Scan & Edit By Ben99 The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 2 The Silence of the Lambs Seorang diri Starling menyusuri koridor remang-remang itu. Ia tidak menoleh ke sel-sel di kedua sisi. Suara langkahnya berkesan keras baginya. Kecuali itu hanya ada suara mendengkur dari satu atau dua sel, serta tawa terkekeh-terkekeh dari sel lain.... Dr. Lecter mengenakan seragam putih rumah sakit jiwa di selnya yang berwarna sama. Kecuali rambut, mata, dan mulutnya yang merah, segala sesuatu di sel itu berwarna putih. Wajahnya sudah begitu lama tidak terkena sinar matahari, sehingga seakan-akan menyatu dengan warna putih yang mengelilinginya; sepintas lalu timbul kesan wajahnya melayang di atas kerah bajunya. Lecter duduk di meja di balik jaring nilon yang menghalanginya dari terali. Ia sedang membuat sketsa pada kertas roti dengan memakai tangannya sebagai model. Sementara Starling me-nonton, Lecter membalikkan tangan dan, sambil me-regangkan jari-jemari, menggambar sisi dalam le-ngannya. Dengan jari kelingking ia menggosok-gosok salah satu garis yang dibuatnya dengan arang. Starling mendekati terali, dan Lecter menoleh. "Selamat malam, Dr. Lecter." Ujung lidah Lecter yang merah muncul di antara kedua bibir yang tak kalah merahnya. Sejenak lidahnya menyentuh bibir atas, tepat di tengah, lalu menghilang kembali. "Clarice." Starling mendengar suaranya yang parau, dan dalam hati ia bertanya, sudah berapa lama sejak pria itu terakhir angkat bicara. Keheningan seakan berdenyut-denyut. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 3 Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau detjda paling banyak Rp 1 OO.OOO.OOO,- (seratus juta rupiah). Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang 2. hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah). The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 4 THOMAS HARIS Domba-domba Telah Membisu Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1996 THE SILENCE OF THE LAMBS by Thomas Harris Copyright © 1988 by Yazoo Fabrications, Inc. All rights reserved including the right of reproduction in whole or in part in any form. Dipersembahkan pada ayahku DOMBA-DOMBA TELAH MEMBISU Alihbahasa: Hendarto Setiadi GM 402 96.420 Hak cipta terjemahan Indonesia: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah Selatan 24-26, lakarta 10270 Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI, lakarta, Oktober 1996 Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) HARRIS, Thomas Domba-domba telah membisu/Thomas Harris; alih bahasa, Hendarto Setiadi.— Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996 480 him. ; 18 cm. Judul Asli : The Silence of The Lambs ISBN 979-605-420-5 I. Judul JJ. Setiadi, Hendarto Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab percetakan The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 5 Bab Satu Ilmu perilaku, seksi FBI yang menangani pembunuhan berantai, terletak di lantai dasar gedung Academy di Quantico, setengah terbenam di dalam tanah. Clarice Starling tiba di sana dengan wajah merona merah setelah berjalan cepat dari Hogan's Alley di lapangan tembak. Beberapa batang rumput masih tersangkut di rambutnya, dan pada jaket seragam FBI Academy-nya pun terdapat noda-noda hijau bekas rumput, karena ia tiarap dalam latihan menembak tadi. Di ruang tunggu tidak ada siapa-siapa, sehingga ia menyempatkan diri mengamati bayangannya pada pintu kaca. Ia tahu ia dapat tampil baik tanpa berdandan. Tangannya masih berbau mesiu, namun tak ada waktu untuk cuci tangan. Kepala Seksi Crawford telah menegaskan kata sekarang ketika menyuruhnya datang. Jack Crawford ternyata seorang diri di ruang kerja bersama yang penuh sesak. Ia sedang menggunakan telepon di meja orang lain, dan untuk pertama kali setelah satu tahun, Starling sempat mengamati pria itu. Apa yang dilihatnya membuatnya prihatin. Biasanya Crawford tampak seperti ahli teknik setengah baya yang fit, tipe orang yang mungkin membiayai pendidikannya di perguruan tinggi dengan bermain baseball—catcher andal yang garang dalam menjaga plate. Namun kini ia kelihatan kurus, kerah kemejanya longgar, dan kulit di bawah matanya yang merah tampak menggembung. Setiap orang yang bisa membaca koran tahu bahwa seksi Ilmu Perilaku tengah disorot. Starling berharap Crawford tidak kecanduan alkohol. Tapi di sini, kemungkinan tersebut sangat kecil. Crawford mengakhiri percakapan teleponnya dengan membentak, "Tidak." Kemudian ia meraih map yang dikepitnya dan membukanya. "Starling, Clarice M., selamat pagi," ujarnya. "Halo." Starling tersenyum tipis, sekadar menjaga tata krama.. "Jangan kuatir. Tidak ada masalah apa-apa. Kau tidak kaget karena dipanggil kemari, bukan?" "Tidak." Siapa yang tidak waswas kalau begini? Starling bertanya dalam hati. "Menurut para instruktur, kemajuanmu cukup bagus. Kau termasuk siswa terbaik di kelasmu." "Mudah-mudahan. Mereka tidak pernah mengumumkan hasil yang kami capai." "Aku suka bertanya pada mereka dari waktu ke waktu." Pernyataan ini mengejutkan Starling; semula ia menganggap Crawford sebagai petugas rekrut yang tidak peduli pada kemajuan para siswa baru. Ia bertemu Agen Khusus Crawford ketika pria itu tampil sebagai pembicara tamu di University of Virginia. Mutu seminar-seminar kriminologi yang diadakan Crawford merupakan salah satu faktor yang membawa Starling ke FBI. Starling sempat menulis surat ketika ia lulus ujian saringan Academy, tapi tak pernah ada balasan. Selama tiga bulan mengikuti pendidikan di Quantico pun ia tak dihiraukan oleh Crawford. Starling berasal dari kalangan yang tak pernah minta perlakuan istimewa dan tidak biasa mengakrabkan diri, namun ia heran dan menyayangkan sikap Crawford. Kini, setelah berhadapan langsung, ia kembali menyukainya, dan hal itu disadarinya dengan rasa menyesal. Ia langsung tahu ada yang tidak beres dengan pria itu. Crawford memiliki kepandaian yang khas, di samping kecerdasannya, yang tercermin melalui cara ia memilih warna dan pakaian, sehingga ia dapat tampil berbeda tanpa menyimpang dari standar berpakaian tak resmi yang berlaku di FBI. Kini ia tampak rapi namun kusam, seakan-akan sedang berganti kulit. "Ada tawaran tugas, dan aku teringat padamu," Crawford berkata. "Tugasnya sepele, tapi menarik. Duduklah. Singkirkan saja barang-barang Berry dari kursi itu. Nah, di sini tertulis kau ingin langsung masuk ke seksi Perilaku setelah menyelesaikan pendidikan." "Betul." "Kau banyak belajar tentang forensik, tapi tidak punya latar belakang dalam penegakan hukum. Kami butuh orang dengan pengalaman enam tahun di sini, minimal." "Ayahku dulu mar shall. Aku kenal dunia itu." Crawford tersenyum tipis. "Kau sarjana psikologi dan kriminologi. Dan berapa lama kau bekerja di pusat perawatan mental—dua musim panas?" "Ya, dua." "Lisensi konselormu masih berlaku?" "Masih dua tahun lagi. Aku memperolehnya sebelum Anda mengadakan seminar di UVA—sebelum aku memutuskan bergabung di sini." The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 6 "Tapi ternyata untuk sementara tidak ada penerimaan pegawai baru." Starling mengangguk. "Tapi aku beruntung, masih sempat memenuhi persyaratan untuk diterima sebagai Forensic Fellow^ Dengan demikian, aku bisa bekerja di lab sampai ada tempat lagi di Academy." "Kau pernah tulis surat bahwa kau akan datang kemari, bukan? Tapi aku tidak menanggapinya. Seharusnya aku membalas suratmu." "Anda banyak kesibukan lain." "Kau paham soal VI-CAP?" "Itu singkatan dari Violent Criminal Apprehension Program Law Enforcement Bulletin menyebutkan Anda sedang mengembangkan database, tapi sampai sekarang belum beroperasi." Crawford mengangguk. "Kami telah mengembangkan kuesioner, untuk semua pembunuhan berantai yang diketahui di zaman modern." Ia menyerahkan berkas tebal. "Satu bagian untuk penyelidik, satu untuk korban-korban yang selamat, kalau ada. Bagian yang biru diisi oleh si pembunuh, kalau dia bersedia, sedangkan yang merah jambu berisi serangkaian pertanyaan yang diajukan penyelidik kepada si pembunuh. Baik jawaban maupun reaksinya akan dicatat." Catat-mencatat. Clarice Starling langsung siaga. Tawaran pekerjaan yang akan menyusul sudah bisa diciumnya—kemungkinan besar pekerjaan menjemukan seperti memasukkan data mentah ke dalam sistem komputer baru. Peluang memasuki seksi Ilmu Perilaku, dalam kapasitas apa pun, sungguh menggoda, tapi ia tahu bagaimana nasib wanita yang telanjur dicap sebagai sekretaris—cap itu akan melekat sampai akhir zaman. Starling sadar ia akan menghadapi pilihan, dan ia ingin mengambil keputusan yang benar. Crawford sedang menunggu sesuatu—rupanya ia sempat mengajukan pertanyaan. Starling harus berpikir sejenak sebelum dapat mengingat pertanyaannya: "Tes apa saja yang sudah pernah kauberikan? Minnesota Multiphasic, pernah? Rorschach?" "MMPI sudah, Rorschach belum," jawab Starling. "Aku juga pernah melakukan Thematic Apperception dan memberikan Bender-Gestalt untuk anak-anak." "Kau mudah takut, Starling?" "Sejauh ini tidak." "Begini, kami telah berusaha mewawancarai dan memeriksa ketiga puluh dua pembunuh berantai yang ada dalam tahanan, untuk mengembangkan database guna menyusun profil psikologis bagi kasus-kasus yang belum terpecahkan. Sebagian besar dari mereka setuju— sepertinya mereka ingin membanggakan diri. Dua puluh tujuh bersedia bekerja sama. Empat orang memilih tutup mulut. Keempat-empatnya telah dijatuhi hukuman mati, tapi masih menunggu keputusan terhadap permohonan grasi, jadi sikap mereka bisa dimengerti. Tapi orang yang paling kami incar belum berhasil kami dapatkan. Aku ingin kau pergi ke rumah sakit jiwa besok dan mencoba membujuknya." Clarice Starling merasa lega, sekaligus waswas. "Siapa orangnya?" "Psikiater itu—Dr. Hannibal Lecter," sahut Crawford. Di semua lingkungan beradab, penyebutan nama itu membuat semua percakapan terhenti sejenak. Pandangan Starling tetap tertuju pada Crawford, namun ia pun terdiam sesaat. "Hannibal the Cannibal," ia akhirnya berkata "Ya." "Ya, ehm—oke. Aku senang diberi kesempatan ini, tapi aku agak heran—kenapa justru aku?" "Terus terang, terutama karena kaulah yang bisa kudapatkan," ujar Crawford. "Aku tidak yakin dia akan bersedia* diwawancarai. Dia sudah pernah menolak, tapi melalui perantara—direktur rumah sakit jiwa itu. Aku harus bisa mengatakan bahwa petugas kami sendiri yang mendatanginya dan menanyainya secara langsung. Ada alasan-alasan yang tidak perlu kauketahui. Tak ada lagi di seksi ini yang bisa melakukannya." "Anda dalam keadaan terjepit—Buffalo Bill—dan kejadian-kejadian di Nevada," Starling berkomentar. "Persis. Cerita lama—kami kekurangan orang." "Tadi Anda mengatakan besok—berarti tugas ini harus selesai cepat. Sudah ada petunjuk mengenai kasus-kasus terakhir?" "Sayangnya belum ada. "Andaikata dia menolak lagi, Anda tetap menginginkan evaluasi psikologis?" "Tidak usah. Sudah terlalu banyak evaluasi mengenai Dr. Lecter, dan semuanya berbeda. Crawford menuangkan dua tablet vitamin C ke tangannya, lalu mencampurkan Alka- Seltzer untuk menenggak keduanya. "Situasinya konyol sekali; Lecter psikiater dan dia sering menulis untuk jurnal-jurnal psikiatri. Tulisannya bermutu, tapi tak pernah mengenai kelainan-kelainannya sendiri. Pernah suatu kali dia berlagak mau mengikuti serangkaian tes yang diadakan direktur rumah sakit jiwa, Chilton—termasuk duduk dengan alat pengukur tekanan darah pada penisnya sambil memperhatikan gambar-gambar abstrak—tapi kemudian Lecter mempermalukan Chilton dengan lebih dulu menerbitkan hal-hal yang dipelajarinya tentang dia. Selain itu, dia hanya menanggapi korespondensi serius dari mahasiswa-mahasiswa psikiatri dalam bidang-bidang yang tidak terkait dengan kasusnya. Kalau dia tidak bersedia bicara denganmu, kuminta kau melaporkan fakta-faktanya saja. Bagaimana penampilannya, seperti apa selnya, apa saja yang dikerjakannya. Dan hati-hati terhadap pers waktu kau masuk dan keluar. Maksudku bukan wartawan-wartawan yang serius, tapi wartawan-wartawan gosip. Bagi mereka, Lecter bahkan lebih berharga daripada Pangeran Andrew." "Bukankah pernah ada majalah gosip yang menawarkan lima puluh ribu dolar kepada Lecter untuk beberapa resep? Rasanya aku masih ingat itu," ujar Starling. Crawford mengangguk. "National Tattler pasti sudah menyuap staf rumah sakit, dan mereka mungkin akan segera tahu bahwa kau menuju ke sana." Crawford mencondongkan badan ke depan sampai jarak di antara mereka tinggal sekitar setengah meter . Starling memperhatikan kacamata Crawford mengaburkan kulit menggembung di bawah matanya. Pria itu baru saja berkumur dengan Listerine. "Nah, sekarang perhatikan baik-baik, Starling." "Ya, Sir?" "Kau harus sangat berhati-hati dengan Hannibal Lecter. Dr. Chilton, kepala rumah sakit The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 7 jiwa itu, akan menjelaskan prosedur yang harus ditaati saat berhadapan dengan Lecter. Ikuti prosedur itu dengan setepat-tepatnya. Jangan menyimpang sedikit pun untuk alasan apa pun. Kalaupun Lecter bersedia bicara denganmu, itu sekadar untuk mengorek keterangan tentang kau. Dia seperti ular yang melongok ke dalam sarang burung. Kita*' sama-sama tahu kita harus fleksibel saat melakukan wawancara, tapi jangan ceritakan halhal pribadi. Kau tahu, bukan, apa yang dilakukannya terhadap Will Graham?" "Aku membaca laporannya." "Dia merobek perut Will dengan cutter ketika Will berhasil memojokkannya. Aku sendiri heran Will bisa selamat. Masih ingat Red Dragon? Lecter menghasut Francis Dolarhyde untuk mengincar Will dan keluarganya. Muka Will sekarang mirip lukisan Picasso, garagara Lecter. Dia juga mencederai juru rawat di rumah sakit jiwa. Pokoknya, lakukanlah tugasmu, tapi jangan lupa siapa dia sesungguhnya." "Anda tahu siapa dia sesungguhnya?" "Aku tahu dia monster. Selebihnya tak ada yang tahu pasti. Barangkali kau akan menemukan jawabannya; aku punya alasan tersendiri waktu memilihmu, Starling. Kau sempat mengajukan beberapa pertanyaan menarik waktu aku berkunjung ke UVA. Laporanmu akan diserahkan langsung kepada Direktur- kalau isinya jelas dan terorganisasidengan baik, Aku yang akan memutuskannya. Dan laporanmu harus sudah kuterima pukul 09.00, hari Minggu besok. Oke, Starling, Laksanakan tugasmu.” Crawford mengembangkan senyum, namun matanya tetap redup. Bab Dua Dr. Frederick chilton, lima puluh delapan tahun, pimpinan Baltimore State Hospital for the Criminally Insane, mempunyai meja tulis panjang dan lebar, dan di atasnya tak ada satu pun benda keras maupun tajam. Meja itu dijuluki "selokan pertahanan" oleh beberapa stafnya, namun ada pula staf yang tidak mengetahui arti istilah tersebut. Dr. Chilton tidak beranjak dari kursi di belakang meja ketika Clarice Starling memasuki ruang kerjanya. "Kami sudah sering dikunjungi detektif di sini, tapi rasa-rasanya belum pernah ada yang secantik ini," Chilton berkata tanpa bangkit. Starling langsung tahu .bahwa gilap pada tangan pria itu adalah lanolin yang melekat karena Chilton habis mengusap-usap rambut, dan ia bersalaman seperlunya saja. "Mrs Sterling, bukan?" "Starling, Dokter, dengan a. Terima kasih Anda bersedia menerima saya." "Rupanya FBI juga sudah mulai memanfaatkan gadis-gadis, seperti semua orang lain, ha ha." Ia menampilkan senyum yang biasa digunakannya untuk memisahkan dua kalimat. Giginya tampak kuning akibat nikotin. "Kantor kami terus mengadakan perbaikan, Dr. Chilton. Sungguh." "Anda akan tinggal di Baltimore untuk beberapa hari? Sebenarnya hiburan di kota ini tak kalah seru dibandingkan di Washington atau New York, asal Anda tahu tempat-tempat yang tepat." Starling memalingkan wajah agar tidak perlu melihat senyumnya yang menjengkelkan. "Saya percaya kota ini cukup menyenangkan, tapi saya diperintahkan menemui Dr. Lecter, lalu kembali sore ini juga." "Barangkali ada nomor telepon di Washington di mana saya bisa menghubungi Anda untuk follow-up, kalau diperlukan?" "Tentu. Penanggung jawab proyek ini adalah Agen Khusus Jack Crawford, dan Anda selalu bisa menghubungi saya melalui dia." "Hmm, begitu," ujar Chilton. Pipinya yang kemerahan tidak selaras dengan rambutnya yang merah kecokelatan. "Tolong perlihatkan identitas Anda." Starling dibiarkannya berdiri sementara ia memeriksa kartu identitasnya tanpa terburu-buru. Kemudian ia mengembalikannya dan bangkit dari kursi. "Tidak akan lama. Mari." "Saya diberitahu Anda akan memberikan pengarahan pada saya, Dr. Chilton," kata Starling. "Itu bisa sambil jalan." Chilton mengelilingi meja sambil menatap arlojinya. "Setengah jam lagi saya mau makan siang." Sial, seharusnya ia bisa membaca orang ini dengan lebih baik, lebih cepat. Chilton mungkin tidak sebrengsek yang diduganya. Bisa jadi Chilton mengetahui sesuatu yang berguna. Seharusnya ia meladeni orang itu dengan senyum manis, meskipun ia tidak biasa melakukannya. "Dr. Chilton, kunjungan saya sudah disesuaikan dengan jadwal Anda. Siapa tahu saya akan memperoleh sesuatu dalam wawancara nanti. Mungkin ada beberapa jawaban Dr. Lecter yang perlu saya bahas bersama Anda." "Saya rasa tidak. Oh, saya harus menelepon dulu sebelum kita pergi. Silakan tunggu di luar." "Kalau boleh, saya ingin menitipkan mantel dan payung saya di sini." "Di luar," sahut Chilton. "Serahkan saja pada Alan di ruang tunggu. Biar dia yang menyimpannya." Alan memakai seragam mirip piama yang dikenakan para penghuni, la sedang The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 8 membersihkan asbak-asbak dengan ujung bajunya. Ia menerima mantel Starling sambil mengulum lidah. "Terima kasih," ujar Starling. "Kembali. Berapa sering kau berak?" tanya Alan. "Maaf?" "Tahinya panjang-panjang?" "Biar saya gantungkan sendiri mantel saya." "Kau bisa melihatnya, kan? Kau tinggal bungkuk dan melihatnya keluar, dan berubah warna waktu kena udara. Pernah kaulakukan itu? Mirip ekor yang panjang dan cokelat, ya?" Alan tidak mau melepaskan mantel di tangannya. "Anda dipanggil Dr. Chilton," ujar Starling. "Saya tidak memanggilnya," kata Dr. Chilton. "Gantungkan mantel itu di lemari, Alan, dan jangan dikeluarkan sebelum kami kembali. Ayo." Chilton berpaling kepada Starling. "Saya pernah punya sekretaris, tapi dia terpaksa diberhentikan karena ada pemotongan anggaran. Sekarang hanya ada gadis yang menerima Anda tadi. Dia mengetik tiga jam sehari. Setelah itu hanya ada Alan. Ke mana perginya para sekretaris, Miss Starling?" Kacamatanya memantulkan cahaya lampu. "Anda membawa senjata?" "Tidak, saya tidak membawa senjata." "Tolong buka tas Anda." "Anda sudah melihat kartu identitas saya." "Dan di situ tertulis bahwa Anda masih dalam pendidikan. Tolong buka tas Anda." Clarice Starling meringis ketika pintu baja pertama menutup di belakangnya, dan gerendelnya kembali ke posisi mengunci. Chilton berjalan menduluinya, menyusuri koridor hijau yang berbau Lysol. Starling gusar pada dirinya sendiri karena membiarkan Chilton menggeledah tasnya, dan ia melangkah sambil mengentakkan kaki agar dapat menguasai kemarahannya. "Lecter cukup merepotkan," Chilton berkata tanpa menoleh. "Petugas kami menghabiskan paling tidak sepuluh menit setiap hari untuk membuka staples dari terbitan-terbitan yang diterimanya. Kami pernah mencoba menghentikan abonemen-abonemennya, atau paling tidak mengurangi jumlahnya, tapi dia membuat pengaduan dan dimenangkan oleh pengadilan. Surat-surat yang diterimanya pada awalnya luar biasa banyak, tapi untung saja sudah berkurang sekarang, berhubung perhatian pers telah beralih kepada makhlukmakhluk lain. Mula-mula semua mahasiswa S-2 psikologi yang sedang membuat tesis seakan-akan berlomba-lomba agar bisa memuat komentar atau analisis dari Lecter. Sampai sekarang pun jurnal-jurnal kedokteran masih memuat tulisannya, tapi itu lebih banyak diwarnai unsur sensasi, agar mereka bisa mencantumkan namanya." "Menurut saya, pembahasannya mengenai adiksi pembedahan dalam Journal of Clinical Psychiatry cukup bagus," Starling berkomentar. "Hmm, begitu? Kami telah mencoba mempelajari Lecter. Bagi kami, ini kesempatan emas untuk membuat penelitian yang akan menjadi tonggak baru dalam dunia psikologi—orang seperti itu jarang sekali tertangkap dalam keadaan hidup." "Orang seperti apa?" "Sosiopat sejati, seperti Lecter. Tapi dia tidak bisa ditembus. Dia terlalu lihai untuk tes-tes standar. Dan dia benar-benar membenci kami. Saya dianggapnya musuh bebuyutan. Dan sekarang Crawford mengirim Anda. Cerdik sekali, bukan?" "Apa maksud Anda, Dr. Chilton?" "Crawford menugaskan Anda, seorang wanita muda, untuk menaklukkan' Lecter. Rasanya Lecter sudah beberapa tahun tidak bertemu wanita— paling-paling dia sempat melihat salah satu petugas kebersihan, itu pun hanya sekilas. Kami sengaja menjauhkan petugas wanita dari sana. Wanita di ruang tahanan hanya membuat masalah." Persetan kau, Chilton. "Saya lulus dengan pujian dari University of Virginia, Dokter. Itu bukan sekolah tata krama." "Kalau begitu, Anda pasti mampu mengingat peraturan yang berlaku di sini: Jangan ulurkan tangan melewati terali, jangan sentuh terali. Jangan serahkan apa pun selain kertas tipis. Jangan berikan pena maupun pensil padanya. Dia punya alat tulis sendiri. Kertaskertas yang Anda serahkan harus bebas dari staples maupun jepitan kertas. Semua barang dari dalam dikembalikan lewat celah untuk baki makanan. Tanpa pengecualian. Jangan terima apa pun yang disodorkannya lewat terali. Mengerti?" "Mengerti." Mereka telah melewati dua pinta lagi dan memasuki koridor yang tak terjangkau cahaya matahari. Bangsal-bangsal tempat para pasien diizinkan berbaur bebas sudah mereka lewati. Kini mereka berada di bagian pengamanan maksimum yang tidak berjendela, tempat ruang gerak para penghuni dibatasi dengan ketat. Lampu-lampu koridor dilindungi kisi-kisi logam yang kokoh, bagaikan lampu-lampu di ruang mesin kapal. Dr. Chilton berhenti di bawah salah satunya. Samar-samar Starling mendengar suara di balik dinding, suara yang parau karena terlalu banyak berteriak. "Lecter tidak diizinkan keluar sel tanpa baju pengekang dan penutup mulut," ujar Chilton. "Saya akan menjelaskan sebabnya. Selama tahun pertama di sini, Lecter menunjukkan sikap sangat kooperatif, dan pengamanan di sekitarnya dikendurkan sedikit—harap diingat, ini terjadi sebelum saya menjabat sebagai kepala rumah sakit. Pada sore tanggal 8 Juli 1976, dia mengeluh dadanya sesak, dan dibawa ke klinik. Baju pengekangnya dilepas untuk memudahkan prosedur elektrokardiogram. Ketika juru rawat hendak menempelkan elektroda, inilah yang dilakukan Lecter terhadapnya." Chilton menyerahkan foto yang telah kumal kepada Starling. "Para dokter berhasil menyelamatkan sebelah mata juru rawat itu. Sepanjang kejadian itu, Lecter tetap dimonitor oleh alat-alat pemantau. Dia mematahkan rahang si juru rawat agar dapat menjangkau lidahnya. Denyut nadi Lecter tak lebih dari delapan lima, bahkan ketika dia menelan lidah wanita itu." Starling tidak tahu mana yang lebih parah, foto itu atau perhatian Chilton, yang seakanThe Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 9 akan hendak menelannya dengan matanya. "Dia dikurung di sini," ujar Chilton, lalu menekan tombol di samping pintu ganda yang terbuat dari kaca tahan benturan yang tebal. Seorang penjaga berbadan besar membukakan pintu. Starling mengambil keputusan sulit dan berhenti segera setelah melewati pintu. "Dr. Chilton, kami sangat membutuhkan hasil tes-tes ini. Jika Dr. Lecter menganggap Anda sebagai musuh—jika dia memang menaruh dendam pada Anda, seperti yang Anda katakan—mungkin lebih baik kalau saya mendatanginya seorang diri. Bagaimana menurut Anda?" Pipi Chilton berkedut-kedut. "Boleh saja. Kenapa Anda tidak mengusulkannya di ruang kerja saya tadi? Saya bisa minta salah satu petugas mengantar Anda ke sini, supaya saya tidak buang-buang waktu." "Saya tentu akan mengusulkannya, kalau saja Anda mau memberikan pengarahan sebelum kita kemari." "Rasanya kita takkan berjumpa lagi, Miss Starling. Barney, kalau dia sudah selesai dengan Lecter, panggil saja orang untuk mengantarnya keluar." Chilton pergi tanpa menoleh lagi. Kini hanya ada petugas berbadan besar itu, jam yang tak berbunyi di belakangnya, serta lemari berpintu anyaman kawat yang berisi Mace dan jaket pengekang, topeng penutup mulut, dan pistol suntik. Pada rak di dinding terdapat pipa panjang dengan lengkungan berbentuk U di ujungnya, yang digunakan untuk meringkus tahanan yang mengamuk. Petugas itu sedang menatap Starling. "Anda sudah diberitahu Dr. Chilton, jangan sentuh terali?" Suaranya tinggi sekaligus parau. Starling teringat pada Aldo Ray. "Ya, saya sudah diberitahu." "Oke. Dia ada di sel terakhir sebelah kanan. Berjalanlah di tengah-tengah koridor, dan jangan pedulikan apa pun. Anda bisa membawakan surat-surat yang ditujukan padanya, untuk mencairkan suasana." Petugas itu tersenyum sendiri. "Letakkan saja di baki dan biarkan ditarik masuk. Kalau bakinya ada di dalam, Anda bisa menariknya dengan tali, atau bisa juga dia yang mendorongnya keluar. Dia tidak bisa menjangkau Anda." Petugas itu menyerahkan dua majalah, tiga koran, dan beberapa surat yang sudah dibuka. Koridor itu memanjang sekitar tiga puluh meter, dengan deretan sel di kedua sisi. Beberapa di antaranya merupakan sel dengan dinding berlapis dan jendela observasi yang panjang dan sempit, bagaikan celah untuk memanah, di tengah daun pintu. Ada pula yang menyerupai sel penjara biasa, dengan terali menghadap ke koridor. Clarice Starling menyadari kehadiran sosok-sosok di dalam sel-sel itu, namun ia memaksakan diri untuk tidak menoleh. Ia sudah hampir sampai di sel Lecter ketika sebuah suara mendesis, "Baumu bisa kucium dari sini." Starling berlagak tidak mendengarnya. Ia terus berjalan. Lampu di sel terakhir menyala. Starling sadar bahwa suara langkahnya telah menduluinya, dan ia beralih ke sisi kiri koridor untuk memandang ke dalam sambil mendekat. Bab Tiga Sel Dr. Lecter terletak berjauhan dari sel-sel yang lain. Sel itu berhadapan hanya dengan lemari di seberang koridor, dan dalam hal-hal lain pun berbeda. Sisi depannya dibatasi terali, tapi di sebelah dalam terali itu, lebih jauh dari jangkauan tangan, terdapat pembatas kedua, yaitu jaring nilon yang terentang dari lantai ke langit-langit dan dari dinding ke dinding. Di balik terali tersebut, Starling melihat meja yang dibaut ke lantai dan penuh tumpukan buku softcover serta kertas-kertas, dan kursi bersandaran lurus yang diamankan dengan cara yang sama. Dr. Hannibal Lecter sedang berbaring di tempat tidur sambil membaca majalah Vogue edisi Italia. Majalah itu digenggamnya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya membalik-balik halaman. Tangan kiri Dr. Lecter berjari enam. Clarice Starling berhenti agak jauh dari terali. "Dr. Lecter." Suaranya terdengar biasa saja di telinganya. Pria itu menoleh. ' Sejenak Starling mengira tatapan orang itu berdengung, tapi kemudian ia sadar bahwa yang didengarnya hanya debur darahnya sendiri. "Namaku Clarice Starling. Bolehkah aku bicara dengan Anda?" Ia sengaja bersikap sopan, dan itu tersirat dalam nada suaranya serta jarak yang diambilnya. Dr. Lecter berpikir sejenak sambil menempelkan jari ke bibir. Kemudian ia bangkit dan melangkah maju dalam kerangkengnya. Ia berhenti di balik jaring nilon tanpa memandangnya, seakan-akan jarak itulah yang dianggapnya pantas. Starling melihat bahwa Lecter pendek dan berbadan kecil; tangan dan lengan pria itu mengisyaratkan kekuatan terselubung, seperti yang dimiliki Starling. "Selamat pagi," Lecter berkata, seakan-akan baru membukakan pintu bagi orang tamu. Suaranya terdengar agak parau, mungkin karena jarang digunakan. Mata Dr. Lecter berwarna maroon dan memantulkan cahaya sebagai titik-titik merah. Kadang-kadang titik-titik tersebut seakan-akan memancar bagaikan bunga api. Ia menatap Starling tanpa berkedip. Starling maju sedikit. Bulu-bulu di tangannya berdiri dan mendesak lengan bajunya. "Dokter, kami menghadapi kesulitan dalam menyusun profil psikologis. Aku bermaksud minta bantuan Anda." "'Kami' tentu berarti seksi Ilmu Perilaku di Quan-tico. Tampaknya kau salah satu anak buah Jack Crawford." "Ya, benar." "Boleh kulihat kartu identitasmu?" •Permintaan ini tak diduga oleh Starling. "Aku sudah menunjukkannya di... atas." The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 10 "Maksudmu, kau menunjukkannya kepada Frederick Chilton, Ph.D.?" "Ya." "Kau tahu latar belakang dial" "Tidak." "Asal tahu saja, latar belakang akademiknya kurang meyakinkan. Kau bertemu Alan tadi? Orangnya menarik sekali, bukan? Di antara mereka berdua, siapa yang kau pilih sebagai teman mengobrol?" "Kalau harus memilih, aku pilih Alan." "Dari mana aku tahu kau bukan wartawan yang menyogok Chilton agar diizinkan masuk ke sini? Kukira aku berhak melihat kartu identitasmu." "Baiklah." Starling memperlihatkan kartu ID-nya yang dilaminasi. "Aku tidak bisa membacanya dari sini. Silakan letakkan di baki." "Maaf, aku tidak bisa melakukan itu." "Karena kartu itu termasuk benda keras." "Ya." "Tanya Barney saja." Petugas itu datang dan mempertimbangkan permintaan Lecter. "Dr. Lecter, saya akan mengizinkannya. Tapi kalau Anda tidak mengembalikannya saat saya minta—kalau kita harus merepotkan semua orang dan mengamankan Anda dulu untuk mengambilnya—maka saya akan marah. Dan kalau saya sampai marah, Anda harus diikat sampai saya merasa lebih enak. Makanan lewat selang, celana diganti dua kali sehari—pokoknya, lengkap. Dan surat-surat untuk Anda akan saya tahan satu minggu. Mengerti?" 'Tentu,' Barney." Kartu ID itu ditarik masuk, dan Lecter segera mengamatinya. "Siswa? Di sini tertulis 'siswa.' Jack Crawford mengirim siswa untuk mewawancarai aku?" Lecter mengetuk-ngetukkan kartu itu pada giginya yang kecil dan putih, lalu menghirup baunya. "Dr. Lecter," ujar Barney. "Tentu saja." Lecter menaruh kartu itu di baki dan Barney menariknya keluar. "Aku sedang mengikuti pendidikan di Academy," Starling menjelaskan. "Tapi kita tidak bicara mengenai FBI—kita bicara soal psikologi. Bisakah Anda memutuskan sendiri apakah aku memenuhi syarat untuk membahas masalah ini?" "Hmmmm," Dr. Lecter bergumam. "Terus terang... ini agak licik. Barney, barangkali Officer Starling ini bisa diambilkan kursi?" "Dr. Chilton tidak menyinggung soal kursi." "Kau lupa tata krama, Barney?" "Anda mau diambilkan kursi? Sebenarnya kami bisa saja menyediakan kursi, tapi dia tidak pernah... ehm, biasanya tak ada yang berlama-lama di sini." "Ya, terima kasih," sahut Starling. Barney mengambil kursi lipat dari lemari di seberang, menaruhnya di depan sel, lalu meninggalkan mereka berdua. "Nah," ujar Lecter. Ia duduk menyamping di mejanya, agar dapat menghadap ke arah Starling. "Apa yang dikatakan Miggs tadi?" "Siapa?" "Multiple Miggs, di sel sebelah sana. Aku mendengarnya mendesis tadi. Apa yang dikatakannya?" "Dia bilang, 'Baumu bisa kucium dari sini.'" "Hmm, begitu. Aku sendiri tidak bisa. Kau menggunakan krem kulit Evyan, dan kadang-kadang memakai L'Air du Temps, tapi hari ini tidak. Hari ini kau tidak memakai wangi-wangian. Bagaimana tanggapanmu terhadap ucapan Miggs?" "Dia menunjukkan sikap bermusuhan karena alasan yang tidak kuketahui. Sayang sekali. Dia memusuhi orang, orang memusuhi dia. Timbal balik." "Kau memusuhi dia?" "Aku menyayangkan bahwa dia terganggu. Selain itu, dia cuma angin lalu. Dari mana Anda tahu soal parfumku?" "Aku menciumnya waktu kau membuka tas untuk mengambil kartu ID. Tasmu bagus sekali." "Terima kasih." "Ini tasmu yang paling bagus, bukan?" "Ya." Memang benar, Starling telah menabung untuk membeli tas casual berpotongan klasik tersebut, yang sekaligus merupakan miliknya yang paling mahal. "Tas itu jauh lebih bagus daripada sepatumu." "Mudah-mudahan sepatuku akan menyusul." "Aku tidak meragukannya." "Anda sendiri yang membuat gambar-gambar yang ditempel di dinding itu, Dokter?" "Kau pikir aku memakai ahli interior?" "Gambar di atas tempat cuci tangan, itu kota di Eropa?" "Itu Florence. Aku menggambar Palazzo Vecchio dan Duomo, dilihat dari Belvedere." Anda menggambarnya di luar kepala, dengan segala detailnya?" "Ingatan, Officer Starling, merupakan pengganti pemandangan bagiku." "Yang satu lagi adegan penyaliban? Salib di tengah masih kosong." "Itu Golgotha seusai penurunan Yesus dari salib. Krayon dan Magic Marker di atas kertas roti. Inilah imbalan yang diterima si pencuri yang dijanjikan surga, ketika Yesus dibawa pergi." "Apa itu?" "Kedua kakinya dipatahkan, sama seperti rekannya yang mencemooh Yesus. Kau benar-benar buta mengenai Injil Yohannes, ya? Kalau begitu, ada baiknya kau mempelajari karya Duccio—dia melukiskan adegan penyaliban secara akurat. Bagaimana kabar Will Graham? Seperti apa dia sekarang?" "Saya tidak kenal Will Graham." "Kau tahu siapa dia. Anak emas Jack Crawford. Sebelum kau. Bagaimana wajahnya sekarang?" "Aku belum pernah bertemu dengannya." "Ini namanya 'membuka luka-luka lama,' Officer Starling. Kau tidak keberatan The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 11 bukan?" Keheningan seakan berdenyut-denyut, dan Starling memecahkannya. "Aku justru berharap kesempatan ini dapat kita gunakan untuk menyembuhkan lukaluka lama. Aku membawa..." "Tunggu. Ini bodoh dan salah. Jangan sekali-sekali kaugunakan siasat seperti ini untuk mengalihkan pembicaraan. Jika siasatmu terbaca, subjekmu akan menutup diri dan suasana menjadi rusak. Padahal justru suasanalah yang kauandalkan. Pendekatanmu tadi sudah cukup baik. Kau bersikap sopan dan menghargai sikap yang sama dariku. Kau sudah dapat mengembangkan rasa percaya dengan berterus terang mengenai ucapan Miggs, biarpun kau merasa rikuh. Tapi kemudian kau menggunakan siasat yang begitu mudah terbaca untuk masuk ke kuesionermu. Ini takkan berhasil." "Dr. Lecter, Anda pakar psikiatri klinis yang berpengalaman. Anda pikir aku begitu bodoh sehingga berusaha mengecoh Anda dengan mengandalkan suasana? Yang benar saja. Aku minta Anda menjawab kuesioner ini. Anda bersedia atau tidak, itu terserah Anda. Tapi apa ruginya Anda mempelajarinya dulu?" "Officer Starling, kau sempat membaca laporan-laporan yang dikeluarkan seksi Ilmu Perilaku belakangan ini?" "Ya." "Begitu juga aku. Pihak FBI menolak mengirimkan Law Enforcement Bulletin, tapi aku memperolehnya dari pedagang buku bekas dan aku juga menerima News dari John Jay, serta jurnal-jurnal psikiatri. Para pelaku pembunuhan berantai dibagi menjadi dua kelompok— terorganisasi dan tidak terorganisasi. Bagaimana pendapatmu?" "Ini sangat... mendasar, tampaknya mereka..." "Terlalu disederhanakan. Istilah itu lebih tepat. Sebagian besar psikologi bersifat kekanak-kanakan, Officer Starling, dan psikologi seperti yang diterapkan di seksi Ilmu Perilaku kira-kira setingkat dengan frenologi. Bidang psikologi memang kekurangan bibit unggul. Datangilah fakultas psikologi di perguruan hnggi mana pun dan amatilah para mahasiswa dan staf pengajar: semuanya penggemar radio amatir, atau orang-orang dengan gangguan kepribadian lain. Yang pasti, bukan otak-otak paling cemerlang di kampus. Terorganisasi dan tidak terorganisasi—betul-betul dangkal.-" "Bagaimana Anda akan mengubah klasifikasi tersebut?" "Aku tidak akan mengubahnya." "Omong-omong soal laporan, aku membaca ulasan Anda mengenai adiksi pembedahan dan ekspresi wajah sisi kiri, sisi kanan." "Ya, ulasan-ulasan itu sangat bermutu," ujar Dr. Lecter. "Aku sependapat, begitu juga Jack Crawford. Dia yang memperlihatkan ulasan-ulasan tersebut padaku. Itu salah satu sebabnya dia sangat mengharapkan bantuan Anda.” "Crawford? Rupanya dia sangat sibuk kalau dia sampai merekrut tenaga pembantu dari kalangan siswa." "Memang, dan dia ingin..." "Sibuk dengan Buffalo Bill." "Kukira begitu." "Bukan. Bukan 'kukira begitu.' Officer Starling, kau tahu persis dia sibuk dengan Buffalo Bill. Aku sudah menyangka Jack Crawford mengutusmu untuk menanyai aku tentang itu." "Bukan." "Kalau begitu, kau tidak menangani kasus tersebut." "Aku datang kemari karena kami memerlukan..." "Apa saja yang kau ketahui tentang Buffalo Bill?" "Tak ada yang tahu banyak." "Apakah semuanya dimuat di koran?" "Kurasa ya. Dr. Lecter, aku belum melihat informasi rahasia mengenai kasus itu. Tugasku adalah..." "Berapa banyak wanita yang telah dipakai Buffalo Bill?" "Sudah lima korban yang ditemukan polisi." "Semuanya dikuliti?" "Dikuliti sebagian, ya." "Pihak pers belum pernah memberi penjelasan mengenai namanya. Kau tahu kenapa dia disebut Buffalo Bill?" "Ya." "Katakanlah." "Aku akan mengatakannya kalau Anda bersedia mempelajari kuesioner ini." "Aku akan mempelajarinya, tapi itu saja. Nah, kenapa?" "Mula-mula julukan itu sekadar lelucon di seksi pembunuhan Kansas City." "Ya...?" "Dia dijuluki Buffalo Bill karena dia menguliti hasil buruannya." Starling menyadari bahwa ia tak lagi merasa takut; sebagai gantinya, ia merasa murahan. Kalau diminta memilih, ia cenderung memilih yang pertama. "Coba berikan kuesionermu." Starling menyerahkan bagian yang berwarna biru lewat baki. Lecter membalik-balik halaman. Setelah dibaca sekilas, kuesioner itu dikembalikannya ke baki. "Oh, Officer Starling, kaupikir kau bisa membedahku dengan alat tumpul ini?" "Tidak. Kupikir Anda bisa memberikan komentar dan memajukan studi ini." "Dan kenapa aku harus berbuat demikian?" "Karena rasa ingin tahu." "Mengenai apa?" "Mengenai alasan Anda berada di sini. Mengenai apa yang terjadi dengan Anda." "Aku tidak mengalami kejadian apa pun, Officer Starling. Akulah yang terjadi. Kau tidak bisa memilah-milahku menjadi sekumpulan pengaruh. Kau telah menyingkirkan penilaian baik dan jahat demi ilmu perilaku. Tak seorang pun kau anggap salah. Tataplah aku, Officer Starling. Sanggupkah kau berkata bahwa aku jahat? Betulkah aku jahat, Officer Starling?" The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 12 "Kukira Anda telah memperlihatkan perilaku destruktif. Bagiku itu sama saja." "Jahat sekadar destruktif? Berarti badai pun jahat, kalau semuanya sesederhana itu. Lalu ada kebakaran. dan hujan es. Perusahaan asuransi menyebut itu semua 'Kehendak Tuhan.'" "Disengaja..." , "Aku mengumpulkan berita tentang gereja yang ambruk, sebagai hiburan. Kau tahu kejadian di Sisilia baru-baru ini? Luar biasa! Dinding depannya menimpa enam puluh lima nenek yang sedang mengikuti misa khusus. Jahatkah itu? Kalau ya, siapa yang bertanggung jawab? Kalau Dia ada di atas sana, Dia pasti senang sekali, Officer Starling. Tifus dan angsa— semuanya berasal dari tempat yang sama." "Aku tidak sanggup menganalisis Anda, Dokter, tapi aku tahu siapa yang bisa." Lecter mengangkat sebelah tangan untuk menyuruhnya diam. Tangannya bagus, Starling menyadari, dengan dua jari tengah yang sama-sama lengkap. Ini bentuk Polydactyly yang paling jarang. Ketika Lecter kembali angkat bicara, nada suaranya lembut dan ramah. "Kau ingin memilah-milah kepribadianku, Officer Starling. Sungguh ambisius. Hmm, kau tahu kesanku mengenai dirimu, dengan tasmu yang bagus dan sepatumu yang murahan? Kau kelihatan seperti orang udik. Orang udik dengan semangat menggebu-gebu tapi punya sedikit selera. Matamu seperti permata tiruan— berkilau-kilau di permukaan saat kau berusaha mengorek jawaban. Dan kau begitu cerdas, bukan? Kau tidak mau disamakan dengan ibumu. Tulang-tulangmu memang berkembang baik berkat gizi yang memadai, tapi kau tak bisa menyangkal bahwa kau keturunan buruh tambang, Officer Starling. Kau berasal dari West Virginia atau daerah Okie, Officer? Kau sempat terombang-ambing ketika harus memilih antara perguruan tinggi dan kesempatan yang ditawarkan oleh Korps Wanita Angkatan Darat. Betul, tidak? Aku akan memberitahukan sesuatu tentang dirimu, Siswa Starling. Di kamarmu ada untaian manikmanik berwarna emas, dan kau selalu risih setiap kali menyadari betapa norak manikmanik itu sekarang, bukan begitu? Betapa repotnya kau mengumpulkan semuanya satu per satu dulu. Setiap kali mengucapkan terima kasih, lalu menusuk dan mengikatnya dengan susah payah, sementara kau sampai berkeringat karena berkonsentrasi penuh. Repot. Repot. Menjemu-u-u-u-k-a-an. Kecerdasan bisa merusak banyak hal, bukan? Dan selera baik tak selamanya merupakan berkah. Kalau kau renungkan percakapan ini, kau akan teringat wajah pacarmu yang sakit hati namun tak berdaya ketika kau mencampakkannya. ' 'Kalau untaian manik-manik itu berkesan kampungan sekarang, apa lagi yang akan menyusul? Kau suka bertanya-tanya, bukan, sebelum tidur?" ujar Dr. Lecter dengan nada ramah sekali. Starling menoleh ke arah Lecter. "Anda pandai mengamati, Dokter. Aku takkan menyangkal apa pun yang Anda katakan. Tapi inilah pertanyaan yang akan kuajukan, entah Anda suka atau tidak: Sanggupkah Anda menggunakan persepsi yang tajam itu terhadap diri Anda sendiri? Ini sulit. Aku menyadarinya dalam beberapa menit terakhir. Bagaimana? Amatilah diri Anda dan catatlah secara jujur segala sesuatu yang Anda lihat. Rasanya tak ada subjek yang lebih pantas atau lebih kompleks. Atau barangkali Anda takut menghadapi kenyataan?" "Kau cukup ulet, ya, Officer Starling?" "Dalam batas-batas tertentu, ya." "Dan kau tidak sudi memandang dirimu sebagai orang kebanyakan. Wah, betapa menyakitkan itu! Dengar baik-baik, Officer Starling, kau bukan orang kebanyakan. Kau hanya takut dianggap begitu. Berapa ukuran manik-manikmu, tujuh milimeter?" "Tujuh." "Aku punya saran untukmu. Belilah beberapa batu mata kucing yang sudah diberi lubang, lalu pasangkan selang-seling dengan manik-manik emasmu. Kau bisa membuat kombinasi dua-tiga atau satu-dua, terserah mana yang paling bagus menurutmu. Mata kucing itu akan mencerminkan warna mata dan pantulan cahaya dari rambutmu. Pernahkah ada yang mengirim kartu Valentine padamu?" "Yap." "Musim semi sudah tiba. Hari Valentine tinggal satu minggu lagi, ehm, bagaimana, kau akan mendapatkan kiriman kartu?" "Siapa tahu." "Ya, siapa tahu. Aku sendiri memikirkan Hari Valentine. Perayaan itu mengingatkanku pada sesuatu yang lucu. Hmm, aku bisa membuatmu gembira sekali pada Hari Valentine, Clarice Starling." "Bagaimana caranya, Dokter Lecter?" "Dengan mengirimkan Valentine yang bagus. Tapi aku akan memikirkannya lagi. Sekarang aku mau istirahat dulu. Sampai jumpa, Officer Starling." "Dan kuesionerku?" "Aku pernah didatangi petugas sensus yang ingin mengumpulkan dataku. Hatinya kumakan dengan kacang fava dan amarone besar. Kembalilah ke sekolah, Starling." Hannibal Lecter, yang sampai detik terakhir bersikap sopan, tidak mau membelakangi Starling. Ia mundur dari jaring nilon, lalu kembali berbaring di tempat tidurnya, tanpa menghiraukan wanita itu. Starling mendadak merasa lemas, seakan-akan baru menyumbangkan darah. Dengan perlahan ia mengembalikan semua kertas ke tas kerjanya, kuatir kakinya tidak kuat jika ia segera bangkit. Starling terpaksa menghadapi kegagalan yang begitu dibencinya. Ia melipat kursi dan menyandarkannya pada pintu lemari. Ia hams melewati Miggs lagi. Barney kelihatan sedang membaca di ujung koridor. Starling bisa saja memanggilnya dan minta dikawal. Tapi persetan dengan Miggs. Orang itu tak berbeda dari pekerja-pekerja bangunan atau tukang-tukang antar barang yang setiap hari ditemuinya di kota. Starling mulai menyusuri koridor. Suara Miggs terdengar mendesis di sampingnya dekat sekali. "Kugigit pergelanganku supaya aku bisl matiiiii—kaulihat darahnya menetes?" Starling sebenarnya bisa memanggil Barney, tapi karena kaget ia menoleh ke dalam The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 13 sel, melihat Miggs menjentikkan jari, dan merasakan cairan hangat menerpa pipi dan bahunya sebelum ia sempat memalingkan wajah. Sambil melangkah, ia menyadari bahwa cairan itu sperma, bukan darah, dan bahwa Lecter memanggil. Suara Dr. Lecter terdengar di belakangnya, lebih parau dibandingkan tadi. "Officer Starling." Lecter berdiri dan memanggil Starling yang terus berjalan. Starling menggeledah tasnya untuk mencari tisu. Di belakangnya, "Officer Starling." Starling berupaya untuk tidak kehilangan kendali diri. Dengan langkah mantap ia menuju pintu. "Officer Starling." Starling mendengar nada baru dalam suara Lecter. Ia berhenti. Apa sebenarnya yang kucari sampai bisa begini? Miggs membisikkan sesuatu, tapi Starling tidak memperhatikannya. Ia kembali berdiri di depan sel Lecter dan melihat sang dokter dalam keadaan geram, suatu pemandangan yang jarang terjadi. Starling tahu bahwa Lecter bisa mencium bau cairan yang melekat pada dirinya. Lecter bisa mencium apa saja. "Aku prihatin kau harus mengalami kejadian ini. Tak ada yang lebih kubenci daripada sikap tidak sopan." Pembunuhan-pembunuhan yang telah dilakukan Lecter seolah-olah telah membersihkannya dari dosa-dosa yang lebih ringan. Atau, Starling berkata dalam hati, kejadian itu membuat Lecter bergairah. Starling tak bisa memastikan mana yang benar. Apa pun sebabnya, manfaatkan kesempatan ini! Ia mengangkat tasnya. "Tolong pelajari ini untukku." Mungkin sudah terlambat; Lecter telah tenang kembali. "Tidak. Tapi aku juga tidak mau kedatanganmu sia-sia. Aku akan memberikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang paling kausukai, Clarice Starling." "Apa itu, Dr. Lecter?" "Kemajuan, tentu saja. Semuanya serba kebetulan— aku senang sekali. Berkat Hari Valentine, aku jadi ingat." Lecter mengembangkan senyum yang sukar ditebak maknanya. Suaranya begitu pelan, sehingga nyaris tak terdengar. "Carilah Valentine-mu di dalam mobil Raspail. Kau dengar? Carilah Valentine-mu di dalam mobil Raspail. Dan. sekarang sebaiknya kau segera pergi; kurasa Miggs belum siap beraksi lagi, biarpun dia memang gila, bukan begitu?" Bab Empat Clarice starling merasa bergairah sekaligus hampa. Di antara hal-hal yang dikatakan Lecter mengenai dirinya ada yang benar, ada pula yang hanya menyerempet kebenaran. Sepintas lalu ia sempat merasakan hati nuraninya mengamuk bagaikan beruang yang mengobrak-abrik tenda. Ia geram karena ucapan Lecter mengenai ibunya, dan ia perlu menyingkirkan kemarahan itu. Urusan ini urusan pekerjaan. Starling duduk di dalam mobil Pinto tuanya di seberang rumah sakit dan menarik napas dalam-dalam. Embun di kaca mobil memberinya sedikit privasi dari para pejalan kaki di trotoar. Raspail. Ia ingat nama itu. Raspail bekas pasien Lecter dan juga salah satu korbannya. Sebelum menemui Lecter, Starling hanya diberi waktu satu malam untuk mempelajari informasi latar belakang orang itu. Berkasnya tebal sekali, dan Raspail hanya salah satu dari sekian banyak korban. Starling perlu memljaca keterangan-keterangan detail. Starling sebenarnya ingin segera mulai bekerja, namun ia sadar tak ada perlunya tergesa-gesa. Kasus Raspail ditutup bertahun-tahun lalu. Tak ada yang terancam bahaya. Ia punya waktu. Sebaiknya ia mencari informasi dan masukan selengkap mungkin sebelum melangkah lebih jauh. Crawford mungkin akan menugaskan orang lain untuk penanganan selanjutnya, namun risiko itu harus dihadapi Starling. Starling mencoba menghubungi Crawford dari telepon umum, tapi diberitahu bahwa atasannya itu sedang memperjuangkan rencana anggaran Departemen Kehakiman di depan Subkomite Anggaran dari House of Representatives. Ia bisa saja menanyakan detail-detail kasus Raspail kepada divisi pembunuhan Baltimore Police Department, tapi pembunuhan bukan tindak pidana federal dan ia tahu bahwa penyelidikan selanjutnya akan segera diambil alih oleh pihak polisi. Ia menyalakan mesin mobil dan kembali ke Quantico, ke kantor seksi Ilmu Perilaku dengan tirai-tirai cokelat bermotif kotak-kotak dan lemari-lemari arsip berisi neraka. Di situ ia duduk sampai sore, setelah sekretaris terakhir pulang, mempelajari arsip mikrofilm mengenai Lecter. Raspail, Benjamin Rene, pria, kulit putih, 46, pemain flute utama untuk Baltimore Philharmonic Orchestra. Ia pasien di praktek psikiatri Dr. Hannibal Lecter. Tanggal 22 Maret 1975 ia tidak muncul untuk penampilan di Baltimore. Tanggal 25 Maret mayatnya ditemukan dalam posisi duduk di bangku sebuah gereja kecil di pedesaan dekat Falls Church, Virginia, hanya mengenakan dasi putih dan jas tuksedo. Dalam autopsi diketahui bahwa jantung Raspail dicabut dan ia juga kehilangan kelenjar thymus dan pankreas. Clarice Starling, yang sejak kecil tahu betul mengenai pengolahan daging, mengenali organ-organ yang hilang itu sebagai kelenjar-kelenjar perut yang bisa dimakan. Baltimore Homicide berpendapat bagian-bagian tubuh tersebut muncul dalam menu The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 14 makan malam yang diadakan Lecter bagi pimpinan dan konduktor Baltimore Philharmonic, pada malam setelah Raspail lenyap. Dr. Hannibal Lecter mengaku tidak tahu-menahu mengenai urusan itu. Pimpinan dan konduktor Philharmonic menyatakan mereka tidak ingat hidangan yang disajikan malam itu, biarpun Lecter dikenal selalu menyajikan hidangan istimewa dan kerap menyumbangkan artikel kepada majalah-majalah tata boga. Pimpinan Philharmonic kemudian harus menjalani perawatan di sebuah sanatorium saraf holistik di Basel, karena menderita anoreksia dan mengalami masalah-masalah yang berkaitan dengan ketergantungan alkohol. Menurut kepolisian Baltimore, Raspail orang kesembilan yang diketahui sebagai korban Lecter. Raspail meninggal tanpa meninggalkan surat wasiat, dan sanak saudaranya saling gugat untuk memperebutkan warisan. Pihak pers meliput perkara-perkara hukum itu selama beberapa bulan, sampai perhatian masyarakat akhirnya mereda. Sanak saudara Raspail juga bergabung dengan keluarga-keluarga korban Lecter yang lain, dan berhasil memperjuangkan tuntutan agar semua berkas dan rekaman psikiater itu dimusnahkan. Mereka beralasan Lecter mungkin mengungkapkan rahasia-rahasia yang memalukan, dan berkas-berkas itu merupakan dokumentasi. Pengadilan menetapkan pengacara Raspail, Everett Yow, sebagai wali atas tanah dan harta bendanya. Starling harus mengajukan permohonan kepada pengacara itu untuk memeriksa mobil Raspail. Pengacara itu mungkin ingin mengamankan nama baik Raspail dan, jika telah mengetahui rencana Starling, mungkin akan memusnahkan barang bukti untuk melindungi almarhum kliennya. Starling lebih suka bergerak sendiri, tapi ia memerlukan nasihat dan otorisasi. Ia seorang diri di kantor Ilmu Perilaku dan bebas melakukan apa saja. Nomor telepon rumah Jack Crawford ditemukannya di dalam Rolodex. Ia tidak mendengar telepon berdering, tapi tiba-tiba suara Crawford muncul, pelan dan tenang. "Jack Crawford." "Ini Clarice Starling. Kuharap aku tidak mengganggu makan malam Anda." Tak ada tanggapan. "Lecter menceritakan sesuatu mengenai kasus Raspail tadi. Aku berada di kantor untuk menyelidikinya lebih lanjut. Lecter memberitahukan ada sesuatu di dalam mobil Raspail. Aku harus menghubungi pengacara Raspail dulu, dan karena besok Sabtu— tidak ada pelajaran—aku ingin tanya apakah..." "Starling, kauingat instruksiku soal informasi mengenai Lecter?" Suara Crawford begitu datar. "Aku harus menyerahkan laporan pukul 09.00 hari Minggu." "Lakukan itu, Starling." "Baik, Sir." Nada monoton yang mendadak terdengar seakan-akan menusuk telinganya. Starling langsung meringis. "Keparat!" ia mengumpat. "Dasar bajingan brengsek. Coba kalau kau yang diciprati Miggs. Apa komentarmu kalau begitu?" Starling, yang sudah mandi dan memakai baju tidur FBI Academy, sedang menyusun draft kedua laporannya, ketika teman sekamarnya di asrama, Ardelia Mapp, pulang dari perpustakaan. Bagi Starling, wajah Mapp yang lebar, cokelat, dan penuh kebijakan termasuk pemandangan paling menyenangkan yang dilihatnya sepanjang hari itu. Ardelia Mapp melihat keletihan yang tercermin pada wajah rekannya. "Apa saja yang kaukerjakan hari ini?" Mapp selalu bertanya dengan santai, seakanakan jawaban yang diberikan sama sekali tidak penting. "Mengorek keterangan dari orang sinting sambil berlepotan air mani." "Coba kalau aku punya waktu untuk main-main— aku tak habis pikir bagaimana kau bisa mengaturnya, sambil sekolah lagi." Sesaat kemudian, Starling baru sadar bahwa ia tergelak-gelak. Ardelia Mapp tertawa sekadarnya saja. Lelucon itu tak seberapa lucu, namun Starling tak bisa mengendalikan diri. Air matanya sampai berlinang. Tawanya seolah-olah terdengar dari tempat yang jauh sekali, dan dalam pandangannya Mapp mendadak tampak tua. Senyum rekannya itu menyiratkan keprihatinan. Bab Lima The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 15 Jack Crawford, lima puluh tiga tahun, duduk di kursi berlengan di kamar tidurnya. Ia sedang membaca. Di hadapannya ada dua ranjang, keduanya diganjal" balok sampai setinggi tempat tidur rumah sakit. Yang satu ranjangnya sendiri; satu lagi ditempati istrinya, Bella. Crawford mendengarnya bernapas lewat mulut. Sudah dua hari Belia tidak bergerak maupun berbicara dengan suaminya. Napasnya terputus sejenak. Crawford mengalihkan pandang dari bukunya dan melirik tanpa menegakkan kepala. Ia meletakkan bukunya. Belia kembali menarik napas. Crawford bangkit dan membelai istrinya, lalu mengukur tekanan darah dan denyut nadi. Dalam beberapa bulan terakhir ia sudah ahli menggunakan alat pengukur tekanan darah. Crawford enggan beranjak dari sisi istrinya pada malam hari; karena itu, kedua tempat tidur dipasang berdampingan. Ranjangnya sendiri juga diganjal balok, agar ia mudah menjangkau istrinya dalam gelap. Selain tempat tidur yang tinggi dan pipa-pipa yang diperlukan untuk membuat Belia nyaman, tak ada kesan bahwa kamar itu kamar orang sakit. Crawford memang ingin mencegah kesan tersebut. Memang ada bunga, tapi tidak terlalu banyak. Pil-pil tidak tampak sama sekali. Crawford telah mengosongkan lemari seprai di koridor, mengisinya dengan obat-obatan dan berbagai peralatan sebelum Belia dibawa pulang dari rumah sakit. (Itu kedua kalinya ia menggendong istrinya melewati ambang pintu depan, dan ia nyaris tak sanggup menahan air mata kalau mengingatnya.) Jendela-jendela dibiarkan terbuka karena adanya gelombang udara panas dari selatan, tapi udara Virginia terasa segar dan nyaman. Katak-katak kecil bersahut-sahutan dalam kegelapan malam. Kamar itu bersih sekali, tapi bulu-bulu karpet sudah mulai menggumpal di sana-sini—Crawford tidak mau menggunakan alat penyedot debu yang bising di dalam kamar. Sebagai gantinya, ia memakai alat pembersih karpet manual, meskipun hasilnya tidak terlalu baik. Ia melangkah ke lemari dan menyalakan lampu. Dua buah clipboard tergantung di sebelah dalam. Yang satu berisi catatan tekanan denyut nadi dan tekanan darah Belia. Catatan Crawford dan catatan juru rawat yang bertugas pada siang hari berselang-seling dalam kolom panjang. Clipboard yang satu lagi berisi catatan juru rawat mengenai pemberian obat. Crawford sanggup memberikan obat apa pun yang mungkin dibutuhkan Belia. Sebelum membawa istrinya pulang, ia sempat berlatih memberi injeksi di bawah bimbingan juru rawat. Mula-mula ia menyuntik buah limau, lalu pahanya sendiri. Crawford menatap istrinya selama hampir tiga menit. Selendang sutra yang indah membungkus rambut Belia bagaikan sorban. Belia sendiri yang memintanya, selama ia masih bisa meminta. Kini Crawford enggan mengubah kebiasaan itu. Ia mengoleskan gliserin ke bibir Belia dan mengangkat kotoran dari sudut matanya. Belia tidak bergerak. Belum waktunya membalikkan badannya. Crawford memandang ke cermin. Dalam hati ia berkata bahwa ia tidak sakit, bahwa ia tidak perlu ikut dikubur, bahwa ia baik-baik saja. Tiba-tiba ia sadar, dan malu sendiri. Ia kembali ke kursi, namun tak bisa mengingat apa yang sedang ia baca tadi. Ia meraba buku-buku di sampingnya dan meraih buku yang masih hangat. Bab Enam Senin pagi, Clarice Starling menemukan pesan dari Crawford di kotak suratnya: CS: Lanjutkan penyelidikan mengenai mobil Raspail. Gunakan waktu luangmu. Kantor akan menyediakan nomor kartu kredit untuk telepon interlokal. Hubungi aku sebelum mengontak pengacara atau pergi ke mana pun. Laporan ditunggu Rabu pukul 16.00. Direktur sudah menerima laporan mengenai Lecter dengan tanda tanganmu. Selamat. JC SAIC/Seksi 8 Starling gembira. Ia tahu kasus lama itu diberikan Crawford kepadanya sebagai latihan. Tapi ia pun sadar bahwa Crawford ingin membimbingnya. Crawford ingin anak didiknya sukses. Dan bagi Starling, ini jauh lebih berarti dibandingkan sopan sanfun. Raspail tewas delapan tahun lalu. Barang bukti apa yang dapat bertahan demikian lama di dalam mobil? Ia tahu dari pengalaman bahwa berhubung nilai mobil merosot begitu cepat, pengadilan banding mengizinkan keluarga korban menjual mobil sebelum ada surat pengesahan hakim, dan uang hasil penjualan dimasukkan ke warisan yang dikuasai pengacara yang telah ditunjuk. Kemungkinan kecil mobil Raspail masih ditahan setelah delapan tahun. Selain itu, Starling juga menghadapi masalah waktu. Ia punya waktu luang satu jam lima belas menit per hari untuk memakai telepon selama jam kerja, dan itu pun sudah termasuk istirahat makan siang. Sedangkan Rabu sore laporannya sudah harus diserahkan kepada Crawford. Berarti secara keseluruhan ia punya tiga jam empat puluh lima menit untuk melacak mobil itu, jika ia menggunakan waktu belajar dan mengejar ketinggalannya pada malam hari. Ia memperoleh nilai baik dalam mata pelajaran Prosedur Penyelidikan, dan ia dapat mengajukan pertanyaanpertanyaan bersifat umum kepada para instruktur. Pada waktu makan siang hari Senin, Starling menelepon Baltimore County Courthouse. Petugas yang menerima telepon menyuruhnya menunggu. Starling sampai tiga kali menelepon, namun sia-sia. Baru pada jam belajar ia akhirnya berhasil menghubungi petugas pengadilan yang mau membantu. Orang itu mencarikan berkas pengadilan menyangkut warisan Raspail. Starling memperoleh konfirmasi bahwa pengadilan mengizinkan penjualan mobil Raspail. Petugas yang membantunya juga menyebutkan model dan nomor seri kendaraan tersebut, serta nama pemilik berikutnya berdasarkan akta jual-beli. Pada hari Selasa, setengah jam makan siang Starling terbuang percuma untuk melacak nama itu. Sisa waktunya habis untuk mengetahui bahwa Maryland Department of Motor Vehicles tidak menggunakan nomor seri untuk melacak satu kendaraan, melainkan memakai nomor registrasi atau nomor pening terakhir. Pada Selasa sore, para siswa' yang sedang berlatih di lapangan tembak terpaksa masuk ke dalam ruangan karena hujan deras yang turun. Saat berkumpul di salah satu ruang konferensi yang lembap akibat keringat dan pakaian basah, The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 16 John Brigham, mantan marinir yang kini menjadi instruktur menembak, memutuskan untuk menguji kekuatan tangan Starling di depan kelas dengan melihat berapa kali Starling sanggup menarik picu Model 19 Smith & Wesson dalam waktu enam puluh detik. Starling mencapai angka tujuh puluh empat dengan tangan kiri, menyingkirkan sehelai rambut yang mengganggu pandangannya, lalu mulai lagi dengan tangan kanan sementara siswa lain menghitung. Ia berdiri dalam posisi Weaver, dengan kuda-kuda yang kokoh. Matanya terfokus pada alat bantu bidik sebelah depan, sedangkan alat bantu bidik sebelah belakang dan sasaran sama-sama kabur. Setelah tiga puluh detik, ia membiarkan pikirannya berkelana untuk mengalihkan perhatian dari rasa nyeri di lengannya. Ia menatap sasaran di dinding, yang ternyata sertifikat penghargaan dari Interstate Commerce Enforcement Division untuk instrukturnya, John Brigham. Starling berbisik kepada Brigham sementara siswa yang satu lagi menghitung setiap bunyi klik yang terdengar. "Bagaimana caranya melacak mobil..." ".. .enanilimaenamenamenamtujuhenamdelapanenam..." "kalau yang kita ketahui hanya nomor seri..." "...tujuhdelapantujuhsembilandelapanpuluhdelapansatu..." "...dan jenis mobil? Nomor pening terakhir tidak ada." "...delapansembilansembilanpuluh. Waktunya habis." "Oke," ujar si instruktur. "Kuminta kalian memperhatikan ini. Kekuatan tangan adalah faktor penting untuk menembak tepat saat bertugas. Di antara kalian pasti ada yang kuatir mendapat giliran berikut. Ke-kuatiran kalian memang beralasan. Starling jauh di atas rata-rata dengan kedua tangannya. Dan itu karena dia berlatih. Dia berlatih dengan meremas-remas alat kecil yang tersedia untuk kalian semua. Sebagian besar dari kalian hanya pandai meremas"—karena enggan menggunakan terminologi marinir yang telah mendarah daging, Brigham mencari-cari kata pengganti yang lebih sopan—"tangan," ia akhirnya berkata. "Jangan besar kepala, Starling. Jangan pikir kau sudah hebat. Sebelum lulus, kau harus bisa mencapai angka di atas sembilan puluh dengan tangan kirimu. Ayo, cari pasangan dan mulai berlatih— cepat." "Kau jangan, Starling. Kemarilah. Apa lagi yang kauketahui tentang mobil itu?" Cuma nomor seri dan model. Dan nama satu bekas pemilik, lima tahun lalu." "Oke, begini. Kebanyakan orang membuat kesalahan dengan meneliti catatan registrasi untuk melompat dari satu pemilik ke pemilik berikut. Ini takkan berhasil kalau mobilnya pernah dimutasi ke negara bagian lain. Polisi pun kadangkadang melakukan kesalahan ini. Padahal di komputer hanya ada nomor registrasi dan nomor pening. Kita semua sudah terbiasa memakai nomor pening atau nomor registrasi, bukan nomor seri kendaraan." Suara klik revolver-revolver latih bergagang biru terdengar nyaring di sekeliling mereka, dan Brigham terpaksa bicara lebih keras. "Ada satu cara mudah. R.L. Polk and Company, yang menerbitkan buku telepon untuk berbagai kota— mereka juga mengeluarkan daftar registrasi mobil berdasarkan model dan nomor seri secara urut. Itu satu-satunya tempat. Mereka banyak menerima iklan dari pedagang-pedagang mobil. Kenapa kau terpikir untuk bertanya padaku?" "Anda pernah'bertugas di ICC, jadi mestinya Anda sering melacak mobil. Thanks." "Mau balas jasa? Tingkatkan kekuatan tangan kirimu—setelah itu kita impas." Ketika masuk ke kotak telepon umum pada jam belajar, kedua tangan Starling gemetaran begitu hebat, sehingga catatan yang dibuatnya nyaris tak terbaca. Mobil Raspail sebuah Ford. Di dekat University of Virginia ada dealer Ford yang sudah bertahun-tahun dengan penuh kesabaran berupaya memperpanjang nyawa Ford Pinto milik Starling. Kini, dengan kesabaran yang sama, dealer itu membolak-balik daftar terbitan Polk. Ketika kembali mengangkat gagang, ia melaporkan nama dan alamat orang yang terakhir mendaftarkan mobil Benjamin Raspail. Clarice hebat sekali, Clarice pegang kendali. Jangan bercanda saja. Telepon orang itu di rumahnya di, tunggu dulu, Number Nine Ditch, Arkansas. Jack Crawford takkan mengizinkan aku pergi ke sana, tapi paling tidak harus dapat konfirmasi di mana mobil itu sekarang. Tak ada yang menyahut, dan sekali lagi tak ada yang menyahut. Nada tunggunya berkesan janggal. Starling mencoba menelepon pada malam hari, tapi tetap sia-sia. Pada jam makan siang hari Rabu, seorang pria menerima telepon Starling: "WPOQ Plays the Oldies." "Halo, saya menelepon untuk..." "Saya tidak berminat beli panel alumunium dan saya tidak mau tinggal di Florida, apa lagi yang mau Anda tawarkan?" Starling mengenali logat pedesaan Arkansas dalam ucapan pria itu. Ia pun menguasai logat itu, dan waktunya tidak banyak. "Yessir, saya akan sangat berterima kasih jika Anda bisa membantu saya. Saya ingin bicara dengan Mr. Lomax Bardwell? Ini Clarice Starling." 'Telepon dari wanita yang namanya Starling," pria itu berseru kepada seseorang di rumahnya. "Ada perlu apa dengan Bardwell?" 'Ini kantor perwakilan wilayah Mid-South dari divisi recall Ford. Mr. Bardwell berhak atas perawatan gratis untuk LTD-nya?" ^aya Bardwell. Saya pikir Anda sales yang mau jualan lewat telepon. Saya tidak perlu perawatan gratis, saya perlu mobil baru. Waktu itu saya daj istri saya pas lagi ke Little Rock, ke Southland Mai] di sana." "Yessir." "Nah, pas kami mau pulang, mesinnya jebol. Olinya langsung bocor dan mengalir ke mana-mana, dan truk Orkin yang ada gambar kumbang besar itu? Truknya melindas genangan oli dan langsung meluncur tak terkendali." "Astaga." "Kios untuk bikin pasfoto kilat diterjang sampai hancur berantakan. Orang yang ada di dalamnya keluar seperti orang linglung. Saya buru-buru menahannya supaya tidak melangkah ke tengah jalan.' "Ya ampun. Lalu bagaimana?" "Apanya yang bagaimana?" "Bagaimana dengan mobil Anda?" "Saya telepon Buddy Sipper yang dagang besi tua. dan saya bilang dia boleh mengambilnya untuk lima puluh dolar, asal diangkut sendiri. Saya rasa semua suku cadang yang masih bisa dipakai langsung dibongkarnya." "Anda bisa memberitahukan nomor telepon orang itu, Mr. Bardwell?" "Untuk apa Anda mau telepon Sipper? Kalau ada yang dapat uang dari mobil itu, seharusnya sayalah orangnya." "Saya mengerti, Sir. Saya hanya mengerjakan tugas sampai jam lima, dan saya disuruh melacak mobil itu. Tolong berikan nomor teleponnya." "Buku telepon saya hilang. Sudah lama. Maklum saya sudah tua. Tapi Central pasti tahu nomornya. Katakan saja Sipper Salvage." 'Terima kasih banyak, Mr. Bardwell." Tempat penampungan besi tua yang kemudian dihubungi Starling mengkonfirmasikan bahwa mobil itu sudah dipreteli dan dipres untuk didaur ulang. Petugas yang menerima teleponnya membacakan nomor seri kendaraan tersebut dari buku catatan. Brengsek, Starling mengumpat dalam hati. Jalan buntu. Hadiah Valentine macam apa ini? The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 17 Starling menempelkan kening ke pesawat telepon yang dingin. Ardelia Mapp mengetuk pintu kotak telepon dan menyerahkan segelas jus jeruk. "Terima kasih banyak," ujar Starling, masih dengan logat yang digunakannya tadi. "Aku perlu menelepon satu kali lagi. Kalau masih sempat, kususul ke kafetaria nanti." "Aduh, kau masih juga memakai logat udik itu?" sahut Mapp. "Padahal begitu banyak buku yang tersedia untuk membantumu. Aku sekarang selalu bicara dengan bahasa baku. Kau akan dianggap bodoh kalau bicara seperti tadi." Mapp menutup pintu kotak telepon. Starling merasa perlu memperoleh informasi tambahan dari Lecter. Barangkali Crawford akan mengizinkannya kembali ke rumah sakit jiwa jika ia sudah membuat janji lebih dulu. Starling memutar nomor Dr. Chilton, namun teleponnya diterima oleh sekretarisnya. Dr. Chilton sedang rapat dengan petugas visum dan asisten jaksa," ujar wanita tersebut. "Beliau sudah bicara dengan atasan Anda. Tak ada yang perlu dibahas dengan Anda. Good-bye." Bab Tujuh " T EMANMU Miggs, diamati," ujar Crawford. "Kau sudah menceritakan semuanya, Starling?" Ia menatap Starling dengan pandangan menyelidik yang tak kenal ampun. "Bagaimana dia meninggal?" Starling merasa hampa, dan ia harus mengatasinya. "Menelan lidahnya sendiri, menjelang fajar. Chilton menduga atas saran Lecter. Penjaga yang bertugas malam mendengar Lecter berbisik-bisik kepada Miggs. Lecter tahu banyak tentang dia. Lecter bicara sebentar dengan Miggs. tapi si penjaga tidak mendengar apa yang dikatakannya. Miggs menangis sebentar, lalu terdiam. Kau sudah menceritakan semuanya, Starling?" "Sudah, Sir. Laporan dan memoku berisi seluruh percakapanku dengan Lecter, bahkan bisa dibilang kata demi kata." "Chilton menelepon. Dia mengeluh tentangmu." Crawford menunggu sejenak, dan ia tampak senang karena Starling tidak memberi tanggapan. "Kukatakan j padanya kau bertindak sesuai peraturan. Chilton berusaha mencegah penyelidikan hakhak sipil." "Apakah akan diadakan penyelidikan?" "Tentu, kalau keluarga Miggs menghendakinya. Civil Rights Division akan menangani sekitar delapan ribu kasus tahun ini. Mereka dengan senang akan menambahkan Miggs pada daftar mereka." Crawford mengamati anak didiknya. "Kau tidak apa-apa?" "Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana." "Jangan pikirkan kejadian ini. Lecter melakukannya untuk menghibur diri. Dia tahu dia tidak bisa ditindak, jadi kenapa tidak? Paling-paling Chilton akan mengambil buku-buku dan WC-nya untuk beberapa waktu." Crawford merapatkan tangan dan membandingkan kedua jempol. "Lecter bertanya tentang diriku, bukan?" "Dia tanya apakah Anda sibuk. Kujawab ya." "Hanya itu? Kau tidak menutup-nutupi sesuatu karena takut aku tidak suka?" "Tidak. Semuanya ada dalam laporanku." "Betul tidak ada lagi?" "Aku membuat laporan apa adanya. Anda tidak menyangka aku bertukar gosip supaya dia mau bicara denganku, bukan?" "Tidak." Aku tidak tahu apa-apa mengenai pribadi Anda, dan kalaupun tahu, aku takkan membicarakannya. Kalau Anda meragukanku, sebaiknya masalah ini kita luruskan sekarang juga." "Tidak perlu. Lanjutkan saja." J Anda menduga ada sesuatu, atau..." 'Lanjutkan laporanmu, Starling." "Petunjuk Lecter mengenai mobil Raspail ternyata Untu- Mobil itu dihancurkan empat bulan lalu di Number Nine Ditch, Arkansas, dan dijual untuk didaur ulang. Mungkin ada baiknya kalau aku menemuj Lecter lagi dan bicara langsung dengan dia." "Petunjuk itu sudah diusut sampai tuntas?" "Ya." "Kenapa kau yakin mobil Raspail hanya mobil yang dipakainya sehari-hari?" "Hanya mobil itu yang terdaftar, dia bujangan, aku berasumsi..." "Aha, tunggu dulu!" Telunjuk Crawford langsung menuding. "Kau berasumsi. Kau berasumsi, Starling. Coba lihat." Crawford menuliskan kata assume pada secarik kertas. Beberapa instruktur meniru kebiasaan ini, tapi Starling berlagak tidak tahu apa-apa. "Kalau kau berasumsi saat bertugas, kau akan membuat kau dan aku kelihatan seperti keledai," ujar Crawford sambil menggarisbawahi suku kata ass, w, dan me. Ia menyandarkan badan. "Kau tidak tahu Raspail kolektor mobil?" "Tidak. Apakah mobil-mobil itu masih termasuk harta warisannya?" "Entahlah. Kau sanggup mencari tahu?" "Ya." "Dari mana kau akan mulai?" "Aku akan menghubungi pengacara yang ditunjuk sebagai wali." "Kantornya di Baltimore. Dia keturunan Cina, kalau aku tidak salah," kata Crawford. "Everett Yow," ujar Starling. "Namanya tercantum dalam buku telepon Baltimore." "Kau sudah mempertimbangkan masalah surat perintah untuk menggeledah mobil Raspail?" Nada suara Crawford terkadang mengingatkan Starling pada ulat sok tahu dalam buku Lewis Carroll. Starling tidak berani menyinggung hal itu. "Berhubung Raspail sudah meninggal dan tidak terlibat kejahatan, penggeledahan ini sah jika ada izin dari pengacaranya, dan segala temuan dapat dijadikan barang bukti dalam urusan hukum lain," ia berkata. "Persis," sahut Crawford. "Begini saja: Aku akan memberitahu perwakilan Baltimore bahwa kau akan ke sana. Sabtu besok, Starling. Gunakan waktu liburmu. Dapatkan bukti itu, kalau memang ada." The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 18 Crawford sengaja tidak menoleh ketika Starling pergi. Ia mengambil selembar kertas dari keranjang sampah dan menaruhnya di meja. Pesan pada kertas itu menyangkut istrinya, dan ditulis tangan dengan huruf-huruf indah: O wrangling schools, that search what fire Shall burn this world, had none the wit Unto this knowledge to aspire That this her fever might be it? Aku turut berduka untuk Bella, Jack. Hannibal Lecter Bab Delapan VERETT YOW mengendarai Buick berwarna hitam dengan stiker De Paul University menempel di jendela belakang. Berat badannya membuat mobil itu agak miring ke kiri ketika Clarice Starling mengikutinya keluar Baltimore di tengah guyuran hujan. Hari sudah hampir gelap; waktu Starling sebagai penyelidik sudah hampir habis dan tidak mungkin diperpanjang. Starling melampiaskan ketidaksabarannya dengan mengetuk-ngetuk kemudi seirama gerakan wiper, sementara lalu lintas merayap di Route 301. Yow cerdas, gemuk, dan mempunyai gangguan pernapasan. Starling menaksir usianya sekitar enam puluh. Sejauh ini pengacara tersebut cukup kooperatif. Bukan salah Yow bahwa Starling kehilangan waktu satu hari; ia baru pulang dari perjalanan bisnis ke Chicago selama satu minggu, dan begitu keluar bandara, ia segera menuju kantornya untuk menemui Starling. Menurut Yow, Packard klasik milik Raspail sudah disimpan jauh sebelum kematiannya. Mobil tersebut tidak berlisensi dan belum pernah dijalankan. Yow sendiri baru satu kali melihatnya, tertutup kain di tempat penyimpanan, ketika ia mengkonfirmasikan keberadaan kendaraan itu untuk membuat inventaris harta warisan, tak lama setelah kliennya tewas terbunuh. Jika Penyelidik Starling bersedia "mengungkapkan dengan segera dan secara jujur" semua temuan yang mungkin dapat merugikan almarhum kliennya, ia akan mengantarnya ke tempat penyimpanan mobil itu, demikian dikatakan Yow. Surat perintah tidak diperlukan, dan segala kerepotan yang menyertainya dapat dihindari Starling dapat menggunakan Plymouth bertelepon selular dari pool kendaraan FBI selama satu hari, dan oleh Crawford ia juga telah diberi kartu identitas baru. Kartu itu bertulisan PENYELIDIK FEDERAL— dan masa berlakunya akan habis dalam satu minggu. Tujuan mereka adalah Split City Mini-Storage, sekitar empat mil di luar batas kota. Sementara mobilnya merayap di tengah kemacetan, Starling memakai teleponnya untuk mencari keterangan mengenai tempat penitipan tersebut. Sampai di tempat tujuan, yang memasang tanda berwarna Jingga manyala, SPLIT CITY MINI-STORAGE—YOU KEEP THE KEY, ia telah mengetahui cukup banyak fakta. Split City mempunyai lisensi ekspedisi dari Interstate Commerce Commission, yang dikeluarkan atas nama Bernard Gary. Tiga tahun lalu, Gary nyaris diseret ke pengadilan karena tuduhan menadah barang curian, dan kini lisensinya sudah harus diperpanjang. Yow membelok di bawah tanda itu dan memperlihatkan kuncinya kepada anak muda berseragam di gerbang. Penjaga itu mencatat nomor polisi kendaraan "tereka, membuka gerbang, dan melambai-lambaikan tangan dengan tidak sabar, seakan-akan ada hal lebih penting yang harus dikerjakannya. Split City merupakan tempat suram yang senantiasa diterpa angin. Sama halnya seperti penerbangan hari Minggu dari La Guardia ke Juarez, tempat itu terutama melayani kebutuhan yang berkaitan dengan perceraian. Sebagian besar barang yang disimpan di Split City merupakan milik orang-orang yang gagal membina rumah tangga. Unit-unitnya dipenuhi perabot ruang tamu, perlengkapan makan, kasur bernoda, mainan, dan foto perkawinan yang kandas di tengah jalan. Pihak kepolisian Baltimore County yakin Split City juga menyembunyikan harta benda milik perusahaan-perusahaan yang mengaku bangkrut di pengadilan. Tempat tersebut menyerupai instalasi militer: lahan seluas kurang-lebih lima belas hektar dipenuhi bangunan-bangunan panjang yang disekat dinding tahan api menjadi unit-unit sebesar garasi satu mobil, masing-masing dengan pintu gulung yang dibuka ke atas. Tarif sewanya masuk akal, dan tidak sedikit barang yang sudah bertahun-tahun tersimpan di sini. Keamanannya terjamin. Tempat itu dikelilingi dua lapis pagar tinggi, dan patroli anjing berkeliling dua puluh empat jam sehari. Tumpukan daun basah setebal lima belas senti serta cangkir-cangkir kertas dan "sampah lainnya menempel pada pintu unit 31 yang disewa Raspail-Kedua sisi pintu diamankan dengan gembok kokoh. Pengamanan di sisi kiri ditambah lagi dengan sebuah segel. Everett Yow membungkuk dengan kaku. Starling memegang payung dan senter. "Tampaknya pintu ini belum dibuka lagi sejak saya terakhir ke sini lima tahun lalu," kata Yow. "Segel notaris saya masih utuh. Saat itu saya tidak menduga sanak saudaranya akan begitu rewel, sehingga pembagian harta warisan tertunda demikian lama." Yow mengambil alih payung dan senter, sementara Starling memotret gembok berikut segel. "Mr. Raspail menyewa kantor merangkap studio di kota. Tapi saya sudah menutupnya agar jumlah uang yang diwariskan tidak berkurang untuk membayar sewa," jelas Yow. "Semua perabot dan perlengkapan lalu diangkut kemari dan disimpan bersama mobil Raspail dan barang-barang yang sudah lebih dulu ada di sini.. Waktu itu kami membawa piano, buku-buku dan catatan musik, serta tempat tidur, kalau saya tidak salah." Yow menancapkan anak kunci. "Gemboknya mungkin beku. Yang ini keras sekali." Ia sulit membungkuk dan menarik napas secara bersamaan. Ketika mencoba jongkok, kedua lututnya berderak. Starling merasa lega karena pintu itu diamankan dengan dua gembok American Standard. Gembok tersebut memang tampak kokoh, tapi ia tahu ia bisa membongkar selongsong kuningannya dengan sekrup dan palu yang biasa dipakai untuk mencabut paku. Masalahnya, di mana ia bisa mendapatkan palu dan sekrup? Ia bahkan tak bisa menggunakan segala rong-sokan yang terkumpul di bagasi Ford Pinto-nya. Ia menggeledah tasnya dan menemukan semprotan untuk mencairkan es yang biasa ia pakai pada kunci Pintu mobilnya. Anda mau beristirahat sebentar, Mr. Yow? Anda bisa menghangatkan badan di dalam mobil. Biar saya saja yang mencoba membukanya. Payungnya Anda bawa saja, hujan sudah hampir berhenti." Starling menggeser Plymouth-nya agar sorot lampu depan terarah ke pintu. Kemudian ia mencabut tongkat pengukur oli mesin, meneteskan oli ke lubang kunci kedua gembok, dan menggunakan semprotan antibeku untuk mengencerkan oli. Mr. Yow tersenyum dan mengangguk dari mobilnya. Starling bersyukur bahwa Yow cerdas; ia dapat melaksanakan tugasnya tanpa dipersulit. Hari sudah gelap. Ia merasa kikuk karena tersorot lampu mobil, dan bunyi tali kipas yang longgar seakan-akan menusuk telinganya. Starling tidak lupa mengunci pintu. Mr. Yow memang tampak tidak berbahaya, tapi Starling tidak mau mengambil risiko tergencet pintu. Dengan susah payah ia membuka gembok pertama, lalu beralih ke gembok kedua, yang ternyata lebih mudah dibuka. E The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 19 Pintu gulung itu tetap tak dapat diangkat, walaupun Starling sudah berusaha sampai pandangannya berkunang-kunang. Yow turun untuk membantu, namun akibat gagang pintu yang kecil serta hernia yang dideritanya, bantuannya tidak berpengaruh banyak. "Kita bisa kembali minggu depan, dengan anak saya, atau dengan beberapa pekerja," Mr. Yow mengusulkan. "Saya ingin pulang dulu sekarang." Starling tidak yakin ia dapat kembali ke sini; jauh lebih mudah bagi Crawford untuk mengangkat telepon dan minta perwakilan Baltimore menangani urusan ini. "Mr. Yow, saya akan buru-buru. Anda bawa dongkrak di mobil Anda?"* Dengan dongkrak terpasang di bawah gagang pintu, Starling menggunakan berat badannya untuk menekan kunci ban yang berfungsi sebagai pengungkit. Pintu itu berderit-derit dan naik satu senti. Starling mendapat kesan pintunya melengkung ke atas di bagian tengah. Ia bekerja dengan sabar, sampai dapat menyelipkan ban serep sebagai penahan. Kemudian ia menggunakan dongkrak Mr. Yow dan dongkraknya sendiri di bagian kiri dan kanan pintu, di dekat rel penahan. Kedua dongkrak itu diungkitnya secara bergantian. Pintunya berhasil diangkat sampai setengah meter sebelum akhirnya macet sama sekali dan tak mau bergerak lagi, meskipun Starling telah mengerahkan seluruh berat badannya untuk menekan batang pengungkit. Mr. Yow maju untuk mengintip di bawah pintu bersama Starling. Setiap kali membungkuk, ia hanya sanggup bertahan beberapa detik saja. "Saya mencium bau tikus," komentarnya. "Padahal saya diberitahu di sini digunakan racun tikus. Kalau saya tidak salah, hal itu juga tercantum dalam surat kontrak. Pihak pengelola menjamin takkan ada tikus. Tapi Anda juga mendengar suara mereka, bukan?" "Ya," ujar Starling. Sorot senternya menerangi sejumlah kardus dan sebuah ban besar dengan pinggiran putih di bawah kain penutup. Ban itu kempis. Ia memundurkan mobilnya sampai berkas sinar 'ampu depan menyorot lewat celah di bawah pintu. Kemudian ia mengambil salah satu keset karet. "Anda mau masuk ke situ. Officer Starling?" "Mobilnya harus diperiksa, Mr, Yow." Pengacara itu mengeluarkan saputangan. "Saya sarankan Anda mengikat kaki celana Anda. Untuk mei]_ cegah tikus-tikus menyusup." "Terima kasih atas saran Anda, Sir. Ehm, Mr Yow, seandainya pintu ini tiba-tiba turun, ha ha, atau jika ada kejadian tak terduga lainnya, dapatkah Anda menghubungi nomor ini? Ini nomor telepon perwakilan kami di Baltimore. Mereka tahu saya ada di sini sekarang, dan mereka akan kuatir kalau saya tidak memberi kabar. Anda mengerti, bukan?" "Ya, tentu." Yow menyerahkan kunci Packard kepada Starling. Starling meletakkan keset di aspal basah di depan pintu, lalu berbaring dalam posisi telentang. Tangannya melindungi lensa kamera sambil menggenggam beberapa kantong plastik bening untuk menyimpan barang bukti. Kedua kaki celananya terikat rapat dengan saputangan Yow dan saputangannya sendiri. Hujan gerimis membasahi wajahnya. Ia mencium bau tikus bercampur bau apak. Anehnya, yang terlintas dalam benak Starling justru ungkapan dalam bahasa Latin. Ungkapan itu ditulis di papan tulis oleh instruktur forensiknya pada hari pertama ia mengikuti latihan, dan merupakan semboyan dokter zaman Romawi kuno: Primum non nocere. Pertama-tama, jangan perparah keadaan. Dia tidak bilang apa-apa tentang garasi yang penuh tikus sialan. Dan tiba-tiba terdengar suara ayahnya, yang menegurnya sambil meletakkan tangan di pundak saudara laki-lakinya, "Kalau kau tidak bisa bermain tanpa menjerit, Clarice, lebih baik masuk saja." Starling mengancingkan kerah blusnya, menegakku bahu, lalu menyusup lewat celah di bawah pintu. Ia berada di bawah ekor Packard. Mobil itu diparkir di sisi kiri tempat penyimpanan, nyaris menempel ke dinding. Kardus-kardus tertumpuk tinggi di sisi kanan, memenuhi tempat yang tersisa. Starling menggeliat-aeliut sambil telentang, sampai kepalanya masuk ke celah sempit di antara mobil dan tumpukan kardus. Ia mengarahkan senternya ke atas. Sejumlah besar sarang labah-labah tampak terentang di antara mobil dan kardus-kardus. Satu-satunya labah-labah yang perlu diwaspadai adalah labah-labah brown recluse, dan jenis itu tidak membuat sarang di tempat terbuka, kata Starling dalam hati. Yang lainnya tidak perlu dihiraukan. Di samping spatbor belakang ada tempat untuk berdiri. Starling menggeliat-geliut sampai keluar dari bawah mobil. Wajahnya dekat sekali dengan . ban berpinggiran putih. Ban itu penuh kotoran kering, namun tulisan GOODYEAR DOUBLE EAGLE masih terbaca jelas. Starling berdiri, pelan-pelan agar kepalanya tidak terbentur, sambil melindungi wajah dengan kedua tangan dari sarang labah-labah. Beginikah rasanya memakai cadar? Suara Mr. Yow terdengar, dari luar. "Oke, Officer Starling?" 'Oke," Starling menyahut. Jawabannya disusul bunyi keresek, dan sesuatu di dalam piano membunyikan beberapa nada tinggi. Sorot lampu mobil dari luar menerangi kakinya sampai ke betis. Oh, rupanya Anda sudah menemukan pianonya, Officer Starling," seru Mr. Yow. "Itu bukan saya." "Oh." Mobil itu besar, tinggi, dan panjang. Inventaris Yow mencatatnya sebagai limusin Packard tahun 1933 Mobil itu ditutupi karpet, dengan sisi berbulu menghadap ke bawah. Sorot senter Starling menyapunya. "Anda yang menutup mobil dengan karpet ini, JVIj Yow?" "Dari dulu sudah begitu dan saya tak pernah membukanya," Yow menjawab dari bawah pintu. "Saya tidak tahan karpet berdebu. Raspail yang memasangnya. Saya sekadar memastikan mobilnya memang ada. Orang-orang yang saya sewa hanya menaruh piano di dinding dan menumpukkan kardus-kardus di samping mobil. Kemudian mereka langsung pergi lagi. Mereka dibayar per jam. Kardus-kardus itu berisi lembaran musik dan buku." Karpetnya tebal dan berat. Starling menariknya, dan seketika debu beterbangan. Ia bersin dua kali. Sambil berjinjit ia berhasil melipat karpet sampai ke garis tengah mobil kuno yang tinggi itu. Tirai jendela belakang tertutup. Gagang pintunya berdebu. Starling harus membungkuk di atas kardus-kardus agar dapat mencapainya. Ia mencoba menekan gagang. Terkunci. Tak ada lubang kunci .di pintu belakang. Starling harus menggeser banyak kardus agar dapat mencapai pintu depan, padahal tempatnya terbatas sekali. Ia melihat celah sempit antara tirai dan tiang jendela belakang. Starling kembali membungkuk. Ia merapatkan wajah ke jendela dan mengarahkan sorot senternya ke dalam mobil. Namun yang tampak hanyalah bayangan dirinya sendiri. Baru setelah menghalangi sinar dengan tangan' ia bisa melihat bangku belakang di balik kaca yang berdebu. Sebuah album tergeletak terbuka. Starling melihat sejumlah kartu Valentine tertempel, kartu-kartu lama berhiaskan renda. 'Terima kasih banyak, Dr. Lecter." Napasnya mengusik debu pada ambang jendela dan membuat kacanya berembun. Starling tidak mau menyekanya, sehingga ia terpaksa menunggu. Sesaat kemudian sorot senternya kembali bergerak, menerangi selimut kecil yang tergeletak di lantai, lalu beralih ke sepasang sepatu pria yang penuh debu. Sterling menggeser berkas sinar ke atas. Ia melihat kaus kaki hitam serta ujung celana tuksedo berisi sepasang kaki. Takadayangmasukkesinidalamlimatahunterakhir— tenang, tenang, jangan panik. "Oh, Mr. Yow. Mr. Yow?" "Ya, Officer Starling?" "Mr. Yow, kelihatannya ada orang yang duduk di dalam mobil ini." "Astaga. Saya rasa lebih baik Anda keluar saja, Miss Starling." "Sebentar lagi, Mr. Yow. Kalau Anda bisa bersabar sejenak..." Sekaranglah waktunya untuk berpikir. Ini lebih penting daripada segala omong kosong yang bakal kauceritakan pada bantalmu selama hidupmu. Tarik napas dan kerjakan ini sebaik-baiknya. Jangan sam-Pai ada barang bukti yang rusak. Dan yang lebih Penting lagi, jangan bikin masalah yang tak perlu. Kalau kuhubungi perwakilan Baltimore dan polisi datang ke sini dan ternyata tidak ada apa-apa, tamatlah riwayatku. Aku melihat sesuatu yang kelihatan seperti kaki. Mr. Yow takkan mengajakku kemari kalau dia tahu di sini ada mayat. Starling tersenyum sendiri; ia sudah mulai bisa berpikir jernih Tak seorang pun masuk ke sini sejak kunjungan Yow yang terakhir. Oke, berarti kardus-kardus ini ditaruh setelah The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 20 apa yang ada di dalam mobil. Dan itu berarti kardus-kardusnya bisa kupindahkan tanpa perlu takut mengusik sesuatu yang penting. "Oke, Mr. Yow." "Ya. Apakah kita perlu memanggil polisi, ataukah Anda sanggup menanganinya sendiri, Officer Starling?" "Itu perlu saya selidiki dulu. Tolong tunggu di luar saja." Masalah kardus ternyata tak kalah rumit dari permainan Rubik's Cube. Starling mencoba menggeser kardus sambil mengepit senter, tapi senternya jatuh dua kali, dan akhirnya ia menaruhnya di atas mobil. Ia terpaksa memindahkan kardus ke belakangnya, dan beberapa kotak berisi buku dapat diselipkan ke kolong mobil. Ibu jarinya mendadak perih, entah karena digigit serangga atau karena kemasukan serpihan kayu. Kini ia dapat melihat ke kompartemen pengemudi. Seekor labah-labah telah membuat sarang di antara setir yang besar dan tongkat persneling. Pemisali antara kompartemen depan dan belakang tertutup rapat. Starling menyesal karena lupa meneteskan oli ke kunci Packard sebelum ia menyusup lewat bawah pintu. Tapi ketika ditancapkan, kunci itu ternyata berputar dengan mudah. Karena sempitnya tempat, pintu mobil itu hanya bisa dibuka sepertiga. Pintunya membentur kardus-kardus dengan keras, membuat tikus-tikus berlarian- Dari piano kembali terdengar dentingan nada tinggi, gau bacin bercampur bau bahan kimia menyambut Starling. Bau itu mengingatkannya pada sesuatu, namun ia tak dapat memastikannya. Ia melongok ke dalam, membuka pemisah di belakang tempat duduk pengemudi, dan mengarahkan senternya ke kompartemen belakang. Yang pertama terlihat adalah kemeja formal putih. Cahaya senter Starling segera bergerak ke arah wajah, tapi tidak menemukannya, lalu turun lagi, melewati kancing-kancing yang mengilap, kelepak jas satin, menuju pangkuan dengan ritsleting terbuka, kemudian kembali ke atas, ke dasi kupu-kupu dan kerah yang rapi, tempat ujung leher maneken tampak menyembul. Di atas leher ada benda lain yang hanya sedikit memantulkan cahaya. Sepotong kain, sebuah tudung hitam, di posisi yang seharusnya ditempati kepala, besar, seakan-akan menyelubungi kandang burung nuri. Kain beludru, kata Starling dalam hati. Tudung itu bertengger pada papan kayu lapis yang menjorok ke atas leher maneken dari tempat menaruh barang di belakang tempat duduk. Starling mengambil beberapa foto dari kursi depan. Ia memfokuskan lensa dengan bantuan blitz dan memejamkan mata setiap kali lampu kilat itu menyala. Kemudian ia menegakkan badan di luar mobil. Dalam keadaan basah dan berlepotan sarang labah-labah, ia berdiri di tengah kegelapan, memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Yang jelas, ia tidak akan memanggil agen khusus yang memimpin perwakilan Baltimore untuk memeriksa sebuah maneken dengan ritsleting terbuka" beserta buku berisi kartu Valentine. Setelah memutuskan untuk masuk lewat pintu bela-kang dan mencopot tudung itu, ia tidak memberi kesempatan pada dirinya untuk berubah pikiran. ia menjulurkan tubuh lewat dinding pemisah, membuka kunci pintu belakang, lalu kembali menggeser-geser kardus agar dapat membuka pintu. Rasanya ia menghabiskan waktu banyak untuk pekerjaan sederhana itu. Bau dari kompartemen belakang ternyata jauh lebih keras ketika ia membuka pintu. Ia meraih ke dalam, mengambil album Valentine dengan memegang tepi-tepinya, lalu memasukkannya ke dalam kantong barang bukti di atap mobil. Kemudian ia menggelar kantong lain di bangku belakang. Per mobil itu berderit-derit ketika ia masuk, dan sosok di dalam pun bergeser sedikit ketika ia duduk di sampingnya. Tangan kanan yang terbungkus sarung tangan putih tergelincir dari paha dan merosot ke jok. Starling menyentuhnya dengan ujung jari. Tangan itu keras. Dengan hati-hati ia menurunkan sarung tangan. Pergelangan tangan yang tampak di baliknya terbuat dari bahan sintetis putih. Starling juga melihat tonjolan di balik celana yang sepintas lalu mengingatkannya pada suatu kejadian konyol di high school. Dari bawah jok terdengar terdengar bunyi keresek. Dengan hati-hati Starling menyentuh tudung di hadapannya. Kain itu menutupi sesuatu yang keras dan licin. Ketika Starling meraba pegangan di bagian atas, ia langsung tahu benda apa yang tersembunyi dari pandangannya. Ia tahu ia berhadapan dengan stoples spesimen yang biasa digunakan di laboratorium, dan ia pun tahu apa isinya. Dengan takut namun tanpa ragu ia menarik tudung itu sampai terlepas. Kepala di dalam stoples itu terpenggal rapi di bawah rahang. Wajahnya menghadap Starling. Matanya sudah lama berubah menjadi putih keruh akibat alkohol yang mengawetkannya. Mulutnya terbuka, dan lidah yang menyembul sedikit tampak kelabu. Selama bertahun-tahun alkohol di dalam stoples telah menguap sedikit, demi sedikit sehingga kepala itu kini terletak pada dasar stoples, sementara ubun-ubunnya menyembul dari permukaan. Posisi kepala itu agak miring, dan seakan-akan menatap Starling sambil melongo. Starling memanfaatkan kesempatan itu untuk memantau perasaannya sendiri. Ia gembira. Semangatnya berkobar-kobar. Sejenak terlintas dalam benaknya apakah pantas ia merasa demikian. Namun nyatanya ia tetap dapat berpikir jernih, meskipun sedang duduk di dalam mobil tua bersama sebuah kepala terpenggal dan sejumlah tikus, dan itu membuatnya bangga. "Hmm, Toto," ia berkata, "kita tak lagi di Kansas." Sejak dulu ia ingin mengucapkan kata-kata itu dalam keadaan stres, tapi ucapan itu berkesan dibuat-buat dan ia bersyukur tak ada yang mendengarnya. Ia harus kembali bekerja. Ia menyandarkan punggung dan memandang berkeliling. Segala sesuatu di dalam mobil itu iditata dan diatur oleh seseorang. Bunga-bunga kering menggantung dari vas-vas kristal. Meja limusin itu ditarunkan dan ditutup taplak linen. Di atasnya ada karaf anggur yang berdebu. Seekor labahlabah telah memanfaatkan karaf serta tempat lilin di sebelahnya untuk membuat sarang. Starling berusaha membayangkan Lecter, atau siapa pun, duduk di sini bersama orang yang kepalanya kini menemaninya. Barangkali sambil minum anggur dan melihat-lihat kartu Valentine. Lalu apa lagi? Starling menggeledah sosok di sampingnya untuk mencari kartu identitas. Ia bekerja dengan hati-hati, agar posisi maneken itu tidak banyak berubah, namun tidak menemukan apa pun. Di dalam kantong jas ada sisa kain yang dipotong untuk menyesuaikan panjang pipa celana dengan panjang kaki—setelan jas resmi itu kemungkinan besar masih baru ketika dikenakan pada maneken itu. Starling menyodok-nyodok tonjolan di celana. Terlalu keras, untuk ukuran high school sekalipun, katanya dalam hati. Ia merentangkan ritsleting dan mengarahkan senternya. Di balik ritsleting ia melihat dil-do dari kayu yang dipoles. Ukurannya lumayan besar. Starling bertanya-tanya apakah akhlaknya sudah mulai rusak. Dengan hati-hati ia memutar stoples dan memeriksa bagian belakang dan samping kepala, tapi tidak menemukan luka apa pun. Nama perusahaan pemasok perlengkapan laboratorium tampak tergraver pada permukaan kaca. Ketika kembali mengamati wajah itu, Starling merasa telah belajar sesuatu yang akan membantunya di kemudian hari. Melihat wajah dengan lidah yang telah berubah warna itu ternyata tidak separah bermimpi tentang Miggs yang menelan lidahnya sendiri. Ia yakin ia sanggup menghadapi apa pun, asal ada hal positif yang dapat dikerjakannya. Starling masih muda. *** Dalam waktu sepuluh detik setelah mobil liputan WPIK-TV yang ditumpanginya berhenti dengan rem mencuit-cuit, Jonetta Johnson memasang anting-anting, menyapukan bedak ke wajahnya yang cantik, dan mempelajari situasi. Ia dan kru-nya biasa memantau frekuensi radio kepolisian Baltimore County, dan mereka tiba di Split City mendului mobilmobil patroli. Yang tampak dalam sorot lampu mobil mereka hanyalah Clarice Starling yang berdiri di depan pintu garasi sambil menggenggam senter dan kartu identitas. Rambutnya basah kuyup. Jonetta Johnson langsung mengenalinya sebagai anak bani. Ia turun dari mobil, disusul juru kamera, dan langsung menghampiri Starling. Lampu-lampu sorot segera dinyalakan. Mr. Yow merosot begitu rendah di kursi mobilnya, sehingga hanya topinya yang terlihat dari jendela. "Jonetta Johnson, WPIK news, Anda melaporkan kasus pembunuhan?" The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 21 Penampilan Starling kurang meyakinkan sebagai penegak hukum, dan ia pun menyadarinya. "Saya petugas federal, dan ini tempat kejadian perkara kriminal. Saya harus mengamankannya sampai pihak berwajib Baltimore..." Asisten juru kamera telah menggenggam bagian bawah pintu garasi dan berusaha membukanya. Tahan," ujar Starling. "Saya bicara dengan Anda, Sir- Tahan. Harap mundur. Saya tidak main-main. Bantulah saya di sini." Starling berharap ia mempunyai lencana, seragam, atau apa pun untuk menegakkan wibawanya. "Oke, Harry," kata reporter itu. "Ehm, Officer kami ingin bekerja sama dengan segala cara. Tapi terus terang, kru ini harus dibayar, dan saya perlu tahu apakah ada gunanya mereka disuruh menunggu di sini sampai polisi datang. Barangkali Anda bisa memberitahu saya apakah ada mayat di dalam? Kameranya mati, ini antara kita saja. Kalau memang ada sesuatu, kami akan menunggu. Saya berjanji kami takkan merepotkan Anda. Bagaimana?" "Saya akan menunggu kalau saya jadi Anda," Starling menyahut. "Thanks, Anda takkan menyesal," balas Jonetta Johnson. "Ehm, saya punya informasi mengenai Split City Mini- Storage yang mungkin berguna untuk Anda. Tolong arahkan senter ke clipboard ini." "Mobil liputan WEYE sudah datang, Joney," ujar kru bernama Harry. "'Coba kita lihat, Officer. Ah, ini dia. Dua tahun lalu ada skandal ketika pihak berwenang hendak membuktikan bahwa tempat ini mengangkut dan menyimpan—kalau tidak salah, kembang api?" Jonetta Johnson melirik melewati pundak Starling. Starling membalikkan tubuh dan melihat juru kamera tadi berbaring telentang. Kepala dan pundaknya sudah berada dalam garasi, sementara asistennya berjongkok di sebelahnya, siap mengoperkan kamera mini. "Hei!" seru Starling. Ia berlutut di samping orang itu dan menarik-narik bajunya. "Anda tidak boleh masuk ke situ. Hei! Saya sudah memperingatkan Anda."* Kedua orang itu berusaha menenangkannya. "Kami takkan menyentuh apa pun. Kami profesional, kau tidak perlu kuatir. Polisi toh akan membiarkan kami masuk. Santai saja, Sayang." Sikap mereka membuat Starling naik pitam. Ia bergegas ke dongkrak di sisi pintu dan menggerakkan gagangnya. Pintu garasi langsung turun lima senti, diiringi suara berderit-derit. Starling kembali menggerakkan gagang. Kini bagian bawah pintu telah menempel pada dada si juru kamera. Karena orang itu belum keluar juga, Starling mencabut gagang dongkrak dan menghampiri juru kamera yang membandel. Sejumlah lampu sorot telah dinyalakan, dan dalam cahaya yang terang-benderang Starling menggedor-gedor pintu garasi dengan gagang dongkrak, sehingga si juru kamera dihujani debu dan karat. "Saya minta perhatian Anda," katanya. "Sepertinya pendengaran Anda agak terganggu, ya? Keluar dari situ. Sekarang juga. Kalau tidak, Anda akan ditangkap karena menghalangi petugas hukum." "Hei, tenang saja," ujar asisten juru kamera. Ia meletakkan tangannya pada pundak Starling. Starling langsung membalik. Para wartawan di balik cahaya yang menyilaukan mulai menyerukan pertanyaan, dan di kejauhan terdengar bunyi sirene. Singkirkan tanganmu, Bung, dan mundur." Starling menginjak mata kaki si juru kamera dan memelototi asistennya sambil menggenggam gagang dong-kak* Ia tidak perlu mengangkat tangan untuk mengancam. Kesan yang diberikannya di depan kamera-kamera TV sudah cukup buruk. Bab Sembilan AU-BAUAN di sayap pengamanan maksimum terasa lebih keras dalam suasana remang-remang. Pesawat TV di koridor, yang hidup tanpa suara, memantulkan bayangan Starling pada terali sel Lecter. Starling tak bisa melihatnya dalam kegelapan di balik terali, namun ia tidak minta penjaga menyalakan lampu dari posnya. Seluruh sayap akan terang benderang. Ia tahu kepolisian Baltimore tadi menghidupkan semua lampu sementara mereka membentak-bentak Lecter dan menghujaninya dengan pertanyaan selama berjam-jam. Lecter menolak bicara. Ia malah membuat burung origami yang bisa mematuk-matuk jika ekornya digerakkan naik-turun. Petugas yang memimpin interogasi membuang burung kertas itu di tempat abu rokok di lobi. Dengan geram ia lalu memberi isyarat pada Starling untuk mencoba keberuntungannya. "Dr. Lecter?" Starling mendengar suara napasnya sendiri, juga suara napas dari sel-sel sepanjang koridor, namun dari sel Miggs yang kosong tak terdengar suara apa pun. Keheningan itu seakan-akan mengisapnya. Starling tahu Lecter mengamatinya dari kegelapan- Dua menit berlalu. Kaki dan punggung Starling terasa pegal akibat pergulatannya dengan pintu garasi, dan pakaiannya lembap. Ia duduk bersila di lantai, beralaskan mantelnya, cukup jauh dari terali, dan ia menyibakkan rambutnya yang basah ke belakang agar tidak menempel pada tengkuk. Seorang pengabar Injil tampak melambai-lambaikan tangan pada layar TV di belakangnya. "Dr. Lecter, kita sama-sama tahu apa ini. Mereka pikir Anda bersedia bicara denganku." Hening. Di ujung koridor seseorang menyiulkan Over the Sea to Skye. Setelah lima menit, Starling berkata, "Aneh rasanya, pergi ke sana. Kapan-kapan aku ingin membicarakannya dengan Anda." Starling tersentak ketika baki makanan muncul dari sel Lecter. Di baki itu ada handuk bersih yang masih terlipat. Starling tidak mendengar Lecter bergerak. Ia menatap handuk itu, lalu menggunakannya untuk mengeringkan rambut. "Thanks," katanya. "Kenapa kau tidak bertanya tentang Buffalo Bill?" Suara Lecter terdengar dekat, kira-kira sama tinggi. Rupanya Lecter pun duduk di lantai. "Anda tahu sesuatu mengenai dia?" "Mungkin, kalau aku bisa mempelajari berkasnya." 'Bukan aku yang menangani kasus itu," ujar Starling. 'Kasus ini pun akan diambil darimu, kalau kau sudah selesai dimanfaatkan." "Aku tahu." 'Kau bisa mengusahakan berkas Buffalo Bill. La-Poran dan foto-foto. Aku ingin melihatnya." Yeah, pasti. "Dr. Lecter, Anda yang memulai ini Sekarang tolong Anda ceritakan orang di dalam Packard." "Kau menemukan satu orang utuh? Aneh. Yang kulihat hanya kepala. Kira-kira dari mana sisanya?" "Baiklah. Itu kepala siapa?" "Apa saja yang sudah kauketahui?" "Informasiku terbatas pada hasil penyelidikan awal. Pria, kulit putih, sekitar dua puluh tujuh, giginya ditambal dengan cara Amerika dan Eropa. Siapa dia?" "Pacar Raspail. Raspail, si pemain flute." "Apa latar belakang kematiannya—bagaimana dia tewas?" "Kau selalu bertele-tele seperti ini, Officer Starling?", "Nanti saja kutanyakan ini." B The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 22 "Aku akan membantumu menghemat waktu. Bukan aku pelakunya, tapi Raspail. Raspail menyukai pelaut. Yang ini pelaut Skandinavia bernama Klaus. Raspail tak pernah menyebut nama lengkapnya." Suara Lecter bergerak turun. Barangkali ia berbaring di lantai, pikir Starling. "Klaus semula awak kapal Swedia di San Diego. Raspail mengajar di konservatorium di sana selama musim panas. Dia tergila-gila pada anak muda itu. Klaus melihat, kesempatan baik dan meninggalkan kapalnya. Mereka membeli semacam karavan dan berkeliaran di hutan dalam keadaan telanjang bulat. Raspail menuduh anak muda itu tidak setia, dan dia mencekiknya." "Raspail sendiri yang menceritakan ini?" "Oh ya, dalam pertemuan-pertemuan terapi yang bersifat rahasia. Kukira dia bohong. Raspail suka melebih-lebihkan segala sesuatu. Dia ingin menimbulkan kesan berbahaya dan romantis. Kemungkinan besar orang Swedia itu mati lemas ketika mengadakan hubungan seks yang konyol. Raspail terlalu lemah untuk mencekiknya. Kau melihat sendiri bahwa kepala Klaus dipenggal tepat di bawah rahang, bukan? Tampaknya ini disengaja untuk menghilangkan bekas lilitan tali pada lehernya." "Hmm, begitu." "Impian Raspail mengenai kebahagiaan telah hancur. Dia memasukkan kepala Klaus ke tas boling dan kembali ke daerah Timur." -. "Apa yang dilakukannya dengan sisa tubuhnya?" "Dikubur di perbukitan." "Dia pernah memperlihatkan kepala di mobil itu pada Anda?" - "Oh ya. Setelah berkali-kali mendatangiku untuk terapi, dia merasa bisa menceritakan apa saja padaku. Dia sering mengunjungi Klaus dan memamerkan kartu-kartu Valentine." "Lalu Raspail sendiri... tewas. Kenapa?" "Terus terang, aku akhirnya muak mendengar keluhan-keluhannya. Ini memang yang terbaik baginya. Terapinya tidak menunjukkan kemajuan. Kuharap sebagian besar psikiater mempunyai satu atau dua pasien yang hendak mereka oper padaku. Aku belum pernah membicarakan ini, dan sekarang aku mulai bosan." Dan jamuan makan malam yang Anda adakan bagi para pimpinan orkestra?" Kau tidak pernah didatangi tamu tanpa sempat berbelanja? Mau tak mau kumanfaatkan isi lemari es Clarice. Bolehkah aku memanggilmu Clarice?" "Ya. Dan aku akan memanggil Anda..." "Dr. Lecter—kukira itu yang paling pantas, mengingat usia dan posisimu," Lecter memotong. "Ya." "Bagaimana perasaanmu ketika masuk ke garasi itu?" "Waswas." "Kenapa?" "Tikus dan serangga." "Adakah resep khusus yang kaugunakan untuk membangkitkan keberanianmu?" tanya Dr. Lecter. "Setahuku tidak ada cara yang ampuh, kecuali tekad untuk mencapai tujuan." "Barangkali kau teringat kejadian-kejadian tertentu pada saat seperti itu, baik disengaja maupun tidak?" "Mungkin. Aku tak pernah memperhatikannya." "Hal-hal dari masa kecilmu, barangkali?" "Aku tidak bisa memastikannya." "Bagaimana perasaanmu ketika kau mendapat kabar mengenai bekas tetanggaku, Miggs? Kau belum bertanya tentang itu." "Aku baru mau menanyakannya." "Kau gembira ketika mendengar beritanya?" "Tidak." "Kau sedihi" "Tidak juga. Apakah Anda mempengaruhi dia?" Dr. Lecter tertawa pelan. "Maksudnya, apakah aku mendesak Mr. Miggs untuk melakukan tindak pidana bunuh diri? Jangan mengada-ada. Tapi aku melihat simetri yang menyenangkan dalam tindakannya menelan lidahnya yang lancang. Kau sependapat, bukan?' "Tidak." "Officer Starling, kali ini kau berbohong. Ini pertama kali kau berbohong padaku. Mengutip ucapan Truman, kejadian yang menyedihkan." "Presiden Truman?" "Lupakan saja. Menurutmu, kenapa aku membantumu?" "Entahlah." "Jack Crawford menyukaimu, bukan?" "Aku tidak tahu." "Kurasa itu tidak benar. Apakah kau berharap dia menyukaimu? Coba katakan padaku, apakah kau merasakan dorongan untuk membuatnya suka padamu, dan apakah dorongan itu membuatmu kuatir? Apakah kau cemas karena merasa harus membuat dia senang?" "Semua orang ingin disukai, Dr. Lecter." "Tidak semuanya. Apakah kau merasa Jack Crawford menginginkanmu secara seksual? Aku yakin dia sudah frustrasi berat sekarang. Menurutmu, apakah dia membayangkan... skenario, adegan... sanggama denganmu?" "Aku tak pernah memikirkan hal-hal seperti itu, Dr. Lecter, dan pertanyaan-pertanyaan semacam ini pantasnya dilontarkan oleh Miggs." "Sekarang tidak lagi." "Apakah Anda menyarankan pada Miggs untuk menelan lidahnya?" Lecter tidak menanggapi pertanyaan itu. "Crawford jelas-jelas menyukaimu, dan dia yakin kau mampu," kata Lecter. "Tentunya keunikan situasi lni tidak terlepas dari perhatianmu, Clarice—kau telah memperoleh bantuan dari Crawford dan dariku. Kau mengaku tidak mengetahui alasan Crawford membantu, mu—barangkali kau tahu alasanku?" "Tidak." "Apakah karena aku suka memandangmu dan berharap dapat menyantapmu?" "Itukah alasan Anda?" "Tidak. Aku menginginkan sesuatu yang bisa dj. berikan Crawford, dan aku bersedia mengadakan barter. Tapi dia tidak mau menemuiku. Dia tidak mau minta bantuanku dalam kasus Buffalo Bill, padahal dia tahu itu berarti akan lebih banyak lagi wanita muda yang tewas." "Aku tidak percaya, Dr. Lecter." "Aku menginginkan sesuatu yang sangat sederhana, dan dia bisa mengupayakannya." Lecter memutar tombol pengendali lampu di selnya. Buku-buku dan lukisan-lukisannya sudah tak ada. WC-nya pun dicabut. Chilton telah mengosongkan selnya sebagai hukuman atas kematian Miggs. "Sudah delapan tahun aku berada di ruangan ini, Clarice. Aku tahu aku takkan keluar dari sini selama aku hidup. Yang kuinginkan adalah pemandangan. Aku menginginkan jendela agar bisa melihat pohon, atau bahkan air." "Apakah pengacara Anda pernah mengajukan permohonan..." "Chilton menaruh TV itu di koridor, disetel pada saluran keagamaan. Begitu kau pergi, penjaganya akan mengeraskan suaranya, dan pengacaraku tak bisa mencegahnya, mengingat pandangan pengadilan terhadapku sekarang. Aku ingin dipindahkan ke if' stitusi federal, ingin buku-bukuku dikembalikan, dan ingin pemandangan. Aku berani membayar mahal untuk itu. Crawford sanggup mengusahakannya. Coba tanya dia.' "Aku bisa menyampaikan permintaan Anda padanya-" The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 23 "Permintaanku takkan digubris. Dan Buffalo Bdl akan terus beraksi. Tunggu saja sampai dia mengambil kulit kepala korbannya, dan lihatlah apakah kau suka atau tidak. Hrnmm... aku bisa memberitahukan sesuatu mengenai Buffalo Bill tanpa perlu melihat berkas kasusnya, dan bertahun-tahun dari sekarang, pada waktu dia ditangkap, kalau dia bisa ditangkap, kau akan sadar bahwa aku benar dan seharusnya aku bisa membantu. Seharusnya aku bisa menyelamatkan beberapa nyawa. Clarice?" "Ya?" "Buffalo Bill tinggal di rumah berlantai dua," kata ' Dr. Lecter, lalu memadamkan lampunya. Ia tidak mau bicara lagi. Bab Sepuluh LARICE STARLING bersandar pada meja judi dadu di kasino FBI dan berusaha menyimak kuliah mengenai pemutihan uang lewat perjudian. Tiga puluh enam jam telah berlalu sejak kepolisian Baltimore County mencatat keterangannya (melalui juru tulis yang merokok tanpa henti dan mengetik dengan dua jari: "Coba buka jendela itu kalau asap rokok saya mengganggu Anda.") dan mempersilakannya meninggalkan wilayah hukum mereka, disertai peringatan bahwa pembunuhan bukan tindak pidana federal. Pertengkaran Starling dengan juru kamera TV ditayangkan dalam siaran berita Minggu malam, dan ia yakin ia berada dalam kesulitan besar. Sementara itu, baik Crawford maupun kantor perwakilan Baltimore tidak memberi komentar sedikit pun. Laporan Starling sama sekali tidak ditanggapi. Kasino tempat ia berdiri sekarang berukuran kecil— semula kasino tersebut beroperasi dalam truk kontainer yang terus berpindah-pindah sampai disita FBI dan ditempatkan di akademi sebagai alat bantu belajar. Ruang sempit itu dipenuhi petugas-petugas polisi dari berbagai wilayah hukum; Starling telah menolak taaran tempat duduk dari dua Texas Ranger dan seorang detektif Scotland Yard. Rekan-rekan sekelasnya sedang berada di gedung Academy, sibuk mencari rambut di karpet motel "Sex-Crime Bedroom" dan mengamankan sidik jari di "Anytown Bank." Starling sudah begitu sering terlibat pencarian barang bukti dan sidik jari sebagai Forensic Fellow, sehingga ia disuruh mengikuti kuliah ini, yang merupakan bagian kurikulum siswa tamu. Dalam hati ia bertanya, apakah ada alasan lain ia dipisahkan dari kelasnya: barangkali kita diisolasi dulu sebelum digantung. Sambil bertopang dagu, Starling berusaha memusatkan pikiran pada teknik-teknik pemutihan uang melalui perjudian. Namun yang terlintas dalam benaknya adalah betapa FBI tidak suka melihat agen-agennya muncul di TV, kecuali untuk jumpa pers resmi. Dr. Hannibal Lecter dan media massa bagaikan gula dan semut, dan pihak kepolisian Baltimore pun dengan senang hati memberikan nama Starling kepada para wartawan. Berulang-ulang Starling menyaksikan dirinya dalam siaran-siaran berita Minggu malam. Ada "Starling dari FBI" di Baltimore, yang menggedor-gedor pintu garasi sementara juru kamera berusaha menyusup masuk lewat bawah pintu. Lalu "Agen Federal Starling," yang menyerang asisten juru kamera sambil menggenggam gagang dongkrak. Stasiun TV lain, WPIK, yang tidak memiliki rekaman sendiri, mengumumkan bahwa baik "Starling dari FBI" maupun FBI sendiri akan dituntut karena mata JUl"u kamera itu kemasukan debu dan serpihan-serpihan karat ketika Starling menggebrak pintu. Jonetta Johnson dari WPIK mengungkapkan dalam siaran berita nasional bahwa Starling menemukan kepala terpenggal di dalam garasi tersebut berkat "hubungan khusus dengan seseorang yang oleh pihak berwajib dijuluki... monsterV Tampaknya sudah jelas bahwa WPIK mempunyai sumber di rumah sakit jiwa. KEKASIH FRANKENSTEIN!! demikian judul berita utama National Tattler menghadang para pengunjung toko swalayan yang mengantre di kasa. Pihak FBI tidak memberikan komentar resmi, namun Starling yakin kemunculannya di TV telah menimbulkan perdebatan intern: Pada waktu sarapan, salah satu rekan sekelasnya, seorang pria muda yang memakai Canoe after-shave, menyebut Starling sebagai "Melvin Pelvis," plesetan dari Melvin Purvis, agen FBI nomor satu zaman Hoover di tahun tiga puluhan. Balasan Ardelia Mapp kepada rekan mereka itu membuat wajah si pria pucat pasi, dan ia meninggalkan ruang makan tanpa menyentuh sarapannya. Starling kini mendapati dirinya tak bisa terkejut lagi. Selama sehari-semalam ia serasa diselubungi keheningan, bagaikan penyelam di dasar laut. Ia bertekad akan membela diri, kalau ada kesempatan. Instrukturnya memutar roda rolet sambil bicara, namun tidak menggulirkan bolanya. Starling menatapnya, dan ia yakin orang itu belum pernah membiarkan bolanya bergulir. Instrukturnya sedang mengatakan sesuatu: "Clarice Starling." Kenapa ia berkata "Clarice Starling"? Itu aku. "Ya," Starling menyahut.. Si instruktur memberi isyarat ke arah pintu. Nah, ini dia, Starting berkata dalam hati sambil membalik dengan waswas. Tapi yang melongok dari pintu ternyata Brigham, si instruktur menembak. Ia segera memanggil dengan lambaian tangan ketika Starling melihatnya. Sekilas Starling yakin ia akan dipecat, tapi itu bukan tugas Brigham. "Bersiaplah, Starling. Di mana perlengkapan lapanganmu?" Brigham bertanya setelah mereka berada di koridor. "Di kamarku—Sayap C." Starling terpaksa mempercepat langkahnya agar tidak ketinggalan. Brigham membawa koper berisi peralatan sidik jari—koper yang besar, bukan yang untuk latihan— serta tas kanvas kecil. "Kau ikut Jack Crawford hari ini. Bawa perlengkapan untuk menginap. Bisa jadi kalian akan pulang malam ini juga, tapi bawa sajalah." "Ke mana?" "Rombongan pemburu bebek menemukan mayat di Sungai Elk subuh tadi. Kemungkinan korban Buffalo Bill. Kasusnya sudah ditangani kepolisian setempat, tapi Jack tidak mau menunggu hasil penyidikan mereka." Brigham berhenti di pintu Sayap C. "Dia butuh orang yang bisa mengambil sidik jari mayat terapung. Kau punya pengalaman di lab—kau pasti sanggup, bukan?" "Coba kulihat dulu perlengkapannya." Brigham membuka koper, dan Starling memeriksa isinya. Semuanya ada, kecuali kamera. "Aku perlu Polaroid CU-5 untuk pemotretan skala satu-satu, Mr. Brigham, juga film dan baterai." "Beres." Brigham menyerahkan tas kanvas, dan ketika Starling merasakan berat tas itu, ia langsung mengerti kenapa Brigham yang ditugaskan memanggilnya. C The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 24 "Kau belum punya pistol dinas, bukan?" "Belum." "Kau harus bawa senjata lengkap. Perlengkapan ini sama seperti yang kaugunakan di lapangan tembak. Pistolnya milikku. Modelnya sama seperti yang kau-pakai berlatih, tapi gerak picunya sudah dibuat lebih lancar. Coba kautarik-tarik picunya tanpa peluru di kamarmu nanti malam, kalau ada waktu. Kutunggu di mobil di belakang Sayap C dalam sepuluh menit, sekalian dengan kameranya. Dan satu lagi, di Blue Canoe tidak ada WC, jadi sebaiknya kau ke kamar kecil dulu. Cepatlah." Starling hendak menanyakan sesuatu, tapi Brigham sudah membalik dan pergi. Pasti Buffalo Bill, kalau Crawford sendiri yang berangkat, kata Starling dalam hati. Apa yang dimaksud Brigham dengan Blue Canoe? Tapi jangan pikirkan hal-hal lain kalau sedang berkemas. Starling berkemas dengan cepat dan rapi. "Apakah...?" "Tenang saja," Brigham memotong ketika Starling masuk ke mobil. "Gagangnya memang membayang di balik jaketmu, tapi untuk sementara cukuplah." Starling memakai sarung pistol yang menempel pada rusuk, sementara sebuah speedloader menggantung pada ikat pinggangnya. grigham mengarahkan mobil ke landasan pacu Quantico. Ia mengemudi dengan kecepatan tepat pada batas maksimum. Ia berdeham. "Ada satu.hal yang perlu kauketahui tentang tugas lapangan, Starling. Di luar sana kau tidak perlu memikirkan urusan politik." "Oh?" "Tindakanmu mengamankan garasi di Baltimore itu sudah tepat. Kau kuatir soal liputan TV?" "Perlukah aku kuatir?" "Ini antara kita saja, ya?" "Oke." Brigham membalas salam marinir yang sedang mengatur lalu lintas. "Dengan mengajakmu hari ini, Jack terang-terangan menunjukkan dia percaya pada kemampuanmu," kata Brigham. "Siapa tahu ada orang di Office of Professional Responsibility yang sedang tidak enak perut. Mengerti maksudku?" "Hmmm." "Crawford tak pernah menelantarkan anak buah. Dia sudah bicara dengan orang-orang di atas, dan dia menegaskan bahwa kau memang harus mengamankan tempat itu. Dia membiarkanmu bergerak telanjang—tanpa atribut kedinasan, dan itu pun sudah dikatakannya. Kepolisian Baltimore juga agak lamban datang ke lokasi. Selain itu, Crawford butuh bantuan hari ini, dan dia harus menunggu paling tidak satu Jam sebelum Jimmy Price bisa mengirim orang dari 'ab. Jadi, inilah kesempatanmu, Starling. Tapi asal tahu saja, mayat terapung bukan pekerjaan mudah, fei bukan hukuman untukmu, tapi orang luar bisa saja mengartikannya begitu, kalau mereka mau. Beginj Crawford selalu punya pertimbangan tersendiri kalau bertindak, tapi dia tidak suka memberi penjelasan panjang-lebar, itulah sebabnya aku yang memberitahu mu. Kalau kau mau bekerja sama dengan Crawford kau harus tahu betul siapa dia." "Aku belum seberapa kenal dengannya." "Dia sedang banyak pikiran, selain Buffalo Bill. Istrinya, Bella, sakit keras- Dia... tidak mungkin sembuh. Crawford merawatnya di rumah. Kalau bukan karena Buffalo Bill, dia pasti sudah minta cuti." "Aku baru tahu." "Memang tidak dibicarakan. Jangan katakan padanya bahwa kau turut prihatin atau sebagainya. itu tidak membantu... mereka sempat hidup bahagia." "Terima kasih Anda memberitahuku." Wajah Brigham kembali cerah ketika mereka tiba di landasan. "Ada beberapa hal penting yang akan kukatakan pada akhir kursus menembak, Starling. Usahakan kau bisa hadir." Ia mengambil jalan pintas di antara dua hanggar. "Oke." "Keterampilan yang kuajarkan kemungkinan besar takkan pernah terpakai di lapangan. Aku berharap kau takkan perlu menggunakannya. Tapi kau punya bakat, Starling. Kalau terpaksa menembak, kau bisa menembak. Lakukanlah latihanmu dengan sebaik-baiknya." "Oke." "Jangan sekali-sekali simpan pistol di dalam tas." "Oke." "Berlatihlah di kamar sebelum tidur. Simpan pistolnya di tempat yang mudah dijangkau." "Akan kulakukan." pesawat Beechcraft tua bermesin ganda menunggu apron. Pintunya terbuka dan lampu di kedua ujung yap berkedapkedip. Sebelah baling-baling berputar kencang, menyabet-nyabet rumput di sisi landasan. "Ini yang Anda maksud dengan Blue Canoe?" tanya Starling. "Yap." "Kelihatannya agak kecil dan tua." "Memang tua," ujar Brigham riang. "Pesawat ini disita Drug Enforcement waktu jatuh di 'Glades' bertahun-tahun lalu. Tapi sekarang kondisinya sudah prima lagi. Moga-moga Gramm dan Rudman takkan tahu kita memakainya—seharusnya kita naik bus." Ia berhenti di samping pesawat dan mengambil bagasi Starling dari bangku belakang. Lalu ia menyerahkan tas itu dan sekaligus bersalaman. Dan kemudian, tanpa sengaja, Brigham berkata, "Semoga Tuhan melindungimu, Starling." Kata-kata itu terasa janggal bagi lidah marinirnya. Ia sendiri tidak tahu kenapa ia berkata demikian, dan wajahnya mendadak terasa panas. "Thanks... thanks, Mr. Brigham." Crawford sudah duduk di kursi kopilot. Ia telah membuka jas dan memakai kacamata hitam. Ia berpaling pada Starling ketika mendengar pilot menutup pintu. Starling tak dapat melihat mata di balik kacamata hitam itu, dan ia seperti berhadapan dengan orang asing. Crawford tampak pucat dan keras, bagaikan akar yang harus didorong dengan buldoser. "Duduk dan bacalah," ia berkata singkat. Di kursi di belakangnya ada berkas kasus tebal. Sampulnya bertulisan BUFFALO BILL. Staring menggenggamnya erat-erat ketika Blue Canoe berderit dan bergetar dan mulai menggelinding. Bab Sebelas epi landasan tampak kabur, lalu tertinggal di bawah. Di sebelah timur, Teluk Chesapeake terlihat bermandikan cahaya matahari pagi ketika pesawat kecil itu membelok. Clarice Starling melihat gedung Academy serta pangkalan marinir yang mengelilinginya di Quantico. Sejumlah pasukan marinir tampak berlari-lari di lapangan latihan. Beginilah pemandangan dari atas. Suatu malam, seusai latihan menembak, ketika Starling berjalan seorang diri sambil merenung di Hogan's Alley yang telah sepi, ia mendengar gemuruh pesawat terbang di atasnya dan kemudian, dalam keheningan yang menyusul, suara-suara berseru-seru di langit T The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 25 yang gelap—pasukan para yang sedang berlatih terjun ma'am, saling memanggil sambil meluncur dalam kejapan. Dalam hati ia bertanya, bagaimana rasanya, menunggu aba-aba di pintu pesawat, bagaimana rasa-nya menerjang kegelapan pekat. Barangkali seperti inilah rasanya. Starling membuka berkas di pangkuannya. Buffalo Bill diketahui telah membunuh lima kali. Paling tidak lima kali, dan mungkin lebih. Dalam se puluh bulan terakhir ia telah menculik seorang wanit^ membunuhnya, lalu mengulitinya. (Mata Starling Se gera beralih ke tes histamin bebas pada laporan autopsi, yang mengkonfirmasikan bahwa korban dibunuh lebih dulu sebelum Buffalo Bill melanjutkan aksinya.) Masing-masing mayat dibuang di sungai yang berbeda-beda, di sebelah hulu jembatan jalan raya antar negara bagian, di negara bagian yang berbeda-beda pula. Semua orang tahu Buffalo Bill selalu berpindah tempat. Tapi selain itu tak ada lagi yang diketahui pihak berwajib, kecuali bahwa ia memiliki paling tidak satu senjata api, kemungkinan revolver Colt atau tiruannya. Penyelidikan terhadap selongsong-selongsong kosong yang ditemukan menunjukkan ia lebih menyukai peluru .38 Special daripada peluru .357 yang lebih panjang. Aliran sungai tidak meninggalkan sidik jari, rambut, maupun serat kain. Hampir dapat dipastikan ia pria kulit putih: kulit putih karena pembunuh berantai pada umumnya memilih korban dari kelompok etnik sendiri dan semua korban berkulit putih; pria karena di zaman kita nyaris tak pernah ada wanita yang menjadi pembunuh berantai. Dua kolumnis suatu harian besar mengambil judul berita dalam sajak e.e. cummings berjudul "Buffalo Bill": ...HOW DO YOU LIKE YOUR BLUEEYED BOY MISTER DEATH. Seseorang, mungkin Crawford, telah menempelku" kutipan tersebut pada sisi sebelah dalam sampul berkas kasus itu. Tak ada korelasi nyata antara tempat Bill menculik para wanita muda dan tempat ia membuang mayat-mayat mereka. pari kasus-kasus di mana mayat ditemukan cukup cepat sehingga waktu kematian dapat ditaksir secara akurat, pihak kepolisian mengetahui satu hal lagi: gill tidak langsung membunuh korbankorbannya, melainkan membiarkan mereka hidup selama beberapa saat. Para korban baru tewas antara satu minggu sampai sepuluh hari setelah mereka diculik. Itu berarti Bill mempunyai tempat untuk menawan mereka serta tempat untuk beraksi tanpa terganggu. Dan ini berarti ia bukan pengembara. Ia lebih tepat dikatakan pemangsa yang bersembunyi di tempat aman. Entah di mana. Itulah yang paling mengerikan bagi masyarakat umum—kebiasaan Bill menawan para korbannya dalam keadaan hidup selama seminggu atau lebih, sementara mereka tahu mereka akan dibunuh. Dua korban mati digantung, tiga ditembak. Tak ada petunjuk mengenai pemerkosaan atau penganiayaan fisik sebelum mereka tewas, dan laporan-laporan autopsi pun tidak menyebutkan "kerusakan khusus pada alat kelamin", meskipun para ahli patologi berpendapat hal seperti itu sukar ditentukan pada jenazah yang sudah mulai rusak. Semua korban ditemukan dalam keadaan telanjang. Dalam dua kasus, baju luar korban ditemukan di tepi jalan di dekat rumah masing-masing, terbelah di punggung bagaikan baju untuk pemakaman. Ekspresi Starling tidak berubah ketika mengamati fcto-foto yang terlampir. Dari segi penampilan fisik, mayat yang sempat terapung di air paling menung ketahanan mental. Kondisinya sungguh menyedihkan seperti lazimnya korban pembunuhan di luar ruangan Martabat korban yang terinjak-injak menimbulkan kemarahan yang harus dipendam agar penyidikan ber-jalan lancar. Pada kasus-kasus pembunuhan di dalam rumah sering kali ditemui petunjuk-petunjuk mengenai tingkah laku korban yang tidak menyenangkan, dan para korban sang korban—istri yang babak belur, anak-anak yang dianiaya—berkerumun dan berbisik-bisik bahwa korban telaH mendapat ganjaran setimpal atas perbuatannya, dan sering kali memang demikian halnya. Namun tak seorang pun patut mengalami nasib seperti para korban Buffalo Bill. Kulit mereka pun tak utuh lagi ketika mereka tergeletak di tepi sungai, di antara kaleng-kaleng oli dan sampah lainnya. Wajah para korban yang ditemukan saat cuaca dingin pada umumnya masih dapat dikenali. Starling sadar mereka tampak meringis bukan karena menahan sakit, melainkan karena digerogoti ikan dan bulus yang mencari makan. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 26 Ia takkan seberapa terusik oleh foto-foto itu kalau saja udara di kabin tidak begitu pengap dan kalau saja pesawatnya tidak oleng karena sebelah baling-balingnya lebih "menggigit", dan kalau saja matahari tidak begitu terik menusuk-nusuk. Buffalo Bill bisa diringkus. Starling berpegang pada keyakinan tersebut agar dapat duduk tenang kabin pesawat yang semakin lama terasa semak-sempit, dengan setumpuk informasi mengerikan di granny a. Ia bisa membantu menghentikan orang Kemudian mereka bisa memasukkan berkas kasus jjjj ke dalam laci arsip dan melupakannya. Ia menatap bagian belakang kepala Crawford. Kalau hendak memburu Buffalo Bill, ia berada bersama orang yang tepat. Crawford telah berhasil melacak tiga pembunuh berantai, namun bukan tanpa korban. Will Graham, pemburu paling hebat yang pernah bertugas di bawah Crawford, merupakan legenda di Academy; kini ia menjadi pemabuk di Florida, dengan wajah yang membuat orang enggan memandangnya, demikian kabar burung yang didengar Starling. Barangkali Crawford sadar diperhatikan dari belakang. Ia bangkit dari tempat duduknya. Si pilot menyesuaikan posisi kemudi untuk menyeimbangkan pesawat ketika Crawford pindah ke belakang dan duduk di samping Starling. Crawford melepaskan kacamata hitamnya menggantinya dengan kacamata bifokal, dan Starling langsung merasa kembali mengenalnya. "Aku kepanasan, kau kepanasan?" tanya Crawford. "Bobby, di sini terlalu panas," serunya kepada pilot di depan. Bobby memutar tombol, dan seketika udara dingin mengalir. Embusannya di kabin yang lembap menghasilkan beberapa butir salju yang kemudian menempel di rambut Starling. Lalu Jack Crawford mulai berburu. Matanya menyerupai langit musim dingin yang cerah. Ia membuka peta Amerika Serikat bagian Tengah dan Timur yang terlampir pada berkas kasus. Lokasi masing-masing korban ditemukan telah ditandai dengan titik-titik: yang tampak tersebar secara acak, saling berjauhan. Crawford mengambil bolpoin dari kantong dan menandai lokasi terbaru, tujuan mereka. "Sungai Elk, enam mil dari U.S. 79," katanya, "Kali ini kita beruntung. Mayatnya tersangkut tali pancingan. Polisi setempat menduga mayat itu belum lama dibuang. Mereka membawanya ke Potter, ibu kota COUNTY. Aku ingin secepatnya mengidentifikasi korban, agar kita bisa mencari orang-orang yang mungkin menyaksikan penculikan. Sidik jarinya akan kita kirim lewat saluran darat." Crawford mengangkat dagu dan menatap Starling. "Jimmy Price bilang kau mampu menangani mayat terapung." "Sebenarnya, aku belum pernah menangani mayat terapung utuh," sahut Starling. "Aku sekadar mengambil sidik jari dari tangan-tangan yang diterima Mr. Price lewat pos setiap hari. Tapi cukup banyak di antaranya berasal dari mayat terapung." Orang-orang yang belum pernah bertugas di bawah pengawasan Jimmy Price cenderung menganggapnya orang tua yang suka menggerutu, namun pada dasarnya baik hati. Tapi sesungguhnya, Jimmy Price memang bertabiat buruk. Ia penyelia Latent Prints di lab Washington, dan Starling sempat bekerja di bawah bimbingannya sebagai Forensic Fellow. "Si Jimmy," kata Crawford sambil tersenyum sendiri. "Apa sebutan untuk pekerjaannya?" "Posisi itu disebut 'lab wretch'. Ada juga yang menyebutnya Tgor'—itu yang tertulis pada celemek karet yang harus kita pakai." "Ya, itu dia." "Kita disuruh membayangkan bahwa kita sedang membedah katak." »Hmm, begitu...." "Lalu kita diberi paket dari UPS. Semuanya ikut penonton, bahkan ada yang buru-buru kembali dari rehat kopi—mereka berharap kita muntah. Aku sanggup mengambil sidik jari mayat terapung. Malahan..." "Oke, sekarang coba lihat ini. Korban pertama yang kita ketahui ditemukan di Sungai Blackwater di Missouri, di pinggiran Lone Jack, bulan Juni lalu. Korban bernama Bimmel, dilaporkan hilang di Belvedere, Ohio, tanggal 15 April, dua bulan sebelumnya. Tidak banyak petunjuk yang berhasil kita peroleh— kita butuh waktu tiga bulan sekadar untuk mengidentifikasi dia. Korban berikut diculik di Chicago pada minggu ketiga bulan April. Dia ditemukan di sungai The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 27 Wabash di pusat kota Lafayette, Indiana, hanya sepuluh hari setelah dia diculik, sehingga kita masih sempat memastikan apa yang terjadi dengannya. Kemudian ada wanita kulit putih, awal dua puluhan, dibuang ke sungai Rolling Fork di dekat 1-65, sekitar tiga puluh delapan mil sebelah selatan Louisville, Kentucky. Sampai sekarang dia belum diidentifikasi. Lalu korban yang bernama Varner. Dia diculik di Evansville, Indiana, dan dibuang ke sungai Embarras di dekat Interstate 70 di bagian timur Illinois. Setelah itu si pembunuh berpindah ke Selatan dan membuang satu korban ke sungai Conasauga di Damascus, Georgia, tidak jauh dari Interstate 75. Namanya Kittridge—ini foto wisudanya. Si pembunuh luar biasa mujur—sampai sekarang belum pernah ada saksi yang melihatnya menculik korban-korbannya. Kita belum melihat pola tertentu, kecuali bahwa semua korban Uang di dekat jalan raya antarnegara bagian." "Kalau jalur-jalur berlalu lintas paling padat dilacaL mundur dari tempat-tempat dia membuang korbannya apakah ada titik temunya?" "Tidak." "Bagaimana kalau kita... MENGANDAIKAN... bahwa dia membuang korban dan menculik yang berikut dengan sekali jalan?" tanya Starling. Ia sengaja tidak menggunakan kata ASUMSI yang terlarang. "Korban pertama tentu dibuang dulu, bukan, sebab siapa tahu ada masalah dengan penculikan berikut? Jadi, kalaupun tertangkap basah, dia hanya bisa dikenakan tuduhan penyerangan karena tak ada mayat di mobilnya. Nah, bagaimana kalau kita tarik garis penghubung dari masing-masing lokasi penculikan ke lokasi pembuangan sebelumnya?" "Ide bagus, tapi dia juga berpikir ke situ. Kalaupun dia MENGERJAKAN kedua hal itu dengan sekali jalan, maka dia berputar-putar dulu. Kita sudah mengadakan simulasi komputer, mula-mula dengan menganggap dia bergerak ke barat lewat jalur-jalur Interstate, lalu sebaliknya. Kita juga sudah mencoba berbagai kombinasi berdasarkan perkiraan tanggal masing-masing penculikan dan pembuangan. Datanya dimasukkan ke komputer dan hasilnya cuma asap. Komputer kita berkesimpulan dia tinggal di daerah Timur. Dia tidak mengikuti siklus peredaran bulan. Tak ada korelasi dengan konvensi-konvensi di kota-kota yang bersangkutan. Dia cerdik, Starling." "Dan terlalu berhati-hati untuk orang yang tidak memedulikan nyawanya sendiri." Crawford mengangguk. "Ya, terlalu berhati-ha°' Dia sudah tahu cara mengadakan hubungan yan» bermakna, dan dia ingin terus menikmatinya. Kukira clia takkan berbuat nekat." Crawford menuang air dari termos dan memberikannya pada pilot mereka. Setelah memberikan segelas pada Starling, ia mencampurkan Alka-Seltzer untuk dirinya sendiri. Perut Starling serasa diaduk-aduk ketika pesawat mereka mulai turun. "Ada beberapa hal, Starling. Aku mengandalkanmu untuk urusan forensik, tapi aku butuh lebih dari itu. Kau tidak banyak bicara, dan itu tidak apa-apa, aku pun begitu. Tapi jangan pernah beranggapan kau harus punya fakta baru dulu sebelum bisa membicarakan sesuatu. Jangan ragu-ragu menanyakan apa pun.. Kau akan melihat hal-hal yang luput dari perhatianku dan aku ingin tahu semuanya. Barangkah kau memang berbakat. Dan inilah kesempatan untuk membuktikannya." Dalam hati Starling bertanya sudah berapa lama -Crawford berniat melibatkannya dalam kasus ini, sudah berapa lama ia memupuk hasrat Starling untuk membuktikan kemampuan. Crawford memang pemimpin yang pandai menangani anak buah. "Kalau kau cukup lama memikirkan dia dan melihat tempat-tempat yang didatanginya, kau akan mengembangkan indra keenam tentang dia," Crawford melanjutkan. "Percaya atau tidak, pada saat-saat tertentu kau bahkan tidak membencinya. Lalu, kalau kau beruntung, dari segala sesuatu yang telah kauketahui ada satu hal yang tiba-tiba menarik perhatianmu. Segera beritahu aku kalau itu terjadi, Starling. Tanpa campur tangan pihak luar pun, kejahatan seperti ini sudah cukup membingungkan. Jangan gugup karena serombongan petugas polisi. Bukalah matamu Dengarkan bisikan hati nuranimu. Pisahkan kejahatan ini dari semua yang terjadi di sekelilingmu. Jangan paksakan pola tertentu pada orang ini. Amati semuanya dengan pikiran terbuka, dan biarkan dia yang menunjukkannya. "Satu hal lagi: penyelidikan seperti ini tak ubahnya kebun binatang. Kita akan bekerja di berbagai wilayah hukum, dan beberapa di antaranya dipimpin oleh orang-orang yang tidak kompeten. Kita harus pandai-pandai membawa diri, agar mereka mau bekerja sama. Sekarang ini kita ke Potter, West Virginia. Aku tidak tahu seperti apa orang-orang yang akan kita temui di sana. Mungkin saja takkan ada masalah, tapi mungkin juga kita akan disambut seperti petugas pajak." Pilot di depan melepaskan EARPHONE dan menoleh sedikit. "Kita sudah siap mendarat, Jack. Kau tetap di belakang?" "Yeah," jawab Crawford. "Selamat bertugas, Starling." Bab Dua Belas The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 28 Potter funeral home menempati rumah paling besar di Potter Street di Potter, West Virginia, dan sekaligus berfungsi sebagai kamar mayat untuk Rankin County. Posisi petugas visum et repertum dipegang oleh seorang dokter umum bernama Dr. Akin. Jika ia menilai kematiaa .seseorang patut dipertanyakan, maka mayat bersangkutan dikirim ke Claxton Regional Medical Centre di county tetangga, di mana terdapat ahli patologi. Clarice Starling duduk di bangku belakang mobil patroli yang menjemput mereka di lapangan terbang. Ia terpaksa merapat ke kisi-kisi pemisah agar dapat mendengar suara deputi yang sedang memberi penjelasan kepada Jack Crawford sambil menyetir. Sebuah upacara pemakaman sudah siap dilangsungkan di Potter Funeral Home. Orang-orang yang hendak melayat, masing-masing dengan pakaian terbaik mereka, membentuk antrean tertib dari pintu sampai ke trotoar. Di pelataran parkir pribadi di belakang gedung itu, tempat mobil jenazah menunggu, ada dua deputi muda dan satu deputi tua yang berdiri di bawah pohon elm bersama dua polisi negara bagian. Udara tidak terlalu dingin, sehingga embusan napas mereka tidak berembun. Starling mengamati para petugas itu ketika mobil patroli yang ditumpanginya membelok ke pelataran parkir, dan saat itu juga ia tahu latar belakang orang-orang tersebut. Ia tahu mereka tinggal di rumahrumah yang mempunyai kabinet berlaci sebagai pengganti lemari pakaian, dan ia pun dapat membayangkan isi kabinet-kabinet itu. Ia tahu orang-orang itu mempunyai saudara yang menggantungkan baju pada dinding karavan yang mereka diami. Ia tahu bahwa deputi tua itu menghabiskan masa kecilnya di rumah dengan pompa air di serambi depan dan dulu menuju halte bus sekolah dengan menenteng sepatu agar tidak kotor terkena lumpur, persis seperti yang dilakukan ayahnya sendiri. Ia tahu mereka membawa makan siang dalam kantong-kantong kertas penuh noda minyak karena telah digunakan berulang-ulang, dan bahwa kantong-kantong kertas itu dilipat lagi setelah makan siang dan diselipkan ke kantong belakang celana -jeans masing-masing. Starling ragu apakah Jack Crawford mengenal dunia orang-orang itu. Sisi dalam pintu belakang mobil patroli tidak dilengkapi gagang. Hal ini diketahui Starling ketika Crawford dan penjemput mereka turun dan mulai menuju bagian belakang rumah mayat. Ia terpaksa menggedor-gedor kaca sampai salah satu deputi di bawah pohon melihatnya, dan si pengemudi tergopoh-gopoh kembali dan membukakan pintu dengan wajah merah padam. Ketiga deputi memperhatikannya sambil melirik ketika ia berjalan melewati mereka. Salah seorang menyapa dengan, "Ma'am." Starling mengangguk singkat dan tersenyum sekadarnya, lalu menyusul Crawford ke serambi belakang. Setelah Starling cukup jauh, salah satu deputi muda, seorang pengantin baru, menggaruk-garuk dagu dan berkomentar, "Dia tidak secantik yang dia pikir." "Hmm, kalaupun dia menganggap dirinya cantik minta ampun, aku terpaksa mendukungnya," sahut rekannya yang sebaya. "Aku takkan keberatan berkencan dengan dia." "Aku mendingan makan semangka, meskipun udara lagi dingin," gumam si deputi tua. Crawford sedang bicara dengan chief deputy, seorang pria kecil yang kaku, dengan kacamata berbingkai tipis dan sepatu bot berpinggiran elastis yang tercantum dengan nama "Romeos" dalam katalog-katalog. Mereka sudah pindah ke koridor belakang yang remang-remang, tempat sebuah mesin Coke berdengung dan berbagai barang dirapatkan ke dinding—mesin jahit, sepeda roda tiga, segulung rumput tiruan, serta tenda kanvas bermotif garis yang terlilit pada tiang-tiangnya. Di dinding ada gambar Saint Cecilia pada keyboard. Rambutnya dikepang mengelilingi kepala, dan keyboard-nya bertaburan mawar. "Terima kasih atas pemberitahuan Anda yang begitu cePat, Sheriff," ujar Crawford. Si chief deputy tidak meladeni basa-basi itu. Bukan kami yang menghubungi Anda, tapi orang dari kejaksaan," katanya. "Sheriff Perkins sedang mengikuti tur ke Hawaii bersama Mrs. Perkins. Saya sempat interlokal ke sana jam delapan tadi pagj berarti jam tiga dini hari waktu Hawaii. Dia akan menghubungi saya lagi hari ini, tapi dia berpesan bahwa Tugas Nomor Satu adalah mencari tahu apakah korban warga sini. Bisa jadi kami sekadar terkena getah perbuatan orang luar. Kami pernah mendapatkan mayat yang dibawa dari Phenix City, Alabama." "Di sinilah kami bisa membantu Anda, Sheriff Kalau..." "Saya sudah menghubungi markas komando polisi negara bagian di Charleston. Komandannya akan mengirim beberapa petugas dari Criminal Investigation Section, atau lebih umum dikenal sebagai CIS. Mereka akan memberikan segala bantuan yang kami perlukan." Koridor mulai dipenuhi deputi dan polisi. "Saya minta Anda bersabar dulu. Kami bukannya tidak mau bekerja sama, tapi untuk sementara..." "Sheriff, dalam kejahatan seks seperti ini, ada beberapa aspek yang lebih mudah dibahas di antara kita berdua saja, sebagai sesama pria, Anda mengerti maksud saya, bukan?" Crawford berkata sambil menyinggung kehadiran Starling dengan gerakan dagu. Ia menggiring lawan bicaranya ke salah satu ruang kerja dan menutup pintu. Starling terpaksa memendam kegusarannya di hadapan para deputi. Sambil menger-takkan gigi, ia menatap Saint Cecilia dan membalas senyum orang suci itu sambil menguping pembicaraan di balik pintu. Ia mendengar suara-suara bernada sengit, lalu penggalanpenggalan percakapan telepon-Tak sampai empat menit kemudian, Crawford dan si chief deputy sudah keluar lagi. Si chief deputy pasang tampang kencang. "Oscaf' panggil Dr. Akin. Seharusnya dia memang ikut upacara, tapi rasanya mereka belum mulai. Beritahu dia ada telepon dari Claxton." Dr. Akin, petugas visum setempat, memasuki ruang kerja yang sempit. Ia berdiri dengan sebelah kaki diangkat ke atas kursi dan berbicara sebentar dengan ahli patologi di Claxton. Kemudian ia memberi lampu hijau kepada Crawford. Jadi, di ruang pembalseman dengan wallpaper bermotif mawar dan langit-langit tinggi itulah Clarice Starling untuk pertama kali menghadapi secara langsung bukti perbuatan Buffalo Bill. Kantong jenazah berwarna hijau terang yang tertutup rapat merupakan satu-satunya benda modern di ruangan tersebut. Kantong itu terbaring di meja pembalseman kuno, dan tercermin pada pintu kaca The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 29 lemari-lemari berisi berbagai perlengkapan dan peralatan. Crawford kembali ke mobil untuk mengambil transmiter sidik jari, sementara Starling membongkar peralatannya di tempat cuci tangan yang menempel di dinding. Terlalu banyak orang di dalam ruangan itu. Beberapa deputi, si chief deputy, semuanya ikut masuk dan sepertinya tidak berniat meninggalkan tempat tersebut. Ini tidak benar. Kenapa Crawford tidak mengusir mereka? Dr. Akin menyalakan kipas angin yang besar dan berdebu. Clarice Starling masih berdiri di tempat cuci tangan. Ia kini membutuhkan pegangan baru untuk membang-titkan keberaniannya. Ia teringat sesuatu, dan kenang-811 itu terasa membantu namun sekaligus menyayat: Ibunya berdiri di tempat cuci tangan, membilas topi ayahnya yang berlumuran darah dengan air dingin sambil berkata, "Jangan kuatir, Clarice. Suruh adik-adikmu cuci tangan, lalu datang ke meja makan Kita harus bicara, setelah itu kita siapkan makan malam.'" Starling melepaskan syal dan mengikatnya seperti kerudung. Dari tas peralatannya ia mengambil sepasang sarung tangan bedah. Ketika ia angkat bicara, untuk pertama kali sejak kedatangannya di Potter, suaranya lebih keras dari biasanya dan Crawford pun sampai melongok dari pintu. "Gentlemen. Gentlemen] Saya minta perhatian Anda sejenak." Ia mengangkat tangan untuk memasang sarung tangan. "Anda telah melaksanakan tugas Anda. Saya yakin keluarga korban akan berterima kasih pada Anda, tapi sekarang biarkan saya menangani urusan selanjutnya. Silakan tunggu di luar saja." Crawford melihat para petugas mendadak terdiam penuh hormat. Beberapa di antaranya berbisikbisik: "Ayo, Jess, kita keluar saja." Crawford sadar suasananya telah berubah, di hadapan korban: siapa pun wanita itu, dari mana pun ia berasal, ia telah terbawa ke sini oleh aliran sungai, dan dalam keadaan terbaring tak berdaya di atas meja, ia mempunyai hubungan khusus dengan Clarice Starling. Crawford melihat bahwa di tempat ini Starling dengan mudah memainkan peran wanita tua yang menunggui jenazah dan memandikannya sebelum pemakaman, seperti lazimnya di daerah pedesaan. Kemudian tinggal Crawford, Starling, dan si dokter bersama korban. Dr. Akin dan Starling berpandangan» j-akan saling mengenal. Keduanya merasa senang sekaligus kikuk. Crawford mengambil Vicks VapoRub dari saku, menawarkannya kepada yang lain. Starling me-u untuk melihat apa yang seharusnya ia lakukan. Ketika Crawford dan si dokter menggosokkan Vicks di sekeliling hidung, ia pun mengikuti contoh mereka. Ia mengambil kamera dan tas peralatannya di tempat cuci tangan. Di belakangnya ia mendengar ritsleting kantong jenazah dibuka. Starling menatap motif mawar pada wallpaper. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya pelan-pelan. Setelah itu ia membalik dan menatap jenazah yang telentang di meja. "Seharusnya tangannya dibungkus kantong kertas," ia berkomentar. "Aku akan melakukannya nanti, kalau kita sudah selesai." Ia memindahkan tombol kamera dari posisi otomatis ke posisi manual, kemudian mulai memotret. Korban seorang wanita muda berpinggul lebar dengan tinggi 167 senti, menurut meteran Starling, bagian-bagian tubuh tempat kulitnya diambil tampak kelabu terkena air, namun airnya dingin dan terlihat ie|as bahwa korban baru beberapa hari terendam. Jenazah itu dikuliti secara rapi dari bawah payudara sampai ke lutut. Payudaranya kecil dan di antara keduanya, tepat diatas tulang dada, terlihat penyebab kematiannya, yaitu luka selebar telapak tangan berbentuk bintang. kepalanya yang bundar dikuliti dari atas alis dan telinga , sampai ke tengkuk. "Dr. Lecter sudah meramalkan ini akan terjadi “ ujar Starling. Crawford berdiri sambil menyilangkan tangan mentara Starling memotret. "Ambil foto telinganya» ujarnya singkat. Ia mengerutkan bibij. ketika berjalan mengelilingj jenazah. Starling melepaskan sarung tangan untuk memeriksa kaki korban. Sepotong tali pancingan dan kail bermata tiga yang melilit dan menahan korban di sungai masih tersangkut pada betis. "Apa yang kaulihat, Starling?" "Hmm, dia bukan orang sini—di masing-masing telinganya ada tiga lubang tindik, dan dia memakai cat kuku berkilau. Sepertinya orang kota. Bulu di kakinya berumur sekitar dua minggu dan tumbuhnya lembut sekali. Kukira dia biasa menghilangkan bulu kaki dengan lilin. Bulu ketiaknya juga. Dia juga memutihkan bulu halus pada bibir atasnya. Dia cukup rajin merawat diri, tapi sudah beberapa waktu tidak dapat melakukannya." "Bagaimana dengan luka di dada?" "Entahlah," ujar Starling. "Sepintas lalu kelihatan seperti luka tempat peluru keluar, hanya saja a& luka lecet dan bekas moncong pistol di bagian atas. "Bagus, Starling. Luka ini disebabkan peluru yang menembus di atas tulang dada. Gas yang tersembul pada waktu letusan mengembang di antara kulit dan tulang, dan menghasilkan bentuk bintang di sekeliling luka." Dari balik dinding terdengar suara organ yang menandakan upacara pemakaman di depan telah dimulai tengkuk . 'Kematian akibat kekerasan," Dr. Akin berkomentar Sambil mengangguk-angguk. "Saya harus ke depan untuk mengikuti upacara, paling tidak sebagian. Keluarga almarhum selalu mengharapkan kehadiran saya. Lamar akan membantu Anda di sini setelah selesai memainkan organ. Saya percaya Anda akan mengamankan semua petunjuk untuk ahli patologi di Claxton, Mr. Crawford." "Dua kuku di tangan kirinya patah," Starling melanjutkan setelah Dr. Akin pergi. "Kuku itu patah di dekat pangkal, dan di bawah beberapa kuku lain ada kotoran seperti tanah. Bisa kita ambil sedikit untuk diperiksa?" "Ambil contoh kotoran dan beberapa serpihan cat kuku," ujar Crawford. "Kita beritahu mereka, sesudah ada hasilnya." Lamar, asisten rumah mayat berbadan langsing dengan hidung merah karena wiski, muncul ketika Starling sedang bekerja. "Anda pasti pernah jadi ahli merawat kuku di salon kecantikan." The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 30 Mereka bersyukur tidak menemukan bekas kuku pada telapak tangan korban—suatu tanda bahwa sama seperti para korban lain, ia pun telah tewas sebelum dikuliti. Bagaimana, Starling, kita balikkan dia untuk mengambil sidik jari?" tanya Crawford, begitu lebih mudah." Kalau begitu, kita mulai dengan gigi, setelah itu antar bisa membantu kita membalikkannya." Foto saja, atau bagan?" Starling memasang perlengkapan tambahan pada kamera sidik jari. Foto saja," jawab Crawford. "Bagan justru membingungkan kalau tidak disertai foto sinar-X. Foto foto itu sudah memadai untuk memperpendek daftar wanita hilang yang masuk hitungan." Lamar membuka mulut korban sesuai pengarah Starling dan menarik bibir wanita muda itu sementar Starling menyisipkan kamera polaroid untuk memotret gigi depan. Bagian itu mudah, tapi Starling jUga harus memotret gigi geraham dengan bantuan cermin sambil memperhatikan cahaya dari balik pipi untuk memastikan lampu kilat di sekeliling lensa memang menerangi bagian dalam mulut. Sejauh ini, prosedur tersebut hanya ia saksikan dalam peragaan oleh instruktur forensik. Starling memperhatikan gambar geraham muncul pada foto polaroid pertama. Kemudian ia mengatur pencahayaan dan mencobanya sekali lagi. Kali ini hasilnya lebih baik. Sangat baik, malah. "Ada sesuatu di tenggorokannya," ujar Starling. Crawford mengamati foto itu. Ia melihat benda gelap menyerupai selongsong, tepat di belakang langit-langit lunak. "Coba ambilkan senter." "Pada mayat terapung sering kali ada daun atau benda lainnya di dalam mulut," Lamar berkomentar. Starling mengambil tang dari tas perlengkapan. Ia menatap Crawford, yang lalu mengangguk singkat. Dalam sekejap Starling sudah berhasil mengeluarkan benda tersebut. "Apa itu, semacam buah?" tanya Crawford. "Bukan, Sir, ini kepompong," jawab Lamar, benar. Starling menyimpannya dalam stoples. "Ada baiknya kepompong ini Anda perlihatkan kepada Chief Deputy," ujar Lamar. Starling tidak mengalami kesulitan dalam mengambil sidik jari. Semula ia telah bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk, namun ternyata ia tidak perlu menggunakan berbagai teknik khusus yang rumit dan merepotkan. Sidik jari korban diambilnya dengan kartu dpis yang dipegang oleh alat berbentuk tapal kuda. ja juga mengambil sidik telapak kaki, sebab ada kemungkinan satusatunya referensi mereka hanya sidik telapak kaki bayi dari sebuah rumah sakit. Pada kedua bahu korban terdapat dua luka berbentuk segitiga, di tempat kulitnya diambil. Starling segera memotret. "Ukur sekalian," kata Crawford. "Gadis dari Akron juga terluka ketika Bill mencopot bajunya. Sebenarnya hanya luka gores, tapi bentuknya cocok dengan irisan di blusnya yang ditemukan di tepi jalan. Tapi ini sesuatu yang baru. Aku belum pernah melihatnya." "Sepertinya ada luka bakar di bagian belakang betisnya," ujar Starling. "Orang-orang tua sering mengalaminya," Lamar menimpali. "Apa?" tanya Crawford. "SAYA BILANG ORANG-ORANG TUA SERING MENGALAMINYA." "Saya tidak tuli, saya minta penjelasan. Ada apa dengan orang-orang tua?" "Kadang-kadang ada orang tua yang meninggal ketika sedang memakai bantal pemanas, dan setelah "tereka mati, bantal itu menimbulkan luka bakar, Padahal tidak seberapa panas. Soalnya tak ada sirkujasi di bawah bantal." Kita minta ahli patologi di Claxton memeriksanya untuk melihat apakah ini luka postmortem—setel^ kematian," Crawford berkata kepada Starling. "Kemungkinan besar gara-gara knalpot mobil," Lamar menambahkan. "Apa?" "KNALPOT MO—knalpot mobil. Seperti waktu Billy Petrie mati tertembak dan dia ditaruh di bagasi mobilnya. Istrinya mencari dia selama dua atau tiga hari, berputar-putar naik mobil itu. Waktu Billy akhirnya dibawa ke sini, knalpot mobilnya yang panas sudah menimbulkan luka bakar persis seperti ini, tapi di pinggang," Lamar menerangkan. "Saya sendiri tak pernah menaruh belanjaan di bagasi, takut es krimnya meleleh." "Pemikiran bagus, Lamar. Sayang kau tidak bekerja untuk saya," sahut Crawford. "Kau tahu siapa yang menemukan korban di sungai?" "Jabbo Franklin dan saudaranya, Bubba." "Apa pekerjaan mereka?" "Berkelahi di the Moose, mengganggu orang-orang yang tidak punya urusan dengan mereka— seseorang datang ke the Moose untuk cari minum setelah seharian berada di tengah orang berduka, dan langsung 'Duduk di situ, Lamar, dan mainkan Filipino Baby. Orang dipaksa memainkan Filipino Baby berulang-ulang di piano tua yang lengket. Itu kesukaan Jabbo. 'Bikin saja lirik baru kalau kau tidak hafal. J'a bilang, 'dan awas kalau kata-katanya tidak bersajak. Dia veteran perang. Sudah lima belas tahun saya menunggu dia dibaringkan di meja ini." "Kita perlu tes serotonin untuk luka bekas mata kail," ujar Crawford. "Saya akan memberitahu ahli patologi di Claxton." "Kail-kail ini terlalu rapat," Lamar berkomentar. "Bagaimana?" "Kakak-adik Franklin memasang tali pancingan de-can kail-kail terlalu dekat satu sama lain. Ini mel^ ggar hukum. Mungkin ini sebabnya mereka baru melapor tadi pagi." "Sheriff mengatakan mereka pemburu bebek." "Mereka pasti bilang begitu," baias Lamar. "Dua-duanya pembohong kelas dunia." "Menurutmu, apa yang terjadi, Lamar?" "Kakak-adik Franklin memasang tali pancingan dengan kail-kail yang rapat, dan mereka mengangkatnya untuk melihat apa sudah ada yang tertangkap." "Kenapa kau berpendapat begitu?" "Melihat kondisi korban, belum waktunya dia mengapung." "Memang." "Berarti mereka takkan menemukannya kalau mereka tidak mengangkat tali pancingan. Mereka pasti ketakutan dan akhirnya melapor polisi. Rasanya Dinas Kehutanan juga perlu diberitahu soal ini." "Ya, rasanya begitu," sahut Crawford. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 31 "Mereka sering bawa telepon engkol di balik jok Ramcharger mereka. Itu juga bisa dihukum denda atau kurungan di sini." Crawford mengerutkan alis. Untuk menelepon ikan," ujar Starling. "Ikan-ikan i*kari tersengat arus listrik kalau kabelnya dimasukkan e air dan engkolnya diputar. Ikannya mengambang dan tinggal diangkat." Betul," kata Lamar. "Anda dari daerah sini?" "Cara itu dipakai di banyak tempat," jawab Starling. Starling sebenarnya ingin mengatakan sesuatu sebelum kantong jenazah ditutup kembali, untuk menun jukkan komitmen. Namun akhirnya ia hanya mengge lengkan kepala dan sibuk memasukkan semua sampel ke dalam tas. Keadaannya langsung berubah setelah jenazah korban tak lagi di ctepan mata. Baru sekarang Starling menyadari benar apa yang baru saja dikerjakannya. Ia melepaskan sarung tangan dan membuka kran di tempat cuci tangan. Sambil membelakangi ruangan, ia membiarkan airnya membasahi pergelangan tangan. Air yang keluar dari kran tidak seberapa dingin. Lamar, yang memperhatikannya sejak tadi, keluar ke koridor. Ia kembali dengan membawa sekaleng Coke dari mesin otomat di luar. Kaleng yang belum dibuka dan terselubung bunga es itu disodorkannya pada Starling. "Tidak, terima kasih," ujar Starling. "Nanti saja." "Bukan, ini untuk ditaruh di tengkuk," balas Lamar, "di bawah tonjolan di belakang kepala. Anda akan merasa lebih enak. Saya selalu begitu." Ketika Starling selesai menempelkan memo untuk ahli patologi pada ritsleting kantong jenazah, transmiter sidik jari Crawford sudah berdetik-detik di meja tulis- Mereka beruntung korban ini ditemukan tak lama setelah kematiannya. Crawford bertekad mengidentifikasi korban selekas mungkin, lalu mulai mencari saksi di sekitar tempat tinggalnya. Metode tersebuj memang merepotkan bagi semua pihak yang terlibat, namun sangat cepat. Crawford membawa transmiter sidik jari Litton policefax. Berbeda dengan mesin faksimile FBI, policefax ini kompatibel dengan sebagian besar sistem yang digunakan dinas kepolisian di kota-kota besar. Kartu sidik jari yang dibuat Starling belum kering benar. "Kau saja yang masukkan kartunya, Starling. Tanganmu lebih terampil." Jangan sampai tercoreng, itu maksud sesungguhnya. Bukan pekerjaan mudah memasang kartu komposit tersebut pada rol kecil, sementara enam operator di berbagai penjuru telah menunggu, tapi Starling bisa melakukannya dengan baik. Crawford sudah menghubungi operator telepon di markas FBI dan Washington. "Dorothy, sudah siap semua? Oke, sekarang gambarnya kita perkecil sampai satu banding dua puluh supaya tetap tajam— perhatikan, satu banding dua puluh. Bagaimana Atlanta? Oke, tolong saluran gambar... sekarang." Kemudian rol mesin faks di meja mulai berputar pelan dan serentak mengirimkan sidik jari korban ke operator FBI dan markas-markas polisi di kota-kota utama di daerah Timur. Jika Chicago, Detroit, Atlanta, atau kota-kota lain menemukan sidik jari yang cocok dalam komputer mereka, pencarian saksi akan segera dimulai. Setelah itu Crawford mengirim foto gigi dan wajah korban. Kepala korban telah diselubungi handuk oleh Starling, untuk berjaga-jaga seandainya foto tersebut Jatuh ke tangan koran kuning. Tiga petugas dari West Virginia State Police Criminal Investigation Section tiba dari Charleston ketika mereka sudah mau pergi. Crawford sibuk bersalaman dan membagi-bagikan kartu nama dengan nomor hot line National Crime Information Center. Starling terkagum-kagum betapa cepat Crawford berhasil menjalin keakraban sebagai sesama pria. Ketiga orang pasti akan menelepon jika mereka memperoleh sesuatu Sekian dan terima kasih. Barangkali ini bukan soal kekompakan sesama pria, kata Starling dalam hati; ia sendiri juga terpengaruh. Lamar melambaikan tangan ketika Crawford dan Starling berangkat ke Sungai Elk bersama deputi yang menjemput mereka tadi. Kaleng Coke di tangan Lamar masih lumayan dingin. Ia masuk ke gudang dan menuangkan isi kaleng itu ke dalam gelas. Bab Tiga Belas "A NTAR saya ke lab' Jeff'" Crawford berkata kepada pengemudi mobilnya. "Setelah itu tunggu Officer Starling di Smithsonian. Dari sana dia langsung ke Quantico." "Baik, Sir." Mereka sedang menyeberangi Sungai Potomac, berlawanan arah dengan arus lalu lintas after-dinner, dalam perjalanan dari National Airport menuju pusat kota Washington. Anak muda di belakang kemudi tampak penuh hormat kepada Crawford dan menyetir dengan amat hati-hati. Starling tidak menyalahkannya; semua orang di Academy tahu bahwa orang terakhir yang membuat kekacauan di bawah komando Crawford kini ditugasi menyelidiki rangkaian kasus pencurian pada instalasi-instalasi DEW di sepanjang Lingkar Kutub Utara. Crawford sendiri tampak muram. Sembilan jam telah berlalu sejak ia mengirimkan sidik jari dan foto korban, tapi korban belum juga berhasil diidentifikasi. Bersama para polisi West Virginia, ia dan Starling telah memeriksa jembatan dan tepi sungai sampai gelap, namun tanpa hasil. Starling sempat mendengarnya menelepon dari pes wat untuk meminta juru rawat bertugas malam dj rumah. Sedan FBI tanpa tanda pengenal yang mereka tumpangi terasa tenang sekali dibandingkan Blue Ca noe, dan mereka tak lagi perlu berteriak-teriak. "Aku akan menyiapkan hotline dan Latent Descriptor Index setelah membawa sidik jarinya ke ID" ujar Crawford. "Siapkan sisipan untuk berkas kasus Sisipan, bukan 302—kau tahu caranya?" "Aku tahu." "Misalkan aku jadi Index, coba ceritakan apa yang baru." Starling butuh beberapa detik untuk mengumpulkan informasi tersebut—ia bersyukur Crawford tampak tertarik pada perancah-perancah di Jefferson Memorial yang sedang mereka lewati. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 32 Latent Descriptor Index pada komputer Identification Section berfungsi membandingkan ciri-ciri kejahatan yang tengah diusut dengan kebiasaan-kebiasaan para penjahat yang tercantum dalam arsip. Jika terdapat kemiripan mencolok, program tersebut akan menyusun daftar tersangka lengkap dengan sidik jari. Operator komputer lalu membandingkan sidik jari dari arsip dengan sidik jari yang ditemukan di tempat kejadian perkara. Sampai sekarang FBI belum mendapatkan sidik jari Buffalo Bill, tapi Crawford ingin berjaga-jaga. Sistem itu membutuhkan informasi singkat dan jelas. Starling berusaha menyusun keterangan yang memenuhi syarat. "Wanita kulit putih, usia sekitar dua puluh, tewas tertembak, tubuh bagian bawah dan paha dikuliti- "Starling, Index sudah tahu dia membunuh wanita muda berkulit putih dan menguliti tubuh mereka. juaa bahwa mayat korban dibuang ke sungai. Yang dibutuhkan adalah informasi baru. Apa yang baru di sini, Starling?" "Ini korban keenam, yang pertama dengan kepala dikuliti, yang pertama dengan kulit terkelupas berbentuk segi tiga pada bagian belakang pundak, yang pertama ditembak di dada, yang pertama dengan kepompong tersangkut di tenggorokan." "Kau lupa kuku tangan yang patah." "Tidak, Sir, dia korban kedua dengan kuku patah." "Kau benar. Begini, dalam sisipanmu untuk berkas kasus, cantumkan bahwa kepompong itu informasi rahasia. Kita akan menggunakannya untuk menangkal pengakuan palsu." "Mungkinkah dia sudah pernah melakukannya sebelum ini—menaruh kepompong atau serangga?" ujar Starling. "Detail kecil seperti ini mudah terlewat dalam autopsi, terutama pada mayat terapung. Maksudku, penyebab kematian sudah terlihat jelas, ruangannya panas, petugas visum ingin secepatnya merampungkan pekerjaan... bisa kita cek itu?" 'Kalau perlu. Tapi para petugas visum tentu akan menyangkal bahwa ada yang luput dari perhatian mereka. Mayat tak dikenal dari Kentucky masih di-SUTipan dalam lemari pendingin di sana. Aku akan minta dia diperiksa lagi, tapi keempat korban lainnya sudah dikubur. Penggalian mayat selalu menimbulkan enebohan. Dulu langkah itu terpaksa diambil terhadap Pasien yang meninggal dalam perawatan Dr. Lecter, Sekadar untuk memastikan penyebab kematian mereka. Asal tahu saja, ini sangat merepotkan dan pasti ak mengundang protes keras dari sanak saudara korban.Aku akan melakukannya lagi kalau tak ada pilihan tapi sebelumnya kita lihat dulu apa yang bisa kau peroleh di Smithsonian." "Mengambil kulit kepala... itu agak janggal bukan?" "Ya, itu memang tidak lazim," jawab Crawford. "Tapi Dr. Lecter sudah meramalkan bahwa Buffalo Bill akan melakukannya. Dari mana dia tahu?" "Sebenarnya dia tidak tahu." "Tapi dia bilang begitu." "Ini bukan sesuatu yang mengejutkan, Starling. Aku tidak kaget waktu mendengarnya. Seharusnya tadi aku berkata bahwa mengambil kulit kepala jarang dilakukan sebelum kasus Mengel, masih ingat? Orang yang menguliti kepala para wanita yang menjadi korbannya. Setelah itu ada dua atau tiga orang yang ikut-ikutan. Pihak pers, waktu mereka bermain-main dengan julukan Buffalo Bill, menegaskan lebih dari satu kali bahwa pembunuh ini tidak menguliti kepala korbannya. Itulah sebabnya aku tidak kaget—Buffalo Bill tentu mengikuti pemberitaan mengenai dirinya. Lecter sekadar menebak. Dia tidak menjelaskan kapan itu akan terjadi, sehingga dia tidak mungkin salah. Seandainya kita berhasil menangkap si pembunuh dan ternyata tak ada korban yang kepalanya dikuliti. Lecter bisa berdalih bahwa kita menangkap Bill sebelum dia sempat melakukannya." "Dr. Lecter juga menyinggung bahwa Buffalo Bill tinggal di rumah bertingkat. Aku tak sempat membahasnya lebih lanjut. Kenapa dia bilang begitu?" "Kalau yang ini bukan tebakan. Kemungkinan besar dia benar, dan sebetulnya dia juga bisa menyebutkan alasannya, tapi dia ingin bermain-main denganmu. Ini satu-satunya kelemahannya—dia harus kelihatan pandai, lebih pandai dari orang lain. Sudah bertahun-tahun dia melakukannya." "Anda pernah bilang aku harus bertanya kalau ada yang tidak aku mengerti—nah, aku perlu penjelasan mengenai ini." "Oke, dua korban mati digantung, bukan? Luka lecet bekas tali di sekeliling leher, pergeseran tulang tengkuk, semuanya menunjukkan korban digantung. Dr. Lecter tahu dari pengalaman bahwa menggantung orang secara paksa bukan pekerjaan mudah. Orang sering gantung diri pada tombol pintu. Mereka gantung diri sambil duduk, itu mudah. Menggantung orang lain jauh lebih sulit— biarpun diikat, mereka pasti akan berdiri kalau ada tempat berpijak. Tangga lipat membuat mereka curiga. Korban takkan mau memanjatnya dengan mata tertutup, apalagi kalau bisa melihat jeratnya. Cara yang tepat adalah diajak ke lantai atas. Orang takkan curiga kalau disuruh naik tangga. Katakan saja mereka mau dibawa ke kamar mandi, misalnya, lalu giring mereka ke atas dengan mata tertutup. Setelah sampai di atas, tinggal pasang jerat, kemudian tendang mereka dari puncak tangga dengan tali terikat ke pagar bordes. Itu satu-satunya cara ampuh di dalam rumah. Seseorang di California mempopulerkan cara ini. Seandainya tidak ada tangga di rumah Bill, dia pasti akan menggunakan cara lain untuk menghabisi korbannya. Sekarang tolong be-nkan nama>deputi senior di Potter dan petugas polisi yang pegang komando itu." Starling membolak-balik halaman buku notesnya sambil menggigit senter kecil, lalu menyebutkan nama-nama yang diminta. "Oke," ujar Crawford. "Setiap kali kau pasang hom ne, Starling, selalu sebutkan nama petugas yang terlibat Kalau mendengar nama sendiri, mereka jadi lebih mudah diajak bekerja sama. Dengan cara itu, mereka takkan lupa menghubungi kita kalau ada informasi baru. Bagaimana kesimpulanmu tentang luka bakar itu?" "Tergantung apakah lukanya postmortem atau tidak." "Kalau ya?" "Berarti si pembunuh punya mobil boks atau van atau station wagon, pokoknya kendaraan yang pancang" "Kenapa?" "Karena lukanya melintang di bagian belakang betis korban." Mereka berada di persimpangan Tenth dan Pennsylvania, di depan markas besar FBI yang baru. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 33 Gedung itu sebenarnya diberi nama J. Edgar Hoover Building, namun nama tersebut nyaris tak pernah digunakan dalam percakapan. "Jeff, saya turun di sini saja," kata Crawford. "Tak perlu masuk ke basement. Dan kau tak perlu turun, Jeff, tapi tolong bukakan bagasi. Ayo, Starling, coba tunjukkan." Starling menunggu sementara Crawford mengeluarkan datafax dan tas kerja dari bagasi. "Bill mengangkut korban dengan kendaraan cukup panjang untuk membaringkan jenazahnya dalam posisi telentang dengan kaki lurus," kata Starling. "Hanya dalam posisi itu bagian belakang betis bisa menempel di lantai, di atas pipa knalpot. Dalam bagasi sedan seperti ini, jenazah terpaksa dibaringkan miring dengan kaki tertekuk dan..." "Yeah, kupikir juga begitu," Crawford memotong. Starling mendadak sadar Crawford mengajaknya turun agar dapat bicara empat mata. "Kau kesal, bukan, waktu aku memberitahu si deputi bahwa dia dan aku sebaiknya jangan bicara di hadapan wanita?" "Tentu saja." "Itu hanya siasat. Aku perlu bicara berdua saja dengannya." "Aku tahu." "Oke." Crawford menutup bagasi dan membalikkan badan. Starling belum puas. "Ini bukan persoalan sepele, Mr. Crawford." Crawford kembali berpaling, sambil membawa mesin fax dan tas kerja. Ia menatap Starling. "Petugas-petugas itu tahu siapa Anda," Starling menjelaskan. "Anda merupakan tokoh panutan bagi mereka." Tanpa berkedip ia membalas tatapan Crawford. Ia telah mengeluarkan uneg-unegnya, dan apa yang dikatakannya memang benar. "Komentarmu akan kuperhatikan, Starling. Sekarang 'anjutkan penyelidikan." Starling memperhatikannya menjauh—pria setengah kaya dengan pakaian lusuh karena lama duduk di Pesawat dan ujung lengan baju kotor terkena lumpur SUngai; pria yang pulang sambil membawa tas-tas, SlaP menghadapi hal-hal yang menantinya di rumah. Saat itulah Starling sadar ia bersedia melaku apa saja demi orang itu, bahkan membunuh sekali Itulah salah satu kelebihan Crawford yang paling menonjol. Bab Empat Belas The Smithsonian's National Museum of Natural History telah tutup beberapa jam lalu, tapi sebelumnya Crawford sudah menelepon dan kini seorang penjaga menunggu kedatangan Clarice Starling di pintu masuk di Constitution Avenue. Lampu-lampu di museum diredupkan dan udaranya terasa pengap. Hanya patung kepala suku Laut Selatan di dekat pintu masuk yang cukup tinggi, sehingga wajahnya dapat diterangi cahaya lampu di langit-langit. Orang yang mengantar Starling adalah pria kulit hitam berbadan besar yang mengenakan seragam rapi Penjaga Smithsonian. Starling menyadari kemiripannya dengan kepala patung tadi ketika orang itu mendongak dan mengamati lampu lift. Tingkat dua terletak di atas gajah besar yang diawetkan, sebuah ruangan luas yang tertutup untuk "tium, .ditempai i bersama oleh departemen Antropologi ""O Entomologi. Para ahli antropologi menyebutnya l^tai empat. Para ahli entomologi bersikeras lantai ltu lantai rfga. Beberapa ilmuwan dari departemen A8rikultur mengaku bisa membuktikan lantai tersebut sesungguhnya lantai enam. Mengingat bangunan tua itu telah berulang kali mengalami penambahan dan pembagian ruangan, masing-masing pendapat ada benarnya. Starling mengikuti penjaga yang mengantarnya me. nyusuri koridor-koridor yang diapit tumpukan petj berisi spesimen antropologi di kedua sisi. Satu-satunya cara mengetahui isi peti-peti tersebut adalah dengan membaca label yang menempel. "Ribuan orang ada di dalam kotak-kotak ini," si penjaga berkata. "Kami punya empat puluh ribu spesimen." Dengan senternya ia menyoroti nomor yang menempel pada setiap pintu kantor yang mereka lewati. Gendongan bayi dan tengkorak upacara suku Dayak digantikan oleh Kutu, dan mereka meninggalkan bagian Manusia, memasuki dunia Serangga yang lebih tua dan lebih teratur. Kini koridor diapit kotak-kotak logam berukuran besar yang dicat hijau pucat. "Tiga puluh juta serangga—belum termasuk labah-labah. Jangan campur adukkan labah-labah dengan serangga," si penjaga mewanti-wanti. "Para ahli labah-labah bisa marah besar. Tuh, ruangan yang lampunya masih menyala. Jangan pulang sendiri kalau sudah selesai nanti. Kalau Anda tidak diantar keluar, hubungi saya di nomor ini. Ini nomor extension untuk pos jaga. Saya akan menjemput Anda." Ia menyodorkan kartu nama, lalu meninggalkannya. Starling berada di tengah-tengah departemen Entomologi, di ruang bundar jauh di atas gajah besar tadi. Ada. satu ruang kerja dengan lampu menyala dan pintu terbuka. "Ayo, Pilch!" Suara laki-laki, melengking karena terlampau bersemangat. "Ayo, cepat!" Starling berhenti di ambang pintu. Dua pria sedang bermain catur di sebuah meja lab. Keduanya berusia sekitar tiga puluh, satunya langsing dan berambut hitam. yan§ lainnya gemuk pendek dengan rambut merah menyerupai kawat halus. Segenap perhatian mereka tertuju pada papan catur. Keduaduanya tidak menyadari kedatangan Starling. Mereka pun seakan-akan tidak memedulikan kumbang badak raksasa yang pelan-pelan melintasi papan sambil menyusup di antara buah catur. Kemudian kumbang itu sampai di tepi papan. "Giliranmu, Roden," si langsing berkata seketika. Rekannya yang gemuk pendek menjalankan gajah dan langsung memutar si kumbang yang kemudian mulai menuju tepi seberang. "Apakah giliran juga berganti kalau kumbangnya sekadar melintas di pojok?" tanya Starling. "Tentu saja," si gemuk pendek menyahut keras-keras, tanpa menoleh. "Dengan sendirinya. Bagaimana cara Anda bermain? Anda menunggu dia melintasi seluruh papan? Memangnya siapa The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 34 lawan Anda? Kung-kang?" "Saya membawa spesimen yang diceritakan AgenKhusus Crawford." Aneh, kami tidak mendengar sirene Anda," ujar S1 gemuk pendek. "Sepanjang malam kami menunggu ™ sini untuk mengidentifikasi kumbang untuk FBI. Kumbang, itu pekerjaan kami. Kami tak tahu-menahu soal spesimen Agen Khusus Crawford. Seharusnya spesimennya diperiksa oleh dokter pribadinya. Giliranmu, pjlchr "Kapan-kapan saya mau mendengarkan seluruh lawakan Anda," kata Starling, "tapi masalah ini mendesak, jadi mari kita kerjakan sekarang juga , Giliranmu, Pilch.” Si rambut hitam menoleh dan melihat Starlin bersandar ke kusen pintu sambil membawa tas kerja Kumbang tadi ditaruhnya di kotak kayu dan ditutupi daun selada. Ia bangkit dari kursi, dan ternyata ia berbadan jangkung. "Saya Noble Pilcher," ia memperkenalkan diri. "Itu Albert Roden. Anda bawa serangga yang perlu diidentifikasi? Kami dengan senang hati akan membantu Anda." Wajah Pilcher yang panjang berkesan ramah, tapi matanya yang hitam agak menyeramkan dan sedikit terlalu rapat. Ia tidak mengulurkan tangan untuk bersalaman. "Anda...?" "Clarice Starling." "Coba lihat apa yang Anda bawa." Pilcher mengamati isi stoples kecil yang diserahkan Starling. Roden menghampirinya. "Di mana Anda menemukannya? Anda menembaknya dengan pistol? Anda melihat mamanya?" Starling tergoda untuk menghantam rahang Roden dengan sikunya. "Ssst," desis Pilcher. "Tolong ceritakan di mana Anda menemukannya. Barangkali menempel pada sesuatu—ranting atau daun, misalnya—atau di dalam tanah?" "Hmm," Starling bergumam. "Rupanya Anda belum mendapat penjelasan." "Kami diminta bekerja lembur oleh pimpinan untuk mengidentifikasi kumbang untuk FBI," sahut Pilcher. "Disuruh" Roden menimpali. "Kami disuruh lembur." "Kami sering membantu Bea Cukai dan Departemen pertanian," Pilcher menambahkan. "Tapi bukan di tengah malam buta," ujar Roden. "Saya perlu memberitahukan beberapa hal yang berkaitan dengan suatu kasus kejahatan," kata Starling. "Saya berwenang menyampaikan informasi tersebut, asal Anda merahasiakannya sampai kasus ini selesai diusut. Ini sangat penting. Nyawa orang lain taruhannya, dan ini bukan sekadar omong kosong. Dr. Roden, dapatkah Anda menjamin akan menjaga rahasia ini?" "Saya bukan dokter. Apakah ada yang perlu saya tanda tangani?" 'Tidak, kalau janji Anda bisa dipegang. Saya hanya minta tanda terima untuk spesimen ini, seandainya Anda perlu menahannya di sini, itu saja." "Tentu saja saya akan membantu. Saya bukan orang yang tidak pedulian." "Dr. Pilcher?" "Benar," sahut Pilcher, "dia bukan orang yang tidak pedulian." "Maksudnya, soal informasi rahasia itu?" "Mulut saya terkunci rapat." "Pilch juga belum meraih gelar dokter," ujar Roden. Tingkat pendidikan kami setara. Tapi perhatikan, dia Membiarkan Anda menyapanya dengan gelar itu." Roden menempelkan ujung jari telunjuk ke dagunya, seakan-akan hendak menegaskan roman mukanya yang bijak. "Berikan semua detail yang Anda ketahui Sesuatu yang tidak relevan bagi Anda mungkin justru petunjuk berharga bagi seorang ahli." "Serangga ini ditemukan tersangkut di tenggorokan korban pembunuhan. Saya tidak tahu bagaimana bisa masuk ke situ. Mayatnya ditemukan di Sungai Elk di West Virginia dan diperkirakan tewas beberapa hari sebelumnya." "Ini perbuatan Buffalo Bill, saya mendengarnya di radio," kata Roden. "Serangga ini tidak disinggung di radio, bukan?" Starling bertanya. "Tidak, tapi penyiarnya menyebutkan Sungai Elk— Anda langsung dari sana, itu sebabnya Anda datang malam-malam?" "Ya," sahut Starling. "Anda tentu lelah. Mau minum kopi?" Roden menawarkan. "Tidak, terima kasih." "Air putih?" "Tidak." "Coke?" "Juga tidak. Kami ingin tahu di mana korban disekap dan di mana dia dibunuh. Kami berharap serangga ini mempunyai habitat khas, atau hidup hanya di wilayah tertentu, atau tidur di satu jenis pohon saja—kami ingin tahu dari mana serangga ini berasal. Saya minta Anda merahasiakan ini, sebab jika serangga ini memang sengaja diselipkan, yang mengetahuinya hanya si pelaku, dan kami dapat me- J manfaatkan ini untuk menangkal pengakuan palsu dan menghemat waktu. Dia sudah enam kali membunuh, paling tidak. Kami mulai kehabisan waktu." "Jangan-jangan dia sedang menyekap wanita lain, sernentara kita mengamati serangga ini?" Roden bertanya kepada Starling. Matanya terbelalak dan ia terbengong-bengong. Starling bisa melihat ke dalam mulutnya, dan segera mengalihkan pandang. "Entahlah." Nada suaranya sedikit terlalu melengking. "Entahlah," ia berkata sekali lagi, kali ini lebih tenang. "Dia akan mengulangi perbuatannya begitu ada kesempatan." "Jadi, kami harus bekerja secepat mungkin," Pilcher menanggapinya. "Jangan kuatir, kami memang ahlinya. Anda datang ke orang-orang yang tepat. "Dengan tang kecil ia mengeluarkan benda cokelat itu dari dalam stoples, lalu meletakkannya pada selembar kertas putih di bawah lampu. Kemudian ia menarik kaca pembesar yang terpasang pada lengan fleksibel. Serangga itu panjang dan menyerupai mumi. Tubuhnya terselubung lapisan semi tembus pandang yang secara garis besar mengikuti bentuk tubuhnya, bagaikan sarkofagus—peti mayat dari batu. Anggota badannya menempel rapat pada tubuhnya, sehingga mirip ukiran menonjol. Wajahnya yang mungil tampak bijaksana. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 35 "Pertama-tama, ini bukan jenis serangga yang biasa mengganggu manusia di alam terbuka, dan serangga ini juga tidak hidup di air," ujar Pilcher. "Saya tidak tahu seberapa dalam pengetahuan Anda mengenai serangga, atau seberapa banyak yang ingin Anda dengar." Anggap saja saya tidak tahu apa-apa. Saya minta Anda menjelaskan semuanya." Oke, yang Anda temukan ini adalah pupa, serangga muda yang belum berkembang sempurna, di dalam chrysalis—kepompong yang membungkusnya selam proses metamorfosis dari larva ke serangga dewasa" Pilcher menerangkan. "Pupa berkulit keras, Pilch?" Roden mengerutkan hidung agar kacamatanya tidak merosot. "Yeah, kelihatannya begitu. Coba ambilkan buku Chu tentang serangga muda. Oke, ini tahap pupa dari serangga berukuran besar. Hampir semua serangga golongan tinggi mengalami tahap pupa. Banyak yang melewatkan musim dingin dengan cara ini." "Baca atau kaca, Pilch?" tanya Roden. "Kaca." Pilcher membawa spesimen itu ke sebuah mikroskop, lalu mengintip melalui lensa pembesar, la mengamati serangga tersebut sambil menggenggam batang logam dengan ujung berbentuk kaitan, seperti yang biasa digunakan dokter gigi. "Oke, kita mulai saja: tidak terlihat organ respirasi di daerah pertemuan kepala dan badan, pada mesothorax ada lubang pernapasan dan sejumlah lempeng perut." "Hmm," Roden bergumam sambil membalik-balik halaman sebuah manual kecil. "Rahang jepit fungsional?" "Tidak." "Galeae of maxillae pada ventro mesonl" "Yap, yap." "Di mana letak sungutnya?" "Berdekatan dengan mesal margin sayapnya. Dua pasang sayap, pasangan sebelah dalam sepenuhnya tertutup. Hanya tiga lempeng perut paling belakang yang terbuka. Pengait kecil dan runcing di bagian f*' rut—sepertinya Lepidoptera." i sini juga ditulis begitu," ujar Roden. "Famili yang meliputi kupu-kupu dan ngengat. Ba-ak sekali kemungkinan," Pilcher berkomentar. "Kita bakal menemui kesulitan kalau sayapnya j^ket. Aku ambil buku referensi dulu," kata Roden. "Rasanya aku tak mungkin mencegah kalian membi-carakanku selama aku pergi." "Kelihatannya begitu," sahut Pilcher. "Roden sebenarnya cukup menyenangkan," ia memberitahu Starling begitu rekannya meninggalkan ruangan. "Saya percaya." "O ya?" Pilcher tersenyum sendiri. "Kami kuliah bersama-sama. Setiap tawaran beasiswa yang ada langsung kami sambar. Roden dapat beasiswa yang mengharuskannya duduk di tambang batubara sambil memantau peluruhan proton. Dia terlalu lama duduk dalam gelap. Tapi dia cukup menyenangkan. Asal Anda tidak menyinggung peluruhan proton." "Saya akan berusaha." Pilcher berpaling dari lampu yang terang. "Lepidoptera itu sebuah famili besar. Kira-kira meliputi tiga puluh ribu jenis kupu-kupu dan seratus tiga puluh ribu jenis ngengat. Serangga ini perlu dikeluarkan dari kepompong—tak ada cara lain untuk memastikan jenisnya." "Oke. Anda bisa mengeluarkannya dalam keadaan utuh?" "Saya kira bisa. Lihat, yang ini sebenarnya sudah mau keluar sendiri, tapi keburu mati. Kepompongnya ^udah mulai retak di sini. Ini mungkin membutuhkan waktu agak lama." Pilcher merenggangkan retakan itu. Dengan hatiga muda yang belum berkembang sempurna, di dalam chrysalis—kepompong yang membungkusnya selam proses metamorfosis dari larva ke serangga dewasa" Pilcher menerangkan. "Pupa berkulit keras, Pilch?" Roden mengerutkan hidung agar kacamatanya tidak merosot. "Yeah, kelihatannya begitu. Coba ambilkan buku Chu tentang serangga muda. Oke, ini tahap pupa dari serangga berukuran besar. Hampir semua serangga golongan tinggi mengalami tahap pupa. Banyak yang melewatkan musim dingin dengan cara ini." "Baca atau kaca, Pilch?" tanya Roden. "Kaca." Pilcher membawa spesimen itu ke sebuah mikroskop, lalu mengintip melalui lensa pembesar. Ia mengamati serangga tersebut sambil menggenggam batang logam dengan ujung berbentuk kaitan, seperti yang biasa digunakan dokter gigi. "Oke, kita mulai saja: tidak terlihat organ respirasi di daerah pertemuan kepala dan badan, pada mesothorax ada lubang pernapasan dan sejumlah lempeng perut." "Hmm," Roden bergumam sambil membalik-balik halaman sebuah manual kecil. "Rahang jepit fungsional?" "Tidak." "Galeae of maxillae pada ventro mesonl" "Yap, yap." "Di mana letak sungutnya?" "Berdekatan dengan mesal margin sayapnya. Dua pasang sayap, pasangan sebelah dalam sepenuhnya tertutup. Hanya tiga lempeng perut paling belakan? yang terbuka. Pengait kecil dan runcing di bagian Pe' rut—sepertinya Lepidoptera." i sini juga ditulis begitu," ujar Roden. "Famili yang meliputi kupu-kupu dan ngengat. Ba-ak sekali kemungkinan," Pilcher berkomentar. "Kita bakal menemui kesulitan kalau sayapnya lwigket. Aku ambil buku referensi dulu," kata Roden. "Rasanya aku tak mungkin mencegah kalian membicarakanku selama aku pergi." "Kelihatannya begitu," sahut Pilcher. "Roden sebenarnya cukup menyenangkan," ia memberitahu Starling begitu rekannya meninggalkan ruangan. "Saya percaya." "O ya?" Pilcher tersenyum sendiri. "Kami kuliah bersama-sama. Setiap tawaran beasiswa yang ada langsung kami sambar. Roden dapat beasiswa yang mengharuskannya duduk di tambang batubara sambil memantau peluruhan proton. Dia terlalu lama duduk dalam gelap. Tapi dia cukup menyenangkan. Asal Anda tidak menyinggung peluruhan proton." "Saya akan berusaha." Pilcher berpaling dari lampu yang terang. "Lepidoptera itu sebuah famili besar. Kira-kira meliputi tiga puluh ribu jenis kupu-kupu dan seratus tiga puluh ribu jenis ngengat. Serangga ini perlu dikeluarkan dari kepompong—tak ada cara lain untuk memastikan jenisnya." "Oke. Anda bisa mengeluarkannya dalam keadaan utuh?" "Saya kira bisa. Lihat, yang ini sebenarnya sudah mau keluar sendiri, tapi keburu mati. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 36 Kepompongnya *udah mulai retak di sini. Ini mungkin membutuhkan waktu agak lama." Pilcher merenggangkan retakan itu. Dengan hatihati ia menarik serangga di dalam kepompong. Sayap sayap serangga tersebut saling menempel. Merentang kan sayap-sayap itu tak ubahnya merentangkan jaringan kulit yang basah dan menggumpal. Roden kembali dengan membawa sejumlah buku. "Siap?" tanya Pilcher. "Oke, femur pada lempeng dada pertama tertutup." "Tonjolan berbulu di kedua sisi mulut?" "Tidak ada," jawab Pilcher. "Tolong matikan lampu, Officer Starling." Starling menunggu di samping sakelar sampai Pilcher menyalakan senternya yang kecil. Ilmuwan itu mundur dari meja dan menyorot spesimen yang sedang mereka teliti. Mata serangga itu tampak berpendar dalam gelap, memantulkan berkas cahaya senter. "Owlet," Roden menyimpulkan. "Bisa jadi, tapi yang mana?" ujar Pilcher. "Lampunya tolong dinyalakan lagi. Ini Noctuid, Officer Starling—ngengat malam. Ada berapa banyak Noctuid, Roden?" "Dua ribu enam ratus... ehm... sampai saat ini dikenal sekitar dua ribu enam ratus jenis." "Tapi tidak banyak yang sebesar ini. Oke, tunjukkan kehebatanmu." Roden membungkuk dan mengintip lewat mikroskop. "Kita masuk ke chaetaxy sekarang—kita teliti kulitnya untuk menentukan spesiesnya," Pilcher menjelaskan. "Roden-lah yang terbaik dalam bidang ini." Starling mendapat kesan ucapan itu merupakan pujian tulus. . Roden menanggapinya dengan mengajak Pilcher berdebat apakah larval warts spesimen itu tersusun melingkar atau tidak. Perdebatan mereka yang sengit lalu berlanjut ke pola pertumbuhan bulu pada perut. "Erebus odora," Roden akhirnya berkata. "Coba kita lihat," ujar Pilcher. Mereka membawa spesimen itu ke lift, turun ke tingkat di atas gajah besar, lalu masuk ke ruangan luas yang penuh kotak-kotak berwarna hijau pucat. Ruangan yang semula berupa bangsal besar itu kini telah dibagi menjadi dua tingkat untuk menampung koleksi serangga Smithsonian. Mereka ada di bagian Neo-Tropis sekarang, dan beralih ke bagian Noctuid. Pilcher mengamati catatannya dan berhenti di hadapan peti setinggi dada. "Anda harus berhati-hati," katanya sambil melepaskan tutup logam yang berat dan menaruhnya di lantai. "Kalau kaki Anda sampai tertimpa, Anda bakal pincang selama seminggu." Dengan jari telunjuk ia menyusuri tumpukan laci, memilih salah satu, dan menariknya keluar. Pada baki di dalam laci terdapat telur-telur mungil yang telah diawetkan, ulat di dalam tabung kaca berisi alkohol, kepompong yang telah dikelupas dari spesimen yang mirip sekali dengan spesimen Starling, serta serangga yang sudah dewasa—ngengat berwarna cokelat-hitam dengan rentang sayap hampir lima belas senti, tubuh berbulu, dan sungut langsing. "Erebus odora," Pilcher berkata sekali lagi. "Ngengat Black Witch." Roden sudah membuka buku. '"Spesies tropis, yang kadang-kadang bisa mencapai Kanada pada musim gugur,'" ia membaca. '"Larvanya makan daun akasia, catclaw, dan tumbuh-tumbuhan sejenis. Daerah penyebaran meliputi Hindia. Barat, Amerika Serikat bagj an selatan, dan dianggap hama di Hawaii." Brengsek, Starling mengumpat dalam hati. "§e rangga ini hidup di mana-mana." "Tapi tidak terus-menerus." Pilcher menundukkan kepala. Ia menarik-narik dagu. "Roden, ngengat ini bertelur dua kali setahun, bukan?" "Tunggu sebentar... yeah, di ujung selatan Florida dan Texas bagian selatan." "Kapan?" "Mei dan Agustus." "Hmm," Pilcher bergumam. "Spesimen Anda sudah mencapai tahap perkembangan yang lebih lanjut dibandingkan spesimen kami, dan masih segar. Dia sudah mulai berusaha keluar dari kepompong. Di kawasan Hindia Barat atau Hawaii, saya takkan heran, tapi di sini sedang musim dingin. Dia pasti akan menunggu tiga bulan lagi sebelum keluar. Kecuali kalau dia kebetulan tumbuh di rumah kaca, atau sengaja dikembangbiakkan." "Dikembangbiakkan bagaimana?" "Dalam kandang, di tempat hangat, dengan beberapa daun akasia sebagai makanan, sampai larvanya siap membuat kepompong. Tidak terlalu sulit." "Apakah ini hobi yang populer? Apakah banyak orang yang melakukannya, selain untuk keperluan penelitian?" "Tidak. Pada umumnya hanya para ahli entomologi yang ingin memperoleh spesimen sempurna, mungkin beberapa kolektor. Lalu ada industri sutra, mereka juga mengembangbiakkan ngengat, tapi bukan jenis ini." "para ahli entomologi tentu punya majalah khusus, mal profesi, atau orang-orang yang menjual perlengkapan," ujar Starling. "Tentu, dan sebagian besar terbitan dikirim kesini.” "Saya akan menyusun catatan untuk Anda," kata Roden. "Beberapa orang di sini juga berlangganan laporan berkala, tapi disimpan dalam lemari terkunci. Itu baru bisa saya dapatkan besok pagi." "Saya akan mengirim orang untuk mengambil semuanya, terima kasih, Mr. Roden." Pilcher membuat fotokopi referensi mengenai Erebus odora dan memberikannya kepada Starling, berikut serangganya. "Saya akan mengantar Anda ke bawah," katanya. Mereka menunggu lift. "Hampir semua orang menyukai kupu-kupu, tapi membenci ngengat," ujarnya. "Tapi ngengat lebih... menarik, memancing rasa ingin tahu." "Ngengat berperilaku merusak." "Memang ada yang begitu, banyak malah, tapi mereka hidup dengan aneka macam cara. Seperti kita." Hening sejenak. "Ada satu jenis ngengat, lebih dari satu malah, yang hidup hanya dari air mata," Pilcher menjelaskan. "Hanya itu yang dimakan atau diminum." "Air mata siapa?" "Air mata mamalia darat besar, kurang-lebih sebesar manusia. Dulu ngengat didefinisikan sebagai The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 37 segala sesuatu yang secara berarrgsur-angsur dan tatipa suara makan, mengkonsumsi, atau merusak ba-rang lain. Inikah kesibukan Anda sepanjang waktu— Cemburu Buffalo Bill?" "Saya berusaha sekuat tenaga." Pilcher memoles giginya dengan lidah. "Anda siik keluar untuk makan cheeseburger dan bir?" "Belakangan ini tidak." "Maukah Anda menemani saya sekarang? Tempat nya tidak terlalu jauh." "Tidak, tapi saya akan mentraktir Anda kalau urusan ini sudah selesai—Mr. Roden tentu saja juga boleh ikut." "Bertiga terlalu ramai," ujar Pilcher. Lalu, di pintu ia menyambung, "Mudah-mudahan Anda bisa segera menyelesaikan kasus ini, Officer Starling." Starling bergegas ke mobil yang sudah menunggunya. Ardelia Mapp telah menaruh surat-surat untuk Starling di tempat tidurnya, berikut permen Mounds yang tinggal setengah. Mapp sudah tidur. Starling membawa mesin tiknya ke ruang cuci, menaruhnya di meja untuk melipat pakaian, lalu memasukkan kertas berkarbon. Laporan mengenai Erebus odora telah ia susun di luar kepala dalam perjalanan pulang ke Quantico, dan kini ia mengetikkannya dengan cepat. Kemudian ia menghabiskan sisa Mounds dan menulis memo kepada Crawford, berisi saran untuk mengadakan cek silang antara* daftar langganan terbitan entomologi dan berkas FBI mengenai pelaku kejahatan serta arsip di kota-kota yang terdekat dengan lokasi-lokasi penculikan, ditambah arsip narapidana dan pelaku kejahatan seks di Metro Dade, San Antonio, dan Houston, daerah-daerah yang merupakan w1' layah penyebaran utama ngengat itu. Lalu ada satu hal lagi yang perlu ia kemukakan untuk kedua kali: Dr. Lecter perlu ditanya kenapa ia berpendapat si pelaku akan mulai mengambil kulit kepala korban-korbannya. Starling menyerahkan memo itu kepada penjaga yang berdinas malam, kemudian menjatuhkan diri ke tempat tidur. Berbagai suara masih terngiang-ngiang di telinganya, lebih pelan dibandingkan suara napas Mapp di seberang ruangan. Di tengah kegelapan ia melihat wajah ngengat yang mungil dan berkesan bijak. Matanya yang berpendar itu pernah menatap Buffalo Bill. Dan hal terakhir yang terlintas dalam benaknya adalah: Di dunia yang aneh ini, di belahan dunia yang kini gelap, aku harus memburu makhluk yang hidup dari air mata. Bab Lima Belas Di Memphis Timur, Tennessee, Catherine Baker Martin sedang berkunjung ke apartemen pacarnya. Malam telah larut, dan mereka menonton TV sambil bergantian mengisap pipa berisi hasyis. Film yang tengah diputar semakin sering diselingi iklan, dan selingan-selingan itu pun semakin panjang. "Aku lapar, kau mau popcornT tanya Catherine. "Biar aku saja yang ambil. Mana kuncimu?" "Kau di sini saja. Aku sekalian mau lihat apakah ibuku menelepon." Ia bangkit dari sofa. Ia wanita muda yang jangkung, dengan tubuh sintal menjurus gemuk dan rambut terawat rapi. Ia mengambil sepatunya di bawah meja dan keluar dari apartemen. Udara malam bulan Februari tidak terlalu dingin. Kabut tipis dari Sungai Mississippi menyelubungi pelataran parkir yang luas. Tepat di atas ia melihat bulan yang pucat dan melengkung setipis tulang ikan. Kepalanya agak pusing ketika mendongak. Ia mulai melintasi pelataran parkir, menuju apartemennya sendiri yang berjarak sekitar seratus meter. Sebuah mobil boks berwarna cokelat berhenti di dekat pintu apartemennya, di antara sejumlah karavan jan trailer yang mengangkut perahu. Ia memperhatikannya karena kendaraan tersebut menyerupai mobil pengantar bingkisan yang sering membawakan hadiah dari ibunya. Sebuah lampu dinyalakan di tengah kabut ketika ia melintas di samping mobil itu. Lampu itu lampu berdiri yang ditaruh di aspal di belakang mobil. Di bawahnya ada kursi santai dengan jok tebal berwarna merah. Kedua barang tersebut tampak seperti susunan perabot di etalase toko mebel. Catherine Baker Martin berkedip beberapa kali dan terus berjalan. Kata surreal muncul dalam benaknya, dan ia menyalahkan hasyis yang diisapnya tadi. Namun ia baik-baik saja. Seseorang baru pindah. Selalu saja ada orang pindah di Stonehinge Villas. Tirai di apartemennya bergoyang, dan ia melihat kucingnya duduk di ambang jendela sambil membungkuk dan menempelkan badan ke kaca. Ia mengeluarkan kunci, tapi sebelum membuka pintu, ia menoleh ke belakang. Seorang pria turun dari pintu belakang mobil boks. Dalam cahaya lampu, tangannya tampak dibalut gips dan disangga kain yang dikalungkan ke leher. Catherine Martin Baker masuk ke apartemennya dan mengunci pintu, lalu mengintip dari balik tirai. Pria di luar sedang berusaha menaikkan kursi tadi. Dipegangnya kursi itu dengan tangannya yang sehat, lalu didorong dengan lututnya, namun kemudian terbalik. Pria itu mengangkatnya lagi. Setelah membasahi uJung jarinya dengan ludah, ia menggosok noda pada jok. Catherine keluar. "Mari saya bantu." Nada suaranya ramah, tapj tidak berlebihan. "Oh. Thanks." Suara pria itu aneh dan tegang Bukan logat setempat. Lampu di aspal menerangi wajahnya dari bawah sehingga menimbulkan distorsi, tapi badannya kelihatan jelas. Pria itu mengenakan celana khaki dan kemeja dari bahan kulit tipis, dibiarkan terbuka di dada. Dagu dan pipinya tak berbulu, selicin dagu dan pipi wanita, sementara matanya tampak gelap. Ia membalas tatapan Catherine, dan Catherine merasa kurang senang. Kaum pria sering kali terkejut setelah menyadari ukuran tubuhnya yang besar; ada yang sanggup menutup-nutupinya, ada pula yang hanya terbengong-bengong. "Bagus," kata pria itu singkat. Catherine mencium bau tidak menyenangkan dari tubuh pria itu, dan dengan jijik ia memperhatikan bahwa kemeja kulitnya masih berbulu di sana-sini, pada pundak dan di ketiak. Keduanya dengan mudah mengangkat kursi tadi ke mobil boks. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 38 "Bisa bantu menggesernya ke depan sekalian?" Pria itu memanjat dan memindahkan sejumlah barang, antara lain bejana pipih untuk menguras oli mesin, dan katrol kecil yang diputar dengan tangan. Kursi itu mereka dorong sampai ke belakang tempat duduk pengemudi. "Ukuran Anda sekitar empat belas?" pria itu bertanya. "Apa?" "Tolong tali itu, yang di dekat kaki Anda." Ketika Catherine membungkuk, pria itu mengangkat tangannya yang terbalut gips, lalu menghantam kepala Catherine dari belakang. Catherine menyangka kepalanya terbentur, dan ia baru hendak mengusapnya ketika pria itu memukul lagi, kali ini di belakang telinga, dan lagi, berulang-ulang, namun tidak terlalu keras, sampai Catherine roboh dan tergeletak menyamping di lantai. Pria itu mengamatinya sejenak, lalu melepaskan gips dan kain pengikat lengan. Cepat-cepat ia memasukkan lampu dan menutup pintu belakang kendaraannya. Kemudian ia menarik kerah blus Catherine dan menyorot label ukurannya dengan senter. "Bagus," komentarnya. Punggung blus dibelahnya dengan gunting, lalu dibuka. Tangan Catherine diborgol di belakang. Setelah menggelar alas di lantai, pria itu membalikkannya. Catherine tidak memakai bra. Pria itu menekan-nekan payudaranya yang besar, memeriksa berat dan kekenyalannya. "Bagus," ia kembali berkata. Pada payudara kiri ada noda pink bekas isapan. Pria itu menjilat jari dan menggosok-gosok noda itu seperti dilakukannya pada jok kursi tadi. Ia mengangguk-angguk ketika melihat noda itu lenyap waktu ditekan. Kemudian ia menelungkupkan Catherine dan memeriksa kepalanya. Hantaman gips tadi tidak menimbulkan luka. Ia menempelkan dua jari pada sisi leher untuk memeriksa denyut nadi, yang ternyata kuat dan berirama. “ Baguus,” katanya. Perjalanan ke rumahnya yang bertingkat dua cukup jauh, dan ia lebih suka bekerja di rumah. Kucing Catherine Baker Martin masih menonton di jendela ketika mobil boks itu berangkat. Pesawat telepon di belakang kucing ituber dering. Mesin penerima telepon di kamar tidur menyala secara otomatis, lampunya yang merah kerkedip-kedip dalam gelap. Penelepon itu ibu Catherine,senator yunior dari Tennesse. Bab Enam Belas Pada tahun 1980-an, zaman Keemasan Terorisme, pihak berwajib memberlakukan prosedur standar untuk menangani penculikan yang menimpa anggota Kongres: Pukul 02.45 dini hari, agen khusus yang memimpin perwakilan FBI di Memphis melaporkan ke markas besar di Washington bahwa putri tunggal Senator Ruth Martin menghilang. Pukul 03.00 dini hari, dua van tanpa tanda khusus keluar dari garasi bawah tanah perwakilan Washington, Buzzard's Point. Sam menuju Senate Office Building, di mana teknisi sedang menyambungkan alat-alat pantau dan rekam pada pesawat-pesawat telepon di ruang kerja Senator Martin dan memasang alat penyadap Title 3 pada telepon-telepon umum yang berdekatan. Pihak Departemen Kehakiman membangunkan anggota paling junior dari Senate Select Intelligence Committee untuk menyampaikan pemberitahuan wajib mengenai penyadapan tersebut. Kendaraan yang satu lagi, yang dilengkapi kaca satu arah dan perlengkapan pengintaian, diparkir di Virginia Avenue untuk mengawasi bagian depan Water gate West, kediaman Senator Martin di Washington Dua penumpang van masuk ke dalam bangunan untuk menyambungkan alat-alat pantau pada telepon pribari' sang senator. .Pihak Bell Atlantic memperkirakan waktu yan2 diperlukan untuk melacak telepon dari domestic digital switching system sekitar tujuh puluh detik. Reactive Squad di Buzzard's Point disiagakan dua puluh empat jam sehari, guna mengantisipasi pembayaran uang tebusan di wilayah Washington. Setiap komunikasi dilakukan dengan menggunakan sandi rahasia, untuk mengamankan proses penukaran sandera dari gangguan helikopter pers—tindakan tak bertanggung jawab semacam itu memang jarang terjadi, tapi bukannya tidak mungkin. Hostage Rescue Team pun siap bergerak setiap saat. Semua orang berharap menghilangnya Catherine Baker Martin berkaitan dengan penculikan profesional untuk minta uang tebusan; jika memang itu yang terjadi, peluangnya untuk selamat cukup besar. Tak seorang pun menyinggung kemungkinan terburuk. Kemudian, beberapa saat sebelum tengah hari di Memphis, seorang petugas polisi yang tengah menyelidiki laporan pencurian di Winchester Avenue mencegat laki-laki tua yang sedang mengumpulkan kaleng bekas. Di dalam kereta dorong orang tua itu ia menemukan blus wanita yang masih terkancing. Bagian belakangnya terbelah bagaikan baju untuk pemakaman. Nama yang tercantum pada label binatu adalah Catherine Baker Martin. pukul 06.30 pagi, Jack Crawford sedang menuju ke selatan dari rumahnya di Arlington ketika telepon di mobilnya berdering untuk kedua kali dalam dua menit. "Sembilan dua dua empat puluh." "Empat puluh stand by untuk Alpha 4." Crawford melihat tempat istirahat di pinggir jalan raya, menepi, lalu berhenti untuk memusatkan' perhatian pada pesawat teleponnya. Alpha 4 adalah sandi untuk direktur FBI. "Jack, sudah dengar soal Catherine Martin?" "Baru saja ada telepon dari petugas piket malam." "Kalau begitu, kau sudah tahu soal blusnya. Bagaimana perkembangannya?" "Buzzard's Point sudah disiagakan," ujar Crawford. "Semua pesawat telepon sudah dipasangi alat The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 39 pantau dan rekam. Kita belum tahu pasti apakah ini perbuatan Buffalo Bill atau bukan. Kalau ini ulah orang yang ikut-ikutan, dia mungkin menelepon untuk minta tebusan. Siapa yang memantau dan melacak telepon di Tennessee, kita atau mereka?" "Mereka. Polisi negara bagian. Mereka cukup berngalaman. Phil Adler menelepon dari Gedung Putih. Dia bilang Presiden terus mengikuti perkembangan. Ada baiknya kalau kita berhasil, Jack." "Sebaiknya memang begitu. Di mana Senator Martin sekarang?" "Dalam perjalanan ke Memphis. Dia meneleponku & rumah semenit yang lalu. Tahu sendirilah." I "Ya." Crawford mengenal Senator Martin dari ra-Pat-rapat penyusunan anggaran. "Dia menggunakan segenap kekuasaannya." "Tak bisa disalahkan." "Memang," ujar atasannya. "Aku memberitahunya bahwa kita akan berusaha sekuat tenaga. Dia... dja memahami situasi pribadimu dan menawarkan pesawat untukmu, supaya kau bisa pulang malam." "Oke. Tapi Senator Martin terkenal keras, Tommy. Kalau dia mau mengambil alih kendali, kita bakal beradu kepala." "Aku tahu. Kalau perlu, bilang saja kau dapat perintah langsung dariku. Berapa banyak waktu yang kita punya, Jack---enam, tujuh hari?" "Entahlah. Kalau penculiknya panik setelah tahu siapa korbannya, bisa jadi dia langsung menghabisinya." "Di mana kau sekarang?" "Dua mil dari Quantico." "Pesawat Lear bisa .mendarat di sana?" "Ya." "Dua puluh menit." "Ya, Sir." Crawford menekan beberapa angka pada teleponnya, lalu kembali bergabung dengan lalu lintas. BAB TUJUH BELAS Seluruh tubuh Starling terasa pegal akibat tidur tidak tenang. Ia berdiri dengan kimono dan sandal kelinci, handuk tersampir di bahu, menunggu giliran memakai kamar mandi yang digunakannya bersama Mapp dan kedua siswa di kamar sebelah. Berita dari Memphis yang ia dengar di radio membuatnya menahan napas sejenak. VTa Tuhan," ia bergumam. "Gawat. OKE! SIAPA PUN YANG ADA DI DALAM! KAMAR MANDI INI DISITA. KELUARLAH DENGAN MEMAKAI CELANA. INI BUKAN LATIHAN!" Ia masuk ke shower tanpa menghiraukan protes tetangganya yang kaget. "Geser sedikit. Gracie, dan tolong sabunnya." Sambil menjepitkan gagang telepon ke telinga dengan bahu. ia berkemas untuk bermalam dan menaruh tas berisi peralatan forensik di dekat pintu. Ia memastikan operator telepon tahu ia berada di kamarnya, dan tidak ikut sarapan agar dapat menunggui pesawat ;telepon. Namun sepuluh menit menjelang jam pelajaran dimulai belum juga ada kabar, dan ia bergegas ke seksi Ilmu Perilaku sambil membawa perlengkapannya. ; "Mr. Crawford berangkat ke Memphis empat puluh lima menit lalu," kata sekretaris yang ditemuinya dengan manis. "Burroughs ikut, dan Stafford dari lab berangkat dari National." "Semalam saya menaruh laporan untuk Mr Crawford di sini. Apakah dia meninggalkan pesan * untuk saya? Saya Clarice Starling." "Ya, saya tahu siapa Anda. Saya punya tiga copy nomor telepon Anda di sini, dan di meja Mr. Crawford ada beberapa lagi, kalau saya tidak salah. Tapi dia tidak meninggalkan apa pun untuk Anda, Clarice." Wanita itu menatap barang bawaan Starling. "Barangkali ada pesan yang bisa saya sampaikan kalau Mr. Crawford menelepon?" "Apakah dia meninggalkan nomor telepon di Memphis, tempat dia bisa dihubungi?" "Tidak. Dia yang akan menelepon ke sini. Bukankah Anda ada pelajaran hari ini, Clarice? Anda sedang mengikuti pendidikan, bukan?" "Ya." Starling terlambat sampai di ruang kelas. Kedatangannya disambut wajah cemberut Gracie Pitman, wanita muda yang diusirnya dari shower tadi. Gracie Pitman duduk persis di belakang Starling, dan ia terus mengerutkan kening ketika Starling menuju kursinya. Tanpa sarapan Starling duduk selama dua jam, mengikuti kuliah "The Good-Faith Warrant Exception to the Exclusionary Rule in Search and Seizure.' Baru setelah itu ia bisa pergi ke mesin otomat untuk membeli segelas Coke. Pada jam istirahat siang ia memeriksa kotak suratnya, tapi ternyata tak ada pesan apa pun. Saat itulah ia kembali menyadari bahwa rasa frustrasi mirip sekali dengan rasa obat paten bernama Fleet's yang harus diminumnya ketika ia masih kecil. Pada hari tertentu kita bangun sebagai orang yang berbeda. Hari ini seperti itulah rasanya bagi Starling. Apa yang kemarin dilihatnya di Potter Funeral Home telah menyebabkan perubahan kecil namun mendasar dalam dirinya. Starling mempelajari psikologi dan kriminologi di sekolah bermutu. SudJh berkali-kali ia menyaksikan hal-hal mengerikan yang terjadi di dunia ini. Tapi baru sekarang ia benar-benar tahu: sesekali muncul makhluk yang berlindung di balik wajah manusia, yang mendapatkan kesenangan dari tubuh yang kini tergolek di meja autopsi di Potter, West Virginia, di ruangan dengan wallpaper bermotif bunga mawar. Starling tahu ia akan terus dihantui oleh pengetahuan itu, dan ia perlu membuat dirinya kebal jika ingin bertahan. Kesibukan belajar tak dapat mengalihkan pikirannya. Sepanjang hari ia merasa hal-hal penting sedang terjadi di luar jangkauannya. Ia seolah-olah dikelilingi gemuruh yang terdengar sayup-sayup, bagaikan suara dari stadion di kejaiman. Hal-hal kecil, seperti orang berjalan di koridor, awan melintas di langit, atau suara kapal terbang, membuatnya tersentak. Seusai jam pelajaran, Starling berlari terlalu lama, kemudian berenang. Ia berenang sampai teringat mayat-mayat terapung, dan setelah itu ia tak mau lagi berada di dalam air. Bersaipa Mapp dan selusin siswa ia menonton siaran berita jam tujuh di ruang rekreasi. Penculikan The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 40 Putri Senator Martin bukan berita utama, namun ditayangkan pertama sesudah liputan mengenai pembicaraan pengurangan senjata yang berlangsung di Jenewa. Ada film dari Memphis, dimulai dengan papan nama Stonehinge Villas, yang diambil dari balik lampu mobil patroli yang berkedap-kedip. Media massa memberikan perhatian besar pada kasus tersebut, tapi karena tak ada berita baru, para wartawan saling mewawancara di pelataran parkir di Stonehinge. Pihak berwajib Memphis dan Shelby County tampil di hadapan jajaran mikrofon. Di tengah kegaduhan, mereka menyebutkan hal-hal yang belum diketahui. Para juru foto kalang-kabut setiap kali ada petugas yang masuk atau keluar apartemen Catherine Baker Martin. Sorak-sorai ironis sempat menghangatkan ruang rekreasi ketika wajah Crawford muncul sejenak di jendela apartemen. Starling tersenyum tipis. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah Buffalo Bill sedang menonton. Ia bertanya-tanya, bagaimana kesan orang itu mengenai wajah Crawford, atau apakah ia tahu siapa Crawford sebenarnya. Beberapa rekan Starling tampaknya menyimpan pertanyaan serupa. Lalu Senator Martin muncul di TV dalam siaran langsung bersama Peter Jennings. Ia berdiri di kamar putrinya, dengan poster-poster yang menampilkan Wile E. Coyote dan Equal Rights Amendment pada dinding di belakangnya. Ia wanita jangkung dengan wajah berkesan keras. "Saya ingin mengimbau orang yang menyekap putn saya," ujarnya. Ia berjalan mendekati kamera, memaksa juru kamera mengadakan perubahan fokus di luar fencana. Apa yang dikatakannya tak akan ia ucapkan kepada seorang teroris. "Anda mempunyai kekuasaan untuk melepaskan putri saya dalam keadaan selamat. Namanya Catherine, pia sangat lembut dan penuh pengertian. Saya mohon lepaskan putri saya, lepaskan dia dalam keadaan selamat. Anda yang mengendalikan situasi. Anda mempunyai kekuatan. Anda yang berkuasa. Saya tahu Anda mengenal cinta dan kasih sayang. Anda bisa melindungi dia dari apa pun yang mungkin ingin mencelakakannya. Anda kini berkesempatan membuktikan kepada dunia bahwa Anda dapat bermurah hati, bahwa Anda berjiwa besar dan tidak membalas perlakuan orang lain terhadap Anda dengan cara yang sama. Namanya Catherine." Pandangan Senator Martin beralih dari kamera, dan layar TV menampilkan rekaman gadis cilik yang berjalan tertatih-tatih sambil berpegangan pada bulu leher seekor anjing collie. Suara Senator Martin kembali terdengar, "Ini Catherine ketika masih kecil. Saya mohon, lepaskan dia. Lepaskan dia di mana pun di negeri ini, dan Anda akan memperoleh bantuan dan persahabatan saya." Kini serangkaian foto—Catherine pada usia delapan tahun, memegang batang kemudi perahu layar. Perahu itu berada di dok, dan ayah Catherine sedang mencat lambungnya. Dua foto baru setelah ia tumbuh menjadi seorang wanita muda, satu foto seluruh badan dan satu close up wajahnya. Kamera beralih kembali pada Senator Martin, "Saya berjanji di hadapan seluruh negeri, Anda akan memperoleh segala bantuan yang Anda butuhkan. Saya dapat membantu Anda. Saya senator Amerika Serikat Saya bertugas pada Armed Services Committee. Saya terlibat dalam Strategic Defense Initiative, sistem persenjataan ruang angkasa yang lazim disebut 'Star Wars'. Jika Anda mempunyai musuh, saya akan melawan mereka. Kalau ada yang mengganggu Anda saya akan menghentikannya. Anda bisa menelepon saya kapan saja, siang atau malam. Catherine nama anak saya. Saya mohon, tunjukkanlah kekuatan Anda." Senator Martin berkata sebagai penutup, "Lepaskanlah Catherine dalam keadaan selamat." "Wah, cerdik sekali," ujar Starling. Ia gemetaran bagaikan anjing terrier. "Benar-benar cerdik." "Apa, soal Star Wars itu?" tanya Mapp. "Kalau makhluk luar angkasa berusaha mengendalikan pikiran Buffalo Bill dari planet lain, maka Senator Martin bisa melindunginya—itu maksudnya?" Starling mengangguk. "Banyak paranoid schizophrenics yang mengalami halusinasi ini— pengendalian oleh makhluk luar angkasa. Kalau memang'itu masalah Bill, barangkali pendekatan ini bisa memancingnya keluar dari tempat persembunyiannya. Paling tidak, Catherine mendapat tambahan waktu beberapa hari. Dan kita punya waktu untuk menyelidiki Bill. Tapi mungkin juga tidak; Crawford berpendapat selang waktu Bill beraksi semakin singkat. Tapi tak ada salahnya dicoba." "Aku pasti mau mencoba apa saja seandainya anggota keluargaku yang disekap. Kenapa dia terus berkata 'Catherine'? Kenapa dia terus mengulangi nama itu?" "Dia berusaha agar Buffalo Bill memandang Catherine sebagai manusia. Banyak pembunuh berantai memberi keterangan di penjara bahwa mereka harus melihat korban sebagai benda sebelum bisa menyembelihnya. Mereka bilang mereka serasa berhadapan dengan boneka." "Mungkinkah pernyataan Senator Martin ini didalangi oleh Crawford?" "Mungkin, mungkin juga oleh Dr. Bloom—itu dia," ujar Starling. Mapp menoleh ke layar TV dan melihat wawancara dengan Dr. Alan Bloom dari Uoiversity of Chicago mengenai pembunuh berantai, yang direkam beberapa minggu sebelumnya. Dr. Bloom tidak mau membandingkan Buffalo Bill dengan Francis Dolarhyde atau Garrett Hobbs, atau para pembunuh berantai lain yang tercatat dalam sejarah. Ia juga tidak mau menggunakan istilah "Buffalo Bill". Sesungguhnya ia tidak banyak bicara, namun ia dikenal sebagai pakar terkemuka dalam bidang ini. dan pihak jaringan TV ingin menampilkan wajahnya. Ucapan penutupnya digunakan sebagai "gong" di akhir laporan, "Segala sesuatu yang mungkin kita gunakan untuk mengancamnya masih kalah mengerikan dibandingkan apa yang harus dia hadapi setiap hari. Yang bisa kita lakukan adalah mengimbau agar dia mendatangi kita. Kita bisa menjanjikan perlakuan baik dan bantuan, dan kita bisa menjanjikannya dengan hati tulus." "Hah, omong'kosong. Kata-kata manis tanpa makna. Dia tidak menceritakan apa-apa, tapi di pihak kin, dia juga tidak membuat Bill gelisah." "Aku tidak bisa melupakan gadis di West Virginia itu," ujar Starling. "Dia selalu terbayang-bayang di depan mata." Pada waktu makan malam, Mapp menghibur Starling dengan komentar-komentarnya yang Jenaka, dan membuat orang-orang yang menguping percakapan mereka terkagum-kagum mendengarnya menciptakan plesetan dari karya-karya Stevie Wonder dan Emily Dickinson. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 41 Ketika mereka kembali ke kamar, Starling memeriksa kotak suratnya dan menemukan pesan berikut: Harap hubungi Albert Roden, ditambah nomor telepon. "Ini satu bukti lagi bahwa teoriku benar," katanya kepada Mapp ketika mereka menjatuhkan diri di tempat tidur masing-masing. "Teori apa?" "Kalau kita ketemu dua laki-laki, bisa dipastikan yang menelepon bukan orang yang diharapkan." "Itu sih aku sudah tahu." Pesawat telepon berdering. Mapp menempelkan ujung pensil ke hidungnya.' "Kalau itu Hot Bobby Lowrance, tolong beritahu dia aku lagi di perpustakaan, oke?" ujar Mapp. "Bilang saja aku akan menelepon dia besok." Peneleponnya ternyata Crawford. Ia menelepon dari pesawat terbang dan suaranya berkeresek. "Starling, berkemaslah untuk dua malam dan temui aku satu jam lagi." Starling menyangka Crawford sudah memutuskan hubungan, sebab ia hanya mendengar bunyi mendengung, namun sekonyong-konyong suara atasannya terdengar lagi "—tidak perlu bawa perlengkapan, pakaian saja." "Di mana aku harus menemui Anda?" "Di Smithsonian." Crawford mulai bicara dengan orang lain sebelum mematikan pesawat teleponnya. "Jack Crawford," kata Starling sambil menaikkan tas pakaiannya ke atas tempat tidur. Mapp mengintip dari balik Federal Code of Criminal Procedure yang tengah dibacanya. Ia memperhatikan Starling berkemas sambil mengerutkan kening. "Aku bukannya mau menambah pikiranmu," ujarnya. "Sudahlah, jangan banyak basa-basi," sahut Starling- Ia sudah tahu apa yang akan dikatakan rekannya itu. Mapp berhasil masuk Law Review di University of Maryland, meskipun bekerja sambil kuliah. Peringkat akademisnya di Academy adalah nomor dua di kelas mereka, dan kalau sudah menghadapi buku, ia selalu siap berjibaku. "Seharusnya kau ikut ujian Criminal Code besok dan tes PE dua hari lagi. Pastikan Supremo Crawford tahu kau bisa disuruh mengulang dari awal kalau dia tidak hati-hati. Begitu dia berkata, 'Terima kasih atas bantuanmu. Siswa Starling,' kau jangan cuma bilang, 'Samasama.' Tatap wajahnya dan tegaskan, 'Saya minta Anda memastikan secara pribadi bahwa saya tidak disuruh mengulang karena tidak mengikuti ujian.' Mengerti'.'" "Aku bisa ikut ujian susulan," ujar Starling sambil membuka jepitan rambut dengan giginya. "Yeah, dan kalau kau gagal karena tidak sempat „belajar, kaupikir kau takkan disuruh mengulang? Yang benar saja! Kau akan dicampakkan sebelum sempat berkedip. Rasa terima kasih tidak bertahan lama Clarice. Paksa dia memberi jaminan bahwa kau tak perlu mengulang apa pun. Nilai-nilaimu bagus suruh dia mengatakan itu. Aku tak mau kehilangan teman sekamar yang bisa menyetrika secepat kau dalam keadaan kepepet." Starling menjalankan Pinto tuanya dengan kecepatan tetap di jalan raya berjalur empat, satu mil per jam di bawah kecepatan yang biasa membuat kemudinya bergetar. Bau apak bercampur bau oli panas, suara kertak-kertak dari bawah, serta desing transmisi membuatnya teringat pada pickup ayahnya. Ia pun terkenang bagaimana ia duduk di samping ayahnya sementara saudara-saudaranya terus membuat gaduh. Kini ia yang pegang kemudi, menyetir menembus kegelapan malam. Pikirannya menerawang. Rasa takut seakan-akan mencengkeram tengkuknya; berbagai kenangan dari kejadian yang belum lama lewat men-desak-desaknya dari samping. Starling kuatir mayat Catherine Baker Martin telah ditemukan. Buffalo Bill mungkin panik ketika mengetahui siapa korbannya. Mungkin saja ia telah menghabisi Catherine dan membuangnya dengan kepompong tersangkut di tenggorokan. Barangkali kepompong itu dibawa Crawford untuk diidentifikasi. Kalau bukan karena itu kenapa ia minta Starling datang ke Smithsonian? Tapi urusan sepele seperti itu tak perlu ditangani Crawford; kurir FBI pun sanggup melakukannya. Dan Crawford telah menyuruhnya berkemas untuk dua hari. Starling mengerti kenapa Crawford tidak memberikan penjelasan melalui saluran radio yang tidak diamankan, namun ia tetap saja penasaran. Ia menemukan stasiun radio khusus berita dan menunggu sampai penyiarnya selesai membacakan laporan cuaca. Tapi berita yang menyusul ternyata tidak membantu. Berita dari Memphis itu sekadar mengulangi berita pukul tujuh tadi. Putri Senator Martin dilaporkan hilang. Blusnya ditemukan dalam keadaan tersayat di punggung, ciri khas Buffalo Bill. Tak ada saksi mata. Sementara itu korban yang ditemukan di West Virginia tetap belum berhasil diidentifikasi. West Virginia. Di antara hal-hal yang diingat Clarice Starling mengenai Potter Funeral Home terdapat sesuatu yang amat berguna. Sesuatu yang abadi, bersinar-sinar di tengah kesuraman. Sesuatu yang patut disimpan. Starling sengaja mengingat-ingatnya sekarang, dan ia menyadari ia bisa menggenggamnya bagaikan jimat. Di Potter Funeral Home, saat berdiri di tempat cuci tangan, ia memperoleh kekuatan dari sumber yang membuatnya terkejut sekaligus senang— kenangan mengenai ibunya. § Ia memarkir Pinto-nya di bawah markas besar FBI di persimpangan Tenth dan Pennsylvania. Dua kru TV telah memasang peralatan mereka di trotoar; para reporter tampak terlalu rapi di bawah sorot lampu-lampu. Mereka sedang memberikan laporan dengan J. Edgar Hoover Building sebagai latar belakang. Starling menghindari larmpu-lampu itu dan berjalan kaki Sejauh dua blok ke Smithsonian's National Museum Natural History. Ia melihat beberapa jendela terang di gedung tua itu. Sebuah van bertanda Baltimore County P0i1Ce tampak berhenti di jalan masuk yang berbentuk setengah lingkaran. Pengemudi Crawford, Jeff, menunggu di balik kemudi van pengintai di belakangnya. Ketika melihat Starling mendekat, ia mengatakan sesuatu melalui radio komunikasi yang digenggamnya Bab Delapan Belas The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 42 Penjaga pintu Smithsonian's mengantar Clarice Starl Starling ke tingkat dua di atas gajah besar. Pintu lift membuka dan mereka melangkah Starling ke tingkat dua di atas gajah besar. Pintu lift membuka dan mereka melangkah ke ruangan yang luas dan remang-remang. Crawford sudah menunggu dengan tangan terselip dalam kantong jas hujan. "Malam, Starling." ["Halo." BCrawford menoleh kepada penjaga. "Kami sudah tahu jalannya, Officer, terima kasih." PCrawford dan Starling berdampingan menyusuri koridor yang diapit tumpukan peti dan kotak berisi spesimenspesimen antropologi. Beberapa lampu di langit-langit menyala, tapi tidak banyak. Starling berjalan sambil menundukkan kepala dan merenung, seperti yang biasa dilakukan orang saat melintasi kampus, dan tiba-tiba ia menyadari bahwa Crawford hendak meletakkan tangan pada pundaknya, dan Crawford akan melakukannya kalau saja hubungan mereka memungkinkannya. Ia menunggu Crawford angkat bicara. Akhirnya ia herhenti dan menyelipkan tangan ke dalam kantong. Mereka saling berhadapan di tengah koridor yang sunyi. Crawford menyandarkan kepala pada tumpukan peti dan menarik napas panjang. "Kemungkinan besar Catherine Martin masih hidup," katanya. Starling mengangguk-angguk, lalu menundukkan kepala. Barangkali Crawford lebih mudah bicara kalau tidak ditatap langsung. Roman mukanya tampak biasa, namun sepertinya ada sesuatu yang membuatnya tertekan. Sepintas lalu Starling menyangka istrinya meninggal. Namun mungkin juga Crawford menjadi murung karena menghabiskan satu .hari bersama ibu Catherine yang tengah tertimpa musibah. "Tak banyak yang kuperoleh di Memphis," kata Crawford. "Tampaknya korban diculik di pelataran parkir. Tak ada yang melihat kejadiannya. Dia masuk ke apartemennya dan entah kenapa kemudian keluar lagi. Sepertinya dia tidak bermaksud berlama-lama— pintu apartemennya dibiarkan terbuka dengan memasang pengaman deadlock agar jangan sampai terkunci secara tidak sengaja. Kunci pintunya ditemukan di atas pesawat TV. Tak ada yang diotak-atik. Kelihatannya dia hanya sebentar di dalam. Dia tidak sempat memeriksa mesin penjawab telepon di kamar tidur. Lampunya masih menyala ketika pacarnya akhirnya memanggil polisi. "Catherine ada di tangannya sekarang, Starling. Jaringan-jaringan TV setuju untuk tidak mengadakan countdown pada siaran berita malam—Dr. Bloom kuatir itu akan memicu Bill untuk bertindak. Tapi beberapa tabloid mungkin tak bisa dicegah." Pada salah satu kasus penculikan sebelumnya, polisi menemukan baju yang tersayat di punggung dan berbasi mengidentifikasi korban sementara ia masih ditawan. Starling masih ingat countdown bertepi hitam yang terpampang pada halaman depan koran-koran kuning. Countdown itu mencapai hitungan kedelapan belas sebelmu korban ditemukan mengambang di sungai. "Jadi, Catherine Baker Martin sedang menanti nasib di tempat tetirah Bill, dan kita punya waktu sekitar satu minggu. Itu batas maksimal—Bloom berpendapat selang waktu Bill beraksi semakin singkat." I Tidak biasanya Crawford bicara panjang-lebar seperti itu. Dan istilah "tempat tetirah" terasa dibuat-buat. Starling tak sabar menunggu Crawford menfcaskan maksud sesungguhnya, dan ia tak perlu menunggu lama-lama. "Tapi kali ini. Starling, kali ini kita mungkin agak beruntung." Starling menatapnya sambil mengerutkan kening, penuh harapan namun sekaligus waspada. "Kita menemukan serangga lagi. Kawan-kawanmu, Pilcher dan... vang satu lagi." f "Roden." "Mereka sedang menelitinya." "Di mana Anda mendapatkannya—Kentucky?—gadis di kamar pendingin itu?" "Bukan. Mari, biar kutunjukkan. Aku ingin tahu pendapatmu mengenai ini." "Bagian Entomologi ada di sebelah sana, Mr.Crawford." * "Aku tahu," jawab Crawford. Mereka membelok ke pintu Antropologi. Cahaya dan suara-suara menembus pintu berkaca susu itu Starling melangkah masuk. Tiga pria dengan jas lab bekerja pada meja di tengah ruangan, di bawah lampu yang terang-benderang. Dari tempat Starling berdiri, tidak terlihat apa yang sedang mereka lakukan. Jerry Burroughs dari seksi Ilmu Perilaku mengamati tindak-tanduk mereka sambil membuat catatan pada clipboard. Starling mencium bau yang terasa sudah dikenalnya. Kemudian salah satu pria berbaju putih memindahkan sesuatu ke tempat cuci tangan dan Starling segera mengenalinya. Pada nampan baja tahan karat di meja ia melihat "Klaus," kepala yang ditemukannya di Split City Mini-Storage. "Serangga yang kuceritakan tadi berasal dari teng-gorokan Klaus," ujar Crawford. "Tunggu sebentar, Starling. Jerry, kau sedang bicara dengan ruang operator?" Burroughs sedang membacakan catatan pada clipboard sambil menjepit gagang telepon. Dengan sebelah tangan ia menutup pesawat. "Yeah, Jack, gambar rekaan Klaus sedang dikeringkan." Crawford mengambil alih telepon. "Bobby, jangan tunggu sambungan Interpol. Buka saluran gambar dan kirim foto-fotonya sekarang juga, berikut laporan medis. Negara-negara Skandinavia, Jerman Barat, Belanda. Jangan lupa sebutkan bahwa Klaus mungkin awak kapal dagang yang kabur dari kapalnya. Dan tambahkan bahwa Asuransi Kesehatan Nasional mereka mungkin punya klaim untuk tulang pipi yang retak. Apa itu namanya, zygomatic arch. Sekalian jgrimkan kedua bagan gigi, universal dan Federation pentaire. Memang sudah kedaluwarsa, tapi lumayan untuk perkiraan kasar." Ia mengembalikan telepon kepada Burroughs. "Mana barang-barangmu, Starling'" "Di ruang penjaga di bawah." "Johns Hopkins yang menemukan serangga itu," Crawford berkata ketika mereka menunggu lift. "Mereka memeriksa kepalanya untuk kepolisian Baltimore County. Serangga itu tersangkut di tenggorokan, persis seperti pada gadis di West Virginia." "Seperti di West Virginia." "'Sepertinya kau ragu. Johns Hopkins menemukan serangga itu pukul tujuh malam tadi. Aku The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 43 dihubungi Kejaksaan Baltimore di pesawat. Mereka mengirimnya ke sini. berikut Klaus, supaya kita bisa melihatnya in situ. Mereka juga minta pendapat Dr. Angel mengenai usia Klaus dan berapa usianya ketika tulang pipinya retak. Mereka biasa berkonsultasi dengan Smithsonian, sama seperti kita." "Tunggu sebentar. Ini harus kucerna dulu. Maksud Anda. Buffalo Bill mungkin membunuh Klaus? Bertahun-tahun lalu?" ."Apakah dugaan ini terlalu mengada-ada, terlalu 8erba kebetulan?" "Begitulah kesanku saat ini." "Pikirkanlah beberapa waktu." "Dr. Lecter memberitahuku di mana Klaus bisa temukan." ujar Starling. "Memang." * "Dr. Lecter juga memberitahukan bahwa pasiennya, Menjamin Raspail, mengaku membunuh Klaus. Tapi Lecter cenderung menganggap Klaus mati tercekik tanpa disengaja saat berhubungan intim." "Itu kata dia." "Anda menduga Lecter tahu persis bagaimana Klaus tewas, dan bukan karena Raspail, bukan pula karena dicekik?" "Di tenggorokan Klaus ada serangga, di tenggorok-an gadis dari West Virginia ada serangga. Aku belum pernah melihat itu di tempat lain. Aku belum pernah membaca soal itu, dan belum pernah mendengarnya. Bagaimana menurutmu?" "Anda menyuruhku berkemas untuk dua hari. Anda ingin aku bertanya langsung kepada Lecter, bukan?" "Kaulah satu-satunya yang bisa mengajaknya bicara, Starling." Starring mengangguk. "Kita bicara sambil menuju rumah sakit jiwa," Crawford menambahkan. Bab Sembilan Belas Dr. lecter bertahun-tahun menjalankan praktek psikiatri yang sukses sebelum kita menangkapnya karena pembunuhan," Crawford menjelaskan. "Berulang kali dia membuat evaluasi psikiatris untuk pengadilan Maryland dan Virginia dan sejumlah pengadilan lain di sepanjang Pantai Timur. Dia sering menangani pelaku kejahatan yang tidak waras. Itu salah satu penjelasan bagaimana dia tahu. Kecuali itu, dia mengenal Raspail secara pribadi dan Raspail pun menceritakan berbagai hal saat mengikuti terapi. Barangkali Raspail yang memberitahunya siapa yang membunuh Klaus." Crawford dan Starling duduk berhadapan di kursi putar di bagian belakang van. pengintaian. Mereka sedang menuju ke utara pada jalan raya U.S. 95, ke Baltimore yang berjarak enam puluh kilometer. Jeff, yang memegang kemudi, tampaknya telah diperintahkan untuk tancap gas. "Lecter sempat menawarkan bantuan, tapi aku menolak mentah-mentah. Aku sudah pernah menerima bantuannya. Dia tidak memberikan sesuatu yang berguna dan malah menusuk wajah Will Graham dengan pisau. Sebagai hiburan. "Tapi serangga di tenggorokan Klaus, serangga di tenggorokan gadis di West Virginia, itu tidak"biSa diabaikan. Alan Bloom belum pernah mendengar tentang ini, begitu juga aku. Kau pernah menemui kasus seperti ini, Starling? Kau lebih banyak membaca buku dan laporan dibandingkan aku." "Belum. Benda-benda lain, ya, tapi serangga belum pernah." "Ada dua hal yang perlu kauingat. Pertama, kita berpegang pada anggapan bahwa Dr. Lecter memang mengetahui sesuatu yang konkret. Kedua, Lecter selalu mencari kesenangan. Jangan pernah lupa. Dia sendiri harus menginginkan Buffalo Bill ditangkap sementara Catherine Martin masih hidup. Segala kesenangan dan keuntungan harus diarahkan ke situ. Kita tidak punya apa-apa untuk mengancamnya—toilet dan buku-bukunya sudah diambil." "Bagaimana kalau kita menceritakan situasi apa adanya dan menawarkan sesuatu—sel dengan pemandangan, misalnya. Itu yang dimintanya ketika dia menawarkan bantuan." "Dia menawarkan bantuan, Starling. Dia tidak bilang dia mau membocorkan rahasia orang lain. Dengan berterus terang, dia tidak punya kesempatan untuk memamerkan kepandaiannya. Kau ragu. Kau ingin percaya dia. Begini, Lecter tidak terburu-buru. Dia mengikuti kasus ini seperti menonton pertandingan baseball. Kalau dia kita minta berterus terang, dia akan menunggu. Dia takkan langsung buka mulut." "Biarpun dengan iming-iming imbalan? Sesuatu yang takkan diperolehnya jika Catherine Martin tewas?" "Andaikata kita katakan padanya kita tahu dia BjltHiya informasi dan kita minta dia membeberkannya. Dia akan mendapatkan kesenangan maksimal dengan menunggu dan berlagak mengingat-ingat, minggu demi minggu. Dia akan membangkitkan harapan Senator Martin dan membiarkan Catherine mati, lalu menyiksa ibu berikut dan yang berikut, selalu membangkitkan harapan, selalu berlagak mengingat-ingat—bagi dia itu lebih baik daripada pemandangan. Itulah yang menghidupinya. "Aku tidak tahu apakah kita semakin bijak dengan bertambahnya usia, Starling, tapi lambat laun kita "belajar untuk menghindari situasi yang tidak menguntungkan. Dan situasi ini patut dihindari." "Jadi, Dr. Lecter harus menganggap kita mendatanginya semata-mata untuk teori dan pendapatnya," ujar Starling. "Tepat." "Kenapa aku diberitahu? Kenapa aku tidak disuruh saja ke sana untuk menanyakannya sesuai keinginan Anda?" "Aku lebih suka membuka kartu. Kau akan melakukan hal yang sama pada waktu kaupegang komando nanti. Cara-cara lain takkan berhasil dalam jangka panjang." "Berarti serangga di tenggorokan Klaus tidak boleh disinggung-singgung, begitu juga keterkaitan antara Klaus dan Buffalo Bill." "Jangan. Kau kembali mendatangi Lecter karena kau terkesal dia bisa meramalkan Buffalo Bill akan mulai mengambil kulit kepala korbannya. Aku sudah resmi menolak tawaran Lecter untuk membantu, The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 44 begitu pula Alan Bloom. Tapi kau bisa coba-coba. Kau membawa tawaran untuk berbagai fasilitas khusus hal-hal yang hanya bisa diupayakan oleh seseorang dengan kekuasaan seperti Senator Martin. Lecter harus percaya bahwa dia perlu bertindak cepat, sebab tawaran itu batal jika Catherine tewas. Jika itu terjadi Lecter takkan dipedulikan lagi oleh Senator Martin. Dan kalau dia sampai gagal, itu karena dia tidak sepandai dan sehebat yang digembar-gemborkannya selama ini—bukan karena dia sengaja tutup mulut untuk mengejek kita." "Betulkah Lecter takkan dipedulikan lagi?" "Lebih baik kau bisa menjawab di bawah sumpah bahwa kau tak pernah mengetahui jawaban terhadap pertanyaan itu." "Hmm, aku mengerti." Berarti Senator Martin belum diberitahu. Langkah itu menuntut keberanian. Tampaknya Crawford kuatir mengenai campur tangan pihak luar; tampaknya ia kuatir Senator Martin akan melakukan kesalahan dengan mengimbau langsung kepada Dr. Lecter. "Kau betul-betul sudah mengerti?" "Ya. Tapi bagaimana dia bisa memberikan petunjuk yang cukup jelas untuk mengarahkan kita kepada Buffalo Bill, tanpa memperlihatkan bahwa dia menyimpan informasi khusus? Bagaimana dia bisa melakukannya dengan mengandalkan teori dan pemikirannya sendiri?" "Entahlah, Starling. Dia punya waktu cukup lama untuk memikirkannya. Dia menunggu sampai ada enam korban." Pesawat telepon di dalam van berdengung dan berkerlap-kerlip, menandakan percakapan pertama dari serangkaian telepon yang disambungkan melalui operator FBI atas permintaan Crawford sudah siap dimulai. Selama dua puluh menit berikut, ia bicara dengan petugas-petugas kenalannya di Dutch State Police dan Royal Marechausee, seorang Overstelojtnant di Swedish Technical Police yang pernah belajar di Quantico, dan seorang kenalan pribadi yang bertugas sebagai asisten Rigspolitichef kepolisian pemerintah Denmark. Kemudian ia mengejutkan Starling dengan berbicara dalam bahasa Prancis dengan petugas piket malam di Belgian Police Criminelle. Setiap kali ia menekankan bahwa Klaus harus diidentifikasi secepat mungkin. Sebenarnya masing-masing wilayah hukum itu sudah menerima permintaan bantuan melalui teleks Interpol, tapi berkat jaringan pribadi Crawford, permintaan tersebut akan ditanggapi lebih cepat, i Starling menyadari Crawford memilih van itu karena peralatan komunikasinya—van tersebut dilengkapi sistem Voice Privacy yang baru—namun sesungguhnya urusan ini lebih mudah ditangani dari ruang kerjanya. Di sini Crawford terpaksa buka-tutup bukubuku notesnya pada meja sempit dalam cahaya redup, dan setiap kali kendaraan mereka terguncang, buku-bukunya ikut bergeser. Pengalaman lapangan Starling belum banyak, tapi ia tahu tidak biasanya seorang kepala seksi turun tangan untuk urusan sepele seperti ini. Crawford sebenarnya bisa saja memberikan pengarahan melalui telepon radio. Starling bersyukur atasannya itu memilih alternatif lain. 1 Starling mendapat kesan bahwa ketenangan di dalam van serta waktu yang diberikan agar misi ini dapat berjalan secara terencana telah dibayar dengan harga tinggi. Percakapan Crawford melalui telepon membenarkan dugaannya. Crawford sedang berbicara dengan Direktur FBI "Tidak, Sir. Apakah mereka setuju? Berapa lama? Tidak, Sir. Tidak. Tidak ada alat penyadap. Tommy itu rekomendasi saya. Saya tidak mau dia memakai alat penyadap. Dr. Bloom sependapat. Dia tertahan kabut di O'Hare. Dia akan datang begitu pesawatnya bisa lepas landas. Oke." Crawford lalu menelepon juru rawat di rumahnya. Setelah menyelesaikan percakapan yang tak dipahami oleh Starling, ia melepaskan kacamatanya dan memandang ke luar jendela van selama satu menit. Kemudian kacamatanya dipasang kembali, dan ia berpaling kepada Starling. "Kita punya waktu tiga hari untuk Lecter. Kalau tidak ada hasil, kepolisian Baltimore akan mencoba memaksanya bicara, sampai mereka diperintahkan berhenti oleh pengadilan." "Lecter tidak bisa dipaksa. Seharusnya mereka sudah tahu dari pengalaman." "Apa yang dia berikan pada mereka waktu itu? Burung-burungan kertas?" "Ya, burung-burungan." Burung origami yang telah kusut itu masih tersimpan di tas Starling. Ia melicin-kannya pada meja kecil dan membuatnya mematuk-matuk. "Aku tidak menyalahkan polisi Baltimore. Lecter tahanan mereka. Kalau Catherine sampai tewas, me" reka harus bisa mengatakan kepada Senator Martin bahwa mereka telah mencoba segala cara." "Bagaimana keadaan Senator Martin?" "Tabah tapi cemas. Dia wanita yang cerdas, keras dan berakal sehat, Starling. Kau pasti menyukainya." "Apakah Johns Hopkins dan seksi pembunuhan Baltimore County akan tutup mulut mengenai serangga di tenggorokan Klaus? Apakah kita bisa merahasiakannya dari pihak pers?" I "Paling tidak selama tiga hari." - "Itu bukan pekerjaan mudah." "Kita tidak bisa mempercayai Frederick Chilton, atau siapa pun di rumah sakit jiwa itu," ujar Crawford. "Kalau Chilton tahu, seluruh dunia tahu. Chilton pasti akan mengetahui kedatanganmu, tapi kau sekadar membantu Baltimore Homicide dalam menuntaskan kasus Klaus—tak ada sangkut pautnya dengan Buffalo Bill." "Dan itu kulakukan malam-malam begini?" "Katakan saja aku tidak mengizinkanmu menggunakan waktu lain. Oh ya, soal serangga di West Virginia akan disebutkan di koran-koran pagi. Kantor pemeriksa mayat Cincinnati yang membocorkannya, jadi ini bukan rahasia lagi. Ini detail kecil yang bisa kauberikan pada Lecter, dan sebenarnya tak ada pengaruhnya, asal dia jangan sampai tahu kita juga menemukan serangga di pnggorokan Klaus." "Apa yang bisa kita tawarkan sebagai imbalan?" "Soal itu sedang kuusahakan," sahut Crawford, lalu kembali^mengangkat gagang telepon. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 45 BAB DUA PULUH Kamar mandi luas, dengan keramik putih, sky light, dan fixture impor dari Italia yang menempel pada dinding bata yang tidak diplester. Meja rias besar yang diapit tanaman pot, penuh kosmetika, dengan cermin berembun karena uap dari shower. Terdengar orang bersenandung dari shower dengan nada terlalu tinggi untuk suaranya. Lagu yang didendangkan adalah Cash for Your Trash ciptaan Fats Waller, dari musikal Ain't Misbehavin'. Sesekali suara itu menyanyikan liriknya: "Save up all your old newsPA-PERS. Save and pile 'em like a high skySCRAPER DAH DAHDAHDAH DAH DAH DAHDAH D AH DAH..." Setiap kali terdengar kata-kata, seekor anjing kecil menggaruk-garuk pintu kamar mandi. Orang yang sedang mandi itu adalah Jame Gumb, pria kulit putih, tiga puluh empat tahun, dua meter lebih, 102 kg, rambut cokelat, mata biru, tanpa tanda-tanda khusus. Ia mengucapkan nama depannya seperti James tanpa s. Dan ia berkeras agar semua orang melakukan hal yang sama. Setelah membilas tubuhnya, Gumb mengoleskan Friction des Bains dan menggosokkannya dengan tangan ke dada dan pantat. Untuk bagian-bagian tubuh yang enggan disentuhnya, ia menggunakan lap piring. Bulu kakinya sudah agak panjang, tapi untuk sementara ia membiarkannya. Gumb mengeringkan tubuhnya, lalu mengoleskan pelembap kulit. Cerminnya yang memperlihatkan seluruh badan tertutup tirai plastik di bagian bawah. Gumb memakai lap piring untuk menjepitkan penis dan buah zakarnya di antara kedua paha. Ia menyingkirkan tirai plastik dan berpose di depan cermin, meskipun gerakan itu membuatnya tidak nyaman di daerah selangkangan. "Lakukan sesuatu untukku, Sayang. Lakukan sesuatu SEGERA." Suaranya yang berat dipaksa bernada tinggi, dan hasilnya ia anggap cukup baik. Hormon-hormon yang pernah diminumnya— Premarin untuk beberapa waktu, lalu diethylstilbestrol—tak dapat mengubah suaranya, tapi bulubulu pada dadanya yang agak menonjol memang telah menipis. Gumb juga telah menghilangkan janggutnya dengan proses elektrolisis dan membentuk garis rambut agar menyerupai huruf V, namun ia tidak mirip wanita. Ia tampak seperti pria yang siap berkelahi dengan menggunakan kuku maupun tangan dan kaki. "Apa yang akan kaulakukan untukkuuu?" Anjing di luar kembali menggaruk-garuk pintu. Gumb mengenakan kimono dan membiarkan anjing itu masuk. Ia mengangkat anjing pudel berbulu putih kekuningan. BAB DUA PULUH SATU larice starling tiba di Baltimore State Hospital for the Criminally Insane beberapa menit setelah pukul sepuluh malam. Ia sendirian. Starling berharap Dr. Frederick Chilton tidak ada di tempat, tapi ternyata orang itu telah menunggu di ruang kerjanya. Chilton mengenakan jas santai bermotif kotak-kotak dengan potongan Inggris. Moga-moga dia tidak bermaksud mengajakku berkencan, ujar Starling dalam hati. Di depan meja Chilton tidak ada apa-apa selain kursi bersandaran lurus yang disekrup ke lantai. Starling berdiri di samping kursi dan menyapa pimpinan rumah sakit itu. Dr. Chilton berpaling dari rak berisi koleksi lokomotif Franklin Mint kebanggaannya. "Mau minum kopi?" "Tidak, terima kasih. Maaf saya mengganggu acara Anda malam ini." "Anda masih juga berusaha mengorek keterangan mengenai kepala itu," kata Dr. Chilton. "Ya. Saya diberitahu kejaksaan Baltimore bahwa mereka sudah menghubungi Anda, Dokter." "Oh ya, kerja sama kami sangat erat, Miss Starling. Omong-omong. Anda sedang menyusun artikel atau tesis?" "Tidak." "Karya tulis Anda sudah pernah dimuat dalam jurnal-jurnal profesi?" "Belum. Saya diminta membantu Baltimore County Homicide oleh kantor U.S. Attorney. Kami sekadar merangkum petunjuk-petunjuk lepas untuk mempermudah penyidikan selanjutnya." Starling bersyukur ia tidak menyukai Chilton, sehingga membohonginya pun terasa lebih mudah. "Anda memakai alat penyadap untuk merekam ucapan Dr. Lecter. Miss Starling?" E "Tidak." Dr. Chilton mengeluarkan alat perekam berukuran kecil dari laci mejanya dan memasukkan sebuah kaset. "Kalau begitu, bawalah ini. Sekretaris saya akan membuat transkrip, dan salinannya akan dikirim pada Anda. Barangkali berguna sebagai pelengkap catatan Anda." "Maaf, Dr. Chilton, tapi saya tidak bisa melakukannya." "Kenapa tidak? Pihak berwajib Baltimore menginginkan analisis saya mengenai segala sesuatu yang dikatakan Lecter sehubungan kasus Klaus ini." Bujuklah Chilton agar mau bekerja sama, Crawford sempat berpesan. Kita bisa saja memaksanya dengan membawa surat perintah pengadilan, tapi Lecter pasti segera tahu. Dia seolah bisa membaca Pikiran Chilton. "U.S. Attorney menyarankan kami memakai pen dekatan informal dulu. Seandainya saya merekam ucapan Dr. Lecter tanpa sepengetahuannya, dan kemudian dia mengetahuinya, seluruh suasana kerja sama yang telah terbina akan mentah kembali. Anda tentu sependapat." "Bagaimana mungkin dia tahu?" Dia bakal membacanya di koran, berikut segala hal lain yang kauketahui, brengsek. Starling tidak menyahut. "Jika pertemuan saya dengan Lecter ada kelanjutannya dan dia harus memberi kesaksian, Andalah yang pertama melihat bahan-bahan yang terkumpul. Dan saya yakin Anda juga akan diundang sebagai saksi ahli. Saat ini kami sekadar berusaha memperoleh petunjuk dari dia." "Apakah Anda tahu kenapa dia mau bicara dengan Anda, Miss Starling?" "Tidak, Dr. Chilton." C The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 46 Chilton menatap deretan ijazah yang terpajang di dinding di belakang meja kerjanya. Kemudian ia kembali berpaling kepada Starling. "Anda yakin Anda tahu apa yang Anda lakukan?" "Tentu." Kaki Starling gemetaran akibat berlatih terlalu berat. Ia tidak ingin bertengkar dengan Chilton. Ia perlu menyimpan tenaga untuk menghadapi Lecter. "Anda datang ke rumah sakit saya untuk wawancara dan menolak berbagi informasi dengan saya." "Saya hanya menjalankan perintah, Dr. Chilton. Saya membawa nomor telepon U.S. Attorney. Silakan Anda bicarakan masalah ini dengan dia, atau biarkan saya melaksanakan tugas." "Saya bukan juru kunci di sini, Miss Starling-Saya tidak perlu datang kemari malam-malam untuk kuibiarkan orang keluar-masuk. Saya sudah beli satu karcis pertunjukan Holiday on Ice." Chilton sadar ia mengatakan satu karcis. Saat itu juga seluruh hidupnya terbeber di hadapan Starling, jan Chilton pun menyadarinya. Lemari esnya yang kosong terbayang di depan „jata Starling, begitu pula sisa masakan instan yang ^makannya seorang diri, serta barang-barang yang dibiarkan menumpuk selama berbulan-bulan, sampai akhirnya dipindahkan. Starling langsung tahu ia tidak boleh memberi ampun, tidak boleh angkat bicara atau memalingkan wajah. Ia menatap wajah Chilton sambil menelengkan kepala dan memicingkan mata, dan ia tahu Chilton takkan sanggup melanjutkan percakapan. Hphilton memanggil petugas bernama Alonzo untuk mengantarnya. BAB DUA PULUH DUA Ketika menuju ke sayap pengamanan maksimum bersama Alonzo, Starling berusaha mengabaikan suara benturan dan teriakan yang seakan-akan menyelubunginya. Kehadiran orang-orang gila—kesadaran bahwa Catherine Martin sedang sendirian, terikat, bersama salah satu dari mereka—menyiapkan Starling untuk tugasnya. Namun ia membutuhkan lebih dari sekadar tekad. Ia harus tenang, teliti, penuh perhitungan. Ia harus menggunakan kesabaran dalam keadaan terdesak waktu. Jika Dr. Lecter mengetahui jawabannya, Starling harus meraba-rabanya secara hati-hati. Starling teringat rekaman mengenai Catherine Baker Martin semasa kanak-kanak yang ditayangkan dalam siaran berita, gadis cilik di atas perahu layar. Alonzo menekan tombol pada pintu kokoh terakhir. "Bimbinglah kami untuk peduli dan tidak peduli, bimbinglah kami untuk diam." "Maaf?" ujar Alonzo, dan Starling menyadari ia bicara sendiri. Alonzo meninggalkannya bersama penjaga berbadan besar yang membuka pintu. Ketika Alonzo berbalik, Starling melihatnya membuat tanda salib. "Selamat datang kembali," kata si penjaga, lalu menggerendel pintu di belakang mereka. "Halo, Barney." Barney sedang memegang buku Sense and Sensibility karya Jane Austen; semua indra Starling dalam keadaan siaga penuh, dan tak ada yang luput dari perhatiannya. "Lampunya mau diatur bagaimana?" tanya Barney. Koridor di antara deretan sel tampak remang-remang. Di ujung ia melihat cahaya dari sel terakhir menerangi lantai koridor. "Dr. Lecter belum tidur." "Dia selalu bangun kalau malam—biarpun lampunya tidak menyala." "Biarkan saja seperti sekarang." "Jalan di tengah koridor, jangan pegang terali, oke?" "Saya mau mematikan TV." Pesawat TV telah digeser ke ujung, menghadap ke bagian tengah koridor. Beberapa penghuni sel bisa melihatnya dengan menempelkan kepala ke terali. "Oke. silakan matikan suaranya. Tapi gambarnya biarkan saja. Beberapa orang di sini suka nonton. Saya sudah menyiapkan kursi untuk Anda, kalau Anda membutuhkannya." Seorang diri Starling menyusuri koridor remang-remang itu. Ia tidak menoleh ke sel-sel di kedua sisi. Suara langkahnya berkesan keras baginya. Kecuali 'tu hanya ada suara mendengkur dari satu atau dua Sel, serta tawa terkekeh-kekeh dari sel lain. Bekas sel Miggs sudah diisi penghuni baru. Starling melihat sepasang kaki yang panjang terjulur di lantai, serta bagian belakang kepala yang bersandar pada terali. Ia menoleh sejenak. Seorang pria duduk di lantai sel, di tengah sobekan-sobekan kertas karton Wajahnya tanpa ekspresi. Pesawat TV tercermin di matanya. Air liur mengalir dari sudut mulut. Starling enggan memandang ke sel Dr. Lecter sebelum yakin kedatangannya diketahui. Ia melewati sel itu, menghampiri TV, dan mematikan suaranya. Ia merinding. Dr. Lecter mengenakan seragam putih rumah sakit jiwa di selnya yang berwarna sama. Kecuali rambut, mata, dan mulutnya yang merah, segala sesuatu di sel itu berwarna putih. Wajahnya sudah begitu lama tidak terkena sinar matahari, sehingga seakan-akan menyatu dengan warna putih yang mengelilinginya; sepintas lalu timbul kesan wajahnya melayang di atas kerah bajunya. Lecter duduk di meja di balik jaring nilon yang menghalanginya dari terali. Ia sedang membuat sketsa pada kertas roti dengan memakai tangannya sebagai model. Sementara Starling menonton, Lecter membalikkan tangan dan, sambil meregangkan jari-jemari, menggambar sisi dalam lengannya. Dengan jari kelingking ia menggosok-gosok salah satu garis yang dibuatnya dengan arang. Starling mendekati terali, dan Lecter menoleh. "Selamat malam, Dr. Lecter." Ujung lidah Lecter yang merah muncul di antara kedua bibir yang tak kalah merahnya. Sejenak lidahnya menyentuh bibir atas, tepat di tengah, lalu menghilang kembali. "Clarice." Starling mendengar suaranya yang parau, dan dalam l,ati ia bertanya, sudah berapa lama sejak pria itu terakhir angkat bicara. Keheningan seakan berdenyut-denyut.... "Besok bukan hari libur, tapi malam-malam begini kau masih jalan-jalan," ujar Lecter. "Ini sekolah malam," balas Starling. Ia menyayangkan suaranya tidak bernada lebih tegas. "Aku dari West Virginia kemarin..." 'Kau terluka?" The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 47 "Tidak. Aku..." "Kau memakai Band-Aid baru, Clarice." Kemudian Starling teringat. "Kakiku tergores pinggiran kolam renang tadi." Band-Aid itu tidak kelihatan, tersembunyi di balik celana panjang. Rupanya Lecter bisa menciumnya. "Aku dari West Virginia kemarin. Polisi setempat menemukan mayat di sana, korban terakhir Buffalo Bill." "Bukan yang terakhir, Clarice." i "Terakhir sebelum yang sekarang." "Ya." "Kulit kepalanya diambil. Persis seperti yang Anda naikan." "Kau keberatan kalau aku terus menggambar sambil mengobrol?" I "Tidak, silakan." "Kau melihat jenazahnya?" "Ya." "Kau sempat melihat para korban sebelumnya?" "Tidak secara langsung. Hanya dari foto." "Bagaimana perasaanmu waktu itu?" "Prihatin, kemudian aku sibuk." "Dan setelah itu?" "Terpukul." "Kau tetap bisa bertugas dengan baik?" Dr. Lecter menggosok-gosokkan arang pada tepi kertas untuk meruncingkannya. "Ya, aku tetap bekerja seperti biasa." '.'Untuk Jack Crawford? Atau dia ikut juga?" "Dia ikut." "Sebentar, Clarice. Tolong tundukkan kepala sedikit, seperti kalau kau tertidur. Sedikit lagi. Terima kasih, sudah cukup. Duduklah. Kau sempat menceritakan ucapanku pada Jack Crawford sebelum korban ditemukan?" "Ya. Dia tak percaya." "Dan setelah dia melihat korban di West Virginia?" "Dia bicara dengan seorang pakar dari University of..." "Alan Bloom." "Betul. Dr. Bloom menjelaskan bahwa Buffalo Bill sekadar menanggapi sosok yang diciptakan pers. Dia bilang semua orang bisa meramalkan bahwa hal itu akan terjadi." "Dr. Bloom sudah tahu sebelumnya?" "Dia bilang begitu." "Dia sudah tahu, tapi tidak mengatakan apa-apa. Hmm, begitu. Bagaimana menurutmu, Clarice?" "Entahlah." "Kau mempunyai latar belakang psikologi, dan sedikit forensik. Kau mengail di tempat keduanya bertemu, bukan? Sudah ada yang tertangkap, Clarice. "Sejauh ini hasilnya belum seperti yang diharapkan." "Berdasarkan kedua disiplin ilmu itu, apa yang dapat kaukatakan mengenai Buffalo Bill?" "Menurut buku, dia bisa digolongkan sebagai pelaku sadisme." "Hidup ini terlalu rumit untuk mengandalkan buku, Clarice; kemarahan tampak seperti gairah, TBC kulit menyerupai ruam biasa." Dr. Lecter selesai menggambar tangan kiri dengan ta kanan. Ia berganti tangan, lalu mulai menggambar tangan kanan dengan tangan kiri. "Maksudmu, buku Dr. Bloom?" Ya." "Kau mencari keterangan mengenai aku di situ, bukan?" "Ya- “Bagaimana dia menggambarkanku?" "Sebagai sosiopat sejati." "Kau menganggap Dr. Bloom selalu benar?" 'Aku masih menunggu bukti sebaliknya." Senyum Dr. Lecter memperlihatkan giginya yang lecil dan putih. "Pakar ada di mana-mana, Clarice. Dr. Chilton menggolongkan Sammie, di belakangmu K sebagai hebephrenic schizoid yang tak bisa disem-Hhkan. Dia menempatkan Sammie di bekas sel Biggs. karena menganggap Sammie sudah berpamitan pada dunia. Kau tahu bagaimana hidup orang hebe-mrenic biasanya berakhir? Jangan kuatir, dia takkan endengarmu." "Mereka yang paling sukar dirawat," sahut Star-Rg. "Pada umumnya, mereka sepenuhnya menutup Rri dari lingkungan dan mengalami disintegrasi kepri-Rdian." Dr. Lecter mengambil sesuatu yang terselip di antara lembaran-lembaran kertas roti dan menaruhnya pada baki. Starling menariknya keluar. "Baru kemarin Sammie mengirimkan ini bersam makan malamku," katanya. Starling meraih potongan kertas karton bertulisan krayon itu. Tulisan itu berbunyi: I WAN TOO GO TO JESA I WAN TOO GO WIV CRIEZ I CAN GO WIV JESA EF I AC RELL NIZE SAMMIE Starling menoleh ke belakang. Sammie masih duduk di dinding sel dengan kepala tersandar pada terali. Wajahnya tetap tanpa ekspresi. "Coba ucapkan keras-keras. Dia takkan mendengarmu." Starling mulai membaca. " I want to go to Jesus, I want to go with Christ, I can go with Jesus if I act real nice.'" "Bukan, bukan begitu. Lebih tegas. Seperti 'Pease porridge hot.' Iramanya berbeda, tapi intensitasnya sama." Lecter bertepuk-tepuk pelan, "Pease porridge in the pot nine days old. Bersemangat. Sungguhsungguh. 7 wan to go to J esa, I wan to go wiv Criez-'" "Aku mengerti," ujar Starling sambil mengembalikan kertas itu ke baki. "Tidak, kau sama sekali belum mengerti." Dr. Lecter mendadak bangkit, lalu jongkok. Tubuhnya yang kecil tampak janggal ketika ia berayun-ayun sambil bertepuk tangan. Suaranya menggema, "I wan t0 go to Jesa..." Sekonyong-konyong suara Sammie menggelegar di belakang Starling. Sammie berdiri dan The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 48 merapatkan wajah ke terali. Urat-urat lehernya tampak tegang: 'l WAN TOO GO TO JESA I WAN TOO GO WIV CRIEZ CAN GO WIV JESA EF I AC RELL NIIIZE." Hening. Tanpa sadar Starling telah berdiri dan kursi lipatnya terbalik ke belakang. Kertas-kertas di pangkuannya berserakan di lantai. "Mari," Dr. Lecter berkata. Sikapnya tegak dan anggun bagaikan penari, ketika ia mempersilakan Starling duduk kembali. Ia sendiri mengambil tempat lagi di kursinya dan duduk sambil bertopang dagu. "Kau sama sekali belum mengerti," katanya sekali lagi. ''Sammie sangat religius. Hanya saja dia kecewa karena Yesus belum datang juga. Boleh aku mem-leritahu Clarice kenapa kau ada di sini, Sammie?" K Sammie menutup mulut dengan sebelah tangan. Bolehkah?" ujar Dr. Lecter. "Eaaah." Sammie berkata melalui sela-sela jari. I; "Sammie menaruh kepala ibunya pada baki kolekte li Highway Baptist Church di Trune. Mereka ber-panyi Give of Your Best to the Master, dan itulah fciknya yang paling berharga." Lecter menatap ke Bftkang Starling. "Terima kasih. Sammie. Dan tenang Ba. Silakan nonton TV." Pria jangkung itu merosot ke lantai dengan kepaia tersandar pada terali seperti sebelumnya. Gambar dari TV tercermin di matanya, dan wajahnya kin' tercoreng tiga garis mengilap, air mata dan ludah. "Nah. Cobalah menerapkan pengetahuanmu pada kasus dia, dan barangkali aku bisa menerapkan pengetahuanku pada kasusmu. Quid pro quo. Dia tidak mendengarkan kita." Starling harus berusaha keras. "Sajaknya berubah dari 'go to Jesus' ke 'go with Christ,'" katanya. "Urut-urutan itu berdasarkan nalar: pergi ke, tiba di pergi dengan." "Ya, progresi linear. Yang membuatku gembira, dia tahu 'Jesa' sama dengan 'Criez.' Itu menunjukkan kemajuan. Gagasan Tuhan tunggal sebagai Tritunggal sulit diterima, terutama bagi Sammie, yang tidak tahu pasti berapa orang yang ada dalam dirinya. Eldridge Cleaver menyebutkan parabel 3-in- One Oil, dan itu bisa membantu." "Sammie melihat hubungan sebab-akibat antara tindakan dan tujuannya; itu menandakan pemikiran terstruk-tur," ujar Starling. "Sama halnya dengan kemampuan menyusun sajak. Perasaannya tidak tumpul—dia menangis. Menurut Anda, dia termasuk catatonic schizoid?' "Ya. Kau mencium keringatnya? Bau yang mirip bau kambing itu adalah trans-3-methyl-2 hexenoic acid. Ingat itu, itu bau schizophrenia." "Dan Anda percaya dia bisa menjalani perawatan?" "Terutama sekarang, pada waktu dia keluar dari fase apatis. Lihat, pipinya bersinar-sinar!" "Dr. Lecter, kenapa Anda berkata Buffalo Bill bukan pelaku sadisme?" * "Karena koran-koran melaporkan luka bekas tali pada pergelangan tangan, tapi bukan pada pergelangan Kaki. Kau menemukan luka bekas tali pada pergelangan kaki korban di West Virginia?" I"Tidak." "Clarice, orang yang menguliti korbannya demi kesenangan, selalu melakukannya dengan korban dalam posisi terbalik, agar tekanan darah lebih lama terjaga di kepala dan dada, dan korban tetap sadar. Kau tidak tahu itu?" 'Tidak." «"Setelah pulang ke Washington, pergilah ke National Gallery dan perhatikanlah Flaying of Marsyas karya Titian sebelum dikembalikan ke Cekoslowakia. Detail-detailnya begitu hidup—perhatikanlah Pan yang begitu rajin membawakan ember berisi air." Dr. Lecter, kita sedang menghadapi keadaan luar Biasa, dan sejumlah kesempatan yang tidak lazim." "Bagi siapa?" '"Bagi Anda, kalau korban yang ini bisa diselamatkan. Anda melihat Senator Martin di TV?" Ya, aku menonton siaran berita." "Bagaimana pendapat Anda mengenai pernyataannya?" Salah arah, tapi tidak berbahaya. Dia bertindak berdasarkan nasihat yang keliru." 'Senator Martin sangat berkuasa. Dan bersedia melakukan apa saja." "Lalu?" "Menurutku, pengetahuan Anda dalam hal ini melebihi pengetahuan orang lain. Senator Martin telah memberi indikasi bahwa jika Anda membantu kami menyelamatkan Catherine Baker Martin, dia akan mengusahakan kepindahan Anda ke institusi federal dan kalau memang ada pemandangan, Anda bisa' menikmatinya. Anda mungkin juga akan diminta meninjau laporan-laporan evaluasi psikiatri dari pasien-pasien baru—dengan kata lain, Anda akan mendapat pekerjaan. Pengamanan tetap seperti semula." "Aku tidak percaya, Clarice." "Sebaiknya Anda percaya." "Oh, aku percaya kau berkata jujur. Tapi selain cara menguliti orang dengan benar, masih banyak hal yang tidak kauketahui mengenai perilaku manusia. Bukankah aneh, seorang senator Amerika Serikat memilihmu sebagai kurir?" "Anda yang memilihku, Dr. Lecter. Anda yang ingin bicara denganku. Anda lebih suka bicara dengan orang lain sekarang? Atau barangkali Anda merasa tidak sanggup membantu?" "Ini lancang sekaligus tidak benar, Clarice. Aku tidak percaya Jack Crawford rela aku menerima kompensasi apa pun. Mungkin ada satu hal yang bisa kausampaikan pada Senator Martin, tapi harus ada imbalan bagiku. Bagaimana kalau kita bertukar informasi, informasiku dengan informasi mengenai dirimu? Ya atau tidak?" "Tergantung apa yang ingin Anda tanyakan." "Ya atau tidak? Catherine sedang menunggu, bukan? Sambil mendengarkan suara batu asah? Kirakira apa yang dia harapkan darimu?" "Baiklah, apa yang ingin Anda ketahui?" "Apa kenangan terburuk masa kecilmu?" Starling menarik napas panjang. "Jangan lama-lama," ujar Lecter. "Aku tidak berminat mendengarkan karanganmu yang paling mengerikan." "Kematian ayahku," Starling menyahut. "Ceritakanlah." "Ayahku seorang town marshall. Suatu malam dia memergoki dua pencuri, pecandu obat bius, keluar dari pintu belakang sebuah toko. Ketika dia turun dari pickup, pengokang senapannya macet dan dia ditembak." "Macet?" "Pengokangnya tidak ditarik sampai habis. Senapannya senapan lama, Remington 870, dan pelurunya tersangkut di antara magasin dan laras. Kalau itu terjadi, senapannya tidak bisa ditembakkan sebelum The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 49 dibongkar. Rupanya pengokangnya terbentur pintu mobil waktu dia turun." "Dia langsung tewas?" "Tidak. Dia kuat. Dia bertahan satu bulan." "Kau mengunjunginya di rumah sakit?" "Dr. Lecter—ya." "Ceritakan salah satu detail dari rumah sakit yang kauingat." Starling memejamkan mata. "Tetangga kami berkunjung, seorang janda tua, dan dia membacakan bagian akhir dari Thanatopsis untuk ayahku. Mungkin hanya itu yang dia tahu. Oke, sekian saja." "Baiklah. Kau sangat terus terang, Clarice. Aku Pasti tahu apakah orang berkata jujur atau tidak. Aku Jadi ingin tahu, bagaimana seandainya kita sempat berkenalan secara pribadi." "Sekarang giliran Anda. Quid pro quo." "Menurutmu, apakah gadis di West Virginia itu bisa disebut menarik secara fisik waktu dia masih hidup?" "Dia pandai merawat diri." "Jangan sia-siakan waktuku dengan eufemisme." "Dia gemuk." "Besar?" "Ya." "Ditembak di dada." "Ya." "Payudaranya kecil, bukan?" "Untuk ukuran dia, ya." "Tapi besar di daerah pinggang." "Ya, benar." "Apa lagi?" "Kami menemukan serangga yang sengaja dimasukkan ke tenggorokannya—hal ini tidak diumumkan." "Seekor kupu-kupu?" Starling menahan napas. Ia berharap Lecter tidak menyadarinya. "Seekor ngengat," katanya. "Tolong jelaskan bagaimana Anda mengantisipasi ini." "Clarice, aku akan memberitahumu kenapa Buffalo Bill menculik Catherine Baker Martin, dan setelah itu selamat malam. Untuk sementara, ini petunjuk terakhir dariku. Senator Martin boleh mengajukan tawaran yang lebih menarik... atau dia boleh menunggu sampai Catherine ditemukan mengambang dan ucapanku terbukti benar." "Kenapa dia diculik, Dr. Lecter?" "Bill menginginkan rompi dengan puting susu," sahut Dr. Lecter. Bab Dua Puluh Tiga atherine baker martin tergeletak lima meter lebih di bawah lantai basement. Kegelapan yang menyelubunginya dikuasai suara napasnya, detak jantungnya. Kadang-kadang rasa ngeri menekan dadanya, bagaikan pemburu yang menginjak rubah untuk membunuhnya. Kadang-kadang ia sanggup berpikir jernih: ia sadar ia diculik, namun ia tidak tahu oleh siapa. Ia sadar ia tidak bermimpi; dalam kegelapan yang pekat, ia bisa mendengar bunyi pelan yang timbul setiap kali ia mengedipkan mata. Keadaannya sudah lebih baik dibandingkan ketika ia baru siuman. Rasa pening yang sempat dialaminya sudah mereda, dan ia tahu ia tidak kekurangan udara. Ia bisa membedakan bawah dan atas, dan ia pun bisa mengira-ngira posisi tubuhnya. Pundak, pinggang, dan lututnya pegal karena menindih lantai semen tempat ia tergeletak. Itu sisi bawah. Sisi atas adalah kasur gulung yang digunakannya untuk menutupi seluruh tubuh ketika ia terakhir disorot cahaya terang-benderang yang menyilaukan. Kepalanya tak lagi berdenyut-denyut, dan yang masih terasa nyeri hanyalah jari-jemari tangan kirinya. Ia tahu jari manisnya patah. Ia mengenakan semacam jump suit yang terbuat dari potongan-potongan kain. Baju itu bersih dan masih berbau pewangi pakaian. Lantai pun bersih hanya dikotori tulang-tulang ayam dan sayuran sisa yang dilemparkan orang yang menyekapnya. Benda lain di sekelilingnya hanya kasur gulung tadi serta ember plastik dengan tali tipis terikat pada gagangnya. Tali itu menuju kegelapan di atas, sejauh jangkauan tangannya. Catherine Martin bebas bergerak, namun ia tidak bisa ke mana-mana. Lantai tempat ia tergeletak berbentuk bulat telur, kira-kira dua setengah kali tiga meter, dengan lubang saluran pembuangan yang kecil di tengah-tengah. Lantai itu merupakan dasar sumur yang dalam. Kini terdengar suara dari atas, ataukah itu hanya suara detak jantungnya? Bukan, memang suara dari atas. Jelas-jelas dari atas. Lubang sumur tempat ia disekap berada di basement, tepat di bawah dapur. Ia mendengar suara langkah pada lantai dapur, dan suara air mengalir. Bunyi cakar anjing menggaruk-garuk linoleum. Lalu tidak terdengar apa-apa sampai lingkaran cahaya kuning redup tampak pada lubang pintu kolong, pertanda lampu basement dinyalakan. Kemudian ia kembali diterpa sinar terang-benderang, dan kali ini ia duduk tegak, dengan kasur melintang pada kakinya yang bersilangan. Ia mencoba mengintip lewat sela-sela jari, sementara menunggu matanya terbiasa dengan cahaya menyilaukan itu. Bayangannya bergerak-gerak, mengikuti ayunan lampu yang tergantung jauh di atasnya. Ia berkedip ketika ember plastik di dekatnya terangkat sambil berayun dan berputar pelan. Ia berusaha fteredam rasa ngeri yang menghinggapi dirinya, dan dengan susah payah ia bicara. Keluargaku akan membayar," katanya. "Tunai, gbuku akan membayar, tanpa bertanya apa pun. Ini nomor—ohV la terperanjat ketika melihat bayangan gelap melayang ke arahnya. Ternyata sebuah handuk, ini nomor telepon pribadinya. 202..." "Bersihkan dirimu."Suara aneh yang sama, yang didengarnya berbicara dengan anjing itu.Ember lain diturunkan dengan tali. Ia mencium air panas berbau sabun. "Buka baju dan seka badanmu, atau kau kusiram Ipakai slang." Suara itu terdengar menjauh sambil iberkata kepada anjing di sampingnya, "Dia akan fdisiram, Sayang, dia akan disiram!" Catherine Martin mendengar suara langkah dan j; bunyi cakar pada lantai di atas basement. Pandangannya tak lagi kabur seperti ketika pertama kali lampu dinyalakan. Ia bisa melihat dengan The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 50 jelas. Seberapa tinggi tepi lubang sumur, seberapa tinggi lampu yang tergantung pada kabel? Mungkinkah ia menjangkau lampu itu dengan pakaiannya? Lakukan sesuatu, persetan. Jangan diam saja. Dinding sumur begitu licin. Satu-satunya cacat yang terlihat pada dinding itu hanyalah retakan pada plesteran, setengah meter di luar jangkauan tangannya. Ia menggulung kasurnya serapat mungkin, lalu mengikatnya dengan handuk. Sambil berdiri pada gulungan itu, ia menjangkau celah tadi dan berhasil mengaitkan kuku untuk menjaga keseimbangan. Kemudian ia mendongakkan kepala. Lampu yang menerangi lubang sumur tergantung hampir tiga meter di atas tangannya yang terentan» Suara langkah terdengar mendekat. Gulungan kasur tempat Catherine Martin berpijak nyaris terbalik, dan ia mencengkeram celah di dinding untuk menjaga keseimbangan, lalu melompat turun. Sebuah serpihan jatuh dan menyerempet wajahnya. Sesuatu diturunkan melewati lampu, sebuah slang. Sejenak air dingin menyembur, seakan-akan sebagai ancaman. "Bersihkan dirimu. Semuanya." Di dalam ember ada waslap, dan sebotol pelembap impor yang mahal mengambang di permukaan air. Catherine Martin tidak membantah. Lengan dan kakinya merinding, puting susunya mengerut sampai nyeri karena udara yang dingin. Ia jongkok di samping ember air panas, sedekat mungkin ke dinding, dan menyeka seluruh tubuh. "Sekarang keringkan badanmu dan gosokkan krimnya. Ke seluruh badan." Krim itu terasa hangat karena air mandi. Kelembap-annya membuat pakaian Catherine melekat pada kulitnya. "Sekarang angkat semua sampah dan pel lantainya." Itu pun dilakukannya tanpa membantah. Tulang-tulang ayam dan kacang polong yang berserakan dimasukkannya ke dalam ember. Kemudian ia membersihkan noda-noda minyak. Di dekat dinding ia menemukan serpihan yang jatuh dari retakan di atas tadi. Ternyata kuku manusia, kuku yang patah dan dilapisi cat kuku berkilau-kilau. Ember ditarik ke atas. "Ibuku akan membayar," Catherine Martin kembali berkata. "Tanpa banyak pertanyaan. Dia akan membuat kalian semua jadi kaya. Kalau ini dalam rangka perjuangan, Iran atau Palestina, atau Black Liberation, dia akan memberikan uang untuk itu. Kalian hanya perlu..." Lampu dipadamkan. Seketika ia diselubungi kegelapan pekat. Ia berkedip dan berseru, "Ohhh!" ketika ember plastik yang pertama turun di sampingnya. Ia duduk di atas kasur dan berpikir keras. Kini ia yakin penculiknya hanya satu orang—orang Amerika kulit putih. Ia berusaha memberi kesan tidak tahu apa-apa mengenai diri orang itu, bahwa ingatannya mengenai kejadian di pelataran parkir telah terhapus akibat pukulan-pukulan ke kepalanya. Ia berharap orang itu percaya ia bisa membebaskan tawanannya tanpa risiko apa pun. Otaknya bekerja keras, terlalu keras. Kuku itu, sebelumnya ada orang lain di sini. Wanita, atau gadis. Di mana dia sekarang? Apa yang terjadi dengannya? Dalam keadaan normal, ia akan segera tahu. Tapi dalam keadaan sekarang, ia baru sadar setelah teringat pelembap yang sempat ia oleskan. Pelembap kulit. Seketika ia menyadari siapa yang menyekapnya. Kesadaran itu menghunjamnya bagaikan belati dan ia menjerit, menjerit, di bawah kasur. Ia bangkit dan berusaha memanjat, mencakar-cakar dinding, menjerit sampai terbatuk-batuk, dengan tangan menempel di pipi. Kemudian ia mengempaskan diri ke kasur, badannya melengkung dari kepala sampai ke tumit, sementara tangannya menjambak-jambak rambutnya sendiri. Bab Dua Puluh Empat Keping uang Starling masuk ke celah telepon umum di ruang penjaga yang kusam. Ia menelepon ke van. "Crawford." "Aku ada di telepon umum, di luar sayap pengamanan maksimum," ujar Starling. "Dr. Lecter menanyakan apakah serangga di West Virginia seekor kupu-kupu. Dia tidak membahasnya lebih lanjut. Dia bilang Buffalo Bill menculik Catherine Martin karena, aku mengutip, 'Dia menginginkan rompi dengan puting susu.' Dr. Lecter ingin melakukan barter. Dia menginginkan tawaran yang lebih menarik dari Senator Martin." "Dia memutuskan pembicaraan denganmu?" "Ya." "Kira-kira kapan dia bisa diajak bicara lagi?" "Sepertinya dia cenderung menunggu beberapa nan, tapi aku ingin mendesaknya sekarang juga, kalau aku bisa membawa tawaran baru dari Senator Martin.' "Ini memang mendesak. Kita sudah mendapatkan identifikasi gadis di West Virginia, Starling. Sekitar setengah jam lalu ada kiriman kartu sidik jari orang [jilang dari Detroit, dan ternyata cocok. Kimberly Jane Emberg. dua puluh dua tahun, hilang di Detroit sejak tujuh Februari. Kita sedang menyisir daerah sekitar rumahnya untuk mencari saksi mata. Petugas visum Charlottesville menyatakan dia tewas paling lambat tanggal sebelas Februari, mungkin sehari sebelumnya, tanggal sepuluh." "Berarti hanya tiga hari dia disekap," kata Starling. "Bill semakin singkat menyekap korban-korbannya. Tapi rasanya ini bukan kejutan." Nada suara Crawford tetap datar. "Catherine Martin sudah sekitar dua puluh enam jam di tangannya. Kalau Lecter memang sanggup membantu, sebaiknya dia melakukannya pada pertemuan kalian yang berikut. Aku ada di kantor perwakilan Baltimore sekarang, teleponmu disambungkan dari van. Ada kamar untukmu di HoJo, dua blok dari rumah sakit, kalau-kalau kau perlu tidur sebentar nanti."' "Lecter curiga, Mr. Crawford. Dia tidak percaya Anda akan membiarkan dia mendapat fasilitas khusus. Dia menukar informasinya mengenai Buffalo Bill dengan informasi pribadi tentang diriku. Kukira per-tanyaan-pertanyaannya tidak ada sangkut-pautnya dengan kasus ini. Anda ingin tahu apa The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 51 yang ditanyakannya?" "Tidak." "Itu sebabnya Anda keberatan aku memakai alat penyadap, bukan? Anda pikir aku lebih mudah membuka rahasia pribadi untuk menyenangkan dia kalau orang lain tidak ikut mendengarnya." "Atau begini: Bagaimana kalau aku percaya kau sanggup menangani dia, Starling? Bagaimana kalau aku yakin kaulah yang paling cocok, dan aku tak ingin kau diusik orang-orang yang sok tahu'? Maukah kau memakai alat penyadap kalau begitu?" 'Tidak, Sir!' Anda memang terkenal jago menangani agen, bukan begitu, Mr. Crawfish? "Apa yang bisa kita tawarkan kepada Dr. Lecter?" "Ada beberapa barang yang akan kukirim ke sana. Lima menit lagi aku sudah sampai di sana, kecuali kalau kau ingin beristirahat dulu sejenak." "Lebih baik langsung saja," sahut Starling. "Katakan pada pengantar barangnya agar mencari Alonzo. Katakan pada Alonzo aku menunggunya di koridor di luar Section 8." "Lima menit," ujar Crawford. Starling mondar-mandir di lobi, jauh di bawah tanah. Ia satu-satunya sumber kecerahan di ruangan itu. Kita jarang memperoleh kesempatan mempersiapkan diri di lapangan rumput atau di jalan setapak berbatu kerikil; kita melakukannya secara mendadak di tempat-tempat tanpa jendela, di koridorkoridor rumah sakit, di ruangan-ruangan seperti ruang penjaga ini, dengan sofa berjok plastik dan asbak yang sekaligus berfungsi sebagai iklan, di mana tirai-tirai menutupi dinding beton. Di ruanganruangan seperti inilah, dalam keadaan terdesak waktu, kita mempersiapkan tindak-tanduk kita, kita hafalkan di luar kepala agar bisa menggunakannya saat kita dicengkeram ketakutan. Starling sudah cukup matang untuk mengetahui hal tersebut; ia tidak membiarkan dirinya terpengaruh ruangan itu. Starling berjalan mondar-mandir. "Tahan, Nak," ia berkata keras-keras. Ia mengatakannya kepada Catherine Martin dan kepada dirinya sendiri. "Kita lebih baik dari ruangan ini. Kita lebih baik dari tempat keparat ini," katanya. "Kita lebih baik dari tempat kau disekap. Bantulah aku. Bantulah aku. Bantulah aku." Sekilas ia teringat orangtuanya yang telah tiada. Ia bertanya-tanya, apakah mereka akan kecewa jika mereka bisa melihatnya sekarang—pertanyaan yang sering kita ajukan dalam hati. Jawabannya tidak, mereka takkan kecewa. Ia membasuh muka dan keluar ke koridor. Alonzo sudah menunggu dengan paket tersegel dari Crawford. Paket itu berisi peta dan sejumlah instruksi. Starling segera mempelajari instruksi-instruksi tersebut, lalu menekan bel agar Barney membukakan pintu untuknya. Bab Dua Puluh Lima Dr. lecter duduk di meja, membaca surat-surat yang diterimanya. Starling merasa lebih mudah menghampiri sel itu jika perhatian Lecter tidak tertuju pada dirinya. "Dokter." Lecter mengangkat jari untuk menyuruhnya diam. Selesai membaca surat, ia duduk termenung, dengan ibu jari tangannya yang berjari enam di bawah dagu dan telunjuk di samping hidung. "Bagaimana pen-dapatmu tentang ini?" tanyanya, lalu menaruh suratnya pada baki makanan. Pengirim surat itu adalah U.S. Patent Office. "Ini menyangkut arloji penyalibanku," Dr. Lecter menjelaskan. "Mereka menolak memberikan hak paten, tapi aku disarankan mengajukan permintaan hak cipta untuk wajah arloji. Coba lihat ini." Ia meletakkan gambar seukuran serbet kertas di baki makanan, dan Starling menariknya keluar. "Kau mungkin pernah memperhatikan bahwa pada sebagian besar adegan penyaliban, kedua tangan menunjukkan, katakanlah, pukul tiga kurang seperempat, atau-paling tidak pukul dua kurang sepuluh, sementara kedua kaki menunjuk Sangka enam. Pada arloji ini, Yesus berada di salib, I seperti kaulihat di sini, dan lengannya berputar untuk menunjukkan waktu, seperti pada jam-jam Disney yang populer. Kakinya tetap pada angka enam, sementara sebuah jarum kecil mengelilingi lingkaran di atas kepala. Bagaimana pendapatmu?." Mutu gambar anatomis itu sangat baik. Kepala f yang tampak pada gambar itu adalah kepala Starling. E "Anda akan kehilangan banyak detail kalau gambarnya diperkecil sampai seukuran arloji," ujar Starling. E "Sayangnya 'itu benar, tapi bagaimana dengan jam dinding? Apakah ini aman tanpa hak paten?" "Anda tentu akan menggunakan penggerak quartz, bukan, dan mekanisme itu sudah diberi hak paten. Aku tidak tahu pasti, tapi kukira hak paten melindungi alat mekanis yang unik, sementara hak cipta melindungi desain." "Tapi kau bukan pengacara, kan? Itu tidak lagi menjadi persyaratan untuk masuk FBI." "Aku membawa proposal untuk Anda," Starling berkata sambil membuka tas kerjanya. Barney datang. Starling menutup tasnya kembali. Ia iri melihat ketenangan Barney yang seakan-akan tak terusik oleh apa pun. Sorot mata penjaga itu memperlihatkan ia bebas dari pengaruh obat bius, ':. sekaligus mengisyaratkan kecerdasannya. "Maaf," ujar Barney. "Kalau Anda perlu tempat untuk menaruh kertas-kertas, di gudang ada kursi bermeja, kursi sekolah, yang biasa dipakai para psi-| kiater. Mau saya ambilkan?" Citra sekolahan. Ya atau tidak? "Kita bisa bicara sekarang, Dr. Lecter?" Lecter mempersilakannya dengan isyarat tangan. "Ya, Barney. Terima kasih." Tak lama kemudian Starling sudah duduk, dan Barney pun kembali ke posnya. "Dr. Lecter, Senator Martin mempunyai tawaran luar biasa untuk Anda." "Luar biasa atau tidak, itu aku yang memutuskan. Cepat sekali kau bicara dengan dia?" - "Ya. Dia tidak mau membuang-buang waktu. Dia menawarkan segala sesuatu yang bisa The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 52 diberikannya, jadi ini bukan untuk dirundingkan lagi. Ini tawarannya yang terakhir." Starling menoleh ke arah Lecter. Dr. Lecter, orang yang telah membunuh sembilan orang, merapatkan tangan di bawah hidung dan menatap lawan bicaranya. Matanya menyembunyikan kegelapan tak terperikan. "Jika Anda membantu kami menemukan Buffalo Bill dan menyelamatkan Catherine Martin, Anda akan memperoleh hal-hal berikut: transfer ke rumah sakit Veterans Administration di Oneida Park, New York, ke sel dengan pemandangan hutan di sekeliling rumah sakit. Anda tetap di bawah penjagaan maksimum. Anda akan diminta mengevaluasi tes psikologi tertulis terhadap sejumlah narapidana federal, namun belum tentu penghuni institusi yang sama. Evaluasi-evaluasi itu Anda lakukan tanpa mengetahui identitas orang yang bersangkutan. Anda akan diberi kesempatan membaca buku." Starling kembali menoleh. "Yang.paling menarik: setahun sekali Anda akan meninggalkan rumah sakit selama satu minggu dan pergi ke sini." Ia meletakkan peta pada baki makanan. Dr. Lecter tidak menariknya ke dalam. "Plum Island," Starling melanjutkan. "Setiap sore -selama satu minggu itu Anda bebas berjalan-jalan di pantai atau berenang di laut dengan pengawasan dari jarak jauh, paling dekat tujuh puluh lima meter, tapi pengawasan dilakukan oleh unit SWAT. Itu tawarannya." "Kalau aku menolak?" "Barangkali Anda bisa menggantungkan tirai di dinding, supaya sel Anda lebih cerah. Begini, Dr. Lecter, kami tidak mempunyai apa pun untuk mengancam Anda. Yang kutawarkan adalah kesempatan untuk melihat cahaya matahari." Starling tidak menatapnya. Ia tidak ingin beradu pandang. Pertemuan ini bukan konfrontasi. "Apakah Catherine Martin akan mengunjungiku dan berbicara denganku—semata-mata mengenai penculiknya—jika aku memutuskan untuk menulis? Hanya denganku?" "Ya. Itu bisa dipastikan." "Bagaimana kau tahu? Dipastikan oleh siapa?" "Aku sendiri yang akan mengantarnya." "Kalau dia bersedia." "Soal itu harus ditanyakan langsung padanya, bukan?" Lecter menarik baki makanan ke dalam sel. "Plum Island." "Di ujung Long Island, di semenanjung sebelah utara itu." "Plum Island. 'Pusat Penyakit Hewan Plum Island. (Federal, penelitian penyakit kuku dan mulut),' tertulis di sini. Kedengarannya menarik." "Itu hanya sebagian dari pulau tersebut. Di sana ada pantai indah dan tempat penginapan yang b' Burung laut bertelur di situ di musim semi." "Burung laut." Dr. Lecter menghela napas. Kepal nya dimiringkan sedikit, dan ujung lidahnya yan merah menjilat bibirnya yang berwarna sama, tepat di tengah-tengah. "Jika kita bicara tentang ini, Clarice, maka aku harus memperoleh sesuatu sebagai imbalan. Quid pro quo. Aku memberitahumu sesuatu, dan kemudian giliranmu bercerita." "Silakan," ujar Starling. Ia harus menunggu satu menit sebelum Lect berkata, "Ulat berubah menjadi pupa di dalam kepompong. Setelah itu dia meninggalkan tempat ganti rahasianya sebagai imago yang indah. Kau tahu apa itu imago, Clarice?" "Serangga bersayap dewasa." "Selain itu?" Starling menggelengkan kepala. "Istilah psikoanalisis. Imago adalah gambaran mengenai orangtua yang tertanam di bawah sadar sejak masa kanak-kanak dan sarat dengan kasih sayang kekanak-kanakan. Kata itu berasal dari patung lilin leluhur yang dibawa orang Romawi kuno dalam upacara pemakaman. Kukira Crawford pun seharusnya melihat makna kepompong serangga itu." "Tak ada yang bisa dilakukan selain membandingkan daftar nama langganan jurnal entomologi dengan daftar pelaku kejahatan seks yang diketahui." "Pertama-tama, kita singkirkan julukan Buffalo Bill. Julukan itu menyesatkan dan tidak ada sangkutpautnya dengan orang yang kau cari. Supaya lebih mudah, orang itu kita panggil Billy saja. Sekarang aku akan memberikan rangkuman pendapatku. Siap?" "Siap." "Makna kepompong itu adalah perubahan. Dari ulat menjadi kupu-kupu, atau ngengat. Billy beranggapan dia ingin berubah. Dia sedang membuat baju wanita dari wanita sungguhan untuk dirinya. Karena itu korban-korbannya berbadan besar—baju itu harus muat di badannya. Jumlah korban mengisyaratkan dia menganggapnya sebagai serangkaian pergantian kulit. Dia melakukan aksinya di rumah berlantai dua; sudah tahu kenapa berlantai dua?" "Selama beberapa waktu, dia menggantung korbannya di tangga." "Tepat." "Dr. Lecter, setahuku tidak ada korelasi antara transseksualisme dan kekerasan—kaum transseksual pada umumnya orang berperangai pasif." "Itu benar, Clarice. Kadang-kadang ada kecenderungan untuk terus menjalani pembedahan—secara kosmetis, kaum transseksual sukar terpuaskan—tapi tak lebih dari itu. Billy bukan transseksual sejati. Kau sudah dekat, Clarice. Kau sudah hampir menemukan cara untuk menangkapnya. Kausadari itu?" "Tidak, Dr. Lecter." "Bagus. Kalau begitu, kau tentu tidak keberatan untuk menceritakan apa yang terjadi sesudah kematian ayahmu." Starling menatap meja kecil di hadapannya. "Kukira jawabannya takkan kautemukan pada kertas-kertasmu, Clarice." "Ibuku menopang kehidupan kami selama lebih dari dua tahun." "Bagaimana caranya?" "Siang hari dia bekerja sebagai pelayan hotel malam hari dia memasak di sebuah cafe." "Setelah itu?" "Aku dititipkan ke sepupu ibuku dan suaminya di Montana." "Hanya kau?" "Aku yang tertua." The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 53 "Dewan Kota tidak membantu keluargamu?" "Ada cek sebesar lima ratus dolar." "Aneh, tidak ada asuransi. Clarice, kauhilang senapan ayahmu macet karena terbentur pintu pickup." "Ya." "Dia tidak naik mobil patroli?" "Tidak." "Kejadiannya malam-malam." "Ya." "Dia tidak punya pistol?" "Tidak." "Clarice, ayahmu bertugas malam, dengan pickup, bersenjatakan senapan tua. Apakah dia memakai jam absen pada ikat pinggangnya? Alat di mana ada kunci-kunci terpasang pada tiang-tiang di seluruh kota, dan kita harus pergi ke sana memasukkan kunci ke dalam jam absensi? Supaya Dewan Kota tahu kita tidak tidur. Apakah ayahmu memakai alat seperti itu?" "Ya." "Ayahmu penjaga malam, bukan? Dia bukan petugas polisi. Aku tahu kau bohong atau tidak." "Dalam uraian tugasnya tertulis night marshal!" "Di mana alatnya sekarang?" "Alat apa?" "Jam absensi itu." "Aku tidak ingat." "Maukah kau menceritakannya kalau kau ingat lagi?" "Ya. Tunggu—Wali Kota datang ke rumah sakit dan minta agar ibuku menyerahkan jam itu serta lencana ayahku." Starling tidak sadar ia mengetahui hal tersebut. "Quid pro quo, Dr. Lecter." "Kau tidak mengarang, bukan? Tidak, nada suaramu takkan begitu pedih kalau begitu. Kita bicara tentang orang transseksual. Kau mengatakan kekerasan dan perilaku destruktif yang menyimpang tidak berkorelasi dengan transseksualisme. Itu benar. Tapi kau masih ingat pembicaraan kita mengenai kemarahan yang tampak sebagai gairah, dan TBC kulit yang menyerupai ruam biasa? Billy bukan transseksual, Clarice, tapi dia menganggap dirinya begitu, dia berusaha menjadi transseksual. Kukira dia sudah berusaha menjadi macam-macam." "Anda bilang aku sudah hampir menemukan cara untuk menangkapnya." "Ada tiga tempat utama untuk pembedahan transseksual: Johns Hopkins, University of Minnesota, dan Columbus Medical Center. Aku takkan heran kalau dia sempat mendaftarkan diri untuk penggantian kelamin di salah satu atau ketiga-tiganya, namun ditolak." "Atas dasar apa dia ditolak? Apa alasan pihak rumah sakit?" "Ah, rupanya kau langsung menangkap maksudku. Yang pertama adalah catatan kriminal. Orang yang pernah melakukan kejahatan langsung ditolak, kecuali jika kejahatannya relatif ringan dan berkaitan dengan masalah identitas kelamin. Mengenakan pakaian lawan jenis di tempat umum, misalnya. Kalaupun seseorang berhasil menutup-nutupi catatan kriminal serius, dia akan terjaring melalui tes kepribadian." "Bagaimana caranya?" "Kita harus tahu caranya sebelum bisa mempraktek-kannya, bukan?" "Ya." "Kenapa kau tidak bertanya kepada Dr. Bloom?" "Aku lebih suka menanyakannya pada Anda." "Apa yang akan kauperoleh dari sini, Clarice? Promosi dan kenaikan gaji? Apa golonganmu, G-9? Apa saja yang kauperoleh sebagai petugas golongan G-9?" "Kunci untuk pintu depan, antara lain. Seperti apa hasil tes orang semacam Billy?" "Kau betah di Montana, Clarice?" "Lumayan." "Kau menyukai suami sepupu ibumu?" "Kami berbeda." "Seperti apa mereka?" "Letih karena bekerja keras." "Apakah ada anak-anak lain?" "Tidak." "Di mana kau tinggal?" "Di peternakan." "Peternakan domba?" "Domba dan kuda." "Berapa lama kau tinggal di situ?" "Tujuh bulan." "Berapa usiamu waktu itu?" "Sepuluh." "Dari sana, kau pindah ke...?" "The Lutheran Home di Bozeman." "Katakan yang sebenarnya." "Aku tidak bohong." "Kau menutup-nutupi cerita sebenarnya. Kalau kau lelah, kita bisa bicara lagi menjelang akhir minggu. Aku sendiri sudah agak bosan. Atau kau ingin bicara sekarang?" "Sekarang saja, Dr. Lecter." "Baiklah. Anak kecil dipisahkan dari ibunya dan dikirim ke peternakan di Montana. Peternakan domba dan kuda. Dia merindukan ibunya, tapi juga senang karena dikelilingi binatang-binatang..." Dr. Lecter memberi isyarat tangan untuk mempersilakan Starling melanjutkan ceritanya. "Aku menikmatinya. Aku mendapat kamar sendiri dengan selimut Indian sebagai karpet di lantai. Aku bisa naik kuda—kudanya digiring—penglihatannya sudah jelek. Ada yang tidak beres dengan semua kuda di sana. Kalau tidak pincang, ya sakit. Beberapa ekor dibesarkan di lingkungan anakanak, dan mereka meringkik-ringkik kalau aku berangkat sekolah." "Tapi kemudian?" "Aku menemukan sesuatu yang aneh di gudang jerami. Mula-mula kupikir benda itu semacam helm. Waktu kuperiksa, aku menemukan cap 'W.W. Greener's Humane Horse Killer'. Benda itu terbuat dari logam dan menyerupai bel, dan di bagian atasnya ada tempat untuk memasang peluru. Sepertinya kaliber .32." "Apakah kuda-kuda di sana dipelihara untuk dipotong, Clarice?" "Ya." "Dan juga dibunuh di sana?" "Kuda-kuda untuk lem pabrik dan pupuk, ya. Enam ekor kuda bisa ditumpuk dalam satu truk, kalau sudah mati. Kuda-kuda untuk makanan anjing dibawa dalam keadaan hidup." "Kuda yang suka kaunaiki?" "Kami kabur bersama-sama." "Seberapa jauh kau berhasil lari?" "Sebelum Anda menjelaskan soal tes kepribadian itu, kukira cukup sampai di sini dulu." "Kau tahu prosedur seleksi pendaftar pria yang ingin berganti kelamin?" "Tidak." The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 54 "Ada baiknya kalau kau membawa salinan tata cara seleksi dari salah satu rumah sakit bersangkutan, tapi untuk permulaan: rangkaian tes biasanya meliputi Wechsler Adult Intelligence Scale, House- Tree-Person, Rorschach, Drawing of Self-Concept, Thematic Apperception, MMPI, tentu saja, dan sejumlah tes lain—tes Jenkins, kalau aku tidak salah, yang dikembangkan oleh NYU. Kau butuh sesuatu yang bisa memberi hasil dalam waktu singkat, bukan? Bukan begitu, Clarice?" "Ya, itu paling baik." "Hmm... hipotesis kita adalah kita mencari pria yang hasil tesnya berbeda dari hasil tes transseksual sejati. Baiklah—pada House-Tree-Person, carilah orang yang tidak menggambar sosok wanita lebih dulu. Pria transseksual hampir selalu mulai dengan sosok wanita, dan pada umumnya mereka sangat memperhatikan dandanan sosok yang mereka gambar. Sosok pria mereka sekadar stereotip—sesekali memang ada yang menggambar Mr. Amerika—tapi itu jarang terjadi. "Carilah gambar rumah yang tidak menyiratkan masa depan yang indah—tanpa kereta bayi di. luar, tanpa tirai, tanpa bunga di pekarangan. "Ada dua macam pohon yang biasanya digambar transseksual sejati—pohon yang sangat subur dan yang terpotong-potong. Pohon yang terpotong pada tepi gambar atau tepi kertas, yang memperlihatkan tema pengebirian, tampak sangat hidup pada gambar yang dibuat oleh orang transseksual. Penuh bunga dan buah. Ini ciri khas yang sangat penting. Pohon itu sangat berbeda dari pohon mati dan menakutkan yang biasa digambar oleh orang yang mengalami kelainan mental. Ya, ini penting—pohon Billy pasti menakutkan. Apakah penjelasanku terlalu cepat?" "Tidak, Dr. Lecter." "Pada gambar diri, seorang transseksual hampir tak pernah menggambarkan dirinya dalam keadaan telanjang. Jangan terkecoh oleh hal-hal yang berkesan paranoid pada kartu-kartu TAT—ini sesuatu yang lazim di antara kaum transseksual yang sering mengenakan pakaian lawan jenis; sering kali mereka mempunyai pengalaman buruk dengan pihak berwajib. Perlu rangkuman?" "Ya, itu akan sangat membantu." "Usahakanlah untuk memperoleh daftar orang yang ditolak dari ketiga pusat penggantian kelamin. Pertama-tama, periksa orang-orang yang ditolak karena catatan kriminal—dan di antara mereka, pusatkan perhatianmu kepada para pencuri. Di antara orang-orang yang berusaha menutup-nutupi catatan kriminal, carilah mereka yang mengalami gangguan berat di masa kanakkali seminggu, sekaligus mencari benda-benda yang mungkin telah diselundupkan. Para petugas kebersihan selalu terburu-buru; tempat tinggal Dr. Lecter terasa menyeramkan bagi mereka. Barney selalu melakukan pemeriksaan ulang setelah mereka selesai. Ia memeriksa segala sesuatu dan tidak mengabaikan apa pun. Hanya Barney yang dipercaya menangani Dr. Lecter, sebab Barney tak pernah lupa apa yang dihadapinya. Kedua asistennya menonton rekaman pertandingan hoki di TV. Dr. Lecter tidak menghiraukan kesibukan di belakangnya. Ia memiliki kapasitas mental yang luar biasa dan sanggup menghibur diri sendiri selama bertahun-tahun. Pikirannya tidak terikat rasa takut maupun kebajikan, sama. seperti pikiran Milton tak terikat oleh hukum-hukum fisika. Dunia maya di dalam benaknya mempunyai warna-warna dan bau-bauan kuat, namun Jak banyak bunyi-bunyian. Ia bahkan harus bersusah payah sedikit agar dapat mendengar suara almarhum Benjamin Raspail. Dr. Lecter sedang memikirkan cara menyerahkan Jame Gumb kepada Clarice Starling, dan untuk itu ada baiknya mengenang Raspail. Inilah pemain flute gemuk itu pada hari terakhir hidupnya, terbaring di sofa terapi Lecter, bercerita mengenai Jame Gumb: "Jame mempunyai ruangan yang mendirikan bulu ronta di rumahnya di San Francisco, dengan dinding-dinding berwarna ungu dan corat-coret Day-Glo peninggalan zaman hippie di sana-sini, semuanya serba tak terawat. "Jame—namanya memang ditulis begitu pada akte kelahirannya; dari situlah asal-usulnya dan kita harus mengucapkannya 'Jame' seperti 'name', atau dia akan marah sekali, biarpun itu sekadar kesalahan di rumah sakit dulu—waktu itu pun sudah dipakai tenaga-tenaga murah yang bahkan tidak sanggup mengeja. Sekarang malah lebih parah lagi, dirawat di rumah sakit berarti mempertaruhkan nyawa. Pokoknya, Jame sedang duduk bertopang dagu di tempat tidur, di kamarnya yang mengerikan. Dia baru dipecat dari tempat kerjanya di toko barang antik dan baru melakukan perbuatan jahat itu lagi. "Saya berkata padanya bahwa saya tidak tahan dengan perilakunya, apalagi Klaus juga baru muncul dalam hidup saya. Jame sebenarnya bukan gay, itu hanya pengaruh kehidupannya di penjara. Dia sebenarnya bukan apa-apa, hanya semacam ruang hampa yang hendak diisinya, dan begitu marah. Setiap ruangan selalu terasa sedikit lebih kosong kalau dia muncul. Maksud saya, dia membunuh kakek dan neneknya waktu berumur dua belas, dan orang seperti itu mestinya mempunyai karisma tertentu, bukan? "Oke, dia kehilangan pekerjaan, dan dia kembali melakukan perbuatan jahat itu terhadap tunawisma bernasib malang. Saya sedang pergi. Dia sempat mampir ke kantor pos dan mengambil kirimankiriman untuk bekas majikannya. Dia berharap ada sesuatu yang bisa.dia jual. Dan ternyata memang ada paket. Dari Malaysia, kalau tidak salah. Dia langsung membukanya dan menemukan kotak berisi kupu-kupu mati. "Bosnya biasa mengirim uang kepada kepala-kepala kantor pos di pulau-pulau itu, dan mereka mengirim kotak demi kotak berisi kupu-kupu mati. Semua kupu-kupu itu diset dalam plastik bening, dijadikan hiasan yang betul-betul kampungan dan dia berani menyebutnya karya seni. Serangga-serangga itu tidak bernilai bagi Jame dan dia mengaduk-aduk semuanya, karena menyangka ada perhiasan di bawahnya—kadang-kadang ada kiriman gelang dari Bali—dan tangannya terkena bubuk kupu-kupu. Tapi tak ada apa-apa. Dia duduk di tempat tidur sambil memegangi kepala, dengan wajah dan tangan tercoreng warna-warni kupukupu. Dia benar-benar putus asa—kita semua pernah mengalaminya—dan dia menangis. Lalu dia mendengar sesuatu. Ternyata ada kupu-kupu hidup dalam kotak yang terbuka. Kupu-kupu itu sedang berusaha keluar dari kepompong yang dimasukkan ke dalam kotak. Udaranya penuh bubuk kupukupu dan matahari terhalang debu pada jendela—Anda tahu sendiri betapa nyata gambaran yang diberikan oleh orang yang sedang teler karena obat bius. Dia memperhatikannya mengembangkan The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 55 sayap. Kupu-kupu itu besar sekali, katanya. Hijau. Jame membuka jendela. Kupu-kupu itu terbang dan dia merasa begitu ringan, katanya, dan dia langsung tahu apa yang harus dilakukannya. "Jame menemukan rumah pantai yang didiami Klaus dan saya, dan waktu saya pulang latihan, dia sudah ada di situ. Tapi saya tidak melihat Klaus. Klaus tidak ada. Saya tanya di mana Klaus, dan dia bilang berenang. Saya tahu itu bohong, Klaus tidak pernah berenang, ombak Samudra Pasifik terlalu besar. Dan waktu saya membuka lemari es, ehm, Anda sudah tahu apa yang saya temukan. Kepala Klaus menyembul dari balik jus jeruk. Jame juga telah membuat celemek, dari Klaus. Dia mengenakannya dan bertanya apakah saya menyukainya. Saya yakin Anda pasti heran bagaimana saya bisa sampai berhubungan dengan orang seperti Jame—dia bahkan lebih labil lagi ketika Anda bertemu dengannya. Saya kira dia terheran-heran kenapa Anda tidak takut padanya." Kemudian, ucapan Raspail yang terakhir, "Saya tak habis pikir, kenapa orangtua saya tidak membunuh saya sebelum saya cukup besar untuk mengelabui mereka." Gagang belati itu berkedut-kedut ketika jantung Raspail yang tertikam berjuang untuk terus berdenyut, dan Dr. Lecter berkata, "Kelihatannya seperti jerami di lubang jangkrik, bukan?" Namun sudah terlambat bagi Raspail untuk menjawab. Dr. Lecter bisa mengingat setiap kata, dan lebih banyak lagi. Pikiran-pikiran menyenangkan untuk mengisi waktu, sementara selnya dibersihkan. Clarice Starling cerdas, katanya dalam hati. Starling mungkin sanggup meringkus Jame Gumb dengan informasi yang telah diberikannya, tapi kemungkinannya kecil sekali. Agar bisa menangkap Gumb sebelum terlambat, Starling butuh informasi yang lebih mendetail. Dr. Lecter yakin ia akan menemukan petunjukpetunjuk saat membaca berkas kasus tersebut—mungkin berkaitan dengan latihan keterampilan Gumb di penjara anak-anak setelah ia membunuh kakek dan neneknya. Besok ia akan menyerahkan Jame Gumb dan pemaparannya akan begitu jelas, sehingga Jack Crawford pun tak mungkin tidak memahaminya. Besok semuanya akan selesai. Dr. Lecter mendengar suara langkah di belakangnya dan pesawat TV dimatikan. Kereta roda dua tempat ia terikat mendadak dimiringkan ke belakang. Inilah awal proses panjang dan menjemukan untuk melepaskannya di dalam sel. Caranya selalu sama. Pertama-tama Barney dan pembantupembantunya menelungkupkan Lecter di tempat tidur. Sesudah itu Barney mengikat mata kakinya dengan handuk ke batang besi di kaki tempat tidur, melepaskan pengikat kaki, lalu, dengan dilindungi kedua pembantunya yang bersenjatakan Mace dan pentungan karet, ia membuka gesper pada punggung jaket pengaman. Kemudian ia mundur keluar, mengunci jaring nilon serta pintu terali, dan membiarkan Dr. Lecter membebaskan diri. Setelah itu Lecter menukar semuanya dengan sarapannya. Prosedur ini diberlakukan sejak Dr. Lecter menganiaya juru rawatnya, dan dianggap menguntungkan semua pihak. Hari ini proses tersebut terganggu. Bab Dua Puluh Tujuh Dr. lecter terguncang sedikit ketika kereta roda dua yang membawanya melewati ambang pintu sel. Ternyata Dr. Chilton sudah menunggunya. Pimpinan rumah sakit itu duduk di tempat tidur dan membaca surat-surat pribadi Dr. Lecter. Chilton telah melepaskan jas dan dasi. Dr. Lecter melihat semacam medali tergantung di lehernya. "Dirikan dia di samping toilet, Barney," Dr. Chilton berkata tanpa menoleh. "Kau dan yang lain tunggu- di pos kalian." Dr. Chilton membaca surat terakhir dari General Archives of Psychiatry sampai habis, lalu melempar surat itu ke tempat tidur dan keluar dari sel. Sepintas terlihat kilauan dari balik topeng hoki es ketika mata Dr. Lecter mengikutinya, tapi kepala Lecter tidak bergerak sedikit pun. Chilton menghampiri kursi sekolah di koridor dan, sambil membungkuk dengan kaku, melepaskan alat kecil dari bawah dudukan. Ia melambai-lambaikannya di depan lubang mata pada topeng Dr. Lecter, kemudian kembali duduk di tempat tidur. "Aku curiga dia mencari-cari pelanggaran hak sipil pada kematian Miggs, jadi aku menguping," ujar Chilton. "Sudah bertahun-tahun aku tidak mendengar suaramu—kalau tidak salah, terakhir waktu kau memberikan jawaban-jawaban menyesatkan ketika diwawancara, lalu mempermalukanku dalam artikel-artikel Journal yang kautulis. Rasanya sukar dipercaya bahwa pendapat seorang narapidana bisa memperoleh perhatian dari komunitas profesional, bukan? Tapi masih di sini. Begitu juga kau." Dr. Lecter tidak menanggapinya. "Bertahun-tahun kau tutup mulut, lalu Jack Craford mengutus perempuan itu dan kau langsung luluh. Apa yang membuatmu bertekuk lutut? Kakinya yang indah? Atau rambutnya yang berkilau? Dia cantik sekali, bukan? Cantik dan tak terjangkau. Bagaikain matahari terbenam di musim dingin. Aku tahu kau sudah lama tidak melihat matahari terbenam di musim dingin, tapi percayalah, perumpamaan ini cukup mengena. "Waktumu dengan dia tinggal satu hari. Setelah itu interogasi diambil alih Baltimore Homicide. Merek sedang memasang kursi untukmu di ruang terapi kejutan listrik. Kursi itu dilengkapi toilet untuk kenya-mananmu, juga untuk memudahkan mereka. Teni saja aku tidak tahu-menahu tentang ini. "Bagaimana, kau sudah mengerti? Mereka tahu, Hannibal. Mereka tahu bahwa kau tahu persis siap" Buffalo Bill. Mereka malah menduga dia bekas pasienmu. Waktu mendengar Miss Starling bertanya tentang Buffalo Bill, aku sempat terperanjat. Lalu kutelepon teman di Baltimore Homicide. Ternyata mereka menemukan serangga di tenggorokan Klaus, Hannibal. Mereka tahu Buffalo Bill yang membunuhnya. Crawford sengaja membiarkan kau menganggap dirimu pintar. Rasanya kau tidak sadar betapa Crawford membencimu karena kau membantai anak didiknya. Dan sekarang kau ada The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 56 dalam genggaman dia. Kau masih merasa pintar sekarang?" Dr. Lecter memperhatikan mata Chilton mengamati tali pengikat topeng. Chilton ingin melepaskan topeng itu agar bisa menatap wajah Lecter. Dalam hati Lecter bertanya, apakah Chilton akan melakukannya dengan cara yang aman, dari belakang. Jika melakukannya dari depan, ia harus meraih ke belakang kepala Dr. Lecter, dengan sisi dalam lengannya dekat ke wajah Lecter. Mari, Dokter. Mari mendekat. Ah, tidak jadi. "Kau tetap berharap pergi ke tempat yang ada jendelanya? Kaupikir kau akan berjalan di pantai dan melihat burung-burung? Kukira tidak. Aku sudah menelepon Senator Martin, dan ternyata dia tidak tahu-menahu soal perjanjian denganmu. Aku sampai harus menjelaskan siapa kau. Dia juga belum pernah mendengar nama Clarice Starling. Semuanya hanya tipuan. Aku yakin kau takkan heran kalau wanita berlaku sedikit tidak jujur, tapi ini betul-betul mengejutkan, bukan? "Kalau kau sudah diperas habis, Hannibal, kau akan didakwa lalai melaporkan tindak pidana. Tentu saja kau akan mengelak, tapi hakim takkan senang. Kau membisu, sementara korban terus berjatuhan. Hakim takkan berminat memikirkan kesejahteraanmu. "Takkan ada jendela, Hannibal. Kau akan menghabiskan sisa hidupmu dengan duduk di lantai suatu rumah sakit jiwa sambil memperhatikan kereta popok berlalu lalang. Gigimu akan tanggal satu per satu dan kekuatanmu akan habis. Takkan ada lagi yang takut padamu. Kau akan ditaruh di bangsal, di tempat seperti Flendauer. Kau akan diperlakukan seenaknya oleh yang muda dan dipakai untuk seks kalau mereka sedang berhasrat. Bacaanmu terbatas pada apa yang kautulis di tembok. Kaupikir pengadilan akan peduli? Kau lihat sendiri bagaimana nasib yang tua. Mereka menangis kalau tidak suka aprikot rebus yang dihidangkan. "Jack Crawford dan daun mudanya. Mereka akan menjalin hubungan secara terbuka setelah istrinya meninggal. Crawford bakal bergaya seperti anak muda dan mencari olahraga yang bisa mereka nikmati bersama. Mereka intim sejak Bella Crawford jatuh sakit, soal itu sudah jelas. Mereka samasama akan naik pangkat dan mereka takkan pernah memikirkanmu, biarpun setahun sekali. Kemungkinan besar Crawford akan datang berkunjung untuk menyampaikan secara pribadi bagaimana nasibmw nanti. Riwayatmu bakal tamat. Aku yakin dia sudah mempersiapkan pidatonya. "Hannibal, dia tidak mengenalmu seperti aku mengenalmu. Dia pikir kalau dia minta informasi secara langsung, kau malah akan menyiksa ibu korban." Dan itu ada benarnya, kata Dr. Lecter dalam hati. Jack cerdik sekali—roman mukanya yang bodoh itu memang menyesatkan. Wajahnya penuh bekas luka, kalau kita tahu cara memandangnya. Hmm, rasanya masih ada tempat untuk menambah beberapa lagi. "Aku tahu apa yang kautakutkan. Bukan rasa sakit atau kesendirian. Martabat yang diinjak-injak, itu yang kau tidak tahan, Hannibal. Dalam hal ini kau seperti kucing. Aku diberi kepercayaan mengawasimu, Hannibal, dan itulah yang kulakukan. Hubungan kita tak pernah diwarnai pertimbangan pribadi dari pihakku. Dan akulah yang mengawasimu sekarang. "Tak pernah ada perjanjian untukmu dari Senator Martin, tapi sekarang ada. Atau sebenarnya bisa ada. Aku sampai berjam-jam menelepon untuk kepentingan-mu dan kepentingan gadis itu. Aku akan menjelaskan syarat pertama: kau bicara hanya melalui aku. Hanya aku yang menerbitkan laporan tentang kasus ini, berdasarkan wawancara denganmu. Kau tidak menulis apa pun. Aku mendapat hak eksklusif atas semua bahan dari Catherine Martin, kalau dia bisa diselamatkan. "Syarat itu tidak bisa ditawar. Silakan jawab sekarang. Syarat itu kauterima atau tidak?" Dr. Lecter tersenyum sendiri. "Sebaiknya kaujawab sekarang, atau kau bisa memberi jawaban kepada Baltimore Homicide. Ini yang akan kauperoleh: Kalau kau mengidentifikasi Buffalo Bill dan gadis itu masih sempat diselamatkan, Senator Martin—dan dia bersedia memberi konfirmasi lewat telepon—Senator Martin akan mengurus kepin-dahanmu ke Brushy Mountain State Prison di Tennessee, di luar jangkauan pihak berwajib Maryland. Kau akan berada di wilayah hukum dia, jauh dari Jack Crawford. Kau akan ditempatkan di sel pengamanan maksimum dengan pemandangan ke hutan. Kau akan diberi buku. Dan kesempatan berolahraga di luar. Detail-detailnya masih harus dibicarakan, tapi Senator Martin bisa diajak berunding. Sebutkan nama asli Buffalo Bill dan kau bisa berangkat sekarang juga. Senator Martin setuju kau dijemput Tennessee State Police di lapangan terbang." Akhirnya Dr. Chilton mengatakan sesuatu yang menarik, tanpa menyadarinya. Dr. Lecter mengerutkan bibir di balik topeng hoki es. Dijemput polisi. Polisi tidak seteliti Barney. Polisi terbiasa menangani penjahat. Mereka cenderung memborgol tangan dan merantai kaki. Borgol dan rantai bisa dibuka dengan kunci borgol. Seperti punyaku. "Nama depannya Billy," Dr. Lecter berkata. "Selebihnya akan kukatakan langsung kepada Senator Martin. Di Tennessee." Bab Dua Puluh Delapan Jack Crawford menolak tawaran kopi dari Dr. Danielson, namun mengambil gelas plastik untuk mencampurkan Alka-Seltzer di tempat cuci tangan di belakang pos juru rawat. Segala sesuatu terbuat dari baja tahan karat: tempat gelas, counter, tempat sampah, bingkai kacamata Dr. Danielson. Bendabenda logam itu mengingatkan Crawford pada peralatan bedah, dan membuat jari manisnya terasa tidak nyaman di balik cincin kawin. Hanya ia dan Dr. Danielson yang berada di ruangan kecil itu. "Tidak bisa kalau tanpa surat perintah dari pengadilan," Dr. Danielson berkata sekali lagi. Ia bersikap ketus untuk mengimbangi keramahannya saat menawarkan kopi. Danielson adalah kepala Gender Identity Clinic di Johns Hopkins, dan ia bersedia menemui Crawford The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 57 pagi-pagi sekali, sebelum berkeliling mengunjungi para pasien. "Anda harus memperlihatkan surat perintah untuk setiap kasus, dan masing-masing akan kami lawan. Tanggapan Columbus dan Minnesota sama seperti tanggapan saya, bukan?" "Departemen Kehakiman sedang menghubungi me reka sekarang. Ini harus dilakukan secepat mungkin Dokter. Kalaupun gadis itu masih hidup, dia aka. segera dibunuh—malam ini atau besok. Setelah i akan ada korban berikut," ujar Crawford. "Menyebut Buffalo Bill dalam satu tarikan napas dengan masalah-masalah yang kami tangani di sini bukan saja bodoh dan tidak adil, tapi juga berbahaya, Mr. Crawford. Saya ngeri membayangkan akibatnya. Kami membutuhkan waktu bertahun-tahun—dan sampai sekarang pun belum selesai— untuk memperlihatkan kepada masyarakat umum bahwa kaum transseksual bukan orang gila maupun orang aneh." "Saya sependapat dengan Anda..." "Tunggu dulu. Kekerasan jauh lebih jarang ditemui di kalangan transseksual dibandingkan di masyarakat umum. Mereka orang baik-baik yang mempunyai masalah serius—masalah yang .takkan hilang jika tidak ditangani. Mereka patut memperoleh pertolongan, dan kami di sini sanggup memberikannya. Saya keberatan Anda mengobrak-abrik tempat ini. Kami belum pernah melanggar kerahasiaan pasien, dan kami takkan pernah melakukannya. Sebaiknya ini kita pakai sebagai titik tolak, Mr. Crawford." Dalam kehidupan pribadinya, Crawford sudah terbiasa menghadapi para dokter dan juru rawat untuk memperjuangkan keuntungan sekecil apa pun bagi istrinya. Ia sudah muak menghadapi dokter. Tapi ini bukan kehidupan pribadinya. Ini Baltimore dan ini tugas. Berusahalah untuk bersikap ramah. "Kelihatannya maksud saya belum jelas bagi Anda, Dokter. Salah saya—sekarang masih pagi, dan saya agak lamban di pagi hari. Sebenarnya, pria yang kami cari justru bukan pasien Anda. Kami mencari seseorang yang ditolak karena pihak Anda menyadari dia bukan transseksual. Kami tidak sekadar mereka-reka. Saya akan memperlihatkan secara spesifik, bagaimana dia menyimpang dari pola transseksual tipikal dalam tes-tes kepribadian Anda. Ini daftar pendek berisi hal-hal yang bisa dicari staf Anda dalam catatan mengenai orang-orang yang ditolak." Dr. Danielson menggosok-gosok hidung sambil membaca. Kemudian ia mengembalikan daftar itu. "Ini tidak lazim, Mr. Crawford. Ini bahkan bisa dikatakan sangat janggal, dan itu termasuk kata yang tidak terlalu sering saya gunakan. Boleh saya tahu siapa yang memberikan... kesimpulan ini?" Rasanya lebih baik Anda tidak tahu, Dr. Danielson. "Staf Ilmu Perilaku," sahut Crawford. "Bekerja sama dengan Dr. Alan Bloom dari University of Chicago." "Alan Bloom menyetujui ini?" "Dan kami juga tidak semata-mata mengandalkan hasil-hasil tes. Ada hal lain yang bisa jadi membuat Buffalo Bill mencolok dalam catatan Anda—kemungkinan besar dia berusaha menutup-nutupi catatan kriminal, atau memalsukan informasi latar belakang lainnya. Tolong perlihatkan daftar orang-orang yang pernah ditolak oleh Anda, Dokter." Danielson terus menggelengkan kepala. "Hasil pemeriksaan dan wawancara tergolong rahasia." "Dr. Danielson, bagaimana mungkin penipuan dan pemberian keterangan palsu digolongkan sebagai rahasia? Bagaimana mungkin nama dan latar belakang asli seorang penjahat termasuk dalam hubungan dokter-pasien, padahal dia tak pernah memberitahukanny kepada Anda, dan Anda sendiri yang harus men carinya? Saya tahu Johns Hopkins sangat teliti. Say percaya Anda pernah mengalami kasus serupa. Orang orang yang kecanduan dioperasi akan mendaftark diri di tempat mana pun yang mungkin. Tapi i bukan cerminan lembaga Anda maupun para pasie yang sah. Anda kira FBI tak pernah menerima lamara dari orang gila? Sering sekali. Minggu lalu ada pri berambut palsu hendak mendaftarkan diri di St. Louis Dia membawa bazoka, dua roket, dan pisau unt menguliti beruang di kantong tongkat golfnya." "Dia diterima?" "Bantulah saya, Dr. Danielson. Kami sudah terdes waktu. Sementara kita bicara di sini, Buffalo Bi mungkin sedang mengubah Catherine Martin menjadi seperti ini." Crawford menaruh selembar foto ke atas meja yang berkilau. "Jangan coba-coba," ujar Danielson. "Ini kekanak-kanakan. Saya bekas dokter bedah militer, Mr. Crawford. Simpanlah foto Anda." "Memang, ahli bedah biasa melihat tubuh yang terkoyak-koyak," Crawford berkata sambil meremas gelas plastiknya. "Tapi saya kira tak ada dokter yang tega melihat nyawa seseorang melayang siasia." Ia membuang gelas plastiknya ke keranjang sampah. "Ini tawaran terbaik yang bisa saya berikan: saya takkan meminta informasi mengenai pasien Anda, hanya informasi pendaftaran yang Anda pilah berdasarkan pedoman tadi. Anda dan dewan evaluasi psikiatri Anda jauh lebih cepat menangani lamaranlamaran yang ditolak daripada saya. Jika Buffalo Bill berhasil kami temukan berkat informasi Anda, hal tersebut akan saya rahasiakan. Saya akan mencari penjelasan lain untuk disampaikan kepada pers." "Mungkinkah Johns Hopkins diikutsertakan dalam program perlindungan saksi, Mr. Crawford? Mungkinkah kami diberi identitas baru? Dipindahkah ke Bob Jones College, misalnya? Terus terang, saya sangsi apakah FBI atau lembaga pemerintah mana pun sanggup menjaga rahasia." "Anda akan terkejut." "Saya meragukannya. Berkelit dari dalih birokratis yang mencurigakan justru lebih parah akibatnya daripada berkata terus terang. Tolong jangan sekali-sekali Anda lindungi kami dengan cara itu, terima kasih." "Justru saya yang harus berterima kasih kepada Anda, Dr. Danielson, atas komentar-komentar Anda yang sangat menghibur. Komentar-komentar Anda sangat membantu—tepatnya bagaimana, akan segera saya jelaskan. Anda ingin bicara terus terang? Baiklah. Orang ini menculik wanita-wanita muda dan menguliti mereka. Kulit korban-korbannya lalu dipakai seperti baju. Kami tidak ingin dia berbuat begitu lagi. Kalau Anda tidak segera membantu saya, inilah yang akan saya lakukan: pagi ini juga Departemen Kehakiman secara terbuka akan meminta surat perintah pengadilan, dengan alasan Anda menolak memberi bantuan. Permintaan itu akan diajukan dua kali sehari, dan waktunya disesuaikan dengan jam siaran berita siang dan malam. Setiap keterangan pers dari pihak departemen akan melaporkan upaya kami untuk menjalin kerja sama dengan Dr. Danielson di Johns Hopkins. Setiap kali ada perkembangan baru dalam kasus Buffalo Bill—jika Catherine Martin ditemukan mengambang, jika korban berikut ditemukan mengambang, lalu yang berikutnya—kami akan The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 58 memberikan keterangan per mengenai upaya kami mengajak Dr. Danielson d'-Johns Hopkins, lengkap dengan komentar Anda me ngenai Bob Jones College. Satu hal lagi, Dokter. Anda tahu Health and Human Services bermarkas di sini, di Baltimore, bukan? Saya sedang memikirkr Office of Eligibility Policy, dan saya kira pikir; Anda sudah lebih dulu sampai di sana, bukan begitu? Bagaimana jika Senator Martin, beberapa waktu sete lah pemakaman putrinya, bertanya kepada orang-orang di Eligibility: Bukankah operasi ganti kelamin yang Anda lakukan di sini sebenarnya termasuk bedah plastik? Barangkali mereka akan garuk-garuk kepala dan memutuskan, 'Wah, Senator Martin benar. Ya. Rasanya memang bedah plastik,' lalu program ini tak lagi memenuhi syarat untuk memperoleh bantuan pemerintah federal." "Anda menghina." "Bukan, saya bicara apa adanya." "Anda tidak bisa menggertak saya. Saya tidak takut..." "Bagus, sebab memang bukan itu tujuan saya, Dokter. Saya sekadar berharap Anda tahu saya serius. Bantulah saya, Dokter. Saya mohon." "Anda menyinggung Alan Bloom tadi." "Ya. University of Chicago..." "Saya kenal Alan Bloom, dan saya ingin membahas persoalan ini dengan sesama profesional. Beritahu dia saya akan menghubunginya pagi ini. Nanti siang Anda akan memperoleh keputusan saya. Saya pun peduli pada wanita muda itu, Mr. Crawford. Juga pada yang lainnya. Tapi banyak yang dipertaruhkan di sini, dan saya kira tidak semua implikasinya Anda pahami. Mr. Crawford, Anda sempat memeriksakan tekanan darah Anda belakangan ini?" "Saya melakukannya sendiri." "Dan Anda juga menulis resep untuk diri Anda sendiri?" "Itu melanggar hukum, Dr. Danielson." "Tapi Anda punya dokter." "Ya." "Konsultasikanlah temuan Anda dengan dia, Mr. Crawford. Betapa ruginya kita semua kalau Anda mati mendadak. Saya akan mengabari Anda nanti." "Tepatnya kapan, Dokter? Bagaimana kalau satu jam lagi?" "Satu jam." Pager Crawford berbunyi ketika ia keluar dari lift di lantai dasar. Pengemudinya, Jeff, melambai-lambaikan tangan ketika ia menghampiri van. Dia mati dan mayatnya sudah ditemukan, pikir Crawford ketika mengangkat gagang telepon. Beritanya tidak seburuk yang sempat diduganya, namun tetap cukup buruk: Chilton turut campur dalam penyelidikan, dan kini Senator Martin ikut turun tangan. Jaksa Agung negara bagian Maryland, atas perintah Gubernur, mengizinkan ekstradisi Dr. Hannibal Lecter ke Tennessee. Upaya untuk mencegah atau menunda pemindahan itu menuntut segenap kekuatan Federal Court, District of Maryland. Direktur FBI menunggu keputusan Crawford, sekarang juga. "Tunggu sebentar," ujar Crawford. Ia menempelkan gagang telepon ke paha dan memandang ke luar jendela van. Fajar di bulan Februari bukan pemandangan berwarna-warni. Semuanya tampak kelabu Serba suram. Jeff hendak mengatakan sesuatu, tapi Crawford menyuruhnya diam dengan isyarat tangan. Ego Lecter. Ambisi Chilton. Kecemasan Senator Martin mengenai keselamatan putrinya. Nyawa Catherine Martin. Putuskan. "Biarkan dia dibawa," ia akhirnya berkata. Bab Dua Puluh Sembilan Dr. chilton dan tiga polisi negara bagian Tennes see berbadan tegap berdiri di pelataran parkir pesawat yang diterpa angin. Matahari baru terbit. Mereka terpaksa setengah berteriak untuk mengalahkan suara radio dari pintu Grumman Gulfstream serta ambulans di sisi pesawat itu. Kapten yang memegang komando menyerahkan pena kepada Chilton. Kertas-kertas yang hendak ditandatangani berkibar-kibar tertiup angin, dan petugas polisi itu harus ikut memegang clipboard. "Apakah ini tidak bisa dilakukan sesudah kita mengudara?" tanya Chilton. "Sir, urusan dokumentasi harus diselesaikan pada saat serah terima dilakukan. Itu perintah yang diberikan pada saya." Kopilot pesawat selesai memasang ramp pada tangga pesawat. "Oke," ia berseru. Dr. Chilton dan ketiga polisi pergi ke belakang ambulans. Mereka tampak siaga ketika Chilton membuka pintu, seolah menduga ada sesuatu yang akan meloncat keluar. Dr. Hannibal Lecter berdiri tegak di gerobaknya, terlilit jaring terpal, dengan wajah tertutup topeng hoki es. Ia sedang buang air kecil sementara Barney memegangi wadah penampungnya. Salah satu polisi mendengus. Kedua rekannya memalingkan wajah. "Sori," kata Barney pada Dr. Lecter, lalu menutup pintu kembali. "Tidak apa-apa, Barney," ujar Dr. Lecter. "Aku sudah selesai." Barney merapikan pakaian Lecter dan mendorongnya ke bagian belakang ambulans. "Barney?" "Ya, Dr. Lecter?" "Selama ini kau selalu bersikap sopan padaku. Terima kasih." "Kembali." "Kalau Sammie sadar lagi, tolong pamitkan aku padanya." . "Tentu." "Selamat tinggal, Barney." Penjaga berbadan besar itu membuka pintu dan memanggil para polisi. "Tolong angkat bagian bawahnya. Kiri-kanan. Kita turunkan bersama-sama. Pelan-pelan." Barney mendorong Dr. Lecter menaiki r amp dan masuk ke pesawat. Tiga kursi telah dicopot di sisi kanan. Si kopilot mengikat gerobak Dr. Lecter ke dudukan kursi di lantai. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 59 "Dia mau dibaringkan selama kita terbang?" tanya salah satu polisi.-"Mudah-mudahan dia pakai celana karet." "Kelihatannya kau terpaksa menahan kencing sampai di Memphis, kawan," rekannya berkata kepada Lecter. "Dokter Chilton, boleh saya bicara sebentar dengan Anda?" pinta Barney. Mereka berdiri di luar pesawat, sementara angin bertiup, membuat debu berputar-putar di sekitar mereka. "Orang-orang ini tidak tahu apa-apa," kata Barney. "Saya akan mendapat bantuan setelah kami sampai—penjaga-penjaga psikiatri berpengalaman. Dia tanggung jawab mereka sekarang." "Anda yakin dia akan diperlakukan dengan baik? Anda tahu sendiri bagaimana dia—dia harus diancam dengan kebosanan. Hanya itu yang ditakutinya. Memukulnya tidak ada gunanya." "Saya takkan mengizinkan itu, Barney." "Anda akan hadir pada waktu dia diinterogasi?" "Ya." Dan kau tidak, Chilton menambahkan dalam hati. "Saya bisa mengawal dia ke sana dan kembali hanya beberapa jam setelah shift saya berakhir," ujar Barney. "Dia bukan tugasmu lagi, Barney. Saya akan ada di sana. Saya akan memberitahu mereka cara menanganinya, setiap langkahnya." "Sebaiknya mereka memperhatikan penjelasan Anda," Barney berkomentar. "Dia akan memanfaatkan setiap kesempatan." Bab Tiga Puluh Clarice starling duduk di tepi tempat tidur di kamar motelnya. Selama hampir satu menit setelah Crawford menutup pembicaraan, ia terus menatap pesawat telepon berwarna hitam di hadapannya. Rambutnya acak-acakan dan tubuhnya terbelit gaun tidur FBI Academy, karena ia terus bolak-balik sepanjang tidurnya yang singkat. Perutnya serasa baru ditendang. Baru tiga jam berlalu setelah ia meninggalkan Dr. Lecter, dan dua jam setelah ia dan Crawford selesai menyusun daftar ciri untuk dibandingkan dengan la-maran-lamaran di ketiga pusat medis. Dalam waktu demikian singkat, sementara ia tidur, Dr. Chilton telah mengacaukan semuanya. Crawford sedang dalam perjalanan untuk menjemputnya. Ia harus bersiap-siap. Persetan. PerSETAN. PERSETAN. Gara-gara kau dia akan mati, Dr. Chilton. Gara-gara kau dia akan mati, Dr. Fuck Face. Lecter masih menyimpan sesuatu, dan seharusnya aku bisa mendapatkannya. Sekarang kesempatan itu hilang, hilang. Hilang percuma. Kalau Catherine Martin ditemukan mengambang, kau akan kupaksa melihat mayatnya, aku bersumpah kau akan kupaksa. Satu-satunya kesempatan telah kaurebut dari tanganku. Aku harus mengerjakan sesuatu yang berguna. Sekarang juga. Apa yang bisa kulakukan di sini, saat ini juga? Merapikan diri. Di dalam kamar mandi ada keranjang kecil berisi batang-batang sabun yang masih terbungkus kertas, beberapa tube shampoo dan lotion, peralatan menjahit, perlengkapan yang biasa disediakan di motel berkualitas baik. Ketika melangkah ke shower, Starling teringat dirinya pada usia delapan tahun. Waktu itu ibunya mendapat pekerjaan membersihkan kamar-kamar motel, dan Starling biasa membawakan handuk, shampoo, dan sabun yang dibungkus kertas. Ketika ia berusia delapan tahun ada seekor burung gagak, dan burung gagak ini suka mencuri barang dari kereta petugas kebersihan motel. Burung tersebut mengambil apa pun yang berwarna cerah. Gagak itu menunggu kesempatan, lalu mengobrakabrik peralatan kebersihan di kereta. Kadang-kadang, jika terpaksa kabur untuk menyelamatkan diri, burung itu mengotori seprai-seprai bersih. Salah satu petugas kebersihan sempat melemparnya dengan pemutih, tapi hanya menghasilkan bercak-bercak putih pada sayap gagak itu. Gagak berbulu hitam-putih itu selalu menanti-nanti Clarice meninggalkan keretanya dan membawakan barangbarang untuk ibunya, yang bertugas menggosok kamar mandi. Ibunya berdiri di ambang pintu kamar mandi motel ketika memberitahu Starling bahwa ia harus pergi, Pindah ke Montana. Ibunya meletakkan handuk-handuk di tangan Starling dan duduk di tepi tempat tidur motel, mendekapnya. Starling masih suka bermimpi mengenai gagak itu, dan kini burung tersebut mendadak terbayang di depan matanya. Starling mengangkat tangan untuk mengusirnya dan kemudian, seakan-akan perlu mencari pembenaran untuk gerakan itu, ia mengusap rambutnya yang basah. Ia berpakaian dengan cepat. Celana panjang, blus, serta sweter tipis. Revolvernya yang bermoncong pendek menempel pada rusuknya, sementara speed-loader-nya tergantung dari ikat pinggang. Blazernya perlu dibenahi sedikit. Benang jahitan di atas speed-loader telah berjumbai-jumbai. Ia merasa harus sibuk, sibuk, sampai ia berhasil menenangkan diri. Ia mengambil peralatan jahit yang disediakan oleh motel dan mulai mencopot benang. Crawford mengetuk pintu. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 60 Bab Tiga Puluh Satu Menurut pengalaman Crawford, wanita yang sedang marah tampak jelek. Rasa marah menyebabkan rambut mereka acak-acakan di belakang dan mengacaukan rona muka; mereka juga jadi lupa menutup ritsleting. Setiap ciri yang tidak atraktif menjadi lebih menonjol. Starling tampak seperti biasa ketika ia membuka pintu kamar motelnya, namun ia memang marah. Crawford sadar ia mungkin akan mengetahui sisi lain dari Starling. Wangi sabun dan udara panas lembap menyambut Crawford ketika Starling berdiri di ambang pintu. Selimut pada tempat tidur di belakangnya telah ditarik sampai menutupi bantal. "Bagaimana pendapatmu, Starling?" "Komentarku hanya persetan, Mr. Crawford. Bagaimana menurut Anda?" Crawford memberi isyarat dengan menggerakkan kepala. "Drugstore di pojok sana sudah buka. Kita minum kopi dulu." Udara terasa nyaman untuk bulan Februari. Matahari yang baru beranjak dari ufuk timur menyinari rumah sakit jiwa dengan cahaya kemerahan ketika mereka lewat. Jeff mengikuti mereka dengan van, radionya bergemeresik. Ia sempat menyodorkan gagang telepon ke luar jendela dan Crawford berbicara singkat dengan seseorang. "Apakah Chilton bisa kukenakan tuduhan menghalangi penegakan keadilan?" Starling berjalan agak di depan. Crawford melihat otot rahangnya mengencang setelah mengajukan pertanyaan itu. "Tidak, tuduhan itu akan ditepisnya dengan mudah." "Bagaimana kalau dia mengorbankan Catherine, bagaimana kalau Catherine tewas karena dia? Aku benar-benar ingin menghajarnya. Izinkan aku terus menangani kasus ini, Mr. Crawford. Jangan suruh aku kembali ke sekolah." "Dua hal. Kalaupun kau kupertahankan di sini, itu bukan untuk menghajar Chilton, itu bisa menunggu. Kedua, kalau kau terus dipertahankan, kau akan terpaksa mengulangi kuliahmu dari awal. Kau akan kehilangan waktu beberapa bulan. Pihak Academy tidak memberi perlakuan khusus bagi siapa pun. Aku bisa menjamin kau akan diterima lagi, tapi tak lebih dari itu—kau akan mendapat tempat, hanya itu yang bisa kujanjikan." Sejenak Starling mendongakkan kepala. Kemudian ia kembali memandang ke depan. "Barangkali tidak sepantasnya aku menanyakan hal ini pada atasanku, tapi apakah Anda ada masalah? Apakah Senator Martin bisa mengotak-atik kedudukan Anda?" "Starling, dua tahun lagi aku harus pensiun. Kalaupun aku menemukan Jimmy Hoffa dan pembunuh Tylenol, aku tetap harus berhenti. Jadi, soal kedudukan tidak masuk dalam pertimbanganku." Crawford sadar betapa ia ingin tampak arif. Ia tahu pria setengah baya dapat begitu dikuasai hasrat untuk tampil bijaksana sehingga berusaha mengarang-ngarang, dan ia pun menyadari betapa berbahaya kecenderungan ini bagi anak muda yang mempercayai segala ucapannya. Karena itu ia bicara dengan hati-hati, dan hanya mengenai hal-hal yang diketahuinya. Apa yang dikatakan Crawford kepada Starling di jalan suram di Baltimore itu dipelajarinya pada serangkaian fajar yang dingin membeku di Korea, dalam perang yang berlangsung sebelum Starling lahir. Ia tidak menyinggung soal Korea, karena ia tidak membutuhkannya untuk menegakkan wibawanya. "Sekaranglah masa yang paling sulit, Starling. Manfaatkanlah masa ini dengan baik, dan kau akan ditempanya. Kau sedang menghadapi ujian paling berat— jangan biarkan kemarahan dan frustrasi menghalangi akal sehatmu. Inilah yang menentukan, apakah kau bisa memimpin atau tidak. Bertindak menuruti emosi takkan membuahkan hasil. Chilton memang tolol, dan dia mungkin telah mengorbankan nyawa Catherine Martin. Tapi mungkin juga tidak. Kitalah satu-satunya kesempatan yang dimiliki Catherine. Starling, berapa suhu nitrogen cair di lab?'-' 'Apa? Ah, nitrogen cair... minus dua ratus derajat Celsius, kurang lebih. Titik didihnya sedikit lebih tinggi." Kau pernah menggunakannya untuk membekukan sesuatu?" "Tentu." "Kau harus membekukan sesuatu sekarang. Bekukan urusanmu dengan Chilton. Peganglah informasi yang kauperoleh dari Lecter dan bekukan emosimu. Kuminta kau tetap membidik sasaran utama, Starling. Hanya itu yang penting. Kau telah bekerja keras untuk mencari informasi, kau telah membayarnya dan mendapatkannya, dan sekarang kita akan memanfaatkannya. Nilai informasi itu tetap sama seperti sebelum Chilton ikut campur. Hanya saja Lecter kemungkinan besar akan tutup mulut setelah ini. Bekukan yang lainnya. Kemarahanmu, frustrasimu, Chilton. Bekukan. Pada waktunya nanti, kita akan menangani Chilton. Tapi untuk sementara lupakanlah dia. Supaya kau tetap bisa membidik sasaran utama, yaitu nyawa Catherine Martin. Dan Buffalo Bill. Kalau kau sanggup melakukan itu, maka kau diperlukan di sini." "Untuk mempelajari berkas-berkas medis?" • Mereka sudah sampai di depan drugstore. "Hanya kalau terpaksa. Aku membutuhkanmu di Memphis. Aku sangsi Lecter akan menceritakan sesuatu yang berguna kepada Senator Martin. Tapi aku ingin kau berada di sana, sekadar untuk berjaga-jaga— barangkali Lecter mau bicara denganmu kalau dia sudah bosan mempermainkan Senator Martin. Sebelumnya, kuminta kau mencari keterangan mengenai Catherine. Selidikilah bagaimana Bill menemukan dia. Kau sebaya dengan Catherine, dan teman-temannya mungkin mau menceritakan halhal yang takkan mereka ceritakan pada orang yang lebih kelihatan seperti polisi. "Kita juga masih punya jalur lain. Interpol sedang berusaha mengidentifikasi Klaus. Kalau jati diri Klaus sudah diketahui, kita bisa mengamati lingkungan pergaulannya di Eropa dan California, tempat dia berhubungan dengan Benjamin Raspail. Setelah ini, aku akan ke University of Minnesota— persoalan di sana perlu diluruskan—dan nanti malam aku akan berada di Washington. Biar aku saja yang mengantre untuk beli kopi. Panggil Jeff dan vara-nya. Empat puluh menit dari sekarang, kau sudah harus ada di dalam pesawat." Matahari yang merah telah naik sampai tiga perempat tiang telepon. Trotoar masih tampak lembayung. Starling melambaikan tangan untuk memanggil Jeff. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 61 Perasaannya sudah lebih enak, lebih ringan. Crawford memang hebat. Ia sadar pertanyaan mengenai nitrogen tadi disengaja untuk menyinggung latar belakang forensik yang dimilikinya. Pertanyaan itu bertujuan membuatnya senang, sekaligus memicu kebiasaan untuk berpikir secara teratur. Starling sempat bertanya-tanya, apakah pria menganggap manipulasi seperti itu sebagai pendekatan halus. Anehnya, meskipun tahu telah dimanipulasi, ia tetap terpengaruh. Dan ia pun menyadari bahwa kepemimpinan merupakan bakat alam yang tidak bisa ditiru dengan teknik-teknik secanggih apa pun. Di seberang jalan, ia melihat seseorang menuruni tangga Baltimore State Hospital for the Criminally Insane. Orang itu Barney, yang tampak lebih besar lagi dari biasanya dengan jaketnya yang tebal. Barney membawa kotak makan siangnya. Tanpa bersuara Starling berkata, "Lima menit", kepada Jeff yang menunggu di dalam van. Kemudian !a menghampiri Barney yang sedang membuka pintu mobil tuanya. "Barney." Penjaga itu berbalik, tanpa ekspresi. Hanya matanya yang mungkin sedikit lebih lebar dari biasa. "Apakah Dr. Chilton berpesan bahwa kau tidak perlu kuatir?" "Apa lagi yang mungkin dikatakannya pada saya?" "Dan kau percaya?" Sudut mulut Barney bergerak ke bawah. Ia tidak menjawab ya atau tidak. "Saya mau minta tolong. Saya ingin kau melakukan sesuatu untuk saya, sekarang juga, tanpa bertanya. Saya akan bertanya baik-baik. Apa yang tersisa di sel Lecter?" "Beberapa buku—Joy of Cooking, jurnal-jurnal medis. Berkas-berkas pengadilan sudah diangkut semua." "Bagaimana dengan gambar-gambar di dinding?" "Masih ada di situ." "Saya menginginkan semuanya dan saya sedang terburu-buru." Barney berpikir sejenak. "Tunggu," katanya kemudian, dan ia kembali menaiki tangga. Langkahnya berkesan ringan bagi orang sebesar dirinya. Crawford sudah menunggu di dalam van ketika Barney keluar lagi sambil membawa gambar-gambar yang telah digulung dan kertas-kertas serta buku-buku yang telah dimasukkan ke kantong belanja. "Anda menyangka saya tahu ada alat penyadap di kursi yang saya bawakan untuk Anda?" Barney bertanya sambil menyerahkan bawaannya kepada Starling. "Entahlah, saya belum sempat memikirkannya. Ini, nakal pena saya untuk mencatat nomor teleponmu di kantong ini. Barney, menurutmu mereka sanggup menangani Dr. Lecter?" "Saya meragukannya dan saya sudah mengatakannya kepada Dr. Chilton. Tolong diingat bahwa saya memberitahu Anda, kalau-kalau dia lupa. Anda bisa dipercaya, Officer Starling. Ehm, kalau Anda berhasil meringkus Buffalo Bill?" "Yeah?" "Tolong jangan dibawa kemari, hanya karena di sini ada tempat kosong, oke?" Ia tersenyum. Giginya kecil-kecil. Mau tak mau Starling membalas senyumnya. Ia melambaikan tangan sambil berlari ke van. Crawford tampak senang. Bab Tiga Puluh Dua Grumman gulfstream yang membawa Dr. Hannibal Lecter mendarat di Memphis. Bannya meninggalkan asap berwarna biru ketika menyentuh landasan. Mengikuti petunjuk dari menara, pesawat itu segera menggelinding ke hanggar Air National Guard, menjauhi terminal-terminal penumpang. Dua kendaraan telah menunggu di dalam hanggar pertama, ambulans Emergency Service serta sebuah limusin. Dari balik kaca gelap limusinnya Senator Ruth Martin memperhatikan para polisi negara bagian menurunkan Dr. Lecter dari pesawat. Ia ingin menghampiri sosok terikat dan bertopeng itu untuk memaksanya buka mulut, tapi ia terlalu cerdas untuk berbuat sebodoh itu. Telepon Senator Martin berbunyi. Asistennya, Brian Gossage, segera meraihnya. "FBI—Jack Crawford," ujar Gossage. Senator Martin mengambil alih gagang telepon tanpa melepaskan pandang dari Dr. Lecter. "Kenapa saya tidak diberitahu mengenai Dr. Lecter, Mr. Crawford?" "Saya kuatir Anda akan bertindak seperti sekarang." "Saya bukan musuh Anda, Mr. Crawford. Kalau Anda memusuhi saya, Anda akan menyesal." "Di mana Lecter sekarang?" "Saya sedang menatapnya." "Dia bisa mendengar Anda?" "Tidak." "Senator Martin, dengarkan saya. Kalau Anda ingin memberikan jaminan pribadi kepada Lecter, silakan. Tapi tolong biarkan Dr. Alan Bloom memberi penjelasan dulu sebelum Anda menemui Lecter. Bloom bisa membantu Anda, percayalah." "Saya sudah punya penasihat ahli." "Moga-moga lebih ahli dari Chilton." Dr. Chilton mengetuk jendela limusin dari luar. Senator Martin menyuruh Brian Gossage turun untuk bicara dengannya. "Persaingan intern hanya membuang-buang waktu, Mr. Crawford. Anda mengutus anak muda yang masih hijau untuk menemui Lecter, dengan membawa tawaran palsu. Saya bisa berbuat lebih baik. Dr. Chilton berpendapat Lecter akan menanggapi tawaran langsung, dan itu yang akan saya berikan—tanpa birokrasi, tanpa melibatkan persoalan pribadi, tanpa mempertanyakan kredibilitas. Kalau Catherine bisa diselamatkan, semuanya akan memperoleh pujian, termasuk Anda. Kalau dia... tewas, saya takkan peduli pada alasan apa pun." "Kalau begitu, manfaatkanlah kami, Senator Martin." Senator Martin tidak menangkap nada marah dalam suara Crawford, hanya sikap tenang yang bertumpu Pada profesionalisme. Ia menanggapinya. "Teruskan." "Jika Anda mendapatkan sesuatu, biarkan kami yang menindaklanjutinya. Pastikan kami memperoleh segenap informasi yang ada. Pastikan kepolisian setempat bersedia bekerja sama. Jangan sampai The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 62 mereka mengira mereka dapat membuat Anda senang dengan mengucilkan kami." "Paul Krendler dari Kehakiman sedang dalam perjalanan ke sini. Dia akan mengaturnya." "Siapa yang memegang komando di sini sekarang?" "Mayor Bachman dari Tennessee Bureau of Investigation." "Oke. Kalau belum terlambat, halangilah peliputan pihak pers. Chilton sebaiknya Anda peringatkan tentang ini—dia suka mencari perhatian. Kami tidak ingin Buffalo Bill mengetahui apa pun. Kalau dia berhasil ditemukan, kami akan menerjunkan Hostage Rescue Team. Dia harus diringkus dengan cepat, untuk menghindari situasi penyanderaan. Anda sendiri yang akan bicara dengan Lecter?" "Ya?" "Maukah Anda bicara dengan Clarice Starling dulu? Dia sedang menuju ke sini." "Untuk apa? Dr. Chilton telah merangkum semua bahan untuk saya. Kita sudah terlalu lama membuang-buang waktu." Chilton kembali mengetuk kaca. Ia mengatakan sesuatu tanpa bersuara. Brian Gossage meraih pergelangan tangannya dan menggelengkan kepala. "Saya menginginkan akses kepada Lecter setelah Anda selesai bicara dengannya," ujar Crawford. "Mr. Crawford, dia berjanji akan memberikan nama Buffalo Bill dengan imbalan berupa berbagai fasilitas. Kalau janjinya tidak dipenuhi, saya tidak peduli dia diapakan oleh Anda." "Senator Martin, saya tahu ini masalah sensitif, tapi saya harus mengatakannya kepada Anda: apa pun yang Anda lakukan, jangan memohon-mohon kepada Lecter." "Oke, Mr. Crawford. Maaf, saya tidak bisa bicara lama-lama." Wanita itu meletakkan telepon. "Kalaupun aku keliru, Catherine takkan lebih mati dari keenam korban sebelumnya yang kalian tangani," ia bergumam, . lalu melambaikan tangan sebagai isyarat agar Gossage dan Chilton naik ke limo. Dr. Chilton telah minta agar pihak berwenang menyiapkan ruang kantor di Memphis, tempat Senator Martin akan bicara dengan Hannibal Lecter. Guna menghemat waktu, ruang brifing Air National Guard di dalam hanggar ditata ulang secara tergesa-gesa untuk pertemuan tersebut. Senator Martin diminta menunggu di hanggar, sementara Dr. Chilton menyiapkan Lecter di dalam ruang kantor dadakan itu. Namun Senator Martin tidak sanggup menunggu di dalam mobil. Ia berjalan mondar-mandir sambil menatap atap hanggar yang tinggi dan garis-garis di lantai. Satu kali ia berhenti di samping pesawat Phantom F-4 lama dan menyandarkan kepala pada sisi pesawat yang dingin. Pesawat ini lebih tua dari Catherine. Ya Tuhan, jangan berpikiran macam-macam. "Senator Martin," Mayor Bachman memanggilnya. Chilton melambaikan tangan dari pintu. Di dalam ruangan itu ada meja untuk Chilton, serta kursi-kursi untuk Senator Martin dan asistennya serta untuk Mayor Bachman. Juru kamera video telah siap meliput pertemuan itu. Kehadirannya diakui Chilton sebagai salah satu tuntutan Lecter. Penampilan Senator Martin cukup meyakinkan. Setelan jas yang ia kenakan mencerminkan kekuasaannya. Gossage pun telah disuruh memoles diri. Dr. Hannibal Lecter menduduki kursi besar yang dibaut ke lantai di tengah ruangan. Jaket pengaman serta ikat kaki ditutupi selimut yang sekaligus menyembunyikan rantai yang menahannya di kursi. Meski begitu, ia tetap memakai 'topeng hoki es agar tidak bisa menggigit. Kenapa? Senator Martin terheran-heran—gagasan semula adalah mengembalikan martabat Dr. Lecter dalam suasana kantor. Senator Martin menatap Chilton sambil mengerutkan kening, lalu berpaling kepada Gossage untuk minta kertas. Chilton melangkah ke belakang Dr. Lecter dan, sambil melirik ke kamera, membuka ikatan dan melepaskan topeng dari wajah Lecter. "Senator Martin, perkenalkan Dr. Hannibal Lecter." Sikap pamer yang diperlihatkan Chilton menyebabkan Senator Martin merinding. Segala kepercayaannya pada orang itu mendadak lenyap, dan ia sadar ia berhadapan dengan orang bodoh. Namun terlambat, ia terpaksa maju terus. Beberapa helai rambut Dr. Lecter jatuh ke antara matanya yang berwarna merah maroon. Wajahnya sepucat topengnya. Senator Martin dan Hannibal Lecter berpandangan, yang satu cerdas luar biasa dan yang satu lagi tak dapat diukur dengan cara apa pun yang diketahui. Dr. Chilton kembali ke mejanya dan angkat bicara sambil menatap semua orang: "Dr. Lecter telah memberi isyarat kepada saya, Senator, bahwa dia hendak membantu penyelidikan ini dengan menyumbangkan informasi yang dimilikinya. Sebagai imbalan, dia mengharapkan kebijaksanaan khusus menyangkut kondisi penahanannya." Senator Martin mengangkat selembar kertas. "Dr. Lecter, ini surat perjanjian yang akan saya tanda tangani sekarang. Di sini dikatakan bahwa saya akan membantu Anda. Anda mau membacanya dulu?" Senator Martin menduga Lecter takkan menjawab, dan ia sudah berpaling ke meja untuk membubuhkan tanda tangan ketika Lecter berkata, "Saya tidak mau menyia-nyiakan waktu Anda dan Catherine dengan tawar-menawar mengenai halhal sepele. Sudah terlalu banyak waktu terbuang oleh orang-orang yang sibuk memikirkan karier mereka. Saya akan membantu Anda, dan saya percaya Anda akan membantu saya setelah urusan ini selesai." "Saya takkan mengecewakan Anda. Brian?" - Gossage menyiapkan buku notesnya. "Buffalo Bill sesungguhnya bernama William Rubin. Dia dikenal sebagai Billy Rubin. Dia pertama kali mengunjungi saya bulan April atau Mei 1975 karena ajakan pasien saya, Benjamin Raspail. Dia mengaku bertempat tinggal di Philadelphia, saya tidak ingat alamatnya, tapi dia menumpang di rumah Raspail di Baltimore." "Di mana catatan Anda?" Mayor Bachman menyela. "Catatan saya dimusnahkan atas perintah pengadilan, tidak lama setelah..." "Seperti apa tampangnya?" Mayor Bachman bertanya. "Nanti dulu, Mayor. Senator Martin, satu-satunya..." "Saya membutuhkan usia dan deskripsi fisiknya, apa saja yang Anda ingat," Mayor Bachman mendesak. Dr. Lecter langsung menutup diri. Pikirannya beralih ke hal lain—studi anatomi Gericault untuk The The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 63 Raft of the Medusa—dan ia tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia mendengar pertanyaanpertanyaan berikutnya. Ketika Senator Martin berhasil meraih kembali perhatiannya, mereka hanya berdua di dalam ruangan itu. Senator Martin memegang buku notes Gossage. Dr. Lecter menatapnya. "Bendera itu berbau cerutu," katanya. "Apakah Catherine diberi ASI dulu?" "Maaf? Apakah...?" "Apakah dia diberi ASI?" "Ya." "Tugas itu membuat haus, bukan...?" Sorot mata Senator Martin meredup, dan sejenak Lecter menikmati kepedihannya. Cukup dulu untuk hari ini. Ia melanjutkan, "Tinggi badan William Rubin sekitar satu delapan lima, dan mestinya dia sekarang berusia tiga puluh lima tahun. Badannya tegap— ketika bertemu saya, beratnya kuranglebih sembilan puluh lima kilo, dan saya kira telah bertambah sejak itu. Rambutnya cokelat dan matanya biru pucat. Berikan dulu informasi ini kepada mereka, setelah itu kita lanjutkan." "Baiklah," ujar Senator Martin. Catatannya diserahkan keluar. "Saya .hanya satu kali bertemu dengannya. Dia sempat membuat janji lagi, tapi tidak muncul." "Kenapa Anda menduga orang ini Buffalo Bill?" "Waktu itu pun dia sudah membunuh, dan melakukan hal-hal serupa dengan para korbannya, dari segi anatomi. Dia mengaku mencari bantuan untuk menghentikan perbuatannya, tapi sebenarnya dia hanya ingin pamer." "Dan Anda tidak—dia yakin Anda takkan melaporkannya kepada pihak berwajib?" "Kelihatannya begitu. Dia memang gemar mengambil risiko. Dia tahu saya tetap menjaga rahasiarahasia temannya, Raspail." "Raspail tahu dia melakukan hal-hal tersebut?" "Raspail sendiri mempunyai kecenderungan abnormal—tubuhnya penuh bekas luka. "Billy Rubin pernah menyinggung catatan kriminalnya, namun tidak menyebutkan detail-detailnya. Saya sempat membuatkan catatan medis singkat. Tak ada yang istimewa, kecuali satu hal: Rubin bercerita dia pernah terkena penyakit antraks gading gajah. Hanya itu yang saya ingat sekarang, Senator Martin, dan Anda tentunya ingin segera pergi. Kalau ada hal yang teringat, saya akan mengabari Anda." "Apakah Billy Rubin pembunuh orang yang kepalanya ditemukan di dalam mobil itu?" "Saya kira ya." "Anda tahu namanya?" "Tidak. Raspail memanggilnya Klaus." "Apakah hal-hal lain yang Anda ceritakan kepada FBI memang benar?" "Paling tidak, sama benarnya dengan hal-hal yang diceritakan FBI kepada saya, Senator Martin." "Saya telah mengatur akomodasi sementara untuk Anda di Memphis sini. Kita akan membicarakan situasi Anda dan Anda akan dipindahkan ke Brushy Mountain kalau urusan ini... setelah urusan ini selesai." "Terima kasih. Saya ingin minta pesawat telepon, kalau-kalau saya teringat sesuatu." "Akan saya atur." "Dan musik. Glenn Gould, Goldberg Variations, kalau Anda tidak keberatan?" "Baiklah." "Senator Martin, petunjuk apa pun yang Anda peroleh, jangan Anda percayakan sepenuhnya kepada pihak FBI. Jack Crawford tak pernah mau bekerja sama dengan instansi-instansi lain. Orang-orang seperti itu memang merepotkan. Crawford berharap dialah yang akan menangkap Buffalo Bill." "Terima kasih, Dr. Lecter." "Saya suka setelan jas Anda," Lecter berkomentar ketika Senator Martin melangkah keluar. Bab Tiga Puluh Tiga Ruangan demi ruangan, basement Jame Gumb menjalar bagaikan labirin yang menyesatkan kita dalam mimpi. Ketika ia masih malu-malu, lama berselang, Mr. Gumb menikmati kesenangannya di ruangan-ruangan paling tersembunyi, jauh dari tangga. Di pojok-pojok paling jauh terdapat ruanganruangan dari kehidupan-kehidupan sebelumnya yang sudah bertahun-tahun tak pernah dibuka. Beberapa di antaranya bisa dikatakan masih dihuni, walaupun suara-suara dari balik pintu-pintu itu sudah lama tak terdengar lagi. Ketinggian lantai berbeda-beda antara satu ruangan dan ruangan lain, kadang-kadang sampai tiga puluh senti. Ada ambang pintu yang harus dilangkahi, palang yang harus dihindari dengan membungkuk. Menggiring sesuatu di hadapan kita—sesuatu yang berjalan terhuyung-huyung sambil menangis, memohon-mohon, dan sesekali membenturkan kepala tanpa sengaja— tidaklah mudah, malah bisa dikatakan berbahaya. Setelah bertambah bijak dan percaya diri, Mr. Gumb tak lagi merasa perlu memenuhi kebutuhannya di pojok-pojok tersembunyi di basement-nya. Kini ia menggunakan sejumlah ruangan basement di sekitar tangga, ruangan-ruangan besar dengan air mengalir dan listrik menyala. Kini basement-nya terselubung kegelapan pekat. Di bawah ruangan berlantai pasir, di dalam lubang sumur, Catherine Martin meringkuk tanpa bersuara. Mr. Gumb berada di basement, namun bukan di ruangan ini. Ruangan di belakang tangga gelap gulita bagi mata manusia, namun dipenuhi berbagai bunyi pelan. Air terdengar menetes dan pompa-pompa kecil berdengung-dengung. Gema-gema kecil membuat ruangan itu berkesan luas. Udaranya lembap dan sejuk, dan berbau daun. Sayap-sayap mungil menyerempet pipi. Bunyi sengau terdengar pelan, erangan nikmat, suara manusia. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 64 Ruangan itu tidak diterangi cahaya dengan panjang gelombang yang tampak bagi mata manusia, tapi Mr. Gumb ada di sini dan ia bisa melihat dengan jelas, meskipun semuanya terlihat sebagai warna hijau dengan berbagai corak dan intensitas. Ia mengenakan kacamata inframerah (surplus militer Israel, kurang dari empat ratus dolar) dan ia mengarahkan berkas sinar senter inframerah ke kerangkeng kecil berkawat anyam di hadapannya. Ia duduk di tepi kursi bersandaran lurus. Segenap perhatiannya tertuju pada serangga yang sedang memanjat tanaman di dalam kerangkeng. Serangga muda itu baru saja keluar dari kepompong di dalam tanah lembap di dasar kerangkeng dan memanjat dengan hati-hati, mencari tempat untuk mengembangkan sayapnya yang masih lembap dan menempel di punggung. Binatang tersebut memilih ranting horizontal. «Mr. Gumb terpaksa memiringkan kepala untuk melihat. Sedikit demi sedikit sepasang sayap itu dipenuhi darah dan udara. Dua jam berlalu. Mr. Gumb nyaris tidak bergerak. Ia menghidup-matikan senter inframerahnya, dan setiap kali senternya menyala kembali, ia menikmati kemajuan yang telah dicapai serangga itu. Untuk mengisi waktu, ia mengarahkan senter ke sekeliling ruangan— menyapu akuarium-akuarium besar berisi cairan berwarna kecokelatan, menerangi benda-benda di dalamnya. Cahayanya beralih ke meja kerjanya yang besar dan dilengkapi bantalan logam serta pipa pembuangan, lalu menerpa kerek di atasnya. Tempat cuci tangan memanjang di dinding. Semuanya tampak hijau. Titik-titik yang berpendar melintasi pandangannya, ngengat-ngengat kecil yang beterbangan dengan bebas. Ia kembali berpaling ke kerangkeng. Sayap serangga besar di dalamnya telah terangkat di atas punggung. Kini sayapnya turun untuk menyelubungi tubuh, dan motif yang terkenal itu terlihat jelas. Sebuah tengkorak manusia, yang terbentuk oleh sisik-sisik menyerupai bulu, menatapnya dari punggung ngengat. Di bawah ujung tengkorak yang gelap terdapat sepasang lubang mata yang hitam serta tulang pipi menonjol. Tengkorak itu bertumpu pada motif yang menyerupai bagian atas tulang pinggul. Tengkorak yang bertumpu pada pinggul, semuanya tergambar alam pada punggung seekorngengat. Mr. Gumb riang gembira. Ia membungkuk sedikit dan meniup serangga di hadapannya, pelan-pelan saja. Ngengat itu mengeluarkan suara gusar. Diam-diam Mr. Gumb berjalan ke ruang sumur. Ia membuka mulut agar bunyi napasnya tidak kentara. Ia tak ingin kesenangannya terusik oleh teriakan-teriakan dari lubang sumur. Lensa kacamatanya yang menonjol menyerupai mata kepiting. Mr. Gumb sadar kacamata itu sama sekali tidak indah, namun benda itu sudah sering menghiburnya di dalam basement yang gelap. Ia membungkuk dan mengarahkan cahaya yang tak tampak ke dalam lubang. Spesimen di bawah berbaring miring, meringkuk seperti udang. Sepertinya sedang tidur. Ember plastik masih di sampingnya. Kali ini talinya tidak putus seperti ketika ia berusaha memanjat dinding yang licin. Sambil tidur, ia menempelkan sudut kasur ke wajah dan mengisap jempol. Mr. Gumb memperhatikan Catherine dari atas ke bawah, dan ia mempersiapkan diri untuk menghadapi masalah-masalah yang menantinya. Kulit manusia sangat sulit diolah jika seseorang mempunyai standar setinggi Mr. Gumb. Berbagai keputusan mendasar harus diambil, dan yang pertama menyangkut penempatan ritsleting. Ia mengalihkan berkas senternya ke punggung Catherine. Biasanya ritsleting dipasang di sini, tapi kalau begitu, bagaimana ia dapat mengenakannya seorang diri? Dan ia tidak dapat meminta bantuan orang lain, meskipun gagasan itu sungguh menggairahkan. Ia mengetahui beberapa tempat di mana usahanya akan ditanggapi penuh kekaguman—ada sejumlah yacht tempat ia dapat memamerkan hasil karyanya— tapi itu harus menunggu. Mr. Gumb tidak dapat menilai warna kulit Catherine dalam cahaya inframerah, tapi ia kelihatan lebih kurus. Barangkali ia sedang berdiet ketika diculik. Pengalaman mengajarkan Mr. Gumb untuk menunggu empat hari sampai satu minggu sebelum mengambil kulit yang diminatinya. Pengurangan berat badan secara drastis membuat kulit lebih longgar dan lebih mudah dilepaskan.^Selain itu, rasa lapar juga menggerogoti kekuatan subjeksubjeknya dan menyebabkan mereka menjadi lebih mudah ditangani. Lebih tenang. Beberapa di antara mereka bahkan menunjukkan sikap pasrah dan tidak peduli. Meski demikian, Mr. Gumb harus menyediakan ransum sekadarnya untuk menghindari timbulnya perasaan putus asa serta perilaku destruktif yang dapat merusak kulit. Ya, spesimen ini telah kehilangan berat badan. Yang satu ini begitu penting bagi rencananya, sehingga ia tak bisa menunggu terlalu lama, dan ia memang tak perlu menunggu terlalu lama. Besok sore ia sudah bisa mulai berkarya, atau besok malam. Paling lambat besok lusa. Tidak lama lagi. Bab Tiga Puluh Empat Clarice starling mengenali papan nama Stonehinge Villas dari siaran berita TV. Kompleks hunian di East Memphis itu, yang merupakan campuran flat dan town house, membentuk huruf U mengelilingi pelataran parkir yang luas. Starling memarkir Chevrolet Celebrity sewaannya di tengah-tengah lapangan. Melihat mobil-mobil lain di sekelilingnya—sejumlah Trans-Am dan IROC-Z Camaro—ia menyimpulkan kompleks tersebut dihuni pekerja-pekerja bergaji besar dan eksekutif-eksekutif tingkat bawah. Karavan-karavan tanpa sengaja oleh akhir pekan serta perahu-perahu dengan cat mengilap tampak di bagian terpisah The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 65 dari pelataran parkir. Stonehinge Villas—ejaan tersebut mengganggu Starling setiap kali ia melihatnya. Apartemenapartemen itu pasti dilengkapi perabot rotan yang dicat putih dan karpet berwarna peach. Foto-foto di bawah kaca meja tamu. Dinner for Two Cookbook dan Fondue on the Menu. Starling, yang hanya memiliki kamar asrama di FBI Academy sebagai tempat tinggal, selalu sewot mengenai hal-hal seperti itu. Ia perlu mempelajari latar belakang Catherine Baker Martin, dan rasanya ini pilihan yang janggal sebagai tempat tinggal putri seorang senator. Starling telah membaca keterangan biografi singkat yang dikumpulkan FBI, dan di situ Catherine Martin digambarkan sebagai wanita muda cerdas yang sebenarnya mampu meraih sukses lebih tinggi. Ia gagal di Farmington dan menghabiskan dua tahun yang suram di Midd-lebury. Kini ia mahasiswa Southwestern dan bekerja sebagai guru praktek. Semula Starling cenderung membayangkan Catherine sebagai anak sekolah swasta berotak tumpul yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak peduli pada orang lain. Namun ia sadar ia perlu berhati-hati, karena penilaiannya itu diwarnai berbagai prasangka. Starling sendiri sempat merasakan sekolah asrama berkat sejumlah beasiswa yang diterimanya, dan nilai-nilai yang ia peroleh jauh lebih baik daripada pakaian yang dikenakannya ketika itu. Ia sering melihat anak-anak keluarga kaya yang dititipkan di sekolah asrama oleh orangtua mereka yang sibuk sendiri. Beberapa di antara mereka memang brengsek, tapi Starling segera menyadari bahwa sikap acuh tak acuh selain merupakan cara untuk menghindari kepedihan, juga sering disalahartikan sebagai dangkal dan tidak peduli. Lebih baik membayangkan Catherine sebagai anak kecil yang pergi berlayar bersama ayahnya, seperti dalam film yang ditayangkan di TV ketika Senator Martin memohon belas kasihan. Buffalo Bill. Dalam hati Starling bertanya, apakah Catherine berusaha menyenangkan ayahnya ketika masih kecil. Ia bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan Catherine ketika orang-orang datang dan memberitahunya bahwa ayahnya meninggal akibat serangan jantung pada usia empat puluh dua tahun. Starling yakin Catherine merindukan ayahnya. Rasa rindu kepada ayah, luka hati yang lazim, menyebabkan Starling merasa dekat dengan wanita muda ini. Starling merasa perlu menyukai Catherine Martin, sebab ini memacunya untuk mengerahkan segala daya dan upaya. Starling segera mengetahui lokasi apartemen Catherine—dua mobil Tennessee Highway Patrol diparkir di depannya. Ia melihat sejumlah noda putih pada bagian pelataran parkir yang paling dekat dengan apartemen Catherine. Rupanya Tennessee Bureau of Investigation telah mengamankan bercak-bercak oli dengan bubuk batu apung atau bubuk lainnya yang bersifat lembam. Crawford memang sempat memuji cara kerja TBI. Starling menghampiri kendaraan-kendaraan rekreasi dan perahu-perahu yang diparkir di bagian khusus di depan apartemen. Di sinilah Catherine diculik Buffalo Bill. Cukup dekat dengan apartemennya, sehingga ia merasa tidak perlu mengunci pintu ketika keluar. Ada sesuatu yang memancingnya keluar, sesuatu yang berkesan tidak berbahaya. Starling tahu kepolisian Memphis telah mendatangi semua tetangga untuk minta keterangan, namun tidak ada yang melihat apa pun, jadi penculikan tersebut mungkin berlangsung di antara karavankaravan yang tinggi. Buffalo Bill pasti mengintainya dari sini. Sambil duduk di dalam kendaraan. Tapi Buffalo Bill tahu Catherine ada di sini. Berarti ia telah melihatnya di tempat lain, lalu mengikutinya sambil menunggu kesempatan beraksi. Tidak banyak wanita muda sebesar Catherine. Buffalo Bill tak mungkin duduk-duduk di sembarang tempat sambil menunggu korban yang cocok. Cara itu bisa menghabiskan waktu berhari-hari tanpa membuahkan hasil. Semua korbannya berbadan besar. Semuanya. Ada yang gemuk, tapi semuanya besar. "Supaya baju itu muat di badannya." Starling merinding ketika teringat ucapan Dr. Lecter. Dr. Lecter, warga baru kota Memphis. Starling menarik napas dalam-dalam, menggembungkan pipi, lalu mengembuskan udaranya pelanpelan. Coba lihat, apa yang bisa kita ketahui tentang Catherine. Seorang polisi Tennessee dengan topi Smokey the Bear membukakan pintu apartemen Catherine Martin. Ketika Starling memperlihatkan kartu identitasnya, petugas itu mempersilakannya masuk. "Officer, saya perlu memeriksa tempat ini." Petugas itu mengangguk. "Kalau teleponnya berdering, biarkan saja. Biar saya yang menerimanya." Pada counter di dapur terbuka, Starling melihat tape recorder yang disambung ke pesawat telepon. Di sampingnya ada dua pesawat telepon baru. Satunya tidak dilengkapi tombol-tombol angka— sambungan langsung ke bagian pengamanan Southern Bell, fasilitas pelacakan telepon di daerah mid- South. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya polisi muda itu. "Tempat ini sudah selesai digeledah polisi?" "Apartemennya sudah diserahkan kembali kepada pihak keluarga. Saya hanya menunggui telepon. Anda bebas memegang barang-barang yang ada di sini, kalau itu yang Anda maksud." "Baiklah, kalau begitu saya mau melihat-lihat dulu." "Oke." Polisi muda itu meraih koran yang diselipkannya di bawah sofa, lalu kembali membaca. Starling ingin berkonsentrasi. Ia menyayangkan ia tidak sendirian di dalam apartemen, tapi ia sadar ia beruntung tempat itu tidak penuh polisi. Ia mulai di dapur. Tampak jelas penghuni apartemen itu bukan orang yang gemar memasak. Catherine pulang sejenak untuk mengambil popcorn, demikian keterangan yang diperoleh polisi dari pacarnya. Starling membuka freezer. Di dalamnya ada dua kotak popcorn microwave. Pelataran parkir tidak kelihatan dari dapur. "Anda dari mana?" Starling tidak mendengar pertanyaan itu. "Anda dari mana?" Petugas polisi di sofa telah menurunkan koran dan sedang menatapnya. "Washington," jawab Starling. Di bawah tempat cuci piring—yap, goresan-goresan pada sambungan pipa, tempat penampungan kotoran telah dibongkar dan diperiksa. Hmm, TBI cukup teliti. Pisau-pisau di counter tidak tajam. Alat cuci piring sempat dinyalakan, namun belum dikosongkan. Lemari es berisi cottage cheese dan The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 66 deli fruit salad. Catherine Martin suka membeli fast-food, kemungkinan besar ia mempunyai tempat langganan, toko drive-in di sekitar apartemennya. Barangkali ada orang yang sering berkeliaran di tempat itu. Tak ada salahnya diperiksa. "Anda dari kejaksaan?" "Bukan, FBI." "Saya dengar Jaksa Agung mau kemari. Sudah berapa lama Anda di FBI?" Starling menatap petugas polisi itu. "Begini, Officer, saya perlu menanyakan beberapa hal kepada Anda setelah saya selesai memeriksa tempat ini. Bagaimana kalau nanti saja kita bicara?" "Oke." Kamar tidur di apartemen itu bersuasana cerah. Starling menyukainya. Perabot dan perlengkapan lainnya cukup bagus dan mahal untuk ukuran seorang wanita muda. Ada sekat Coromandel, dua buah cloisonne pada rak, serta meja tulis dari kayu walnut. Dan sepasang tempat tidur. Starling mengangkat pinggiran selimut. Roda-roda pada kaki tempat tidur sebelah kiri terkunci, pada kaki sebelah kanan tidak. Mungkin Catherine merapatkan keduanya kalau ada keperluan khusus. Barangkali dia punya pacar gelap. Atau mungkin juga mereka suka menginap di sini. Mesin penerima teleponnya tidak dilengkapi remote. Dia mungkin harus ada di sini kalau ibunya menelepon. Mesin penerima teleponnya sama seperti milik Starling, Phone-Mate standar. Ia membuka panilnya. Kaset-kaset untuk telepon masuk dan keluar sudah tidak ada. Keduanya digantikan pesan, TAPES TBI PROPERTY #6. Kamar itu sebenarnya cukup rapi, namun berkesan agak berantakan setelah digeledah oleh orangorang bertangan besar, orang-orang yang hendak mengemba-!kan semuanya ke tempat semula, tapi selalu meleset sedikit. Tanpa melihat bekas bubuk untuk mengamankan sidik jari pada semua permukaan licin pun Starling segera tahu tempat itu telah digeledah. Starling menyangsikan bahwa penculikan berlangsung di kamar tidur. Kelihatannya Crawford benar. Catherine disergap di pelataran parkir. Tapi Starling ingin mengenalinya lebih jauh, dan inilah tempat ia tinggal. Dalam kabinet di samping ranjang ada buku telepon, Kleenex, kotak berisi alat-alat kecantikan dan, di balik peti kecil, sebuah kamera Polaroid SX-70 dengan cable release dan tripod kecil terlipat di sampingnya. Hmmm. Penuh perhatian Starling mengamati kamera itu. Ia berkedip dan tidak menyentuhnya. Lemari pakaianlah yang paling menarik perhatian Starling. Catherine Baker Martin, pada label binatunya tertulis C-B-M, memiliki banyak pakaian dan beberapa di antaranya cukup mahal. Starling mengenali sejumlah label, termasuk Garfinkel's dan Britches di Washington. Hadiah-hadiah dari Mami, kata Starling dalam hati. Catherine mempunyai baju-baju berpotongan klasik dengan dua ukuran, yaitu ukuran berat badannya sekitar 72 dan 82 kg, menurut taksiran Starling. Lalu masih" ada beberapa potong crisis fat pants dan pullover dari Statuesque Shop. Pada rak gantung ada dua puluh tiga pasang sepatu. Tujuh pasang Ferragamo ukuran IOC, beberapa pasang Reebok, serta sejumlah sepatu santai. Pada rak paling atas ada ransel.dan raket tenis. Harta benda anak orang kaya, seorang mahasiswa dan guru praktek dengan tingkat kesejahteraan lebih tinggi dari kebanyakan orang. Surat-surat menumpuk di meja tulis. Dari bekas teman kuliah di daerah Timur dulu. Prangko, label alamat. Kertas kado di laci paling bawah, dengan aneka warna dan corak. Starling memeriksa semuanya satu per satu. Ia sedang berpikir untuk mencari keterangan dari karyawan toko drive-in setempat, ketika jarinya menemukan selembar kertas kado yang lebih tebal dan kaku dari yang lainnya. Ia melewatinya, lalu kembali lagi. Starling terlatih untuk mengenali hal-hal yang menyimpang; ia menarik lembaran itu dan mengamatinya. Warnanya biru, terbuat dari bahan yang serupa dengan pengering tinta, dan motif yang tercetak adalah tiruan kasar gambar Pluto. Semua anjing pada deretan-deretan itu mirip Pluto, warna kuningnya benar, namun proporsinya agak meleset. "Catherine, Catherine," Starling bergumam. Ia mengambil penjepit dari tas dan menggunakannya untuk memindahkan kertas berwarna itu ke dalam sampul plastik, yang kemudian diletakkannya di atas tempat tidur. Di atas meja rias ada kotak perhiasan berlapis kulit, seperti yang lazim ditemui di kamar asrama wanita muda. Kedua laci di sisi depan berisi perhiasan imitasi, tak ada yang berharga. Dalam hati Starling bertanya, apakah perhiasan yang asli disimpan di dalam kol dari karet di lemari es, dan kalau memang begitu, siapa yang mengambilnya. Ia mencungkil pinggiran tutup kotak itu dan membuka laci rahasia di sisi belakang. Lacinya kosong. Starling bertanya-tanya, untuk apa laci semacam ini dipasang—semua pencuri sudah tahu rahasianya. Ia sedang meraih ke balik kotak perhiasan untuk menutup laci, ketika jarinya menyentuh amplop yang ditempelkan di sisi bawah. Starling segera mengenakan sepasang sarung tangan katun dan memutar kotak itu. Lalu ia menarik laci yang kosong dan membalikkannya. Sebuah amplop cokelat ditempelkan ke sisi bawah laci dengan selotip. Tutupnya sekadar diselipkan, bukan dilem. Starling mengendus-endus. Amplop itu belum diperiksa untuk mencari sidik jari. Starling menggunakan penjepit tadi untuk membuka amplop dan mengeluarkan isinya. Ia menemukan lima foto Polaroid dan mengeluarkan semuanya satu per satu. Foto-foto itu memperlihatkan sepasang pria dan wanita bersanggama. Kepala maupun wajah mereka tidak tampak. Dua foto diambil oleh si wanita, dua oleh pasangannya, dan satu lagi sepertinya dibuat dari tripod yang ditaruh pada meja di samping tempat tidur. Menentukan skala pada sebuah foto adalah pekerjaan sukar, tapi dengan bobot 72 kg pada tubuh yang panjang, wanita itu bisa dipastikan Catherine Martin. Pasangannya mengenakan semacam cincin gading berukir pada penisnya. Resolusi foto tersebut tidak memadai untuk mengenali detail-detail cincin. Pria itu telah menjalani operasi usus buntu. Starling menyelipkan foto-foto ke dalam kantongkantong plastik, lalu memasukkan semuanya ke dalam amplop cokelat yang dibawanya. Kemudian ia mengembalikan laci rahasia ke tempat semula di kotak perhiasan.. "Perhiasan yang asli sudah saya amankan," sebuah suara berkata di belakangnya. "Sepertinya tidak ada yang hilang." Starling memandang ke cermin. Senator Ruth Martin berdiri di ambang pintu. Ia tampak letih. Starling berbalik. "Halo, Senator Martin. Anda mgin beristirahat? Saya sudah hampir selesai." Meski sedang letih, Senator Martin tetap terlihat rapi. Namun di balik penampilannya itu mengintai The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 67 watak yang mudah meletup, dan Starling pun menyadarinya. "Siapa Anda? Saya pikir pihak kepolisian sudah selesai di sini." "Saya Clarice Starling, FBI. Anda sudah bicara dengan Dr. Lecter, Senator?" "Dia menyebutkan sebuah nama." Senator Martin menyalakan rokok dan mengamati Starling dari atas sampai bawah. "Kita tunggu saja apakah informasinya berharga atau tidak. Dan apa yang Anda temukan dalam kotak perhiasan itu, Officer Starling? Sesuatu yang berharga?" "Dokumentasi yang dapat kita periksa dalam waktu beberapa menit," adalah jawaban terbaik yang dapat dibelikan Starling. "Dalam kotak perhiasan putri saya? Coba saya lihat." Starling mendengar suara-suara di ruangan sebelah, dan ia berharap ada yang menyela percakapannya dengan Senator Martin. "Anda disertai Mr. Copley, agen khusus kami di Memphis yang..." 'Tidak, dan itu bukan jawaban. Saya tidak bermaksud apa-apa, Officer, tapi saya ingin tahu apa yang Anda ambil dari kotak perhiasan putri saya." Ia menoleh ke belakang dan memanggil seseorang. "Paul. Pa"l, tolong kemari sebentar. Officer Starling, Anda m"ngkin kenal Mr. Krendler dari Departemen Kehakiman. Paul, ini gadis yang ditugaskan Jack Crawford untuk menemui Lecter." Bagian kepala Krendler yang botak tampak kecokelatan karena matahari, dan ia kelihatan segar untuk orang berusia empat puluh. "Mr. Krendler, saya tahu siapa Anda. Halo," ujar Starling. Orang penting di Kehakiman, ya Tuhan, bantulah hambaMu ini. "Officer Starling menemukan sesuatu di dalam kotak perhiasan putri saya dan memasukkannya ke amplop cokelat yang dia bawa. Saya kira ada baiknya kita lihat isi amplop itu, bukan?" "Officer," kata Krendler. "Bolehkah saya bicara dengan Anda, Mr. Krendler?" "Tentu saja. Nanti." Krendler mengulurkan tangan. Wajah Starling terasa panas. Ia tahu Senator Martin sedang stres, tapi ia takkan pernah memaafkan Krendler atas keraguan yang tergambar di wajahnya. Sampai kapan pun. "Silakan," sahut Starling. Ia menyerahkan amplop yang diminta. Krendler mengintip foto pertama dan telah menyelipkan kembali tutup amplop ketika Senator Martin mengambil alih amplop itu dari tangannya. Starling tak sampai hati menatap wajah Senator Martin saat mengamati foto-foto itu. Setelah selesai, Senator Martin menghampiri jendela dan menghadap langit yang mendung, dengan mata terpejam. Ia tampak tua dalam cahaya yang suram, dan tangannya gemetaran ketika ia mencoba mengisap rokoknya. "Senator, saya..." Krendler angkat bicara. "Kamar ini sudah digeledah polisi," ujar Senator jylartin. "Saya yakin mereka juga menemukan fotofoto itu dan cukup tanggap untuk mengembalikan semuanya dan tutup mulut." "Anda keliru," ujar Starling. "Foto-foto ini belum ditemukan." Ia sadar wanita itu sedang mengalami cobaan, tapi persetan. "Mrs. Martin, kita perlu tahu siapa pria pada foto ini, Anda tentu memahami hal ini. Kalau memang sang pacar, tak ada masalah. Saya bisa memastikannya dalam waktu lima menit. Foto-foto ini tak perlu disebarluaskan dan Catherine takkan pernah tahu." "Biar saya yang menanganinya." Senator Martin menyelipkan amplop itu ke dalam tas, dan Krendler membiarkannya. "Senator, apakah Anda yang mengambil perhiasan dari kol karet di dapur?" tanya Starling. Asisten Senator Martin, Brian Gossage, muncul di pintu. "Maaf, Senator, terminalnya sudah terpasang. Kita bisa mengikuti pelacakan nama William Rubin di FBI." "Silakan, Senator Martin," ujar Krendler. "Saya akan segera menyusul." Ruth Martin meninggalkan ruangan tanpa menjawab pertanyaan Starling. Starling mengamati Krendler ketika orang itu menutup pintu kamar tidur. Setelan jasnya mencerminkan puncak keahlian menjahit dan ia tidak bersenjata. Tumit sepatunya tampak mengilap karena terus tergosok karpet tebal, dan pinggirannya masih menyiku. Sejenak Krendler berdiri dengan tangan»,pada pegangan pintu, sambil menundukkan kepala. Anda sangat teliti," katanya ketika berbalik. Starling tidak bisa dibujuk semudah itu. Ia membalas tatapan Krendler. "Orang-orang Quantico selalu ahli dalam menggeledah," ujar Krendler. "Orang-orang Quantico bukan pencuri." "Saya tahu itu." "Masa?" "Sudahlah." "Foto-foto dan kol karet itu akan ditindaklanjuti, bukan?" tanya Starling. "Ya." "Bagaimana soal nama 'William Rubin' itu, Mr. Krendler "Menurut Lecter, itu nama asli Buffalo Bill. Ini transmisi kami ke seksi ID dan NCIC. Coba Anda baca." Krendler menyerahkan transkrip wawancara Senator Martin dengan Lecter, sebuah salinan buram dari printer dot-matrix." "Ada komentar?" tanya Krendler setelah Starling selesai membaca. "Di sini tidak ada apa-apa yang bisa menjeratnya," kata Starling. "Dia bilang pelakunya pria kulit putih bernama Billy Rubin yang pernah terkena antraks gading gajah. Apa pun yang terjadi, Anda takkan bisa membuktikan dia bohong. Paling-paling dia akan mengaku keliru. Mudah-mudahan ini benar. Tapi mungkin saja dia sekadar mempermainkan Senator Martin; dia sanggup melakukan itu. Anda pernah... bertemu dengannya?" Krendlef menggeleng sambil mendengus. "Sejauh yang kita ketahui, Lecter membunuh sembilan orang. Dia takkan pernah bebas—biarpun dia membangkifkan orang yang sudah mati, dia tetap takkan dilepaskan. Yang bisa dia lakukan hanya mencari hiburan. Itulah sebabnya kami bermain-main dengannya..." "Saya tahu bagaimana Anda bermain-main dengannya. Saya sudah mendengarkan rekaman Chilton. Saya tidak mengatakan Anda keliru—saya mengatakan Anda berhenti sampai di sini. Seksi Ilmu Perilaku bisa mengusut temuan Anda—sudut transseksual itu. Dan besok Anda akan kembali bersekolah di Quantico." Oh, sial. "Ada lagi yang saya.temukan." The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 68 Lembaran kertas berwarna di tempat tidur telah luput dari perhatian. Starling menyerahkannya kepada Krendler. "Apa ini?" "Kelihatannya seperti kertas bergambar Pluto." Starling menunggu sampai Krendler menanyakan kelanjutannya. Pria itu memberi isyarat agar Starling meneruskan penjelasannya. "Saya menduga ini blotter acid. LSD. Mungkin dari pertengahan tahun tujuh puluhan atau sebelumnya. Sekarang sudah jadi barang langka. Ada baiknya kita selidiki dari mana dia memperoleh ini. Kita perlu mengadakan tes untuk memastikannya." "Anda bisa membawanya ke Washington untuk diserahkan ke lab. Anda berangkat sebentar lagi." "Kalau Anda tidak mau menunggu, kita bisa meng-uJmya sekarang juga. Kalau polisi punya standar Narcotics Identification, Kit, kita gunakan tes J, waktunya hanya dua detik." "Kembali ke Washington, kembali ke sekolah," Krendler menegaskan sambil membuka pintu. "Saya diinstruksikan Mr. Crawford..." "Instruksi Anda adalah apa yang saya katakan. Anda tidak di bawah komando Jack Crawford sekarang. Anda di bawah pengawasan yang sama seperti semua trainee lain, dan urusan Anda adalah di Quantico, mengerti? Ada pesawat yang berangkat pukul dua lewat sepuluh. Anda akan berada di atas pesawat itu." "Mr. Krendler, Dr. Lecter bersedia bicara dengan saya setelah menolak bicara dengan kepolisian Baltimore. Bisa jadi dia akan melakukannya lagi. Mr. Crawford berpendapat..." Krendler kembali menutup pintu, lebih keras dari seharusnya. "Officer Starling, saya tidak perlu menjelaskan apa pun kepada Anda, tapi begini. Setiap rekomendasi dari Ilmu Perilaku sekadar bersifat saran, dari dulu sudah begitu. Dan sekarang pun tetap begitu. Jack Crawford seharusnya sudah mengambil cuti. Saya tidak menyangka dia tetap sanggup bekerja sebaik ini. Dia gegabah mengambil risiko dengan menutup-nutupi urusan ini dari Senator Martin, dan sekarang dia kena getahnya. Tapi dengan reputasi seperti yang dia miliki, Senator Martin pun tak dapat berbuat banyak terhadapnya, apalagi masa pensiunnya sudah dekat. Kalau saya jadi Anda, saya takkan mencemaskannya." Sejenak Starling kehilangan kendali diri. "Apakah ada orang lain yang berhasil menangkap tiga pembunuh berantai? Anda kenal orang lain yang menangkap satu saja? Tidak seharusnya Anda membiarkan 4 Senator Martin menangani urusan ini, Mr. Krendler." "Anda pasti sangat cerdas, kalau tidak, Crawford takkan membuang-buang waktu dengan Anda. Dengarkan baik-baik, sebab saya takkan mengulangi ini: Jagalah mulut Anda, atau Anda akan saya tempatkan sebagai sekretaris. Rupanya Anda belum mengerti juga—satu-satunya alasan Anda disuruh menemui Lecter adalah untuk mencari berita bagi direktur Anda untuk digunakan di Capitol Hill. Detail-detail sepele mengenai kejahatan-kejahatan kelas kakap, 'cerita orang dalam' mengenai Dr. Lecter. Direktur Anda membagi-bagikannya seperti permen sambil memperjuangkan anggaran yang disusunnya. Para anggota kongres tidak pernah puas mendengar cerita seperti ini. Anda telah melewati batas, Officer Starling, dan Anda akan ditarik dari kasus ini. Saya tahu Anda diberi ID sementara. Tolong serahkan pada saya." "Saya memerlukannya untuk membawa senjata ke dalam pesawat. Pistol inventaris Quantico." "Pistol. Ya Tuhan! Kembalikan ID itu begitu Anda sampai di sana." Senator Martin, Gossage, seorang teknisi, dan beberapa petugas polisi berkerumun di depan video display terminal dengan modem yang disambungkan ke pesawat telepon. Hotline dari National Crime Information Center mencatat setiap kemajuan yang diperoleh, sementara informasi dari Lecter diproses di Washington. Berita yang baru saja, masuk dikirim dari National Center for Disease Control di Atlanta: Antraks gading gajah menyebar melalui debu yang terisap saat menggerinda gading Afrika, yang biasa digunakan untuk barang-barang dekorasi. Di Amerika enkat, penyakit itu ditemui di kalangan pembuat Pisau. Senator Martin memejamkan mata ketika membaca kata-kata "pembuat pisau". Matanya perih dan kering. Ia meremas-remas Kleenex di tangannya. Polisi muda yang membiarkan Starling memasuki apartemen sedang membawakan secangkir kopi untuk Senator Martin. Ia masih mengenakan topinya. Starling tidak sudi keluar diam-diam. Ia berhenti di hadapan wanita itu dan berkata, "Semoga berhasil, Senator. Mudah-mudahan Catherine selamat." Senator Martin mengangguk tanpa menoleh. Krendler menggiring Starling ke pintu. "Saya tidak tahu dia tidak boleh masuk kemari," ujar polisi muda tadi ketika Starling meninggalkan ruangan. Krendler menemaninya keluar. "Saya sangat menghormati Jack Crawford," katanya. "Tolong sampaikan padanya bahwa kami semua turut prihatin dengan... masalah Belia itu. Sekarang kembalilah ke sekolah dan belajarlah dengan giat, oke?" "Good-bye, Mr. Krendler." Kemudian Starling seorang diri di pelataran parkir, dengan perasaan aneh bahwa tak ada yang dipahaminya di dunia ini. Ia memperhatikan seekor merpati berjalan di bawah karavan-karavan dan perahu-perahu. Burung itu memungut kulit kacang dan meletakkannya lagi. Bulunya bergerak-gerak tertiup angin. Starling merasa perlu bicara dengan Crawford. Sekaranglah masa yang paling sulit, itu yang dikatakannya. Manfaatkanlah masa ini dengan baik, dan kau akan ditempanya. Kau sedang menghadapi ujian paling berat—jangan biarkan kemarahan dan frustrasi menghalangi akal sehatmu. Inilah yang menentukan, apakah kau bisa memimpin atau tidak. Starling tidak peduli soal kepemimpinan. Kalau aturan mainnya seperti ini, ia bahkan tak peduli tentang kedudukannya sebagai Agen-Khusus Starling. Ia teringat gadis malang yang dilihatnya di meja di rumah duka di Potter, West Virginia Kukunya dicat kerlap-kerlip seperti sepatu bot untuk main ski. Siapa namanya? Kimberly. Persetan, mereka takkan melihatku menangis. Ya Tuhan, semua orang bernama Kimberly, di kelasnya ada empat orang. Tiga orang bernama Sean. Kimberly dengan nama opera sabunnya berusaha berdandan, menindik telinganya agar kelihatan The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 69 cantik. Buffalo Bill menatap payudaranya yang rata dan menempelkan moncong pistol di antara keduanya, lalu menarik picu. Kimberly, saudaranya yang gemuk dan menyedihkan, yang rajin menghilangkan bulu-bulu di kakinya. Tidak mengherankan—melihat wajah dan tangan dan kakinya, maka kulitnyalah yang paling patut dibanggakan Kimberly, apakah kau sedang marah? Tidak ada senator yang mencarinya. Tidak ada pesawat jet yang membawa orang sinting. Sinting adalah kata yang tidak seharusnya ia gunakan. Banyak hal yang tidak seharusnya ia kerjakan. Laki-laki sinting. Starling melirik arlojinya. Masih ada waktu satu setengah jam sebelum pesawatnya berangkat, dan ada satu hal kecil yang masih sempat ia lakukan! Ia ingin menatap wajah Dr. Lecter saat ia berkata "Billy ln . Kalau ia tahan menatap mata yang aneh itu untuk waktu cukup lama, kalau ia dapat melihat jauh ke dalam kegelapan yang menelan setiap kilatan cahaya mata itu, barangkali ia akan menemukan sesuatu yang berguna. Barangkali ia akan melihat Lecter tertawa mengejek. Untung saja kartu ID-nya masih kupegang. Mobilnya meninggalkan jejak ban sepanjang lebih dari tiga meter ketika melaju dari pelataran parkir. Bab Tiga Puluh Lima Clarice starling memacu mobilnya di tengah lalu lintas Memphis yang penuh bahaya. Dua tetes air mata kemarahan telah mengering di pipinya. Ia merasa ringan dan bebas. Pikirannya yang luar biasa terang memperingatkannya bahwa ia sedang cenderung mencari perkara, sehingga ia pun berjagajaga. Ia telah melewati gedung pengadilan lama dalam perjalanan dari bandara tadi, dan kini ia menemukannya kembali tanpa kesulitan. Pihak berwajib Tennessee tidak mau mengambil risiko dengan Hannibal Lecter. Mereka bertekad mengamankannya tanpa mempertaruhkan keselamatannya di penjara. Jawaban mereka adalah bekas gedung pengadilan dan rumah tahanan, sebuah bangunan kokoh bergaya Gotik yang didirikan ketika tenaga kerja masih gratis. Kini gedung itu berfungsi sebagai kantor pemerintah kota. Hari ini bangunan tersebut menyerupai benteng abad pertengahan yang dikelilingi polisi. Mobil-mobil patroli berbagai instansi—polisi jalan raya, Shelby County Sheriff's Department, Tennessee Bureau of Investigation, dan Department of Corrections—memenuhi pelataran parkir. Starling harus melewati pos polisi dulu sebelum dapat memarkir mobil sewaannya. Kehadiran Dr. Lecter juga menimbulkan masalah keamanan tambahan dari luar. Telepon-telepon bernada mengancam terus berdatangan sejak keberadaannya dilaporkan dalam siaran berita pagi; korban-korbannya mempunyai banyak teman dan saudara yang ingin melihat Lecter mati. Starling berharap agen FBI setempat, Copley, belum datang. Ia tidak mau membuat kesulitan untuk orang itu. Ia melihat bagian belakang kepala Chilton di tengah kerumunan wartawan di rumput samping tangga utama. Ada dua kamera TV mini. Starling menyayangkan ia tidak memakai topi atau penutup kepala lainnya. Ia memalingkan wajah ketika menghampiri pintu masuk. Polisi yang berjaga di depan pintu memeriksa ID-nya sebelum ia diizinkan memasuki lobi. Ruangan itu kini menyerupai pos jaga. Seorang petugas polisi ditempatkan di pintu lift, satu orang lagi di tangga Sejumlah polisi, yang akan menggantikan rekan-rekan mereka yang bertugas di luar, sedang membaca Commercial Appeal di sofa-sofa yang terhalang dari pandangan umum. Meja di seberang lift ditempati seorang sersan. Tanda pengenalnya bertulisan TATE, CL. "Pers dilarang masuk," Sersan Tate berkata ketika melihat Starling. "Saya bukan orang pers," sahut Starling. "Anda dari kejaksaan?" Sersan Tate bertanya setelah membaca kartu pengenal Starling. "Saya anggota rombongan Deputy Assistant Attorney General Krendler," ujar Starling. "Yang lain akan menyusul." Sersan Tate mengangguk. "Segala macam polisi di West Tennessee datang kemari untuk melihat Dr. Lecter. Untung saja tidak banyak orang seperti dia. Sebelum naik, Anda perlu bicara dulu dengan Dr. Chilton." "Kami sudah ketemu di luar," balas Starling. "Urusan ini sudah kami bicarakan di Baltimore tadi pagi. Di mana saya harus mencatat identitas saya, Sersan Tate? Di sini?" Sang sersan menjilat gerahamnya dengan lidah. "Ya, di sini," katanya. "Peraturan penjara, Miss. Semua pengunjung wajib menyerahkan senjata." . Starling mengangguk. Ia mengeluarkan selongsong-selongsong peluru dari revolvernya, lalu menyerahkan pistol itu dengan gagang lebih dulu. Sersan Tate menyimpannya di dalam laci. "Vernon, antar dia ke atas." Ia menekan tiga angka dan menyebutkan nama Starling lewat telepon. Lift yang dinaiki Starling—satu-satunya di gedung itu, dipasang pada tahun 1920-an—berderakderak sampai ke lantai paling atas. Pintunya membuka dan Starling melangkah ke bordes yang dilanjut ke koridor pendek. Lurus saja; Ma'am," ujar polisi yang mengantarnya. Kaca es- pada pintu di ujung koridor bertulisan SHELBY COUNTY HISTORICAL SOCIETY. Hampir seluruh lantai paling atas bekas gedung pengadilan merupakan ruangan segi delapan yang dicat putih, dengan lantai dan lis-lis dari kayu ek yang dipoles. Udaranya berbau lilin dan lem buku. Dengan perabotannya yang sedikit dan bersahaja, ruangan itu berkesan seperti gereja. Dua pria berseragam Tennessee Department of Correction sedang bertugas. Yang kecil bangkit di belakang mejanya ketika Starling masuk. Rekannya duduk di kursi lipat di ujung ruangan, menghadap k" sel. Ia bertugas mengawasi tahanan agar tidak melaku kan bunuh diri. "Anda berwenang bicara dengan tahanan ini, Ma'am?" tanya petugas di balik meja. Tanda pengenalnya bertulisan PEMBRY, T.W., dan di mejanya ad pesawat telepon, dua pentungan karet, dan sekalen Chemical Mace. Tongkat panjang disandarkan ke sudut' dinding di belakangnya. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 70 "Ya," jawab Starling. "Saya sudah pernah menginterogasinya." "Anda tahu peraturannya? Jangan lewati batas." "Tentu." Satu-satunya sentuhan warna di ruangan itu adala* pembatas polisi berupa kuda-kuda dengan garisgari jingga dan kuning serta lampu kerlap-kerlip yang ki dimatikan. Pembatas itu berjarak satu setengah meter dari pintu sel. Barang-barang milik Dr. Lecter tergantung pada gantungan mantel di dekatnya—topen hoki es dan sesuatu yang belum pernah dilihat Star ling, rompi tahanan Kansas. Rompi itu terbuat dai kulit tebal. Dengan pengikat pergelangan di pinggan dan gesper di punggung, rompi tersebut mungkin baj pengaman pal melihat topeng dan rompi hitam itu tergantung di depan dinding yang putih. Starling bisa melihat Dr. Lecter ketika menghampiri sel. Lecter sedang membaca di meja kecil yang dibaut ke lantai. Ia membelakangi pintu. Di hadapannya ada sejumlah buku serta salinan arsip Buffalo Bill yang diberikan Starling padanya di Baltimore. Sebuah tape recorder kecil dirantai ke kaki meja. Janggal rasanya melihat Lecter di luar rumah sakit jiwa. Starling sudah pernah melihat sel seperti ini, ketika ia masih kecil. Sel-sel itu dirakit oleh perusahaan di St. Louis sekitar pergantian abad, dan tak pernah ada yang membuat yang lebih baik—kerangkeng baja yang mengubah ruang mana pun menjadi sel. Lantainya terbuat dari lembaran baja yang dipasang di atas batang-batang baja, dan dinding-dinding serta langit-langit berupa batang-batang baja sepenuhnya menutupi ruangan itu. Tak ada jendela. Selnya putih bersih dan terang-benderang. Sekat kertas tipis menghalangi pandangan ke toilet. Batang-batang putih ini terlihat menonjol di dinding. Kepala Dr. Lecter tampak kecil dan gelap. Dia seekor cemetery mink. Dia hidup di dalam rongga dada, di dalam jantung yang telah mengering. Starling segera mengusir pikiran itu. "Selamat pagi, Clarice," Lecter berkata tanpa menoleh. Ia menyelesaikan halaman yang sedang dibacanya, menandai halamannya, dan membalik di kursi untuk berpaling kepada Starling. Tangannya bersandar pada sandaran punggung dan menumpu dagunya. "Dumas berkata bahwa penambahan seekor gagak ke bouillon di musim gugur, saat burung gagak sudah gemuk berkat brendi yang diminumnya, akan membantu warna dan rasa air kaldunya. Kukira kau pun membutuhkan bantuan, bukan begitu, Clarice?" "Kupikir Anda mungkin menginginkan gambar-gambar dan barang-barang dari sel Anda, sampai Anda mendapatkan pemandangan yang lebih baik." "Kau penuh perhatian. Dr. Chilton gembira sekali kau dan Jack Crawford ditarik dari kasus ini. Atau kau dikirim untuk mengorek informasi untuk terakhir kali?" Pengawas Lecter telah menghampiri Officer Pembry di meja untuk mengobrol. Starling berharap mereka tidak dapat mendengar percakapannya dengan Lecter. "Aku tidak dikirim ke sini. Aku sendiri yang ingin datang." "Orang-orang akan menyangka kita menjalin asmara. Kau tidak ingin bertanya tentang Billy Rubin, Clarice?" "Dr. Lecter, aku sama sekali tidak bermaksud... ehm, meragukan kebenaran keterangan Anda kepada Senator Martin, tapi apakah menurut Anda aku perlu terus mempelajari gagasan Anda mengenai..." "Meragukan—aku suka sekali pilihan katamu. Menurutku kau telah mencoba mengelabuiku, Clarice. Kaupikir saya mempermainkan orang-orang ini?" "Kupikir Anda telah memberikan keterangan sebenarnya padaku." "Sayang sekali kau mencoba mengelabuiku, bukan?" Wajah Dr. Lecter menghilang di balik lengannya, hingga hanya matanya yang terlihat. "Sayang sekali Catherine Martin takkan pernah melihat matahari lagi. jylatahari adalah api yang telah menghanguskan segala harapannya, Clarice." "Sayang sekali Anda kini berubah pikiran dan memilih menikmati penderitaan orang lain," sahut Starling. "Sayang sekali kita tidak sempat menyelesaikan pembicaraan kita. Gagasan Anda mengenai imago, struktur pemikiran Anda itu, mempunyai... keanggunan yang masih terus mencengkeramku. Tapi sekarang hanya tersisa puing-puing, bagaikan lengkungan yang tinggal setengah." "Setengah lengkungan tidak bisa berdiri. Dan selagi bicara tentang sisa-sisa, apa yang tersisa dari wewenangmu, Clarice? Apakah lencanamu telah dicopot?" "Belum." "Apa itu yang menyembul di balik jasmu, alat absensi seperti milik ayahmu?" "Bukan, itu speedloader-ka." "Jadi, kau berjalan-jalan dengan membawa senjata?" "Ya." ing ampuh di dunia. Starling merinding melihat topeng dan rompi hitam itu tergantung di depan dinding yang putih. Starling bisa melihat Dr. Lecter ketika menghampiri sel. Lecter sedang membaca di meja kecil yang dibaut ke lantai. Ia membelakangi pintu. Di hadapannya ada sejumlah buku serta salinan arsip Buffalo Bill yang diberikan Starling padanya di Baltimore. Sebuah tape recorder kecil dirantai ke kaki meja. Janggal rasanya melihat Lecter di luar rumah sakit jiwa. Starling sudah pernah melihat sel seperti ini, ketika ia masih kecil. Sel-sel itu dirakit oleh perusahaan di St. Louis sekitar pergantian abad, dan tak pernah ada yang membuat yang lebih baik—kerangkeng baja yang mengubah ruang mana pun menjadi sel. Lantainya terbuat dari lembaran baja yang dipasang di atas batang-batang baja, dan dinding-dinding serta langit-langit berupa batang-batang baja sepenuhnya menutupi ruangan itu. Tak ada jendela. Selnya putih bersih dan terang-benderang. Sekat kertas tipis menghalangi pandangan ke toilet. Batang-batang putih ini terlihat menonjol di dinding. Kepala Dr. Lecter tampak kecil dan gelap. Dia seekor cemetery mink. Dia hidup di dalam rongga dada, di dalam jantung yang telah mengering. Starling segera mengusir pikiran itu. "Selamat pagi, Clarice," Lecter berkata tanpa menoleh. Ia menyelesaikan halaman yang sedang dibacanya, menandai halamannya, dan membalik di kursi untuk berpaling kepada Starling. Tangannya bersandar pada sandaran punggung dan menumpu dagunya. "Dumas berkata bahwa penambahan seekor gagak ke bouillon di musim gugur, saat burung gagak sudah gemuk berkat brendi yang diminumnya, akan membantu warna dan rasa air kaldunya. Kukira kau pun membutuhkan bantuan, bukan begitu, Clarice?" The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 71 "Kupikir Anda mungkin menginginkan gambar-gambar dan barang-barang dari sel Anda, sampai Anda mendapatkan pemandangan yang lebih baik." "Kau penuh perhatian. Dr. Chilton gembira sekali kau dan Jack Crawford ditarik dari kasus ini. Atau kau dikirim untuk mengorek informasi untuk terakhir kali?" Pengawas Lecter telah menghampiri Officer Pembry di meja untuk mengobrol. Starling berharap mereka tidak dapat mendengar percakapannya dengan Lecter. "Aku tidak dikirim ke sini. Aku sendiri yang ingin datang." "Orang-orang akan menyangka kita menjalin asmara. Kau tidak ingin bertanya tentang Billy Rubin, Clarice?" "Dr. Lecter, aku sama sekali tidak bermaksud... ehm, meragukan kebenaran keterangan Anda kepada Senator Martin, tapi apakah menurut Anda aku perlu terus mempelajari gagasan Anda mengenai..." "Meragukan—aku suka sekali pilihan katamu. Menurutku kau telah mencoba mengelabuiku, Clarice. Kaupikir saya mempermainkan orang-orang ini?" "Kupikir Anda telah memberikan keterangan sebenarnya padaku." "Sayang sekali kau mencoba mengelabuiku, bukan?" Wajah Dr. Lecter menghilang di balik lengannya, hingga hanya matanya yang terlihat. "Sayang sekali Catherine Martin takkan pernah melihat matahari lagi. jylatahari adalah api yang telah menghanguskan segala harapannya, Clarice." "Sayang sekali Anda kini berubah pikiran dan memilih menikmati penderitaan orang lain," sahut Starling. "Sayang sekali kita tidak sempat menyelesaikan pembicaraan kita. Gagasan Anda mengenai imago, struktur pemikiran Anda itu, mempunyai... keanggunan yang masih terus mencengkeramku. Tapi sekarang hanya tersisa puing-puing, bagaikan lengkungan yang tinggal setengah." "Setengah lengkungan tidak bisa berdiri. Dan selagi bicara tentang sisa-sisa, apa yang tersisa dari wewenangmu, Clarice? Apakah lencanamu telah dicopot?" "Belum." "Apa itu yang menyembul di balik jasmu, alat absensi seperti milik ayahmu?" "Bukan, itu speedloader-ka." "Jadi, kau berjalan-jalan dengan membawa senjata?" "Ya." "Kalau begitu, kau perlu melebarkan jasmu. Kau bisa menjahit?" "Ya." "Bajumu itu kaujahit sendiri?" "Tidak. Dr. Lecter, Anda sanggup mengetahui setiap rahasia orang lain. Anda tidak mungkin bicara secara mendalam dengan 'Billy Rubin' ini namun hanya tahu sangat sedikit tentang dia." "Kaupikir begitu?" Kalau Anda memang pernah bertemu, berarti Anda mengetahui segala sesuatu mengenai dia. Tapi hari 1111 hanya ada satu detail yang Anda ingat. Dia Pernah menderita antraks gading gajah. Sayang Anda tidak sempat melihat mereka tersentak ketika ada kabar dari Atlanta bahwa penyakit itu biasa menyerang pembuat pisau. Reaksi mereka persis seperti yang Anda bayangkan. Anda patut mendapatkan suite di Peabody untuk itu. Dr. Lecter, kalau Anda pernah bertemu dengannya, seharusnya Anda mengenalnya luar-dalam. Kukira Anda tidak pernah bertemu dan hanya mendengar cerita dari Raspail. Informasi dari tangan kedua tentu kurang laku dijual kepada Senator Martin, bukan?" Starling melirik ke belakang. Salah satu petugas sedang memperlihatkan sesuatu dalam majalah Guns & Ammo kepada rekannya. "Kukira cerita Anda di Baltimore belum selesai, Dr. Lecter. Aku percaya Anda tidak membohongiku waktu itu. Sekarang ceritakanlah sisanya." "Aku sudah membaca semua berkas kasus, Clarice. Kau sudah membaca semuanya? Segala sesuatu yang perlu kauketahui ada di situ, kalau kau mau membaca dengan teliti. Inspektur Emeritus Crawford pun seharusnya sudah menemukan jawabannya. Omong-omong, kau sempat membaca pidato Crawford yang mencengangkan di National Police Academy tahun lalu? Dia mengutip Marcus Aurelius mengenai kewajiban, kehormatan, dan ketabahan—kita lihat saja, seberapa tabah Crawford saat Belia meninggalkannya. Kelihatannya dia menyontek falsafahnya dari Bartlett's Familiar. Seandainya dia memahami Marcus Aurelius, dia mungkin sudah memecahkan kasus ini." "Katakanlah bagaimana caranya." "Kadang-kadang aku lupa generasimu buta huruf, Clarice. Inti ajaran sang Kaisar adalah kesederhanaan. Dimulai dengan prinsip-prinsip. Untuk setiap hal yang kauhadapi, tanyalah: Apa sifatnya yang hakiki? Apa sebab-musababnya?" "Aku tidak memahami maksud Anda." "Apa yang dia lakukan, orang yang kaucari itu?" "Dia membunuh..." "Ah..." Lecter memotong dengan ketus. Sejenak ia memalingkan wajah dari kekeliruan Starling. "Itu insidental. Apa hal utama, hal pokok yang dilakukannya, kebutuhan apa yang dipenuhinya dengan membunuh?" "Kemarahan, kebencian, frustrasi sek..." "Bukan." 'Kalau begitu, apa?" "Dia berhasrat mendapatkan sesuatu yang kaumiliki secara alamiah. Itu sifatnya yang hakiki. Bagaimanakah awal mula kita mendambakan sesuatu, Clarice? Apakah kita secara sadar mencaricari? Cobalah jangan asal menjawab;' "Tidak. Kita sekadar..." "Tidak. Tepat sekali. Yang kita dambakan adalah yang kita lihat setiap hari. Bukankah kau setiap hari merasakan tatapan orang-orang yang berpapasan denganmu, Clarice? Kukira tak, mungkin kau tidak menyadarinya. Dan bukankah kau sendiri pun demikian?" 'Baiklah, kalau begitu tolong beri tahu aku bagaimana..." " Sekarang giliranmu memberitahu aku, Clarice. Kau sudah tidak bisa menawarkan liburan pantai di Pusat Penyakit Kuku dan Mulut. Mulai sekarang berlaku quid pro quo. Aku harus berhati-hati kalau berurusan denganmu. Jadi, silakan cerita, Clarice." "Cerita apa?" "Ada dua hal yang belum kaujelaskan. Apa yang terjadi denganmu dan kuda itu, dan bagaimana kau mengendalikan kemarahanmu." "Dr. Lecter, kalau ada waktu aku akan..." "Kita memandang waktu dengan cara berbeda, Clarice. Hanya ini kesempatanmu." The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 72 "Nanti. Begini, aku..." "Sekarang. Dua tahun setelah kematian ayahmu, ibumu menitipkan kau pada keluarga sepupunya di peternakan Montana. Kau berusia sepuluh tahun. Secara tak sengaja kau mengetahui mereka menjual kuda untuk dipotong. Kau lari bersama kuda yang tidak bisa melihat dengan baik. Lalu?" "Waktu itu musim panas, kami bisa tidur di tempat terbuka. Kami melewati jalan desa dan berhasil sampai ke Bozeman." "Apakah kuda itu mempunyai nama?" "Mungkin, tapi aku tidak—hal seperti itu tidak ditanyakan untuk kuda yang akan dipotong. Aku memanggilnya Hannah, nama yang kusukai." "Kuda itu kaugiring atau kautunggangi?" "Kedua-duanya. Aku terpaksa menggiringnya ke pagar agar bisa naik ke pelana." "Kau berjalan dan berkuda sampai ke Bozeman." "Di sana ada tempat penitipan kuda, tempat penangkaran, atau semacam sekolah berkuda, sedikit di luar kota. Aku berusaha menitipkan Hannah di sana. Biayanya dua puluh dolar seminggu untuk kandang terbuka. Untuk kandang tertutup lebih mahal. Mereka langsung tahu Hannah tidak bisa melihat. Aku menawarkan diri sebagai penuntun. Untuk anak-anak kecil, supaya mereka bisa naik kuda sambil dituntun sementara orangtua mereka, ehm, berkuda sungguhan. Kubilang aku juga bersedia tinggal di sana dan membersihkan kandang-kandang. Salah satu dari mereka, pemilik tempat itu, menyetujui semua usulku sementara istrinya menelepon sheriff." "Sheriff itu petugas polisi, seperti ayahmu." "Tapi awalnya aku tetap takut padanya. Wajahnya besar dan merah. Akhirnya dia mengeluarkan dua puluh dolar untuk biaya penginapan selama satu ming-gu, sementara dia 'meluruskan masalah ini.' Dia bilang tak ada gunanya menyewa kandang tertutup, karena cuacanya sedang bagus. Kejadian ini tercium oleh pers, dan beritanya sempat menimbulkan kehebohan. Sepupu ibuku bersedia melepaskanku. Dan aku dimasukkan ke Lutheran Home di Bozeman." "Panti asuhan untuk anak yatim?" "Ya." "Dan Hannah?" "Dia ikut. Di panti asuhan itu ada gudang jerami. Hannah dipekerjakan untuk membajak kebun. Tapi dia harus dituntun terus. Kalau tidak, semua tanaman yang terlalu pendek untuk dirasakan oleh kakinya akan diinjaknya. Kadang-kadang dia juga membawa anak-anak berkeliling naik kereta." "Tapi kemudian dia mati." "Ya." "Coba ceritakan tentang itu." "Kejadiannya tahun lalu. Aku diberitahu lewat surat di sekolah. Usianya diperkirakan dua puluh dua. Dia masih menarik kereta berisi anak-anak pada hari terakhir hidupnya, dan mati waktu tidur." Dr. Lecter tampak kecewa. "Mengharukan sekali," katanya. "Kau pernah ditiduri ayah angkatmu di Montana, Clarice?" "Tidak." "Apakah dia pernah mencobanya?" "Tidak." "Kenapa kau kabur bersama kuda itu?" "Karena Hannah mau dipotong." "Kau tahu kapan dia hendak dipotong?" "Aku tidak tahu persis. Tapi aku selalu cemas. Dia sudah mulai gemuk." "Kalau begitu, apa yang mendorongmu? Apa alasan kau memutuskan kabur pada hari itu?" "Entahlah." "Aku rasa kau tahu." "Aku selalu cemas." "Apa yang mendorongmu, Clarice? Kau berangkat jam berapa?" "Pagi-pagi. Waktu masih gelap." "Berarti ada yang membangunkanmu. Apa yang membangunkanmu? Kau bermimpi?" "Aku terbangun dan mendengar anak-anak domba mengembik. Aku terbangun dalam gelap dan anakanak domba terus mengembik-embik." "Anak-anak domba itu sedang disembelih?" "Ya." "Apa yang kaulakukan?" "Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mereka. Waktu itu aku hairya..." "Apa yang kaulakukan dengan kudamu?" "Aku berpakaian tanpa menyalakan lampu dan menyelinap keluar. Dia ketakutan. Semua kuda di kandang ketakutan dan berlari-lari. Aku meniup hidungnya, dan dia mengenaliku. Akhirnya dia menaruh moncongnya di tanganku. Lampu-lampu di gudang jerami dan di samping kandang domba menyala. Lampu-lampu tanpa pelindung, yang menghasilkan bayangan-bayangan besar. Mobil pendingin telah datang dan mesinnya menyala terus, menderu-deru. Hannah langsung kugiring pergi." "Sebelumnya kau memasang pelana dulu?" "Tidak, aku tidak memakai pelana. Aku hanya mengambil tali kekang." "Dan ketika menyusup ke kegelapan, kau tetap mendengar anak-anak domba di tempat terang itu?" "Sebentar saja. Hanya ada dua belas ekor." "Sampai sekarang kau masih suka terbangun, bukan? Terbangun dalam kegelapan pekat dan mendengar anak-anak domba mengembik-embik?" "Sekali-sekali." "Apakah kau menganggap jika kau berhasil menangkap Buffalo Bill seorang diri dan menyelamatkan Catherine, maka kau bisa membuat anak-anak domba berhenti mengembik-embik? Kaupikir mereka pun akan selamat dan kau takkan terbangun lagi dalam gelap dan mendengar mereka mengembikembik? Clarice?" "Ya. Aku tidak tahu. Mungkin." "Terima kasih, Clarice." Dr. Lecter tampak puas sekali. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 73 'Katakanlah siapa namanya, Dr. Lecter," ujar Starling. Dr. Chilton," sahut Lecter. "Kukira Anda berdua sudah sempat berkenalan." Starling tidak segera sadar bahwa Chilton di belakangnya. Kemudian sikunya ditarik dari belakang. Starling segera membebaskan diri. Chilton disertai Pembry dan rekannya yang berbadan besar. "Masuk lift," kata Chilton. Wajahnya tampak merah karena marah. "Kau tahu Dr. Chilton tidak mempunyai gelar kedokteran?" tanya Dr. Lecter. "Harap ingat ini di kemudian hari." "Cepat," Chilton mendesak. "Bukan Anda yang pegang kendali di sini, Dr. Chilton," kata Starling. Officer Pembry langsung maju. "Memang bukan, Ma'am. Saya yang bertanggung jawab. Dia menelepon atasan saya dan atasan Anda. Maaf, tapi saya mendapat perintah untuk membawa Anda keluar. Silakan ikut saya." "Sampai jumpa, Clarice. Maukah kau memberitahuku apakah anak-anak domba itu akan terdiam?" "Ya." Pembry meraih lengan Starling. Pilihannya hanya, ikut atau melawan. "Ya," Starling berkata. "Aku akan memberitahu Anda.". "Kau berjanji?" "Ya." "Kalau begitu, kenapa tidak kauteruskan pengejaranmu? Bawalah berkas kasus ini, Clarice, aku tidak membutuhkannya lagi." Lecter mengulurkan tangan dan menyodorkan berkas itu di antara batangbatang terali, Starling meraih melewati pembatas dan mengambilnya. Sejenak ujung jari telunjuk mereka beradu. Sentuhan itu membuat mata Dr. Lecter berbinar-binar "Terima kasih, Clarice." "Terimakasih, Dr. Lecter." Dan bayangan itulah yang terukir dalam benak Starling. Dr. Lecter saat tidak bermain-main. Saat ia berdiri di dalam selnya yang putih, dengan sikap bagaikan penari, dengan tangan terkunci di depan dada dan kepala sedikit dimiringkan. Starling demikian kencang melewati polisi tidur di bandara, sehingga kepalanya membentur langitlangit mobil. Ia harus berlari untuk mengejar pesawat yang mesti dinaikinya atas perintah Krendler. Bab Tiga Puluh Enam Officer pembry dan Boyle merupakan sipir-sipir berpengalaman yang khusus didatangkan dari Brushy Mountain State Prison untuk menjaga Dr. Lecter. Keduanya tenang dan hati-hati, dan merasa tidak perlu memperoleh penjelasan dari Dr. Chilton mengenai tugas mereka. Mereka tiba di Memphis sebelum Lecter dan memeriksa selnya dengan saksama. Ketika Dr. Lecter dibawa ke bekas gedung pengadilan, ia pun segera digeledah. Ia menjalani pemeriksaan internal oleh juru rawat pria saat masih memakai baju pengaman. Pakaiannya diperiksa dengan teliti, dan semua keli-mannya diperiksa dengan detektor logam. Boyle dan Pembry membuat kesepakatan dengannya. Mereka bicara dengan tenang di dekat telinga Lecter sementara ia diperiksa. "Dr. Lecter, kita bisa membina hubungan baik. Kami akan memperlakukan Anda seperti Anda memperlakukan kami. Kalau Anda bersikap sopan, kunjungan Anda di sini akan cukup nyaman. Tapi kami takkan diam saja kalau Anda berulah macam-macam. Kalau Anda mencoba menggigit, gigi Anda akan kami rontokkan semua. Kelihatannya Anda mendapat kesempatan bagus di sini. Dan Anda tentu tidak mau merusaknya, bukan?" Dr. Lecter menatap mereka dengan ramah. Kalaupun ia bermaksud menyahut, ia tak dapat melakukannya karena rahangnya terganjal batang kayu ketika si juru rawat mengarahkan senter ke dalam mulutnya dan meraba-raba pipinya dengan jari terbungkus sarung tangan. Detektor logam berbunyi ketika dirapatkan ke pipinya. "Apa itu?" si juru rawat bertanya. "Tambalan gigi," ujar Pembry. "Coba tarik bibirnya. Wah, Dok, geraham-geraham Anda sudah hampir kedaluwarsa, ya?" » "Sepertinya dia sudah uzur," kata Boyle kepada Pembry setelah mereka mengamankan Dr. Lecter di dalam selnya. "Takkan ada masalah selama dia tidak kumat." Sel itu, meskipun aman dan kokoh, tidak dilengkapi tempat baki yang bisa ditarik keluar-masuk. Pada waktu makan siang, dalam suasana tidak enak setelah kunjungan Starling, Dr. Chilton membuat semua orang repot dengan menyuruh Boyle dan Pembry memasang jaket pengaman dan rantai kaki. Dr. Lecter menurut saja sambil berdiri membelakangi terali, sementara Dr. Chilton siap siaga dengan kaleng Mace di tangan. Baru setelah prosedur panjang itu selesai, pintu sel dibuka untuk membawa baki makanan ke dalam. Chilton tidak mau menggunakan nama Boyle dan Pembry, meskipun keduanya memakai tanda pengenal, dan setiapHcali memanggil mereka dengan, "Hei, Anda." Setelah tahu bahwa Chilton bukan dokter sung-guhan, Boyle berkomentar pada rekannya bahwa orang itu hanya "semacam guru sekolah sialan". The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 74 Pembry sempat berusaha menjelaskan kepada Chilton bahwa bukan mereka yang mengiz melainkan petugas di bawah, tapi Chilton yang sedang marah tidak peduli. Dr. Chilton tidak hadir pada waktu makan malam. Meskipun agak terkejut, Dr. Lecter tidak keberatan ketika Boyle dan Pembry memutuskan menggunakan metode mereka sendiri untuk membawa baki makanan ke dalam sel. "Dr. Lecter, Anda tidak perlu memakai jas malam ini," ujar Pembry. "Saya mint§ Anda berbalik, duduk di lantai dan bergeser mundur sampai tangan Anda bisa dijulurkan lewat terali, dengan lengan lurus ke belakang. Ya, begitu. Angkat sedikit dan luruskan, luruskan siku Anda." Pembry memborgol Dr. Lecter di luar terali, dengan batang tegak di antara kedua lengan dan batang horizontal sedikit di atas tangan. "Sakit, ya? Ya, saya tahu, tapi ini hanya makan waktu sebentar. Cara ini lebih mudah bagi Anda dan kami." Dr. Lecter tidak dapat bangkit, biarpun sekadar berjongkok, dan dengan kaki terbujur lurus di lantai ia pun tak bisa menendang. Baru setelah Dr. Lecter terikat, Pembry balik ke mejanya untuk mengambil kunci sel. Pembry menyelipkan pentungan karetnya ke cincin di pinggang, memasukkan sekaleng Mace ke saku, lalu kembali ke sel. Ia membuka pintu sementara Boyle membawa baki makanan. Setelah pintunya aman, Pembry membawa kuncinya kembali ke meja sebelum melepaskan borgol dari. tangan Dr. Lecter. Ia tak pernah mendekati terali dengan membawa kunci selama Dr. Lecter bebas bergerak di dalam sel. ."Nah, mudah sekali, bukan?" ujar Pembry. "Ya. Terima kasih, Officer," jawab Dr. Lecter. "Saya tidak bermaksud membuat kesulitaj^' Dr. Lecter menjumput-jumput makanannya sambil menulis dan menggambar serta mencorat-coret kertas dengan pena berujung lunak. Ia membalikkan kaset dalam tape recorder yang dirantai ke kaki meja dan menekan tombol play. Glenn Gould memainkan Goldberg Variations karya Bach pada piano. Musik indah itu mengisi kerangkeng yang terang benderang serta mangan tempat para penjaga duduk. Bagi Dr. Lecter, yang duduk tak bergerak di meja, waktu seolah berjalan lambat dan menyebar. Nada-nada musik seakan-akan saling merenggang tanpa kehilangan tempo. Ia berdiri dan memperhatikan serbet kertas merosot dari pahanya. Serbet itu melayang perlahan, menyerempet kaki meja, mengembang, bergerak menyamping, dan membalik sebelum tergeletak di lantai baja. Ia tidak berupaya mengangkatnya, melainkan berjalan melintasi sel, melangkah ke balik sekat kertas dan duduk di tutup toilet, satu-satunya tempat pribadi yang dimilikinya. Sambil mendengarkan musik yang terus mengalun, ia bersandar pada tempat cuci tangan di sampingnya sambil bertopang dagu. Matanya yang berwarna merah maroon setengah terpejam. Ia berminat pada struktur Goldberg Variations. Ah, ini dia, progresi bas dari sarabande berulang kembali. Ia mengangguk-angguk mengikuti irama, sementara lidahnya menyusuri tepi giginya. Menyusuri deretan gigi sebelah atas, lalu sebelah bawah. Rasanya seperti pesiar yang panjang dan menarik bagi lidahnya, bagaikan berjalan-jalan di Pegunungan Alpen. Kini ia beralih ke gusi. Ia menyusupkan lidah ke celah antara pipi dan gusi dan menggerakgerakkannya pelan-pela^| seperti yang kadang-kadang dilakukan orang saat mengenang masa lalu. Gusinya terasa sejuk. Lidahnya berhenti ketika menemukan selongsong logam berukuran kecil. Di balik alunan musik ia mendengar bunyi berderak dan berdengung yang menandakan lift sedang menuju inkan Starling berkunjung, Puluhan atau bahkan ratusan nada, kemudian pintu lift membuka dan suara yang tak dikenalnya berkata, "Saya mau ambil baki." Dr. Lecter mendengar petugas yang lebih kecil mendekati selnya, Pembry. Ia bisa melihat lewat celah di antara panil-panil sekat. Pembry berdiri di depan terali. "Dr. Lecter. Saya minta Anda duduk di lantai sambil membelakangi terali seperti tadi." "Officer Pembry, Anda keberatan kalau urusan di sini saya selesaikan dulu? Kelihatannya pencernaan/ saya agak terganggu karena penerbangan ke sini." Rasanya lama sekali ia mengucapkan kedua kalimat itu. ' "Baiklah." Pembry berseru kepada orang yang baru datang, "Nanti saya hubungi kalau bakinya sudah bisa diambil." "Boleh saya lihat dia sebentar?" "Nanti saya hubungi." Bunyi lift terdengar lagi, lalu hanya musik. Dr. Lecter mengambil selongsong itu dan mengeringkannya dengan sepotong tisu gulung. Tangannya tidak gemetaran, telapaknya tidak berkeringat. Selama bertahun-tahun sebagai tahanan, dengan rasa ingin tahunya yang luar biasa, Dr. Lecter telah mempelajari banyak keterampilan rahasia penjara. Dalam tahun-tahun menyusul penganiayaannya terhadap juru rawat di rumah sakit jiwa Baltimore, pengamanan terhadap dirinya hanya dua kali kebobolan, kedua-duanya saat Barney bebas tugas. Suatu kali seorang peneliti psikiatri meminjamkan bolpoin berujung runcing dan lupa memintanya kembali. Sebelum orang tersebut meninggalkan gedung, Dr. Lecter telah mematahkan selongsong plastik bolpoin itu dan membuangnya di WC. Tempat tinta yang terbuat dari logam diselipkannya ke keliman kasur. Satu-satunya tepi tajam di selnya adalah goresan pada kepala salah satu baut yang menahan tempat tidurnya di dinding. Tapi itu sudah cukup. Dengan menggosok-gosok selama dua bulan, Dr. Lecter membuat dua irisan sejajar sepanjang enam milimeter dari arah ujung yang terbuka. Tempat tinta itu lalu dibelah dua, dua setengah senti dari ujung yang terbuka. Bagian yang panjang, berikut ujung untuk menulis, dibuang ke WC. Barney tidak melihat kulit yang menebal di ujung-ujung jari Lecter akibat menggosok-gosok selama bermalam-malam. Enam bulan kemudian, seorang penjaga lalai melepaskan jepitan kertas pada sejumlah dokumen yang •kirim oleh pengacara Dr. Lecter. Dua setengah Sentl dari jepitan baja itu diselipkan ke dalam selongsong bekas tempat tinta, sisanya dibuang ke WC. Selongsong kecil yang licin dan pendek itu mudah disembunyikan dalam keliman pakaian, di antara pipi dan gusi, di dalam anus. Kini, di balik sekat kertas, Dr. Lecter mengetuk-ngetukkan selongsong itu ke kuku ibu jarinya sampai kawat di dalamnya merosot keluar. Kawat itu sekadar alat, dan inilah bagian yang paling sulit. Dr. Lecter menyelipkan kawat itu ke dalam selongsong, dan menggunakannya sebagai pengungkit untuk menekuk kepingan logam di antara kedua irisan. Ia hams berhati-hati, sebab kadang-kadang The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 75 logamnya patah. Tangannya yang kuat bekerja pelan-pelan. Ah. Kepingan kecil itu kini berdiri tegak lurus pada permukaan selongsong. Ia telah mendapatkan kunci borgol. Dr. Lecter meletakkan kedua tangan di punggung. Kunci mungilnya dioper-oper dari kiri ke kanan dan kanan ke kiri, lima belas kali, sebelum akhirnya disimpan kembali di dalam mulut. Ia mencuci tangan dan mengeringkan keduanya dengan saksama. Kemudian, dengan menggunakan lidah, ia menyembunyikan kuncinya di sela-sela jari tangan kanan. Ia tahu perhatian Pembry akan tertuju pada tangan kirinya yang aneh pada waktu hendak memasang borgol. "Saya siap, Officer Pembry," Dr. Lecter memanggil. Ia mengambil tempat di lantai sel dan merentangkan tangan ke belakang, sampai tangan dan pergelangannya melewati terali. "Terima kasih Anda bersedia menunggu." Ia bisa mendengar Pembry di belakangnya sekarang-Pembry meraba pergelangan Lecter satu per satu, untuk memeriksa apakah ia menyabuninya. Baru kemudian Pembry memasang borgol erat-erat. Ia kembali ke mejanya, mengambil kunci sel. Di tengah dentingan piano, Dr. Lecter mendengar bunyi gemerencing ketika Pembry mengambil ikat kunci dari laci. Kini Pembry datang lagi, berjalan menembus alunan musik, menerobos udara yang penuh nada bening. Kali ini ia disertai Boyle. Dr. Lecter mendengar lubang-lubang yang ditimbulkan mereka dalam gema musik. Pembry kembali memeriksa borgol. Dr. Lecter mencium bau napas Pembry di belakangnya. Kini Pembry membuka kunci sel dan membuka pintu. Boyle masuk. Dr. Lecter menoleh. Gerakan itu terasa lambat sekali baginya, dan semua detail kelihatan teramat tajam— Boyle di meja, mengumpulkan sisa makan malam sambil mendengus karena semuanya berantakan. Tape recorder yang sedang berputar, serbet kertas di lantai, di samping kaki meja yang dibaut. Dari sudut mata, Dr. Lecter melihat bagian belakang lutut Pembry serta ujung pentungan yang tergantung dari ikat pinggangnya ketika petugas itu berdiri di luar sambil memegang pintu. Dr. Lecter menemukan lubang kunci pada borgol sebelah kiri, memasukkan kunci, dan memutarnya. Borgol itu segera terbuka. Ia memindahkan kunci ke tangan kiri, menemukan lubang kunci, lalu kembali memasukkan kunci dan memutarnya. Boyle membungkuk untuk memungut serbet di lantai. Tiba-tiba saja pergelangannya telah terborgol, dan ketika ia rrftnoleh ke arah Lecter, borgol yang satu lagi menyambar kaki meja. Dr. Lecter telah berdiri. Ia bergegas ke pintu. Pembry hendak masuk, tapi Lecter menerjang dengan bahunya, sehingga Pem-b'y terjepit pintu. Penjaga itu berusaha meraih Mace di sabuknya. Lecter menggenggam ujung pentungan dan mengangkatnya. Puntiran itu menyebabkan ikat pinggang Pembry mengencang. Lecter menghantam tenggorokan lawannya dengan siku dan menggigit wajahnya. Pembry berusaha mencakar Lecter. Hidung dan bibir atasnya dicengkeram gigi yang mengoyak-ngoyak. Lecter menyentakkan kepala bagaikan anjing membunuh tikus dan mencabut pentungan dari ikat pinggang Pembry. Boyle berteriak-teriak di dalam sel. Ia duduk di lantai sambil merogoh-rogoh kantong untuk mencari kunci borgol. Lecter menghajar perut dan tenggorokan Pembry dengan ujung pentungan, dan penjaga itu jatuh berlutut. Boyle sudah berhasil memasukkan kunci borgol. Ia masih berteriak-teriak, dan kini Lecter berpaling padanya. Lecter membuatnya terdiam dengan menyemprotkan Mace, dan sementara Boyle terengah-engah, ia mementung tangannya dua kali. Boyle mencoba berlindung di bawah meja, namun karena tak dapat melihat akibat semprotan Mace, ia merangkak ke arah yang salah, dan Lecter dengan mudah membunuhnya dengan lima pukulan terarah. Pembry kini dalam posisi duduk dan ia menangis. Dr. Lecter menatapnya sambil tersenyum. "Siap, Officer Pembry?" tanyanya. Pentungan di tangannya berayun datar... tok... menghantam bagian belakang kepala Pembry, dan orang itu menggelepar-gelepar di lantai, bagaikan ikan. Denyut nadi Dr. Lecter meningkat sampai lebih seratus, tapi segera normal kembali. Ia mematikan musik dan pasang telinga. Ia berjalan ke tangga dan kembali pasang telinga. Ia menguras isi kantong Pembry, mengambil kunci meja, dan membuka semua laci. Di laci paling bawah ia menemukan senjata dinas Boyle dan Pembry, sepasang revolver .38 Special. Kecuali itu, ia mendapatkan pisau lipat di saku Boyle. Bab Tiga Puluh Tujuh Lobi dipadati petugas polisi. Saat itu pukul 18.30 dan petugas-petugas pos jaga di luar baru saja melakukan pergantian jaga per dua jam. Orang-orang yang memasuki ruangan dari udara luar yang dingin menghangatkan tangan pada sejumlah pemanas bertenaga listrik. Beberapa di antara mereka bertaruh untuk pertandingan basket Memphis State yang sedang berlangsung dan ingin tahu bagaimana kedudukannya. Sersan Tate tidak mengizinkan radio dipasang keras-keras di lobi, tapi salah satu petugas memakai walk-man. Berkali-kali ia mengumumkan skor terakhir, namun kurang sering untuk memuaskan para petaruh. Secara keseluruhan ada lima belas petugas polisi bersenjata di lobi, ditambah dua sipir yang akan menggantikan Pembry dan Boyle pukul 19.00. Sersan Tate sendiri masih menunggu penggantinya yang akan bertugas dari jam sebelas malam sampai jam tujuh pagi. Semua pos melaporkan keadaan aman. Dari sekian banyak ancaman terhadap Dr. Lecter yang diterima melalui telepon, tak satu pun diwujudkan dengan tindakan. pukul 18.45 Tate mendengar lift bergerak ke atas. Ia melihat panah penunjuk di atas pintu mulai berputar, lalu berhenti di lantai lima. Tate memandang berkeliling. "Sweeney sudah naik lagi untuk mengambil baki?" "Saya di sini, Sarge. Bisakah kau menelepon ke atas untuk menanyakan apakah mereka sudah The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 76 selesai?" Sersan Tate menekan tiga angka dan pasang telinga. "Teleponnya sibuk," katanya. "Coba naik dan tanya mereka." Ia kembali berpaling pada laporan yang tengah disusunnya untuk shift malam. Petugas patroli Sweeney menekan tombol lift. Liftnya tidak datang. "Aneh, dia minta lamb chops tadi," Sweeney bergumam. "Apa lagi untuk sarapan besok? Sesuatu dari kebun binatang? Dan siapa yang harus menangkapnya? Sweeney." Panah di atas pintu tetap menunjuk angka lima. Sweeney menunggu satu menit lagi. "Sial, ada apa ini?" ia mengumpat. Letusan pistol .38 berdentum di suatu tempat di atas, suaranya bergema di tangga, dua tembakan beruntun, disusul satu tembakan lagi. Sersan Tate sudah berdiri sambil memegang mikrofon ketika letusan ketiga terdengar. "Pos Komando, suara tembakan dari atas di menara. Pos-pos luar kelihatan aman. Kami akan naik." Orang-orang di lobi berseru-seru, berlari-lari. Tate melihat panah di atas pintu lift berputar. Panah itu sudah bergerak sampai angka empat. Suara Tate menggelegar, "Perhatian! Semua kembali ke pos masing-masing di luar, regu pertama tetap di sini. Berry dan Howard awasi lift sialan itu kalau sampai turun!" Panah penunjuk berhenti pada angka tiga. "Regu pertama, ikut saya. Periksa setiap pintu sebelum kalian melewatinya. Bobby, ke luar—ambil senapan dan rompi dan bawa ke atas." Pikiran Tate jumpalitan ketika ia mulai menaiki tangga. Ia sadar harus berhati-hati, namun sekaligus ingin menolong para petugas di atas. Ya Tuhan, moga-moga dia tidak lepas. Sial, tidak ada yang pakai rompi. Sipir-sipir sialan itu bikin kacau. Ruang-ruang kantor di lantai dua, tiga, dan empat seharusnya kosong dan terkunci. Pada ketiga lantai itu orang dapat menyeberang dari menara ke gedung utama dengan melewati ruang-ruang kantor. Di lantai lima tidak bisa. Tate lulusan sekolah SWAT Tennessee yang terkenal, dan ia tahu apa yang harus dilakukannya. Ia berjalan di depan dan membimbing anak buahnya yang muda-muda. Dengan cepat namun hati-hati mereka menaiki tangga sambil saling melindungi. "Kalau ada pintu yang kalian lewati sebelum diperiksa, pantat kalian akan kutendang sampai babak belur." Pintu-pintu di lantai dua gelap dan terkunci. Kini ke lantai tiga, koridornya tampak remang-remang. Cahaya dari lift yang terbuka menerangi sebagian lantai. Tate menyusuri dinding seberang, tanpa cermin yang dapat membantunya melihat ke dalam lift. Telunjuknya siap menarik picu ketika ia mengintip. Kosong. Tate berseru ke atas, "Boyle! Pembry! Sial." Ia menempatkan penjaga di lantai tiga dan kembali bergerak naik. Lantai empat dibanjiri musik piano yang berasal dari atas. Pintu menuju ruang-ruang kantor segera membuka ketika didorong. Berkas sinar senternya menerangi pintu yang terbuka lebar ke bangunan besar dan gelap di baliknya. "Boyle! Pembry!" Ia meninggalkan dua orang di bordes. "Awasi pintu. Bobby sedang mengambil rompi. Jangan nekat berdiri di ambang pintu." Tate menaiki tangga batu mendekati sumber musik. Ia sampai di puncak menara, di bordes lantai lima. Koridor pendek di hadapannya tampak remang-remang. •Cahaya terang menembus kaca es pada pintu bertulisan SHELBY COUNTY HISTORICAL SOCIETY. Tate membungkuk di bawah kaca dan melintas di depan pintu. Ia mengangguk kepada Jacobs di sisi berlawanan, memutar gagang pintu dan mendorongnya keras-keras. Pintu itu berayun sampai membentur dinding, cukup keras untuk membuat kacanya pecah. Tate cepat-cepat menyelinap masuk dan menjauhi ambang pintu sambil mengarahkan revolvernya berkeliling. Tate telah melihat banyak hal. Ia telah menyaksikan kecelakaan mengerikan, perkelahian, pembunuhan. Selama berdinas, ia telah melihat enam petugas polisi gugur dalam tugas. Namun yang kini tampak di hadapannya adalah kejadian paling buruk yang pernah ia lihat menimpa seorang petugas. Daging di atas kerah baju seragam itu tak lagi menyerupai wajah. Bagian depan dan atas kepala itu berlumuran darah, dengan daging terkoyak-koyak. Sebelah bola mata teigelantung di samping hidung, lubang matanya penuh darah. Jacobs melewati Tate. Kakinya tergelincir pada genangan darah di lantai ketika ia berjalan ke sel. ia menghampiri Boyle yang masih terborgol ke kaki meja. Usus Boyle terburai sebagian, wajahnya tercabik- cabik. Percikan darahnya tampak di mana-mana. Jacobs menempelkan jari ke leher Boyle. "Yang ini mati," ia berseru di tengah alunan musik. "Sarge?" Seruannya menyadarkan Tate yang terdiam sejenak. Tate mengumpat perlahan, lalu segera menghubungi pos di bawah melalui radio. "Pos Komando, dua petugas jatuh. Saya ulangi, dua petugas jatuh. Tahanan menghilang. Lecter menghilang. Semua pos luar, awasi jendela. Tahanan mengambil seprai, mungkin bermaksud membuat tali. Konfirmasikan ambulans dalam perjalanan." "Pembry mati, Sarge?" Jacobs mematikan musik. Tate berlutut. Ketika ia hendak meraba denyut nadi di leher, onggokan mengerikan di lantai itu mengerang dan dari mulutnya keluar gelembung berdarah. "Pembry masih hidup." Tate enggan menempelkan mulut ke wajah tak berbentuk di hadapannya, namun tahu ia harus melakukannya untuk membantu Pembry bernapas. Ia takkan menyuruh salah satu anak buahnya. Pembry lebih baik mati, tapi ia akan membantunya bernapas. Tate menemukan denyut nadi. Dan embusan napas, perlahan dan tak teratur. Pembry masih sanggup bernapas tanpa bantuan. Radio Tate bergemeresik. Letnan polisi di luar gedung mengambil alih komando dan menanyakan situasi. Tate harus memberi laporan. "Coba kemari, Murray," Tate memanggil anak buahnya yang masih muda. "Temani Pembry dan pegang dia di mana dia bisa merasakan tanganmu. Bicaralah dengan dia." "Siapa namanya, Sarge?" Murray tampak pucat. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 77 "Namanya Pembry, sekarang bicaralah dengan dia, brengsek." Perhatian Tate beralih ke radio. "Dua petugas jatuh, Boyle mati dan Pembry cedera berat. Lecter menghilang. Dia bersenjata—dia mengambil pistol mereka. Sabuk dan sarung pistol ada di meja." Suara si letnan kurang jelas karena terhalang dinding-dinding tebal. "Konfirmasikan, tangga aman untuk tandu?" "Ya, Sir. Hubungi lantai empat sebelum dibawa naik. Di setiap bordes ada penjaga." "Roger, Sersan. Pos Delapan di luar sepertinya melihat gerakan di balik jendela lantai empat gedung utama. Semua pintu keluar dijaga, dia tidak mungkin lolos. Pertahankan posisi di bordes. SWAT sedang menuju ke sini. Kita biarkan SWAT memaksanya keluar. Konfirmasikan." "Roger. SWAT akan bergerak." "Senjata apa yang dipegangnya?" "Dua pistol dan sebilah pisau, Letnan—Jacobs, coba periksa apakah masih ada amunisi di sabuksabuk mereka." "Kantong amunisi Pembry masih penuh," jawab Jacobs. "Kantong Boyle juga. Si tolol tidak mengambil Peluru tambahan." "Jenis pelurunya?" "Tiga-delapan +PS JHP" Tate kembali bicara lewat radio. "Letnan, sepertinya dia pegang dua .38 isi enam. Kami sempat mendengar tiga tembakan dan kedua kantong amunisi masih penuh, berarti pelurunya mungkin tinggal sembilan. Beritahu SWAT pelurunya +Ps jacketed hollowpoints. Bajingan itu mengincar wajah." Plus Ps termasuk hot rounds, namun takkan menembus pelindung tubuh SWAT. Tembakan yang mengenai wajah kemungkinan besar berakibat fatal, tembakan yang mengenai anggota tubuh akan melumpuhkan. "Tandu sudah dibawa naik, Tate." Mobil-mobil ambulans tiba dalam waktu sangat singkat, namun rasanya masih kurang cepat bagi Tate, yang terus mendengar erangan-erangan memilukan dari mulut Pembry. Murray, sambil memalingkan wajah, masih memegangi tubuh yang kejang-kejang itu sambil berusaha bicara dengan nada menenangkan, "Kau tidak apa-apa, Pembry, jangan kuatir." Ia mengatakannya berulang-ulang, dengan suara memelas. Begitu melihat petugas-petugas ambulans di bordes, Tate berseru, "CorpsmanV seperti yang dilakukannya waktu perang. Ia meraih pundak Murray dan menariknya mundur. Para petugas- ambulans bekerja dengan cekatan. Mereka segera mengikat tangan yang terkepal dan penuh darah itu, memasukkan selang oksigen, dan menempelkan perban bedah tanpa perekat untuk memberi tekanan pada wajah dan kepala yang berdarah-darah-Salah satu dari mereka hendak menancapkan jarum untuk memasang kantong plasma darah, tapi rekannya, yang telah memeriksa tekanan darah dan denyut nadi, menggelengkan kepala dan berkata, "Bawa turun saja." Sejumlah perintah disampaikan melalui radio. "Tate, tarik para petugas dari menara dan tutup semua pintu. Amankan pintu-pintu dari gedung utama, dan aVvasi dari bordes. Saya akan mengirim rompi dan senapan. Tangkap dia hidup-hidup kalau dia mau keluar, tapi jangan ambil risiko ekstra untuk menyelamatkan dia. Paham?" "Paham, Letnan." "Tak ada yang masuk gedung utama selain tim SWAT. Konfirmasikan." Tate mengulangi perintah itu. Tate memahami tugasnya. Ini terbukti ketika ia dan Jacobs mengenakan rompi antipeluru dan mengikuti tandu yang dibawa turun ke ambulans. Regu kedua menyusul bersama Boyle. Para penjaga bordes tampak marah ketika kedua tandu melewati mereka, tapi Tate segera memberi nasihat, "Jangan mati konyol karena emosi." Sementara sirene terdengar meraung-raung di luar, Tate. ditemani Jacobs yang berpengalaman, memeriksa semua ruang kantor dengan hati-hati dan menutup menara. Angin sejuk berembus di koridor lantai empat. Di balik pintu, di ruangan-ruangan gedung utama yang luas dan gelap, terdengar bunyi telepon berdering-dering tanpa henti. Tombol-tombol pada pesawatpesawat telepon di seluruh gedung kelap-kelip bagaikan kunang-kunang. Pihak pers telah mendapat kabar bahwa Dr. Lecter terkurung" di dalam gedung, dan wartawanwartawan radio dan TV langsung berlomba-lomba memperoleh kesempatan mewawancarai sang monster. Untuk menghindari ini, pihak SWAT biasanya memutuskan semua sambungan telepon, kecuali satu yang digunakan oleh juru runding. Namun gedung ini terlalu besar, ruang-ruang kantornya terlalu banyak. Tate menutup dan mengunci pintu ruangan-ruangan tempat pesawat telepon berkelap-kelip. Dada dan punggungnya basah dan terasa gatal di balik rompi. Ia meraih radionya. "Pos Komando, di sini Tate, menara sudah diamankan, ganti." "Roger, Tate. Kapten menunggumu di PK." "Ten-four. Lobi menara masuk." "Ya, Sarge." "Saya sedang di lift. Saya akan turun." "Oke, Sarge." Jacobs dan Tate sedang menumpang lift ke lobi ketika setetes darah mengenai pundak Tate. Satu tetes lagi jatuh ke sepatunya. Ia menatap langit-langit lift, menyentuh lengan Jacobs, memberi isyarat agar rekannya tidak bersuara. Darah menetes dari celah di sekeliling pintu reparasi di bagian atas lift. Perjalanan turun ke lobi terasa lama sekali. Tate dan Jacobs keluar sambil mundur, dengan senjata terarah ke langit-langit. Tate meraih ke dalam dan mengunci elevator. "Ssst," Tate berkata di lobi. Pelan-pelan ia menambahkan, "Berry, Howard, dia di atas lift. Awasi terus." Tate keluar lewat pintu utama. Van SWAT yang berwarna hitam tampak di pelataran parkir. Tim SWAT selalu membawa aneka macam kunci lift. Dalam sekejap saja mereka sudah siap bergerak. Dua petugas SWAT dengan pelindung tubuh berwarna hitam dan headset naik tangga sampai ke bordes lantai tiga. Tate disertai dua petugas lain di lobi. senapan-senapan mereka terarah ke langit-langit elevator. The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 78 Seperti semut besar yang suka berkelahi, pikir Tate. Komandan tim SWAT berbicara melalui headset-nya. "Oke, Johnny." Di lantai tiga, jauh di atas lift, Officer Johnny Peterson memutar anak kuncinya dalam lubang kunci dan pintu lift membuka. Lubang lift tampak gelap. Sambil telentang di lantai koridor, ia mengambil granat asap dari rompi dan meletakkannya di sampingnya. "Oke, aku mau mengintip dulu." Ia mengambil cermin bertangkai panjang dan menjulurkannya tnelewati tepi lubang, sementara rekannya mengarahkan berkas senter yang terang ke bawah. "Aku melihatnya. Dia di atas lift. Di sampingnya ada senjata. Dia tidak bergerak." Di earphone Peterson terdengar pertanyaan, "Tangannya kelihatan?" "Sebelah tangannya kelihatan, yang satu lagi tertindih di bawahnya. Badannya terbungkus seprai. "Peringatkan dia." "LETAKKAN TANGAN ANDA DI ATAS KEPALA DAN JANGAN BERGERAK," seru Peterson ke dalam lubang. "Dia tidak bereaksi, Letnan... Oke." "KALAU ANDA TIDAK MELETAKKAN TANGAN DI ATAS KEPALA, SAYA AKAN MELEMPARKAN GRANAT ASAP. ANDA SAYA BERI WAKTU TIGA DETIK," Peterson kembali berseru. Dari rompinya ia mengambil ganjal pintu yang termasuk perlengkapan standar petugas SWAT. "OKE, HATI-HATI DI BAWAH SANA—SAYA AKAN MELEMPAR." Ia melemparkan ganjal pintu dan melihatnya membentur sosok di atas lift. "Dia tidak bergerak, Letnan." "Oke, Johnny, pintu reparasi akan kami buka dengan tongkat dari luar. Kau bisa lindungi kami?" Peterson berguling ke posisi tiarap. Ia membidik sosok di bawah dengan Colt 10 mm di tangannya. "Oke, kalian bisa mulai." Peterson mengintip ke bawah dan melihat garis terang di sekeliling pintu reparasi yang sedang didorong oleh rekan-rekannya di lobi. Sosok yang diam itu setengah menindih pintu reparasi dan sebelah lengannya bergerak ketika para anggota tim SWAT mendorong dari bawah. Jari Peterson semakin kencang menempel pada picu Colt-nya. "Tangannya bergerak, Letnan, tapi sepertinya karena terdorong pintu." "Roger. Dorong terus." Pintu reparasi membuka dan didorong sampai bersandar pada dinding lubang lift. Peterson sulit melihat karena adanya cahaya dari arah berlawanan. "Dia tidak bergerak. Tangannya tidak memegang senjata." Suara tenang di telinganya berkata, "Oke, Johnny, tahan dulu. Kami akan masuk, jadi awasi situasi dengan cerminmu. Kalau ada tembakan, maka itu tembakan kami. Jelas?" "Jelas." Di lobi, Tate memperhatikan bagaimana mereka memasuki lift. Penembak dengan senapan berisi peluru berdaya tembus tinggi mengarahkan senjatanya ke langit-langit elevator. Rekannya memanjat tangga aluminium dengan membawa pistol otomatis kaliber besar dengan senter terpasang di bawah laras. Cermin dan pistol berlampu disodorkan lebih dulu melalui pintu reparasi. Kepala dan pundak petugas itu menyusul. Tak lama kemudian, ia menyerahkan revolver .38 ke bawah. "Dia mati," ia melaporkan. Tate bertanya-tanya apakah kematian Dr. Lecter berarti Catherine Martin akan tewas pula. Semua informasi di dalam kepala Lecter hilang ketika ia mengembuskan napasnya yang terakhir. Para anggota tim SWAT menariknya ke bawah, dengan kepala lebih dulu, dan mayatnya disambut terlalu banyak tangan. Sungguh pemandangan yang janggal di dalam sebuah kotak terang benderang. Lobi mulai ramai. Petugas-petugas polisi mendesak maju agar bisa melihat. Seorang sipir menerobos kerumunan dan menatap lengan bertato yang terentang lebar. "Ini Pembry," katanya. Bab Tiga Puluh Delapan Petugas paramedis di dalam ambulans berpegangan untuk menghadapi gerak mengayun kendaraan yang sedang melaju kencang itu. Ia berpaling ke radionya dan memberi laporan kepada atasannya di ruang gawat darurat. Suaranya terpaksa dikeraskan untuk mengalahkan sirene yang meraung-raung. "Dia koma, tapi tanda-tanda kehidupannya cukup baik. Tekanan darahnya bagus. Seratus tiga puluhsembilan puluh. Yeah, sembilan puluh. Denyut nadi delapan lima. Beberapa luka parah di wajah dengan daging terkelupas, sebelah bola mata terlepas. Saya sudah membalut wajahnya dan memasang selang oksigen. Kemungkinan ada luka tembak di kepala, tapi saya tidak bisa memastikannya." Pada tandu di belakangnya, kedua tangan berlumuran darah yang semula terkepal tampak mengendur. Tangan kanan bergeser, meraih gesper pengikat dada. "Saya tidak berani memberi tekanan terlalu besar pada kepalanya—dia sempat kejang-kejang sebelum dipindahkan ke tandu. Yeah, dia dalam posisi Fowler sekarang." Di belakang anak muda itu, tangan tadi meraih perban dan mengusap-usap mata. Si petugas paramedis mendengar desis selang oksigen di belakangnya. Ia membalik dan melihat wajah yang berdarah-darah itu di depan hidungnya. Ia tidak melihat pistol yang diayunkan, dan pistol itu menghantam kepalanya di atas telinga. Mobil ambulans itu berhenti di tengah jalan bebas hambatan berjalur enam. Para pengemudi kendaraan di belakangnya bingung. Mereka membunyikan klakson, ragu-ragu untuk mendahului ambulans itu. Terdengar dua letupan kecil menyerupai bunyi knalpot di tengah lalu lintas, dan ambulans itu maju lagi, mula-mula oleng, lalu lurus, berpindah ke jalur paling kanan. Pintu keluar bandara sudah tampak di depan. Ambulans itu merayap di jalur lambat. Berbagai lampu darurat di sisi luarnya berkedap-kedip, wiper-nya hidup sejenak, lalu mati. Sirenenya meraung sekali lagi, kemudian terdiam dan lampu-lampu yang berkedap-kedip pun padam. Ambulans itu meluncur ke pintu keluar, menuju Memphis International Airport yang diterangi lampu sorot, melewati jalan melingkar sampai ke gerbang otomat tempat parkir bawah tanah yang luas. Sebuah tangan berdarah muncul untuk mencabut karcis. Sesaat kemudian ambulans itu telah memasuki terowongan dan The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 79 menghilang dari pandangan. Bab Tiga Puluh Sembilan Dalam keadaan biasa, Clarice Starling pasti ingin melihat rumah Crawford di Arlington, tapi kabar mengenai pelarian Dr. Lecter yang didengarnya melalui radio mobil segera membuyarkan keinginan itu. Ia mengemudi seperti robot. Ia melihat rumah rapi berjaya ranch dari tahun 50-an itu tanpa penuh minat, dan hanya sepintas saja ia bertanya-tanya apakah jendela redup dengan tirai tertutup di sebelah kiri adalah tempat Belia berbaring. Bunyi bel pintu terasa terlalu keras. Crawford membuka pintu pada deringan kedua. Ia mengenakan jaket longgar dan sedang bicara melalui telepon wireless. "Copley di Memphis," katanya. Ia memberi isyarat agar Starling mengikutinya dan menuju dapur sambil bergumam ke telepon. Di dapur, seorang juru rawat mengeluarkan botol kecil dari lemari es dan mengamatinya di depan lampu. Crawford menatapnya sambil mengangkat alis, tapi wanita itu menggelengkan kepala. Kehadiran Crawford tidak diperlukan. Ia mengajak Starling ke ruang kerja, menuruni tangga. Starling segera tahu ruangan itu bekas garasi dua mobil yang telah dirombak. Ruangannya cukup luas, dengan sofa dan kursi-kursi. Pada meja tulis yang penuh barang, monitor komputer berpendar hijau di samping alat ukur ketinggian bintang "yang antik. Karpetnya keras, seakan-akan melapisi lantai beton. Crawford Starling mempersilakan duduk. Crawford menutupi alat penerima telepon. "Starling, aku tahu ini tidak mungkin, tapi apakah kau memberikan sesuatu pada Lecter di Memphis?" "Tidak." "Coba ingat baik-baik." "Tidak ada yang kuberikan." "Kau mengambil gambar-gambar dan barangbarang dari selnya." "Ya, tapi tidak jadi kuserahkan. Semuanya masih dalam tasku. Justru dia yang memberikan berkas kasus padaku." Crawford menjepit telepon dengan pundak dan rahang. "Copley, itu hanya omong kosong tak berdasar. Labrak bajingan itu sekarang juga. Langsung ke atasannya di TBI. Dan pastikan bahwa hotline kita terpasang bersama yang lain. Burroughs yang akan menanganinya setelah terpasang." Ia mematikan telepon dan menyelipkannya ke dalam kantong. "Mau minum kopi, Starling? Coke?" "Ada apa sebenarnya?" "Chilton curiga kau memberikan sesuatu pada Lecter, sehingga dia bisa membuka borgol. Bukan dengan sengaja, katanya—hanya karena lalai." Kadang-kadang mata Crawford tampak menyala-nyala karena marah. Ia memperhatikan reaksi Starling. "Apakah Chilton sempat merayumu? Itu sebabnya dia selalu mencari gara-gara?" "Mungkin. Aku minta kopi saja, tanpa susu, terima kasih." Crawford pergi ke dapur. Starling menarik napas panjang dan memandang berkeliling. Bagi orang yang tinggal di asrama atau barak, setiap rumah terasa nyaman. Meskipun Starling sedang diguncang kesulitan, kesan yang diperolehnya mengenai kehidupan suami-istri Crawford di rumah ini membuatnya lebih tenang. Crawford sudah kembali. Dengan hati-hati ia menuruni tangga sambil membawa dua cangkir. Ia satu senti lebih pendek jika mengenakan sepatu moccasin. Ketika Starling berdiri untuk menerima kopinya, mata mereka hampir sejajar. Crawford berbau sabun, dan rambutnya tampak mengembang dan kelabu. "Copley bilang ambulansnya belum ditemukan. Polisi disiagakan di seluruh wilayah Selatan." Starling menggelengkan kepala. "Aku belum tahu detail-detailnya. Aku baru mendengar laporan lewat radio—Dr. Lecter membunuh dua petugas polisi dan melarikan diri." "Dua sipir penjara." Crawford berpaling pada komputernya. "Boyle dan Pembry. Kau sempat bertemu mereka?" Starling mengangguk. "Mereka... mengusirku dari ruang tahanan. Mereka sekadar menjalankan perintah." Pembry melewati Chilton, rikuh, tegas, namun sopan-Silakan ikut saya, katanya. Bercakbercak cokelat pada tangan dan kening. Kini ia mati, pucat di sekitar bercak-bercaknya. Starling meletakkan cangkirnya. Ia--menarik napas dalam-dalam dan menatap langit-langit sejenak. "Bagaimana dia lolos?" "Menurut Copley, dia kabur dengan ambulans. Nanti kita bicarakan lagi. Bagaimana hasil penyelidikan terhadap blotter acid itu?" Atas perintah Krendler, Starling menghabiskan sore hari dengan membawa lembaran-lembaran bergambar Pluto berkeliling di Scientific Analysis. "Belum ada hasil. Sekarang sedang dibandingkan dengan arsip DEA, tapi barang itu sudah berumur sepuluh tahun. Rasanya sulit melacak asal-usulnya. Barangkali seksi Dokumen bisa melacak tempat lembaran-lembaran itu dicetak." "Tapi memang blotter acid, bukan?" "Ya. Bagaimana dia lolos, Mr. Crawford?" "Kau ingin tahu?" Starling mengangguk. "Baiklah. Lecter diangkut ke ambulans karena dikira Pembry yang cedera berat." "Apakah dia memakai seragam Pembry? Ukuran baju mereka kira-kira sama." "Dia memakai seragam Pembry dan sebagian dari wajahnya. Dan dia juga mengambil sekitar setengah kilo daging Boyle. Mayat Pembry dibungkusnya dengan seprai kedap air dari selnya, agar darahnya tidak menetes-netes, dan diletakkan di atas lift. Lecter memakai seragam Pembry, mengatur penyamarannya, berbaring di lantai, dan melepaskan tembakan ke langit-langit, yang membuat orangorang di sana kalang-kabut. Aku tidak tahu pistolnya diapakan, mungkin diselipkan di punggung. Ambulans datang, polisi di mana-mana dengan senjata di tangan. Para paramedis bergerak cepat dan bertindak sesuai latihan dalam keadaan darurat—pasang selang oksigen, balut luka-luka yang paling The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 80 parah, beri tekanan untuk menghentikan perdarahan, lalu bawa korban keluar. Mereka melaksanakan tugas sesuai prosedur. Tapi ambulansnya tak sampai di rumah sakit. Polisi masih terus mencarinya. Aku kuatir terhadap para paramedis itu. Copley bilang rekaman DISPATCHER sedang diputar ulang. Ambulansnya dipanggil dua kali. Ada kemungkinan Lecter sendiri juga menelepon sebelum melepaskan tembakan, supaya dia tidak perlu berbaring terlalu lama. DR. LECTER SENANG BERMAIN-MAIN." Starling belum pernah mendengar Crawford berbicara dengan nada getir seperti sekarang. Dan karena ia mengasosiasikan getir dengan lemah, ia merasa ngeri. "Kejadian ini tidak berarti Dr. Lecter berbohong." ujar Starling. "Oke, memang ada yang dia bohongi— kita atau Senator Martin—tapi barangkali bukan kedua-duanya. Dia memberitahu Senator Martin pelakunya bernama Billy Rubin dan mengaku hanya itu yang diketahuinya. Kepadaku dia berkata pelakunya seseorang yang menganggap dirinya transseksual. Ucapannya yang terakhir padaku adalah, 'Kenapa tidak kauteruskan pengejaranmu?' Dia berbicara mengenai teori penggantian kelamin yang..." "Aku tahu, laporanmu sudah kubaca. Percuma saja kita membahas teori itu sebelum ada daftar nama dari klinik-klinik. Alan Bloom sudah menghubungi para kepala departemen secara pribadi. Mereka bilang mereka sedang mencari. Aku terpaksa percaya." "Mr. Crawford, apakah Anda mendapat kesulitan karena kasus ini?" "Aku diminta mengambil cuti," jawab Crawford. "Ada gugus tugas baru, gabungan FBI, DEA, dan 'unsur-unsur tambahan' dari Kejaksaan Agung—berarti Krendler." "Siapa yang memimpin?" "Resminya, FBI Assistant Director John Golby. Katakan saja dia dan aku saling berkonsultasi. John bisa diandalkan. Kau sendiri bagaimana, apakah KAU mendapat kesulitan?" "Aku disuruh Krendler mengembalikan ID dan senjata dan kembali ke sekolah." "Itu SEBELUM kau mengunjungi Lecter. Starling, tadi sore dia mengirim memo ke Office of Professional Responsibility. Memo itu berisi permintaan 'tanpa prasangka' agar pihak Academy menjatuhkan skorsing terhadapmu sampai ada evaluasi ulang apakah kau memenuhi persyaratan untuk terus berdinas. Ini balas dendam murahan. John Brigham yang melihatnya waktu rapat fakultas di Quantico. Dia langsung marah-marah, lalu meneleponku." "Seberapa parahnya ini?" "Kau berhak mendapat HEARING. Aku akan menegaskan kemampuanmu dan itu sudah cukup. Tapi kalau kau terus meninggalkan sekolah, kau pasti akan disuruh mengulang dari awal, apa pun hasil HEARING nanti. Kau tahu apa yang terjadi kalau kau disuruh mengulang?" "Tentu, kita dikirim kembali ke kantor wilayah tempat kita direkrut. Kita disuruh mengurus laporan dan membuat kopi sampai ada tempat kosong di Academy." Kujamin kau akan mendapat tempat, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa jika kau disuruh mengulang karena tidak mengikuti kuliah." "Jadi, aku kembali ke sekolah dan berhenti menangani kasus ini, atau..." "Yeah." "Apa yang harus kulakukan?" "Tugasmu adalah Lecter. Dan sudah kaulaksanakan. Aku tidak ingin kau mengulang. Kau akan kehilangan waktu, mungkin setengah tahun, mungkin lebih." "Bagaimana dengan Catherine Martin?" "Sudah hampir empat puluh delapan jam dia disekap—tengah malam nanti tepat empat puluh delapan jam. Kalau kita gagal menangkap Buffalo Bill, kemungkinan besar Catherine dihabisi besok atau lusa, kalau polanya tetap seperti sebelum ini." "Andalan kita bukan cuma keterangan dari Lecter." "Sampai sekarang ada enam William Rubin yang berhasil ditemukan, dan semuanya pernah berurusan dengan polisi. Tapi aku meragukan bahwa salah satu dari mereka yang kita cari. Nama Billy Rubin tidak ada pada daftar langganan jurnal-jurnal serangga. Asosiasi Pembuat Pisau mencatat lima kasus antraks gading dalam sepuluh tahun terakhir. Tinggal dua kasus lagi yang harus kita selidiki. Apa lagi? Klaus belum berhasil diidentifikasi. Interpol melaporkan surat penangkapan buronan yang dikeluarkan di Marseilles untuk pelaut Norwegia bernama 'Klaus Bjetland.' Kalau ada kabar dari klinik-klinik, dan kau kebetulan ada waktu, kau bisa membantu. Starling?" "Ya, Mr. Crawford?" "Kembalilah ke sekolah." Starling letih sekali. "Tentu," katanya. "Tinggalkan mobilmu di tempat parkir di markas besaf, dan Jeff akan mengantarmu ke Quantico kalau kau sudah selesai." Sebelum menuju mobilnya, Starling menoleh ke jendela bertirai yang terang, tempat juru rawat sedang berjaga, lalu kembali berpaling kepada Crawford. "Aku turut prihatin, Mr. Crawford." "Terima kasih, Starling." Bab Empat Puluh Officer starling, Dr. Pilcher menunggu Anda di Insect Zoo. Saya akan mengantar Anda ke sana," ujar si penjaga. Untuk mencapai Insect Zoo dari sisi Constitution Avenue, pengunjung museum harus naik lift ke tingkat di atas gajah besar, lalu melintasi lantai luas tempat-memamerkan sejarah manusia. Peragaan pertama yang dilewati adalah deretan-deretan tengkorak yang diatur menanjak dan menyebar untuk menggambarkan ledakan populasi manusia sejak zaman Yesus Kristus. Starling dan penjaga itu melintasi ruangan remang-remang berisi gambar-gambar yang menjelaskan asal-usul manusia dan berbagai variasinya. Mereka melewati peragaan-peragaan ritual—tato, kaki ikat, modifikasi gigi, pembedahan Peru, mumifikasi. "Anda pernah melihat Wilhelm von Ellenbogen?" si penjaga bertanya sambil mengarahkan senternya The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 81 ke dalam salah satu peti. Rasanya belum," Starling menyahut tanpa memperlambat langkahnya. Mampirlah kapan-kapan kalau lampu-lampu menyala dan tengoklah dia. Kalau tak salah dia dikubur di Philadelphia di abad kedelapan belas. Berubah jadi sabun waktu permukaan air tanah naik dan merendam tubuhnya." Insect Zoo menempati ruangan luas yang kini remang-remang dan dipenuhi suara serangga. Kandang demi kandang berisi serangga hidup saling berdempetan. Tempat itu digemari anak-anak dan selalu ramai pada siang hari. Pada malam hari, saat tak ada gangguan, para penghuninya mulai sibuk. Beberapa kandang diterangi cahaya merah, dan tanda di atas pintu-pintu darurat tampak merah manyala dalam kegelapan. "Dr. Pilcher?" si penjaga memanggil dari pintu. "Sebelah sini," sahut Pilcher sambil mengangkat senter kecil sebagai tanda. "Anda yang mengantar tamu kita keluar nanti?" "Ya, terima kasih. Officer." Starling mengeluarkan senter dari tas dan menemukan sakelarnya sudah dalam posisi on, baterainya habis. Rasa kesal yang sempat timbul mengingatkannya bahwa ia letih dan perlu mengendalikan diri. "Halo, Officer Starling." "Dr. Pilcher." "Bagaimana kalau 'Profesor Pilcher'?" "Anda profesor?" "Tidak, tapi saya juga tidak bergelar doktor. Tapi saya senang kita bisa ketemu lagi. Anda mau melihat-lihat serangga?" "Tentu. Di mana Dr. Roden?" "Dia sibuk dengan chaetaxy selama dua malam terakhir dan akhirnya harus tidur dulu. Anda sempat melihat serangga itu sebelum kami mulai menelitinya?" "Tidak." "Kondisinya sudah parah sekali." "Tapi Anda berhasil, Anda mengidentifikasinya." "Yap. Baru saja." Pilcher berhenti di sebuah kandang kawat anyam. "Sebelumnya saya ingin memperlihatkan serangga seperti yang Anda bawa hari Senin. Tidak persis sama, tapi satu famili, burung hantu kecil." Berkas senternya menerangi ngengat besar berwarna biru bertengger pada ranting kecil, dengan sayap terlipat^Pilcher meniupnya dan serta-merta wajah burung hantu yang galak muncul ketika ngengat itu merentangkan sayap. Kedua titik mata pada sayapnya menyala-nyala. "Ini Caligo beltrao— jenis yang banyak ditemui. Tapi spesimen Klaus itu tergolong istimewa. Mari." Di ujung ruangan terdapat kotak yang ditempatkan pada ceruk di dinding dan diberi pagar penghalang di sebelah depan. Kotak itu di luar jangkuan tangan anak-anak dan ditutup kain. Alat pelembap udara berdengung-dengung di sampingnya. "Kami sengaja memasang kaca untuk melindungi jari para pengunjung—serangga ini termasuk galak. Dia juga suka udara lembap, dan kacanya sekaligus mempertahankan tingkat kelembapan." Dengan hati-hati Pilcher mengangkat kotak itu dan memindahkannya ke depan. Ia melepaskan kain penutup dan menyalakan lampu kecil di atas kandang. "Ini Ngengat Tengkorak," katanya. "Tumbuhan tempat dia bertengger adalah nightshade—kami berharap dia akan bertelur." Ngengat itu indah sekaligus mengerikan. Sayapnya berwarna cokelat-hitam, punggungnya lebar dan berbulu, ciri khas yang membuat orang-orang membelalakkan mata karena ngeri kalau mereka melihatnya di kebun rumah. Tengkorak sekaligus wajah, dengan mata gelap dan tulang pipi, tergambar jelas di samping mata. "Acherontia styx," ujar Pilcher. "Namanya diambil dari hama dua sungai di neraka. Orang yang Anda cari, para korbannya selalu dibuang ke sungai, betulkah itu?" "Ya," jawab Starling. "Serangga ini termasuk langka?" "Di bagian dunia ini, ya. Tidak ada yang hidup di alam bebas." "Dari mana asalnya?" Starling merapatkan wajah ke kawat anyam yang menutupi kandang. Embusan napasnya membelai bulu-bulu pada punggung ngengat. Serangga itu mengerik dan mengepakngepakkan sayap. Starling bisa merasakan angin yang ditimbulkannya. "Malaysia. Ada juga yang berasal dari Eropa, namanya atropos, tapi yang ini dan yang ditemukan di mulut Klaus berasal dari Malaysia." "Berarti ada yang memeliharanya." Pilcher mengangguk. "Ya," ia berkata ketika Starling tak lagi menatapnya. "Serangga itu dikirim dari Malaysia dalam bentuk telur atau lebih mungkin lagi berbentuk pupa. Sejauh ini belum ada yang bisa mengembangbiakkannya dalam penangkaran. Ada yang berhasil dikawinkan, tapi tidak sampai bertelur. Bagian yang sukar adalah mencari ulatnya di hutan. Setelah itu tak ada kesulitan lagi." "Tadi Anda bilang jenis ngengat ini termasuk galak." "Proboscis-nya tajam dan kokoh, dan Anda akan disengat kalau mengganggunya. Senjata ini tidak lazim dan tidak terpengaruh alkohol pada spesimen-spesimen yang telah diawetkan. Ini sangat membantu, sehingga kami berhasil mengidentifikasinya sedemikian cepat." Pilcher mendadak salah tingkah, seakan-akan malu karena menyombongkan diri. "Serangga ini juga berani," ia cepat-cepat menambahkan. "Mereka biasa masuk sarang lebah untuk mencuri madu. Suatu ketika kami sedang mengumpulkan serangga di Sabah, dan serangga-serangga ini mendatangi lampu di belakang youth hostel. Rasanya aneh mendengar suara mereka, dan kami..." "Spesimen ini berasal dari mana?" '"Penukaran dengan pemerintah Malaysia. Saya tidak tahu ditukar dengan apa. Lucu sekali, kami menunggu dalam gelap sambil..." "Apa saja dokumen pabean yang diperlukan untuk membawa spesimen ini kemari? Catatannya masih ada? Apakah harus dilaporkan kalau mau dibawa keluar dari Malaysia? Siapa yang menyimpan dokumen- dokumennya?' ' "Rupanya Anda terburu-buru. Begini, saya sudah mencatat semua informasi yang kami miliki, juga semua tempat di mana Anda bisa memasang iklan untuk penyelidikan lebih lanjut. Mari, saya antar Anda keluar." Sambil membisu mereka melintasi ruangan luas itu. Dalam cahaya dari lift, Starling melihat Pilcher The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 82 sama letihnya. "Anda bekerja lembur untuk ini," katanya. "Saya sangat menghargainya. Ehm, saya tidak bermaksud bersikap kasar tadi, saya hanya..." "Saya berharap orang itu bisa ditangkap. Saya berharap Anda segera bisa menyelesaikan urusan ini," ujar Pilcher. "Saya mencatat sejumlah bahan kimia yang mungkin dibelinya untuk mengawetkan spesimen. Officer Starling, saya ingin berkenalan lebih jauh dengan Anda." "Barangkali saya bisa menelepon Anda kalau ada kesempatan." "Saya setuju sekali," kata Pilcher. Pintu lift menutup. Pilcher dan Starling menghilang. Lantai yang diperuntukkan bagi sejarah manusia menjadi hening dan tak satu sosok manusia pun bergerak, baik yang bertato, yang telah menjadi mumi, maupun yang kakinya terikat. Tanda di atas pintu-pintu darurat menyala merah di Insect Zoo, dan cahayanya memantul pada puluhan ribu mata. Alat-alat pelembap udara berdengung dan berdesis. Di balik kain penutup, di dalam kandang yang gelap, Ngengat Tengkorak turun dari tempat bertenggernya. Serangga itu merangkak di lantai, dengan sayap terlipat ke belakang bagaikan jubah, dan menemukan potongan sarang lebah di tempat makannya. Sambil menggenggam potongan tersebut dengan kaki depannya yang kuat, ngengat itu menjulurkan proboscis-nya yang tajam dan menancapkannya ke dalam sel madu, lalu mengisap-isap tanpa suara, sementara kegelapan di sekelilingnya dipenuhi bunyi mengerik-ngerik. Bab Empat Puluh Satu Catherine martin meringkuk dalam kegelapan yang menakutkan. Kegelapan berkeriap di balik pelupuk matanya dan, setiap kali tertidur sejenak, ia bermimpi kegelapan merasuki dirinya Kegelapan datang mengendap-endap, melalui hidung dan telinga, bagaikan jari lembap yang menyatroni semua lubang tubuhnya. Ia menaruh tangan pada mulut dan hidung, pada vagina, mengencangkan pantat, memalingkan sebelah telinga ke kasur dan mengorbankan telinga yang satu lagi. Kegelapan disertai bunyi, dan ia langsung terjaga. Bunyi riuh yang akrab di telinganya, bunyi mesin jahit. Kecepatannya berubah-ubah. Cepat, sekarang pelan. Lampu basement menyala—ia melihat bulatan berwarna kuning redup jauh di atasnya. Ia mendengar anjing pudel menyalak beberapa kali, lalu ditegur oleh suara aneh itu. Menjahit. Tidak seharusnya orang menjahit di bawah sini. Orang menjahit di tempat terang. Ia terkenang ruang jahit yang cerah di masa kanak-kanaknya... Pembantunya, Bea Love, duduk di mesin jahit... anak kucingnya mencakar-cakar tirai yang tertiup angin. Suara itu membuyarkan segala kenangannya. "Precious, letakkan itu. Apa jadinya kalau kau tertusuk jarum, hmm? Aku sudah hampir selesai. Ya, Darlingheart. You get a Chew-wy when we get through-y, you get a Chew-wy doody doody doo." Catherine tidak tahu sudah berapa lama ia ditawan. Ia tahu ia mandi dua kali—terakhir ia disuruh berdiri di bawah sorot lampu karena si penculik ingin melihat tubuhnya, namun dalam cahaya yang menyilaukan, ia tidak bisa memastikan apakah orang itu memang menonton dari atas. Catherine Baker Martin telanjang merupakan pemandangan yang mencengangkan, dan ia pun menyadarinya. Ia sengaja memamerkan diri. Ia ingin keluar dari lubang sumur. Kalau ia bersedia berhubungan intim, berarti ia juga sanggup bertarung—kata-kata itu terus diulanginya dalam hati sambil membersihkan diri. Ia diberi makan sedikit sekali, dan ia sadar ia harus bertindak saat tenaganya masih memungkinkan. Ia tahu ia akan bertarung. Ia tahu ia sanggup. Apakah lebih baik berhubungan intim dulu, sesering mungkin, untuk menguras tenaga penculiknya? Kalau saja ia bisa menjepit leher orang itu dengan kakinya yang panjang, waktu satu setengah detik saja sudah cukup untuk mengirimnya ke neraka. Sanggupkah aku melakukannya? Persetan, aku sanggup. Buah zakar dan mata. Buah zakar dan mata. Buah zakar dan mata. Tapi tak ada suara dari atas ketika ia selesai mandi dan mengenakan baju bersih. Tawaran-tawarannya tidak ditanggapi ketika ember mandinya ditarik ke atas dan digantikan dengan ember kosong. Kini, berjam-jam sesudahnya, ia menunggu sambil mendengarkan suara mesin jahit itu. Ia tidak memanggil. Akhirnya, mungkin seribu tarikan napas kemudian, ia mendengar orang itu menaiki tangga sambil mengatakan sesuatu kepada anjingnya, sesuatu yang terdengar seperti "...sarapan kalau aku kembali." Lampu basement dibiarkan menyala. Kadang-kadang penculiknya tidak memadamkan lampu. Suara langkah pada lantai dapur di atas. Suara anjing merintih-rintih. Catherine menduga penculiknya pergi. Kadang-kadang orang itu pergi untuk waktu cukup lama. Catherine menunggu. Anjing kecil di dapur itu berjalan ke sana kemari sambil merintih. Anjing itu mendorong-dorong sesuatu di lantai, mungkin mangkuk makannya. Bunyi menggaruk-garuk dari atas. Lalu suara menyalak, pendek-pendek, kali ini tidak sejelas ketika suara itu terdengar dari dapur. Karena anjing itu tidak di dapur. Anjing itu telah membuka pintu dan kini berada di basement, mengejar-ngejar tikus, seperti yang suka dilakukannya saat majikannya pergi. Di tengah kegelapan di bawah, Catherine Martin meraih ke bawah kasur. Ia meraba-raba, menemukan tulang ayam yang sengaja ia simpan, dan mengendus-endusnya. Sejenak ia tergoda untuk The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 83 menggerogoti kerat-kerat daging yang masih tersisa. Ia memasukkannya ke mulut untuk menghangatkannya. Kini ia bangkit. Ia agak terhuyung-huyung dalam kegelapan yang membuat kepalanya pening. Di dalam lubang sumur tidak ada apa-apa selain kasur tipis, baju yang dikenakannya, ember plastik, serta tali katun yang terentang ke atas. Catherine telah memikirkannya di saat-saat ia dapat berpikir. Sambil berjinjit ia meraih tali setinggi mungkin. Lebih baik disentak atau ditarik pelan-pelan? Pertanyaan itu pun telah ia pikirkan masakmasak. Lebih baik menarik pelan-pelan. Tali katun itu ternyata meregang, lebih panjang dari yang diduganya. Ia kembali meraih setinggi mungkin dan menarik sambil menggerakkan tangan ke kiri-kanan. Ia berharap talinya akan putus tergores bibir lubang di atas. Ia mengayun-ayunkan tangan sampai bahunya pegal, dan terus menarik sampai talinya tak lagi meregang. Moga-moga putus di atas. Pop, talinya jatuh bergulung-gulung dan menerpa wajahnya. Ia jongkok di lantai, dengan tali pada kepala dan pundak. Cahaya dari mulut lubang jauh di atas terlampau redup untuk melihat. Ia tidak tahu seberapa panjang tali itu. Pelan-pelan ia meletakkan tali di lantai, bergelung-gelung. Jangan sampai kusut. Panjang tali diukurnya dengan menggunakan lengan bawah. Semuanya ada empat belas hasta. Tali itu putus di bibir lubang sumur. Ia mengikat tulang ayam beserta sisa dagingnya di tempat tali katun tersimpul pada gagang ember. Sekarang bagian yang sulit. Ia harus berhati-hati. Setiap tindakan harus dipikirkan masak-masak. Ia membayangkan dirinya sedang berlayar dengan perahu kecil di tengah cuaca buruk. Ujung tali yang bebas diikatnya ke pergelangan tangan. Simpulnya dikencangkan dengan bantuan gigi- Ia berdiri sejauh mungkin dari gulungan tali di lantai. Sambil memegang gagang ember, ia mengayunkannya dan melemparkannya ke arah mulut lubang di atasnya. Ember itu gagal melewati lubang, membentur bagian bawah penutup lubang, dan jatuh menimpa wajah dan pundak Catherine. Anjing kecil di atas menyalak lebih keras. Catherine kembali menggulung tali dan melempar lagi, dan lagi. Pada lemparan ketiga, embernya jatuh dan menimpa jarinya yang patah. Ia terpaksa bersandar pada dinding dan menarik napas dalamdalam untuk mengatasi rasa mual. Lemparan keempat pun gagal, tapi lemparan kelima tidak. Embernya berada di luar, tergeletak pada penutup kayu di samping pintu kecil yang terbuka. Seberapa jauh? Ia menarik pelan-pelan. Gagang ember terdengar bergesekkan pada kayu di atasnya. Anjing kecil itu kembali menyalak keras-keras. Jangan menarik terlalu keras. Jangan sampai jatuh lagi. Embernya harus dekat ke lubang, tapi jangan sampai jatuh lagi. Anjing kecil itu berlari-lari di antara maneken-maneken dan cermin-cermin di salah satu ruang basement. Mengendus-endus potongan benang dan kain sisa di bawah mesin jahit. Mengendus-endus lemari besar. Menoleh ke arah suara yang didengarnya. Melesat ke bagian yang gelap untuk menyalak, lalu kembali lagi. Kini terdengar suara yang bergema pelan di basement. "Preeee-cious." Anjing kecil itu menyalak dan melompat di tempat. Tubuhnya yang gemuk bergetar setiap kali ia menyalak. Kini bunyi ciuman. Anjing itu menoleh ke lantai dapur di atas, tapi bukan dari sana suara tersebut berasal. Bunyi mengecap-ngecap, seperti orang makan. "Sini, Precious. Sini, Sweetheart." Pelan-pelan anjing itu menuju bagian yang remang-remang. Telinganya tegak. "Sini, Sweetums, sini, Precious." Pudel itu mencium tulang ayam yang terikat ke gagang ember, dan mencakar-cakar dinding sumur sambil merintih. Decap-decap-decap. Pudel kecil itu melompat ke atas penutup lubang sumur. Bau sedap yang diciumnya ada di sini, antara ember dan lubang di hadapannya. Anjing itu menyalak-nyalak, lalu merintih-rintih karena bingung. Tulang ayam di depan matanya berkedut sedikit. Pudel itu menungging, ekornya kupat-kapit tanpa henti. Ia menyalak dua kali, lalu menerjang tulang ayam dan mencengkeramnya dengan gigi. Tapi ia merasa terancam oleh ember yang menganga. Pudel itu menggeram dan mempertahankan tulang ayam. Tiba-tiba ia tertabrak ember sampai jatuh, lalu didorong-dorong. Pudel itu segera bangkit, tertabrak lagi, bergumul dengan ember. Sebelah kakinya terjerumus ke dalam lubang, kaki depannya mencakar-cakar kayu. Pantatnya terjepit ember, tapi akhirnya anjing kecil itu berhasil lolos, sementara ember merosot melewati tepi lubang dan jatuh beserta tulang ayam. Pudel itu menyalak-nyalak ke bawah. Kemudian ia terdiam dan memiringkan kepala karena bunyi yang hanya dapat didengar oleh telinganya. Anjing itu melompat ke lantai dan berlari menaiki tangga sambil mendengking-dengking. Dari atas terdengar suara pintu dibanting. Air mata Catherine Baker Martin terasa panas di pipi dan membasahi bagian depan bajunya, jatuh ke dadanya. Ia yakin ia akan mati. Bab Empat Puluh Dua Crawford berdiri seorang diri di tengah kamar kerja, kedua tangan diselipkannya ke kantong celana. Ia berdiri dari pukul 12.30 sampai 12.33, mencari-cari ide. Kemudian ia mengirim teleks kepada California Department of Motor Vehicles, meminta agar pihak DMV melacak karavan yang menurut keterangan Dr. Lecter dibeli Raspail di California, karavan yang digunakan Raspail dalam affair-nya. dengan Klaus. Crawford juga menanyakan surat tilang atas nama pengemudi selain Benjamin Raspail. Kemudian ia duduk di sofa sambil memangku clipboard dan menyusun iklan proaktif untuk dimuat di kolom jodoh di harian-harian utama: The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 84 Wanita seksi, kulit mulus, penuh gairah hidup, 21, model, mencari teman pria yang menghargai kualitas DAN kuantitas. Model tangan dan kosmetika, kau mengenalku dari iklan-iklan majalah, sekarang aku ingin berkenalan denganmu. Kirim foto dan surat pertama. Crawford berpikir sejenak, menggaruk-garuk kepala, lalu mencoret kata "seksi" dan menggantinya dengan "padat berisi". Kepalanya merunduk dan ia tertidur. Layar monitor komputer yang berwarna hijau tercermin sebagai bujursangkar kecil pada lensa kacamatanya. Kini ada gerakan pada monitor, baris-baris teks merangkak ke atas, memantul pada kacamatanya. Sambil tidur Crawford menggelengkan kepala, seakan-akan tergelitik. PESAN ITU BERBUNYI: POLISI MEMPHIS MENEMUKAN 2 BENDA SAAT MENGGELEDAH SEL LECTER. (1) KUNCI BORGOL YANG DIBUAT DARI TABUNG TINTA BOLPOIN. DIIRIS DENGAN CARA MENGGOSOK, BALTIMORE MINTA SEL RSJ DIPERIKSA, AUTH COPLEY, SAC MEMPHIS. (2) SATU LEMBAR KERTAS DITINGGALKAN MENGAMBANG DI TOILET OLEH BURONAN. LEMBAR ASLI DIKIRIM KE WX DOCUMENT SECTION/LAB. BERIKUT INI TULISAN YANG DITEMUKAN. GRAPHIC SPLIT KE LANGLEY, UP: BENSON - KRIP-TOGRAFI. KETIKA TULISAN YANG DIMAKSUD MUNCUL DI LAYAR, YANG TERBACA ADALAH SEBAGAI BERIKUT: C33H36l L T O6N4 Bunyi bip-bip dari komputer tidak membangunkan Crawford, tapi tiga menit kemudian ia terjaga karena pesawat teleponnya berdering-dering. Peneleponnya Jerry Burroughs di hotline National Crime Information Center. "Sudah lihat monitor, Jack?" "Sebentar," ujar Crawford. "Yeah, oke." "Lab sudah menguraikannya, Jack. Gambar yang ditinggalkan Lecter di WC. Angka-angka di antara huruf-huruf pada nama Chilton, ini biokimia— CBH36N406—rumus suatu pigmen dalam kotoran manusia yang disebut bilirubin. Lab bilang ini zat warna utama pada tinja." "Sial." "Kau benar tentang Lecter. Dia cuma mempermainkan mereka. Malang bagi Senator Martin. Anakanak lab bilang, warna bilirubin persis seperti warna rambut Chilton. Humor RSJ, kata mereka. Kau lihat Chilton di berita jam enam tadi?" "Tidak." "Marilyn Sutter sempat menontonnya di atas. Chilton gembar-gembor mengenai 'Pencarian terhadap Billy Rubin'. Setelah itu dia pergi makan malam bersama reporter TV. Dia sedang di restoran waktu Lecter kabur. Dasar brengsek." "Lecter berpesan kepada Starling untuk mengingat-ingat bahwa Chilton tidak punya gelar kedokteran," ujar Crawford. "Yeah, aku membaca laporannya. Menurut aku Chilton mencoba merayu Starling, tapi ditolak mentah-mentah. Chilton memang tolol, tapi dia tidak buta. Bagaimana keadaan Starling?" "Dia capek. Tapi kelihatannya baik-baik saja." "Apakah dia juga dipermainkan Lecter?" "Bisa jadi. Tapi petunjuknya akan kita lacak terus. Aku tidak tahu apa yang dilakukan oleh klinik-klinik. Seharusnya sejak awal catatan mereka kita minta melalui pengadilan. Sekarang kita jadi tergantung pada mereka, dan aku tidak suka itu. Kalau sampai siang nanti belum juga ada kabar, kita ambil jalur pengadilan." "Ehm, Jack... mestinya ada orang yang tahu tampang Lecter, bukan?" "Tentu." "Kemungkinan besar dia sedang tertawa-tawa." "Tapi takkan lama," sahut Crawford. Bab Empat Puluh Tiga Dr. hannibal lecter berdiri di meja registrasi Marcus Hotel yang mewah di St. Louis. Ia memakai topi cokelat serta mantel hujan yang dikancingkan sampai ke leher. Perban bedah yang rapi menutupi hidung dan pipinya. Ia mengisi buku tamu dan membubuhkan tanda tangan "Lloyd Wyman," tanda tangan yang telah dilatihnya di mobil Wyman. "Bagaimana Anda hendak membayar, Mr. Wyman?" tanya petugas di balik meja. "American Express." Dr. Lecter menyerahkan kartu kredit milik Wyman. Alunan piano yang lembut terdengar dari lounge. Dr. Lecter melihat dua orang dengan hidung diperban berdiri di bar. Sepasang pria-wanita setengah baya melintas ke lift sambil menyenandungkan lagu ciptaan Cole Porter. Mata si wanita tertutup kain kasa. Petugas penerima tamu selesai menggesek kartu kredit. "Anda sudah tahu Anda berhak menggunakan gedung parkir rumah sakit, Mr. Wyman?" The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 85 "Ya, terima kasih," jawab Lecter. Ia telah memarkir mobil Wyman di sana, dengan Wyman di dalam tempat bagasi. Pelayan yang membawakan koper Wyman ke suite :il memperoleh tip lima dolar dari dompet Wyman. . Dr. Lecter memesan minuman dan sandwich, lalu menyegarkan diri dengan berdiri lama di bawah shower. Setelah bertahun-tahun disekap dalam sel, Lecter senang sekali berada di dalam suite yang dirasakannya teramat luas. Ia berjalan mondar-mandir, kian kemari, dan ia benar-benar menikmatinya. Dari jendela suite-ny& ia bisa melihat Myron and Sadie Fleischer Pavilion dari St. Louis City Hospital di seberang jalan, yang menampung salah satu pusat bedah craniofacial terkemuka di dunia. Wajah Dr. Lecter terlalu dikenal, sehingga ia tak mungkin menjalani bedah plastik di sini, namun ini satu-satunya tempat di dunia di mana ia bisa berjalan-jalan dengan wajah diperban tanpa menarik perhatian. Ia sudah pernah menginap di sini, bertahun-tahun lalu, ketika melakukan riset psikiatri di Robert J. Brockman Memorial Library. Betapa nikmatnya mempunyai jendela. Ia berdiri di jendela dalam gelap, menonton lampu-lampu mobil melintasi MacArthur Bridge, dan menikmati minumannya. Perjalanan mobil selama lima jam dari Memphis telah menimbulkan rasa letih yang menyenangkan. Satu-satunya kesulitan sore itu dialaminya di garasi bawah tanah di Memphis International Airport. Membersihkan diri dengan kapas, alkohol, dan air suling di bagian belakang ambulans ternyata cukup merepotkan. Namun setelah mengenakan seragam putih petugas paramedis, ia tinggal menunggu mangsa di tempat sepi di garasi luas itu. Pria yang diincarnya membungkuk untuk mengambil barang dari tempat bagasi dan sama sekari tidak sadar ada orang menghampirinya dari belakang. Dr. Lecter bertanya-tanya, apakah polisi menganggapnya cukup bodoh untuk mencoba naik pesawat dari bandara. Satu-satunya masalah dalam perjalanan ke St. Louis adalah mencari tombol lampu, dimmer, dan wiper di mobil buatan luar negeri yang asing baginya. Besok ia akan berbelanja barang-barang yang dibutuhkannya—obat untuk memudakan warna rambut, alat cukur, lampu untuk mencokelatkan kulit, lalu masih ada barang-barang yang dapat dibeli dengan resep, barang-barang yang akan mengubah penampilannya dengan seketika. Kalau keadaannya sudah memungkinkan, ia akan bergerak lagi. Tak perlu terburu-buru. Bab Empat Puluh Empat Ardelia mapp berada dalam posisi seperti biasa, duduk bersandar di tempat tidur sambil memegang buku. Ia sedang mendengarkan radio khusus berita. Ketika Clarice Starling melangkah masuk, ia mematikan radio. Melihat wajah Starling yang kuyu, ia tidak menanyakan apa-apa, hanya menawarkan; "Mau minum teh?" Kalau sedang belajar, Mapp selalu ditemani minuman seduhan dari daun-daun kiriman neneknya, yang disebutnya "Smart People's Tea". Dari dua orang paling pandai yang dikenal Starling, yang satu sangat tenang, sementara yang satu lagi justru paling menakutkan. Starling berharap keadaan menjadi seimbang. "Kau beruntung tidak masuk hari ini," ujar Mapp. 'Si Kim Won sialan itu benar-benar memacu kami sampai ambruk. Aku tidak bohong. Sepertinya gravitasi di Korea lebih kuat dibandingkan di sini. Mereka datang kemari dan mendadak jadi ringan. Mereka disuruh mengajar olahraga, karena bagi mereka tidak ada susahnya... o ya, John Brigham sempat mampir." "Kapan?" "Sore tadi. Dia tanya apa kau sudah pulang. Rambutnya dilicinkan ke belakang. Dia mondar-mandir seperti anak baru di lobi. Aku mengobrol sebentar dengannya. Dia bilang bila kau merasa ketinggalan pelajaran, kita bisa menggunakan jam-jam latihan menembak untuk belajar selama beberapa hari. Dan ia akan membuka lapangan pada akhir pekan untuk memberi kita kesempatan berlatih menembak. Aku bilang aku akan memberi kabar padanya. Untung saja ada pelatih sebaik dia." "Yeah, dia memang baik." "Kau sudah tahu kau diminta ikut dalam pertandingan antarinstansi melawan DEA dan Bea Cukai?" "Belum." "Bukan pertandingan wanita. Pertandingan terbuka. Pertanyaan berikut: Kau sudah tahu bahan Fourth Amendment untuk hari Jumat?" "Sebagian besar sudah." "Oke, bagaimana dengan Chimel versus CaliforniaT "Penggeledahan di sekolah-sekolah lanjutan." "Ada apa dengan penggeledahan di sekolah?" "Entahlah." "Ini menyangkut konsep 'immediate reach.' Siapa Schneckloth." "Aduh, mana kutahu." "Schneckloth versus Bustamonte." "Ehm, reasonable expectation of privacyl" "Huh, itu prinsip Katz. Schneckloth adalah izin melakukan penggeledahan. Kelihatannya kita harus buka buku. Aku punya semua catatan." "Jangan malam ini." The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 86 "Oke. Tapi besok pagi kau akan bangun dengan ikiran jernih dan kosong, dan kita mulai menabur nih-benih untuk panen hari Jumat. Starling, Brigham ilang—seharusnya dia tidak boleh cerita, jadi aku rjanji—dia bilang kau akan lolos dari hearing. enurut dia, Krendler takkan mengingatmu dua hari ari sekarang. Nilai-nilaimu bagus, ujian ini akan 'ta lalap bersama." Mapp mengamati wajah Starling ang letih. "Kau sudah berusaha sekuat tenaga untuk enolong wanita malang itu, Starling. Kau mengambil siko dan mendapat tekanan dari atas. Sekarang waktunya kau memikirkan dirimu sendiri. Ayo, tidur-ah. Aku juga sudah hampir selesai." "Ardelia. Thanks." Dan setelah lampu dipadamkan. "Starling?" "Yeah?" "Siapa yang lebih tampan, Brigham atau Hot Bobby Lowrance?" "Ini pertanyaan sulit." "Brigham punya tato di bahu. Aku melihatnya di balik kemeja. Apa tulisannya?" "Mana kutahu." "Tapi kau akan memberitahuku kalau kau sudah tahu?" "Kurasa tidak." "Kau sudah kuberitahu bahwa Hot Bobby memakai celana dalam bermotif kulit ular piton." "Kau melihatnya dari jendela waktu dia lagi latihan angkat beban." "Pasti Gracie yang memberitahu, ya kan? Anak itu memang perlu..." Starling sudah terlelap. Bab Empat Puluh Lima Beberapa menit sebelum pukul 3.00 dini hari, Crawford, yang tidur di samping istrinya, terjaga. Napas Belia terhenti sejenak dan ia bergerak di tempat tidur. Crawford duduk tegak dan meraih tangan istrinya. "Belia?" Wanita itu menarik napas panjang dan mengembuskannya. Untuk pertama kali dalam beberapa hari, matanya terbuka. Crawford merapatkan wajah, tapi tidak yakin Belia bisa melihatnya. "Belia, aku cinta padamu, Sayang," katanya. Rasa takut memenuhi dadanya, berkeliling bagaikan kelelawar di dalam rumah. Kemudian ia berhasil mengendalikan diri. Ia ingin mengambilkan sesuatu untuk Belia, apa saja, tapi ia tak ingin Belia merasakan tangannya dilepas. Ia menempelkan telinga ke dada Belia. Ia mendengar denyut pelan, tak berirama, lalu jantung Belia berhenti. Tak ada lagi yang terdengar selain bunyi berdesir. Crawford tidak tahu apakah bunyi itu ada di dada Belia atau hanya di telinganya sendiri. "Semoga Tuhan memberkatimu dan menerimamu di sisiNya... bersama keluargamu," ujar Crawford, kata-kata yang berasal dari lubuk hatinya. Ia bersandar pada kepala tempat tidur dan mendekap Belia. Dagunya menggeser syal yang menutupi sisa-sisa rambut istrinya. Ia tidak menangis. Air matanya telah kering. Crawford mengganti baju Belia dengan baju kesukaannya, lalu duduk di tempat tidur sambil menempelkan tangan Belia ke pipinya. Tangannya berbentuk persegi, menyiratkan kecerdasan, tangan yang gemar berkebun, namun kini ditandai bekas-bekas jarum infus. Setiap kali Belia kembali dari kebun, tangannya berbau wangi. ("Anggap saja seperti putih telur di jarimu," teman-teman Belia di sekolah menasihatinya tentang seks. Bella dan Crawford masih menertawakan hal itu di tempat tidur, bertahun-tahun silam, bertahun-tahun kemudian, tahun lalu. Jangan pikirkan itu, ingatlah kenangan yang baik, yang murni. Itulah kenangan yang murni. Belia mengenakan topi bundar dan sarung tangan putih, dan sedang naik lift ketika pertama kali Crawford menyiulkan Begin the Beguine dengan aransemen yang dramatis. Di dalam kamar, Belia sempat menggodanya dengan berkata kantong celananya penuh sesak seperti kantong anak kecil.) Crawford pindah ke kamar sebelah—ia masih bisa membalik setiap kali ia mau dan melihat Belia melalui pintu yang terbuka, tersorot cahaya hangat dari lampu di samping tempat tidur. Ia menunggu jasad Belia menjadi objek seremonial yang terpisah dari dirinya, terpisah dari orang yang didekapnya di tempat tidur, dan terpisah dari teman hidup yang kini dikenangnya. Agar ia bisa memanggil mobil jenazah untuk menjemputnya. Dengan tangan kosong tergantung di sisinya, ia berdiri di jendela dan memandang ke timur. Bukan fajar yang dicarinya; timur adalah arah jendelanya menghadap. Bab Empat Puluh Enam Siap, Precious?” Jame Gumm bersandar pada kepala tempat tidur, anjing kecilnya melingkar di perutnya. Mr. Gumb baru selesai keramas dan kepalanya masih dibungkus handuk. Tangannya menggapaigapai di bawah seprai, menemukan remote control VCR, dan menekan tombol play. Ia telah menyusun program sendiri dengan menggabungkan dua rekaman video pada satu kaset. Ia menontonnya setiap hari, kalau sedang melakukan persiapan penting, selalu sebelum mengambil kulit. Bagian pertama direkam dari film Movietone News, film berita hitam-putih tahun 1948. Film tersebut memperlihatkan perempat final kontes Miss Sacramento, tahap pendahuluan pada jalan panjang menuju kontes Miss America di Atlantic City. Ini kompetisi baju renang, dan semua peserta membawa bunga ketika mereka berbaris di tangga dan The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 87 menaiki panggung satu per satu. Pudel Mr. Gumb sudah sering menyaksikannya, dan anjing kecil itu memejamkan mata begitu musik mulai terdengar, karena tahu punggungnya akan diremas-remas. Para peserta kontes sangat bergaya Perang Dunia II. Mereka mengenakan baju renang Rose Marie Reid, dan beberapa di antara mereka berwajah cantik. Kaki mereka pun berbentuk menawan, paling tidak beberapa, tapi semuanya kurang kencang dan bahkan kelihatan agak kendur di sekitar lutut. Gumb meremas pudelnya. "Precious, ini dia, inidia inidia!" Dan itu dia, menghampiri tangga dengan baju renang berwarna putih, memberi senyum memikat kepada anak muda yang membantu di.tangga, lalu segera melangkah maju dengan sepatu hak tinggi, sementara kamera membidik bagian belakang pahanya: Mom. Itu Mom. Mr. Gumb tak perlu menyentuh remote control, semuanya sudah ia edit ketika membuat rekaman itu. Dalam gerak mundur, Mom menuruni tangga, mengambil kembali senyumnya dari anak muda tadi, menjauhi tangga, sekarang maju lagi, maju-mundur, maju-mundur. Ketika ia tersenyum, Gumb ikut tersenyum. Mom tampil sekali lagi bersama sekelompok kontestan, tapi gambar itu selalu kabur kalau dihentikan. Lebih baik diputar seperti biasa dan melihat sekilas saja. Mom bersama peserta-peserta lain, mengucapkan selamat kepada para pemenang. Bagian berikut direkamnya dari televisi kabel di sebuah motel di Chicago—ia terpaksa membeli VCR dan menginap semalam lagi agar dapat merekamnya. Film itu diputar berulang-ulang pada malam hari oleh saluran-saluran TV kabel murahan, sebagai latar belakang iklan-iklan seks yang melintas di bagian bawah layar. Adegan-adegan film dari tahun empat puluhan dan lima puluhan disambungsambung, antara lain memperlihatkan pertandingan voli di perkemahan nudis. Ada juga penggalanpenggalan film seks dari tahun tiga puluhan, di mana para pelaku pria memakai hidung palsu dan masih mengenakan kaus kaki. Iringan musiknya dipilih asal saja. Kini terdengar The Look of Love, yang sama sekali tidak cocok dengan adegan yang terlihat. Mr. Gumb tak dapat berbuat apa-apa mengenai iklan-iklan yang melintas di layar. Ah, ini dia, sebuah kolam renang—melihat tanaman di sekelilingnya, mestinya ini di California. Hiasan taman bermutu baik, semuanya bergaya tahun lima puluhan. Sejumlah gadis cantik berenang telanjang. Beberapa di antara mereka mungkin pernah tampil dalam film kelas B. Riang gembira mereka keluar dari kolam dan berlari, jauh lebih cepat dari musik pengiring, ke tangga luncuran, memanjat, lalu-—uiiiih! Payudara mereka berayun-ayun ketika mereka meluncur, tertawa, dengan kaki lurus ke depan. Sekarang giliran Mom. Ini dia, keluar dari air di belakang gadis berambut keriting. Wajahnya tertutup sebagian oleh iklan Sinderella, sebuah butik seks, tapi kini ia kelihatan menjauhi kamera. Tubuhnya basah mengilap. Di perutnya ada luka kecil bekas operasi Caesar. Ia menaiki tangga, lalu meluncur turun—uiiih! Begitu menawan, dan walaupun Mr. Gumb tak dapat melihat wajah wanita itu, ia tahu itu Mom, direkam setelah terakhir kali ia benar-benar melihatnya. Kecuali dalam pikirannya, tentu saja. Adegan di layar TV beralih ke iklan marital aid dan mendadak berakhir. Anjing pudel Mr. Gumb memejamkan mata dua detik sebelum dipeluk erat-erat oleh majikannya itu. "Oh, Precious. Kemarilah ke Mommy. Mommy bakal caantik sekali." Banyak yang harus dikerjakan, banyak yang harus dikerjakan, banyak yang harus dikerjakan untuk besok. Untunglah suara spesimen yang disekap di bawah tidak terdengar dari dapur, biarpun dia berteriakteriak sekuat tenaga. Tapi kini, ketika Mr. Gumb menuruni tangga ke basement, ia bisa mendengarnya. Semula ia berharap tawanannya sedang tidur. Anjing pudel yang digendongnya menggeram-geram. "Kau saja lebih tahu sopan santun," Mr. Gumb berbisik ke telinga anjingnya. Ruang sumur bisa dicapai melalui pintu di sebelah kiri kaki tangga. Mr. Gumb tidak menghiraukan teriakan-teriakan yang terdengar dari sana, menengok pun tidak—baginya, suara dari lubang sumur itu sedikit pun tidak menyerupai bahasa Inggris. Mr. Gumb membelok ke ruang kerja di sebelah kanan, menurunkan pudelnya, dan menyalakan lampu. Beberapa ngengat mengepak-ngepakkan sayap, lalu bertengger pada kawat pelindung lampu di langit-langit. Mr. Gumb sangat rapi di ruang kerjanya. Semua larutan dicampurnya dalam wadah baja tahan karat. Ia tak pernah menggunakan wadah aluminium. Ia telah terbiasa mempersiapkan segala sesuatu jauh sebelum waktunya. Sambil bekerja, ia berkata kepada dirinya sendiri: Kau harus rapi, kau harus teliti, kau harus cekatan, sebab masalah-masalahnya sangat besar. Kulit manusia cukup berat—enam belas sampai delapan belas persen berat seluruh tubuh—dan licin. Satu kulit utuh sukar ditangani dan mudah terlepas dari tangan saat masih basah. Waktu juga penting; begitu dilepaskan, kulit segera mulai mengerut, terutama pada orang dewasa muda, yang kulitnya paling kencang. Ditambah lagi dengan sifat kulit yang tidak elastis sempurna, biarpun berasal dari spesimen muda. Sekali direnggangkan, kulit takkan kembali ke proporsi semula. Kulit yang dijahit licin namun ditarik terlalu keras saat dipasang pada maneken akan menggembung dan mengisut. Duduk di mesin jahit sambil mencucurkan air mata takkan ada gunanya. Lalu masih ada garis-garis pembelah, dan letakletaknya harus diketahui dengan tepat. Daya regang kulit tidak sama untuk semua arah; jika'kulit ditarik ke arah yang salah, bekasnya takkan hilang. Kulit yang masih basah, luar biasa sulit dikerjakan. Mr. Gumb harus bereksperimen dan acap kali terpaksa menahan kecewa sebelum keterampilannya mencapai tingkat memadai. Ia telah sampai pada kesimpulan bahwa cara-cara lamalah yang terbaik. Prosedur yang digunakannya adalah sebagai berikut: Mula-mula ia rrierendam bahan bakunya dalam akuarium berisi sari tumbuhan yang dikembangkan penduduk asli Amerika—semuanya bahan alami tanpa garam-garam mineral. Kemudian ia memakai metode yang menghasilkan kulit rusa yang lembut tak tertandingi— penyamakan klasik dengan menggunakan otak. Penduduk asli Amerika percaya bahwa otak setiap The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 88 binatang cukup besar untuk menyamak kulitnya sendiri. Mr. Gumb tahu ini tidak benar, dan ia sudah lama berhenti mencobanya, biarpun dengan primata berotak paling besar. Freezer-nya kini penuh otak sapi, sehingga tak perlu kuatir kehabisan persediaan. Mr. Gumb sanggup mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan proses penyamakan; sudah cukup lama ia berlatih. Masalah-masalah struktural yang akan dihadapinya pun tak membuatnya gentar. Ruang kerjanya menyambung ke koridor yang menuju bekas kamar mandi tempat Mr. Gumb menyimpan katrol dan jam, juga ke studio dan ruang kosong yang luas dan gelap di baliknya. Mr. Gumb membuka pintu studio dan disambut cahaya terang benderang—lampu-lampu sorot dan lampu neon, semuanya lampu khusus yang memancarkan cahaya menyerupai cahaya siang, terpasang pada balok-balok di langit-langit. Sejumlah maneken berpose pada pelataran yang terbuat dari kayu ek. Semuanya tidak berpakaian lengkap, ada yang mengenakan baju kulit, ada yang mengenakan baju dari bahan tipis yang akan digunakan sebagai pola. Bayangan delapan maneken tampak pada cermincermin di dua sisi dinding—cermin-cermin besar berlapis emas, bukan potongan-potongan seukuran keramik. Sebuah meja rias berisi kosmetik, sejumlah wig, serta kepala plastik untuk menyimpan wig. Inilah studio yang paling terang. Maneken-maneken itu mengenakan baju pesanan yang tengah dikerjakan, sebagian besar tiruan rancangan Armani dari kulit cabretta hitam. Pada dinding ketiga ada meja kerja berukuran besar, dua mesin jahit, dua boneka torso untuk mengepas baju, serta satu lagi yang dibuat berdasarkan ukuran tubuh Jame Gumb. Pada dinding keempat terdapat lemari besar hitam dengan motif-motif Cina yang hampir menyentuh langit-langit setinggi hampir dua setengah meter. Lemari itu sudah tua dan motif-motifnya sudah pudar; beberapa sisik emas merupakan sisa gambar naga, matanya yang putih masih kelihatan jelas, dan di sebelahnya tampak lidah merah naga lain yang badannya sudah lenyap. Lapisan lak di bawah motif-motif itu masih utuh, walaupun sudah retak-retak. Lemari besar itu tidak ada sangkut-pautnya dengan baju-baju pesanan. Isinya adalah Proyek Khusus, dan pintunya tertutup rapat. Anjing pudel kecil itu menjilat-jilat air dari mangkuknya di pojok, lalu berbaring di antara kaki salah satu maneken sambil menatap Mr. Gumb. Sebenarnya Mr. Gumb sedang mengerjakan jaket kulit. Ia ingin segera menyelesaikannya agar tak ada yang mengganggu nanti, namun jiwa kreatifnya sedang meluap-luap, dan ia belum puas dengan pola Proyek Khusus. Keterampilan menjahit Mr. Gumb telah jauh melampaui apa yang diajarkan padanya oleh California Department of Corrections ketika ia masih muda, tapi ini merupakan tantangan besar. Mengerjakan kulit cabretta yang tipis pun bukan persiapan memadai untuk pekerjaan yang benar-benar halus. Ia telah membuat dua pola dari bahan tipis, satu sesuai ukurannya sendiri, satu lagi berdasarkan ukuran yang diambilnya saat Catherine Baker Martin belum siuman. Ketika memasang pola yang lebih kecil pada boneka torso, masalah-masalahnya segera terlihat. Catherine Martin memang besar untuk ukuran wanita, dan juga mempunyai proporsi yang baik, namun ia tidak sebesar Mr. Gumb, dan punggungnya kalah lebar. Cita-cita Mr. Gumb adalah baju tanpa sambungan. Itu tidak mungkin. Tapi ia telah bertekad membuat baju dengan bagian depan tanpa jahitan. Berarti semua koreksi harus dilakukan di bagian belakang. Sulit sekali. Ia telah membuang satu pola dan mulai dari awal lagi. Dengan meregangkan kulitnya secara hati-hati, ia cukup membuat dua irisan segitiga di ketiak— bukan irisan gaya Prancis, melainkan irisan vertikal dengan ujung menghadap ke bawah. Dan dua irisan pinggang di belakang, di sebelah dalam ginjal. Ia sudah terbiasa bekerja dengan memberi kelonggaran sedikit saja untuk membuat keliman. Pertimbangannya melampaui aspek visual dan juga mencakup indra peraba; bukan tidak mungkin bahwa orang yang atraktif akan dipeluk. Mr. Gumb menaburkan bedak ke telapak tangan, lalu memeluk dengan gaya alami dan santai boneka torso yang meniru bentuk tubuhnya. "Ciumlah aku," ia bergurau sambil menatap tempat kosong di mana seharusnya ada kepala. "Bukan kau, bodoh," katanya ketika anjingnya menoleh. Gumb membelai-belai punggung boneka sejauh tangannya bisa menjangkau. Kemudian ia berjalan ke belakangnya dan mengamati bercak-bercak bedak. Tak seorang pun ingin meraba jahitan. Tapi saat berpelukan, tangan kita tumpang tindih di tengah punggung. Selain itu, ia berkata dalam hati, kita juga terbiasa dengan garis tulang belakang. Berarti ia tidak dapat membuat sambungan di bahu. Jawabannya adalah irisan segitiga di bagian atas tulang belakang, dengan ujung sedikit di atas titik tengah tulang belikat. Jahitan itu sekaligus akan berfungsi sebagai penahan lapisan dalam. Panil-panil Lycra akan dipasang di balik placket di kedua sisi—jangan lupa membeli Lycra—dan penutup Velcro di balik placket sebelah kanan. Ia membayangkan gaun-gaun Charles James yang menawan, dengan jahitan bersusun agar datar sempurna. Jahitan di punggung akan tertutup oleh rambutnya, atau tepatnya, rambut yang akan dibiarkan tumbuh panjang. Mr. Gumb melepaskan pola dari boneka torso dan mulai bekerja. Mesin jahitnya sudah tua, semula digerakkan dengan pedal kaki, namun sekitar empat puluh tahun lalu dilengkapi motor listrik. Pada mesin itu terdapat tulisan dari emas "Aku Tak Pernah Lelah. Aku Melayanimu." Pedal kakinya masih berfungsi, dan Gumb menggerakkannya setiap kali mulai menjahit. Untuk jahitan halus, ia selalu membuka sepatu agar lebih mudah mengendalikan laju mesinnya. Beberapa saat hanya ada suara mesin jahit, suara dengkur anjingnya, dan suara mendesis dari pipa-pipa uap di dalam basement yang hangat. Setelah selesai membuat jahitan pada pola, ia mencobanya di depan cermin. Anjing kecilnya menonton dari pojok, sambil memiringkan kepala. Jahitannya perlu dilonggarkan sedikit di bawah lubang tangan. Lalu masih ada beberapa masalah dengan facing dan interfacing. Selain itu, semuanya sudah sesuai keinginannya. Luwes, namun sekaligus ketat. Ia membayangkan dirinya bergegas menaiki tangga luncuran di tepi kolam renang. Mr. Gumb lalu bereksperimen dengan lampu dan wig untuk memperoleh kesan dramatis, dan ia juga The Silence of the Lambs Domba-domba Telah Membisu ben99 ebooks collections 89 mencoba kalung mutiara yang indah. Semua orang akan tercengang jika ia memakai gaun dengan belahan di dada. Sebenarnya ia tergoda untuk melanjutkan pekerjaannya, tapi matanya letih. Ia tak ingin tangannya gemetaran, dan ia pun sedang tidak siap menghadapi kegaduhan. Dengan sabar ia membuka semua jahitan dan menyusun bagian-bagian polanya—pola yang sempurna. "Besok, Precious," ia berkata kepada anjingnya sambil mengeluarkan otak sapi dari freezer agar melunak. "Pagi-pagi besok. Mommy bakal caaantik sekali!" Bab Empat Puluh Tujuh Starling tidur seperti mati selama lima jam, lalu mendadak terbangun di malam buta, tergugah rasa takut pada mimpinya. Ia menggigit sudut selimut dan menutup telinga dengan kedua tangan, untuk memastikan ia betul-betul telah terjaga dan aman. Hening, anak-anak domba tak lagi mengembikembik. Perlahan-lahan detak jantungnya kembali normal, tapi kakinya tetap tak mau diam di balik selimut. Ia tahu emosinya akan segera meledak. Namun perasaan yang timbul dalam dirinya adalah kemarahan membara, bukan ketakutan mencekam, dan ia menarik napas lega. "Brengsek," katanya, lalu mengangkat sebelah kaki. Sepanjang hari tadi ia telah mengalami banyak hal. Ia diusir oleh Chilton, dihina oleh Senator Martin, dikorbankan dan dimarahi oleh Krendler, diejek oleh Lecter dan dikejutkan oleh pelariannya, kemudian dibebastugaskan oleh Jack Crawford. Tapi dari semua kejadian itu, ada satu yang paling menyakitkan: dituduh sebagai pencuri. Senator Martin adalah ibu yang sedang mengalami cobaan berat, dan ia sudah muak melihat para petugas Perlukah ia terus berjaga-jaga terhadap Krendler selama sisa hidupnya? Di hadapan Senator Martin, orang itu berusaha mencuci tangan. Setiap kali teringat kejadian tersebut, Starling kembali sakit hati. Krendler tidak percaya bahwa amplop itu berisi barang bukti. Keterlaluan. Starling membayangkan Krendler, dan ia melihatnya memakai sepatu model oxford angkatan laut seperti si wali kota, atasan ayahnya, ketika datang untuk mengambil mesin absen. Yang lebih gawat, Jack Crawford kini tampak kecil di mata Starling. Orang itu menghadapi masalah yang nyaris tak tertahankan oleh siapa pun. Ia menyuruh Starling memeriksa mobil Raspail tanpa dukungan maupun bukti otoritas. Oke, memang Starling sendiri yang menginginkannya—kesulitan yang timbul hanyalah suatu kebetulan. Tapi Crawford seharusnya tahu akan ada persoalan ketika Senator Martin melihat Starling di Memphis; persoalan tetap akan muncul, biarpun Starling tidak menemukan foto-foto itu. Catherine Baker Martin tergeletak dalam kegelapan yang sama seperti yang menyelubungi dirinya sekarang. Hal itu terlupakan sejenak, sementara Starling memikirkan masalahnya sendiri. Bayangan-bayangan mengenai kejadian-kejadian dalam beberapa hari terakhir seakan-akan hendak menghukum Starling atas kelalaiannya. Semuanya timbul dengan warna terang, warna mencolok, warna yang muncul dari kegelapan pekat saat petir menyambar pada malam hari. Kimberly yang kini menghantui pikirannya. Kimber-ly yang gemuk dan malang, yang menindik telinga a