tempat yang sangat bagus, subur tanahnya, di propinsi Languedoc dan Gascogne. Tempat itu tampaknya kehijauan dan semarak, meskipun baru saja samar-samar dari kejauhan. Kami mulai merasa tidak senang, ketika sehari-harian dan semalam penuh tidak henti-hentinya turun salju, hingga kami tak dapat meneruskan perjalanan. Tapi penunjuk jalan itu mencoba hendak menghilangkan kekecewaan kami dengan mengatakan bahwa itu semua akan segera reda. Dan sesungguhnya, kami mengetahui kini, bahwa perjalanan kami makin lama makin jauh dari pegunungan, kami terus menurun dan sampailah ke bagian pegunungan sebelah utara. Jadi kami terus meneruskan perjalanan dengan tak hentinya sambil menyerah saja kepada kehendak penunjuk jalan kami. 28 Ada kira-kira dua jam sebelum hari menjelang malam, ketika penunjuk jalan kami agak jauh ke muka dari kami, tibatiba dari jalan terusan yang menuju hutan, muncullah tiga serigala dan seekor beruang berlari-lari menuju kami. Dua di antara serigala itu menyerang penunjuk jalan kami, dan sekiranya ia lebih jauh lagi dari kami tentu sudah dikoyakkoyak, sebelum kami sempat menolong. Seekor dari kedua serigala itu melompati kuda, sedangkan yang seekor lagi menyerang orangnya demikian hebatnya, hingga penunjuk jalan kami itu kehilangan waktu dan kehilangan semangat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ untuk dapat mengeluarkan pistolnya. Ia hanya sempat berteriak minta tolong kepada kami. Kebetulan si Jum'at ada di dekatku. Kusuruh dia memacu kudanya dan melihat segera apa yang terjadi. Setelah Jum'at dekat kepada orang yang akan ditolongnya itu, ia berteriak keras, "Tuan!" tapi karena ia seorang pemberani, seorang yang tak kenal takut, demikian ia lari menghampiri penunjuk jalan itu, dan menembak seekor serigala sehingga jatuh dan kemudian mati. Beruntung bagi si penunujuk jalan bahwa aku masih sempat menyuruh si Jum'at. Ia sudah biasa menghadapi binatang-binatang buas, waktu berburu di tanah kelahirannya. Seorang dari kami pun rupanya telah pula menembaknya dari tempat yang jauh. Ini memang berbahaya, sebab ada kemungkinan tembakannya meleset atau mengenai si penunjuk jalan itu sendiri. Tapi cukup menciutkan hati, bagi si pemberani seperti aku ini. Ketika, setelah pistol si Jum'at meletus, kami mendengar dari kedua belah pingir jalan, raung serigala yang menggigilkan tubuh, diikuti oleh gema yang bersambung-sambung seperti suara serigala yang tak terhitung lagi banyak jumlahnya, seolah-olah serentak datang hendak mengoyak-ngoyak kami sekalian. Dan ketika si Jum'at menembak serigala itu, serigala yang seekor lagi, yang tadinya hendak menerkam kuda, tiba-tiba mengurungkan niatnya, lalu lari meninggalkan mangsanya. Tapi si penunjuk jalan kami terkena juga. Binatang yang marah itu sempat menggigit dia sampai dua kali. Sekali pada lengannya, kemudian sedikit di atas lututnya. Dan ia rupanya sedang menjatuhkan diri dari punggung kuda, ketika si Jum'at melepaskan pelurunya. Ketika mendengar letusan pistol, kami semua tidak diam, sedapat-dapat memburunya hendak melihat apa yang terjadi. Ketika kami akhirnya sampai di tempat yang tidak terlindung pohon-pohonan, kami tahu apa yang terjadi itu. Dan kami Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dapat melihat bahwa pertolongan si Jum'at tepat pada waktunya, hanya kami belum dapat jelas melihat binatang apa sebenarnya yang telah dibunuhnya. Kiranya belum pernah ada perkelahian yang demikian seru dan lucunya seperti perkelahian antara si Jum'at dan beruang. Dan meskipun mula-mulanya kami amat terkejut, kemudian kami tertawa terbahak-bahak. Beruang itu kecuali seekor binatang yang berat dan kikuk yang tidak dapat bergerak cepat seperti serigala, ia masih mempunyai dua macam sifat yang aneh, yang menguasai seluruh tingkah lakunya. Pertama, manusia-manusia yang tidak merupakan makanannya biasa sehari-hari tidak akan diserangnya, kecuali jika mengganggunya (bahkan ia tidak akan menyerang mereka, jika mereka tidak menyerang dia, kecuali jika amat lapar dan waktu itu memang ia amat lapar karena bumi seluruhnya tertutup salju). Tetapi kita harus memperlakukannya dengan amat sopan dan memberi jalan kepadanya, sebab ia ingin diperlakukan sebagai orang terhormat. Terhadap seorang raja pun ia tak sudi mengalah. Jadi jika kita benar-benar takut kepadanya, maka cara yang paling bijaksana ialah mengambil jalan lain dan jangan menoleh lagi kepadanya. Sebab jika kita berhenti sebentar dan menoleh kepadanya, maka ia akan merasa tersinggung. Bila kita melemparkan sesuatu kepadanya dan tidak mengenainya, sekalipun hanya tong\at kecil sebesar jari, ia akan merasa tersinggung dan akan melupakan segala-galanya untuk membalas dendam. Inilah keganjilannya yang pertama. Dan keganjilan yang kedua ialah, jika ia sekali saja merasa terhina, ia tidak akan membiarkan kita lagi, melainkan akan mengejar kita siang malam dan tidak akan berhenti sebelum kita terkeiar. Si Jum'at telah menolong penunjuk jalan kami, dan sementara kami sampai di tempat terjadinya kecelakaan, ia sedang menolong dia turun dari kuda. Sebab orang itu bukan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ saja terluka, melainkan amat terkejut juga, lebih-lebih lagi ketika kami sekonyong-konyong melihat beruang yang ke luar dari hutan. Belum pernah kami melihat binatang yang demikian luar biasa besarnya. Kami sekalian terkejut, ketika kami melihatnya. Tetapi ketika si Jum'at melihat dia, wajahnya tampak berseri-seri kegirangan, "O,o,o," kata Jum'at tiga kali berturut-turut, sambil menunjuk kepadanya. "Tuan, izinkanlah saya berjabatan tangan dengan dia. Saya ingin membuat Tuan tertawa." Aku tercengang melihat dia demikian girangnya. "Kau gila." kataku "kau nanti ditelan olehnya." "Menelan saya, menelan saya." kata si Jum'at, "sayalah yang akan menelan dia. Saya akan membuat Tuan-tuan tertawa enak. Tuan-tuan harus menunggu di sini dan saya akan membuat Tuan-tuan tertawa enak." Kemudian ia duduk dan setelah dalam sekejap mata saja membuka sepatunya dan mengenakan celana sebagai gantinya, pelayanku lainnya lagi memberikan kuda kepadanya dan dengan sepucuk bedil di tangannya cepatlah ia berlari. Beruang itu perlahan-lahan pergi dan agaknya tidak ingin mengganggu kami lagi. Si Jum'at yang sudah amat dekat kepadanya mulai memanggil-manggil dia dan berteriak-teriak kepadanya, seolah-olah beruang itu dapat mengerti padanya. "Hai, hai," teriak si Jum'at, "aku mau berkata padamu." Kami mengikuti agak jauh dari dia, sebab setelah kami sampai di pegunungan yang termasuk daerah Gascogne, kami jarang berada di daerah hutan yang besar dan luas sekali, terdiri dari tanah datar terbuka, di sana sini diselingi oleh hutan-hutan lebat. Si Jum'at yang seperti sudah kukatakan, mengejarngejar beruang dekat sekali, dengan sekonyong-konyong memungut sebuah batu besar dan melemparkannya ke arah beruang, tepat mengenai kepalanya. Tetapi binatang itu sama sekali tidak terluka. Sebaliknya dengan ini si Jum'at benarbenar telah mencapai maksudnya, sebab ia tidak takut sama sekali untuk memaksa beruang menyerang dia, supaya kami Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dapat menyaksikan pertunjukan yang amat lucu. Ketika beruang itu merasai lemparan batu dan melihat si Jum'at, ia berbalik dan mengejar dia dengan langkah-langkah besar, mendengus dengan marah, seperti kuda yang bercongklang cepat-cepat. Larilah si Jum'at ke arah kami, seakan-akan minta tolong. Karena itu kami bersepakat untuk menembak beruang supaya si Jum'at tertolong. Terutama akulah yang amat marah kepadanya, sebab beruang itu sendiri tadinya sudah akan pergi dengan tidak mengganggu Rami. "Bodoh kau," teriakku. "Inikah cara kau membuat kami tertawa? Pergilah dengan kudamu, supaya kami dapat menembak binatang itu." Mendengar kami, ia berteriak, "Jangan tembak, jangan tembak! Berhentilah, nanti Tuan dapat tertawa banyakbanyak." Si Jum'at yang berbadan lentuk mengambil dua langkah, kemudian dengan sekonyong-konyong berbalik di hadapan kami, dan setelah dilihatnya sebuah pohon besar yang amat serasi baginya, ia memberi isyarat kepada kami untuk mengikutinya. Sambil mempercepat langkahnya, dengan segera ia naik ke atas pohon, sedangkan bedilnya ditaruh di atas tanah kira-kira 3 meter jauhnya dari pohon. Tak lama kemudian beruang itu sampai ke dekat pohon, dan kami mengikutinya agak jauh. Yang pertama dilakukan beruang itu ialah menuju bedil, tapi setelah dicium, dibiarkannya saja dan kemudian ia naik ke atas pohon, cepat seperti kucing, hal mana tak kami duga dari binatang sebesar itu. Aku heran melihat begitu banyak kegilaan yang dipertunjukkan si Jum'at, ya kegilaan, aku tak bisa menyebutnya daripada itu, dan sungguh aku tak mengerti kelucuan apa yang dimaksudkan olehnya. Ketika kami melihat beruang itu naik ke atas pohon, kami bersama-sama mendekati pohon itu sampai dekat benar ke batangnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ketika sudah dekat, kami melihat si Jum'at duduk di ujung sebuah cabang yang ditengah-tengahnya diduduki pula oleh beruang yang diikutinya itu. Tapi sebelum beruang itu dapat menghampiri dia, si Jum'at tiba-tiba berteriak sambil tertawa, "Ha ha, sekarang Tuan akan menyuruh saya supaya beruang itu berdansa, bukan?" Dan mulailah ia mengguncangguncangkan cabang kayu itu sekeras-kerasnya, hingga beruang itu betul-betul sekarang seperti sedang dansa. Sambil berdiri ia melihat ke bawah untuk mengetahui bagaimana caranya yang mudah, supaya ia dapat segera turun. Dan kini betul-betul kami terbahak-bahak. Tapi si Jum'at tak membiarkan terus demikian. Ketika ia melihat beruang itu berdiri diam saja ia mulai memanggilmanggilnya lagi sambil berseru-seru seolah-olah beruang itu mengerti bahasa Inggris, "Apa? Engkau tak mau dekat? Aku minta dengan hormat supaya engkau hampir padaku." Dan dalam pada itu diguncangnya pula dahan kayu itu keras-keras, dan seperti benar-benar beruang itu mengerti, ia melangkah perlahan-lahan menghampiri Jum'at. Tapi kalau melihat si Jum'at dansa pula, ia kembali berdiri diam. Kami berpendapat tiba saatnya yang baik untuk menembak kepala beruang itu karena itu aku berseru supaya Jum'at berhenti berdansa. Tapi ia menjawab dengan sungguh-sungguh, "O, saya mohon dengan sangat, jangan tembak. Saya sendiri akan segera menembaknya." Untuk tidak memanjangkan cerita kami ringkaskan saja. Si Jum'at masih beberapa lama berbuat seperti yang ia kerjakan itu, dan beruang itu makin bersemangat pula ulahnya, hingga kami benar-benar terpaksa tertawa. Tapi kami tak dapat menerka, apa yang sebenarnya akan dilakukan si Jum'at. Mula-mula kami mengira bahwa ia akan mengusahakan supaya beruang itu jatuh, tapi kami mengetahui kemudian, beruang terlalu cerdik. Ia tidak membiarkan dirinya sampai jauh ke ujung dahan, dan malah berpegang erat-erat dengan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kukunya yang kukuh kuat itu, hingga kami tak dapat mengerti bagaimana lelucon ini akan berakhir. Tapi si Jum'at segera menghilangkan keragu-raguan kami. Setelah ia melihat beruang itu berpegang erat kepada dahan itu, ia pun berkata, "O, begitu! Engkau tak mau lebih dekat padaku, bukan? Kalau engkau tak mau hampir, aku yang akan datang padamu." Dan setelah ia berkata demikian, ia pun merangkak ke ujung dahan yang kecil dan perlahan ia turun ke bawah, dengan melengkungkan ujung dahan itu, dan dengan demikian sampailah kedua belah kakinya di tanah. Setelah sampai di tanah, ia segera mengambil bedilnya dan berdiri tegak di tempat itu untuk beberapa saat. "Ya," kataku kepadanya, "Ya, Jum'at, apa kehendakmu sekarang? Mengapa tidak kautembak beruang itu?" "Tidak, aku tidak tembak" kata si Jum'at. "Belum, saya belum tembak sekarang. Tidak mati; saya masih tunggu dan hendak menyuruh Tuan-tuan tertawa dulu." Dan sesungguhnya, ia berbuat seperti kami segera melihatnya. Ketika beruang itu melihat musuhnya pergi, ia pun melangkah perlahan-lahan kembali ke pangkal dahan itu. Ia berbuat ini sangat hati-hati, tiap langkah ia lakukan sambil menengok ke kanan dan ke kiri dulu, dan ia melangkah mundur, hingga sampai ke dekat pohon itu. Kemudian ia turun dengan cara yang seperti tadi pula, sangat hati-hati menjulurkan kaki belakangnya satu demi satu, sampai akhirnya kedua kakinya dapat mencapai tanah. Tapi justru pada saat ini, pada saat ia menginjakkan kakinya ke tanah, justru pada waktu itu pula si Jum'at datang berlari-lari, menaruhkan laras bedilnya tepat pada telinga beruang yang malang itu, dan menembaknya mati. Kemudian ia berbalik kepada kami, dan ketika ia melihat muka kami masing-masing rupanya ia tidak ragu lagi, bahwa kepandaiannya betul-betul menyenangkan kami. Ia pun tertawa keras, "Begitulah kami membunuh beruang di tanah air kami," katanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Begitulah kalian membunuhnya?" kataku.—"Padahal kalian tak mempunyai bedil." "Tidak," jawabnya, "memang kami tak punya bedil, tapi kami membunuh dengan panah, anak panah yang besarbesar." Perkelahian antara si Jum'at dengan beruang adalah pertunjukkan yang menggembirakan kami. Tapi kami masih berada di dalam keadaan dan tempat yang jauh ke manamana, dan karena petunjuk jalan kami luka parah, karena itu tak tahu apa yang harus kami lakukan. Suara-suara serigala masih terngiang-ngiang di telinga. Dan sesungguhnya lain daripada aum dan raung binatang-binatang buas di pantai Afrika dulu, aku tak pernah mendengar suara yang begitu membuat kecut hatiku. Itu semua dan kepastian bahwa malam akan segera tiba, tak memperkenankan kami melaksanakan apa yang dikehendaki si Jum'at, yaitu menguliti kulit beruang yang sudah mati, yang sebenarnya berharga sekali. Tapi karena kami masih harus menempuh jarak tiga mil lagi, dan petunjuk jalan kami berulang-ulang dengan sangat meminta supaya perjalanan segera diteruskan, maka kami biarkan beruang itu terhantar, dan kami meneruskan perjalanan kami. Tanah di tempat itu masih tertutup salju, meskipun salju di tempat semacam ini tidak berbahaya lagi seperti di tempattempat pegunungan yang tinggi. Dan binatang-binatang buas, seperti kami dengar belakangan, karena kelaparan, banyak yang turun ke bawah memasuki hutan-hutan belukar dan tegalan, terpencar mencari makanan, dan mengganggu penduduk kampung dan membunuh berpuluh-puluh biri-biri, kuda dan ternak lainnya. Kami harus melalui suatu tempat yang berbahaya. Penunjuk jalan kami sebelumnya juga sudah memberitahukan bahwa bila ada serigala-serigala, maka di tempat itulah kami akan menjumpainya. Tempat itu merupakan suatu dataran Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kecil, yang dikelilingi oleh hutan-hutan, dengan di tengahtengahnya sebuah jalan yang panjang dan sempit. Jalan itu harus kami lalui supaya bisa masuk hutan dan kemudian sampai di desa, di mana kami akan bermalam. Kira-kira setengah jam sebelum matahari terbenam, sampailah kami di hutan. Mula-mulanya tidak seekor serigala pun tampak. Hanya di suatu dataran kecil di muka, kami melihat lima ekor serigala, yang saling berkejaran cepat sekali, seakan-akan sedang mengejar mangsa atau melihat sesuatu. Tetapi binatang-binatang itu tidak menghiraukan kami, lagi pula beberapa saat kemudian sudah hilang lenyap. Kemudian penunjuk jalan kami, yang sesungguhnya seorang penakut, minta kepada kami agar bersiap-siap terhadap serangan, sebab ia menduga, bahwa segera akan datang lagi serigalaserigala. Senjata-senjata kami siapkan dan melihat dengan baik-baik, tetapi tidaklah tampak serigala-serigala lagi. Akhirnya kami ke luar dari hutan, yang panjangnya kira-kira setengah mil berjalan kaki, lalu sampailah di dataran terbuka. Akan tetapi ketika kami telah sampai di dataran itu kami mendapat kesempatan yang lebih baik untuk melihat-lihat sekeliling kami. Pertama-tama yang kami lihat ialah seekor kuda mati, artinya seekor kuda malang, yang dibunuh oleh serigala-serigala. Kira-kira ada dua belas ekor binatang itu sedang asyik memakannya, tetapi apa yang harus dimakan sebab semua dagingnya sudah habis. Akan tetapi binatangbinatang itu masih saja mengungkai, dan menghisap tulangtulang yang besar dan kecil. Tentu saja kami tidak berniat sama sekali untuk mengganggunya. Sebaliknya binatang-bintang itu pun sama sekali tida bermaksud mengganggu kami. Si Jum'at ingin benar menembaknya, tapi kularang dia sekeras-kerasnya sebab aku tidak merasa perlu menambah pekerjaan kami yang sudah cukup berat itu. Belum separuh dari dataran itu kami lalui, ketika dari dalam hutan di sebelah kiri kami mendengar serigala-serigala meraung raung dan melolong secara Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyeramkan. Tak lama kemudian kami melihat kira-kira seratus ekor serigala menuju kami, berbaris rapi, dengan pemimpin-pemimpinnya di muka sekali, yang memimpin gerombolannya seperti pemimpin pasukan sesungguhnya. Mula-mulanya aku tidak tahu bagaimana caranya kami menyambut mereka, tapi akhirnya aku memutuskan membuat barisan rapat. Jadi dengan segera kami mengatur barisan demikian dan agar supaya di antara tembakan-tembakan serentak tidak terdapat jangka waktu yang terlalu panjang, kuperintahkan supaya menembak secara bergiliran. Mereka yang tidak menembak harus bersiap-siap untuk memasang bedilnya sehabis salvo yang pertama, jika salvo yang pertama tadi ternyata tidak cukup untuk menghalaukan serigalaserigala itu. Seterusnya mereka yang pertama kali menembak segera mesti siap sedia untuk menembak ke dua kalinya. Tetapi mereka tidak boleh menggunakan bedilnya, melainkan pistolnya, sebab tiap orang bersenjatakan sepucuk bedil dan dua pistol. Dengan demikian kami dapat memberi enam salvo berturut-turut. Tetapi untuk sementara kami tidak usah memikirkan hal itu, sebab setelah salvo yang pertama, juga musuh sudah berhenti, menjadi takut sekali oleh letupan bedil-bedil kami. Empat ekor tertembak kepalanya dan jatuh mati. Beberapa ekor lainnya mendapat luka-luka, lalu melarikan diri dengan darah berceceran sambil meninggalkan bekas di atas salju. Kulihat serigala-serigala itu serentak berhenti, tapi belum lari sama sekali. Kemudian aku teringat, bahwa binatang-binatang yang paling berani pun bisa dikagetkan oleh suara manusia. Lalu kuperintahkan seluruh rombongan supaya berteriak sekeras-kerasnya. Harapanku tidak kecewa, sebab mendengar teriakan kami itu binatangbinatang tadi sekonyong-koyong lari dengan cepat. Kuperintahkan melepaskan salvo yang kedua, dan larilah seluruh rombongan cepat-cepat ke dalam hutan. Ini memberikan kesempatan kepada kami untuk mengisi lagi bedil bedil kami, dan supaya jangan membuang-buang waktu, kami Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terus melanjutkan perjalanan. Tapi baru saja kami mengisi bedil dan membentuk lagi barisan rapat-rapat, maka dari hutan yang terletak di sebelah kiri, terdengarlah gaduh luar biasa, ke arah yang sedang kami tuju, hanya lebih jauh daripada yang pertama kali. Tibalah malam gelap gulita, hal mana membuat kami jauh lebih sukar lagi. Dan ketika gaduh itu agak reda, kami dengan tegas dapat mendengar raung dan lolong binatang-binatang buas tadi lebih nyaring. Dan sekonyong-konyong tampaklah tiga gerombolan serigala: segerombolan di sebelah kiri, segerombolan di sebelah kanan, segerombolan lagi di muka kami, sehingga kami seolah-olah terkepung. Akan tetapi, karena mereka tidak menyerang kami, kami pun terus saja berjalan sampai kepada batas, ke tempat kudakuda kami sanggup membawanya. Demikian kami melanjutkan perjalanan dengan cara begini sampai akhirnya kami melihatlah ja'ian yang kami tempuh menuju ke suatu hutan. Setelah kami melalui dataran sampai ke tepinya kami pun sampailah ke hutan tersebut. Dan kami sangat terkejut. Baru saja kami sampai di muka hutan itu, kami telah ditunggu oleh sejumlah serigala dari muka. Dan tiba-tiba kami mendengar satu letusan di jalan masuk ke hutan seberang sana, dan ketika kami melepaskan pandangan ke arah sana, kami melihat seekor kuda masih lengkap berpelana dan lainlainnya, berlari sangat kencang ke luar dari dalam hutan itu, diikuti oleh kira-kira enam belas atau tujuh belas serigala. Pada saat itu kuda tersebut masih dapat lari sekencangkencangnya mendahului serigala-serigala itu, tapi kami dapat memastikan, bahwa ia tak akan lama dapat bertahan berlari sekencang itu, dan ternyata akhirnya serigala serigala itu dapat mengejarnya dan menerkamnya sekali. Dan kiranya masih ada yang lain yang menunggu di tempat itu, yaitu pemandangan yang lebih-lebih mengerikan. Ketika kami menuju jalan masuk ke hutan itu, dari tempat kuda itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ datang, kami melihat bangkai seekor kuda yang lain dan mayat dua orang manusia terhantar. Mereka adalah sisa-sisa yang dimakan oleh serigala-serigala ganas itu, dan tentang mayat laki-laki yang terhantar itu tak sangsi lagi, dialah yang membunyikan tembakan tadi, sebab di sampingnya masih terletak sebuah bedil yang baru diletuskan. Tapi kepala dan bagian atas tubuhnya sudah tak ada. Semua ini memenuhi pikiran kami dengan sangat, hingga kami tak tahu ke mana kami mengarahkan tujuan. Dan binatang-binatang celaka itu sudah melihat kami, dan sangat bernapsu rupanya menghadapi mangsa yang baru ini. Aku mengira tak kurang dari tiga ratus ekor jumlahnya. Kebetulan, di muka jalan masuk itu, berjarak beberapa langkah saja dari kami, ada beberapa batang kayu, yang rupanya telah ditebangi, pada musim panas yang lalu, dan akan diangkut dengan gerobak. Kudorong kini rombonganku yang tidak berapa jumlahnya itu antara batang-batang kayu dan kami pun membentuk barisan pertahanan di belakang batang-batang kayu itu. Kuperintahkan seterusnya supaya membuat pertahanan bersudut tiga, sedangkan kuda-kuda kami, kami tempatkan di tengah-tengah kami. Batang-batang kayu itu harus mereka gunakan sebagi dinding pertahanan. Mereka menurut dan ternyata bahwa perintahku ini baik kesudahannya, sebab tak pernah ada serangan demikian dahsyatnya seperti yang dilakukan oleh binatang-binatang keparat ini, yang makin lama makin ganas nampaknya Mereka menyerang dengan hebatnya, sambil melompati batang-batang kayu yang seperti telah kukatakan kami gunakan sebagai benteng pertahanan. Seolah-olah binatang-binatang ini tak menghiraukan apa-apa lagi, selain dari hendak membinasakan mangsanya. Tapi napsunya yang sangat itu ternyata ditujukan kepada kudakuda kami yang ada di belakang kami. Kuperintahkan supaya orang-orang jangan berhenti menembak, dan serentak, seperti mula-mula mereka lakukan, yaitu berturut-turut dan memilih tujuan yang tepat. Hingga pada tembakan serentak yang pertama sudah ada beberapa serigala yang mati. Dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ memang sesungguhnya, benar-benar harus dilakukan demikian, terus menembak berturut-turut dan berkali-kali dengan serentak, sebab banyaknya serigala itu seperti bermunculan saja laiknya dari dalam tanah. Ketika kami melepaskan tembakan serentak yang kedua, kami mengira sesaat, bahwa binatang-binatang ini tak akan menyerang lagi, dan aku telah mengharap dalam hati, mereka segera pergi. Tapi harapan itu hanya sebentar saja, karena tiba-tiba datang lagi serangan serentak dari arah yang lain, jadi terpaksa kami menggunakan tembakan serentak lagi, kini dengan pistol. Dan kami mengira dalam empat kali tembakan serentak berturut-turut itu, kami telah dapat membunuh mati tujuh belas atau delapan belas ekor serigala, dua kali jumlah tersebut yang luka-luka, tapi toh mereka masih terus saja menyerang kami. Aku memanggil pesuruhku (bukan s i Jum'at, sebab ia akan kupergunakan untuk menghadapi bahaya yang lebih besar, sebab ia berhasil dapat membantu mengisi bedilku kembali), aku memanggil pesuruh yang lain, dan sambil memberikan tempat mesiu kuperintahkan dia obat bedil itu supaya disebarkan di sepanjang dinding pertahanan. Ia melakukan apa yang kuperintahkan dan masih sempat kembali dengan selamat, sebab setelah itu serigala-serigala itu datang lagr menyerang kami lebih hebat, malah ada beberapa ekor yang menyerbu sampai batas yang disebari obat bedil itu. Seorang dan kami membidik obat bedil yang berserak dengan pistol juga hanya diisi obat bedil saja. Maka menyalalah tempat-tempat yang disebari mesiu itu. Serigala-serigala yang sudah menginjak batang-batang kayu itu terbakar bersamasama dengan kayu yang diinjaknya dan enam atau tujuh ekor menyerbu kami, karena takut api yang sedang berkobar-kobar itu. Serigala-serigala ini tentu kami habiskan seketika, sedangkan yang lainnya rupanya juga sangat terkejut melihat nyala api, yang tiba-tiba bersinar-sinar di malam kelam. Ya ketika itu, memang hari sudah gelap, hingga serigala-serigala itu berlarian meninggalkan tempat semula. Dalam pada itu aku Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyuruh membunyikan tembakan serentak sekali lagi dengan pistol disertai teriakan-teriakan sekeras-kerasnya, hingga akhirnya serigala-serigala itu membiarkan kami melepaskan lelah. Dua puluh ekor yang luka-luka sedang meregang nyawanya, segera kami tolong menyelesaikannya dengan pedang, dan teman-teman membawanya terus, untuk meyakinkan teman-teman serigala, sebab aum dan raungnya tentu terdengar oleh yang lain dan mengerti, hingga akhirnya binatang-binatang itu menjauhkan diri dan membiarkan kami dengan tenteram. Seluruhnya kami telah membunuh kira-kira enam puluh ekor dan jika siang hari, mungkin jumlahnya lebih besar lagi. Karena pertempuran sudah selesai, maka perjalanan kami teruskan, sebab kami harus menempuh setengah mil. Dalam hutan-hutan yang kami lalui, kami bertemu dengan binatangbinatang yang setengah gila itu beberapa kali melolong dan meraung-raung dan kadang-kadang kami mengira dapat melihat beberapa ekor dari padanya. Tapi karena kami setengah buta oleh warna putih salju, tak dapat kami memastikannya. Sesudah kira-kira sejam berjalan demikian, akhirnya sampailah kami di kota kecil, di mana kami akan bermalam. Tetapi ketika kami sampai di sana, dengan amat terkejut kami ketahui, bahwa semua penduduk dipanggil memanggul senjata, sebab rupanya saja pada malam sebelumnya ada sejumlah serigala, bahkan beberapa ekor beruang yang masuk ke dalam kota. Tentu saja penduduknya menjadi takut, sehingga mereka siang malam, terutama malam hari mengadakan penjagaan-penjagaan buat melindungi ternak dan dirinya sendiri. Keesokan harinya penunjuk jalan kami demikian parah sakitnya, sedangkan anggota-anggota badannya bengkakbengkak disebabkan oleh radang kedua lukanya, sehingga ia tak dapat terus. Oleh sebab itu terpaksalah kami mengambil penunjuk jalan lain, lalu pergi ke Toulouse, di mana kami disambut oleh iklim sedang dan daerah yang subur dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyenangkan, sedangkan salju maupun serigala dan binatang-binatang semacam itu tidak ada. Ketika kami menceritakan pengalaman kami di Toulouse, orang-orang di sana menganggapnya soal biasa saja. Mereka berkata, bahwa setiap musim dingin, di kaki-kaki gunung, terutama kalau jatuh salju, terjadi seperti itu. Tetapi mereka bertanya tentang penunjuk jalan kami, yang telah begitu berani membawa kami di musim dingin melalui gununggunung dan mereka semua merasa heran, mengapa kami semua tidak tertelan habis. Ketika kami menceritakan kepada mereka, bagaimana kami mengatur diri dan kuda-kuda kami, mereka amat mencelanya. Katanya, besar sekali kemungkinan kami semua jatuh menjadi mangsa serigala-serigala, sebab terutama sekali melihat kuda-kudalah yang membuat binatang-binatang itu jadi demikian marahnya. Biasanya mereka takut sekali akan tembakan bedil. Tetapi karena lapar luar biasa dan karenanya menjadi setengah gila, mereka berani menentang segala bahaya. Jika kami tidak terusmenerus menembak dan tidak meletupkan mesiu, kata mereka, kami semua tentu akan habis dikoyak-koyak. Tetapi kalau kami dengan tenang-tenang saja duduk di atas kuda dan menembaki binatang-binatang itu, mereka tidak akan begitu acuh kepada kuda-kudanya dan lebih memperhatikan penunggang-penunggangnya. Akhirnya mereka berkata, bahwa jika kami mengorbankan saja kuda kami, dengan senjata di tangan kami tentu bisa melarikan diri sambil berjalan kaki. Mengenai aku sendiri, dalam hidupku belum pernah merasa demikian takutnya. Sebab ketika aku melihat setan-setan yang kira-kira tiga ratus ekor banyaknya itu, yang dengan mulut terbuka lebar berlari cepat ke arah kami, siap untuk menerkam kami, sedangkan kami tidak mempunyai tempat untuk berteduh atau berlindung sama sekali, hilang harapan kami semua bisa selamat. Kukira, aku takkan berani untuk Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sekali lagi mendaki gunung-gunung ini. Jika begitu berlayar seribu mil di laut, meskipun di sana setiap minggu ada harapan diserang topan, adalah lebih baik. Selama perjalananku di Perancis, kukira tidak ada sesuatu pun yang luar biasa yang patut dicatat, artinya tak ada apaapa, yang tak pernah diceritakan oleh orang-orang yang bepergian sebelum aku. Aku menempuh perjalanan dari Toulouse ke Paris. Sesudah lama tinggal di sini, akhirnya aku sampai di Calais dan dari sana aku menyeberang ke Dover, di mana aku tiba tanggal 13 Januari, setelah aku bepergian selama musim dingin penuh. Yang pertama-tama kuperbuat di London, ialah pergi ke sahabatku yang perempuan, seorang janda tua yang baik hati itu. Ia amat berterima kasih atas uang yang kukirimkan padanya, dan ia berkata, bahwa tak ada kesukaran yang terlalu besar baginya. Jadi kepadanyalah semua uang dan surat-surat kuserahkan, dan dari perempuan tua itulah aku mendapat kasih sayang. Oleh karena aku mengambil keputusan untuk menjual saja per-kebunan-perkebunanku di Brasilia, kusurati sahabatku yang tua di Lisabon. Dialah yang atas namaku menawarkan perkebunanku itu kepada kedua orang saudagar yang menjadi kuasaku, yang masih tinggal di Brasilia. Dengan suka hati mereka menerima tawaran itu dan menyerahkan kepada wakil mereka di London tiga puluh tiga ribu uang emas. Kemudian kutanda tangani kontrak jual beli, yang telah mereka susun seluruhnya. Setelah dibubuhi tanda tangan secukupnya mereka mengirimkannya ke Lisabon, kepada orang tua, yang kemudian mengirimkan kepadaku sebuah wesel seharga tiga puluh dua ribu delapan ratus uang emas, dipotong oleh seratus "moidores" setahun baginya dan lima puluh "moidores" setahun bagi putranya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jadi telah selesailah kini, aku menuliskan suatu bagian pertama dari suatu kehidupan. Begitu kaya akan pengalaman dan peristiwa yang mulanya gila, tapi akhirnya berbahagia. Semua akan mengira, bahwa sesampainya aku di negeri kaya raya, tidak akan tertarik lagi oleh kehendak mencari lagi pengalaman-pengalaman. Dan sebenarnya, sekiranya aku tidak mengalami peristiwa apa yang kualami sekarang, tentu akan demikian jadinya. Tapi rupanya aku sudah ditakdirkan benar-benar harus menjadi seorang pengelana sebab ternyata aku tak punya keluarga, tak punya kaum kerabat yang mengikat, tak banyak mempunyai sahabat kenalan tempat melekatkan hati, meskipun aku terbilang orang berada. Dan meskipun tanah milikku di Brasilia telah kujual, toh selalu terbayang di ruang mata, tak dapat kuenyahkan dari pikiran. Aku hendak memilih kembali ke lautan luas. Juga suatu keinginan yang tak dapat kutahan-tahan, ialah melihat-lihat lagi dan mendengar apa yang telah terjadi dengan orangorang Spanyol dahulu itu, apakah mereka selamat sampai di sana. Tapi, sahabatku yang budiman, perempuan janda itu sungguh-sungguh telah berubah sikapnya, demikian jauhnya, hingga aku berjanji sampai selama tujuh tahun tak akan memikir-mikir tentang maksudku itu dan dua kemana-kanku, anak dan salah seorang saudaraku diambilnya supaya diam di rumahnya, agar aku dapat mengamat-amatinya menjelang mereka besar. Karena yang tertua mempunyai modal sendiri, kudidik secara pemuda layaknya, dan kuberi tunjangan sejumlah uang untuk mengusahakan tanah. Kemenakan yang lain, kusuruh belajar pada seorang nakhoda kapal dan setelah berlangsung lima tahun dan sudah jadi pemuda yang gagah serta berani, kubelikan kapal yang baik dan kusuruh dia pada saat yang baik pula untuk mengarungi laut lepas mana saja yang dikehendakinya. Dan pemuda inilah yang kemudian masih berkenan membawa seorang tua bangka seperti aku kembali hidup dalam pengembaraan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ketika aku telah menyelenggarkan rumah tangga, artinya aku beristri dan mempunyai anak tiga orang, dua laki-laki dan seorang perempuan. Tapi ketika istriku meninggal dan kemenakanku telah pulang dari pengembaraannya ke Spanyol dengan selamat dan berbahagia, keinginanku untuk pergi mengelana lagi sudah tak tertahankan. Maka aku pun berangkatlah, berlayar selaku saudagar partikelir, kini menuju kepulauan Hindia. Ini berlangsung dalam tahun 1694. Dalam perjalanan itu aku berkunjung juga ke pulauku, pulau bekas jajahanku dahulu itu. Dapat kusebutkan pengikut-pengikutku orang-orang Spanyol itu dapat mengumpulkan laporan lengkap dari pengalaman-pengalaman dan tentang penjahatpenjahat yang kami tinggalkan dahulu di pulau itu. Mereka bercerita kepadaku, bagaimana penjahat-penjahat itu mulamula bersatu, kemudian bermusuhan satu dan lainnya, dan bagaimana akhirnya orang-orang Spanyol yang malang itu terpaksa menggunakan kekerasan terhadap mereka. Bagaimana mereka menyerahkan diri kepada orang-orang Spanyol itu dan bagaimana orang Spanyol itu berbuat adil terhadap mereka. Ringkasnya, aku mendapat laporan petualangan yang tidak banyak selisihnya dan tidak kurang kayanya dari kejadian-kejadian yang pernah kualami dahulu. Lebih-lebih tentang perkelahian melawan orang-orang Caraiba, yang berkali-kali mendarat di pulau tersebut, pula tentang perubahan-perubahan yang dibawanya sendiri ke pulau tersebut. Mereka berkisah panjang-panjang. Selanjutnya mereka masih menceritakan bagaimana lima orang dari sana dapat menawan sebelas orang laki-laki dan lima orang perempuan, dan karena itu pada waktu aku datang itu, kudapati di sana tidak kurang dari dua puluh anak-anak. Aku tinggal di sana selama dua puluh hari, dan waktu akan berangkat kutinggalkan pada mereka apa yang perlu seperti senjata, obat bedil, peluru pakaian, perkakas, dan barangbarang, dan juga dua orang tukang, yang kubawa dari Inggris, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sengaja untuk maksud ini, yaitu seorang tukang kayu dan seorang lagi pandai besi. Lain daripada itu, kubagi pulau itu dengan persetujuan mereka tentu, dalam beberapa daerah masing-masing mendapat bagian, sedangkan aku sendiri berlaku seperti penguasa agung dari seluruh pulau tadi. Dan setelah aku mengatur ini itu seperlunya, dan setelah kutekankan ke dalam hatinya bahwa mereka tak boleh sekali-sekali meninggalkan pulau itu, akupun berangkatlah. Aku menuju ke Brasilia, dan dari sini aku mengirimkan sebuah kapal layar bertiang tiga ke pulau tersebut. Dalam kapal itu kumuatkan, selain barang-barang keperluan, juga tujuh orang wanita. Wanita-wanita ini kuikutsertakan, pertama untuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari, kedua kalinya mereka dapat dijadikan istri. Kepada orang-orang Inggris aku berjanji akan mengirimkan wanita-wanita dari Inggris sekalian dengan barang-barang untuk keperluan mengusahakan tanah. Ternyata orang-orang itu jujur dan dapat memperlihatkan kerajinannya, setelah mereka ditundukkan itu. Aku mengirimkan pula kepada mereka dari Brasilia sapi lima ekor, seekor di antaranya bunting, dan kusertakan pula sejumlah kecil biri-biri dan babi, yang ketika aku datang untuk ke dua kalinya berkunjung ke pulau tersebut, sudah berkembang biak. Tapi dari semua ini, terutama dari serangan tiga ratus orang Caraiba di pulau tersebut, merusak tanam-tanaman dan membunuh salah seorang dari mereka, akan kucoba mengisahkannya pada kesempatan lain. Selesairobinson